46
DAFTAR ISI DAFTAR ISI........................................................................ ........................................................................... ..... 1 BAB I ISI A. Kompetensi yang Akan Dicapai………….……………………………………….………………....... …...…………......2 B. Skenario……………………………………………………………………….............................. ................................2 C. Unclear Term………………………………………………….………………………………...………. ......................…..2 D. Cues…………………………………………………………………………………………………………....... .................… 4 E. Problem Identification……………………………………………………………………………...................... .........4 F. Hipotesis…………………………………………………………………………............................ .............................5 G. Learning Issues…………………………………………………………………………………………….............. .........6 H. Pembahasan Learning Issues………………………………………………………………………........... ..............6 BAB II KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Diskusi………………………………………………………………………………..... ……...........…….…...27 B. Rekomendasi………………………………………………………………………………………………............. ……........28 BAB III DAFTAR PUSTAKA…………. …………………………………………………........................................................ ....29 Skenario 2|Kelompok F|1

Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asuhan gizi pasien sindrom nefrotik

Citation preview

Page 1: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................................ 1

BAB I ISI

A. Kompetensi yang Akan Dicapai………….……………………………………….……………….......…...…………......2

B. Skenario………………………………………………………………………..............................................................2

C. Unclear Term………………………………………………….………………………………...……….…......................…..2

D. Cues………………………………………………………………………………………………………….......….................… 4

E. Problem Identification……………………………………………………………………………...........................…....4

F. Hipotesis………………………………………………………………………….........................................................5

G. Learning Issues……………………………………………………………………………………………........…......….........6

H. Pembahasan Learning Issues………………………………………………………………………...........…..............6

BAB II KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan Diskusi……………………………………………………………………………….....……...........…….…...27

B. Rekomendasi……………………………………………………………………………………………….............……........28

BAB III DAFTAR PUSTAKA………….…………………………………………………............................................................29

BAB IV TIM PENYUSUN……..…………………………………………………………………………………………..…......................30

BAB I

Skenario 2|Kelompok F|1

Page 2: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

ISI

A. KOMPETENSI YANG AKAN DICAPAI

CADE

Cade 31 dan 32. Mahasiswa mampu melakukan, mengawasi, mengkoordinir pengkajian status gizi pada

tiap pasien yang menderita penyakit umum atau tanpa komplikasi dan dengan adanya

komplikasi.

GO

1. Memahami patologi penyakit pasien dengan komplikasi.

2. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pasien.

3. Memahami jenis-jenis dan cara pengumpulan data subyektif dan obyektif sesuai dengan kondisi

pasien.

4. Memahami fungsi, kelebihan dan kekurangan masing-masing data subyektif dan obyektif.

5. Mampu mengawasi dan mengkoordinir pengumpulan data status gizi untuk memonitoring dan

evaluasi sesuai dengan kondisi.

6. Memahami cut-off, references dan klasifikasi status gizi sesuai dengan kondisi pasien.

7. Mampu menganalisa, menginterpretasi (dengan menggunakan cut-off, references yang sesuai)

B. SKENARIO

“Adik Sayang…”

Putra, mahasiswa Gizi FK UB, sedang melakukan praktek kerja lapangan di bangsal Anak Rumah Sakit Sehat

Bebestari. Setelah dilakukan screening oleh ahli gizi setempat, Putra harus melakukan nutrition assessment

dengan menggunakan data-data subjektif maupun objektif dan menegakkan nutrition diagnosis pada

pasien anak berusia 5 tahun yang menderita nephrotic syndrome.

C. DAFTAR UNCLEAR TERM

NO ISTILAH PENGERTIAN

1. Nutrition

assessment

Evaluasi secara menyeluruh yang dilakukan oleh seorang ahli gizi untuk

menentukan status gizi dengan menggunakan pendekatan medis, sejarah

social, riwayat gizi dan riwayat penggunaan obat-obatan, pemeriksaan fisik,

pengukuran/penilaian antropometri dan data laboratorium.

Sumber : Krause’s, 2008.

2. Data subjektif Data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat suatu situasi dan

Skenario 2|Kelompok F|2

Page 3: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

kejadian.

Sumber : Nursalam, Proses Dokumentasi Keperawatan Edisi 2.

3. Nephrotic

Syndrome

Keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakkan glomerulus; hasil patologis

dari berbagai faktor yang mengubah permeabilitas glomerulus.

Sumber : Cecily Lynn Betz dan Linda A. Sowden, 2004.

4. Data Objektif Data yang diperoleh dari data pemeriksaan, serta sumber lain yang dapat

diukur oleh anggota tim penilai.

Sumber : Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC

5. Nutritional

Diagnosa

Salah satu langkah dapam Nubtitional Care Process. Diagnisa gizi

merupakan jembatan antara Assessment dan rencana Intervensi. Diagnosa

gizi adalah proses identifikasi penetapan masalah yang menggambarkan

kondisi saat ini, resiko dan atau potensial terjadinya masalah giziyang dapat

ditindaklanjuti seorang dietitian secara mandiri. Komponen yang

menggambarkan kondisi tersebutlah yang dapat berpengaruh terhadap

perubahan status gizi.

Sumber : krause’s, 2008; Gibson, 2005.

6. Bangsal Rumah yang dibuat dari kayu; las; rumah besar; bedeng; barak; balai.

Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia.

7. Ahli Gizi Seseorang yang mempunyai pendidikan gizi dengan ijazah minimal Sarjana

muda gizi atau D3 gizi, dan sarjana berlatarbelakang gizi yang bekerja

dalam upaya memelihara dan memperbaiki keadaan gizi, kesehatan,

kecerdasan, dan kesejahteraan melalui upaya perbaikan gizi, pendidikan

gizi, pengembangan iptek gizi, serta ilmu-ilmu terkait.

Sumber : Kamus Gizi.

8. Pasien Orang sakit (yang dirawat oleh tenaga medis) baik itu merupakan yang

dirawat inap maupun rawat jalan.

Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia.

9. Praktik Pelaksanaan secara nyata apa yang disebut teori.

Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia.

10. Sehat Suatu keadaan atau kondisi badan yang bebas dari sakit; sembuh dari sakit;

baik; normal; boleh dipercaya atau masuk akal.

Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia.

D. CUES

Skenario 2|Kelompok F|3

Page 4: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

Ahli gizi mampu melakukan pengkajian status gizi dengan menggunakan data subjektif dan objektif pada

pasien anak berusia 5 tahun yang mengalami nephrotic syndrome, dengan tujuan akhir untuk menegakkan

diagnosa gizi.

E. PROBLEM IDENTIFICATION

1. Apakah tujuan dari nutrition assessment pada pasien nephrotic syndrome ?

2. Apa saja jenis, cara pengumpulan, fungsi, kelebihan dan kekurangan masing-masing data objektif dan

subjektif ?

3. Bagaimanakah patofisiologi, etiologi, sign dan symptom penyakit nephrotic syndrome ?

4. Bagaimanakah langkah-langkah melakukan nutrition assessment pada pasien nephrotic syndrome ?

5. Bagaimana cara menganalisis dan menginterpretasi data antropometri, biokimia, fisik/klinis, dietary,

dan ekologi dari pasien nephrotic syndrome yang berusia 5 tahun tersebut ?

6. Bagaimana diagnosa gizi dari hasil interpretasi data antropometri, biokimia, fisik/klinis, dietary, dan

ekologi pada pasien nephrotic syndrome berusia 5 tahun tersebut ?

7. Bagaimana interaksi obat dan makanan dari obat-obatan yang digunakan oleh pasien nephrotic

syndrome tersebut ?

8. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dihubungkan dengan patofisiologi, etiologi,

sign dan symptom pada penderita nephrotic syndrome ?

F. HIPOTESIS

Skenario 2|Kelompok F|4

Page 5: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

Skenario 2|Kelompok F|5

Patofisiologi Etiologi- nephrotic syndrome

primer idiopatik- nephrotic syndrome

sekunder akibat dari berbagai sebab, seperti : infeksi streptokokus, hepatitis B & C, HIV, Penyakit sistemik, efek samping obat, dll

Sign: edema anarsaka, proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemiaSymptom : anoreksia, cepat lelah, nyeri perut, diareFaktor yang mempengaruhi status gizi : Diare, ekskresi protein meningkat,edema, ekskresi albumin meningkat,ekonomi kurang, dan tingkat pengetahuan yang menyediakan makanan pasien kurang

NEPHROTIC SYNDROME

Nutrition Assessment

Data ObjektifData Subjektif

EkologiDietary ClinicalBiokimiaAntropometri-

Diagnosa Gizi- NC-2.2 - NI-3.2- NI-5.4 - NB-1.2- NI-5.1 - NI-1.4

Perubahan hiperpermeable pada sel podosit glomerulus.

Proteinuria

Hipoalbuminemia

Edema

Volume plasma

menurun

Reabsorpsi sodium meningkat,

peningkatan retensi cairan

Sekresi aldosteron meningkat, GFR meningkat

Page 6: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

G. LEARNING ISSUES

1. Nutritional Assessment

a. Pengertian

b. Tujuan

c. Metode

d. Dokumentasi

2. Data subjektif dan Data objektif

3. Sindrom Nefrotik

a. Patofisiologi

b. Etiologi

c. Sign dan Symptom

4. Nutritional Assessment pada Anak Dengan Sindrom Nefrotik

1. Tujuan

2. Metode yang digunakan

3. Analisa dan interpretasi data

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada pasien syndrome nephrotic

5. Interaksi Obat dan Makanan Pada Pasien

a. Cefotaxime

b. Furosemide

c. Prednisone

6. Diagnosa gizi

H. PEMBAHASAN LEARNING ISSUES

1. Nutritional Assessment

Definisi Langkah awal komprehensif yang digunakan untuk

menggambarkan/menentukan status gizi dengan cara menginterpretasikan

informasi dari data antropometri, biokimia, clinical dan dietary kemudian

dilanjutkan pada nutrition diagnosis.

Tujuan 1. Mengidentifikasi individu yg membutuhkan dukungan zat gizi penuh

2. Memperbaiki dan memelihara status gizi individu

3. Mengidentifikasi NCP yang sesuai

4. Memonitor perkembangan pada intervensi yang dilakukan

Sumber

data/tools untuk

assessment

Interview pasien/klien

Survey komunitas

Data statistik

Skenario 2|Kelompok F|6

Page 7: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

Studi epidemiologi

Data rekam medis

Jenis data yang dikumpulkan

Nutritional adequary (dietary history/nutrient intake)

Status kesehatan ( antropometri dan biokimia, keadaan fisik klinis,

keadaan penyakit dan psikologis)

Kemampuan fungsional dan keadaan behavioral (faktor psikologis dan

emosi)

Langkah-langkah Antropometri

1. Menimbang Berat Badan

Cara menimbang B erat B adan dengan menggunakan dacin :

Periksalah dacin dengan seksama apakah masih dalam kondisi baik/tidak.

Dacin yg baik adalah apabila bandul geser berada pada posisi skala 0,0 kg,

jarum penunjuk pada posisi seimbang. Setelah alat timbang lainnya

(celana/sarung timbang) dipasang pada dacin, lakukan peneraan dengan cara

menambah beban pada ujung tangkai dacin misalnya plastik berisi pasir.

Langkah-langkah menimbang dengan dacin :

- Langkah 1 :

Gantungkan dacin pada dahan pohon/palang rumah/penyangga kaki tiga.

- Langkah 2 :

Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat. Tarik batang dacing ke

bawah kuat-kuat.

- Langkah 3 :

Sebelum dipakai letakkan bandul geser pada angka 0. Batang dacin

dikaitkan dengan tali pengaman.

- Langkah 4 :

Pasanglah celana timbang, kotak timbang, atausarung timbang yang

kosong pada dacin. Dan kita harus selalu mengingat bandul geser harus

selalu pada angka 0.

- Langkah 5 :

Seimbangkan dacin yang sudah dibebani celana timbang, sarung

timbang/kotak timbangan dengan cara memasukkan pasir pada kantong

plastik.

- Langkah 6 :

Anak ditimbang dan seimbangkan dacin.

- Langkah 7 :

Tentukan berat badan anak dengan membaca angka di ujung bandul

Skenario 2|Kelompok F|7

Page 8: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

geser. Pengukur harus tegak lurus dengan bandul geser agar hasil lebih

akurat dan meminimalisir adanya bias.

- Langkah 8 :

Catat hasil penimbangan tersebut di secarik kertas

- Langkah 9 :

Geserlah bandul ke angka 0, letakkan batang dacin dalam tali pengaman,

setelah itu bayi/anak dapat diturunkan.

Pada penimbangan dengan menggunakan timbangan badan :

Letakkan timbangan di tempat yang keras dan rata. Pastikan jarum

penunjuk pada timbangan mengarah ke angka 0.

Penimbangan sebaiknya dilakukan pada pagi hari, setelah bangun tidur

dan buang air kecil serta sebelum makan.

Saat dilakukan penimbangan berat badan pasien, pasien berdiri di

tengah timbangan dengan pandangan lurus ke depan, relaks dan

menggunakan pakaian seminim mungkin

Saat membaca skala, pandangan petugas penimbangan harus tegak

lurus dengan skala timbangan.

Sumber : I dewa nyoman, 2001

2. Mengukur Tinggi Badan

Posisi anak :

a. Sewaktu diukur anak tidak boleh memakai alas kaki (sepatu,sandal,

dan lain sebagainya) dan penutup kepala

b. Anak berdiri membelakangi dinding

c. Pita meteran berada di tengah bagian kepala.

d. Posisi anak tegas, bebas, tidak sikap tegap seperti tentara.

e. Tangan dibiarkan tergantung bebas menempel ke badan

f. Tumit rapat tetapi ibu jari tidak rapat

g. Kepala, punggung, pantat, betis dan tumit menempel ke dinding

h. Pandangan anak lurus ke depan

Cara penggunaan alat bantu :

a. Menggunakan alat bantu segitiga siku-siku, cara penggunaanya :

1) Satu sisi menempel di bagian tengah kepala anak, dan satu sisi lainnya

menempel di pita meteran di dinding

2) Hasil pengukuran dibaca sebelum segitiga siku-siku yang menempel di

kepala anak digerakkan

Skenario 2|Kelompok F|8

Page 9: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

Cara membaca angka tinggi badan :

a. Pembacaan dilakukan setelah anak selesai diukur pada skala yang ditunjuk

oleh sudut segitiga siku-siku

b. Lihat skala panjang di bawah sudut siku :

1) Baca angka dibawah sisi segitiga siku-siku tersebut yang menunjukkan

angka dalam cm.

a. Jumlah skala kecil di atas skala panjang menunjukkan mm

b. Sudut seitiga siku-siku tepat di skala panjang

Biokimia

1. Pengukuran Hb (Hemoglobin); terdapat 2 metode dalam pengukuran Hb

yaitu :

a) Metode Sahli

Metode hidrolisis Hb yang diambil dari sampel darah pasien yang

dihidrolisis dengan HCl dan menghasilkan globinferroheme.

Senyawa tersebut kemudian dioksidasi dan direaksikan dengan ion

Cl menjadi ferriheme (hematin) berwarna coklat. Warna coklat

hematin kemudian dibandingkan dengan warna hematin standar.

b) Metode Cyanmetheglobin

Metode oksidasi Hb dari sampel darah pasien yang dioksidasi

dengan kalium ferrosianida dan menghasilkan cyanmetheglobin

berwarna merah. Kemudian warna merah yang terbentuk dibaca

dengan menggunakan fotometer.

2. Pengukuran Hematokrit (HCT)

Merupakan pengukuran volume eritrosit yang telah disentrifugasi sehingga

terpisah dari plasma darah. Diukur dengan pengukuran EDTA .

3. Pengukuran serum besi

Menggunakan perosedur serum iron dengan metode destilasi ionisasi

4. Pengukuran Transferrin Saturation (TS)

Menggunakan penentuan kadar zat besi dalam darah dan menghitung rasio

TIBC (Total Iron Binding Capacity)

5. Pengukuran Free Erythrocyte Protophorphyrin (FEP)

Dengan menggunakan pengukuran FEP dengan fluorometic assay

6. Pengukuran Serum Ferritin (SF)

Mengukur kadar ferritin dengan menggunakan metode immunoradiometric

Skenario 2|Kelompok F|9

Page 10: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

assay (IRMA), immunoassay (IRA) atau enzyme-linked immunoassays (ELISA)

7. Pengukuran Serum Unsaturated Iron Binding Capacity (UIBC)

Dengan menggunakan reagen penyangga

8. Pengukuran status protein :

a) Albumin

Menggunakan metode dye-binding methode

b) Transthyretin

Menggunakan metode pengenceran larutan

c) Serum protein

Menggunakan protein biuret

9. Penilaian status vitamin :

a) Vitamin A

Pengukuran serum retinol dengan menggunakan HPLC (High

Performance Liquid Chromatography) atau dengan kolorimetri

dengan pereaksi trifuoroasetat/TFA

b) Vitamin D

Tidak dijelaskan dengan metode apa, tetapi parameter yang harus

diketahui adalah kadar kalsium serum, kadar fosforserum, kadar

fosfatase serum, sreta kadar 25-OH-vitamin D

c) Vitamin E dan vitamin C

Tidak ditemukan metodenya

d) Vitamin B1

Tidak ditemukan metode kecuali analisa subjektif sign/symptoms

e) Vitamin B2

Pengukuran riboflavin dalam urin 24 jam

f) Niasin dan piridoksin

Pengukuran kadar nimethyl nicotinamide urine (niasin) dan urinary

piridoxine (piridoxin)

10.Penilaian status mineral

Dengan menghitung kadar masing-masing mineral dalam urin 24 jam

Dietary

Melakukan single 24 H recall, repeated 24-hours recall, FFQ, Semi FFQ, 3-day

dietary

Ekologi

Melakukan interview untuk mengetahui

Skenario 2|Kelompok F|10

Page 11: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

Dokumentasi Dokumentasi merupakan proses selanjutnya yang dapat mendukung semua

langkah NCP

Kualitas dari dokumen yang didapatkan dari pengukuran seharusnya relevan,

akurat, tepat waktu, termasuk di dalamnya informasi yang akan menjelaskan

kualitas dari pengkajian tersebut :

Waktu dilakukannya assessment

Membandingkan data yang diperoleh dengan parameter yang ada

Persepsi pasien/klien/kelompok, nilai, dan motivasi berhubungan

dengan masalah yang ada

Tingkat perubahan pemahaman pasien/klien/kelompok, pola makan

dan lainnya

Hasil klinik yang perlu ditindaklanjuti

Alasan untuk melaksanakan/menghentikan jika sudah tepat

2. Data subjektif dan data objektif

DATA OBJEKTIF DATA SUBJEKTIF

Fungsi :

Mengetahui hubungan antara kesehatan asupan

gizi dan penyakit kronis sebagai acuan dalam

memonitoring serta identifikasi status gizi dan

dalam menegakkan diagnose maupun intervensi

gizi. (Perpustakaan Universitas Pendidikan

Indonesia,2005)

Cara Pengumpulan Data :

Dengan interview, observasi, dan pengukuran.

Info dari petugas kesehatan yang merujuk pada

rekam medis dan tes lab.

A. ANTHROPOMETRY

Fungsi :

Untuk pengukuran dimensi dan komposisi tubuh

manusia

Parameter :

BB, TB, LILA, Head Circumference, IMT, BBR

Fungsi :

Mengetahui intake makanan dan status gizi dari

kebiasaan makan.

Cara Pengumpulan Data:

Kuisioner dan Interview

(Gibson,2005)

C. DIETARY

Dietary bisa masuk objektif atau subjektif, karena

terdapat metode food weighing.

Fungsi :

1. Untuk mengetahui kualitas diet pasien dan

dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih

terutama ahli gizi.

2. Menyediakan info, tidak hanya jumlah dan

kualitas yang dikonsumsi tapi juga kebiasaan

makan keluarga.

Skenario 2|Kelompok F|11

Page 12: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

(Berat Badan Relatif), LP(Lingkar Perut), Lipatan

Trisep, LOLA (Lingkaran Otot Lengan Atas).

(Andry Hartono,2006).(Rosalind Gibson.2005).

Kelebihan :

1. Prosedurnya sederhana

2. Aman dan dapat digunakan dalam sampel

yang besar

3. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli

4. Alatnya murah dan mudah dibawa

5. Metodenya tepat dan akurat dalam

mengidentifikasi serta mengevaluasi gizi.

Sumber : Supariasa,dkk, 2002

6. Bisa mendeteksi malnutrisi sedang dan berat

7. Bisa menunjukkan informasi nutrition history

pada masa lampau.

8. Untuk mendeteksi ketidakseimbangan asupan

protein dan energy

9. Dapat menyediakan informasi gizi dan

kesehatan untuk mencegah terjadinya

kegagalan tumbuh atau kelebihan berat

badan

10. Telah diakui kebenarannya secara ilmiah,

biayanya relatif murah

11. Komponen kunci dalam penilaian status gizi

khususnya pada anak-anak yang dapat

digunakan untuk mengawasi pertumbuhan

dan perkembangan secara berkala.

Kekurangan :

1. Tidak sensitive

2. Faktor diluar gizi dapat menurunkan sensitivitas

dan spesifisitas pengukuran anthropometri

3. Adanya kesalahan saat pengumpulan data

Sumber : Supariasa,dkk, 2002

4. Tidak bisa mengidentifikasi zat gizi spesifik yang

Parameter :

Meliputi :

Nafsu makan, perubahan BB, tingkat aktifitas,

kebiasaan makan, diet khusus, pengobatan, food

aversion, intelorence, alergi, dan gejala yang

berhubungan dengan pencernaan, dan asimilasi

zat gizi (Margaret,Catherine, Judith.1995).

Didapat dr metode yaitu 24 hours recall, FFQ,

semi FFQ

Kelebihan :

1. Dapat mendeteksi defisiensi zat gizi pada

tingkat pertama

2. Tidak membutuhkan peralatan yang rumit

seperti data objektif

3. Mudah dilaksanakan dan tidak memberatkan

responden.

4. Biaya murah,cepat dan simple.

Kelemahan :

1. Bisa overestimate atau underestimate pada

pengisian metode

2. Tergantung pada skill interviewer

3. Tergantung pada persepsi dan pengalaman

interviewer

4. Hanya mengandalkan ingatan individu

5. Bias bila responden tidak jujur

6. Tergantung ingatan pasien

Sumber : Rosalind Gibson, 2005

Skenario 2|Kelompok F|12

Page 13: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

mengalami defisiensi.

5. Dapat terjadi kesalahan karena pengukuran ,

perubahan hasil pengukuran, atau kesalahan

alat.

6. Kesalahan juga bisa terjadi pada pengukur.

B. BIOKIMIA

Fungsi :

Pemeriksaan specimen yang diuji secara

laboratories pada berbagai macam jaringan

tubuh.

Parameter :

Kolesterol, Hb, Leukosit, Albumin, Protein,

Bilirubin, Ureum, kreatinin, SGOT,SGPT, Bilirubin

total, Bilirubin direct, dll.

Kelebihan :

1. Pengukuran lebih akurat

2. Lebih mudah mendeteksi penyakit secara

spesifik

3. Waktu efisien

Sumber : Supariasa,dkk, 2002

4. Bisa mengidentifikasi zat gizi mana yg

defesiensi

5. Gejala spesifik dapat diketahui karena

penentuan kimia faali dapat menolong untuk

menentukan kekurangan zat gizi yg lebih

spesifik.

6. Mampu mendiagnosis overdosis suplemen dan

mampu memeriksa validitas food intake

Kekurangan :

1. Mahal

2. Membutuhkan banyak peralatan

E. ECOLOGY

Kelebihan :

Beberapa variabel non gizi bisa berhubungan

dengan erat pada malnutrisi dan bisa digunakan

melihat resiko individu

Kelemahan :

Tergantung pada skill interviewer

F. CLIENT HISTORY

Client history terdiri dari :

1. Social history

Meliputi:

Social ekonomi, sosial dan medical support,

kepercayaan , budaya situasi rumah, dan

hubungan sosial.

2. Personal history

Meliputi :

Pekerjaan , umur, hubungan keluarga, pendidikan

3. Medical history

Meliputi :

Ada tidaknya penyakit, riwayat penyakit keluarga,

riwayat bedah, penyakit kronis, resiko komplikasi

4. Medication dan supplement history

Meliputi :

Resep dan jumlah obat yang dikonsumsi,

Skenario 2|Kelompok F|13

Page 14: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

3. Membutuhkan banyak tenaga professional

Sumber : Supariasa,dkk, 2002

4. Hasilnya terkadang sulit untuk

diinterperetasikan karena kurangnya cut off

yang jelas

5. Membutuhkan tenaga yang terampil

suplemen diet

Sumber : IDNT,2008

C. Fisik klinis

Fungsi :

Untuk mendeteksi gejala dan tanda yang

dihubungkan dengan malnutrisi (Gibson,2005)

Parameter :

Meliputi kemampuan menelan, makanan yg

digemari atau dihindari, keadaan nafsu makan,

serta masalah saluran pencernaan.

Kelebihan :

1. Dapat berdasarkan perubahan yang terjadi,

dihubungkan ketidakcukupan zat gizi secara

menyeluruh.

2. Lebih menuju pada gejala dan tanda pada

malnutrisi karena pada manifestasi klinik

terjadi tidak secaraspesifik

3. Tidak selalu membutuhkan tenaga khusus tapi

dapat dilakukan oleh tenaga paramedis yang

terlatih.

4. Biasanya digunakan survey klinis secara cepat.

5. Mengetahui tingkat status gizi seseorang pada

sign dan symptom (Supariasa,2002).

6. Pemeriksaan fisik secara menyeluruh.

Kekurangan :

1. Pemeriksaan yang tidak konsisten jadi sumber

error

Skenario 2|Kelompok F|14

Page 15: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

2. Ada beberapa gejala klinis yang sulit dideteksi

3. Adanya variasi dari gejala klinis yang timbul

4. Memerlukan banyak tenaga ahli

5. Membutuhkan tenaga professional

3. Sindrom Nefrotik

a. Patofisiologi

Sindroma nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas

glomerulus terhadap protein plasma yang ditandai dengan hiperkolesterolemia, dan lipiduria

(Prodjosudjadi, 2007). Penyebab primer sindrom nefrotik biasanya digambarkan oleh histologi, yaitu

sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM) yang merupakan penyebab paling umum dari sindrom

nefrotik pada anak dengan umur rata-rata 2,5 tahun. Meskipun sindrom nefrotik dapat menyerang

siapa saja namun penyakit ini banyak ditemukan pada anak- anak usia 1 sampai 5 tahun. Selain itu

kecenderungan penyakit ini menyerang anak laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan anak

perempuan. (Gunawan, 2006)

Dinding kapiler glomerular terdiri dari 3 barrier permiable yang selektif, yaitu : sel endotel yang

terpisah satu sama lain oleh fenestra, membran dasar glomerular yang terdiri dari matriks protein dan

sel epitel khusus (podosit) yang terhubung satu sama lain oleh adanya celah diafragma di antara

selnya. Secara histologis, sel-sel podosit pada pasien penderita Neprhrotic Syndrome Idiopatik akan

menyatu sehingga morfologis sel berubah walaupun belum ditemukan penyebab pastinya. Namun ada

beberapa petunjuk bagaimana sindrom nefrotik dapat terjadi sesuai dengan studi yang dilakukan oleh

peneliti. Petunjuk utama terjadinya idiopatik Nephrotic Syndrome berkaitan dengan adanya mutasi gen

pada protein penyusun ekspresi podosit pada pasien dengan riwayat Nephrotic Syndrome pada

keluarganya. Permeabilitas glomerular dapat berubah, khususnya pada pasien dengan steroid-

resistant. Petunjuk selanjutnya yaitu perubahan sel limfosit T yang berujung pada perubahan ekspresi

dan fungsi sel-sel podosit dan menyebabkan protein banyak yang terbuang melalui urin (proteinuria).

Petunjuk selanjutnya yakni terjadinya polimorfism gen tertentu pada pasien dengan riwayat keluarga

nephrotic syndrome. Tetapi pada beberapa studi yang dilakukan pada pasien anak penderita sindrom

nefrotik, ditemukan adanya mutasi gen yang mengkode protein sel podosit, sehingga mutasi dianggap

menjadi penyebab utama nefrotik sindrom pada anak-anak.

Dasar terjadinya nefrotik sindrom juga dikaitkan dengan adanya kelainan sistem imun di dalam

tubuh penderita. Pada sebuah studi, telah ditemukan bahwa sel T yang telah dikultur yang berasal dari

penderita nefrotik sindrom berkembang memproduksi faktor X yang mempromosikan terjadinya

proteinuria (selanjutnya dikenal sebagai faktor permiable yang menyebabkan permeabilitas

glomerular berubah) dan memproduksi glikosaminoglikan yang dapat melemahkan atau merusak sel

podosit pada glomerular. Sebuah penelitian lain yang mendukung adanya faktor imunologis pada

Skenario 2|Kelompok F|15

Page 16: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

nefrotik sindrom menunjukkan penderita HIV nefropati dapat menjadi asal penderita menjadi pasien

nefrotik sindrom, diikuti oleh adanya beberapa virus lain seperti parvovirus 19, SV 40 dan Hepatitis B

dan C.

b. Etiologi

Sindrom nefrotik pertama kali dideskripsikan pada abad ke-15. Sindrom nefrotik didefinisikan

sebagai salah satu penyakit yang terklasifikasi dalam penyakit renal bilateral. Penyakit ini bersifat

idiopatik, yaitu penyakit yang tidak diketahui penyebab terjadinya. Ada 3 pengklasifikasian sindroma

nefrotik secara histologis, yaitu :

1) Minimal Change Nephrotic Syndrome (MCNS)

2) Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS)

3) Membraneous nephropathy

MCNS dan FSGS merupakan 2 jenis sindroma nefrotik yang sering terjadi pada anak-anak. Kasus

FSGS meningkat pada anak-anak dan dewasa pada tiga dekade terakhir. Sebanyak 70% penderita

MCNS berusia kurang dari 5 tahun, dimana 20-30% orang dewasa yang memiliki nefrotik sindroma

merupakan penderita dengan jenis MCNS. Sedangkan FSGS berkembang pada anak usia 6 tahun.

Tidak semua kasus MCNS dan FSGS bersifat idiopatik. MCNS dapat timbul akibat tumor limfoid atau

obat-obatan immunomodulator, sedangkan FSGS dapat terjadi pada pasien yang menderita HIV

Nefropati. Kerusakan renal yang serupa dengan idiopatik FSGS juga terjadi pada pasien proteinuria

seperti kerusakan ginjal primer, contohnya gromerulonefritis kronis, nefropatis reflux dan

oligomegaphronia.

c. Sign dan Symptom

Sign :

1) Terdapat edema sebagai akibat manifestasi adanya kandungan protein di dalam urin dalam

jumlah yang banyak (proteinuria). Proteinuria menyebabkan kadar albumin di dalam serum

berkurang sehingga terjadi hipoalbuminemia. Berkurangnya kadar albumin di dalam tubuh

mengakibatkan berkurangnya tekanan onkotik intravaskular sehingga terjadi translokasi cairan

plasma ke dalam ruangan interstisiel sel

2) Menurunnya GFR (Glomerular Filtration Rate)

3) Meningkatnya konsentrasi renin dan aldosteron sebagai manifestasi edema. Edema

menyebabkan cairan yang beredar di sirkulasi berkurang, sehingga merangsang tubuh mensekresi

aldosteron. Kadar aldosteron menjadi tinggi menyebabkan retensi sodium dan cairan di dalam

tubuh meningkat, sehingga memperparah edema (Krause’s Food and Nutrition Therapy, 2008)

4) Terdapat retensi sodium

Skenario 2|Kelompok F|16

Page 17: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

5) Hiperlipidemia (secara spesifik, kolesterol dan trigliserida) sebagai manifestasi terjadinya

peningkatan lipoprotein di hepar akibat penurunan tekanan osmotik plasma, serta perubahan

enzimatis yang mengubah biosintesis serta degradasi lipid

Symptom :

Anoreksia, cepat merasa lelah, nyeri perut, dan diare

Sumber : Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2000

4. Nutritional Assessment pada Anak Dengan Sindrom Nefrotik

1. Tujuan

Untuk mengumpulkan dan menginterpretasikan data pasien yang relevan baik data subjektif

maupun objektif untuk mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan gizi sebagai akibat dari

sindrom nefrotik yang diderita oleh pasien.

Sumber : IDNT, 2008

2. Metode dan Parameter yang digunakan

Anthropometri

Parameter yang biasa digunakan pada pasien anak umur 5 tahun dengan sindorm nefrotik antara

lain dengan menggunakan berat badan koreksi pada edema dan tinggi badan. Pengukuran tebal

lemak kurang merepresentasikan keadaan gizi sebenarnya akibat adanya edema pada pasien.

Biokimia

Data biokimia yang biasa diambil pada penderita sindrom nefrotik antara lain : albumin, serum

creatinin, protein total, kadar kolesterol, hemoglobin, dan urin tampung pasien

Dietary

Pengumpulan data yang biasa digunakan untuk pasien anak dengan sindrom nefrotik antara lain :

24 hours recall, food 3-day dietary

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk pasien anak dengan sindrom nefrotik antara lain :

pemeriksaan adanya edema, tekanan darah, suhu tubuh, kesadaran, nadi,dan frekuensi pernafasan

Ecology

Cara mengumpulkan data dengan wawancara kepada keluarga pasien dengan menanyakan

ekonomi keluarga, pendidikan terakhir ibu atau yang menyiapkan makanan, riwayat penyakit

keluarga, serta riwayat penyakit anak itu sendiri.

3. Analisa dan interpretasi data

Data Dasar Cut off Analisis Interpretasi

AntropometriSkenario 2|Kelompok F|17

Page 18: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

BB = 23 kg dengan

edema

Koreksi BB pada edema :

- Ringan (bengkak pada

tangan / kaki) = 10%

- Sedang (bengkak pada

wajah dan tangan atau

kaki) = 20%

- Berat (bengkak pada

wajah,tangan dan kaki)

= 30%

BB koreksi = BB

saat ini – koreksi

oedema 23 –

(30%x23) = 16,1

kg

Menggunakan perhitungan WHO

Antro, status gizi pasien menurut

BB/U, Z Score : -0,85 SD

(Menunjukan status gizi baik )

TB/U , Z Score : +0,12 SD

(menunjukan status gizi baik)

BB/TB, Z Scor : -1,58 SD

(Menunjukan resiko mengalami

gizi kurang)

TB = 130 cm 1 tahun lalu

TB Ideal untuk anak usia 4-6 tahun adalah 110

TB = 110 Cm

Biokimia

Total kolesterol 517 mg/dl 108 – 187 mg/dl ( cut off

anak umur 4-6 thn)

Kolesterol ↑↑ Peningkatan kolesterol yang

tinggi menunjukan indikasi

adanya nefrotik sindrom

Hemoglobin 15,4 g/dl 10,7 – 12,7 g/dl (cut off

anak umur 2-6 thn, jemis

kelamin perempuan)

Hb ↑ Manifestasi klinis dehidrasi,

polisitemian, penyakit paru

obstruktif menahun seperti

enfisema dan asma, GJK (gagal

jantung kongestif)

Leukosit 7500 4 – 10 ribu Normal Tidak ada manifestasi klinik

Bilirubin (-) Urin bilirubin : negatif Normal Tidak ada manifestasi klinik

Albumin 2,2 mmol/L 3,5 – 5,2 g/dl (cut off

anak umur 4-6 thn)

Albumin ↓ Penurunan serum albumin akan

mengakibatkan cairan dari

pembuluh vaskuler keluar ke

jaringan-jaringan menyebabkan

edema

Total protein (5,45 g/dl ) 5,9 – 8,0 g/dl (cut off

anak umur >4 thn)

Total protein ↓ Penurunan total protein

mengindikasikan adanya

malnutrisi, kelaparan, gagal

ginjal kronis

Protein (+2 ) Negative Dalam urin

terdapat protein

Indikasi terjadinya proteinuria,

proteinuria merupakan sign and

symptom dari nefrotik sindrom

Ureum (51) 5-18 mg/dl pada anak- Kadar ureum ↑↑ Indikasi ureum tinggi merupakan Skenario 2|Kelompok F|18

Page 19: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

anak manifestasi dari kerusakan ginjal

Urine tampung (650 cc) 250-750 cc Normal Tidak ada manifestasi klinik

Creatinin (1,05 ) 0,3-1,0 mg/dl pada anak-

anak

Normal Tidak ada manifestasi klinik

SGOT (58 )U/L 7-24 IU/L pada anak-anak SGOT ↑↑ Indikasi kerusakan hati

SGPT ( 35 )U/L 4-25 IU/L pada anak-anak SGPT ↑ Indikasi kerusakan hati

Bilirubin total (o,34)mg/dl 0,2-1,4 mg/dl Normal Tidak ada manifestasi klinik

Bilirubin direct (o.17 )

mg/dl

0-0,4 mg/dl Normal Tidak ada manifestasi klinik

Fisik klinis

-Keadaan umum : cukup Tidak ada manifestasi klinik

-Kesadran : CM Tidak ada manifestasi klinik

-TD =120/90 Sistole 95-110 mmHg,

diastole 60-75 mmHg

(anak usia 3-6 th)

Tek. Darah ↑ Menurunnya tekanan onkotic

menyebabkan edema

generalisata akibat cairan yg

berpindah dari system vaskuler

ke dalam cairan ekstraseluler.

Penurunan sirkulasi volume

darah mengaktifkan system

immune angiotensin,

menyebabkan retensi natrium

sehingga tekanan darah naik.

-RR =20 x/ menit 20-25 x/menit (usia 3-6

tahun)

Normal Tidak ada manifestasi klinik

-N =98x/menit 60-95/menit (usia 3-6

tahun)

Normal Tidak ada manifestasi klinik

-Suhu = 36.5 C Suhu pengukuran

tergantung tempat

pemasangan

thermometer yaitu,

Oral : 35,50 – 37,50 C

Rectal : 36,60 – 380 C

Armpit : 35,80 – 36,60 C

Ear : 36,10 – 37,70 C

Normal Tidak ada manifestasi klinik

-Palpebra ka/ki oedem

-Tangan dan kaki ka/ki

Negative Oedema (+) Menurunnya tekanan onkotic

menyebabkan edema

Skenario 2|Kelompok F|19

Page 20: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

oedem

-Pitting oedem (+)

generalisata akibat cairan yg

berpindah dari system vaskuler

ke dalam cairan ekstraseluler.

-Perut membesar lingkar

perut 80 cm curiga asites

45,1 – 60,4 (Untuk anak

perempuan usia 5 tahun)

Dicurigai Asites Karena adanya

hipoalbuminemia, cairan keluar

ke ruang intersisiel di daerah

lingkar abdomen sehingga perut

terlihat besar

Dietary History

a. Riwayat gizi dahulu :

- Makan 3x sehari

- Nasi 1 centong (100 gr)

- Sayur : kangkung,

bayam, wortel, sawi,

suka sayur berkuah

(100 gr)

- Lauk nabati : tempe

( hampir setiap kali

makan) 1 potong

sedang

- Lauk hewani : ayam 1

potong sedang (2x/

minggu), daging sapi 1

potong sedang

(1x/bulan), telur ayam

tidak pernah karena

alergi

- Minuman : susu setiap

pagi 1 gelas belimbing,

air putih

- Snack : gorengan

setiap hari (yang paling

sering dikonsumsi

adalah pisang goreng

dan weci), kripik,

Pola pasien 3X sehari dengan

porsi nasi 100 gr dan sayur 100

gr sudah baik, namun pasien

memiliki kebiasaan

mengkonsumsi snack, keripik,

gorengan dan makanan kemasan

setiap hari, hal inilah yang

membuat kadar kolesterol

pasien sangat tinggi. Selain itu

pasien tidak pernah

mengkonsumsi telur ayam

karena alergi, hal ini

menyebabkan kadar albuminnya

rendah dihubungkan dengan

nefrotik sindrom yang diderita

pasien.

Skenario 2|Kelompok F|20

Page 21: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

makanan kemasan

- Alergi telur ayam

b. Riwayat gizi sekarang

Setlah masuk RS diet

yang diberikan adalah

nasi TPRG. Asupan zat

gizi pasien tanggal 29

agustus 2012. Energi

(80,59 %), protein

(89,6%), lemak (75,7%),

karbohidrat (72,4%),

cairan 800 cc

Dari data 24 hour recall dapat di

interpretasikan bahwa pasien

kekurangan intake energy,

protein, karbohidrat, dan lemak.

Karena dari prosentase tersebut

tidak mencapai total kebutuhan

pasien (100%).

Data riwayat penyakit

a. Riwayat penyakit dahulu

: thypus saat usia 4

tahun

Ada hubungan antara demam

tifoid dengan sindrom nefrotik

secara fisiologi. Demam tifoid

dapat menajdi komplikasi

sindrom nefrotis ketika penyakit

demam tifoid tersebut tidak

tertangani dalam jangka waktu

yang lama atau mengkonsumsi

obat dalam jumlah yang banyak

(multidrugs). Sedangkan dalam

kasus ini tidak dijelaskan berapa

lama pasien menderita demam

tifoid dan obat apa saja yang

dikonsumsi. Sehingga

diasumsikan demam tifoid yang

dialami oleh pasien 1 tahun yang

lalu sudah tertangani. Dan ini

menunjukkan tidak ada

hubungan antara penyakit tipus

pasien 1 tahun yang lalu dengan

sindrom nefrotik yang dialami

pasien sekarang.

Skenario 2|Kelompok F|21

Page 22: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

b. Riwayat penyakit

sekarang :

Seorang anak berusia 5

tahun datang dengan

keluhan bengkak pada

seluruh tubuh sejak 2

minggu SMRS. Pasien

merasa bengkak

terutama pada kelopak

mata, pipi, perut,

tangan, dan kaki.

Bengkak pada kelopak

mata disarankan

terutama saat bangun

tidur, dan bengkak tidak

berkurang pada siang

dan sore hari, bengkak

pada tangan dan kaki

juga tidak berkurang

Manifestasi dari nefrotik sindrom

b. Riwayat penyakit

keluarga : ayah

menderita gagal ginjal

akut sejak 1 tahun

yang lalu karena

kecelakaan

Riwayat penyakit keluarga yaitu

ayah menderita gagal ginjal akut

sejak 1 tahun yang lalu bukan

merupakan etiologi yang

mendasari terjadinya nefrotik

syndrome kepada anak karena

penyakit GGA yang diderita ayah

pasien disebabkan trauma

berat / kecelakaan

Sosial ekonomi

Skenario 2|Kelompok F|22

Page 23: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

- Penghasilan orang tua : Rp

800.000 – 1.000.000/bulan

- Jumlah anggota keluarga : 5 orang

terdiri : ayah, ibu, 3 orang anak

- Tinggal dengan orang tua dan 2

orang kakak (kakak pertama

perempuan sekolah SMA, kakak

kedua laki – laki sekolah kelas 4

SD)

- Pekerjaan orang tua : Ayah

sopir angkut, Ibu ibu rumah

tangga dan menjual gorengan di

depan rumah

- Pendidikan orang tua : Ayah

SMA, Ibu SMP

- Yang menyediakan makan di

rumah : ibu dan kakak pertama

- Ayah bekerja dari jam 06.00 –

20.00, cenderung memanjakan

anak – anaknya, Ibu sangat peduli

dengan kesehatan anak –

anaknya, bersikap tegas

- Pengasilan keluarga rendah

- Tingkat pendidikan ibu yang

rendah mengakibatkan

rendahnya pengetahuan

terkait penyediaan makanan

pada keluarga

- Ibu yang berprofesi sebagai

penjual gorengan

menyebabkan anak memiliki

kebiasaan mengkonsumsi

makanan (gorengan ) tinggi

karena selalu tersedia di

rumah

- Pola asuh yang kurang benar

( ayah selalu memanjakan

anak ) sehingga segala

permintaan anak selalu

dituruti termasuk membeli

snack keripik dan makanan

kemasan

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada pasien sindrom nefrotik

- Gangguan fungsi ginjal

Adanya gangguan pada fungsi ginjal dapat menyebabkan terjadinya kebocoran protein pada urin

sehingga mengalami proteinuria. Kehilangan protein dalam jumlah banyak dalam waktu yang lama

dapat mempengaruhi statu gizi terutama pada anak. Karena fungsi dari protein tersebut sebagai

pertumbuhan. Jika protein banyak yang terbuang dan pasien mengalami defisiensi protein, maka

dapat menyebabkan terjadinya masalah gizi kurang dan gangguan pertumbuhan (stunting).

- Infeksi, diare, dan anoreksia

Pada pasien dengan sindrom nefrotik snagat beresiko terkena infeksi yang dapat mempengaruhi

status gizi pasien. Pada pasien dengan sindrom nefrotik akan mengalami gejala berupa diare dan

anoreksia. Hal ini mempengaruhi kemampuan intake makan pasien dan penyerapan gizi pasien

menjadi berkurang. Jika hal tersebut terjadi, maka dapat menyebabkan terjadinay malnutrisi gizi

kurnag (underweight).

Skenario 2|Kelompok F|23

Page 24: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

- Ekonomi kurang

Penghasilan keluarga pasien yang kurang (800.000 – 1.000.000 dengan 5 anggota kelaurga)

berpengaruh terhadap kemampuan akses makanan dan ketersediaan pangan rumah bekurang

dimana hal ini akan berpengaruh langsung pada intake makanan pasien yang kurang baik dari

kuantitas maupun kualitas. Intake makanan yang kurang baik dari segi kualitas dan kauntitias akan

berpengaruh terhadap status gizzi pasien.

- Pengetahuan yang kurang

Pengetahuan yang menyediakan makanan pasien kurang ditandai dengan pendidikan terakhir Ibu

adalah SMP dan kakak masih SMA, dapat menyebabkan secara langsung terhadap pola makan

pasien. Pola makan pasien yang salah dapat mempengaruhi status gizinya.

- Adanya alergi telur

Karena adanya sindrom nefrotik yang diderita oleh pasien, membuat pasien membutuhkan asupan

protein yang lebih banyak daripada kebutuhan normal dengan protein yang mudah cerna. Protein

yang mudah cerna berasal dari protein hewani. Sedangkan pasien berasal dari keluarga yang

tingkat ekonominya rendah dimana jarang mengkonsumsi daging dan ayam. Sebagai pengganti

daging dan ayam, bahan makanan yang murah dan mengandung asam amino yang lengkap serta

mudah cerna sebagai pengganti daging dan ayam adalah telur. Dengan adanya alergi telur pada

pasien akan mempengaruhi intake protein pada pasien. Ketidakcukupan intake protein dapat

mempengaruhi status gizi pasien.

5. Interaksi Obat dan Makanan Pada Pasien

a. Cefotaxime

Cefotaxime merupakan obat antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang mempunyai khasiat

bakterisidal dan bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Cefotaxime sangat stabil

terhadap hidrolisis beta laktamase dan aktivitas spektrumnya lebih luas. Aktivitasnya lebih besar

terhadap bateri gram negatif, sedangkan aktivitas terhadap bakteri gram positif lebih kecil, tetapi

beberapa streptococci sangat sensitif terhadap cefotaxime. Cefotaxime dapat membunuh bakteri

baik karena jangkauan spektrumnya yang luas. Cefotaxime dapat diberikan secara IV dan IM. Masa

paruh eliminasi pendek, diberikan tiap 12 jam dan mencapai dalam waktu 10 jam. Dosis untuk

sensitifitas gram negatif dan gram positif untuk anak 50 mg/kg BB/8-12 jam. Untuk mengurangi

infeksi diberikan setiap 6 jam. Apabila pasien menderita sensitif terhadap Cefotaxime diberikan

pasien dg diet rendah garam. Pemberian dosis perlu diperhatikan karena bisa toksik. Interaksi yang

ditemukan sementara ini adalah interaksi dengan obat yaitu pemberian bersama dengan

probenecid menyebabkan konsentrasi plasma cefotaxime dan metabolit desacetyl menjadi lebih

tinggi dan bertahan lebih lama.

Skenario 2|Kelompok F|24

Page 25: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

b. Furosemide

Furosemid adalah obat yang digunakan untuk mengurangi bengkak atau edema dan

penyimpanan cairan yang disebabkan oleh berbagai macam masalah kesehatan, termasuk penyakit

jantung dan hati, juga digunakan untuk pengobatan tekanan darah tinggi atau hipertensi.

Furosemid bekerja dengan memblocking absorbsi garam dan cairan dalam tubulus ginjal, sehingga

menyebabkan deplesi cairan tubuh dan elektrolit dalam tubuh. Furosemid mengatasi edema

anasarka dengan 1-2 mg/kg BB sebanyak 2x sehari via oral. Bila edema menetap maka diberikan

albumin IVFD 0,5-1 gr/kg BB atau plasam 10-20 ml/kg BB/hari kemudian dilanjutkan dengan

furosemide intravena 1 mg/kg BB/kali. Interaksi sesama obat dengan cefotaxime dapat

meningkatkan toksiksitas furosemide dengan reaksi farmakodinamik.

Interaksi yang ditemukan adalah interaksi dengan makanan, yaitu konsentrasi furosemid akan

menurun dengan adanya makanan sehingga bioavalibilitas menurun, hal ini juga secara langsung

menurunkan efek diuretiknya. Bahan makanan yang harus dihindari antara lain dong quai, efedra,

yohimbe, ginseng (memperparah hipotensi), bawang putih (dapat meningkatkan efek hipertensi)

dan batasi juga penggunaan licorice. Dosis untuk anak-anak dengan oral adalah sebesar 0,5-2

mg/kg BB, diminum sebanyak 2-3 kali sehari. Maksimun 12 mg/KG BB atau = 80 mg/hari. Furosemid

juga dapat menurunkan kadar kalsium, Mg, K, Vit B1, B6, C jika dikonsumsi melampaui batas dosis

yang ditentukan. Disarankan diet tinggi Kalium dengan makan buah-buahan seperti pisang ,

kentang dan jeruk. Dan jika dilakukan pemberian bersama suplemen karkoal maka dapat

menurunkan absorpsi.

Furosemid merupakan obat diuretik. Diuretik yang berlebihan dapat menyebabkan dehidrasi

dan volume darah dalam sirkulasi menurun dan mungkin juga menyebabkan terjadinya trombosis

dan emboli. Pasien yang akan diberikan terapi furosemid harus diobservasi untuk tanda atau gejala

atau ketidakseimbangan elektrolit, selain itu kenaikan gula darah juga harus diobservasi. Dengan

adanya efektifitas diuretik, maka deplesi elektrolit dapat terjadi selama terapi furosemid,

khususnya pada pasien yang menerima dosis tinggi.

c. Prednisone

Prednison merupakan pengobatan sindrom nefrotik idiopatik pertama sesuai anjuran ISKDC.

Pemberian prednison pada pasien sindrom nefrotik anak terbukti menurunkan tingkat kematian

penderita sindrom nefrotik hingga 35%. Hal ini disebabkan prednison mampu menurunkan

kemungkinan terjadinya infeksi serius. Interaksi dengan kalsium dapat menyebabkan defisiensi

kalsium, sedangkan pasien mengkonsumsi susu setiap hari. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa

terdapat perbedaan bermakna antara kadar kolesterol total darah sebelum dan sesudah terapi

prednison dosis penuh pada anak-anak yang menderita sindrom nefrotik sensitif steroid. Pada

penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa rerata kadar kolesterol total darah anak penderita

Skenario 2|Kelompok F|25

Page 26: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

sindrom nefrotik mengalami penurunan. Dalam jangka panjang prednisone bisa merubah komposisi

tubuh, dan jaringan adiposa meningkat. Dapat pulan menyebabkan osteoporosis dan gangguan

ginjal. Hindari tinggi gula, tinggi lemak atau asam dan tinggi protein.

6. Diagnosa gizi

NI-1.4 Ketidakcukupan intake energi dihubungkan dengan kurangnya asupan makan pada awal masuk

rumah sakit dibuktikan dengan hasil 24 hour recall energinya sekitar 80,5% sedangkan kebutuhan

energi 2152,8 kkal, protein 89,6% sedangkan kebutuhan protein 34,5 gr, lemak 75,7% sedangkan

kebutuhan lemak 59,8 gr, karbohidrat 72,4% sedangkan kebutuhan karbohidrat 332,92 gr.

NC-2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait gizi yang dihubungkan dengan gangguan fungsi ginjal

dibuktikan dengan penurunan kadar albumin yaitu 2,2 gr/dl, penurunan kadar protein total 5,45

g/dl,adanya edema, riwayat penyakit pasien yaitu sindrom nefrotik.

NI-5.4 Penurunan kebutuhan zat gizi tertentu yaitu natrium dihubungkan dengan kegagalan fungsi ginjal

yang disebabkan nefrotik sindrom yang dibuktikan dengan adanya oedem.

NI-5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi spesifik yaitu albumin dan protein dihubungkan dengan gangguan

fungsi ginjal dibuktikan dengan penurunan kadar albumin 2,2 gr/dl dan penurunan kadar total

protein 5,45 gr/dl, serta diagnose medis pasien yaitu sindrom nefrotik.

NI-3.2 Kelebihan intake cairan dihubungkan dengan adanya sindrom nefrotik dibuktikan dengan adanya

edema.

NB-1.2 Kebiasaan makanan yang salah dihubungkan dengan kurangnya pengetahuan dibuktikan dengan

pasien sering mengonsumsi gorengan dan pendidikan terakhir yang menyiapkan makanan pasien

adalah SMP.

Skenario 2|Kelompok F|26

Page 27: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

BAB II

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

a. Nutritional Assessment adalah langkah awal yang komprehensif dan digunakan untuk

menggambarkan/menentukan status gizi dengan cara menginterpretasikan informasi dari data

antropometri, biokimia, clinical dan dietary kemudian dilanjutkan pada nutrition diagnosis. Tujuan

dari nutritional assessment adalah :

a) Mengidentifikasi individu yg membutuhkan dukungan zat gizi penuh

b) Memperbaiki dan memelihara status gizi individu

c) Mengidentifikasi NCP yang sesuai

d) Memonitor perkembangan pada intervensi yang dilakukan

Jenis data yang dikumpulkan dalam proses nutritional assessment antara lain :

a) Nutritional adequary (dietary history/nutrient intake)

b) Status kesehatan ( antropometri dan biokimia, keadaan fisik klinis, keadaan penyakit dan

psikologis)

b. Data objektik adalah data yang diperoleh dari data pemeriksaan, serta sumber lain yang dapat

diukur oleh anggota tim penilai.

a) Fungsi dari data objektif adalah mengetahui hubungan antara kesehatan asupan gizi dan

penyakit kronis sebagai acuan dalam memonitoring serta identifikasi status gizi dan dalam

penegakkan diagnose maupun intervensi gizi

b) Cara pengumpulan data adalah dengan interview, observasi, dan pengukuran. Info dari

petugas kesehatan yang merujuk pada rekam medic dan tes lab

c) Yang termasuk dalam data objektif adalah antropometri, biokimia, fisik/klinis

c. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat atas situasi dan

kejadian.

a) Fungsi dari sata subjekti adalah mengetahui intake makanan dan status gizi dari kebiasaan

makan

b) Cara Pengumpulan Data : Kuisioner dan Interview

d. Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala akibat gangguan ginjal. Gangguan tersebut

diakibatkan hiperpermeabilitas sel pododit glomerular akibat mutasi. Penyebab mutasi sel

podosit rata-rata idiopatik pada anak. Hiperpermeabilitas menyebabkan kebocoran protein

dalam urea (proteinuria), penurunan kadar albumin (hipoalbuminemia), hiperkolesterolemia,

dan edema. Gejala yang dirasakan oleh pasien sindrom nefrotik antara lain : nyeri perut, cepat

merasa lelah, anoreksia, dan anemia.

Skenario 2|Kelompok F|27

Page 28: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

e. Parameter nutritional assessment yang tepat pada pasien anak dengan mengalami sindrom

nefrotik antara lain :

1. Anthropometri : pengukuran berat badan dan tinggi badan dimana perhitungan berat badan

dengan menggunakan berat badan koreksi. Kemudian menghitung status gizi dengan

menggunakan BB/U, TB.U, PB/U

2. Biokimia : mengukur kadar albumin, serum creatinin, total protein, protein urin, ureum, dan

kadar kolesterol.

3. Fisik/klinis : Adanya edema, tekanan darah, RR, nadi, suhu, dan kesadaran pasien

4. Dietary : dengan menggunakan 24 hours recall

5. Ecology : mengetahui riwayat penyakit keluarga pasien, penghasilan, riwayat penyakit

pasien dulu, dan pengetahuan yang meneyediakan makanan pasien

f. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pasien : adanya infeksi, diare, anoreksia, gangguan

pada ginjal, ekonomi keluarga, pengetahuan yang menyediakan makanan, dan alergi telur.

g. Obat-obat yang dikonsumsi oleh pasien (cefotaxime, prednisone, dan furosemide) memiliki

interaksi dengan makanan sehingga perlu diperhatikan dalam pemberian dietnya.

h. Diagnosa gizi : NI-1.4

NC-2.2

NI-5.4

NI-5.1

NI-3.2

NB-1.2

B. REKOMENDASI

Skenario dalam PBL week satu ini dapat menambah dan memperdalam pengetahuan sehingga

mahasiswa tidak terlalu kesulitan dalam pembahasannya. Selain itu mampu melatih mahasiswa untuk

berpikir kritis. Namun, terdapat beberapa mahasiswa yang merasa kebingungan jika terdapat istilah

yang kurang dimengerti karena masing-masing sumber memiliki definisi yang berbeda-beda.

Diharapkan skenario selanjutnya dapat dipertahankan mengenai tujuan pembelajaran yang lebih

spesifisik.

Skenario 2|Kelompok F|28

Page 29: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

BAB IIIDAFTAR PUSTAKA

Adisty, Cyntia. 2012. Asuhan gizi Nutrition Care Process. Jakarta : Graha Ilmu

Agrawal, Susan. 2008. Normal vital sign in children: Heart RATE, Respirations, Temperature, and Blood Pressure. Complex Child E-Magazine

Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.

Bell F. 2002. Assessment and Management of the Child with Nephrotic Syndrome. Pediatric Nursing. 14, 1, 37-

42. London, Middlesex University

Gibson, Rosalind. 2005. Principle of Nutrition Assessment Second Edition. Oxford University Press : New York.

Halaman 814-816

Gunawan Baskoro, Adhi. 2011. Kadar Kolesterol Darah Anak Penderita Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid

Sebelum dan Sesudah Terapi Prednison Dosis Penuh.Semarang, Universitas Diponegoro

Handayani, Irda. 2007. Gambaran Kadar Kolesterol, Albumin dan Sedimen Urin Penderita Anak Aindroma

Nefrotik. Makasar, Universitas Hasanudin

International Dietetics and Nutrition Terminology (IDNT) Reference Manual : Standardized Language for the

Nutritional Care Process. 2008.

Kevin Loughling, et al. 2006. The Guide off-Label Prescription Drugs. New York : The Philip Lief Group, Inc.

klieyman, Robert M,etc. 2007. Nelson teksbook of pediatrics 18th edition. Elsevier:USA

L. Kathleen Mahan, MS, RD, CDE and Sylvia Escott-Stump, MA, RD, LDN. 2008. Krause’s Food and Nutrient

Therapy.

Nyoman Putra Arcana. 1999. Infeksi Saluran Kemih pada Sindrom Nefrotik. Semarang, Universitas Diponegoro

Supariasa I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri dan Ibnu Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. EGC : Jakarta.

S. Gipson, Debby ; et al. 2009. Management of Childhood Onset Nephrotic Syndrome, Official Journal of the

American Academy of Pediatrics. America, University of North Carolina

Scientific Affairs and Research. International Dietitian and Nutrition Terminology (IDNT). Reference Manual :

American Dietetics Association ; 2008.

Skenario 2|Kelompok F|29

Page 30: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

BAB IVTIM PENYUSUN

KETUA : Melisa Purnamasari (105070300111028)

SEKRETARIS 1 : Olga Lona Magdalena (105070300111032)

SEKRETARIS 2 : Puji Lestari (105070300111059)

ANGGOTA : Meilina Sari (105070300111027)

Yeny Kusuma W (105070300111030)

Devina Yudianti (105070300111060)

Mifa Indra (105070300111061)

Cynthia Herdiana (105070300111062)

Intrida Anggi P (105070301111024)

Apriliana Ratna (105070301111027)

Titis Auliyana (105070301111029)

Alivia Bimantari (105070303111001)

Nur Pratiwi H (105070307111011)

Zahrina Tresna W (105070307111015)

FASILITATOR : Linggar

PROSES DISKUSI

1. KEMAMPUAN FASILITATOR DALAM MEMFASILITASI

- Mengarahkan mahasiwa dengan baik dan tepat pada waktunya apabila topik yang dibicarakan melenceng

dari pembahasan yang sebelumnya

- Tidak memihak kepada pendapat mahasiswa, jadi bersikap netral

- Mampu memberikan arahan yang tepat pada waktunya

- Mampu membimbing dengan baik sehingga mahasiswa menjadi terlatih dan bersungguh-sungguh dalam

mengikuti pembelajaran

2. KOMPETENSI/HASIL BELAJAR YANG DICAPAI OLEH ANGGOTA DISKUSI

- Mahasiswa memahami jenis-jenis data, cara pengumpulannya, fungsinya, serta kelemahan dan kelebihan

dari masing-masing jenis data tersebut

- Mahasiswa mampu memahami patofisiologi, etiologi, serta sign dan symptom dari penyakit

- Mahasiswa mampu melakukan nutritional assessment yang tepat pada pasien anak umur 5 tahun dengan

mengalami sindrom nefrotik

- Mahasiswa mampu melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan secara benar pada pasien anak

umur 5 tahun dengan menderita sindrom nefrotik

Skenario 2|Kelompok F|30

Page 31: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

- Mahasiswa mampu menganalisa dan menginterpretasikan data-data yang dimiliki oleh pasien dengan

menggunakan cut off point yang sudah dibakukan

- Mahasiswa mengetahui faktor-faktor yang memepengaruhi status gizi pada pasien anak dengan sindrom

nefrotik

- Mahasiswa mampu menegakkan diagnose gizi dari pasien anak umur 5 tahun dengan mengalami sindrom

nefrotik.

Skenario 2|Kelompok F|31

Page 32: Hasil Laporan Skenario PBL Week 2 Kel.F - Nephritic Syndrome

Skenario 2|Kelompok F|32