Upload
truongngoc
View
249
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan Kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian dan
kelangsungan fungsi hutan. Dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan sangat
diperlukan peran serta masyarakat di dalam dan di luar kawasan hutan. Untuk itu
keberhasilan pembangunan kehutanan sangat ditentukan oleh keberhasilan
pembangunan masyarakat sekitar terutama untuk peningkatan kesejahteraan.
Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi areal pertanian
merupakan kenyataan yang terjadi sejalan dengan peningkatan jumlah
penduduk. Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari
menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi,
kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan
global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan
meningkatnya luas areal hutan yang dikonversikan menjadi lahan usaha lain.
Dalam praktiknya, pemanfaatan luas lahan yang terbatas memberikan inovasi-
inovasi pola yang secara bebas memberikan ruang pilihan kepada petani.
Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat
ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih fungsi
lahan tersebut dan sekaligus untuk mengatasi masalah ketersediaan pangan
(Irwanto, 2012)
2
Pola agroforestri-tumpangsari menggunakan jenis-jenis yang mempunyai
prospek pasar yang menjanjikan (Sabarnurdin et al. 2011) petani memiliki
tujuan menanam, yaitu: petani memperoleh manfaat sosial dari tumpangsari
tanaman semusim seperti jagung, singkong, pisang, serta rumput gajah bagi
petani yang memelihara ternak; manfaat ekonomi berupa hasil kayu untuk
industri dengan pemasaran lokal maupun ekspor. Agroforestri juga merupakan
salah satu sistem pengelolaan lahan hutan dengan tujuan untuk mengurangi
kegiatan perusakan/perambahan hutan sekaligus meningkatkan penghasilan
petani secara berkelanjutan (Hairiah et al., 2000; de Foresta et el., 2000).
Agroforestri sebagai salah satu sistem pengelolaan lahan yang berfungsi
produktif dan protektif (mempertahankan keanekaragaman hayati, ekosistem
sehat, konservasi tanah dan air), sehingga seringkali dipakai sebagai salah satu
contoh sistem pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Namun demikian tidak
banyak pembinaan yang didapatkan oleh petani dalam mengembangkan pola dan
sistem agroforestri, jenis yang dipilih dan cara pengelolaan komoditi lebih
banyak hanya mengandalkan insting dan minat para petani yang kurang
memperhatikan peluang pasar dan pengorganisasian jenis komoditi yang
ditanam serta kesesuaian lahan. Seperti juga yang terjadi dimasyarakat
Kalampangan Kalimantan Tengah dimana dengan kondisi lahan yang cenderung
bergambut masyarakatnya masih mengalami kesulitan untuk mencoba
mengelola jenis komoditi tertentu karena khawatir akan menuai kegagalan,
otomatis komoditi yang dikembangkan hanya jenis-jenis yang selama ini mampu
tumbuh dan menghasilkan saja.
3
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, perlu dilakukan penelitian yang
mampu menganalisis pola agroforestri yang telah dilakukan masyarakat
sehingga dapat diketahui pola agroforestri yang sesuai agar mampu memberikan
manfaat dan hasil maksimal bagi masyarakat.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sistem pemanfaatan lahan
dengan pola agroforestri dan sistem pemasaran hasil produksinya.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan
pertimbangan kepada masyarakat agar bisa dijadikan sebagai referensi
mengenai berbagai struktur dan pola agroforestri yang mampu meningkatkan
nilai guna lahan bagi masyarakat.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Agroforestri
Agroforestri adalah budidaya tanaman kehutanan (pohon-pohon) bersama
dengan tanaman pertanian (tanaman semusim). Pengertian agroforestri seperti di
atas merupakan pengertian sederhana karena agroforestri dapat diartikan lebih
luas lagi dengan pengabungan sistem budidaya kehutanan, pertanian, peternakan
dan perikanan. Agroforestri merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa
Inggris "Agroforestry" yaitu Agro berarti pertanian dan Forestry berarti
Kehutanan. Agroforestri dikenal juga dengan istilah "Wanatani" yaitu gabungan
kata Wana berarti Hutan dan Tani atau Pertanian.
Lundgren dan Raintree (1982) dalam Hairiah et al. (2003) mengajukan
ringkasan dari banyak definisi agroforestri dengan rumusan sebagai berikut:
Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi
penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan
dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu
dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang
dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk
interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.
Berdasarkan definisi tersebut agroforestri memiliki unsur-unsur: (1) Penggunaan
lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia, (2) Penerapan teknologi, (3)
Komponen tanaman semusim, tanaman tahunan dan/atau ternak atau hewan, (4)
Waktu bisa bersamaan atau bergiliran dalam suatu periode tertentu, dan (5) Ada
interaksi ekologi, sosial, ekonomi.
5
Menurut International Council for Research in Agroforetry,
mendefinisikan Agro forestry sebagai berikut : " Suatu sistem pengelolaan lahan
dengan berasaskan kelestarian, yang meningkatkan hasil lahan secara
keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanamaan (termasuk tanaman pohon-
pohonan) dan tanaman hutan dan/atau hewan secara bersamaan atau berurutan
pada unit lahan yanag sama, dan menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai
dengan kebudayaan penduduk setempat". (King dan Chandler, 1978) dalam
Hairiah et al. (2003)
Dalam suatu seminar mengenai Agroforestry dan pengendalian
perladangan berpindah-pindah, di Jakarta Nopember 1981, mendefinisikan
Agroforestry sebagai berikut : " Suatu metode penggunaan lahan secara optimal,
yang mengkombinasikan sitem-sistem produksi biologis yang berotasi pendek
dan panjang (suatu kombinasi kombinasi produksi kehutanan dan produksi
biologis lainnya) dengan suatu cara berdasarkan azas kelestarian, secara
bersamaan atau berurutan, dalam kawasan hutan atau diluarnya, dengan
bertujuan untuk mencapai kesejahteraan rakyat " (Satjapradja, 1981).
Nair (1989) menyebutkan bahwa agroforestri adalah suatu nama kolektif
untuk sistem-sistem penggunaan lahan dan teknologi, dimana tanaman keras
berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palma, bambu dan sebagainya)
ditanam secara bersamaan dengan tanaman pertanian, dan/atau hewan, dengan
suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan
temporal, dan didalamya terdapat interaksi ekologi dan ekonomi diantara
komponen yang bersangkutan.
6
Konsep agroforestri merupakan rintisan dari tim Canadian International
Development Centre, yang bertugas untuk mengindentifikasi prioritas-prioritas
pembangunan di bidang kehutanan di negara-negara berkembang dalam tahun
1970-an. Oleh tim ini dilaporkan bahwa hutan-hutan di negara tersebut belum
cukup dimanfaatkan. Pemanfaatan di bidang kehutanan sebagian besar hanya
ditujukan kepada dua aspek produksi kayu, yaitu eksploitasi secara selektif di
hutan alam dan tanaman hutan secara terbatas. Agroforestri diharapkan
bermanfaat selain untuk mencegah perluasan tanah terdegradasi, melestarikan
sumberdaya hutan, meningkatkan mutu pertanian serta menyempurnakan
intensifikasi dan diversifikasi silvikultur.
B. Peran dan Fungsi Agroforestri
Berbagai hipotesis yang mendukung kegiatan agroforestri dikemukakan
oleh beberapa pakar: Noordwijk and Dommergues (1990), Wilson (1990), Oeng
et al. (1991), Sanchez (1995) dan Young (1997) in Huxley (1999), mereka
memberikan komentar bahwa agroforestri memiliki fungsi:
1. Mengontrol/mengurangi erosi
2. Memelihara bahan organik tanah
3. Meningkatkan kondisi fisik tanah
4. Menambah jumlah nitrogen dengan penanaman pohon
5. Menyediakan hara mineral dalam tanah
6. Membentuk sistem ekologikal
7. Mengurangi kemasaman tanah
8. Mereklamasi lahan
7
9. Meningkatkan kesuburan tanah
10. Meningkatkan aktifitas biologi tanah
11. Adanya asosiasi mikoriza pada campuran pohon dan pertanian,
12. Meningkatkan penangkapan hujan, cahaya dan hara mineral
13. Meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya, air dan hara mineral
Dalam sistem agroforestri terdapat interaksi ekologis dan ekonomis antara
komponen-komponen yang berbeda. Agroforestri ditujukan untuk
memaksimalkan penggunaan energi matahari, meminimalkan hilangnya unsur
hara didalam sistem, mengoptimalkan efesiensi penggunaan air dan
meminimalkan runoff serta erosi. Dengan demikian mempertahankan manfaat-
manfaat yang dapat diberikan oleh tumbuhan berkayu tahunan (perennial) setara
dengan tanaman pertanian konvensional dan juga memaksimalkan keuntungan
keseluruhan yang dihasilkan dari lahan sekaligus mengkonservasi dan
menjaganya.
Menurut Young dalam Suprayogo et al (2003) ada empat keuntungan terhadap
tanah yang diperoleh melalui penerapan agroforestri antara lain adalah:
1. Memperbaiki kesuburan tanah.
2. Menekan terjadinya erosi.
3. Mencegah perkembangan hama dan penyakit.
4. Menekan populasi gulma.
8
Peran utama agroforestri dalam mempertahankan kesuburan tanah, antara lain
melalui empat mekanisme:
1. Mempertahankan kandungan bahan organik tanah,
2. Mengurangi kehilangan hara ke lapisan tanah bawah,
3. Menambah N dari hasil penambatan N bebas dari udara,
4. Memperbaiki sifat fisik tanah
C. Klasifikasi Agroforestri
Pengklasifikasian agroforestri dapat didasarkan pada berbagai aspek sesuai
dengan perspektif dan kepentingannya (Sardjono et al., 2003).
1. Klasifikasi berdasarkan komponen penyusunnya, yaitu:
- Agrisilvikultur (Agrisilvicultural sistems) adalah kombinasi komponen
kehutanan (atau tanaman berkayu/woody plants) dengan komponen
pertanian (atau tanaman non-kayu).
- Silvopastura (Silvopastural sistems) meliputi komponen kehutanan (atau
tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (atau binatang
ternak/pasture) disebut sebagai sistem silvopastura. Contoh silvopastura:
pohon atau perdu pada padang penggembalaan.
- Agrosilvopastura (Agrosilvopastural sistems) adalah pengkombinasian
komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus
peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang sama.
9
Di samping ketiga kombinasi tersebut, Nair (1987) menambah sistem-
sistem lainnya yang dapat dikategorikan sebagai agroforestri. Beberapa contoh
yang menggambarkan sistem lebih spesifik yaitu :
(1) Silvofishery = kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan
perikanan, (2) Apiculture = budidaya lebah atau serangga yang dilakukan dalam
kegiatan atau komponen kehutanan.
2. Klasifikasi ditinjau dari masa perkembangannya, dibagi menjadi:
- Agroforestri tradisional/ klasik (traditional/ classical agroforestry), yaitu
setiap sistem pertanian, di mana pohon-pohonan baik yang berasal dari
penanaman atau pemeliharaan tegakan/ tanaman yang telah ada menjadi
bagian terpadu, sosial-ekonomi dan ekologis dari keseluruhan sistem
(agroecosistem).
- Agroforestri modern (modern/introduced agroforestry), umumnya hanya
melihat pengkombinasian antara tanaman keras atau pohon komersial
dengan tanaman sela terpilih. Berbeda dengan agroforestri tradisional/
klasik, ratusan pohon bermanfaat di luar komponen utama atau juga satwa
liar yang menjadi bagian terpadu dari sistem tradisional kemungkinan
tidak terdapat lagi dalam agroforestri modern.
10
Tabel 1. Perbedaan antara Agroforestri Tradisional dan Agroforestri Modern
Aspek Tinjauan Agroforestri Tradisional Agroforestri Modern
Kombinasi Jenis Tersusun atas banyak jenis (polyculture), dan hampir keseluruhannya dipandang penting; banyak dari jenis-jenis lokal (dan berasal dari permudaan alami)
Hanya terdiri dari 2-3 kombinasi jenis, dimana salah satunya merupakan komoditi yang diunggulkan;seringkali diperkenalkan jenis unggul dari luar (exotic species)
Struktur Tegakan Kompleks, karena pola tanamnya tidak teratur, balk secara horizontal ataupun vertikal (acak1random)
Sederhana, karena biasanya Menggunakan pola lajur atau hails yang berselang-seling dengan jarak tanam yang jelas.
Orientasi Penggunaan Lahan
Subsisten hingga semi komersial (meskipun tidak senantiasa dilaksanakan dalam skala kecil)
Komersial, dan umumnya diusahakan dengan skala besar dan oleh karenanya padat modal (capital intensive)
Keterkaitan Sosial Budaya
Memiliki keterkaitan sangat erat dengan sosbud lokal karena telah dipraktekkan secara turun temurun oleh masyarakat /pemilik lahan
Secara umum tidak memiliki keterkaitan dengan sosial budaya setempat, karena diintrodusir oleh pihak luar (proyek atau pemerintah)
Lebih lanjut Sardjono et al (2003) mengemukakan klasifikasi agroforestri
berdasarkan orientasi ekonomi, yaitu:
1) Agroforestri skala subsisten (Subsistence agroforestry) adalah bentuk
pengusahaan lahan sebagai upaya mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari,
terutama pemenuhan kebutuhan pangan keluarga.
2) Agroforestri skala semi-komersial (Semi-commercial agroforestry) adalah
pengusahaan lahan untuk meningkatkan produktivitas serta kualitas hasil.
Namun keterbatasan investasi, jangkauan pemasaran, serta masih subsisten,
menjadikan pemenuhan kebutuhan sehari-hari tetap menjadi dasar
11
pertimbangan terpenting.
3) Agroforestri skala komersial (Commercial agroforestry) adalah pengusahaan
lahan untuk memaksimalkan produk utama, yang biasanya hanya dari satu
jenis tanaman saja dalam kombinasi yang dijumpai.
Menurut Suharjito et al. (2003) dalam penerapan agroforestri, terdapat
empat aspek dasar yang mempengaruhi keputusan petani, yaitu:
1) Kelayakan (feasibility), mencakup aspek kemampuan petani dalam
mengelola agroforestri dengan sumber daya dan teknologi yang dimiliki.
2) Keuntungan (profitability), ciri khas agroforestri: menghasilkan lebih dari
satu macam produk, pada lahan yang sama ditanam paling sedikit satu jenis
tanaman semusim dan satu jenis tanaman tahunan/pohon, produk-produk
yang dihasilkan dapat bersifat terukur (tangible) dan tak terukur (intangible),
dan terdapat kesenjangan waktu (time lag) antara waktu penanaman dan
pemanenan produk tanaman tahunan/pohon yang cukup lama.
3) Kemudahan untuk diterima (acceptibility), hal ini memungkinkan bila
manfaat sistem agroforestri itu lebih besar daripada kalau menerapkan sistem
lain. Aspek ini mencakup atas perhitungan risiko, fleksibilitas terhadap peran
gender, kesesuaian dengan budaya setempat, keselarasan dengan usaha yang
lain.
4) Kesinambungan (sustainability), sistem penguasaan lahan dan hasil
agroforestri (singkatnya sumber daya agroforestri) menggambarkan tentang
sekumpulan hak-hak yang dipegang oleh seseorang atau kelompok orang-
orang dalam suatu pola hubungan sosial terhadap suatu unit lahan dan hasil
12
agroforestri dari lahan tersebut.
Sedangkan Strout (1975) dalam Andayani (2005) melaporkan bahwa pola
tanam ganda yang sering disebut juga dengan multiple cropping atau multiple
crops diversification perlu dianjurkan. Strout memberikan beberapa alasan
mengapa pola tersebut perlu dan penting, yaitu:
1) Memperbaiki intensitas tanah dan penggunaan tenaga kerja
2) Membantu meningkatkan keuntungan dan
3) Membantu dalam stabilitas petani.
Menurut Thaher (1975) dalam Andayani (2005) ada beberapa faktor yang
mendorong semakin meningkatnya petani melaksanakan pola tanam campuran
tersebut, antara lain:
1) Iklim Indonesia sebagai negara tropis memungkinkan pengusahaan usaha
tani sepanjang tahun.
2) Sebagian besar petani sudah memiliki pengalaman sistem usaha tani
campuran tersebut.
3) Sifat beberapa jenis tanaman pangan maupun non pangan yang memiliki
ketahanan tertentu sehingga memungkinkan untuk mengatur pola tanam
yang paling menguntungkan.
4) Luas pemilikan lahan yang relatif terbatas, dan
5) Kemampuan tenaga kerja dalam keluarga yang sangat terbatas.
13
D. Struktur Agroforestri
Secara sederhana agroforestri merupakan pengkombinasian komponen
tanaman berkayu (woody plants) / kehutanan dengan tanaman pertanian
(tanaman semusim) dan/atau hewan (peternakan), baik secara tata waktu
(temporal arrangement) ataupun secara tata ruang (spatial arrangement).
Pengkombinasian secara tata waktu dimaksudkan sebagai durasi interaksi antara
komponen kehutanan dengan pertanian dan atau peternakan (Sardjono et al.,
2003).
Huxley (1977) dan Nair (1993) dalam Sardjono et al. (2003)
mengkategorikan kombinasi secara waktu menjadi 4 (empat): (1) Co-incident,
yaitu kombinasi selama jangka waktu budidaya jenis/komponen agroforestri; 2)
Concomitant, kombinasi pada awal atau akhir waktu budidaya suatu
jenis/komponen agroforestri; (3) Overlapping, kombinasi bergantian yang
tumpang tindih antara akhir dan awal dari dua (atau lebih) jenis/komponen
agroforestri; (4) Interpolated, yaitu kombinasi tersisip pada jangka waktu
budidava jenis/komponen agroforestri. Jika kombinasi komponen agroforestri
secara tata waktu disederhanakan, maka secara garis besar kombinasi tersebut
dapat dibagi menjadi dua, yaitu kombinasi permanen (permanent combination)
dan sementara (temporary combination).
Pengkombinasian secara tata ruang merupakan penyebaran komponen
kehutanan dan pertanian, dalam suatu sistem agroforestri dapat secara horizontal
(bidang datar) ataupun vertikal. Penyebaran tersebut juga dapat bersifat merata
atau tidak merata (Combe & Budowski, 1979 dalam Sardjono et al.. 2003).
14
Penyebaran secara horizontal ditinjau dari bidang datar pada lahan yang
diusahakan untuk agroforestri (dilihat dari atas, sebagaimana suatu potret udara).
Sedangkan secara vertikal penyebaran dilihat dari struktur kombinasi komponen
penyusun agroforestri berdasarkan bidang samping atau penampang melintang
(cross-section). Disini yang terlihat bukan hanya strata kombinasi, tetapi juga
kemerataan distribusi masing-masing jenis.
E. Pengelolaan dan Pengembangan Agroforestri
1. Agroforest Sebagai Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
Sebenarnya pengelolaan hutan di Indonesia mempunyai dasar yang
cukup kuat yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kehutanan tentang
Hutan Kemasyarakatan yaitu:
a. Pengelolaan hutan diubah dari sistem hutan berbasis produksi kayu
(timber management) menjadi berbasis sumber daya hutan yang
berkelanjutan (resources based management)
b. Pemberian hak penguasaan hutan yang awalnya lebih ditujukan kepada
usaha skala besar, beralih pada usaha berbasis masyarakat (community
based forest management)
c. Orientasi kelestarian hutan yang ditekankan pada aspek ekonomi
(produksi kayu) saja, diubah pada upaya mengakomodir kelestarian
fungsi sosial, ekonomi, dan lingkungan
d. Pengelolaan hutan yang semula sentralistis menuju desentralistis,
memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengelola hutan secara
demokratis, partisipatif, dan terbuka
15
e. Era produksi, yang mengutamakan hasil kayu akan dikurangi secara
bertahap (soft landing process), menuju era rehabilitasi dan konservasi
untuk pemulihan kualitas lingkungan yang lestari.
2. Arah Pengembangan Agroforestri
Praktek agroforestri sudah dilaksanakan petani berabab-abad lamanya,
namun agroforestri sebagai ilmu pengetahuan masih relatif baru. Karenanya
pemahaman ilmiah tentang agroekosistem kompleks seperti praktek agroforestri
tradisional ini masih lemah. Akan tetapi sudah disadari bahwa petani dan
masyarakat lokal yang mengelola berbagai macam agroekosistem telah banyak
belajar dan menghasilkan pengetahuan yang kompleks, canggih dan tepat guna
untuk kondisi pertanian setempat (Sinclair dan Walker, 1998).
Dalam pengembangan sistem agroforestri beberapa hal penting yang
harus diketahui adalah kapasitas petani dalam memahami lingkungan biofisik
dan budaya setempat untuk meramalkan dan menjelaskan hasil suatu percobaan.
Oleh karena itu untuk menciptakan sistem bertani yang berwawasan lingkungan
dibutuhkan kerjasama yang erat dengan para petani. Pengetahuan indigenous
merupakan pelengkap (complement) penting bagi pengetahuan ilmiah formal.
Seperti yang dinyatakan oleh Grandstaff and Grandstaff (1986), para petani
memang tidak punya pengetahuan ilmiah untuk memprediksi apa yang mungkin
terjadi, akan tetapi tak seorangpun mampu lebih baik dalam memahami kondisi
lokal mereka selain mereka sendiri.
Dalam pengembangan sistem agroforestri tersebut, petani tidak hanya
menyumbang pengetahuan ekosistem lokal saja, tetapi pengalaman melakukan
16
percobaan dan adaptasi teknologi dalam kondisi setempat juga sangat penting
dan membantu mempercepat proses adopsi. Inovasi yang dihasilkan para petani
dalam menghadapi masalah dan menyikapi peluang baru memberikan indikasi
perbaikan potensial penting sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan bio-
fisik yang harus mereka miliki.
3. Produksi dan strategi pemasaran hasil
Secara umum produksi diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses
yang menstransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output).
Dalam pengertian yang bersifat umum ini penggunaannya cukup luas, sehingga
mencakup keluaran (output) yang berupa barang atau jasa. Dalam arti sempit,
pengertian produksi hanya dimaksud sebagai kegiatan yang menghasilkan
barang baik barang jadi maupun barang setengah jadi, bahan industri dan
suku cadang atau spareparts dan komponen. Produksi adalah kegiatan untuk
menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. (Sofjan
Assauri, 1999)
Jika kita berpikir pemasaran adalah penjualan, maka itu salah! Dan jika
kita memahami apabila penjualan merupakan salah satu bagian dari pemasaran,
maka itu benar! Namun nyatanya masih ada banyak pihak yang menganggap
marketing is selling, padahal itu dua kata kerja yang berbeda, meskipun pada
intinya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk meningkatkan profit.
Pemasaran didefinisikan oleh American Marketing Association (AMA)
sebagai “kegiatan, seperangkat institusi, dan proses untuk membuat,
17
berkomunikasi, memberikan, dan penawaran pertukaran yang mempunyai nilai
bagi pelanggan, klien, mitra, dan masyarakat pada umumnya.
Pemasaran menurut W. Y. Stanton pemasaran adalah sesuatu yang
meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan
dan menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan
barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun
potensial. Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang
bernilai dengan pihak lain.
Pemasaran produk agroforestry merupakan salah satu praktik pemasaran
yang telah dilakukan masyarakat di beberapa wilayah yang berada dalam
kawasan hutan maupun sekitar hutan di kebun-kebun milik. Praktik pemasaran
produk agroforestri memiliki pola pemasaran yang sama dengan pemasaran
hasil-hasil pertanian. Setiap komoditas agroforestri memiliki saluran pemasaran
yang berbeda terhadap komoditas hasil usaha tani lain, misal saluran komoditas
jahe berbeda dengan saluran pemasaran manggis ataupun cabai keriting. Saluran
pemasaran tersebut dapat berupa rantai yang panjang ataupun pendek. Saluran
pemasaran dengan rantai panjang menunjukkan semakin banyaknya lembaga
yang terlibat di dalamnya. Saluran atau rantai pemasaran dapat diartikan sebagai
suatu jalur atau hubungan yang dilewati oleh arus barang-barang, aktivitas dan
informasi dari produsen sampai kepada konsumen.
18
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dikebun/ lahan masyarakat yang berada di
Kelurahan Kalampangan, Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan
Tengah.
2. Waktu penelitian
Adapun waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini
dari tahap persiapan hingga pembuatan laporan penelitian yakni mulai
dari bulan Maret 2013 – Mei 2014.
B. Objek dan Alat Penelitian
1. Objek
Dalam penelitian ini yang menjadi obyek pengamatan adalah petani
dan lahan yang mereka olah/ kelola.
2. Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
- Alat tulis (buku, pulpen, penggaris)
- Lembar Quesioner
- Peta
- Komputer
- Kamera digital
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Triangulasi (Triangular Method) yaitu
19
dengan membandingkan informasi atau data dengan cara yang berbeda.
Triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif.
Sebagaimana yang dikenal, dalam penelitian kualitatif menggunakan
metode wawancara, observasi dan survei. Melalui berbagai perspektif atau
pandangan diharapkan diperoleh hasil yang mendekati kebenaran..
1. Persiapan
Persiapan yang dilakukan meliputi studi literatur, hasil-hasil penelitian
terdahulu dan sumber yang relevan sebagai bahan untuk mencari data dan
fakta-fakta awal penelitian, selain itu juga dilakukan pengamatan awal
dilapangan untuk mengetahui kondisi umum daerah penelitian dan langkah-
langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian
2. Penentuan sampel
Teknik sampling purposive yaitu “teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu”. Teknik ini bisa diartikan sebagai suatu proses
pengambilan sampel dengan menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang
hendak diambil, kemudian pemilihan sampel dilakukan dengan berdasarkan
tujuan-tujuan tertentu, asalkan tidak menyimpang dari ciri-ciri sampel yang
ditetapkan. (Sugiyono, 2008)
Pengambilan sampel pada penelitian ini berjumlah 50 orang
berdasarkan dari sebaran jumlah penduduk yang berprofesi sebagai petani di
kelurahan Kalampangan
20
3. Pengumpulan data
Berdasarkan sumbernya, data penelitian dapat dikelompokkan dalam
dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data primer
Adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara
langsung dari sumber datanya, data primer disebut juga sebagai data asli
atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data
primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang
dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain
dengan melakukan wawancara secara langsung kepada masyarakat yang
menjadi objek penelitian dengan panduan Quisioner yang telah disiapkan
sebelumnya sebagai alat pemandu dalam kegiatan wawancara sehingga
pertanyaan yang diajukan menjadi terarah dan juga dilakukan observasi
dilapangan untuk mengamati secara langsung sistem agroforestri yang
dilakukan oleh masyarakat.
2. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai
sumber yang telah ada. Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai
sumber seperti buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.
Pemahaman terhadap kedua jenis data di atas diperlukan sebagai landasan
dalam menentukan teknik serta langkah-langkah pengumpulan data
penelitian.
21
4. Parameter yang diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah :
- Pengelolaan tanah, sistem yang dipakai masyarakat untuk mengolah lahan
- Jenis- jenis tanaman, berbagai macam komoditi yang ditanam masyarakat
- Pola agroforestri, urutan tanam pada sebidang lahan yang dikelola oleh
masyarakat
- Hasil produksi, besaran jumlah akhir komoditi yang dihasilkan
- Pemasaran, pendistribusian berbagai jenis komoditi kepada konsumen
Untuk melihat dan mengkategorikan pola agroforestri yang dijalankan
masyarakat maka bisa diamati pada jenis-jenis berbagai komoditi yang
digunakan dan untuk memandu serta mempermudah penyusunan data maka
disiapkan tabulasi sebagai berikut :
Tabel 2. Tabulasi Pola Agroforestri
No Nama pemilik Jenis komoditi Pola agroforestri
1
2
3
4
22
Untuk mengetahui bagaimana hasil produksi dan sistem pemasaran digunakan
tabel sederhana sebagai berikut :
Tabel 3. Tabulasi Produksi dan Pemasaran
No Nama Pemilik
Luas lahan
Jenis Komoditi
Masa Produksi
Pemasaran Keterangan
1
2
3
4
5
5. Teknik pengolahan dan analisis data
Metode menggunakan tabulasi dan diuraikan secara diskripsi serta
dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Metodologi kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
23
IV. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian
A. Letak dan Tata Batas
Kelurahan Kalampangan terletak di Kecamatan Sebangau Kota Palangka
Raya, jarak yang perlu ditempuh menuju Kelurahan Kalampangan 18 Km dari
pusat Kota Palangka Raya atau dari bundaran besar. Sedangkan akses menuju
tempat tersebut bisa menggunakan alat transportasi darat baik mengunakan
transportasi umum ataupun kendaraan pribadi, hal ini dikarenakan jalan menuju
tempat tersebut sudah menjadi jalan lintas Trans Kalimantan yang
menghubungkan provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
Secara administrasi Kelurahan Kalampangan termasuk dalam wilayah
Kecamatan Sebangau memiliki luas wilayah 46,25 km2 (5000 ha) dan jumlah
penduduk 3.670 jiwa (1172 kk) dengan kepadatan penduduk 79,35 jiwa/km2
berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Kecamatan Jekan Raya, Kecamatan Pahandut,
Kabupaten Pulang Pisau.
Sebelah Timur : Kabupaten Pulang Pisau.
Sebelah Selatan : Kabupaten Pulang Pisau
Sebelah Barat : Kabupaten Katingan
B. Kondisi Tanah
Secara geografis terletak pada 4002`3” Bujur Timur dan 13102`3”
Lintang Selatan. Memiliki permukaan tanah yang datar (kemiringan rata-rata 0-
2%) dengan ketinggian tempat antara 14-18 m dpl.
24
Kondisi kesuburan tanahnya relatif rendah, sebagian besar memiliki jenis
tanah histosol yang merupakan kategori gambut pedalaman. Berdasarkan zona
Agroekologi, maka tanah gambut di Kelurahan Kalampangan memiliki
ketebalan >10 m. Tata guna lahan yang terdapat disini terbagi dalam 3 golongan
besar yaitu lahan pekarangan 200 ha, lahan kebun 1.000 ha dan jalur hijau 50 ha.
C. Iklim
Kelurahan Kalampangan beriklim tropis dengan kelembaban yang tinggi
yaitu 970 maksimum dan 790 minimum. Kondisi curah hujannya juga cukup
tinggi yaitu rata-rata 2.830 mm/tahun dengan suhu udara maksimum 340C dan
minimum 240C.
D. Sosial Ekonomi
Kalampangan merupakan desa eks transmigran asal Jawa Tengah dan
Yogyakarta yang mulai dibuka tahun 1979, bermata pencaharian paling banyak
adalah sebagai petani dan peternak. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah
ini dimana pekerjaan sebagai petani merupakan yang terbanyak yaitu 917 jiwa
dan peternak sebanyak 436 jiwa.
Tabel 5. Data Pekerjaan Penduduk Kelurahan Kalampangan
No Jenis Pekerjaan Jumlah
1 Buruh Swasta -
2 Pegawai Negeri 80
3 Berkebun -
4 Pedagang -
5 Penjahit 3
6 Tukang gali sumur 3
25
7 Tukang pijat 1
8 Peternak 436
9 Tukang cukur 2
10 Montir 3
11 Petani 917
12 Tukang besi 1
13 TNI 2
14 Polri 6
Sumber : Kelurahan Kalampangan (2013)
Terdapat juga beberapa jenis usaha yang dikelola oleh masyarakat
Kelurahan Kalampangan dimana paling banyak mereka membuka usaha yaitu
warung makan / kelontong yang berjumlah 45 buah disusul sebanyak 20 buah
untuk toko dan 10 buah bengkel, salah satu alasannya adalah karena Kelurahan
Kalampangan terletak di jalan negara yang menghubungkan ibukota Provinsi
dengan 2 kabupaten yaitu Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas serta
menghubungkan dengan provinsi tetangga yaitu Kalimantan Selatan. Lokasi
yang strategis inilah yang membuat mereka membuka usaha tersebut. Berikut
data berbagai jenis usaha yang dikelola oleh masyarakat Kelurahan
Kalampangan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Jenis Usaha yang dikelola masyarakat Kalampangan
No Jenis Usaha Jumlah
1 Koperasi 2
2 Industri Meubel 5
3 Warung Makan/ Kelontong 45
4 Bengkel 10
5 Toko serba ada 20
26
6 Percetakan Sablon -
7 Percetakan Batu Bata/ Batako 2
8 Pasar 1
9 Pangkalan Minyak Tanah 2
10 Penyewaan Kamar / Barak 7
Sumber : Kelurahan Kalampangan (2013)
E. Kependudukan
Kelurahan Kalampangan yang berjarak sekitar 18 km dari kota Palangka
Raya memiliki penduduk yang tersebar di 5 RW dan 30 RT memiliki 3.670
jiwa, terdiri dari 1.051 laki-laki dan 881 perempuan yang merupakan penduduk
usia produktif. Sedangkan untuk umur 8-14 tahun yang mana merupakan usia
belum produktif (masih sekolah) berjumlah 357 laki-laki dan 300 perempuan.
Usia diatas 56 tahun yang merupakan usia tidak produktif lagi sebanyak 223
laki-laki dan 241 perempuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
No Jenis usia Laki-laki Perempuan
1 0-12 bln 48 45
2 >1-5 thn 204 196
3 >5-7 thn 66 65
4 >7-<15 thn (belum produktif) 350 300
5 >15-56 thn (usia produktif) 1.051 881
6 >56 thn (tidak produktif) 223 241
Jumlah 1.942 1.728
Sumber : BPS (2013)
27
Mayoritas penduduk Kelurahan Kalampangan beragama Islam sebanyak
4666 jiwa kemudian beragama kristen sebanyak 192 jiwa. Terdapat pula sarana
peribadatan yang mendukung kegiatan-kegiatan keagamaan diantaranya 1 buah
mesjid dan 10 buah mushola/ langgar serta 4 buah gereja yang kesemuanya
dalam kondisi baik dan terawat. Berikut adalah tabel penduduk Kelurahan
Kalampangan berdasarkan agama dan kepercayaan :
Tabel 8. Jumlah Penduduk Kelurahan Kalampangan Berdasarkan Agama dan
Kepercayaan Yang Dianut
No Jenis kelamin Islam Kristen Katolik Hindu Aliran kepercayaan
1 Laki-laki 2.243 95 6 5 25
2 Perempuan 2.223 97 5 4 27
Jumlah 4.666 192 11 9 52
Sumber : BPS (2013)
28
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pola Agroforestri di Kelurahan Kalampangan
Penelitian ini dilaksanakan dikebun/ lahan pekarangan masyarakat di
Kelurahan Kalampangan Kota Palangka Raya yang mempunyai 1172 kepala
keluarga dan sebagian besar penduduk setempat bermata pencaharian sebagai
petani buah buahan, sayuran dan peternak hewan dengan jumlah yaitu sekitar
917 kepala keluarga. Sebanyak 50 kk (10 %) yang diambil sebagai sampel dalam
penelitian ini dan untuk dapat melihat jumlah apa saja yang ditanam para petani
dan peternak sekitar dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9. Rekapitulasi Semua Jenis Komoditi yang Diusahakan
No Tanaman Keras
Jumlah Komoditi
Tanaman Semusim
Jumlah Komoditi
Hewan Ternak
Jumlah Ternak
1 Rambutan 47 Kangkung 43 Sapi 16 2 Mangga 31 Bayam
cabut 37 Ayam 31
3 Jambu biji 2 Bayam potong
3 Bebek 7
4 Kelapa 11 Jagung 18 Kambing 21 5 Karet 8 Seledri 11 6 Jeruk 6 Terong 3 7 Jambu air 2 Kacang
panjang 2
8 Nangka 2 Selada 1 9 Pisang 1 Timun 1 10 Kedondong 2 Sawi 3 11 Salak 1 Sayur manis 1 12 Sukun 1 Kemangi 22 13 Belimbing 2 Pepaya 1
Sumber : Data Primer
Berdasarkan hasil dari pengumpulan data yang dilaksanakan pada
penelitian ini mengenai pola Agroforestri yang dilaksanakan masyarakat
Kalampangan cenderung mengembangkan pola Agrosilvopastura.
29
Agrosilvopastura (Agrosilvopastural sistems) adalah pengkombinasian
komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus
peternakan/ binatang pada unit manajemen lahan yang sama
1. Tanaman Keras
Berdasarkan pengamatan terhadap komoditi tanaman keras, diperoleh
data seperti gambar berikut :
Gambar 1. Grafik Komoditi Tanaman Keras
Komoditi tanaman keras yang paling banyak diusahakan adalah
rambutan sebanyak 47 kk (40%) disusul Mangga sebanyak 31 kk (26%) dan
Kelapa 11 kk (9%) diurutan kedua dan ketiga. Buah Rambutan merupakan
buah yang memiliki banyak rambut-rambut halus dibagian luarnya, sementara
di bagian dalam dagingnya berwarna putih dan memiliki biji yang lonjong,
buah ini masuk kedalam suku lerak-lerakan atau Sapindaceae yang memiliki
nama latin Nephelium berasal dari daerah kepulauan Asia Tenggara.
30
Mangga atau yang lebih sering disebut mempelam ini termasuk ke dalam
marga Mangifera dan memiliki nama latin Mangifera Indica banyak disukai
orang karena mempunyai rasa yang sangat enak dan manis serta harganya
terjangkau, bahkan hampir setiap rumah menanamnya karena tidak perlu
perawatan khusus.
Beberapa hal yang menjadi alasan dari petani lebih banyak menanam
Rambutan dan Mangga diantaranya ;
Tanaman tersebut tidak tergantung pada letak dan kondisi tanah
karena keadaan tanah dapat dibentuk sesuai dengan tata cara
penanaman yang benar (bedengan)
Dapat menjadi tanaman pelindung dan peneduh pada pekarangan
Pohon yang berkualitas baik lebih cepat berbuah pada usia 2-3 tahun
Pemasaran hasil panen lebih mudah dan cepat
Panen setahun sekali yang menghasilkan buah yang banyak dan
bagus.
Sedangkan jenis-jenis yang paling sedikit ditanam diantaranya adalah
Sukun (Artocarpus Altilis) dan Salak (Salacca Edulis) yang masing-masing
hanya sebesar 1% saja dari total petani yang menanam komoditi ini,
beberapa hal yang menjadi alasan diantaranya :
- Sukun ( Artocarpus Altilis ) merupakan tanaman yang tidak berbiji dan
memiliki bagian mirip roti setelah dimasak atau digoreng, tidak dapat
disimpan dalam waktu yang lama dan tidak dibudidayakan secara intensif.
Salah satu kendala adalah rontok buah terutama buah muda, selain itu
31
apabila musim kemarau maka tanaman akan kekurangan air dan daun
Sukun biasanya digunakan untuk pakan ternak (Kambing dan Sapi)
sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik dan maksimal hingga
menghasilkan buah yang banyak.
- Salak merupakan tanaman tropis yang memiliki nama ilmiah ( Salacca
Edulis ) yang hanya tumbuh di daerah tropis yaitu Indonesia, Malaysia,
Thailand dan banyak diminati oleh masyarakat Eropa dan Amerika.
Memiliki waktu berbuah yang lama serta tidak selalu mempunyai sifat-
sifat genetis dan unggul yang sama dengan pohon induknya bahkan
kadang sulit untuk memastikan bibit tersebut akan menjadi bibit jantan
atau bibit betina. Tanaman Salak juga tidak tahan terhadap genangan air
dalam waktu yang cukup lama.
40%
27%1%
9%
7%
5%
2% 2% 1% 2% 1% 1% 2%
Rambutan Mangga Jambu biji Kelapa Karet
Jeruk Jambu air Nangka Pisang Kedondong
Salak Sukun Belimbing
Gambar 2. Persentase Komoditi Tanaman Keras
32
2. Tanaman Semusim
Data hasil penelitian dari komoditi tanaman semusim dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :
Gambar 3. Grafik Komoditi Tanaman Semusim
Untuk tanaman semusim, mereka lebih memilih kangkung sebanyak 43 kk
(30 %) sebagai tanaman yang paling banyak ditanam. Kangkung (Ipomoea
aquatic Forsk) berasal dari India yang kemudian menyebar ke Malaysia, Birma,
Indonesia, Cina Selatan, Australia dan Afrika. Merupakan tanaman yang dapat
hidup di dataran rendah dan dataran tinggi, tumbuh dengan cepat dan
memberikan hasil dalam waktu yang tidak lama yaitu sekitar 4-6 minggu sejak
dari benih. Yang perlu diperhatikan hanya masalah ketersediaan air, apabila
tidak turun hujan harus dilakukan penyiraman, hal lain adalah pengendalian
gulma waktu tanaman masih muda dan menjaga tanaman dari serangan hama
seperti ulat grayak (Spodoftera litura F), kutu daun (Myzus persicae Sulz) dan
Aphisgossypii serta penyakit karat putih yang disebabkan oleh Albugo ipomoea
33
reptans.
Jenis kedua yang juga banyak ditanam oleh petani yaitu sekitar 37 kk /
(25 %) adalah Bayam cabut (Amaranthus Spp), dapat tumbuh dengan subur di
dataran rendah dan dataran tinggi hingga ketinggian 1000 m dari permukaan
laut. Tanaman Bayam mudah dibudidayakan karena umurnya yang relatif
singkat, bisa dipanen setelah 20 hari sehingga resiko serangan hama pun relatif
lebih kecil. Hal yang perlu diperhatikan adalah tanaman Bayam memerlukan
cahaya matahari penuh dengan suhu ideal berkisar antara 16-200 C, namun
Bayam juga bisa beradaptasi pada suhu panas seperti Jakarta sepanjang
kelembabannya tinggi.
Mentimun (Cucumis sativus L), Selada (Lactuca sativa), dan Sayur
manis merupakan jenis yang jarang ditanam/ diusahakan, menurut petani mereka
tidak menjadikannya sebagai tanaman utama pada lahan yang mereka kelola
dikarenakan beberapa hal diantaranya :
- Tanaman Mentimun lebih dominan menghasilkan bunga jantan
dibandingkan bunga betina sehingga hasilnya tak maksimal, untuk itu
diperlukan pemupukan yang berimbang dan pemangkasan agar dapat
merangsang terbentuknya bunga betina serta penggunaan zat perangsang
guna pembentukan bunga betina yang lebih banyak.
- Sebagai tanaman yang berasal dari daerah dingin selada membutuhkan suhu
dibawah 210 C untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Tanah asam dan
netral kurang baik bagi pertumbuhannya sehingga harus diberikan
penambahan pupuk untuk memperbaiki serta meningkatkan kapasitas
34
penahan air yang memberikan kelembaban secara merata agar mendapatkan
kualitas produksi hasil yang baik.
- Hanya bersifat sebagai pelengkap saja karena permintaan pasar yang tidak
begitu besar dan tidak tahan lama.
- Kondisi cuaca dengan curah hujan yang tinggi.
29%
25%
2%
12%
8%
2%
1%1%
1%
2%
1%
15%
1% Kangkung
Bayam cabut
Bayam potong
Jagung
Seledri
Terong
Kacang panjang
Selada
Timun
Sawi
Sayur manis
Kemangi
Gambar 4. Persentase Komoditi Tanaman Semusim
3. Hewan Peliharaan
Hasil penelitian menunjukan bahwa hewan peliharaan yang dijumpai saat
penelitian adalah Sapi, Ayam, Bebek dan Kambing. Keberadaan hewan tersebut
dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 5. Grafik Komoditi Hewan Peliharaan
0
5
10
15
20
25
30
35
Hewan Ternak Sapi Ayam Bebek Kambing
35
Ayam ( Gallus gallus ) adalah hewan yang paling banyak di pelihara
yaitu 42% / 31 kk, merupakan pemasok dua sumber protein dalam pangan yaitu
daging Ayam dan telur. Menurut Cahyono, B. 2004 keuntungan dari memelihara
Ayam diantaranya :
- Dapat diusahakan pada lahan yang tidak begitu luas
- Tidak memerlukan teknologi tinggi, cukup dengan pemeliharaan intensif
- Kotoran dan bulunya masih dapat dimanfaatkan
- Membuka lapangan kerja baru bagi peternak maupun orang lain
- Meningkatkan pendapatan dari sektor peternakan
Kambing adalah hewan peliharaan kedua yang cukup banyak di
pelihara yaitu 21 kk (28%), merupakan binatang memamah biak yang berukuran
sedang. Kambing ternak (Capra Aegagrus Hircus) adalah sub species Kambing
liar yang secara alami tersebar di Asia Barat Daya dan Eropa. Sistem
pemeliharaan kambing masih dilakukan secara tradisional, ternak dilepas atau
digembalakan di lapangan/ padang rumput pada siang hari, konsekuensi sistem
pemeliharaan seperti itu mengakibatkan terjadinya beban panas yang berlebih
pada ternak karena pengaruh langsung dari radiasi sinar matahari dan suhu
lingkungan yang tinggi. Kondisi ini memaksa ternak untuk mengaktifkan
mekanisme termorologi yaitu peningkatan suhu rektal, suhu kulit, frekuensi
pernapasan dan denyut jantung serta menurunkan konsumsi pakan ( Purwanto et
al., 1996). Menurut Smith dan Mangkuwidjojo (1998) bahwa daerah nyaman
bagi Kambing berkisar antara 18 – 300 C.
36
Hewan peliharaan yang berada diurutan ketiga adalah Sapi atau Lembu
yang di pelihara oleh 16 kk (21%), merupakan hewan ternak anggota suku
Bovidae dan anak suku Bovinae. Sapi dipelihara untuk dimanfaatkan susu dan
dagingnya sebagai pangan manusia sedangkan bagian lainnya ( kulit, jeroan,
tanduk dan kotorannya) dimanfaatkan untuk keperluan manusia, bahkan
dibeberapa tempat Sapi juga dipakai sebagai penggerak alat transportasi
diantaranya untuk membantu pengolahan lahan tanam (bajak) dan alat industri
lain seperti peremas tebu,
Diurutan keempat adalah bebek yang cuma dipelihara oleh 7 kk (99%),
hewan yang berasal dari Amerika Utara merupakan Itik liar (Anas Moscha) atau
will mallard. Terus menerus dijinakkan oleh manusia hingga jadilah yang
sekarang yang disebut Anas domestiaca (itik ternak). Bebek merupakan ternak
unggas penghasil telur yang cukup potensial disamping Ayam. Kelebihan ternak
ini adalah tahan terhadap penyakit dibandingkan dengan Ayam ras sehingga
pemeliharaannya mudah dan tidak banyak mengandung resiko. Namun,
keberhasilan dari usaha ternak bebek yang dipelihara secara komersial
ditentukan oleh pakannya yang mana apabila terjadi kesalahan dalam penyajian
dan pemberian akan berakibat turunnya produksi, reproduksi dan mortalitas
Bebek.
37
Sedangkan persentase untuk jenis komoditi hewan peliharaan dapat
dilihat pada gambar berikut :
Gambar 6. Persentase Komoditi Hewan Peliharaan.
B. Sistem Produksi dan Pemasaran
Kelurahan Kalampangan terletak di Kecamatan Sebangau kota Palangka
Raya yang merupakan 80% penghasil komoditi sayuran di Kota Palangka Raya.
Kebanyakan tanaman sayuran di Kelurahan Kalampangan mempunyai nilai
komersial cukup tinggi sebab tanaman sayuran merupakan produk pertanian
yang senantiasa dikonsumsi dan selalu dicari. Dengan melihat kebutuhan akan
sayuran yang terus menerus, maka nilai pasar tanaman sayuran akan semakin
membaik sehingga kecenderungan produksi dari tahun ke tahun meningkat
sehingga jarang mengalami penurunan berarti, bahkan akhir-akhir ini ada
kecenderungan di masyarakat untuk mengurangi konsumsi yang berlemak tinggi
terutama dari bahan hewani beralih ke bahan nabati yang disebut vegetarian
(Brili Antono, 2004)
21%
42%
9%
28% Sapi
Ayam
Bebek
Kambing
38
Masyarakat Kelurahan Kalampangan masih menggunakan cara-cara
tradisional (non mekanik) dalam menggarap lahan yang mereka kelola seperti
pemakaian cangkul dan parang, tidak terdapatnya peralatan modern menjadikan
sebagian besar dari mereka mengelola sendiri secara bergantian dalam anggota
keluarga untuk mengurus lahan pertanian dan peternakan yang di usahakan.
Disamping itu mereka juga memiliki 1-3 orang tenaga kerja yang sangat
diperlukan pada awal awal masa tanam.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa sistem
produksi para petani di Kelurahan Kalampangan dilakukan dengan sistem
tumpangsari antara tanaman sayur mayur dan tanaman pangan (keras) terutama
jenis buah-buahan yang selalu diminati oleh orang-orang yang lewat, karena
kebanyakan komoditi tersebut dijual diwarung-warung kecil pinggir jalan ruas
Palangka Raya – Banjarmasin yang selalu ramai setiap waktu.
Penggunaan pupuk kandang sangat diperlukan pada awal penanaman untuk
menggemburkan tanah supaya subur kembali terutama pada jenis komoditi
tanaman semusim, selanjutnya diberikan pupuk kimia seperti urea dan ponska
pada pertengahan pertumbuhan sampai panen yang dilakukan 2-4 kali dalam
satu masa tanam. Untuk mengendalikan, menolak, memikat atau membasmi
organisme pengganggu seperti serangga, tikus, gulma, burung atau mikroba
yang dianggap pengganggu maka digunakan pestisida sekitar 1-2 kali saja
dalam satu masa tanam. Berikut adalah tabel dari sistem produksi dan pemasaran
dari komoditi yang diusahakan oleh petani Kelurahan Kalampangan.
39
Tabel 10.Rekapitulasi Sistem Produksi dan Pemasaran No. Sistem Produksi Jumlah
Petani Pemasaran Jumlah
Petani 1 Mekanik - Langsung 21
2 Non Mekanik 50 Tidak Langsung 29
Pemasaran hasil pertanian atau tata niaga pertanian merupakan
serangkaian kegiatan ekonomi berturut-turut yang terjadi selama perjalanan
komoditas hasil-hasil pertanian mulai dari produsen primer sampai ke tangan
konsumen (FAO pada tahun 1958). Pemasaran hasil pertanian berarti kegiatan
bisnis dimana menjual produk berupa komoditas pertanian sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan konsumen, dengan harapan konsumen akan puas
dengan mengkonsumsi komoditas tersebut.
Konsep pemasaran berorientasikan pada pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen dengan efektif. Empat hal berikut merupakan prinsip
utama yang menjadi tonggak konsep pemasaran adalah :
1. Pasar sasaran, memilih pasar yang tepat dan membentuk aktifitas pasar
yang sempurna.
2. Keperluan pengguna, memahami kehendak sebenar konsumen dan
memenuhinya dengan lebih efektif.
3. Pemasaran berintegrasi, kesemua fungsi bekerjasama memenuhi
tanggung jawab pemasaran.
4. Keuntungan, mencapai keuntungan melalui kepuasan pelanggan.
40
Berdasarkan orientasi ekonomi dapat diketahui bahwa masyarakat
Kelurahan Kalampangan menerapkan sistem Agroforestri skala semi-komersial
(Semi-commercial agroforestry) yang merupakan pengusahaan lahan untuk
meningkatkan produktivitas serta kualitas hasil. Namun keterbatasan investasi,
jangkauan pemasaran, serta masih subsisten menjadikan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari tetap menjadi dasar pertimbangan terpenting.
Dari data yang dikumpulkan melalui kuesioner mengenai sistem
pemasaran hasil dari komoditi yang diusahakan oleh masyarakat Kelurahan
Kalampangan dapat diketahui bahwa mereka lebih memilih menjual langsung ke
tengkulak (tidak langsung) dari pada menjual sendiri ke pasar, hal tersebut
terjadi karena beberapa hal diantaranya :
- Memudahkan transaksi karena tengkulak mengambil komoditi yang
sudah siap dijual langsung ke rumah-rumah petani
- Efisiensi waktu, dimana petani bisa lebih leluasa dan banyak waktu
berada di lahan dalam mengelola komoditi yang diusahakan
- Tidak memiliki kendaraan yang memadai
- Lokasi tempat menjual/ pasar cukup jauh dari tempat tinggal petani yaitu
± 30 km dari Kota Palangka Raya
- Tanaman tidak sempat layu atau rusak karena disimpan lama
Beberapa komoditi terutama untuk jenis tanaman semusim (sayur mayur)
yang diusahakan oleh petani Kelurahan Kalampangan kebanyakan hanya
dipasarkan ke pasar induk/ besar Palangka Raya saja ketika subuh dan sore hari.
Sebagian lagi petani menjual sendiri komoditi yang diusahakannya ke pasar-
41
pasar kaget yang berada di komplek perumahan seputar kota Palangka Raya
mulai dibuka ketika sore - malam hari secara bergantian.
Gambar 7 . Rekapitulasi Sistem Produksi dan Pemasaran
50%
21%
29%Mekanik
Non Mekanik
Langsung
Tidak Langsung
42
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Kelurahan Kalampangan
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Agrosilvopastura merupakan pola agroforestri yang paling banyak digunakan
oleh petani Kelurahan Kalampangan. Agrosilvopastura (Agrosilvopastural
sistems) adalah pengkombinasian komponen berkayu (Kehutanan) dengan
pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/ binatang pada unit manajemen
lahan yang sama.
2. Sistem pemasaran petani secara tidak langsung (tengkulak) lebih banyak
daripada yang langsung menjual sendiri, efisiensi waktu dan kemudahan
dalam bertransaksi adalah faktor penyebabnya.
B. Saran
1. Perlu pendampingan intensif dari penyuluh dan dinas pertanian dalam
pengolahan lahan, penggunaan pupuk dan pestisida.
2. Perlu adanya pengaturan soal pola tanam bergilir untuk komoditi tanaman
semusim sehingga bisa mengontrol hasil panen agar tidak terjadi over
produksi pada komoditi yang sama dalam satu masa tanam.
3. Pemasaran hasil produksi dari komoditi yang diusahakan kiranya lebih
menguntungkan bagi petani baik dari harga maupun efisiensi waktu.
43
Daftar Pustaka
Andayani. W. 2005. Ekonomi Agroforesti. Debut press. Yogyakarta
Hairiah et al, 2000; de foresta et al., 2000 dalam http://www.slideshare.net/ ignoramus/pengertian-dan-penjelasan-agroforestry
Hairiah K, SE Williams, D Bignell, M Swift and M van Noordwijk. 2001.
Effects of landuse change on belowground biodiversity. ASB-LN 6A. In Van Noordwijk M,Williams SE and B Verbist (Eds.), Towards integrated natural resource management in forest margins of the humid tropics: local action and global concerns. ASB-Lecture Notes 1 – 12.
Irwanto,2012 dalam http:// fandicka. wordpress. com /2011/03/31 / sistem-
agroforestri- di-indonesia-dan-biodiversitas/ King dan chandler, 1978 dalam http://baskara90.wordpress.com / 2012/10/13
Peran-agroforestri-dalam-konservasi-tanah-dan-air Nair, 1987 dalam http://justnangeografi.blogspot.com/2012/06/agroforestry.html
Nair, P.K.R. 1989. Directions in Tropical Agroforestry Research: Past, Present, and Future. Agroforestry Systems
Nair, P.K.R. 1993. An Introduction to Agroforestry. The Netherlands : Kluwer
Academic Publisher. Sabarnurdin S., Budiadi, Suryanto P. (2011) Agroforestry Untuk Indonesia:
Strategi Kelestarian Hutan dan Kemakmuran Wanagama, Yogyakarta. Sardjono, M.A, T Djogo, HS Arifin, N Wijayanto. 2003. Bahan Ajar 2:
Klasifikasi dan Pola Kombinasi Komponen Agroforestri. World Agroforestri Centre (ICRAF) Southeast Asia. Bogor
Satjapradja, 1981 dalam http://fp.ub.ac.id/agroforestry/acara.html
Suharjito, D., Leti, S., Suyanto, & S.R. Utami. 2003. Bahan Ajar 5: Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya Agroforestri. World Agroforestri Centre (ICRAF) Southeast Asia. Bogor
Suprayogo. D, K Hairiah, N Wijayanto, Sunaryo dan M Noordwijk. 2003. Peran
Agroforestri pada Skala Plot: Analisis Komponen Agroforestri sebagai
44
Kunci Keberhasilan atau Kegagalan Pemanfaatan Lahan Indonesia. Bogor : World Agroforestry Centre (ICRAF), Southeast Asia Regional Office. PO Box 161 Bogor, Indonesia
Sinclair dan walker, 1998 dalam http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/03
Pengertian-dan-definisiagroforestri.html Sofjan assauri, 1999: hlm 11 dalam http://csuryana.wordpress.com/2010/03/25/
data-dan-jenis-data-penelitian
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2008),
William J. Stanton, Prinsip Pemasaran, Alih Bahasa Wilhelmus W. Bokowatun,
Erlangga, Jakarta, 1991, hlm. 5. Cahyono, B. 2004. Ayam Buras Pedaging. Cetakan Ketiga. Trubus Agriwijaya.
Jakarta Freeman et al, 2002. Pedoman Penerapan Pengendalian Hama Terpadu
Holtikultura (tanaman jeruk, mangga dan pisang) http://palangkakota.bps.go.id/data/publikasi/publikasi_6/publikasi/files/search/se
archtext.xml http://infopublik.kominfo.go.id/read/18237/lahan-gambut-di-kalampangan-tak-
lagi-menakutkan.html