11
557 HUKUM PEMBUKTIAN INGGRIS Sekilas pandang perbandingan hukum pembuklian Anglo Saxon dengan hukum pembuklian Eropa Konlinental L _ _ _ ____ OIeh: H. Sofyan Mukhtar , S.H. _______ ---' Hukum pembuktian yang akan - di- uraikan ini ialah hukum pembuklian dalam perkara pefdata. Ham pif selllua literatur Inggris menulis dan mengurai- kan hukum pembuklian perdata ini bersamaan dengan hukum pembuktian pidana. l Oleh karenanya kadang-ka- dang dalam menjelaskan dan memberi contoh pembuktian perkara perdata sering digabungkan dengan pembukti- an perkara pidana. Hukum pem buktiall lnggris tidak sarna dengan atau tidak termasuk ke- pada hukum acara perdata Inggris'> Hukum acafa Inggris (law of pro- cedure) sebaiknya dipelajari terlebih dahulu sebelum mempelajari hukum pembukliannya. Jika tidak demikian hal ilu akan dapat mengganggu mema- hami hukum pembuktian. Jadi oleh karenanya sebelum masuk kepada membicarakan hukum pembuktian itu akan dicoba secara ringkas mem beri- kan gambaran lenlang hukum prose- durnya dan baru dimasuki hukum pembuktiannya. Oi sana sini di mana perlu akan dibual sedikit perbandingan dengan hukum pembuktian Indonesia untuk memudahkan pemahaman. Hukum pembuktian Inggris alau bi- sa juga hukum pembuktian A.nglo 1. A.C. Lubbers, hlm. 3. 2. Cross & Wilkins. him. 2. Saxon,' dalarn ban yak hal berlainan dari hukum pembuktian Eropa konti- nental. Hukulll pembuktian Anglo Saxon peradilannya sistem jury. Menurut ketentuan umum pacta se tiap peradilan jury. persoalan-perso- alan hukum ditcntukan oleh hakim dan persoalan kellyataan atau fei/en (facts ) dil e ntukan okh jur y' Dalam pemerik sa an perkara pidana misalnya conlliction adalah wewenang dan dibe- rikan uleh jury , se dangkan sentence adalall wewenang dan diberikan o!eh hakim. Selain dari itu hukum pcmbuktian Anglo Saxon lebih praktis dan prag- matis dibandingkan dengan hukum pembuk tian Eropa kontinental, misal- nya jika dibandingkan dengan hukum pembuktian Belanda yang sangat dog- rnatis dan teoretis. Sebagai gambaran atau perbandingan diberikan cantoh lentang apa yang dinamakan dcngan prima facie casus. Pada prima facie casus hakim mem- balikkan be ban pembuklian berdasar- kan pertimbangan praktis saja. Misal- nya dalam kasus alau perkara ganli cu- 3. Pada intinya hukum pembuktian Anglo Saxon adalah identik dengan hukum pembuktian Anglo American, lihatlah A Treatise on the Anglo-American in Trials at Common Law, oleh John Henry Wigmore. A.G. Lubbers, hIm. 14 . 4. Phibson Paras. 2114, A.G. Lubbers, hIm. 132. Desember 1986

HUKUM PEMBUKTIAN INGGRIS - Universitas Indonesia

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUKUM PEMBUKTIAN INGGRIS - Universitas Indonesia

557

HUKUM PEMBUKTIAN INGGRIS Sekilas pandang perbandingan hukum pembuklian Anglo Saxon

dengan hukum pembuklian Eropa Konlinental

L _ _ _ ____ OIeh: H. Sofyan Mukhtar , S.H. _______ ---'

Hukum pembuktian yang akan -di­

uraikan ini ialah hukum pembuklian

dalam perkara pefdata. Ham pif selllua literatur Inggris menulis dan mengurai­kan hukum pembuklian perdata ini bersamaan dengan hukum pembuktian pidana. l Oleh karenanya kadang-ka­dang dalam menjelaskan dan memberi

contoh pembuktian perkara perdata

sering digabungkan dengan pembukti­

an perkara pidana. Hukum pem buktiall lnggris tidak

sarna dengan atau tidak termasuk ke­pada hukum acara perdata Inggris'> Hukum acafa Inggris (law of pro­cedure) sebaiknya dipelajari terlebih

dahulu sebelum mempelajari hukum pembukliannya. Jika tidak demikian

hal ilu akan dapat mengganggu mema­hami hukum pembuktian. Jadi oleh

karenanya sebelum masuk kepada membicarakan hukum pembuktian itu akan dicoba secara ringkas mem beri­kan gambaran lenlang hukum prose­durnya dan baru dimasuki hukum pembuktiannya. Oi sana sini di mana perlu akan dibual sedikit perbandingan dengan hukum pembuktian Indonesia untuk memudahkan pemahaman.

Hukum pembuktian Inggris alau bi­

sa juga hukum pembuktian A.nglo

1. A.C. Lubbers, hlm. 3. 2. Cross & Wilkins. him. 2.

Saxon,' dalarn ban yak hal berlainan dari hukum pembuktian Eropa konti­nental. Hukulll pembuktian Anglo

Saxon peradilannya m~makai sistem jury. Menurut ketentuan umum pacta se tiap peradilan jury. persoalan-perso­alan hukum ditcntukan oleh hakim dan persoalan kellyataan atau fei/en (facts ) dilentukan okh jury' Dalam

pemeriksaan perkara pidana misalnya

conlliction adalah wewenang dan dibe­rikan uleh jury , sedangkan sentence adalall wewenang dan diberikan o!eh

hakim. Selain dari itu hukum pcmbuktian

Anglo Saxon lebih praktis dan prag­

matis dibandingkan dengan hukum pembuktian Eropa kontinental, misal­

nya jika dibandingkan dengan hukum pembuktian Belanda yang sangat dog­rnatis dan teoretis. Sebagai gambaran

atau perbandingan diberikan cantoh lentang apa yang dinamakan dcngan prima facie casus.

Pada prima facie casus hakim mem­balikkan be ban pembuklian berdasar­

kan pertimbangan praktis saja. Misal­nya dalam kasus alau perkara ganli cu-

3. Pada intinya hukum pembuktian Anglo Saxon adalah identik dengan hukum pembuktian Anglo American, lihatlah A Treatise on the Anglo-American in Trials at Common Law, oleh John Henry Wigmore. A.G. Lubbers, hIm. 14 .

4. Phibson Paras. 2114, A.G. Lubbers, hIm. 132.

Desember 1986

Page 2: HUKUM PEMBUKTIAN INGGRIS - Universitas Indonesia

558

gi. Jika salu benda jaluh dari lingkat empal dari sebuah bangunan berting· kat, dan mengenai kepala seseorang yang kebetulan sedang lewal di bawah· nya, maka te~adilah sualu verbintenis yang disebabkan oleh onrechtmatige daad. Misalnya nama orang yang di· limpa ilu A dan pemilik/ penghuni tingkat empat itu bernarna B.

Apabila A menggugat B dan menun· lui B supaya membayar ganti rugi karena kealpaannya (negligence ), maka beban pembuktian tidak terletak pada A penggugat , letapi B tergugat. Ini menurul pertimbangan hakim lnggris adalah karena alasan praklis saja. Yailll bahwa benda yang jatuh ilu biasanya, jika tidak ada orang yang mCl1jaluhkan , atau tidak ada sesuatu scbab, dianya lidak akan jatuh. Jadi oleh karena itu tcrgugatlah, yaitu orang yang bt:rada pacta tingkat empat it.u yang harus membuktikan schuld itu, bukan pcnggugat. Hal itu adalah tidak sebagaimana Jazimnya berlaku pacta tiap-liap perkara perdata, di ma­na penggugatlah yang harus membuk· tikan terlebih dahulu "

Berlainan dengan pendirian hakim Anglo Saxon yang serba praktis itu, adalall pendapat para ahli hukum Be· landa misalnya . Pendapat para ahli hukum Belanda ini dapat dianggap mew.kili pendapat ahli hukum Eropa kontinental. Oleh karena hukum Be· landa dipengaruhi dan berhubungan

secara berinteraksi, sesuai dengan per-

s. Pendirian dan gambaran Prima Facie se­perti ini dikemukakan oleh Prof. Fok­kema, guru besar pada Universiteit Lei­den dalam bidang perbandingan hukum (rechtsvergelijkingj, sewaktu penulis me­nemui beliau di Leiden tanggal 11 Sep­tember 1986.

Hukum dan Pembangunan

jalanan sejarahnya, oleh hukum Peran­cis, hukum Jerman dan hukum Roma­wi kuno.6

Dalam petjanjian dengan monster misalnya. Jika barang yang dibeli itu tJdak sesuai dengan monster at au con­toh yang diberikan, maka pada perkara seperti ini terjadi juga pembalikan be· ban pembuktian. Yaitu bukan penggu· gat yang harus membuktikan, tetapi tergugatlah yang harus membuktikan bahwa barang yang diserahkan itu ti­dak scsuai dengan monster. Jika si pembeli tidak menyerahkan monster di porsidangan sebagai bukti, maka dianggaplah oleh hakim bahwa penjual sebagai benar.

Menurut pendapat para ahli hukum Belanda,7 ini bukanlah suatu pomba· likan be ban pembuktian. Akan tetapi memperingan ( verlichr) be ban penggu· gat dan memperberat (verzwaard) be· ban terguga!. Beban pembuktian tetap

pada penggugat dengan arti bahwa bewijsrisico tetap berada pada pihak yang punya hewijslast. 8 Akan tetapi dengan bantu an peraturan pengalaman dan dengan [eirelijk vermoedens, rna· ka persetujuan atau setidak·lidaknya monster yang telah diserahkan oleh penjual kepada si pembeli sebelum· nya secara le goede, trouw haruslah dipelihara oleh pembeli sampai pada saat penyerahan barang oleh pen· jual kepada pembeli, dan mengujinya apakah barang tersebut sesuai dengan monster.

6. Asser's Anema Verdam, hlm. 5,6 dan se­rerusnya.

7. Antara lain Grunebaum, lihatlah M.L. Kan, hIm. 65-66.

8. Tentang bewijsrisico, lihatlah tulisan pe­nulis pad a MajalaJz Hukllm dall Pemba ­ngunQn, No.2 Tahun 1986, hhn. 137 .

Page 3: HUKUM PEMBUKTIAN INGGRIS - Universitas Indonesia

Pembuktion Inggris

Jadi teIjadinya pembalikan beban bukti menurut Grilnebaum tidak ada. Cuma posisi penjual diperingan dan posisi pembeli diperberat. Alasannya karena pada penjual dianggap harus ada itikad baik untuk memelihara monster itu sampai pada waktu pe­nyerahan barang. Jika tidak, atau pembeli sengaja menghilangkan mons­ter itu, seliingga tidak bisa mempro­dusirnya di persidangan, maka diang­gaplah terbukti bahwa penjual adalah benar dan barang yang telah 'dilever adalah "sesuai" dengan monster. De­mildan juga halnya pembalikan beban bukti pada penyerahan barang-barang yang terjadi seeara berkala dan tidak sekaligus. 9

Perbedaan yang lain an tar sistem hukum Inggris dengan hukum Eropa kontinental ialah bahwa House of Lords dalam kedudukannya sebagai Mahkamah Agung Inggris, adalah me­rupakan pengadilan banding dari peng­adilan bawahannya yaitu dad Court of Appeal dan dari High Court seeara leapfrog. 1O Jadi House of Lord ber­fungsi sebagai Judex Facti yaitu me­meriksa fakta dan pembuktian. Hoge Raad Belanda berfungsi sebagai per­adilan kasasi. Dianya tidak memeriksa fakta. Dianya akan membatalkan pu­tusan pengadilan yang lebih rendah apabila salah menerapkan hukum atau salah menerapkan cara yang harus di­laksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undangll

9. Tentang pembalikan beban bukti menu­ru t undang-undang pokok lingkungart hidup No.4 Tahun 1982, lihatlah tulisan Nommy HT Siahaan dalam Majalah KORPRI terbitan Oktober tahun 1985.

10. John Pritchard, him. 757 dan seterusnya.

559

Berperkara di Inggris menurut The English Law of Procedure, dimulai dengan writ of summons, atau sema­cam dagvaarding di Negeri Belanda. 12

Writ of summons memuat statement of claim yang memuat fakta-fakta (posita) dan claim atau tuntutan. Se­sudah statement of claim itu dimasuk­kan, dari pihak tergugat mengemuka­kan pula seeara tertulis particular of defence.

Seeara ringkas kita gambarkan ba­gaimana memulai suatu perkara di Inggris dengan sebuah gugatan wan­prestasi. Pertama-tama yang bersang­kutan (penggugat) mengirim surat ke­pada tergugat bahwa dalam tempo 14 hari dia akan menggugat tergugat. Semen tara itu penggugat menyiapkan gugatannya, kemudian memeriksa apa­kah pengadilan telah mempunyai pu­tusan preseden yang dapat diperguna­kan sebagai pegangan. Sesudah itu di­mulailah beraeara dengan mengisi form ulir permohonan dan menyerah­kan gugatan atau statement of claims. Kemudian membayar biaya perkara. Sesudah itu pengadilan akan mengirim catatan gugatan (plaint-note ) kepada penggugat. Kepada tergugat dikirim­kan surat gugatan beserta writ of sum­mons. I3

Sesudah ini semua dilalui, maka ada tiga kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan pertama tergu­gat tidak mengirimkan bantahan, maka perkaranya langsung diputus dan pe­medksaan berakhir. Kemungkinan ke­dua tergugat mengaku bertanggung ja-

nesia No. 14/1985, pada Pasa128 menga­takan bahwa Mahkamah Agung Indone­sia adalah merupakan peradilan kasasi.

12. Di Indonesia semua perkara dimulai dengan surat gugatan. Supomo. hIm. 22. John Pritchard, him. 881. 11. Undang-undang Mahkamah Agung Indo- 13.

Desember 1986

Page 4: HUKUM PEMBUKTIAN INGGRIS - Universitas Indonesia

560

wab dan memajukan tawaran pemba­yaran. Di sini ada dua lagi kemungkin· an: 1) penggugal menerima lawaran pembayaran, maka perkaranya akan diakhiri dan vonis dikeluarkan; 2) penggugat menolak tawaran pemba·. yaran dari tergugal. Dalam hal serupa itu ditetapkanlah sebuah tanggal, pada tanggal mana Registrar menentukan ukuran dan besarnya pembayaran. Registrar "mematut" be rap a besarnya jumlah pembayaran yang "adil" kepa· da penggugat. Sesudah cara ini selesai perkara akan diakhiri dengan vonis. Kemudian kemungkinan yang ketiga dan terakhir, yaitu tergugat mengirim· kan bantahan. Oi sini persengketaan bam akan dimulai.

Sesudah tergugat membantah, maka diadakanlah apa yang dinamakan Pre· Trial Review, di de pan Registrar. I' Pada sidang ini diperiksa semua ke· lengkapan sural·sural kedua belah pi· hak sebelum perkara masuk ke tingkat yang menentukan, yaitu Trial. IS Pad a pemeriksaan pre-trial diperiksa segala dokumen semenjak dari permulaan dan segala sesuatu yang bersangkutan dengan formalitas bail< dari pihak penggugat maupun dari pihak tergugal. Pada sidang Queen's Bench Division pemeriksaan kelengkapan forrnalitas ini dilakukan oleh seorang Master. 16

Hal yang san gal menaril< pada ting· kat pemeriksaan pre· trial ini ialah bah· wa segala surat-surat harus dipersiap­kan secermat mungkin, sehingga segala sesuatu yang bersifat forrnalitas lidak ada lagi nanti pada sidang tingkat be·

14. Burgerlijke Rechtsvordering Belanda ti­dak mengenal lembaga ini, H.I.R. juga tidale

15. David Barnard, hbn. 153. 16. Master kadang-kadang berfungsi sebagai

hakim (D. Barnard, him. 154).

HURum dan Pembangunan

rikutnya, yakni persidangan yang dina· makan Trial atau Tribunal of Fact.

Secara teoretis semua apa yang di· namakan interlocutory applications harus telah siap pad a tingkat ill!.

Interlocutory applications ialah ke· lengkapan surat-surat, dokumen dan daftar alat·alat bukti yang akan digu· nakan oleh kedua belah pihak dalam pemeriksaan beriku tnya. 11 Pad a ting­kat ini pula, penggugat dan tergugat dapat memajukan usul agar perkara· nya diperiksa oleh arbiter saja, atau diputus oleh Master saja, tanpa diterus· kan kepada hakim atau judge. Atau malah dapat dimohonkan juga oleh para pihak, agar perkaranya ditumn· kan kembali pemeriksaannya pada tingkat County Court.

Suatu hal yang patut dieatat ialah bahwa di Inggris tidak ada ketentuan bahwa para pihak harus memakai pengaeara. Namun demil<ian tidak seorang pun di Inggris orang yang berperkara yang tidak diwakili oleh seorang pengacara/advokat. 18

Susunan pengadilan Inggris sekilas pintas. Pada tingkat yang paling bawah adalah County Courts dan Magistrate Courts. 19 County Courts adalah meng· adili perkara·perkara kontrak/perjanji· an, ataupun perbuatan melawan hu­kum yang nilainya tidak lebih dari £ 5000., atau juga sengketa sewa· menyewa tanah yang besar sewanya per tahun sekitar £ 1500., dan sengke· ta bangkru t (bankruptcy). County Courts juga mengadili sengketa hipotil< yang jumlahnya tidak lebih dari £

17. Interlocu tory applications berlainan se­kali dari interlocutoir vonnis (Brv. art 48) David Barnard, hhn. 90.

18. Supomo, him. 17. 19. County Court dapat disarnakan dengan

Kantongerecht di Negeri Belanda.

Page 5: HUKUM PEMBUKTIAN INGGRIS - Universitas Indonesia

Pembuktl4n In6iri.

30.000.- Magistrates' Courts adalah pengadilan tingkat pertama mengadili sengketa-sengketa perkawinan, adopsi dan sengketa-sengketa pajak 20 Coun­ty Courts adalah merupakan pengadiJ­an distrik. Di Inggris terdapat lebih kurang 500 County Courrs-districts. Pu !Usan County Court dapat diban­ding. Permohonan banding diajukan kepada Court of Appeal, yaitu suatu bagian dari apa yang dinamakan Supre­me Court of Judicature. 21 Sengketa bangkrut permohonan bandingnya da­pat juga diajukan ke High Court yang khusus memeriksa dan mengadili per­kara banding tentang bangkrut. -

Di atas setingkat dari County Courcs ialah High Court. Pengadilan ini pada tingkat pertama mengadili segala seng­keta yang tidak termasuk urusan County Courts dan Magistrates' Courts seperti tersebut di atas. County Courts dapat juga disebu t inferior civil courts, sedangkan High Courrs disebu t supe­rior civil courts. 22

High Court terd iri atas tiga bagian. Pertama adalah Chancery Division, kedua Queen's Bench Division dan ke­tiga Family Division. Masing-masing­nya mempunyai tugas-tugas tersendiri yang berbeda-beda.

Chancery Division mengadili seng­keta-sengketa seperti testamen, hipotik tanah, bangkrut dan pajak. Para hakim­nya diangkat · oleh raja atas usul dari Lord Chancellor. Lord Chancellor ada­lah sekalian merupakan ketua dari Chancery Division ini.

20. John PritchaId, him. 758. 21. A.G. Lubber, him. 31. 22. The one superior court of universalju­

risdiction of first in stance in civil cases rhroughout the realm. A.G. Lubber, him. 30.

561

Lord Chancellor selain mempunyai kedudukan juridis sebagai hakim agung, atau yang dinamakan dengan istilah de hoogste juridische magistraat di se­luruh Inggris, juga mempunyai kedu­d\lkan politiS. Dia juga adalah ke­tua House of Lords. Kedudukannya sangat unik sekali. Di samping itu dia adalah sekalian mempunyai jabat­an sebagai menteri kehakiman. Jadi ketiga tugas kenegaraan menurut trias politika, yaitu eksekutif, legisJatif dan judikatif dipangku dan dijabat oleh Lord Chancel/or. Lord Chancel/or di­angkat oleh raja atas usul perdana menteri. Oleh karena jabatannya ada­lah bersifat politis maka kedudukan­nya juga berubah-ubah. Artinya pada setiap pergeseran pemerintahan, se­orang Lord Chancellor dapat juga di­perhentikan dan digantikan oleh yang lain. Berbeda dengan kedudukan ha­kim pada high court. Hakim pada high court diangkat untuk seumur hidup oleh raja, atas usul dari Lord Chancel­lor. 23

Pada chancery division sekurang-ku· rangnya diangkat lima orang hakim dan delapan orang masters. Kepada setiap orang.hakim diperbantukan satu orang master. Tugas master ini ialah menyiapkan segala formalitas yang di­perlukan pada stadium permulaan dari setiap persengketaan. Master ini diang­kat oleh lord chancellor. Biasanya di- ' pilih dari so/Iicitor atau pengacara. Di samping itu tugas master ialah men­dampingi hakim dalam perkara-perkara yang sulit penanganannya.

Queen's Bench Division diketuai oleh Lord Chief Justice. Dia diang­kat oleh raja atas usul perdana men-

23. A.G. Lubbers, him. 32.

Desember 1986

Page 6: HUKUM PEMBUKTIAN INGGRIS - Universitas Indonesia

562

teri. Berbeda dari ketua chancery division maka Icetua queen's bench berperan aletif menangani perkara­perkara . Haleim-hakim pada queen 's bench betjumlah sekura,ng-kurangnya 17 orang dan dibantu oleh 8 orang . masters. Cara pengangkatan hakim sarna seperti cara pengangkatan hakim chancery division. Akan tetapi peng­angkatan masters berlainan. Masters diangkat oleh lord chancellor atau oleh lord chief justice atau oleh mas­ters of the rolls. Masters diangkat dari barrister yang telah berpengala­man lebili dari 10 tahun.24

Tugas master di sini adalah lain ia­lah yang melaleukan hearing ten tang sesuatu perkara. Oia juga dapat meng­adili dan memutus perkara apabila para piliale menghendaleinya.

Wewenang queen's bench division adalah sangat luas, yaitu meliputi se­gala sengketa perdata biasa sehari­hari, yang tidale termasuk wewenang dua peradilan lainnya. Misalnya per­kara-perkara kontrakjverbintenis, tun­tutan ganti rugi dan perkara-perkara yang bersangkut-paut dengan hukum dagang penghinaan (defamation) ter­masuk juga wewenang queen's bench division untuk mengadilinya.

Kemudian Family Division. Peng­adilan ini menangani sengketa-sengke­ta perceraian, alimentasi dan I1oogdlJ.

. Pengadilan ini diketuai oleh seorang Presiden, yang diangkat oleh raja atas usul perdana men teri . Kepada ha­kimnya, yang cara pengangkatannya sarna seperti pengangkatan hakim-

24 . Menurut Prof. Fokkema, perbedaan an­tara barrister de'ngan sollieilor ialah se­perti perbedaan dokter spesialis dengan dokter umum. Barrister=dokter spesialis dan soilicitor=dokter umum.

Hukum dan Pembangunall

hakim pada pengadilan yang terdahu­lu, diperbantukan sejumlah pegawai yang bernama registrar. Registrar ini bertugas mirip atau sarna seperti tugas master.

Atas segala putusan high court, da­pat dimintakan banding kepada court of appeal. Court of appeal memerik­sa perkara-perkara banding dengan tiga orang hakim (majelis). Court of Ap­peal diketuai oleh Master of the Rolls. Oalarn memeriksa perkara-perkara ban­ding, master of the rolls dibantu oleh 8 orang haleim yang bernama Lord Justice of Appeal. Mereka ini semua adalah diangkat oleh raja atas usulan perdana menteri. Court of appeal memeriksa perkara-perkara banding baik segi·segi hukumnya atau segi­segi feit-nya. Pad a court of appeal ti­dale ada juri. Juri hanya ada pada si­dang high court saja.

House of Lords adalah juga secara struktural merupakan pengadilan ban­ding. Putusan house of appeal dapat dimohonkan banding kepada house of lords. Pun juga putusan high court dapat pula langsung secara leap-frog tanpa melaiui house of appeal dimo­honkan banding kepada house of lords. House of Lords adalah pengadil­an banding terakhir baik oleh peng­adilan sipil ataupun pengadilan kri­minal. 25

Permohonan banding dapat diaju­kan dan diterima oleh house of lords, hanya jika telah diberi izin untuk itu. Yang berhale memberi izin ialah atau oleh court of appeal atau oleh appeals committee dari house of lords. Menurut peraturan yang biasa, izin apel bagi house of lord itu diberikan

25. John Pritchard, him. 765.

Page 7: HUKUM PEMBUKTIAN INGGRIS - Universitas Indonesia

Pern buktian inllllri&

jika kasusnya telah di hearing dulu oleh court of appeal, sehingga menye­babkan proses itu berjalan sangat lam­ban sesuai menumt hierarki. Karena kelambanan ini sering terjadi, maka diperkenankanlah satu lembaga yang dinamakan leap-frog pada tahun 1969, sehingga dibolehkan pennohonan ban­ding langsung dari high court kepada house of lords_ Tetapi ini hanya bisa dilakukan jika kepentingan umum menghendakinya. Dalam praktek lem­baga leap-frot.ini jarang te!jadi.

Kedudukan house of lord sebagai lembaga banding, sekarang ini diper­tanyakan eksistensinya. Court of ap­peal yang khusus untuk menangani perkara banding telah ada, perlu apa lagi house of lords sebagai lembaga banding sering mengacaukan dan salah. Jauh dari membersihkan dan menje­laskan hukum. Dengan adanya house of lords berarti bertambah lagi satu mata rantai peradilan, yang memper­banyak umsan, dan memperbesar bia­ya perkara terutama bagi para pihak yang bersengketa. Apalagi menurut pendapat sebagian ahli hukum, house of lords dalam kenyataannya, sangat sulit untuk dihubungi, dan ini ironis sekali dan sering.mengacaukan 2 •

Masih ada satu lagi lembaga peng­adilan banding lainnya. Yaitu yang disebut The Judicial Committee of the Privy Council. Pengadilan ini dahu­lunya berfungsi sebagaipengadilan banding bagi daerah jajahan dan kola­ni Inggris. Pada masa jayanya kerajaan Inggris memerintah sebagian besar dari wilayah di dunia ini dan sekalian mem­perlakukan . hukum Inggris sendirL

563

Kesemua daerah jajahan itu mempu­nyai pengadilan banding teraJehir ke Inggris, yaitu ke judicial committee of the privy council itu.

Oleh karena perkembangan zaman, telah banyak bekas jajahan, dominion atau protektorat itu menjadi rnerdeka. Sebagian dari negara yang telah mer­deka itu telah melepaskan diri dari sis tern yang lama. Mereka menganut dan mengembangkan sistem hukum sendiri, seperti India misalnya. Akan tetapi sebaliknya sampai sekarang rna­sih banyak negara-negara yang baru merdeka itu memakai the judicial committee of the pn'vy council itu sebagai pengadilan banding. Negara­negara itu ialah an tara lain: Singapura, Malaysia, Australia, New Zealand, Jamaica, dan sebagainya. Appel kepa­da the judicial committee itu ha­nya bisa dilakukan dengan izin dari Crown.27

Dari apa yang telah diterangkan di atas dapat digambarkan bagaimana perbedaan dan persamaan antara hu­kum acara perdata Inggris dengan hu ­kum acara perdata Belanda beserta organisasi peradilannya. Beberapa point daripadanya dapat dicatat misalnya, mulainya suatu perkara di Inggris de­ngan writ, sedangkan di Negeri Belan­da dengan dagvaarding. 28 Lembaga atau prosedur seperti pre-trial review tidak ada di Negeri Belanda. Juga di Indonesia tidak ditemukan institusi seperti itu. Selain itu susunan peng­adilan Inggris beserta susunan hakim­nya adalah rumit. Di Negeri Belanda, sarna seperti di Indonesia, susunan pengadilannya hampir sarna dan mu-

27. JohnPritchard,hhn. 767. 26. John Pritchard, hIm. 766; A.G. Lubbers. 28. Di Indonesia suatu perkara dimulai de-

hlm.37. ngan suratgugatan, Supomo, hhn . 22.

Desember 1986

Page 8: HUKUM PEMBUKTIAN INGGRIS - Universitas Indonesia

564

dah. Cum a county courts di Inggris adalah 'mirip dengan kantongerecht di

Negeri Belanda . Sedangkan di Indone· sia peradilan seperti itu tidak ada. Umumnya di Indonesia segala seng· keta perdata pada tingkat pertama diurus dan diadili oleh pengadilan ne· geri. Kecuali ten tang sengketa hukum perkawinan orang·orang Islam diadili pengadilan agama.

Membicarakan hukum pembuktian, pada pokoknya adalah membicarakan tiga hal. Yaitu pertama beban pem· buktian , kedua penilaian alat·alat buk· ti dan ketiga alat·alat bukti itu sendiri.

Beban pembuktian atau the burden of proof terletak pada pihak yang me· nyatakan sesuatu. Oi Inggris pada umumnya berlaku satu prinsip: Ei qui a/firma! non ei qui negat incumbit probatio. Adalah orang yang menya· takan sesuatu dan bukan yang me, nindakkan yang harus membukti· kan.29

Ketentuan peraturan perundang-un­dangan ten tang pembagian beban buk· ti seperti yang diatur oleh Pasal 1902 BW Belanda tidak dijumpai di Ing· gris30 Hukum Inggris yang tertulis mengenai pembagian beban bukti ti­dak ada. Seperti peraturan·peraturan lainnya, maka peraturan hukum pem­buktian dieari pada putusan hakim sebelumnya. Hierarki peraturan di Ing· gris ialah: putusan hakim, sesudah itu undang-undang, kemudian teori ilmu pengetahuan 3 ! Hal ini adalah sangat berbeda sekali dengan hierarki hukum Belanda. Menurut sistem hukum Be· landa, putusan Hakim atau jurispru· densi terletak di bawah undang·un·

29. Phibson Ps. 91-30. Conform Pasal163 H.I.R. 31. A.G. Lubbers, hlm. 12.

Huhum dan Pembangunan

dang tertulis. Sistem preseden tidak berlaku di Negeri Belanda, juga tidak di Indonesia. Putusan Hakim sebelum· nya hanya dipakai sebagai pedoman dan sama sekali tidak mengikat. ladi

dalam menetapkan pembagian beban bukti di Inggris, orang akan mempe· domani putusan hakim sebelumnya. Misalnya, dalam menetapkan bahwa orang yang menyatakan sesuatulah yang harus membuktikan dan bukan yang menidakkan, yang harus mem· buktikan terlebih dulu· seperti dikata· kan di atas , literatur Inggris menunjuk kepada beberapa arrest, antara lain putusan Robin v. National Trust Co. (1927) A.C.SlS.520; Huyton·with·Ro· by UDC v. Hunter (1955) I W.L.R. 603. ladi dia tidak menunjuk pasal undang·undang yang tertulis ten tang itU. 32

Beban bukti dalam hukum acara Inggris mempunyai dua pengertian yang berbeda dan sering membingung­kan." Pertarna beban bukti yang me· wujudkan kasus (establishing a case), dan yang kedua beban bukti dalam artian mengemukakan alat·alat bukti (adducing evidence).

Bagian yang pertama, yaitu establi· shing a case, dalam hal ini beban pem· buktian itu terletak pada, apakah penggugat ata~ tergugat, yang sesung· guhnya atau pada hakikatnya pihak· nyalah yang telah menyatakan sesua .. tu, (asserting affirmative). Semenjak dari semula berperkara beban bukti seperti itu adalah tetap, dan ini telah ditentukan oleh hukum. Misalnya da· lam perkara pidana. Adalah selalu ter· letak pada penuntut u'mum be ban pembuktian dan dialah yang harus me·

32. Phibson Paras 93. 33. Phibson Paras 91.

Page 9: HUKUM PEMBUKTIAN INGGRIS - Universitas Indonesia

Pembuktian Inggm

yakinkan juri" sekurang·kurangnya pa· da tingkat beyond reasonable doubt. Apabila penuntu t umum gagal dalam pembuktiannya itu, maka tertuduh harus dibebaskan. Dalam perkara per· data, untuk menentukan pihak mana yang telah menyatakan sesuatu itu dan oleh karenanya beban pembuktian terietak padanya, apakah penggugat ataukah tergugat, adalah tergantung kepada hakikat dari perkara itu sendi· ri, dan tidak tergantung kepada ben· tuk lahir atau bentuk gramatikal dari gugatan itu saja. Dalam artian yang sebenaroya dalam suatu perkara, apa· kah itu peroyataan atau menyangkal peroyataan, (affirmatif atau negatif) adalah beban pembuktian itu terietak pad a pihak yang pernyataannya atau sangkalannya telah membentuk atau merupakan inti dari persengketaan itu.

Misalnya dalam suatu gugatan atau perkara perjanjian jual beli. Adalah beban bukti terietak pada penggugat, dalam membuktikan adanya kontrak jual beli, ten tang pelaksanaan perjan · jian jual beli itu tidak sesuai dengan kontrak, dan ten tang tidak dipenuhi· nya peIjanjian itu menurut semestinya dan ten tang ganti rugi. Akan tetapi jika tergugat menolak, dan mengata· kan bahwa peIjanjian jual beli itu telah dibuat oleh anak di bawah umur, atau ada tipuan dalam peIjanjian itu, maka beban pembuktian bergeser kepada tergugat. Tergugatlah yang harus mem· buktikan keadaan infancy atau fraude itu . Ini adalah mirip dengan hukum Belanda. Oleh karena stelplicht seka· rang terietak dan berada pada tergu; gat. 34

34. W.D.H. Asser, hbn. 17; Phibson Ps.94.

565

Bagian kedua, beban dalam menge· mukakan alat·alat bukti, (burden of adducing evidence). Adalah dalam isti· lah yang kedua ini pengertian beban bukti itu sering diperbineangkan. Pada bentuk beban bukti yang pertama dia stabil dan tetap, sedangkan pada bentuk yang kedua, dia selalu ber· geser dan berubah, tergantung ke· pada ukuran dan ruang lingkup dari pembuktian itu sendiri, atau tergan· tung kepada penilaian alat·alat bukti , yaitu apakah alat bukti itu telah ber· lebih, eukup atau masih kurang.35

Misalnya jika dalam satu perkara penggugat telah mengemukakan seba· gai alat bukti dari gugatannya suatu akta otentik, maka di sini beban buk· ti bergeser kepada terguga!. Tergugat· lah sekarang yang harus membuktikan dalil bantahannya. Jika tergugat tidak berhasil melebihi atau berada di bawah kekuatan alat bukti penggugat, maka dianya tergugat dikalahkan dan gugat· an penggugat diterima. Sebaliknya jika tergugat berhasll, maka gugatan peng· gugat harus ditolak. 36

Menilai alat bukti apakah pembuk· tiail telah eukup apa belum adalah wewenang juri. sedangkan persoalan apakah alat bukti itu boleh dikemuka· kan atau tidak adalah wewenang ha· kim (admissability). Akan tetapi di mana pengadllannya tidak pakai juri, maka penllaian atas alat bukti dilaku· kan juga oleh Hakim. Dalam menilai alat bukti dan menarik kesimpulan daripadanya, sama sekali tidak ada peraturannya. Penllaian alat bukti ter· gantung kepada peraturan common sense. Menurut hukum pembuktian

35. Phibson ps. 95. 36. Phibson Ps.123; Van Kan, hbn. 7 dan se­

terusnya.

Desember 1986

Page 10: HUKUM PEMBUKTIAN INGGRIS - Universitas Indonesia

566

Belanda, penllaian alas alaI bukli ilu ditentukan oleh ervaringsregelen atau peraturan-peraturan pengalaman.37

Dalam menerapkan ukuran kekuat· an pembuktian (standard of proofs), pengadilan pidana berbeda dari pengo adilan perdata. Dalam pengadilan pi· dana seorang tertuduh dikalakan ler· bukli bersalah apabila lemyata dan lerbukli lelah melampaui kekhawatir· an yang beralasan (beyond reason· abkdoubt), bahwa dia lelah melaku · kan tindak pidana itu. Sedangkan da· lam perkara perdala, bahwa sualu pihak dianggap lerbukti dalilnya apa· bila dia lelah meneapai sladium the balance ofprobibility, Perbedaan anla· fa terbukti secara beyond reasonable doubt dengan the balance of probibi· /ity ialah seperli perbedaan kepastian kebenaran yang 90% dan kepastian kebenaran yang 60%.38

Menurul hukum pidana Belanda dan juga Indonesia, dianut pendirian yang dinamakan negatief wettelijk, ar· linya seorang lertuduh akan dihukum, jika lelah lerbukti bersalah secara for· mal dilambah dengan keyakinan ha· kim sendiri. Sedangkan dalam perkara perdata, kadar kebenaran yang dieapai ilu adalah kebenaran yang relalif dan formal.39

Alal·alat bukti di Inggris ada dua maeam. Pertama alaI bukti yang ke· kualan pembukliannya lelah ditentu· kan oleh hukum, dan kedua alaI bukti yang kekuatan pembuktiannya dise· rahkan kepada hakim penllaiannya. Alat bukti yang telah ditentukan oleh undang·undang kekuatannya ada dua macam pula, yaitu yang tidak dapat

37. PhibsonPs.2114; Van Kan, hhn. 4. 38. John Pritchard, him. 759. 39. Supomo, hhn. 12 dan seterusnya.

Hukum dan Pemb4ngunan

dibantah (irrebuttable), dan yang da· pat dibantah. Yang tidak dapat diban· tah, artinya jika sualu pihak mempro· dusir alaI bukli ilu , maka perkara ha· rus diakhiri, dan pemeriksaan tidak boleh dilanjutkan lagi.'"'

Alat·alat bukti yang diserahkan ke· pada hakim kekuatan pembuktiannya untuk menilainya, ialah seperti kele· rangan saksi dan sural·sural/dokumen lainnya.

Selain itu dikenal juga alat·alat buk· Ii lain seperti affidafit, estoppel dan hearsay. Affidafit ialah keterangan suatu pihak atau saksi di bawah sumpah, yang lidak diberikan lang· sung di persidangan, akan letapi di depan seorang pejabat pengadilan atau sollicitor, dan dipakai sebagai alat buk· ii di persidangan.41

Estoppel sebenamya bukanlah alat bukli. Apabila suatu pihak mengemu· kakan estoppel, maka pihak lain tidal<: bisa dan lidak boleh membanlahnya. Misalnya jika A membelanjakan uang B, karena B mengatakan bahwa uang ilu akan diberiJcan oleh B kepada A, maka B tidak boleh mengubah pendi· riannya dan menolak unluk memberi· kan uang ilu kepada A42

Hearsay ialah keterangan/kesaksian seseorang yang dioperkan kepada orang lain. AlaI bukli ini adalah seper· ti testimonium de auditu. Dia dike· nal juga dalam sistem Brav. Di Indo· nesia kesaksian seperti ini dapat dite· rima sebagai alaI bukli43

40. Halsbury Ps. 18; Phibson Ps. 1616; A.G. Lubbers, hhn. 127.

41. Halsbury Ps. 321; John Pritchard, him . 902 dan him. 88.

42. J ohn Pritchard, him. 917. 43. Pasal 175 ayat 1 Ned.Brv.; Suporno,

him. 87.

Page 11: HUKUM PEMBUKTIAN INGGRIS - Universitas Indonesia

Pembukti,," [n,gris 567

Daftar Kepustakaan 1. A.G. Lubbers, Mondeling en Schriftelijk bewijs nOllr Engels en Nederlands

burgerlijkprocesrecht, disertasi 1955. 2. Cross & Wilkins, Outline of the Law of Evidence, fifth edition, Butterworth

1980. 3. Phibson, On Evidence. twelfth edition. Sweet & Maxwell, London 1976. 4. Asser's Anema Verdam, Handleiding tot de beoefening van het Nederlands

Burgerlijk recht. vijfde dee1-van bewijs Zwolle 1953 . 5. M.L. Kan, Het bewijslast en bewijswaarderinl{. disertasi 1921. 6. John Pritchard, Guide to the Law, Penguin. London 1985. 7. R. Supomo. Hukum AI/ara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnja Paramita, Ja·

karta 1967. 8. David Barnard , The Civil Court in Action, Butterworths London, 1977. 9. W.D.H. Asser, Stelplicht, Bewijslast en Bewijsrisico, Gravenhof 6-7201 DN

Zutphen, 1986- 1987. 10. Halsbury's, Ha/sbury's laws of England, Evidence; Fourth Edition, Butter­

worth, London 1976.

Desember 1986