Upload
imas-purwati
View
44
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Harga diri merupakan suatu nilai yang terhormat atau rasa hormat yang dimiliki
seseorang terhadap diri mereka sendiri. Hal ini menjadi suatu ukuran yang berharga
bahwa mereka memiliki sesuatu dalam bentuk kemampuan dan patut dipertimbangkan
(Townsend, 2005).
Harga diri rendah adalah suatu masalah utama untuk kebanyakan orang dan dapat
diekspresikan dalam tingkat kecemasan yang tinggi. Harga diri rendah kronik
merupakan suatu keadaan yang maladaptif dari konsepdiri, dimana perasaan tentang
diri atau evaluasi diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang cukup lama.
Termasuk didalam harga diri rendah ini evaluasi diri yang negatif dan dihubungkan
dengan perasaan lemah, tidak tertolong, tidak ada harapan, ketakutan, merasa sedih,
sensitif, tidak sempurna, rasa bersalah dan tidak adekuat. Harga diri rendah kronik
merupakan suatu komponen utama dari depresi yang ditunjukkan dengan perilaku
sebagai hukum dan tidak mempunyai rasa (Stuart & Laraia, 2001).
Jika individu sering mengalami kegagalan maka gangguan jiwa yang sering muncul
adalah gangguan konsep diri harga diri rendah, yang mana harga diri rendah
digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal
mencapai keinginan (Kelliat, 1999). Perawat akan mengetahui jika perilaku seperti ini
jika tidak segera ditanggulangi sudah tentu berdampak pada gangguan jiwa yang lebih
berat. Beberapa tanda- tanda harga diri rendah yaitu rasa bersalah terhadap diri sendiri,
merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu, gangguan hubungan sosial,
kurang percaya diri kadang sampai mencederai diri sendiri (Townsend, 1998).
Dalam hal ini penulis mengambil kasus harga diri rendah dikarenakan masalah-
masalah kejiwaan bisa muncul lebih serius itu dimulai dari harga diri rendah. Kasus ini
juga dapat memberikan gambaran bagaimana seseorang mengalami gangguan pada
konsep dirinya yaitu harga diri rendah dan dampak apa saja yang bisa ditimbulkan jika
masalah tersebut tidak teratasi.
1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami serta dapat mengaplikasikan konsep
keperawatan pada lansia dengan masalah harga diri rendah.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu untuk mengetahui dan memahami tujuan perawatan
lansia.
b. Mahasiswa mampu untuk mengetahui dan memahami konsep harga diri
rendah.
1.3 Rumusan Masalah
a. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tujuan perawatan lansia.
b. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep harga diri rendah.
2
BAB II
PEMBAHASAN MATERI
2.1 Konsep Dasar Keperawatan Gerontik
2.1.1 Pengertian Keperawatan Gerontik
Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan dengan
penyakit pada proses menua (KOZIER, 1987). Menurut Lueckerotte (2000)
keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada
lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional,
perencanaan, implementasi serta evaluasi.
Menua (= menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri
dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Darmojo, 2004; 3)
Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU no 13 tahun 1998 dikutip dari
Maryam (2008:32) tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Lansia masa dimana proses produktifitas berfikir berakhir, mengingat,
menangkap dan merespon sesuatu sudah mulai mengalami penurunan secara
berkala (Muhamad:15).
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia menurut Keliat (1999) dikutip dari Maryam (2008:32
2.1.2 Batasan Lanjut Usia
DEPKES RI membagi Lansia sebagai berikut:
1. Kelompok menjelang usia lanjut (45 - 54 th) sebagai masa VIRILITAS
2. Kelompok usia lanjut (55 - 64 th) sebagai masa PRESENIUM
3. Kelompok usia lanjut (65 th > ) sebagai masa SENIUM
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
3
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
2.1.3 Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa
dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis
maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara
fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor,
rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan
lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat
dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak
harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam
hal ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo,
1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan
yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila
proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbulah
berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyoto
(1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang
lain,
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
hidupnya,
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah
meninggal atau pindah,
4
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang
bertambah banyak dan
5) Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan
dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik
yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap
diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang.
Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan
– kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu
diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga
kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan
untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan
kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa
perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap
perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap
yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung
dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan
ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan
masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein,
1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu khawatir karena pengangguran,
5) Kurang ada motivasi,
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
5
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah:
minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas,
menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan
memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.
2.1.4 Teori Proses Menua
1) Teori – Teori Biologi
a) Hayflick Limit Teori (Biological Clock = Genetic Theory = Celluler
Aging)
Tiap spesies di dalam inti sel mempunyai suatu jam genetik yang
telah diputar menurut suatu replikasi Jam ini menghitung mitosis dan
menghentikan replikasi. Jadi menurut konsep ini kita akan meninggal
dunia meskipun tidak disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit
Teori ini didukung oleh kenyataan mengapa beberapa spesies
mempunyai perbedaan umur harapan hidup yang nyata. Secara teoritis
dapat dimungkinkan kita memutar jam ini lagi meski hanya beberapa
waktu dengan pengaruh – pengaruh dari luar berupa peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit dll.
b) The Error Theory
Terjadi mutasi progresif pada DNA sel somatic, akan menyebabkan
terjadinya penurunan kemampuan sel. “Error Catastophe” adalah menua
disebabkan oleh kesalahan – kesalahan beruntun dalam waktu yang lama,
terjadai kesalahan dalam proses transkripsi (DNA RNA maupun dalam
proses translasi RNA protein/ enzim).
Walaupun dalam batas tertentu kesalahan dapat diperbaiki, namun
kemampuan untuk memperbaiki sifatnya terbatas pada kesalahan dalam
proses transkripsi (pembentukan RNA) yang tentu menyebabkan
kesalahan sintesis protein atau enzim yang dapat menghasilkan zat
berbahaya.
c) Wear And Tear Theory
6
Menurut teori ini meninggal adalah suatu hasil penggunaan jaringan
yang berlebihan karena mereka tidak dapat meremajakan kembali karena
pemakaian secara terus nmenerus dan tak ada habis – habisnya.
Teori ini mewakili kepercayaan bahwa suatu organ atau jaringan
mempunyai program jumlah energi untuk mereka. Menua dapat
dipandang sebagai suatu proses fisiologi yang ditentukan oleh jumlah
pemakaian dan kerusakan yang seorang telah digunakan.
d) Free Radical Theory
Radikal bebas bersifat merusak karena sangat reaktif, sehingga data
bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh seperti dalam
membran sel. Radikal bebas dihasilkan sebagai zat antara oleh proses
respirasi mengubah bahan bakar menjadi ATP yang melibatkan oksigen.
Zat tersebut adalah superoksida, peroksida, hidrogen dan radikal
hidroksil.
Walaupun tubuh mempunyai zat penangkal yaitu: superoksida
dismutase (SOD), enzim katalase yang berunsur Fe dalam bentuk Haem,
enzim glutation peroksidase. Rasikal bebas juga dapat dinetralkan
menggunakan senyawa nonenzymatic seperti vitamin C, provitamin A
(beta karoten), Vitamin E. Ada sebagian masih tetap lolos dan makin
lanjut usia makin bertambah banyak sehingga proses pengrusakan terjadi,
kerusakan makin lama makin banyak dan akhirnya sel mati.
e) Immunity Theory
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali
dirinya sendiri (self recognition). Mutasi menyebabkan terjadinya
kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini menyebabkan sistem
imun tubuh menganggap sel mengalami perubahan sebagai sel asing dan
menghancurkannya.
7
Dipihak lain imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami
penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker
menjadi menurun sehingga sel kanker leluasa membelah.
f) Cross Linkage Theory
Yang memisahkan struktur molekuler adalah loncatan bersama
reaksi kimia. Terutama adalah kolagen yang relatif panjang dan lamban
dihasilkan oleh fibroblast. Fiber yang baru terbentuk kemudian ditangkap
fiber yang tua membentuk rantai silang.
Hasil akhir rantai silang adalah peningkatan kepadatan molekul
kolagen yang menyebabkan penurunan kapasitas untuk transport nutrisi
dan untuk mengangkut produk sisa dari sel. Hal ini menyebabkan
penurunan dari fungsi struktur.
Pada lansia terjadi penurunan efisiensi sistem imun pertahanan
tubuh untuk mengankat agen rantai silang. Setelah agen menyerang
seharusnya mitosis terjadi tetapi dalam hal ini tidak, sehingga
menyebabkan rantai silang. Teori ini menjelaskan penyebab utama
arteriosklerosis, penurunan sistem imun dan penurunan elastisitas pada
usia lanjut.
2) Teori Sosiologi
a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses
adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut
usia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar
tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia
b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
8
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut
usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan
ganda (triple loss), yakni :
1. kehilangan peran
2. hambatan kontak sosial
3. berkurangnya kontak komitmen
d) Person – Environment Fit Theory
Teori ini menjelaskan hubungan saling ketergantungan antara
kemampuan suatu kelompok dalam masyarakat dan lingkungan sosial
mereka. Setiap orang meliputi: kekuatan ego, tingkat ketrampilan
motorik, kesehatan biologis individu, kognitif dan sensori persepsi.
Lansia mungkin mengalami penurunan kemampuan yang
mempengaruhi kemampuannya untuk berhubungan dengan
lingkungannya. Demikian juga jika menderita penyakit maka kemampuan
akan terbatas. Lingkungan juga menjadi lebih mengancam dan mungkin
tidak mempunyai kemampuan lagi untuk berhubungan dengan
lingkungan.
Respon lansia dari sekarang didasarkan pada kehidupan yang telah
dialami, kepercayaan, dan harapan. Jika mereka memberikan reaksi
terhadap stres, tantangan atau ketakutan untuk melepaskan diri dari
interaksi, pada situasi sekarang sering menghasilkan beberapa respon
karena lansia adalah individual, responnya harus dihormati
9
3) Teori Psikologi
a) Maslow’s Hierarchy of Human Needs Theory
Menurut teori ini tiap individu mempunyai hirarki kebutuhan dan
semua individu berusaha untuk memenuhinya. Kebutuhan individu
mempunyai prioritas yang berbeda, ketika seseorang telah memenuhi
kebutuhan dasar maka akan mancapai kebutuhan yang lebih tinggi.
Kebutuhan dasar digambarkan dalam segitiga. Seseorang yang berusaha
untuk memenuhi kebutuhan yang paling tinggi aktualisasi diri.
b) Jung’s Theory of Individualism
Teori ini menjelaskan bahwa kepribadian seseorang digambarkan
tidak hanya berorientasi pada dunia luar (Extroved) tetapi juga
pengalaman pribadi (introved) keseimbangan antar keduanya merupakan
faktor yang penting untuk kesehatan mental. Perjalanan proses menua,
kepribadian sering dimulai perubahan dari luar difokuskan dan perhatian
kemandirian dirinya dimasyarakat ke yang lebih dalam seperti individu
mencari jawaban dari dalam diri.
Menua dikatakan sukses ketika seseorang melihat ke dalam dan
menilai dirinya lebih dari kehilangan atau pembatasan fisiknya. Individu
dapat menerima prestasi dan ketrebatsannya.
c) Course of Human Life Theory
Fokus pada teori ini adalah mengidentifikasi dan pencapaian tujuan
kehidupan seseorang menurut lima fase perkembangan. Kunci dari
perkembangan kesehatan adalah pemenuhan kebutuhan diri.
Lima fase perkembangan itu yaitu :
(1) Masa Kanak – kanak: tidak mempunyai tujuan hidup yang
realistis (digambarkan waktu tidak jelas)
10
(2) Remaja dan dewasa muda: mulai mempunyai konsep yang
spesifik mengenai tujuan hidup
(3) Usia 25 tahun: mulai lebih konkret tentang tujuan hidup dan aktif
bekerja untuk mencapainya
(4) Usia pertengahan: melihat kebelakang kehidupannya,
mengevaluasi apakah mempunyai atau tidak prestasi dan sering
mulai merubah tujuan hidup (rencana untuk selanjutnya)
(5) Fase Terakhir (Usia lanjut): merupakan waktu untuk
menghentikan mencapai cita – cita tujuan hidup
d) Developmental Theory
Setiap individu harus belajar tugas perkembangan yang khusus pada
berbagai tingkat kehidupan, pencapaian tugas perkembangan memberi
kontribusi kebahagian dan perasaan sukses individu.
Tugas perkembangan khusus beberapa sumber yaitu:
(1) Kematangan fisik
(2) Pengharapan budaya masyarakat
(3) Nilai dan aspirasi individual
Tugas perkembangan lansia meliputi:
(1) Pengaturan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
(2) Pengaturan dari pengunduran diri dan penurunan penghasilan
(3) Pengaturan meninggalnya suami / istri
(4) Mendirikan perkumpulan kelompok umur, adaptasi tugas
masyarakat
(5) Membuat perencanaan kehidupan fisik yang memuaskan
2.1.5 Stereotipe Psikologik Orang Lanjut Usai
Biasanya sifst –sifat stereotipe para lansia ini sesuai dengan pembawaannya
pada waktu muda. Beberapa tipe dikenal adalah sebagai berikut:
1) Tipe Konstruktif
11
Orang ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidupnya,
mempunyai toleransi tinggi, humoristik, fleksibel (luwes), dan tahu diri.
Biasanya sifat – sifat ini dibawanya sejak muda. Mereka dapat menerima
fakta – fakta proses menua, mengalami masa pensiun dengan tenang, juga
dalam menghadapi masa akhir.
2) Tipe Ketergantungan (Dependent)
Orang lansia ini masih dapat diterima di tengah masyarakat, tetapi selalu
pasif, tak berambisi, masih tahu diri, tak mempunyai inisiatif dan bertindak
tidak praktis. Biasanya orang ini dikuasai oleh istrinya. Ia senang
mengalami pensiun., malahan biasanya banyak makan dan minum, tidak
suka bekerja dan senang untuk berlibur.
3) Tipe Defensif
Orang ini biasanya dulunya mempunyai pekerjaan / jabatan tak stabil.,
bersifat selalu menolak bantuan, sering kali emosinya tak dapat dikontrol,
memegang teguh pada pada kebiasaannya, bersifat kompulsif aktif.
Anehnya mereka takut menghadapi ”menjadai tua” dan tak menyenangi
masa pensiun.
4) Tipe Bermusuhan (Hostility)
Memreka mengannggap orang lain penyebab kegagalannya, selalu
mengeluh, bersifat agresif, curiga. Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak
stabil. Menjadi tua dianggapnya tidak ada hal – hal yang baik, takut mati, iri
hati pada orang yang muda, senang mengadu untung pada pekerjaan –
pekerjaan aktif untuk menghindari masa yang sulit / buruk.
5) Tipe Membenci / Menyalahkan Diri Sendiri (Selfhaters)
Orang ini bersifat kritis terhadap dan menyalahkan diri sendiri, tak
mempunyai ambisi, mengalami penurunan kondisi sosio – ekonomi.
Biasanya mempunyai perkawinan yang tak bahagia, mempunyai sedikit
“hobby”, merasa menjadi korban dari keadaan, namun mereka menerima
fakta pada proses menua, tidak iri hati pada orang yang berusia muda.,
mereka sudah cukup mempunyai apa yang ada. Mereka menganggap
12
kematian sebagai suatu kejadian yang membebaskannya dari penderitaanya.
Statistik kasus bunuh diri menunjukkan angka yang lebih tinggi
persentasenya pada golongan lansia ini, apalagi pada mereka yang hidup
sendirian.
2.1.6 Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
lanjut usia, antara lain:
1) Permasalahan umum
a. Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
2) Permasalahan khusus :
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik, mental maupun sosial.
b. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c. Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia
2.1.7 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
1) Hereditas atau ketuaan genetik
2) Nutrisi atau makanan
13
3) Status kesehatan
4) Pengalaman hidup
5) Lingkungan
6) Stres
2.1.8 Perubahan – Perubahan Pada Lansia
1. Perubahan Fisik
Berbagai perubahan anatomik / fisiologik akibat proses menua dan akibat
patologiknya
a. Sel
1) Lebih sedikit jumlahnya
2) Lebih besar ukurannya.
3) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intraseluler.
b. Sistem persyarafan
1) Cepatnya menurun hubungan persarafan.
2) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya
dengan stres.
3) Mengecilnya saraf panca indera.
Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf
pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan
rendahnya ketahanan terhadap dingin.
c. Sistem pendengaran
1) Presbiakus (gangguan pada pendengaran). Hilangnya kemampuan
(daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi
suara/nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti
kata-kata, 50 % terjadi pada usia di atas umur 65 tahun.
2) Membran tympany menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
3) Terjadinya pengumpalan serumen dapat mengeras karena
meningkatnya keratin.
d. Sistem penglihatan
1) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar
14
2) Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa)
4) Meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam kegelapan.
5) Hilangnya daya akomodasi.
6) fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi menurun)
7) Lever (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan
dan berkurangnya tempat aliran darah.
e. Sistem genito urinaria
1) Ginjal
Mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50& fungsi tubulus berkurang akibatnya : kurangnya
kemampuan mengkonsentrasi urine, BJ urine menurun, proteinuria
(biasanya + 1), BUN meningkat sampai 21 mg %, nilai ambang
ginjal terhadap glukosa meningkat.
2) Vesika urinaria (kandung kemih) : otot-otot menjadi lemah,
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi
buang air seni, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut
usia sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi urin.
3) Pembesaran prostat ± 75 % dialami oleh pria usia diatas 65 tahun.
4) Vagina : Selaput lendir menjadi kering dan elastisitas jaringan
menurun juga permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang,
reaksi sifatnya lebih alkali, terjadi perubahan-perubahan warna.
5) Daya seksual : Orang-orang yang makin menua masih juga
membutuhkannya tidak ada batasan umur tertentu dimana fungsi
seseorang berhenti : frekuensi seksual intercourse cenderung
menurun secara bertahap tiap tahun, tetapi kapasitasnya untuk
melakukan dan menikmati berjalan terus sampai tua.
f. Sistem endokrin
1) Produksi dari hampir semua hormon menurun
2) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
15
3) Pituitari :
Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam
pembuluh darah; berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan
LH.
4) Menurunnya aktivitas tiroid,
Menurunnya BMR (basal metababolic rate) dan menurunnya daya
pertukaran zat.
5) Menurunnya produksi aldosteron.
Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya : progesteron,
estrogen dan testeron.
g. Sistem kulit
1) Kulit mengerut/keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
3) Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
4) Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan
vaskularisasi.
5) Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
6) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
7) Kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya.
h. Sistem muskuloskeletal (musculosceletal system)
1) Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh.
2) Kifosis
3) Pinggang, lutu dan jari-jari pergelangan terbatas.
4) Discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya
berkurang).
5) Persendian membesar dan menjadi kaku.
6) Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
7) Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil) : serabut-serabut
otot mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban.
16
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a. Pertama-tama perubahan fisik khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (herediter)
e. Lingkungan
Perubahan kepribadian yang drastis.
Keadaan ini jarang terjadi lebih sering berupa ungkapan yang tulus dari
perasaan seseorang ketakutan mungkin oleh faktor lain seperti penyakit.
Kenangan (memori)
Kenangan lama tidak berubah
a. Kenangan jangka panjang
Berjam – jam sampai berhari – hari yang lalu mencakup beberapa
perubahan.
b. Kenangan jangka panjang
0 – 10 menit, kenangan buruk
IQ (intelegency Quation)
a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal
b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor :
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan –
tekanan dai faktor waktu.
3. Perubahan Psikososial
Perubahan psikosial meliputi:
a. Pensiun: bila seseorang pensiun dia akan kehilangan finansial, status,
teman/relasi, pekerjaan/kegiatan
b. Merasakan/sadar akan kematian
c. Perubahan cara hidup
d. Penyakit kronis dan ketidakmampuan
e. Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
17
f. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan gambaran diri,
perubahan konsep diri
4. Perkembangan Spiritual
Perubahan spiritual meliputi:
a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi
b. Semakin matur dalam kehidupan keagamaan
c. Menurut Fowler (1991): perkembangan yang dicapai pada tingkat ini
adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberi contoh cara
mencintai dan keadilan.
2.2 Konsep Dasar Harga Diri Rendah (HDR)
2.2.1 Definisi
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lama
(NANDA, 2005). Individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa
lebih rendah dari orang lain (Depkes RI, 2000).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjang akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998).
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri, perasaan dan pengalaman
tentang diri atau kemampuan diri yang negatif, yang dapat di ekspresikan secara
langsung maupun tidak langsung. (Towsend, 1998)
Menurut Schult & Videbech (1998), gangguan harga diri rendah adalah
penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan
secara langsung maupun tidak langsung
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal menapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999).
Harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan
Sundeen, 1998 :227)
18
2.2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya harga diri rendah antara lain :
a. Faktor predisposisi ( Stuard and Sudeen, 1998 )
Penolakan orang tua
Harapan orang tua yang tidak realistis
Kegagalan yang berulang kali
Kurang mempunyai tanggung jawab personal
Ketergantungan pada orang lain
Ideal diri tidak realistis
b. Faktor presipitasi ( Stuard and Sudeen, 1998 )
Stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal seperti ;
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan kejadian yang megancam.
2) Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi.
Ada tiga jenis transisi peran :
Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-
norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk penyesuaian diri. Setiap
perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap
perkembangan harus dilalui individu dengan menjelaskan tugas
perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stresor
bagi konsep diri.
Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian. Transisi situasi
terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang
yang berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status
sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua. Perubahan status
menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan
19
ketegangan peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran
berlebihan.
Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan
sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh
kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan
dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri
dan berakibat diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan
tubuh dapat mempengaruhi semua kompoen konsep diri yaitu
gambaran diri, identitas diri peran dan harga diri. Masalah konsep
diri dapat di cetuskan oleh faktor psikologis, sosiologi atau
fisiologi, namun yang penting adalah persepsi klien terhadap
ancaman.
2.2.3 Tanda dan Gejala
Menurut Keliat (1999) tanda dan gejala yang dapat muncul pda pasien harga
diri rendah adalah :
Perasaan malu terhadap diri sendiri, individu mempunyai perasaan
kurang percaya diri.
Rasa bersalah terhadaap diri sendiri, individu yang selalu gagaal dalaam
meraih sesuatu.
Merendahkan martabat diri sendiri, menganggap dirinya berada dibawah
orang lain.
Gangguan berhubungan social seperti menarik diri, lebih suka
menyendiri dan tidak ingin bertemu orang lain.
Rasa percaya diri kurang , merasa tidak percaya dengan kemampuan yang
dimiliki.
Sukar mengambil keputusan, cenderung bingung dan ragu-ragu dalam
memilih sesuatu.
Menciderai diri sendiri sebagai akibat harga diri yang rendah disertai
harapan yang suram sehingga memungkinkan untuk mengakhiri
kehidupan.
20
Mudaah tersinggung atau marah yang berlebihan.
Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri.
Ketegangan peran yang dirasakan.
Pandangan hidup pesimis.
Keluhan fisik
Penolakan terhadap kemampuan personal
Destruktif terhadap diri sendiri
Menarik diri secara social
Penyalahgunaan zat
Menarik diri dari realitas
Khawatir
2.2.4 Mekanisme Koping
a. Pertahanan jangka pendek
Aktifitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis identitas,
misalnya main musik, bekerja keras, menonton televisi
Aktifitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara,
misalnya ikut dalam aktifitas sosial, keagamaan
Aktifitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri, misalnya
olah raga yang kompetitif, pencapaian akademik / belajar giat.
Aktifitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat masalah
identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu, misalnya
penyalahgunaan obat.
b. Pertahanan jangka panjang
Penutupan identitas yaitu adapsi identitas pada orang yang menurut klien
penting, tanpa memperhatikan kondisi dirinya.
Identitas negatif yaitu klien beranggapan bahwa identifikasi yang tidak
wajar akan diterima masyarakat.
c. Pertahanan yang berorientasi ego, yang sering disebut sebagai mekanisme
pertahanan mental :
Disosiasi
Isolasi
21
Proyeksi
Displacement
Sumber-sumber koping :
a. aktifitas olah raga
b. hobi dan kerajinan tangan
c. seni yang ekspresif
d. kesehatan
e. kecerdasan
f. kreativitas
g. hubungan interpersonal
2.2.5 Klasifikasi
Harga diri ada 2 macam: harga diri rendah kronis dan harga diri rendah situasi
(Carpenito, 2001 ).
a. Harga diri rendah kronis adalah suatu kondisi penilaian diri yang negatif
berkepanjangan pada seseorang atas dirinya.
Karakteristiknya antara lain :
Mayor: untuk jangka waktu lama / kronis : Pernyataan negatif atas
dirinya, ekspresi rasa malu/ bersalah, penilaian diri seakan-akan tidak
mampu menghadapi kejadian tertentu, ragu-ragu untuk mencoba
sesuatu yang baru.
Minor: Seringnya menemui kegagalan dalam pekerjaan, tergantung
pada pendapat orang lain, presentasi tubuh buruk, tidak asertif
bimbang,dan sangat ingin mencari ketentraman.
b. Harga diri rendah situasional suatu keadaan dimana seseorang memiliki
perasaan-perasaan yang negatif tentang dirinya dalam berespon terhadap
peristiwa (kehilangan, perubahan).
Karakteristiknya :
Mayor : Kejadian yang berulang / berkala dari penilaian diri yang
negatif dalam berespon terhadap peristiwa yang pernah dilihat secara
positif, menyatakan perasaan negatif tentang dirinya ( putus asa, tidak
berguna).
22
Minor : Pernyataan negatif atas dirinya, mengekspresikan rasa
mal/bersalah, penilaian diri tidak mampu mengatasi peristiwa/situasi
kesulitan membuat keputusan, mengesolasi diri.
2.2.6 Rentang Respon
Rentang respon harga diri rendah berfluktuasi dari rentang adaptif sampai
rentang maladaftif (Stuard dan Sundeent,1998)
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma.
Respon adaptif respon maladaptif
a. Respon adaptif meliputi:
Aktualisasi diri
Pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman yang sukses.
Konsep diri positif
Klien mampu pengalaman yang positif perwujudan dirinya, dapat
mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan secara jujur dalam
menilai suatu norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat jika
menyimpang merupakan respon maladaptif.
b. Respon maladptif meliputi:
Harga Diri Rendah
Transisi antara adaptif dan maladptif sehingga individu cenderung
berfikir kearah negatif.
Kekacauan Identitas
Kegagalan individu mengintegrasi aspek-aspek masa kanak-kanak
dalam pematangan aspek psikologis, kepribadian pada masa dewasa
secara harmonis.
Depersionalisasi
23
Aktualisasi diri
Konsep diri +
Harga diri rendah
Kekacauan Identitas
Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan, dan tidak dapat
membedakan dirinya dari orang lain sehingga tidak dapat mengenali
dirinya sendiri
2.2.7 Proses
Berdasarkan hasil riset Malhi (2008, dalam http:www.tqm.com) menyimpulkan
bahwa harga diri rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini
mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan
yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya, hal ini
menyebabkan penampilan seseorang yang tidak optimal. Dalam tinjauan life
span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa
kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu
mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan
dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan,
atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.
Dalam Purba (2008), ada empat cara dalam meningkatkan harga diri yaitu:
1) Memberikan kesempatan berhasil
2) Menanamkan gagasan
3) Mendorong aspirasi
4) Membantu membentuk koping
2.2.8 Pohon Masalah
2.2.9 Penatalaksanaan
24
Harga Diri Rendah
Resiko Perilaku Kekerasan
Gangguan konsep diri
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Keliat (1999) menguraikan empat cara untuk meningkatkan harga diri
yaitu :
1) Memberi kesempatan untuk berhasil
2) Menanamkan gagaasan
3) Mendorong aspirasi
4) Membantu membentuk koping
b. Penatalaksanaan Medis
1) Clorpromazine ( CPZ )
Indikasi untuk sindrom psikosis yaitu berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, waham, halusinasi, gangguan
perasaan dan perilaku aneh, tidak bekerja, hubungan sosial dan
melakukan aktivitas rutin.
Efek saamping : sedasi, gangguan otonomik serta endokrin.
2) Haloperidol ( HPL )
Indikasi : berdaya berat dalam kemampuan menilai realitaas dalaam
fungsi netral serta fungsi kehidupan sehari-hari.
Efek samping : sedasi, gangguan otonomik dan endokrin.
3) Trihexyphenidyl ( THP )
Indikasi : segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pascaa enchepalitis
dan idiopatik.
Efeksamping : hypersensitive terhadap trihexyphenidyl, psikosis berat,
psikoneurosis dan obstruksi saluran cerna.
c. Terapi okupasi / rehabilitasi
Terapi yang terarah bagi pasien, fisik maupun mental dengan menggunakan
aktivitas terpilih sebagai media. Aktivitas tersebut berupa kegiatan yang
direncanakan sesuai tujuan ( Seraquel, 2004 )
d. Psikoterapi
Psikoterapi yang dapat membantu penderita adalah psikoterapi suportif dan
individual atau kelompok serta bimbingan yang praktis dengan maksud
untuk mengembalikan penderita ke masyarakat ( Seraquel, 2004 )
25
e. Terapi psikososial
Kaplan and Sadock ( 1997 ), rewncana pengobatan untuk skizofrenia harus
ditujukan padaa kemampuan daan kekurangan pasien. Selain itu juga perlu
dikembangkan terapi berorientasi keluarga, yang diarahkan untuk strategi
penurunan stress dan mengatasi masalah dan perlibatan kembali pasien
kedalam aktivitas.
2.3 Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah (HDR)
2.3.1 Pengkajian
a. Identitas
a) Klien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Status :
Suku banga :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Alamat :
Tanggal masuk :
Tanggal pengkajiaan :
b) Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Status :
Suku banga :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Alamat :
26
Hub. Dengan klien :
b. Alasan Masuk Rumah Sakit
c. Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama
2. Riwayat Penyakit Dahulu
3. Riwayat Penyakit Sekarang
4. Riwayat Penyakit Keluarga
d. Pemeriksaan Fisik
1. Penampilam
KU :
Kesadaran :
TTV : TD :
Nadi:
suhu:
RR :
2. Head to Toe
a. Kepala
b. Mata
c. Hidung
d. Mulut
e. Telinga
f. Leher
g. Dada
h. Payudara
i. Abdomen
j. Perineum
k. Ekstremitas
e. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1. Tidur dan Istirahat
27
2. Personal Hygiene
3. Nutrisi dan Metabolisme
4. Eliminasi
5. Seksualitas
f. Faktor Predisposisi
1. Riwayat gangguan jiwa dimasa lalu
2. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
3. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
g. Psikososial
1. Genogram
2. Konsep Diri
a) Citra tubuh
b) Identitas
c) Peran
d) Ideal Diri
e) Harga diri
3. Hubungan Sosial
a) Orang yang berarti:
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
4. Spiritual
a) Nilai dan Keyakinan
b) Kegiatan Ibadah:
h. Status Mental
1. Penampilan:
2. Pembicaraan:
3. Aktivitas motorik:
4. Alam perasaan:
5. Afek :
6. Interaksi selama wawancara:
7. Persepsi :
28
8. Proses berpikir:
9. Isi pikir:
10. Tingkat kesadaran:
11. Memori:
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
13. Kemampuan menilai
14. Daya tilik diri
i. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Makan:
2. BAB/BAK:
3. Mandi:
4. Istirahat dan tidur:
5. Penggunaan Obat:
6. Pemeliharaan kesehatan:
7. Aktivitas di dalam rumah
8. Aktivitas di luar
j. Mekanisme Koping
k. Aspek Medik
2.3.2 Masalah keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka
disfungsional.
2.3.3 Intervensi
a. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
Bina Hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
29
Sapa klien dengan ramah.
Perkenalkan diri dengan sopan.
Tanyakan nama lengkap dan panggilan.
Jelaskan tujuan pertemuan dan menepati janji.
Tunjukkan sikap empati.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Intervensi
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Hindari penilaian negatif terhadap klien .
Utamakan memberikan pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Intervensi
Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat di
gunakan selama sakit.
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya
Intervensi
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat di lakukan setipa
hari sesuai kemampuan.
Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
Memberi contoh cara pelaksanaan yang telah direncanakan
5. Klien melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
Intervensi
Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
Beri pujian atas keberhasin klien.
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung ada.
Intervensi
30
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien harga diri rendah.
Bantu keluarga dalam membri dukungan.
Beritahu keluarga dalam menyiapkan lingkungan di rumah.
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka
disfungsional.
Tujuan umum : Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri
rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Intervensi
Klien dapat menilai kemampuan yang dapat diskusikan kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki
Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Intervensi
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
31
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Intervensi
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Intervensi
Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
Beri pujian atas keberhasilan klien
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Intervensi
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Skenario
Suatu hari Puskesmas X sedang melakukan pemeriksaan kesehatan keliling, ketika
berkunjung disebuah rumah perawat menerima laporan dari Tn. P (25 tahun) yang
mengatakan bahwa ayahnya Tn. M (70 tahun) sering menyendiri dikamar, jarang
berkomunikasi dengan anggota keluarga yang lain dan tetangga disekitar rumah. Istri
Tn. M yaitu Ny. R (65 tahun) mengatakan bahwa suaminya melakukan perilaku seperti
itu sejak pension dari Perusahaan Otomotif sebagai kepala bidang atau manajer 6 bulan
32
yang lalu. Setelah pension Tn. P hanya diam saja dirumah dan pendapatan keluarga
bergantung dari Tn. P sebagai honorer dan Ny. R yang membuka warung.
Dari hasil pengkajian perawat, ditemukan data: tensi: 130/90 mmHg, Nadi:80
x/menit, Suhu:350C, Respirasi: 18 x/menit, afek tumpul, bicara dengan nada tidak jelas,
kontak mata kurang, sering menunduk. Klien mengatakan bahwa malu dengan istri dan
anaknya karena tidak bisa memberi nafkah seperti dulu ketika masih bekerja sebagai
menejer. Dan merasa hanya membebani keluarganya tanpa bisa melakukan apa-apa.
Klien juga mempunyai riwayat Diabetes Melitus (DM) sehingga membutuhkan susu
khusus penderita DM yang harganya mahal sehingga isteri dan anaknya yang harus
bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhannya. Keluarga klien merasa bingung
harus berbuat bagaimana dengan kondisi klien, bahkan Tn. P mengusulkan agar Tn. M
dimasukkan saja ke panti jompo agar bisa mendapatkan perawatan lebih intensif.
PERTANYAAN
1. Buatlah asuhan keperawatan lansia dengan menggunakan konsep-konsep dasar
keperawatan gerontik dan sesuai dengan langkah-langkah proses keperawatan dari
mulai pengkajian sampai evaluasi!
3.2 Jawaban Skenario
A. Pengkajian
1) Identitas Klien
Nama : Tn. M
Umur : 70 tahun
Alamat : -
Pendidikan : -
Tanggal masuk ke panti : -
Jenis kelamin : laki-laki
Suku : -
Agama : -
Status perkawinan : menikah
Tanggal pengkajian : 3 januari 2013
2) Riwayat kesehatan
33
a. Riwayat kesehatan sekarang
keluarga mengatakan klien menyendiri dikamar, jarang berkomunikasi
dengan anggota keluarga yang lain dan tetangga disekitar rumah
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus (DM).
c. Riwayat kesehatan keluarga
-
3) Tinjauan sistem (jelaskan tentang kondisi system-system dibawah ini yang
terhadap pada klien) :
a. Keadaan umum : tingkat kesadaran: -
Penampilan:-
TTV: -TD: 130/90 mmHg
- RR: 18 x/menit
- Nadi:80x/menit
- Suhu: 350C
b. Sistem Kardiovaskuler:Frekuensi nadi 80 x/menit, tekanan darah 130/90 mmHg.
c. Sistem PernafasanFrekuensi nafas 18 x/menit.
d. Sistem Integumen-
e. Sistem Perkemihan-
f. Sistem MuskuloSkeletal-
g. Sistem Endokrin-
h. Sistem Gastrointestinal-
i. Sistem Reproduksi-
j. Sistem Persarafan-
k. Sistem Penglihatan-
l. Sistem Pendengaran-
m. Sistem Pengecapan-
34
5. Pengkajian Psikososial & Spiritual
a. Psikososial
-
b. Identifikasi Masalah Emosional
-
c. Pengkajian Fungsional Klien
-
d. Pengkajian keseimbangan
-
B. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. Ditandai
dengan:
DS : keluarga mengatakan klien menyendiri dikamar, jarang berkomunikasi
dengan anggota keluarga yang lain dan tetangga disekitar rumah
DO : -
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan ideal diri
tidak realistis. Ditandai dengan:
DS: Klien mengatakan bahwa malu dengan istri dan anaknya karena tidak
bisa memberi nafkah seperti dulu ketika masih bekerja sebagai menejer. Dan
merasa hanya membebani keluarganya tanpa bisa melakukan apa-apa.
DO: -
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi . Ditandai
dengan:
DS : . Keluarga klien merasa bingung harus berbuat bagaimana dengan
kondisi klien,
DO: -
C. NCP
a. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. Ditandai
dengan:
DS : keluarga mengatakan klien menyendiri dikamar, jarang berkomunikasi
dengan anggota keluarga yang lain dan tetangga disekitar rumah
35
DO : -
Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
Bina Hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
Sapa klien dengan ramah.
Perkenalkan diri dengan sopan.
Tanyakan nama lengkap dan panggilan.
Jelaskan tujuan pertemuan dan menepati janji.
Tunjukkan sikap empati.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Intervensi
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Hindari penilaian negatif terhadap klien .
Utamakan memberikan pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Intervensi
Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat di
gunakan selama sakit.
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya
Intervensi
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat di lakukan setipa
hari sesuai kemampuan.
Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
Memberi contoh cara pelaksanaan yang telah direncanakan
5. Klien melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
36
Intervensi
Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
Beri pujian atas keberhasin klien.
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung ada.
Intervensi
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien harga diri rendah.
Bantu keluarga dalam membri dukungan.
Beritahu keluarga dalam menyiapkan lingkungan di rumah.
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan ideal diri tidak
realistis. Ditandai dengan:
DS: Klien mengatakan bahwa malu dengan istri dan anaknya karena tidak bisa
memberi nafkah seperti dulu ketika masih bekerja sebagai menejer. Dan
merasa hanya membebani keluarganya tanpa bisa melakukan apa-apa.
DO: -
Tujuan umum : Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri
rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
37
Intervensi
Klien dapat menilai kemampuan yang dapat diskusikan kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki
Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Intervensi
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Intervensi
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Intervensi
Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
Beri pujian atas keberhasilan klien
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Intervensi
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
c. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi. Ditandai dengan:
38
DS : . Keluarga klien merasa bingung harus berbuat bagaimana dengan
kondisi klien,
DO: -
Tujuan : Kurang pengetahuan teratasi.
Kriteria Hasil : Keluarga dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, perawatan,
Intervensi :
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga
beri pendidikan kesehatan (penyuluhan) tentang penyakit,
beri kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya
D. Evaluasi
Evaluasi setelah dilakukan intervensi pada klien lansia.
a. Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
b. Klien akan meningkat harga dirinya
c. Pengetahuan keluarga bertambah.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Harga diri rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya
kepercayaan diri, dan gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung
maupun tidak langsung, penurunan harga diri ini dapat bersifat situasional maupun
kronis atau menahun.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada
pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha
menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak
mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran
39
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta. Egc
2. Towsend, Mary C. 1998. diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri. Jakarta. Egc
3. Depkes RI. 2000. Keperawatan Jiwa. Jakarta
4. Harrol, Kaplan. 1987. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta. Widya Medika
5. Carpenito, Lynda Juall. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
6. Keliat, Budi Anna.(1999). Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. EGC: Jakarta
7. Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa. (2005). Modul Community Mental Health
Nursing
8. NANDA International. (2008). Nursing Diagnoses: Definition and Classification
.Philadelphia:USA.
40