11
Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Prevalensi Masalah Kesehatan Respirasi pada Penghuni Rumah Susun di Jakarta Veronika Cahya Wijaya, Elisna Syahruddin Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia [email protected] Abstrak Masalah kesehatan respirasi merupakan salah satu gangguan kesehatan dengan prevalensi cukup tinggi di dunia. Penyebabnya erat kaitannya dengan perilaku merokok. Selain itu, tingkat pengetahuan, sikap, perilaku serta lingkungan juga berperan serta. Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi pada penghuni rumah susun di Jakarta. Desain penelitian yang dipilih ialah cross-sectional. Data diperoleh dengan mengisi kuesioner yang ditanyakan melalui wawancara. Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2012 dengan melibatkan 120 responden. Data yang dikumpulkan akan diuji dengan chi-square dan fisher untuk melihat nilai probabilitas (p). Sebanyak 36% responden pernah mengalami masalah kesehatan respirasi dan 64% lainnya menunjukkan status kesehatan respirasi yang baik. Tingkat pengetahuan responden didapatkan 40,8% dengan pengetahuan di bawah rata-rata dan 59,2% dengan pengetahuan di atas rata-rata. Tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan status kesehatan respirasi (p=0,879). Prevalensi masalah kesehatan respirasi pada penghuni rumah susun di Jakarta ialah 36% Tingkat pengetahuan tidak memiliki hubungan dengan masalah kesehatan respirasi. Abstract Respiratory health problems is one of the health problems with a high prevalence in the world. The cause is closely associated with smoking behavior. In addition, knowledge level, attitude, behavior and environment also have a role as well. The purpose of this study is to determine the relationship between knowledge level with the prevalence of respiratory health problems in flats occupants in Jakarta. The selected research design is cross- sectional. Data obtained by filling out a questionnaire that asked through interview. Data collected was performed in August 2012, involving 120 respondents. The data collected will be tested with chi-square and fisher to see the value of the probability (p). About 36% of respondents had experienced respiratory health problems while 64% showed good respiratory health status. The knowledge level of the respondents earned showed about 40.8% of respondents with knowledge level below average and 59.2% above average. There is no significant relationship between the level of knowledge with the respiratory health status (p=0.879). Prevalence of respiratory health problems in flats occupants in Jakarta is about 36%. Knowledge level is not contributing for the prevalence of respiratory health problems. Keywords: Respiratory health problems; Knowledge level; Flat; Jakarta. 1. Pendahuluan Masalah kesehatan pernapasan merupakan masalah kesehatan yang dijumpai di seluruh dunia. Pneumonia menyumbang 1 kematian bayi tiap 5 menitnya atau setara dengan 5 kematian bayi tiap 1000 bayi pada tahun 2001. 1 National Health Interview Survey melaporkan prevalensi emfisema sebanyak 18 kasus per 1000 orang dan bronkitis kronik sebanyak 34 kasus per 1000 orang. World Health Organization (WHO) mencatat terdapat 250.000 kematian di seluruh dunia akibat asma. 3 Selain itu juga tercatat 8,8 juta kasus tuberkulosis (TB) di dunia pada tahun 2010 dengan 1,45 juta di antaranya meninggal. Sekitar 1,1 juta meninggal tanpa infeksi HIV sedangkan 0,35 juta sisanya melibatkan infeksi HIV. Lima negara dengan prevalensi TB tertinggi ialah India, China, Afrika Selatan, Indonesia dan Pakistan. 4 Faktor pengetahuan, sikap dan perilaku diduga erat kaitannya dengan munculnya masalah kesehatan ini. Pada kanker paru, faktor genetik memegang peranan Hubungan antara..., Veronika Cahya Wijaya, FK UI, 2013

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Prevalensi

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Prevalensi

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Prevalensi Masalah Kesehatan Respirasi pada Penghuni Rumah Susun di Jakarta

Veronika Cahya Wijaya, Elisna Syahruddin

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

[email protected]

Abstrak

Masalah kesehatan respirasi merupakan salah satu gangguan kesehatan dengan prevalensi cukup tinggi di dunia. Penyebabnya erat kaitannya dengan perilaku merokok. Selain itu, tingkat pengetahuan, sikap, perilaku serta lingkungan juga berperan serta. Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi pada penghuni rumah susun di Jakarta. Desain penelitian yang dipilih ialah cross-sectional. Data diperoleh dengan mengisi kuesioner yang ditanyakan melalui wawancara. Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2012 dengan melibatkan 120 responden. Data yang dikumpulkan akan diuji dengan chi-square dan fisher untuk melihat nilai probabilitas (p). Sebanyak 36% responden pernah mengalami masalah kesehatan respirasi dan 64% lainnya menunjukkan status kesehatan respirasi yang baik. Tingkat pengetahuan responden didapatkan 40,8% dengan pengetahuan di bawah rata-rata dan 59,2% dengan pengetahuan di atas rata-rata. Tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan status kesehatan respirasi (p=0,879). Prevalensi masalah kesehatan respirasi pada penghuni rumah susun di Jakarta ialah 36% Tingkat pengetahuan tidak memiliki hubungan dengan masalah kesehatan respirasi.

Abstract

Respiratory health problems is one of the health problems with a high prevalence in the world. The cause is closely associated with smoking behavior. In addition, knowledge level, attitude, behavior and environment also have a role as well. The purpose of this study is to determine the relationship between knowledge level with the prevalence of respiratory health problems in flats occupants in Jakarta. The selected research design is cross-sectional. Data obtained by filling out a questionnaire that asked through interview. Data collected was performed in August 2012, involving 120 respondents. The data collected will be tested with chi-square and fisher to see the value of the probability (p). About 36% of respondents had experienced respiratory health problems while 64% showed good respiratory health status. The knowledge level of the respondents earned showed about 40.8% of respondents with knowledge level below average and 59.2% above average. There is no significant relationship between the level of knowledge with the respiratory health status (p=0.879). Prevalence of respiratory health problems in flats occupants in Jakarta is about 36%. Knowledge level is not contributing for the prevalence of respiratory health problems. Keywords: Respiratory health problems; Knowledge level; Flat; Jakarta. 1. Pendahuluan Masalah kesehatan pernapasan merupakan masalah kesehatan yang dijumpai di seluruh dunia. Pneumonia menyumbang 1 kematian bayi tiap 5 menitnya atau setara dengan 5 kematian bayi tiap 1000 bayi pada tahun 2001.1 National Health Interview Survey melaporkan prevalensi emfisema sebanyak 18 kasus per 1000 orang dan bronkitis kronik sebanyak 34 kasus per 1000 orang. World Health Organization (WHO) mencatat terdapat

250.000 kematian di seluruh dunia akibat asma.3

Selain itu juga tercatat 8,8 juta kasus tuberkulosis (TB) di dunia pada tahun 2010 dengan 1,45 juta di antaranya meninggal. Sekitar 1,1 juta meninggal tanpa infeksi HIV sedangkan 0,35 juta sisanya melibatkan infeksi HIV. Lima negara dengan prevalensi TB tertinggi ialah India, China, Afrika Selatan, Indonesia dan Pakistan.4 Faktor pengetahuan, sikap dan perilaku diduga erat kaitannya dengan munculnya masalah kesehatan ini. Pada kanker paru, faktor genetik memegang peranan

Hubungan antara..., Veronika Cahya Wijaya, FK UI, 2013

Page 2: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Prevalensi

penting. Di samping itu, faktor lingkungan seperti asap rokok dan polusi udara juga turut mempengaruhi.5 Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tercatat memiliki prevalensi cukup tinggi untuk masalah kesehatan respirasi.6 Pada tahun 2012 dinyatakan kasus TB di Indonesia mencapai 450.000 kasus.7,8 Untuk kasus pneumonia masih banyak ditemui pada balita.7 Asma juga memegang peran penting sebagai salah stau penyebab kematian terbesar di Indonesia.9,10 Sebagai negara dengan penduduk terbesar di Asia Tenggara, dan khususnya Jakarta dengan populasi penduduk yang tinggi, banyak masalah kesehatan yang bermunculan. Masalah pemukiman juga menjadi kendala terkait jumlah penduduk yang tinggi. Salah satu penyelesaiannya, disiasati dengan pembuatan rumah susun.8 Berangkat dari hal ini, penelitian ini muncul atas dasar pertanyaan besarnya prevalensi masalah kesehatan respirasi, khususnya pada masyarakat yang tinggal di rumah susun di Jakarta. Selain itu juga muncul pertanyaan seputar ada/tidaknya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan prevalensi tersebut. Berdasarkan pertanyaan tersebut, disepakati sampel penelitian ini ialah masyarakat penghuni rumah susun di Jakarta. Faktor tingkat pengetahuan dipilih berdasarkan pertimbangan, apabila terbukti berhubungan faktor ini dapat diintervensi untuk tindakan prevensinya. Dengan demikian, secara umum penelitian ini ditujukan untuk mengetahui prevalensi masalah kesehatan respirasi dan faktor yang mempengaruhinya. Secara khusus dari penelitian ini diharapkan mampu menjawab besarnya prevalensi masalah kesehatan respirasi pada masyarakat penghuni rumah susun di Jakarta pada tahun 2012, serta mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan prevalensi tersebut. Dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi peneliti, institusi/perguruan tinggi, masyarakat dan subjek penelitian, pemerintah, dan bagi ilmu pengetahuan. Bagi peneliti diharapkan bermanfaat untuk memenuhi nilai-nilai seven stars doctor, mendapatkan informasi mengenai kesehatan respiarsi, mengembangkan minat di bidang penelitian, tambahan pengalaman lewat kegiatan penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan, serta mengembangkan pola berpikir kritis dalam memecahkan masalah di bidang kesehatan masyarakat. Bagi institusi/perguruan tinggi diharapkan mampu memenuhi Tri Dharma Perguruan Tinggi, melaksanakan misi Universitas Indonesia (UI) dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sebagai world class research university, menjalankan fungsi perguruan tinggi sebagai lembaga pengabdian kepada masyarakat, menyumbang lulusan FKUI yang memiliki nilai-nilai seven stars doctor, serta meningkatkan kerjasama antar sivitas akademik di lingkungan FKUI. Bagi masyarakat dan subjek penelitian,

diharapkan dapat memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah kesehatan respirasi, mengetahi kondisi kesehatan respirasi di masyarakat melalui angka prevalensi sehingga dapat dijadikan acuan untuk pemerintah dalam membuat kebijakan, serta diharapkan hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk penelitian selanjutnya. Bagi pemerintah diharapkan memperoleh manfaat melalui perolehan data prevalensi masalah kesehatan respirasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan melalui penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, yang mana ditujukan untuk mengetahui angka prevalensi masalah kesehatan respirasi di masyarakat serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pengumpulan datanya melalui pengisian kuesioner door to door ke rumah-rumah responden. Pertanyaan dalam kuesioner diberikan dalam bentuk tanya jawab (wawancara). Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar dari Departemen Pulmonologi. Dari penelitian besar tersebut dipecah dalam lima penelitian kecil yang mencari hubungan beberapa faktor terkait dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi. Beberapa faktor yang dibahas hubungannya ialah tingkat pengetahuan, sikap, perilaku, kondisi lingkungan, serta sarana prasarana kesehatan yang tersedia Penelitian ini dilakukan di Jakarta pada bulan Oktober 2011 hingga Februari 2013. Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus tahun 2012, bertempat di rumah susun di Jakarta, antara lain Rumah Susun Tanah Tinggi (Jakarta Pusat), Rumah Susun Penjaringan (Jakarta Utara), serta Rumah Susun Tambora (Jakarta Barat). Sumber data yang digunakan untuk analisis merupakan data primer yang diperoleh melalui kuesioner, di mana tim peneliti menggunakan teknik wawancara. Populasi target dari penelitian ini adalah masyarakat Jakarta yang bertempat tinggal di rumah susun. Populasi terjangkaunya ialah masyarakat yang tinggal di rumah susun Tanah Tinggi, Penjaringan dan Tambora. Sampel penelitian adalah keluarga dalam populasi terjangkau yang terpilih secara acak, di mana setiap keluarga terpilih akan diwakilkan oleh seorang responden untuk menjawab pertanyaan kuesioner. Estimasi besar sampel yang digunakan dalam studi cross-sectional dirumuskan sebagai berikut:

!1 =!"!×!  ×!

!!

Hubungan antara..., Veronika Cahya Wijaya, FK UI, 2013

Page 3: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Prevalensi

Keterangan: n = jumlah sampel minimum Zα = nilai distribusi normal baku pada α (0,1) = 1,96 p = proporsi penyakit paru, belum diketahui = 0,5 q = (1-p) = 0,5 L = tingkat absolut = 10% Berdasarkan rumus tersebut, hasil sampel minimum yang dibutuhkan adalah:

!1 =1.96!×0.5×0.5

0,1!

!1 = 96.04 ≈ 97 Sebagai antisipasi adanya kemungkinan drop out akibat data yang tidak lengkap/hilang/rusak/tidak bisa dipakai, peneliti menambahkan nilai 10% sesuai dengan rumus berikut:

!2 = !1 + 10%  !  !1 !2 = 97 + 10%  !  97

!2 = 107 Dengan demikian diperoleh 107 responden sebagai jumlah minimum dalam penelitian ini. Pada prakteknya dilapangan kesepakatan peneliti ialah mewawancarai 120 responden sebagai pertimbangan kemungkinan kriteria drop out melebihi 10%. Kriteria wajib yang dipenuhi responden adalah berdomisili di rumah susun dan terpilih secara acak, bersedia mengisi kuesioner dengan jujur dan menandatangani informed consent, serta mampu berkomunikasi dengan baik. Kondisi yang membuat subjek dikeluarkan dari kriteria inklusi adalah menolak berpartisipasi, tidak mampu berkomunikasi, serta responden tidak berada d tempat/tidak dapat ditemui. Pemilihan responden didahului dengan pendataan seluruh rumah susun tingkat menengah ke bawah dalam wilayah Jakarta. Secara random dipilih 3 rumah susun. Ketiga rumah susun yang terpilih berlokasi di 3 kodya berbeda, yakni Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Secara berurutan antara lain: Rumah Susun Penjaringan, Rumah Susun Tanah Tinggi dan Rumah Susun Tambora. Dari masing-masing rumah susun, dimintakan data penghuni kepada kepala rumah susun. Kemudian dipilih sebanyak total 120 responden secara simple random sampling. Variabel dependen pada penelitian ini adalah kesehatan respirasi sedangkan variabel independennya adalah tingkat pengetahuan. Terdapat beberapa variable perancu yang ikut mempengaruhi kesehatan respirasi, antara lain: kelainan genetik, sikap, perilaku, kebiasaan merokok, kondisi lingkungan, sarana-prasarana kesehatan dan lain-lain. Peneliti mendatangi tempat tinggal responden yang telah terpilih dengan simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan secara door to door, yakni peneliti langsung menemui responden di tempat tinggalnya. Bila sampel terpilih menolak berpartisipasi, peneliti menggunakan rumah pada nomor selanjutnya. Bila informed consent bersedia diisi, barulah pengambilan data dapat dilakukan.

Kuesioner diisi oleh responden dengan teknik wawancara. Peneliti membacakan pertanyaan satu per satu dan responden menjawab secara lisan, dengan jawaban benar atau salah. Penelitian ini telah melalui persetujuan/izin dari dr. Elisna Syahruddin, PhD, Sp.P(K) selaku pembimbing dan persetujuan dari pengelola modul riset sebelum terjun ke lapangan. Sebelum melakukan pengambilan data, responden diberi penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan dan menjamin kerahasiaannya. Subjek berhak menolak apabila tidak ingin bergabung dalam penelitian ini. Bentuk persetujuan responden ditunjukkan dengan kesediaan menandatangi informed consent dan menjawab kuesioner yang diberikan dengan sebenar-benarnya. Kepada responden diberikan souvenir sebagai tanda terimakasih telah ikut berpartisipasi. 3. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dari 120 responden memenuhi kriteria inklusi sehingga seluruhnya dapat dipergunakan. Pada masing-masing responden ditanyakan status kesehatan respirasi pada masing-masing anggota keluarga/teman tinggal, sehingga secara keseluruhan didapatkan persebaran status kesehatan respirasi untuk seluruh anggota keluarga/teman yang tinggal bersama responden, sebanyak 513 orang.

Tabel 1. Persebaran status kesehatan respirasi responden dan keluarga/teman tinggal

No Jenis masalah kesehatan

respirasi Jumlah

1 PPOK Ada 9 1,8%

Tidak ada 504 98,2%

2 Batuk kronik Ada 3 0,6%

Tidak ada 510 99,4%

3 TB Ada 39 7,6%

Tidak ada 474 92,4%

4 Asma Ada 5 1%

Tidak ada 508 99%

5 Pneumonia Ada 1 0,2%

Tidak ada 512 99,8%

6 ISPA Ada 169 32,9%

Tidak ada 344 67,1%

7 Jamur Ada 4 0,8%

Tidak ada 509 99,2%

Hubungan antara..., Veronika Cahya Wijaya, FK UI, 2013

Page 4: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Prevalensi

Tabel di atas menggambarkan persebaran gangguan kesehatan respirasi responden dan keluarga/teman tinggal yang telah didiagnosis oleh dokter. Dari tabel di atas disimpulkan Kasus terbanyak ialah ISPA yakni 32,9%.

Tabel 2. Persebaran status kesehatan respirasi

responden berdasarkan diagnosis

No Jenis masalah kesehatan

respirasi Jumlah

1 PPOK Ada 1 0,8%

Tidak ada 119 99,2%

2 Batuk kronik Ada 0 0%

Tidak ada 120 100%

3 TB Ada 8 6,7%

Tidak ada 112 93,3%

4 Asma Ada 3 2,5%

Tidak ada 117 97,5%

5 Pneumonia Ada 0 0%

Tidak ada 120 100%

6 ISPA Ada 33 27,5%

Tidak ada 87 72,5%

7 Jamur Ada 0 0%

Tidak ada 120 100%

Tabel 2 menggambarkan persebaran gangguan kesehatan respirasi responden yang telah didiagnosis oleh dokter. Dari tabel di atas disimpulkan tidak ditemukan batuk kronik, pneumonia dan gangguan respirasi akibat jamur. Sisanya ditemukan adanya PPOK, TB, asma dan ISPA dalam jumlah kecil.

Gambar 1. Persebaran status kesehatan respirasi Gambar 1 merangkum data persebaran status kesehatan respirasi, baik pada responden dan keluarga/teman tinggal, maupun pada responden saja. Dari total 513 data responden dan keluarga/teman tinggalnya, didapatkan sebanyak 215 orang (42%) memiliki/pernah memiliki penyakit respirasi, sedangkan 298 lainnya (58%) dinyatakan

bebas dari gangguan kesehatan respirasi. Penentuan konsep sehat dan sakit ini didasarkan dari data penyakit respirasi yang pernah diderita dan telah dikonfirmasi diagnosisnya oleh tenaga medis, dengan distribusi jumlah responden yang pernah atau memilikinya dari masing-masing penyakit telah tertera pada tabel 1.

Hubungan antara..., Veronika Cahya Wijaya, FK UI, 2013

Page 5: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Prevalensi

Merujuk pada tabel 2, disimpulkan sebanyak 43 responden (36%) dinyatakan memiliki/pernah memiliki penyakit respirasi, sedangkan 77

responden lainnya (64%) dinyatakan tidak pernah memiliki penyakit respirasi.

Tabel 3. Pengetahuan Responden mengenai masalah kesehatan respirasi

No Pernyataan Jawaban Responden

1 Semua penyakit saluran pernapasan berupa penyakit menular. Benar 74 61,7%

Salah 46 38,3%

2 Lingkungan dan kebiasaan hidup memiliki pengaruh yang kecil terhadap perkembangan

masalah kesehatan saluran pernapasan.

Benar 59 49,2%

Salah 61 50,8%

3 Keturunan merupakan faktor resiko yang berpengaruh paling besar terhadap perkembangan

masalah kesehatan saluran pernapasan.

Benar 80 66,7%

Salah 40 33,3%

4 Sesak dada bukan merupakan gejala adanya masalah saluran pernapasan. Benar 57 47,5%

Salah 63 52,5%

5 Batuk yang tidak kunjung sembuh selama 3 minggu dan hilang timbul setelah pemberian

obat adalah batuk kronik.

Benar 100 83,3%

Salah 20 16,7%

6 Flu merupakan masalah kesehatan saluran pernapasan yang diakibatkan oleh infeksi. Benar 81 67,5%

Salah 39 32,5%

7 Perokok aktif memiliki resiko yang lebih besar untuk mengidap masalah kesehatan saluran

pernapasan dibandingkan dengan perokok pasif.

Benar 73 60,8%

Salah 47 39,2%

8 Bahan kimia yang terkandung di dalam rokok dapat mengakibatkan masalah kesehatan pada

saluran pernapasan.

Benar 117 97,5%

Salah 3 2,5%

9 Lingkungan yang tepat untuk merokok ialah di dalam ruangan. Benar 14 11,7%

Salah 106 88,3%

10 Pekerja buruh tambang batubara, tukang cat/kayu dapat mengalami permasalahan kesehatan

saluran pernapasan karena bahan-bahan kimia di lingkungan kerjanya.

Benar 116 96,7%

Salah 4 3,3%

11 Lingkungan perkotaan yang padat penduduk lebih mungkin menyebabkan masalah

kesehatan saluran pernapasan dibandingkan daerah pedesaan.

Benar 117 97,5%

Salah 3 2,5%

12 Kelembapan dalam rumah tidak berpengaruh terhadap kesehatan saluran pernapasan Benar 49 40,8%

Salah 71 59,2%

13 Bakteri, virus, dan jamur dapat memicu permasalahan kesehatan saluran pernapasan. Benar 103 85,8%

Salah 17 14,2%

14 Udara dapat menjadi medium/perantara penularan penyakit saluran pernapasan. Benar 110 91,7%

Salah 10 8,3%

15 Penularan penyakit saluran pernapasan dapat melalui sentuhan Benar 36 30%

Salah 84 70%

Menjawab >10 pertanyaan dengan benar 71 59,2%

Menjawab <10 pertanyaan dengan benar 49 40,8%

Tabel 3 menggambarkan tingkat pengetahuan responden terhadap masalah kesehatan respirasi. Dari analisis didapatkan hasil 59,2% menjawab > 10

pertanyaan dengan benar dan 40,8% menjawab < 10 pertanyaan dengan benar.

Hubungan antara..., Veronika Cahya Wijaya, FK UI, 2013

Page 6: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Prevalensi

Tabel 4. Hubungan tingkat pengetahuan dengan status kesehatan respirasi

Status kesehatan respirasi

Uji Kemaknaan

P

Sakit Tidak sakit

N % N %

Tingkat pengetahuan bawah rata-rata 18 15 31 25.8

Chi-square 0,864 atas rata-rata 25 20,8 46 38,3

Tabel 4 menunjukkan hubungan tingkat pengetahuan sebagai variabel bebas dengan status kesehatan respirasi responden sebagai variabel terikatnya. Dari tabel di atas didapatkan sebanyak 43 responden yang memiliki/pernah memiliki masalah kesehatan respirasi, 18 orang (15%) diantaranya memiliki tingkat pengetahuan di bawah rata-rata, sedangkan 25 orang lainnya (20,8%) memiliki tingkat pengetahuan di atas rata-rata. Dari 77 responden

yang dinyatakan tidak pernah menderita gangguan kesehatan respirasi, didapatkan 31 orang (25,8%) di antaranya memiliki tingkat pengetahuan di bawah rata-rata dan 46 orang lainnya (38,3%) memiliki tingkat pengetahuan di atas rata-rata. Berdasarkan uji kemaknaan dengan uji chi-square didapatkan nilai p=0,864 yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara dua variabel yang dibandingkan.

Gambar 2. Persebaran jenis kelamin dan usia responden berdasarkan produktivitasnya Gambar 2 menunjukkan persebaran jenis kelamin dan usia responden berdasarkan produktivitasnya. Dari 120 responden didapatkan sebanyak 71 responden (59%) berjenis kelamin laki-laki, dan 49 responden lainnya (41%) berjenis kelamin perempuan. Dari 120 responden didapatkan sebanyak 116 responden (97%) berada dalam usia produktif dan 4 responden lainnya (3%) berada di

usia tidak produktif. Usia responden termuda ialah 16 tahun, dan tertua ialah 75 tahun. Pembagian usia produktif dan tidak produktif berdasarkan data statistik Indonesia, yakni usia 15-64 tahun dinyatakan usia produktif dan lebih dari 64 tahun dinyatakan usia non produktif.

Hubungan antara..., Veronika Cahya Wijaya, FK UI, 2013

Page 7: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Prevalensi

Gambar 3. Persebaran tingkat pendidikan responden Gambar 3 menunjukkan persebaran tingkat pendidikan responden. Dari gambar di atas menunjukkan, dari 120 responden terdapat sebanyak 12 responden (10%) setingkat lulusan S1/D3, 48 responden (40%) setingkat lulusan SMA / SMK / STM / SMEA, 22 responden (19%) setingkat lulusan SMP, 29 responden (24%) setingkat lulusan SD, 1 responden (1%) setingkat lulusan TK, dan 7 responden sisanya (6%) tidak pernah bersekolah.

Dari persebaran data di atas dikelompokkan dalam tingkat pendidikan tinggi dan rendah. Penentuan tingkat pendidikan tersebut berdasarkan wajib belajar 12 tahun yang diterapkan per tahun 2013 di Jakarta. Dari kriteria tersebut didapatkan 60 responden (50%) memiliki tingkat pendidikan tinggi dan 60 responden lainnya (50%) dengan tingkat pendidikan rendah.

Tabel 5. Hubungan tingkat pengetahuan dengan jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan

Tingkat pengetahuan

P bawah rata-rata atas rata-rata Uji

Kemaknaan

N % N %

Jenis kelamin Laki-laki 31 25,8 40 33,3

Chi-square 0,448 Perempuan 18 15 31 25,8

Usia Produktif 49 40,8 67 55,8

Fisher 0,144 Non-produktif 0 0 4 3,3

Tingkat pendidikan Rendah 20 16,7 40 33,3

Chi-square 0,095 Tinggi 29 24,2 31 25,8

Tabel 5 menunjukkan gambaran hubungan antara tingkat pengetahuan dengan beberapa variabel lainnya, yakni jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari responden didapatkan dari 49 responden dengan tingkat pengetahuan di bawah rata-rata diperoleh 31 orang (25,8%) diantaranya berjenis kelamin laki-

laki, 18 sisanya (15%) berjenis kelamin perempuan. Dari 71 orang dengan tingkat pengetahuan di atas rata-rata diperoleh 40 orang (33,3%) adalah laki-laki dan 31 lainnya ialah perempuan (25,8%). Dari hasil uji kemaknaan dengan chi-square diperoleh nilai p=0,448 yang berarti tidak ada hubungan antara 2 variabel yang dibandingkan.

10%  

40%  19%  

24%  

1%   6%  

s1/d3  

sma/smk/stm/smea  

smp  

sd  

tk  

3dak  sekolah  

Hubungan antara..., Veronika Cahya Wijaya, FK UI, 2013

Page 8: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Prevalensi

Untuk uji hubungan antara variabel usia dengan tingkat pengetahuan didapatkan persebaran data, yakni sebjumlah 49 responden dengan pengetahuan di bawah rata-rata didapatkan keseluruhannya (40,8%) berada pada usia produktif, tidak ada satupun berada pada usia non produktif (0%), sedangkan pada 71 responden dengan pengetahuan di atas rata-rata diperoleh sebanyak 67 orang (55,8%) berada pada usia produktif dan 4 orang (3,3%) berada di usia non-produktif. Dari hasil uji kemaknaan dengan uji fisher, diperoleh nilai p=0,144. Dari uji hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan diperoleh data sebanyak 49 responden dengan tingkat pengetahuan di bawah rata-rata, sebanyak 20 orang (16,7%) diantaranya memiliki tingkat pendidikan rendah dan 29 lainnya (24,2%) dengan tingkat pendidikan tinggi. Dari 71 responden dengan pengetahuan di atas rata-rata, sebanyak 40 orang (33,3%) memiliki tingkat pendidikan rendah, sedangkan 31 orang lainnya (25,8%) memiliki tingkat pendidikan tinggi. Berdasarkan uji kemaknaan dengan chi-square diperoleh nilai p=0,095, dengan demikian tidak terdapat hubungan antara kedua variabel yang diujikan. 4. Pembahasan Gambar 1 menunjukkan keseluruhan masalah kesehatan respirasi yang telah didiagnosis. Berdasarkan tabel 2 diperlihatkan persebaran penyakit respirasi pada responden yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Sebesar 27,5% responden pernah menderita ISPA, sedangkan berdasarkan data responden dan teman tinggal ada sekitar 32,9%. Dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2007 mengenai penderita ISPA khususnya di Jakarta ialah 22,6%.10 Hasil tersebut masih lebih rendah dibandingkan hasil penelitian ini. Pada penelitian ISPA akut di Ciradas Bandung menunjukkan dari 100 orang responden yang merupakan kelompok ibu-ibu dengan anak balita, dijumpai 71% menderita ISPA dalam 3 bulan terakhir, dan 29% lainnya tidak.11 Kondisi tersebut lebih tinggi dibandingkan penelitian ini. Prevalensi TB ialah sekitar 6,7%, lebih tinggi dari data pada Riskesdas 2007 yang menyebutkan sebesar 1,26%.10 Data dari poliklinik Rumah Sakit Puspol RS Sukanto menyatakan sebanyak 4.518 total kunjungan kasus TB di tahun 2009, dengan 102 (92,26%) di antaranya merupakan kasus baru. Pada tahun 2008 terdapat 3.375 kunjungan dengan 184 orang kasus baru (5,25%). Serta di tahun 2007 tercatat 2.984 kunjungan dengan 518 orang kasus baru (17,36%).12 Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar menunjukkan prevalensi TB paru sebesar 42,6%.13 Prevalensi PPOK didapatkan sebesar 0,8%. Berdasarkan penelitan di Denpasar menunjukkan prevalensi sebesar 14,8%.13 Tidak

dijumpai pneumonia pada sampel, namun pada laporan Riskesdas 2007 dilaporkan sebanyak 1,67%,10 sedangkan pada penelitian di Denpasar menunjukkan 8,3%.13 Prevalensi asma pada penelitian sebesar 2,5%, sedangkan pada Riskesdas 2007 belum ada angka prevalensinya, namun dimungkinkan dalam kisaran 2-5%.10 Tidak ditemukan pula gangguan batuk kronik maupun infeksi jamur pada responden. Kesimpulan yang diperoleh ialah 36% responden mengalami masalah kesehatan respirasi dan 64% lainnya tidak mengalami masalah kesehatan respirasi. Perbedaan sebaran penyakit di berbagai daerah dalam penelitian ini dan penelitian lain yang digunakan sebagai acuan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor selain pengetahuan. Antara lain faktor sebaran usia, genetik, perilaku merokok, lingkungan, zat iritan tertentu pada lingkungan maupun pada mata pencaharian tertentu dan lain-lain. Pengetahuan merupakan hasil tahu dari suatu informasi yang diperoleh melalui sistem indera, yakni indera penglihatan, pendengaran, penhidu, pengecap dan peraba; meskipun sebagian besar informasi diperoleh melalui indera penglihatan dan pendengaran.14 Pada tabel 3 menggambarkan tingkat pengetahuan responden terhadap masalah kesehatan respirasi. Pada poin pertanyaan pertama mengukur tingkat pengetahuan responden terhadap penyakit respirasi sebagai penyakit menular, dan hasilnya sebanyak 61,7% responden menjawab dengan benar. Pada poin kedua, hendak mengukur tingkat pengetahuan responden mengenai peran lingkungan dan kebiasaan hidup terhadap timbulnya penyakit. hasilnya sebanyak 50,8% responden menjawab dengan benar. Kedua poin pertanyaan pertama ini dijawab dengan benar oleh lebih dari 50% responden yang berpartisipasi. Poin pertanyaan ketiga mengenai keterlibatan faktor genetik pada penyakit respirasi hanya dijawab dengan benar oleh 33,3% responden. Poin keempat, lima dan enam mengukur pengetahuan responden terhadap gejala gangguan respirasi. Hasil koreksi benar berturut-turut adalah 52,5%, 16,7% dan 67,5%. Didapatkan pengertian bahwa sebagian besar responden mengetahui korelasi gejala sesak dada dan flu sebagai gejala gangguan respirasi, namun tidak dengan batuk kronik. Poin ketujuh hingga duabelas menunjukkan pengaruh lingkungan terhadap kondisi kesehatan respirasi. Secara berturut-turut diperoleh koreksi jawaban benar sebagai berikut: 39,2%, 97,5%, 88,3%, 96,7%, 97,5%, dan 40,8%. Sebagian besar responden mengetahui kaitan bahan kimia dalam rokok dan jenis pekerjaan tertentu memiliki resiko tinggi mengidap gangguan respirasi. Namun kurang dari 50% responden yang mengetahui bahaya perokok pasif dan pengaruh kelembapan lingkungan. Pada poin berikutnya sebanyak 85,8% responden mengetahui kaitan mikroorganisme terhadap kemunculan penyakit respirasi. Pada 2 poin pertanyaan terakhir hendak mengukur pengetahuan

Hubungan antara..., Veronika Cahya Wijaya, FK UI, 2013

Page 9: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Prevalensi

responden mengenai sarana transmisi/penularan penyakit respirasi. Sekitar 91,7% responden mengetahui peranan udara sebagai medium perantara dalam penularan, namun hanya 30% yang mengetahui peranan sentuhan sebagai medium perantara penularan. Dari hasil pengolahan data tersebut dilakukan scorring untuk menentukan rata-rata nilai responden untuk dijadikan acuan dalam menentukan banyaknya responden yang menjawab dengan benar di atas rata-rata dan di bawah rata-rata. Hasilnya sebanyak 71 responden (59,2%) responen menjawab dengan benar dengan poin di atas rata-rata dan 49 responden lainnya (40,8%) memiliki skor di bawah rata-rata. Bila dibandingkan dengan penelitian di Ciradas, diperoleh hasil sebanyak 46,1% kelompok dengan tingkat pengetahuan sedang dan 53,9% dengan tingkat pengetahuan tinggi.11 Perbedaan tingkat pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti tingkat pendidikan, akses informasi yang tersedia baik melalui telemedia maupun pemberian informasi melalui kegiatan penyuluhan, serta keinginan untuk mencari informasi di berbagai media yang ada.11

Dari hasil penelitian di Kelurahan Ciradas, Bandung, yang bertujuan mencaari hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan angka kejadian ISPA pada anak balita menunjukkan hubungan bermakna.11 Pada penelitian ini didapatkan nilai p=0,864 sehingga hipotesis 0 diterima yakni tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan masalah kesehatan respirasi. Hal ini dikarenakan banyaknya faktor lain yang memiliki peran lebih besar dalam menyebabkan gangguan respirasi. Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa pengetahuan erat kaitannya dengan perilaku seseorang (behavior). Tingkatan pengetahuan antara lain tahu, paham, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.14 Adapun pada rujukan penelitian sebelumnya, yakni pada penelitian di Ciradas, Bandung menunjukkan tingkat pengetahuan responden berada dalam kategori sedang (46,1%) dan tinggi (53,9%). Tidak ada responden dengan tingkat pengetahuan rendah. Adapun angka kejadian ISPA yang masih tinggi disebabkan oleh karena responden hanya berada dalam tahap tahu, dan belum memahami dengan benar, mengaplikasikannya, menganalisa, mensintesis hingga mengevaluasinya.11 Sama halnya dengan penelitian ini dimungkinkan tingkat pengetahuan responden belum berada dalam tingkat memahami hingga dapat mengevaluasi sehingga perubahan perilaku yang diharapkan tidak nampak dan ditunjukkan dengan hubungan tidak bermakna antara kedua variabel ini. Gambar 2 memberikan gambaran persebaran jenis kelamin responden yakni sebesar 71 responden (59%) berjenis kelamin laki-laki. Dan 49 responden sisanya (41%) berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan suatu study di China, mengenai hubungan antara faktor-faktor sosioekonomi dengan

prevalensi PPOK, didapatkan data dari total 49.363 responden, diperoleh sebaran 23.218 (47%) merupakan laki-laki dan 26.145 (53%) merupakan perempuan.15,16 Responden pada penelitian ini lebih didominasi oleh laki-laki sedangkan pada penelitian rujukan lebih didominasi oleh perempuan. Berdasarkan tabel 5 ditunjukkan hubungan tingkat pengetahuan dengan variabel jenis kelamin. Didapatkan dari 49 responden dengan tingkat pengetahuan di bawah rata-rata terdapat 31 orang (25,8%) diantaranya berjenis kelamin laki-laki dan 18 orang (15%) berjenis kelamin perempuan. Selain itu 71 orang dengan tingkat pengetahuan tinggi terbagi atas 40 orang (33,3%) berjenis kelamin laki-laki dan 31 orang (25,8%) berjenis kelamin perempuan. Dengan analiss uji chi square diperoleh nilai p=0,448. Dengan hasil demikian (p>0,05) diperoleh hasil tidak bermakna. Pada study uji hubungan prevalensi PPOK dengan faktor-faktor sosioekonomi didapatkan dari total responden sebanyak 49.363 orang, terbagi atas beberapa kelompok usia, yakni 7.929 responden (16%) dalam rentang usia 15-29 tahun, 11.536 responden (23,4%) dalam rentang usia 30-39 tahun, 12.133 responden (24,6%) dalam rentang 40-49 tahun, 11.067 responden (22,4%) dalam rentang 50-59 tahun dan 6.698 responden (13,6%) berusia antara 60-69 tahun.15,16 Pada gambar 2 dengan total 120 responden, digunakan klasifikasi berbeda sesuai data statistik Indonesia sesuai penggolongan usia produktif dan non produktif yakni kisaran 15-64 tahun sebagai usia produktif dan di atas 64 tahun sebagai usia tidak produktif. Dari 120 responden tersebut diperoleh data sebanyak 116 orang (97%) berada dalam kisaran usia produktif dan 4 orang lainnya (3%) non produktif. Berdasarkan uji hubungan antara dua variabel yakni tingkat pengetahuan dan usia (tabel 5), diperoleh data sebagai berikut. Dari 49 responden dengan tingkat pengetahuan di bawah rata-rata diperoleh sebanyak 49 responden (40,8%) berada pada usia produktif. Pada 71 responden yang memiliki pengetahuan di atas rata-rata didapatkan 67 orang (55,8%) diantaranya berada pada usia produktif dan 4 orang (3,3%) berada di usia tidak produktif. Dengan uji kemaknaan dengan menggunakan fisher, diperoleh hasil p=0,144 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan tingkat usia. Dari suatu study Margareta dkk, didapatkan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan usia. Tingkat pengetahuan yang baik didapatkan dari kelompok usia muda. Dari suatu data tabel ditunjukkan nilai p antara usia dengan pengetahuan dikaitkan dengan 3 poin yang ditanyakan dalam kuesioner pengetahuan. Ketiga poin tersebut antara lain penyebab eksaserbasi, apa yang terjadi pada saat eksaserbasi dan tindakan yang harus dilakukan saat eksaserbasi. Dari ketiganya diperoleh hasil p berturut-turut yakni <0,01, <0,01 dan 0,02.43 Perbedaan antara kedua penelitian ini

Hubungan antara..., Veronika Cahya Wijaya, FK UI, 2013

Page 10: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Prevalensi

dimungkinkan karena beberapa perbedaan dalam metodologi dan teknis yang digunakan seperti perbedaan responden, lokasi, jumlah responden yang diikutsertakan. Gambar 3 menunjukkan persebaran tingkat pendidikan responden, di mana dari 120 responden diperoleh 12 responden (10%) setingkat S1/D3, 48 responden (40%) setingkat SMA/SMK/SMEA/STM, 22 responden (19%) setingkat SMP, 29 responden (24%) setingkat SD, 1 responden (1%) setingkat TK dan 7 responden (6%) tidak pernah bersekolah. Dari hasil penelitian yang dilakukan di China, sebagai study berbandingan antara prevalensi PPOK dengan faktor sosioekonominya diperoleh datadari total 49.363 responden, sebanyak 11.449 diantaranya (23,2%) mendapatkan pendidikan minimal 12 tahun, sebanyak 16.465 responden (33,4%) mendapatkan pendidikan di salam kisaran 9-11 tahun, dan 21.449 lainnya (43,5%) mendapatkan pendidikan kurang dari 9 tahun.15,16 Bila dibandingkan, dari penelitian ini didapatkan sebanyak 60 responden (50%) memiliki tingkat pendidikan yang memenuhi kriteria wajib belajar 12 tahun dan 60 responden lainnya (50%) memiliki tidak memenuhi kriteria tersebut. Bila dibandingkan dengan penelitian rujukan, jumlah responden yang memenuhi kriteria wajib belajar 12 tahun lebih banyak dibandingkan pada penelitian rujukan. Tabel 5 menunjukkan hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat pendidikan. Dari 49 responden yang memiliki tingkat pengetahuan di bawah rata-rata, didapatkan 20 orang (16,7%) memiliki tingkat pendidikan dalam kisaran rendah dan 29 lainnya (24,2%) dalam kisaran tinggi. Dari 71 responden yang memiliki pengetahuan di atas rata-rata, didapatkan 40 orang (33,3%) dengan tingkat pendidikan dalam kisaran rendah dan 31 orang (25,8%) dengan tingkat pendidikan dalam kisaran tinggi. Uji kemaknaan dengan menggunakan chi-square diperoleh hasil p=0,095 (p>0,05) sehingga dinyatakan tidak ada hubungan bermakna. Dari penelitian oleh Margareta dkk, menyatakan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat pendidikan. Dari 3 poin pertanyaan yang diajukan dihubungkan dengan tingkat pendidikan di atas 10 tahun, menunjukkan hasil p berturut-turut yakni 0,02, 0,02, dan 0,16. Hanya 1 poin pertanyaan yakni yang harus dilakukan saat terjadi eksaserbasi, yang menunjukkan hasil tidak bermakna.17 Perbedaan antara kedua penelitian ini dimungkinkan karena beberapa perbedaan dalam metodologi dan teknis yang digunakan seperti perbedaan responden, lokasi, jumlah responden yang diikutsertakan. 5. Kesimpulan Dari 120 responden yang ikut berpartisipasi keseluruhan memenuhi kriteria inklusi, tidak ada

drop out sehingga 120 data tersebut dipergunakan dalam analisis. Tingkat pengetahuan diperoleh dari berbagai faktor. Diharapkan melalui tingkat pengetahuan yang baik ada perubahan perilaku yang mengarah ke perilaku sehat. Dari 120 responden, diperoleh hasil sebanyak 40,8% memiliki pengetahuan di bawah rata-rata dan 59,2% responden memiliki pengetahuan di atas rata-rata. Sebanyak 36% responden pernah dan/atau sedang memiliki masalah kesehatan respirasi dan 64% responden dinyatakan memiliki status kesehatan respirasi yang baik. Persebaran jenis kelamin responden ialah sebanyak 59% adalah laki-laki dan 41% sisanya merupakan perempuan. Berdasarkan usia responden, diperoleh sebanyak 97% responden berada dalam kisaran usia produktif dan 3% sisanya pada usia tidak produktif. Menurut tingkat pendidikannya diperoleh 50% telah memenuhi kriteri wajib belajar 12 tahun dan 50% lainnya belum memenuhi kriteria tersebut. Meskipun jumlah responden yang memiliki pengetahuan di atas rata-rata berjumlah lebih banyak, nyatanya tidak ada hubungan bermakna antara variabel pengetahuan dengan kesehatan respirasi (p>0,05). Hal tersebut mengindikasikan adanya faktor lain yang memiliki peran lebih besar terhadap munculnya masalah kesehatan respirasi, seperti peran lingkungan, sikap, perilaku, faktor genetik dan sebagainya. terkait faktor pengetahuan, sedikitnya ada 6 tingkatan yang terjadi setelah penerimaan informasi, yakni tahu, paham, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Dimungkinkan responden hanya berada hingga tahap tahu, belum sampai memahami sehingga dari ilmu yang dimiliki tersebut belum/tidak diaplikasikan, dianalisis, disintesis dan dievaluasi hingga akhirnya mampu mengubah perilakunya menjadi perilaku yang sehat. Berdasarkan uji kemaknaan antara tingkat pengetahuan dengan sejumlah faktor seperti jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan, keseluruhan memberikan nilai p>0,05 yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan faktor-faktor tersebut. 6. Saran Terkait tingginya angka kejadian masalah kesehatan respirasi, diharapkan masyarakat lebih peduli terhadap kesehatannya. Mengingat banyaknya faktor yang ikut terlibat, diharapkan pula adanya peran aktif masyarakat untuk peduli terhadap sikap, perilaku dan kesehatan lingkungan tempat tinggal yang dapat turut mempengaruhi kesehatan respirasi. Tingkat prevalensi masalah kesehatan respirasi yang masih cukup tinggi baik di dunia dan di Indonesia khususnya, diharapkan peran serta pemerintah untuk meningkatkan kesehatan respirasi di masyarakat melalui upaya penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat, serta mengedukasikan sikap, perilaku dan faktor lingkungan yang dapat

Hubungan antara..., Veronika Cahya Wijaya, FK UI, 2013

Page 11: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Prevalensi

meningkatkan resiko terjangkitnya masalah kesehatan respirasi. Selain tingkat pengetahuan, masih banyak faktor lainnya yang mempengaruhi prevalensi masalah kesehatan respirasi. Oleh karenanya diperlukan penelitian lainnya untuk mencari tahu lebih lanjut. 7. Kepustakaan 1. Misnadiarly. Penyakit Infeksi Saluran Napas

Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer; 2008.

2. Mosenifar, Z. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. [serial online]. 2012 [cited 2013 Januari 6]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/297664-overview#a0156.

3. Morris, M.J. Asthma. [serial online]. 2012 [cited 2013 Januari 6]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#a0156.

4. Herchline, T.E. Tuberculosis. [serial online]. 2012 [cited 2013 Januari 6]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview#a0156.

5. Anonymous. Asthma. [serial online]. 2012 [cited 2013 Januari 6]. Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/asthma.html.

6. Keman, S. Kesehatan perumahan dan lingkungan perumahan. Jurnal kesehatan lingkungan. 2005; 2(1): 29-42.

7. Rosita R, Soepardi J, Brahim R, Sitohang V, Zulkarnaen I (Ed), et al. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta: Kementrerian Kesehatan RI; 2011.

8. WHO. Global Health Observatory Data Repository: Tuberculosis. [serial online]. 2012 [cited 2013 Januari 6]. Available from: http://apps.who.int/gho/data/.

9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Konsensus ASMA: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Penulis; 2003.

10. Soendoro T. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007: Laporan Nasional 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 2008.

11. Wardhani, E., Kancitra, P., Sururi, M.R., Kurniati, N. Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial-Ekonomi, dan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Kelurahan Cicadas Kota Bandung. [serial online]. 2010 [cited 2013 Januari 7]. Available from: http://lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2012/06/Hubungan-Faktor-Lingkungan.pdf.

12. Setiawati, M. Hubungan Perilaku Individu tentang Penularan dan Pengobatan TBC di Poliklinik Rumah Sakit Puspol R.S Sukanto Jakarta. [serial online]. 2010 [cited 2013 Januari 14]. Available from: http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/206312034/bab1.pdf.

13. Sajinadiyasa, I. G. K., Bagiada, I. M., Rai, I. B. N. Prevalensi dan Faktor Risiko Merokok terhadap Penyakit Paru di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 14 Januari 2013. Jurnal penyakit dalam. 2010; 11(2): 91-95.

14. Agusniarti, D.W. Pengetahuan dan Sikap Ibu dalam Penanganan Diare pada Balita. [serial online]. 2008 [cited 2013 Januari 7]. http://www.scribd.com/doc/58621470/Hubungan-Pengetahuan-Dan-Sikap-Ibu-Dengan-Kejadian-Diare-Pada-Balita.

15. Yin, P., Zhang, M., Li, Y., Jiang, Y., Zhao, W. Prevalence of COP and Its association with Socioeconomic Status in China: Findings from China Chronic Disease Risk Factor Surveillance 2007. [serial online]. 2011 [cited 2013 Februari 3]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3152537/.

16. Yin, P., Zhang, M., Li, Y., Jiang, Y., Zhao, W. Prevalence of COP and Its association with Socioeconomic Status in China: Findings from China Chronic Disease Risk Factor Surveillance 2007. [serial online]. 2011 [cited 2013 Februari 3]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3152537/table/T1/.

17. Emtner, M., Hedin, A., Andersson, M., Janson, C. Impact of Patient Characteristics, Education and Knowledge on Emergency Room Visits in Patients with Asthma and COPD: A Descriptive and Correlative Study. [serial online]. 2009 [cited 2013 Februari 3]. Available from: http://www.biomedcentral.com/1471-2466/9/43#sec3.

Hubungan antara..., Veronika Cahya Wijaya, FK UI, 2013