44
Penerapan Sistem Agroforestri dalam Rangka Pengelolaan Hutan di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang Jawa Timur MAKALAH Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengetahuan Lingkungan yang dibina oleh Dr. Sueb, M.Kes dan Dr.H. Istamar Syamsuri, M.Pd. Oleh: Kelompok 11/offering C : Dian Hidayaturrahma (130341614840) Firmanti Syukuriasri (130341614837) Gigih Hasbi R (130341614830) Rizka Permatasari (130341614841) Yoananda Ramadina (13034161826) The Learning University

Agroforestri Kecamatan Ngantang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalaha pengetahuan lingkungan

Citation preview

Penerapan Sistem Agroforestri dalam Rangka Pengelolaan Hutan di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang Jawa Timur

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahPengetahuan Lingkungan

yang dibina oleh Dr. Sueb, M.Kes dan Dr.H. Istamar Syamsuri, M.Pd.Oleh:

Kelompok 11/offering C :

Dian Hidayaturrahma (130341614840)Firmanti Syukuriasri (130341614837)Gigih Hasbi R (130341614830)Rizka Permatasari (130341614841)Yoananda Ramadina (13034161826)

The Learning UniversityUNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGISeptember 2014

KATA PENGANTAR

"Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat ALLAH SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul "Penerapan Sistem Agroforestri dalam Rangka Pengelolaan Hutan di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang Jawa Timur" pada matakuliah Ilmu Pengetahuan Lingkungan ini tanpa ada halangan dan rintangan yang besar. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas Matakuliah Ilmu Pengetahuan Lingkungan.

Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada:1. Bapak Dr.H. Istamar Syamsuri, M.Pd dan Bapak Dr. Sueb, M.Kes selaku dosen yang telah bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya makalah ini.2. Mahasiswa offering C yang telah memberi dukungan dan motivasi untuk terselesaikannya makalah ini.3. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan berbagai bantuan entah itu besar maupun kecil, sehingga dapat menunjang terselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Karena penulis hanyalah manusia yang jauh dari kesempurnaan ALLAH SWT. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 6 Oktober 2014

Penulis

ABSTRAK

Sistem agroforestri merupakan salah satu sistem pertanian yang memanfaatkan hutan sebagai tempat bercocok tanam dengan tanaman tumpangsari. Agroforestri merupakan salah satu kerjasama antara pihak perhutani dengan petani yang bertempat tinggal disekitar hutan dan petani. Adanya Agroforestri memiliki dampak yang baik bagi masyarakat disekitar hutan karena mampu menaikkan perekonomian masyarakat setempat. Agroforestri sendiri diarahkan untuk meningkatkan produktivitas hasil hutan, meningkatkan peran/serta dan kesempatan kerja, produktivitas tenaga kerja, pendapatan dan mengentaskan kemiskinan secara terus menerus dan berkelanjutan. Penerapan Agroforestri telah nampak di beberapa daerah di Jawa Timur, tetapi hanya sebagian kecil daerah saja di kota Malang. Untuk itu, makalah ini dibuat dengan tujuan mengetahui penerapan sistem agroforestri dalam rangka pengelolaan hutan di Dusun Maron Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dalam proses pemenuhan data makalah ini dengan menggunakan metode wawancara kepada pemilik hutan agroforestry dan warga Dusun Maron, Kecamatan Tumpang serta observasi langsung ke hutan. Untuk wawancara dilakukan kepada pemilik hutan agroforestry dan juga masyarakat di sekitar hutan, dengan pertanyaan mengenai hutan agroforestry begitu juga pertanyaan yang ada pada angket yang kami bagikan. Ketika observasi didapatkan kondisi hutan agroforestry yang di dalamnya terdapat berbagai pohon tinggi seperti pinus yang dikolaborasikan dengan pohon kopi, pisang, jahe dan lainnya. Untuk hasil wawancara cukup berbeda dari data para pemilik hutan agroforestry dengan warga di sekitar hutan dimana pemilik hutan lebih mengetahui banyak tentang hutan agroforestry dari pada warga biasa. Pemilik hutan menjelaskan bahwa agroforestry sendiri pada awalnya merupakan hasil penjarahan warga Dusun Maron, tetapi setelah beberapa lama pihak perhutani memberi kesepakatan untuk bekerja sama dalam mengolah hutan agroforestry dengan sistim pembagian hasil. Jadi hutan agroforestry sendiri merupakan hutan hasil jarahan dimana digunakan untuk bercocok tanam warga Dusun Maron Kecamatan Tumpang, Jawa Timur.Kata Kunci: Agroforestri, petani, pihak perhutani

ABSTRACTAgroforestry is a farming system that utilizes the jungle as a farm with crops. Agroforestry is one of cooperation between the forestry and farmers who live around the forest. The existence of Agroforestry has good impact on the communities around the forest being able to raise the local economy. Agroforestry itself directed to improve the productivity of forest products, enhance the role / participation and employment, labor productivity, income and alleviate poverty continuously and sustainably. Application of Agroforestry has appeared in several areas in East Java, but only a small area just in Malang. Because of that, this paper is made in order to know the implementation of agroforestry systems in the context of forest management in Maron Hamlet Ngantang Disrict, Malang, East Java. In the process of fulfilling this paper the data using interviews to the agroforestry forest owner of Maron Hamlet, and direct observation to the forest in Ngantang District. For interviews done to the forest owner of agroforestry and forest communities, with questions about agroforestry forest as well as the existing questions on the questionnaire that we share. When observations obtained agroforestry forest condition in which there is a variety of tall trees like pine trees collaborated with coffee, bananas, ginger and others. For interviews and questionnaire results are quite different from the data agroforestry forest owners with residents around the forest where more forest owners know a lot about agroforestry forests of the ordinary citizen. Forest owners explained that agroforestry itself was originally the result of looting of Maron Hamlet, but after some time the forestry gives agreement to cooperate in the process of forest agroforestry system of sharing. So agroforestry own forest is a forest of booty which is used for cultivation of Maron Hamlet Ngantang District, East Java.

Keywords: Agroforestry, farmers, the forestry

DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL iKATA PENGANTARiiABSTRAK iii

ABSTRACT ivDAFTAR ISI vDAFTAR GAMBARviBAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 11.2 Rumusan Masalah21.3 Tujuan Penulisan21.4 Manfaat Penulisan3

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Bentuk Agroforestri42.2 Proses yang Terjadi dalam Sistem Agroforestri72.3 Peranan Agroforestri dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan8BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ........................................................................................123.2 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................123.3 Subyek Penelitian .....................................................................................133.4 Metode Pengambilan Data .........................................................................133.5 Alat Penelitian ............................................................................................133.6 Prosedur Penelitian .....................................................................................143.7 Analisa Data ...............................................................................................14BAB IV HASIL DAN DISKUSI4.1 Hasil ..........................................................................................................174.2 Diskusi.......................................................................................................18BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ....................................................................................205.2 Saran .............................................................................................20DAFTAR RUJUKAN ...............................................................................................21

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Agroforestri Sederhana .5Gambar 2.2 Agroforest Kompleks 6Gambar 2.3 Perkembangan sistem kebun talun ...8

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Agroforestri merupakan manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang berperan serta (Anonymous, 1990).

Tujuan agroforestri untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat petani, terutama di sekitar hutan yaitu dengan memprioritaskan partisipasi aktif masyarakat dan memperbaiki keadaan lingkungan yang rusak dan berlanjut dengan pemeliharaannya. Program agroforestri biasanya diarahkan pada peningkatan dan pelestarian produktivitas sumberdaya yang akhirnya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat sendiri (Triwanto, 2002).

Agroforestri berpotensi sebagai suatu upaya konservasi tanah dan air, serta menjamin keberlanjutan produksi pangan, bahan bakar, pakan ternak maupun hasil kayu, khususnya dari lahan marginal dan terdegradasi. Agroforestri sebagai istilah kolektif bagi sistem dan teknologi penggunaan lahan yang sesuai diterapkan pada lahan pertanian beresiko tinggi terhadap erosi, terdegradasi, dan lahan marginal (Nair, 1993).

Pengembangan agroforestri diarahkan untuk meningkatkan produktivitas hasil hutan, meningkatkan peran/serta dan kesempatan kerja, produktivitas tenaga kerja, pendapatan dan mengentaskan kemiskinan secara terus menerus dan berkelanjutan (Triwanto, 2000a). Masyarakat harus melakukan konservasi tanah dan air dilakukan secara vegetatif yang berupa penanaman campuran termasuk tanaman, tumpangsari (agroforestri) dan tumpang gilir serta teknik konservasi dengan bangunan teknis berupa teras gulud maupun teras bangku termasuk pembuatan pematang kontur dan pembuatan saluran air (Anonymous, 1997 dan Triwanto, 2000b).

Indonesia termasuk salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan tropis terluas di dunia. Luas kawasan hutannya mencapai 120,4 juta ha atau sekitar 68% dari total luas wilayah daratan. Hutan Indonesia menjadi habitat bagi

spesies flora dan fauna penting dunia. Secara ekonomi, sejak tahun 1980- an, sumber daya hutan telah banyak memberi sumbangan terhadap peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB) Indonesia yang cukup pesat (De Foresta dan Michon, 1997).

Tidak hanya hutan tropis saja, banyak jenis hutan lain yang terdapat di Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Timur. Salah satu contohnya adalah hutan agroforestry yang ada di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pada Kecamatan Ngantang, terdapat hutan yang luasnya 11.195 ha. Terjadi pula peningkatan kepadatan penduduk dari 587 jiwa/km2 pada tahun 1990 menjadi 657 jiwa/km2 di tahun 2000. Disinyalir terjadi peningkatan aktivitas manusia di dalam menggunakan lahan yang mengakibatkan terjadi alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian atau bisa disebut dengan system agroforestri. Dalam kurun waktu 1990 2000, terjadi penurunan luasan hutan yang diiringi meningkatnya luasan semak belukar dan perkebunan.1.2 Rumusan Masalah:Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.1. Bagaimana bentuk agroforestri yang ada di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang?2. Bagaimana proses yang terjadi dalam sistem agroforestri di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang?3. Bagaimana peranan agroforestri dalam pelestarian sumber daya hutan di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang?1.3 Tujuan:1. Mengenal bentuk agroforestri yang ada di Kecamatan Ngantang

Kabupaten Malang2. Memahami proses yang terjadi dalam sistem agroforestri di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang3. Mengetahui peranan agroforestri dalam pelestarian sumber daya hutan di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang1.4 Manfaat: 1. Agar masyarakat mengenal bagaimana bentuk hutan agroforestry dan manfaaat hutan agroforestry untuk kehidupan.

2. Agar pemenrintah mendukung system agroforestry dan mulai bekerjasama dengan para petani yang memiliki lahan.

BAB IIKAJIAN TEORI2.1 Bentuk Agroforestri Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan tropis terluas di dunia. Luas kawasan hutannya mencapai 120,4 juta ha atau sekitar 68% dari total luas wilayah daratan. Hutan Indonesia menjadi habitat bagi spesies flora dan fauna penting dunia. Secara ekonomi, sejak tahun 1980- an, sumber daya hutan telah banyak memberi sumbangan terhadap peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB) Indonesia yang cukup pesat (De Foresta dan Michon, 1997).

Para petani yang ada di Indonesia mengolah lahan hutan yang ada dengan menerapkan berbagai system, salah satunya adalah system agroforestry. System ini sudah sejak lama dilakukan petani di Indonesia di mana pada lahan hutan pekarangan di sekitar tempat tinggal petani ditanami kopi, pisang, durian dan berbagai tumbuhan perkebunan lainnya.Agroforestri sendiri merupakan manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang berperan serta (Anonymous, 1990). System agroforestry memiliki 2 bentuk yaitu agroforestry sederhana dan agroforestry kompleks.

A. Sistem Agroforestri SederhanaModel agroforestry sederhana adalah perpaduanperpaduan konvensional yang terdiri atas sejumlah kecil unsur, yang menggambarkan apa yang kini dikenal sebagai skema agroforestry klasik. Bagi kalangan penelitian dan lembaga yang menangani agroforestry, tampaknya sistem agroforestry sederhana ini menjadi perhatian yang utama (Steppler dan Nair, 1987). Bentuk agroforestry sederhana yang paling banyak dibahas adalah tumpangsari (Karta Subrata, 1986), yang merupakan sistem naungan versi Indonesia yang diwajibkan di areal hutan jati di Pulau Jawa.

Sistem agroforestry sederhana dalam versi Indonesia, dikenal dengan taungya yang diwajibkan di areal hutan jati di Jawa dan dikembangkan dalam rangka program perhutanan sosial dari Perum Perhutani. Pada lahan tersebut petani diijinkan untuk menanam tanaman semusim di antara pohon jati muda. Hasil tanaman semusim diambil oleh petani, namun petani tidak diperbolehkan menebang atau merusak pohon jati dan semua pohon tetap menjadi milik Perum Perhutani. Bila pohon telah menjadi dewasa, tidak ada lagi pemaduan dengan tanaman semusim karena adanya masalah naungan dari pohon. Jenis pohon yang ditanam khusus untuk menghasilkan kayu bahan bangunan (timber) saja, sehingga akhirnya terjadi perubahan pola tanam dari sistem tumpangsari menjadi perkebunan jati monokultur. Sistem sederhana tersebut sering menjadi penciri umum pada pertanian komersial (Michon dan De Foresta, 1995).Dalam perkembangannya, sistem agroforestri sederhana ini juga merupakan campuran dari beberapa jenis pohon tanpa adanya tanaman semusim. Sebagai contoh, kebun kopi biasanya disisipi dengan tanaman dadap (Erythrina) atau kelorwono disebut juga gamal (Gliricidia) sebagai tanaman naungan dan penyubur tanah.

Gambar 2.1 Agroforestri Sederhana: Tembakau ditanam di antara barisan pohon siwalan di Sumenep, Madura. (Foto. Widianto)B. Sistem Agroforestri Kompleks

Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Penciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai Agroforest (Noviana et al., 2009).

Seperti halnya pada sistem-sistem agroforestry sederhana, sumber daya air dan tanah dilindungi dan dimanfaatkan. Tetapi lebih dari itu, pada agroforestry sejumlah besar keanekaragaman flora dan fauna asal hutan alam tetap dipelihara. Inilah ciri khas agroforestry yang membedakannya dari sistem pertanian dan agroforestry lainnya (Nair, 1987).Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, sistim agroforestri kompleks ini dibedakan menjadi dua, yaitu kebun atau pekarangan berbasis pohon (home garden) yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan agroforest, yang biasanya disebut hutan yang letaknya jauh dari tempat tinggal (De Foresta et al., 2000). Contohnya hutan damar di daerah Krui, Lampung Barat atau hutan karet di Jambi.

Gambar 2.2 Agroforest Kompleks: Kebun damar di Krui, Lampung Barat (De Foresta et al, 2000).Pada salah satu hutan di Kecamatan Ngantang tepatnya di Desa Mulyorejo diterapkan system agroforestry kompleks yang ditunjukkan dengan penanaman pohon pinus diselingi berbagai macam tanaman perkebunan seperti pisang, kopi durian dan sebagainya. Terdapat hutan yang luasnya 11.195 ha di Kecamatan Ngantang dimana sekitar tahun 1974 Perum Perhutani menawarkan kepada petani program tumpangsari dan setiap petani yang mengikuti program ini berhak mengelola tanah seluas 0.5 ha.

Setiap petani memperoleh bibit mahoni atau pinus untuk ditanam. Mahoni dan pinus merupakan pohon penghasil timber sebagai sumber keuntungan bagi Perhutani. Lahan dibuka dari hutan primer, kemudian ditanami jagung atau ubi kayu di antara pohonpohon pinus yang baru ditanam. Sistem ini terus berlangsung sampai tanaman pinus berumur 5 tahun, kemudian karena pertumbuhan mahoni kurang baik Perhutani menawarkan kepada masyarakat untuk menanam kopi di antara tanaman pinus, asalkan keamanan dan perawatan pohon pinus tetap terjaga. Tawaran ini disambut baik oleh petani setempat karena harga biji kopi cukup menarik. Bibit kopi yang ditanam adalah swadaya petani setempat. Selain kopi, petani juga menanam pisang sebagai naungan kopi.2.2 Proses Yang Terjadi Dalam Sistem AgroforestriPada prinsipnya, bentuk, fungsi, dan perkembangan agroforest itu dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologis dan sosial (FAO dan IIRR, 1995), antara lain sifat dan ketersediaan sumberdaya di hutan, arah dan besarnya tekanan manusia terhadap sumberdaya hutan, organisasi dan dinamika usaha tani yang dilaksanakan, sifat dan kekuatan aturan sosial dan adat istiadat setempat, tekanan kependudukan dan ekonomi, sifat hubungan antara masyarakat setempat dengan dunia luar, perilaku ekologis dari unsur pembentuk agroforest, stabilitas struktur agroforest, cara pelestarian yang dilakukan.Proses dalam system agroforestry sendiri bermula dari terbentuknya pekarangan atau kebun yang merupakan sistem bercocok tanam berbasis pohon yang paling terkenal di Indonesia selama berabad-abad. Kebun yang umum dijumpai di Jawa Barat adalah sistem pekarangan, yang diawali dengan penebangan dan pembakaran hutan atau semak belukar yang kemudian ditanami dengan tanaman semusim selama beberapa tahun (fase kebun). Pada fase ke dua pohon buah (durian, rambutan, pepaya, pisang) ditanam secara tumpang sari dengan tanaman semusim (fase kebun campuran). Pada fase ketiga beberapa tanaman asal hutan yang bermanfaat dibiarkan tumbuh sehingga terbentuk pola kombinasi tanaman asli setempat misalnya bambu, pohon penghasil kayu lainnya dengan pohon buah (fase talun). Pada fase ini tanaman semusim yang tumbuh di bawahnya amat terbatas karena banyaknya naungan. Fase perpaduan berbagai jenis pohon ini sering disebut dengan fase talun. Dengan demikian pembentukan talun memiliki tiga fase yaitu kebun, kebun campuran dan talun (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Perkembangan sistem kebun talun (De Foresta et al, 2000).

Untuk proses agroforestry di Kecamatan Ngantang sendiri sama dengan uraian di atas yaitu melalui fase kebun, fase kebun campuran dan fase talun. Proses- proses ini terjadi dengan olah tangan petani sehingga suatu system agroforestry dapat terwujut di Desa mulyorejo Kecamatan Ngantang.2.3 Peranan Agroforestri Dalam Pelestarian Sumber Daya Hutan Secara umum agroforestri memainkan peran penting dalam pelestarian sumberdaya hutan baik nabati maupun hewani karena struktur dan sifatnya yang khas. Agroforestri menciptakan kembali arsitektur khas hutan yang mengandung habitat mikro, dan di dalam habitat mikro ini sejumlah tanaman hutan alam mampu bertahan hidup dan berkembang biak. Kekayaan flora semakin besar, jika di dekat kebun terdapat hutan alam yang berperan sebagai sumber (bibit) tanaman. Bahkan ketika hutan alam sudah hampir lenyap sekalipun, warisan hutan masih mampu terus berkembang dalam kelompok besar: misalnya kebun campuran di Maninjau melindungi berbagai tanaman khas hutan lama di dataran rendah, padahal hutan lindung yang terletak di dataran lebih tinggi tidak mampu menyelamatkan tanaman-tanaman tersebut (Noviana et al., 2009).Di pihak lain, agroforest merupakan struktur pertanian yang dibentuk dan di rawat. Tanaman bermanfaat yang umum dijumpai di hutan alam menghadapi ancaman langsung karena daya tarik manfaatnya. Dewasa ini sumber daya hutan dikuras tanpa kendali. Berbeda dengan kebun agroforest, bagi petani, agroforest merupakan kebun bukan hutan. Agroforest merupakan warisan sekaligus modal produksi. Sumberdayanya, baik yang tidak maupun yang sengaja ditanam, dimanfaatkan dengan selalu mengingat kelangsungan dan kelestarian kebun (Noviana et al., 2009). Pohon di hutan dianggap tidak ada yang memiliki. Sebaliknya, pohon di kebun ada pemiliknya sehingga pohon tersebut mendapat perlindungan yang lebih efektif daripada yang terdapat di hutan negara. Sumber daya hutan di dalam agroforest dengan demikian turut berperan dalam mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam. Secara tidak langsung agroforest turut melindungi hutan alam (Triwanto, 2002).Aneka kebun campuran di pedesaan di Jawa mempunyai peranan penting bagi pelestarian kultivar pohon (tradisional) buah-buahan dan tanaman pangan. Karena kendala ekonomi dan keterbatasan ketersediaan lahan, maka kebun tersebut tidak dapat berfungsi sebagai tempat berlindung jenis tanaman yang tidak bernilai ekonomi bagi petani. Di Sumatera dan Kalimantan, agroforest masih mampu menawarkan pemecahan masalah pelestarian tanaman hutan alam dan sekaligus dapat diterima pula dari sudut ekonomi (Michon dan de Foresta, 1995).

Adanya perubahan sosial ekonomi dapat mempengaruhi sifat dan susunan kebun, sehingga dikhawatirkan banyak spesies yang terancam kepunahan. Pada gilirannya sumberdaya tersebut akan punah dan usaha penyelamatannya belum terbayangkan. Apakah seluruh sumberdaya genetik yang ada dalam agroforest dapat disimpan dalam lahan-lahan khusus atau bank benih.Untuk meningkatkan keberhasilan perlindungan terhadap sumber daya alam, maka petani harus dilibatkan pada setiap usaha pelestarian alam, misalnya dengan memberikan pengakuan terhadap agroforest yang sudah ada dan melaksanakan budidaya agroforest di pinggiran kawasan taman-taman nasional. Upaya melestarikan alam harus sekaligus dapat memenuhi kebutuhan penduduk setempat. Gagasan ini bukan khayalan, karena secara tradisional telah dirintis oleh petani agroforest. Pada akhirnya agroforest di daerah tropika merupakan lahan berharga bagi eksplorasi genetik dan etno-botani. Pengetahuan petani pengelola agroforest seyogyanya tidak lagi diremehkan oleh para pengelola hutan (Noviana et al., 2009). Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ( PHBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama-sama antara Perum Perhutani dan masyarakat desa, atau Perum Perhutani dan Masyarakat Desa Hutan (MDH) dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) berdasarkan prinsip berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Pada prinsip berbagi ada pembagian peran, tanggung jawab, faktor produksi (input) hingga pembagian hasil (output). Dalam PHBM, pemberdayaan masyarakat bukan suatu program tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pengelolaan hutan. (Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani Nomor 136/KPTS/DIR/2001) (Noviana et al., 2009).

PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional dan professional. Salah satu tujuan dari Program PHBM adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Akan tetapi tidak semua masyarakat yang tinggal di sekitar hutan mendapatkan lahan dari Perhutani melalui program PHBM. Ada beberapa kriteria masyarakat yang dapat menerima program PHBM? antara lain:? Masyarakat yang kurang mampu/miskin? Masyarakat yang tidak memiliki lahan pertanian ?Masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan Janda Pada awal program, banyak masyarakat miskin di Kecamatan Ngantang dan Pujon yang menjadi peserta PHBM dan mendapatkan hak kelola lahan dari Perhutani. Namun, kemudian banyak terjadi kasus pengalihan hak kelola lahan Perhutani oleh peserta PHBM yang miskin kepada orang yang lebih mampu, terutama terjadi di wilayah Kecamatan Pujon. Mereka menyebut pengalihan hak kelola ini dengan istilah uang ganti rugi. Padahal menurut aturan PHBM, lahan yang diberikan tidak boleh dipindahtangankan. Karena lahan garapan telah dipindahtangankan, maka sekarang mereka tidak memiliki lahan lagi, sehingga dampak dari program PHBM ini tidak dapat dirasakan, terutama terhadap pendapatan mereka (Noviana et al.,2009).PHBM ini juga diterapkan pada warga Desa Mulyorejo Kecamatan Ngantang yang memiliki hutan agroforestry dimana penerapannya memakai prinsip bagi hasil antara petani tau pemilik hutan dengan pihak Perhutani. Petani sekaligus pemilik hutan agroforestry di Desa Mulyorejo juga merasakan peran dari agroforestry seperi pada uraian di atas, terutama peran dalam segi ekonomi dimana meningkat seiring lamanya menggunakan system agroforestry.BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah metode wawancara langsung ke petani program tumpangsari atau program agroforestri sederhana dan warga sekitar hutan, observasi langsung ke hutan agroforestry di Desa Mulyorejo Kecamatan Ngantang serta penyebaran angket.

Observasi adalah metode atau cara yang menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Cara atau metode tersebut dapat juga dikatakan dengan menggunakan teknik dan alat khusus seperti blanko, check list atau daftar isian yang telah dipersiapkan sebelumnya (Ngalim, 2008).

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan panduan wawancara (interview guide). Walaupun wawancara adalah proses percakapan yang berbentuk tanya jawab dengan tatap muka, wawancara adalah suatu proses pengumpulan data untuk suatu penelitian (Ngalim, 2008).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian3.2.1 Penelitian selesai pada bulan Oktober 20143.2.2 Penelitian dilakukan di Desa Mulyorejo Kecamatan Ngantang Kecamatan Malang, Jawa Timur

Mulyorejo adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 3 dusun, Yaitu dusun Maron, Suko Anyar, Kambal, Sidorjo. Lokasi hutan agroforestry sendiri terlatak pada dusun maron dengan lokasi hutan tepat dipinggir jalan di belakang rumah warga.

3.3 Subyek PenelitianTiga orang petani program tumpangsari/program agroforestri, serta tiga orang warga di sekitar lahan agroforestry di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang, Jawa Timur untuk diwawancarai.3.4 Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data yang digunakan adalah wawancara. Wawancara merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh periset untuk memperoleh data dari sumbernya secara langsung melalui proses komunikasi atau dengan mengajukan pertanyaan (Churchill, 2005). Sebelum menyusun pertanyaan untuk wawancara, ada beberapa tahap yang harus dilakukan antara lain:1. menetapkan informasi yang ingin diketahui

2. menetukan jenis wawancara dan metode administrasinya

3. menentukan isi dari masing-masing pertanyaan

4. menentukan banyak respon atas tiap pertanyaan

5. menentukan kata yang digunakan untuk setiap pertanyaan

6. menentukan karakteristik fisik wawancara7. menguji kembali langkah satu sampai tujuh dan melakukan perubahan jika perlu

8. melakukan uji awal atas wawancara dan melakukan perubahan jika perluSelanjutnya metode yang kami gunakan adalah observasi yang merupakan metode atau cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Disini kami melakukan pengamatan langsung ke hutan agroforestry di Desa Mulyorejo Kecamatan Ngantang .

3.5 Alat Penelitian3.5.1 Daftar Pertanyaan Wawancara

Dengan jumlah 10 pertanyaan berdasarkan pada pengetahuan tentang system agroforestry yang diterapkan pada hutan di Dusun Maron Desa Mulyorejo, Kecamatan Ngantang untuk mendapatkan hasil datatentang penerapan system agroforestry di kawasan tersebut.

Berikut adalah daftar pertanyaan yang kami susun: 1. Apa yang melatar belakangi pembuatan agroforestri pada kawasan ini ?

2. Sudah berapa lama pembuatan agroforestri pada kawasan ini ?

3. Bagaimana cara melakukan agroforestri ?

4. Apa saja tanaman yang bisa ditanaman untuk agroforestri?

5. Bagaimana cara menanam tanaman pada kawasan ini?

6. Apakah ada cara khusus untuk merawat tanaman agroforestri ?7. Berapa lama tanaman agroforestri dapat dipanen ?

8. Bagaimana cara memanennya ?

9. Bagaimana hasil panen tanaman agroforestri ?10. Apakah ada perbandingan ekonomi pada masyarakat setelah adanya program agroforesti ?

3.5.2 Kamera

3.5.3 Tape Recorder

3.6 Prosedur Penelitian3.6.1 Langkah Persiapan

3.6.1.1 Mencari informasi via internet, buku dan jurnal

3.6.1.2 Menyusun kerangka makalah

3.6.1.3 Observasi tempat penelitian

3.6.2 Implementasi

3.6.2.1 Melakukan wawancara dan melakukan observasi langsung3.6.3 Langkah Akhir

3.6.3.1 Melaporkan hasil penelitian

3.7 Analisis Data

Menurut Pak Martani sekertaris kelompok tani Wono Lestari, pertama kali terbentuknya tumpang sari akibat adanya penjarahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Maron. Awal kerjasama petani dengan pihak perhutani karena adanya manfaat yang didapat oleh petani dan pihak perhutani. Kerjasama ini sudah dimulai sejak tahun 2005. Kerjasama ini sudah berjalan sekitar 9 tahun lamanya dan memberikan banyak manfaat bagi petani dan pihak perhutani. Petani menanam tanaman tumpang sari dengan bibit tanaman dari petani sendiri sedangkan lahannya merupakan pembagian lahan bantuan dari perhutani. Sedangkan untuk perawatan tanamannya itu murni dari petani sendiri tanpa bantuan pihak perhutani.

Tanaman tumpangsari yang biasa di tanam di lahan agroforestri itu seperti tanaman singkong, kopi, jagung, bawang merah, jahe, kunyit, ataupun tanaman yang menghasilkan buah seperti pisang, alpukat, nangka, durian dan sebagian tamanan hutan asli seperti pinus dan pohon karet. Tanaman tumpangsari biasanya ditanam pada saat musim hujan karena sumber pengairan yang digunakan tergantung pada hujan sedangkan pada musim kemarau jarang ditanami karena tidak adanya sumber pengairan dan tanaman yang ditanam rentan untuk layu bahkan mati kekeringan .

Cara merawat tanaman tumpangsari cukup mudah hanya diberi pupuk tiga kali setahun. Petani menanaman tanaman pada musim hujan sedangkan pada musim kemarau hanya tanaman tertentu saja yang bisa bertahan dengan kondisi air yang sedikit seperti karet, pinus, kopi. Masing- masing tanaman tumpangsari memiliki usia panen yang berbeda-beda tergantung jenis tanamannya. Seperti kopi memiliki usia panen yang lama yaitu satu tahun baru bisa dipanen. Sedangkan bawang merah memiliki usia panen yang lebih singkat yakni usia panen 3 bulan sekali sudah bisa dipanen jadi selama satu tahun petani dapat memanen hingga empat kali. Sama halnya dengan kopi, masa panen jahe dan alpukat juga cukup lama yaitu satu tahun sekali baru bisa dipanen

Panen dilakukan oleh petani yang mengolah tumpang sari atau agroforesti disekitar hutan secara langsung tanpa dibantu oleh pihak perhutani. Hasil panen dari tumpang sari biasanya langsung dijual pada tengkulak atau pembeli yang langsung datang dan membeli pada petani. Alasan dari petani untuk menjual langsung kepada pembeli yang datang atau ke tengkulak karena kelompok tani Wono Lestari belum mempunyai badan usaha koperasi yang mampu menampung hasil panen para petani, hal ini pula yang mendorong Bapak Martani untuk mendirikan koperasi khususnya bagi kelompok tani Wono Lestari agar ada yang menampung hasil panen para petani.

Sebagai bentuk pembagian hasil dari kerjasama petani dan pihak perhutani, hasil panen para petani biasanya disisihkan 6% dari hasil panen untuk diberikan kepada pihak perhutani oleh kelompok usahatani Desa Mulyorejo kepada pihak perhutani.

Adanya agroforestri dapat dirasakan manfaatnya oleh para petani. Sebelum adanya agroforestri, rata-rata pekerjaan mereka yaitu pencari kayu bakar, pencari rumput untuk pakan ternak, bahkan adapula yang bekerja sebagai buruh tani yang mengolah sawah orang lain. Keuntungan yang didapat para petani dari pengadaan tumpang sari yaitu kondisi ekonomi semakin meningkat ditandai dengan makin banyaknya petani yang membuka dan mengolah lahan perhutani, karena sebagian besar dari petani tumpangsari tidak memiliki sawah sehingga dengan adanya agroforestri mendorong para warga yang tidak memiliki sawah dapat mengolah lahan perhutani sehingga dapat meningkatkan perekonomiannya menjadi lebih baik dan perlahan warga bisa hidup dengan sejahtera, berbeda jauh ketika sebelum adanya agroforesti atau tumpang sari. Keuntungan dengan adanya agroforestri tidak hanya dirasakan oleh para petani tetapi juga dirasakan oleh pihak perhutani yakni dengan adanya sistem argoforestri, pihak perhutani dapat merasakan hasil panen dari tanaman tumpangsari yang besarnya 6%.

Untuk hasil wawancara dari warga sekitar didapatkan hasil yang kurang mendukung karena umumnya warga sekitar hutan tidak mengetahui bagaimana system agroforestry diterapkan karena mereka bukan pemilik dan pengolah hutan agroforestry sendiri melainkan hanya warga yang rumahnya dekat dengan hutan saja.

BAB IVHASIL DAN DISKUSI

4.1 HASIL

1. Apa yang melatar belakangi pembuatan agroforestri pada kawasan ini ?

Jawab :Pertamanya bekerjasama dengan perhutani dengan petani disekitar hutan. Dimulai dengan penjarahan hutan atau tebang tanam hutan disekitar Dusun Maron, sejak 2005.2. Sudah berapa lama pembuatan agroforestri pada kawasan ini ?

Sudah lama sekitar 9 tahun lamanya. 3. Bagaimana cara melakukan agroforestri ?

Jawab :Kami menanam tanaman tumpang sari dengan bibit tanaman dari kami sendiri sedangkan lahannya pembagian lahan bantuan dari perhutani. Sedangkan untuk perawatan tanamannya itu murni dari petani sendiri tanpa bantuan pihak perhutani.

4. Apa saja tanaman yang bisa ditanam untuk agroforestri?

Jawab :Tanaman yang biasa di tanaman itu seperti singkong, kopi, jagung, brambang, jahe, kunyit, ataupun tanaman yang menghasilkan buah(pisang, alpukat, nangka, durian) dan sebagaian tamanan hutan asli seperti pinus dan pohon karet. 5. Bagaimana cara menanam tanaman pada kawasan ini?

Jawab :

Tanaman biasanya ditanam pada saat musim hujan karena pada saat musim kemarau air tidak banyak

6. Apakah ada cara khusus untuk merawat tanaman agroforestri ?Cara merawat tanaman hanya dengan pemberian pupuk tiga kali setahun. ditanaman saat musim hujan sedangkan pada musim kemarau hanya tanaman yang bisa bertahan dengan kondisi air yang sedikit.7. Berapa lama tanaman agroforestri dapat dipanen ? Jawab : Masing- masing tanaman itu usianya berbeda mbak. Seperti kopi itu biasanya 1 tahun baru bisa dipanen. Bawang merah 3 bulan sekali sudah bisa dipanen. Jahe 1 tahun baru bisa dipanen,sedangkan alpukat 1 tahun sekali baru bisa dipanen mbak.8. Bagaimana cara memanennya ?

Jawab :

Panen dilakukan oleh petani yang mengolah tumpang sari atau agroforesti disekitar hutan secara langsung tanpa dibantu oleh pihak perhutani.9. Bagaimana hasil panen tanaman agroforestri ?

Jawab :

Hasil panen dari tumpang sari biasanya langsung dijual pada tengkulak atau pembeli yang langsung membeli pada petani. Karena kelompok tani masih belum membuat koperasi. Hasil panen biasanya 6% dari hasil panen diberikan untuk pihak perhutan oleh kelompok usahatani Desa Mulyorejo kepada pihak perhutani.10. Apakah ada perbandingan ekonomi pada masyarakat setelah adanya program agroforesti ?Kondisi ekonomi semakin meningkat dan perlahan warga bisa hidup dengan sejahtera. Berbeda dengan sebelum adanya agroforesti atau tumpang sari. 4.2 DISKUSI

Untuk hasil wawancara yang kami pakai hanya dari satu sumber saja karena jawaban yang diberikan sudah cukup lengkap dan mencangkup dari sumber lainnya.

System agroforestry di Desa Mulyorejo Kecamatan ngantang diterapkan dengan pengkombinasian pohon pinus dan pohon karet dengan tanaman tumpangsari yang biasa seperti tanaman singkong, kopi, jagung, bawang merah, jahe, kunyit, ataupun tanaman yang menghasilkan buah seperti pisang, alpukat, nangka, durian dan sebagian tamanan hutan asli seperti pinus. Pohon penyusun hutan agroforestry pada Desa Mulyorejo ini tidak jauh berbeda dengan pohon pada hutan agroforestry di Desa Mentaraman Kecamatan Donomulyo yang mengkombinasikan pohon pinus dengan ubi jalar dan jagung sesuai dengan penelitian Joko Triwanto, dkk (2012). Penerapan system agroforestry sendiri memliki banyak kesamaan antara daerah satu dengan daerah lain terutama pada tanaman hutan yang umumnya pinus, tetapi variasi muncul pada tanaman perkebunan yang sedikit berbeda antar daerah.

Tidak jauh berbeda dengan Desa Mulyorejo dan Desa mentaraman, groforestry yang diterapkan di Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran merupakan kombinasi tanaman berkayu (pohon) dengan tanaman bukan kayu (pertanian dan perkebunan) dengan jenis pohon seperti Cempaka, Bayur, Jati, Sengon, Medang dan Waru sedangkan jenis-jenis tanaman pertanian dan MPTS (Multi Purpose Tree Species) yang banyak ditanam meliputi Kakao, Pisang, Kopi, Kelapa, Pala, Cengkeh, Durian dan Petai. Diantara berbagai jenis tanaman yang ditanam masyarakat tersebut, jenis tanaman Kakao yang paling mendominasi sebesar 60%.

Secara keseluruhan lahan agroforestri yang dikelola di ketiga desa di atas merupakan tanah milik pemerintah yang dikhususkan untuk diolah masyarakan dan diterapkan sistim bagi hasil saat petani mulai memanen.BAB IVPENUTUP

5. 1 KESIMPULAN

Sistem agroforestri yakni sistem pertanian dengan cara penanaman tanaman secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman yang semusim misalnya pinus, karet, kopi, jahe, dan kunyit. Sistem tumpang sari dibedakan menjadi sistem agroforestri sederhana dan kompleks. Pada hasil wawancara kami, kelompok tani Dusun Maron, Desa Mulyorejo menggunakan sistem agroforestri kompleks. pengertian dari agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Agroforestri kompleks diterapkan oleh kelompok tani Dusun Maron dengan menanam tumpangsari kawasan hutan dengan berbagai macam tanaman seperti kopi, jahe, bawang merah dan kunyit.

Sistem agroforesti ini memberikan banyak manfaat selain untuk para petani juga memberikan manfaat bagi pihak perhutani. Manfaat yang dirasakan oleh para petani Dusun Maron yaitu terjadi peningkatan ekonomi yang semula bekerja sebagai buruh tani ataupun pencari kayu bakar dihutan sekarang menjadi petani dengan hasil yang menjanjikan tanpa harus memiliki lahan atau sawah. 5.2 SARAN

Penerapan sistem agroforestri merupakan salah satu rangka pengelolaan hutan yang ada di Malang khususnya di Dusun Mulyorejo. Sistem agroforestri ini selain menguntungkan petani juga menguntungkan pihak perhutani. Adanya kerjasama yang baik antara duabelah pihak menjadikan agroforestri dianggap sebagai salah satu bentuk pengelolaan hutan yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat disekitar hutan.

DAFTAR RUJUKANAnonymous 1992 . Manual Kehutanan . Departemen Kehutanan R.I. Jakarta.

__________ 1997. Pengelolaan Sumber daya lahan kering di Indonesia. Pusat Penyuluhan Kehutanan. Jakarta.Churchill, gilbert A. 2005. Dasar-Dasar Riset Pemasaran. Edisi 4 jilid i alih bahasa oleh andriani,dkk. Penerbit Erlangga. Jakarta.

De Foresta H and Michon G, 1997. The agroforest alternative to Imperata grasslands: when smallholder agriculture and forestry reach sustainability. Agroforestry Systems 36:105-120.

De Foresta H, Kusworo A, Michon G dan Djatmiko WA, 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan Agroforest Khas Indonesia Sebuah Sumbangan

Masyarakat. ICRAF, Bogor. 249 pp.

Drs. M. Ngalim Purwanto. M.P. 2008. Prinsip-Prinsip Evaluasi Pengajaran. Jakarta.

FAO, IIRR, 1995. Resource management for upland areas in SE-Asia. An Information Kit. Farm field document 2. Food and Agriculture Organisation of the United Nations, Bangkok, Thailand and International Institute of Rural Reconstruction, Silang, Cavite, Philippines. ISBN 0-

942717-65-1:p 207

Karta Subrata, j. 1986. Agroforestry in Indonesia with Special Referenci to Tumpangsari in Forest Area. In : omperativ Studies on The Utilization and Konservation of the Natura Enviroment by Agroforestry System. MAART c/o Laboratory of Forest Resource . Faculty of Aglicultur Kyioto University. Japan.

Michon G and de Foresta H, 1995. The Indonesian agro-forest model: forest resource management and biodiversity conservation. Dalam: Halladay P and Gilmour DA (eds.), Conserving Biodiversity outside protected areas. The role of traditional agroecosystems. IUCN: 90-106

Nair, P.K.R. 1987. Agroforestry System Inventory. Agroforestry System 5 : 301- 317. Marinus Nyhoff The Netherlands.

Nair PKR, 1993. An introduction to Agroforestry. Kluwer Academic Publisher, The Netherlands. 499. Noviana Khususiyah, Suyanto dan Yana Buana.2009. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) : Pembelajaran Keberhasilan & Kegagalan Program.Brief no.01 Policy Analysis Unit World Agroforestry Centre-ICRAF pg 1-3

Steppler, N.A and Nair, B.K.R (editor).1987. Agroforestry a Decade of Development. ICRAF, Nairobi. Kenya.

Triwanto, J., 2000a. Seminar Sehari Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Himpunan Mahasiswa Jurusan Silva. Tidak dipublikasikan. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Triwanto, J., 2000b. Seminar Sehari Perhutanan Sosial bagi Kelompok Pondok Pesantren. Tidak dipublikasikan. Universitas Islam Malang.Triwanto, J., 2002. Buku Ajar Agroforestry. Tidak dipublikasikan. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Lampiran

Pedoman Wawancara

Pertanyaan penelitian yang disusun sebagai sebuah panduan wawancara yang menggali data pada responden anak antara lain:1. Apa yang melatar belakangi pembuatan agroforestri pada kawasan ini ?

2. Sudah berapa lama pembuatan agroforestri pada kawasan ini ?

3. Bagaimana cara melakukan agroforestri ?

4. Apa saja tanaman yang bisa ditanaman untuk agroforestri?

5. Bagaimana cara menanam tanaman pada kawasan ini?

6. Apakah ada cara khusus untuk merawat tanaman agroforestri ?

7. Berapa lama tanaman agroforestri dapat dipanen ?

8. Bagaimana cara memanennya ?

9. Bagaimana hasil panen tanaman agroforestri ?

10. Apakah ada perbandingan ekonomi pada masyarakat setelah adanya program agroforesti ?

ii

iii

iv

v

vi

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22