Upload
operator-warnet-vast-raha
View
1.143
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur
keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam basa denngan cara filtrasi
darah, reabsorbsi selektif air, elektrlit dan nonelektrolit serta menekskresi
kelebihannya sebagai urin. Ginjal juga mengeluarkan produk sisa
metabolisme seperti urea, kreatinin dan asam urat serta zat kimia asing.
Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital ini menimbulkan
keadaan yang disebut dengan uremia atau penyakit ginjal stadium akhir (end
stage renal disease,ESRD). Perkembangan teknik dialisis dan teransplantasi
ginjal yang terus berlanjut sejak tahun 1960 sebagai pengobatan ESRD dan
sistem biaya pengobatan sejak 1973 merupakan alternatif dari resiko
kematian yang hampir pasti.
Diperkirakan bahwa ada lebih dari 100.000 pasien yang akhir-akhir ini
menjalani hemodialisa yang merupakan prosedur penyelamatan jiwa yang
mahal. Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien
dala keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek
(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal
stadium terminal yang membutuhkan terapi janka panjang atau terapi
permanen, sehelai membran sintetik yang semipermiabel menggantikan
glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang
terganggu fungsinya itu. Hemodialsis memungkinkan sebagian penderita
hidup mendekati keadaan yang normal meskipun menderita gagal ginjal yang
tanpa terapi hemodialisa akan menyebabkan kematian
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang dapat diambil dari penulisan makalah ini yaitu :
a. Apa pengertian hemodialisa ?
b. Apa tujuan dilaksanaknnya hemodialisa ?
c. Apakah indikasi dari pelaksanaan hemodialisa ?
d. Bagaimanakh komplikasi dari pelaksaan hemodialisa ?
e. Bagaimanakah bentuk ataupun gambaran peralatan yang digunakan
dalam hemodialisa ?
f. Bagaimanakh persiapan dan prosedur tindakan dalam pelaksanaan
hemodialisa ?
g. Bagaimanakah prinsip-prinsip dan proses yang mendasari dalam
pelaksanaan hemodialisa ?
h. Bagaimanakah metode-metode pelaksanaan hemodialisa ?
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui :
a. Pengertian hemodialisa
b. Tujuan dilaksanaknnya hemodialisa
c. Indikasi dari pelaksanaan hemodialisa
d. Komplikasi dari pelaksaan hemodialisa
e. Bentuk ataupun gambaran peralatan yang digunakan dalam
hemodialisa
f. Persiapan dan prosedur tindakan dalam pelaksanaan hemodialisa
g. Prinsip-prinsip dan proses yang mendasari dalam pelaksanaan
hemodialisa
h. Metode-metode pelaksanaan hemodialisa
D. MANFAAT
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu agar mahasiswa
mampu memahami dengan mudah tentang proses pelaksanaan hemodialisa
secara umum menyangkut tujuan pelaksanaan, indikasi,komplikasi, bentuk dan
gambaran peralatan yang digunkan, prosedur tindakan, prinsip-prinsip serta
metode-metode dalam pelaksanaan hemodialisa sehingga mahasiswa mampu
menjelaskan dan mempraktekan prosedur pelaksanaan di pelayanan kesehatan
kedepannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HEMODIALISA
Dialisa adalah proses pembuangan limbah metabolik dan kelebihan
cairan dari tubuh . ada dua metode dialisa, yaitu hemodialisa dan dialisis
peritonial (medicastore.com, 2006).
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang artinya darah, dan dialisa
artinya pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa menempatkan
darah berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh
suatu membran atau selaput semipermiabel. Membran ini dapat dilalui oleh air
dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialisis, yaitu proses
berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semipermiabel (pardede,
1996).
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi
pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin,
asam urat dan zat-zat lain melalui membran semipermiabel sebagai pemisah
darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi
osmosis dan ultra filtrasi (setiawan, 2001).
B. TUJUAN HEMODIALISA
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
a. Membuang produk metabolisme protein, seperti urea, kreatinin dan
asam urat.
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan sisitem buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.
C. INDIKASI
Price dan wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang
jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan
harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan
kesiapan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat
jalan. Pengamatan biasanya dilmulai apaabila penderitan sudah tidak sanggup
lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan
gejala klinis lainnya. Pengobatan bisa juga dapat dimulai jika kadar kreatinin
serum diatas 6 mg/100 mililiter pada pria, 4 mg/100 mililiter pada wanita dan
nilai GFR kurang dari 4 ml/menit. Pemderita tidak boleh dibiarkan terus-
menerus berbaring ditampat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari
tidak dilakukan lagi.
Menurut konsesus perhimpunan nefrologi indonesia (PERNEFRI,
2003) secara ideal semua pasien dengan laju filtrasi goal (LFG) kurang dari 15
ml/menit, LFG kurang 10 ml/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG
kurang dari 5 ml/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain
indikasi tersebut juga disebutkan ada indikasi khusus yaitu apabila terdapat
komplikasi akut seperti udem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang
dan nefropatik diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa
hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kretinin menurun dibawah 10
ml/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10 mg/dl. Pasien yang
terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya
juga dianjurka melakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997)
juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia
simptomatis berupa ensefalopati dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan
indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik (udem pulmonum), dan asidosis yang tidak
dapat diatasi.
D. ALASAN DILAKUKAN DIALISA
Dialisa ailkukan jika gagal ginjal menyebabkan :
a. Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)
b. Perikarditis (peradangan kantong jantung).
c. Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan lainnya.
d. Gagal jantung.
e. Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah).
E. FREKUENSI DIALISA
Frekuensi, tergantung pada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa,
tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak tiga kali perminggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika :
a. Penderita kembali mengjalani hidup normal
b. Penderita kembali menjalani diet yang normal
c. Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi
d. Tekanan darah normal
e. Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif (medicastore, 2006)
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk
gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita
menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya
selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali
normal.
F. CAIRAN DIALISA
Kandungan Plasma Normal Cairan Dialisa Plasma Uremik
Elektrolit (mEq/liter)
Na +
K +
Ca ++
Mg++
Cl-
HCO 3
Laktat-
HPO4
Urat-
Sulfat++
142
5
3
1.5
107
24
1.2
3
0.3
0.5
133
1.0
3.0
1.5
105
35.7
1.2
0
0
0
142
7
2
1.5
107
14
1.2
9
2
3
Nonelekrolit
Glukosa
Urea
Kretinin
100
26
1
125
0
0
100
200
6
Membandingkan kandungan pada cairan dialisa yang khas dengan
kandungan dalam plasma normal dan plasma uremik. Konsentrasi ion-ion dan
zat lain dalam cairan dialisa tidak sama dengan konsentrasi pada plasma
normal atau pada plasma uremik. Malahan, konsentrasi tersebut disesuaikan
sampai kadar yang dibutuhkan untuk menimbulkan pergerakan air dan zat
terlarut yang sesuai melalui membran selama dialisis.
Tidak ada fosfat, ureum, urat, sulfat, atau kreatinin dalam cairan
dialisa; namun zat-zat tersebut ada dalam konsentrasi tinggi pada darah uremik,
bilas seorang pasien uremia menjalani dialisis, zat-zat ini akan hilang dalam
jumlah besar ke dalam cairan dialisa.
Efektifitas ginjal buatan dapat dinyatakan sebagai jumlah plasma yang
dibersihkan dari berbagai jenis zat per menit, seperti merupakan cara utama
untuk menyatakan efektivitas fungsional ginjal itu sendiri untuk membersihkan
ureum dari plasma dengan kecepatan 100 sampai 225 ml/menit, yang
menunjukan bahwa sedikitnya untuk diekskresi ureum, ginjal buatan dapat
berfungsi dua kali lebih cepat dari pada ginjal normal bersama-sama, yang
klirens ureumnya hany 70 ml/menit. Namun ginjal buatan hanya dapat
digunakan 4 sampai 6 jam sehari, tiga kali seminggu . karenanya, keseluruhan
klirens plasma masih sangat terbatas bila ginjal buatan menggantikan ginjal
normal. Selain itu, penting juga diingat bahwa ginjal buatan tidak dapat
menggantikan beberapa fungsi ginjal lainnya, seperti sekresi eritropoietin, yang
diperlukan untuk menghasilkan sel darah merah.
G. PROSES DAN PRINSIP-PRINSIP DASAR HEMODIALISA
Prinsip dasar ginjal buatan adalah mengalirkan darah melalui saluran
darah kecil yang dilapisi oleh membran tipis. Pada sisi lain dari m,embran tipis
ini terdapat cairan dialisis tempat zat-zat yang tidak diinginkan dalam darah
masuk kedalamnya melalui difus. Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil
zat-zat nitrogen yang toksisk dari dalam darah dan mengeluarkan air yang
berlebihan. Pada hemodialisa, aliran darah yang penuh dengan toksin dan
limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tem[at darah tersebut
dibersihkan dan kemidian dikembalikan lagi ketubuh pasien.
Komponen-komponen suatu jenis ginjal buatan tempat darah mengalir
terus-menerus diantara dua membran selofan tipis; diluar membran terdapat
cairan dialisa. Selofan cukup berpori untuk memungkinkan konstituen plasma,
kecuali protein plasma, berdifusi dalam dua arah – dari plasma ke dalam cairan
dialisa atau dari cairan dialisa kembali kedalam plasma. Jika konsentrasi zat
lebih besar dari dalam plasma dari pada dalam cairan dialisis, akan ada suatu
transfer netto (net transfer) zat dari plasma kedalam cairan dialisa.
Kecepatan pergerakan zat terlarut melalui membran dialisa
bergantung pada 1) gradien konsentrasi zat terlarut antara dua cairan,2)
permeabilitas membran untuk zat terlarut,3) luas permukaan membran,4)
lamanya darah dan cairan berkontak dengan membran.
Jadi kecepatan maksimum transfer zat terlarut mula-mula terjadi bila
geradien onsentrasi mencapai maksimum (ketika dialisi dimulai) dan melambat
begitu gradien konsentrasi berkurang. Dalam sistem pengaliran, seperti pada
kasus hemodialisis, yang menyebabkan darah dan cairan dialisa mengalr
melalui ginjal buatan, penguranngan gradien konsentrasi dapat diperkecil dan
difusi zat terlarut melintas membran dapat dioptimalkan dapat meningkatkan
kecepatan aliran darah, cairan dialisa atau keduanya.
Dalam kegiatan hemodialisa terdapat 3 proses/prinsip utama seperti
berikut :
a. Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan kadar di
dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan kadar dalam
darah maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.
Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah , yang memiliki konsentrasi tinggi,
kecairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat
tersusun dari semua elektroilit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel
yang ideal. Kadar elektroli darah dapat dikendalikan dengan mengatur
rendaman dialisat secara tepat. (pori-pori kecil dalam membran
semipermiabel tidak memungkinkan lolosnya sel darah merah dan
prptein).
b. Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu
perbedaan osmolaritas darah dan dialisat ( Lumenta ). Air yang berlebihan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air
dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan; dengan kata lain
air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien)
ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat).
c. Ultrafiltrasi, yaitu peningkatan gradien tekanan melalui penambahan
tekanan negatif pada mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat
ini sebagai kekuatan pengisap pada membran dan memfasilitasi
pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan aisr,
kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai
isovolemia (keseimbangan cairan).
Sistem dapar (buffer system) tubuh dipertahankan dengan
penambahan asetat yang kan berdifusi dari cairan dialisat kedalam darah pasien
dan mengalami metabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah
dibersihkan kemudian dikembalikan kedalam tubuh melalui pembuluh darah
vena pasien. Pada akhir terapi dialisis, banyak zat limbah telah dikeluarkan,
keseimbangan elektrolit sudah dipulihkan dan sistem dapar juga telah
diperbarui.
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa
berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisa dan
aliran darah melewati suatu membran semipermiabel, dan mementau fungsinya
termasuk dialisat dan sirkuit darah porporeal. Pemberian heparin melengkapi
anti koagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan
untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi
dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisat, dan kecepatan
aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan (Thiser dan
Wilcox, 1997).
Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan
suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untu
menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa
metabolisme yang tidak diperlukan. Untuk melaksanakan hemodialisa
diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai darah yang akan masuk
kedalam mesin hemodialisa (NKF, 2006).
Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran
semipermiabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain
untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah dialisat
ataupun dalam arah yang sama dengan aliran darah. Dializer merupakan
sebuah hollow fiber atau capilari dializer yang terdiri dari ribuan selaput
kapiler halus yang tersusu paralel. Darah mengalir melalui bagian tengah
tabung-tabung kecil ini, dan dialisat membasahi sebagian luarnya. Dializer
sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya
banyak tabung kapiler (Price dan Wilson, 1995).
Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan
diluar tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah
kateter masuk kedalam mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran
semipermiabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan
darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi
proses difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah
dikembalikan kedalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-Shunt).
Selanjutnya Price dan Wilson,1995 juga menyebutkan bahwa suatu
sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit. Satu untuk darah dan satu untuk dialisat.
Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur artei atau blood line),
melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Dialisat
membentuk saluran kedua. Air keran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai
dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan
kelompok pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat
kemudian dimasukan kedalam dializer, dimana cairan akan mengalir diluar
serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah
dan dialisat terjadi sepanjang membran semipermiabel dari hemodializer
melalui proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.
Kemudian menurut Price dan Wilson (1995) komposisi dialisat diatur
sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit
dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang
sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur umum terdiri dari Na+, K+, Ca++,
Mg++,Cl-, asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat
berdifusi dengan mudah dari darah kedalam dialisat karena unsur-unsur ini
tidak terdapat dalam dialisat. Natrium astat yang lebih tinggi konsentrasinya
dalam dialisat, akan berdifusi ke dalam darah.tujuan menambahkan asetat
adalah untuk mengoreksi asidosis penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh
tubuh pasien menjadi bikarbonat. Glukosa dalam konsentrasi yang rendah
ditambahkan kedalam dialisat untuk mencegah difusi glukosa kedalam dialisat
yang dapat menyebabkan kehilangan kalori dan hipoglikemia. Pada
hemodialisa tidak dibutuhkan glukosa dalam konsentrasi yang tinggi, karena
pembuangan cairan dapat dicapai dengan membuat perbedaan tekanan
hidrostatik antara darah dengan dialisat.
Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan
hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaan tekanan hidrostatik dapat
dicapai dengan meningkatkan tekanan positif didalam kompartemen darah
dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau
dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan
pengatur tekanan negatif. Perbedaan tekanan hidrostatiik diantara membran
dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem
dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0.9%, sebelum
dihubungkan dengan sirkulasi penderita.tekanan darah pasien mungkin cukup
untuk mengalirkan darah melalui darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar
tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran
dengan qick blood (QB)(sekitar 200 sampai 400 ml/menit) memerlukan aliran
kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur
arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap
bekuan darah atau gelembung udar dalam jalur vena akan menghalangi udara
atau bekuan darah kembali kedalam aliran darah pasien. Untuk menjamin
keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-
monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter (Price & Wilson,
1995).
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa
disesuaikan dengan kebutuhan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa
dilakukan 4-5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya
dilakukan 10-15 jam/minggu dengan QB 200-300 mL/menit. Sefdangkan
menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3-5 jam dan dilkaukan
3 kali seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari diantara hemodialisa,
keseimbangan garam, air dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut
berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam
proses hemodialisa.
Price dan Wilson (1995) menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh
akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi
menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat menyebabkan
pasien meninggal. Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan
kebocoran kecil atau masif dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar
dilaisat. Hemodialisa rumatan biasanya dilakukan tiga kali seminggu, dan lama
pengobatan berkisar dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa
yang digunakan dan keadaan pasien.
H. KOMPLIKASI
Meskipun hemodialisa dapat memperpanjang usia tanpa batas yang
jelas, tindakan ini tidak kan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang
mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Pasien
tetap akan mengalmai sejumlah permasalahan dan komplikasi.
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta havens dan Terra (2005)
selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi,
antara lain;
a. Kram otot pada umunya terjadi pada separuh waktu berjalnnya
hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Karam
otot seringkali terjadi pada ultra filtrasi (penarikan cairan yang cepat
dengan volume yang tinggi.
b. Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
c. Aritmia hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama
dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium dan bikarbonat serum
yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa, dipercaya secara primer dapat
diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang
kurang cepat dibandingkan dengan darah, yang mengakibatkan suatu
gradien osmotik diantar kompartemen-kompartemen ini. Gradien
osmotik ini menyebabkan perpindahan air kedalam otak yang
menyebabkan udem cerebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya
terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertam dengan
azotemia berat.
e. Hipoksemia. Selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu di
monitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardipulmonal.
f. Perdarahan uremia, menyebabkan gangguan fungsi trombosit.
Tromboosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan.
Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor resiko
terjadinya perdarahan.
g. Gangguan pencernaan, yang sering terjadi adalah mual dan muntah
yang disebabkan karena hipoglikemi. Gangguan pencernaan sering
disertai dengan sakit kepala.
h. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
i. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang
tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
j. Emboli udara, dapat saja terjadi jika udara memasuki sistem vaskular
pasien.
I. BENTUK/GAMBARAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN
a. Dialiser atau ginjal buatan
Terdiri dari membran semipermiabel yang memisahkan kompartemen
darah dan dialisat.
b. Dialisat atau cairan dialisa
Yaitu ciran yang terdiri dari iar dan elektrolit utama dari serum normal.
Dialisat ini dibuat dalam sistem bersih dengan air kran dan bahan kimia
saring. Bukan merupakan sistem yang steril, karena bakteri terlalu besar
untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien
minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan
reaksi pirogenik, khususnya pada membran permiabel yang besar, maka
air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrant dialisat
biasanya disediakan oleh pabrik komersil dan umumnya digunakan oleh
unit kronis.
c. Sistem pemberian dialisat
Yaitu alat yang mengukur pembagian proporsi otomatis dan alat
mengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio
konsentrat air.
d. Aksesori peralatan
Perangkat keras terdiri dari:
o Pompa darah, pompa infus untuk mendeteksi heparin
o Alat pemonitor suhu tubuh apabila terjadi ketidakamanan
konsentrasi dialisat, perubahan tekanan udara dan kebocoran
darah.
Perangkat disposibel yang digunakan selain ginjal buatan:
o Selang dialisis yang digunakan untuk mengalirkan darah antara
dialiser dan pasien.
o Transfer tekanan untuk melindungi alat monitor dari pemajanan
terhadap darah.
o Kantong cairan garam untuk membersihkan sistem sebelum
digunakan.
e. Komponen manusia/pelaksana
Tenaga pelaksana hemodialisa harus mempunyai keahlian dalam
menggunakan teknologi tinggi, tercapai melalui pelatihan teoritis dan
praktikal dalam lingkungan klinik.
Aspek yang lebih penting adalah pemahaman dan pengetahuan yang
akan digunakan perawat dalam memberikan asuhan pada pasien selama
dialisis berlangsung.
J. AKSES VASKULAR (SIRKULASI) HEMODIALISA
Untuk melakukan hemodialisa intermiten jangka panjang, maka perlu
ada jalan masuk ke sistem vaskular penderita yang dapat diandalkan. Darah
harus keluar dan masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200 sampai 400
ml/menit. Teknik akses vaskular diklasifikasikan sebagai eksternal (biasanya
sementara) dan internal (permanen). Akses vaskular merupakan yang peka
pada hemodialisa karena banyak komplikasi dan kegagalannya. Denominator
yang paling sering dipakai pada kebanyakan teknik akses vaskular adalah jalan
masuk kedalam sirkulasi arteri dan kembalinya ke sirkulasi vena.
a. Akses Vaskular Eksternal
Pirau Arteriovenosa (AV) atau Sistem Kanula
Sistem ini diciptakan dengan menempatkan ujung kanula dari
teflon dalam arteri (biasanya arteri radialis atau tibialis posterior)
dan sebuah vena yang berdekatan. Ujung-ujung kanula kenudian
dihubungkan dengan slang karet silikon dan suatu sambungan
teflon yang melengkapi pirau. Pada waktu dilakukan dialisis.
Darah kemudian mengalir dari jalur arteri, melalui alat dialisis dan
kembali ke vena. Sistem kanula mula-mula dirancang pada tahun
1960 (Quinton dkk,1960) dan memungkinkam dilakukannya
dialisis intermiten kronik untuk pertama kalinya. Kesulitan utama
pirau ini adalah masa pemakaian yang oendek akibat pembekuan
dan infeksi (rata-rata 9 bulan). Pirau AV eksternal telah berhasil
digabung dengan berbagai metode akses vaskular lainnya dan
pemakaiannya sudah menjadi sejarah. Akan tetapi pirau ini
digunakan bila terapi dialitik diperlukan dalam jangka pendek
seperti pada dialisis karena keracunan atau kelebihan dosis obat,
gagal ginjal akut, dan fase permulaan pengobatan dialitik untuk
gagal ginjal kronik.
Kateter Vena Femoralis
Terdapat dua tipe kateter dialisis femoralis. Kateter shaldon adalah
kateter berlumen tunggal yang memerlukan akses kadua. Jika
digunakan dua kateter shaldon, maka dapat dipasang secara
bilateral atau pada vena yang sama dengan kateter untuk aliran
keluar ditempatkan disebelah distal dari kateter untuk aliran
masuk.. tipe kateter femoralis yang lebih baru memiliki lumen
ganda , satu lumen untuk mengeluarkan darah menuju alat dialisis
dan satu lagi untuk mengembalikaan darah ke tubuh penderita .
komplikasi yang terjadi pada kateter vena femoralis adalah
laserasi arteri femoralis, perdarahan, trombosis, emboli, he,atoma
dan infeksi.
Kateter Vena Subklavia
Kateter ini semakin banyak dipakai sebagai alat akses vaskular
sementara karena pemasangannya mudah dan komplikasinya lebih
sedikit dibandinhkan kateter vena femoralis.kateter vena subklavia
juga mempunyai lumen ganda untuk aliran masuk dan keluar.
Kateter vena subklavia dapat digunakan sampai 4 minggu, tetapi
kateter vena femoralis biasanya dibuang setelah 1-2 hari setelah
pemasangan.
Kateter yang dibiarkan pada tempatnya diantara waktu dialisis,
diisi dengan larutan salin-heparin, atau diirigasi secara berkala
denngan larutan salin-heparin untuk mencsgah terjadinya bekuan.
Komplikasi yang disebabkan oleh kateterisasi vena subklavia
serupa dengan yang terdapat pada kateterisasi femoralis, yang
termasuk pneumotoraks, robeknya arteria subklavia, perdarahan,
trombosis, embolus, hematoma dan infeksi.
b. Akses Vaskular Internal
Fistula Arteriovenosa
Fistula AV diperkenalkan oleh Cimino dan Brescia (1962) sebagai
respon terhadap banyaknya komplikasi yang ditimbulkan pirau
AV. Fistula Av dibuat melalui anstomosis (menghubungkan atau
menyambung) arteri secara langsung ke vena (biasanya arteri
radialis dan vena sefalika pergelangan tangan) pada lengan yang
tidak dominan. Darah dipirau dari arteri ke vena sehingga vena
membesar (matang) setelah 4-6 minggu. Pungsi vena dengan jarum
yang besar menjadi mudah dilakukan dan mampu mencapai aliran
darah pada tekanan arterial. Hubungan dengan sistem dialisis
dibuat dengan menmpatkan satu jarum di distal (garis arteri) dan
sebuah jarum lain diproksimal (garis vena) pada vena yang sudah
diarterialisasi tersebut. Umur rata-rata fistula AV adalah 4 tahun
dan komplikasinya lebih sedikit dibandingkan dengan pirau AV,
maslah yang paling utama adalah rasa nyeri pada pungsi vena,
terbentuknya aneurisma, trombosis, kesulitan hemostasis
pascadialisis, dan iskemia pada tangan (steal syndrome).
Tandur Arteriovenosa
Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum
dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong
pembuluh arteri atau vena dari sapi, material Gore-Tex atau tandur
vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat
bila pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan
fistula. Tandur biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas
atau paha bagian atas. Pasien dengan sistem vaskular yang
terganggu seperti pasien diabetes, biasanya memerlukan
pemasangan tandur sebelum menjalani hemodialisa. Karena tandur
tersebut merupakan pembuluh darah artifisial, resiko infeksi akan
meningkat.s
K. PERSIAPAN PRA DIALISIS
Tingkat dan kompleksitas masalah-masalah yang timbul selama
hemodialisa akan beragam diantara pasien-pasien dan tergantung pada
beberapa variabel. Untuk itu sebelum proses hemodialisa, perlu dikaji tentang:
a. Diagnosa penyakit
b. Tahap penyakit
c. Usia
d. Masalah medis lain
e. Nilai laboratorium
f. Keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Keadaan emosi
L. PERSIAPAN PERALATAN
a. Jarum arteri
b. Selang normal saline
c. Dialiser
d. Bilik drip vena
e. Detektor
f. Port pemberian obat
g. Pemantau tekanan arteri
h. Pompa darah
i. Sistem pengalir dialiser
j. Pemantau tekanan vena
k. Jarum vena
l. Penginfus heparin
M. PROSEDUR TINDAKAN
Akses ke sistem sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa
pilihan: vistula atau tandur arteriovenosa (AV), atau kateter hemodialisa dua
lumen. Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh
pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukan
sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk
kedalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan
untuk meletakkan jarum: jarum arterial diletakkan paling dekat dengan
anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah.
Kantung cairan normal saline yang diklep selalu disambungkan ke sirkuit tetap
sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari
pasien dapat diklem sementara cairan normal saline yang diklem dibuka dan
memungkinkan dengan cepat me pompa infus untuk memperbaiki tekanan
darah. Transfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke
sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa
darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah,
tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah
mengalir kedalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya
pertukaran cairan dan zat sisa. Darh yang meninggalkan dialiser melewati
kondektoe udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah
bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang
akan diberukan pada dialisis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk
diingat, bagaimanapun, bahwa kebanyakan obat-obat ditunda pemberiannya
sampai dialisis selesai kecuali memang diperintahkan harus diberikan. Darah
yang telah melewati dialisis kembali kepasien melalui venosa atau selang
posdialiser. Setelah waktu tindakan yang dijadwalkan, dialisis diakhiri dengan
mengklem darah dari pasien, membuka slang cairan normal saline, dan
membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser
dibuang, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk
membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang
tindakan dialisis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah
dan sarung tangan wajib digunakan oleh tenaga pelaksana hemodialisa.
N. PROGNOSIS
Bagi penderita gagal gnjal kronis, hemodialisis akan mencegah
kematian. Namun demikian, hemodialisis tidak mneyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya
aktivitas metabolik atau endokrin yng dilaksanakan ginjal dan dampak dari
gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien.