Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN
FIQIH ISLAM
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum Islam (SH) Pada Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah) Fakultas
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh :
FATIMAH
Nim: 105261104617
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1442H/2021M
ii
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul : “Hukum Perempuan Menjadi Hakim Dalam
Pandangan Fiqih Islam” telah diajukan pada hari Sabtu, 19 Ramadhan 1442 H/
01 Mei 2021 di hadapan tim penguji dan dinyatakan telah dapat diterima dan disahkan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (S.H) pada
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, 19 Ramadhan 1442
1 Mei 2021
Dewan Penguji :
Ketua : Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si (……………….……)
Sekretaris :Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si (…………………….)
Tim Penguji :
1. Dr. M. Ilham Muchtar, Lc., M.A. (.............................. )
2. Hasan bin Juhanis, Lc., M.S. (.............................. )
3. Dr. Muh. Ali Bakri, S.Sos., M.Pd. (.............................. )
4. Rapung, Lc., M.H.I. (.............................. )
Disahkan Oleh :
Dekan Fakultas Agama Islam
Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si
NBM : 77423
iii
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222
BERITA ACARA MUNAQASYAH
Dekan Fakultas Agama Islam Makassar, setelah mengadakan sidang munaqasyah
pada hari Sabtu, 1 Mei 2021 M/ 19 Ramadhan 1442 H yang bertempat di Gedung
Prodi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah) Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Makassar Jln. Sultan Alauddin No. 259 Makassar.
MEMUTUSKAN
Bahwa Saudara:
Nama : Fatimah
Nim : 105261104617
Judul Skripsi : Hukum Perempuan Menjadi Hakim Dalam Pandangan Fiqih
Islam
Dinyatakan : LULUS
Ketua, Sekretaris,
Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si
NBM : 77423 NBM : 77423
Dewan Penguji:
1. Dr. M. Ilham Muchtar, Lc., M.A. (.............................. )
2. Hasan bin Juhanis, Lc., M.S. (.............................. )
3. Dr. Muh. Ali Bakri, S.Sos., M.Pd. (.............................. )
4. Rapung, Lc., M.H.I. (.............................. )
Disahkan Oleh :
Dekan Fakultas Agama Islam
Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si
NBM : 77423
iv
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 GedungIqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul Skripsi :Hukum Perempuan Menjadi Hakim Dalam
Pandangan Fiqih Islam
Nama : Fatimah
NIM : 105261104617
Fakultas / Jurusan : Agama Islam / Ahwal Syakhshiyah.
Setelah dengan seksama memeriksa dan meneliti, maka skripsi dinyatakan telah
memenuhi syarat untuk diajukan dan dipertahankan di hadapan tim penguji ujian
skripsi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, 27 April 2021 M
Disetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Abbas, Lc., MA Rapung , Lc., M.H.I
NIDN: 0918107701 NIDN:-
v
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Fatimah
NIM : 105261104617
Fakultas : Agama Islam
Program Studi : Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah)
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya
penulis sendiri. Jika kemudian hari hal ini terbukti bahwa skripsi ini merupakan
duplikat, tiruan, plagiat dibuatkan atau dibantu semua atau sebagian secara
langsung oleh orang lain, maka skripsi dan gelar kesarjanaan yang diperoleh
karenanya batal demi hukum.
Makassar,19 Ramadhan 1442 H
1 Mei 2021 M
Penulis
Fatimah
NIM:105261104617
vi
ABSTRAK
Fatimah. NIM : 105261104617. Hukum Perempuan Menjadi Hakim Dalam
Pandangan Fiqih Islam (dibimbing oleh Abbas Baco Miro dan Rappung
Samuddin)
Penelitian ini membahas tentang bagaimana hukum perempuan menjadi
hakim dalam pandangan fiqih Islam, adapun pokok masalah dalam penelitian ini
adalah : 1) Bagaiman hakim dalam pandangan fiqih Islam. 2) bagaimana
kedudukan hakim perempuan menurut para ulama fiqih.
Adapun tujuan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian pustaka (libray research) yaitu suatu penelitian yang sumber datanya
yang diperoleh dari pustaka, buku-buku, atau karya-karya tulis yang releven
dengan pokok-pokok permasalahan yang diteliti.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) hakim merupakan sebuah
jabatan yang mulia yang darinya dibentuk sebuah keadilan, hakim mengadili setiap
perkara, baik yang berkenaan dengan hak Allah Maupun hak manusia, dengan
kekuasaan kehakiman dapat menggulingkan para pendzalim dan terhindar dari
kejahatan. 2)Adapun hukum perempuam menjadi hakim dibagi menjadi 3 pendapat
yaitu ada yang melarang secara mutlak ada yang membolehkan dengan sebagian
perkara saja dan ada yang membolehkan secara mutlak. Setelah melihat sistem
persidangan di Indonesia dan menganalisis para pendapat. Maka, penulis
menemukan bahwa perempuan boleh saja menjadi hakim dengan dua alasan : 1)
sistem persidangan sekarang berbeda dengan sistem persidangan pada masa klasik.
2) tidak ada dalil yang secara langsung melarang perempuan menjadi hakim. Dari
penulisan ini, penulis berkesimpulan bahwa perempuan boleh menjadi hakim,
tetapi tetap menjaga marwahnya sebagai perempuan yang terhormat dan juga tetap
melaksanakan kewajibannya sebagai seorang anak, isteri dan ibu dan juga tidak
keluar dari syariat-syariat Islam.
Kata kunci : Hakim, Perempuan, Fiqih Islam
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum Wr. Wb
Alhamdulilahirabbil’alamin, segala puji hanya milik Allah SWT yang maha
pengasih lagi maha penyayang, yang maha mulia lagi maha perkasa, Rabb yang
telah melimpahkan segala rezeki dan kasih sayang- Nya kepada semua mahluk-
Nya di alam semesta ini.
Salawat serta salam pun senantiasa dipersembahkan kepada kekasih dan
panutan kita, Rasulullah Muhammad SAW, sosok yang tiada mewariskan dinar
maupun dirham, melainkan berupa ilmu yang bermanfaat, atas berkat rahmat dan
karunia-Nyalah sehingga penulis dengan segala kelebihan dan kekurangan dapat
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan program studi Ahwal Syakhsiyah di Universitas Muhammadiyah
Makassar dengan judul “Hukum Perempuan Menjadi Hakim Dalam Pandangan
Fiqih Islam”.
Penulis sangat menyadari bahwa skrpsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis meminta kepada para
pembaca agar senantiasa dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi penyempurnaan skripsi ini.
Skripsi ini saya persembahkan khusus untuk kedua orang tua tercinta dan
saya hormati, Ayahanda Abdur Rahman Hasan dan Ibunda Sitti Saniyah Abdullah
viii
serta sadara-saudaraku, dan serta keluargaku dari pihak ibu dan ayah yang telah
memberikan dorongan moril, materil dan spritual serta doa restu kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penhargaan
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr H. Ambo Asse M.Ag selaku rektor dan segenap birokrasi
institute yang telah menyediakan fasilitas dan kemudahan berupa instrunet-
instrument Unismuh, dimana penulis menimba ilmu.
2. Syaikh Dr.(HC) Muhammad Muhammad Thayyib Khoory Donatur AMCF
beserta jajarannya atas semua bantuan dan kerjasamanya.
3. Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si. Dekan Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar, para wakil dekan, staf pengajar dan
seluruh karyawan yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama
mengikuti pendidikan di program studi di pendidikan di Ahwal Syakhsiyah
Unismuh Makasaar.
4. H. Lukman Abd Shamad Lc. Mudir Ma’had Al-Birr Universitas
Muhammadiyah Makassar beserta jajaranya atas semua bantuan dan
kerjasamanya.
5. Dr. M. Ilham Muchtar, Lc, MA. Selaku ketua Program Studi Ahwal
Syakhsiyah bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama mengikuti
pendidikan di Ahwal Syakhsiyah Unismuh Makassar.
6. Dr. Abbas, Lc., MA. Selaku pembimbing I dan Rapung, Lc., M.H.I. selaku
pembimbing II atas segala bimbingan dan perhatiannya di sela-sela
ix
kesibukannya serta memberikan masukan dan arahan-arahan yang
bermanfaat bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Dosen serta staf program studi Ahwal Syakhsiyah Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan bantuan, bimbingan,
pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi penulis selama
megikuti pembelajaran.
8. Para dosen yang tidak dapat penulis sebutkan satu pesatu, atas segala
bimbingan dan ilmu yang diajarkan kepada penulis selama di bangku
perkuliahan, semoga menjadi amal jariyyah yang di terima Allah AWT.
9. Kepada seluruh teman-teman di Ma’had Al-Birr khususnya di juusan
Ahwal Syakhsiyah Fakultas Agama Islam terkhusus teman –teman
seangkatan 2017 dan segenap pengurus Himaprodi Ahwal Syakhsiyah
priode 2019-2020 yang telah bersama-sama menjalani perkuliahan dengan
suka dan duka.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan semoga kebaikan serta
bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan diberikan balasan yang setimpal
oleh Allah Azza Wa Jallah sebaik-baik balasan.
Makassar, April 2021
Penulis
x
DAFTAR ISI
SAMPUL ............................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHANAN SKRIPSI.............................. ..................... ....ii
LEMBAR BERITA ACARA MUNAQASYAH.......................................... .. iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................. ................. .iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTNTAR ................................................................................. x
DAFTAR ISI ............ ........................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN ............. .....................................................................1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
C. Tujuan Kajian .......................................................................................... 6
D. Manfaat Kajian ........................................................................................ 6
E. Metodologi Penelitian ............................................................................. 7
1. Desain Penelitian ............................................................................... 7
2. Data Dan Sumber Data...................................................................... 8
3. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 9
4. Teknik Analisis Data ......................................................................... 9
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEREMPUAN DAN HAKIM
DALAM PANDANGAN ISLAM ................................................................... 10
A. Kedudukan Perempuan di Dalam Islam ............................................... 10
1. Pengertian Perempuan ..................................................................... 10
2. Kedudukan Perempuan di Wilayah Domestik ................................ 12
3. Kedudukan Perempuan di Wilayah Publik ..................................... 16
xi
B. Kedudukam Hakim di Dalam Islam ...................................................... 18
1. Pengertian Hakim ............................................................................ 18
2. Dalil-Dalil Yang Berkaitan Tentang Hakim ................................... 21
3. Fungsi dan Kewajiban Hakim ........................................................ 22
BAB III ANALISIS HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM ... 24
A. Kedudukan Hakim Dalam Pandangan Fiqih Islam .............................. 24
1. Syarat-Sayart Menjadi Hakim ......................................................... 26
2. Pengangkatan Hakim ...................................................................... 36
3. Pemberhentian Hakim .................................................................... 39
BAB IV KONSEP HAKIM PEREMPUAN MENURUT PARA ULAMA
FIQIH ............................................................................................................... 41
A. Hakim Perempuan Menurut Para Ulama Fiqih ..................................... 41
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 56
A. Kesimpulan ........................................................................................... 56
B. Saran ...................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT menciptakan alam semesta, kemudian menciptakan laki-
laki dan perempuan sebagai hamba-Nya untuk beribadah hanya kepada-Nya. Allah
SWT berfirman dalam surah az-Zariyat ayat 56 :
إل ليعبدون ىوماخلقت الجن ولنس
Terjemahnya:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku”. 1
Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki merupakan
bagian dari ibadah. Kehidupan yang mereka jalani sama bahwa dalam hidup ini
keduanya di tuntut untuk bekerja, tidak membedakan apakah dia laki-laki atau
perempuan selama tidak keluar dari syariat-syariat Islam.Perempuan sepanjang
zaman telah memperoleh perhatian dari para cendikiawan dan para peneliti sesuai
dengan kecenderungan dan bidang mereka masing-masing. Hanya saja kajian dan
penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan yang berbeda, sehingga berebda pula
dalam menjabarkan hak dan kewajibannya. Sebagian kajian mengakui hak
perempuan sama dengan hak laki-laki tetapi kajian lainnya menjatuhkan
1 Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya,
(Surabaya : Halim Publishing dan Distributing, 2013 ), h. 523.
2
perempuan dengan suatu kesimpulan bahwa perempuan diciptakan untuk
kemaslahatan laki-laki. Ketika sebagian undang-undang memberikan hak kepada
perempuan maka undang-undang lainnya menghalangi hak perempuan, sehingga
nasib perempuan seolah-olah tergadaikan oleh kekuasaan laki-laki dan terabaikan
dengan kehendak laki-laki.2
Salah satu prinsip pokok ajaran Islam adalah persamaan antara manusia,
baik pria maupun wanita, bangsa, suku, dan keturunan. Perbedaan diantara mereka
di hadapan Allah yang Maha Esa hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya.3
Sampai zaman moderen wanita-wanita Islam di berbagai Negara muslim belum
banyak mendapatkan kesempatan pendidikan dan bekerja di luar rumah.4
Ayat-ayat al-Qur’an menetapkan bagi laki-laki dan perempuan hak-hak
kewarganegaraan, memberikan berbagai kewajiban kepada keduanya dan
mengganjar keduanya dengan hukuman yang sama beratnya jika melakukan suatu
kejahatan. Itulah pandangan madzhab-madzhab fiqih dalam Islam pada
umumnya.5Agama Islam membawa pembaharuan bagi kedudukan kaum
perempuan.
Kehadiran agama Islam mengangkat derajat wanita ke posisi yang lebih
baik, terhormat, dan dihargai. Dalam kehidupan sosial, agama Islam memberikan
kedudukan yang layak dan terhormat bagi kaum wanita, di samping kaum pria,
2Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,Cet.IV
(Jakarta: PT. Ciputat Press,2009), h.200 3Muhammad Rusli, Wanita Karir Perspektif Hukum Islam (Studi di Kecamatan Rappocini
Kota Makassar), Tesis, (Magister Hukum Syariah UIN Alauddin Makassar 2016), h.1. 4HM.Atho Muzdhar, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Moderen,(Jakarta : Ciputat Press,
2003), h. 202-203. 5Al-Thahri Al-Hadad, Wanita Dalam Syariat Dan Masyarakat,Cet.IV (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1993), h.18
3
kaum wanita juga diberikan kedudukan yang relatif sama untuk mendapatkan
kesempatan mengenyam pendidkan dan berprestasi baik di sektor lingkungan
keluarga maupun publik. Islam sangat memuliakan wanita, Al-Qur’an dan Hadis
memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan yang terhormat kepada
wanita, baik sebagai isteri, ibu, anak, saudara, ataupun peran lainnya. Begitu
pentingnya hal ini, Allah mewahyukan sebuh surah dalam al-Qur’an kepada Nabi
Muhammad SAW, yang diberi nama surah an-Nisa, yang sebagian besar ayat
dalam surah ini membicarakan persoalan yang berhubungan dengan kedudukan,
dan perlindungan huku terhadap hak-hak wanita6
Sebelum datangnya Islam, perempuan yang berada di belahan bumi Arab
dan yanglainnya tidak dapat meraih hak-hak yang harus mereka dapatkan. Bahkan
mereka selalu tersingkirkan, tidak ada satupun yang dapat menjaga kehormatan dan
merasakan jeritan hati mereka. padahal unsur tersebut sangat berpengaruh dalam
kehidupan kaum perempuan. Sejarah pra-Islam mencatat bahwa perempuan
sebelum menikah akan menjadi milik ayahnya, saudaranya atau walinya. setelah
menikah perempuan akan menjadi milik suaminya. Mereka tidak memiliki
kesempatan untuk mengatur kehidupannya sendiri, baik sebelum maupun setelah
menikah. Mereka akan diperjualbelikan oleh walinya kepada siapa saja yang
berani untuk membayarnya dan orang tersebut akan menjadi walinya.7
Ketika Islam datang ke dunia ini, ia telah mengangkat posisi perempuan
ke derajat yang paling tinggi, memberikan kebebasan, kehormatan dan hak
6Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 2 (Jogjakarta : Lkis, 1997), h. 1923. 7Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi, Fikih Perempuan (Muslimah), Cet.III(Jakarta: Amzah,
2009), h.106
4
pribadinya secara merdeka. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah al-
Hujurat ayat 13 :
ن ذكروأنثى وجعلنكم شعوبا وقبآئل لتعارفوا إن يآيها الناس إنا خلقنكم م
م خبيرأكرمكم عند الل اتقكم إن الله علي
Terjemahnya :
“hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal, sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha
mengenal.”8
Dalam ajaran Islam perempuan mempunyai hak dan kesempatan untuk
berkarir dengan tidak melalaikan fungsi dan kedudukannya sebagai perempuan.
Islam juga memberikan dorongan yang kuat agar para muslimah mampu berkarir di
segala bidang Islam.9Kepemimpinan perempuan dalam sebuah bidang, salah
satunya adalah hakim merupakan persoalan yang masih kontroversial dan masuk
dalam permasalahan klasik yang terus saja menjadi perbincangan hangat hingga
saat ini. Karena, memang sejatinya tidak ada larangan yang jelas serta konkrit
dalam Al-Qur’an dan sabda Nabi Muhammad SAW terkait boleh tidaknya seorang
perempuan menjadi hakim.
Pendapat mayoritas mengatakan bahwa seorang hakim harus dari kalangan
kaum laki-laki. Artinya kaum perempuan tidak boleh diangkat menjadi hakim.
8Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h. 517 9http://www.google.co.id/search?q=pengertian+islam+tentang+pemimpin,diunduhminggu
17 januari 2021 pukul 15:41
5
Pendapat yang menolak hakim perempuan merujuk pada salah satu hadis
Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa “tidaklah beruntung suatu kaum yang
menyerahkan urusan mereka kepada perempuan.” Berdasarkan hadis tersebut
ualama Malikiyah, Syafi’iayh, dan Hanabilah menyimpulkan bahwa perempuan
tidak diperkenankan menjadi hakim. Mereka beranggapan bahwa perempuan
memiliki banyak kelemahan dari berbagai aspek, misalnya kurang kecerdasan,
wawasan, pergaulan, dan mengalami keterbatasan dalam berintraksi dengan lawan
jenis.10atas dasar itu mereka juga menyimpulkan bahwa kurangnya akal perempuan
akan meyebabkan kesaksian perempuan bernilai setengah jika dibandingkan
dengan persaksian laki-laki. Meskipun pandangan ini subyektif dengan menyebut
perempuan relatif lemah akalnya maka perempuan di anggap tidak dapat
menduduki jabatan yudikatif karena menuntut kesempurnaan akal.11
Sedangkan pendapat minoritas mengatakan bahwa perempuan boleh-boleh
saja menjadi dan diangkat sebagai hakim. Pendapat ini di sampaikan oleh Imam
Abu Hanifah hanya saja kebolehan ini dibatasi pada kasus perdata (ahwal) saja.
Argumentasi yang digunakan ulama hanafiyah adalah jika perempuan dapat
menjadi saksi dalam persoalan muamalah dan tidak berlaku pada bidang lain,
maka ia dapat menjadi hakim dalam urusan muamalah (perdata) dan tidak pada
kasus yang lain.12
10Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamy wa adillatuh, h. 5937 11Salim Ali Bahnasawi, Wawasan Sistem Politik Islam, (Jakarta : Pustaka Alkausar, 1996),
h. 293-294 12Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamy wa Adilatuh, h. 5937
6
Melihat keikutsertaan perempuan di bidang publik khususnya di bidang
peradilan, muncul masalah terkait boleh tidaknya perempuan menjadi hakim,
karena hingga saat ini masih mengalami perbedaan pendapat di kalangan ulama
fiqih. Hal ini tidak terlepas adanya perbedaan dalam memahami ayat Al-Qur’an
ataupun periwayatan hadis. Ada ulama yang berpendapat perempuan tidak boleh
menjabat sebagai hakim secara mutlak, serta adapula yang berpendapat boleh
dalam kasus tertentu dan tidak boleh dalam kasus lainnya, serta ada juga yang
membolehkan perempuan menjadi hakim secara mutlak.
Oleh karena itu, penulis merasa tertarik ingin mengkaji dan memaparkan
lebih jauh apa saja polemik, komentar dan argumentasi ataupun alasan-alasan yang
digunakan para ulama mengangkat perempuan menjadi hakim Sehingga penulis
tertarik untuk meneliti tentang “Hukum Perempuan Menjadi Hakim Dalam
Pandangan Fiqih Islam”
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat penulis uraikan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan hakim dalam pandangan fiqih Islam?
2. Bagaimana hakim perempuan menurut para ulama fiqih?
C. Tujuan Kajian
Adapun tujuan yang hendak dicapai berdasarkan rumusan masalah
yang ada, sebagai berikut :
7
1. Untuk mengetahui syarat-syarat apa saja yang harus di penuhi menjadi
seorang hakim
2. Untuk mengetahui hukum perempuan menjadi hakim
D. Manfaat Kajian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai sumbangan
dalam menambah wawasan keislaman dan pengembangan ilmu
pengetahun, khususnya bagaimana pandangan fiqih Islam terhadap
perempuan yang memimpin disebuah jabatan.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Universitas Muhammadiyah Makassar
Hasil penelitian ini di gunakan sebagai upaya dalam menambah ilmu,
memperluas wawasan dan cakrawala berfikir dosen/asatidz terutama
bagi penulis sendiri
b. Bagi Mahasiswa
Sebagai calon da’i atau muballigh, hasil penelitian ini di gunakan
sebagaiupaya untuk mengajarkan, memberi dan menyampaikan kepada
masyarakat Islam tentang keterlibatan perempuan di wilayah umum
dalam pandangan fiqih Islam.
c. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini digunakan oleh masyarakat Islam terutama bagi
kaum perempuan yang berprofesi sebagai hakim.
8
E. Metodologi Penelitian
1. Desain Penelitian
a. Jenis penelitian
Adapun jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian
keperpustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka dan data sekunder.
b. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu
uraian penulisan yang menggambarkan secara utuh dan apa adanya tanpa
mengurangi dan menambahnya dan juga pendapat atau pandangan para
ulama fiqih tentang masalah yang diteliti oleh penulis yaitu Hukum
Perempuan Menjadi Hakim Dalam Pandangan Fiqih Islam.
2. Data dan Sumber Data
Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data adalah sekumpulan
keterangan atau bahan yang dapat dijadikan dasar jalan analisis atau kesimpulan.
Sedangkan sumber data di sini adalah subjek darimana data diperoleh, apabila
peneliti menggunakan wawancara dalam pengumpulan data, maka sumber data
yang penulis gunakan adalah berupa responden, yaitu orang yang merespon atau
menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan.
Data dalam penelitian terbagi atas dua jenis yaitu :
a. Data Primer
Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan
secara lisan, gerak gerik atau prilaku yang di lakukan oleh subjek yang
dipercaya, dalam hal ini adalah subjek penelitian (informan) yang
9
berkenaan dengan variabel yang di teliti.13 Dalam tulisan ini diantaranya
berupa Al-Qur’an, hadis dan pendapat para ulama.
b. Data Skunder
Data skunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-
sumber yang telah ada. Data tersebut diperoleh dari perpustakaan atau
laporan-laporan penelitian terdahulu yang berbentuk tulisan.14
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti,
baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Kemudian mengadakan
telaah buku dan mencatat materi-materi dari dalam buku tersebut yang berkaitan
dengan judul penelitian. Setelah itu, catatan tersebut diklasifikasikan sesuai dengan
pokok-pokok permasalahan yang dibahas dan melakukan pengutipan baik secara
langsung maupun tidak langsung pada bagian-bagian yang dapat dijadikan sumber
rujukan untuk nantinya disajikan secara sistematis.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data sebuah cara atau metode data menjadi informasi
sehingga data tersebut dapat dimengerti dengan mudah dan juga bermanfaat
menemukan solusi dari permasalahan. Analisis dapat juga diartikan sebagai
aktivitas yang dilakukan untuk mengubah data penelitian menjadi informasi yang
13Suharsimiarikunto, prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, (Jakarta : Rineka
Cipta, 2014), h. 22 14Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta :
Ghalila Ikapi, 2002) h. 82.
10
baru dan dapat digunakan untuk membuat kesimpulan. Tujuan dari analisis itu
sendiri yaitu agar menjelaskan sebuah data agar dapat dipahami dengan mudah dan
dibuat menjadi kesimpulan.
11
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PEREMPUAN DAN HAKIM DALAM
PANDANGAN ISLAM
A. Kedudukan Perempuan di Dalam Islam
1. Pengertian Perempuan
Perempuan dalam pengertian Islam berasal dari bahasa Arab al-
Mar’ah, jamak dari kata an-Nisaa sama dengan wanita, perempuan dewasa atau
putri dewasa yaitu lawan jenis dari laki-laki.15
Kata an-nisa berarti perempuan, sepadan dengan kata ar-rijal yang
berarti laki-laki. Kata an-nisa dalam arti gender perempuan terdapat dalam Al-
Qur’an surah an-Nisa ayat : 7:
ا ترك ا ترك الوالدان والقربون و للن ساء نصيب مم جال نصيب مم للر
ا قل منه أو كثر نصيبا مفروضا الوالدان, والقربون مم
Terjemahnya :
“Bagi laki-laki hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan
kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak dan bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bagian yang telah ditetapkan”16
15Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.2 (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002) h.856. 16Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h. 78
11
12
Kata an-nisa dalam ayat ini menunjukkan gender atau jenis kelamin
perempuan.17Menurut Zaitunah Subhan juga kata perempuan berasal dari kata
empu yang artinya dihargai. Lebih lanjut lagi Zaitunah juga menjelaskanpergeseran
istilah dari perempuan ke wanita. Kata wanita berasal dari bahasa sang sekerta,
dengan dasar kata Wan yang berarti nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti
yang dinafsuhi atau merupakan objek seks.
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa perempuan berarti
jenis kelamin yakni orang atau manusia yang memiliki rahim, mengalami
menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui.18
2. Peran Perempuan di Wilayah Domestik
Landasan teologis kewajiban perempuan untuk tinggal di dalam
rumah atau hanya berkiprah di rana domestik selalu merujuk pada Qur’an surah Al-
Ahzab ayat 33 :
لوة واتين ج الجاهلية الولى واقمن الص جن تبر وقرن في بيوتكن ول تبر
كوة واطعن الله ورسوله انما يريد جس اهل البيت الله ليذهب عنكم االز لر
ركم تطهيرا ويطه
Terjemahnya :
“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan
(bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dahulu, dan laksanakan
shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya
17 Zaitunah Subhan, Al-Qur’an dan Perempuan, Cet. I (Jakarta : Prenadamedia Group,
2015), h. 17 18Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Cet. II (Jakarta :
Balai Pustaka, 2002), h. 856
13
Allahbermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait
dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”19
Dalam kitab tafsir al-Quranul Adzim menjelaskan bahwa ayat tersebut
merupakan adab-adab yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada isteri-isteri Nabi
Muhammad SAW, dan juga kepada perempuan muslim lainnya untuk wajib
mengikuti apa yang telah diperintahkan tersebut. Dikatakan juga bahwa ayat
tersebut ditujuakan kepada isteri-isteri Nabi Muhammad SAW.20
Beberapa kitab tafsir ditemukan model interpretasi yang berbeda di dalam
memahami ayat ini. Perbedaan makna ini muncul karena perbedaan cara membaca
kata وقرن di dalam ayat tersebut. Sebagian besar jumhur membacanya Waqirna
(qaf berbaris kasrah), ada juga mufassir yang membacanya waqarna (qaf berharakat
fatha), cara bacaan ini melahirkan pengertian “hendaklah para perempuan berdiam
di rumah,” akan tetapi larangan ini tidak melarang perempuan keluar rumah secara
mutlak, akan tetapi larangan yang di maksud adalah ketika keluar rumah dengan
tujuan melanggar syariat, yaitu dengan memamerkan kecantikan atau bersolek.21
Pendapat selanjutnya berpendapat bahwa ayat ini tidak berarti perempuan
sama sekali tidak boleh keluar dari rumah., melainkan isyarat yang halus bahwa
perempusn lebih berperan dalam urusan rumah tangga. Pendapat ini nampaknya
19Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya,h. 422 20Abu al-Fada’ Ismail bin Umar bin Katisr al-Qursy,Tafsir al-Quranul Adzim, (Dar Taybah
Linnasyary wattauzi’, 1420 H-1990 M), h. 408. 21Muhammad bin Muhammad Ibnu Arafah Al-Wargamy, Tafsir Ibnu Arafah,Cet.I
(Lebanon: Darul Al-Kutub Al-Ilmiyah Bairut,2008), h.294-295.
14
lebih realistis memandang perempuan dan mengakui bahwa mereka adalah bagian
dari mahluk sosial yang mempunyai kebutuhan yang sama dengan laki-laki.22
Muhammad Quthub menegaskan bahwa ayat ini bukan larangan terhadap
perempuan untuk bekerja. Islam tidak melarang perempuan untuk bekerja. hanya
saja Islam memang tidak mendorong hal tersebut. Islam membenarkan mereka
bekerja karena darurat dan tidak menjadikannya sebagai dasar
pertimbangan.23Makna darurat di sini adalah pekerjaan yang sangat perlu, yang
dibutuhkan masyarakat atau atas dasar kebutuhan pribadi karena tidak ada yang
membiayai hidupnya atau penanggung biaya hidupnya (suami atau ayah) tidak
mampu untuk mencukupi.Pendapat Muhammad Quthub ini di akui lebih bijak
daripada pendapat-pendapat sebelumnya. Namun, diapun belum membuka jalan
bagi perempuan untuk mengembangkan karir secara bebas. Ada kesan bahwa
kebolehan bekerja di luar rumah bagi perempuan hanya sebatas menanggulangi
bahaya kelaparan yang mengancam. Hal ini tercermin dari adanya syarat darurat,
yang di dalam terminologi agama sering dikaitkan dengan kondisi di mana
kelangsungan hidup terancam.24
Asgar Ali Engginer dengan suara lantang membantah domestikasi
perempuan yang mengatasnamakan dalil-dalil Al-Qur’an. Menurutnya, padangan
yang membatasi perempuan di antara empat dinding rumah dan tidak boleh
memainkan peran di luar rumah justru pandangan yang tidak benar. Di dalam Al-
Qur’an tidak ada dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, atas
22https://core.ac.uk/download/pdf/234749691.pdf. 23M. Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an, (Bandung : Mizan, 1996), h.305 24https://core.ac.uk/download/pdf/234749691.pdf.
15
pandangan tersebut. Sejauh pernyataan Al-Qur’an, perempuan dapat memainkan
peran apa saja selama tidak melanggar batasan-batasan yang telah ditetapkan
Allah.25
Aminah Wadud Muhsin mengemukakan interpretasi yang berbeda. Dalam
menafsirkan ayat ini, ia menggabungkan antara perintah dan berdiam di rumah dan
larangan untuk berpenampilan seperti orang jahiliyah. Karenanya, ia tidak
menyetujui pendapat para Ulama yang menganggap bahwa ayat ini berisi larangan
perempuan keluar rumah dalam segala bentuk. Menurutnya, yang terlarang dalam
ayat ini hanya keluar rumah dengan tujuan memamerkan diri. Larangan tersebut
tidak diarahkan kepada gender tertentu. Baik laki-laki dan perempuan di larang
keluar rumah untuk memamerkan diri.26
3. Peran Perempuan di Wilayah Publik
Fakta-fakta sejarah dalam peradaban awal Islam ini menunjukkan dengan
pasti betapa banyak perempuan yang menjandi ulama, cendikian dan intelektual,
dengam beragam keahlian dan dengan kapasitas intelektual yang relatif sama
bahkan sebagian mengungguli ulama laki-laki. Fakta ini dengan sendirinya telah
menggugat anggapan banyak orang bahwa akal dan intelektualisme perempuan
lebih rendah dari akal intelektualisme laki-laki. Islam memang hadir untuk
membebaskan penindasan dan kebodohan menuju perwujudan kehidupan yang
berkeadilan dan memajukan pengetahuan untuk semua manusia : laki-laki dan
25Asgar Ali Engginer, Hak-Hak Perempuan Dalam Islam, Terjemahan oleh Farid Wajid
dan Cicik Farkha Assegaf, dari The Right of Women in Islam, (Yogyakarta : Lembaga Studi dan
Pengembangan Perempuan dan Anak ), h. 136. 26Aminah Wadud Muhsin, Wanita Di Dalam Al-Qur’an (Bandung : Pustaka,1994 ), h.166
16
perempuan.Para ulama perempuan tersebut telah mengambil peran-perannya
sebagai tokoh agama, tokoh ilmu pengetahuan, tokoh politik dan tokoh dengan
moralitas yang terpuji. Aktifitas mereka tidak hanya dalam ruang domestik (rumah)
melainkan juga dalam ruang publik politik dalam arti yang lebih luas. Mereka
bekerja sama dengan ulam laki-laki membangun peradaban Islam.27
Kepemimpinan perempuan di wilayah publik, terkaitdengan persoalan ini
Allah Berfirman dalam surah An-Nisa ayat 34:
امون على الن ساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما انفقوا جال قو الر
الح ت للغيب بما حفظ الله ات حافظات قانت ا من أموالهم فالص
Terjemahnya :
“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena
itu Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebahagian dari harta mereka. sebab itu maka wanita yang saleh, ialah
yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
karena Allah telah memelihara mereka”.28 "
Menurut, penafsiran Ibnu Katsir, kaum laki-laki penanggung jawab
terhadap kaum perempuan yakni kepala pemimpin, dan penguasa bagi kaum
perempuan, serta memperbaiki (meluruskan) kaum perempuan bilamana terjadi
ketimpangan. Hal demikian karena kaum laki-laki lebih utama dibandingkan
27http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/agenda/article. diunduh senin 18
januari 2021 pukul 21: 36. 28Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h. 84
17
dengan kaum perempuan sehingga predikat kenabian hanya dikhususkan bagi
kaum laki-laki.29
Cendikiawan dan ulama asal Mesir, Sayid Qutb, menyebut Islam
memperbolehkan seorang muslimah untuk bekerja namun dengan ketentuan
tertentu. Dia menilai tidak ada larangan dalam Islam bagi perempuan yang ingin
menjadi dokter, guru, peneliti, maupun tokoh masyarakat. Islam memperbolehkan
muslimah bekerja swesuai dengan kemampuannya dan kodrat kewanitaannya,
utamanya dari sisi biologis dan mentalnya. Guru besar ilmu al-Qur’an Universitas
Sayf al-Dawlah, Dr. Abd al-Qadir Manshur juga menyebut Islam tidak pernah
melarang seorang perempuan untuk bekerja. Dalam buku berjudul “Pintar Fiqih
Wanita” ia menyebut muslimah boleh melakukan jual beli atau usaha dengan harta
benda pribadinya. Tidak ada seorangpun yang boleh melarang mereka selama
mereka mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh agama.30
Ayat di atas tidak melarang kepemimpinan perempuan di wilayah publik,
karena konteksnya dalam kepemimpinan rumah tangga. Shihab mengungkapkan :
tidak ditemukan dasar yang kuat bagi larangan tersebut. Justru sebaliknya
ditemukan sekian banyak dalil keagamaan yang dapat dijadikan dasar untuk
mendukung hak-hak perempuan dalam ranah publik. Salah satu yang ditemukan
dalam kaitan ini adalah dalam surah At-Taubah ayat 71 :
29al-Fada’ Ismail bin Umar bin Katisr al-Qursy,Tafsir al-Quranul Adzim, (Dar Taybah
Linnasyary wattauzi’, 1420 H-1990 M), h.292. 30https://m.republika.co.id/berita/q8cob2430/wanita-bekerja-dalam-pandangan-islam
18
ينهون و بالمعروف يأمرون أوليآء بعض بعضهم والمؤمنت والمؤمنون
الله يطيعون و كوة الز يؤتون و لوة الص ويقيمون المنكر رسوله عن و
أولئك سيرحمهم الله إن الله عزيز حكيم
Terjemahnya:
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian
mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka
menyuruh kepada yang makruf, mencegah kepada yang mungkar,
melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan dirahmati Allah; sesungguhnya Allah maha
perkasa lagi maha bijaksana.”31
B. Kedudukan Hakim di Dalam Islam
1. Pengertian Hakim
Hakim berasal dari kata حاكم ـ يحكم ــ sama artinya dengan : حكم
qadhi yang berasal dari kata قاض ـ يقضي ـ artinya memutus. Sedangkan : قضى
menutur bahasa adalah, orang yang bijaksana atau orang yang memutuskan perkara
dengan menetapkannya.32
Dalam pengertian lain al-hukmu berarti perintah, sebagaimana
firman Allah SWT dalam surah Al-Isra’ ayat 23 :
اان س ح إ ن ي د ال و ال ب و اه ي إ ل وا إ د ب ع ت ل أ ك ب ى ر ض ق و
Terjemahnya :
“ Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak.”33
31Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h. 198 32File://sirkulasiku/pengertian/-syarat-dsn-fungsi-hakim-.html. 33Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.285
19
Atau perintah hanya untuk beribadah kepada-Nya dan meniadakan ibadah selain-
Nya di atas jalan yang diwajibkan dan ditetapkan.34
Adapun pengertian menurut istilah hakim yaitu orang yang diangkat oleh
kepala negara untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan gugatan, perselisihan-
perselisihan dalam bidang hukum perdata oleh karena penguasa sendiri tidak dapat
menyelesaikan tugas peradilan.35
Hakim juga mengadili setiap perkara, baik yang berkenaan dengan hak
Allah maupun manusia. Hakim adalah orang yang telah ditakdirkan harus belajar
sepanjang hayatnya. Paul Scholten, serjana Belanda terkenal, mengatakan bahwa
putusan hakim itu adalah putusan dari akal pikiran dan hati nurani. Kalau kurang
dari itu atau cacat sedikit saja, putusannya akan menjadi siksaan kepadan rasa
keadilan masyarakat.36
Secara normatif menurut pasal 1 ayat (5) UU Komisi Yudisial No. 22
Tahun 2004 yang dimaksud dengan hakim adalah hakim agung dan hakim pada
badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan secara
etimologi atau secara umum, Bambang Waluyo, S.H. Menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami
hukum, yang di pundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar
34Rappung Bin Samuddin , Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai, (Al-Janan Littaba’i Wattauzi’,
2020),h.6 35Muhammad Salam Madkur, Peradilan Dalam Islam,(Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1993), h.
29 36 Wildan Suyuthi Mustofa, S.H., M.H., Kode Etik Hakim, (Jakarta : Kencana, 2013),
h.220.
20
hukum dan keadilan itu ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada tertulis atau
tidak tertulis (mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalil bahwa hukum
tidak atau kurang jelas),dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas
dan sendi peradilan berdasar Tuhan Yang Maha Esa.37
2. Dalil-Dalil Yang Berkaitan Tentang Hakim
Allah SWT berfirmah dalam surah Sad ayat 26 :
ى و ه ال ع ب ت ت ل و ق ح ال ب اس الن ن ي ب م ك اح ف ض ر ي ال ف ة ف ي ل خ اك نل ع ا ج ن إ ود او ا د ي
الله ل ي ب س ن ع ك ل ض ي ف
Terjemahnya :
“Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di
muka bumi, maka berilah keputusan (perkara ) di antara manusia dengan
adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah.”38
Dalam surah Al-Maidah ayat 49 :
الله ل ز ن ا أ م ب م ه ني ب م ك اح ن أ و
Terjemahnya :
“Dan hendaklah engkau mamutuskan perkara di antara mereka menurut
apa yang diturunkan Allah”39
Rasulullah SAW bersabda :
37Bambang Waluyo, S.H, Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik, (Jakarta : Sinar
Grafika, 1992), h. 11 38Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahanny, h. 455 39Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h. 113
21
وعن عمرو بن العاص رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم
إذا اجتهد فأحطأ فله أجر أنه قال : إذا اجتهد الحاكم فأصاب فله أجران و
Artinya :
“Dari Amru bin Ash radiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasululullah SAW
berkata : apabila seorang hakim bersungguh-sungguh dalam memutuskan
suatu perkara dan keputusan itu sesuai dengan kebenaran berarti telah
mendapatkan dua pahala dan jika keliru maka dia mendapatkan satu
pahala”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3. Fungsi dan Kewajiban Hakim
Hakim dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat penting. Hakim atau
dalam khazanah Islam sering di sebut qadhi adalah seorang yang bertanggung
jawab dalam menjelaskan hukum Allah SWT kepada umat Islam. Proses
menjelaskan hukum-hukum Allah ini sendiri disebut dengan qadhi. Ulama
mengkategorikan hukum qadha adalah fardu kifayah. Harus ada yang memberikan
penjelasan tentang syariat Islam kepasa manusia. Beban ini diberikan kepada
penguasa atau kahlifah. Dalam sebuah wilayah tertentu, kahlifah boleh mewakilkan
kewajiban ini kepada hakim. Jadi, dalam Islam, sejatinya hakim adalah wakil resmi
kahlifah disebuah wilayah utamanya dalam penerapan hukum Islam.40
Fungsi peradilan sebagai lembaga negara yang ditugasi untuk
menyelesaikan dan memutuskan setiap perkara dengan adil, maka peradilan
berfungsi untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman masyarakat yang di bina
melalui tegaknya hukum. Peradilan Islam bertujuan untuk menciptakan
kemaslahatan umat.Sedangkan fungsi hakim menurut hukum posistif adalah
40http://m.republika.co.id/amp/nwo10f15/kedudukan-hakim-didalam-islam
22
Menegakkan kebenaran dan keadilan, bukan hanya menegakkan sebatas mengacu
pada peraturan perundang-undangan dalam arti sempit saja. Maksud dari hal ini
adalah hakim tidak berperan menjadi corong undang-undang dan hakim tidak boleh
berperan mengidentikkan kebenaran dan keadilan itu sama dengan rumusan
peraturan perundang-undangan.Menurut teori etis (etische theorie) Tujuan hukum
semata-semata untuk mewujudkan keadilan namun teori ini memiliki kelemahan
karena peraturan tidak mungkin di buat untuk mengatur setiap orang dan setiap
kasus akan tetapi dibuat secara umum dan bersifat abstrak serta hukum tidak selalu
mewujudkan keadilan.41
Sedangkan hak dan kewajiban hakim telah datur dalam berbagai undang-
undang dan peraturan pelaksanaannya. Kewajiban hakim diatur dalam pasal 3 UU
Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan. Segala campur
tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman
dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana di maksud dalam UUD tahun 1945.
Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan tersebut dipidana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kewajiban berikutnya juga
diatur dalam UU Kekuasaan Kehakiman yaitu hakim dan hakim konstitusi wajib
menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat. Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan
41 Sunarto,S.H., M.H, Peran Aktif Hakim Dalam Perkara Perdata, ( Jakarta : Kencana,
2015) h. 69
23
kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di
bidang hukum.42
Adapun kewajiban hakim antara lain :
a. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum
dan rasa keadian yang hidup dalam masyarakat.
b. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib
memperhatikan pula sifat-sifat yang baik dan yang jahat dari terdakwa
(pasal 28 ayat (2)).
c. Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila
terikat hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga,
atau hubungan suami atau isteri meskipun telah bercerai, dengan ketua,
salah satu seoarang hakim anggota, jaksa, advokat atau panitera (vide
pasal 29 ayat (3)).
d. Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan
apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan
perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun
atas permintaan pihak yang berperkara (vide pasal 29 ayat (5)).43
42Disiplin F.Manao dan Dani Elpah, Hakim Antara Pengaturan dan Implementasi, (Jakarta
: Buku Obor, 2018) h. 43. 43Laurensius Arliman S, Notaris dan Penegakan Hukum Oleh Hakim, (Yogyakarta :
Deepublish, 2015), h. 57
24
BAB III
ANALISIS KEDUDUKAN HAKIM DALAM PANDANGAN
FIQIH ISLAM
A. Kedudukan Hakim Dalam Pandangan Fiqih Islam
Sebelum Islam datang bangsa Arab telah mengenal istilah qadi yang
berarti hakim, untuk menyelesaikan segala sengketa yang terjadi di antara mereka.
secara harfiah, qadi artinya orang yang memutuskan perkara dan menetapkannya.
Namun saat itu belum ada hukum atau peraturan tertulis untuk menyelesaikan
sengketa-sengketa yang terjadi. Sengketa diselesaikan dengan mengacu pada
hukum atau peraturan adat yang mereka warisi secaraa turun temurun. Setelah
Islam datang, Rasulullah Muhammad SAW, mulai melaksanakan perintah Allah
SWT, dengan berdakwah di Madinah, beliau menjadi pemimpim sekaligus hakim
yang menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, lalu ia putuskan
hukumnya. Nabi Muhammad memutuskan hukum terhadap hak-hak manusia atas
dasar lahirnya perkara, sedangkan perkara- perkara yang tidak ada buktinya, maka
beliau putuskan dengan sumpah. Nabi Muhammad SAW tidak saja dikenal sebagai
pemimpin yang bijaksana tetapi juga sebagai hakim yang adil. Beliau tidak
membeda-bedakan (diskriminasi) dalam memutuskan perkara yang dihadapi
umatnya saat itu, semua diperlakukan sama, karena pada dasarnya setiap manusia
25
mempunyai kedudukan dan hak yang sama. Teladan bagaimana menjadi seorang
hakim yang adil.44
Kekuasaan kehakiman merupakan pekerjaan yang mulia yang darinya
dibentuk sebuah keadilan diantara manusia dan tidak akan tegak suatu keadaan
kecuali dengannya, dengan kekuasaan kehakiman dapat menggulingkan para
penzalim dan terhindar dari kejahatan. Oleh karena kehadiran seorang hakim untuk
menindas ketidakadilan dari para penzalim. Hakim juga bekerja untuk menegakkan
keadilan dan mencegah pertumpahan darah.45
Allah SWT berfirman dalam surah an- Nahl ayat 90 :
حسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن يأمر بالعدل وال الفحشاء إن الل
والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون
Terjemahnya :
“sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan)
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”46
Adapun syarat- syarat yang harus dimiliki seorang hakim, para ahli hukum
Islam klasik umumnya sependapat, tetapi dalam jumlahnya mereka berbeda, sebab
ada yang terlalu memerincinya dan ada yang tidak. Secara ringkas, persyaratan
yang harus dimiliki oleh seorang hakim adalah sebagai berikut :
44 Wildan Suyuthi Mustofa, S.H., M.H., Kode Etik Hakim, (Jakarta : Kencana, 2013),
h.220. 45 Naasir Bin Ibrahim al-Muhaimidah, Wadzifatul qada’ FII Ta’aamul maa al-Irhab (Al-
Kitab Mansyur ‘ala Mauqi’ Wizarah Al-Auqaf Assuudiyah), h. 1 46Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya,h.278
26
1. Syarat- syarat menjadi hakim
a. Beragama Islam
Disyaratkan menjadi seorang hakim harus beragama Islam, dan
tidak diperbolehkan yang memimpin sebuah kekuasaan kehakiman selain muslim,
karena orang kafir tidak mempunyai keahlian atau pengetahuan dalam wilayah
orang muslim.47
Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surah an-Nisa ayat 141:
يحكم بينكم يوم للكافرين على المؤمنين سبيل فالل القيامة ولن يجعل الل
Terjemahnya :
“maka Allah, akan memberi keputusan antara kamu di hari kiamat dan
Allah sekali-kali tidak memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk
memusnakan orang-orang yang beriman”48
Mazhab Hanafi membolehkan mengangkat seorang hakim yang bukan
muslim untuk mengadili orang yang bukan muslim, sebab keahlian (ahliyah)
mengadili berhubungan dengan keahlian menjadi saksi, sedang kafir dzimmi
boleh menjadi saksi terhadap kafir dzimmi yang lain. Dalam konteks Indonesia
persyaratan hakim harus beragama Islam sudah ditinggalkan, khususnya di luar
pengadilan agama.49
Sedangkan para jumhur Syafi’iyah dan jumhur fuqaha berpendapat bahwa
tidak membolehkan orang kafir untuk mengadili dalam wilayah agama Islam,
karena seorang hakim yang dimaksud dalam hal ini adalah seorang hakim yang
47Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, (Daar al-Bayaan,
1994),h. 76. 48Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.102 49 Wildan Suyuthi Mustofa, S.H., M.H., Kode Etik Hakim, (Jakarta : Kencana, 2013), h.
221.
27
dapat menangani hukum-hukum terutama dalam hukum syariat Islam, sedangkan
orang kafir tidak ada ilmunya tentang itu (syariat Islam)50
Pada dasarnya yang menjadi hakim atas orang kafir adalah orang muslim,
akan tetapi jika kehadiran seorang hakim muslim dapat membahayakan di
kalangan mereka, maka tidak mengapa jika mereka mengangkat seorang hakim
dari kalangan mereka sendiri. karena Allah SWT telah membolehkan seorang
muslim sebagai hukum atau aturan diantara mereka, maka dibolehkan juga untuk
meninggalkan sebuah hukum. Dan jika mereka menolak seorang hakim dari kaum
muslim untuk menghakimi mereka (orang-orang kafir) maka mereka berhak
untuk merujuk pada para ahli agama mereka.51
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Maidah ayat 42 :
إن جاءوك فاحكم بينهم أو أعرض عنهم ف
Terjemahnya :
“Jika mereka orang Yahudi datang kepadamu Muhammad untuk meminta
keputusan, maka berilah keputusan di antara mereka atau berpalinglah
dari mereka”52
b. Berakal dan Dewasa
Jika anak kecil saja tidak diperbolehkan menjadi hakim maka bagaimana
mungkin orang gila bisa menjadi seorang hakim, berakal sehat merupakan salah
satu yang disepakati oleh para ulama. Dan tidak ada yang berbeda pendapat dalam
masalah ini53
50Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.115 51Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.116 52Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.116 53Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h.91.
28
Yang dimaksud disini bukan hanya sekedar dipandang telah mukallaf,
tetapi adalah seorang yang benar-benar sehat pikirannya, cerdas, dan bijaksana,
agar dapat memecahkan masalah dalam perkara yang diadilinya.54
Tidak sah seorang anak kecil menjadi hakim walaupun dia mempunyai
karakterisik yang terkenal dengan kecerdasan dan kepintaran, dan ini adalah
keputusan para ulama yang merujuk pada sabda Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah R.A
تعوذوا بالله من رأس السبعين، ومن إمارة الصبيان
Artinya :
“Berlindunglah kepada Allah dari penghujung tahun 70, dan kepemimpinan
anak-anak”
Dan ketika meminta perlindungan kepada Allah tidak akan terjadi kecuali
pada sebuah kejahatan dan kemalangan, tradisi menjadikan anak-anak menjadi
hakim akan menyebabkan kerusakan dibumi dan kemudaratan.56
Alasannya adalah : pertama, bahwasanya menjadi seorang hakim
membutuhkan kepintaran dan mempunyai gagasan yang sempurna. Kedua,
bahwasanya anak kecil mempuyai kekurangan dalam kemampuan, juga
membutuhkan kemampuan orang lain untuk dirinya, sedangkan dia tidak
membutihkan pertolomgan orang lain selain dirinya. Dalam masalah umur
dewasa tidak ditentukan secara khusus, namun intinnya syarat menjadi seorang
54Wildan Suyuthi Mustofa,, Kode Etik Hakim,h.222. 55Disebutkan oleh Syaukany dalam pendapat al-autar, ‘Ishamu ad-Diin as-Shabaaty, Juz I
(Mesir : Daarul Hadis, 1993), Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam sanadnya (8302) dan Ahmad
Syakir mengatakan bahwa sanadnya shahih. 56Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.116
29
hakim itu harus dewasa dan memenuhi beberapa syarat lainnya maka dia boleh
menjadi seorang hakim.57
Sedangkan di Indonesia bahwa syarat hakim harus laki-laki dewasa, yang
merdeka sudah ditinggalkan, khususnya hakim peradilan agama sejak berlakunya
undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, saat wanita mulai diangkat
sebagai hakim.58
c. Merdeka
Merdeka atau bukan seorang budak,dan ini syarat yang dipersyaratkan
oleh para jumhur ulama ketika ada perbudakan pada masa mereka.59
Menjadi hakim harus merdeka karena dia mempunya kekuasaan sendiri
sedangkan seorang budak tidak bisa mempunyai kekuasaan bahkan atas dirinya
sendiri, maupun penghasilannya, seingga bagaimana mungkin dia bertindak
dengan harta yang bukan miliknya dan juga pada diri manusia, sedangkan dia
sibuk dengan hak-hak majikannya dan pelayanannya, sehingga dia tidak
mempunyai waktu untuk menjadi seorang hakim.60
Adapun persyaratan status pribadi yang merdeka, sudah jelas, sebab status
budak adalah suatu kekurangan (ketergantungan yang mutlak pada orang lain),
dimana hidupnya selalu disibukkan oleh kewajibannya dan bekerja untuk tuannya
61
Allah SWT berfirman dalam surah an-Nahl ayat 75 :
57Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 82 58 Wildan Suyuthi Mustofa, , Kode Etik Hakim,h.222. 59Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h.95 60Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.117 61 Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim,h.222.
30
يقد مملوكا ل عبدا مثل حسنا فهو ضرب الل ومن رزقناهمنا رزقا على شيء ر
بل أكثرهم ل يعلمون ا وجهرا هل يستوون الحمد لل ينفق منه سر
Terjemahnya :
“Allah membuat perimpamaan seorang hamba sahaya di bawah
kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu, dan seorang
yang kami beri rezeki yang baik, lalu dia meginfakkan sebagian rezeki
itu secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan. Samakah
mereka itu? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka
tidak mengetahui”62
d. Adil
Adil adalah benar dalam ucapan, dapat dipercaya, menjaga diri dari yang
diharamkan, terpelihara dari perbuatan dosa, jauh dari keragu-raguan, jujur dalam
keadaan senang maupun susah dalam mengamalkan serta menjaga kehormatan
agama dan dunianya.63
Menurut Ahmad Azhar Basyir, keadilan adalah meletakkan sesuatu pada
tempat yang sebenarnya atau menempatkan sesuatu pada porsinya yang tepat dan
memberikan kepada seseorang sesuatu yang menjadi haknya.64
Allah SWT berfirman dalam surah qn-Nahl ayat 90 :
والمنكر الفحشاء عن وينهى القربى ذي وإيتاء حسان وال بالعدل يأمر الل إن
والبغي يعظكم لعلكم تذكرون
Terjemahnya :
62Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.276 63Imam Al-Mawahdi, al-ahkamus sulthaniyah, (Mesir : Musthafa al-Babi Al- Halabi,
1976), h. 66. 64Ahmad Azhar Basyir, Negara dan Pemerintahan Dalam Islam, (Yogyakarta : UII Pres,
2000), h. 30.
31
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang melakukan
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”65
Menurut pendapat yang kuat dalam madzahab Hanafi, putusan hakim yang
fasik adalah sah selama putusan itu tidak bertentangan dengan hukum-hukum
syara’ dan undang-undang yang berlaku untuk itu, dan menurut Imam Syafi’i,
orang yang fasik tidak boleh menjadi hakim, sebab orang tidak boleh menjadi
saksi. Muhammad Salam Madkur dalam bukunya “al-Qada’ Fil Islam”,
berpendapat bahwa orang fasik termasuk orang yang boleh diterima kesaksiannya,
maka tentu dapat pula diangkat menjadi hakim. Selanjutnya beliau menambahkan
: namun seyogyanya kita tidak mengangkat orang fasik menjadi hakim. Tetapi
jika penguasa mengangkatnya, maka boleh mematuhinya dan segala putusannya
dilaksanakan sebagaimana putusan hakim-hakim lainnya.66
Menjadi seorang hakim harus adil, karena seorang fasik tidak diterima
perkataannya dan Allah SWT telah memerintahkan untuk menghentikan
perkataan mereka.67
Allah SWT berfirman dalan surah al-Hujurat ayat 6:
فتصبحوا بجهالة قوما أن تصيبوا فتبينوا بنبإ فاسق جاءكم إن آمنوا الذين أيها يا
علتم نادمين على ما ف
Terjemahnya :
65Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.278 66 Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim,h.223. 67Ali Bin Muhammad Bin Ahmad, Raudatul Qadati Wa Tariqil an-Najah, cet. 2 ( Bairut :
Muassasatu ar-Risalah Darul Furqan ‘Amaan), h. 53.
32
“ Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang fasik datang membawa
suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan
suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu
menyesali perbuatanmu itu”68
Keadilan merupakan sebuah pernyataan yang tulus, sebuah kepercayaan
yang jelas, bersih dari sesuatu yang terlarang, menghindari dari dosa, jauh dari
keraguan, selamat dari kepuasan dan kemarahan, bermanfaat untuk kehormatan
dirinya, agamanya, dan dunianya.69
Para jumhur fuqaha’dari kalangan Syafi’iyah, Hanabilah dan Maalikiyah
berpendapat bahwasanya keadilan merupakan syarat yang sah, dengan alasan
bahwa jika seorang hakim yang fasik berkuasa atau memimpin maka berdosa atas
apa yang di pimpinnya dan batal kekuasaanya, dan tidak bisa melewati
peradilannya walaupun dia menemukan kebenaran. Karena keadilan dituntut
dalam agama, sedangkan kehakiman merupakan jalan kepercayaan, namun jika
seorang fasiq bertobat dan keadaannya berubah menjadi lebih baik maka akan
menjadi seorang yang adil.70
Allah SWT berfirman dalam surah Ali Imran ayat 135 :
يغفر ومن لذنوبهم فاستغفروا أنفسهم ذكروا الل ظلموا أو فاحشة فعلوا إذا والذين
وا على ما فعلوا وهم يعلمون ولم يصر الذنوب إل الل
Terjemahnya :
“Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
mendzalimi diri sendiri, segera mengingat Allah dan memohon ampunan
68Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.517 69Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.120 70Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.121
33
atas dosa-dosanya, dan siapa lagi yang mengampuni dosa-dosa selain
Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka
mengetahui”71
Sedangkan pendapat dari mazhab Hanafi dalam riwayatnya yang jelas
bahwasanya merupakan syarat yang diperbolehkan dan bukan sebuah syarat yang
sah, dalam artian bahwa jika seorang fasik menjadi hakim maka dia hanya berdosa
atas kekuasaannya akan tetati keputusannya sah dan dapat melewati sebuah
keadilan.72
e. Laki-Laki
Tidak boleh menjadi hakim, anak-anak dan wanita. Demikian para imam
mazhab selain Abu Hanifah. Alasan yang mereka kemukakan anatara lain : “
wanita terlarang menghadiri pertemuan kaum laki-laki karena dikhawatirkan para
laki-lai tersebut berbuat fitnah terhadap wanita tersebut.” Di samping alasan di atas
kaum wanita masih mempunyai halangan lain untuk menjadi hakim, seperti
halangan tasyri’i bagi wanita yang haid dan nifas. Adapun dalam mazhab Hanafi
dalam hal ini berpendapat : “ wanita boleh menjadi hakim selain dalam perkara had
dan qishash, karena tidak diterimanya kesaksian wanita dalam perkara tersebut,
menunjukkan bahwa menjadi hakim dalam perkara tersebut, bahwa menunjukkan
bahwa menjadi dalam perkara itu tentu lebih tidak dapat diterima. Diceritakan
bahwa Ibnu Jarir tidak menjadikan laki-laki sebagai syarat hakim dengan alasan
bahwa wanita boleh memberikan fatwa (dalam semua masalah fiqih), maka wanita
juga boleh menjadi hakim.73
71Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.68 72Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.121 73Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim,h.222.
34
f. Mengetahui pokok-pokok hukum syara’ dan cabang-cabangnya
Syarat ini dimaksud agar hakim dapat mengetahui hukum-hukum Allah dan
sanggup membedakan anatara yang benar
( haq) dengan yang salah (bathil ). “Imam Syafi’i berpendapat, wajib seorang
hakim itu orang yang ahli ijtihad (mujtahid).74
Para jumhur ulama Malikiyah, syafi’iyah, Hanabalah dan sebagian dari
ulama Hanafiyah dan Ibnu Hazm berpendapat bahwa ijtihad merupakan syarat sah
untuk menjadi seorang hakim.75
Mereka berdalih pada firman Allah SWT dalam surah an-Nisa ayat 105:
لتحكم بين الناس بما أراك اللTerjemahnya :
“Agar engkau mengadili diantara manusia dengan apa yang telah Allah
ajarkan kepadamu”76
Allah SWT berfirman dalam surah al-Maidah ayat 49 :
وأن احكم بينهم بما أنزل اللTerjemahnya :
“ Dan hendaklah engkau memutuskan perkara diantara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah”77
Seorang hakim wajib mengetahi semua ilmu hukum-hukum syariat, hingga
ilmu itu dapat digunakannya dalam sebuah kasus yang dia tangani sehingga dia
dapat menetapkan seusai hukumnya.78
74Ibnu Rusyd, Bidayah al Mujtahid Wa Nihayah al Muqtasid, Juz.II, (Bairut : Daar Al-Jiil,
1409 H), h. 460 75Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.126 76Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.96 77Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.117
35
Melihat beratnya persyaratan bagi seorang hakim, Imam al-Ghazali
berpendapat bahwa “ karena mencari seorang hakim yang harus memenuhi
persyaratan seorang mujtahid lagi adil pada masa sekarang ini sulit, maka kita
dapat menerima hakim yang diangkat penguasa, walaupun hakim yang diangkat itu
bukan orang yang pandai dan dirinyapun fasik.79
g. Selamat pendengaran, pengelihatan dan ucapan
Syarat ini jelas diperlukan bagi seorang hakim untuk dapat mendengarkan
keterangan-keterangan dari pihak-pihak yang berperkara, melihat orang-orang yang
terlibat dalam perkara tersebut maupun bukti-bukti serta meminta keterangan
pihak-pihak yang berperkara dengan mengucapkan putussan yang dijatuhkannya.80
2. Pengangkatan Hakim
Pengangkatan hakim merupakan proses yang bertahap agar seseorang dapat
mencapai kedudukan hakim. Proses pengangkatan ini mememiliki variasi , ada
yang melalui proses penyeleksian ada yang melalui proses pembaiatan, dan ada
juga yang melalui proses penunjukkan, berikut uraiannya :
a. Membentuk diri-sendiri
Tipe membentuk diri sendiri ialah penobatan seorang hakim yang terjadi
dengan sendirinya.81 Tipe pertama ini memiliki dua pengertian. Pertama
seorang yang ingin menjadi hakim akan mendeklarasikan dirinya sendiri
untuk menjadi hakim. Mekanisme penobatan semacam ini terjadi jika pada
suatu wilayah yang belum pernah seseorang yang menjabat sebagai hakim,
78Ali Bin Muhammad Bin Ahmad, Raudatul Qadati Wa Tariqil an-Najah, h. 55. 79 Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim,h.223. 80 Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim,h.224. 81Sunindhia dan Ninik Widayanti, Kepemimpinan Dalam Masyrakat Modern (Jakartan :
PT Bina Aksara, 1998, cet. 1) h. 23.
36
serta situasi dan kondisi wilayah tersebut sedang membutuhkan peran sorang
hakim. Contoh pengertian pertama digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW
pada awal pemerintahan di Madinah Rasulullah memandang bahwa peradilan
merupakan elemen penting dalam bernegara, hingga ia sendiri yang
menyelesaikan perselisihan di kalangan masyarakat serta menetapkan
hukuman terhadap pelanggaran perjanjian. Sirah an-nabawiyah karangan
Ibnu Hisyam yang di kutip dalam buku Fiqih siyasah memaparkan bahwa
kaum Yahudi pernah melakukan pelanggaran sebanyak tiga kali terhadap isi
piagam Madinah, Raulullah SAW bertindak sebagai qadhi-nya sebanyak dua
kali, dan satu kali Nabi mewakilkan kepada sahabatnya.82
Pengertian kedua adalah seseorang yang ingin menjadi hakim akan mengikuti
seleksi hakim yang sudah ditentukan. Pengertian kedua ini merupakan
relevensi perkembangan sistem dan birokrasi dalam peradilan modern. Saat
syarat-syarat sudah terpenuhi serta uji kemampuan telah berhasil, maka
seorang tersebut akan diangkat dan sah menjadi hakim dalam suatu peradilan.
Peradilan di Indonesia mengaturnya dalam Undang-Undang No.4 tahun 2004
jo. Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu
sebagai berikut :
1. Bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
82J.Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah : Sejarah dan Pemikiran, ( Jakarta : Rajawali, 1995 ) h.
98.
37
lingkung peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah mahkamah konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan.
2. Bahwa untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan
peradilan yang bersih serta berwibawa perlu dilakukan penataan sistem
peradilan yang terpadu.
3. Bahwa Undang-Undang No 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman
tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dan ketatanegaraan
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1,
angka 2, dan angka 3 perlu membentuk Undang-Undang tentang kekuasaan
kehakiman.83
b. Pembaitan
Tipe kedua yaitu pembaitan atau dipilih oleh golongan, yakni penobatan
seorang hakim yan terjadi karena mendapatkan dukungan serta sumpah
kesetiaan oleh golongan karena kecakapannya dalam hukum, keberaniannya
dalam memutuskan masalah serta jasa-jasanya dalam bidang hukum.84
Mekanisme ini pernah terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar as-shiddiq. Ia
dibaiat oleh Umar Bin Khattab menjadi kahalifah pengganti Nabi
Muhammad SAW, posisi khalifah saat itu sekaligus merangkap tugas hakim
untuk menyelesaikan sengketa yang muncul di masyarakat Madinah.
83 Jaenal Aripin, Himpunan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, cet. 1 (Jakarta :
Kencana Prenada Media Group,2010) h. 187 84Sunindhia dan Ninik Widayanti, Kepemimpinan Dalam Masyrakat Modern, h.23
38
Pembaitan Umar Bin Khattab kepada Abu Bakar diikuti oleh sahabat-sahabat
lain. Model pembaitan ini hanya ditemukan dalam sejarah peradaban Islam.85
c. Penunjukkan
Penunjukkan adalah proses dimana orang yang dipercayai sebagai atasan,
pemimpin, memilih kemudian mengangkat seorang untuk menjadi hakim di
suatu wilayah proses pemilihannya beragam, namun dari sisi pengalaman dan
kemampuan meruapakan dua hal yang diprioritask
Pengangkatan model penunjukkan ini pernah dilakukan Nabi Muhammad
SAW saat Islam sudah melakukan ekspansi ke luar kota Madinah. Mekanisme
pengangkatannya di lakukan dalam bentuk yaitu Nabi Muhammad
memerintahkan sahabat untuk menjadi penguasa di wilayah tertentu dekaligus
diberi kewenangan menyelesaikan sengketa di antara anggota masyarakat.86
3. Pemberhentian Hakim
Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1991
tentang tata cara pemebrhentian dengan hormat dan pemberhentian sementara serta
hak-hak hakim agung dan hakim yang dikenakan pemberhentian menimbang :
85Joesef Sou;yub, Sejarah Dalam Khulafaur Rasyidin (Jkarta : Bulan Bintang, 1979, cet I)
h. 24 86Jaenal Aripin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta
: Kencana, 2013 ) h. 178
39
a. Bahwa hakim agung dan hakim adalah pejabat yang melaksanakan
kehakiman yang merdeka dalam menyelenggarakan peradilan guna
terselenggaranya negara hukum republik Indonesia berdrdasarkan pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.
b. Bahwa sehubungan dengan kedudukannya sebagaimana tersebut pada huruf
a, syarat-syarat pengangkatan dan pemberhentian hakim perlu diatur dalam
peraturan perundang-undangan sendiri;
c. Bahwa sebagai pelaksanaan pasal 15 Undang-Undang Nomor 14 tahun
1985, pasal 24 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986, pasal 24 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986, dan pasal 23 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989, perlu menetapkan peraturan pemerintah tentang tata cara
pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat dan
pemberhentian sementara serta hak-hak hakim agung dan hakim yang
dikenakan pemberhentian ;
(1) Hakim agung dan hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
karena :
a. Permintaan sendiri secara tertulis;
b. Sakit jasmani atau rohani terus – menerus berdasarkan surat keterangan tim
penguji kesehatan;
c. Telah mencapai batas usia pensiun;
d. Ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugas;
e. Meninggal dunia.
40
(2) Hakim agung dan hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya
dengan alasan :
a. Dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b. Melakukan perbuatan tercela;
c. Terus menerus melalaikan kewajiban dalam melaksanakan tugas
pekerjaannya;
d. Melanggar sumpah ataau janji jabatan;
e. Melanggar larangan perangkapan jabatan hakim agung atau hakim.
(3) Hakim agung atau hakim diberhentikan sementara, dalam hal dikenakan
perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan.87
87https://ngada.org/pp26-1991.htm. tentang pemberhentian Hakim Agung dan Hak-haknya
41
BAB IV
KONSEP HAKIM PEREMPUAN MENURUT PARA ULAMA FIQIH
A. Hakim Perempuan Menurut Para Ulama Fiqih
Peran perempuan di wilayah publik selalu mejadi kontroversi. Karena
wilayah publik menjadi hal yang terlarang bagi perempuan, terlebih jabatan di
bidang politik. Pebatasan tersebut bukan bermaksud untuk merendahkan
perempuan tetapi untuk memulikannya dan mengangkat derajatnya.
Spirit Islam yang justru memberikan penghargaan tinggi terhadap
perempuan. Perjuangan perempuan dalam menegakkan kesetaraan ranah publik
membutuhkan perjuangan secara kultural maupun struktural. Di Indonesia,
peradilan agama sendiri merupakan perwujudan perjuangan umat Islam dalam
memegang teguh keyakinannya, sehingga diperlukan lembaga peradilan sendiri
untuk menyelesaikan kasus-kasus muamalah. Sebab itu, boleh tidaknya perempuan
menjadi hakim di peradilan agama tidak terlepas dari keyakinan umat Islam
Indonesia. Diskursus mengenai kiprah perempuan sebagai hakim di pengadilan
agama, acap kali memuai kontroversi di berbagai Negara muslim, seperti di Sudan,
Malaisya, Pakistan, dan Indonesia. Perempuan dinilai tidak pantas untuk terjun di
wilayah publik, terutama dalam jabatan pemerintahan.88
Perdebatan di kalangan ulama fiqih tentang kedudukan hakim perempuan
yang mengacu pada surah an-Nisa ayat 34, ayat itu kerap dijadikan dasar
88Djamimah Muqoddas, Kontriversi Hakim Perempuan Pada Peradilan Islam di Negara-
Negara Muslim (Yogyakarta :Lkis, 2001) h. 14.
42
perempuan tidak diperkenakan berperan dalam wilayah publik, selain juga ada
hadis Nabi SAW yang melarang perempuan menjadi imam shalat bagi laki-laki.
Sgkan dalam sejarah Islam, sejumlah sahabat perempuan dikenal pernah
memerankan fungsi sebagai rujukan dalam hukum, layaknya seorang hakim. Di
antaranya adalah Aisyah R.A, Ummu Salamah, Shafiyah, dan juga Ummu
Habibah.89
Para ualama berbeda pendapat dalam hal apakah laki-laki merupakan salah
satu syarat menjadi hakim atau tidak. Di sini terdapat tiga pendapat para ulama
fiqih :
1. Pendapat pertama yaitu apa yang dilihat dari para jumhur ulama yaitu dari
kalangan jumhur Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah, dan Zafar dari
Hanafiyah bahwasanya seorang perempuan tidak diperbolehkan menjadi
hakim untuk memimpin sebuah pengadilan walaupun dia (perempuan)
hanya mewakili pekerjaan tersebut. Jika dia menerima pekerjaan tersebut
maka dia akan berdosa karena menerima sebuah urusan yang sudah jelas
tidak diperbolehkan. Sedangkan laki-laki dalam pandangan jumhur ulama
merupakan syarat yang dibolehkan dan juga merupakan syarat yang sah.90
Dalil yang digunakan para jumhur sebagai hujjah bahwasanya laki-laki
merupkan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang hakim dan
merupakan salah satu syarat yang sah.91
89Arief Subhan, Syafiq Hasyim, Cuma Perempuan Dalam Islam : Pandangan Ormas
Keagamaan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 48. 90Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 123 91Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 127
43
Allah SWT berfirman dalam surah an-Nisa ayat 34 :
بعض الل فضل بما الن ساء على امون قو جال من الر أنفقوا وبما بعض على هم
والل تي تخافون نشوزهن الحات قانتات حافظات للغيب بما حفظ الل أموالهم فالص
ا عليهن سبيل فعظوهن واهجروهن في المضاجع واضربوهن فإن أطعنكم فل تبغو
Terjemahnya :
“ Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah
telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(perempuan),dan karena mereka (laki-laki) telah mememberikan nafkah
dari hartanya. Maka perempuan-perempuan shalehah, adalah mereka yang
taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena
Allah telah menjaga (mereka). perempuan-perempuan yang kamu
khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka,
tinggalkan mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu)
pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari alasan untuk menyusahkannya.92
Maksud dari ayat tersebut menunjukkan bahwa arti dari pemimpin terbatas
hanya untuk laki-laki dan tidak untuk perempuan, karena laki-laki memiliki
keutamaan dalam pemikiran dan gagasan begitupun memiliki jiwa yang
kuat sebagai tabiatnya, sedangkan perempuan lebih banyak memeiliki sifat
lemah lembut dan lemah, oleh karena itu Allah menjadikan laki-laki lebih
berhak sebagai pemimpin atas mereka. Karena laki-laki pemimpin atas
perempuan maka tidak dibolehkan perempuan memimpin dalam sebuah
persidangan.93
Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari :
92Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.84 93 Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.122
44
أنه قال: نفعني الله بكلمة سمعتها من رسول -الله تعالى عنه رضي -عن أبي بكرة
أيام الجمل، بعد ما كدت أن ألحق بأصحاب الجمل فأقاتل -صلى الله عليه وسلم -الله
الله رسول بلغ لما قال: وسلم-معهم، عليه بنت -صلى الله ملكوا فارس أهل أن
94كسرى، قال: "لن يفلح قوم ولوا أمرهم امرأة"
Artinya :
“ Dari Abu Bakar berkata : Allah memberikan manfaat kepadaku dengan
sebuah kalimat yang aku dengar dari Rasulullah SAW pada hari perang
jamal, setelah aku hampir membenarkan merka (asahabul jamal) dan
berperang bersama mereka, ketika sampai kabar kepada Rasulullah SAW
bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisra sebagai pemimpin, maka
beliau brsabda : Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan
urusan pemerintahan mereka kepada seorang wanita”
Maksud dari hadis Rasulullah SAW tentang “Tidak akan beruntung suatu
kaum jika urusannya diserahkan kepada perempuan”, mengabarkan kepada kita
bahwa tidak adanya sebuah keuntungan jika dipimpin oleh seorang perempuan,
maka yang ada hanyalah kerugian atau kerusakan, maka wajib untuk menjauhinya.
“segala sesuatu yang mana sebuah kewajiban tidak bisa sempurna kecuali dengan
mengerjakannya maka seuatu tersebut wajib dikerjakan”, oleh karena itu apa saja
yang mengahalanginya, maka wajib dijauhi yaitu kepemimpinan perempuan. Jika
seorang perempuan memimpin pada wilayah-wilayah umum akan menyebabkan
ketidak beruntungan dan dengan tidak adanya keberuntungan maka akan hadir
kerugian, maka kesimpulannya bahwa perempuan yang memimpin di wilayah-
wilayah umum akan menyebabkan kerugian atau kerusakan sedangkan kerusakan
94Abu Abdullah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim al-Bukhari, Shaih al-Bukhari, Juz v
(Bairut : Daar al-Fikr, 1994) h.160.
45
dilarang secara syariat dan wilayah pengadilan atau kehakiman merupakan salah
satu wilayah umum.95
Maksud dari larangan perempuan menjadi pemimpin di wilayah- wilayah
umum di karenakan kekurangan (lemah) akalnya dan juga agamanya, sedangakan
itu merupakan sebuah kecacatan atau sebuah kekurangan yang dibenarkan oleh
perkataan Rasulullah SAW, dan itu merupakan sesuatu yang lazim untuk seorang
perempuan dan tidak bisa dinafikkan tentangnya karena itu merupakan sebuah
fitrah.96
Rasulullah SAW bersabda :
النساء يا معشر قال أنه بن عمر عن رسو لله صلى الله عليه و سلم عن عبد الله
جزلة منهن إمرأة فقالت النار أهل أكثر رأيتكن فإني الستغفار وأكثرن تصدقن
اللعن و تكفرن ا لعشير وما رأيت وما لنا يا رسول الله أكثر أهل النار قال تكثرن
من ناقصات عقل و دين أغلب لذي لب منكن قالت يارسول الله وما نقصان العقل
والدين قال أما نقصان العقل فشهادة امرأتين تعدل شهادة رجل فهذا نقصان العقل
وتمكث الليالي ما تصلي و تفطر في رمضان فهذ ا نقصان الدين
Artinya :
“ Dari Abdullah bin Umar dari Rasulullah SAW bahwasanya beliau bersabda “Hai
kamu perempuan, bersedekalah dan perbanyaklah memohon ampunan karena aku
melihat kamu sekalian menjadi sebagian besar penghuni neraka. Lalu salah satu
seorang perempuan di antara mereka yang cerdas dan kritis bertanya : “wahai
Rasulullah mengapa kami sebagian besar dari penghuni neraka?”. Rasulullah
menjawab : “Kamu sekalian banyak melaknat dan tidak berterima kasih atas
kebaikan suami. Saya tidak melihat perempuan-perempuan yang kurang akal dan
agamanya yang bisa mengalahkan laki-laki yang berakal, selain kamu”. Perempuan
itu bertanya lagi : “Apa kekurangan akal dan agama perempuan?”. Rasulullah
menjawab : “Adapun kekurangan akalnya adalah kesaksian dua orang perempuan
itu sama dengan kesaksian satu orang laki-laki. Itulah kekurangan akal itu, dan
95Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 132 96Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 133
46
perempuan itu, (haid) berhari-hari dengan tidak shalat dan tidak berpuasa di bulan
Ramadhan. Inilah kekurangan agama itu.”97
Dalam hadis ini menjelaskan bahwa kurangnya akal perempuan adalah dari
sisi ingatannya. Dan bahwasanya persaksian wanita butuh untuk dikuatkan dengan
persaksian wanita yang lain. Ini dalam rangka menguatkan persaksian tersebut
karena bisa jadi ia lupa, sehingga bisa membuat persaksiannya ditambah-
tambahkan atau dikurangi.98
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 282 :
ن ترضون واستشهدوا شهيدين من رجالكم فإن لم يكونا رجلين فرجل وامرأتان مم
ر إحداهما الخرىمن الشهداء أن تضل إحداهما فتذك
Terjemahnya :
“ Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki diantara kamu. Jika
tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan
dua orang perempuan di antara kamu orang-orang yang kamu sukai dari
para saksi (yang ada), agar jika yang seseorang lupa maka yang seorang
lagi mengingatkannya.99
Adapun kurangnya agama, yaitu dikarenakan mereka di kala haid dan nifas,
mereka meninggalkan shalat dan meninggalkan puasa dan tidak meng-qadha
shalat. Ini kekurangan dalam agama. Namum kekurangan ini tidak membuat
mereka berdosa dan tercela. Namun ini pengurangan dari syariat, dan justru ini
97Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al-jami’ as- sahih, Tahqiq :
Muhibbuddin al-Khatib, (Kairo : al-Matba’ah al-Salafiyah, 1400), h. 134. 98https://muslim.or.id-penjelasan-hadits-wanita-kurang-agama-dan-akalnya.html 99Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.84
47
merupakan bentuk kasih sayang yang Allah syariatkan terhadap mereka dan
kemudahan bagia mereka.100
2. pendapat yang kedua yaitu pendapat dari imam Hanafi kecuali
Zafar, bahwasanya perempuan tidak boleh menjabat sebagai hakim, kecuali
menjadi hakim dalam urusn muamalat (perdata) dan tidak pada kasus yang lain.
Imam Hanafi memperbolehkan hukumnya dalam urusan yang mana jika
perempuan dibolehkan menjadi saksi kecuali dalam masalah hudud dan qishas.101
Imam Hanafi berpendapat sama dengan para jumhur fuqaha bahwasanya
hakim perempuan dalam masalah hudud dan qishas (pidana) maka tidak boleh,
walaupun apa yang di putuskan sesuai dengan kebenarannya. Larangan perempuan
menjadi hakim dalam kasus pidana karena perempuan tidak bisa menjadi saksi
untuk kasus pidana. Kapabilitas untuk menjadi seorang hakim tergantung kepada
kapabilitas untuk menjadi saksi.. Jika dia (perempuan) memutuskan di luar perkara
sealain hudud dan qishas maka di terima keputusannya. Oleh karena itu laki-laki
dalam pandangan imam Hanafi kecuali Zafar merupakan syarat yang di bolehkan
tetapi bukan termasuk syarat yang sah. Dan ini menunjukkan bahwa dalam
pandangan imam Hanafi tidak memperbolehkan juga tidak memiliki hak untuk
mengizinkan perempuan menjadi pemimpin dalam sebuah pengadilan. Seperti yang
diketahui dalam buku-buku mereka bahwasanya ada beberapa perempuan yang
menjabat sebagai hakim pada masa mereka. dan siapapun yang di angkat sebagai
100https://muslim.or.id-penjelasan-hadits-wanita-kurang-agama-dan-akalnya.html. 101Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 123
48
hakim dalam negara Islam walaupun yang memimpin adalah perempuan maka
pengadilannya di bolehkan dan tidak berdosa.102
Pendapat lain mengatakan hukum perempuan menjadi hakim adalah
makruh. Alasan kemakruhannya karena di dalam persidangan, hakim perempuan
terpaksa harus bercakap-cakap dengan kaum laki-laki, padahal perempuan
dianjurkan untuk selalu menutup diri (dari bergaul dan bercakap-cakap yang intens
dengan laki-laki). Namun apabila dua pihak yang berperkara adalah perempuan
semua, maka kemakruhan hakim perempuan menjadi hilang.103
Menurut pendapat Abu Hanifah juga, dia menolak penggunaan hadis
tentang larangan perempuan menjadi pemimpin dijadikan dasar sebagai larangan
perempuan menjadi hakim, beliau beralasan bahwa kapasitas Nabi SAW saat
menyampaikan hadis tersebut bukan dalam kapasitas sebagai Nabi dan Rasul yang
mendukung kebenaran wahyu, tetapi dalam kapasitas Nabi sebagai manuasia biasa
yang mengungkap realitas sosial di masyarakat, yakni mengantisipasi
kemungkinan buruk yang terjadi kemudian hari apabila pemimpin diserahkan
kepada perempuan.104
Ibnu Hummam, salah satu tokoh mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa
laki-laki tidak menjadi salah satu syarat untuk menjadi hakim kecuali dalam
102Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 124 103Syaikh As’ad Sa’id al- Shagiriji, al-Fkih al-Hanafi wa Adillatuh (Pakistan : Idara al-
Qur’an wa al-‘Ulum al-Islamiyah. 1421 H), h. 10 104Djamimah Muqoddas, Kontroversi Hakim Perempuan Pada Peradilan Islam di Negara-
Negara Muslim (Yogyakarta :Lkis, 2001) h. 90
49
masalah hudud dan dima’(pidana).105Larangan perempuan menjadi hakim dalam
perkara pidana diqiyaskan dengan larangan perempuan menjadi saksi kasus
perkara pidana.106
Pendapat dari kalangan Hanafiyah mengenai kebolehan perempuan
menjadi hakim itu pada nash al-Qur’an surah at-Taubah ayat 71 yang disebut
tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan.
بعض أولياء بعضهم والمؤمنات عن والمؤمنون وينهون بالمعروف يأمرون
كاة ويطيعون الله ورسوله أولئك سيرحمهم الله لة ويؤتون الز المنكر ويقيمون الص
إن الله عزيز حكيم
Terjemahnya :
“ Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian
mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
yang ma’ruf , mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka
itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah maha perkasa lagi
maha bijaksana”107
3. Pendapat yang ketiga yaitu menurut Muhammad Ibn Jarir at-Thabari, Hasan
al-Basri salah satu dari kalangan ulama besar pada masa tabi’in, Ibnu Hazm Az-
zhahri dan Ibnu al-Qaasim dari kalangan Mazhab Malikiyah berpendapat bahwa
seorang perempuan boleh menjadi hakim dalam sebuah pengadilan dan
memperbolehkan menduduki jabatan sebagai hakim dalam setiap perkara yang
memperolehkan perempuam menjadi saksi. Namun mereka berbeda pendapat
dalam urusan yang memperbolehkan perempuan manjadi saksi. Maka Ibnu Jarir
105Ibnu Hammam, Mu’in al-Hukkam Fiima Yataraddadu Baina Alkhasamain Min al-
Ahkam, j. 7 (Mesir : Maktabah al-Mustafa al-Bab al-Halabi wa Auladuh, 1973) h. 253 106Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqhi al- Islamiyah wa Adillatuh, h. 5936 107Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.198
50
dan Ibnu Hazam berependapat bahwa perempuan boleh menjadi saksi dalam kasus
apapun.108
Begitupun pendapat dari al-Hasan, Ibn Jarir at-Thabary dan Ibn Hazm
menghilangkan laki-laki sebagai salah satu syarat menjadi hakim dan
membolehkan perempuan menjabat sebagai hakim secara mutlak, dan bahwasanya
laki-laki bukanlah salah satu syarat dan bukan juga sayat yang sah. 109
Dalil yang mereka gunakan adalah sebagai berikut :
a. Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 228 :
ولهن مثل الذي عليهن بالمعروف
Terjemahnya :
“Dan mereka mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang patut”
Dari ayat tersebut menjelaskan persamaan antara laki-laki dan perempuan
dalam hak dan kewajiban dan ini merupakan persamaan umum yang tidak ada
penolakan atasnya dan tidak ada penegcualian di dalam nas.
b. Segala sesuatu hukum asalnya adalah mubah kecuali ada dalilnya yang
melarangnya dan barang siapa yang mampu menyelesaikan perselisihan
dalam wilayah peradilan walaupun ketika seorang perempuan yang shalihah
yang mampu menyelesaikan perselisihan dan tidak ada larangan untuk itu
108Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 124 109Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.124
51
maka boleh saja di memimpin di pengadilan, karena keperempuanannya tidak
menghalangi pemahamannya untuk berargumen dalam masalah hukum.110
Sedangkan menurut Imam al- Baji, ada empat dalil yang dipergunakan
sebagaia dasar kebolehan perempuan menjadi hakim secara mutlak. Yaitu
diantaranya:
a. Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar yang
menyebutkan bahwa setiap orang adalah pemimpin, tanpa perbedaaan jenis
kelaminnya.
عن عبيد الله بن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:
عليهم راع الناس على الذي فالمير رعيته؛ عن مسئول وكلكم راع »كلكم
هم، ومسئول عنهم؛ وامرأة الرجل راعية على بيت بعلها وولدها وهي مسئولة عن
وعبد الرجل راع على مال سيده وهو مسئول عنه؛ أل وكلكم راع وكلكم مسئول
111عن رعيته« .
Artinya :
“Abdullah Bin Umar berkata bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :
“ketahuilah kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap
rakyatnya. Pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya tentang rakyat
yang dipimpinnya. Suami adalah pemimpin bagi keluarganyaa dan akan
dimintai pertanggung jawabannya tentang keluarga yang dipimpinnya. Isteri
adalah pemimpin atas rumah suami dan anak-anaknya. Budak adalah
pemelihara harta tuannya dan dia bertanggung jawab atas hal itu. maka dari
itu kalian semua adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban
tentang hal yang dipimpinnya”
110Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.124 111 Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, al-Jami’ as-Sahih al-Musnad min
Hadis Rasulullah shallaullahu ‘alaih wa sallam wa Sunanihi wa Ayyamihi, Jilid III (Kairo : al-
Matba’ah as-Salafiyah, 1043 H) h. 328
52
Hal ini menunjukkan bahwa kaum perempuan berhak menjadi pemimpin
dan hakim sebagaimana kaum laki-laki. Mengacu kepada penjelasan
Rasulullah SAW disebutkan bahwa setiap orang adalah pemimpin, hal ini
menunjukkan bahwa kaum perempuan juga berhak menjadi pemimpin dan
juga hakim sebagaimana halnya kaum laki-laki.112
b. Mengqiyaskan dengan hukum kebolehan perempuan menjadi mufti maka
perempuan boleh menjadi hakim
c. Jenis kelamin laki-laki bukan merupakan hal yang penting, sehingga
keabsahan sebagai hakim tidak harus berjenis kelamin laki-laki.113
Selain keempat alasan di atas, Imam Ibnu Jarir at-Thabari dan Imam Ibnu
Hazam menambahkan alasan lainnya yaitu : yang pertama, tidak satupun ayat al-
Qur’an maupun hadis yang secara terang –terangan melarang perempuan menjadi
hakim, adapun alasan dalam surah an-Nisa ayat 34 adalah dalam hal kewajiban
nafkah dan usaha pasangan suami isteri, bukan dalam hal kepemimpinan secara
luas. Yang kedua, secara historis pernah terjadi pengangkatan auditor pasar pada
masa khalifah Umar bin Khattab yang bernama as-Syifa daru suku as-Shuq.
Namun hadis tersebut lemah.114
Hal tersebut jika diperhatikan lebih jauh, hukum kebolehan dan larangan
wanita ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi sosial budaya yang terjadi.
Yang mana seperti kita ketahui, hukum dapat berubah akibat adanya perubahan
112Moh. Musta’in, Takhrij Hadis Kepemimpin Wanita (Surakarta : Pustaka Cakra. 2001), h.
89-90. 113Djamimah Muqoddas, Kontroversi Hakim Perempuan, h. 223 114Djamimah Muqoddas, Kontroversi Hakim Perempuan, h. 230
53
zaman, tempat dan juga keadaan manusia itu sendiri. Sebagaiman yang di sebutkan
dalam qaidah ushul fiqih yaitu “hukum yang berubah karena mengikuti maslahat
waktu, tempat dan kondisi” dan juga perkataan ibnu al-Qayyaim “sesungguhnya
fatwa dapat berubah mengikuti perubahan zaman, tempat, adat istiadat dan
kondisi”115
Kondisi sosial budaya pada masa sekarang jika kita lihat, maka perempuan
dan laki-laki mempunyai kedudukan dan hak yang sama, sehingga perempuan
dalam mitra yang sejajar dalam kedudukan politik dan hukum dan memiliki
kedudukan yang sama, baik dari sisi menurut ajaran Islam, seperti dalam hukum
Islam, sistem politik dalam hukum Islam sehingga kiprah perempuan dalam kancah
politik tidak hanya sebatas emansipasi atau keikutsertaan, tetapi memiliki kapasitas
sebagai pribadi yang memiliki hak, kewajiban dan tanggungjawab bersama-sama
kaum laki-laki. Kedudukan perempuan sebagai hakim dan ketua pengadilan Agama
dengan syarat berkompeten dalam bidangnya.116
Berdasarkan paparan perbedaan pendapat para ulama di atas, penulis
berkesimpulan sebagai berikut :
a. Penulis tidak menolak pendapat jumhur Ulama yang mengatakan
perempuan tidak boleh menjabat sebagai hakim dikarenakan dari sisi
dominan emosi sehingga kadang dalam persaksian ada yang
mengingatkannya. Namun kembali kita melihat sistem peradilan sekarang
115Nuruddin al-Khamidi, al-Ijtihad al-Maqhasidi Dawabituhu wa Majallatuhu, (Mesir :
Risalah al-Muhakamh As-Syari’ah), h. 139. 116Djamimah Muqoddas, Kontribusi Hakim Perempuan Dalam Penegakkan Hukum di
Indonesia, (as-Syari’ah Vol.17 No.2, 2015) h. 93
54
sudah menunjukkan hakim kolektif dimana keputusan tidak ditetapkan oleh
satu hakim saja, akan tetapi terdiri dari tiga hakim yaitu hakim ketua, hakim
anggota satu dan hakim anggota dua, sehingga jika dalam memutuskan
suatu perkara dia tidak mengambil keputusan secara personal tetapi dengan
keputusan atau pendapat bersama antara ketiga hakim tersebut, demikian
juga akan menutup peluang berdua-duaan (khalawat). Dalam sidang pidana
maupun perdata memiliki hakim mejelis, dalam pemeriksaan perkara, harus
terdiri dari tiga orang hakim atau hakim majelis. Salah satu hakim tersebut
bertindak sebagai ketua dan dua orang lainnya sebagai hakim anggota. Hal
ini dikarenakan agar terdapat keputusan mutlak dan tidak ada suara
seimbang.117Dan persidangan pada saat ini dilakukan secara terbuka untuk
umum, sehingga persidangan tersebut dapat disaksikan dan dihadiri oleh
setiap orang agar mereka dapat melihat jalannya pemeriksaan suatu perkara.
b. Dengan adanya dalil yang mengatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin
bagi kaum perempuan dan juga ada hadis Rasulullah SAW yang
mengatakan bahwa tidak akan beruntung suatu kaum jika urusannya
diserahkan kepada perempuan, berdasarkan dalil-dalil tersbut sehingga
perempuan tidak dibolehkan memutuskan suatu perkara. Namun hadis ini
boleh jadi lebih diarahkan pada kepemimpinan Negara atau kepemimpinan
tertinggi saja waallahu a’lam.
117https://www.nafun.com/2014/03/persamaan-perbedaan-hukum-pidana-dan-
perdata.html?m=1
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis terkait hukum
hakim perempuan dalam fiqih Islam berdasarkan dua rumusan masalah,
dapat ditarik kesimpulan yaitu :
1. Hakim adalah orang yang mengadili setiap perkara baik yang berkenaan
dengan hak Allah SWT maupun hak manusia, hakim juga bekerja untuk
mengakkan keadilan dan mencegah pertumpahan darah, juga menindas
ketidakadilan dari para penzalim.
2. Perempuan boleh menjabat sebagai hakim, alasannya tidak ada dalil
yang secara langsung melarang perempuan menjadi hakim, dan juga
sistem persidangan sekarang sudah berbeda dengan sistem persidangan
klasik, dimana sistem persidangan sifatnya sudah kolektif yang
melibatkan tiga hakim sehingga tidak mungkin mengambil keputusan
secara personal walaupun dalam masalah qisas dan juga akan menutup
peluang untuk berdua-duaan. sementara hakim pada masa klasik
sifatnya tunggal. Adapun ayat dan hadis yang melarang, itu lebih
ditujukan pada pimpinan tertinggi, sedangkan jabatan dibawahnya
dibolehkan jika perempuan tersebut berkompoten dalam bidangnya.
Dan juga melihat perubahan zaman dimana keberadaan hakim
perempuan saat ini dibutuhkan, melihat pihak-pihak yang bersengketa
banyak dari kalangan perempuan, dimana terdapat beberapa hal yang
56
sensitif yang mana hanya hakim perempuan yang bisa mengatasinya.
Dalam kaidah usul fiqih mengatakan :
“Kebutuhan itu ditempatkan pada tempat darurat, baik kebutuhan itu
bersifat umum atau khusus”
B. Saran
1. Bagi sebagian masyarakat yang menganggap bahwa perempuan hanya
bisa berdiam diri di rumah dan tidak ada haknya untuk bekerja diluar
rumah salah satunya itu menjabat sebagai hakim, itu tidak benar,
Karena pada dasarnya jika seorang itu bisa memenuhi syarat-syarat
sebagaia hakim maka diperbolehkan, melihat pada masa sekarang
dimana perkembangan yang mengharuskan perempuan terlibat
didalamnya.
2. Bagi para perempuan yang telah menjabat sebagai hakim, hendaknya
tetap menjaga batasan-batasan yang ditetapkan oleh syariat, tetap
menjaga amanah, berpakaian yang soapan (syar’i) menghindari sebisa
mungkin hal-hal yang bisa menimbulkan fitnah.
3. Bagi para pembaca hendaknya bersikap terbuka terkait masalah hakim
perempuan merupakan hal yang boleh saja, karena sistem persidangan
di negara kita dimana peran hakim perempuan sangat dibutuhkan.
57
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,, Ali Bin Muhammad Bin.Raudatul Qadati Wa Tariqil an-Najah.
BairutMuassasatu ar-Risalah Darul Furqan ‘Amaan.
al- Shagiriji, Syaikh As’ad Sa’id. 1421. al-Fkih al-Hanafi wa Adillatuh. Pakistan :
Idara al-Qur’an wa al-‘Ulum al-Islamiya.
Al-Hadad, Al-Thahri. 1993. Wanita Dalam Syariat Dan Masyarakat,. Jakarta
Pustaka Firdaus.
Al-Mawahdi, Imam. 1976.al-ahkamus sulthaniyah. Mesir : Musthafa al-Babi Al-
Halabi.
al-Muhaimidah, Dr. Naasir Bin Ibrahim, Wadzifatul qada’ FII Ta’aamul maa al-
Irhab. Al-Kitab Mansyur ‘ala Mauqi’ Wizarah Al-Auqaf Assuudiyah.
Al-Munawwar, Said Aqil Husain. 2009. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki,. Jakarta. PT. Ciputat Press.
Al-Qursy, Abu Al-Fada’ Ismail Bin Umar bin Katsir. Tafsir al-Quaranul Adzim.
1990. Taybah Linnasyary wattauzi’.
Al-Wargamy,Muhammad bin Muhammad Ibnu Arafah. 2008. Lebanon. Darul
Kutub al-Islamyah Bairut.
Aripin,Jaenal.2013.Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum di
Indonesia. Jakarta : Kencana.
Aripin, M.A., Dr. Jaenal. 2010. Himpunan Undang-Undang Kekuasaan
Kehakiman. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Arliman S, Leurensius. 2015. Notaris dan Penegakkan Hukum Oleh
Hakim.Yogyakarta. Deepublish.
As-Sya’rawi, Syaikh Mutawalli. 2009. Fikih Perempuan (Muslimah).Jakarta.
Amzah.
Bahnasawi, Salim Ali. 1996. Wawasan Sisrem Politik Islam. Jakarta. Pustaka
Alkausar.
Bambang Waluyo, S.H. 1992. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik.
Jakarta. Sinar Grafika.
58
Basyir,Ahmad Azhar. 2000Negara dan Pemerintahan Dala.m Islam. Yogyakarta
: UII Pres.
bin Ismail, Bukhari Abu Abdullah Muhammad.1400. al-jami’ as- sahih, Tahqiq :
Muhibbuddin al-Khatib. Kairo : al-Matba’ah al-Salafiyah.
Dahlan, Abdul Aziz. 1997. Ensiklopedia Hukum Islam. Jogjakarta. Lkis.
Dr. H. Sunarto, S.H., M.H. 2015. Peran Aktif Hakim Dalam Perkara Perdata.
Jakarta. Kencana.
Drs. H.Wildan Suyuthi Mustofa. 2013. Kode Etik Hakim. Jakarta. Kencana.
Engginer, Asgar Ali. Hak-Hak Perempuan Dmpuan Dalam Islam, Terjemahan oleh
Farid Wajid dan Cicik Farkha Assegaf, dari The Raight Of Women In
Islam.Yogyakarta. Lembaga Studi dan Pengembangan Perempuan dan
Anak.
Hammam,Ibnu.1973.Mu’in al-Hukkam Fiima Yataraddadu Baina Alkhasamain
Min al-Ahkam. Mesir : Maktabah al-Mustafa al-Bab al-Halabi wa Auladuh.
Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya,.
Jakarta. Ghalila Ikapi.
Kementrian Agama Republik Indonesia. 3013. Al-Qur’an Al-Karim dan
Terejemahannya. Surabaya. Halim Publishing dan Distibuting.
Madkur, Muhammad Salam. 1993. Peradilan Dalam Islam. Surabaya. PT. Bina
Ilmu.
Manoa, Disiplin F dan Dani Elpha. 2018. Hakim Antara Pengaturan dan
Implementasi. Jakarta. Buku Obor.
Mudzar, HM. Atho.2003. Hukum Keluarga Islam Di Dunia Moderen. Jakarta.
Ciputat Press.
Muhsin, Aminah Wadud. 1994. Wanita di Dalam Al-Qur’an,. Bandung. Pustaka .
Muqoddas, Djamimah. 2001. KontriversiHakim Perempuan Pada Peradilan Islam
di Negara-Negara Muslim. Yogyakarta :Lkis.
Musta’in,Moh. 2001. Takhrij Hadis Kepemimpin Wanita.Surakarta : Pustaka
Cakra.
Mustofa, Drs. H. Wildan Suyuthi. 2013. Kode Etik Hakim. Jakarta . Kencana.
59
Pulungan,J.Suyuthi. 1995. Fiqh Siyasah : Sejarah dan Pemikiran. Jakarta :
Rajawali.
Rusli, Muhammad. 2016. Wanita Karir Perspektif Islam (Studi Kasus Di Kecmatan
Rappocini Kota Makassar) Tesis.
Rusyd,Ibnu. 1409.Bidayah al Mujtahid Wa Nihayah al Muqtasid. Bairut : Daar
Al-Jiil.
Rusyid, Ibnu.Jiil1409 H/1989 m. BidayahAl Mujtahid Wa Nihayah Al Muqtasid.
bairut : Dar Al.
Samuddin Rappung. 2020. Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai. Al-Jinan Littaba’i
Wattauzi’.
Shihab, M.Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur’an,. Bandung. Mizan.
Sou’yub, Joesef. 1979. Sejarah Dalam Khulafaur Rasyidin.Jkarta : Bulan Bintang.
Subhan, Prof. Dr. Zaitunah. 2015. Al-Qur’an Dan Perempuan,. Jakarta.
Prenadamedia Group.
Suharsimiarikunto. 20014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta.
Rineka Cipta.
Sunindhia dan Ninik Widayanti.1998.Kepemimpinan Dalam Masyrakat Modern.
Jakartan : PT Bina Aksara.
Tim Penyusun. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia,. Jakarta. Balai Pustaka.
Usman, Muhammad Ra’fat. 1994.an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islam. Daar al-
Bayaan.
Zuhaili,Wahbah. Al-fiqh Al-Islamy wa Adillatuh.
Sumber-sumber lain :
File://sirkulasiku/pengertian/-syarat-dsn-fungsi-hakim-.html
\https://pn-tahuna.go.id/tentang-pengadilan/sistem-pengelolaan-pn/kegiatan
pengadilan/item/kedudukan-penasehat-hukum-sesuai-uu-nomor-8-tahun
1981-dan-uu-nomor-16-tahun-2011
http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/agenda/article. diunduh senin
18 januari 2021 pukul 21: 36.
http://m.republika.co.id/amp/nwo10f15/kedudukan-hakim-didalam-islam
60
http://www.google.co.id/search?q=pengertian+islam+tentang+pemimpin,diunduh
minggu 17 januari 2021 pukul 15:41
https://core.ac.uk/download/pdf/234749691.pdf https://core.ac.uk/download/pdf/234749691.pdf. https://m.republika.co.id/berita/q8cob2430/wanita-bekerja-dalam-pandangan-islam
https://muslim.or.id-penjelasan-hadits-wanita-kurang-agama-dan-akalnya.html
https://muslim.or.id-penjelasan-hadits-wanita-kurang-agama-dan-akalnya.html.
https://ngada.org/pp26-1991.htm. tentang pemberhentian Hakim Agung dan Hak-
haknya.
https://www.nafun.com/2014/03/persamaan-perbedaan-hukum-pidana
danperdata.html?m=1
61
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Fatimah lahir pada tanggal 19 september 1994 M di Desa
Kaohua Kecamatan Buyasuri Kabupaten Lembata Nusa Tenggara
Timur (NTT). Anak pertama dari bapak Abdul Rahman Hasan dan
Ibu Siti Saniyah Abdullah dari 6 bersaudara. Adapun pendidikan
yang ditempuh oleh penulis: MI Darul Istiqamah Bongki Sinjai
Utara, lulus pada tahun 2009. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pondok Pesantren Darul
Istiqamah Bongki, lulus pada tahun 2012. Madrasah Aliyah (MA) Pondok Pesantren Darul
Istiqamah Bongki, lulus pada tahun 2015. Kemudian melanjutkan pendidikan di Program
Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah) Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Makassar pada tahun 2017.
62
63
64