Click here to load reader
Upload
shofi
View
252
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
No Vel FAIR ish
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecacingan (Ascariasis dan Trichuriasis)
1. Definisi
Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing
Ascaris lumbricoides dalam tubuh manusia. Spesies cacing yang
menginfeksi ditularkan melalui tanah dan disebut Soil Transmitted
Helminthes. Sedang Trichuriasis adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi cacing Thrichuris trichiura dalam tubuh manusia(1)
.
2. Penyebab Kecacingan
Penyakit kecacingan atau bisa pula disebut dengan penyakit
cacingan sangat berkaitan erat dengan masalah hygiene dan sanitasi
lingkungan. Di Indonesia masih banyak tumbuh subur penyakit cacing
penyebabnya adalah hygiene perorangan sebagian masyarakat yang masih
kurang. Kebanyakan penyakit cacing ditularkan melalui tangan yang
kotor. Kuku jemari tangan yang kotor dan panjang sering terselipi telur
cacing karena kebiasaan anak bermain ditanah(1)
.
3. Cara Penularan
Perilaku anak Buang Air Besar (BAB) di jamban atau di
sembarang tempat menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh
tinja yang berisi telur cacing. Penyebaran infeksi kecacingan tergantung
dari lingkungan yang tercemar tinja yang mengandung telur cacing.
Infeksi pada anak sering terjadi karena menelan tanah yang tercemar telur
cacing atau melalui tangan yang terkontaminasi telur cacing. Penularan
melalui air sungai juga dapat terjadi, karena air sungai sering digunakan
untuk berbagai keperluan sehari-hari, Perilaku anak jajan di sembarang
tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol oleh orang tua dan tidak
terlindung dan dapat tercemar oleh debu dan kotoran yang mengandung
telur cacing, hal ini dapat menjadi sumber penularan infeksi kecacingan
pada anak. Selain melalui tangan, transmisi telur cacing juga dapat melalui
makanan dan minuman, terutama makanan jajanan yang tidak dikemas dan
tidak tertutup rapat. Telur cacing yang ada di tanah/debu akan sampai pada
makanan tersebut jika diterbangkan oleh angin atau dapat juga melalui
lalat yang sebelumnya hinggap di tanah / selokan,yang kaki – kakinya
membawa telur cacing tersebut, terutama pada jajanan yang tidak
tertutup(1)
.
4. Gejala / Tanda Kecacingan
Secara umum, tanda yang terlihat pada anak yang terkena
kecacingan adalah :
a. Badan terasa lemah, neusea, sakit perut, lesu, anemia, penurunan berat
badan dan kadang-kadang diare dengan tinja berwarna hitam.
b. Pada infeksi ringan gangguan Gastro Intestinal ringan.
c. Menimbulkan anemia pada penderita.
e. Pada infeksi berat dapat meyebabkan gejala mual, muntah, anoreksia
bahkan ileus.
f. Menimbulkan penyakit ”Ground itch” (cotaneous larva migrans) dengan
gejala :gatal-gatal, erythema, papula, erupsi dan vesicula pada kulit
5. Kelas Nematoda
Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang
berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi:
a. Nemathelminthes (cacing gilik) (nema=benang)
b. Plathyhelminthes (cacing pipih)
Stadium dewasa cacing – cacing yang termasuk Nemathelminthes
(kelas nematoda) berbentuk bulat memanjang dan pada potongan
transversal tampak rongga badan dan alat – alat. Cacing ini memiliki alat
kelamin terpisah(1)
. Dalam parasitologi kedokteran, diadakan pembagian
nematoda menjadi nematoda usus yang hidup di rongga usus, dan
nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat tubuh.
Cacing dewasa yang termasuk Plathyhelminthes mempunyai
badan pipih, tidak mempunyai rongga badan dan biasanya bersifat
hemafrodit. Plathyhelmintes dibagi menjadi kelas Trematoda (cacing
daun) dan kelas Cestoda (cacing pita). Cacing Trematoda berbentuk daun,
badannya tidak bersegmen, mempunyai alat pencernaan, kelas Cestoda
mempunyai badan yang berbentuk pita dan terdiri dari skoleks, leher dan
badan (stobila) yang bersegmen (proglotid), makanan diserap melalui kulit
(kutikulum) badan.
Kelas Nematoda yang akan kita bahas kali ini adalah Nematoda
usus. Nematoda usus yang ditularkan melalui tanah disebut Soil
Transmitted Helminthes(1)
.
B. Ascaris lumbricoides (Cacing gelang)
1. Taxonomi
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernantea
Ordo : Ascaridida
Super famili : Ascaridoidea
Famili : Ascaridae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides
2. Morfologi
Cacing Ascaris lumbricoides memiliki 2 stadium dalam
perkembangannya, yaitu :
a. Telur : telur fertil, infertil dan yang telah mengalami dekortikasi
b. Bentuk dewasa.
Stadium telur spesies ini berbentuk bulat oval dan ukurannya
berkisar antara 45 – 75 mikron x 35 – 50 mikron. Telur Ascaris
lumbricoides sangat khas dengan susunan dinding telurnya yang relatif
tebal dengan bagian luar yang berbenjol-benjol. Dinding telur tersebut
tersusun atas tiga lapisan, yaitu :
a. Lapisan luar yang tebal dari bahan albuminoid yang bersifat
impermiabel.
b. Lapisan tengah dari bahan hialin bersifat impermiabel (lapisan ini yang
memberi bentuk telur)
c. Lapisan paling dalam dari bahan vitelline bersifat sangat impermiabel
sebagai pelapis sel telurnya(9)
.
Telur cacing ini sering ditemukan dalam 2 bentuk, yaitu telur
fertil (dibuahi) dan telur yang infertil (tidak dibuahi). Telur fertil yang
belum berkembang biasanya tidak memiliki rongga udara, tetapi yang
telah mengalami perkembangan akan didapatkan rongga udara. Pada telur
fertile yang telah mengalami pematangan kadangkala mengalami
pengelupasan dinding telur yang paling luar sehingga penampakan telurny
tidak lagi berbenjol-benjol kasar melainkan tampak halus. Telur yang telah
mengalami pengelupasan pada lapisan albuminoidnya tersebut sering
dikatakan telah mengalami proses dekortikasi. Pada telur ini lapisan hialin
menjadi lapisan yang paling luar. Telur infertil; bentuknya lebih lonjong,
ukuran lebih besar, berisi protoplasma yang mati sehingga tampak lebih
transparan.
Pada stadium dewasa, cacing spesies ini dapat dibedakan jenis
kelaminnya. Biasanya jenis betina memiliki ukuran yang relatif lebih besar
dibandingkan jantan. Pada bagian kepala (anterior) terdapat 3 buah bibir
yang memiliki sensor papillae, satu pada mediodorsal dan 2 buah pada
ventrolateral. Diantara 3 bibir tersebut terdapat bucal cavity yang
berbentuk trianguler dan berfungsi sebagai mulut. Jenis kelamin jantan
memiliki ukuran panjang berkisar antara 10 – 30 cm sedangkan
diameternya antara 2 – 4 mm. Pada bagian posterior ekornya melingkar ke
arah ventral dan memiliki 2 buah spikula. Sedangkan jenis kelamin betina
panjang badannya berkisar antara 20 – 35 cm dengan diameter tubuh
antara 3 – 6 mm. Bagian ekornya relatif lurus dan runcing(1, 9)
.
Gambar 2.1 Telur Cacing Ascaris Lumbricoides
(10)
6. Siklus Hidup
Bentuk infektif bila tertelan oleh manusia dengan menetas diusus
halus. Larvanya akan menembus dinding usus halus menuju pembuluh
darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti
aliran darah ke paru, larva yang ada di paru menembus dinding pembuluh
darah, lalu dinding alveolus masuk rongga alveolus kemudian naik ke
trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke
faring, sehingga akan menimbulkan rangsangan pada faring. Selanjutnya
larva akan masuk ke saluran pencernaan dan di usus halus larva berubah
menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa akan melakukan perkawinan
sehingga cacing betina akan gravid dan bertelur. Telur cacing akan
bercampur dengan faeces manusia. Pada saat buang air besar telur keluar
bersama faeces dan berada di alam (tanah) untuk menjadi matang. Telur
matang tertelan kembali oleh manusia melalui makanan yang
terkontaminasi telur. Satu putaran siklus hidup Ascaris lumbricoides akan
berlangsung kurang lebih selama dua bulan(9)
.
Gambar 2.2 Siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides(11)
7. Epidemiologi
Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000 – 200.000
butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.
Dalam lingkungan yang sesuai maka telur yang dibuahi akan berkembang
menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Spesies ini
dapat ditemukan hampir di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dengan
suhu panas dan sanitasi lingkungan jelek. Semua umur dapat terinfeksi
jenis cacing ini. Anak kecil yang sering bermain dengan tanah akan
berpeluang besar untuk terkontaminasi oleh telur cacing, mengingat telur
cacing ini mengalami pematangan di tanah. Dengan demikian perlu
diperhatikan kebersihan diri dan sanitasi lingkungan sekitar tempat
bermain anak(9)
.
8. Diagnosis laboratorium
Diagnosis pasti untuk Ascariasis dengan cara menemukan telur
atau cacing dewasa pada faeces yang dapat diperiksa secara langsung
maupun konsentrasi(9)
.
C. Trichuris trichiura (Cacing cambuk)
1. Taxonomi
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Adenophorea
Ordo : Epoplida
Super famili : Trichinellidae
Famili : Trichuridae
Genus : Trichuris
Spesies : Trichuris trichiura
2. Morfologi
Stadium perkembangan dari Trichuris trichiura adalah telur dan
cacing dewasa. Telurnya berukuran 50 x 25 mikron, bentuknya khas
seperti tempayan kayu atau biji melon. Pada kedua kutub telur memiliki
tonjolan yang jernih yang dinamakan mucoid plug. Tonjolan pada kedua
kutub.kulit telur tersebut bagian luar berwarna kekuningan dan bagian
dalammya jernih. Pada stadium lanjut telur kadang tampak sudah berisi
larva cacing. Cacing dewasa berbentuk seperti cambuk, bagian anterior
merupakan 3/5 bagian tubuh berbentuk langsing seperti ujung cambuk,
sedangkann 2/5 bagian postterior lebih tebal seperti gagang cambuk.
Ukuran cacing betina relatif lebih besar dibanding cacing jantan. Cacing
jantan panjangnya berkisar antara 3 - 5 cm dengan bagian kaudal
membulat, tumpul dan melingkar ke ventral seperti koma. Pada bagian
ekor ini cacing jantan mempunyai sepasang spikula yang refraktil. Cacing
betina panjangnya antara 4 – 5 cm dengan bagian kaudal membulat,
tumpul tetepi relatif lurus. Cacing betina bertelur sebanyak 3.000 – 10.000
telur tiap hari(1, 9, 12)
.
Gambar 2.3 Telur Cacing Trichuris trichiura(13)
3. Siklus Hidup
Telur keluar bersama tinja dalam lingkungan (tanah), selanjutnya
mengalmi pematangan dalam tanah. Proses pematangan telur ini
membutuhkan waktu 3–5 minggu. Telur yang sudah matang ini bersifat
infektif. Telur yang infektif akan meninfeksi manusia melalui vektor
mekanik atau benda–benda lain yang terkontaminasi, misalnya tanah yang
terkontaminasi dengan tinja manusia yang mengandung telur atau sayuran
yang disemprot menggunakan faeces. Infeksi langsung terjadi apabila
secara kebetulan hospes menelan telur matang. Telur yang tertelan oleh
manusia akan masuk dalam usus dan menetas di dalamnya. Larva keluar
melalui dinding telur dan masuk ke usus halus. Selanjutnya akan menjadi
dewasa. Setelah dewasa, cacing bagian distal usus dan selanjutnya menuju
ke daerah kolon. Cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa
pertumbuhan mulai dari telur sampai cacing dewasa kurang lebih selama
30–90 hari. Cacing dewasa jantan dan betina mengadakan kopulasi,
sehingga cacing betina menjadi gravid. Pada saatnya cacing betina akan
bertelur yang akan brcampur dengan faeces dalam usus besar. Telur cacing
akan keluar bersama faeces pada saat manusia melakukan aktifitas buang
air besar.Selanjutnya telur akan mengalami pematangan dalam waktu 6
minggu. Pematangan ini akan berjalan dalam lingkungan yang sesuai yaitu
pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh(1, 9, 12)
.
4. Epidemiologi
Parasit ini terdapat diseluruh dunia terutama didaerah yang
beriklim panas dan lembab. Penyebaran seiring dengan cacing Ascaris
lumbricoides. Frekuensi yang tertinggi ditemukan di daerah dengan curah
hujan yang tinggi. Curah hujan yang tinggi menyebabkan tanah menjadi
lembab sehingga sangat sesuai untuk pematangan telur cacing. Pada
daerah pertanian dengan jenis tanaman sayuran biasanya kotoran manusia
dimanfaatkan untuk penyemprotan tanaman sehingga perlu diwaspadai
dalam pencucian sayuran sebelum dikonsumsi(1, 9, 12)
.
5. Diagnosis Laboratorium
Diagnosis pasti untuk infeksi Trichuris trichiura dengan cara
menemukan telur atau cacing dewasa pada feses yang dapat diperiksa
secara langsung maupun konsentrasi.
D. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecacingan
1. Perilaku
Pada dasarnya perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan.
Namun demikian tidak berarti bahwa bentuk dari perilaku itu hanya dilihat
dari sikap dan tindakannya. Perilaku dapat juga bersifat konvensional,
yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi dan motivasi. Bloom (1956),
membedakan bentuk perilaku menjadi 3 macam yakni” cognitive, effective
dan psikomotor. Para ahli lain menyebutnya dengan pengetahuan
(knowledge), sikap (Attitude), dan tindakan (practice). Ki Hajar
Dewantoro menyebutkan dengan cipta, rasa dan karsa. Beberapa diantara
perilaku yang bisa menimbulkan kecacingan adalah :
a. Kebersihan kuku
Kebersihan kuku sangat berpengaruh pada infeksi cacing
masuk kedalam tubuh. Kuku yang berwarna hitam, banyak kotoran
didalamnya bisa dimungkinkan kuku tersebut terdapat telur cacing.
Jika tertelan, telur akan menetas di perut(1)
.
b. Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan
Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena
biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau
makan nasi tanpa cuci tangan, namun orang dewasa juga tidak luput
dari penyakit Cacingan. Maka hendaklah anak-anak dibiasakan
mencuci tangan sebelum makan agar larva cacing tidak tertelan
bersama makanan. Cacing yang paling sering ditemui ialah cacing
gelang, cacing tambang cacing pita, dan cacing kremi(1)
.
c. Kebiasaan Bermain di Tanah
Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara
25 – 30 0
C merupakan hal – hal yang sangat baik untuk
berkembangnya telur Ascaris lumbricoides menjadi bentuk infektif.
sehingga sangat dianjurkan untuk memakai alas kaki ketika
beraktivitas di luar rumah dan tidak bermain yang berhubungan
dengan tanah(1)
.
d. Kebiasaan Defekasi
Perilaku defekasi (buang air besar) yang kurang baik dan di
sembarang tempat diduga menjadi faktor risiko dalam infeksi cacing.
Secara teori, cacing Soil Transmited Helminthes memerlukan media
tanah untuk perkembangannya. Adanya telur cacing tambang pada
tinja penderita yang melakukan aktifitas defekasi di tanah terbuka
semakin memperbesar peluang penularan larva cacing tambang pada
masyarakat di sekitarnya. Kurangnya pemakaian jamban keluarga
menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di halaman, dibawah
pohon, di tempat mencuci, di sungai, dan dipembuangan sampah,
bahkan di negara tertentu terbiasa menggunakan tinja sebagai pupuk.
Hal inilah yang menjadikan resiko kecacingan tinggi(1)
.
e. Kebiasaan Jajan
Jajan di sembarang tempat tanpa melihat apakah makanan
tersebut sehat, dan terjamin kebersihannya bisa menjadi pemicu
munculnya penyakit. Debu yang bertebaran bisa membawa telur
cacing dan jika menempel di makanan yang dijual dipinggir jalan,
kemudian kita makan dan akhirnya telur cacing akan masuk dan
menetas didalam tubuh kita(14)
.
1. Kerangka Teori dan Konsep
1. Kerangka Teori
A. Kerangka Konsep
B. Hipotesis
1. Ada hubungan antara kebersihan kuku dengan kejadian Ascariasis dan
Trichuriasis pada siswa kelas 4, 5, 6 SD Trimulyo 01 kecamatan Genuk
2. Ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan sebelum makan dengan
kejadian Ascariasis dan Trichuriasis pada siswa kelas 4, 5, 6 SD Trimulyo
01 kecamatan Genuk
3. Ada hubungan antara kebiasaan bermain di tanah dengan kejadian
Ascariasis dan Trichuriasis pada siswa kelas 4, 5, 6 SD Trimulyo 01
kecamatan Genuk
4. Ada hubungan antara kebiasaan defekasi dengan kejadian Ascariasis dan
Trichuriasis pada siswa kelas 4, 5, 6 SD Trimulyo 01 kecamatan Genuk
5. Ada hubungan antara kebiasaan jajan dengan kejadian Ascariasis dan
Trichuriasis pada siswa kelas 4, 5, 6 SD Trimulyo 01 kecamatan Genuk
6. Ada hubungan kebersihan kuku, kebiasaan cuci tangan sebelum makan,
kebiasaan bermain di tanah, kebiasaan defekasi dan kebiasaan jajan
dengan kejadian Ascariasis dan Trichuriasis pada siswa kelas 4, 5, 6 SD
Trimulyo 01 kecamatan Genuk
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 2.5 Kerangka Konsep
Kejadian
Ascariasis dan
Trichuriasis
Kebersihan kuku
Kebiasaan Cuci Tangan
Sebelum Makan
Kebiasaan Bermain di tanah
Kebiasaan Defekasi
Kebiasaan jajan