Upload
rizka-nurul-firdaus
View
141
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Latar Belakang
Retensio plasenta merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah
janin lahir. Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang
dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan post partum lambat yang
biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Sebab plasenta belum lahir bisa karena
plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (1994) angka kematian ibu
adalah 390/100.000 kelahiran hidup dan umumnya di negara miskin terdapat sekitar 20-50 %
kematian wanita disebabkan oleh permasalahan kehamilan dan persalinan khususnya perdarahan.
Perdarahan setelah persalinan disebabkan karena atoni uteri, sisa plasenta, laserasi jalan lahir,
kelainan darah dan salah satunya adalah retensio plasenta.
Menurut Wiknjosastro, 2002 dan Manuaba, 1998 Penyebab retensio plasenta adalah
fungsionil, patologi anatomis, dan faktor uterus. Retensio sebagian atau seluruh plasenta dalam
rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinus-sinus tetap terbuka, dan
menimbulkan perdarahan postpartum.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya retensio plasenta yaitu 1. Paritas ibu. Angka
kejadian tertinggi retensio plasenta pada multipara dan paritas 4-5 (Joeharno, 2007). 2. Umur
ibu. Makin tua umur ibu maka akan terjadi kemunduran yang progresif dari endometrium
sehingga untuk mencukupi kebutuhan nutrisi janin diperlukan pertumbuhan plasenta yang lebih
luas. 3. Graviditas. Ibu dengan graviditas I dan lebih dari IV merupakan faktor yang paling
rentan untuk terjadinya retensio plasenta (Okti, N, 2009).
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu
melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta
dilaporkan berkisar 16%–17% di Rumah Sakit Umum H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun
(1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta.
Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu.
Definisi
Plasenta adalah alat yang sangat penting bagi janin karena merupakan alat pertukaran zat antara
ibu dan anak dan sebaliknya (FK UNPAD, 1983). Menurut Muda (1994) plasenta adalah alat
yang menghubungkan badan ibu dengan bayi di dalam rahim. Plasenta adalah organ temporer
yang memenuhi kebutuhan embrio/janin sampai lahir; organ ini oleh awam disebut ari-ari dan
dalam bahasa Inggris dinamakan „Afterbirth‟ karena segera dikeluarkan setelah bayi lahir.
(Farrer,2001).2.
Letak Bentuk dan Ukuran
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus,agak ke atas ke arah
tempat uteri, karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga banyak tempat
untuk berimplantasi. Plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu villi
korialis yang berasaldari korion dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari
desiduabasalis. (Wiknjosastro, 1999).
Bentuk plasenta adalah bangunan agak bulat yang datar. (Verrals,2002). Umumnya
plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16minggu dengan ruang amnion telah
mengisi seluruh kavum uteri. Meskipun ruang amnion membesar sehingga amnion tertekan ke
arah korion, namun amnion hanya menempel saja, tidak sempat melekat pada
korion(Wiknjosastro, 1999).
Pada usia aterm, plasenta memiliki berat sekitar seperenam berat bayidan biasanya
berukuran sekitar 20 cm dengan ketebalan 2-3 cm. (Farrer,2001). Diameter plasenta 15-20 cm,
berat rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah; disebut
insersio sentralis. Bila hubungan ini agak ke pinggir disebut insersio lateralis, dan bila
dipinggirplasenta disebut insersio marginalis, kadang-kadang tali pusat berada di luar plasenta,
dan hubungan dengan plasenta melalui selaput janin, disebut insersio valementosa
(Wiknjosastro, 1999)
Fungsi Plasenta.
Respirasi
Tekanan aliran darah maternal ke plasenta relatif rendah dan aliranyang lebih lambat
sebagai akibat dari tekanan yang rendah ini akan membantu proses pertukaran gas. Oksigen dari
darah ibu berdifusi lewatbarrier plasenta. Karbondioksida berdifusi dari darah janin ke darah
maternal (Farrer, 2001) Gas oksihemoglobin (maternal) dipecah menjadi penyusunnya, yaitu
oksigen hemoglobin. Oksigen didifusikan melewati sawar plasenta untuk membentuk
oksihemoglobin fetus 20-35 ml oksigen permenit dialirkan ke fetus. Karbondioksida
dikembalikan ke dalam plasenta untuk diekskresikan ke dalam peredaran darah maternal
(Verrals, 2002).
Nutrisi
Plasenta mempunyai banyak enzim dan dapat mensintesis karbohidrat : glukosa melewati
membran plasenta dengan sangat mudah, karbohidrat yang kompleks perlu dipecah dahulu,
sebagian disimpansebagai glikogen untuk kebutuhan fetus. Protein dipecah menjadi asam-asam
amino, sehingga dapat dipergunakan oleh fetus. Lemak lebih sulit disederhanakan dan untuk
vitamin yang larut dalam lemak hanya masuk ke dalam fetus secara lambat. Vitamin B dan C
yang larut dengan air dengan mudah dapat dipindahkan ke tubuh fetus serta garam-garam
mineral (Verrals, 2002).
Plasenta mengubah glukosa menjadi glikogen. Menyimpannya dan mengubahnya kembali ketika
diperlukan sampai hati janin berfungsi penuh. Meskipun janin bergantung pada ibu dalam
memperoleh semua kebutuhan gizinya namun keadaan kurang gizi yang diderita ibu
biasanyaharus cukup berat sebelum pertumbuhan intrauteri terganggu (Farrer,2001).
Ekskresi
Plasenta mengekskresikan hasil sisa-sisa metabolisme yang tidak diperlukan. Produk ini sangat
sedikit karena semua bahan gizi sudah dalam bentuk siap pakai; penggunaan zat-zat gizi
terutama bagi pembangunan jaringan (Farrer, 2001).
Produk tersebut dikembalikan ke peredaran darah maternal lewatvilli korion: Produk yang
mengandung nitrogen dan nutrien serta billirubinhasil dari pemecahan sel darah merah (Verrals,
2002)
Proteksi
Melalui fungsi enzim, plasenta menghilangkan aktivitas sebagian unsure toksik yang melewati
barrier plasenta dan hati janin yang premature tidak mampu mengatasi unsur-unsur toksik ini.
Barrier fisik (membranplasenta) merupakan pelindung utama bagi janin dan
biasanyamemberikan suatu pertahanan yang memuaskan terhadap zat-zatberbahaya yang ada
dalam darah ibu. Namun, sejumlah besar virus,sebagian antibodi dan sejumlah obat dapat
menembus barrier tersebut(Farrer, 2001). Perlindungan parsial terhadap infeksi : plasenta
meneruskanantibody dari maternal yang memberikan imunitas pasif bagi fetus terhadap penyakit
yang telah menimbulkan imunitas dapatan pada ibu(Verrals, 2002).
Produksi Hormon
Hormon plasenta yang utama adalah gonadotropin korionik,estrogen, progestron, relaksin dan
laktogenik plasenta (Farrer, 2001).Gonadotropin korionik diproduksi hari ke-9 setelah konsepsi,
mencapai puncaknya hari ke-60, kadar hormon ini kemudian turun dan tetap rendah sampai pada
akhir kehamilan, fungsi hormon ini untuk memelihara korpus luteum sampai plasenta dapat
menggantikannya memproduksi estrogen dan progresteron.Estrogen meningkat selama
kehamilan dan membantu mempengaruhi endometrium dalam minggu-minggu awal kehamilan,
mengembangkan fungsi sekresi payudara. Progresteron disintesis dari kolesterol maternal, tetapi
plasenta tidak mempunyai enzim yang dibutuhkan untuk mengubah sejumlah kolesterol ini
menjadi estrogen.Relaksin produksinya berlangsung terus selama kehamilan,meningkat kadarnya
sampai puncak sebelum onset persalinan. Laktogenik berhubungan dengan perubahan-perubahan
metabolisme glukosa maternal(Verrals, 2002).
Pembagian PlasentaMenurut Mochtar (2001) plasenta terdiri atas :
a. Bagian janin (fetal portion)
Terdiri dari korion frondusum dan villi. Villi dan plasenta yang matang terdiri atas : villi
korialis, ruang-ruang intervile ryakni darah ibu yang berada dalam ruang interviler
berasal dari arteri spiralis yang berada di desidua basalis, dan pada bagian permukaan
janin plasenta diliputi oleh amnion yang kelihatan licin, di bawah lapisan amnion berjalan
cabang-cabang pembuluh darah tali pusat yang akanberinserasi pada plasenta bagian
permukaan janin.
b. Bagian maternal (maternal portion)Terdiri atas desidua kompakta yang terbentuk dari
beberapa lobus dankotiledon (15-20 buah).
c. Tali pusatMerentang dari pusat janin ke plasenta bagian permukaan janin. Panjangrata-
rata 50-55 cm, diameter 1-2,5 cm. Struktur terdiri atas 2 arteriumbilikalis dan 1 vena
umbilikalis serta jelly wharton.5.
Perkembangan Awal PlasentaPerkembangan awal plasenta menurut Verrals (1997) :
a. Zigot
Dalam beberapa jam masih di dalam tuba Fallopii, mengalami mitosis, nucleus menjadi
dua sel baru, masing-masing mengandung satu perangkat kromosom yang identik.
b. Morula
Dihasilkan dengan reproduksi yang berlanjut dari sel-sel zigot. Pembelahan dibantu oleh
progesteron dari korpus luteum bersama estrogen menyiapkan endometrium untuk
menerima ovum yang telah dibuahi pada stadium 8 sel, morula mempunyai diameter
kira-kira 2 mm dan mengandung lebih dari 1000 macam protein. Morula ini berada
didalam cangkangnya ditopang oleh sitoplasmanya yang mengandung progesteron. 6-7
hari setelah fertilisasi, morula ini mendekati endometrium yang berada dalam fase
sekresi. Pada akhir minggu pertama sejumlah seldalam morula mulai mengalami
disintegrasi, meninggalkan ruang yang terisi cairan, disebut blastosis.
c. Blastosis
1) Massa sel dalam, akan berkembang membentuk fetus dan membranplasenta yang disebut
amnion.
2) Trofoblas : lapisan luar sel-sel tunggal dari lapisan ini akan mulai tumbuh korion primitiv
membentuk plasenta dan sisanya mengalami atrofi untuk membentuk membran korion
yang mengelilingi saccusamnii dan melapisi uterus. Perkembangan stadium ini dicapai 7-
10 hari setelah konsepsi dan mulai implantasi ke dalam endometrium uterus.
Endometrium ini dalam fase sekretorik daur menstruasi. Di hari 10 setelah konsepsi,
blastosis tertanam sempurna di dalam endometrium, yang disebut desidua. Hari 14,
berkembanglah villi korion primitiv dari trofoblas, dan terus mengalami proliferasi
sampai menutupi seluruh permukaan pada akhir minggu ke-3.
d. Villi korion primitive
Masing-masing villus tersusun atas satu lapis sel yang disebut setotrofoblast /
lapisan Langhans, yang dikelilingi oleh sel-sel sinisium. Ruang-ruang diantaranya karena
kedua bangunan tersebut mengadakan erosi yang makin dalam ke dalam desidua, disebut
spasium koriodesiduale. Villi akan menyebabkan pecahnya vasa-vasa darah maternal saat
bangunan tadi mengerosi jaringan endometrium, dan ruang-ruang tadi akan terisi dengan
darah maternal. Selama minggu ke-3 terjadi percabangan villi korion primitiv sekunder,
dan di dalamnya mulai terbentuk pembuluh darah.
Disebut villi korion tersier bila vasa-vasadarah telah terbentuk dan berhubungan
dengan vasa darah embrional didalam body stalk.Vasa di dalam tangkai berkembang
membentuk dua arteriumbilikalis dan satu vena umbilikalis untuk fetus. Sejumlah villi
korionterus terkubur lebih dalam desidua disebut villi anchorales tidak mengandung
pembuluh darah yang berfungsi menstabilkan plasenta yangsedang berkembang, villi
yang lain dipercabangkandari sini, ruang-ruangantar villi ini disebut spasia intervillosa.
Di dalam uterus, endometrium hamil, disebut desidua, mengalamidiferensiasi menjadi :
desidua basalis terletak di bawah daerah tempatkorion mula-mula terkubur, desidua
kapsularis terletak di atas saccusembryonalis, dan desidua vera (parietalis) menutupi sisa
kavitas uteri.
RETENSIO PLASENTA
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih
dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Tidak semua retensio plasenta menyebabkan
terjadinya perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka plasenta dilepaskan secara manual
lebih dulu.
Jenis retensio plasenta adalah:
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam, yang
menurut perlekatannya dibagi menjadi :
Placenta adhesiva, yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam
Placenta inkreta, dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke
miometrium
Placenta akreta, yang menembus lebih dalam ke dalam miometrium tetapi belum menembus
serosa
Placenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
2. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim
akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta
inkarserata) (Winkjosastro, 2006).
Retensio sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi
dan retraksi, menyebabkan sinus-sinus tetap terbuka, dan menimbulkan perdarahan post
partum. Begitu bagian plasenta terlepas dari dinding uterus, perdarahan terjadi dari daerah
tersebut. Bagian plasenta yang masih melekat melintangi retraksi miometrium dan perdarahan
berlangsung terus sampai sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan (Wiknjosastro,2002).
Pada retensio plasenta baik seluruh atau sebagian lobus suksenturiata, sebuah kotiledon atau
suatu fragmen plasenta yang tertinggal pada dinding uterus dapat menyebabkan perdarahan
post partum. Tidak ada hubungan antara banyaknya bagian plasenta yang masih melekat
dengan beratnya perdarahan. Hal yang perlu diperhatikan adalah derajat atau dalamnya
perlekatan plasenta tersebut (Slamet,Jhon, 1992).
b. Klasifikasi
Retensio plasenta dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan
miometrium.
3. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati lapisan
miometrium
4. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh
konstriksi ostium uteri.
c. Epidemiologi
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu
melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta
dilaporkan berkisar 16%–17% di Rumah Sakit Umum H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun
(1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio
plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian
ibu. (Joeharno,2007)
d. Etiologi
Adapun penyebab atau faktor yang mempengaruhi kejadian retensio plasenta adalah :
1). Fungsionil
a. His kurang kuat.
b. Plasenta sukar terlepas karena mempunyai inersi di sudut tuba, berbentuk plasenta
membranasea atau plasenta anularis, berukuran sangat kecil, plasenta yang sukar lepas
karena sebab-sebab tersebut diatas disebut plasenta adesiva.
2). Patologi anatomis
i. Plasenta inkreta, dimana vili korealis tumbuh lebih dalam menembus desidua sampai ke
miometrium.
ii. Plasenta akreta, yang menembus lebih dalam ke dalam miometrium tetapi belum
menembus serosa.
iii. Plasenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
3). Faktor uterus
a) Kelainan bentuk uterus (bicornus, berseptum)
b) Mioma uterus
c) Riwayat tindakan pada uterus yaitu tindakan bedah sesar, operasi uterus yang mencapai
kavum uteri, abortus dan dilakukan kuretase yang bisa menyebabkan implantasi plasenta
abnormal.
4) Umur
Umur/usia ibu merupakan salah satu faktor yang memepengaruhi status
kesehatan ibu pada masa kehamilan. Ibu hamil dengan umur yang relatif mudah atau
sebaliknya terlalu tua cenderung lebih mudah untuk mengalami komplikasi kesehatan
dibandingkan dengan ibu dengan kurun waktu reproduksi sehat yakni 20-35 tahun. Hal ini
erat kaitannya dengan kematangan sel-sel reproduksi, tingkat kerja organ reproduksi serta
tingkat pengetahuan dan pemahaman ibu mengenai pemenuhan gizi pada masa kehamilan.
Hubungannya dengan retensio plasenta, dikatakan bahwa angka kejadian retensio
plasenta lebih banyak terjadi pada ibu yang berusia muda atau ibu hamil primigravida usia di
atas 35 tahun.
Menurut Toha (1998) mengatakan bahwa di Indonesia kejadian retensio plasenta
banyak dijumpai pada ibu dengan umur muda dan paritas tinggi. Ini dikarenakan banyak
wanita Indonesia yang menikah di usia muda sedangkan endometrium belum matang
sehingga pada masa pertumbuhannya plasenta akan mengalami hiopertropi (perluasan) dan
dapat menutupi sebagian keseluruhan jalan lahir. Makin tua umur ibu maka akan terjadi
kemunduran yang progresif dari endometrium sehingga untuk mencukupi kebutuhan nutrisi
janin diperlukan pertumbuhan plasenta yang lebih luas (Okti, N 2009).
5) Paritas
Paritas Ibu pada multipara akan terjadi kemunduran dan cacat pada endometrium
yang mengakibatkan terjadinya fibrosis pada bekas implantasi plasenta pada persalinan
sebelumnya, sehingga vaskularisasi menjadi berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
dan janin, plasenta akan mengadakan perluasan implantasi dan vili khorialis akan menembus
dinding uterus lebih dalam lagi sehingga akan terjadi plasenta adhesiva sampai perkreta.
Ashar Kimen mendapatkan angka kejadian tertinggi retensio plasenta pada multipara,
sedangkan Puji Ichtiarti mendapatkan kejadian retensio plasenta tertinggi pada paritas 4-5
(Joeharno, 2007)
6) Graviditas
Graviditas adalah jumlah kehamilan seluruhnya yang telah dialami oleh ibu tanpa
memandang hasil akhir kehamilan. Graviditas I dan graviditas lebih dari IV mempunyai
angka kematian maternal yang lebih tinggi. Ibu yang baru pertama kali hamil merupakan
suatu hal yang baru dalam hidupnya sehingga secara psiklogis mentalnya belum siap dan ini
akan memperbesar terjadinya komplikasi. Selain itu juga retensio plasenta sering terjadi
pada graviditas tinggi hal ini disebabkan karena fungsi alat-alat vital dan organ reproduksi
mulai mengalami kemunduran yang diakibatkan semakin rendahnya hormon-hormon yang
berfungsi dalam proses kematangan reproduksi.
Kehamilan lebih dari tiga kali atau lebih dari empat, menyebabkan rahim ibu teregang
dan semakin lemah sehingga rentan untuk terjadinya komplikasi dalam persalinan yang
salah satunyan adalah kejadian retensio plasenta (Winkjosastro, 2006).
Adapun etiologi dari klasifikasi retensio plasenta adalah :
GejalaSeparasi / akreta
parsial
Plasenta
inkarserataPlasenta akreta
Konsistensi
uterus
Kenyal Keras Cukup
Tinggi
fundus
Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
Bentuk
uterus
Diskoid Agak globuler Diskoid
Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium
uteri
Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi
plasenta
Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali
Gejala dan tanda yang selalu ada jika terjadi retensio plasenta :
a. Plasenta belum lahir setelah 30 menit
b. Perdarahan segera
c. Uterus kontraksi baik
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:
a. Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
b. Inversio uteri akibat tarikan
c. Perdarahan lanjutan
e. Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-
otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi
yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil
sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah
tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan
lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di
tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium
yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot
ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi
secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga
yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
i. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun
dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
ii. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari
ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
iii. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari
dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus
dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang
pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi
permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
iv. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam
rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih
merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh
lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89%
plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.Tanda-tanda lepasnya
plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan
konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang
telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding
uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-
kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun,
wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara
spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tiga.
Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan
dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :
a) Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak
efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan
constriction ring.
b) Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di
corpus; dan adanya plasenta akreta.
c) Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak
perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak
ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan
serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang
melemahkan kontraksi uterus.
f. Gejala Klinis
Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai
episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara
spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
g. Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan
ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah
dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil
pemeriksaan darah.
2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl
0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips
oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual
plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio
plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep
tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat
putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan
tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa
plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan
hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda
infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
Retensio plasenta dengan separasi parcial
a. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil
b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak
terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
c. Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit. Bila perlu,
kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak menggunakan
ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap
dalam kavum uteri)
d. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara
hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan
e. Lakukan transfusi darah apabila diperlukan
f. Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV / oral + metronidazol 1 g supositoria / oral)
g. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.
Plasenta inkarserata
a. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan
b. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriks serviks
dan melahirkan plasenta
c. Pilih fluethane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat, siapkan infus oksitosin 20 IU
dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit untuk mengantisipasi gangguan
kontraksi yang diakibatkan bahan anastesi tersebut.
d. Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan dan serviks dapat dilalui cunam ovum, lakukan
manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur ini berikan analgesik
(Tramadol 100 mg IV atau Pethidine 50 mg IV) dan sedatif (Diazepam 5 mg IV) pada
tabung pada tabung suntik yang terpisah.
Plasenta Akreta
a. Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus
bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena
karena implantasi yang dalam.
b. Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis,
stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan
operatif.
h. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi
organ.
3. Sepsis
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.
i. Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya serta
efektifitas terapi, diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat.
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. Yulianti
Usia : 24
Alamat : Tulasan, Mulyodadi, Bantul
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
No RM : 48 06 47
Masuk RS : 24-09-2012
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 September 2009 WIB dan data
sekunder
Keluhan Utama
Pasien datang melalui IGD dengan rujukan bidan, dengan keterangan keluar darah sejak kemarin
malam (23 September 2009) pasca persalinan hari ke-9.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari bidan karena terdapat pendarahan pada hari ke 9 pasca
melahirkan. Pada waktu partus spontan, plasenta sudah lahir lengkap namun pada saat eksplorasi
kesan yang didapatkan tidak bersih. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada perut
bawah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Diabetes Melitus, Penyakit jantung, batuk lama, hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, Asma disangkal
Riwayat Obstetri, Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan
Riwayat sosial : pasien seorang ibu rumah tangga, sehari-hari tidak sering melakukan
aktivitas
berat, Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak ada riwayat
berbaganti-ganti pasangan.
Riwayat menstruasi : menstruasi pertama saat usia 14 tahun, siklus teratur tiap bulan,
Riwayat pernikahan : pasien menikah 1 kali
Riwayat kehamilan : P1A0
Anak pertama : Wanita, 9 hari, lahir spontan di bidan, BL 2500 gram
Riwayat KB : Tidak ditanyakan
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 24 September 2012 di Ruang Bersalin RS Panembahan Senopati Bantul
Kesadaran : compos mentis
Keadaan gizi : cukup
Status gizi : BB 47 kg TB 155 cm IMT 19,6
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36.8 0C
Pernafasan : 20 x/menit
Status Generalis
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Paru : vesikuler +/+, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing
Jantung : BJ I-II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen : tidak buncit, hati limpa tidak teraba, bunyi usus (+) normal, massa (-), nyeri
tekan (-)
Ektremitas : akral hangat, edema (-), capillary refill time < 2”
Status ginekologi
Inspeksi : flat, striae (-), linea (-), vulva vagina normal.
Palpasi : kontraksi: (-)
Periksa Dalam: tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG : tampak sisa jaringan, uterus membesar ukuran 5x4, tampak sisa placenta
Pemeriksaan Penunjang Darah
Leukosit : 15.000 / mm3
Hemoglobin : 12,4 gr %
Hematokrit : 23,4%
Trombosit : 260.000 / mm3
DAFTAR MASALAH
Retensi Sisa Placenta
RENCANA TERAPI
Kuretase
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien Ny. Y, 24 tahun datang dengan rujukan
dari bidan karena terdapat pendarahan pada hari ke 9 pasca melahirkan. Pada waktu partus
spontan, plasenta sudah lahir lengkap namun pada saat eksplorasi kesan yang didapatkan tidak
bersih. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada perut bawah.
Dari hasil USG, ditemukan tampak sisa jaringan, uterus membesar ukuran 5x4, tampak
sisa placenta. Rencana terapi pada pasien ini sudah tepat yaitu dilakukan kuretase, karena
placenta sudah lahir lengkap dan yang tersisa hanya sisa jaringan.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janinlahir.
2. Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar16-17%.
Etiologi retensio plasenta, yaitu: 1). Plasenta belum lepas dari dinding uteruskarena kontraksi
uterus kurang kuat atau plasenta melekat erat erat pada dinding uterus, 2). Plasenta sudah
lepas akan tetapi belum dilahirkan.
3. Diagnosis retensio plasenta apabila plasenta tidak lepas secara spontan setelah setengah jam
setelah bayi lahir dan pada pemeriksaan pervaginam plasenta menempel di dalam uterus.
4. Diagnosis banding retensio plasenta adalah plasenta akreta.
5. Penanganan retensio plasenta yang terbaik adalah dengan manual plasenta namun apabila
plasenta sudah lahir lengkap dan hanya ada sisa jaringan, bisa dengan kuretase.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta : Jakarta
Darwis, S. 2003. Metode Penelitian Kebidanan Prosedur, Kebijakan dan Etik. EGC : Jakarta
FK. UNPAD. 2004. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Ed-2. EGC : Jakarta
Joeharno. 2007. Retensio Plasenta. http://www.alhamsyah.com. Akses tanggal 28 April 2009
Manuaba, IBG.1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan : Jakarta
Mochtar, R. 1998. Sinopsis obstetri Fisiolgi Patologi. EGC : Jakarta
Natsir, M. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia : Jakarta
Notoatomodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta
Okti, N. 2009. Paritas vs Perdarahan Postpartum. http://oktinikilah.blogspot.com. Akses tanggal
25 April 2009
Profil Kesehatan Muna. 2008. Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Muna : Raha
Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2005. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara : Kendari
Slamet, John. 1992. Perdarahan Hamil Tua dan Perdarahan Postpartum. http://www.kalbe.co.id.
Akses tanggal 25 April 2009
Taber, Ben-Zion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. EGC : Jakarta
Winkjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka : Jakarta
Abdul Bari Saifuddin, George Adriaansz, et al. (ed.). (2001). Buku Acuan NasionalPelayanan
Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR-POGI.
Ahmad A.K. Muda. (1994).Kamus Lengkap Kedokteran. Surabaya : GitamediaPress.
Ahmad Ramali dan Pamoentjak. (2000).Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambatan.Bobak,
Lowdermik, et al. (2005).
Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta :EGC.Cunningham, McDonald, et al. (1995).
Obstetri William. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E and Mary Frances Moorhouse. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Dokumentasi Perawat Klien . Ed.2. Jakarta : EGC.
Farrer, Helen. (2001).Perawatan Maternitas. Ed. 2. Jakarta : EGC.FK UNPAD Bandung,
Bagian Obstetri dan Ginekologi.(1999). Obstetri Patologi.Bandung :
Elstar Ofset.Hamilton, Persis Mary. (1995). Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Ed.6 .
Jakarta: EGC.
Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin, et al. (ed.). (1999). Ilmu Kebidanan.Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo.
Ida Bagus Gede Manuaba. (2001).Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC