7
MARVELLA / XIMIA4 /30 HARTA TERPENDAM Pada zaman dahulu, hiduplah seorang duda petani kaya raya yang tinggal bersama dengan 5 anak laki-lakinya. Dia adalah seorang pekerja keras, dan dia juga mempunyai sawah dan ladang yang sangat luas. Namun sayangnya, kelima anaknya tersebut memiliki sifat yang bertolak belakang dengan ayah mereka, yaitu pemalas. Mereka tidak pernah membantu ayahnya bekerja sama sekali, baik di ladang maupun di sawah. Di saat sang ayah sedang bekerja dengan giat, mereka malah bermalas-malasan di rumah. Mereka juga suka berfoya-foya menghabiskan harta benda sang ayah. “Anak-anak”, Duda itu memanggil kelima anaknya suatu hari sebelum ia berangkat kerja. Kelima anaknya tampak tidak menghiraukannya, si sulung masih berbaring di sofa bersama anak ke-3, si bungsu serta anak ke-4 masih asyik bermain ipad, sedangkan anak ke-2 masih fokus menatap layar laptop. Merasa dikacangin, sang duda pun kembali memanggil anak-anaknya dengan suara yang lebih kencang. “Anak-anak!”, seru duda itu. “Uhh.. Kenapa lagi sih, Pa? Ganggu aja!”, balas anak kedua tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. “Tau nih Pa, ada apa sih?”, tanya si sulung. “Begini nak,” jawab sang ayah, “Kalian semua kan sudah besar, papa juga sudah semakin tua. Coba deh, kalian berusaha untuk lebih rajin lagi. Anggap saja ini persiapan untuk masa depan. Kalau papa udah ngga ada, kan kalian juga harus mencari nafkah sendiri. Kalau kalian terus- terusan begini nanti kalian akan tidak terbiasa bekerja.” . Kelima anak itu terdiam. Duda itu tersenyum, berharap bahwa nasehatnya tersebut diterima oleh anak-anaknya. Di tengah keheningan itu, tiba-tiba anak keempat mengangkat kepalanya dari layar ipad, “Eh, tadi ada yang ngomong, ya? Ada apa,sih?” . “Tau, tuh. Ada apa emangnya?”, tanya anak ketiga. Sang ayah yang merasa kecewa pun mengambil mp3 player, menyetel lagu “Sakitnya Tuh Disini”, lalu pergi bekerja dengan pasrah.

Harta Terpendam (Cerita Rakyat Indonesia) versi modern

  • Upload
    someone

  • View
    24

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sebuah cerita rakyat dari Bali, yang telah sedikit dimodifikasi untuk mengikuti perkembangan zaman dan (lebih tepatnya, karena ditugaskan oleh guru Bahasa Indonesia, hehe).(mungkin agak jayus tapi a...sudahlahh)

Citation preview

MARVELLA / XIMIA4 /30 HARTA TERPENDAMPada zaman dahulu, hiduplah seorang duda petani kaya raya yang tinggal bersama dengan 5 anak laki-lakinya. Dia adalah seorang pekerja keras, dan dia juga mempunyai sawah dan ladang yang sangat luas. Namun sayangnya, kelima anaknya tersebut memiliki sifat yang bertolak belakang dengan ayah mereka, yaitu pemalas. Mereka tidak pernah membantu ayahnya bekerja sama sekali, baik di ladang maupun di sawah. Di saat sang ayah sedang bekerja dengan giat, mereka malah bermalas-malasan di rumah. Mereka juga suka berfoya-foya menghabiskan harta benda sang ayah.Anak-anak, Duda itu memanggil kelima anaknya suatu hari sebelum ia berangkat kerja. Kelima anaknya tampak tidak menghiraukannya, si sulung masih berbaring di sofa bersama anak ke-3, si bungsu serta anak ke-4 masih asyik bermain ipad, sedangkan anak ke-2 masih fokus menatap layar laptop. Merasa dikacangin, sang duda pun kembali memanggil anak-anaknya dengan suara yang lebih kencang. Anak-anak!, seru duda itu. Uhh.. Kenapa lagi sih, Pa? Ganggu aja!, balas anak kedua tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Tau nih Pa, ada apa sih?, tanya si sulung. Begini nak, jawab sang ayah, Kalian semua kan sudah besar, papa juga sudah semakin tua. Coba deh, kalian berusaha untuk lebih rajin lagi. Anggap saja ini persiapan untuk masa depan. Kalau papa udah ngga ada, kan kalian juga harus mencari nafkah sendiri. Kalau kalian terus-terusan begini nanti kalian akan tidak terbiasa bekerja. . Kelima anak itu terdiam. Duda itu tersenyum, berharap bahwa nasehatnya tersebut diterima oleh anak-anaknya. Di tengah keheningan itu, tiba-tiba anak keempat mengangkat kepalanya dari layar ipad, Eh, tadi ada yang ngomong, ya? Ada apa,sih? . Tau, tuh. Ada apa emangnya?, tanya anak ketiga. Sang ayah yang merasa kecewa pun mengambil mp3 player, menyetel lagu Sakitnya Tuh Disini, lalu pergi bekerja dengan pasrah.Begitulah yang terjadi hampir setiap hari, duda itu selalu mencoba untuk menasehati kelima anaknya, tetapi mereka tidak mau mendengarkannya. Bahkan, jika mereka mendengarnya, mereka akan membantahnya. Sang ayah, yang biasanya kalah nyolot, hanya bisa bersabar menghadapi sifat dan perilaku mereka, sambil berharap bahwa suatu hari anak-anaknya akan sadar dan kembali ke jalan yang benar.Namun, semakin hari perilaku kelima anak tersebut semakin menjadi-jadi. Mereka tak henti-hentinya berfoya-foya sehingga harta kekayaan sang ayah pun habis. Suatu hari, sang ayah jatuh sakit. Ia pun memanggil kelima anaknya karena ia merasa bahwa hidupnya tidak akan lama lagi.Anak-anakku, ujar sang ayah yang terbaring lemas di ranjang, Selamat tinggal. Matanya pun perlahan-lahan menutup. Tidaaaakk! Papa, jangan pergi dulu!, seru kelima anaknya bersamaan. Untuk sesaat, mereka pun menyesali tindakan mereka yang selama ini menyusahkan ayah mereka itu. Tiba-tiba, mata sang ayah mengerjap terbuka Oiya, gajadi deh. Papa mau bilang sesuatu ke kalian, tadi papa lupa., ujar sang ayah. Yaampun pa, ngagetin aja!, ujar anak ketiga. Kok kalian malah protes sih? Yaudah, papa mati lagi deh!, ujar sang ayah, cemberut. Jangan paaa!, seru kelima anaknya bersamaan. Baguslah, papa masih diharapkan., ujar sang ayah, menyengir bangga. Anak-anak, papa tahu waktu papa tinggal sebentar lagu. Karena itu, papa mau berpesan pada kalian, ujar sang ayah lagi, Pertama, jangan pernah menjual atau menanami ladang yag ada di belakang rumah kita. Pokoknya, apapun yang terjadi, jangan sekali-kali kalian menyentuh ladang itu! Oke pa, tapi kenapa?, tanya si sulung. Karena, sang ayah pun menatap mata si sulung dengan intens, ladang itu bukan punya kita, nak. . Yaelahh.., seru kelima anaknya kesal. Penting banget lho, pa., sindir anak kedua. Kalau itusih nenek jenggotan juga tau, kali!, timpal si bungsu. Okelah nak, baguslah kalau kalian mengerti, ujar ayahnya sambul tersenyum, Kedua, seperti yang kalian ketahui, harta papa sudah kalian habiskan. Harta yang sekarang papa punya hanya tersisa beberapa petak sawah dan ladang. Tetapi tenang, papa masih memiliki beberapa bongkah emas yang terkubur di ladang-uhuk uhuk uhuk . Ucapan sang ayah pun terhenti karena ia terbatuk-batuk dengan keras. Kelima anaknya lalu berusaha untuk menolongnya, si sulung dan anak kedua bergegas mengambilkan air sementara anak ketiga, empat, dan lima berusaha untuk menepuk-nepuk punggung ayahnya. Namun, usaha mereka tidak membuahkan hasil. Sang ayah tetap terbatuk-batuk keras walaupun sudah diberi minum. Setelah terbatuk-batuk untuk beberapa lama, ia pun berkata, Anak-anak, sepertinya waktu papa tinggal sebentar lagi. Jaga diri kalian baik-baik ya, ingat nasehat papa. Selamat tinggal. Sang ayah lalu terbatuk untuk terakhir kalinya sebelum ia menutup matanya. Tangannya tampak seperti sedang memegang pundaknya, tetapi tidak ada satupun anaknya yang mencurigai hal ini.Sepeninggal sang ayah, kelima anak tersebut baru merasakan kehilangan seorang ayah yang selalu rajin bekerja demi kebutuhan mereka. Kini, mereka harus bekerja dan memasak sendiri, dimana pekerjaan tersebut biasanya dikerjakan oleh sang ayah selama ia masih hidup. Untungnya mereka semuanya bisa memasak, meskipun hanya ada satu masakan yang bisa mereka buat yaitu memasak air. Tetapi, karena mereka tidak bisa bertani dan berladang, hasil panen mereka hampir selalu gagal. Ya, hampir selalu, karena panen mereka sukses di hay day. Singkat cerita, beras persediaan mereka pun semakin lama semakin menipis dan akhirnya habis, sampai-sampaiWoi, ngapain kamu nimbun uang di tanah? Uangnya 100 ribuan lagi!, seru si sulung, melihat kelakuan si bungsu.Habisnya panen kita gagal melulu, sih. Uang kita juga tinggal sedikit, jadi aku nyoba nanem uang, siapa tahu nanti tumbuh jadi pohon uang. Kan lumayan, untungnya berkali-kali lipat., jawab si bungsu sambil terus menggali. Dasar! Kamu nanem wortel aja gabisa, apalagi pohon uang?, balas anak kedua sambil menggeleng-geleng kepala. Kalian ingat, ngga? Papa kan pernah bilang kalau dia masih punya beberapa bongkah emas yang tertimbun di ladang.. , ujar anak ketiga tiba-tiba, ..Eh, atau di sawah, ya? Aku lupa.. . Bagus! Untung masih ada harapan terakhir!, seru anak keempat. Tapi, ladang dan sawah ini kan lumayan luas juga.. Kamu ingat ngga, papa bilang emasnya spesifiknya ada dimana?, tanya anak kedua. Sepertinya papa memang ngga sempat menyebut tempat spesifiknya, deh.., jawab anak ketiga. Yaahh.. Apa boleh buat? Mau ngga mau, kita harus mencarinya ke seluruh sawah dan ladang.. Ayo kita cari ke sawah dulu!, ajak si sulung. Adik-adiknya lalu menyusulnya ke sawah.Kelima anak tersebut kemudian bersama-sama menggali petakan sawah itu satu per satu. Namun, harta yang mereka cari belum juga ditemukan.Wah.. Kayaknya papa ngga memendam emasnya di sawah ini, deh. Mungkin di ladang, kali., kata anak kedua. Iya, nih. Semua tempat sudah digali, dan lagipula hari juga sudah siang. Ayo kita istirahat dulu, nanti sore kita baru lanjut ke ladang., usul anak ketiga. Mereka pun kembali ke rumah untuk beristirahat. Menjelang sore, mereka kembali melanjutkan pencarian mereka ke ladang. Mereka segera menggali bagian-bagian ladang yang mereka anggap sebagai tempat emas tersebut dipendam. Tetapi, hingga hari menjelang malam dan semua bagian dari ladang tersebut sudah digali, emas tersebut belum juga dapat ditemukan. Mereka pun mulai putus asa.Ah, jangan-jangan papa PHP nih.., celetuk anak keempat dengan kesal.Iya, nih! Seumur-umur belum pernah di-PHP-in, sekalinya di-PHP-in malah sama papa sendiri!, timpal anak ketiga.Papa jahat! Papa jahat!, seru anak kedua yang tadi sehabis menonton sinetron.Bagaimana, nih? Kalian masih mau lanjut menggali, atau mau ninggalin ini semua? Aku sih pasti banget ninggalin kerjaan sia-sia ini., ujar si sulung yang juga sudah lelah menggali.Tunggu, kakak-kakakku! Kita semua kan udah cape mencari emas yang keberadaannya nggak jelas ini. Kenapa kita ngga lanjut saja menanami tanah yang sudah kita gali seperti sebelumnya? Kan lumayan daripada kerjaan kita hari ini sia-sia.., usul si bungsuBenar juga, ya. Aku setuju deh sama usulanmu, kata anak keempatIya deh, kami juga setuju!, seru si sulung, anak kedua, dan anak ketiga bersamaan. Tumben pintar, anak kedua menambahkan.Aku juga setuju, lebih baik kita kembali mencoba menanam. Siapa tahu, kali ini berhasil!, ujar si sulung, Ngomong-ngomong, kamu jadi bijak, yaBiasa aja kok kak, terimakasih. Artinya aku boleh nyoba nanem uang lagi dong, siapa tau bisa berhasil juga, iya kan kak?, tanya si bungsu dengan mata berbinar-binar. Keempat kakaknya pun tercengang. Nyesel aku bilang kamu jadi bijak, nyesel.., ujar si sulung sambil menggelengkan kepalanya sementara si bungsu masih geer.Meskipun si bungsu akhirnya batal menanam pohon uang, usulannya tadi itu benar-benar membuka pikiran kakak-kakaknya. Akhirnya mereka sepakat untuk menanami sawah peninggalan ayah mereka dengan padi, dan ladang peninggalan ayah mereka dengan wortel dan kentang. Ternyata, ladang tersebut semakin gembur karena telah digali oleh kelima kakak-beradik tersebut. Mereka pun semakin rajin merawat tanaman mereka sehingga mendapatkan hasil yang melimpah. Untuk pertamakalinya, kasil panen mereka dapat mengalahkan hasil panen mereka di hayday! Mereka pun menjual sebagian dari hasil panen mereka dan menyimpan sisanya. Mereka pun tidak perlu takut lagi kelaparan.Setelah beberapa tahun mereka bekerja dengan giat, harta benda sang ayah yang pernah mereka hambur-hamburkan kini terkumpul kembali. Kebiasaan bermlas-malasan dan berfoya-foya juga sudah mereka tinggalkan. Mereka pun menjadi petani yang kaya raya. Dari situlah mereka menyadari, bahwa sebenarnya harta terpendam yang disebutkan oleh almarhum ayah mereka itu sebenarnya tidak ada. Harta terpendam yang dimaksud adalah kekuatan dan keinginan untuk bekerja keras, yakni dengan mengolah ladang dan sawah untuk mengolah pangan seperti yang kini mereka lakukan.Suatu hari, saat kelima kakak-beradik ini telah selesai bekerja dan sudah di rumah, tiba-tiba muncul seorang kakek tua di hadapan mereka. Ternyata, lelaki tua ini adalah mendiang ayah mereka! Kelima kakak-beradik ini pun sangat terkejut.Papa? Kenapa papa bisa ada di sini?, tanya si sulung, membelalak heran. Ternyata, selama ini papa masih hidup?, tanya anak ketiga, tercengang. PAPA!! mereka semua lalu menghampiri sang ayah yang hanya tersenyum jahil. Kalian jangan kaget gitu, dong. Sebenarnya, selama ini papa selalu menempelkan tombol mesin waktu di pundak papa, tetapi papa selalu menunggu saat yang tepat untuk memakainya. Jadi, saat papa sudah akan meninggal, papa memencet tombol mesin waktu yang terpasang di pundak papa. Makanya, papa bisa ada disini sekarang. Kebetulan, masih ada 1 hal lagi yang mau kuberitahu pada kalian, jelas sang ayah. Dasar!, seru kelima anaknya secara bersamaan, pantes aja papa megang pundak waktu itu.., timpal anak kedua. Oiya, papa bohong ya, soal emas itu?, tanya anak keempat. Iya, iya! Papa PHP nih!, seru si bungsu. Nah, justru itu. Soal emasnya, papa belum selesai bicara. Tapi, karena kalaupun saya paksa hari itu aku selesaikan juga tidak akan sempat, karena itu papa mencet tombol mesin waktunya. Tapi, sebelum aku melanjutkan pesanku, ini sudah berapa lama ya, sejak papa meninggal?, kata si ayah. Sudah 3 tahun, pa, jawab si sulung. Wah, lama juga ya.. pantas rumah kita sekarang udah semakin bagus. Kalian pasti sekarang jadi rajin, ya kan?, tanya si ayah, tersenyum bahagia. Iya, pa. sekarang kami sadar bahwa harta yang papa maksud mungkin hanyalah keinginan untuk bekerja keras,, jawab anak keempat. Si ayah pun tersenyum licik, Ah, sok tahu kamu! Sebenarnya benar juga, sih. Tapi, 3 tahun lalu, maksud papa bukan itu. Sebetulnya, emasnya memang ada, sini papa tujukkan tempatnya.. Kelima anak itu pun mengikuti ayah mereka, yang berjalan menuju sebuah laptop yang kini sudah ketinggalan zaman. Sang ayah pun membuka laptop tersebut, sementara kelima anaknya menatapnya dengan heran. Kok perasaanku nggak enak, ya?, bisik anak kedua. Sama, nih., anak ketiga balik berbisik. Sementara itu, saudara-saudara mereka masih menunggu dengan antusias.Saat laptop tersebut sudah terbuka, si ayah pun membuka aplikasi game sims 4. Jadi anak-anak, papa sebenarnya masih ada emas yang terkubur di ladang dekat rumah sims papa.., ujar si ayah yang kini tersenyum lebar di depan layar laptop tersebut. Kelima anaknya yang terheran-heran pun hanya bisa geleng-geleng kepala.