75
HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SH) Pada Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh : FATIMAH Nim: 105261104617 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH) FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442H/2021M

HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

1

HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN

FIQIH ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Hukum Islam (SH) Pada Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah) Fakultas

Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh :

FATIMAH

Nim: 105261104617

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

1442H/2021M

Page 2: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

ii

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul : “Hukum Perempuan Menjadi Hakim Dalam

Pandangan Fiqih Islam” telah diajukan pada hari Sabtu, 19 Ramadhan 1442 H/

01 Mei 2021 di hadapan tim penguji dan dinyatakan telah dapat diterima dan disahkan

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (S.H) pada

Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 19 Ramadhan 1442

1 Mei 2021

Dewan Penguji :

Ketua : Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si (……………….……)

Sekretaris :Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si (…………………….)

Tim Penguji :

1. Dr. M. Ilham Muchtar, Lc., M.A. (.............................. )

2. Hasan bin Juhanis, Lc., M.S. (.............................. )

3. Dr. Muh. Ali Bakri, S.Sos., M.Pd. (.............................. )

4. Rapung, Lc., M.H.I. (.............................. )

Disahkan Oleh :

Dekan Fakultas Agama Islam

Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si

NBM : 77423

Page 3: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

iii

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222

BERITA ACARA MUNAQASYAH

Dekan Fakultas Agama Islam Makassar, setelah mengadakan sidang munaqasyah

pada hari Sabtu, 1 Mei 2021 M/ 19 Ramadhan 1442 H yang bertempat di Gedung

Prodi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah) Fakultas Agama Islam Universitas

Muhammadiyah Makassar Jln. Sultan Alauddin No. 259 Makassar.

MEMUTUSKAN

Bahwa Saudara:

Nama : Fatimah

Nim : 105261104617

Judul Skripsi : Hukum Perempuan Menjadi Hakim Dalam Pandangan Fiqih

Islam

Dinyatakan : LULUS

Ketua, Sekretaris,

Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si

NBM : 77423 NBM : 77423

Dewan Penguji:

1. Dr. M. Ilham Muchtar, Lc., M.A. (.............................. )

2. Hasan bin Juhanis, Lc., M.S. (.............................. )

3. Dr. Muh. Ali Bakri, S.Sos., M.Pd. (.............................. )

4. Rapung, Lc., M.H.I. (.............................. )

Disahkan Oleh :

Dekan Fakultas Agama Islam

Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si

NBM : 77423

Page 4: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

iv

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 GedungIqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Skripsi :Hukum Perempuan Menjadi Hakim Dalam

Pandangan Fiqih Islam

Nama : Fatimah

NIM : 105261104617

Fakultas / Jurusan : Agama Islam / Ahwal Syakhshiyah.

Setelah dengan seksama memeriksa dan meneliti, maka skripsi dinyatakan telah

memenuhi syarat untuk diajukan dan dipertahankan di hadapan tim penguji ujian

skripsi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 27 April 2021 M

Disetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Abbas, Lc., MA Rapung , Lc., M.H.I

NIDN: 0918107701 NIDN:-

Page 5: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

v

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fatimah

NIM : 105261104617

Fakultas : Agama Islam

Program Studi : Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah)

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya

penulis sendiri. Jika kemudian hari hal ini terbukti bahwa skripsi ini merupakan

duplikat, tiruan, plagiat dibuatkan atau dibantu semua atau sebagian secara

langsung oleh orang lain, maka skripsi dan gelar kesarjanaan yang diperoleh

karenanya batal demi hukum.

Makassar,19 Ramadhan 1442 H

1 Mei 2021 M

Penulis

Fatimah

NIM:105261104617

Page 6: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

vi

ABSTRAK

Fatimah. NIM : 105261104617. Hukum Perempuan Menjadi Hakim Dalam

Pandangan Fiqih Islam (dibimbing oleh Abbas Baco Miro dan Rappung

Samuddin)

Penelitian ini membahas tentang bagaimana hukum perempuan menjadi

hakim dalam pandangan fiqih Islam, adapun pokok masalah dalam penelitian ini

adalah : 1) Bagaiman hakim dalam pandangan fiqih Islam. 2) bagaimana

kedudukan hakim perempuan menurut para ulama fiqih.

Adapun tujuan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian pustaka (libray research) yaitu suatu penelitian yang sumber datanya

yang diperoleh dari pustaka, buku-buku, atau karya-karya tulis yang releven

dengan pokok-pokok permasalahan yang diteliti.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) hakim merupakan sebuah

jabatan yang mulia yang darinya dibentuk sebuah keadilan, hakim mengadili setiap

perkara, baik yang berkenaan dengan hak Allah Maupun hak manusia, dengan

kekuasaan kehakiman dapat menggulingkan para pendzalim dan terhindar dari

kejahatan. 2)Adapun hukum perempuam menjadi hakim dibagi menjadi 3 pendapat

yaitu ada yang melarang secara mutlak ada yang membolehkan dengan sebagian

perkara saja dan ada yang membolehkan secara mutlak. Setelah melihat sistem

persidangan di Indonesia dan menganalisis para pendapat. Maka, penulis

menemukan bahwa perempuan boleh saja menjadi hakim dengan dua alasan : 1)

sistem persidangan sekarang berbeda dengan sistem persidangan pada masa klasik.

2) tidak ada dalil yang secara langsung melarang perempuan menjadi hakim. Dari

penulisan ini, penulis berkesimpulan bahwa perempuan boleh menjadi hakim,

tetapi tetap menjaga marwahnya sebagai perempuan yang terhormat dan juga tetap

melaksanakan kewajibannya sebagai seorang anak, isteri dan ibu dan juga tidak

keluar dari syariat-syariat Islam.

Kata kunci : Hakim, Perempuan, Fiqih Islam

Page 7: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr. Wb

Alhamdulilahirabbil’alamin, segala puji hanya milik Allah SWT yang maha

pengasih lagi maha penyayang, yang maha mulia lagi maha perkasa, Rabb yang

telah melimpahkan segala rezeki dan kasih sayang- Nya kepada semua mahluk-

Nya di alam semesta ini.

Salawat serta salam pun senantiasa dipersembahkan kepada kekasih dan

panutan kita, Rasulullah Muhammad SAW, sosok yang tiada mewariskan dinar

maupun dirham, melainkan berupa ilmu yang bermanfaat, atas berkat rahmat dan

karunia-Nyalah sehingga penulis dengan segala kelebihan dan kekurangan dapat

menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan

pendidikan program studi Ahwal Syakhsiyah di Universitas Muhammadiyah

Makassar dengan judul “Hukum Perempuan Menjadi Hakim Dalam Pandangan

Fiqih Islam”.

Penulis sangat menyadari bahwa skrpsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis meminta kepada para

pembaca agar senantiasa dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya

membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

Skripsi ini saya persembahkan khusus untuk kedua orang tua tercinta dan

saya hormati, Ayahanda Abdur Rahman Hasan dan Ibunda Sitti Saniyah Abdullah

Page 8: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

viii

serta sadara-saudaraku, dan serta keluargaku dari pihak ibu dan ayah yang telah

memberikan dorongan moril, materil dan spritual serta doa restu kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penhargaan

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr H. Ambo Asse M.Ag selaku rektor dan segenap birokrasi

institute yang telah menyediakan fasilitas dan kemudahan berupa instrunet-

instrument Unismuh, dimana penulis menimba ilmu.

2. Syaikh Dr.(HC) Muhammad Muhammad Thayyib Khoory Donatur AMCF

beserta jajarannya atas semua bantuan dan kerjasamanya.

3. Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si. Dekan Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Makassar, para wakil dekan, staf pengajar dan

seluruh karyawan yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama

mengikuti pendidikan di program studi di pendidikan di Ahwal Syakhsiyah

Unismuh Makasaar.

4. H. Lukman Abd Shamad Lc. Mudir Ma’had Al-Birr Universitas

Muhammadiyah Makassar beserta jajaranya atas semua bantuan dan

kerjasamanya.

5. Dr. M. Ilham Muchtar, Lc, MA. Selaku ketua Program Studi Ahwal

Syakhsiyah bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama mengikuti

pendidikan di Ahwal Syakhsiyah Unismuh Makassar.

6. Dr. Abbas, Lc., MA. Selaku pembimbing I dan Rapung, Lc., M.H.I. selaku

pembimbing II atas segala bimbingan dan perhatiannya di sela-sela

Page 9: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

ix

kesibukannya serta memberikan masukan dan arahan-arahan yang

bermanfaat bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Dosen serta staf program studi Ahwal Syakhsiyah Universitas

Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan bantuan, bimbingan,

pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi penulis selama

megikuti pembelajaran.

8. Para dosen yang tidak dapat penulis sebutkan satu pesatu, atas segala

bimbingan dan ilmu yang diajarkan kepada penulis selama di bangku

perkuliahan, semoga menjadi amal jariyyah yang di terima Allah AWT.

9. Kepada seluruh teman-teman di Ma’had Al-Birr khususnya di juusan

Ahwal Syakhsiyah Fakultas Agama Islam terkhusus teman –teman

seangkatan 2017 dan segenap pengurus Himaprodi Ahwal Syakhsiyah

priode 2019-2020 yang telah bersama-sama menjalani perkuliahan dengan

suka dan duka.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan semoga kebaikan serta

bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan diberikan balasan yang setimpal

oleh Allah Azza Wa Jallah sebaik-baik balasan.

Makassar, April 2021

Penulis

Page 10: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

x

DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHANAN SKRIPSI.............................. ..................... ....ii

LEMBAR BERITA ACARA MUNAQASYAH.......................................... .. iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................. ................. .iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................... v

ABSTRAK ........................................................................................................ vi

KATA PENGANTNTAR ................................................................................. x

DAFTAR ISI ............ ........................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN ............. .....................................................................1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 6

C. Tujuan Kajian .......................................................................................... 6

D. Manfaat Kajian ........................................................................................ 6

E. Metodologi Penelitian ............................................................................. 7

1. Desain Penelitian ............................................................................... 7

2. Data Dan Sumber Data...................................................................... 8

3. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 9

4. Teknik Analisis Data ......................................................................... 9

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEREMPUAN DAN HAKIM

DALAM PANDANGAN ISLAM ................................................................... 10

A. Kedudukan Perempuan di Dalam Islam ............................................... 10

1. Pengertian Perempuan ..................................................................... 10

2. Kedudukan Perempuan di Wilayah Domestik ................................ 12

3. Kedudukan Perempuan di Wilayah Publik ..................................... 16

Page 11: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

xi

B. Kedudukam Hakim di Dalam Islam ...................................................... 18

1. Pengertian Hakim ............................................................................ 18

2. Dalil-Dalil Yang Berkaitan Tentang Hakim ................................... 21

3. Fungsi dan Kewajiban Hakim ........................................................ 22

BAB III ANALISIS HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM ... 24

A. Kedudukan Hakim Dalam Pandangan Fiqih Islam .............................. 24

1. Syarat-Sayart Menjadi Hakim ......................................................... 26

2. Pengangkatan Hakim ...................................................................... 36

3. Pemberhentian Hakim .................................................................... 39

BAB IV KONSEP HAKIM PEREMPUAN MENURUT PARA ULAMA

FIQIH ............................................................................................................... 41

A. Hakim Perempuan Menurut Para Ulama Fiqih ..................................... 41

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 56

A. Kesimpulan ........................................................................................... 56

B. Saran ...................................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA

BIODATA

Page 12: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menciptakan alam semesta, kemudian menciptakan laki-

laki dan perempuan sebagai hamba-Nya untuk beribadah hanya kepada-Nya. Allah

SWT berfirman dalam surah az-Zariyat ayat 56 :

إل ليعبدون ىوماخلقت الجن ولنس

Terjemahnya:

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka

beribadah kepada-Ku”. 1

Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki merupakan

bagian dari ibadah. Kehidupan yang mereka jalani sama bahwa dalam hidup ini

keduanya di tuntut untuk bekerja, tidak membedakan apakah dia laki-laki atau

perempuan selama tidak keluar dari syariat-syariat Islam.Perempuan sepanjang

zaman telah memperoleh perhatian dari para cendikiawan dan para peneliti sesuai

dengan kecenderungan dan bidang mereka masing-masing. Hanya saja kajian dan

penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan yang berbeda, sehingga berebda pula

dalam menjabarkan hak dan kewajibannya. Sebagian kajian mengakui hak

perempuan sama dengan hak laki-laki tetapi kajian lainnya menjatuhkan

1 Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya,

(Surabaya : Halim Publishing dan Distributing, 2013 ), h. 523.

Page 13: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

2

perempuan dengan suatu kesimpulan bahwa perempuan diciptakan untuk

kemaslahatan laki-laki. Ketika sebagian undang-undang memberikan hak kepada

perempuan maka undang-undang lainnya menghalangi hak perempuan, sehingga

nasib perempuan seolah-olah tergadaikan oleh kekuasaan laki-laki dan terabaikan

dengan kehendak laki-laki.2

Salah satu prinsip pokok ajaran Islam adalah persamaan antara manusia,

baik pria maupun wanita, bangsa, suku, dan keturunan. Perbedaan diantara mereka

di hadapan Allah yang Maha Esa hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya.3

Sampai zaman moderen wanita-wanita Islam di berbagai Negara muslim belum

banyak mendapatkan kesempatan pendidikan dan bekerja di luar rumah.4

Ayat-ayat al-Qur’an menetapkan bagi laki-laki dan perempuan hak-hak

kewarganegaraan, memberikan berbagai kewajiban kepada keduanya dan

mengganjar keduanya dengan hukuman yang sama beratnya jika melakukan suatu

kejahatan. Itulah pandangan madzhab-madzhab fiqih dalam Islam pada

umumnya.5Agama Islam membawa pembaharuan bagi kedudukan kaum

perempuan.

Kehadiran agama Islam mengangkat derajat wanita ke posisi yang lebih

baik, terhormat, dan dihargai. Dalam kehidupan sosial, agama Islam memberikan

kedudukan yang layak dan terhormat bagi kaum wanita, di samping kaum pria,

2Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,Cet.IV

(Jakarta: PT. Ciputat Press,2009), h.200 3Muhammad Rusli, Wanita Karir Perspektif Hukum Islam (Studi di Kecamatan Rappocini

Kota Makassar), Tesis, (Magister Hukum Syariah UIN Alauddin Makassar 2016), h.1. 4HM.Atho Muzdhar, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Moderen,(Jakarta : Ciputat Press,

2003), h. 202-203. 5Al-Thahri Al-Hadad, Wanita Dalam Syariat Dan Masyarakat,Cet.IV (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 1993), h.18

Page 14: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

3

kaum wanita juga diberikan kedudukan yang relatif sama untuk mendapatkan

kesempatan mengenyam pendidkan dan berprestasi baik di sektor lingkungan

keluarga maupun publik. Islam sangat memuliakan wanita, Al-Qur’an dan Hadis

memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan yang terhormat kepada

wanita, baik sebagai isteri, ibu, anak, saudara, ataupun peran lainnya. Begitu

pentingnya hal ini, Allah mewahyukan sebuh surah dalam al-Qur’an kepada Nabi

Muhammad SAW, yang diberi nama surah an-Nisa, yang sebagian besar ayat

dalam surah ini membicarakan persoalan yang berhubungan dengan kedudukan,

dan perlindungan huku terhadap hak-hak wanita6

Sebelum datangnya Islam, perempuan yang berada di belahan bumi Arab

dan yanglainnya tidak dapat meraih hak-hak yang harus mereka dapatkan. Bahkan

mereka selalu tersingkirkan, tidak ada satupun yang dapat menjaga kehormatan dan

merasakan jeritan hati mereka. padahal unsur tersebut sangat berpengaruh dalam

kehidupan kaum perempuan. Sejarah pra-Islam mencatat bahwa perempuan

sebelum menikah akan menjadi milik ayahnya, saudaranya atau walinya. setelah

menikah perempuan akan menjadi milik suaminya. Mereka tidak memiliki

kesempatan untuk mengatur kehidupannya sendiri, baik sebelum maupun setelah

menikah. Mereka akan diperjualbelikan oleh walinya kepada siapa saja yang

berani untuk membayarnya dan orang tersebut akan menjadi walinya.7

Ketika Islam datang ke dunia ini, ia telah mengangkat posisi perempuan

ke derajat yang paling tinggi, memberikan kebebasan, kehormatan dan hak

6Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 2 (Jogjakarta : Lkis, 1997), h. 1923. 7Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi, Fikih Perempuan (Muslimah), Cet.III(Jakarta: Amzah,

2009), h.106

Page 15: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

4

pribadinya secara merdeka. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah al-

Hujurat ayat 13 :

ن ذكروأنثى وجعلنكم شعوبا وقبآئل لتعارفوا إن يآيها الناس إنا خلقنكم م

م خبيرأكرمكم عند الل اتقكم إن الله علي

Terjemahnya :

“hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-

laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan

bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal, sesungguhnya orang

yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling

takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha

mengenal.”8

Dalam ajaran Islam perempuan mempunyai hak dan kesempatan untuk

berkarir dengan tidak melalaikan fungsi dan kedudukannya sebagai perempuan.

Islam juga memberikan dorongan yang kuat agar para muslimah mampu berkarir di

segala bidang Islam.9Kepemimpinan perempuan dalam sebuah bidang, salah

satunya adalah hakim merupakan persoalan yang masih kontroversial dan masuk

dalam permasalahan klasik yang terus saja menjadi perbincangan hangat hingga

saat ini. Karena, memang sejatinya tidak ada larangan yang jelas serta konkrit

dalam Al-Qur’an dan sabda Nabi Muhammad SAW terkait boleh tidaknya seorang

perempuan menjadi hakim.

Pendapat mayoritas mengatakan bahwa seorang hakim harus dari kalangan

kaum laki-laki. Artinya kaum perempuan tidak boleh diangkat menjadi hakim.

8Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h. 517 9http://www.google.co.id/search?q=pengertian+islam+tentang+pemimpin,diunduhminggu

17 januari 2021 pukul 15:41

Page 16: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

5

Pendapat yang menolak hakim perempuan merujuk pada salah satu hadis

Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa “tidaklah beruntung suatu kaum yang

menyerahkan urusan mereka kepada perempuan.” Berdasarkan hadis tersebut

ualama Malikiyah, Syafi’iayh, dan Hanabilah menyimpulkan bahwa perempuan

tidak diperkenankan menjadi hakim. Mereka beranggapan bahwa perempuan

memiliki banyak kelemahan dari berbagai aspek, misalnya kurang kecerdasan,

wawasan, pergaulan, dan mengalami keterbatasan dalam berintraksi dengan lawan

jenis.10atas dasar itu mereka juga menyimpulkan bahwa kurangnya akal perempuan

akan meyebabkan kesaksian perempuan bernilai setengah jika dibandingkan

dengan persaksian laki-laki. Meskipun pandangan ini subyektif dengan menyebut

perempuan relatif lemah akalnya maka perempuan di anggap tidak dapat

menduduki jabatan yudikatif karena menuntut kesempurnaan akal.11

Sedangkan pendapat minoritas mengatakan bahwa perempuan boleh-boleh

saja menjadi dan diangkat sebagai hakim. Pendapat ini di sampaikan oleh Imam

Abu Hanifah hanya saja kebolehan ini dibatasi pada kasus perdata (ahwal) saja.

Argumentasi yang digunakan ulama hanafiyah adalah jika perempuan dapat

menjadi saksi dalam persoalan muamalah dan tidak berlaku pada bidang lain,

maka ia dapat menjadi hakim dalam urusan muamalah (perdata) dan tidak pada

kasus yang lain.12

10Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamy wa adillatuh, h. 5937 11Salim Ali Bahnasawi, Wawasan Sistem Politik Islam, (Jakarta : Pustaka Alkausar, 1996),

h. 293-294 12Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamy wa Adilatuh, h. 5937

Page 17: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

6

Melihat keikutsertaan perempuan di bidang publik khususnya di bidang

peradilan, muncul masalah terkait boleh tidaknya perempuan menjadi hakim,

karena hingga saat ini masih mengalami perbedaan pendapat di kalangan ulama

fiqih. Hal ini tidak terlepas adanya perbedaan dalam memahami ayat Al-Qur’an

ataupun periwayatan hadis. Ada ulama yang berpendapat perempuan tidak boleh

menjabat sebagai hakim secara mutlak, serta adapula yang berpendapat boleh

dalam kasus tertentu dan tidak boleh dalam kasus lainnya, serta ada juga yang

membolehkan perempuan menjadi hakim secara mutlak.

Oleh karena itu, penulis merasa tertarik ingin mengkaji dan memaparkan

lebih jauh apa saja polemik, komentar dan argumentasi ataupun alasan-alasan yang

digunakan para ulama mengangkat perempuan menjadi hakim Sehingga penulis

tertarik untuk meneliti tentang “Hukum Perempuan Menjadi Hakim Dalam

Pandangan Fiqih Islam”

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat penulis uraikan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kedudukan hakim dalam pandangan fiqih Islam?

2. Bagaimana hakim perempuan menurut para ulama fiqih?

C. Tujuan Kajian

Adapun tujuan yang hendak dicapai berdasarkan rumusan masalah

yang ada, sebagai berikut :

Page 18: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

7

1. Untuk mengetahui syarat-syarat apa saja yang harus di penuhi menjadi

seorang hakim

2. Untuk mengetahui hukum perempuan menjadi hakim

D. Manfaat Kajian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai sumbangan

dalam menambah wawasan keislaman dan pengembangan ilmu

pengetahun, khususnya bagaimana pandangan fiqih Islam terhadap

perempuan yang memimpin disebuah jabatan.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Universitas Muhammadiyah Makassar

Hasil penelitian ini di gunakan sebagai upaya dalam menambah ilmu,

memperluas wawasan dan cakrawala berfikir dosen/asatidz terutama

bagi penulis sendiri

b. Bagi Mahasiswa

Sebagai calon da’i atau muballigh, hasil penelitian ini di gunakan

sebagaiupaya untuk mengajarkan, memberi dan menyampaikan kepada

masyarakat Islam tentang keterlibatan perempuan di wilayah umum

dalam pandangan fiqih Islam.

c. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini digunakan oleh masyarakat Islam terutama bagi

kaum perempuan yang berprofesi sebagai hakim.

Page 19: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

8

E. Metodologi Penelitian

1. Desain Penelitian

a. Jenis penelitian

Adapun jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian

keperpustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan pustaka dan data sekunder.

b. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu

uraian penulisan yang menggambarkan secara utuh dan apa adanya tanpa

mengurangi dan menambahnya dan juga pendapat atau pandangan para

ulama fiqih tentang masalah yang diteliti oleh penulis yaitu Hukum

Perempuan Menjadi Hakim Dalam Pandangan Fiqih Islam.

2. Data dan Sumber Data

Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data adalah sekumpulan

keterangan atau bahan yang dapat dijadikan dasar jalan analisis atau kesimpulan.

Sedangkan sumber data di sini adalah subjek darimana data diperoleh, apabila

peneliti menggunakan wawancara dalam pengumpulan data, maka sumber data

yang penulis gunakan adalah berupa responden, yaitu orang yang merespon atau

menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan.

Data dalam penelitian terbagi atas dua jenis yaitu :

a. Data Primer

Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan

secara lisan, gerak gerik atau prilaku yang di lakukan oleh subjek yang

dipercaya, dalam hal ini adalah subjek penelitian (informan) yang

Page 20: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

9

berkenaan dengan variabel yang di teliti.13 Dalam tulisan ini diantaranya

berupa Al-Qur’an, hadis dan pendapat para ulama.

b. Data Skunder

Data skunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-

sumber yang telah ada. Data tersebut diperoleh dari perpustakaan atau

laporan-laporan penelitian terdahulu yang berbentuk tulisan.14

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti,

baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Kemudian mengadakan

telaah buku dan mencatat materi-materi dari dalam buku tersebut yang berkaitan

dengan judul penelitian. Setelah itu, catatan tersebut diklasifikasikan sesuai dengan

pokok-pokok permasalahan yang dibahas dan melakukan pengutipan baik secara

langsung maupun tidak langsung pada bagian-bagian yang dapat dijadikan sumber

rujukan untuk nantinya disajikan secara sistematis.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data sebuah cara atau metode data menjadi informasi

sehingga data tersebut dapat dimengerti dengan mudah dan juga bermanfaat

menemukan solusi dari permasalahan. Analisis dapat juga diartikan sebagai

aktivitas yang dilakukan untuk mengubah data penelitian menjadi informasi yang

13Suharsimiarikunto, prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, (Jakarta : Rineka

Cipta, 2014), h. 22 14Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta :

Ghalila Ikapi, 2002) h. 82.

Page 21: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

10

baru dan dapat digunakan untuk membuat kesimpulan. Tujuan dari analisis itu

sendiri yaitu agar menjelaskan sebuah data agar dapat dipahami dengan mudah dan

dibuat menjadi kesimpulan.

Page 22: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

11

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PEREMPUAN DAN HAKIM DALAM

PANDANGAN ISLAM

A. Kedudukan Perempuan di Dalam Islam

1. Pengertian Perempuan

Perempuan dalam pengertian Islam berasal dari bahasa Arab al-

Mar’ah, jamak dari kata an-Nisaa sama dengan wanita, perempuan dewasa atau

putri dewasa yaitu lawan jenis dari laki-laki.15

Kata an-nisa berarti perempuan, sepadan dengan kata ar-rijal yang

berarti laki-laki. Kata an-nisa dalam arti gender perempuan terdapat dalam Al-

Qur’an surah an-Nisa ayat : 7:

ا ترك ا ترك الوالدان والقربون و للن ساء نصيب مم جال نصيب مم للر

ا قل منه أو كثر نصيبا مفروضا الوالدان, والقربون مم

Terjemahnya :

“Bagi laki-laki hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan

kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak dan bagian (pula) dari harta

peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut

bagian yang telah ditetapkan”16

15Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.2 (Jakarta:

Balai Pustaka, 2002) h.856. 16Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h. 78

11

Page 23: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

12

Kata an-nisa dalam ayat ini menunjukkan gender atau jenis kelamin

perempuan.17Menurut Zaitunah Subhan juga kata perempuan berasal dari kata

empu yang artinya dihargai. Lebih lanjut lagi Zaitunah juga menjelaskanpergeseran

istilah dari perempuan ke wanita. Kata wanita berasal dari bahasa sang sekerta,

dengan dasar kata Wan yang berarti nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti

yang dinafsuhi atau merupakan objek seks.

Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa perempuan berarti

jenis kelamin yakni orang atau manusia yang memiliki rahim, mengalami

menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui.18

2. Peran Perempuan di Wilayah Domestik

Landasan teologis kewajiban perempuan untuk tinggal di dalam

rumah atau hanya berkiprah di rana domestik selalu merujuk pada Qur’an surah Al-

Ahzab ayat 33 :

لوة واتين ج الجاهلية الولى واقمن الص جن تبر وقرن في بيوتكن ول تبر

كوة واطعن الله ورسوله انما يريد جس اهل البيت الله ليذهب عنكم االز لر

ركم تطهيرا ويطه

Terjemahnya :

“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan

(bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dahulu, dan laksanakan

shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya

17 Zaitunah Subhan, Al-Qur’an dan Perempuan, Cet. I (Jakarta : Prenadamedia Group,

2015), h. 17 18Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Cet. II (Jakarta :

Balai Pustaka, 2002), h. 856

Page 24: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

13

Allahbermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait

dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”19

Dalam kitab tafsir al-Quranul Adzim menjelaskan bahwa ayat tersebut

merupakan adab-adab yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada isteri-isteri Nabi

Muhammad SAW, dan juga kepada perempuan muslim lainnya untuk wajib

mengikuti apa yang telah diperintahkan tersebut. Dikatakan juga bahwa ayat

tersebut ditujuakan kepada isteri-isteri Nabi Muhammad SAW.20

Beberapa kitab tafsir ditemukan model interpretasi yang berbeda di dalam

memahami ayat ini. Perbedaan makna ini muncul karena perbedaan cara membaca

kata وقرن di dalam ayat tersebut. Sebagian besar jumhur membacanya Waqirna

(qaf berbaris kasrah), ada juga mufassir yang membacanya waqarna (qaf berharakat

fatha), cara bacaan ini melahirkan pengertian “hendaklah para perempuan berdiam

di rumah,” akan tetapi larangan ini tidak melarang perempuan keluar rumah secara

mutlak, akan tetapi larangan yang di maksud adalah ketika keluar rumah dengan

tujuan melanggar syariat, yaitu dengan memamerkan kecantikan atau bersolek.21

Pendapat selanjutnya berpendapat bahwa ayat ini tidak berarti perempuan

sama sekali tidak boleh keluar dari rumah., melainkan isyarat yang halus bahwa

perempusn lebih berperan dalam urusan rumah tangga. Pendapat ini nampaknya

19Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya,h. 422 20Abu al-Fada’ Ismail bin Umar bin Katisr al-Qursy,Tafsir al-Quranul Adzim, (Dar Taybah

Linnasyary wattauzi’, 1420 H-1990 M), h. 408. 21Muhammad bin Muhammad Ibnu Arafah Al-Wargamy, Tafsir Ibnu Arafah,Cet.I

(Lebanon: Darul Al-Kutub Al-Ilmiyah Bairut,2008), h.294-295.

Page 25: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

14

lebih realistis memandang perempuan dan mengakui bahwa mereka adalah bagian

dari mahluk sosial yang mempunyai kebutuhan yang sama dengan laki-laki.22

Muhammad Quthub menegaskan bahwa ayat ini bukan larangan terhadap

perempuan untuk bekerja. Islam tidak melarang perempuan untuk bekerja. hanya

saja Islam memang tidak mendorong hal tersebut. Islam membenarkan mereka

bekerja karena darurat dan tidak menjadikannya sebagai dasar

pertimbangan.23Makna darurat di sini adalah pekerjaan yang sangat perlu, yang

dibutuhkan masyarakat atau atas dasar kebutuhan pribadi karena tidak ada yang

membiayai hidupnya atau penanggung biaya hidupnya (suami atau ayah) tidak

mampu untuk mencukupi.Pendapat Muhammad Quthub ini di akui lebih bijak

daripada pendapat-pendapat sebelumnya. Namun, diapun belum membuka jalan

bagi perempuan untuk mengembangkan karir secara bebas. Ada kesan bahwa

kebolehan bekerja di luar rumah bagi perempuan hanya sebatas menanggulangi

bahaya kelaparan yang mengancam. Hal ini tercermin dari adanya syarat darurat,

yang di dalam terminologi agama sering dikaitkan dengan kondisi di mana

kelangsungan hidup terancam.24

Asgar Ali Engginer dengan suara lantang membantah domestikasi

perempuan yang mengatasnamakan dalil-dalil Al-Qur’an. Menurutnya, padangan

yang membatasi perempuan di antara empat dinding rumah dan tidak boleh

memainkan peran di luar rumah justru pandangan yang tidak benar. Di dalam Al-

Qur’an tidak ada dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, atas

22https://core.ac.uk/download/pdf/234749691.pdf. 23M. Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an, (Bandung : Mizan, 1996), h.305 24https://core.ac.uk/download/pdf/234749691.pdf.

Page 26: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

15

pandangan tersebut. Sejauh pernyataan Al-Qur’an, perempuan dapat memainkan

peran apa saja selama tidak melanggar batasan-batasan yang telah ditetapkan

Allah.25

Aminah Wadud Muhsin mengemukakan interpretasi yang berbeda. Dalam

menafsirkan ayat ini, ia menggabungkan antara perintah dan berdiam di rumah dan

larangan untuk berpenampilan seperti orang jahiliyah. Karenanya, ia tidak

menyetujui pendapat para Ulama yang menganggap bahwa ayat ini berisi larangan

perempuan keluar rumah dalam segala bentuk. Menurutnya, yang terlarang dalam

ayat ini hanya keluar rumah dengan tujuan memamerkan diri. Larangan tersebut

tidak diarahkan kepada gender tertentu. Baik laki-laki dan perempuan di larang

keluar rumah untuk memamerkan diri.26

3. Peran Perempuan di Wilayah Publik

Fakta-fakta sejarah dalam peradaban awal Islam ini menunjukkan dengan

pasti betapa banyak perempuan yang menjandi ulama, cendikian dan intelektual,

dengam beragam keahlian dan dengan kapasitas intelektual yang relatif sama

bahkan sebagian mengungguli ulama laki-laki. Fakta ini dengan sendirinya telah

menggugat anggapan banyak orang bahwa akal dan intelektualisme perempuan

lebih rendah dari akal intelektualisme laki-laki. Islam memang hadir untuk

membebaskan penindasan dan kebodohan menuju perwujudan kehidupan yang

berkeadilan dan memajukan pengetahuan untuk semua manusia : laki-laki dan

25Asgar Ali Engginer, Hak-Hak Perempuan Dalam Islam, Terjemahan oleh Farid Wajid

dan Cicik Farkha Assegaf, dari The Right of Women in Islam, (Yogyakarta : Lembaga Studi dan

Pengembangan Perempuan dan Anak ), h. 136. 26Aminah Wadud Muhsin, Wanita Di Dalam Al-Qur’an (Bandung : Pustaka,1994 ), h.166

Page 27: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

16

perempuan.Para ulama perempuan tersebut telah mengambil peran-perannya

sebagai tokoh agama, tokoh ilmu pengetahuan, tokoh politik dan tokoh dengan

moralitas yang terpuji. Aktifitas mereka tidak hanya dalam ruang domestik (rumah)

melainkan juga dalam ruang publik politik dalam arti yang lebih luas. Mereka

bekerja sama dengan ulam laki-laki membangun peradaban Islam.27

Kepemimpinan perempuan di wilayah publik, terkaitdengan persoalan ini

Allah Berfirman dalam surah An-Nisa ayat 34:

امون على الن ساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما انفقوا جال قو الر

الح ت للغيب بما حفظ الله ات حافظات قانت ا من أموالهم فالص

Terjemahnya :

“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena

itu Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian

yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan

sebahagian dari harta mereka. sebab itu maka wanita yang saleh, ialah

yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,

karena Allah telah memelihara mereka”.28 "

Menurut, penafsiran Ibnu Katsir, kaum laki-laki penanggung jawab

terhadap kaum perempuan yakni kepala pemimpin, dan penguasa bagi kaum

perempuan, serta memperbaiki (meluruskan) kaum perempuan bilamana terjadi

ketimpangan. Hal demikian karena kaum laki-laki lebih utama dibandingkan

27http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/agenda/article. diunduh senin 18

januari 2021 pukul 21: 36. 28Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h. 84

Page 28: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

17

dengan kaum perempuan sehingga predikat kenabian hanya dikhususkan bagi

kaum laki-laki.29

Cendikiawan dan ulama asal Mesir, Sayid Qutb, menyebut Islam

memperbolehkan seorang muslimah untuk bekerja namun dengan ketentuan

tertentu. Dia menilai tidak ada larangan dalam Islam bagi perempuan yang ingin

menjadi dokter, guru, peneliti, maupun tokoh masyarakat. Islam memperbolehkan

muslimah bekerja swesuai dengan kemampuannya dan kodrat kewanitaannya,

utamanya dari sisi biologis dan mentalnya. Guru besar ilmu al-Qur’an Universitas

Sayf al-Dawlah, Dr. Abd al-Qadir Manshur juga menyebut Islam tidak pernah

melarang seorang perempuan untuk bekerja. Dalam buku berjudul “Pintar Fiqih

Wanita” ia menyebut muslimah boleh melakukan jual beli atau usaha dengan harta

benda pribadinya. Tidak ada seorangpun yang boleh melarang mereka selama

mereka mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh agama.30

Ayat di atas tidak melarang kepemimpinan perempuan di wilayah publik,

karena konteksnya dalam kepemimpinan rumah tangga. Shihab mengungkapkan :

tidak ditemukan dasar yang kuat bagi larangan tersebut. Justru sebaliknya

ditemukan sekian banyak dalil keagamaan yang dapat dijadikan dasar untuk

mendukung hak-hak perempuan dalam ranah publik. Salah satu yang ditemukan

dalam kaitan ini adalah dalam surah At-Taubah ayat 71 :

29al-Fada’ Ismail bin Umar bin Katisr al-Qursy,Tafsir al-Quranul Adzim, (Dar Taybah

Linnasyary wattauzi’, 1420 H-1990 M), h.292. 30https://m.republika.co.id/berita/q8cob2430/wanita-bekerja-dalam-pandangan-islam

Page 29: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

18

ينهون و بالمعروف يأمرون أوليآء بعض بعضهم والمؤمنت والمؤمنون

الله يطيعون و كوة الز يؤتون و لوة الص ويقيمون المنكر رسوله عن و

أولئك سيرحمهم الله إن الله عزيز حكيم

Terjemahnya:

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian

mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka

menyuruh kepada yang makruf, mencegah kepada yang mungkar,

melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan

Rasul-Nya. Mereka itu akan dirahmati Allah; sesungguhnya Allah maha

perkasa lagi maha bijaksana.”31

B. Kedudukan Hakim di Dalam Islam

1. Pengertian Hakim

Hakim berasal dari kata حاكم ـ يحكم ــ sama artinya dengan : حكم

qadhi yang berasal dari kata قاض ـ يقضي ـ artinya memutus. Sedangkan : قضى

menutur bahasa adalah, orang yang bijaksana atau orang yang memutuskan perkara

dengan menetapkannya.32

Dalam pengertian lain al-hukmu berarti perintah, sebagaimana

firman Allah SWT dalam surah Al-Isra’ ayat 23 :

اان س ح إ ن ي د ال و ال ب و اه ي إ ل وا إ د ب ع ت ل أ ك ب ى ر ض ق و

Terjemahnya :

“ Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain

Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak.”33

31Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h. 198 32File://sirkulasiku/pengertian/-syarat-dsn-fungsi-hakim-.html. 33Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.285

Page 30: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

19

Atau perintah hanya untuk beribadah kepada-Nya dan meniadakan ibadah selain-

Nya di atas jalan yang diwajibkan dan ditetapkan.34

Adapun pengertian menurut istilah hakim yaitu orang yang diangkat oleh

kepala negara untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan gugatan, perselisihan-

perselisihan dalam bidang hukum perdata oleh karena penguasa sendiri tidak dapat

menyelesaikan tugas peradilan.35

Hakim juga mengadili setiap perkara, baik yang berkenaan dengan hak

Allah maupun manusia. Hakim adalah orang yang telah ditakdirkan harus belajar

sepanjang hayatnya. Paul Scholten, serjana Belanda terkenal, mengatakan bahwa

putusan hakim itu adalah putusan dari akal pikiran dan hati nurani. Kalau kurang

dari itu atau cacat sedikit saja, putusannya akan menjadi siksaan kepadan rasa

keadilan masyarakat.36

Secara normatif menurut pasal 1 ayat (5) UU Komisi Yudisial No. 22

Tahun 2004 yang dimaksud dengan hakim adalah hakim agung dan hakim pada

badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah

Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan secara

etimologi atau secara umum, Bambang Waluyo, S.H. Menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami

hukum, yang di pundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar

34Rappung Bin Samuddin , Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai, (Al-Janan Littaba’i Wattauzi’,

2020),h.6 35Muhammad Salam Madkur, Peradilan Dalam Islam,(Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1993), h.

29 36 Wildan Suyuthi Mustofa, S.H., M.H., Kode Etik Hakim, (Jakarta : Kencana, 2013),

h.220.

Page 31: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

20

hukum dan keadilan itu ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada tertulis atau

tidak tertulis (mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalil bahwa hukum

tidak atau kurang jelas),dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas

dan sendi peradilan berdasar Tuhan Yang Maha Esa.37

2. Dalil-Dalil Yang Berkaitan Tentang Hakim

Allah SWT berfirmah dalam surah Sad ayat 26 :

ى و ه ال ع ب ت ت ل و ق ح ال ب اس الن ن ي ب م ك اح ف ض ر ي ال ف ة ف ي ل خ اك نل ع ا ج ن إ ود او ا د ي

الله ل ي ب س ن ع ك ل ض ي ف

Terjemahnya :

“Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di

muka bumi, maka berilah keputusan (perkara ) di antara manusia dengan

adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan

menyesatkan kamu dari jalan Allah.”38

Dalam surah Al-Maidah ayat 49 :

الله ل ز ن ا أ م ب م ه ني ب م ك اح ن أ و

Terjemahnya :

“Dan hendaklah engkau mamutuskan perkara di antara mereka menurut

apa yang diturunkan Allah”39

Rasulullah SAW bersabda :

37Bambang Waluyo, S.H, Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik, (Jakarta : Sinar

Grafika, 1992), h. 11 38Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahanny, h. 455 39Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h. 113

Page 32: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

21

وعن عمرو بن العاص رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم

إذا اجتهد فأحطأ فله أجر أنه قال : إذا اجتهد الحاكم فأصاب فله أجران و

Artinya :

“Dari Amru bin Ash radiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasululullah SAW

berkata : apabila seorang hakim bersungguh-sungguh dalam memutuskan

suatu perkara dan keputusan itu sesuai dengan kebenaran berarti telah

mendapatkan dua pahala dan jika keliru maka dia mendapatkan satu

pahala”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

3. Fungsi dan Kewajiban Hakim

Hakim dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat penting. Hakim atau

dalam khazanah Islam sering di sebut qadhi adalah seorang yang bertanggung

jawab dalam menjelaskan hukum Allah SWT kepada umat Islam. Proses

menjelaskan hukum-hukum Allah ini sendiri disebut dengan qadhi. Ulama

mengkategorikan hukum qadha adalah fardu kifayah. Harus ada yang memberikan

penjelasan tentang syariat Islam kepasa manusia. Beban ini diberikan kepada

penguasa atau kahlifah. Dalam sebuah wilayah tertentu, kahlifah boleh mewakilkan

kewajiban ini kepada hakim. Jadi, dalam Islam, sejatinya hakim adalah wakil resmi

kahlifah disebuah wilayah utamanya dalam penerapan hukum Islam.40

Fungsi peradilan sebagai lembaga negara yang ditugasi untuk

menyelesaikan dan memutuskan setiap perkara dengan adil, maka peradilan

berfungsi untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman masyarakat yang di bina

melalui tegaknya hukum. Peradilan Islam bertujuan untuk menciptakan

kemaslahatan umat.Sedangkan fungsi hakim menurut hukum posistif adalah

40http://m.republika.co.id/amp/nwo10f15/kedudukan-hakim-didalam-islam

Page 33: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

22

Menegakkan kebenaran dan keadilan, bukan hanya menegakkan sebatas mengacu

pada peraturan perundang-undangan dalam arti sempit saja. Maksud dari hal ini

adalah hakim tidak berperan menjadi corong undang-undang dan hakim tidak boleh

berperan mengidentikkan kebenaran dan keadilan itu sama dengan rumusan

peraturan perundang-undangan.Menurut teori etis (etische theorie) Tujuan hukum

semata-semata untuk mewujudkan keadilan namun teori ini memiliki kelemahan

karena peraturan tidak mungkin di buat untuk mengatur setiap orang dan setiap

kasus akan tetapi dibuat secara umum dan bersifat abstrak serta hukum tidak selalu

mewujudkan keadilan.41

Sedangkan hak dan kewajiban hakim telah datur dalam berbagai undang-

undang dan peraturan pelaksanaannya. Kewajiban hakim diatur dalam pasal 3 UU

Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan dalam menjalankan tugas dan fungsinya,

hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan. Segala campur

tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman

dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana di maksud dalam UUD tahun 1945.

Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan tersebut dipidana sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kewajiban berikutnya juga

diatur dalam UU Kekuasaan Kehakiman yaitu hakim dan hakim konstitusi wajib

menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang

hidup dalam masyarakat. Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan

41 Sunarto,S.H., M.H, Peran Aktif Hakim Dalam Perkara Perdata, ( Jakarta : Kencana,

2015) h. 69

Page 34: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

23

kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di

bidang hukum.42

Adapun kewajiban hakim antara lain :

a. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum

dan rasa keadian yang hidup dalam masyarakat.

b. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib

memperhatikan pula sifat-sifat yang baik dan yang jahat dari terdakwa

(pasal 28 ayat (2)).

c. Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila

terikat hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga,

atau hubungan suami atau isteri meskipun telah bercerai, dengan ketua,

salah satu seoarang hakim anggota, jaksa, advokat atau panitera (vide

pasal 29 ayat (3)).

d. Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan

apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan

perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun

atas permintaan pihak yang berperkara (vide pasal 29 ayat (5)).43

42Disiplin F.Manao dan Dani Elpah, Hakim Antara Pengaturan dan Implementasi, (Jakarta

: Buku Obor, 2018) h. 43. 43Laurensius Arliman S, Notaris dan Penegakan Hukum Oleh Hakim, (Yogyakarta :

Deepublish, 2015), h. 57

Page 35: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

24

BAB III

ANALISIS KEDUDUKAN HAKIM DALAM PANDANGAN

FIQIH ISLAM

A. Kedudukan Hakim Dalam Pandangan Fiqih Islam

Sebelum Islam datang bangsa Arab telah mengenal istilah qadi yang

berarti hakim, untuk menyelesaikan segala sengketa yang terjadi di antara mereka.

secara harfiah, qadi artinya orang yang memutuskan perkara dan menetapkannya.

Namun saat itu belum ada hukum atau peraturan tertulis untuk menyelesaikan

sengketa-sengketa yang terjadi. Sengketa diselesaikan dengan mengacu pada

hukum atau peraturan adat yang mereka warisi secaraa turun temurun. Setelah

Islam datang, Rasulullah Muhammad SAW, mulai melaksanakan perintah Allah

SWT, dengan berdakwah di Madinah, beliau menjadi pemimpim sekaligus hakim

yang menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, lalu ia putuskan

hukumnya. Nabi Muhammad memutuskan hukum terhadap hak-hak manusia atas

dasar lahirnya perkara, sedangkan perkara- perkara yang tidak ada buktinya, maka

beliau putuskan dengan sumpah. Nabi Muhammad SAW tidak saja dikenal sebagai

pemimpin yang bijaksana tetapi juga sebagai hakim yang adil. Beliau tidak

membeda-bedakan (diskriminasi) dalam memutuskan perkara yang dihadapi

umatnya saat itu, semua diperlakukan sama, karena pada dasarnya setiap manusia

Page 36: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

25

mempunyai kedudukan dan hak yang sama. Teladan bagaimana menjadi seorang

hakim yang adil.44

Kekuasaan kehakiman merupakan pekerjaan yang mulia yang darinya

dibentuk sebuah keadilan diantara manusia dan tidak akan tegak suatu keadaan

kecuali dengannya, dengan kekuasaan kehakiman dapat menggulingkan para

penzalim dan terhindar dari kejahatan. Oleh karena kehadiran seorang hakim untuk

menindas ketidakadilan dari para penzalim. Hakim juga bekerja untuk menegakkan

keadilan dan mencegah pertumpahan darah.45

Allah SWT berfirman dalam surah an- Nahl ayat 90 :

حسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن يأمر بالعدل وال الفحشاء إن الل

والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون

Terjemahnya :

“sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan,

memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan)

perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran

kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”46

Adapun syarat- syarat yang harus dimiliki seorang hakim, para ahli hukum

Islam klasik umumnya sependapat, tetapi dalam jumlahnya mereka berbeda, sebab

ada yang terlalu memerincinya dan ada yang tidak. Secara ringkas, persyaratan

yang harus dimiliki oleh seorang hakim adalah sebagai berikut :

44 Wildan Suyuthi Mustofa, S.H., M.H., Kode Etik Hakim, (Jakarta : Kencana, 2013),

h.220. 45 Naasir Bin Ibrahim al-Muhaimidah, Wadzifatul qada’ FII Ta’aamul maa al-Irhab (Al-

Kitab Mansyur ‘ala Mauqi’ Wizarah Al-Auqaf Assuudiyah), h. 1 46Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya,h.278

Page 37: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

26

1. Syarat- syarat menjadi hakim

a. Beragama Islam

Disyaratkan menjadi seorang hakim harus beragama Islam, dan

tidak diperbolehkan yang memimpin sebuah kekuasaan kehakiman selain muslim,

karena orang kafir tidak mempunyai keahlian atau pengetahuan dalam wilayah

orang muslim.47

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surah an-Nisa ayat 141:

يحكم بينكم يوم للكافرين على المؤمنين سبيل فالل القيامة ولن يجعل الل

Terjemahnya :

“maka Allah, akan memberi keputusan antara kamu di hari kiamat dan

Allah sekali-kali tidak memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk

memusnakan orang-orang yang beriman”48

Mazhab Hanafi membolehkan mengangkat seorang hakim yang bukan

muslim untuk mengadili orang yang bukan muslim, sebab keahlian (ahliyah)

mengadili berhubungan dengan keahlian menjadi saksi, sedang kafir dzimmi

boleh menjadi saksi terhadap kafir dzimmi yang lain. Dalam konteks Indonesia

persyaratan hakim harus beragama Islam sudah ditinggalkan, khususnya di luar

pengadilan agama.49

Sedangkan para jumhur Syafi’iyah dan jumhur fuqaha berpendapat bahwa

tidak membolehkan orang kafir untuk mengadili dalam wilayah agama Islam,

karena seorang hakim yang dimaksud dalam hal ini adalah seorang hakim yang

47Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, (Daar al-Bayaan,

1994),h. 76. 48Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.102 49 Wildan Suyuthi Mustofa, S.H., M.H., Kode Etik Hakim, (Jakarta : Kencana, 2013), h.

221.

Page 38: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

27

dapat menangani hukum-hukum terutama dalam hukum syariat Islam, sedangkan

orang kafir tidak ada ilmunya tentang itu (syariat Islam)50

Pada dasarnya yang menjadi hakim atas orang kafir adalah orang muslim,

akan tetapi jika kehadiran seorang hakim muslim dapat membahayakan di

kalangan mereka, maka tidak mengapa jika mereka mengangkat seorang hakim

dari kalangan mereka sendiri. karena Allah SWT telah membolehkan seorang

muslim sebagai hukum atau aturan diantara mereka, maka dibolehkan juga untuk

meninggalkan sebuah hukum. Dan jika mereka menolak seorang hakim dari kaum

muslim untuk menghakimi mereka (orang-orang kafir) maka mereka berhak

untuk merujuk pada para ahli agama mereka.51

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Maidah ayat 42 :

إن جاءوك فاحكم بينهم أو أعرض عنهم ف

Terjemahnya :

“Jika mereka orang Yahudi datang kepadamu Muhammad untuk meminta

keputusan, maka berilah keputusan di antara mereka atau berpalinglah

dari mereka”52

b. Berakal dan Dewasa

Jika anak kecil saja tidak diperbolehkan menjadi hakim maka bagaimana

mungkin orang gila bisa menjadi seorang hakim, berakal sehat merupakan salah

satu yang disepakati oleh para ulama. Dan tidak ada yang berbeda pendapat dalam

masalah ini53

50Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.115 51Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.116 52Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.116 53Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h.91.

Page 39: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

28

Yang dimaksud disini bukan hanya sekedar dipandang telah mukallaf,

tetapi adalah seorang yang benar-benar sehat pikirannya, cerdas, dan bijaksana,

agar dapat memecahkan masalah dalam perkara yang diadilinya.54

Tidak sah seorang anak kecil menjadi hakim walaupun dia mempunyai

karakterisik yang terkenal dengan kecerdasan dan kepintaran, dan ini adalah

keputusan para ulama yang merujuk pada sabda Rasulullah SAW yang

diriwayatkan oleh Abu Hurairah R.A

تعوذوا بالله من رأس السبعين، ومن إمارة الصبيان

Artinya :

“Berlindunglah kepada Allah dari penghujung tahun 70, dan kepemimpinan

anak-anak”

Dan ketika meminta perlindungan kepada Allah tidak akan terjadi kecuali

pada sebuah kejahatan dan kemalangan, tradisi menjadikan anak-anak menjadi

hakim akan menyebabkan kerusakan dibumi dan kemudaratan.56

Alasannya adalah : pertama, bahwasanya menjadi seorang hakim

membutuhkan kepintaran dan mempunyai gagasan yang sempurna. Kedua,

bahwasanya anak kecil mempuyai kekurangan dalam kemampuan, juga

membutuhkan kemampuan orang lain untuk dirinya, sedangkan dia tidak

membutihkan pertolomgan orang lain selain dirinya. Dalam masalah umur

dewasa tidak ditentukan secara khusus, namun intinnya syarat menjadi seorang

54Wildan Suyuthi Mustofa,, Kode Etik Hakim,h.222. 55Disebutkan oleh Syaukany dalam pendapat al-autar, ‘Ishamu ad-Diin as-Shabaaty, Juz I

(Mesir : Daarul Hadis, 1993), Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam sanadnya (8302) dan Ahmad

Syakir mengatakan bahwa sanadnya shahih. 56Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.116

Page 40: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

29

hakim itu harus dewasa dan memenuhi beberapa syarat lainnya maka dia boleh

menjadi seorang hakim.57

Sedangkan di Indonesia bahwa syarat hakim harus laki-laki dewasa, yang

merdeka sudah ditinggalkan, khususnya hakim peradilan agama sejak berlakunya

undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, saat wanita mulai diangkat

sebagai hakim.58

c. Merdeka

Merdeka atau bukan seorang budak,dan ini syarat yang dipersyaratkan

oleh para jumhur ulama ketika ada perbudakan pada masa mereka.59

Menjadi hakim harus merdeka karena dia mempunya kekuasaan sendiri

sedangkan seorang budak tidak bisa mempunyai kekuasaan bahkan atas dirinya

sendiri, maupun penghasilannya, seingga bagaimana mungkin dia bertindak

dengan harta yang bukan miliknya dan juga pada diri manusia, sedangkan dia

sibuk dengan hak-hak majikannya dan pelayanannya, sehingga dia tidak

mempunyai waktu untuk menjadi seorang hakim.60

Adapun persyaratan status pribadi yang merdeka, sudah jelas, sebab status

budak adalah suatu kekurangan (ketergantungan yang mutlak pada orang lain),

dimana hidupnya selalu disibukkan oleh kewajibannya dan bekerja untuk tuannya

61

Allah SWT berfirman dalam surah an-Nahl ayat 75 :

57Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 82 58 Wildan Suyuthi Mustofa, , Kode Etik Hakim,h.222. 59Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h.95 60Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.117 61 Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim,h.222.

Page 41: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

30

يقد مملوكا ل عبدا مثل حسنا فهو ضرب الل ومن رزقناهمنا رزقا على شيء ر

بل أكثرهم ل يعلمون ا وجهرا هل يستوون الحمد لل ينفق منه سر

Terjemahnya :

“Allah membuat perimpamaan seorang hamba sahaya di bawah

kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu, dan seorang

yang kami beri rezeki yang baik, lalu dia meginfakkan sebagian rezeki

itu secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan. Samakah

mereka itu? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka

tidak mengetahui”62

d. Adil

Adil adalah benar dalam ucapan, dapat dipercaya, menjaga diri dari yang

diharamkan, terpelihara dari perbuatan dosa, jauh dari keragu-raguan, jujur dalam

keadaan senang maupun susah dalam mengamalkan serta menjaga kehormatan

agama dan dunianya.63

Menurut Ahmad Azhar Basyir, keadilan adalah meletakkan sesuatu pada

tempat yang sebenarnya atau menempatkan sesuatu pada porsinya yang tepat dan

memberikan kepada seseorang sesuatu yang menjadi haknya.64

Allah SWT berfirman dalam surah qn-Nahl ayat 90 :

والمنكر الفحشاء عن وينهى القربى ذي وإيتاء حسان وال بالعدل يأمر الل إن

والبغي يعظكم لعلكم تذكرون

Terjemahnya :

62Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.276 63Imam Al-Mawahdi, al-ahkamus sulthaniyah, (Mesir : Musthafa al-Babi Al- Halabi,

1976), h. 66. 64Ahmad Azhar Basyir, Negara dan Pemerintahan Dalam Islam, (Yogyakarta : UII Pres,

2000), h. 30.

Page 42: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

31

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat

kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang melakukan

perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran

kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”65

Menurut pendapat yang kuat dalam madzahab Hanafi, putusan hakim yang

fasik adalah sah selama putusan itu tidak bertentangan dengan hukum-hukum

syara’ dan undang-undang yang berlaku untuk itu, dan menurut Imam Syafi’i,

orang yang fasik tidak boleh menjadi hakim, sebab orang tidak boleh menjadi

saksi. Muhammad Salam Madkur dalam bukunya “al-Qada’ Fil Islam”,

berpendapat bahwa orang fasik termasuk orang yang boleh diterima kesaksiannya,

maka tentu dapat pula diangkat menjadi hakim. Selanjutnya beliau menambahkan

: namun seyogyanya kita tidak mengangkat orang fasik menjadi hakim. Tetapi

jika penguasa mengangkatnya, maka boleh mematuhinya dan segala putusannya

dilaksanakan sebagaimana putusan hakim-hakim lainnya.66

Menjadi seorang hakim harus adil, karena seorang fasik tidak diterima

perkataannya dan Allah SWT telah memerintahkan untuk menghentikan

perkataan mereka.67

Allah SWT berfirman dalan surah al-Hujurat ayat 6:

فتصبحوا بجهالة قوما أن تصيبوا فتبينوا بنبإ فاسق جاءكم إن آمنوا الذين أيها يا

علتم نادمين على ما ف

Terjemahnya :

65Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.278 66 Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim,h.223. 67Ali Bin Muhammad Bin Ahmad, Raudatul Qadati Wa Tariqil an-Najah, cet. 2 ( Bairut :

Muassasatu ar-Risalah Darul Furqan ‘Amaan), h. 53.

Page 43: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

32

“ Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang fasik datang membawa

suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan

suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu

menyesali perbuatanmu itu”68

Keadilan merupakan sebuah pernyataan yang tulus, sebuah kepercayaan

yang jelas, bersih dari sesuatu yang terlarang, menghindari dari dosa, jauh dari

keraguan, selamat dari kepuasan dan kemarahan, bermanfaat untuk kehormatan

dirinya, agamanya, dan dunianya.69

Para jumhur fuqaha’dari kalangan Syafi’iyah, Hanabilah dan Maalikiyah

berpendapat bahwasanya keadilan merupakan syarat yang sah, dengan alasan

bahwa jika seorang hakim yang fasik berkuasa atau memimpin maka berdosa atas

apa yang di pimpinnya dan batal kekuasaanya, dan tidak bisa melewati

peradilannya walaupun dia menemukan kebenaran. Karena keadilan dituntut

dalam agama, sedangkan kehakiman merupakan jalan kepercayaan, namun jika

seorang fasiq bertobat dan keadaannya berubah menjadi lebih baik maka akan

menjadi seorang yang adil.70

Allah SWT berfirman dalam surah Ali Imran ayat 135 :

يغفر ومن لذنوبهم فاستغفروا أنفسهم ذكروا الل ظلموا أو فاحشة فعلوا إذا والذين

وا على ما فعلوا وهم يعلمون ولم يصر الذنوب إل الل

Terjemahnya :

“Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau

mendzalimi diri sendiri, segera mengingat Allah dan memohon ampunan

68Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.517 69Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.120 70Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.121

Page 44: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

33

atas dosa-dosanya, dan siapa lagi yang mengampuni dosa-dosa selain

Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka

mengetahui”71

Sedangkan pendapat dari mazhab Hanafi dalam riwayatnya yang jelas

bahwasanya merupakan syarat yang diperbolehkan dan bukan sebuah syarat yang

sah, dalam artian bahwa jika seorang fasik menjadi hakim maka dia hanya berdosa

atas kekuasaannya akan tetati keputusannya sah dan dapat melewati sebuah

keadilan.72

e. Laki-Laki

Tidak boleh menjadi hakim, anak-anak dan wanita. Demikian para imam

mazhab selain Abu Hanifah. Alasan yang mereka kemukakan anatara lain : “

wanita terlarang menghadiri pertemuan kaum laki-laki karena dikhawatirkan para

laki-lai tersebut berbuat fitnah terhadap wanita tersebut.” Di samping alasan di atas

kaum wanita masih mempunyai halangan lain untuk menjadi hakim, seperti

halangan tasyri’i bagi wanita yang haid dan nifas. Adapun dalam mazhab Hanafi

dalam hal ini berpendapat : “ wanita boleh menjadi hakim selain dalam perkara had

dan qishash, karena tidak diterimanya kesaksian wanita dalam perkara tersebut,

menunjukkan bahwa menjadi hakim dalam perkara tersebut, bahwa menunjukkan

bahwa menjadi dalam perkara itu tentu lebih tidak dapat diterima. Diceritakan

bahwa Ibnu Jarir tidak menjadikan laki-laki sebagai syarat hakim dengan alasan

bahwa wanita boleh memberikan fatwa (dalam semua masalah fiqih), maka wanita

juga boleh menjadi hakim.73

71Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.68 72Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.121 73Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim,h.222.

Page 45: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

34

f. Mengetahui pokok-pokok hukum syara’ dan cabang-cabangnya

Syarat ini dimaksud agar hakim dapat mengetahui hukum-hukum Allah dan

sanggup membedakan anatara yang benar

( haq) dengan yang salah (bathil ). “Imam Syafi’i berpendapat, wajib seorang

hakim itu orang yang ahli ijtihad (mujtahid).74

Para jumhur ulama Malikiyah, syafi’iyah, Hanabalah dan sebagian dari

ulama Hanafiyah dan Ibnu Hazm berpendapat bahwa ijtihad merupakan syarat sah

untuk menjadi seorang hakim.75

Mereka berdalih pada firman Allah SWT dalam surah an-Nisa ayat 105:

لتحكم بين الناس بما أراك اللTerjemahnya :

“Agar engkau mengadili diantara manusia dengan apa yang telah Allah

ajarkan kepadamu”76

Allah SWT berfirman dalam surah al-Maidah ayat 49 :

وأن احكم بينهم بما أنزل اللTerjemahnya :

“ Dan hendaklah engkau memutuskan perkara diantara mereka menurut apa

yang diturunkan Allah”77

Seorang hakim wajib mengetahi semua ilmu hukum-hukum syariat, hingga

ilmu itu dapat digunakannya dalam sebuah kasus yang dia tangani sehingga dia

dapat menetapkan seusai hukumnya.78

74Ibnu Rusyd, Bidayah al Mujtahid Wa Nihayah al Muqtasid, Juz.II, (Bairut : Daar Al-Jiil,

1409 H), h. 460 75Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.126 76Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.96 77Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.117

Page 46: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

35

Melihat beratnya persyaratan bagi seorang hakim, Imam al-Ghazali

berpendapat bahwa “ karena mencari seorang hakim yang harus memenuhi

persyaratan seorang mujtahid lagi adil pada masa sekarang ini sulit, maka kita

dapat menerima hakim yang diangkat penguasa, walaupun hakim yang diangkat itu

bukan orang yang pandai dan dirinyapun fasik.79

g. Selamat pendengaran, pengelihatan dan ucapan

Syarat ini jelas diperlukan bagi seorang hakim untuk dapat mendengarkan

keterangan-keterangan dari pihak-pihak yang berperkara, melihat orang-orang yang

terlibat dalam perkara tersebut maupun bukti-bukti serta meminta keterangan

pihak-pihak yang berperkara dengan mengucapkan putussan yang dijatuhkannya.80

2. Pengangkatan Hakim

Pengangkatan hakim merupakan proses yang bertahap agar seseorang dapat

mencapai kedudukan hakim. Proses pengangkatan ini mememiliki variasi , ada

yang melalui proses penyeleksian ada yang melalui proses pembaiatan, dan ada

juga yang melalui proses penunjukkan, berikut uraiannya :

a. Membentuk diri-sendiri

Tipe membentuk diri sendiri ialah penobatan seorang hakim yang terjadi

dengan sendirinya.81 Tipe pertama ini memiliki dua pengertian. Pertama

seorang yang ingin menjadi hakim akan mendeklarasikan dirinya sendiri

untuk menjadi hakim. Mekanisme penobatan semacam ini terjadi jika pada

suatu wilayah yang belum pernah seseorang yang menjabat sebagai hakim,

78Ali Bin Muhammad Bin Ahmad, Raudatul Qadati Wa Tariqil an-Najah, h. 55. 79 Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim,h.223. 80 Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim,h.224. 81Sunindhia dan Ninik Widayanti, Kepemimpinan Dalam Masyrakat Modern (Jakartan :

PT Bina Aksara, 1998, cet. 1) h. 23.

Page 47: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

36

serta situasi dan kondisi wilayah tersebut sedang membutuhkan peran sorang

hakim. Contoh pengertian pertama digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW

pada awal pemerintahan di Madinah Rasulullah memandang bahwa peradilan

merupakan elemen penting dalam bernegara, hingga ia sendiri yang

menyelesaikan perselisihan di kalangan masyarakat serta menetapkan

hukuman terhadap pelanggaran perjanjian. Sirah an-nabawiyah karangan

Ibnu Hisyam yang di kutip dalam buku Fiqih siyasah memaparkan bahwa

kaum Yahudi pernah melakukan pelanggaran sebanyak tiga kali terhadap isi

piagam Madinah, Raulullah SAW bertindak sebagai qadhi-nya sebanyak dua

kali, dan satu kali Nabi mewakilkan kepada sahabatnya.82

Pengertian kedua adalah seseorang yang ingin menjadi hakim akan mengikuti

seleksi hakim yang sudah ditentukan. Pengertian kedua ini merupakan

relevensi perkembangan sistem dan birokrasi dalam peradilan modern. Saat

syarat-syarat sudah terpenuhi serta uji kemampuan telah berhasil, maka

seorang tersebut akan diangkat dan sah menjadi hakim dalam suatu peradilan.

Peradilan di Indonesia mengaturnya dalam Undang-Undang No.4 tahun 2004

jo. Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu

sebagai berikut :

1. Bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada

dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,

82J.Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah : Sejarah dan Pemikiran, ( Jakarta : Rajawali, 1995 ) h.

98.

Page 48: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

37

lingkung peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh

sebuah mahkamah konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan.

2. Bahwa untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan

peradilan yang bersih serta berwibawa perlu dilakukan penataan sistem

peradilan yang terpadu.

3. Bahwa Undang-Undang No 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman

tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dan ketatanegaraan

menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1,

angka 2, dan angka 3 perlu membentuk Undang-Undang tentang kekuasaan

kehakiman.83

b. Pembaitan

Tipe kedua yaitu pembaitan atau dipilih oleh golongan, yakni penobatan

seorang hakim yan terjadi karena mendapatkan dukungan serta sumpah

kesetiaan oleh golongan karena kecakapannya dalam hukum, keberaniannya

dalam memutuskan masalah serta jasa-jasanya dalam bidang hukum.84

Mekanisme ini pernah terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar as-shiddiq. Ia

dibaiat oleh Umar Bin Khattab menjadi kahalifah pengganti Nabi

Muhammad SAW, posisi khalifah saat itu sekaligus merangkap tugas hakim

untuk menyelesaikan sengketa yang muncul di masyarakat Madinah.

83 Jaenal Aripin, Himpunan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, cet. 1 (Jakarta :

Kencana Prenada Media Group,2010) h. 187 84Sunindhia dan Ninik Widayanti, Kepemimpinan Dalam Masyrakat Modern, h.23

Page 49: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

38

Pembaitan Umar Bin Khattab kepada Abu Bakar diikuti oleh sahabat-sahabat

lain. Model pembaitan ini hanya ditemukan dalam sejarah peradaban Islam.85

c. Penunjukkan

Penunjukkan adalah proses dimana orang yang dipercayai sebagai atasan,

pemimpin, memilih kemudian mengangkat seorang untuk menjadi hakim di

suatu wilayah proses pemilihannya beragam, namun dari sisi pengalaman dan

kemampuan meruapakan dua hal yang diprioritask

Pengangkatan model penunjukkan ini pernah dilakukan Nabi Muhammad

SAW saat Islam sudah melakukan ekspansi ke luar kota Madinah. Mekanisme

pengangkatannya di lakukan dalam bentuk yaitu Nabi Muhammad

memerintahkan sahabat untuk menjadi penguasa di wilayah tertentu dekaligus

diberi kewenangan menyelesaikan sengketa di antara anggota masyarakat.86

3. Pemberhentian Hakim

Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1991

tentang tata cara pemebrhentian dengan hormat dan pemberhentian sementara serta

hak-hak hakim agung dan hakim yang dikenakan pemberhentian menimbang :

85Joesef Sou;yub, Sejarah Dalam Khulafaur Rasyidin (Jkarta : Bulan Bintang, 1979, cet I)

h. 24 86Jaenal Aripin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta

: Kencana, 2013 ) h. 178

Page 50: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

39

a. Bahwa hakim agung dan hakim adalah pejabat yang melaksanakan

kehakiman yang merdeka dalam menyelenggarakan peradilan guna

terselenggaranya negara hukum republik Indonesia berdrdasarkan pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945.

b. Bahwa sehubungan dengan kedudukannya sebagaimana tersebut pada huruf

a, syarat-syarat pengangkatan dan pemberhentian hakim perlu diatur dalam

peraturan perundang-undangan sendiri;

c. Bahwa sebagai pelaksanaan pasal 15 Undang-Undang Nomor 14 tahun

1985, pasal 24 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986, pasal 24 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986, dan pasal 23 Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989, perlu menetapkan peraturan pemerintah tentang tata cara

pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat dan

pemberhentian sementara serta hak-hak hakim agung dan hakim yang

dikenakan pemberhentian ;

(1) Hakim agung dan hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya

karena :

a. Permintaan sendiri secara tertulis;

b. Sakit jasmani atau rohani terus – menerus berdasarkan surat keterangan tim

penguji kesehatan;

c. Telah mencapai batas usia pensiun;

d. Ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugas;

e. Meninggal dunia.

Page 51: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

40

(2) Hakim agung dan hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya

dengan alasan :

a. Dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;

b. Melakukan perbuatan tercela;

c. Terus menerus melalaikan kewajiban dalam melaksanakan tugas

pekerjaannya;

d. Melanggar sumpah ataau janji jabatan;

e. Melanggar larangan perangkapan jabatan hakim agung atau hakim.

(3) Hakim agung atau hakim diberhentikan sementara, dalam hal dikenakan

perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan.87

87https://ngada.org/pp26-1991.htm. tentang pemberhentian Hakim Agung dan Hak-haknya

Page 52: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

41

BAB IV

KONSEP HAKIM PEREMPUAN MENURUT PARA ULAMA FIQIH

A. Hakim Perempuan Menurut Para Ulama Fiqih

Peran perempuan di wilayah publik selalu mejadi kontroversi. Karena

wilayah publik menjadi hal yang terlarang bagi perempuan, terlebih jabatan di

bidang politik. Pebatasan tersebut bukan bermaksud untuk merendahkan

perempuan tetapi untuk memulikannya dan mengangkat derajatnya.

Spirit Islam yang justru memberikan penghargaan tinggi terhadap

perempuan. Perjuangan perempuan dalam menegakkan kesetaraan ranah publik

membutuhkan perjuangan secara kultural maupun struktural. Di Indonesia,

peradilan agama sendiri merupakan perwujudan perjuangan umat Islam dalam

memegang teguh keyakinannya, sehingga diperlukan lembaga peradilan sendiri

untuk menyelesaikan kasus-kasus muamalah. Sebab itu, boleh tidaknya perempuan

menjadi hakim di peradilan agama tidak terlepas dari keyakinan umat Islam

Indonesia. Diskursus mengenai kiprah perempuan sebagai hakim di pengadilan

agama, acap kali memuai kontroversi di berbagai Negara muslim, seperti di Sudan,

Malaisya, Pakistan, dan Indonesia. Perempuan dinilai tidak pantas untuk terjun di

wilayah publik, terutama dalam jabatan pemerintahan.88

Perdebatan di kalangan ulama fiqih tentang kedudukan hakim perempuan

yang mengacu pada surah an-Nisa ayat 34, ayat itu kerap dijadikan dasar

88Djamimah Muqoddas, Kontriversi Hakim Perempuan Pada Peradilan Islam di Negara-

Negara Muslim (Yogyakarta :Lkis, 2001) h. 14.

Page 53: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

42

perempuan tidak diperkenakan berperan dalam wilayah publik, selain juga ada

hadis Nabi SAW yang melarang perempuan menjadi imam shalat bagi laki-laki.

Sgkan dalam sejarah Islam, sejumlah sahabat perempuan dikenal pernah

memerankan fungsi sebagai rujukan dalam hukum, layaknya seorang hakim. Di

antaranya adalah Aisyah R.A, Ummu Salamah, Shafiyah, dan juga Ummu

Habibah.89

Para ualama berbeda pendapat dalam hal apakah laki-laki merupakan salah

satu syarat menjadi hakim atau tidak. Di sini terdapat tiga pendapat para ulama

fiqih :

1. Pendapat pertama yaitu apa yang dilihat dari para jumhur ulama yaitu dari

kalangan jumhur Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah, dan Zafar dari

Hanafiyah bahwasanya seorang perempuan tidak diperbolehkan menjadi

hakim untuk memimpin sebuah pengadilan walaupun dia (perempuan)

hanya mewakili pekerjaan tersebut. Jika dia menerima pekerjaan tersebut

maka dia akan berdosa karena menerima sebuah urusan yang sudah jelas

tidak diperbolehkan. Sedangkan laki-laki dalam pandangan jumhur ulama

merupakan syarat yang dibolehkan dan juga merupakan syarat yang sah.90

Dalil yang digunakan para jumhur sebagai hujjah bahwasanya laki-laki

merupkan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang hakim dan

merupakan salah satu syarat yang sah.91

89Arief Subhan, Syafiq Hasyim, Cuma Perempuan Dalam Islam : Pandangan Ormas

Keagamaan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 48. 90Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 123 91Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 127

Page 54: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

43

Allah SWT berfirman dalam surah an-Nisa ayat 34 :

بعض الل فضل بما الن ساء على امون قو جال من الر أنفقوا وبما بعض على هم

والل تي تخافون نشوزهن الحات قانتات حافظات للغيب بما حفظ الل أموالهم فالص

ا عليهن سبيل فعظوهن واهجروهن في المضاجع واضربوهن فإن أطعنكم فل تبغو

Terjemahnya :

“ Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah

telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain

(perempuan),dan karena mereka (laki-laki) telah mememberikan nafkah

dari hartanya. Maka perempuan-perempuan shalehah, adalah mereka yang

taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena

Allah telah menjaga (mereka). perempuan-perempuan yang kamu

khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka,

tinggalkan mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu)

pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu

mencari-cari alasan untuk menyusahkannya.92

Maksud dari ayat tersebut menunjukkan bahwa arti dari pemimpin terbatas

hanya untuk laki-laki dan tidak untuk perempuan, karena laki-laki memiliki

keutamaan dalam pemikiran dan gagasan begitupun memiliki jiwa yang

kuat sebagai tabiatnya, sedangkan perempuan lebih banyak memeiliki sifat

lemah lembut dan lemah, oleh karena itu Allah menjadikan laki-laki lebih

berhak sebagai pemimpin atas mereka. Karena laki-laki pemimpin atas

perempuan maka tidak dibolehkan perempuan memimpin dalam sebuah

persidangan.93

Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari :

92Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.84 93 Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.122

Page 55: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

44

أنه قال: نفعني الله بكلمة سمعتها من رسول -الله تعالى عنه رضي -عن أبي بكرة

أيام الجمل، بعد ما كدت أن ألحق بأصحاب الجمل فأقاتل -صلى الله عليه وسلم -الله

الله رسول بلغ لما قال: وسلم-معهم، عليه بنت -صلى الله ملكوا فارس أهل أن

94كسرى، قال: "لن يفلح قوم ولوا أمرهم امرأة"

Artinya :

“ Dari Abu Bakar berkata : Allah memberikan manfaat kepadaku dengan

sebuah kalimat yang aku dengar dari Rasulullah SAW pada hari perang

jamal, setelah aku hampir membenarkan merka (asahabul jamal) dan

berperang bersama mereka, ketika sampai kabar kepada Rasulullah SAW

bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisra sebagai pemimpin, maka

beliau brsabda : Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan

urusan pemerintahan mereka kepada seorang wanita”

Maksud dari hadis Rasulullah SAW tentang “Tidak akan beruntung suatu

kaum jika urusannya diserahkan kepada perempuan”, mengabarkan kepada kita

bahwa tidak adanya sebuah keuntungan jika dipimpin oleh seorang perempuan,

maka yang ada hanyalah kerugian atau kerusakan, maka wajib untuk menjauhinya.

“segala sesuatu yang mana sebuah kewajiban tidak bisa sempurna kecuali dengan

mengerjakannya maka seuatu tersebut wajib dikerjakan”, oleh karena itu apa saja

yang mengahalanginya, maka wajib dijauhi yaitu kepemimpinan perempuan. Jika

seorang perempuan memimpin pada wilayah-wilayah umum akan menyebabkan

ketidak beruntungan dan dengan tidak adanya keberuntungan maka akan hadir

kerugian, maka kesimpulannya bahwa perempuan yang memimpin di wilayah-

wilayah umum akan menyebabkan kerugian atau kerusakan sedangkan kerusakan

94Abu Abdullah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim al-Bukhari, Shaih al-Bukhari, Juz v

(Bairut : Daar al-Fikr, 1994) h.160.

Page 56: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

45

dilarang secara syariat dan wilayah pengadilan atau kehakiman merupakan salah

satu wilayah umum.95

Maksud dari larangan perempuan menjadi pemimpin di wilayah- wilayah

umum di karenakan kekurangan (lemah) akalnya dan juga agamanya, sedangakan

itu merupakan sebuah kecacatan atau sebuah kekurangan yang dibenarkan oleh

perkataan Rasulullah SAW, dan itu merupakan sesuatu yang lazim untuk seorang

perempuan dan tidak bisa dinafikkan tentangnya karena itu merupakan sebuah

fitrah.96

Rasulullah SAW bersabda :

النساء يا معشر قال أنه بن عمر عن رسو لله صلى الله عليه و سلم عن عبد الله

جزلة منهن إمرأة فقالت النار أهل أكثر رأيتكن فإني الستغفار وأكثرن تصدقن

اللعن و تكفرن ا لعشير وما رأيت وما لنا يا رسول الله أكثر أهل النار قال تكثرن

من ناقصات عقل و دين أغلب لذي لب منكن قالت يارسول الله وما نقصان العقل

والدين قال أما نقصان العقل فشهادة امرأتين تعدل شهادة رجل فهذا نقصان العقل

وتمكث الليالي ما تصلي و تفطر في رمضان فهذ ا نقصان الدين

Artinya :

“ Dari Abdullah bin Umar dari Rasulullah SAW bahwasanya beliau bersabda “Hai

kamu perempuan, bersedekalah dan perbanyaklah memohon ampunan karena aku

melihat kamu sekalian menjadi sebagian besar penghuni neraka. Lalu salah satu

seorang perempuan di antara mereka yang cerdas dan kritis bertanya : “wahai

Rasulullah mengapa kami sebagian besar dari penghuni neraka?”. Rasulullah

menjawab : “Kamu sekalian banyak melaknat dan tidak berterima kasih atas

kebaikan suami. Saya tidak melihat perempuan-perempuan yang kurang akal dan

agamanya yang bisa mengalahkan laki-laki yang berakal, selain kamu”. Perempuan

itu bertanya lagi : “Apa kekurangan akal dan agama perempuan?”. Rasulullah

menjawab : “Adapun kekurangan akalnya adalah kesaksian dua orang perempuan

itu sama dengan kesaksian satu orang laki-laki. Itulah kekurangan akal itu, dan

95Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 132 96Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 133

Page 57: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

46

perempuan itu, (haid) berhari-hari dengan tidak shalat dan tidak berpuasa di bulan

Ramadhan. Inilah kekurangan agama itu.”97

Dalam hadis ini menjelaskan bahwa kurangnya akal perempuan adalah dari

sisi ingatannya. Dan bahwasanya persaksian wanita butuh untuk dikuatkan dengan

persaksian wanita yang lain. Ini dalam rangka menguatkan persaksian tersebut

karena bisa jadi ia lupa, sehingga bisa membuat persaksiannya ditambah-

tambahkan atau dikurangi.98

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 282 :

ن ترضون واستشهدوا شهيدين من رجالكم فإن لم يكونا رجلين فرجل وامرأتان مم

ر إحداهما الخرىمن الشهداء أن تضل إحداهما فتذك

Terjemahnya :

“ Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki diantara kamu. Jika

tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan

dua orang perempuan di antara kamu orang-orang yang kamu sukai dari

para saksi (yang ada), agar jika yang seseorang lupa maka yang seorang

lagi mengingatkannya.99

Adapun kurangnya agama, yaitu dikarenakan mereka di kala haid dan nifas,

mereka meninggalkan shalat dan meninggalkan puasa dan tidak meng-qadha

shalat. Ini kekurangan dalam agama. Namum kekurangan ini tidak membuat

mereka berdosa dan tercela. Namun ini pengurangan dari syariat, dan justru ini

97Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al-jami’ as- sahih, Tahqiq :

Muhibbuddin al-Khatib, (Kairo : al-Matba’ah al-Salafiyah, 1400), h. 134. 98https://muslim.or.id-penjelasan-hadits-wanita-kurang-agama-dan-akalnya.html 99Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.84

Page 58: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

47

merupakan bentuk kasih sayang yang Allah syariatkan terhadap mereka dan

kemudahan bagia mereka.100

2. pendapat yang kedua yaitu pendapat dari imam Hanafi kecuali

Zafar, bahwasanya perempuan tidak boleh menjabat sebagai hakim, kecuali

menjadi hakim dalam urusn muamalat (perdata) dan tidak pada kasus yang lain.

Imam Hanafi memperbolehkan hukumnya dalam urusan yang mana jika

perempuan dibolehkan menjadi saksi kecuali dalam masalah hudud dan qishas.101

Imam Hanafi berpendapat sama dengan para jumhur fuqaha bahwasanya

hakim perempuan dalam masalah hudud dan qishas (pidana) maka tidak boleh,

walaupun apa yang di putuskan sesuai dengan kebenarannya. Larangan perempuan

menjadi hakim dalam kasus pidana karena perempuan tidak bisa menjadi saksi

untuk kasus pidana. Kapabilitas untuk menjadi seorang hakim tergantung kepada

kapabilitas untuk menjadi saksi.. Jika dia (perempuan) memutuskan di luar perkara

sealain hudud dan qishas maka di terima keputusannya. Oleh karena itu laki-laki

dalam pandangan imam Hanafi kecuali Zafar merupakan syarat yang di bolehkan

tetapi bukan termasuk syarat yang sah. Dan ini menunjukkan bahwa dalam

pandangan imam Hanafi tidak memperbolehkan juga tidak memiliki hak untuk

mengizinkan perempuan menjadi pemimpin dalam sebuah pengadilan. Seperti yang

diketahui dalam buku-buku mereka bahwasanya ada beberapa perempuan yang

menjabat sebagai hakim pada masa mereka. dan siapapun yang di angkat sebagai

100https://muslim.or.id-penjelasan-hadits-wanita-kurang-agama-dan-akalnya.html. 101Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 123

Page 59: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

48

hakim dalam negara Islam walaupun yang memimpin adalah perempuan maka

pengadilannya di bolehkan dan tidak berdosa.102

Pendapat lain mengatakan hukum perempuan menjadi hakim adalah

makruh. Alasan kemakruhannya karena di dalam persidangan, hakim perempuan

terpaksa harus bercakap-cakap dengan kaum laki-laki, padahal perempuan

dianjurkan untuk selalu menutup diri (dari bergaul dan bercakap-cakap yang intens

dengan laki-laki). Namun apabila dua pihak yang berperkara adalah perempuan

semua, maka kemakruhan hakim perempuan menjadi hilang.103

Menurut pendapat Abu Hanifah juga, dia menolak penggunaan hadis

tentang larangan perempuan menjadi pemimpin dijadikan dasar sebagai larangan

perempuan menjadi hakim, beliau beralasan bahwa kapasitas Nabi SAW saat

menyampaikan hadis tersebut bukan dalam kapasitas sebagai Nabi dan Rasul yang

mendukung kebenaran wahyu, tetapi dalam kapasitas Nabi sebagai manuasia biasa

yang mengungkap realitas sosial di masyarakat, yakni mengantisipasi

kemungkinan buruk yang terjadi kemudian hari apabila pemimpin diserahkan

kepada perempuan.104

Ibnu Hummam, salah satu tokoh mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa

laki-laki tidak menjadi salah satu syarat untuk menjadi hakim kecuali dalam

102Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 124 103Syaikh As’ad Sa’id al- Shagiriji, al-Fkih al-Hanafi wa Adillatuh (Pakistan : Idara al-

Qur’an wa al-‘Ulum al-Islamiyah. 1421 H), h. 10 104Djamimah Muqoddas, Kontroversi Hakim Perempuan Pada Peradilan Islam di Negara-

Negara Muslim (Yogyakarta :Lkis, 2001) h. 90

Page 60: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

49

masalah hudud dan dima’(pidana).105Larangan perempuan menjadi hakim dalam

perkara pidana diqiyaskan dengan larangan perempuan menjadi saksi kasus

perkara pidana.106

Pendapat dari kalangan Hanafiyah mengenai kebolehan perempuan

menjadi hakim itu pada nash al-Qur’an surah at-Taubah ayat 71 yang disebut

tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan.

بعض أولياء بعضهم والمؤمنات عن والمؤمنون وينهون بالمعروف يأمرون

كاة ويطيعون الله ورسوله أولئك سيرحمهم الله لة ويؤتون الز المنكر ويقيمون الص

إن الله عزيز حكيم

Terjemahnya :

“ Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian

mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh

yang ma’ruf , mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat,

menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka

itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah maha perkasa lagi

maha bijaksana”107

3. Pendapat yang ketiga yaitu menurut Muhammad Ibn Jarir at-Thabari, Hasan

al-Basri salah satu dari kalangan ulama besar pada masa tabi’in, Ibnu Hazm Az-

zhahri dan Ibnu al-Qaasim dari kalangan Mazhab Malikiyah berpendapat bahwa

seorang perempuan boleh menjadi hakim dalam sebuah pengadilan dan

memperbolehkan menduduki jabatan sebagai hakim dalam setiap perkara yang

memperolehkan perempuam menjadi saksi. Namun mereka berbeda pendapat

dalam urusan yang memperbolehkan perempuan manjadi saksi. Maka Ibnu Jarir

105Ibnu Hammam, Mu’in al-Hukkam Fiima Yataraddadu Baina Alkhasamain Min al-

Ahkam, j. 7 (Mesir : Maktabah al-Mustafa al-Bab al-Halabi wa Auladuh, 1973) h. 253 106Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqhi al- Islamiyah wa Adillatuh, h. 5936 107Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anAl- Karim dan Terjemahannya, h.198

Page 61: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

50

dan Ibnu Hazam berependapat bahwa perempuan boleh menjadi saksi dalam kasus

apapun.108

Begitupun pendapat dari al-Hasan, Ibn Jarir at-Thabary dan Ibn Hazm

menghilangkan laki-laki sebagai salah satu syarat menjadi hakim dan

membolehkan perempuan menjabat sebagai hakim secara mutlak, dan bahwasanya

laki-laki bukanlah salah satu syarat dan bukan juga sayat yang sah. 109

Dalil yang mereka gunakan adalah sebagai berikut :

a. Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 228 :

ولهن مثل الذي عليهن بالمعروف

Terjemahnya :

“Dan mereka mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya

menurut cara yang patut”

Dari ayat tersebut menjelaskan persamaan antara laki-laki dan perempuan

dalam hak dan kewajiban dan ini merupakan persamaan umum yang tidak ada

penolakan atasnya dan tidak ada penegcualian di dalam nas.

b. Segala sesuatu hukum asalnya adalah mubah kecuali ada dalilnya yang

melarangnya dan barang siapa yang mampu menyelesaikan perselisihan

dalam wilayah peradilan walaupun ketika seorang perempuan yang shalihah

yang mampu menyelesaikan perselisihan dan tidak ada larangan untuk itu

108Muhammad Ra’fat Usman, an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islamy, h. 124 109Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.124

Page 62: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

51

maka boleh saja di memimpin di pengadilan, karena keperempuanannya tidak

menghalangi pemahamannya untuk berargumen dalam masalah hukum.110

Sedangkan menurut Imam al- Baji, ada empat dalil yang dipergunakan

sebagaia dasar kebolehan perempuan menjadi hakim secara mutlak. Yaitu

diantaranya:

a. Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar yang

menyebutkan bahwa setiap orang adalah pemimpin, tanpa perbedaaan jenis

kelaminnya.

عن عبيد الله بن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:

عليهم راع الناس على الذي فالمير رعيته؛ عن مسئول وكلكم راع »كلكم

هم، ومسئول عنهم؛ وامرأة الرجل راعية على بيت بعلها وولدها وهي مسئولة عن

وعبد الرجل راع على مال سيده وهو مسئول عنه؛ أل وكلكم راع وكلكم مسئول

111عن رعيته« .

Artinya :

“Abdullah Bin Umar berkata bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :

“ketahuilah kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap

rakyatnya. Pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya tentang rakyat

yang dipimpinnya. Suami adalah pemimpin bagi keluarganyaa dan akan

dimintai pertanggung jawabannya tentang keluarga yang dipimpinnya. Isteri

adalah pemimpin atas rumah suami dan anak-anaknya. Budak adalah

pemelihara harta tuannya dan dia bertanggung jawab atas hal itu. maka dari

itu kalian semua adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban

tentang hal yang dipimpinnya”

110Rappung Bin Samuddin, Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai,,h.124 111 Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, al-Jami’ as-Sahih al-Musnad min

Hadis Rasulullah shallaullahu ‘alaih wa sallam wa Sunanihi wa Ayyamihi, Jilid III (Kairo : al-

Matba’ah as-Salafiyah, 1043 H) h. 328

Page 63: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

52

Hal ini menunjukkan bahwa kaum perempuan berhak menjadi pemimpin

dan hakim sebagaimana kaum laki-laki. Mengacu kepada penjelasan

Rasulullah SAW disebutkan bahwa setiap orang adalah pemimpin, hal ini

menunjukkan bahwa kaum perempuan juga berhak menjadi pemimpin dan

juga hakim sebagaimana halnya kaum laki-laki.112

b. Mengqiyaskan dengan hukum kebolehan perempuan menjadi mufti maka

perempuan boleh menjadi hakim

c. Jenis kelamin laki-laki bukan merupakan hal yang penting, sehingga

keabsahan sebagai hakim tidak harus berjenis kelamin laki-laki.113

Selain keempat alasan di atas, Imam Ibnu Jarir at-Thabari dan Imam Ibnu

Hazam menambahkan alasan lainnya yaitu : yang pertama, tidak satupun ayat al-

Qur’an maupun hadis yang secara terang –terangan melarang perempuan menjadi

hakim, adapun alasan dalam surah an-Nisa ayat 34 adalah dalam hal kewajiban

nafkah dan usaha pasangan suami isteri, bukan dalam hal kepemimpinan secara

luas. Yang kedua, secara historis pernah terjadi pengangkatan auditor pasar pada

masa khalifah Umar bin Khattab yang bernama as-Syifa daru suku as-Shuq.

Namun hadis tersebut lemah.114

Hal tersebut jika diperhatikan lebih jauh, hukum kebolehan dan larangan

wanita ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi sosial budaya yang terjadi.

Yang mana seperti kita ketahui, hukum dapat berubah akibat adanya perubahan

112Moh. Musta’in, Takhrij Hadis Kepemimpin Wanita (Surakarta : Pustaka Cakra. 2001), h.

89-90. 113Djamimah Muqoddas, Kontroversi Hakim Perempuan, h. 223 114Djamimah Muqoddas, Kontroversi Hakim Perempuan, h. 230

Page 64: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

53

zaman, tempat dan juga keadaan manusia itu sendiri. Sebagaiman yang di sebutkan

dalam qaidah ushul fiqih yaitu “hukum yang berubah karena mengikuti maslahat

waktu, tempat dan kondisi” dan juga perkataan ibnu al-Qayyaim “sesungguhnya

fatwa dapat berubah mengikuti perubahan zaman, tempat, adat istiadat dan

kondisi”115

Kondisi sosial budaya pada masa sekarang jika kita lihat, maka perempuan

dan laki-laki mempunyai kedudukan dan hak yang sama, sehingga perempuan

dalam mitra yang sejajar dalam kedudukan politik dan hukum dan memiliki

kedudukan yang sama, baik dari sisi menurut ajaran Islam, seperti dalam hukum

Islam, sistem politik dalam hukum Islam sehingga kiprah perempuan dalam kancah

politik tidak hanya sebatas emansipasi atau keikutsertaan, tetapi memiliki kapasitas

sebagai pribadi yang memiliki hak, kewajiban dan tanggungjawab bersama-sama

kaum laki-laki. Kedudukan perempuan sebagai hakim dan ketua pengadilan Agama

dengan syarat berkompeten dalam bidangnya.116

Berdasarkan paparan perbedaan pendapat para ulama di atas, penulis

berkesimpulan sebagai berikut :

a. Penulis tidak menolak pendapat jumhur Ulama yang mengatakan

perempuan tidak boleh menjabat sebagai hakim dikarenakan dari sisi

dominan emosi sehingga kadang dalam persaksian ada yang

mengingatkannya. Namun kembali kita melihat sistem peradilan sekarang

115Nuruddin al-Khamidi, al-Ijtihad al-Maqhasidi Dawabituhu wa Majallatuhu, (Mesir :

Risalah al-Muhakamh As-Syari’ah), h. 139. 116Djamimah Muqoddas, Kontribusi Hakim Perempuan Dalam Penegakkan Hukum di

Indonesia, (as-Syari’ah Vol.17 No.2, 2015) h. 93

Page 65: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

54

sudah menunjukkan hakim kolektif dimana keputusan tidak ditetapkan oleh

satu hakim saja, akan tetapi terdiri dari tiga hakim yaitu hakim ketua, hakim

anggota satu dan hakim anggota dua, sehingga jika dalam memutuskan

suatu perkara dia tidak mengambil keputusan secara personal tetapi dengan

keputusan atau pendapat bersama antara ketiga hakim tersebut, demikian

juga akan menutup peluang berdua-duaan (khalawat). Dalam sidang pidana

maupun perdata memiliki hakim mejelis, dalam pemeriksaan perkara, harus

terdiri dari tiga orang hakim atau hakim majelis. Salah satu hakim tersebut

bertindak sebagai ketua dan dua orang lainnya sebagai hakim anggota. Hal

ini dikarenakan agar terdapat keputusan mutlak dan tidak ada suara

seimbang.117Dan persidangan pada saat ini dilakukan secara terbuka untuk

umum, sehingga persidangan tersebut dapat disaksikan dan dihadiri oleh

setiap orang agar mereka dapat melihat jalannya pemeriksaan suatu perkara.

b. Dengan adanya dalil yang mengatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin

bagi kaum perempuan dan juga ada hadis Rasulullah SAW yang

mengatakan bahwa tidak akan beruntung suatu kaum jika urusannya

diserahkan kepada perempuan, berdasarkan dalil-dalil tersbut sehingga

perempuan tidak dibolehkan memutuskan suatu perkara. Namun hadis ini

boleh jadi lebih diarahkan pada kepemimpinan Negara atau kepemimpinan

tertinggi saja waallahu a’lam.

117https://www.nafun.com/2014/03/persamaan-perbedaan-hukum-pidana-dan-

perdata.html?m=1

Page 66: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

55

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis terkait hukum

hakim perempuan dalam fiqih Islam berdasarkan dua rumusan masalah,

dapat ditarik kesimpulan yaitu :

1. Hakim adalah orang yang mengadili setiap perkara baik yang berkenaan

dengan hak Allah SWT maupun hak manusia, hakim juga bekerja untuk

mengakkan keadilan dan mencegah pertumpahan darah, juga menindas

ketidakadilan dari para penzalim.

2. Perempuan boleh menjabat sebagai hakim, alasannya tidak ada dalil

yang secara langsung melarang perempuan menjadi hakim, dan juga

sistem persidangan sekarang sudah berbeda dengan sistem persidangan

klasik, dimana sistem persidangan sifatnya sudah kolektif yang

melibatkan tiga hakim sehingga tidak mungkin mengambil keputusan

secara personal walaupun dalam masalah qisas dan juga akan menutup

peluang untuk berdua-duaan. sementara hakim pada masa klasik

sifatnya tunggal. Adapun ayat dan hadis yang melarang, itu lebih

ditujukan pada pimpinan tertinggi, sedangkan jabatan dibawahnya

dibolehkan jika perempuan tersebut berkompoten dalam bidangnya.

Dan juga melihat perubahan zaman dimana keberadaan hakim

perempuan saat ini dibutuhkan, melihat pihak-pihak yang bersengketa

banyak dari kalangan perempuan, dimana terdapat beberapa hal yang

Page 67: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

56

sensitif yang mana hanya hakim perempuan yang bisa mengatasinya.

Dalam kaidah usul fiqih mengatakan :

“Kebutuhan itu ditempatkan pada tempat darurat, baik kebutuhan itu

bersifat umum atau khusus”

B. Saran

1. Bagi sebagian masyarakat yang menganggap bahwa perempuan hanya

bisa berdiam diri di rumah dan tidak ada haknya untuk bekerja diluar

rumah salah satunya itu menjabat sebagai hakim, itu tidak benar,

Karena pada dasarnya jika seorang itu bisa memenuhi syarat-syarat

sebagaia hakim maka diperbolehkan, melihat pada masa sekarang

dimana perkembangan yang mengharuskan perempuan terlibat

didalamnya.

2. Bagi para perempuan yang telah menjabat sebagai hakim, hendaknya

tetap menjaga batasan-batasan yang ditetapkan oleh syariat, tetap

menjaga amanah, berpakaian yang soapan (syar’i) menghindari sebisa

mungkin hal-hal yang bisa menimbulkan fitnah.

3. Bagi para pembaca hendaknya bersikap terbuka terkait masalah hakim

perempuan merupakan hal yang boleh saja, karena sistem persidangan

di negara kita dimana peran hakim perempuan sangat dibutuhkan.

Page 68: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

57

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,, Ali Bin Muhammad Bin.Raudatul Qadati Wa Tariqil an-Najah.

BairutMuassasatu ar-Risalah Darul Furqan ‘Amaan.

al- Shagiriji, Syaikh As’ad Sa’id. 1421. al-Fkih al-Hanafi wa Adillatuh. Pakistan :

Idara al-Qur’an wa al-‘Ulum al-Islamiya.

Al-Hadad, Al-Thahri. 1993. Wanita Dalam Syariat Dan Masyarakat,. Jakarta

Pustaka Firdaus.

Al-Mawahdi, Imam. 1976.al-ahkamus sulthaniyah. Mesir : Musthafa al-Babi Al-

Halabi.

al-Muhaimidah, Dr. Naasir Bin Ibrahim, Wadzifatul qada’ FII Ta’aamul maa al-

Irhab. Al-Kitab Mansyur ‘ala Mauqi’ Wizarah Al-Auqaf Assuudiyah.

Al-Munawwar, Said Aqil Husain. 2009. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan

Hakiki,. Jakarta. PT. Ciputat Press.

Al-Qursy, Abu Al-Fada’ Ismail Bin Umar bin Katsir. Tafsir al-Quaranul Adzim.

1990. Taybah Linnasyary wattauzi’.

Al-Wargamy,Muhammad bin Muhammad Ibnu Arafah. 2008. Lebanon. Darul

Kutub al-Islamyah Bairut.

Aripin,Jaenal.2013.Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum di

Indonesia. Jakarta : Kencana.

Aripin, M.A., Dr. Jaenal. 2010. Himpunan Undang-Undang Kekuasaan

Kehakiman. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Arliman S, Leurensius. 2015. Notaris dan Penegakkan Hukum Oleh

Hakim.Yogyakarta. Deepublish.

As-Sya’rawi, Syaikh Mutawalli. 2009. Fikih Perempuan (Muslimah).Jakarta.

Amzah.

Bahnasawi, Salim Ali. 1996. Wawasan Sisrem Politik Islam. Jakarta. Pustaka

Alkausar.

Bambang Waluyo, S.H. 1992. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik.

Jakarta. Sinar Grafika.

Page 69: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

58

Basyir,Ahmad Azhar. 2000Negara dan Pemerintahan Dala.m Islam. Yogyakarta

: UII Pres.

bin Ismail, Bukhari Abu Abdullah Muhammad.1400. al-jami’ as- sahih, Tahqiq :

Muhibbuddin al-Khatib. Kairo : al-Matba’ah al-Salafiyah.

Dahlan, Abdul Aziz. 1997. Ensiklopedia Hukum Islam. Jogjakarta. Lkis.

Dr. H. Sunarto, S.H., M.H. 2015. Peran Aktif Hakim Dalam Perkara Perdata.

Jakarta. Kencana.

Drs. H.Wildan Suyuthi Mustofa. 2013. Kode Etik Hakim. Jakarta. Kencana.

Engginer, Asgar Ali. Hak-Hak Perempuan Dmpuan Dalam Islam, Terjemahan oleh

Farid Wajid dan Cicik Farkha Assegaf, dari The Raight Of Women In

Islam.Yogyakarta. Lembaga Studi dan Pengembangan Perempuan dan

Anak.

Hammam,Ibnu.1973.Mu’in al-Hukkam Fiima Yataraddadu Baina Alkhasamain

Min al-Ahkam. Mesir : Maktabah al-Mustafa al-Bab al-Halabi wa Auladuh.

Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya,.

Jakarta. Ghalila Ikapi.

Kementrian Agama Republik Indonesia. 3013. Al-Qur’an Al-Karim dan

Terejemahannya. Surabaya. Halim Publishing dan Distibuting.

Madkur, Muhammad Salam. 1993. Peradilan Dalam Islam. Surabaya. PT. Bina

Ilmu.

Manoa, Disiplin F dan Dani Elpha. 2018. Hakim Antara Pengaturan dan

Implementasi. Jakarta. Buku Obor.

Mudzar, HM. Atho.2003. Hukum Keluarga Islam Di Dunia Moderen. Jakarta.

Ciputat Press.

Muhsin, Aminah Wadud. 1994. Wanita di Dalam Al-Qur’an,. Bandung. Pustaka .

Muqoddas, Djamimah. 2001. KontriversiHakim Perempuan Pada Peradilan Islam

di Negara-Negara Muslim. Yogyakarta :Lkis.

Musta’in,Moh. 2001. Takhrij Hadis Kepemimpin Wanita.Surakarta : Pustaka

Cakra.

Mustofa, Drs. H. Wildan Suyuthi. 2013. Kode Etik Hakim. Jakarta . Kencana.

Page 70: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

59

Pulungan,J.Suyuthi. 1995. Fiqh Siyasah : Sejarah dan Pemikiran. Jakarta :

Rajawali.

Rusli, Muhammad. 2016. Wanita Karir Perspektif Islam (Studi Kasus Di Kecmatan

Rappocini Kota Makassar) Tesis.

Rusyd,Ibnu. 1409.Bidayah al Mujtahid Wa Nihayah al Muqtasid. Bairut : Daar

Al-Jiil.

Rusyid, Ibnu.Jiil1409 H/1989 m. BidayahAl Mujtahid Wa Nihayah Al Muqtasid.

bairut : Dar Al.

Samuddin Rappung. 2020. Al-Wajid Fii Fiqhi Al-Qadaai. Al-Jinan Littaba’i

Wattauzi’.

Shihab, M.Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur’an,. Bandung. Mizan.

Sou’yub, Joesef. 1979. Sejarah Dalam Khulafaur Rasyidin.Jkarta : Bulan Bintang.

Subhan, Prof. Dr. Zaitunah. 2015. Al-Qur’an Dan Perempuan,. Jakarta.

Prenadamedia Group.

Suharsimiarikunto. 20014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta.

Rineka Cipta.

Sunindhia dan Ninik Widayanti.1998.Kepemimpinan Dalam Masyrakat Modern.

Jakartan : PT Bina Aksara.

Tim Penyusun. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia,. Jakarta. Balai Pustaka.

Usman, Muhammad Ra’fat. 1994.an-Nidzamui Qadaai Fii Fiqhi al-Islam. Daar al-

Bayaan.

Zuhaili,Wahbah. Al-fiqh Al-Islamy wa Adillatuh.

Sumber-sumber lain :

File://sirkulasiku/pengertian/-syarat-dsn-fungsi-hakim-.html

\https://pn-tahuna.go.id/tentang-pengadilan/sistem-pengelolaan-pn/kegiatan

pengadilan/item/kedudukan-penasehat-hukum-sesuai-uu-nomor-8-tahun

1981-dan-uu-nomor-16-tahun-2011

http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/agenda/article. diunduh senin

18 januari 2021 pukul 21: 36.

http://m.republika.co.id/amp/nwo10f15/kedudukan-hakim-didalam-islam

Page 71: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

60

http://www.google.co.id/search?q=pengertian+islam+tentang+pemimpin,diunduh

minggu 17 januari 2021 pukul 15:41

https://core.ac.uk/download/pdf/234749691.pdf https://core.ac.uk/download/pdf/234749691.pdf. https://m.republika.co.id/berita/q8cob2430/wanita-bekerja-dalam-pandangan-islam

https://muslim.or.id-penjelasan-hadits-wanita-kurang-agama-dan-akalnya.html

https://muslim.or.id-penjelasan-hadits-wanita-kurang-agama-dan-akalnya.html.

https://ngada.org/pp26-1991.htm. tentang pemberhentian Hakim Agung dan Hak-

haknya.

https://www.nafun.com/2014/03/persamaan-perbedaan-hukum-pidana

danperdata.html?m=1

Page 72: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

61

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Fatimah lahir pada tanggal 19 september 1994 M di Desa

Kaohua Kecamatan Buyasuri Kabupaten Lembata Nusa Tenggara

Timur (NTT). Anak pertama dari bapak Abdul Rahman Hasan dan

Ibu Siti Saniyah Abdullah dari 6 bersaudara. Adapun pendidikan

yang ditempuh oleh penulis: MI Darul Istiqamah Bongki Sinjai

Utara, lulus pada tahun 2009. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pondok Pesantren Darul

Istiqamah Bongki, lulus pada tahun 2012. Madrasah Aliyah (MA) Pondok Pesantren Darul

Istiqamah Bongki, lulus pada tahun 2015. Kemudian melanjutkan pendidikan di Program

Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah) Fakultas Agama Islam Universitas

Muhammadiyah Makassar pada tahun 2017.

Page 73: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

62

Page 74: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

63

Page 75: HUKUM PEREMPUAN MENJADI HAKIM DALAM PANDANGAN FIQIH ISLAM

64