of 20 /20
Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X 1 IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KETERLAMBATAN DALAM PENYUSUNAN APBD ( Studi Kasus KabupatenWonosoboTahunAnggaran 2009-2012 ) Kurniawati Mutmainah Fakultas Ekonomi, Universitas Sains Al-Qur’an Jawa Tengah di Wonosobo (UNSIQ) [email protected] Nanang Agus Suyono Fakultas Ekonomi, Universitas Sains Al-Qur’an Jawa Tengah di Wonosobo (UNSIQ) [email protected] ABSTRACT The purpose of this study was to identify the factors causing delays in the preparation of the budget in Wonosobo District Government for Fiscal Year 2009-2012. Respondents in this study is the Budget Committee of Parliament, Local Government Budget Team (TAPD), the executive body BAPPEDA, Finance Division Secretariat of Wonosobo, the Legislature of the House of Representatives and members of Wonosobo District Local Government Unit (SKPD) in Wonosobo regency. The total sample of 45 people. Samples were taken by purposive sampling method. Data were analyzed with multiple linear regression method. Research shows that the educational background, performance, executive and legislative relations, and leadership style negative effect on delay budgeting in Wonosobo regency. Keywords : Background Education, Performance, Executiveand Legislative Relations and Leadership Style. PENDAHULUAN Menurut UU 33/2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, APBD adalah rencana keuangan yang dibuat pemerintah daerah secara tahunan melalui pembahasan dan persetujuan antara DPRD dan pemerintah daerah dan kemudian disahkan dalam peraturan daerah . APBD setiap tahunnya disusun oleh pemerintah daerah dan untuk mendukung penyusunan APBD pemerintah pusat menerbitkan peraturan yang menjadi landasan dalam menyusun APBD. Salah satunya aturan yang diterbitkan tersebut adalah Permendagri 13/2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Berdasarkan aturan tersebut telah diuraikan jadwal dalam menyusun APBD yang berlaku bagi seluruh pemerintah daerah di Indonesia. Namun, adanya aturan yang berisikan jadwal tersebut belumlah mampu untuk mengatasi fenomena yang tengah terjadi dalam penyusunan APBD di Indonesia. Fenomena tersebut menyorot perhatian publik karena fenomena ini terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. Fenomena memberikan gambaran adanya keterlambatan dalam penyusunan APBD. Keterlambatan dalam penyusunan APBD ini telah terjadi dalam kurun waktu yang lama, bahkan di masa reformasi banyak pemerintah daerah

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA …fe.unsiq.ac.id/portal/assets/uploads/1.IDENTIFIKASI-FAKTOR-FAKTOR... · Tahapan penyusunan APBD diwarnai dengan hubungan yang tercipta

  • Author
    vannhu

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Text of IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA...

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    1

    IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA

    KETERLAMBATAN DALAM PENYUSUNAN APBD

    ( Studi Kasus KabupatenWonosoboTahunAnggaran 2009-2012 )

    Kurniawati Mutmainah

    Fakultas Ekonomi, Universitas Sains Al-Quran Jawa Tengah di Wonosobo (UNSIQ)

    [email protected]

    Nanang Agus Suyono

    Fakultas Ekonomi, Universitas Sains Al-Quran Jawa Tengah di Wonosobo (UNSIQ)

    [email protected]

    ABSTRACT

    The purpose of this study was to identify the factors causing delays in the preparation

    of the budget in Wonosobo District Government for Fiscal Year 2009-2012.

    Respondents in this study is the Budget Committee of Parliament, Local Government

    Budget Team (TAPD), the executive body BAPPEDA, Finance Division Secretariat of

    Wonosobo, the Legislature of the House of Representatives and members of Wonosobo

    District Local Government Unit (SKPD) in Wonosobo regency. The total sample of 45

    people. Samples were taken by purposive sampling method. Data were analyzed with multiple

    linear regression method.

    Research shows that the educational background, performance, executive and

    legislative relations, and leadership style negative effect on delay budgeting in Wonosobo

    regency.

    Keywords : Background Education, Performance, Executiveand Legislative Relations and

    Leadership Style.

    PENDAHULUAN

    Menurut UU 33/2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan

    pemerintah daerah, APBD adalah rencana keuangan yang dibuat pemerintah daerah secara

    tahunan melalui pembahasan dan persetujuan antara DPRD dan pemerintah daerah dan

    kemudian disahkan dalam peraturan daerah . APBD setiap tahunnya disusun oleh pemerintah

    daerah dan untuk mendukung penyusunan APBD pemerintah pusat menerbitkan peraturan

    yang menjadi landasan dalam menyusun APBD. Salah satunya aturan yang diterbitkan

    tersebut adalah Permendagri 13/2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.

    Berdasarkan aturan tersebut telah diuraikan jadwal dalam menyusun APBD yang berlaku

    bagi seluruh pemerintah daerah di Indonesia. Namun, adanya aturan yang berisikan jadwal

    tersebut belumlah mampu untuk mengatasi fenomena yang tengah terjadi dalam penyusunan

    APBD di Indonesia. Fenomena tersebut menyorot perhatian publik karena fenomena ini

    terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. Fenomena memberikan gambaran adanya

    keterlambatan dalam penyusunan APBD. Keterlambatan dalam penyusunan APBD ini telah

    terjadi dalam kurun waktu yang lama, bahkan di masa reformasi banyak pemerintah daerah

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    2

    yang masih terlambat dalam menyusun APBD. APBD yang mengalami keterlambatan dalam

    penyusunan tersebut merupakan APBD yang terlambat ditetapkan atau disahkan oleh

    pemerintah daerah bersama DPRD sebelum atau saat 31 Desember.

    Menurut KPK (Harian Rakyat, 2012) pada tahun 2005 dari 33 provinsi di Indonesia

    sebagian besar provinsi terlambat dalam mengesahkan APBD, yakni sebanyak 28 provinsi.

    Lalu sisanya sebanyak 5 provinsi mengesahkan APBD sesuai jadwal, yaitu tidak melebihi 31

    Desember. Selain itu, diketahui pula keterlambatan dalam penyusunan APBD juga terjadi di

    tahun 2009. Berdasarkan data yang diperoleh dari (Seknas Fitra, 2010) dalam salah satu

    website diketahui bahwa penetapan perda APBD untuk tahun 2009 sebanyak 68,24% atau

    348 daerah ditetapkan dalam kurun waktu 1 Januari 31 Maret. Posisi kedua sebanyak

    23,14% atau 118 daerah telah menetapkan APBD sesuai jadwal dan 44 daerah atau 8,63%

    menetapkan APBD melebihi 31 Maret. Informasi yang tersaji tersebut memperlihatkan

    bahwa sebagian besar daerah di Indonesia mengalami keterlambatan dalam penyusunan

    APBD dengan ditandai terlambatnya penetapan perda APBD.

    Keterlambatan penyusunan APBD telah melanda sebagian besar wilayah di Indonesia

    dan hal itu telah berlangsung pada kurun waktu yang lama bahkan hingga saat ini. Kabupaten

    Wonosobo merupakan salah satu daerah yang tergolong mengalami keterlambatan dalam

    menyusun APBD khususnya APBD untuk tahun 2009-2012. APBD pada ketiga tahun

    anggaran tersebut disahkan pada kurun waktu antara 1 Januari 31 Maret. Selain banyaknya

    daerah yang mengalami keterlambatan dalam penetapan APBD, adanya keterlambatan APBD

    dapat memberikan dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan dari keterlambatan dalam

    penyusunan APBD adalah terlambatnya pelaksanaan program pemerintah daerah yang

    umumnya sebagian besar pendanaan program tersebut berasal dari APBD. Program yang

    terlambat dilaksanakan dapat berpengaruh pada pelayanan publik terhadap masyarakat.

    APBD yang terlambat dalam proses penyusunannya dapat pula berpengaruh terhadap

    perekonomian daerah. Hal tersebut terjadi karena ketika APBD terlambat ditetapkan melebihi

    31 Desember, maka di masa APBD belum disahkan maka aliran dana dari sektor pemerintah

    akan terhambat dan itu memberikan pengaruh pada aliran uang atau transaksi di daerah dan

    pada akhirnya perekonomian daerah turut merasakan dampak dengan adanya kelesuan

    ekonomi.

    Data berikut ini menunjukkan keterlambatan penetapan anggaran di Kabupaten

    Wonosobo :

    No. APBD Penetapan Penetapan Sebelum /

    Saat

    Keterlambatan

    1 2009 3 April 2009 31 Desember 2008 3 bulan lebih

    2 2010 7 April 2010 31 Desember 2009 3 bulan lebih

    3 2011 20 April 2011 31 Desember 2010 3 bulan lebih

    4 2012 20 Januari 2012 31 Desember 2011 22 hari

    Sumber data: Sekretaris Dewan Kabupaten Wonosobo

    Latar belakang pendidikan dapat mempengaruhi keterlambatan dalam penyusunan

    APBD. Latar belakang pendidikan menunjukkan kemampuan dan bidang ilmu yang dikuasai

    oleh seseorang selama menempuh jalur pendidikan formal. Bidang ilmu yang dikuasai oleh

    pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan APBD hendaknya sejalan dengan kegiatan

    penganggaran. Oleh karena itu, anggota dari organisasi sektor publik khususnya yang terlibat

    dalam penyusunan APBD hendaknya memiliki dasar ilmu yang berkaitan dengan sistem

    penyusunan anggaran. Selain itu latar belakang pendidikan memperlihatkan pula kompetensi

    dan pemahaman yang dimiliki sumber daya manusia dalam pelaksanaan suatu kegiatan.

    Kinerja berpengaruh terhadap keterlambatan dalam penyusunan APBD. Salah satu

    instrumen penting dalam APBD adalah kinerja. Kinerja menunjukkan tingkat yang dicapai

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    3

    dari pelaksanaan program dan kebijaksanaan untuk mewujudkan visi, misi, sasaran, tujuan

    dari organisasi sektor publik, sebagaimana dinyatakan BPKP (2005). Kinerja memiliki peran

    penting karena indikator ini berguna dalam penentuan kinerja yang dicapai dari pelaksanaan

    APBD dan perlu diingat pula bahwa APBD disusun dengan berbasiskan pada kinerja. Kinerja

    terdiri dari input, output, efisiensi, kualitas, dan outcome. Beberapa faktor yang harus

    diperhatikan dalam menentukan indikator kinerja yang tepat adalah standar pelayanan

    minimum, ketersediaan sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan, kelanjutan program, tingkat

    inflasi, tingkat efisiensi, kendala di masa akan datang, dan dasar untuk menetapkan prioritas

    anggaran.

    Hubungan antara eksekutif dan legislatif juga dapat mempengaruhi keterlambatan

    dalam penyusunan APBD. Tahapan penyusunan APBD diwarnai dengan hubungan yang

    tercipta antara eksekutif dan legislatif karena dalam penyusunan APBD kedua pihak tersebut

    berperan dan menunjukkan kesepakatan maupun kerja sama untuk mencapai tujuan yang

    diharapkan. Hubungan yang baik dan selaras dapat mendorong penyusunan APBD yang

    efektif dan efisien. Namun, bila terjadi sebaliknya hubungan APBD tidak berjalan dengan

    baik dan dapat berpengaruh buruk pada penyusunan APBD. Salah satu bentuk hubungan

    yang berpengaruh pada penyusunan APBD adalah hubungan keagenan.

    Komitmen organisasi dapat berpengaruh terhadap keterlambatan dalam penyusunan

    APBD. Komitmen adalah bentuk kesepakatan yang dibuat oleh pihak-pihak di dalam

    organisasi untuk secara bersama melaksanakan tugas dan fungsi secara baik dalam rangka

    mewujudkan visi, misi, sasaran, dan tujuan dari organisasi. Pada penyusunan APBD pihak-

    pihak yang terlibat hendaknya memiliki komitmen yang tinggi untuk melaksanakan

    penyusunan APBD secara tepat waktu serta melaksanakan anggaran yang telah ditetapkan

    dengan efektif dan efisien. Adanya komitmen memberikan gambaran bagi pihak yang terlibat

    dalam penyusunan APBD untuk mengetahui secara jelas visi, misi, tujuan, dan sasaran yang

    ingin dicapai dalam penyusunan APBD. Selain itu, melalui komitmen dapat menciptakan

    motivasi dan kemauan bagi pihak penyusun APBD untuk menyelenggarakan tahapan

    penyusunan APBD yang lebih baik, efektif, efisien, dan sesuai dengan peraturan yang

    berlaku.

    Gaya kepemimpinan (leader style) juga dapat mempengaruhi keterlambatan dalam

    penyusunan APBD. Gaya kepemimpinan (leader style) merupakan cara pimpinan untuk

    mempengaruhi orang lain atau bawahannya sedemikian rupa sehingga orang tersebut mau

    melakukan kehendak pimpinan untuk mencapai tujuan meskipun secara pribadi hal tersebut

    mungkin tidak disenangi. Gaya kepemimpinan dapat memberikan motivasi bagi pihak

    penyusun APBD agar penyelenggaraan dalam penyusunan APBD dapat lebih baik.

    APBD yang terlambat disahkan oleh pemerintah daerah dan DPRD dapat pula

    memberi peluang munculnya korupsi, sebagaimana dinyatakan KPK (Harian Rakyat, 2012).

    Peluang korupsi tersebut dapat muncul dikarenakan adanya usaha untuk mengalihkan dana

    yang tersisa dari pelaksanaan program APBD ke dalam rekening pribadi. Dana yang tersisa

    berasal dari dana sisa anggaran program yang tidak selesai dilakukan karena terlambat dalam

    pelaksanaan proses awal. Pengalihan dana ke rekening pribadi tersebut membuka peluang

    terjadi penyelewengan dana APBD untuk kepentingan pribadi sehingga terjadilah korupsi.

    Pada akhirnya dampak yang muncul dari keterlambatan penyusunan APBD merugikan

    masyarakat.

    Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa hal-hal yang menjadi motivasi

    dalam penelitian ini adalah, pertama, belum adanya penelitian yang terkait dengan penyebab

    keterlambatan dalam penyusunan APBD di wilayah Kabupaten Wonosobo. Kedua,

    keterlambatan dalam penyusunan APBD telah menjadi salah satu fenomena yang terjadi di

    sebagian besar wilayah pemerintah daerah Indonesia dan hingga saat ini fenomena tersebut

    terus terjadi setiap tahunnya. Ketiga, dampak yang ditimbulkan dari adanya keterlambatan

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    4

    APBD dapat pada akhirnya merugikan masyarakat selaku penerima layanan publik dan hal

    ini bertentangan dengan tujuan pemerintah yang selalu berusaha untuk memberikan

    pelayanan terbaik bagi masyarakat.

    Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah latar

    belakang pendidikan mempunyai pengaruh terhadap keterlambatan penyusunan APBD ? (2)

    Apakah kinerja mempunyai pengaruh terhadap keterlambatan penyusunan APBD ? (3)

    Apakah hubungan eksekutif dan legislatif mempunyai pengaruh terhadap keterlambatan

    penyusunan APBD ? (4) Apakah komitmen organisasi mempunyai pengaruh terhadap

    keterlambatan penyusunan APBD ? (5) Apakah gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh

    terhadap keterlambatan penyusunan APBD ?

    Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh latar belakang pendidikan,

    kinerja , hubungan eksekutif dan legislatif, komitmen dan gaya kepemimpinan terhadap

    keterlambatan dalam penyusunan APBD.

    TELAAH TEORI

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD )

    APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) adalah : rencana keuangan

    tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan

    Dewan Perwakilan Rakyat daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD

    merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan

    peraturan daerah. APBD adalah daftar terperinci mengenai pendapatan dan pengeluaran

    daerah dalam waktu satu tahun yang telah disahkan DPRD.

    Menurut Darise (2008), anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil

    kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk

    melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk menutup

    keperluan belanja atau pembiayaan yang diperlukan bila diperkirakan akan terjadi defisit atau

    surplus. Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan UU nomor 33/2004, APBD merupakan

    rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh

    Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan

    Daerah.

    Dengan demikian APBD merupakan alat yang sangat penting dalam lingkungan

    pemerintah daerah. Dobell dan Ulrich (2002) seperti yang dikutip Latifah (2010),

    menyatakan bahwa anggaran atau APBD merupakan alat utama pemerintah untuk

    melaksanakan semua kewajiban, janji, dan semua kebijakannya ke dalam rencana-rencana

    konkrit dan terintegrasi dalam tindakan apa yang akan diambil, hasil apa yang akan dicapai,

    pada biaya berapa dan siapa yang akan membayar biaya-biaya tersebut.

    Proses Penyusunan APBD

    Penyusunan APBD merupakan proses penganggaran daerah dimana secara konseptual

    terdiri atas formulasi kebijakan anggaran (budget policy formulation) dan perencanaan

    operasional anggaran (budget operasional planning) (Darise, 2008). APBD yang

    dipresentasikan setiap tahun oleh eksekutif, memberi informasi rinci kepada DPR/DPRD dan

    masyarakat tentang program-program apa yang direncanakan pemerintah untuk

    meningkatkan kualitas kehidupan rakyat, dan bagaimana program-program tersebut dibiayai

    (Mardiasmo, 2002).

    Keterlambatan APBD

    Keterlambatan APBD merupakan pengesahan APBD oleh yang berwenang (Gubernur

    untuk APBD tingkat daerah dan Menteri Dalam Negeri untuk tingkat Provinsi) melebihi

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    5

    batas waktu yang telah ditetapkan dalam Permendagri Nomor 13/2006 tentang pedoman

    pengelolaan keuangan daerah.

    Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Keuangan, pada tahun 2011

    pemerintah pusat menunda penyaluran 25% Dana Alokasi Umum (DAU) pada 19 daerah

    yang melakukan keterlambatan dalam penyampaian Informasi Keuangan Daerah (IKD). 13

    daerah dari total keseluruhan 19 daerah tersebut adalah Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten

    Bireuen, Kota Sabang, Kota Langsa, Kabupaten Batubara, Kabupaten Langkat, Kabupaten

    Padang Lawas, Kota Bekasi, Kabupaten Jember, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Mappi,

    Kabupaten Biak Numfor, dan Kabupaten Mamberamo Tengah (MediaIndonesia.com 2011).

    Bahkan kejadian serupa terjadi pada tahun 2012, Direktorat Jendral Keuangan Daerah

    menyatakan bahwa dari 524 Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia, baru 339 kabupaten dan

    kota yang telah mempunyai APBD. Sisanya, 185 kabupaten dan kota belum bisa mencairkan

    anggaran. Hal itu karena ratusan kabupaten dan kota belum mempunyai APBD. Adapun

    APBD kabupaten dan kota yang belum disahkan ini tersebar di berbagai provinsi se-

    Indonesia. Yaitu, Nangroe Aceh Darussalam ada 12 APBD, Sumatera Utara (Sumut) ada 21

    APBD, Riau ada 9 APBD, Lampung ada 8 APBD, Jawa Barat (Jabar) ada 15 APBD, Jawa

    Tengah (Jateng) ada 11 APBD, Jawa Timur (Jatim) ada 8 APBD, Nusa Tenggara Timur

    (NTT) ada 12 APBD, Papua ada 23 APBD, dan Papua Barat ada 8 APBD yang belum

    disahkan.

    Adanya keterlambatan APBD ini, tentu memberikan dampak yang negatif terhadap

    suatu daerah. Salah satu dampak yang akan ditimbulkan adalah terlambatnya pelaksanaan

    program yang direncanakan oleh pemerintah daerah yang sebagian besar pendanaan program

    berasal dari APBD dan pada akhirnya berimplikasi pada penyerapan anggaran tersebut.

    Anggaran yang tidak terserap akibat adanya suatu program yang tidak terlaksana dapat

    menyebabkan terjadinya korupsi sehingga sangat merugikan masyarakat. Ada beberapa

    faktor penyebab keterlambatan dalam penyusunan APBD, diantaranya :

    1. Latar Belakang Pendidikan Untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja bermutu dan mampu

    melaksanakan tugasnya dengan baik maka salah satu usaha yang dapat dilakukan yakni

    dengan program pendidikan. Pelaksanaan pendidikan diarahkan kepada peningkatan

    keterampilan, pengetahuan serta perubahan sikap atau perilaku kerja karyawan melalui

    proses belajar yang diharapkan adanya perubahan pada peserta yakni kurang tahu

    menjadi tahu serta dari sikap dan perilaku negatif menjadi positif dan sebagainya.

    Pengertian pendidikan menurut Nitisemito ( 1998) :

    Pendidikan adalah suatu kegiatan yang bermaksud untuk dapat memperbaiki

    dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan bagi

    karyawan, sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang bersangkutan.

    Sedangkan menurut Heidjrachman dan Suad Husnan ( 1997 ) :

    Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum

    seseorang termasuk didalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan

    memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai

    tujuan.

    Dengan melihat definisi-definisi diatas, maka pendidikan dimaksudkan untuk

    menambah pengetahuan dan bersifat teoritis.

    2. Hubungan Eksekutif dan Legislatif Pada dasarnya, pemerintah daerah selaku eksekutif (Gubernur, Bupati, atau

    Walikota dan Perangkat Daerah) serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

    merupakan unsur penyelenggara pemerintah daerah yang mempunyai peran yang sama

    penting dalam menjalankan pemerintahan (UU RI No. 32 tahun 2004). Dalam

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    6

    penyusunan, pembahasan dan pengesahan APBD, kedua lembaga ini berperan dalam

    suatu kesepakatan atau kerja sama untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Hubungan

    yang baik dan selaras serta komunikasi yang lancar dapat menciptakan penyusunan,

    pembahasan dan pengesahan APBD yang efektif dan efisien. Namun, apabila kondisi

    yang terjadi adalah sebaliknya yakni hubungan yang terjalin kurang baik dan

    komunikasi yang tidak efektif akan berpengaruh buruk terhadap ketepatan penyusunan,

    pembahasan dan pengesahan APBD.

    3. Kinerja Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance).

    Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005) bahwa istilah kinerja berasal

    dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi

    sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kulitas dan kuantitas

    yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

    tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

    Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian

    pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,misi

    dan visi organisasi yang teruang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah

    kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu

    maupun kelompok individu (Mahsun, Firma dan Heribertus, 2007).

    Menurut Robbins (2001) kinerja adalah Performance, how well you do a

    please of work and activity. Pengertian ini menunjukkan bahwa kinerja terlihat

    dariaktivitas seseorang dalam melaksanakan pekerjaan, aktivitas ini menggambarkan

    bagaimana seseorang berusaha dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan juga

    merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan dengan kriteria yang telah

    ditetapkan bersama.

    4. Komitmen Organisasi Komitmen organisasi diartikan sebagai suatu perpaduan antara sikap dan

    perilaku. Komitmen organisasi menyangkut tiga sikap yaitu rasa mengidentifikasi

    dengan tujuan organisasi, rasa keterlibatan dengan tugas organisasi dan rasa kesetiaan

    kepada organisasi (Trisnaningsih, 2007).

    Hian Ayu (2010) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan

    identifikasi dari kekuatan individu dalam hubungan dengan organisasi yang meliputi

    nilai-nilai dari tujuan organisasi. Semakin kuat nilai-nilai organisasi yang dipertahankan

    karyawan dan semakin kuat keinginan karyawan untuk mencapai tujuan yang telah

    ditetapkan perusahaan juga menunjukkan adanya komitmen organisasi yang tinggi.

    Vandenberg (Trisnaningsih, 2007) mendefinisikan komitmen sebagai

    penerimaan karyawan atas nilai-nilai organisasi (identification), keterlibatan secar

    psikologis (psychological immersion), dan loyalitas (affection attachement). Komitmen

    merupakan sebuah sikap dan perilaku yang saling mendorong (reinforce) antara satu

    dengan yang lain. Karyawan yang komit terhadap organisasi akan menunjukkan sikap

    dan perilaku yang positif terhadap lembaganya, karyawan akan memiliki jiwa untuk

    tetap membela organisasinya, berusaha meningkatkan prestasi dan memiliki keyakinan

    yang pasti untuk mewujudkan tujuan organisasi. Seperti yang dikemukakan Sumarno

    (2005), komitmen organisasi yang kuat akan mendorong individu berusaha keras

    mencapai tujuan organisasi. Selain itu komitmen organisasi yang tinggi akan

    meningkatkan kinerja yang tinggi pula.

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    7

    5. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses, perilaku atau

    hubungan yang membentuk pola tertentu yang menyebabkan suatu kelompok untuk

    bertindak secara bersama-sama atau bekerja sama sesuai dengan aturan dan atau tujuan

    bersama (Soedarmayanti, 2007). Konsep gaya kepemimpinan ini menunjukkan adanya

    kombinasi bahasa, tindakan dan kebijakan tertentu, yang menggambarkan pola yang

    cukup konsisten yang digunakan oleh pemimpin dalam membantu orang

    lain/bawahan/kelompoknya dalam mencapai kinerja yang diinginkan bersama (Robbins,

    2001).

    Gibson (1996) mendefinisikan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma

    perilaku yang digunakan seorang pimpinan pada saat pimpinan mempengaruhi perilaku

    bawahannya. Seseorang yang menjalankan fungsi manajemen berkewajiban

    memengaruhi karyawan yang dibawahinya agar mereka tetap melaksanakan tugas

    dengan baik, memiliki dedikasi terhadap organisasi dan tetap merasa berkewajiban

    untuk mencapai tujuan organisasi.

    Kerangka Konseptual Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu : Variabel independen yang meliputi latar

    belakang pendidikan, kinerja, hubungan eksekutif dan kegislatif, komitmen organisasi,serta

    gaya kepemimpinan. Sedangkan variabel dependennya keterlambatan penyusunan APBD.

    Latar belakang pendidikan menunjukkan kemampuan dan bidang ilmu yang dikuasai

    oleh seseorang selama menempuh jalur pendidikan formal. Bidang ilmu yang dikuasai oleh

    pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan APBD hendaknya sejalan dengan kegiatan

    penganggaran. Oleh karena itu, anggota dari organisasi sektor publik khususnya yang terlibat

    dalam penyusunan APBD hendaknya memiliki dasar ilmu yang berkaitan dengan sistem

    penyusunan anggaran. Selain itu latar belakang pendidikan memperlihatkan pula kompetensi

    dan pemahaman yang dimiliki sumber daya manusia dalam pelaksanaan suatu kegiatan.

    Salah satu instrumen penting dalam APBD adalah indikator kinerja. Indikator kinerja

    menunjukkan tingkat yang dicapai dari pelaksanaan program dan kebijaksanaan untuk

    mewujudkan visi, misi, sasaran, tujuan dari organisasi sektor publik, sebagaimana dinyatakan

    BPKP (2005). Indikator kinerja memiliki peran penting karena indikator ini berguna dalam

    penentuan kinerja yang dicapai dari pelaksanaan APBD dan perlu diingat pula bahwa APBD

    disusun dengan berbasiskan pada kinerja.

    Tahapan penyusunan APBD diwarnai dengan hubungan yang tercipta antara eksekutif

    dan legislatif karena dalam penyusunan APBD kedua pihak tersebut berperan dan

    menunjukkan kesepakatan maupun kerja sama untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

    Hubungan yang baik dan selaras dapat mendorong penyusunan APBD yang efektif dan

    efisien. Namun, bila sebaliknya hubungan APBD tidak berjalan dengan baik dapat

    berpengaruh buruk pada penyusunan APBD. Salah satu bentuk hubungan yang berpengaruh

    pada penyusunan APBD adalah hubungan keagenan.

    Komitmen organisasi adalah bentuk kesepakatan yang dibuat oleh pihak-pihak di

    dalam organisasi untuk secara bersama melaksanakan tugas dan fungsi secara baik dalam

    rangka mewujudkan visi, misi, sasaran, dan tujuan dari organisasi. Pada penyusunan APBD

    pihak-pihak yang terlibat hendaknya memiliki komitmen yang tinggi untuk melaksanakan

    penyusunan APBD secara tepat waktu serta melaksanakan anggaran yang telah ditetapkan

    dengan efektif dan efisien.

    Gaya kepemimpinan (leader style) merupakan cara pimpinan untuk mempengaruhi

    orang lain atau bawahannya sedemikian rupa sehingga orang tersebut mau melakukan

    kehendak pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi, meskipun secara pribadi hal tersebut

    mungkin tidak disenangi. Diharapkan dengan gaya kepemimpinan yang baik, dapat

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    8

    memberikan motivasi yang baik bagi pihak penyusun APBD, sehingga penyusunan APBD

    dapat lebih baik dan tepat waktu.

    Berdasarkan uraian diatas, maka diajukan model penelitian sebagai berikut :

    Gambar 1

    Model Penelitian

    Sumber : Data primer diolah, 2014

    METODOLOGI PENELITIAN

    Pendekatan Penelitian

    Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

    pendekatan kualitatif dengan rancangan Studi Kasus. Pendekatan kualitatif merupakan

    suatu paradigma penelitian untuk mendiskripsikan peristiwa, perilaku orang atau suatu

    keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi. Studi kasus

    menurut Kuncoro, M. (2003) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu

    latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa

    tertentu . Djuharie (2007) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan

    dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci.

    Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: (1)

    sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-

    sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau

    konteksnya masing-masing dengan maksud untuk memahami berbagai kaitan yang ada di

    antara variabel-variabelnya.

    Populasi dan Sampel Penelitian

    Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikuntoro, 2002 ). Populasi dalam

    penelitian ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan APBD. Sampel yang

    digunakan dalam penelitian ini diambil dengan metode purposive, yaitu pengambilan

    LATAR BELAKANG

    PENDIDIKAN

    ( X1 )

    KINERJA

    ( X2 )

    HUBUNGAN EKSEKUTIF

    DAN LEGISLATIF

    ( X3 )

    KOMITMEN ORGANISASI

    ( X4 )

    KETERLAMBATAN

    PENYUSUNAN APBD

    ( Y )

    GAYA KEPEMIMPINAN

    ( X5 )

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    9

    sampel berdasar pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalah

    Badan Anggaran DPRD, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), badan Eksekutif

    yakni BAPPEDA, Bagian Keuangan Setda Kabupaten Wonosobo, Badan Legislatif yakni

    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Wonosobo dan anggota Satuan Kerja

    Pemerintah Daerah (SKPD) di Kabupaten Wonosobo. Jenis data yang akan diolah dalam

    penelitian ini bersumber dari data primer maupun sekunder.

    Teknik Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket (kuisioner).

    Kuisioner adalah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari

    responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui ( Arikuntoro,

    2002 )

    Jenis dan Sumber Data

    Data primer dalam penelitian ini berupa informasi yang diperoleh dari hasil

    wawancara tak terstruktur dengan informan serta hasil observasi yang diperoleh dari pihak

    pemerintah daerah atau DPRD, sedangkan data sekunder yang dibutuhkan yaitu UU Nomor

    32 Tahun 2004 tentang pemerintah yang di dalamnya mengatur rincian tugas, wewenang, dan

    fungsi eksekutif dan legislatif serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006

    tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah yang di dalamnya mengatur kalender

    penyusunan, pembahasan dan pengesahan APBD. Selain itu, data sekunder juga diperoleh

    dari buku-buku yang mempunyai hubungan dengan masalah penelitian.

    Teknik Analisis Data

    1. Uji kualitas data a. Uji Validitas

    Menurut Ghozali (2005) uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau

    valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada

    kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner

    tersebut.Uji validitas yang digunakan adalah dengan menghitung korelasi antara skor

    masing-masing butir pertanyaan dengan total skor setiap konstruknya.

    b. Uji Reliabilitas Menurut Ghozali (2005), reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur

    suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan

    reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau

    stabil dari waktu ke waktu.Pengujian reliabilitas berkaitan dengan masalah adanya

    kepercayaan terhadap instrumen. Suatu instrumen dapat memiliki tingkat kepercayaan

    yang tinggi (konsisten), jika hasil dari pengujian instrumen tersebut menunjukkan

    hasil yang tepat. Dengan demikian, masalah reliabilitas instrumen berhubungan

    dengan masalah ketepatan hasil.Uji reliabilitas ini menggunakan reliabilitas

    konsistensi internal yaitu teknik cronbach alpha. Menurut Nunnally (1967) dalam

    Ghozali (2006) apabila cronbach alpha dari hasil pengujian >0, 6 maka dapat

    dikatakan bahwa konstruk atau variabel ini adalah reliabel.

    2. Uji Asumsi Klasik. a. Uji Normalitas Data

    Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

    variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang

    baik seharusnya memiliki distribusi normal. Untuk menguji apakah distribusi data

    normal dilakukan dengan cara analisis grafik (Ghozali, 2006).

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    10

    b. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan

    adanya korelasi antar variabel bebas (independen).Model regresi yang baik

    seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Untuk melihat ada atau

    tidaknya multikolinieritas maka dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan

    lawannya Variance Inflation Faktor (VIF). Apabila nilai VIF < 10 dan nilai tolerance

    >0, 1 maka tidak terjadi multikolinieritas antar variabel (Ghozali, 2006)

    c. Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

    terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengematan ke pengamatan yang

    lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka

    disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi

    yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.Untuk

    melakukan pengujian terhadap asumsi ini dilakukan dengan menggunakan analisis

    dengan grafik plots. Apabila titik-titik menyebar secara acak baik diatas maupun

    dibawah angka nol pada sumbu y maka dinyatakan tidak terjadi heterokedastisitas

    (Ghozali, 2006).

    3. Uji Hipotesisi Model yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini

    menggunakan analisis regresi berganda. Uji hipotesis dilakukan dengan program SPSS

    17.0 for windows. Persamaan regresinya sebagai berikut:

    Y = - 1X1 - 2X2- 3X3 4X4- 5X5 + e Keterangan :

    Y = keterlambatan penyusunan anggaran

    = konstanta = koefisien regresi X1 = latar belakang pendidikan

    X2 = kinerja

    X3 = hubungan eksekutif legslatif

    X4 = komitmen organisasional

    X5 = gaya kepemimpinan

    e = error

    Jika koefisien regresi signifikan dan negatif,maka latar belakang pendidikan, kinerja,

    hubungan eksekutif legslatif, komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan memiliki

    pengaruh negative terhadap keterlambatan penyusunan anggaran. Pengujian hipotesis

    dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05. Jika tingkat signifikansi >

    0,05 maka hipotesis ditolak, sebaliknya jika tingkat signifikansi < 0,05 maka hipotesis

    diterima (Ghozali, 2006).

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    Kabupaten Wonosobo berjarak 120 km dari ibukota Jawa Tengah (Semarang) dan 520

    km dari Ibu Kota Negara (Jakarta). Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35

    Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang terletak pada 70.43.13 dan 7

    0.04.40 garis

    Lintang Selatan (LS) serta 1090.43.19 dan 110

    0.04.40 garis Bujur Timur (BT), dengan

    luas 98.468 ha (984,68 km2) atau 3,03 % luas Jawa Tengah.

    Secara administratif Wonosobo berbatasan langsung dengan enam kabupaten, yaitu:

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    11

    a. Sebelah utara : Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Batang

    b. Sebelah timur : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Magelang c. Sebelah selatan : Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kebumen d. Sebelah barat : Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen.

    Kabupaten Wonosobo memiliki luas 98.468 hektar (984,68 km2) atau 3,03% (persen)

    dari luas Jawa Tengah dengan komposisi tata guna lahan terdiri atas tanah sawah mencakup

    18.696,68 ha (18,99 %), tanah kering seluas 55.140,80 ha (55,99.%), hutan negara 18.909,72

    ha (19.20.%), perkebunan negara/swasta 2.764,51 ha (2,80.%) dan lainnya seluas 2.968,07 ha

    (3,01.%).

    Visi Kabupaten Wonosobo yang tertuang dalam dalam RPJMD Tahun 2010 - 2015

    adalah: Wonosobo Yang Lebih Maju Dan Sejahtera. Lebih maju memiliki pengertian

    meningkatkan kemajuan pembangunan daerah dibidang sosial, ekonomi, politik dan hukum

    menuju kemandirian daerah. Kemajuan dibidang sosial diukur dengan kualitas sumberdaya

    manusia yang tercermin dari sumber daya manusia yang memiliki karakter dan kepribadian

    bangsa, ahklak mulia, berkualitas, berpendidikan yang tinggi, dengan derajad kesehatan yang

    baik dan produktivitas yang tinggi. Kemajuan dibidang ekonomi diukur dari kemakmuran

    yang tercermin dari tingkat pendapatan yang tinggi dan distribusi yang merata. Kemajuan

    dibidang politik dan hukum diukur dari semakin mantapnya lembaga politik dan hukum yang

    tercermin dari berfungsinya lembaga politik dan kemasyarakatan sesuai konstitusi,

    meningkatnya peran aktif masyarakat dalam segala aspek kehidupan.

    Lebih sejahtera memiliki pengertian pembangunan daerah bukan hanya untuk

    kemajuan dan kemandirian, tetapi juga untuk kesejahteraan, yaitu suatu kondisi yang semakin

    baik dan damai dalam arti, dalam arti semakin adil dan tidak ada kekerasan dalam bentuk

    apapun.

    Misi Kabupaten Wonosobo tahun 2010 - 2015 sebagai berikut :

    a. Melanjutkan praktik pemerintahan partisipatif dan demokratis menuju masyarakat yang lebih sejahtera.

    b. Meningkatkan kemajuan pembangunan menuju kemandirian daerah c. Meningkatkan pelayanan sosial dasar untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. d. Meningkatkan perekonomian daerah yang berbasis pada potensi unggulan daerah. e. Meningkatkan dimensi keadilan dan meniadakan kekerasan dalam semua bidang.

    Analisis Data

    1. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas

    Tabel 1

    Uji Validitas

    Variabel Kisaran Korelasi Signifikansi Keterangan

    Keterlambatan Penyusunan

    Anggaran 0,695**-0,812** 0,000 Valid

    Latar Belakang Pendidikan 0,381**-0,725** 0,000 Valid

    Kinerja 0,433**-0,625** 0,000 Valid

    Hubungan Eksekutif

    Legislatif 0,837**-0,909** 0,000 Valid

    Komitmen Organisasi 0,890**-0,979** 0,000 Valid

    Gaya Kepemimpinan 0,229**-0,790** 0,000 Valid

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    12

    Dari table 1, dapat diketahui bahwa semua variabel dinyatakan valid karena

    korelasi antara masing-masing indikator menunjukkan hasil yang signifikan.

    b. Uji Reliabilitas Tabel 2

    Uji Reliabilitas

    Variabel Cronbach Alpha Keterangan

    Keterlambatan Penyusunan Anggaran 0,790 Reliabel

    Latar Belakang Pendidikan 0,710 Reliabel

    Kinerja 0,671 Reliabel

    Hubungan Eksekutif Legislatif 0,927 Reliabel

    Komitmen Organisasi 0,971 Reliabel

    Gaya Kepemimpinan 0,831 Reliabel

    Dari tabel 2, dapat diketahui bahwa semua variabel dinyatakan reliabel karena

    memiliki nilai cronbach alpha > 0,6.

    2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Data

    Tabel 3

    Uji Normalitas Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

    Unstandardized Residual

    N 45

    Normal Parametersa Mean .0000000

    Std. Deviation 2.58061519

    Most Extreme Differences Absolute .063

    Positive .063

    Negative -.037

    Kolmogorov-Smirnov Z .423

    Asymp. Sig. (2-tailed) .994

    a. Test distribution is Normal.

    b. Calculated from data.

    Sumber: Lampiran 3, 2014

    Dari tabel 3, dapat dilihat bahwa hasil perhitungan normalitas dengan

    menggunakan uji One-Sample Kolmogorov-Smirnof Test memiliki probabilitas

    tingkat signifikansi di atas tingkat kepercayaan = 0,05 yaitu 0,994. Hal ini berarti dalam model regresi terdapat variabel residual atau variabel pengganggu yang

    terdistribusi secara normal.

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    13

    b. Uji Multikolinearitas

    Tabel 4

    Uji Multikolinearitas

    B

    S

    S

    U

    Berdasarkan tabel 4 tersebut, terlihat bahwa tidak ada variabel independen

    yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10. Selanjutnya hasil perhitungan VIF

    juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak ada satupun variabel independen yang

    memiliki nilai VIF lebih besar dari 10. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak

    terjadi multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi.

    c. Uji Heterokedastisitas

    Grafik 1

    Grafik Heterokedastisitas

    Dari grafik scatterplots terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta

    tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat

    disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi.

    Variabel Independen

    Collinearity

    Statistics Kesimpulan

    Tolerance VIF

    Latar Belakang Pendidikan 0,968 1,033 Tidak Ada

    Multikolinieritas

    Kinerja 0,793 1,262 Tidak Ada

    Multikolinieritas

    Hubungan Esekutif Legislatif 0,935 1,070 Tidak Ada

    Multikolinieritas

    Komitmen Organisasi 0,878 1,139 Tidak Ada

    Multikolinieritas

    Gaya Kepemimpinan 0,768 1,302 Tidak Ada

    Multikolinieritas

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    14

    3. Uj

    i

    H

    i

    p

    o

    t

    e

    s

    i

    s

    Dari Tabel 5 dapat dibuat persamaan garis regresi:

    Y = X1 X2- X3 X4- X5 + 2,74105

    Berdasarkan persamaan tersebut dapat diperoleh hasil sbb:

    1. Latar belakang pendidikan mempunyai pengaruh negatif terhadap keterlambatan penyusunan APBD.

    2. Kinerja mempunyai pengaruh negatif terhadap keterlambatan dalam penyusunan APBD.

    3. Hubungan eksekutif dan legislatif mempunyai pengaruh negatif terhadap keterlambatan penyusunan APBD.

    4. Komitmen organisasi mempunyai pengaruh negatif terhadap keterlambatan penyusunan APBD.

    5. Gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh negatif terhadap keterlambatan penyusunan APBD.

    Pembahasan Hasil Penelitian

    1. Pengaruh Latar Belakang Pendidikan terhadap Keterlambatan Penyusunan Anggaran

    Tabel 5 menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan berpengaruh negatif

    terhadap keterlambatan penyusunan anggaran. Artinya, semakin baik kemampuan dan

    bidang ilmu yang dikuasai oleh seseorang selama menempuh jalur pendidikan, maka

    terjadinya keterlambatan dalam penyusunan APBD akan dapat dihindari. Latar

    belakang pendidikan ini meliputi meliputi latar belakang pendidikan formal dan

    informal. Dilihat dari latar belakang pendidikan formal diketahui bahwa masih

    minimnya anggota SKPD ataupun anggota banggar yang memiliki latar belakang

    pendidikan yang terkait dengan penyusunan anggaran. Disamping itu masih minimnya

    pendidikan dan pelatihan terkait pengganggaran keuangan daerah yang diikuti oleh tim

    penyusun APBD juga menjadi penyebab anggaran disusun tidak tepat waktu.

    Uji Hipotesis

    Tabel 5

    Hasil Pengujian Hipotesis

    Coefficientsa

    Model

    Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

    t Sig. B Std. Error Beta

    1 (Constant) 31.948 4.522 7.065 .000

    Latarbelpendd (X1) -.224 .107 -.226 -2.089 .043

    Kinerja (x2) -.436 .177 -.294 -2.467 .018

    hubExLegis (x3) -.235 .089 -.290 -2.641 .012

    komitOrganisasi (x4) -.284 .082 -.395 -3.479 .001

    GayaKepem (X5) -.312 .083 -.456 -3.758 .001

    a. Dependent Variable: keterPenyAngg

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    15

    2. Pengaruh Kinerja terhadap Keterlambatan Penyusunan Anggaran Tabel 5 menunjukkan bahwa kinerja berpengaruh negatif terhadap

    keterlambatan penyusunan anggaran. Kinerja merupakan tingkat yang dicapai dari

    pelaksanaan program dan kebijaksanaan untuk mewujudkan visi, misi dan sasaran dari

    organisasi sektor publik. Artinya, semakin efektif dan efisien kinerja seseorang dalam

    mencapai pelaksanaan program dan kebijakan maka keterlambatan dalam penyusunan

    APBD dapat dihindarkan. Namun dalam prakteknya, masih banyak kendala yang

    muncul diantaranya, kurangnya informasi yang dimiliki pemerintah daerah untuk

    menentukan indikator kinerja yang diperlukan dalam APBD, adanya kesulitan untuk

    menterjemahkan indikator kinerja ke dalam elemen anggaran, serta adanya perubahan

    peraturan perundangan yang menjadi pedoman penyusunan APBD. Berbagai kendala

    tersebut yang diduga menjadi penyebab APBD yang disusun tidak tepat waktu.

    3. Pengaruh Hubungan Eksekutif dan Legislatif terhadap Keterlambatan Penyusunan Anggaran

    Tabel 5 menunjukkan bahwa hubungan eksekutif dan legislatif berpengaruh

    negatif terhadap keterlambatan penyusunan anggaran. Artinya, semakin baik dan selaras

    hubungan antara eksekutif dan legislatif akan dapat mendorong penyusunan APBD

    yang efektif dan efisien serta tepat waktu. Namun, sebaliknya jika hubungan antara

    eksekutif dan legislatif APBD tidak berjalan dengan baik dapat berpengaruh buruk pada

    penyusunan APBD. Salah satu bentuk pengaruh buruk tersebut adalah keterlambatan

    dalam penyusunan anggaran. Karena APBD disusun oleh 2 pihak yaitu pihak eksekutif

    dan legislatif, maka perlu adanya hubungan yang baik, komunikasi yang lancar dalam

    proses penyusunan, pembahasan dan pengesahan APBD yang efektif dan

    efisien.Namun kenyataan menunjukkan bahwa antara pihak eksekutif dan legislatif

    belum melakukan komunikasi dan koordinasi secara efektif, serta kurang mampu

    bekerjasama dalam penyusunan anggaran.Disamping itu masih ditemui adanya

    kesenjangan informasi antara kedua belah pihak sehingga pembagian dan pendelegasian

    tugas dalam menyusun APBD belum jelas. Faktor-faktor ini yang diduga menjadi

    penyebab APBD yang disusun tidak tepat waktu.

    4. Pengaruh Komitmen terhadap Keterlambatan Penyusunan Anggaran Tabel 5 menunjukkan bahwa komitmen berpengaruh negatif terhadap

    keterlambatan penyusunan anggaran. Komitmen organisasi adalah bentuk kesepakatan

    yang dibuat oleh pihak-pihak di dalam organisasi untuk secara bersama melaksanakan

    tugas dan fungsi secara baik dalam rangka mewujudkan visi, misi, sasaran, dan tujuan

    dari organisasi. Pada penyusunan APBD pihak-pihak yang terlibat hendaknya memiliki

    komitmen yang tinggi untuk melaksanakan penyusunan APBD secara tepat waktu serta

    melaksanakan anggaran yang telah ditetapkan dengan efektif dan efisien. Namun

    praktek dilapangan menunjukkan masih kurangnya komitmen dari pihak-pihak

    penyusun anggaran sehingga APBD yang disusun tidak tepat waktu.

    5. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Keterlambatan Penyusunan Anggaran Tabel 5 menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh negatif terhadap

    keterlambatan penyusunan anggaran.UU No.22 tahun 1999 tentang otonomi daerah

    telah merubah pola hubungan antara pusat dan daerah yang bersifat paternalistik dan

    sentralistik menjadi hubungan yang bersifat kemitraan dan desentralistik. Ini artinya

    undang-undang tersebut memberi keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk

    mengurus rumah tangganya sendiri termasuk diantaranya menyusun APBD yang tepat

    waktu. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan masih kurangnya komunikasi

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    16

    antara atasan, bawahan maupun rekan kerja sehingga APBD yang disusun tidak tepat

    waktu.

    Tabel 6

    Pengujian Koefisien Determinasi

    Model Summary

    b

    R R Square Adjusted R

    Square Std. Error of the

    Estimate

    1 .748a .559 .503 2.74105

    a. Predictors: (Constant), GayaKepem, latarbelpendd, hubExLegis, komitOrganisasi, kinerja

    b. Dependent Variable: keterPenyAngg

    Sumber: lampiran 4, 2014

    Pada tabel 6 terlihat bahwa koefisien determinasi menunjukkan nilai Adjusted R-

    Square sebesar 0,503. Hal ini berarti bahwa 50,3% variasi keterlambatan penyusunan

    anggaran dapat dijelaskan oleh variasi variabel latar belakang pendidikan, kinerja,

    hubungan eksekutif legislative, komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan.

    Sedangkan 49.7% dapat dijelaskan oleh variabel lain.

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Berdasarkan tabel 5 diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:

    1. Latar belakang pendidikan mempunyai pengaruh negatif terhadap keterlambatan penyusunan APBD. Dilihat dari latar belakang pendidikan formal diketahui bahwa

    masih minimnya anggota SKPD ataupun anggota banggar yang memiliki latar belakang

    pendidikan yang terkait dengan penyusunan anggaran. Disamping itu masih minimnya

    pendidikan dan pelatihan terkait pengganggaran keuangan daerah yang diikuti oleh tim

    penyusun APBD juga menjadi penyebab anggaran disusun tidak tepat waktu.

    2. Kinerja mempunyai pengaruh negatif terhadap keterlambatan dalam penyusunan APBD. Semakin efektif dan efisien kinerja seseorang dalam mencapai pelaksanaan program dan

    kebijakan maka keterlambatan dalam penyusunan APBD dapat dihindarkan. Namun

    dalam prakteknya, masih banyak kendala yang muncul diantaranya, kurangnya informasi

    yang dimiliki pemerintah daerah untuk menentukan indikator kinerja yang diperlukan

    dalam APBD, adanya kesulitan untuk menterjemahkan indikator kinerja ke dalam

    elemen anggaran, serta adanya perubahan peraturan perundangan yang menjadi pedoman

    penyusunan APBD. Berbagai kendala tersebut yang diduga menjadi penyebab APBD

    yang disusun tidak tepat waktu.

    3. Hubungan eksekutif dan legislatif mempunyai pengaruh negatif terhadap keterlambatan penyusunan APBD. Kenyataan menunjukkan bahwa antara pihak eksekutif dan legislatif

    belum melakukan komunikasi dan koordinasi secara efektif, serta kurang mampu

    bekerjasama dalam penyusunan anggaran.Disamping itu masih ditemui adanya

    kesenjangan informasi antara kedua belah pihak sehingga pembagian dan pendelegasian

    tugas dalam menyusun APBD belum jelas. Faktor-faktor ini yang diduga menjadi

    penyebab APBD yang disusun tidak tepat waktu.

    4. Komitmen organisasi mempunyai pengaruh negatif terhadap keterlambatan penyusunan APBD. Artinya, semakin tinggi komitmen seseorang terhadap visi, misi, tujuan, dan

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    17

    sasaran yang ingin dicapai maka akan dapat menciptakan motivasi dan kemauan dalam

    menyusun APBD secara tepat waktu serta melaksanakan anggaran yang telah ditetapkan

    dengan efektif dan efisien. Namun praktek dilapangan menunjukkan masih kurangnya

    komitmen dari pihak-pihak penyusun anggaran sehingga APBD yang disusun tidak tepat

    waktu.

    5. Gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh negatif terhadap keterlambatan penyusunan APBD. Artinya, semakin baik cara memimpin seorang pimpinan akan mempengaruhi

    penyusunan APBDyang tepat waktu. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan masih

    kurangnya komunikasi antara atasan, bawahan maupun rekan kerja sehingga APBD

    yang disusun tidak tepat waktu.

    Keterbatasan

    1. Jumlah sampel yang masih kecil, hanya meliputi sebagian anggota Badan Anggaran DPRD, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), badan Eksekutif yakni BAPPEDA,

    Bagian Keuangan Setda Kabupaten Wonosobo, Badan Legislatif yakni Dewan

    Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Wonosobo dan anggota Satuan Kerja Pemerintah

    Daerah (SKPD) di Kabupaten Wonosobo.

    2. Koefisien determinasi menunjukkan nilai Adjusted R-Square sebesar 0,503. Ini menunjukkan bahwa masih ada variable-variabel independen lain yang memiliki

    pengaruh cukup signifikan yang menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam

    penyusunan APBD di kabupaten Wonosobo.

    Saran

    Kesimpulan yang diperoleh tersebut memberikan implikasi bagi penyusunan APBD terutama

    dalam kaitannya untuk mengatasi keterlambatan penyusunan APBD di wilayah Kabupaten

    Wonosobo secara khusus. Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

    1. Dapat memperluas obyek penelitian dengan melibatkan seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan APBD.

    2. Bagi penelitian berikutnya perlu dikaji lebih mendalam variable-variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini yang kemungkinan mempengaruhi keterlambatan dalam

    penyusunan APBD seperti ketidakpastian lingkungan, motivasi.

    3. Pada tahapan penyusunan APBD selanjutnya membina hubungan yang harmonis dan bersinergi antara eksekutif maupun legislatif perlu dilakukan secara mendalam dan

    menyeluruh. Kedua belah pihak tersebut harus memahami tujuan dari penyusunan

    APBD bagi pelaksanaan pemerintahan dan setiap unsur yang terlibat haruslah

    berkomitmen untuk memberikan yang terbaik dalam penyusunan APBD.

    4. Kompetensi dan keahlian SDM harus menjadi perhatian utama bagi pemeritah daerah dalam penyusunan APBD dan dalam kegiatan lainnya. Penempatan pegawai hendaknya

    didasarkan pada pertimbangan bahwa pihak yang bertugas tersebut memiliki keahlian

    dan kompetensi terkait dengan tugas dan kegiatan yang harus dilakukan tersebut dengan

    tujuan pelaksanaan yang efektif dan efisien. Selain itu, dalam proses perekrutan pegawai

    pendidikan dan keahlian juga turut menjadi faktor utama syarat penerimaan pegawai

    agar pegawai baru yang diterima sesuai dengan kebutuhan yang diterima organisasi

    sektor publik.

    5. Selain berdasarkan pada pendidikan formal yang sesuai dengan tugas dan kegiatan yang dilakukan, saran lainnya adalah perlunya peran pendidikan informal ditingkatkan lagi

    sehubungan dengan pelaksanaan penganggaran daerah. Salah satu bentuk peningkatan

    peran pendidikan informal adalah pemerintah daerah dapat secara mandiri

    menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang terkait dengan penganggaran

    keuangan daerah. Hal tersebut dapat menambah kompetensi dan keahlian pihak yang

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    18

    telah berlatar pendidikan terkait penganggaran keuangan daerah serta memberikan

    tambahan ilmu baru bagi pihak yang belum berkompeten dalam hal tersebut.

    6. Faktor-faktor yang telah teridentifikasi tersebut dapat menjadi dasar bagi pihak eksekutif maupun legislatif untuk merancang solusi penyelesaian terhadap permasahan

    keterlambatan penyusunan APBD khususnya di wilayah Kabupaten Wonosobo.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdullah, Syukriy dan Asmara, Jhon Andra. 2006. Perilaku Oportunistik Legislatif Dalam

    Penganggaran Daerah: Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di sektor Publik.

    Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.

    Abdullah. 2011. Keterlambatan APBD: Mengapa? Siapa yang Dirugikan? (Online),

    (http://syukriy.wordpress.com), diakses 14 Oktober 2013

    Afriani, Iyan H.S. 2009. Metode penelitian Kualitatif. (Online), (http://www.penalaran-

    unm.org), diakses 14 Oktober 2014

    Ari Kuntoro 2003. Manajemen Penelitian. Edisi Baru, cetakan keenam. Jakarta : Penerbit PT.

    Rineka Cipta.

    BPKP. "Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja (Revisi).

    .

    Darise, Nurlan. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: PT Indeks

    Djuharie, O. S. 2001. Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis. Disertasi. Bandung : Yrama Widya.

    Ghozali, Imam.2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:

    Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

    Gibson James. L, Ivancevich John M dan Donnely James H, Jr. 1996. Organisasi : Perilaku,

    Struktur dan Proses. Terjemahan. Jilid 1. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta.

    Halim, Abdul dan Abdullah, Syukriy. 2006. Penelitian tentang Hubungan dan Masalah

    Keagenan di Pemerintah Daerah (Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan

    Akuntansi). Jurnal Akuntansi Pemerintah. (Online), Vol 2, No.4

    (http://www.academia.edu), diakses 5 Oktober 2013

    Heidjrachman dan Suad Husnan. 1997. Manajemen Personalia. Edisi kedua, BPFE,

    Yogyakarta

    Hian Ayu Oceani Wibowo. 2010. Pengaruh Independensi Auditor, Komitmen Organisasi,

    Gaya Kepemimpinan dan Pemahaman Good Governance terhadap Kinerja Auditor.

    (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di daerah istimewa Yogyakarta)

    Jogiyanto. 2008. Pedoman Survei Kuesioner: Mengembangkan Kuesioner, Mengatasi Bias

    dan Meningkatkan Respon. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta,

    Latifah, P Nurul. 2010. Adakah Perilaku Oportunistik Dalam Aplikasi Agency Theory di

    Sektor Publik?Artikel Ekonomi. (Online), Vol 5, No. 2 (http://isjd.pdii.lipi.go.id),

    diakses 5 Oktober 2013

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    19

    Mahsun, Mohammad, Firma Sulistyowati dan Heribertus A.P.2007. Akuntansi Sektor Publik.

    Edisi kedua. BPFE : Yogyakarta.

    Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Cetakan Pertama. PT. Refika

    Aditama, Bandung.

    Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta

    Micom, 2011. 2 April 2011. Penundaan DAU 25% sebagai sanksi keterlambatan

    Penyampaian IKD 2011.

    Moleong, J Lexy. 2008. Metodologi penelitian Kualitatif .Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja

    Rosdakarya

    Mudrajad Kuncoro. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : Penerbit

    Erlangga.

    Nordiawan, Deddi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat

    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

    Keuangan Daerah.

    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan

    Keuangan Daerah.

    Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2010 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah.

    Rakyat Merdeka. 2012. APBD Belum Disahkan Pemerintah Daerah. (Online),

    (http://djkd.depdagri.go.id), diakses 15 Oktober 2013

    Ritonga, Irwan Taufiq dan Alam, Mansur Iskandar. 2010. Apakah Incumbent memanfaatkan

    Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah (APBD) Untuk Mencalonkan Kembali

    Dalam Pemilihan Umum kepala Daerah (PEMILUKADA). Simposium Nasional

    Akuntansi XIII. Purwokerto.

    Robbins. 2001. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Edisi Bahasa Indonesia.

    PT Prenhalindo, Jakarta.

    Soedarmayanti. 2007. Good Governance danGood Corporate Governance. Bagian Ketiga.

    CV. Mandar Maju

    Sumarno, J.2005. Pengaruh komitmen Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap

    Hubungan antara Partisipasi Anggaran dan Kinerja Manajerial (Studi Empiris pada

    kantor cabang perbankan Indonesia di Jakarta). SNA VIII Solo.

    Syah, H Rahman. 2007. Hubungan Legislatif dan Eksekutif Daerah Dalam Proses Penetapan

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Gowa. Menurut Undang-

    Undang Nomor 32 Tahun 2004. Karya Ilmiah. Makassar: Program Magister ilmu

    Administrasi STIA LAN Makassar.

    Taufiq Umar Abdalla. 2010. Penelitian tentang Analisis Kesiapan Administrasi Pemungutan

    Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

    (Studi Kasus Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta).

  • Volume 10 No. 2, Juli 2015 ISSN: 1907426X

    20

    Trisnaningsih, S. 2003. Pengaruh Komitmen terhadap Kepuasan Kerja Auditor : Motivasi

    sebagai variabel intervening ( Studi empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jawa

    Timur). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, (6) : 199-216

    Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

    Antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

    Wangi, Chitra Ariesta pandan dan Ritonga, Irwan Taufiq. 2010. Identifikasi Faktor-Faktor

    Penyebab Terjadinya Keterlambatan Dalam Penyusunan APBD (Studi Kasus

    Kabupaten Rejang Lebong Tahun Anggaran 2008-2010). Simposium Nasional

    Akuntansi XIII. Purwokerto.