Upload
leanh
View
232
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN MEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Sulawesi Tengah (Sulteng) adalah salah satu propinsi di Indonesia yang beribukota di
Palu, luas propinsi ini mencapai ±61.841,29 kilometer persegi (km²),dengan jumlah penduduk
tahun 2011 berjumlah ±2.721.941 jiwa secara geografis propinsi ini terletak diantara 222
derajat Lintang Utara dan 348 derajat Lintang Selatan, serta 1122 dan 124 22 bujur Timur,
sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Propinsi Gorontalo, Sebelah Timur dengan
Propinsi Maluku, Sebelah Selatan dengan Propinsi Sulawesi Selatan dan Propinisi Sulawesi
Tenggara serta Propinsi Sulawesi Barat di sebelah barat.
Secara administrasi Sulteng terbagi dalam 10 kabupaten dan 1 kota yakni:
1. Kabupaten Donggala
2. Kabupaten Sigi
3. Kabupaten Parimo,
4. Kabupaten Poso,
5. Kabupaten Tojo Una Una,
6. Kabupaten Banggai,
7. Kabupaten Banggai Kepulauan
8. Kabupaten Morowali,
9. Kabupaten Toli-toli,
10. Kabupaten Buol serta
11. Kota Palu selaku ibukota.
Jumlah penduduk sulteng tahun 2011 ±2.721.941 jiwa (data BPS Sulteng), Penduduk asli
Sulawesi Tengah terdiri atas 12 kelompok etnis atau suku, yaitu Etnis Kaili yang berdiam di
kabupaten Donggala, Sigi, Parimo dan kota Palu, Etnis Kulawi berdiam di kabupaten Sigi, Etnis
Lore berdiam di kabupaten Poso, Etnis Pamona berdiam di kabupaten Poso, Etnis Mori berdiam
di kabupaten Morowali, Etnis Bungku berdiam di kabupaten Morowali, Etnis Saluan atau
Loinang berdiam di kabupaten Banggai, Etnis Balantak berdiam di kabupaten Banggai, Etnis
Mamasa berdiam di kabupaten Banggai, Etnis Taa berdiam di kabupaten Banggai dan Tojo Una-
una, Etnis Bare'e berdiam di kabupaten Touna, Etnis Banggai berdiam di Banggai Kepulauan,
Etnis Buol mendiami kabupaten Buol, Etnis Tolitoli berdiam di kabupaten Tolitoli, Etnis Tomini
mendiami kabupaten Parigi Moutong, Etnis Dampal berdiam di Dampal, kabupaten Tolitoli,
Etnis Dondo berdiam di (Dondo)kabupaten Tolitoli, Etnis Pendau berdiam di kabupaten Tolitoli,
Etnis Dampelas berdiam di kabupatenDonggala.
Asli suku mori berasal dari kendari (Sulawesi tenggara), suku mori datang untuk menetap di
kabupaten Morowali yang dulunya adalah kabupaten poso. Suku mori ini sendiri beragama
Kristen protestan dan katolik. Menurut masyarakat pengaruh dari masuknya agama islam di
kabupaten morowali ini menyebabkan sebagian besar suku mori yang tadinya beragama Kristen
memeluk agama islam karena morowali hanya berada sekitar 200 meter sebelah utara berdekatan
dengan laut.
Jadi karena berada hanya sekitar 200 meter dengan laut maka penyebar agama islam zaman
dulu dengan mudah masuk untuk menyebarkan agama islam di suku mori yang berada di
kabupaten morowali ini walaupun tidak semua dari suku mori memeluk agama islam.
Suku pamona yang berada di kabupaten poso sekarang masih banyak yang memeluk agama
Kristen karena tidak dapat di jangkau lagi oleh penyebar agama islam tadi karena jarak antara
kabupaten poso dengan kabupaten morowali ±435 km arah barat dari kabupaten morowali dan
kabupaten mororowali memiliki luas 15.490.12 Km² atau sekitar 22.77 persen dari luas daratan
Provinsi Sulawesi Tengah.
Peta Kabupaten Morowali:
Selain 12 kelompok etnis, ada beberapa suku hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a
di Donggala, suku Wana di Morowali, suku Seasea di Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli.
Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang saling berbeda antara
suku yang satu dengan yang lainnya, namun dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.
Kabupaten Morowali terbentuk dari hasil pemekaran wilayah Kabupaten Poso Provinsi
Sulawesi Tengah sesuai Undang-undang RI Nomor 51 Tahun 1999. Secara geografis wilayah
Kabupaten Morowali berada pada Bujur Timur : 1210 02’24” – 123015’36” dan Lintang Selatan:
01031’12” – 03046’48” serta berbatasan dengan :
Sebelah Utara berbatasan dengan Wilayah Kabupaten Tojo Una-Una,
Selain 12 kelompok etnis, ada beberapa suku hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a
di Donggala, suku Wana di Morowali, suku Seasea di Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli.
Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang saling berbeda antara
suku yang satu dengan yang lainnya, namun dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.
Kabupaten Morowali terbentuk dari hasil pemekaran wilayah Kabupaten Poso Provinsi
Sulawesi Tengah sesuai Undang-undang RI Nomor 51 Tahun 1999. Secara geografis wilayah
Kabupaten Morowali berada pada Bujur Timur : 1210 02’24” – 123015’36” dan Lintang Selatan:
01031’12” – 03046’48” serta berbatasan dengan :
Sebelah Utara berbatasan dengan Wilayah Kabupaten Tojo Una-Una,
Selain 12 kelompok etnis, ada beberapa suku hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a
di Donggala, suku Wana di Morowali, suku Seasea di Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli.
Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang saling berbeda antara
suku yang satu dengan yang lainnya, namun dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.
Kabupaten Morowali terbentuk dari hasil pemekaran wilayah Kabupaten Poso Provinsi
Sulawesi Tengah sesuai Undang-undang RI Nomor 51 Tahun 1999. Secara geografis wilayah
Kabupaten Morowali berada pada Bujur Timur : 1210 02’24” – 123015’36” dan Lintang Selatan:
01031’12” – 03046’48” serta berbatasan dengan :
Sebelah Utara berbatasan dengan Wilayah Kabupaten Tojo Una-Una,
Sebelah Selatan berbatasan dengan Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi
Selatan,
Sebelah Timur berbatasan dengan Perairan Teluk Tolo dan Kabupaten Banggai, dan
Sebelah Barat Berbatasan dengan Wilayah Kabupaten Poso, Tojo Una-Una, Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Tenggara.
Kabupaten Morowali wilayahnya membentang dari arah Tenggara ke Barat dan melebar
ke Bagian Timur serta berada di daratan Pulau Sulawesi. Namun wilayah lainnya terdiri dari
pulau-pulau kecil. Bagian Paling Selatan terdapat wilayah Kecamatan Menui Kepulauan yang
terdiri dari beberapa pulau besar dan kecil.
Pada tahun 2004 kabupaten Morowali mengalami pemekaran sehingga kecamatan yang
semula berjumlah 10 menjadi 13 kecamatan. Kecamatan Bungku Utara dimekarkan menjadi dua
Kecamatan yaitu Bungku Utara dan Mamosalato. Sedangkan Bungku Barat dimekarkan menjadi
tiga kecamatan yaitu Bungku Barat. Bumi Raya dan Wita Ponda, dan Pada Tahun 2008 terjadi
pemekaran Kecamatan Mori Atas menjadi 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan Mori Utara dan
Kecamatan Mori Atas sehingga jumlah kecamatan di Kabupaten Morowali menjadi 14
Kecamatan. Di belahan Utara wilayah ini terdiri dari Kecamatan Mamosalato, Bungku Utara,
Soyo Jaya dan Petasia. Di belahan Selatan terdapat Kecamatan Menui Kepulauan, Bungku
Selatan dan Bahodopi. Kecamatan Lembo, Mori Atas dan Mori Utara berada pada belahan Barat
dan merupakan kecamatan yang tidak mempunyai wilayah pesisir, sedang di bagian tengah
terdapat Kecamatan Bungku Tengah, Bungku Barat, Bumi Raya, dan Witaponda.
Luas daratan Kabupaten Morowali kurang lebih 15.490.12 Km² atau sekitar 22.77 persen
dari luas daratan Provinsi Sulawesi Tengah. Luas wilayah Kabupaten Morowali menempati
urutan pertama bila dibandingkan dengan luas daratan kabupaten/kota lainnya di Sulawesi
Tengah. Secara administratif pemerintahan, Kabupaten Morowali terdiri dari 14 kecamatan
dengan rincian kecamatan terluas wilayahnya adalah Kecamatan Bungku Utara dan yang terkecil
Kecamatan Menui Kepulauan dan Jumlah desa yang terdapat di Wilayah Kabupaten Morowali
sebanyak 240 desa yang terdiri atas 230 desa dan 10 kelurahan dimana 132 desa diantaranya
berbatasan dengan pantai yang tersebar pada 11 Kecamatan dan 3 Kecamatan lainnya yaitu
Lembo, Mori Atas dan Mori Utara yang tidak memiliki desa pantai. Luas dan sebaran
Desa/Kelurahan dapat dilihat pada Tabel berikut ini :
Tabel 1. Luas Wilayah, Sebaran Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan Kabupaten
Morowali:
Kecamatan Luas (km²) % Jumlah Desa PusatPemerintahan
1 Menui Kepulauan 223,63 1,44 19 Ulunanmbo2 Bungku Selatan 1.271,19 8,21 33 Kaleroang3 Bahodopi 1.080,98 6,98 12 Bahodopi4 Bungku Tengah 1.112,80 7,18 29 Bungku5 Bungku Barat 758,93 4,90 10 Wosu6 Bumi Raya 504,77 3,26 13 Bahonsuai7 Witaponda 519,70 3,36 9 Lantulajaya8 Lembo 1.332,84 8,60 24 Beteleme9 Mori Atas 1.508,81 9,74 14 Tomata10 Petasia 1.635,24 10,50 28 Kolonodale11 Soyo Jaya 605,51 3,91 9 Lembasumara12 Bungku Utara 2.406,79 15,54 20 Baturube13 Mamosalao 1.480,00 9,55 14 Tanasumpu14 Mori Utara 1.048,93 6,77 8 Manyumba
KabupatenMorowali
15.490,12 100,00 240
Sumber : Kabupaten Morowali Dalam Angka. 2007 dan Bagian Adm. Pemerintahan Umum
Kecamatan wita ponda terdiri dari terdiri dari 9 desa yaitu solonsa jaya, solonsa utama,
ungkaya, moahino, emea, sampeantaba, laantulajaya, bumi harapan, dan pontari makmur. Yang
terdiri dari berbagai suku yaitu solonsa utama, solonsa jaya, ungkaya, moahino, emea suku mori,
sampeantaba, lantulajaya suku bugis, tator, dan jawa, dan pontari makmur dan bumi harapan
jawa dan bali yang tinggal dalam satu kecamatan dan saling berinteraksi antara suku dan agama
yang satu dengan yang lainnya.
Tabel 2. Keadaan Penduduk Desa Emea
NO URAIAN KEPALAKELUARGA
JUMLAHKK(3+4)
JUMLAHJIWA
JUMLAH(6+7)
KET.
L P L P1 2 3 4 5 6 7 8 91 Penduduk
akhir bulan500 37 537 1.047 990 2.037
2 Kelahiran - 1 1 - 2 23 Meninggal 1 - 1 1 - 14 Pendatang - - - - - -5 Pindah
penduduk- - - - - -
JUMLAH 499 38 537 1.046 992 2.038Sumber data: Desa Emea,2012
Tabel 3. Laporan Penduduk Menurut Agama
NO URAIAN KEPALAKELUARGA
JUMLAHKK(3+4)
JUMLAHJIWA
JUMLAH(6+7)
KET.
L P L P1 2 3 4 5 6 7 8 91 ISLAM 475 37 512 1.009 946 1.9952 HINDU 17 1 18 29 35 643 KRISTEN 6 - 6 7 10 174 KHATOLIK - - - - - -5 BUDHA 1 - 1 1 1 2JUMLAH 499 38 537 1.046 992 2.038
Sumber data: Desa Emea,2012
Dari tabel di atas terlihat penduduk desa emea terdiri dari berbagai agama yaitu islam,
hindu, Kristen, budha. Keunikan dari desa emea ini adalah penduduk yang beragama islam tidak
tinggal bedekatan dengn agama di luar islam, penduduk yang beragama selain agama islam
tinggal terpisah atau mempunyai kawasan masing-masing, menurut masyarakat mereka hidup
terpisah karena agar supaya setiap agama bisa menjalankan kegiatan beribadah lebih khusuk
tanpa mengganggu agama lain yang bedekatan.Walaupun masyarakat ini tinggal terpisah atau
mempunyai kawasan masing-masing tapi dalam kehidupan sehari-hari mereka sering bertemu
atau saling berinteraksi antara agama satu dengan yang lain.
Emea, adalah salah satu desa di Kecamatan Wita Ponda Kabupaten. Desa ini berdekatan
dengan laut hanya sekitar 200 M sblah utara. Desa Emea mempunyai luas daerah/ desa 601,30
Ha yang terdiri dari 5 dusun dan mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Moahino
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bumi Harapan
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ungkaya
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sampeantaba
Topografi:
a. Luas kemiringan lahan (rata-rata)
1. Datar 575,13 Ha
b. Ketinggian di atas permukaan laut (rata-rata) 10 m
Hidrologi
Irigasi berpengairan tekhnis
Klimatologi
a. Suhu 26 ᵒc
b. Curah hujan 2000/3000 mm
c. Kelembaban udara
d. Kecepatan angin
Luas lahan pertanian
a. Sawah terigasi 7 Ha
b. Pertanian kelapa sawit 215 Ha
Luas lahan pemukiman
a. Luas pemukiman 381,30 Ha
Desa yang memiliki luas 601,30 Ha ini ternyata mempunyai jumlah penduduk sekitar 2.037
jiwa yang terdiri dari 1.046 jiwa laki-laki dan 992 jiwa perempuan. Penduduk desa emea terdiri
dari berbagai suku yaitu Mori, bungku, Bugis, Tator, Jawa dan Bali. Penduduk yang tinggal di
desa emea tersebut adalah penduduk asli suku mori dan bungku.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Tradisi Mongkoro
Soekanto (dalam Dadang Supardan 2008 : 207) mendefinisikan Tradisi sebagai suatu pola
perilaku atau kepercayaan yang telah menjadi bagian dari suatu budaya yang telah lama di kenal
sehingga menjadi bagian dari suatu budaya yang telah lama di kenal sehingga menjadi adat
istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun.
Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan tradisi sebagai (1) adat kebiasaan turun
temurun dari nenek moyang yang masing di jalankan di masyarakat. (2) penilaian atau anggapan
bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar. Dengan kata lain tradisi
bida di artikan sebagai adat istiadat yang di turunkan secara turun temurun dari nenek moyang
kepada generasi-generasi selanjutnya yang kemudian di laksanakan oleh generasi-generasi
tersebut.
Adat merupakan wujud ideal dari kebudayaan yang berfungsi sebagai tata kelakuan. Adat
adalah aturan,perbuatan yang lazim di lakukan sejak dahulu menurutdaerah setempat. Adat yang
berada pada tingkat nilai budaya bersifat abstrak, merupakan ide-ide yang berkonsepsikan hal-
hal yang paling bernilai dalam kehidupan suatu masyarakat.
Kata adat sendiri berasal dari bahasa arab yang berarti kebiasaan. Pendapat lain menyatakan,
bahwa adat sebenarnya berasal dari bahasa sansekerta a(berarti “bukan”) dan dato (yang artinya
“sifat kebenaran”). Dengan demikian adat bersifat immaterial artinya adat menyangkut hal-hal
yang berkaitan dengan system kepercayaan.
Fakultas hukum universitas andalas 1977-1978 hal 36 (dalam soerjono soekanto 1983). Di
dalam penelitian yang pernah di adakan di nyatakan antara lain;
Pada umumnya adat itu di bagi atas 4 bagian yaitu;
1. Adat yang sebenar adat. Ini merupakan undang-undang alam. Di mana dan kapanpun ia
akan tetap sama, antara lain adat air membasahi, adat api membakar dan sebagainya.
2. Adat istiadat. Ini adalah aturan pedoman hidup di seluruh daerah ini yang di
perturunnaikan selama ini, waris yang di jawek, pusako nan di tolong, artinya yang di
terima oleh generasi yang sekarang oleh generasi yang dulu supaya dapat kokoh
berdirinya.
3. Adat nan teradat. Ini adalah kebiasaan setempat.dapat di tambah ataupun di kurangi
menurut tempat dan waktu.
4. Adat yang diadatkan. Ini adalah adat yang dapat di pakai setempat. Seperti dalam suatu
daerah adat menyebut dalam perkawinan mempelai harus memakai pakain kebesaran,
kalau tidak maka helat tidak akan menjadi; tapi pada waktu sekarang karena sukar
mencari pakaian kebesaran itu maka pakaian biasa saja dapat di pakai oleh mempelai
tadi.
Mongkoro merupakan mengundang secara lisan yang di lakukan setiap akan melakukan
acara suka cita seperti pernikahan, khitanan, syukuran dll, masyarakat yang berada di suatu desa
yang akan melaksanakan suatu acara datang saling membantu salah satu warga yang akan
melaksanakn acara tersebut. Di samping itu, masyarakat yang datang membantu tersebut
membawa bahan-bahan sembako untuk di makan di acara pernikahan tersebut seperti beras, gula,
minyak goreng dll.
Tradisi mongkoro sudah lama di gunakan oleh suku mori tiap akan mengadakan acara, dari
dulu smpai sekarang masih tetap di gunakan.
4.2.2 Tradisi Mongkoro di Lihat Dari Sudut Pandang Suku Mori
Interaksionisme simbolik yang di kemukakan oleh Herbert Blumer ,menurut poloma
(1992:267-269),mengandung sejmulah ide-ide dasar sebagai berikut:
1. masyarakat terdiri dari manusia yang saling berinteraksi dan bersesuaian melalui tindakan
bersama, membentuk organisasi atau struktur sosial;
2. interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang saling berhubungan. Interaksi
nonsimbolik mencakup stimulus respon yang sederhana, sedangkan interaksi simbolis
mencakup penapsiran dan tindakan;
3. objek-objek tidak mempunyai makna yang intrinsik; makan merupakan produk interaksi
simbolik. Objek-objek dapat di klasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu objek fisik,
sosial, dan objek abstrak;
4. manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai
objek. Pandangan terhadap diri sendiri sebgaimana dengan semua objek, lahir pada saat
proses interaksi simbolik;
5. tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia itu sendiri;
6. akhirnya, tindakan tesebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota
kelompok: hal ini disebut sebagai tindakan bersama.
Maclver dan page (dalam soerjono soekanto 2012:22) mengemukakan bahwa masyarakat
adalah suatu system dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai
kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia.
Sehingga masyarakat bisa di artikan sebagai jalinan hubungan social dan selalu berubah-ubah.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah ilmiah
saling beriteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai perananagar warganya dapat saling
berinteraksi.
Masyarakat morowali khususnya di desa emea di lihat dari tradisi kebudayaannya yang
merupakan campuran dari suku mori dan suku bungku contohnya dapat di lihat dari
semboyannya yaitu tepeasa maroso, tepeasa yang berasal dari bahasa bahasa bungku yang
artinya “bersatu”, sedang maroso berasal dari bahasa mori yang artinya “kuat”.
Menurut saya Salah satu yang menarik dari kampung tersebut agama muslim dan non
muslim terpisah atau mempunyai kawasan sendiri-sendiri, umat muslim mempunyai kawasan
sendiri dan non muslim pun mempunyai kawasan sendiri-sendiri. Dan keunikan ini dapat terjaga
dari dulu sampai sekarang.
4.2.3 Persepsi Masyarakat Mengenai Tradisi Mongkoro
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat & kemampuan lain serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Kebudayaan dikaji asal kata bahasa sansekerta berasal dari kata budhayah
yang berarti budi atau akal.
Kebudayaan secara umum dapat diartikan sebagai “segala sesuatu yang dihasilkan oleh
akal budi (pikiran) manusia dengan tujuan untuk mengolah tanah atau tempat tinggalnya, atau
dapat pula diartikan segala usaha manusia untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan
hidupnya didalam lingkungannya”. Budaya dapat pula diartikan sebagai himpunan pengalaman
yang dipelajari, mengacu pada pola-pola perilaku yang ditularkan secara sosial tertentu.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengartikan kebudayaan sebagai peninggalan sejarah
yang bersifat tradisional. Seperti tarian daerah, alat musik daerah, senjata tradisional, bahasa
daerah, dan lain sebagainya. Di negara kita, hampir setiap propinsi memilki kebudayaan
tradisionalnya sendiri. Oleh sebab itu negara kita dijuluki negara yang kaya akan budaya.
Negara Indonesia adalah suatu Negara yang memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang
beraneka macam dari sambang sampai merauke.adat istiadat yang mempunyai fungsi dan makna
masing-masing bagi setiap suku yang masih terjaga sampai sekarang ataupun sudah hilang
seiring semakin berkembang dan modernnya cara pemikiran manusia.
Mongkoro berasal dari bahasa suku Mori yang artinya mengundang secara lisan. Di lihat
dari bahasanya saja sudah menggunakan bahasa asli suku mori jadi mongkoro ini merupakan
warisan asli dari suku mori sendiri tanpa ada campuran dari suku lain.
Tradisi mongkoro ini sendiri mempunyai makna yang penting bagi masyarakat suku mori
yaitu dapat menjalin rasa gotong royong yang sangat kuat antara masyarakat yang satu dan yang
lainnya dan dapat mempererat rasa kekeluargaan yang lebih erat tanpa membeda-bedakan antar
agama maupun antar suku, dapat terlihat jika ada masyarakat yang mengadakan sebuah acara
semua yang di undang atau mengenal yang menyelenggarakan acara tersebut akan datang untuk
saling membantu dan akan terlihat terdiri dari berbagai suku.
Kebiasaan-Kebiasaan dalam kehidupan masyarakat adalah pola-polakegiatan atau perbuatan positif yang dilakukan oleh warga masyarakat yangperuhanan sebuah kesatuan hukum tertentu yang pada dasarnya dapatbersumber pada hukum adat atau adat istiadat yang diakui keabsahanya olehwarga masyarakat tersebut dan warga wasyarakat lainya.( uu nomor 1 tahun2009 pasal 1 ayat 4, tentang pemberdayaan, pelestarian, perlindungan danpengembangan adat istiadat dan lembaga adat dalam Wilayah NegaraRepublik Indonesia).
Berdasarkan UU yang ada di atas tradisi mongkoro adalah sebuah adat yang membawa
dampak positif bagi semua masyarakat suku mori atau suku lain yang tinggal menetap di Desa
Emea Kecamatan Wita Ponda Kabupaten Morowali.
Tradisi mongkoro ini sudah ada sejak dari nenek moyang suku mori dan sampai sekarang
tradisi ini masih ada dan masih di gunakan dalam setiap acara-acara di desa Emea ini, ada
terdapat sedikit perbedaan antara tradisi mongkoro yang dulu dan yang di pakai sekarang.
Tradisi mongko pada zaman dulu penduduk yang turun untuk mengudang terdapat dua orang
atau berpasangan laki-laki dan perempuan dan menggunakan pakaian adat sedangkan pada
zaman sekarang hanya seorang saja tidak menggunakan pakaian adat lagi atau hanya
menggunakan pakaian biasa tapi sopan.
Tradisi mongkoro ini sangat erat dengn kehidupan suku mori, dapat di lihat dari semakin
modern dan canggihnya system komunikasi jaman sekarang ini tapi suku mori masih sangat
mempertahankan tradisi mongkoro ini walaupun ada perubahan yang terlihat seperti cara
berpakaian tapi itu tidak merubah makna dan arti tradisi mongkoro ini bagi suku mori.
Perubahan yang ada dalam tradisi hanya karena perkembangan zaman saja yang tidak telalu
berarti bagi suku, yang paling penting perkembangan zaman tidak menghilangkan tradisi ini dan
tidak merubah cara pemikiran masyarakat mengenai makna dan pentingnya tradisi ini bagi
mereka. Seperti hasil wawancara bersama Bapak Ratimu (tokoh adat) sebagai berikut:
“ Caranya dorang dalam berpakaian memang sekarang ini sudah lain mi dariyang aslinya sebenarnya, kalau dulu yang ba undang itu dia pake baju adatbaru kalu turun ada laki-laki ada perempuan. Menurut orang tua dulukatanya itu supaya yang perempuan undang yang perempuan baru laki-lakidengan laki tuan rumah,sekarang ini karena tidak mi lagi karena sekarangsudah mulai canggih mi mungkin. Yang penting untuk orang-orang suku moritetap tidak lupa arti dari adat mongkoro ini”.1
Maksud Bapak Ratimu cara berpakaian yang turun untuk mengundang secara lisan pada
zaman sekarang sudah berbeda dengan yang sebenarnya, kalau zaman dulu yang turun untuk
mengundang memakai pakaian adat dan berpasangan pria dan wanita. Karena menurut nenek
moyang suku mori tujuan yang turun mengundang berpasangan agar yang pria mengundang tuan
rumah pria dan wanita mengundang tuan rumah yang wanita, sekarang sudah tidak memakai
pakaian adat lagi karena zaman yang semakin modern, yang terpenting masyarakat suku mori
tidak melupakan makna dari tradisi mongkoro ini.
1 (hasil wawancara dengan bapak Ratimu,27 oktober 2013)
Gambar 1: wawancara dengan Bapak Ratimu (tokoh adat) mengenai persepsi mengenai tradisimongkoro.
Hal yang sama juga di katakan Bapak Aeni (tokoh agama) sebagai berikut:
“ Yang turun mengundang sekarang itu kan bukan orang-orang tua lagi
bukan kaya lalu harus orang yang sudah tua, dorang sudah tidak mau pake
pakean adat karena sudah banyak sekarang dorang liat di tv-tv cara
berpakaian yang lebik modern jadi tidak mau lagi pake pakean adat”.2
Maksud Bapak Aeni yang turun untuk mengundang sekarang masih muda, kalu zaman
dahulu yang turun untuk mengundang harus yang sudah tua. Mereka sudah tidak ingin memakai
pakaian adat lagi karena banyak melihat di layar tv cara berpakaian yang lebih modern.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan dua tokoh di atas mengenai persepsi
mereka mengenai tradisi mongkoro, di temukan dua pendapat yang tidak jauh berbeda yakni cara
berpakaian yang turun untuk mengundang yang dahulu dan sekarang memang ada perpedaan,
jika dahulu memakai pakaian adat tapi sekarang Cuma memakai pakaian biasa saja dan dahulu
berpasangan wanita dan pria, yang pria akan mengundang tuan rumah pria dan yang wanita
mengudang tuan rumah wanita dan sekarang Cuma pria saja dan mengundang semua tuan rumah
2 (hasil wawancara dengan bapak Aeni,28 oktober 2013)
baik pria maupun wanita. Yang penting masyarakat tidak menghilangkan ataupun melupakan
makna dari tradisi mongkoro ini sendiri.
4.3 Faktor-Faktor Penyebab Pergeseran Tradisi Mongkoro
Menurut Selo Soemardjan“segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembagakemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistemsosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antarakelompok-kelompok dalam masyarakat.(Gatot Teguh Aripianto: 23 april 2010) .
Sesuai teori di atas budaya yang dahulu tak ternilai harganya, kini justru menjadi budaya
yang tak bernilai di mata masyarakat. Sikap yang tak menghargai itu memberikan dampak yang
cukup buruk bagi perkembangan budaya tradisional di negara kita. Karena salah satu cara untuk
melestarikan budaya tradisional adalah sikap dan perilaku dari masyarakatnya sendiri. Jika dalam
diri setiap masyarakat terdapat jiwa nasionalis yang dominan, melestarikan budaya atau tradisi
merupakan suatu kebanggaan, tapi generasi muda sekarang ini justru beranggapan yang
sebaliknya, sehingga mereka menggagap melestarikan budaya atau suku itu suatu paksaan. Jadi
kelestarian budaya atau tradisi itu juga sangat bergantung pada jiwa nasionais generasi mudanya.
Sebagai para generasi muda penerus bangsa, jiwa dan sikap nasionalis sangatlah diperlukan.
Bukan hanya untuk kepentingan politik saja kita dituntut untuk berjiwa nasionalis, tetapi dalam
mempertahankan dan melestarikan budayapun juga demikian. Kita butuh untuk menyadari
bahwa untuk mempertahankan budaya peninggalan sejarah itu tidak mudah. Butuh pengorbanan
yang besar pula. Oleh karenanya tak cukup apabila hanya ada satu generasi muda yang mau
untuk tapi yang lain masa bodoh. Dalam melakukannya dibutuhkan kebersamaan untuk saling
mendukung dan mengisi satu sama lain. Dalam kata lain dalam menjaga kelestarian budaya juga
diperlukan kekompakan untuk saling mengisi dan mendukung.
Setiap perubahan yang ada dalam lingkungan kita yang berasal dari luar maupun dari dalam
yang di alami setiap masyarakat akan membawa perubahan pada masyarakat atau kelompok
masyarakat itu sendiri, baik itu perubahan yang Nampak maupun perubahan yang bisa kita
rasakan sendiri. Dan sesuai teori di atas tadi sesuai dengan perubahan pada tradisi mongkoro,
perubahan yang terjadi masyarakat seperti masuknya budaya baru ataupun kawin campur juga
akan mempengaruhi adat istiadat dan cara pemikran masyarakat.
4.3.1 Pengaruh Internal
a. Kawin Campur
Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat.
Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesiaataupun kelompok-
kelompok masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami
proses dipengaruhi dan mempengaruhi.
Kemampuan berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia selama tidak
menghilangkan budaya asli kita. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan
keadaan yang senantiasa berubah. Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat.
Hanya dalam jangka waktu satu generasi banyak negara-negara berkembang telah berusaha
melaksanakan perubahan kebudayaan, padahal di negara-negara maju perubahan demikian
berlangsung selama beberapa generasi. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa
lain, berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh luar. Kemajuan bisa dihasilkan oleh
interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses interaksi.
Kawin campur atau perkawinan antara 2 suku yang berbeda di anggap adalah salah satu
penyebab pergeseran tradisi mongkoro ini karena akan saling mempengaruhi tradisi dari salah
satu mempelai yang akan mengadakan pernikahan.
Dalam budaya pernikahan pada suku mori jika ada yang mengadakan pernikahan acara
pernikahan dari awal sampai akhir akan di laksanakan di rumah atau daerah mempelai wanita,
jadi jika seandainya mempelai pria yang suku mori secara tidak langsung pria yang akan
mengikut tata acara pernikahan dari mempelai wanita. Jika wanita dan pria walaupun berbeda
suku tetapi tinggal dalam satu daerah yang sama maka tradisi mongkoro masih tetap di pakai.
Jadi kawin campur juga mempengaruhi pergeseran suatu tradisi yang ada dalam satu suku
yang ada.seperti hasil wawancara bersama Bapak Dadia (tokoh masyarakat) sebagai berikut:
“ Kalau dulu jarang kita dengar atau mungkin tidak ada yang kawin bedasuku, pasti satu suku semua sampe-sampe ada yang kawin masih keluargadekat juga. Contohnya saya dengan istriku itu masih sepupu satu kali, karenadulu bagaimana mau jodoh dengan suku lain, keluar dari kampung sajajarang karena kalau dulu untuk pergi sekolah saja jalan kaki dari rumah baruteman-teman sekolah tidak ada yang beda suku semua satu suku jadi tidakmungkin mau dapat jodoh yang beda suku.3
Maksud Bapak Dadia kalau zaman dahulu jarang sekali ada yang menikah beda suku dan
bahkan tidak ada, yang menikah pasti sama suku dan bahkan ada yang nikah maih mempunyai
ikatan pernikahan. Zaman dahulu tidak mungkin nikah berbeda suku karena untuk keluar dari
kampong saja jarang dan untuk pergi sekolah saja berjalan kaki karena kendaraan yang belum
ada dan di sekolah pun semua sama suku jadi tidak mungkin untuk nikah beda suku.
3 (hasil wawancara dengan bapak Dadia 5 november 2013)
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penulis merumuskan bahwa pada zaman
dahulu tradisi mongkoro ini tidak ada yang namanya kawin campur di karenakan zaman dahulu
anak-anak mudanya hanya menetap di kampong untuk bekerja karena zaman dulu jarang anak-
anak yang keluar untuk sekolah karena masalah biaya dan kalau yang menikah selalu
mempunyai suku yang sama jika ada perbedaan hanya daerah mereka saja yang berbeda. Dan
zaman dulu yang pasangan yang menikah antara kedua mempelai masih mempunyai hubungan
tali kekeluargaan karena zaman dulu perjodohan masih banyak terjadi.
Itu zaman dulu berbeda dengan zaman sekarang yang anak-anak mudanya sering keluar
daerah untuk sekolah, kerja dll. Dan sering bertemu jodoh mereka yang di luar daerah dan
berbeda suku.
4.3.2 Pengaruh Eksternal
a. Budaya Barat
Kebudayaan asing disini khususnya kebudayaan dari negara-negara maju atau Barat yang
memengaruhi sejumlah besar masyarakat dan kebudayaan di dunia ini budaya di Indonesia telah
banyak tercampur dengan budaya asing. Itu mungkin disebakan karena kebudayaan itu lebih
menyenangkan dibandingkan budayanya sendiri. Sebenarnya budaya asli Indonesia telah
memiliki budaya yang mirip dengan budaya tadi. Namun, budaya tersebut terkadang dianggap
kurang meriah. Contoh perubahan besar lainnya adalah penggunaan komputer dan alat-alat
teknologi sebagai pengganti buku untuk mencari tugas. Hal itu disebabkan oleh kemudahan
menggunakan alat-alat teknologi tersebut.
Walaupun perubahan dari cara berpakaian tradisi mongkoro tidak terlalu di anggap
penting bagi suku mori tetapi perubahan itu tetap ada dan tetap di rasakan walaupun sedikit dan
di anggap ada yang hilang atau berkurang dari tradisi mongkoro ini sendiri. Seperti hasil
wawancara bersama Bapak Hamsah Beluano ( tokoh adat) sebagai berikut:
“ Saya liat sekarang budaya dari luar itu sudah banyak sekali berpengaruhcontohnya saja tradisi mongkoro ini sudah tidak pake pakean adat lagi, inisalah satu pengaruh dari luar, mungkin dorang berpikir kalau sudah tidakpenting lagi atau sering dorang bilang sudah ketinggalan zaman mi lagi pakebaju daerah jadi sudah tidak di pake lagi.4
Maksud Bapak Hamsah Beluano pengaruh budaya luar membawa banyak pengaruh
contohnya tradisi mongkoro sudah tidak memakai pakaian adat lagi, ini merupakan salah satu
pengaruh dari luar karena mereka menganggap bahwa pakain daerah sudah ketinggalan zaman
jadi mereka sudah tidak menggunakannya lagi.
Berdasarkan hasil wawancara di atas penulis merumuskan bahwa perubahan dari cara
berpakaian terjadi akibat pengaruh budaya luar yang melihat cara berpakaian yang lebih modern
dan menganggap pakaian adat tidak terlalu penting Yang penting makna dari tradisi ini tidah
hilang dari masyarakat dan tetap di pertahankan sampai kapan pun.
b.Globalisasi
Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya
bangsa Indonesia . Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah
kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya terutama
tradisi-tradisi dalam suku bangsa yang tersebar di Indonesia.
4 (hasil wawancara dengan bapak Hamzah Beluano,28 oktober 2013)
Budaya dan tradisi bangsa yang seharusnya menjadi kebanggaan dan harusnya di
pertahankan sekarang mulai hilang dikarenakan masuknya budaya asing (modern). Kita sebagai
warga negara indonesia yang mempunyai hak penuh atas kebudayaan tersebut seharusnya
melestarikannya bukan malah mengesampingkannya dengan berbagai alasan seperti takut
dibilang ketinggalan jaman, takut dibilang kupper, katrok, dan lain sebagainya.
Jika ditinjau melalui aspek global, globalisasi menjadi tantangan untuk semua aspek
kehidupan juga yang terkait dengan kebudayaan. Budaya tradisional yang mencerminkan etos
kerja yang kurang baik tidak akan mampu bertahan dalam era global. Era global menuntut
kesiapan kita untuk siap berubah menyesuaikan perubahan zaman dan mampu mengambil setiap
kesempatan. Budaya tradisional di Indonesia sebenarnya lebih kreatif dan tidak bersifat meniru,
yang menjadi masalah adalah mempertahankan jati diri bangsa.
Sebagai contoh sederhana, budaya gotong royong di Indonesia saat ini hampir terkikis
habis, individual dan tidak mau tahu dengan orang lain adalah cerminan yang tampak saat ini.
Perlu dipikirkan agar kebudayaan kita tetap dapat mencerminkan kepribadian \bangsa.
Kebudayaan tradisional adalah sebuah warisan luhur.
Dalam era globalisasi, kebudayaan tradisional mulai mengalami kepunahan. Orang, anak
muda utamanya lebih senang menghabiskan waktunya untuk mengakses internet dari pada
mempelajari kebudayaan sendiri. Orang akan merasa bangga ketika dapat menuru gaya
berpakaian orang barat dan menganggap budayanya kuno dan ketinggalan. Globalisasi akan
selalu memberikan perubahan, kita lah yang harus meneliti apakah budaya-budaya tersebut
bersifat positif ataupun negatife.
Globalisasi dan budaya, sudah membuat masyarakat Indonesia khususnya suku mori
harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek
kehidupan bangsa. Salah satu nya adalah kebudayaan. Bagi bangsa Indonesia kebudayaan adalah
salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya.
Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh
globalisasi.
Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini tentunya
dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan
berita namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling
penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai
oleh negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Mereka mampu mempengaruhi satu sama lain. Akibatnya, negara-negara berkembang,
seperti Indonesia selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang
seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita.
Perkembangan globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam berbagai bidang, seperti
bidang kebudayaan. Dimana budaya asli suatu negara mulai hilang, terjadi erosi nilai-nilai suatu
budaya, menurunkan rasa nasionalisme hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong,
kepercayaan diri hilang, gaya hidup kebarat-baratan serta masalah dalam eksistensi kebudayaan
daerah yang dapat kita lihat dari menurunnya rasa cinta terhadap kebudayaan yang menjadi jati
diri bangsa. Sebagai generasi muda, kita seharusnya bisa menyeleksi mana yang baik dan
bermanfaat untuk masa depan.
Globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar Ilmu
pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi
telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa apalagi pada zaman sekarang banyaknya
anak-anak muda yang keluar untuk menuntut ilmu di luar daerah bahkan di luar Negara mereka,
walaupun itu sangat baik agar mendapatkan pengetahuan dan ilmu dari luar tapi dapat
berdampak pada kebudayaan atau tradisi sendiri.
Dengan adanya globalisasi ini akan mempengaruhi tradisi mongkoro (mengundang
secara lisan) ini sendiri, karena semakin canggihnya teknologi seperti percetakan, foto copy,
sablon akan mempengaruhi tradisi mongkoro ini sendiri.
jika di lihat juga mengundang dengan tulisan aka lebih mudah dan lebih menghemat
waktu dari yang turun mengundang. Perbedaan antara mengundang secara tulis dengan
mengundang secara lisan sebagai berikut:
Mengundang dengan tulisan akan lebih mudah yang mengundang langsung memberikan
undangan saja terus selesai tetapi jika dengan lisan yang mengundang harus berbicara
langsung dengan tuan rumah yang akan di undang menyampaikan amanat dari yang akan
menyelenggarakan acara.
Akan lebih menghemat waktu, karena dengan tulisan hanya membutuhkan waktu ± 2
menit hanya memberikan undangan pada tuan rumah setelah itu bisa lanjut dengan rumah
berikutnya tapi jika dengan mengundang secara lisan membutuhkan waktu sekitar ± 10
menit karena akan menyampaikan amanat dari tuan pesta tadi dan masih akan bercerita
dulu dengan tuan tuan rumah tadi.
Jika di lihat di atas sebenarnya dengan tulisan lebih di anggap lebih mudah tapi setelah
melakukan wawancara dengan Bapak Anton (tokoh masyarakat) sebagai berikut:
“ Kalau kita liat sekarang memang lebih mudah dan tidak banyak waktu yang
di pake kalau pake undangan tulisan tapi bisa kita liat kalu kita pake
undangan tulisan yag di undang itu akan datang hanya pas acaranya saja
tapi kalu lisan kan mereka datang baku bantu dulu karena yang ba undang
kasih tau dari awal acara dari persiapan sampe pelaksanaannya jadi dorang
datang baku bantu di situ di liat bedanya sebenarnya”.5
Maksud Bapak Anton jika menggunakan undangan secara tulisan memang lebih mudah
karena lebih mudah dan menghemat waktu dari yang mengundang tadi tapi jika mengundang
secara tulisan yang di undang hanya datang pada acara pelaksanaanya saja tapi jika dengan lisan
yang di undang tadi akan datang dari persiapan sampai selesainya acara karena sudah di
sampaikan dari yang mengundang tadi.
Hal yang hamper berkaitan juga Seperti hasil wawancara bersama Bapak Lasuandi
sebagai berikut:
“Kalau di liat-liat zaman yang sudah makin modern nanti mau bawapengaruh yang tidak bagus untuk penerus nantinya, kalau anak-anaksekarang yang sudah besar sudah mengerti karena masing sering liat tradisi-tradisi yang ada di kampung tapi bagimana dengan anak cucu mereka nantiyang belum tau ini tradisi, bagaimana dorang mau pertahankan sedangkansudah makin hilang karena zaman yang sudah makin modern yang pasti akanbawa pengaruh dengan cara ba pikir. 6
Maksud Bapak Lasuandi jika melihat zaman sekarang yang sudah semakin modern akan
membawa pengaruh yang tidak bail bagi penerus nantinya, jika anak-anak yang sekarang sudah
dewasa sudah mengerti dengan tradisi yang ada di sukunya, tapi bagaimana dengan anak mereka
nantinya yang belum tahu dengan tradisi ini, bagaimana mereka akan mempertahankan tradisi ini
jika melihat sekarang tradisi ini sudah makin hilang akibat zaman yang semakin modern dan
sudah tentu akan mengubah cara berpikir mereka.
5 hasil wawancara dengan bapak Anton, 4 november 2013)
6 (hasil wawancara dengan bapak Lasuandi, 3 november 2013)
Gambar 2: wawancara dengan Bapak Lasuandi (tokoh masyarakat) mengenai faktor penyebabpergeseran tradisi mongkoro
Dari hasil wawancara kedua tokoh di atas yang berkaitan mengenai globalisasi penulis
menguraikan bahwa pengaruh globalisasi ini pada tradisi mongkoro dari semakin canggihnya
teknologi akan membawa pengaruh bagi tradisi mongkoro ini menggunakan undang lisan
memang lebih mudah dan menghemat waktu jika di bandingkan dengan secara lisan yang rumit
dan memakan waktu banyak tapi jika dengan tulisan yang datang hanya mengikuti yang di tulis
saja yaitu hanya pada pelaksanaan acara saja tapi jika dengan lisan masyarakat datang dari
ersiapan sampai acara selesai karena sesuai undangan yang di sapaikan dari yang mengundang
secara lisan tadi dan globalisasi juga membawa pengaruh buruk dan akan mempengaruhi anak
cucu mereka di kemudian hari dan kemudian dengan sendirinya tardisi mongkoro ini akan hilang
secara perlahan dalam kehidupan dan adat istiadat suku mori ini sendiri.
Karena dengan globalisasi ini akan mengubah acara pandang dan pemikiran anak-anak
muda nantinya karena perkembangan zaman, dan menganggap adat istiadat sudah tidak penting
lagi dan adat istiadat mereka masih dapat hidup dengan apa yang mereka inginkan.
4.4 Adat Dalam Pandangan aspek Sosial
Hasil wawancara bersama bapak yunus sebagai berikut:
“ Tradisi mongkoro ini banyak sekali manfaatnya sebenarnya salah satunya ituhubungannya kita dengan orang lain bisa lebih erat tanpa di liat dari sukunyaorang”.7
Maksud Bapak Yunus tradisi ini mempunyai banyak manfaat, salah satunya lebih
mempererat hubungan kita dengan orang lain tanpa melihat suku dari orang tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penulis merumuskan yakni bahwa tradisi
mongkoro ini mempunyai peranan penting dalam setiap penyelenggaraan acara suku mori.
Karena tradisi mongkoro ini dapat mempererat silaturahmi sesama masyarakat yang berbeda
agama maupun berbeda suku.
Silaturahmi dapat terlihat mulai dari yang mengundang mendatangi masyarakat yang akan di
undang sampai terlaksananya acara yang akan di selenggarakan. Selain akan terjalin silaturahmi
antara yang mengundang dengan yangbakan di undang, hubungan silaturahmi juga terjalin antara
tuan rumah yang mengadakan acara dan sesama masyarakat yang undang. Seperti hasil
wawancara bersama Ibu Samuria (tokoh masyarakat sebagai berikut:
“ Tradisi banyak sekali gunanya sebenarnya jadi sayang kalu mau hilang begitusaja, karena tradisi ini bisa bikin lebih erat hubungan dengan orang lain, cerita-cerita tentang pengalaman masing-masing, bisa baku bantu karna banyak yangdatang, jadi pekerjaan bisa selesai cepat.8
7 (hasil wawancara dengan bapak yunus 28 oktober 2013)
8 (hasil wawancara dengan ibu Samuria,1 november 2013).
Maksud Ibu Samuria tradisi ini mempunyai banyak manfaat jadi sangat di sayangkan jika
hilang begitu saja seperti dapat mempererat hubungan dengan orang lain, bergagi cerita, saling
membantu karena banyaknya masyarakat yang datang jadi pekerjaan cepat terselesaikan.
Berdasarkan hasil wawancara di atas penulis menguraikan bahwa tradisi mongkoro ini
banyak mempunyai arti penting bagi para ibu pada khususnya.makna tradisi ini bagi mereka
yakni:
Lebih mempererat hubungan persaudaraan dengan masyarakat lain yang berada di
desa tersebut maupun di luar desa.
Dapat saling bertukar pikiran dengan sesama para ibu-ibu.
Dapat tercipta rasa saling membantu antara yang satu dengan yang lainnya.
Akan nampak pembagian kerja antara yang sau dengan yang lainnya jadi pekerjaan
dapat terselesaikan dengan baik dan cepat.
Gambar 3: wawancara dengan Ibu Samuria (tokoh masyarakat) mengenai manfaat tradisimongkoro
Jadi tradisi mongkoro sangat mempunyai arti penting bagi masyarakat tanpa memandang
suku, agama dan strata ekonomi. Dengan adanya tradisi ini mereka menganggap akan membuat
pekerjaan dalam tiap acara akan terselesaikan lebih cepat dan lebih ringan karena di kerjakan
bersama-sama karena masyarakat yang di undang tadi akan datang saling membantu sebelum
acara di adakan sesuai undangan yang di sampaikan oleh yang datang mengundang tadi.
Tetapi zaman sekarang anak-anak muda kurang memahami arti dan makna dari tradisi
yang ada di daerahnya yang sebenarnya anak mudalah yang di harapkan untuk dapat meneruskan
budaya ataupun tradisi yang ada. Karena anak muda sudah terpengaruh dari budaya luar yang
menggap suatu budaya ataupun tradisi adalah sudah tidak sesuai dengan zaman sekarang yang
sudah mulai cangkih dan modern dan menganggap budaya atau tradisi sudah ketinggalan zaman
untuk di pakai pada zaman sekarang.
Pemikiran seperti ini akan membawa pengaruh yang buruk bagi kebudayaan ataupun
tradisi suku yang ada di Indonesia, karena jika semua orang sudah berpikir seperti ini dan
terbawa pengaruh dan melihat juga melalui layar elektronik dan yang dapat di liat dalam
kehidupan kita sehari-hari yang menggap budaya ataupun tradisi bukanlah hal yang penting lagi
maka semakin hari budaya ataupun tradisi kita akan semakin hilang bahkan akan hilang dengan
sendirinya.
4.5 Persepsi Masyarakat Mengenai Pemakaian Tradisi Mongkoro
Tradisi mongkoro hanya di pakai pada acara suka cita saja seperti pernikahan, aqikah,
syukuran . Alasan di gunakannya tradisi mongkoro ini hanya pada acara suka cita yaitu;
Karena tanpa adanya undangan dari tuan pesta masyarakat lain tidak mungkin tahu jika
akan di adakannya pesta.
Agar tamu undangan merasa lebih di hargai dengan adanya undangan atau pemberitahuan
dari tuan pesta.
Seperti hasil wawancara bersama Bapak Tahia (tokoh agama) sebagai berikut:
“ Tradisi mongkoro ini memang dari dulu tidak pake kalau ada orang yangmeninggal karena memang sudah begitu tradisi di kampung ini. Kalau ada satuorang yang tau ada meninggal dorang langsung bilang sama yang lain kalau adayang meninggal di kampung ini, jadi dorang langsung datang di rumah duka tadidatang baku bantu dengan tuan rumah. Tiap mau ada do’a masyarakat langsungdatang tanpa di undang, dorang sudah tau kapan mau di bikin do’a lagi dorangdatang terus dari hari pertama sampai selesai. 9
Maksud Bapak Tahia dari zaman dahulu di Desa Emea ini tradisi mongkoro tidak di
gunakan pada acara duka, jika ada salah satu masyarakat yang meninggal dunia masyarakat lain
yang di kampong tersebut langsung mendatangi rumah duka tersebut untuk turut berduka dan
saling membantu dengan keluarga yang sedang berduka tanpa di undang. Setiap di adakan do’a
masyarakat juga datang untuk mendo’akan dan membantu dari hari pertama sampai terakhir.
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penulis menguraikan bahwa alasan mengapa
tradisi mongkoro tidak gunakan pada acara duka karena memang sudah menjadi tradisi atau
kebiasaan masyarakat suku mori jika ada salah satu masyarakat yang meninggal mereka
langsung mendatangi rumah duka tersebut, dari hari pertama sampai hari ke 100 tanpa di undang.
Dan dapat terlihat gotong-royong antara sesama masyarakat yang satu dengan yang lain untuk
turut membantu tuan rumah yang lagi berduka mulai dari pengurusan tenda sampai makanan
semua di lakukan oleh masyarakat setempat dan mereka tidak mengharapkan imbalan atau
apapun.
9 (hasil wawancara dengan bapak Tahia,1 novemver 2013)
Kebiasaan seperti ini masih sangat terjaga dari dulu sampai sekarang, dan menjadi
keunikan dari suku mori jika ada masyarakat yang mengadakan acara baik itu acara suka cita
maupun duka cita para wanita yang datang akan membawa bahan-bahan sembako seperti
beras,minyak,telur dll. Dan itu mereka lakukan dari awal sampai akhir jika acara duka. Rasa
kekeluargaan dan gotong royong suku mori akan sangat terlihat jika ada acara-acara seperti
pernikahan ataupun kematian.
Mongkoro ini merupakan salah satu tradisi yang ada pada suku mori yang sampai
sekarang masih sangat terjaga dan masih di gunakan sampai sekarang.adapun perubahan yang
terlihat tapi itu bukan merupakan hal yang penting bagi masyarakat khususnya suku mori yang
penting bagi mereka adalah makna dari tradisi ini tidak pernah hilang.
Tradisi mongkoro ini juga bukan hanya di pakai oleh suku asli mori, suku lain atau
pendatang seperti bugis,jawa yang tinggal di desa tersebut yaitu desa Emea Kecamatan Wita
Ponda Kabupaten Morowali akan menyesuaikan adat yang di pakai di desa tersebut tanpa
menghilangkan juga budaya suku mereka sendiri.
Tata acara pernikahan mereka yang bersuku lain selain suku mori akan menggunakan
adat istiadat mereka sendiri tetapi urusan mengundang, hiburan, dan mempersipkan acara tetap
sama dengan tata cara yang ada pada suku mori. Yang berbeda dari mongkoro ini bagi suku lain
adalah jika suku mori jika akan mengadakan suatu acara yang turun untuk mengundang orang
yang di tunjuk dari pihak keluaga atau yang memang biasa turun mengundang tapi suku lain di
desa Emea ini yang turun keluarga yang mengadakan acara. Seperti hasil wawancara bersama
Bapak Lapasubi (tokoh agama) sebagai berikut:
“Inggai tokoh agama, adati, maupo masyarakat tidak punya aturan atauprintah agar orang-orang yang datang tinggal di desa ini supaya ikut apayang ada di desanya kita ini seperti tradisi atau adat yang lain yang kitaselalu pake yang penting dorang yang datang tinggal di ini taat denganaturan untuk jaga nama baik kampung desa emea ini”.10
Maksud Bapak Lapasubi kami tokoh agama, adat, maupun masyarakat tidak mempunyai
aturan atau perintah agar masyarakat pendatang yang akan tinggal menetap di Desa Emea ini
untuk mengikuti apa yang kita biasa lakukan seperti tradisi atau adat yang penting mereka bisa
menjaga nama baik desa ini.
Hal yang serupa juga di ungkapkan oleh Bapak Salam (tokoh masyarakat) sebagai
berikut:
“ Yang penting dorang yang datang bukan sebagai buronan polisi dan tidakmembawa dampak buruk bagi masyarakat asli di desa ini”.11
Maksud Bapak Salam yang penting masyarakat pendatang tersebut tidak dalam pengejaran
atau buronan karena suatu masalah dan tidak membawa pengaruh buruk bagi masyarakat di desa
ini.
Berdasarkan hasil wawancara dengan dua tokoh agama di atas penulis menguraikan bahwa
sebenarnya tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat tidak mengharuskan suku lain yang
akan menetap di Desa Emea tersebut untuk mengikuti adat istiadat yang di pakai di desa tersebut.
Yang penting mereka mematuhi aturan untuk menjaga nama baik desa tersebut dan tidak
membawa masalah yang akan merugikan orang lain Mereka yang datang untuk tinggal menetap
di desa tersebut saja yang menyesuaikan dan mengikuti adat istiadat yang ada di desa tersebut
tanpa adanya paksa dari siapa pun.
10(hasil wawancara dengan bapak Lapasubi,5 november 2013)11 (hasil wawancara dengan Bapak Salam, 3 november 2013)
Gambar 4: wawancara dengan Bapak Salam (tokoh masyarakat) mengenai persepsi penggunaantradisi mongkoro.
4.6 Pembahasan
4.6.1 Deskripsi Kehidupan Suku Mori Dalam Menganut Tradisi Mongkoro
Setelah melakukan penelitian di desa Emea Kecamatan Wita Ponda Kabupaten Morowali maka
dapat di ketahui dengan jelas mengenai tradisi Mongkoro dan masalah-masalah yang ada di
dalamnya dan juga penyebabnya.
Ada beberapa factor penyebab semakin pudarnya tradisi mongkoro seperti pengaruh
budaya barat, kawin campur dan globalisasi. Walaupun belum ada perubahan yang terlihat cukup
berarti tapi yang kwatirkan para tokoh agama, tokoh adat maupun masyarakat adalah yang akan
terjadi pada kemudian hari akibat semakin cangkih modernnya tekhnologi yang bisa akan
mempengaruhi cara pemikiran anak-anak muda nantinya.
Tradisi mongkoro ini merupakan tradisi yang sangat di anggap penting bagi masyarakat
dalam menyelenggarakan suatu acara suka cita. Budaya ini merupakan bagian dari
kehidupan,tanpa budaya yang juga sering kaitkan dengan adat istiadat,manusia mungkin ada
kalanya tidak akan bisa menjaga tingkah laku mereka. Adat istiadat merupakan bagian dari
budaya. Adat istiadat adalah sebuah peraturan, sebuah norma yang harus di laksanakan dan di
patuhi.
Tradisi mongkoro ini walaupun sudah sangat lama masih sangat terjaga dan di
pertahankan oleh suku mori sampai sekarang. Adapun perubahan-perubahan yang terdapat seprti
cara berpakaian yang sudah tidak menggunakan pakaian adat lagi bukan itu karena akibat dari
mengikuti perkembangan zaman yang terpenting adalah makna dari tradisi mongkoro ini tidak
pernah hilang dari pemikiran suku mori.
Suatu tradisi tidak mungkin terus terjaga tanpa adanya kesadaran dari masyarakat terus
menjaga dan melestarikannya, walaupun adat tersebut mempunyai dampak positif dan
mempunyai pengaruh penting bagi kehidupan masyarakat tanpa adanya kesadaran tidak akan
mungkin akan terus terjaga, jadi sangat perlu kesadaran dari setiap suku untuk terus menjaga dan
melestarikan adat istiadat yang ada pada suku kita masing-masing.
Dengan adanya tradisi mongkoro ini pekerjaan yang ada jika ada masyarakat yang akan
mengadakan suatu acara dapat terbantu dan cepat terselesaikan dengan terus terjaganya rasa
kekeluargaan dan kegotong-royongan antara sesama,tanpa melihat suku dan agama yang
mengadakan acara tersebut. Dengan adanya rasa kekeluargaan dan gotong-royong yang sangat
kuat ini suatu pekerjaan pun dapat terselesaikan dengan cepat dan dapat juga meringankan beban
yang mengadakan acara.
secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya
struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta
kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik.
perubahan pada kebudayaan atau kebiasaan pada masyarakat. Perubahan sosial budaya
dipengaruhi oleh faktor dari luar masyarakat (dari masyarakat lain). Perubahan sosial budaya
bisa merubah struktur, fungsi, nilai, norma, pranata, dan semua aspek lainnya. Perubahan ini bisa
terjadi pada salah satu anggota masyarakat atau seluruh lapisan masyarakat
Pada dasarnya setiap masyarakat dalam hidupnya dapat dipastikan akan mengalami apa
yang dinamakan dengan perubahan-perubahan. Adanya perubahan-perubahan tersebut akan
dapat diketahui bila kita melakukan suatu perbandingan dengan menelaah suatu masyarakat pada
masa tertentu yang kemudian kita bandingkan dengan keadaan masyarakat pada waktu yang
lampau. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat,pada dasarnya merupakan suatu
proses yang terus menerus, ini berarti bahwa setiap masyarakat pada kenyataannya akan
mengalami perubahan-perubahan.
Tetapi perubahan yang terjadi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain
tidak selalu sama. Hal ini dikarenakan adanya suatu masyarakat yang mengalami perubahan
yang lebih cepat bila dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Perubahan tersebut dapat berupa
perubahan-perubahan yang tidak menonjol atau tidak menampakkan adanya suatu perubahan.
Juga terdapat adanya perubahan-perubahan yang memiliki pengaruh luas maupun terbatas. Di
samping itu ada juga perubahan-perubahan yang prosesnya lambat, dan perubahan yang
berlangsung dengan cepat.
Perubahan yang terjadi pada masyarakat tersebut disebabkah oleh banyaknya faktor-
faktor yang mempengaruhi. Karenanya perubahan yang terjadi di dalam masyarakat itu
dikatakan berkaitan dengan hal yang kompleks.
perubahan perubahan yang terjadi pada masyarakat yang mencakup perubahan dalam
aspek-aspek struktur dari suatu masyarakat, ataupun karena terjadinya perubahan dari faktor
lingkung an, karena berubahnya komposisi penduduk, keadaan geografis, serta berubahnya
sistem hubungan sosial, maupun perubahan pada lembaga kemasyarakatannya.
Manusia pada hakikatnya selain sebagai makhluk individu juga merupakan makhluk sosial.
Manusia tidak di lahirkan dalam keadaan yang sama, baikdarisegifisik, psikologis, hingga
lingkungan geografis, sosiologis dan ekonomis. Dari perbedaan itulah muncul interdependensi
yang mendorong manusia untuk berhubungan dengan sesamanya sehingga membuat manusia
itu ingin selalu hidup berdampingan dengan orang lain. Hal inilah yang menimbulkan tata cara,
perilaku dan polahidup yang dalam waktu lama akan menjadi kebiasaan bersama. Kemudian dari
kebiasaan tersebut terciptalah suatu kebudayaan.