Upload
adhi-nugroho-latief
View
144
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
a
Citation preview
LAPORAN KASUS
SPONDILITIS TUBERCULOSA
Disusun oleh :
Ika Puji Astuti (08310152)
Pembimbing:
dr. Sunaryo Sp.OT. SH. MH.Kes
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BAGIAN BEDAH RSUD TASIKMALAYA
2013
LAPORAN KASUS
1. Identitas
Nama : Ny.Q
Usia : 34 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Cikoneng, Ciamis, Jawa Barat
Tanggal masuk rumah sakit : 11 Maret 2013 pukul 09.00 WIB
2. Anamnesis (Autoanamnesis) 11 Maret 2013 pukul 09.00 WIB
a. Keluhan utama : nyeri punggung
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri pada punggung bagian bawah
sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
meningkat pada malam hari dan bertambah berat dengan
beraktivitas dan berkurang jika pasien beristirahat. Makin hari
nyeri dirasakan bertambah berat.
Nyeri disertai dengan bengkak dan adanya benjolan.
Punggung terasa kaku sehingga sulit untuk membungkuk.
Pasien juga mengeluh badan terasa lemas dan lesu, sering
demam terutama malam hari tetapi tidak terlalu tinggi, nafsu
makan berkurang, berat badan menurun, dan sering berkeringat
dingin.
Pasien menyangkal adanya batuk dan sesak. Pasien juga
menyangkal adanya gangguan pada anggota gerak bawah. BAB
dan BAK tidak ada keluhan.
c. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah mengalami Tb paru sejak 1 tahun yang lalu dan telah
makan obat rutin selama 6 bulan berturut-turut.
d. Riwayat penyakit keluarga
Ibu pasien yang tinggal serumah dengan pasien sekarang
mengalami Tb paru yang sedang menjalani pengobatan 3 bulan
terakhir ini.
e. Riwayat pengobatan sebelumnya
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
f. Riwayat alergi : tidak ada
3. Pemeriksaan fisik (20 februari 2013, pukul 18.00)
Ku : tampak sakit sedang
Ks : compos mentis
Vital sign :T 120/80 mmhg
N 100 x/m
R 16 x/m
S 37,4 0 c
Status generalis
Kepala : rambut hitam, sulit dicabut
Mata : conjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), pupil isokor
(+), Refleks cahaya (+)
Hidung : sekret (-/-), deviasi (-/-)
Mulut : mukosa bibir basah, lidah kotor (-)
Leher : pembesaran KGB (-), ↑ JVP (-)
Thorax :
Paru-paru
Inspeksi : pergerakan & bentuk simetris ka=ki, Rhonki
(-/-), Wheezing (-/-)
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikular breathing sound (+/+) ka=ki,
Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi :
- Batas jantung kanan sonor ke redup ICS 4 garis
parasternal dextra
- Batas jantung kiri sonor ke redup ICS 5 garis axila
sinistra
- Pinggang jantung sonor ke redup ICS 3 garis
parasternal dextra
Auskultasi : BJ I, II reguler, murmur (-). Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, sikatriks bekas operasi (-), tidak ad
abses dan sinus d inguinal.
Auskultasi : Bising usus (+) seluruh lapang abdomen
Palpasi : soepel, tidak teraba massa, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Ekstremitas :
Ekstremitas superior:
o Inspeksi: simetris kiri dan kanan, kelemahan anggota
gerak (-/-)
o Palpasi: edema (-/-), nyeri tekan (-/-)
Ekstremitas inferior:
o Inspeksi: simetris kiri dan kanan, kelemahan anggota
gerak (-/-)
o Palpasi: edema (-/-), nyeri tekan (-/-),
Pemeriksaan neurologis:
System motorik:
tonus: normo tonus
kekuatan otot +5 untuk semua ekstremitas.
Refleks fisiologis: refleks Achilles : +2 dan refleks patella +2
System sensibilitas: baik
Status Lokalis
Regio vertebrae lumbal
Inspeksi : bentuk vertebrae lumbal yang kifosis, adanya gibbus, tidak
tedapat sinus
Palpasi : nyeri tekan, adanya benjolan
4. Pemeriksaan penunjang
Hematology : Hb : 10,9 gr/dl
Ht : 37,5 %
Leukosit : 7.000 /μl
Trombosit : 405.000 /μl
Laju Endap Darah : 71/85 mm/jam
Faal ginjal : Ureum : 12 mg/dl
Kreatinin : 0,52 mg/dl
Serologi : CRP Kualitatif : positif 24 mg/dl
Rontgen
Vertebrae torakalis:
Kelengkungan dan kedudukan tulang-tulang baik.
Tak tampak fraktur, listhesis, destruksi, maupun lesi litik/blastik. Pedikel
intak. Tak tampak pembentukan osteofit.
Diskus intervertebralis tidak menyempit.
Vertebrae lumbosacral :
Kelengkungan vertebrae lumbalis kifosis
Tampak fraktur compresi dan destruksi vertebrae lumbal 2 dan 3.
Tidak tampak pembentukan osteofit
Discus intervertebralis menyempit
Kesan : spondilitis vertebrae lumbalis disertai fraktur compresi vertebrae
lumbal 2 dan 3.
Usulan pemeriksaan: foto toraks, uji mantoux dan kultur abses
5. Diagnosa banding
Fraktur compresi vertebrae lumbal 2 dan 3 et causa spondilitis
Tuberculosa dengan frankel E
Osteomielitis vertebrae lumbal 2 dan 3 et causa suspect
stafilococus aureus dengan frankel E
6. Diagnosa kerja
Fraktur compresi vertebrae lumbal 2 dan 3 et causa spondilitis
Tuberculosa dengan frankel E
7. Rencana terapi
- Rifampisin 450 mg
- INH 300 mg
- Vit B6 10 mg
- Pyrazinamid 1000 mg
- Asam mefenamat 500 mg
- Neurobion /multivitamin
8. Prognosis
Quo Ad vitam : Dubia ad bonam
Quo Ad functinam : Dubia ad bonam
PEMBAHASAN
1. Definisi spondilitis TB
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah
peradangan granulomatosa yg bersifat kronis destruktif olehMycobacterium
tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Potts disease of the spine atau
tuberculous vertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan
pada vertebra T8 – L3dan paling jarang pada vertebra C1. Spondilitis
tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang
arkus vertebrae.
Spondilitis tuberkulosa merupakan bentuk paling berbahaya dari
tuberculosis muskuloskeletal karena dapat menyebabkan destruksi tulang,
deformitas dan paraplegia. Kondisi umumnya melibatkan vertebra thorakal
dan lumbosakral. Vertebra thorakal bawah merupakan daerah paling banyak
terlibat (40-50%), dengan vertebra lumbal merupakan tempat kedua
terbanyak (35-45%). Sekitar 10% kasus melibatkan vertebra servikal.
2. Epidemiologi Spondilitis TB
Diperkirakan 1-2% dari total kasus tuberculosis dapat berkembang
menjadi spondilitis tuberculosis. Tuberkulosis pada tulang dan jaringan ikat
adalah kira – kira 10% dari kasus tuberculosis ekstrapulmonalis. Spondilitis
tuberculosis adalah manifestasi umum dari tuberculosis musculoskeletal, kira
– kira 40-50% total kasus.
Frekuensi kasus spondilitis tuberculosis berhubungan dengan factor
sosioekonomi dan juga riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi. Rasio
perbandingan spondilitis tuberculosis pada pria dan wanita adalah 1,5-2
berbanding dengan 1. Pada Negara berkembang, spondilitis tuberculosis
adalah lebih banyak ditemukan pada dewasa dan anak – anak tua.
Kasus spondilitis tuberculosis banyak ditemukan di India, Cina, Indonesia,
Pakistan dan Bangladesh. Tetapi akhir – akhir ini ditemukan peningkatan
kasus di Perserikatan Soviet dan sub Sahara Afrika sehubungan dengan
penyebaran HIV.
3. Etiologi spondilitis TB
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg
bersifat acid-fastnon-motile ( tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga
sering disebut juga sebagai Basil/bakteri Tahan Asam (BTA)) dan tidakdapat
diwarnai dengan baik melalui cara yg konvensional. Dipergunakan teknik
Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tumbuh secara lambat
dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu.
Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis
dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain. Spondilitis
tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di
tubuh, 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe
human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5-10 % oleh mikobakterium tuberkulosa
atipik.
Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra
torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari
suatu tuberkulosa traktus urinarius, yg penyebarannya melalui pleksus Batson
pada vena paravertebralis. Meskipun menular, tetapi orang tertular
tuberculosis tidak semudah tertular flu.
Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yg cukup lama
dan intensif dengan sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic,
seseorang yg kesehatan fisiknya baik, memerlukan kontak dengan penderita
TB aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan, untuk dapat terinfeksi.
Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yg diperlukan dari mula
terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Bakteri TB akan
cepat mati bila terkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam tempat yg
lembab, gelap, dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama
beberapa jam. Dalam tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama
beberapa tahun.
4. Faktor resiko spondilitis TB
Adapun faktor resiko dari penyakit ini antara lain: endemic
tuberculosis, kondisi sosio-ekonomi yang kurang, infeksi HIV, tempat tinggal
yang padat, malnutrisi, alkoholisme, penggunaan obat-obatan kotikosteroid,
diabetes mellitus, dan gelandangan
5. Patofisiologi spondilitis TB
Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang selalu merupakan
infeksi sekunder. Berkembangnya kuman dalam tubuh tergantung pada
keganasan kuman dan ketahanan tubuh penderita. Reaksi tubuh setelah
terserang kuman tuberkulosis dibagi menjadi lima stadium, yaitu:
a. Stadium I (Implantasi) : Stadium ini terjadi awal, bila keganasan
kuman lebih kuat dari daya tahan tubuh. Pada umumnya terjadi
pada daerah torakal atau torakolumbal soliter atau beberapa level.
b. Stadium II (Destruksi awal) : Terjadi 3-6 minggu setelah
implantasi. Mengenai diskus intervertebralis.
c. Stadium III (Destruksi lanjut dan Kolaps) : Terjadi setelah 8-12
minggu dari stadium II. Bila stadium ini tidak diterapi maka akan
terjadi destruksi yang hebat dan kolaps dengan pembentukan
bahan-bahan pengejuan dan pus (cold abscess).
d. Stadium IV (Gangguan Neurologis) : Terjadinya komplikasi
neurologis, dapat berupa gangguan motoris, sensoris dan otonom.
e. Stadium V (Deformitas residual) : Biasanya terjadi 3-5 tahun
setelah stadium I. Kiposis atau gibus tetap ada, bahkan setelah
terapi.
Daerah yang biasanya terkena bagian anterior korpus vertebra.
Destruksi tulang yang progresif mengakibatkan kolaps vertebra dan kifosis.
Kanal spinalis menyempit karena adanya abses atau jaringan granulasi. Ini
mengakibatkan kompresi spinal cord dan defisit neurologis
6. Diagnosis spondilitis TB
a. Onset penyakit biasanya beberapa bulan-tahun berupa kelemahan umum,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat malam hari, suhu tubuh
meningkat sedikit pada sore dan malam hari.
b. Nyeri pada punggung merupakan gejala awal dan sering ditemukan.
c. Gibus (deformitas pada punggung)
d. Cold abscess (pembengkakan setempat)
e. Abnormalitas neurologis terjadi pada 50% kasus dan meliputi kompresi
spinal cord berupa gangguan motoris, sensoris maupun autonom sesuai
dengan beratnya destruksi tulang belakang, kifosis dan abses yang terbentuk.
f. Tuberkulosis vertebra servikal jarang ditemukan tetapi mempunyai kondisi
lebih serius karena adanya komplikasi neurologis berat. Kondisi ini khususnya
diikuti dengan nyeri dan kaku. Pasien dengan penyakit vertebra servikal
bawah ditemukan dengan disfagia atau stridor. Gejala juga meliputi tortikolis,
serak dan defisit neurologis.
g. Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula
spinalis yang menyebabkan kekakuan padagerakan berjalan dan nyeri.
h. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan
adanya batas defisit sensorik setinggi tempatgibbus atau lokalisasi nyeri
interkostal
7. Pemeriksaan penunjang
a. Tuberkulin skin test : positif
b. Laju endap darah : meningkat
c. Mikrobiologi (dari jaringan tulang atau abses) : basil tahan asam (+)
d. X-ray : destruksi korpus vertebra bagian anterior, peningkatan
wedging anterior, dan kolaps korpus vertebra.
e. CT scan : menggambarkan tulang lebih detail dengan lesi lytic
irregular, kolaps disk dan kerusakan tulang, resolusi kontras rendah
menggambarkan jaringan lunak lebih baik, khususnya daerah
paraspinal, mendeteksi lesi awal dan efektif untuk menggambarkan
bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak
F. MRI : standar untuk mengevaluasi infeksi disk space dan paling
efektif dalam menunjukkan perluasan penyakit ke dalam jaringan
lunak dan penyebaran debris tuberkulosis di bawah ligamen
longitudinalis anterior dan posterior, paling efektif untuk
menunjukkan kompresi neural.
8. Diagnosis Banding Spondilitis TB
Fraktur kompresi traumatik akibat tumor medulla spinalis.
Metastasis tulang belakang dengan tidak mengenai diskus dan terdapat
karsinoma prostat.
Osteitis piogen dengan demam yang lebih cepat timbul.
Poliomielitis dengan paresis atau paralisis tungkai dan skoliosis.
Skoliosis idiopatik tanpa gibbus dan tanda paralisis.
Kifosis senilis berupa kifosis tidak lokal dan osteoporosis seluruh
kerangka.
Penyakit paru dengan bekas empiema tulang belakang bebas penyakit.
Infeksi kronik non tuberkulosis seperti infeksi jamur (blastomikosis).
Proses yang berakibat kifosis dengan atau tanpa skoliosis
9. Terapi spondilitis TB
a) Terapi konservatif
Medikamentosa : Rifampisin 10-20 mg/kgBB maksimum 600
mg/hari, Etambutol 15 mg/kgBB maksimum 1200 mg/hari, Piridoksin
25 mg/kgBB, INH 5-10 mg/kgBB maksimum 300 mg/hari. Semua
obat diberikan sekali dalam sehari.
Imobilisasi
Pencegahan komplikasi imobilisasi lama : turning tiap 2 jam untuk
menghindari ulkus dekubitus, latihan luas gerak sendi untuk
mencegah kontraktur, latihan pernapasan untuk memperkuat otot-otot
pernapasan dan mencegah terjadinya orthostatik pneumonia, latihan
penguatan otot bladder training dan bowel training bila ada gangguan,
mobilisasi bertahap sesuai dengan perkembangan penyakit
Program aktivitas hidup sehari-hari sesuai perkembangan penyakit
b) Operatif
Indikasi operasi apabila terdeteksi adanya abses paravertebra, deformitas
yang progresif, gejala penekanan pada sumsum tulang belakang, gangguan
fungsi paru yang progresif, kegagalan terapi konservatif dalam 3 bulan,
terjadi paraplegia dan spastisitas hebat yang tidak dapat dikontrol. Kontra-
indikasi operasi apabila terdapat kegagalan pernapasan dengan kelainan
jantung yang membahayakan operasi.
Secara garis besar tindakan operatif dibagi menjadi:
Debridement : Dilakukan evaluasi pus, bahan kaseous dan sekuestra
tanpa melakukan tindakan apapun pada tulangnya.
Operasi radikal: Eksisi dilakukan dari atas sampai ke bawah meliputi
seluruh tulang belakang yang rusak, hingga mencapai daerah yang
sehat dan posterior mencapai duramater. Dilanjutkan dengan grafting
yang diambil dari kosta atau tibia. Pada umumnya meliputi anterior
radical focal debridement dan stabilisasi dengan instrumentasi.
c) Fisioterapi
Prinsip utama dari penanganan fisioterapi pada kasus ini adalah
memperkuat otot melalui reedukasi dan mereduksi spastisitas atau rigiditas.
Latihan yang direkomendasikan untuk rehabilitasi penyakit spondilitis TB
meliputi stretching, balance training, gait training dan latihan untuk
kelompok otot menggunakan teknik proprioceptive neuromuscular
facilitation (PNF).
1. Isometric exercise
Penyakit spondylitis TB biasanya menyebabkan gejala neurologis yang
dapat diperburuk dengan latihan tanpa pengawasan. Oleh karena itu penting
untuk meningkatkan latihan dengan hati-hati. Fisioterapi biasanya memulai
dengan latihan isometrik. Tujuan dari latihan ini adalah untuk
mengembangkan kekuatan otot melalui kontraksi tanpa gerakan. Dengan cara
ini, kekuatan otot secara bertahap terbentuk dengan meminimalkan resiko
kerusakan lebih lanjut. Setelah memperoleh cukup kekuatan dan ketangkasan
dengan latihan non-gerakan, maka dilanjutkan untuk tahap berikutnya.
2. Stretching exercise
Teknik ini harus diaplikasikan dengan sangat hati-hati pada pasien
spondylitis TB. Sebagai aturan umum, hanya latihan gentle stretching yang
diperbolehkan. Bahkan sebelum menerapkan tahap latihan ini pasien harus
dibantu dengan latihan passive movement terebih dahulu. Juga penting untuk
menjaga stabilitas tulang belakang ketika melakukan gentle stretching
exercise tersebut.
3. PNF techniques
Teknik ini pada awalnya dikembangkan untuk rehabilitasi pasien post-
paralysis. Keuntungan yang diperoleh dari PNF adalah menstimulasi otot
melalui aktifitas kelompok otot, penguluran, dan pemberian tahanan dengan
cara melibatkan serangkaian gerakan berulang.
10. Komplikasi Spondilitis TB
1. Pottds paraplegiaa.
a. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus
maupun sequester atau invasi jaringangranulasi pada medula spinalis.
Paraplegia ini membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi
medulaspinalis dan saraf.
b. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari
jaringan granulasi atau perlekatantulang (ankilosing) di atas kanalis
spinalis.
2. Ruptur abses paravertebraa.
a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga
menyebabkan empiema tuberculosis
b. Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas
membentuk psoas abses yang merupakan coldabsces.
3. Cedera corda spinalis (spinal cord injury).
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena
pustuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis
(contoh : Pottds paraplegia “ prognosabaik) atau dapat juga langsung karena
keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa
(contoh :menigomyelitis “ prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering
berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis padatumor). MRI dan
mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau
karena invasi dura dancorda spinalis.
11. Prognosis spondilitis TB
Baik bila ditanani lebih awal. Spondilitis tuberkulosa merupakan
penyakit menahun dan apabila dapat sembuh secara spontan akan
memberikancacat pembengkokan pada tulang punggung. Dengan jalan
radikal operatif, penyakit ini dapat sembuh dalam waktusingkat sekitar 6
bulan (Tachdjian, 2005).Prognosis dari spondilitis tuberkulosa bergantung
dari cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasineurologis.
Diagnosis sedini mungkin dan pengobatan yang tepat, prognosisnya baik
walaupun tanpa operasi. Penyakitdapat kambuh apabila pengobatan tidak
teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat karena terjadi
resistensiterhadap pengobatan (Lindsay, 2008).Untuk spondilitis dengan
paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan saraf lebih baik sedangkan
spondilitis denganparaplegia akhir, prognosis biasanya kurang baik. Apabila
paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosa prognosisnyaad functionam
juga buruk
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed. II.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
http://dokterfoto.com20080406spondilitis-tb.htm
Samsuhidajat, Wim de Jong. Sistem Muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah.
EGC, 2003,hlm 907 – 910.
Apley & Solomon. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. Seventh
Edition. Great Britain : Bath Press, Avon;1993.
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/18/tuberkulosis-tulang