Upload
leliem
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP KOMPENSASI DENGAN
MOTIVASI KERJA DI PT SYNCRUM LOGISTICS
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi
Oleh :
GUGUS ADAB
F.100 080 021
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP KOMPENSASI DENGAN
MOTIVASI KERJA DI PT SYNCRUM LOGISTICS
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1
Psikologi
Diajukan oleh:
GUGUS ADAB
F.100 080 021
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
ii
iii
iv
HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP KOMPENSASI DENGAN MOTIVASI KERJA DI PT. SYNCRUM LOGISTICS
ABSTRAKSI
Gugus Adab
Susatyo Yuwono, S.Psi., M.Si.
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiah Surakarta
Tolak ukur karyawan yang produktif adalah tumbuhnya motivasi kerja yang baik dari dalam diri karyawan. Sistem kompensasi yang dibuat diharapkan dapat dipersepsi baik oleh karyawan sehingga karyawan memiliki motivasi kerja yang baik. PT. Syncrum Logistics sebagai tempat penelitian merupakan perusahaan yang menuju kepada pengelolaan kerja yang terstandar. Tujuan utama pada penelitian ini adalah mengetahui hubungan persepsi terhadap kompensasi dengan motivasi kerja di PT Syncrum Logistics dengan hipotesis ada hubungan positif antara persepsi terhadap kompensasi dengan motivasi kerja di PT Syncrum Logistics.
Subjek penelitian ini adalah supir yang bekerja di PT Syncrum Logistics
sebanyak 76 orang. Teknik sampling menggunakan purposive sampling. Penelitian menggunakan skala persepsi terhadap kompensasi dan motivasi kerja dan hasil penelitian di uji korelasi dengan teknik product moment.
Hasil penelitian yang didapatkan menunjukan adanya hubungan persepsi
terhadap kompensasi yang siginifikan dengan motivasi kerja, dengan hasil analisis koefisien korelasi (r) sebesar 0,264 dengan signifikansi p= 0,021. Hal ini berarti persepsi supir di perusahaan mengenai kebijakan kompensasi yang telah dibuat dapat mempengaruhi motivasi kerja mereka. Kategorisasi supir mengenai persepsi terhadap kompensasi tergolong sedang RE = 50,68 (77,63%) sedangkan motivasi kerja supir tergolong tinggi RE= 33,2 (50%) dan sedang 42,11%. Persepsi terhadap kompensasi mempengaruhi motivasi kerja sebesar 7%.
Kata kunci: Persepsi terhadap Kompensasi, Motivasi Kerja
v
PENDAHULUAN
Meningkatnya pertumbuhan
perindustrian hingga ranah produksi
internasional di Indonesia berarti
berbicara mengenai pentingnya
perhatian kesejahteraan karyawan
yang bekerja di suatu perusahaan.
Hal ini seperti yang diungkapkan
Ibrahim (2006) yaitu tata kelola
perusahaan atau Good Corporate
Goverenance (GCG) menetapkan
dalam menuju keberhasilan visi,
misi, dan tujuan perusahaan perlu
menjalin hubungan yang baik pada
karyawan.
Munculnya motivasi kerja
pada karyawan dapat diartikan
baiknya suatu perusahaan
mengaplikasikan sistem GCG.
Motivasi kerja sendiri diartikan oleh
Widiyanti dan Anorogo (1993)
sebagai sesuatu yang menimbulkan
semangat dan dorongan kerja.
Esensi dari pentingnya peran
motivasi kerja yang pertama sebagai
cara dalam pencapaian tujuan
perindustrian. Seperti yang
diungkapkan oleh Diyah Dumasari
Siregar ST, MM dalam
Cokroaminoto (2009) yaitu apabila
karyawan memiliki produktivitas dan
motivasi kerja yang tinggi, maka laju
roda pun akan berjalan kencang,
yang akhirnya akan menghasilkan
kinerja dan pencapaian yang baik
bagi perusahaan.
Kedua motivasi kerja yang
baik juga dapat memenuhi kebutuhan
diri karyawan. Hal ini diungkapkan
Maslow dalam Hersey, Blanchard
(1995) yaitu kemunculan motivasi
merupakan kebutuhan beraktualisasi
pada diri seseorang sehingga
seseorang menjadi tambah
profesional dalam bekerja.
Fakta yang terjadi ialah
masih rendahnya motivasi kerja
dalam perusahaan di Indonesia. Hal
ini dapat terungkap pada fenomena
PNS yang absen setelah lebaran.
Seperti Kalimantan Tengah hanya
2.470 pegawai yang masuk di hari
pertama setelah cuti lebaran (RI/B-4,
2011). Manokwari 1.000 lebih
pegawai nya bolos kerja (Chia,
2011). DKI Jakarta terdapat 565
pegawainya yang tidak masuk kerja
paska lebaran (Harahap, 2011).
Permasalahan motivasi kerja ini
tentu dapat mengganggu jalannya
pelayanan masyarakat.
1
Permasalahan motivasi kerja
juga dapat terlihat pada supir di PT
Syncrum Logistics sebagai tempat
penelitian. Data yang diberikan pada
13 Mei 2012 selama Februari – 13
Mei yaitu terdapat 9 supir yang
absen lebih dari 4 hari bahkan ada
yang sampai 11 hari. Sedangkan
yang resign mencapai 27 supir. Data
tersebut dapat diartikan bahwa
perusahaan ini belum dianggap
sebagai tujuan supir. Data lain
didapatkan permasalahan motivasi
kerja yang lain seperti kelalaian kerja
dan komunikasi supir antara satu
dengan yang lainnya.
Untuk meningkatkan
motivasi kerja karyawan maka perlu
adanya inovasi yang dilakukan.
Salah satunya adalah kompensasi.
Igales dan Roussel (1999) misalnya,
dalam penelitiannya mengenai salah
satu inovasi motivasi kerja pada
perusahaan Perancis,
mengungkapkan bahwa kompensasi
dalam perusahaan misal pemberian
gaji yang fleksibel, keuntungan
tambahan, dapat meningkatkan
motivasi kerja.
Sistem kompensasi yang
diberikan kepada karyawan dapat
dipersepsi beragam pada setiap
karyawan. Baik dan buruknya
persepsi karyawan tentu dapat
mempengaruhi motivasi kerja.
Inovasi kompensasi pada
supir yang telah dilakukan HRD
pada perusahaan P.T Syncrum
Logistics sesungguhnya sudah
dilakukan mulai dari gaji pokok
sampai tunjangan. Namun masih
adanya permasalahan- permasalahan
motivasi kerja yang dialami supir di
perusahaan ini dapat menimbulkan
pertanyaan, apakah ada hubungan
persepsi terhadap kompensasi
dengan motivasi kerja di PT
Syncrum Logistics?
Penelitian ini akan
mengetahui hubungan persepsi
terhadap kompensasi dengan
motivasi kerja, termasuk tingkatan
pada masing- masing variabel
maupun mengetahui seberapa besar
persentase pengaruh persepsi
terhadap kompensasi mempengaruhi
motivasi kerja.
Penelitian ini bermanfaat
sebagai bahan pertimbangan HRD di
PT Syncrum Logistics sebagai
pembuat kebijakan kompensasi,
supir, maupun dapat sebagai
2
referensi pada ilmuwan psikologi
untuk melakukan penelitian
selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Motivasi Kerja
Pada ranah pekerjaan
motivasi kerja sebagai tolak ukur
karyawan yang mendorong untuk
melakukan kewajiban kerjanya.
Sehingga esensi dari motivasi sendiri
begitu penting pada diri karyawan.
Istilah motivasi diungkapkan
Winardi (2001) berasal dari bahasa
latin yaitu movere dalam bahasa
Inggrisnya diartikan to move
merupakan bergerak. Pengertian
harfiah didapatkan bahwa motivasi
merupakan sesuatu yang
menggerakan seseorang untuk
melakukan sesuatu.
Pentingnya motivasi dalam
suatu pekerjaan karena motivasi
sebagai dorongan internal seseorang
untuk melakukan sesuatu yang
menuju tujuan yang diinginkan.
Munandar (2001) mengungkapkan
motivasi merupakan suatu proses
kebutuhan- kebutuhan yang
mendorong seseorang untuk
melakukan serangkaian kegiatan
yang mengarah ke tercapainya tujuan
tertentu.
Beberapa teori motivasi
mengungkapkan tidak lepasnya
motivasi dari esensi motif sebagai
motor seseorang berperilaku tertentu.
Sobur (2009) mengungkapkan
motivasi sebagai motif yang
merupakan dorongan, hasrat,
keinginan, dan tenaga penggerak
lainnya yang berasal dari dalam
dirinya untuk melakukan sesuatu.
Motivasinya sendiri diartikan sebagai
pembangkit motif.
Sedangkan motivasi kerja
didefinisikan dari Anoraga (2009)
sebagai sesuatu yang menimbulkan
semangat atau dorongan kerja.
Motivasi kerja dapat
bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar karyawan. Maslow
dalam Siagian (2004) yang
mengemukakan karyawan
membutuhkan motivasi kerja sebagai
pemenuhan kebutuhan seperti
fisiologis, rasa aman, bersosial, harga
diri maupun aktualisasi diri. Hal ini
menunjukan seorang pembuat
kebijakan harus membuat inovasi
peningkatan motivasi kerja supaya
terpenuhinya kebutuhan karyawan
3
karena karyawan juga memiliki
keinginan bermotivasi dalam prestasi
kerja seperti yang diungkapkan
McClelland (1987).
Salah satu inovasi
meningkatnya motivasi kerja ialah
kompensasi sebagaimana Spector
(2008) menyebutkan pendapat
Thorndike bahwa peningkatan
perilaku dikarenakan adanya reward
maupun penguatan dan terjadi
penurunan perilaku apabila ada
punishment. Reward sendiri dalam
dunia industri sebagai kompensasi.
Berdasarkan teori- teori yang
telah diungkapkan dapat diambil
kesimpulan motivasi ialah penimbul
motif sebagai pendorong atau
penggerak dari dalam diri seseorang
untuk melakukan perilaku tertentu
agar tercapainya tujuan tertentu.
Esensinya hadirnya motivasi kerja
karena karyawan ingin kebutuhan
hidupnya terpenuhi seperti fisiologis,
rasa aman, sosial, harga diri dan
aktualisasi maupun kebutuhan
berprestasi.
Persepsi terhadap Kompensasi
Sebagaimana yang diungkapkan
Siagian (2004) bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi motivasi
kerja adalah persepsi karyawan.
Maka persepsi dapat menjadi
variabel yang dapat mempengaruhi
motivasi kerja. Persepsi sendiri
didefinisikan Sobur (2009) berasal
dari bahasa latin “perceptio” dari
“percipere” yang berarti menerima
atau mengambil. Secara definisi
diartikan persepsi adalah proses
menerima, menyeleksi,
mengorganisasikan, mengartikan,
menguji, dan memberikan reaksi
kepada panca indera.
Pada prosesnya persepsi
diungkapkan Walgito (2010) mulai
dari masuknya stimulus oleh alat
indera, stimulus yang ditangkap
panca indera diteruskan ke otak
hingga akhirnya proses masuknya ke
otak menjadikan individu sadar
sehingga terjadi persepsi dan
individu bereaksi mengubah
perilakunya.
Tentu terjadinya persepsi
dilandasi adanya stimulus yang
masuk. Maka seperti fokus pada
penelitian ini menjadikan kebijakan
kompensasi perusahaan sebagai
stimulus yang dipersepsi karyawan.
Kompensasi sendiri didefinisikan
4
Sirait (2006) sebagai hal yang
diterima karyawan, baik berupa uang
atau bukan uang sebagai balas jasa
yang diberikan bagi upaya karyawan
yang diberikannya untuk organisasi.
Hal ini perlu diberikan karyawan
agar tujuan organisasi maupun tujuan
diri karyawan sendiri tercapai.
Maka persepsi terhadap
kompensasi dapat disimpulkan
sebagai cara seseorang memandang
dan mengartikan sesuatu melalui
panca inderanya mengenai imbalan
tempat karyawan bekerja.
Kompensasi yang ditawarkan
perusahaan kepada karyawan
memberikan cara pandang tertentu
mengenai ketertarikan mereka dalam
memberikan kontribusi di
perusahaan.
Hubungan Persepsi terhadap
Kompensasi dengan Motivasi Kerja
Tata aturan industrial yang
baik adalah terciptanya aturan yang
dapat mensejahterakan seluruh
jajaran karyawan agar tercapainya
tujuan industrial. Setiap karyawan
yang bekerja di suatu perusahaan
tentu memiliki harapan akan
kesejahteraan hidupnya dari tempat
ia bekerja. Maka persepsi karyawan
atas kompensasi yang didapatkannya
dapat mempengaruhi motivasi kerja
mereka sebagaimana motivasi kerja
merupakan komponen penting dalam
membentuk etos kerja yang
menguntungkan perusahaan.
McClelland (1987)
menyebutkan munculnya kebutuhan
motivasi berprestasi dalam dunia
industri berkaitan dengan
pertumbuhan ekonomi. Kebutuhan
ini dapat diartikan bahwa munculnya
motivasi kerja karena kebutuhan
akan kompensasi yang ingin dicapai.
Faizal dan Fauzi (2005) juga
menyebutkan pengaruhnya seseorang
berpersepsi bedampak pada penilaian
terhadap kebijakan dan aturan
perusahaan. Kompensasi sebagai
salah satu kebijakan kerja yang
langsung bersinggungan dengan
kebutuhan ekonomi akan langsung
dipersepsikan karyawan. Seorang
manajer yang mampu memberikan
kebijakan kompensasi dengan tepat
dapat dipersepsikan positif sehingga
muncul motivasi kerja yang baik dari
karyawan.
Diperkuat juga oleh Sobur
(2009) bahwa motivasi dapat muncul
5
tergantung kebutuhan seseorang.
Semakin besar kebutuhan seseorang
semakin besar pula motivasinya.
Maka, dapat diartikan bahwa
seseorang bekerja karena butuh
imbalan yang diberikan dari
perusahaan tempat ia bekerja.
Berdasarkan teori yang
disebutkan dapat disimpulkan bahwa
persepsi karyawan terhadap
kompensasi dengan motivasi kerja
merupakan cara seseorang dalam
memandang dan mengartikan sesuatu
mengenai kompensasi yang di
dapatkannya sehingga
mempengaruhi motivasi kerja
karyawan dalam memenuhi tugas
kerjanya di perusahaan. Kompensasi
merupakan suatu stimulus yang
dipersepsikan karyawan sehingga
mereka termotivasi untuk bekerja di
perusahaan.
Hipotesis
Berdasarkan teori yang ada maka
dapat disimpulkan hipotesis pada
penelitian ini yaitu ada hubungan
positif antara persepsi terhadap
kompensasi dengan motivasi kerja.
METODE PENELITIAN
Identifikasi Variabel
Variabel bebas pada penelitian
ini adalah persepsi terhadap
kompensasi dan variabel
tergantungnya motivasi kerja.
Definisi Operasional Variabel
Penelitian
a. Persepsi terhadap kompensasi
berkaitan dengan cara karyawan
menerima, memandang, dan
mengartikan stimulus berupa
kompensasi yang diberikan dari
perusahaan.
b. Motivasi kerja merupakan
penimbul motif sebagai
pendorong atau penggerak dari
dalam diri karyawan untuk
melakukan tugas kerjanya agar
tercapainya tujuan.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah
karyawan yang berperan sebagai
supir di PT Syncrum Logistics.
Teknik sampling untuk pengambilan
sampel menggunakan teknik
purposive sampling dengan
bercirikan Supir yang masuk kerja
6
pada tahun 2010-2011 dan supir
berusia rentang antara 21-40 tahun.
Metode dan Alat Pengumpulan
Data
Metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data ini adalah
dengan metode angket menggunakan
skala likert. Terdapat 2 angket untuk
pengumpulan data yaitu skala
persepsi terhadap kompensasi dan
motivasi kerja.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan
metode analisis product moment dari
Pearson. Perhitungannya
menggunakan program komputer
SPSS yang dihitung di Olah Data
Fakultas Psikologi Univeritas
Muhammadiyah Surakarta.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Hipotesis
Perhitungan uji hipotesis pada
penelitian ini menggunakan analisis
korelasi product moment.
Didapatkan p = 0,021 dengan r =
0,264. Hal ini berarti signifikan
karena p ≤ 0,05 sehingga adanya
hubungan positif yang signifikan
antara persepsi terhadap kompensasi
dengan motivasi kerja.
Pembahasan
Hasil analisis adanya hubungan
positif yang signifikan antara
persepsi terhadap kompensasi
dengan motivasi kerja menunjukan
bila semakin baik persepsi supir
terhadap kompensasi di perusahaan
maka semakin tinggi motivasi kerja
mereka, hal ini pun berlaku
sebaliknya bila semakin buruk
persepsi terhadap kompensasi maka
semakin rendah motivasi kerja
mereka. Rivai dan Mulyadi (2010)
berpendapat bila karyawan memiliki
persepsi yang baik pada kebijakan
kerjanya termasuk kebijakan
kompensasi, maka karyawan akan
berperilaku baik pada pemberi
kebijakan. Persepsi yang diteruskan
pada perilaku yang baik ini membuat
motivasi kerja meningkat.
Pada penelitian Pedalino dan
Gamboa dalam Spector (2008)
membuktikan adanya peningkatan
motivasi kerja karena baiknya
kompensasi yang diterima.
Kompensasi tersebut menggunakan
kartu pada kehadiran karyawan.
7
Setiap karyawan yang masuk kerja
mengambil kartu yang ada pada
salah satu meja. Setiap minggu bila
karyawan selalu masuk kerja maka
dia memegang paling banyak lima
kartu di tangannya. Karyawan yang
mendapatkan kartu poker terbaik
mendapat 20$. Alhasil penelitian ini
dapat menekan tingkat absensi
karyawan hingga 18%.
Selanjutnya penelitian Stajkovic
dan Luthans dalam Spector (2008)
juga memberikan hasil pada
peningkatan performance kerja siswa
karena baiknya kompensasi.
Penelitian itu dilakukan pada 72
siswa yang dieksperimen dalam dua
kelas. Didapatkan kedua kelas
eksperimen mendapatkan hasil yang
sama- sama positif dari kedua
perlakuan kompensasi yang berbeda.
Keduanya mendapatkan peningkatan
performance kerja sebesar (17%)
pada kompensasi non materil dan
(23%) pada kompensasi materil.
Sumbangan efektif (SE) yang
menghasilkan persentasi 7%
menunjukan masih banyak faktor-
faktor lain sebesar 93% yang
mempengaruhi motivasi kerja.
Faktor- faktor lain dapat
diungkapkan oleh Siagian (2004)
bahwa selain persepsi masih banyak
faktor yang mempengaruhi motivasi
kerja yaitu kharakter biografi
meliputi umur, jenis kelamin, jumlah
tanggungan, dan masa kerja,
kepribadian, kemampuan belajar,
sistem nilai yang dianut, pemahaman
sikap bawahan, kepuasan kerja dan
kemampuan.
Herzberg dalam Hersey-
Blancard (1995) juga
mengungkapkan bahwa tidak hanya
persepsi terhadap kompensasi saja
faktor yang berpengaruh terhadap
motivasi kerja. Faktor lain tersebut
terbagi menjadi 2 yaitu Hygiene
Factors, meliputi status, hubungan
antar manusia, supervisi, peraturan-
peraturan perusahaan dan
administrasi, jaminan dalam
pekerjaan, kondisi kerja, gaji, dan
kehidupan pribadi. Motivational
Factors, meliputi pekerjaannya
sendiri, achievement, kemungkinan
untuk berkembang, tanggung jawab,
kemajuan dalam jabatan, dan
pengakuan.
Persepsi terhadap kompensasi
tergolong sedang, sedangkan walau
motivasi kerja tergolong tinggi
8
namun masih dominan persentase
yang menunjukan motivasi kerja
yang tergolong sedang. Hal ini
menunjukan perlu adanya
peningkatan pada motivasi kerja
supir. Pentingnya peningkatan
motivasi kerja dijelaskan Munandar
(2001) bahwa motivasi merupakan
suatu proses kebutuhan- kebutuhan
yang mendorong seseorang untuk
melakukan serangkaian kegiatan
yang mengarah ke tercapainya tujuan
tertentu. Maka apabila tujuan kerja
tercapai membuat perusahaan puas.
Faizal dan Fauzi (2005)
menyatakan bahwa penghargaan
berguna untuk memberi motivasi
pada karyawan supaya berpartisipasi
dalam kegiatan pertumbuhan dan
perkembangan yang dirancang untuk
meningkatkan keseluruhan kinerja.
Sirait (2006) juga menguatkan
bahwa eksistensi kompensasi
karyawan sebagai hal yang diterima
pegawai, baik berupa uang atau
bukan uang sebagai balas jasa yang
diberikan bagi upaya pegawai yang
diberikannya untuk organisasi.
Pegawai harus diberi imbalan agar
tercapai tujuan organisasi dan tujuan
mereka sendiri.
Agar terciptanya tata kelola
perusahaan yang baik maka penting
untuk meningkatkan motivasi kerja
karyawan. Meningkatnya motivasi
kerja karyawan membuat
terdorongnya karyawan dalam
mencapai tujuan perusahaan yang
diinginkan sehingga semakin
baiknya sistem kompensasi yang
dibuat, membuat karyawan semakin
berpersepsi positif terhadap
kompensasi tersebut yang berdampak
pada meningkatnya motivasi kerja.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Adanya hubungan positif yang
signifikan antara persepsi
terhadap kompensasi dengan
motivasi kerja.
2. Persepsi terhadap kompensasi
supir rata- rata termasuk
dikategori sedang.
3. Motivasi kerja supir menunjukan
rata- rata pada kategori yang
tinggi. Walaupun rerata tinggi
namun banyak motivasi kerja
supir yang tergolong sedang.
4. Sumbangan efektif persepsi
terhadap kompensasi dengan
motivasi kerja didapatkan 7%
9
yang berarti masih ada 93% yang
mempengaruhi motivasi kerja.
Saran
Bagi pimpinan HRD sebagai
pemberi kebijakan kompensasi agar
hasil penelitian sebagai bahan
pertimbangan untuk meningkatkan
inovasi kompensasi baik secara isi
dari kebijakan tersebut termasuk cara
mengkomunikasikan kebijakan
tersebut kepada karyawan agar
semakin baik persepsi supir terhadap
kebijakan kompensasi yang telah
diberikan.
Bagi pimpinan operasional
sebagai pengawas dan penyalur
informasi kepada supir, diharapkan
supir semakin paham dan sadar
bahwa dibutuhkannya motivasi kerja
dalam diri supir agar mereka dapat
melakukan pekerjaannya secara
optimal
Bagi peneliti selanjutnya, agar
penelitian yang telah dilakukan pada
supir di PT Syncrum Logistics,
Cibitung ini sebagai dasar referensi
dalam melakukan penelitian-
penelitian yang lain mengenai
motivasi kerja bahwa masih banyak
faktor motivasi kerja yang dapat
digali selain persepsi terhadap
kompensasi seperti kharakter
biografi meliputi umur, jenis
kelamin, jumlah tanggungan, dan
masa kerja, kepribadian, kemampuan
belajar, sistem nilai yang dianut,
pemahaman sikap bawahan,
kepuasan kerja, kemampuan, status,
hubungan antar manusia, supervisi,
peraturan- peraturan perusahaan dan
administrasi, kehidupan pribadi,
achievement, kemungkinan untuk
berkembang, tanggung jawab,
kemajuan dalam jabatan, pengakuan
dan komunikasi antara atasan dan
bawahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Panji. 2009. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Anorogo, P. Widiyanti,N. 1993.
Psikologi dalam Perusahaan. Jakarta: Rineka Cipta
Chia. 2011. Hari Pertama Kerja
1000 lebih PNS Bolos. Diakses dari http://news.okezone.com/read/2011/09/05/340/498697/hari-pertama-kerja 1-000-lebih-pns-bolos (diakses 24 April 2012)
Cokroaminoto. 2007. Membangun
Kinerja Melalui Motivasi Kerja Karyawan. Diakses dari http://cokroaminoto.wordpress.
10
com/2007/05/23/meningkatkan-kinerja-karyawan-1/ (diakses 13 April 2012)
Faizal, R dan Fauzi, A. 2005.
Performance Appraisal. Jakarta: Raja Grafindo.
Harahap. 2011. Hari Pertama Usai
Lebaran 565 PNS DKI Jakarta tak Masuk Kerja. Diakses dari http://news.detik.com/read/2011/09/05/113738/1715629/10/hari-pertama usai-lebaran-565-pns-dki-jakarta-tak-masuk-kerja (diakses 23 April 2012).
Hersey, P. Blanchard, K. 1995.
Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia (terjemahan Agus Dharma, Ph. D). Jakarta : Erlangga
Ibrahim, Johannes. 2006. Hukum
organisasi perusahaan – Pola Kemitraan dan Badan Hukum. Bandung: PT Refika Aditama
Igales, J. dan Roussel, P. 1999. A
Study of the relationships between compensation package, work motivation and job satisfaction. Perancis: Journal of Organizational Behavior.
McClelland, D.C. 1987. Memacu
Masyarakat Berprestasi : Mempercepat Laju Pertumbuhan Ekonomi Melalui
Peningkatan Motif Berprestasi. Jakarta: Intermedia
Munandar, Ashar S. 2001. Psikologi
Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
RI/B-4. 2011. Ribuan PNS Bolos
Kerja di Hari Pertama. Diakses dari http://www.borneonews.co.id/component/content/article/9-frontpage/14053-ribuan-pns-bolos-kerja-di-hari-pertama.html (diakses 24 April 2012)
Rivai dan Mulyadi. 2010.
Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers
Siagian, S.P. 2004.Teori Motivasi
dan Aplikasinya. Jakarta: Asdi Mahasatya
Sirait, J.T. 2006. Memahami Aspek
Aspek Pengolahan Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta: Grasindo
Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum.
Bandung: Pustaka Setia Spector P.E. 2008. Industrial and
organizational behavior. America
Winardi, J. 2001. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
11