Upload
susannataliab
View
10
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
anestesi
Citation preview
HEPARIN DAN ASAM TRANEKSAMAT
Astrid Lasmono*, Wahyu Hendarto**
ABSTRACT
Anticoagulant used to prevent blood clotting by inhibiting the formation or inhibit the function of
several blood clotting factors needed to prevent the spread and formed thrombus and embolism,
as well as to prevent the freezing of blood in vitro in the laboratory or transfusion. Oral
anticoagulants and heparin inhibit fibrin formation and is used prophylactically to reduce the
incidence of venous thromboembolism especially. In an already formed thrombus,
anticoagulation only prevent the growing thrombus and reduce the possibility of embolism, but
does not reduce thrombus. Tranexamic acid is a competitive inhibitor of plasminogen activator
and inhibitor of plasmin. Plasmin itself serves destroy fibrinogen, fibrin and other blood clotting
factors, therefore tranexamic acid can be used to help overcome excessive bleeding due to
fibrinolysis.
Key words : anticoagulant, heparin, tranexamic acid
ABSTRAK
Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat
pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah yang diperlukan untuk
mencegah terbentuk dan meluasnya trombus dan emboli, maupun untuk mencegah bekunya
darah in vitro pada pemeriksaan laboratorium atau transfusi. Antikoagulan oral dan heparin
menghambat pembentukan fibrin dan digunakan secara profilaktik untuk mengurangi insidens
1
tromboemboli terutama pada vena. Pada trombus yang sudah terbentuk, antikoagulan hanya
mencegah membesarnya trombus dan mengurangi kemungkinan terjadinya emboli, tetapi tidak
memperkecil trombus. Asam traneksamat merupakan penghambat kompetitif dari aktivator
plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen,
fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk
membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan.
Kata kunci : antikoagulan, heparin, asam traneksamat
*Coassistant Anestesi FK Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 2013 – 23 Maret 2013
**Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif BLU RSUD Kota Semarang
2
PENDAHULUAN
Penggunaan antikoagulan merupakan hal menarik bagi dunia medis sejak masa
Hippocrates (460 – 380 Sebelum Masehi). Hippocrates menganjurkan pemberian anggur putih
untuk membuat darah menjadi encer pada wanita dengan darah menstruasi yang sedikit. Pada
jaman dahulu juga dikenal beberapa ekstrak tanaman dengan istilah pengencer darah. Galen
(131-201 M) berfikir bahwa darah terlalu kental pada beberapa pasiennya, sehingga dia
menyarankan untuk menjadikannya encer dengan cara menimbulkan diare melalui konsumsi
sayuran rhubarb. Pada tahun 1884 Haycraft mengidentifikasi adanya efek antikoagulan pada
saliva lintah, yang dinamakan Hirudin. Namun ekstrak yang dibuatnya masih beracun. Berlanjut
hingga penemuan heparin, salah satu obat tua yang sering digunakan hingga kini. Penemuan
heparin hampir satu abad yang lalu dan membutuhkan waktu bertahun-tahun uji laboratorium ke
manusia.
Tahun 1916, Jay McLean, mahasiswa di Johns Hopkins Medical School, Baltimore,
Amerika Serikat, bekerja pada dosennya, William Henry Howell. Howell menduga cephalin
yang diisolasi dari otak anjing akan menimbulkan aktivasi prothrombin. Ternyata setelah diteliti
oleh McLean, cephalin tidak menimbulkan efek yang diharapkan. Selanjutnya McLean
melanjutkan penelitian menggunakan hepar anjing, yang ternyata menimbulkan perdarahan hebat
pada hewan. Penelitian McLean terhenti karena dia lebih tertarik kembali pada cephalin, yang
menurutnya lebih berguna pada penghentian luka perdarahan pada peperangan. Setelah heparin,
para peneliti memerlukan alternatif antikoagulan yang dapat diberikan peroral.
Pada tahun 1920an, ketika itu banyak sapi dan domba mati karena perdarahan organ
dalam. Penyebabnya adalah konsumsi makanan ternak dari daun dan jerami yang diproses secara
primitif sehingga tumbuh jamur-jamur jenis Penicillium nigricans dan Penicillium jensi. Ternak
3
terhenti perdarahan jika makanan dihentikan atau mendapat transfusi darah hewan sehat. Para
peneliti dari Wisconsin, Amerika Serikat terus mempelajari hal tersebut. Salah seorang peneliti
bernama Karl Link, saat menjalani perawatan sanatorium, mendapat ide untuk menggunakan
bahan penelitiannya sebagai rodentisida (pembunuh tikus). Pembunuhan tikus berhasil dengan
menimbulkan perdarahan internal. Akhirnya, bahan tersebut diberi nama Warfarin, singkatan
dari Wisconsin Alumni Research Foundation. Penemuan antikoagulan jenis baru membutuhkan
waktu lebih kurang 70 tahun
DEFINISI ANTIKOAGULAN
Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat
pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Atas dasar ini
antikoagulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya trombus dan emboli, maupun
untuk mencegah bekunya darah in vitro pada pemeriksaan laboratorium atau transfusi.
Antikoagulan oral dan heparin menghambat pembentukan fibrin dan digunakan secara
profilaktik untuk mengurangi insidens tromboemboli terutama pada vena. Kedua macam
antikoagulan ini juga bermanfaat untuk pengobatan trombosis arteri karena mempengaruhi
pembentukan fibrin yang diperlukan untuk mempertahankan gumpalan trombosit. Pada trombus
yang sudah terbentuk, antikoagulan hanya mencegah membesarnya trombus dan mengurangi
kemungkinan terjadinya embol, tetapi tidak memperkecil trombus.
Antikoagulan dapat dibagi menjadi 3 kelompok : (1) heparin; (2) antikoagulan oral,
terdiri dari derivat 4-hidroksikumarin misalnya: dikumarol, warfarin, dan derivat-derivat indan-
1,3-dion misalnya: anisindion; (3) antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion kalsium,
salah satu faktor pembekuan darah.
4
HEPARIN
Heparin endogen merupakan suatu mukopolisakarida yang mengandung sulfat. Zat ini
disintesis di dalam sel mast dan terutama banyak terdapat di paru. Heparin nampaknya
dibutuhkan untuk penyimpanan histamin dan protease tertentu di dalam granul sel mast. Bila
dilepaskan dari sel mast heparin dengan cepat dihancurkan oleh makrofag. Dalam keadaan
normal heparin tidak dapat dideteksi dalam darah, tetapi pada pasien mastositosis sistemik yang
mengalami degranulasi masif sel mast dapat terjadi perpanjangan aPTT (activated partial
thromboplastin time) nampaknya sebagai akibat penglepasan heparin ke dalam sirkulasi.
FARMAKODINAMIK
Mekanisme kerja
Efek antikoagulan heparin timbul karena ikatannya dengan AT-III. AT-III berfungsi
menghambat protease faktor pembekuan termasuk faktor IIa (trombin), Xa dan IXa, dengan cara
membentuk kompleks yang stabil dengan protease faktor pembekuan. Heparin yang terikat
dengan AT-III mempercepat pembentukan kompleks tersebut sampai 1000 kali. Bila kompleks
AT-III-protease sudah terbentuk heparin dilepaskan untuk selanjutnya membentuk ikatan baru
dengan antitrombin.
Hanya sekitar 1/3 molekul heparin yang dapat terikat kuat dengan AT-III. Heparin berat
molekul tinggi (5.000 – 30.000) memiliki afinitas kuat dengan antitrombin dan menghambat
dengan nyata pembekuan darah. Heparin berat molekul rendah efek antikoagulannya terutama
melalui penghambatan faktor Xa oleh antitrombin, karena umumnya molekulnya tidak cukup
panjang untuk mengkatalisis penghambatan trombin.
5
Terhadap lemak darah, heparin bersifat lipotropik yaitu memperlancar transfer lemak
darah ke dalam depot lemak. Aksi penjernih ini terjadi karena heparin membebaskan enzim-
enzim yang menghidrolisis lemak, salah satu diantaranya ialah lipase lipoprotein ke dalam
sirkulasi serta menstabilkan aktivitasnya. Efek lipotropik ini dapat dihambat oleh protamin.
Fraksi-fraksi berat molekul tinggi High molecular weight (HMW) heparin dengan afinitas
tinggi pada antitrombin secara nyata menghambat pembekuan (koagulasi) darah. Fraksi - fraksi
heparin ini mempunyai MW (berat molekul) berkisar 5.000-30.000. Fraksi-fraksi berat molekul
rendah low molecular weight (LMW) heparin menghambat faktor X yang telah diaktifkan tetapi
mempunyai sedikit efek pada antitrombin dan pada koagulasi, dibandingkan dengan jenis HMW.
Penelitian telah menunjukkan bahwa heparin-heparin LMW, seperti enoxaparin dan delteparin
efektif dalam mencegah terjadinya trombosis vena dalam pada periode pasca operatif. Obat-obat
ini juga telah terbukti efektif dalam pengobatan penyakit tromboembolik vena akut dan
simdroma-sindroma koroner akut
Monitoring terapi
Agar obat efektif mencegah pembekuan dan tidak menimbulkan perdarahan maka
diperlukan penentuan dosis yang tepat, pemeriksaan darah berulang dan tes laboratorium yang
dapat dipercaya hasilnya. Pada saat ini telah terbukti bahwa dosis kecil heparin yang diberikan
subkutan untuk mencegah emboli vena tidak memerlukan pemeriksaan darah berulang. Akan
tetapi karena respons pasien terhadap heparin bervariasi maka mungkin satu atau dua tes untuk
aktivitas heparin diperlukan pada permulaan pengobatan. Monitoring pemeriksaan laboratorium
mungkin diperlukan bila dosis standar heparin diberikan secara intermiten IV atau secara infus
IV. Berbagai tes yang dianjurkan untuk memonitor pengobatan dengan heparin ialah waktu
6
pembekuan darah (whole blood clotting time), partial thromboplastin time (PT), atau activated
partial thromboplastin time (aPTT). Tes aPTT ialah yang paling banyak dilakukan. Trombosis
umumnya dapat dicegah bila aPTT 1,8 – 2,5 kali nilai normal.
FARMAKOKINETIK
Heparin tidak diabsorpsi secara oral, karena itu diberikan secara subkutan atau intravena.
Pemberian secara subkutan bioavailibilitasnya bervariasi, mula kerjanya lambat 1-2 jam tetapi
masa kerjanya lebih lama. Heparin berat molekul rendah diabsorpsi lebih teratur. Suntikan
intramuskular dapat menyebabkan terjadinya hematom yang besar pada tempat suntikan dan
absorpsinya tidak teratur serta tidak dapat diramalkan. Efek antikoagulan segera timbul pada
pemberian suntikan bolus intravena dengan dosis terapi, dan terjadi kira-kira 20-30 menit setelah
suntikan subkutan. Heparin cepat dimetabolisme terutama di hati. Masa paruhnya tergantung dari
dosis yang digunakan, suntikan IV 100, 400, atau 800 unit/kgBB memperlihatkan masa paruh
masing-masing kira-kira 1, 2,5 dan 5 jam. Masa paruh mungkin memendek pada pasien emboli
paru dan memanjang pada pasien sirosis hepatis atau penyakit ginjal berat.
Heparin berat molekul rendah mempunyai masa paruh yang lebih panjang daripada
heparin standar. Metabolit inaktif diekskresi melalui urin. Heparin diekskresi dalam bentuk utuh
melalui urin hanya bila digunakan dosis besar intravena. Pasien emboli paru memerlukan dosis
heparin yang lebih tinggi karena klirens yang lebih cepat. Terdapat variasi individual dalam efek
antikoagulan yang ditimbulkan maupun dalam kecepatan klirens obat. Heparin tidak melalui
plasenta dan tidak terdapat dalam air susu ibu.
7
EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASI
Bahaya utama pemberian heparin ialah perdarahan. Meskipun dahulu dilaporkan
perdarahan terjadi 1-33% pasien yang mendapat heparin, penelitian akhir-akhir ini pada pasien
tromboemboli vena yang mendapat heparin IV terjadi pada kurang dari 3% pasien. Insidens
perdarahan tidak meningkat pada pasien yang mendapat heparin berat molekul rendah. Jumlah
episode perdarahan nampaknya meningkat dengan meningkatnya dosis total per hari dan dengan
derajat perpanjangan aPTT, meskipun pasien dapat mengalami perdarahan dengan nilai aPTT
dalam kisaran terapeutik. Dalam hal ini perdarahan kadang-kadang disebabkan oleh operasi baru,
adanya trauma, penyakit tukak peptik, atau gangguan fungsi trombosit.
Terjadinya perdarahan dapat dikurangi dengan : (1) mengawasi atau mengatur dosis obat;
(2) menghindari penggunaan bersamaan dengan obat yang mengandung aspirin; (3) seleksi
pasien; dan (4) memperhatikan kontraindikasi pemberian heparin. Selama masa tromboemboli
akut, resistensi atau toleransi terhadap heparin dapat terjadi, dan karena itu efek antikoagulan
harus dimonitor dengan tes pembekuan darah misalnya activated partial thromboplastin time
(aPTT). Perdarahan antara lain dapat berupa perdarahan saluran cerna atau hematuria. Wanita
usia lanjut dan pasien dengan gagal ginjal umumnya lebih mudah mengalami komplikasi
perdarahan. Ekimosis dan hematom pada tempat suntikan dapat terjadi baik setelah pemberian
8
heparin secara subkutan maupun intramuskular. Perdarahan ringan akibat heparin biasanya
cukup diatasi dengan menghentikan pemberian heparin. Tetapi perdarahan yang cukup berat
perlu dihentikan secara cepat, dengan pemberian protamin sulfat, suatu antagonis heparin, yang
diberikan melalui infus IV secara lambat.
Protamin sulfat ialah suatu basa kuat yang dapat mengikat dan menginaktivasi heparin,
tetapi zat ini juga memiliki efek antikoagulan dan memperpanjang waktu pembekuan karena
protamin juga berinteraksi dengan trombosit, fibrinogen dan protein plasma lainnya. Oleh karena
itu jumlah protamin yang diberikan untuk menetralkan heparin harus eminimal mungkin,
umumnya sekitar 1 mg protamin untuk tiap 100 U heparin. Protamin digunakan secara rutin
untuk melawan efek antikoagulan heparin setelah operasi jantung dan tindakan lain pada
pembuluh darah.
Trombositopenia ringan yang bersifat sementara dapat terjadi pada 25% pasien; dan pada
5% pasien dapat terjadi trombositopenia berat.trombositopenia ringan terjadi akibat agregasi
trombosit yang diinduksi heparin, dan trombositopenia berat akibat terbentuknya antibodi
antiplatelet. Agregasi trombosit yang diinduksi heparin dapat mengakibatkan timbulnya
tromboemboli paradoksal. Bila hal tersebut terjadi maka heparin harus dihentikan pemberiannya,
dan diganti dengan antikoagulan oral bila keadaan klinis memungkinkan. Nekrosis kulit yang
kadang-kadang cukup berat dapat terjadi pada tempat penyuntikan subkutan.
INDIKASI
Heparin diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan trombosis vena dan emboli
paru. Heparin digunakan untuk pengobatan trombosis vena dan emboli paru karena mula
kerjanya cepat. Pada saat permulaan pengobatan biasanya juga diberikan suatu antikoagulan oral,
9
dan heparin dilanjutkan sekurang-kurangnya 4-5 hari untuk memungkinkan antikoagulan oral
mencapai efek terapeutik. Penggunaan heparin jangka panjang juga bermanfaat bagi pasien yang
mengalami tromboemboli berulang meskipun telah mendapat antikoagulan oral. Heparin
digunakan untuk pengelolaan awal pasien angina tidak stabil atau infark miokard akut, selama
dan sesudah angioplasti koroner atau pemasangan stent, dan selama operasi yang membutuhkan
bypass kardiopulmonar, serta pasien disseminatrd intravascular coagulation (DIC) tertentu.
Preparat heparin berat molekul rendah seperti enoksaparin, dalteparin diindikasikan untuk
pencegahan tromboemboli vena. Selain itu akhir-akhir ini dibuktikan juga efektif untuk
pengobatan trombosis vena, emboli paru, dan angina tidak stabil. Kelebihan heparin berat
molekul rendah dibandingkan heparin standar karena memiliki profil farmakokinetik yang lebih
dapat diprediksi, sehingga memungkinkan penggunaan subkutan dengan dosis berdasarkan berat
badan tanpa memerlukan pemantauan laboratorium yang ketat. Keuntungan lain adalah lebih
rendahnya insiden trombositopenia yang diinduksi heparin, dan kemungkinan lebih rendahnya
risiko perdarahan dan osteopenia, frekuensi pemberian kurang dibandingkan heparin standar (1-2
kali sehari).
KONTRAINDIKASI
Heparin dikontraindikasikan pada pasien yang sedang mengalami perdarahan atau
cenderung mengalami perdarahan misalnya pasien hemofilia, permeabilitas kapiler yang
meningkat, threatened abortion, endokarditis bakterial subakut, perdarahan intrakranial, lesi
ulseratif terutama pada saluran cerna, anestesia lumbal atau regional, hipertensi berat, syok.
Heparin tidak boleh diberikan selama atau setelah operasi mata, otak atau medula spinal, dan
pasien yang mengalami pungsi lumbal atau anestesi blok. Heparin juga dikontraindikasikan pada
10
pasien yang mendapat dosis besar etanol, peminum alkohol dan pasien yang hipersensitif
terhadap heparin. Meskipun heparin tidak melalui plasenta, obat ini hanya digunakan untuk
wanita hamil bila memang benar-benar diperlukan.
POSOLOGI
Untuk pengobatan tromboemboli vena dimulai dengan satu suntkan bolus 5000 U, diikuti
dengan 1200-1600 U/jam yang diberikan melalui infus IV. Terapi dipantau secara rutin dengan
pemeriksaan aPTT. Kisaran terapeutik heparin standar umumnya dicapai bila kadar heparin
plasma 0,3-0,7 U/mL yang ditentukan dengan suatu assay antifaktor Xa. Umumnya diasumsikan
efek terapeutik tercapai bila waktu pembekuan 1,8-2,5 kali nilai normal aPTT. Pada pasien yang
tidak mencapai kadar terapeutik dalam 24 jam pertama, risiko kekambuhannya tromboemboli
lebih besar. Pada awal pengobatan aPTT perlu diukur dan kecepatan infus disesuaikan tiap 6
jam; penyesuaian dosis dapat dibantu dengan suatu nomogram. Bila dosis mantap sudah dicapai,
cukup dilakukan pemantauan tiap hari.dosis heparin yang sangat tinggi dibutuhkan untuk
mencegah pembekuan selama bypass kardiopulmonal.
Heparin secara subkutan dapat diberikan bagi pasien yang memerlukan pengobatan
antikoagulan jangka panjang tetapi warfarin tidak boleh diberikan (misalnya selama kehamilan).
Dosis total sekitar 35.000 U/hari diberikan sebagai dosis terbagi tiap 8 atau 12 jam biasanya
cukup untuk mencapai nilai aPTT 1,5 kali nilai kontrol. Pemantauan umumnya tidak perlu
dilakukan bila dosis mantap sudah dapat ditentukan. Untuk mencegah trombosis vena dalam dan
tromboemboli pada pasien yang peka, digunakan heparin dosis rendah, disarankan 5000 U
heparin diberikan secara subkutan tiap 8-12 jam. Pemantauan laboratorium tidak dibutuhkan
karena rangkaian pengobatan tersebut tidak memperpanjang aPTT.
11
Preparat heparin berat molekul rendah (misalnya enoksaparin, dalteparin, ardeparin,
nadroparin) diberikan dengan regimen dosis tetap atau disesuaikandengan berat badan secara
suntikan subkutan, 1 atau 2 kali sehari. Dosis enoksaparin untuk mencegah trombosis vena
dalam setelah operasi pinggul adalah 30 mg dua kali sehari, sedangkan dosis dalteparin yang
dianjurkan 2.500 unit subkutan 1 kali sehari. Karena efek heparin berat molekul rendah minimal
pada tes pembekuan in vitro, pemantauan tidak dilakukan secara rutin. Pasien dengan gagal
ginjal lanjut membutuhkan pemantauan dengan assay anti-faktor Xa karena masa paruh heparin
berat molekul rendah pada keadaan tersebut mungkin memanjang.
HEMOSTATIK
Hemostatik ialah zat atau obat yang digunakan untuk menghentikan perdarahan. Obat-
obat ini diperlukan untuk mengatasi perdarahan yang meliputih daerah yang luas. Pemilihan obat
harus dilakukan secara tepat sesuai dengan patogenesis perdarahan. Bila daerah perdarahan kecil,
tindakan fisik seperti penekanan, pendinginan atau kauterisasi seringkali dapat menghentikan
perdarahan dengan cepat.
Perdarahan dapat disebabkan oleh defisiensi satu faktor pembekuan darah yang bersifat
herediter misalnya defisiensifaktor antihemofilik (faktor VIII), dan dapat pula akibat defisiensi
banyak faktor yang mungkin sulit untuk didiagnosis dan diobati. Defisiensi satu faktor
pembekuan darah dapat diatasi dengan memberikan faktor yang kurang yang berupa konsentrat
darah manusia, misalnya faktor antihemofilik (faktor VIII), cryoprecipitated antihemophilic
factor, kompleks faktor IX (komponen tromboplastin plasma). Perdarahan dapat pula dihentikan
dengan memberikan obat yang dapat meningkatkan pembentukan faktor-faktor pembekuan darah
12
misalnya vitamin K, atau yang menghambat mekannisme fibrinolitik seperti asam aminokaproat.
Selain hemostatok sistemik diatas terdapat pula hemostatik yang digunakan lokal.
ASAM TRANEKSAMAT
Farmakologi
Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan
penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor
pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu
mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan. Oleh karena itu asam traneksamat
dapat membantu mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan. Dugaan akan
adanya fibrinolisis yang berlebihan dapat didasarkan atas hasil tes laboratorium berupa TT dan
PT yang memanjang, hipofibrinogenemia atau kadar plasminogen yang menurun.
Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam
karboksilat sikloheksana aminometil. Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali lebih poten dari
asam aminokaproat. Asam traneksamat cepat diabsorpsi dari saluran cerna. Sampai 40% dari
satu dosis oral dan 90% dari satu dosis IV diekskresi melalui urin dalam 24 jam. Obat ini dapat
melalui sawar uri.
Indikasi
Asam traneksamat digunakan pada fibrinolisis pada menoragia, epistaksis, traumatic
hyphaemia, neoplasma tertentu, komplikasi pada persalinan (obstetric complications) dan
13
berbagai prosedur operasi termasuk operasi kandung kemih, prostatektomi atau konisasi serviks,
hemofilia pada pencabutan gigi dan profilaksis pada angioedema herediter.
Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap asam traneksamat.
Penderita perdarahan subarakhnoid.
Penderita dengan riwayat tromboembolik.
Tidak diberikan pada pasien dengan pembekuan intravaskular aktif.
Penderita buta warna.
Dosis
Fibrinolisis lokal : angioneuritik edema herediter; 1 gram (oral) 2-3 x sehari.
Perdarahan abdominal setelah operasi : 1 gram 3 x sehari (injeksi IV pelan-pelan) pada 3
hari pertama, dilanjutkan pemberian oral 1 gram 3-4 x sehari (mulai pada hari ke-4
setelah operasi sampai tidak tampak hematuria secara makroskopis). Untuk mencegah
perdarahan ulang dapat diberikan peroral 1 gram 3-4 x sehari selama 7 hari.
Perdarahan setelah operasi gigi pada penderita hemofilia :
Sesaat sebelum operasi : 10 mg/kgBB (IV).
Setelah operasi : 25 mg/kgBB (oral) 3-4 x sehari selama 2-8 hari.
(pada penderita yang tidak dapat diberikan terapi oral dapat dilakukan terapi parenteral
10 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3-4 kali)
14
Efek samping
Gangguan pada saluran pencernaan (mual, muntah, diare) gejala ini akan hilang bila
dosis dikurangi.
Hipotensi jarang terjadi.
Peringatan dan perhatian :
Hati-hati jika diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal karena risiko akumulasi.
Hati-hati jika diberikan pada penderita hematuria.
Hati-hati penggunaan pada wanita hamil dan menyusui.
Hati-hati pada setiap kondisi yang merupakan predisposisi trombosis.
Hati-hati pemberian pada anak-anak.
15
KESIMPULAN
Heparin endogen merupakan suatu mukopolisakarida yang mengandung sulfat.
Zat ini disintesis di dalam sel mast dan terutama banyak terdapat di paru. Efek antikoagulan
heparin timbul karena ikatannya dengan AT-III yang berfungsi menghambat protease faktor
pembekuan termasuk faktor IIa (trombin), Xa dan IXa, dengan cara membentuk kompleks yang
stabil dengan protease faktor pembekuan.
Heparin berat molekul tinggi (5.000 – 30.000) memiliki afinitas kuat dengan antitrombin
dan menghambat dengan nyata pembekuan darah. Heparin berat molekul rendah efek
antikoagulannya terutama melalui penghambatan faktor Xa oleh antitrombin, karena umumnya
molekulnya tidak cukup panjang untuk mengkatalisis penghambatan trombin.
Bahaya utama pemberian heparin ialah perdarahan. Insidens perdarahan tidak meningkat
pada pasien yang mendapat heparin berat molekul rendah. Protamin sulfat ialah suatu basa kuat
yang dapat mengikat dan menginaktivasi heparin. Heparin diindikasikan untuk pencegahan dan
pengobatan trombosis vena dan emboli paru. Heparin dikontraindikasikan pada pasien yang
sedang mengalami perdarahan atau cenderung mengalami perdarahan. Untuk pengobatan
tromboemboli vena dimulai dengan satu suntkan bolus 5000 U, diikuti dengan 1200-1600 U/jam
yang diberikan melalui infus IV. Terapi dipantau secara rutin dengan pemeriksaan aPTT.
Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam
karboksilat sikloheksana aminometil. Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari
aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan
fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat
digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2008. WHO Model Formulary. Editors : Marc C. Stuart, Maria Kouimtzi,
Suzanne R. Hill. World Health Organization, Geneva. Hal 253, 255
2. Anonim. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan POM. Jakarta. Hal 142,
144, 147, 159.
3. Heparin. Available from : http://www.news-medical.net/health/Heparin-in-Medicine-
(Indonesian).aspx. Diunduh pada tanggal 13 Maret 2013.
4. Bertram KD. Farmakologi dasar dan klinik jilid II. Edisi : 8. Editor :bagian farmakologi
fakultas kedokteran universitas airlangga. Surabaya: Salemba medika. 2002: 393-397
5. Kamil H, Ihsan, dkk. Data Obat di Indonesia. Edisi 10. Jakarta: Grafidian Medipress;
2002: 959-960
6. Rosmiati H. dan Gan VHS. Antikoagulan, Antitrombosit, Trombolitik dan Hemostatik
Dalam : Ganiswata SG editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Bagian
Farmakologi FK-UI ;2008. hal. 804 - 819.
7. Sasisekharan R, Venkataraman G. 2000. Heparin adnd heparan sulfate : biosynthesis,
structure and function. Current Opinion in Chemical Bilogy 4 : 626-31
17