31
HUBUNGAN BUDAYA DAN GIZI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi yang kurang saat ini masih tersebar luas dinegara- negara berkembang, termasuk Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima di samping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas SDM. Pada sisi lain, masalah gizi di Negara maju, yang juga mulai terlihat di Negara-negara berkembang,termasuk Indonesia sebagai dampak keberhasilan di bidang ekonomi. Penyuluhan gizi secara luas perlu digerakan bagi masyarakat guna perubahan prilaku untuk meningkatkan keadaan gizinya. Kualitas gizi di Indonesia Sangat memprihatinkan, hal ini dapat dilihat dari rendahnya nilai gizi masyarakat, banyak gizi buruk, busung lapar di daerah-daerah karena tingginya tingkat kemiskinan. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor ekonomi, sosial budaya, kebiasaan dan kesukaan. Kondisi kesehatan termasuk juga pendidikan atau pengetahuan. Selain tingkat pengetahuan dan tingkat pendidikan masyarakat, banyak faktor yang mempengaruhi status gizi

Hubungan Budaya Dan Gizi

  • Upload
    babun

  • View
    357

  • Download
    23

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hubungan Budaya Dan Gizi

Citation preview

Page 1: Hubungan Budaya Dan Gizi

HUBUNGAN BUDAYA DAN GIZI

BAB I

 PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Masalah gizi yang kurang saat ini masih tersebar luas dinegara-negara berkembang, termasuk

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya

manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

kuat dan kesehatan yang prima di samping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan

teknologi. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas SDM. Pada sisi lain, masalah gizi di Negara

maju, yang juga mulai terlihat di Negara-negara berkembang,termasuk Indonesia sebagai

dampak keberhasilan di bidang ekonomi. Penyuluhan gizi secara luas perlu digerakan bagi

masyarakat guna perubahan prilaku untuk meningkatkan keadaan gizinya.

Kualitas gizi di Indonesia Sangat memprihatinkan, hal ini dapat dilihat dari rendahnya nilai gizi

masyarakat, banyak gizi buruk, busung lapar di daerah-daerah karena tingginya tingkat

kemiskinan. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor ekonomi,

sosial budaya, kebiasaan dan kesukaan. Kondisi kesehatan termasuk juga pendidikan atau

pengetahuan. Selain tingkat pengetahuan dan tingkat pendidikan masyarakat, banyak faktor yang

mempengaruhi status gizi seseorang, baik faktor individu, keluarga maupun masyarakat.

Indonesia adalah bangsa yang memiliki keanekaragaman budaya yang terbentang dari sabang

sampai merauke dengan latar belakang dari etnis,suku dan tata kehidupan sosial yang berbeda

satu dengan yang lainnya hal ini telah memberikan suatu formulasi struktur sosial masyarakat

yang turut memenuhi menu makanan maupun pola makanan. Banyak sekali penemuan para ahli

sosiologi dan ahli gizi menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan terhadap proses

terjadinya kebiasaan makanan dan bentuk makanan itu sendiri, sehingga tidak jarang

menimbulkan berbagai masalah gizi apabila faktor makanan itu tidak diperhatikan baik oleh kita

yang mengkonsumsi. Kecenderungan muncul dari suatu budaya terhadap makanan sangat

bergantung pada potensi alamnya atau faktor pertanian    yang    dominan.

 1.2 Identifikasi Masalah

Page 2: Hubungan Budaya Dan Gizi

    Sesuai dengan judul makalah ini “Hubungan Budaya dan Gizi”.

Berkaitan dengan judul tersebut, maka masalahnya dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1.    Bagaimana hubungan budaya dengan gizi ?

2.    Apakah pengaruh budaya terhadap gizi berdampak buruk bagi kesehatan ?

1.3 Tujuan

Tujuan penulis menulis makalah ini karena penulis merasa hal ini perlu diperhatikan. Maka dari

itu penulis menulis makalah ini dengan tujuan tak lain adalah :

1.    Agar masyarakat lebih mengetahui secara spesifik bagaimana budaya berpengaruh pada gizi.

2.    Supaya masyarakat sadar bahwa tidak semua budaya baik bagi kesehatan.

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Hakikat Budaya

 Secara ringkas, budaya terdiri dari suku kata yakin budi dan daya (akal). Dalam bahasa inggris

disebut culture yang berarti segala upaya dan kegiatan manusia untuk mengelolah alam. Secara

definiti, hakikat budaya memenga kompleks karena mencakup ideologi, kepeercayaan, moral,

hukum, adat dan lain sebaginya.

Kebudayaan jika dimaknai secara bebas adalah hasil cipta manusia, yang dilandasi dari

Page 3: Hubungan Budaya Dan Gizi

kebiasaan, kepedulian yang dibangun dengan sentuhan karya seni, yang bertujuan menunjukan

eksitensi sebuah komunitas masyarakat. Kebasaan-kebiasaan ini berlangsung sejak lama dan

diteruskan dari generasi ke generasi hingga sekarang ini.

Ketika budaya tubuh pada sebuah komunitas masyarakat, maka masing-masing anggota

masyarakan wajib memelihara budaya tersebut agar identitasnya tak luntur. 

Sifat Budaya

Berikut ini adalah beberapa hal yang merupakan sifat kebudayaan.

•     Terjadi karena perubahan perilaku kebiasaan (habit) manusia.

•    Cenderung berkembaang dalam setiap zaman.

•    Tradisi tertentu masih perlu melakukan ritual tertentu karena mengan manusia, menganggap

ada kekuatan lebih besar selain dari manusia, yakni tuhan.

•    Kebudayaan seperti musik cenderung abadi. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya

langgam-langgam lawas yang dirilis ulang.

•    Hukum dan budaya menghadapi persoalan yang serius. Hal ini sering terjadi ketika penentuan

tanah berdasarkan hukum adat dan ungdang-undang agraria negara. 

Budaya dan Kebudayaan

Budaya dan kebudayaan adalah hasil dari Perbuatan sehari-hari yang kemudian tumbuh menjadi

kebiasaan. Ingat, setiap budaya memiliki standar logika dan etika yang berbeda-beda. Budaya

orang sunda, jawa dan sumatera, berbeda dengan budaya orang kalimantan, sulawesi atau papua.

Budaya tidak melulu produk kebiasaan atau kesenian. Tetapi juga melahirkan teknologi digdaya

yang berguna bagi kehidupan orang banyak.

2.2  Hakikat Gizi

 Istilah gizi berasal dari bahasa Arab “Giza“ yang berarti zat makanan, dalam bahasa Inggris

dikenal dengan istilah nutrition yang berarti bahan makanan atau zat gizi. Lebih luas diartikan

sebagai suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui

proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat

gizi untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ tubuh serta untuk

Page 4: Hubungan Budaya Dan Gizi

menghasilkan tenaga.

 Fungsi dari Gizi

Gizi memiliki beberapa fungsi yang berperan dalam kesehatan tubuh makhluk hidup, yaitu:

1.    Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh

yang rusak

2.    Memperoleh energi guna melakukan kegiatan sehari-hari

3.    Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh

yang lain

4.    Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit (protein)

2.3 Status Gizi

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam  pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan

oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan

yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hubungan Budaya dan Gizi

Malnutrisi erat kaitannya dengan kemiskinan dan kebodohan serta adanya faktor budaya yang

memengaruhi pemberian makanan tertentu. Banyaknya penderita kekurangan gizi dan gizi buruk

di sejumlah wilayah di Tanah Air disebabkan ketidaktahuan akan pentingnya gizi seimbang.

Faktor budaya sangat berperan penting dalam status gizi seseorang. Budaya memberi peranan

dan nilai yang berbeda terhadap pangan dan makanan.Misalnya tabu makanan yang masih

dijumpai di beberapa daerah. Tabu makanan yang merupakan bagian dari budaya menganggap

makanan makanan tertentu berbahaya karena alasan-alasan yang tidak logis. Hal ini

mengindikasikan masih rendahnya pemahaman gizi masyarakat dan oleh sebab itu perlu

Page 5: Hubungan Budaya Dan Gizi

berbagai upaya untuk memperbaikinya. Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk

mengonsumsi suatu jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman

terhadap yang melanggarnya. Dalam ancaman bahaya ini terdapat kesan magis yaitu adanya

kekuatan supernatural yang berbau mistik yang akan menghukum orang-orang yang melanggar

pantangan atau tabu tersebut. 

Di Bogor masih ada yang percaya bahwa kepada bayi dan balita laki-laki tidak boleh diberikan

pisang ambon karena bisa menyebabkan alat kelamin/skrotumnya bengkak. Balita perempuan

tidak boleh makan pantat ayam karena nanti ketika mereka sudah menikah bisa diduakan suami.

Sementara di Indramayu, makanan gurih yang diberikan kepada bayi dianggap membuat

pertumbuhannya menjadi terhambat. Untuk balita perempuan, mereka dilarang untuk makan

nanas dan timun. Selain itu balita perempuan dan laki-laki juga tidak boleh mengonsumsi ketan

karena bisa menyebabkan anak menjadi cadel. Mereka menganggap bahwa tekstur ketan yang

lengket menyebabkan anak tidak bisa menyebutkan aksara ‘r’ dengan benar.

Selain itu unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang

kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Kebiasaan makan adalah tingkah laku

manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi

sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan (Khumaidi, 1989). Suhardjo (1989) menyatakan

bahwa kebiasaan makan individu atau kelompok individu adalah memilih pangan dan

mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, sosial dan budaya.

Tiga faktor terpenting yang mempengaruhi kebiasaan makan adalah ketersediaan pangan, pola

sosial budaya dan faktor-faktor pribadi (Harper et al., 1986). Hal yang perlu diperhatikan dalam

mempelajari kebiasaan makan adalah konsumsi pangan (kuantitas dan kualitas), kesukaan

terhadap makanan tertentu, kepercayaan, pantangan, atau sikap terhadap makanan tertentu

(Wahyuni, 1988). Khumaidi (1989) menyatakan bahwa dari segi gizi, kebiasaan makan ada yang

baik atau dapat menunjang terpenuhinya kecukupan gizi dan ada yang buruk (dapat menghambat

terpenuhinya kecukupan gizi), seperti adanya pantangan atau tabu yang berlawanan dengan

konsep-konsep gizi. Menurut Williams (1993), masalah yang menyebabkan malnutrisi adalah

tidak cukupnya pengetahuan gizi dan kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik.

Kebiasaan makan dalam rumahtangga penting untuk diperhatikan, karena kebiasaan makan

mempengaruhi pemilihan dan penggunaan pangan dan selanjutnya mempengaruhi tinggi

rendahnya mutu makanan rumahtangga. 

Page 6: Hubungan Budaya Dan Gizi

Oleh karena itu, penyuluhan gizi penting untuk terus menerus dilakukan untuk memperbaiki

pengetahuan gizi dan kebiasaan makan masyarakat. Penyuluhan gizi menjadi landasan terjadinya

perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Kelembagaan penyuluhan gizi seperti Posyandu

perlu lebih diperkuat sehingga aktivitas penyuluhan tidak terabaikan. 

3.2 Dampak Pengaruh Budaya Terhadap Gizi Bagi Kesehatan

Pengaruh budaya terhadap gizi ada dampak buruk dan baiknya. Dampak buruk pengaruh budaya

terhadap gizi bagi kesehatan masyarakat adalah timbulnya masalah kekurangan gizi dimasyrakat

sekitar, karena masih banyak masyarakat yang mempercayai hal-hal tabu dalam budaya mereka.

Sehingga membuat apa yang seharusnya dibutuhkan oleh tubuh tidak terpenuhi, yang

menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit gizi. Contohnya 

Akseptabilitas (daya terima) Aseptabilitas menyangkut penerimaan atau penolakan terhadap

makanan yang terkait dengan cara memilih dan menyajikan pangan.

Page 7: Hubungan Budaya Dan Gizi

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam catatan antropologi, peradaban manusia dibedakan berdasarkan mata pencaharian masyarakat. Tahap pertama (gelombang hidup pertama) ditandai dengan adanya peradaban manusia yang didominasi oleh tradisi memburu dan meramu. Pola konsumsi manusia pada masa itu dengan makan makanan hasil ramuan bahan tumbuhan yang dikumpulkan dari hutan dan memakan hasil hutan (hewan atau tumbuhan) yang diburu kemudian dimakan.

Setelah terjadi revolusi atau gelombang peradaban yang pertama, manusia beranjak pada tahapan agrikultur. Mata pencaharian manusia sudah bukan lagi berburu dan meramu, melainkan sudah pada tahap bercocok tanam. Pada tahap ini pola dan jenis makanan yang dikonsumsi pun adalah makanan hasil olahan.

Setiap masyarakat memiliki persepsi yang berbeda mengenai benda yang dikonsumsi. Perbedaan persepsi ini sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, bila bertemu beberapa orang dengan latar belakang budaya berbeda akan menunjukkan persepsi ini terhadap makanan yang berbeda.

Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pola makan dan gaya hidup masyarakat menjadi semakin modern. Hal tersebut juga merubah stuktur sosial dan kebudayaan masyarakat. Perubahan tersebut berkaitan dengan perubahan pola konsumsi, produksi, dan distribusi pangan.

Pola makan masyarakat modern cenderung mengonsumsi makanan cepat saji (fast food). Hal ini mereka lakukan karena tingginya jam kerja atau tingginya kompetisi hidup yang membutuhkan kerja keras. Padahal, dibalik pola makan tersebut, misalnya hasil olahan siap santap, memiliki kandungan garam yang sangat tinggi.

Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Budaya berkembang karena kita hidup bersama orang lain di masyarakat. Hidup dengan orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja yang dapat diterima semua

Page 8: Hubungan Budaya Dan Gizi

anggota kelompok. Norma budaya dilandasi oleh nilai-nilai, keyakinan dan sikap yang dipegang oleh anggota kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai mempunyai dampak dalam perilaku membeli, misalnya orang yang memperhatikan masalah kesehatan akan membeli makanan yang tidak mengandung bahan yang merugikan kesehatannya.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Budaya dan Komsumsi

1.      Pengertian Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitubuddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Berikut ini definisi-definisi kebudayaan   yang dikemukakan beberapa ahli:

1)      Edward B. Taylor

Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.

2)      M. Jacobs dan B.J. Stern

Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian   serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan sosial.

3)      Koentjaraningrat

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

4)      Dr. K. Kupper

Page 9: Hubungan Budaya Dan Gizi

Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.

5)      William H. Haviland

Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.

6)      Ki Hajar Dewantara

Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

2.      Pengertian Komsumsi

Komsumsi adalah kegiatan manusia yang secara langsung menggunakan barang dan jasa (baik mengurangi ataupun menghabiskan nilai guna suatu barang/jasa) untuk memenuhi kebutuhan dan memperoleh kepuasan.

Berikut ini definisi-definisi komsumsi yang dikemukakan beberapa ahli:

a.       Menurut drs. Hananto dan Sukarto T.J

Konsumsi adalah bagian dari penghasilan yang dipergunakan untuk membeli barang-barang atau jasa-jasa guna memenuhi hidup.

b.      Menurut Albert C Mayers

Konsumsi adalah penggunaan barang-barang dan jasa yang langsung dan terakhir guna memenuhi kebutuhan hidup manusia

c.       Menurut ilmu ekonomi

Konsumsi adalah setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan kegunaan barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan demi menjaga kelangsungan hidup.

B.     Pola Konsumsi Pangan

Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengatur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi.

1.    Refleksi Pola Pangan

Page 10: Hubungan Budaya Dan Gizi

Secara sederhana pola makan yang benar dapat kita terjemahkan sebagai upaya untuk mengatur agar tubuh kita terdiri dari sepertiga padatan (berupa makanan), seperti cairan dansepertiganya adalah ruangan kosong untuk udara. Prinsip sepertiga padatan,sepertiga cairan dan sepertiga ruang kosong tersebut mengajarkan kepada kita suatu pola keseimbangan tubuh melakukan metabolisme secara wajar.

Dewasa ini berbagai penyakit akibat infeksi dan gizi kurang telah berhasil di tekan berkat kemajuan ilmu kesehatan,teknologi pangan dan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi meningkatnya kemakmuran masyarakat Indonesia yang disertai gaya hidup santai (sedentary life style) dan perubahan pola makan, menyebabkan meningkatnya berbagai penyakit akibat gizi lebih,dan penyakit degenaratif (seperti jantung,diabetes,kanker,osteoporosit,dll).

Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan refleksi dari apa yang kita makan sehari-hari,  status gizi dikatakan baik apabila pola makan kita seimbang, artinya banyak dan jenis makanan yang nkita maakan sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh. Apabila yang dimakan melebihi kebutuhan tubuh maka tubuh akan kegemukan, sebaliknya bila yang dimakan kurang dari yang dibutuhkan maka tubuh akan kurus dan sakit-sakitan. Kedua keadaan tersebut sama tidak baiknya sehingga disebut gizi salah.

Status gizi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat pendapatan, pengetahuan gizi dan budaya setempat. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang jadi konsumtif dalam pola makanya sehari-hari. Dapat dipastikan bahwa pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan kepada pertimbangan selera ketimbang gizi.

Dewasa ini meningkatnya arus globalisasi, termasuk globalisasi pola konsumsi makanan, tidak dapat dibendung, kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama jenis siap santap (fast food) seperti ayam goreng, pizza, hamburger dan lain-lain, telah meningkatkan tajam terutama dikalangan generasi muda dan kelompok masyarakat ekonomi menengah keatas dikota-kota besar, dipihak lain, kecintaan masyarakat terhadap makanan tradisional Indonesia mulai menurun.

Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakaat, pengaruh promosi melalui iklan, serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi menengah keatas. Kebutuhan psikogenik (semata-mata timbul karena faktor psikogenik) ini ditandai dengan pemilihan bahan-baahan mkanan yang terlalu mewah, padat kalori dan protein, serta berharga mahaal,yang sesungguhnyantidak diperlukan tubuh untuk hidup sehat.

The national Academy of Sciences menyatakan, faktor makanan bertanggung jawab atas 60% kasus kanker pada wanita dan 40% pada pria. Beberapa cara untuk mencegah kanker yang dapat disarankan adalah ; menghindari obesitas; mengurangi berlemak; meningkatkan makanan

Page 11: Hubungan Budaya Dan Gizi

berserat, meningkatkan konsumsi anti oksidan berupa vitamin A, C, dan E, menghindari penggunaan alkohol, serta membatasi makanan yang diawetkan dengan garam, asap dan nitrat.

2.    Variasi Makanan

Didunia ini tidak ada satupun bahan  pangan yang mengandung sekaligus semua unsur gizi yang kita perlukan, dalam jumlah yang cukup. Dengan demikian bila kita ingin memenuhi kebutuhan semua zat gizi, baik macam maupun jumlahnya, maka tidak ada cara lain kecuali menambah keragaman bahan pangan yang dikonsumsi sehari-hari.

Dengan kombinasi konsumsi yang beragam, maka unsur-unsur gizi dari bahan pangan tersebut akan saling melengkapi satu sama lain, kekurangan zat gizi dari bahan pangan satu, akan ditutupi oleh bahan pangan lainnya. Dengan demikian maka konsumsi pangan yang beragam akan lebih baik bagi  kesehataan tubuh, dibandingkan dengan pola konsumsi yang hanya mengandalkan kepada bahan pangan tunggal tertentu.

Contoh diversifikasi konsumsi pangan adalah mengkombinasikan sumber karbohidrat yang berupa jagung,umbi dan sagu dengan ikan dan kacang-kacangan sebagai sumber protein dan sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral. Supaya suatu bahan menarik perhatian maka harus diolah dan divariasikan, sehingga diperoleh produk pangan denagn penampilan bentuk, tekstur, warna, aroma, dan cita rasa yang memikat.

3.    Pola Pangan 4 Sehat 5 Sempurna

Pola pangan 4 sehat 5 sempurna diciptakan pada tahun 1950-an oleh Prof. Poerwo Soedarmo yang sering disebut juga sebagai bapak gizi Indonesia. slogan  “Empat sehat lima sempurna’’  berisikan lima kelompok makanan yaitu :

1)    Makana pokok

2)    Lauk pauk

3)    Sayur-sayuran

4)    Buah-buahan dan

5)    Susu.

Kelima kelompok makanan ini dituangkan dalam suatu logo berbentuk lingkaran yang menempatkan makanan satu sampai empat disisi dalam lingkaran mengelilingi kelompok ke-5 yaitu susu dibagian tengah. Karena ada kesan perbedaan mengenai susu, maka kemudian ada upaya untuk merubah kesan tersebut, sehingga pada tahun 1991 Departemen Kesehatan menerbitkan buku pedoman menyusun menu nsehat bergizi untuk keluarga. 4 sehat sempurna dengan logo yang telah mengalami perubahan , jadi golongan makanan disusun dalam lingkaran

Page 12: Hubungan Budaya Dan Gizi

dan terdiri dari lima belahan (menurut arah putaran jarum jam); 1) makanan pokok, 2)sayur-sayuran, 3) susu, 4) buah-buahan dan yang 5) lauk-pauk.

4.    Pedoman Umum Gizi Seimbang

Pada tahun 1992 di Roman, Italia diadakan kongres gizi internasional yang merekomendasikan agar setiap negara menyusun Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) untuk menghasilkan sumber tenaga manusia yang handal. Oleh karena itu indonesia melalui Direktorat Bina Gizi masyarakat, Departemen Kesehatan (Depkes) membuat pedoman umum gizi seimbangdengan logo yang berbentuk kerucut atau tumpeng yang berbentuk dari 3 tngkat,yaitu :

1)    Tingkat dasar menggambarkan zat tenaga, yaitu padi-padian, umbi-umbian, dan tepung-tepungan

2)    Diisi dengan kelompok makanan zat pengatur, yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan

3)    Kelompok makanan zat pembangun, yaitu gabungan makanan hewani (termasuk susu) dan nabati.

Dangan melihat perkembangan yang ada pada tahun 2002 Depkes telah merampungkan revisi terhadap PUGS tahun 1994. Bentuk logo PUGS sama dengan tahun 1994, yaitu kerucut  atau tumpeng tetapi menjadi terdiri dari 4 bagian, refisi tersebut adalah :

·         Pertama jumlah tingkat kerucut yang sebelumnya tiga menjadi empat tingkat yaitu : tingkat dasar bahan makanan sumber tenaga, karbohidrat, tingkat kedua sayur dan buah, tingkat ketiga protein hewani dan nabati dan ke empat golongan lemak dan minyak

·         Kedua terdapat tingkat tiga yang berisi makanan sumber zat pembangun/protein, terbuat secara terpisah antara hewani dan nabati (sebelum digabungkan)

·         Ketiga penempatan lemak dan minyak pada puncak tertinggi  tumpeng yang sebelumnya tidak ada

·         Keempat adanya petunjuk penggunaan masing-masing golongan makanan tersebut dalam bentuk porsi.

Di indonesia PUGS tersebut dijabarkan sebagai 13 pesan dasar yang dapat dijadikan pedoman bagi setiap penduduk, adalah sebagai berikut :

a)      Makanlah aneka ragam makanan, yaitu makanan sumber zat tenaga (kerbohidrat), zat pembangun (protein), serta zat pengangkut (vitamin dan mineral).

b)      Makanlah makanan untuk memenuhi kebutuhan energi, kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari tiga sumber utama, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak.

Page 13: Hubungan Budaya Dan Gizi

c)      Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi. Konsumsi gula sebaiknya dibatasi 5% dari jumlah kecukupan energi atau sekitar 3-4 sendok perhari, 50-60% kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat kompleks, setara dengan 3-4 piring nasi.

d)     Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi. Mengkonsumsi lemak hewani secara berlebihan dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung karoner.

e)      Gunakan garam beryodium,untuk mencegah timbulnya gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI).

f)       Makanlah makanan sumber zat besi, untuk mencegah anemia besi.

g)      Pemberian ASI saja pada bayi sampai 6 bulan. Pemberian ASI secara eksklusif ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.

h)      Biasakan makan pagi, untuk memelihara ketahanan fisik dan meningkatkan produktifitas kerja

i)        Minumlah air bersih aman dan cukup jumlahnya, yaitu minimal 2 Liter atau setara dengan 8 gelas perhari.

j)        Lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur, untuk mencapai berat badan normal dan mengimbangi konsumsi energi yang berlebihan.

k)      Hindari minum-minuman berakhohol

l)        Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan, yaitu bebas dari cemaran bahan kimia dan mikroba berbahaya yang dapat menyebabkan sakit.

m)    Bacalah label pada makanan yang dikemas, untuk mengetahui komposisi bahan penyusun (ingridien), komposisi gizi serta kadarluasanya.

                          i.      (31-05-2010 medicastore.com)

5.    Konsumsi Energi dan Protein

Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VI, 1998, terjadi perubahan tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein menjadi 2200 Kalori/kapita/hari (AKE) dan 48 gram/kapita/hari (AKP). Mengacu pada standar anjuran tersebut dan data pada Tabel 3, terlihat tingkat konsumsi energi rumah tangga di Indonesia termasuk di propinsi Jawa Barat masih dibawah standar yang dianjurkan. Sebaliknya tingkat konsumsi protein rumah tangga sudah melebihi anjuran bahkan sejak sebelum krisis ekonomi.

Terdapat kecenderungan tingkat konsumsi energi di desa lebih tinggi daripada di kota dan sebaliknya tingkat konsumsi protein di desa lebih rendah daripada kota. Fenomena ini

Page 14: Hubungan Budaya Dan Gizi

menunjukkan bahwa pada tingkat pendapatan tertentu, rumah tangga akan memprioritaskan pada pangan dengan harga murah seperti pangan sumber energi, kemudian dengan semakin meningkatnya pendapatan, akan terjadi perubahan preferensi konsumsi yaitu dari pangan dengan harga murah beralih ke pangan yang harganya mahal seperti pangan sumber protein.

Dalam konsumsi pangan, selain kuantitas juga harus diperhatikan masalah kualitas pangan. Walaupun secara kuantitas terpenuhi namun pangan yang dikonsumsi kurang beraneka ragam dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan fisik dan kecerdasan manusia. Permasalah ini yang masih serius dihadapi oleh masyarakat Indonesia

Di negara maju, sudah banyak orang yang mengubah pola konsumsi pangan hewaninya, dari red meat (daging-dagingan) kewhite meat (ikan-ikanan), karena makan ikan lebih menyehatkan daripada makan daging. Namun kondisi di Indonesia, tingkat partisipasi konsumsi daging masih tinggi dan cenderung meningkat, apalagi untuk daging ayam. Konsumsi daging sapi masih rendah karena harga daging relatif mahal sehingga tidak semua lapisan masyarakat mampu membelinya.

Indonesia adalah negara maritim yang merupakan negara penghasil berbagai jenis ikan, justru masyarakatnya cenderung meninggalkan ikan dan menyenangi daging yang bahan baku pakan ternaknya masih diimpor. Kecenderungan ini perlu mendapat perhatian dari semua pihak terutama dari pemerintah. Orientasi kebijakan ekspor ikan untuk memperoleh devisa jangan sampai menyebabkan harga ikan domestik menjadi mahal, sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat luas. Padahal peranan ikan dalam peningkatan kualitas sumberdaya sangat erat, karena asam amino yang diperlukan untuk kecerdasan pada ikan lebih lengkap dan juga efek sampingnya lebih sedikit. Mengkonsumsi ikan dapat terhindar dari penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya.

Sebenarnya konsumsi ikan masih bisa ditingkatkan mengingat potensi sumberdaya perikanan cukup besar baik dari perikanan tangkap (terutama untuk daerah pesisir) maupun hasil budidaya terutama ikan tawar. Selain itu pangan dari ikan tersedia di pasar dengan berbagai kualitas mulai dengan harga yang murah sampai harga mahal, sehingga masyarakat dapat memilih sesuai dengan daya beli yang bersangkutan, mungkin perlu penyuluhan pentingnya mengkonsumsi ikan dan hasil olahannya.

C.    Perubahan sosial dan kebudayaan berkaitan dengan pola konsumsi pangan dan gizi penduduk

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahyul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit infeksi saluran pencernaan. Disamping itu jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam

Page 15: Hubungan Budaya Dan Gizi

keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.

Perubahan sosial dan kebudayaan berkaitan dengan pola konsumsi pangan dan gizi penduduk

1.    Makanan Sebagai Identitas Kelompok

Nasi adalah satu komoditas makanan utama bagi masyarakat Sunda-Jawa. Semantara jagung menjadi komoditas makanan utama masyarakat Madura. Bagi orang barat mereka tidak membutuhkan nasi setelah mengkonsumsi roti karena roti merupakan makanan utama dalam budaya barat. Persepsi dan penilaian seperti ini merupakan makna makanan sebagai budaya utama sebuah masyarakat, oleh karena itu tidak menghjerankan bila orang sunda, kendati sudah makan roti kadang kala masih berkata belum makan kerena dirinya belum makan nasi.

Karena ada kesangsian terhadap makanan hasil olahan atau makanan instan, banyak di antara masyarakat kota yang sudah mulai pidah ketradisi vegetarian. Bagi kelompok “gang’’, meenghirup ganja, narkoba, dan merokok merupakan ciri kelompoknya. Kacang diidentikan sebagai makan yang biasa menemani orang menonton sepak bola, merokok menjadi teman untuk menghadirkan inspirasi atau kreativitas. Pemahaman dan persepsi inilah lebih merupakan sebuah persepsi budaya tandingan (counter-cultulre) terhadap budaya domuinan.

Selain mengandung budaya dominan dan budaya tandingan, makanan pun menjadi bagian dari budaya populer. Bakso merupakan makanan populer bagi perempua. Trakhir makanan sebagai makanan khusus untuk kelompok tertentu. Makanan sub kultural misalnya daging babi bagi kalangan nasrani, ketupat bagi kalangan muslim di hari lebaran, dodol bagi Cina dihari imlek, coklat menjadi icon budaya dalam menunjukan rasa cinta dan kasih.

Berdasarkan talaahan ini, makanan mengandung makna sebagai:

a)    Identitas arus budaya utama (dominan culture), artinya harus ada dan menjadi kebutuhan utama masyarakat.

b)    Budaya tandingan (counterculture), yaitu menghindari arus utama akibat adanya kesangsian atau ketidak sepakatan dengan budaya arus utama, dan

c)    Makanan sebagai identitas budaya bagi suatu kelompok tertentu (subculture)

2.    Makanan sebagai keunggulan etnik

Bila orang mendengar kata gudek, maka akan terbayang kota Yogyakarta, mendengar kata pizzahat akan terbayang Italia, mendengar kata dodol dan jeruk terbayang kota Garut, tetapi bila mendengar jeruk bangkok atau ayam bangkok sudah tentu akan terbayang Bangkok-Thailand.

Page 16: Hubungan Budaya Dan Gizi

Contoh tersebut menunjukan bahwa makanan merupakan unsur budaya yang membawa makna budaya komunitasnya. Di dalam makanan itu, orang tidak hanya mengkonsumsi material makananya melainkan mengkonsumsi kretivitas dan keagungan budaya. Tidak ada yang heran bila ada orang yang makan tahu sumedang terasa hampa makna bila tahu itu dibeli diluar sumedang dan dirinya pun tidak pegi kesumedang. Begitu pula sebaliknya, masyarakat akan memiliki kebanggaan tertentu bila mengkonsumsi moci  yang dibeli asli dari Cianjur.

Makanan adalah icon keunggulan budaya masyarakat. Semakin variatif makanan itu dikenal publik semakin tinggi apresiasinya masyarakat daerah itu, semakin luas distribusi wilayah pasar dari makanan tersebut, menunjukan kualitas makanan tersebut diakui oleh masyarakat.

3.    Perubahan Produksi pangan

Secara tradisional, makanan diperoleh melalui pertanian. Dengan meningkatnya perhatian dalam agribisnis atas perusahaan-perusahaan multinasional yang memiliki pasokan makanan dunia melalui paten pada makanan yang dimodifikasi secara genetis, telah terjadi tren yang sedang berkembang menuju pertanian berkelanjutan praktek. Pendekatan ini, sebagian didorong oleh permintaan konsumen, mendorong keanekaragaman hayati , daerah kemandirian dan pertanian organik metode.

Peralatan yang digunakan dalam proses produksi pangan secara  tradisional adalah alat yang sederhana. Contohnya adalah kompor tungku, pemanggang yang menggunakan bara api, piring yang terbuat dari tanah, dan sebagainya. Sedangkan produksi secara modern menggunakan teknologi yang canggih. Kelebihan menggunakan teknologi adalah dapat mempermudah dan mempecepat proses produksi pangan. Contohnya adalah oven, kompor listrik, mikrowave, dan sebagainya.

Dalam budaya populer, produksi massal produksi pangan, khususnya daging seperti ayam dan daging sapi, mendapat kecaman dari berbagai dokumenter mendokumentasikan pembunuhan massal dan perlakuan buruk terhadap binatang, terutama padaperusahaan-perusahaan besar. Produksi serealia pun dilakukan secara massal dan menggunakan peralatan modern.

Produksi pangan yang dilakukan secara modern dapat mempermudah proses produksi. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi perubahan sosial dan kebudayaan. Contohnya adalah jika produksi pangan dilakukan secara tradisional maka masyarakat akan saling bekerja sama dan saling bergotong-royong, dan  dapat meningkatkan hubungan sosial antar masyarakat. Sedangkan produksi pangan yang dilakukan secara modern menggunakan alat-alat canggih dapat meregangkan hubungan antar masyarakat. Karena dalam proses produksi hanya dibutuhkan tenaga kerja dengan jumlah yang relatif sedikit.

4.    Perubahan Konsumsi Pangan

Page 17: Hubungan Budaya Dan Gizi

Pola konsumsi pangan masyarakat di setiap daerah berbeda-beda, yaitu perbedaan pola konsumsi pada masa  pra-ASI, balita, anak-anak, remaja, dewasa, ibu hamil, dan lanjut usia.

Pada masa sebelum adanya pengetahuan masyarakat tentang gizi, para orang tua mengambil peran penting dalam memperhatikan kebutuhan gizi keluarganya. Pengetahuan orang tua yang minim dapat mempengaruhi status gizi keluarganya.

Sebelum adanya panduan tentang gizi, makanan pra-ASI yang dikonsumsi bayi dibawah 6 bulan adalah madu, air tajin, pisang, air kelapa, dan kopi. Masyarakat belum mengetahui bahwa bayi berumur dibawah 6 bulan tidak boleh diberi makanan lain kecuali ASI. Setelah adanya panduan ilmu gizi yang menyebar di masyarakat,  pemberian makanan pra-ASI yang salah semakin berkurang.

Pada kalangan anak-anak dan remaja, pola konsumsi makanan dipengaruhi oleh budaya masyarakat yang menganggap bahwa makanan memiliki pantangan atau tabu untuk dimakan. Contohnya bagi anak-anak dan balita dilarang memakan makanan yang asam, pedas, anyir, karena dapat mengakibatkan perut menjadi panas bahkan sakit perut. Di era globalisasi, pola konsumsi anak-anak dan remaja beralih ke makanan cepat saji (fast food), snack, dan konsumsi gula yang berlebihan. Hal tersebut dapat memperburuk status gizi dan kesehatan.

Masyarakat beralih pada tempat-tempat yang menjual makanan cepat saji, yaitu restoran, cafe, pizza hut, dan outlet-outlet lainnya. Kepercayaan masyarakat terhadap makanan tertentu dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan pada setiap kalangan. Perubahan pola konsumsi pangan tersebut dapat menjadikan status gizi  lebih baik ataupun menjadi semakin buruk.

5.    Perubahan Distribusi Pangan

Secara sederhana, proses distribusi pangan hanya menggunakan alat transportasi sederhana, yaitu gerobak sapi, angkutan umum, truk, dan sebagainya. Di era modern, peralatan yang digunakan adalah teknologi canggih yang dapat mempermudah proses distribusi pangan. Bahkan, proses distribusi dapat melibatkan hubungan kerja antar negara. Alat transportasi yang digunakan pun semakin modern, seperti pesawat, helikopter, paket kilat, dan sebagainya.

Pemasaran Makanan menyatukan produsen dan konsumen. Ini adalah rangkaian kegiatan yang membawa makanan dari petani ke piring. Pemasaran bahkan produk makanan tunggal dapat menjadi proses rumit yang melibatkan banyak produsen dan perusahaan. Sebagai contoh, lima puluh enam perusahaan yang terlibat dalam pembuatan satu dapat dari mie sup ayam. Usaha ini meliputi tidak hanya ayam dan prosesor sayuran tetapi juga perusahaan-perusahaan yang mengangkut bahan dan orang-orang yang mencetak label dan pembuatan kaleng. Sistem pemasaran pangan adalah tidak langsung terbesar langsung dan non-pemerintah majikan di Amerika Serikat.

Page 18: Hubungan Budaya Dan Gizi

Di era pra-modern, penjualan makanan surplus berlangsung seminggu sekali saat petani mengambil barang-barang mereka pada hari pasar, ke pasar desa setempat. Berikut makanan dijual kegrosir untuk dijual di toko-toko lokal mereka untuk membeli oleh konsumen lokal. Dengan terjadinya industrialisasi, dan pengembangan industri pengolahan makanan, yang lebih luas makanan dapat dijual dan didistribusikan di jauh lokasi. Biasanya toko-toko kelontong awal akan kontra didasarkan toko di mana pembeli kepada toko-penjaga apa yang mereka inginkan, sehingga toko-penjaga bisa mendapatkannya untuk mereka.

Pada abad ke-20 supermarket lahir. Supermarket membawa mereka self service pendekatan untuk belanja menggunakanshopping cart, dan mampu menawarkan makanan berkualitas dengan biaya yang lebih rendah melalui skala ekonomi dan mengurangi biaya staf. Di bagian akhir abad ke-20, ini telah lebih jauh merevolusi oleh perkembangan luas gudang berukuran, luar kota supermarket-, menjual berbagai macam makanan dari seluruh dunia.

Tidak seperti pengolahan makanan, ritel makanan adalah pasar lapis dua di mana sejumlah kecil sangat besar perusahaanmengendalikan sebagian besar supermarket. Raksasa supermarket menggunakan daya beli yang besar atas petani dan prosesor, dan pengaruh yang kuat atas konsumen. Namun demikian, kurang dari sepuluh persen dari belanja konsumen pada makanan pergi ke petani, dengan persentase lebih besar akan iklan , transportasi, dan perusahaan menengah.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan  

Setiap masyarakat memiliki persepsi yang berbeda mengenai benda yang dikonsumsi. Perbedaan persepsi ini sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang berlaku di masyarakat.

Pola konsumsi pangan berupa variasi makanan, pola 4 sehat 5 sempurna, pola menu seimbang, konsumsi energi dan protein sangat mempengaruhi status gizi seseorang.

Perubahan sosial dan kebudayaan berkaitan dengan pola konsumsi pangan dan gizi penduduk yaitu berupa perubahan produksi pangan, perubahan konsumsi pangan, dan perubahan distribusi pangan.

Perubahan status gizi di Indonesia dapat terjadi karena adanya pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan pola produksi, konsumsi, dan distribusi pangan juga dapat mempengaruhi terjadinya perubahan status gizi di Indonesia.

Page 19: Hubungan Budaya Dan Gizi

Pada era sebelum berkembangnya ilmu pengetahuan, pola pangan masyarakat masih dipengaruhi oleh persepsi yang berkembang di masyarakat. Setiap masyarakat memiliki persepsi yang berbeda mengenai benda yang dikonsumsi. Perbedaan persepsi ini sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang berlaku di masyarakat.

Di era globalisasi dan semakin berkembangnya mobilitas membuat pola pangan masyarakat menjadi berubah. Perubahan pola pangan tersebut dipengaruhi oleh gaya hidup dan lingkungan sekitar. Semakin menjamurnya restoran, cafe, pizzahut, KFC, dan tempat makan cepat saji lain membuat masyarakat semakin sering mengonsumsi makanan cepat saji. Makanan cepat saji yang mengandung banyak lemak dan kolesterol  dapat memperburuk status gizi dan resiko terhadap penyakit semakin tinggi.

Perubahan sosial dan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tidak hanya mengubah pola pangan tetapi juga dapat mengubah status gizi, resiko terhadap penyakit, dan gaya hidup tidak sehat yang semakin merugikan.

Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat yang mengonsumsi, memproduksi, dan mendistribusikan pangan harus pintar dalam menjaga asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh, menjaga status gizi dan melakukan gaya hidup sehat disertai dengan aktifitas fisik secara teratur.

B.     Saran

Semoga dapat makalah ini dapat bermanfaat bagi saya maupun orang lain yang membaca serta yang menjadikan makalah ini sebagai referensi.

Kita ada diera modern, namun kita jangan sampai diperbudak oleh teknologi yang semakin maju. Makan yang ita konsumsi juga harus kita pelajari yang mana sehat dan bermanfaat bagi tubuh kita konsumsi.

Page 20: Hubungan Budaya Dan Gizi

Pengaruh Budaya Teh terhadap Status Gizi

a. Budaya minum teh di Indonesia 

Tradisi minum teh telah menjadi kebudayaan besar dalam sejarah manusia. Tercatat dalam beberapa kebudayaan, minum teh menjadi tradisi yang membutuhkan keterampilan tersendiri untuk menyajikannya, bahkan dibuatkan upacara segala untuk menikmatiny. Di indonesia teh pertama kali dikenal pada tahun 1686, yaitu ketika Dr. Andreas Cleyer yang berkebangsaan Belanda membawa tanaman ini ke Indonesia sebagai tanaman hias. Pada tahun 1728 pemerintah Belanda mulai membudidayakan tanaman ini -terutama di pulau Jawa- dengan mendatangkan biji-biji teh dari China. Semenjak itu dimulailah kebiasaan untuk minum teh. 

Teh menjadi sedemikian berakar dalam kehidupan masyarakat indonesia, bahkan rakyat jawa mempunyai filsafat teh. Teh, adalah salah satu minuman yang tidak asing di Indonesia. Minuman ini bisa didapatkan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Seperti di kota Jogja. Setiap malam, terutama sepanjang jalan Malioboro, akan terlihat banyak sekali tempat-tempat minum teh yang biasa disebut “angkringan“.  Masyarakat dari berbagai kalangan dan status sosial seperti pengemudi becak, pedagang asongan, seniman dan pelajar/mahasiswa, tak segan-segan berkumpul dan mengobrol dengan santainya di tempat ini. Angkringan ini awalnya hanya tempat untuk minum teh sambil mengaso, tetapi pada perkembangannya, angkringan juga berfungsi sebagai warung makan sekaligus tempat bersantai. Walaupun sudah tersedia aneka macam makanan dan minuman, “wedang teh” tetap menjadi menu utama dari angkringan ini.  Minuman teh yang menjadi favorit para pengunjung adalah “Nasgitel”, kepanjangan dari panas-legi-kenthel atau panas-manis dan kental”. enis teh yang dihidangkan dan cara meminumnya pun agak berbeda, Nasgitel menggunakan “teh merah” atau “teh hitam” yang dipadu dengan “gula batu” yang sangat manis. Penyajiannya biasanya berupa kotokan (daun teh kering) yang diseduh dengan air mendidih, disajikan dalam gelas plus beberapa butir gula batu yang disajikan terpisah. Setelah seduhan teh dihidangkan, pelanggan biasanya segera memasukkan gula batu kedalamnya. Proses ini sampai dengan wedang teh siap diminum memerlukan waktu sekitar 10 menit, sambil menunggu biasanya pelanggan akan menikmati makanan kecil seperti ketela goreng, pisang goreng, singkong rebus, uli (juadah) dan lain sebagainya.

Demikian juga mengenai kebiasaan minum teh di tataran Sunda. Dahulu, mereka meminum teh memakai mangkok dari batok kelapa dan tatakan dari bambu sambil menghangatkan badan di dekat perapian. Kebiasaan ini biasa disebut sebagai “nganyeut”. Sedangkan di wilayah Jawa Timur khususnya Surabaya, walaupun di daerah Lawang-Wonoasri Jatim terdapat berhektar-hektar kebun teh, minuman ini masih dianggap sesuatu yang mewah untuk menyuguhi tamu. Dan sampai saat ini, jika teh disajikan tanpa gula adalah minuman aneh, tidak mengherankan jika teh hijau kemasan yang non sugar di supermarket- supermarket di Surabaya selalu rapi tak tersentuh.

Jika dilihat dari nilai filosofi, sosial, agama dan seni, kebiasaan minum teh di masyarakat kita tidak bisa di sepadankan dengan budaya Jepang dan China. Untuk mereka, minum teh adalah satu seni yang mempunyai banyak sekali aturan dan tata cara yang harus dilalui. Sebenarnya, cara meminum teh di Indonesia yang menggunakan Poci tanah liat (Teh Poci), juga memiliki nilai lebih, karena didalamnya juga mengandung filosofi. Hanya saja kebiasaan ini memang belum memberikan apresiasi lebih terhadap teh itu sendiri.

Page 21: Hubungan Budaya Dan Gizi

(wonojoyo.com/ [email protected])

b. Pengaruh the terhadap asupan gizi

2.5 Mengatasi Budaya tersebut yang mempengaruhi asupan gizi seseorang

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Daftar Pustaka

Anonim.2012.Obesitas.http://www.susukolostrum.com/data-penyakit/gangguan-      nutrisi-   danmetabolisme/obesitas.html.Di akses 28 Oktober 2012.

Anonim.2012.Pengaruh badan dan hormon.http://meetdoctor.com/article/pengaruh-berat-      badan-dan-   hormon.Di akses 28 Oktober 2012.

Colby, S Diane. 1988. Ringkasan Biokimia Harper. EGC : Jakarta.

Harianto,Yudika. 2011. Oksidasi Asam Lemak. 

Mulligan, K dkk.2009. The effects of recombinant human leptin on visceral fat,