18
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Lidah Buaya Lidah buaya masuk ke Indonesia sekitar abad ke- 17. Tanaman ini dibawa oleh petani keturunan Cina. Dapat dilihat pada Gambar 1, tanaman lidah buaya pada awalnya hanya dimanfaatkan sebagai tanaman hias yang ditanam sembarangan di pekarangan rumah dan digunakan sebagai bahan alami untuk penyubur rambut. Sekitar tahun 1990, tlidah buaya baru digunakan untuk industri minuman maupun makanan (Furnawanthi, 2002) Terdapat beberapa jenis aloe yang umum dibudidayakan, yaitu Aloe sorocortin yang berasal dari Zanibar, Aloe barbadensis Miller, dan Aloe vulgaris. Namun lidah buaya yang saat ini dibudidayakan secara komersial di Indonesia adalah Aloe vera chinensis dan Aloe barbadensis Miller. Aloe barbadensis Miller ditemukan oleh Philip Miller, seorang pakar botani yang berasal dari Inggris, pada tahun 1768. Tanaman ini tumbuh di daerah kering, hal ini dikarenakan bagian stomata daun lidah buaya dapat tertutup rapat pada musim kemarau karena untuk menghindari hilangnya air daun (Furnawanthi, 2007). Menurut Furnawanthi (2002) klasifikasi tanaman lidah buaya sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Liliales Famili : Liliaceae Genus : Aloe Spesies : Aloe vera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Lidah Buayaeprints.umm.ac.id/55711/3/BAB II.pdf · II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Lidah Buaya Lidah buaya masuk

  • Upload
    others

  • View
    23

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi dan Taksonomi Lidah Buaya

Lidah buaya masuk ke Indonesia sekitar abad ke- 17. Tanaman ini dibawa oleh

petani keturunan Cina. Dapat dilihat pada Gambar 1, tanaman lidah buaya pada

awalnya hanya dimanfaatkan sebagai tanaman hias yang ditanam sembarangan di

pekarangan rumah dan digunakan sebagai bahan alami untuk penyubur rambut. Sekitar

tahun 1990, tlidah buaya baru digunakan untuk industri minuman maupun makanan

(Furnawanthi, 2002)

Terdapat beberapa jenis aloe yang umum dibudidayakan, yaitu Aloe sorocortin

yang berasal dari Zanibar, Aloe barbadensis Miller, dan Aloe vulgaris. Namun lidah

buaya yang saat ini dibudidayakan secara komersial di Indonesia adalah Aloe vera

chinensis dan Aloe barbadensis Miller. Aloe barbadensis Miller ditemukan oleh Philip

Miller, seorang pakar botani yang berasal dari Inggris, pada tahun 1768. Tanaman ini

tumbuh di daerah kering, hal ini dikarenakan bagian stomata daun lidah buaya dapat

tertutup rapat pada musim kemarau karena untuk menghindari hilangnya air daun

(Furnawanthi, 2007).

Menurut Furnawanthi (2002) klasifikasi tanaman lidah buaya sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Liliales

Famili : Liliaceae

Genus : Aloe

Spesies : Aloe vera

5

Gambar 1. Lidah Buaya

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Tanaman lidah buaya dapat tumbuh di daerah dataran rendah sampai daerah

pegunungan. Daya adaptasinya tinggi sehingga tempat tubuhnya menyebar keseluruh

dunia mulai daerah tropika sampai ke daerah sub tropika. Tanah yang cocok untuk

lidah bauya adalah tanah subur, kaya bahan organik dan gembur. Karena akarnya yang

pendek, tanaman ini tumbuh baik di daerah bertanah gambut yang memiliki pH rendah.

Umur panen lidah buaya adalah 8-10 bulan (Furnawanthi, 2007).

2.1.1 Kandungan Gizi dan Manfaat Lidah Buaya

Daun lidah buaya mengandung 96 % air dan 4 % sisanya terdiri dari 75

macam senyawa fitokimia. Senyawa ini bekerja secara sinergi atau saling melengkapi

di tingkat sel tubuh, sehingga terkesan tubuh bisa menyembuhkan diri sendiri

(biodefense) menghadapi serangan penyakit (Ineke dkk., 2013). Dalam daun lidah

buaya juga mengandung banyak senyawa nutrisi seperi asam amino (essensial dan

non-essensial), enzim, mineral, vitamin, polisakarida dan kompleks antraquion.

Senyawa – senyawa tersebut sangat penting dan dibutuhkan untuk kesehatan tubuh.

Lidah buaya memiliki daging dari pelepah daun yang ternyata juga enak untuk

6

dikonsumsi. Gel tersebut mengandung zat gizi yang memiliki khasiat untuk

mendongkrak kesehatan (Suryowidodo, 2010).

Kandungan zat gizi lidah buaya per 100 gram terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Gizi Lidah Buaya

Zat Gizi Kandungan / 100 g bahan

Vitamin B1 (mg) 0,010

Protein (g) 0,100

Abu (g) 0,100

Lemak (g) 0,200

Serat (g) 0,300

Besi (mg) 0,800

Vitamin C (mg) 3,476

Energi (Kal) 4

Vitamin A (IU) 4,594

Kalsium (mg) 85

Kadar Air (g) 99,200

Fosfor (mg) 186

Sumber : Departemen Kesehatan (2004)

Kandungan utama dari cairan yang terdapat pada lidah buaya adalah aloin,

resin, emodin, gum dan unsur lainnya seperti minyak atsiri. Dari segi kandungan

nutrisi sel atau lendir daun lidah buaya mengandung beberapa mineral seperti Zn, K,

Fe dan vitamin seperti vitamin A. Gel lidah tidak berwarna dan terdapat dibagian

dalam dari daun segar. Gel ini mengandung air (±98%) dan polisakarida (pektin,

selulosa, hemiselulosa, glukomanan, acemannan, dan turunan mannosa (Bozzi dkk.,

2007). Gel lidah buaya juga rendah lemak dan tinggi serat. Selain itu pada gel lidah

buaya juga terdapat beberapa mineral seperti kalsium, magnesium, kalium, sodium,

zat besi, dan kromium (Setiabudi, 2008). Beberapa vitamin dan mineral tersebut dapat

berfungsi sebagai pembentuk antioksidan alami seperti fenol, flavonoid, vitamin C,

vitamin E, vitamin A dan magnesium (Astawan, 2011).

7

Lidah buaya merupakan tanaman yang banyak tumbuh pada iklim tropis

ataupun subtropis dan sudah digunakan sejak berabad-abad lalu karena fungsi

pengobatannya. Lidah buaya juga memiliki banyak manfaat untuk kesehatan seperti

regenerasi sel tubuh yang telah mati dan memperbaiki jaringan yang telah rusak.

Dalam bidang kecantikan dapat membantu pertumbuhan rambut, sedangkan pada

industri pangan tanaman lidah buaya dapat diolah menjadi berbagai produk makanan

dan minuman, seperti diolah menjadi jeli, nata de aloe, dodol, selai, dan olahan

minuman seperti jus dan sirup. Makanan dan minuman hasil olahan lidah buaya sangat

berpotensi sebagai produk yang baik untuk kesehatan (Furnawanthi, 2007).

Gel lidah buaya digunakan secara luas dalam produk makanan seperti dalam

pembuatan minuma siap saji, soft drinks, minuman pencahar, dan minuman kesehatan.

Jus gel lidah buaya dengan campuran tertentu juga telah populer untuk dikonsumsi

seperti, pencampuran jus gel lidah buaya dengan elektrolit sebagai sports drink,

dengan tambahan serat pangan dapat menjadi minuman diet, dan dengan penambahan

sayuran sebagai campuran jus sehat (Javed & Rahman, 2014).

Gel lidah buaya juga telah digunakan menjadi berbagai produk pangan

fungsional, diantaranya digunakan dalam pembuataan minuman fungsional dengan

karakteristik aktivitas antioksidan sebesar 7,12%. Tetapi, minuman fungsional ini

masih memiliki akseptabilitas yang rendah (Riyanto & Chatarina, 2012). Berdasarkan

hasil penelitian Rahmawati (2018), penambahan jeruk nipis serta kayu manis mampu

meningkatkan penerimaan konsumen terhadap minuman fungsional lidah buaya

dengan hasil uji hedonik untuk warna 3,9 (suka), rasa 3,5 (suka), aroma 3,8 (suka), dan

kenampakan keseluruhan 3,9 (suka).

8

2.2 Morfologi dan Taksonomi Jeruk Nipis

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) merupakan tanaman berhabitus pohon kecil

dengan cabang yang lebat tetapi tidak beraturan dan tinggi berkisar antara 1,5 sampai

5 meter. Perakaran tanaman kuat, cukup dalam, dan dapat tumbuh dengan baik pada

segala jenis tanah. Cabang dan rantingnya berduri pendek, kaku, dan tajam (Rukmana,

2003).

Buah jeruk nipis memiliki rasa yang sangat asam, berbentuk bulat sampai bulat

telur, dan berkulit tipis. Diameter buahnya sekitar 3 sampai 6 cm dan permukaannya

memiliki banyak kelenjar, dapat dilihat pada Gambar 2. Buah jeruk nipis memerlukan

waktu 5-6 bulan untuk berkembang. Buah yang masak pohon akan berubah warna dari

hijau menjadi kuning dan jeruk akan jatuh ke tanah setelah mencapai tahap masak

penuh (Sarwono, 2001).

Menurut (Rukmana, 2003) klasifikasi tanaman jeruk nipis adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae

Genus : Citrus

Spesies : Citrus aurantifolia, Swingle

9

Gambar 2. Jeruk Nipis

Sumber : Dokumentasi Pribadi

2.2.1 Kandungan Gizi dan Manfaat Jeruk Nipis

Jeruk nipis banyak mengandung unsur yang bermanfaat seperti linalin asetat,

limonene, geranil asetat, sitral dan felladren. Jeruk nipis mengandung unsur-unsur

senyawa kimia yang bermanfaat, seperti asam sitrat, asam amino, minyak atsiri, lemak,

kalsium, fosfor, besi, belerang vitamin B1 dan C (Lauma & Sartika, 2015). Kandungan

zat gizi jeruk nipis per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Gizi Jeruk Nipis

Zat Gizi Kandungan / 100 g bahan

Kalori (kal) 37,00

Protein (g) 0,80

Lemak (g) 0,10

Karbohidrat (g) 12,30

Kalsium (mg) 40,00

Fosfor (mg) 22,00

Zat Besi (mg) 0,60

Vitamin C (mg) 27,00

Vitamin B1 (mg) 0,04

Air (g) 86,00

Sumber : Rukmana (2003)

Kandungan lain yang banyak ditemukan dalam jeruk nipis antara lain seperti

vitamin A, asam sitrat, minyak atsiri (meliputi nildehid, felandren, limonene, kamfer,

dan sitral) asam amino (lisin, triptofan). Selain itu jeruk nipis mengandung senyawa

flavonoid yaitu hesperedin, tengeritin, naringin, dan eriocitrin (Karina, 2012).

10

Bagian terpenting dari tanaman jeruk nipis adalah buahnya. Sari buah jeruk

nipis banyak mengandung air, berasa sangat asam yang berisi asam sitrat sekitar 7-8%

dari berat daging buah. Ekstrak sari buahnya sekitar 41% dari bobot buah yang sudah

masak dan berbiji banyak (Sarwono, 2001).

Jeruk nipis mengandung komponen volatil yang bertanggung jawab terhadap

aroma dari jeruk nipis seperti terpen (53%), hidrokarbon (33,04%), keton (3,86%),

aldehid (2,88%), ester (2,33%), dan alkohol (2,13%). Jeruk nipis juga mengandung

komponen fenolik seperti polifenol (11,93 mgGAE), flavanol (64,44 µGCE),

flavonoid (0,36 mgCE), dan tanin (9,12 mgCE) ((Lubinska-Szczygiel dkk., 2018).

Dalam kehidupan sehari-hari, buah jeruk nipis banyak digunakan dalam

industri jamu, kosmetika. Jeruk nipis telah lama digunakan dalam industri pangan

sebagai salah satu bahan dalam pembuatan minuman dan marmalade (Davide dkk,

2011). Jeruk nipis juga memiliki nilai ekonomis yang penting karena mampu

menghasilkan essential oil . Essential oil dari jeruk nipis dan komponen penyusun

utamanya telah mendapatkan penerimaan di industri pangan karena telah diakui aman

untuk digunakan (Fisher & Phillips, 2008). Minyak atsiri dari jeruk nipis diperoleh

dari produk samping hasil pengolahan jeruk, Selain itu, jeruk nipis juga dapat

memberikan citarasa dalam berbagai produk pangan, kembang gula, puding, permen

karet, minuman beralkohol dan non alkohol (Guenther, 2006).

Jeruk nipis digunakan sebagai penambahan sirup labu siam untuk membantu

mengurangi aroma langu, jeruk nipis meiliki aroma yang kuat serta cita rasa yang khas.

Perlakuaan terbaik didapatkan pada perbandingan labu siam (85) : sari jeruk nipis (15)

dengan hasil analisa pH 4,45, viskositas 528,33 cP, total padatan terlarut 71,03˚Brix

(Hidayat dkk., 2017). Jeruk nipis juga digunakan dalam pembuatan sirup kundur,

11

untuk mengurangi dan menutupi rasa hambar serta aroma langu. Perlakuaan terbaik

terdapat pada perlakuaan buah kundur (85) : sari jeruk nipis (15) dengan hasil analisa

pH 3,96, viskositas 295,82 cP, total padatan terlarut 70,63˚Brix, aroma buah kundur

dan jeruk, berasa manis keasaman (Hamidi dkk., 2016). Menurut Susanti (2007)

produk mix juice lidah buaya dan jeruk nipis dengan perbandingan 3:1 menunjukkan

bahwa hasil perbandingan tersebut paling disukai. Penambahan sari jeruk nipis dengan

konsentrasi 8,4 % pada minuman jelly lidah buaya mendapat tingkat penerimaan yang baik

oleh panelis dari aspek organoleptik dengan kadar vitamin C 2,148 mg/100 g (Riandytho,

2017).

2.3 Morfologi dan Taksonomi Daun Mint

Tanaman mentha merupakan bagian dari keluarga Labiatae, dan termasuk

dalam golongan tanaman yang minyak atsirinya banyak dimanfaatkan (Chand dkk.,

2004). Daun mint merupakan herbal berakar rizoma serta berbatang halus yang

tumbuh mencapai tinggi antara 30-90 cm. Daunnya memilki panjang antara 4-9 cm

dan lebar antara 1,5-4 cm, berwarna hijau gelap dengan pembuluh daun kemerah-

merahan, ujungnya tajam dan tepi kasar seperti gigi. Bunga daun mint berwarna ungu

dengan panjang 6-8 mm, bermakota empat lobus berdiameter sekitar 5 mm. Di sekitar

batang terdapat duri tebal tapi tumpul tersusun melingkar. Bunga muncul pada

pertengahan akhir musim panas (USDA, 2015).

Tanaman mint tumbuh dan banyak tersebar luas di daerah yang beriklim

tropis dan subtropis diseluruh dunia, termasuk di Indonesia. Tanaman mint

mempunyai 25 sampai 30 spesies, beberapa diantarnya adalah M. arvensis, M.

aquatica, M. canadines, M. longifolia, M. piperita, M. suaveolus, M. pulegium dan M.

12

spicata. Diantara beberapa spesies tanaman mint (pada Gambar 3), M. arvensis

merupakan yang banyak terdapat di Indonesia (Astuti & Munawaroh, 2002).

Menurut (Adi, 2007) klasifikasi tanaman mint adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiosperms

Kelas : Asterids

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae

Genus : Mentheae

Spesies : Mentha piperita

Gambar 3. Daun Mint

Sumber : Dokumentasi Pribadi

2.3.1 Kandungan Gizi dan Manfaat Daun Mint

Daun mint termasuk tanaman aromatik yang menghasilkan senyawa aktif

(fitokimia yang memiliki efek farmakologis pada organisme hidup) yang

komposisinya terdiri dari sebagian minyak atsiri. Daun mint telah ditanam secara luas

untuk produksi minyak atsiri. Menurut Alankar (2009) daun mint mengandung 1,2-

1,5% minyak atsiri yang komponen utamanya terdiri dari mentol (30-70%), menton

13

(20-30%), isomenton (1,5-10%), dan mentil asetat (3-10%), dengan mentol sebagai

kandungan tertingginya. Titik didih minyak atsiri yang menjadi kandungan utama

daun mint yaitu mentol adalah 212˚C, dan menton 207˚C. Selain itu pada daun mint

juga terdapat kandungan flavonoid (12%), phenolic acids (19%), triterpenes, vitamin

C dan provitamin (precursor vitamin) A, mineral fosfor, besi, kalsium dan potasium

(Sastrohamidjojo, 2004).

Daun mint adalah salah satu golongan rempah yang sangat populer untuk

digunakan. Daun mint biasa digunakan sebagai bahan dalam pengolahan pangan agar

memiliki aroma yang khas dan segar. Peppermint oil merupakan produk turunan dari

daun mint yang secara komersial telah digunakan dalam industri makanan, farmasi,

dan kosmetik. Menthol digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pasta gigi,

permen, kembang gula, penyegar mulut, balsem analgesik, parfum, permen karet.

Daun mint segar maupun kering juga sering ditambahkan sebagai rempah-rempah

dalam masakan, minuman seperti teh, coklat, sirup, juga desssert seperti es krim

(Rajinder dkk, 2011). Selain itu digunakan juga sebagai bahan penyedap atau

penambah cita rasa (Lutony & Rahmayati, 2000).

Daun mint ditambahkan pada pembuatan teh celup bunga kecombrang untuk

mengurangi aroma langu yang berasal dari bunga kecombrang, formulasi bunga

kecombrang: daun mint (0,4 : 1,6 g) mampu menghasilkan aktivitas antioksidan

sebesar 68,84%, total fenol 13,907 mg as.galat/100 mL (Arumsari, 2018). Daun mint

juga ditambahkan pada teh daun alpukat untuk meningkatkan cita rasa teh daun

alpukat. Perlakuaan terbaik didapatkan pada sampel dengan perbandingan daun

alpukat (2 g) dan daun mint (0,4 g) dengan kadar antioksidan sebesar 49,87%

(Testiningsih, 2015). Selain itu, penambahan ekstrak daun mint 4% pada teh daun

14

pegagan mampu menghasilkan aktivitas antioksidan sebesar 55,22%, kadar air 4,10%,

kadar abu 14,23%, dan nilai total polifenol 11,88% (Anggraini dkk., 2014).

2.4 Minuman Sari Buah

Minuman sari buah merupakan minuman ringan yang terbuat dari sari buah

dengan campuran air menggunakan tambahan atau tanpa penambahan gula dan bahan

tambahan pangan yang aman dan diizinkan oleh standar yang mengatur (SNI 3719 –

2014). Keuntungan yang dapat diperoleh dari konsumsi minuman sari buah yaitu

kemudahan dalam menghabiskannya. Selain itu, konsistensi yang cair dari jus

memungkinkan zat-zat terlarutnya mudah diserap oleh tubuh. Dengan dibuat sari

buah, dinding sel selulosa dari buah akan hancur dan larut sehingga lebih mudah untuk

dicerna oleh lambung dan saluran pencernaan (Wirakusumah, 2013).

Tahapan dari pengolahan minuman sari buah secara garis besar meliputi

pemilihan bahan baku, sortasi, pencucian, ekstraksi, pencampuran, pengawetan dan

pengemasan. Untuk bahan lain, dapat dilakukan modifikasi pada proses pengolahan

tersebut, hal tersebut tergantung dari sifat sari buah yang dikehendaki. Terdapat tiga

jenis minuman sari buah yang telah ditetapkan oleh (BPOM, 2006) berdasarkan

kandungan buahnya: a) sari buah, yaitu cairan yang diperoleh dari buah, baik buah

tunggal atau campuran dari beberapa buah. Total kandungan sari buahnya 100 persen

yang diperoleh dari proses pengempaan, penghancuran, atau penggilingan buah, b)

minuman sari buah, adalah sari buah yang telah diencerkan dengan air. Total

kandungan sari buahnya minimal harus berjumlah 35 persen dengan atau tanpa

penambahan gula, c) minuman rasa buah yaitu sari buah yang telah diencerkan dengan

air namun dengan total kandungan sari buah minimal 10 persen. Di dalam sari buah

15

umumnya bisa ditambahkan bahan-bahan lain (bahan tersebut dapat diketahui dari

label kemasannya).

Persyaratan Mutu Minuman Sari Buah (SNI 3719 – 2014) terdapat pada Tabel

3.

Tabel 3. Persyaratan Mutu Minuman Sari Buah (SNI 3719 - 2014)

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Warna - Normal

1.2 Aroma - Normal Khas

Buah

1.3 Rasa - Normal Khas

Buah

2 pH - Maksimal 4

3 Padatan Terlarut °Brix Min. 7,5-16,0

4 Bahan Tambahan Makanan

4.1 Pengawet mg/kg Maksimal 600

4.2 Pewarna makanan mg/kg Maksimal 300

4.3 Pemanis Buatan g/kg Maksimal 3

4.4 Asam Malat - Secukupnya

4.5 Asam Sitrat - Secukupnya

5 Cemaran Logam

5.1 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 5,0

5.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3

5.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/250

5.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03

6 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,2

7 Cemaran Mikroba

7.1 Angka Lempeng Total Koloni/ml Maks.

7.2 Bakteri berbentuk Coli APM/ml Maks. 20

7.3 Escherichia Coli APM/ml <3

7.4 Staphylococcus aureus Koloni/ml 0

7.5 Salmonella Koloni/25ml Negatif

7.6 Kapang Koloni/ml Maks. 50

7.7 Khamir Koloni/ml Maks. 50

Sumber : BSN (2014)

16

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan minuman sari buah

adalah :

1.Gula Pasir

Gula pasir adalah butiran kecil seperti kristal yang terbuat dari proses

penggilingan tebu. Gula tergolong ke dalam golongan karbohidrat yang terdiri atas

tiga golongan yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah

gula sederhana yang merupakan turunan dari disakarida. Gula pasir atau sukrosa

merupakan golongan disakarida. Sukrosa yang dihidrolisis akan menghasilkan dua

molekul gula sederhana, yaitu satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Gula

dalam bentuk glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, dan laktosa adalah jenis gula yang

umum digunakan sebagai pemanis (Sugiyono, 2002).

Gula berasal dari batang tebu yang telah mengalami proses penggilingan dan

pemerasan kemudian cairannya yang manis diolah menjadi gula. Gula dapat

menambah cita rasa dan sebagai pemanis pada suatu produk dan menutupi rasa yang

tidak diinginkan. Gula juga dapat berfungsi sebagai pembentuk tekstur dan pembentuk

flavor melalui rekasi pencoklatan (Sularjo, 2010). Menurut Susanti (2007) produk mix

juice lidah buaya dan jeruk nipis dengan penambahan jumlah sukrosa 15%

menunjukkan hasil bahwa perbandingan tersebut paling disukai panelis. Adapun

persyaratan Mutu gula pasir menurut SNI 03-3140-2010 dapat dilihat pada Tabel 4

dibawah.

17

Tabel 4. Persyaratan Mutu Gula Pasir menurut SNI 03-3140-2010

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Warna - Normal

1.2 Rasa - Normal

1.3 Bentuk Butiran - Tidak Menggumpal

2 Warna ( nilai remisi yang direduksi) %b/b Min. 53

3 Besar Jenis Butir mm 0,8-1,2

4 Air %b/b Maks. 0,1

5 Sakarosa %b/b Maks. 99,3

6 Gula Pereduksi %b/b Maks. 0,1

7 Abu %b/b Maks. 0,01

8 Bahan Asing Tidak Terlarut Derajat Maks. 5

9 Bahan tambahan makanan

Belerang dioksida (SO2) mg/kg Maks. 20

10 Cemaran logam :

10.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0

10.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2,0

10.3 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03

10.4 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0

10.5 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0

6 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1

Sumber : BSN (2010)

2.Air

Air adalah suatu zat cair yang tidak mempunyai rasa, bau, dan warna yang

terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia H2O. Karena air mempunyai

sifat yang hampir bisa digunakan untuk apa saja, maka air merupakan zat yang paling

penting bagi semua bentuk kehidupan seperti tumbuhan, hewan, dan manusia

(Kementrian Kesehatan, 2010). Menurut Fachruddin (2011) perbandingan air yang

digunakan pada jus buah adalah sebanyak 3-4 kali volume sari buah, sedangkan pada

jus lidah buaya adalah 1:2 (lidah buaya : air). Air yang digunakan dalam pembuatan

sari buah berfungsi sebagai pengencer dan penambahan volume sari buah.

Perbandingan penambahan air yang digunakan pada sari lidah buaya sehingga

18

didapatkan hasil yang terbaik adalah 1:2 (lidah buaya : air) (Suhartini, 2002). Adapun

standar mutu air menurut SNI 01-3553-2006 terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Persyaratan Mutu Air Menurut SNI 01-3553-2006

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Bau - Tidak Berbau

Rasa - Normal

Warna Unit Pt-Co Maks. 5

pH - 6,0-8,5

Kekeruhan NTU Maks. 1,5

Sumber : BSN (2006)

3.Carboxy Methyl Cellulose (CMC)

CMC merupakan turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri

makanan dan minuman. CMC berfungsi sebagai pengental, stabilisator, pembentuk

gel, dan sebagai pengemulsi. Fungsi penambahan CMC pada sari buah adalah

mempertahankan kestabilan minuman agar partikel padatannya tetap terdispresi

merata ke seluruh bagian sehingga tidak mengalami pengendapan. Pengendapan pada

sari buah akan mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk sari buah itu

sendiri. CMC juga dapat memperbaiki citarasa, warna, dan konsistensi sari buah

(Kamal, 2010).

Penambahan CMC bertujuan untuk membentuk suatu cairan dengan

kekentalan yang stabil dan homogen tetapi tidak mengendap dalam waktu yang relatif

lama, penggunaan CMC pada pembuatan sari buah didasarkan pada sifatnya yang

mudah larut dalam air, mudah untuk ditemukan, dan harganya relatif murah sehingga

cocok digunakan untuk industri rumahan (Sopandi, 2001). Penambahan CMC sebesar

0,2% pada penelitian sari buah belimbing manis memiliki peneriman yang lebih bagus

dengan karakteristik mutu hedonik berwarna kuning tua, memiliki rasa asam manis,

dengan tingkat kenceran, encer (Saputro, 2010). Penambahan CMC sebesar 0,1%

19

pada pembuatan sari lidah buaya dengan sari tomat menghasilkan perlakuaan terbaik

berdasarkan karakteristik aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, pH, total padatan

terlarut, dan viskositas (Tasbihah, 2017).

4.Garam

Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal

yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar yaitu Natrium chlorida

(>80%). Garam mempunyai sifat karakteristik higroskopis yang berarti mudah

meyerap air, tingkat kepadatan sebesar 0,8-0,9 (Burhanuddin, 2001). Menurut Putty

(2001) dalam Sari (2016) pemberian garam sebanyak 2,5% pada pembuatan sari lidah

buaya bertujuan untuk mengeluarkan sisa lendir yang masih tertingal dan mengurangi

senyawa saponin yang terdapat pada pada gel lidah buaya yang merupakan penyebab

rasa getir dan pahit. Konsentrasi penambahan garam yang kurang dari 2,5%

kemampuan untuk menghilangkan rasa getir dan lendir tidak optimal, sebaliknya jika

lebih dari 2,5% akan kesulitan menghilangkan rasa asin pada lidah buaya.

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Sari Minuman Buah

Dalam pembuatan sari buah terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan

karena dapat berpengaruh terhadap mutu sari buah yang dihasilkan. Adapun faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi adalah :

1.Perbandingan air dan jenis ekstrak

Perbandingan air dan ekstrak memiliki pengruh terhadap warna, rasa, dan

aroma. Semakin banyak perbandingan air pada pembuatan sari buah maka warna sari

buah akan semakin terang hingga pucat, aroma dari buah yang digunakan kurang khas,

rasa sari buah akan semakin hambar dan tingkat kekentalan juga akan semakin rendah,

20

dan sebaliknya. Masing-masing buah memiliki karakterstik fisikokimia yang berbeda,

buah dengan total padatan terlarut yang tinggi tentu akan berbeda dengan buah dengan

total padatan terlarut yang lebih rendah (Gustianova, 2012).

2. Jenis Penstabil

Kerusakan suspensi merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi dalam

pembuatan sari buah. Kerusakan sari buah dapat berupa endapan serta perubahan

warna dan rupa yang tidak diinginkan, untuk mengatasi masalah tersebut biasanya

produsen memilih untuk menggunakan beberapa penstabil. Beberapa jenis bahan

penstabil yang digunakan dalam sari buah umumnya adalah CMC, gum arab, dan

dekstrin. Penambahan bahan penstabil juga dapat mempengaruhi viskositas larutan

minuman sari buah (Rismawati, 2015). Penambahan konsentrasi CMC dapat

meningkatkan viskositas larutan. Selain itu penambahan gum arab pada larutan,

viskositas akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi (Kamal, 2010).

3. Tingkat Kematangan

Tingkat kematangan buah menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan

dalam pembuatan sari buah. Dengan mengetahui tingkat kematangn buah yang tepat

maka akan diperoleh sari buah dengan tingkat kemanisan dan kesegaran yang disukai

konsumen (Susanty dan Sampepana, 2017).

21

4.Waktu Pemanasan

Waktu pemanasan berpengaruh terhadap warna, aroma dan rasa sari buah.

Lama pemanasan membuat warna sari buah berubah menjadi lebih pekat, dan

membuat tampilan tidak terlalu disukai. Semakin lama pemanasan, maka senyawa

volatil pada sari buah juga akan rusak karena terlalu lama kontak dengan panas. Flavor

yang secara alami terdapat pada buah-buahan seringkali hilang selama proses

pengolahan khususnya proses pemanasan. Lama pemanasan akan berpengaruh

terhadap rasa segar buah yang digunakan dalam pembuatan sari buah. Semakin lama

pemanasan, rasa segar cenderung menghilang ( Rakhmawati dan Yunianta, 2015).