Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KINETIKA BIOSORPSI ION LOGAM Pb (II) DAN Cr (VI) OLEH
FITOPLANKTON LAUT Porphyridium cruentum
FAHMI RIZAL
H311 07 038
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
KINETIKA BIOSORPSI ION LOGAM Pb (II) DAN Cr (VI) OLEH
FITOPLANKTON LAUT Porphyridium cruentum
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana sains
Oleh
FAHMI RIZAL
H311 07 038
MAKASSAR
2013
SKRIPSI
KINETIKA BIOSORPSI ION LOGAM Pb (II) DAN Cr (VI) OLEH
FITOPLANKTON LAUT Porphyridium cruentum
Disusun dan diajukan oleh
FAHMI RIZAL
H311 07 038
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:
Pembimbing Utama
Dr. Muhammad Zakir, M.Si NIP. 19701103 199903 1 001
Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua
Dr. Maming, M.Si Dra. Hj. Rugaiyah Arfah, M.Si NIP. 19631231 198903 1 001 NIP. 19611231 198702 2 002
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan-mu lah
Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
(QS. Al’ Alaq 96:1-5)
“Jika lautan menjadi tinta dan pepohonan menjadi kalam untuk mencatat
ilmu-Nya, maka tidaklah cukup meskipun ditambah dengan tujuh kali
banyaknya”
(HS. Habib Adnan)
Kupersembahkan karya kecil ini kepada kedua orang tuaku,
saudara-saudaraku dan kawan-kawanku tercinta.
v
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan judul “Kinetika Biosorpsi Ion Logam Pb(II) dan
Cr(VI) oleh Fitoplankton Laut Porphyridium cruentum” sebagai syarat untuk
menyelesaikan studi di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin. Salam
dan salawat semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat-
sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada
kedua orang tua, Ayahanda Syarifuddin Tahir dan Ibunda Nadirah yang dengan
segala pengorbanannya, telah mengasuh, mendidik, memotivasi dan membiayai
studi penulis, kesabaran dan keikhlasan segala usaha, mendoakan keselamatan
dan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi. Terima kasih pula kepada
saudariku Nasrah S. Atas segala kasih sayang, doa, pengorbanan, dan
pengertiannya.
Terima kasih kepada Bapak Dr. Muhammad Zakir, M.Si selaku
pembimbing utama, Bapak Dr. Maming, M.Si selaku pembimbing pertama dan
Ibu Dra. Hj. Rugaiyah Arfah, M.Si selaku pembimbing kedua, yang telah
berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membimbing penulis
sejak awal penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
vi
Tak lupa pula penulis menghaturkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Wahid Wahab, M.Sc selaku Dekan Fakultas MIPA
dan Bapak Dr. Firdaus Zenta, MS selaku ketua Jurusan Kimia Fakultas MIPA
Universitas Hasanuddin beserta staf pegawai.
2. Tim panitia Ujian Sidang Sarjana Kimia, yaitu Prof. Dr. Nunuk Hariani, M.Si
(ketua), Drs. HL. Musa Ramang, M.Si (sekretaris), Dr. Muhammad Zakir,
M.Si, Dr. Maming, M.Si dan Dra. Hj. Rugaiyah Arfah, M.Si (Ex. officio) atas
bimbingan dan sarannya.
3. Seluruh dosen yang telah mengajarkan berbagai hal dan memberikan ilmu
yang bermanfaat bagi penulis serta karyawan/analis laboratorium Jurusan
Kimia yang selalu membantu penulis.
4. Teman-teman angkatan 2007 (Uky, Risal, Irwan, Adiman, Ariesta, Dian,
Anti, Muce’, Rabiati, Tenri, Norma, April, Muli, Isti, Evi, Herlin, Rizki,
Liana, Nofi, Fitri, Nila, Amelia, Asrya, Kadek, Nur, Charmi, Mutmainnah,
Irmawati, Hasmia, Isa, Ika, Yustin, Suri, Anik, Nita, Agnes, dan yang
lainnya) atas segala bantuan dan kebaikannya selama ini.
5. Kakanda, Teman-teman, dan Adinda di Keluarga Mahasiswa Kimia angkatan
2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2008, 2009, 2010, dan 2011 atas kebaikannya.
6. Serta terima kasih kepada pihak-pihak lain yang senantiasa membantu penulis
baik secara langsung maupun tidak langsung.
vii
Penulis sadar bahwa masih banyak kekuragan dalam penulisan skripsi ini,
maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam
penulisan skripsi selanjutnya, dan penulis berharap semoga isi skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Penulis
2013
viii
ABSTRAK
Biosorpsi merupakan teknik alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang berasal dari buangan limbah yang mengandung polutan ion logam berat. Porphyridium cruentum telah digunakan sebagai biosorben untuk menghilangkan ion logam Pb(II) dan Cr(VI) dari suatu larutan. Kinetika biosorpsinya telah diteliti. Efek dari beberapa parameter, seperti: waktu kontak, konsentrasi, dan model isotermal pada proses biosorpsinya sudah diketahui. Metode analisis yang digunakan adalah Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Hubungan biosorpsi ion logam Pb(II) dan Cr(VI) dengan biomassa Porphyridium cruentum digambarkan oleh isotermal Langmuir dan Freundlich. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu optimum biosorpsi ion logam Pb(II) dan Cr(VI) dengan menggunakan biomassa Porphyridium cruentum adalah 30 menit pada pH 5. Kinetika orde reaksi dari biosorpsi ion logam Pb(II) dan Cr(VI) dengan menggunakan biomassa Porphyridium cruentum lebih mengikuti model reaksi orde dua semu sedangkan model isotermalnya lebih sesuai dengan model isotermal Freundlich dengan nilai koefisien korelasi (R2) masing-masing adalah 0,923 dan 0,955. Kata kunci : biosorpsi, biomassa Porphyridium cruentum, kinetika, timbal,
kromium, SSA.
ix
ABSTRACT
Biosorption is an alternative technique that can be used to overcome environmental contamination caused from waste discard containing heavy metal ion pollutant. Porphyridium cruentum was employed as a biosorbent for removal of Pb(II) and Cr(VI) metal ions from aqueous solution. The biosorption kinetics was investigated. The effect of several parameters, such as: contact time, concentration, and isothermal model, on biosorption process was evaluated. Method of analysis used was atomic absorption spectrophotometry (AAS). Adsorption isotherms of Pb(II) and Cr(VI) metal ions on Porphyridium cruentum biomass were expressed by both Langmuir and Freundlich models. The results showed that the optimum time of biosorption of Pb(II) and Cr(VI) metal ions using Porphyridium cruentum biomass were is 30 minutes in pH 5. Kinetics of biosorption of Pb(II) and Cr(VI) metal ions followed pseudo second order reaction model, and for isothermal model fitted the Freundlich isothermal with a value of each correlation coefficient (R2) are 0,923 and 0,955, respectively. Key words : biosorption, Porphyridium cruentum biomass, kinetic, lead,
cromium, AAS.
x
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ............................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................. viii
ABSTRACT ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xv
DAFTAR ARTI DAN LAMBANG SINGKATAN ................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 3
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian .......................................... 4
1.3.1 Maksud Penelitian .......................................................... 4
1.3.2 Tujuan Penelitian ............................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 5
2.1 Pencemaran Lingkungan .................................................. 5
2.2 Tinjauan Umum Logam Berat .......................................... 5
2.3 Logam Berat Kromium ..................................................... 6
2.4 Logam Berat Timbal ........................................................ 8
xi
2.5 Biosorpsi .......................................................................... 10
2.6 Kinetika Reaksi Adsorpsi ................................................... 13
2.7 Isotermal Adsorpsi ........................................................... 15
2.7.1 Isotermal Adsorpsi Freundlich ........................................ 15
2.7.2 Isotermal Adsorpsi Langmuir ........................................... 16
2.8 Biomassa dan Penggunaannya sebagai Biosorben ............. 17
2.9 Fitoplankton ....................................................................... 18
2.9.1 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fitoplankton ... 20
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 22
3.1 Bahan Penelitian .............................................................. 22
3.2 Alat Penelitian .................................................................. 22
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................... 22
3.4 Prosedur Penelitian ........................................................... 23
3.4.1 Pembuatan Larutan Induk ............................................... 23
3.4.2 Mengkultur Fitoplankton Laut Porphyridium cruentum .. 23
3.4.3 Pembuatan Biosorben Fitoplankton Laut P. cruentum .... 23
3.4.4 Penentuan Waktu Kontak Maksimum Ion Logam Pb(II) dan Cr(VI) oleh Fitoplankton Laut Porphyridium cruentum ....................................................................... 24
3.4.5 Penentuan Kapasitas biosorpsi Ion Logam Pb(II) dan Cr(VI) oleh Fitoplankton Laut Porphyridium cruentum .. 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 26
4.1 Kemampuan Biosorpsi Ion Logam Pb(II) dan Cr(VI) oleh Fitoplankton Porphyridium cruentum berdasarkan variasi
waktu ............................................................................... 26
xii
4.2 Kapasitas Biosorpsi Ion Logam Pb(II) dan Cr(VI) oleh Fitoplankton Porphyridium cruentum berdasarkan variasi konsentrasi ....................................................................... 29
4.3 Kinetika Orde Reaksi Adsorpsi Ion Logam Pb(II) dan Cr(VI) oleh Fitoplankton Porphyridium cruentum ............ 30 4.4 Model Adsorpsi Ion Logam Pb(II) dan Cr(VI) oleh Fitoplankton Porphyridium cruentum ................................. 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 36
5.1 Kesimpulan ...................................................................... 36
5.2 Saran ................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 37
LAMPIRAN ........................................................................................... 42
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Perbandingan konstanta reaksi orde satu semu dan orde dua semu
penjerapan ion logam Pb2+ biomassa fitoplankton Porphyridium cruentum .......................................................................................... 32
2. Perbandingan konstanta reaksi orde satu semu dan orde dua semu
penjerapan ion logam Cr6+ oleh biomassa fitoplankton Porphyridium cruentum ........................................................................................... 33
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Struktur sel fitoplankton Porphyridium cruentum ............................. 20
2. Grafik penentuan waktu interaksi optimum terhadap biosorpsi ion logam Pb2+ dan Cr6+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum ....... 27
3. Grafik hubungan antara konsentrasi ion logam Pb2+ dan Cr6+setelah Adsorpsi (mg/L) dengan jumlah ion Pb2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi (mg/g) ............................................................................................... 29
4. Grafik kinetika orde satu semu dan orde dua semu untuk adsorpsi ion logam Pb2+ dan Cr6+ oleh biomassa fitoplankton Porphyridium cruentum ....... ................................................................................... 31
5. Grafik isotermal Langmuir dan Freundlich biosorpsi ion logam Pb2+
dan Cr6+ pada berbagai tingkat konsentrasi oleh fitoplankton Porphyridium cruentum ................................................................... 34
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Skema pembuatan larutan induk ....................................................... 42
2. Skema pembuatan kultur fitoplankton .............................................. 42
3. Skema pembuatan biosorben fitoplankton ........................................ 43
4. Skema penentuan waktu kontak maksimum biosorbsi ...................... 43
5. Skema penentuan kapasitas optimum biosorbsi ................................ 44
6. Data absorbansi untuk penentuan waktu optimum biosorpsi ion logam Pb2+ dengan menggunakan Buck Model 205 VGP AAS ....... 45
7. Data Absorbansi untuk penentuan waktu optimum biosorpsi ion logam Cr6+ dengan menggunakan Buck Model 205 VGP AAS ......... 46
8. Hasil penentuan waktu optimum biosorpsi ion logam Pb2+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum ................................................ 47 9. Hasil penentuan waktu optimum biosorpsi ion logam Cr6+ oleh
fitoplankton Porphyridium cruentum ................................................... 48 10. Data absorbansi untuk penentuan isotermal adsorpsi ion Pb2+ dengan
menggunakan Buck Model 205 VGP AAS ......................................... 49 11. Data absorbansi untuk penentuan isotermal adsorpsi ion Cr6+ dengan menggunakan Buck Model 205 VGP AAS ............................ 50 12. Hasil penentuan isotermal adsorpsi io logam Pb2+ oleh fitoplankton
Porphyridium cruentum ....................................................................... 51 13. Hasil penentuan isotermal adsorpsi ion logam Cr6+ oleh fitoplankton
Porphyridium cruentum ....................................................................... 52 14. Hasil perhitungan nilai k1 dan k2 biosorpsi ion logam Pb2+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum berdasarkan persamaan orde satu semu dan orde dua semu ............................................................... 53
xvi
15. Hasil perhitungan nilai k1 dan k2 biosorpsi ion logam Cr6+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum berdasarkan persamaan orde satu semu dan orde dua semu ............................................................... 54 16. Hasil perhitungan kapasitas biosorpsi ion logam Pb2+ oleh fitoplankton
Porphyridium cruentum untuk isotermal Langmuir .............................. 55 17. Hasil perhitungan kapasitas biosorpsi ion logam Pb2+ oleh fitoplankton
Porphyridium cruentum untuk isotermal Freundlich ............................. 56 18. Hasil perhitungan kapasitas biosorpsi ion logam Cr6+ oleh fitoplankton
Porphyridium cruentum untuk isotermal Langmuir .............................. 57 19. Hasil perhitungan kapasitas biosorpsi ion logam Cr6+ oleh fitoplankton
Porphyridium cruentum untuk isotermal Freundlich ............................ 58 20. Dokumentasi Penelitian ...................................................................... 59
xvii
DAFTAR ARTI DAN LAMBANG SINGKATAN
% : persen
oC : derajat Celcius
AAS : Atomic Absorption Spectrophotometry
g : gram
mg : miligram
pH : derajat keasaman
ppm : part per million
rpm : rotasi per menit
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara bahari terbesar di dunia.
Karakteristik geografis Indonesia serta struktur dan tipologi ekosistemnya yang
didominasi oleh lautan telah menjadikan Indonesia sebagai pemilik
keanekaragaman hayati terbesar di dunia (Suhdi, 2004). Wilayah laut Indonesia
membentang melebihi lima juta kilometer persegi yang di dalamya terdapat
bermacam-macam makhluk hidup baik berupa tumbuhan maupun hewan. Salah
satu makhluk hidup yang tumbuh dan berkembang di perairan laut adalah
fitoplankton (Haryoto dan Wibowo, 2004).
Plankton adalah suatu golongan jasad hidup akuatik berukuran
mikroskopik. Plankton yang tergolong sebagai tumbuhan disebut fitoplankton
atau plankton nabati (Kabinawa, 2001). Fitoplankton terdiri dari beberapa jenis
dan memiliki banyak manfaat, salah satu jenis fitoplankton yang digunakan
sebagai biomassa penjerap logam pada lingkungan atau daerah yang tercemar
adalah Porphyridium cruentum. Sejauh ini, penelitian dan pemanfaatan
fitoplankton sebagai bahan penjerap logam secara aktif sudah banyak dilakukan
oleh para peneliti sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Sri Delviana (2010),
Fatimah dan Masnawati (2011), namun studi mengenai kinetika biosorpsinya
secara pasif masih sangat minim. Fitoplankton dapat menjerap logam menurut
Connel Des W. (1990), disebabkan karena mekanisme perlindungan fitoplankton
2
melibatkan pembentukan kompleks-kompleks logam dengan protein dalam sel,
sehingga logam dapat terakumulasi dalam sel tanpa menganggu aktivitasnya.
Logam berat dalam sistem akuatik secara alamiah dihasilkan melalui
proses slow leaching dari kompartemen tanah atau batuan, biasanya pada kadar
yang relatif rendah dan tidak membahayakan kesehatan manusia. Tetapi
perkembangan industri dan agroindustri mempercepat laju peningkatan
pencemaran logam berat di lingkungan. Pencemaran perairan logam berat pada
sistem perairan selalu ditunjukkan dengan adanya tingkatan kandungan yang
tinggi beberapa logam berat seperti Pb (timbal) dan Cr (kromium) dalam sistem
perairan (Liang et al., 2004). Logam berat mempunyai sifat toksik terhadap hewan
dan manusia. Manifestasi toksisitas logam berat terhadap manusia memerlukan
waktu yang lama karena proses akumulasi dalam tubuh sehingga proses
pencegahan sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Pencemaran logam berat ini
terjadi akibat buangan industri kemudian bermuara ke laut dan menjadi tercemar.
Logam berat yang terakumulasi ke dalam makhluk hidup semakin lama tingkat
pencemarannya semakin meningkat (Palar, 1994).
Untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan oleh logam berat,
maka digunakan fitoplankton sebagai bioindikator kuantitatif. Fitoplankton
merupakan organisme bersel tunggal yang luas permukaannya besar dibandingkan
dengan rasio volumenya, sehingga memiliki kemampuan akumulasi yang tinggi
dalam waktu relatif singkat (Kullenberg, 1987).
Pengangkutan logam dengan biomassa dapat dilakukan dengan baik,
dimana aktivitas metabolit tergantung dari proses bioakumulasi atau secara pasif
3
dan laju metabolisme yang tidak tergantung pada prosesnya disebut biosorpsi
(Godlewaka-Zykiewicz dan Kozokawa, 2005).
Berbagai penelitian telah difokuskan untuk mengidentifikasi kemampuan
fitoplankton dalam menurunkan tingkat pencemaran perairan, dengan melibatkan
biosorpsi aktif dan pasif. Proses adsorpsi oleh biomassa berlangsung sangat cepat,
dan lebih cepat dibandingkan waktu adsorpsi maksimum fitoplankton hidup,
dengan kapasitas adsorpsi maksimum sebesar 95,057 mg/g (Widyawati, 2006).
Penggunaan fitoplankton mati sebagai biomassa tak hidup untuk menjerap
ion logam Pb2+ dan Cr6+ cukup efektif karena ukurannya yang sangat kecil dengan
luas permukaan besar sehingga dapat menangkap ion-ion logam dalam perairan
secara cepat (Stirk dan Staden, 2002). Dinding sel fitoplankton terdiri atas
berbagai senyawa organik seperti protein, polisakarida, asam alginat dan asam
uronat yang dapat berikatan dengan logam (Greene, dkk., 1986). Berdasarkan
uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang kinetika biosorpsi ion logam
Pb2+ dan Cr6+ oleh fitoplankton laut Porphyridium cruentum.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Berapakah waktu kontak optimum dan kapasitas biosorpsi ion logam Pb2+
dan Cr6+ oleh biomassa fitoplankton laut Porphyridium cruentum?
2. Bagaimana kinetika reaksi dan model adsorpsi ion logam Pb2+ dan Cr6+
oleh biomassa fitoplankton laut Porphyridium cruentum?
4
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinetika biosorpsi ion
logam Pb2+ dan Cr6+ oleh fitoplankton laut Porphyridium cruentum.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
1. Menentukan waktu kontak optimum dan kapasitas biosorpsi ion logam
Pb2+ dan Cr6+ yang dapat diadsorpsi oleh biomassa fitoplankton laut
Porphyridium cruentum.
2. Menentukan orde reaksi dan model adsorpsi ion logam Pb2+ dan Cr6+ oleh
biomassa fitoplankton laut Porphyridium cruentum.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :
1. Memberikan informasi ilmiah mengenai penggunaan fitoplankton laut
dalam proses biosorpsi.
2. Memberikan pengalaman praktis bagi peneliti dan menjadi bahan referensi
untuk penelitian selanjutnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Lingkungan
Semakin bertambahnya aktivitas manusia diberbagai sektor kehidupan,
menyebabkan peningkatan jumlah dan jenis pencemar yang masuk ke lingkungan
perairan laut, sehingga pada suatu saat akan dapat melampaui kesetimbangan air
laut yang mengakibatkan sistem perairan laut tercemar. Hal tersebut jelas dapat
menurunkan daya guna perairan laut (Haryoto dan Wibowo, 2004).
Dalam dasawarsa terakhir, kandungan logam berat di perairan mendapat
perhatian yang cukup besar bagi para ahli toksikologi (Marr dan Creser, 1983).
Akibat pencemaran lingkungan terjadi akumulasi logam dalam ekosistem dan
rantai makanan sehingga membahayakan kehidupan akuatik dan penurunan
kualitas air (Widyawati, 2006).
2.2 Tinjauan Umum Logam Berat
Logam berat adalah logam-logam dan metaloid yang memiliki massa atom
antara 63,5 dan 200,6 g/mol serta memiliki densitas lebih dari 4,5 g/cm3 (Shah,
2008). Logam berat pencemar lingkungan terdiri atas beberapa unsur yang
dikategorikan atas pencemar prioritas tinggi, sedang dan rendah yang umumnya
terlarut dalam air dalam berbagai senyawa. Logam berat tidak dapat dihancurkan
oleh mikroorganisme dan dapat terakumulasi dalam tubuh manusia serta
mengakibatkan kerusakan organ-organ tubuh (Sembodo, 2006).
6
Sedikitnya terdapat 80 dari 109 unsur kimia di bumi yang telah
teridentifikasi sebagai logam berat. Berdasarkan sudut pandang toksikologi,
logam berat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial
yang keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme
hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun
seperti Zn, Cu, Fe, Co dan Mn. Jenis kedua adalah logam berat non esensial,
dimana keberadaannya dalam tubuh belum diketahui manfaatnya seperti Hg, Cd,
Pb dan Cr (Vouk, 1986).
Logam berat yang merupakan polutan perairan yang berbahaya
diantaranya adalah antimon (Sb), arsenik (As), berilium (Be), kadmium (Cd),
kromium (Cr), tembaga (Cu) , timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), selenium
(Se), kobalt (Co), dan seng (Zn). Logam berat ini berbahaya karena tidak dapat
didegradasi oleh tubuh, memiliki sifat toksisitas (racun) pada mahluk hidup
walaupun pada konsentrasi yang rendah, dan dapat terakumulasi dalam jangka
waktu tertentu. Oleh karena itu penting dilakukan pengambilan logam berat pada
daerah yang terkontaminasi (Putra dan Putra, 2006).
2.3 Logam Berat Kromium
Salah satu logam berat yang merupakan sumber polusi dan perlu
dihilangkan dalam perairan adalah logam kromium (Cr). Pemanfaatan logam
ini banyak digunakan dalam industri elektroplating, penyamakan kulit,
pendingin air, pulp, serta proses pemurnian bijih dan petroleum. Menurut Surat
keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, baku mutu
7
limbah yang boleh dialirkan ke air permukaan untuk Cr(VI) sebesar 0,05-1
mg/L dan untuk Cr (total) sebesar 0,1-2 mg/L (Anderson, 1997).
Kromium merupakan unsur yang melimpah terdapat di alam dengan
berbagai bentuk oksida yaitu Cr2+, Cr3+, Cr5+ dan Cr6+. Secara alami kromium bisa
ditemukan pada batuan, tumbuhan, hewan, tanah, gas dan debu gunung berapi.
Dalam sistem perairan, kromium terdapat dalam dua bentuk oksida yaitu Cr3+ dan
Cr6+ yang diketahui memiliki efek toksisitas dan bioavabilitas yang sangat besar
(Imay dan Golyna, 1990).
Logam kromium dengan berat atom 51,996 g/mol, berwarna abu-abu,
tahan terhadap oksidasi meskipun pada suhu tinggi, mengkilat, keras, memiliki
titik cair 1,857 oC dan titik didih 2,672 oC (Widowati, dkk., 2008).
Kromium merupakan elemen berbahaya di permukaan bumi dan dijumpai
dalam kondisi oksida antara Cr(II) sampai Cr(VI), tetapi hanya kromium
bervalensi tiga dan enam memiliki kesamaan sifat biologinya. Kromium
bervalensi tiga umumnya merupakan bentuk yang umum dijumpai di alam, dan
dalam material biologis kromium selalu berbentuk tiga valensi, karena kromium
enam valensi merupakan salah satu material organik pengoksida tinggi
(Suhendrayatna, 2001).
Dalam tubuh, keberadaan logam kromium dapat membantu kerja hormon
insulin dalam pengambilan glukosa yang kemudian diubah menjadi energi.
Chromium Picolinate adalah nutrisi suplemen yang dapat bekerja sama dengan
insulin, tetapi konsumsi yang berlebih dapat menyebabkan gagal ginjal kronis
(Widowati, dkk., 2008).
8
Kestabilan kromium akan mempengaruhi toksisitasnya terhadap manusia
secara berurutan, mulai dari tingkat toksisitas terendah yaitu Cr(0), Cr(III) dan
Cr(VI). Kromium trivalen bersifat kurang toksik dibanding kromium heksavalen,
selain itu tidak bersifat iritatif dan tidak korosif. Namun kromium trivalen lebih
toksik pada ikan dan binatang air lainnya dibanding kromium heksavalen (Drew,
dkk., 2006).
Paparan logam kromium pada manusia dapat menyebabkan gangguan
pada alat pernafasan, hati, ginjal, sistem pencernaan dan sistem imunitas. Selain
itu, ibu hamil yang darahnya terpapar logam kromium bisa menurun pada bayi
yang dikandungnya. Bahkan kadar dalam tubuh bayi bisa lebih tinggi daripada
ibunya, hal ini menunjukkan bahwa kromium dapat ditransportasikan secara
langsung maupun tidak langsung (State of Ohio EPA, 2002).
2.4 Logam Berat Timbal
Timbal adalah salah satu unsur golongan IV A yang merupakan unsur
logam yang berwarna abu kebiru-biruan, lunak, mudah ditempa, mudah dibentuk
dan padat. Timbal merupakan konduktor listrik yang buruk dan jika dipotong,
maka permukaannya nampak mengkilat seperti perak yang bertahan sesaat dan
kemudian memudar membentuk warna aslinya, yaitu abu kebiru-biruan (Sunardi,
2006).
Timbal dengan berat atom 207,21 g/mol dan berat jenis 11,34 dan nomor
atom 82 memiliki warna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh sebesar 327
oC dan titik didih 1620 oC. Walaupun bersifat lunak dan lentur, timbal sangat
rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas, dan
9
air asam tetapi larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Svehla,
1985).
Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat dideteksi
secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis.
Sumber utama timbal adalah bersal dari komponen gugus alkyl timbal yang
digunakan sebagai bahan additive bensin. Sumber utama timbal adalah makanan
dan minuman. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan. Timbal
menunjukkan beracun pada sistem saraf, hemetologic, hemetotoxic dan
mempengaruhi kerja ginjal. Konsumsi mingguan elemen ini yang
direkomendasikan oleh WHO toleransinya bagi orang dewasa adalah 50 µg/kg
berat badan dan untuk bayi atau anak-anak 25 µg/kg berat badan. Mobilitas timbal
di tanah dan tumbuhan cendrung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan
berkisar 0.5-3 ppm (Suhendrayatna, 2001).
Timbal dan persenyawaannya banyak digunakan dalam industri baterai
sebagai bahan aktif dalam pengaliran arus elektron. Kemampuan timbal dalam
membentuk alloy dengan logam lain telah dimanfaatkan untuk meningkatkan sifat
metalurgi yang dimilikinya dalam penerapan yang sangat luas, contohnya
digunakan untuk kabel listrik, konstruksi pabrik-pabrik kimia, kontainer dan
memiliki kemampuan tinggi untuk tidak mengalami korosi (Palar, 1994).
Selain itu, timbal dapat digunakan sebagai zat tambahan bahan bakar dan
pigmen timbal dalam cat yang merupakan penyebab utama peningkatan kadar
timbal di lingkungan (Darmono, 1995). Hampir 10% dari total produksi tambang
logam timbal digunakan untuk pembuatan Tetra Ethyl Lead atau TEL yang
10
dibutuhkan sebagai bahan penolong dalam produksi bahan bakar bensin karena
dapat mendongkrak (boosting) nilai oktan bahan bakar sekaligus berfungsi
sebagai antiknocking untuk mencegah terjadinya ledakan saat berlangsungnya
pembakaran dalam mesin (Henry, 2000).
Timbal telah diketahui sebagai sumber potensial penyebab karsinogen.
Timbal terakumulasi dalam organ tubuh seperti otak, yang dapat menyebabkan
keracunan (plumbism) atau bahkan kematian. Timbal juga dapat mempengaruhi
saluran gastrointestinal, ginjal, dan sistem syaraf. Pengaruh timbal pada anak-anak
adalah dapat menyebabkan resiko pertumbuhan lambat, penurunan IQ, hiperaktif,
dan kelainan mental. Pada orang dewasa dapat berakibat pada penurunan reaksi,
kehilangan memori, nausea, insomnia, dan anoreksia (Siregar, 2005).
2.5 Biosorpsi
Biosorpsi adalah suatu teknologi inovatif yang menggunakan biomassa
nonaktif dan biomassa mati untuk menghilangkan logam berat dari larutannya.
Sebagai alternatif dari teknologi tradisional, biosorpsi mulai diaplikasikan oleh
komunitas ilmuan (Romera, dkk., 2007). Sedangkan menurut Stary, dkk., (1983),
biosorpsi adalah metode yang efisien dan murah untuk menghilangkan ion logam
dari larutan dan dapat digunakan untuk mengontrol pencemaran oleh industri.
Biosorpsi biasanya digunakan material yang berasal dari tanaman atau hewan
untuk mengabsorpsi ion logam.
Proses biosorpsi melibatkan sejumlah mekanisme, seperti: pertukaran ion,
kelating, adsorpsi fisika dan penyerapan ion. Proses sorpsi yang terjadi pada
11
makhluk hidup terjadi secara aktif dan pasif, sedangkan pada makhluk hidup yang
mati secara pasif (Stirk dan Staden, 2002).
Proses biosorpsi melibatkan suatu fasa padat (sorben atau biosorben;
adsorben; material biologi) dan fasa cair (pelarut) yang mengandung zat terlarut
yang akan diadsorpsi (logam atau zat warna). Karena afinitas adsorben lebih
tinggi dari zat yang akan diadsorpsi, zat yang akan diadsorpsi tertarik dan terikat
pada adsorben dengan mekanisme yang berbeda. Proses ini akan berlanjut hingga
terjadi kesetimbangan antara jumlah zat yang teradsorpsi dengan zat yang
tertinggal dalam larutan (yang tidak teradsorpsi). Derajat afinitas adsorben
ditentukan berdasarkan distribusinya diantara fasa cair dan fasa padat. Beberapa
penelitian biosorpsi dilakukan dengan mikroorganisme hidup. Akan tetapi,
berkaitan dengan beberapa kelemahannya, penggunaan mikroorganisme hidup
untuk penghilangan dan pemulihan logam umumnya tidak dapat dilakukan pada
semua kondisi. Sebagai contoh, limbah industri yang mengandung logam
beracun dengan konsentrasi tinggi pada beberapa pH. Kondisi ini tidak selalu
kondusif untuk pertumbuhan dan pemeliharaan populasi mikroba aktif.
(Ramachandra, dkk., 2008).
Passive uptake dikenal dengan istilah proses biosorpsi. Proses ini terjadi
ketika ion logam berat mengikat dinding sel dengan dua cara yang berbeda,
pertama pertukaran ion dimana ion monovalent dan divalent seperti Na, Mg, dan
Ca pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat; dan kedua adalah
pembentukan kompleks antara ion-ion logam berat dengan functional groups
seperti carbonyl, amino, thiol, hydroxy, phosphate, dan hydroxy-carboxyl yang
12
berada pada dinding sel. Proses biosorpsi ini bersifat bolak baik dan cepat. Proses
bolak balik ikatan ion logam berat di permukaan sel ini dapat terjadi pada sel mati
dan sel hidup dari suatu biomass. Proses biosorpsi dapat lebih efektif dengan
kehadiran tertentu pH dan kehadiran ion-ion lainnya di media dimana logam berat
dapat terendapkan sebagai garam yang tidak terlarut (Suhendrayatna, 2001).
Penggunaan sel mikroba mati lebih menguntungkan, karena tidak
dipengaruhi oleh limbah toksik. Selain itu penggunaan sel mikroba lebih
menguntungkan karena tangkapan sel mikroba cepat (antara 0,5 sampai 3 jam,
bersifat selektif, faktor biokonsentrasi tinggi (sebesar 104 sampai 106) hal ini
terkait dengan luas permukaan yang lebih besar dari volumenya (Stirk dan Staden,
2002).
Menurut Ramachandra, dkk., 2008, beberapa keuntungan biosorpsi
menggunakan non-living biomass (biaomassa tak hidup) diantaranya:
1. Pertumbuhan non-living biomass tidak terpengaruh pada batas sifat
toksisitas logam pada sel serta tidak memerlukan nutrisi.
2. Biomassa yang berasal dari industri fermentasi, yang merupakan limbah
proses fermentasi dapat menjadi sumber biomassa yang murah.
3. Prosesnya tidak hanya diatur oleh sifat fisiologi sel.
4. Sangat cepat dan efisien, biomassa memiliki sifat yang setara dengan
penukar ion.
5. Pemilihan teknik immobilisasi tidak bergantung pada terbatasnya tingkat
toksisitas (konsentrasi logam), pH dan suhu.
13
6. Logam dapat dengan segera dipisahkan dari biomassa dan diperoleh
kembali.
2.6 Kinetika Reaksi Adsorpsi
Proses biosorpsi sangat erat kaitannya dengan waktu kontak. Waktu
kontak merupakan salah satu aspek penting yang perlu dipertimbangkan. Melalui
waktu kontak, mekanisme biosorpsi ion logam dapat diketahui apakah terjadi
secara kimia atau fisika. Waktu kontak yang singkat dimana ion logam teradsorpsi
dengan cepat pada biosorben menunjukkan mekanisme biosorpsi terjadi secara
kimia dan sebaliknya waktu kontak yang lama dimana ion logam teradsorpsi
secara lambat pada biosorben menunjukkan mekanisme biosorpsi terjadi secara
fisika (Popuri, dkk., 2007). Melalui waktu kontak yang diperoleh maka kinetika
reaksi dapat diketahui.
Model kinetika yang sering digunakan untuk reaksi adsorpsi adalah model
pseudo (semu)-orde pertama, pseudo (semu)-orde kedua, dan model difusi
intrapartikel (Srivastava, dkk., 2006). Reaksi orde semu dapat didefinisikan
sebagai peningkatan yang dibuat berkelakuan seperti reaksi orde satu dan orde
dua. Keadaan itu berlaku bila salah satu zat yang bereaksi ada dalam jumlah yang
sangat berlebihan atau tetap pada kadar tertentu dibandingkan zat lainnya. Dengan
demikian laju reaksi ditentukan oleh satu reaktan meskipun ada dua reaktan
karena tidak mengalami perubahan kadar yang berarti selama rekasi peruraian
(Atkins, 1999). Kinetika reaksi pada adsorpsi ion logam Pb2+ dan Cr6+ oleh
biomassa fitoplankton Porphyridium cruentum dapat ditentukan dengan
14
menggunakan persamaan diferensial orde satu sebagai berikut (Srivastava, dkk.,
2006):
= 푘 (푞 − 푞 )
푑(푞 − 푞 ) = 푘 푑
푑(푞 − 푞 )(푞 − 푞 ) = −푘 푑
푙푛(푞 − 푞 ) = −푘푡 + 퐶
푙푛(푞 − 푞 ) = −푘푡 + ln 푞
푙푛(푞 − 푞 ) − ln 푞 = −푘푡
푙푛(푞 − 푞 ) = ln 푞 − 푘푡 (1)
dimana qe dan qt berturut merupakan jumlah ion logam Pb2+ dan Cr6+ yang
diadsorpsi (mg.g-1) pada kesetimbangan dan pada waktu tertentu, k1 merupakan
tetapan laju orde reaksi satu (menit-1). Hasil integrasi memberikan persamaan:
푙표푔 = ,
푡 (2)
Persamaan ini dapat ditulis sebagai:
log(푞 − 푞 ) = log q − ,
t (3)
nilai konstanta orde satu (k1), kapasitas adsorpsi dalam keadaan setimbang (qt),
koefisien korelasi (R2) dihitung dari plot log (qe - qt) vs t.
Sedangkan persamaan diferensial kinetika reaksi orde dua adalah sebagai
berikut:
= 푘 (푞 − 푞 ) 2 (4)
15
dimana k2 merupakan tetapan laju orde reaksi dua (g.mg-1.menit-1). Adapun
integrasi dari persamaan ini:
= + 푘 푡 (5)
dalam bentuk linear dapat dituliskan sebagai berikut:
= + 푡 (6)
nilai konstanta orde dua (k2), kapasitas adsorpsi dalam keadaan setimbang (qt),
koefisien korelasi (R2) dihitung dari plot log t/qt vs t.
2.7 Isotermal Adsorpsi
Isotermal adsorpsi merupakan keadaan dimana larutan/gas bebas dan
larutan/gas teradsorpsi berada dalam keseimbangan dinamika, dan penutupan
terfraksi permukaan, bergantung pada tekanan gas pelapis. Ketergantungan θ pada
tekanan dan temperatur tertentu (Atkins, 1999). Untuk menguji data hasil
percobaan ketika terjadi penjerapan ion logam pada lapisan tunggal dapat
digunakan model isotermal Langmuir dan isotermal Freundlich digunakan untuk
adsorpsi pada lapisan yang heterogen. Isoterm Langmuir berdasarkan pada asumsi
permukaan adsorben yang homogen dan energi adsorpsi yang ekivalen pada setiap
sisi penyerapan (Curkovic, dkk., 2000).
2.7.1 Isotermal Adsorpsi Freundlich
Model isotermal adsorpsi Freundlich menggambarkan suatu gaya adsorpsi
fisika yang identik dengan gaya yang menyebabkan kondensasi gas menjadi
cairan atau padatan. Jika molekul-molekul yang mengadsorpsi mendekati
permukaan, ada interaksi antara molekul-molekul dan molekul-molekul pada
16
permukaan yang cenderung mengkonsentrasikan molekul-molekul pada
permukaan dengan cara yang sama dengan cara molekul gas dikondensasikan
pada permukaan dari cairan. Jumlah yang teradsorpsi per gram padatan
bergantung pada luas permukaan spesifik dari padatan, konsentrasi kesetimbangan
zat terlarut dalam larutan (atau tekanan dalam kasus adsorpsi dari fase gas), suhu
dan sifat molekul yang terlibat (Taba, dkk., 2011).
Isotermal Freundlich berlaku pada kondisi adsorpsi yang terjadi pada
berbagai lapisan, persamaan yang digunakan adalah (Ramadhan, dkk., 2008):
푞 = 퐾 C 1/2 (7)
Bentuk linear dari isotermal Freundlich ditunjukkan oleh persamaan:
푙표푔 푞 = log퐾 + ( ) log 퐶 (8)
dimana, qe merupakan banyaknya logam yang terikat per gram sorben (mg.g-1), Ce
adalah konsentrasi kesetimbangan larutan. Sedangkan Kf dan n merupakan
konstanta yang menggabungkan seluruh faktor yang mempengaruhi proses
adsorpsi seperti kapasitas dan intensitas adsorpsi.
2.7.2 Isotermal Adsorpsi Langmuir
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengembangkan teori adsorpsi
yang dapat menerangkan kenyataan-kenyataan eksperimen yang diamati. Pada
sistem sederhana, teori yang diturunkan oleh Langmuir dapat digunakan. Teori ini
dibatasi pada kasus dimana hanya ada satu lapisan molekul dapat diadsorpsi pada
permukaan. Pada adsorpsi fisiska dari fase gas, pembentukan beberapa lapisan
sering terjadi pada tekanan yang tinggi. Desorpsi lapisan tunggal dibedakan oleh
kenyataan bahwa jumlah yang diadsorpsi mencapai nilai maksimum pada
17
konsentrasi sedang (sesuai dengan penutupan sempurna dari permukaan adsorben
oleh lapisan dengan tebal satu molekul) dan menjadi konstanta dengan
penambahan konsentrasi lebih lanjut. Persamaan Langmuir dapat diturunkan dari
penjelasan kinetika atau kesetimbangan. Bentuk yang cocok untuk adsorpsi dari
larutan adalah (Taba, dkk., 2011):
KCe
KCe
1
(9)
Dimana = fraksi permukaan padatan yang ditutupi oleh molekul
adsorban (molekul yang diasorpsi), K = tetapan pada suhu tetap. = qe/qo,
dimana qt = jumlah mg zat terlarut yang terserap per gram adsorben, qo = jumlah
mg zat terlarut per gram adsorben yang diperlukan untuk membentuk lapisan
tunggal (atau disebut juga kapasitas adsorpsi). Dengan mensubstitusi kedalam
persamaan (10) diperoleh (Taba, dkk., 2011):
oo
e
qbqCe
qtC
.1
(10)
Jika Isotermal Langmuir dapat menjelaskan proses adsorpsi dengan baik
maka plot Ce/qt vs Ce akan menghasilkan garis lurus dengan kemiringan (slope) =
1/qo dan intercept = 1/b qo (Taba, dkk., 2011).
2.8 Biomassa dan Penggunaannya sebagai Biosorben
Mikroba telah lama diketahui dapat menyerap logam-logam berat dari
lingkungan eksternalnya secara efisien (Horsfall, dkk., 2006). Penelitian yang
dilakukan oleh Amaliyah (2011), dengan menggunakan biomassa karang sebagai
18
biosorben untuk menangani pencemaran logam berat memperoleh hasil maksimal
dengan penyerapan yang sangat efektif dalam mengakumulasi logam-logam berat.
Saat ini pengolahan secara biologis untuk mengurangi logam berat dalam
air limbah merupakan cara alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan
dibandingkan dengan proses kimia, yang umumnya pada akhir pengolahan limbah
masih ditemukan permasalahan penanganan pembuangan limbah logam yang
telah diolah. Kapasitas pemungutan atau penyerapan logam beberapa biomassa
tersebut bahkan terbukti lebih tinggi dibandingkan dengan penukar ion komersial
(Volesky, dkk., 2004).
2.9 Fitoplankton
Plankton merupakan suatu organisme yang berukuran kecil yang hidupnya
melayang-layang terombang-ambing oleh arus di lautan bebas. Fitoplankton
terdiri dari makhluk hidup hewan yang disebut zooplankton dan tumbuh-
tumbuhan yang disebut fitoplankton. Fitoplankton yang ber sel satu yang penting
adalah golongan diatom dan dinoflagellata (Inansetyo dan Kurniastuty, 1995).
Sebagian besar fitoplankton bersel tunggal. Kelompok yang umum dari
fitoplankton bersel tunggal adalah diatom dan dinoflagellata. Kelompok
fitoplankton diatom, menguasai perairan laut terutama di perairan dingin,
mencapai lebih 1 juta sel/mL, contohnya Chaetoceros calcitrans dan Chaetoceros
gracilis. Kelompok dinoflagellata menguasai perairan tropik dan sub tropik.
Beberapa jenis fitoplankton yang termasuk kelompok dinoflagelata adalah
Chlorella sp, Tetraselmis chuii, Dunaniella sp, Spirulina dan Porpyridium
cruentum (Boney, 1983).
19
Fitoplankton, seperti halnya organisme lain memiliki mekanisme
perlindungan untuk mempertahankan kehidupannya. Menurut Connel Des W.
(1990), mekanisme perlindungan ini melibatkan pembentukan kompleks-
kompleks logam dengan protein dalam sel, sehingga logam dapat terakumulasi
dalam sel tanpa menganggu aktivitasnya. Pada konsentrasi logam yang tinggi,
akumulasi dapat menganggu pertumbuhan sel, karena sistem perlindungan
organisme tidak mampu mengimbangi efek toksisitas logam.
Fitoplankton mempunyai dinding sel yang menutup seluruh permukaan
tubuhnya. Dinding sel fitoplankton dinoflagellata mengandung selulosa dan
berbagai glikoprotein namun pada kelompok diatom tersusun dari silika (Boney,
1983). Dinding sel fitoplankton terdiri atas berbagai senyawa organik seperti
protein, polisakarida, asam alginat dan asam uronat yang dapat berikatan dengan
logam (Greene, dkk., 1986).
Porphyridium cruentum adalah salah satu jenis fitoplankton dari kelompok
dinoflagelata yang merupakan organisme merah bersel satu termasuk kelas
Rhodophyceae, hidup bebas atau berkoloni yang terikat dalam mucilago. Senyawa
mucilago dieksresikan secara konstan oleh sel membentuk sebuah kapsul yang
mengelilingi sel. Mucilago merupakan polisakarida sulfat yang bersifat larut
dalam air (Rebolloso, dkk., 2000).
Sel Porphyridium cruentum berbentuk bulat dengan diameter 4 – 9 µm.
Struktur selnya terdiri dari sebuah nukleus (inti), kloroplas, badan golgi,
mitokondria, lendir, pati, dan vesikel. Porphyridium cruentum dapat hidup di
berbagai habitat alam seperti air laut, air tawar, maupun pada permukaan tanah
20
yang lembab dan membentuk lapisan kemerah-merahan yang sangat menarik.
Struktur sel Porphyridium cruentum dapat dilihat pada Gambar 1 (Boney, 1983):.
Gambar 1. Struktur sel fitoplankton Porphyridium cruentum
Adapun sistematika dan morfologi fitoplankton Porpyridium cruentum
menurut Boney dalam Delviana (2010), sebagai berikut:
Filum : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Bangiales
Subordo : Porpyridaceae
Genus : Porpyridium
Spesies : Porphyridum cruentum
2.9.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fitoplankton
Menurut Uju dan Wahyuni (2007), fitoplankton merupakan tanaman yang
efisien dalam menangkap dan memanfatkan energi matahari dan CO2 untuk
keperluan fotosintesis. Pertumbuhan fitoplankton dipengaruhi oleh beberapa
faktor lingkungan medium, diantaranya: ketersediaan nutrien, suhu, salinitas, pH,
CO2, dan intensitas cahaya dalam medium (Kullenberg, 1987).
21
Harrison dan Berges (2005) menyatakan bahwa salah satu cara untuk
meningkatkan pertumbuhan fitoplankton adalah dengan mengontrol kandungan
nutrien, baik makro maupun mikro pada lingkungan media tempat tumbuhnya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan spesifik
fitoplankton antara lain: medium kultur, temperatur, intensitas cahaya,
karbondioksida, salinitas dan keasaman air laut (Delviana, 2010).
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
fitoplankton Porphyridium cruentum, Pb(NO3)2, K2Cr2O7, akuades, air laut steril,
medium Conway, vitamin, HNO3 p.a, aluminium foil, dan kertas saring Whatman
42.
3.2 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peralatan
gelas yang umum digunakan dalam laboratorium, Safety Sentrifuge Model Fisher,
salinometer, multistirer, bar, wadah/toples, Spektrofotometer Serapan Atom
(SSA) Bulk Scientific model 205 VGP, pH meter, Freeze Dryer, airator, batu
gelembung udara, selang kecil, dan Neraca Digital Ohauss model No. AP 110.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik dan
Laboratorium Kimia Analitik untuk analisis SSA pada Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin dimulai pada
bulan April 2012.
23
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pembuatan Larutan Induk
1. Larutan induk Pb2+ 1000 ppm
Pembuatan larutan induk Pb2+ 1000 ppm dibuat dengan melarutkan Pb(NO3)2
sebanyak 1,598 gram dengan akuades dalam labu ukur 1000 mL.
2. Larutan induk Cr6+ 1000 ppm
Pembuatan larutan induk Cr6+ 1000 ppm dibuat dengan melarutkan K2Cr2O7
sebanyak 0,2828 gram dengan akuades dalam labu ukur 1000 mL.
3.4.2 Mengkultur Fitoplankton Laut Porphyridium cruentum
Air laut steril diukur salinitasnya dengan menggunakan alat Salinometer
lalu disaring dengan kertas saring kemudian dipanaskan/dimasak hingga
mendidih. Setelah itu, dilakukan pertumbuhan dengan memberikan medium
conway dan vitamin kemudian diamati selama 2 minggu di dalam toples.
3.4.3 Pembuatan Biosorben Fitoplankton Laut Porphyridium cruentum
Kultur yang sudah siap dipisahkan dengan cara sentrifugasi pada kecepatan
8000 rpm selama 15 menit. Biomassa yang sudah terpisah dikeringkan dengan
menggunakan alat Freeze Dryer untuk mendapatkan biomassa kering. Biomassa
yang sudah kering kemudian di haluskan agar membentuk butiran-butiran yang
lebih kecil.
24
3.4.4 Penentuan waktu kontak maksimum ion Pb2+ dan Cr6+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum
Larutan logam Pb2+ dan Cr6+ dengan konsentrasi 10 mg/L pada pH 5
disiapkan. Fitoplankton kering sebanyak 15 mg masing-masing ditambahkan ke
dalam 10 mL larutan Pb2+ dan Cr6+. Kedua campuran dikocok dengan magnetik
stirer selama 5 menit dan disaring dengan kertas saring Whatman 42 kemudian
absorbansinya diukur dengan SSA pada panjang gelombang maksimum.
Percobaan kemudian diulangi dengan variasi waktu pengocokan (0, 5, 10, 15, 30
dan 60 menit). Percobaan blanko dilakukan seperti diatas tetapi tanpa penambahan
fitoplankton. Konsentrasi yang diserap tiap waktu dihitung dengan cara:
Konsentrasi teradsorpsi = konsentrasi awal - konsentrasi akhir
Cadsorpsi= (Cawal – Cakhir) (4)
Banyaknya ion-ion logam yang teradsorpsi (mg) per gram biosorben
fitoplankton Porphyridium cruentum ditentukan menggunakan persamaan:
qta
eo
WV)C(C
(5)
dimana qt = jumlah ion logam yang teradsorpsi (mg/g)
Co = konsentrasi ion logam sebelum adsorpsi
Ce = konsentrasi ion logam setelah adsorpsi
V = volume larutan ion logam (L)
Wa = jumlah adsorben, biomassa fitoplankton P. cruentum (g)
Waktu optimum adalah waktu dimana konsentrasi teradsorpsi (Cadsorpsi) terbesar.
25
3.4.5 Penentuan kapasitas biosorpsi ion logam Pb2+ dan Cr6+ oleh fitoplankton laut Porphyridium cruentum
Larutan ion logam Pb2+ dan Cr6+ dengan konsentrasi masing-masing 1, 3,
5, 10, 15, 30 dan 50 mg/L disiapkan. Fitoplankton sebanyak 25 mg dimasukkan
ke dalam tiap-tiap 10 mL larutan tersebut. Campuran dikocok selama waktu
optimum pada pH tertentu kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42.
Absorbansi tiap-tiap filtrat diukur dengan SSA. Percobaan blanko dilakukan
seperti diatas tetapi tanpa pengocokan dengan magnetik stirer.
Isoterm adsorpsi dihitung dalam bentuk interaksi yang terjadi antara logam
berat dengan sorben. Isoterm adsorpsi di buat dengan menggunakan data pada
pengujian penyerapan logam pada variasi konsentrasi. Adapun persamaan dalam
perhitungan ini menggunakan persamaan Freundlich [log (x/m) = log k + 1/n (log
C)] atau persamaan Langmuir (Ce/qt = 1/qob + Ce/qo) dengan mengalurkan log
(x/m) terhadap log C untuk persamaan Freundlich atau Ce/qt terhadap Ce untuk
persamaan Langmuir. Dari intercept persamaan Freundlich diperoleh nilai k
(kapasitas adsorpsi) dan dari slope persamaan Langmuir dapat diperoleh nilai qo
yang berhubungan dengan kapasitas biosorpsi.
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses biosorpsi ion logam dalam biomassa biota perairan dapat
berlangsung melalui berbagai cara dan pada penelitian ini dilakukan perlakuan
dengan variasi waktu dan konsentrasi. Bab ini akan membahas data-data hasil
penelitian mengenai penentuan kondisi optimum yang meliputi waktu kontak,
kapasitas biosorpsi, kinetika reaksi adsorpsi, dan model isotermalnya dengan
menggunakan biosorben fitoplankton laut Porphyridium cruentum terhadap ion
logam Pb2+ dan Cr6+.
4.1 Kemampuan Biosorpsi Ion Logam Pb2+ dan Cr6+ oleh Fitoplankton
Porphyridium cruentum Berdasarkan Variasi Waktu
Proses biosorpsi ion logam oleh sel fitoplankton laut Porphyridium
cruentum yang telah mati sangat dipengaruhi oleh waktu interaksi. Waktu
interaksi optimum ditunjukkan oleh kemampuan sel fitoplankton dalam
mengadsorpsi ion logam berat dalam jumlah yang maksimum.
Waktu interaksi optimum oleh fitoplankton Porphyridium cruentum
terhadap ion logam Pb2+ dan Cr6+ ditentukan dengan menghitung kapasitas
biosorpsi (qe) sebagai fungsi waktu (t). Kapasitas biosorpsi (qe) ion Pb2+ dan Cr6+
sebagai fungsi waktu disajikan pada Gambar 2, berdasarkan data pada Lampiran 8
dan Lampiran 9.
27
Gambar 2. Grafik penentuan waktu interaksi optimum terhadap biosorpsi ion logam Pb2+ dan Cr6+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum
Gambar 2 menunjukkan bahwa kemampuan fitoplankton Porphyridium
cruentum dalam mengakumulasi ion logam Pb2+ mengalami perubahan yakni
dengan adanya peningkatan pada menit ke-5 dan ke-10, kemudian turun pada
menit ke-15 lalu naik lagi pada menit ke-30 kemudian turun kembali sampai
menit ke-60. Menit ke-30 merupakan waktu optimum dengan jumlah ion logam
Pb2+ yang teradsorpsi adalah 0,4156 mg/g pada pH 5 dimana pada pH tersebut
merupakan pH efektif fitoplankton dalam mengadsorpsi ion logam Pb2+
berdasarkan literatur dan penelitian yang telah dilakukan oleh Sri Delviana
(2010). Pada menit ke-15 terjadi penurunan yang diduga karena terjadi proses
reaksi reversibel yang tidak hanya melibatkan kesetimbangan fisika dan kimia
tetapi juga mekanisme dari sel fitoplankton Porphyridium cruentum terhadap ion
logam Pb2+. Selain itu, ketidakstabilan ikatan antara biosorben fitoplankton
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
0 10 20 30 40 50 60 70
Jum
lah
ion
Pb(II
) dan
Cr(
VI) y
ang
diad
sorp
si (q
t, m
g/g)
Waktu, t (menit)
Pb(II)
Cr(VI)
28
Porphyridium cruentum dengan ion logam Pb2+ menyebabkan sebagian kecil dari
partikel logam Pb2+ ada yang terlepas kembali.
Pada penelitian ini, kemampuan biomassa fitoplankton Porphyridium
cruentum dalam mengadsorpsi ion logam Pb2+ lebih baik dibandingkan Cr6+
berdasarkan nilai adsorpsi yang tinggi khususnya pada waktu kontak optimum
yaitu 30 menit. Oleh karena itu, waktu kontak selama 30 menit digunakan sebagai
acuan dalam penentuan kapasitas biosorpsi ion logam Pb2+ dengan biomassa
berdasarkan variasi konsentrasi tertentu selanjutnya.
Sama halnya dengan waktu kontak optimum Pb2+, waktu kontak optimum
Cr6+ dengan biomassa fitoplankton Porphyridium cruentum terjadi pada menit ke-
30 dengan jumlah ion logam Cr6+ yang teradsorpsi adalah 0,0644 mg/g yang
ditunjukkan pada Gambar 2 dengan nilai pH adalah 5. Jumlah ion logam Cr6+
yang teradsorpsi cenderung meningkat seiring dengan semakin lamanya waktu
pengadukan hingga mencapai optimum pada waktu pengadukan 30 menit, namun
setelah mencapai waktu optimum, jumlah ion logam Cr6+ yang teradsoprsi
cenderung menurun. Kondisi ini sesuai dengan teori bahwa semakin lama waktu
kontak antara adsorben (biomassa) dengan zat terlarut (logam) maka akan
semakin banyak zat terlarut yang teradsorpsi. Akan tetapi, jumlah zat terlarut yang
teradsorpsi akan mencapai batas maksimum pada waktu tertentu, dimana adsorben
kurang mampu lagi mengadsorpsi karena terjadi kejenuhan ion logam Cr6+ pada
permukaan adsorben.
Dari hasil penelitian diperoleh pada waktu kontak 30 menit fitoplankton
Porphyridium cruentum dapat menyerap ion logam Cr6+ paling besar
29
dibandingkan waktu kontak yang lainnya, sehingga hasil ini digunakan untuk
penelitian lebih lanjut pada variasi konsentrasi tertentu.
4.2 Kapasitas Biosorpsi Ion Logam Pb2+ dan Cr6+ oleh Fitoplankton
Porphyridium cruentum Berdasarkan Variasi Konsentrasi Konsentrasi larutan ion logam, waktu dan pH merupakan parameter yang
sangat penting terhadap kemampuan adsorpsi suatu biomassa. Pada penentuan
kapasitas biosorpsi ini pH yang digunakan adalah pH 5 yang merupakan pH
efektif suatu fitoplankton dalam menyerap logam seperti yang telah dilakukan
pada penelitian Sri Delviana (2010). Pengaruh konsentrasi ion logam Pb2+ dan
Cr6+ dalam proses biosorpsi ditunjukkan pada Gambar 3 berdasarkan data
Lampiran 12 dan Lampiran 13.
Gambar 3. Grafik hubungan antara konsentrasi ion logamPb2+ dan Cr6+ setelah adsorpsi (mg/L) dengan jumlah ion Pb2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi (mg/g)
0
2
4
6
8
10
12
0 10 20 30 40 50
Jum
lah
ion
Pb(II
) dan
Cr(
VI) y
ang
diad
sorp
si(q
t, m
g/g)
Konsentrasi (ce, mg/L)
Pb(II)
Cr(VI)
30
Gambar 3 menunjukkan pengaruh berbagai variasi konsentrasi ion logam
Pb2+ dan Cr6+ terhadap kemampuan adsorpsi biomassa fitoplankton Porphyridium
cruentum. Kemampuan maksimum biomassa dalam mengadsorpsi ion logam Pb2+
tercapai pada konsentrasi 15 mg/L meskipun terjadi peningkatan pada konsentrasi
30 mg/L dan 50 mg/L. Berdasarkan pola kurva adsorpsi pada Gambar 3 terlihat
bahwa laju adsorpsi meningkat dari 1 mg/L ke 15 mg/L kemudian konstan dan
meningkat secara signifikan pada konsentrasi 30 mg/L dan 50 mg/L. Peningkatan
hasil adsorpsi secara signifikan ini diakibatkan karena terjadi pengendapan pada
larutan logam yang memiliki konsentrasi lebih tinggi sehingga menyebabkan
pembacaan pada AAS lebih sedikit.
Pada Gambar 3 tampak pengaruh berbagai variasi konsentrasi ion logam
Cr6+ terhadap kemampuan adsorpsi biomassa fitoplankton Porphyridium
cruentum dimana kemampuan adsorpsi maksimum biomassa tercapai pada
konsentrasi 10 mg/L lalu terjadi peningkatan dari 1 mg/L ke 10 mg/L kemudian
menurun pada konsentrasi 15 mg/L yang diakibatkan karena biosorben telah
mengalami kejenuhan, namun terjadi peningkatan secara signifikan pada
konsentrasi 30 mg/L dan 50 mg/L yang disebabkan karena pada konsentrasi
tersebut terjadi pengendapan logam Cr6+ yang mengandung konsentrasi yang lebih
tinggi yang mempengaruhi hasil pembacaan AAS menjadi lebih sedikit.
4.3 Kinetika Orde Reaksi Adsorpsi Ion Logam Pb2+ dan Cr6+ oleh
Fitoplankton Porphyridium cruentum Untuk mengetahui kinetika biosorpsi ion logam Pb2+ dan Cr6+ oleh
fitoplankton Porphyridium cruentum, maka data yang diperoleh dimasukkan
31
dalam dua model kinetika yaitu persamaan reaksi orde satu semu dan persamaan
reaksi orde dua semu sehingga menghasilkan grafik seperti pada Gambar 4. Data
hasil perhitungan waktu (t) dan qt serta t/qt dapat dilihat pada Lampiran 8 dan
Lampiran 9.
(a)
(b)
y = -0,013x - 2,301R² = 0,051
y = -0,001x + 0,085R² = 0,172
-4
-3,5
-3
-2,5
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
0 10 20 30 40 50 60 70
log
(qe-
qt)j
umla
hio
n lo
gam
Pb (I
I) da
n Cr
(VI)
tera
dsor
psi
Waktu kontak (menit)
Pb(II)
Cr(VI)
y = 0,272x - 0,030R² = 0,993
y = 1,662x + 0,361R² = 0,996
-20
0
20
40
60
80
100
120
0 10 20 30 40 50 60 70
t/q t
(men
it/g/
mg)
Waktu kontak (menit)
Pb(II)
Cr(VI)
Gambar 4. Grafik kinetika orde satu semu (a) dan orde dua semu (b) untuk adsorpsi ion logam Pb2+ dan Cr6+ oleh biomassa fitoplankton Porphyridium cruentum
32
Nilai kesetimbangan adsorpsi (qt) ion logam Pb2+ oleh biomassa
fitoplankton Porphyridium cruentum model orde satu semu adalah 0,005 mg/g
(Lampiran 14). Bila nilai ini dibandingkan dengan nilai qt yang diperoleh secara
eksperimen yakni 4,15 mg/g (Lampiran 8), maka nilai qt dari model reaksi orde
satu semu memiliki perbedaan yang cukup jauh dari nilai qt eksperimen.
Sedangkan nilai koefisien korelasinya (R2) adalah 0,015, nilai ini lebih kecil dari
angka satu.
Sedangkan nilai kesetimbangan adsorpsi (qt) yang diperoleh dari model
reaksi orde dua semu adalah 3,68 mg/g (Lampiran 14). Nilai ini lebih mendekati
nilai qt yang diperoleh secara eksperimen yakni 4,15 mg/g, dan nilai koefisien
korelasinya (R2) adalah 0,993 mendekati nilai 1. Hasil ini menunjukkan bahwa
adsorpsi ion logam Pb2+ oleh biomassa Porphyrididum cruentum mengikuti model
reaksi orde dua semu. Perbandingan nilai konstanta reaksi, koefisien korelasi (R2)
dan nilai kesetimbangan adsorpsi (qt) masing-masing orde reaksi satu semu dan
orde reaksi dua semu dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan konstanta reaksi orde satu semu dan orde dua semu
penjerapan ion logam Pb2+ oleh biomassa Porphyridium cruentum
Orde Satu Semu Orde Dua Semu qt eksperimen
(mg/g) k1 ads
(menit-1) qt
(mg/g) R2
k2 ads (menit-1)
qt (mg/g) R2
-0,029 0,005 0,051 -2,46 3,68 0,993 4,15
Dilain sisi, nilai kesetimbangan adsorpsi (qt) ion logam Cr6+ oleh biomassa
fitoplankton Porphyridium cruentum model orde satu semu adalah 1,22 mg/g
33
(Lampiran 15). Bila nilai ini dibandingkan dengan nilai qt yang diperoleh secara
eksperimen yakni 0,64 mg/g (Lampiran 9), maka nilai qt dari model reaksi orde
satu semu sangat mendekati nilai qt eksperimen. Sedangkan nilai koefisien
korelasinya (R2) adalah 0,172, nilai ini lebih kecil dari angka satu.
Sedangkan nilai kesetimbangan adsorpsi (qt) yang diperoleh dari model
reaksi orde dua semu adalah 0,60 mg/g (lampiran 15). Nilai ini sedikit mendekati
nilai qt yang diperoleh secara eksperimen yakni 0,64 mg/g, dan nilai koefisien
korelasinya (R2) adalah 0,996 yang mendekati nilai 1. Hasil ini menunjukkan
bahwa adsorpsi ion logam Cr6+ oleh biomassa Porphyridium cruentum mengikuti
model reaksi orde dua semu.
Perbandingan nilai konstanta reaksi, koefisien korelasi (R2) dan nilai
kesetimbangan adsorpsi (qt) masing-masing orde reaksi satu semu dan orde reaksi
dua semu dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan konstanta reaksi orde satu semu dan orde dua semu penjerapan ion logam Cr6+ oleh biomassa Porphyridium cruentum
Orde Satu Semu Orde Dua Semu qt
eksperimen (mg/g)
k1 ads (menit-1)
qt (mg/g) R2
k2 ads
(menit-1) qt
(mg/g) R2
-2,303 x 10-3 1,22 0,172 7,69 0,60 0,996 0,64
4.4 Model Adsorpsi Ion Logam Pb2+ dan Cr6+ oleh Fitoplankton
Porphyridium cruentum Kemampuan biosorpsi dapat dievaluasi dari data efektivitas adsorpsi
biomassa sebagai fungsi konsentrasi dengan menggunakan isotermal adsorpsi La-
34
ngmuir dan Freundlich.
Gambar 5. Grafik isotermal Langmuir (a) dan Freundlich (b) biosorpsi ion logam Pb2+ dan Cr6+ pada berbagai tingkat konsentrasi oleh fitoplankton Porphyridium cruentum
(a)
(b)
y = 0,011x + 1,771R² = 0,015
y = -0,180x + 24,53R² = 0,105
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 10 20 30 40 50
C e/q
t
Ce
Pb(II)
Cr(VI)
y = 1,002x - 0,241R² = 0,923
y = 1,059x - 1,375R² = 0,955
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
-0,5 0 0,5 1 1,5 2log
q t
log ce
Pb(II)
Cr(VI)
35
Model adsorpsi yang paling memenuhi untuk ion logam Pb2+ adalah
isotermal Freundlich, dimana nilai koefisien korelasinya (R2) adalah 0,923
sedangkan nilai R2 dari kurva isotermal Langmuirnya adalah 0,015. Model
adsorpsi yang sesuai untuk ion logam Cr6+ juga adalah isotermal Freundlich
dimana nilai koefisien korelasi (R2) adalah 0,955 sedangkan nilai R2 dari kurva
isotermal Langmuir adalah 0,105 (Gambar 5).
Nilai koefisien korelasi (R2) yang besar pada kurva isotermal Freundlich
mengindikasikan proses biosorpsi ion logam memiliki cakupan lapis heterogen
pada biomassa. Biosorpsi ion logam Pb2+ dan Cr6+ pada biomassa fitoplankton
Porphyridium cruentum terjadi interaksi antara gugus fungsi pada permukaan
fitoplankton dan molekul-molekul dari cairan. Biosorben berbeda dapat
memberikan karakteristik penjerapan yang berbeda, sehingga kesesuaian dari
isotermal adsorpsi sangat bergantung pada jenis biosorben yang digunakan.
Efektivitas biosorpsi ion logam Pb2+ dan Cr6+ oleh fitoplankton
Porphyridium cruentum berdasarkan data (Lampiran 16,17 dan Lampiran 18,19)
dan intersep kurva isotermal Langmuir untuk ion logam Pb2+ diperoleh kapasitas
adsorpsi (qo) sebesar 90,9 mg/g, sedangkan dari kemiringan/gradien kurva
isotermal Freundlich diperoleh nilai kapasitas adsorpsi (K) sebesar 0,57 mg/g
sedangkan intersep kurva isotermal Langmuir untuk ion logam Cr6+, kapasitas
adsorpsi (qo) yang diperoleh sebesar -5,56 mg/g dan slope kurva isotermal
Freundlich diperoleh nilai kapasitas adsorpsi (K) sebesar 0,042 mg/g. Biosorben
yang paling baik digunakan dalam penjerapan ion logam adalah yang memiliki
nilai koefisien korelasi (R2) yang paling besar.
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa biomassa fitoplankton Porphyridium cruentum dapat
digunakan sebagai biosorben ion logam Pb2+ dengan waktu kontak dan kapasitas
adsorpsi optimum adalah 30 menit dan 15 mg/L, dan Cr6+ dengan waktu kontak
dan kapasitas adsorpsi optimum adalah 30 menit dan 10 mg/L. Kinetika (orde)
reaksi dari biosorpsi ion logam Pb2+ dan Cr6+ oleh fitoplankton Porphyridium
cruentum lebih mengikuti model reaksi orde dua semu sesuai dengan nilai
kesetimbangan adsorpsi (qe) dan nilai koefisien korelasinya. Sedangkan, untuk
model isotermal biosorpsi fitoplankton laut Porphyridium cruentum terhadap ion
logam Pb2+ lebih sesuai dengan isotermal Freundlich dengan K (kapasitas
adsorpsi) sebesar 0,57 mg/g (R2 = 0,923) sedangkan ion logam Cr6+ juga lebih
sesuai dengan isotermal Freundlich dimana nilai K (kapasitas adsorpsi) sebesar
0,042 mg/g (R2 = 0,955).
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian
dengan parameter yang lain seperti pengaruh suhu dengan variasi tertentu,
kecepatan pengadukan, dan proses desorpsi ion logam Pb2+ dan Cr6+ oleh
fitoplankton laut Porphyridium cruentum dan beberapa ion logam dan biomassa
lainnya serta menggunakan alat instrumen lain seperti FTIR.
37
DAFTAR PUSTAKA
Amaliyah R., 2011, Pemanfaatan Karang sebagai Biosorben Ion Logam Ni(II)
skripsi tidak diterbitkan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Anderson, R. A., 1997, Chromium As an Essential Nutrient for Human,
Reg. Toxicol. Pharmacol., 26 : 534-541.
Atkins, P. W., 1999, Kimia Fisika Jilid 2 Edisi Keempat, Terjemahan; Kartohadiprodjo I. Erlangga : Jakarta.
Boney, A. D., 1983, Phytoplankton, Edwar Arnold (Publisher) Limited, London. Connel Des W., Gregory J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran,
Terjemahan; Yanti K., Sahati. Jakarta: UI-Press.
Curkovic, L., Cerjan-Stefanovic, S. dan An-Mioe, A.R., 2000, Batch Pb2+ and Cu2+ Removal By Electric Furnace Slag, Wat. Res, 35 (14): 3436-3440.
Darmono, 1995, Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, UI-Press, Jakarta. Delviana, S., 2010, Pengaruh Penambahan Glutation Pada Bioakumulasi Ion
Pb2+ dan Cr6+ Oleh fitoplankton Laut Porphyridium cruentum, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Fatimah, 2011, Studi Bioremediasi Ion Logam Co(II) dan Zn(II) dengan
Menggunakan Fitoplankton Laut Porphyridium cruentum skripsi tidak diterbitkan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Greene, B., Hosea, M., McPherson, R., Henzi, M., Alexander, M. D., dan Darnall,
D. W., 1986, Interaction of Gold (I) and Gold (III) Complexes with Algal Biomass, Environ. Sci. Technol, 20, (6): 627-632.
Godlewska-Zylkiewicz, B., dan Kazokawa, 2005, Microorganisms In Inorganic
Chemical Analysis, J. Analytical and Bioanalytical Chemistry, 384 (1): 114-123.
Harris, P. O. and Ramelow, G. J., Binding of Metal Ions by Particulate Biomass
Derivated from Chlorella vulgaris and Scenedismus quadricauda, Environ. Sci. Technol, (24):2.
Harrison, P. J., dan Berges, J. A., 2005, Marine Culture Media, In : R. A.
Andersen (Eds), Algal Culturing Techniques, National Institute Enveronmental Studies. Academic Press. America:21 - 60.
38
Haryoto dan Wibowo, A., 2004, Kinetika Bioakumulasi logam Berat Cadmium
oleh Fitoplankton Chlorella sp. Lingkungan Perairan Laut, Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, 5, (2): 89-103.
Henry, J. R., 2000, An Overview of The Phytoremediation of Lead and Recovery,
(online), (http://www.chem-in.org/download/studentpapers/henry.pdf diakses tanggal 27 September 2011).
Horsfall Jnr, M., F.E. Ogban & E.E. Akporhonor, 2006, Recovery of lead and
cadmium ions from metal-loaded biomass of wild cocoyam (Caladium bicolor) using acidic, basic and neutral eluent solutions. Elec. J. Biotech., 9,152-156.
Inansetyo dan Kurniastuti, 1995, Tehnik Kultur Fitoplankton dan Zooplankton.
Yogyakarta: Kasinus. Imay, A., and Golyna E. F., 1990, Effects Of pH and The Oxidation State of
Chromium On The Behavior Of Chromium In The Activated Sludge Process. Water Res, 24, 1143-1150.
Kabinawa, I. N. K., 2001, Mikroalga Sebagai Sumber Daya Hayati (SDH)
Perairan dalam Perspektif Bioteknologi, Puslitbang Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor: 5 – 13.
Kullenberg, G., 1987, Pollutant Transfer and Transport in The Sea, CRC Press Inc., Florida.
Liang L. N., Hu J. T., Chen D. Y., Zhou Q. F., He B., Jiang G. B., 2004, Bulletin
Environ. Contamin. Toxicol., 72: 937. Masnawati, 2011, Studi Bioremediasi Ion Logam Cu(II) dan Mn(II) dengan
Menggunakan Fitoplankton Laut Porphyridium cruentum skripsi tidak diterbitkan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Nic, R., 2001, AnIntroductionofSurfaceChemistry, (Online), (http://www. Chem.
Qurm. ac. vk/survace/scc,diakses 10 November 2011). NomanbhayS. M. Dan PalanisamyK., 2005, Removal Of Heavy Metal From
Industrial Wastewater Using Chitosan Coated Oil Palm Shell Charcoal, J.Elect.Biotechnol, 8: 43-53.
Palar, H., 1994, Pencemaran dan Toksisitas Logam Berat, Rineka Cipta, Jakarta.
39
Popuri, S. R., Jammala, A., Reddy, K. V., and Abburi, K., 2007, Biosorption of hexavalent chromium using tamarind (Tamarindus indica) fruit shell-a comparative study, Electronic J. Of Tech., vol. 10, no. 3.
Putra, S. E. dan Putra, J. A., 2006, Bioremoval, Metode Alternatif Untuk
Menanggulangi Pencemaran Logam Berat, (Online), (www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=95 - 34k, diakses 09 September 2011).
Ramachandra, T. V., Ahalya, N and Kanamadi, R. D., 2008, Biosorption:
Techniques and Mechanisms, CES Report, (Online) 110, (http://www.ces.iisc.ernet.in/biodiversity/pubs/ces_tr/TR110/TR110_TVR_CES.pdf, diakses 20 September 2011).
Ramadhan, B., Handayani, K., 2008, Biosorpsi Logam Berat Cr(VI) dengan Menggunakan Biomassa Saccharomyces cereviseae Program Studi Teknik sipil dan Lingkungan, ITB, Bandung.
Rebolloso, F. M. M., Aciean Fernandez, G. G., Sanchez Perez, J. A., Guil Guerrero, J. L., 2000, Biomass Nutrient Profiles of The Microalgae Porphyridium cruentum, Food Chemistry, 70:345 - 353.
Romera, E., Gonza´lez, F., Ballester, A., Bla´zquez, M. L., and Mun˜oz, J. A., 2007, Comparative Study of Biosorption of Heavy Metals using Different Types of Algae, Bioresource Technology, (Online) 98, (http://www.ucm.es/info/biohidro/Publicaciones%20del%20Grupo/Bioresour%20Technol%2098,2007,3344.pdf, diakses 26 September 2011).
Sembodo, B. S. T., 2006,Model Kinetika Langmuir untuk Adsorpsi Timbal pada Abu Sekam Padi, Ekuilibrium, (Online) 5 (1), (http://tk.uns.ac.id/file/Ekuilibrium/volume.pdf, diakses 11 September 2011), 28-33.
Shah, S. B., 2008, Study of Heavy Metal Accumulation in Scleractinian Corals of Viti Levu, Fiji Islands, Master Thesis, School of Biological, Chemical and Environmental Sciences Faculty of Science and Technology & School of Marine Sciences Faculty of Islands and Oceans University of the South Pacific Suva, Fiji Islands, (Online), (http://www.crisponline.net/Portals/1/PDF/Study_Heavy_metal_accumulation.pdf, diakses 25 September 2011).
Siregar, E. B. M., 2005, Pencemaran Udara, Respon Tanaman dan Pengaruhnya pada Manusia, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Srivastava, V. C., Mall, I. D., and Mishra I. M., 2006, “Characterization of Mesoporous Rice Husk Ash (RHA) and Adsorption Kinetics of Metal Ions From Aqueous Solution Onto RHA”, J. Hazard. Mater, 134(1-3): 257-267.
40
Stary, J., Karatzer, K. and Prasilova, J., 1983, The Acumulation of Alkali Earths and Alkali Metals on Alga, Int. J. Environ. Anal. Chem, 14: 161-167.
State of Ohio EPA, 2002, Pollution Prevention Opportunities for PBT Chemicals for Chromium and Chromium Compounds, J. State of Ohio Environmental Protection Agency, 91, 1-4.
Stirk, W. A. and Staden, J. V., 2002, Desorption of Cadmium and the Reuse of Brown Seaweed Derived Products as Biosorbent Botanica Marina, 45: 9-16.
Suhdi, 2004, Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut, Buku 5, Balai Riset dan Standarisasi Industri dan Perdagangan (Baristand Indag), Surabaya.
Suhendrayatna, 2001, Bioremoval Logam Berat dengan menggunakan
Mikroorganisme, disampaikan dalam Seminar Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21, pada tanggal 3 Oktober 2011.
Sunardi, 2006, Unsur – Unsur Kimia, Program Studi Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNLAM, Banjarbaru-KALSEL. Svehla, G., 1985, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro,
Edisi Kelima, PT Kalman Media Pusaka, Jakarta. Taba, P., Zakir, M., Kasim, A. H., dan Fauziah, S., 2011, Buku Penuntun
Praktikum kimia Fisika, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Uju dan Wahyuni, M., 2007, Pengembangan Marine Biodiesel Dari Mikroalga
Sebagai Sumber Energi Alternatif Potensial Masa Depan, Himpunan Mahasiswa Kimia Universitas Brawijaya, Malang.
Volesky, B., 1999, Biosorption for the Next Century, Biohydrometallurgy and the
Environment Toward the Mining of the 21st Century, Process Metallurgy, (Online) 9 (2), (http://www.sciencedirect.com/science/bookseries/, diakses 10 September 2011).
Vouk, V., 1986, General Chemistry of Metals, in : Freiberg, L., Nordberg, G. F., and Vouk, V. B., (Eds) Handbook on The Toxicology of Metals, Elsevier, New York.
Widyawati, P. S., 2006, Kinetika Adsorpsi Ion Besi (II) Oleh Biomassa
Chaetoceros sp., Puslitbang Biota, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 11, (3): 159-166.
41
Widowati, W., Sastiono, A., dan Jusuf R., 2008, Efek Toksik Logam, Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran, Penerbit ANDI, Yogyakarta.
42
Lampiran 1. Skema Pembuatan Larutan Induk
1. Larutan Induk Pb2+
Di larutkan dalam akuades dalam labu ukur 1000 mL
2. Larutan Induk Cr6+
Di larutkan dalam akuades dalam labu ukur 1000 mL
Lampiran 2. Skema Pembuatan Kultur Fitoplankton
Diukur salinitasnya dengan menggunakan alat salinometer
Dipanaskan/dimasak hingga mendidih Disaring dengan menggunakan kertas
saring
Ditempatkan dalam wadah/toples selama 2 minggu
Diberikan Medium Conway dan vitamin
Diamati
0,2828 gram K2Cr2O7
Larutan Induk Cr6+ 1000 ppm
Air Laut
Air Laut Steril
Fitoplankton
Kultur Fitoplankton
1,598 gram Pb(NO3)2
Larutan Induk Pb2+ 1000 ppm
43
Lampiran 3. Skema Pembuatan Biosorben Fitoplankton
Dipisahkan dengan cara sentrifugasi
pada kecepatan 8000 rpm selama 15 menit
Dikeringkan dengan menggunakan alat Freeze Dryer
Ditumbuk/dihaluskan hingga terbentuk butiran kecil
Lampiran 4. Skema Penentuan Waktu Kontak Maksimum Biosorpsi
Dimasukkan ke dalam 10 mL larutan Pb(II) dan Cr(VI) dengan konsentrasi 10 mg/L pada pH 5
Disentrifugasi dengan variasi waktu 0, 5, 10, 15, 30, dan 60 menit
Disaring
Dianalisis dengan SSA
Filtrat Residu
15 mg serbuk fitoplankton
Penentuan waktu optimum
Kultur Fitoplankton
Biosorben
44
Lampiran 5. Skema Penentuan Kapasitas Optimum Biosorpsi
Dimasukkan ke dalam 10 mL masing-masing larutan Pb(II) dan Cr(VI) dengan variasi konsentrasi 1, 3, 5, 10, 15, 30 dan 50 mg/L
Disentrifugasi selama waktu optimum
Disaring
Dianalisis dengan SSA
Filtrat
Residu
25 mg serbuk fitoplankton
Penentuan kapasitas optimum
45
Lampiran 6. Data absorbansi untuk penentuan waktu optimum biosorpsi ion Pb2+ dengan menggunakan Buck Model 205 VGP AAS
Konsentrasi
(mg/L) Absorban
0
1
2
3
5
10
20
0
0,009459
0,017077
0,024408
0,041875
0,081306
0,159043
y = 0,007x + 0,001R² = 0,999
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
0,14
0,16
0,18
0 5 10 15 20 25
Abso
rban
Konsentrasi (mg/L)
46
Lampiran 7. Data absorbansi untuk penentuan waktu optimum biosorpsi ion Cr6+ dengan menggunakan Buck Model 205 VGP AAS
Konsentrasi
(mg/L) Absorban
0
1
2
3
5
10
0
0,075493
0,143258
0,202485
0,324083
0,571813
y = 0,056x + 0,021R² = 0,993
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0 2 4 6 8 10 12
Abso
rban
Konsentrasi (mg/L)
47
Lampiran 8. Hasil penentuan waktu optimum biosorpsi ion logam Pb2+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum
No. Waktu (Menit)
Co (mg/L)
Ce (mg/L)
Volume (mL)
Wa (mg)
qt (mg/g)
qe (mg/g) Log (qe-qt) t/qt
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 5 9,8333 4,8666 0,01 0,015 3,3111 0,1435 -3,1676 1,5100 3 10 9,8333 4,2333 0,01 0,015 3,7333 0,2777 -3,4556 2,6785 4 15 9,8333 4,7500 0,01 0,015 3,3888 0,3972 -2,9916 4,4263 5 30 9,8333 3,6000 0,01 0,015 4,1555 0,7397 -3,4158 7,2193 6 60 9,8333 4,4333 0,01 0,015 3,6000 1,2 -2,4 16,6666
q ( ) 푞
dimana: qt = jumlah ion logam teradsorpsi (mg/g) dimana: t = lama waktu untuk mengadsorpsi (menit)
Co = konsentrasi ion logam sebelum adsorpsi (mg/L) h = intercept dari kurva orde dua
Ce = konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/L) qe = jumlah ion logam teradsorpsi (mg/g)
V = volume larutan ion logam (L)
Wa = jumlah biosorben fitoplankton P. cruentum (g)
48
Lampiran 9. Hasil penentuan waktu optimum biosorpsi ion logam Cr6+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum
No. Waktu (Menit)
Co (mg/L)
Ce (mg/L)
Volume (L)
Wa (g)
qt (mg/g)
qe (mg/g) Log (qe-qt) t/qe
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 5 9,6333 8,9600 0,01 0,015 0,4488 0,5973 0,1485 11,1408 3 10 9,6333 8,8000 0,01 0,015 0,5555 0,6565 0,1010 18,0018 4 15 9,6333 8,7000 0,01 0,015 0,6222 0,7029 0,0807 24,1080 5 30 9,6333 8,6667 0,01 0,015 0,6444 0,6851 0,0407 46,5549 6 60 9,6333 8,7500 0,01 0,015 0,5888 0,6052 0,0164 101,9012
q ( ) 푞
dimana: qt = jumlah ion logam teradsorpsi (mg/g) dimana: t = lama waktu untuk mengadsorpsi (menit)
Co = konsentrasi ion logam sebelum adsorpsi (mg/L) h = intercept dari kurva orde dua
Ce = konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/L) qe = jumlah ion logam teradsorpsi (mg/g)
V = volume larutan ion logam (L)
Wa = jumlah biosorben fitoplankton P. cruentum (g)
49
Lampiran 10. Data absorbansi untuk penentuan isotermal adsorpsi ion Pb2+ dengan menggunakan Buck Model 205 VGP AAS
Konsentrasi
(mg/L) Absorban
0
1
2
3
5
10
20
30
0
0,012807
0,023986
0,036161
0,058215
0,113526
0,207881
0,300478
y = 0,01x + 0,005R² = 0,998
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
0 5 10 15 20 25 30 35
Abso
rban
Konsentrasi (mg/L)
50
Lampiran 11. Data absorbansi untuk penentuan isotermal adsorpsi ion Cr6+ dengan menggunakan Buck Model 205 VGP AAS
Konsentrasi
(mg/L) Absorban
0
0,1
0,5
1
2
3
5
10
0
0,008042
0,035707
0,074124
0,136313
0,192751
0,299101
0,533080
y = 0,053x + 0,015
R² = 0,993
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0 2 4 6 8 10 12
Abso
rban
Konsentrasi (mg/L)
51
Lampiran 12. Hasil penentuan isotermal adsorpsi io logam Pb2+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum
No. Co (mg/L)
Ce (mg/L)
Volume (L)
Wa (g)
qt (mg/g)
Ce/qt Log Ce Log qt
1 1,0666 0,6066 0,01 0,025 0,1840 3,2967 -0,2170 -0,7351
2 2,9333 1,0366 0,01 0,025 0,7586 1,3664 0,0156 -0,1199
3 5,9666 1,9766 0,01 0,025 1,5959 1,2385 0,2959 0,2030
4 9,7000 3,0333 0,01 0,025 2,6666 1,1375 0,4819 0,4259
5 12,500 5,1666 0,01 0,025 2,9333 1,7613 0,7132 0,4673
6 26,7666 12,0333 0,01 0,025 5,8933 2,0418 1,0803 0,7703
7 47,5 21,6666 0,01 0,025 10,3333 2,0967 1,3357 1,0142
q ( )
dimana: qt = jumlah ion logam teradsorpsi (mg/g)
Co = konsentrasi ion logam sebelum adsorpsi (mg/L)
Ce = konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/L)
V = volume larutan ion logam (L)
Wa = jumlah biosorben fitoplankton P. cruentum (g)
52
Lampiran 13. Hasil penentuan isotermal adsorpsi ion logam Cr6+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum
No. Co (mg/L)
Ce (mg/L)
Volume (L)
Wa (g)
qt (mg/g) Ce/qt Log Ce Log qt
1 1 0,9 0,01 0,025 0,04 22,5 -0,0457 -1,3979
2 3,1 2,7666 0,01 0,025 0,1333 20,7546 0,4419 -0,8751
3 5,1467 4,5733 0,01 0,025 0,2293 19,9446 0,6602 -0,6395
4 9,0666 8,0666 0,01 0,025 0,4 20,1665 0,9066 -0,3979
5 14 13,1660 0,01 0,025 0,3336 39,4664 1,1194 -0,4767
6 28,6666 25 0,01 0,025 1,4666 17,0462 1,3979 0,1663
7 48 41 0,01 0,025 2,8 14,6428 1,6127 0,4471
q ( )
dimana: qt = jumlah ion logam teradsorpsi (mg/g)
Co = konsentrasi ion logam sebelum adsorpsi (mg/L)
Ce = konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/L)
V = volume larutan ion logam (L)
Wa = jumlah biosorben fitoplankton P. cruentum (g)
53
Lampiran 14. Hasil perhitungan nilai k1 dan k2 biosorpsi ion logam Pb2+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum berdasarkan persamaan orde satu semu dan orde dua semu
Penentuan nilai tetapan orde satu semu (k1):
y = -0,013x – 2,301
log(푞 − 푞 ) = log q − k
2,303 t
intersep = log qt
-2,301 = log qt
qt = 5 x 10-3 mg/g
,
= −0,013
푘 − 0,029 menit-1
Penentuan nilai tetapan orde dua semu (k2):
y = 0,272x - 0,030
= + 푡
slope =
0,272 =
qt = 3,68 mg/g
푖푛푡푒푟푠푒푝 =1
푘2푞 푒
k2 = , ( , )
k2 = -2,46 menit-1
54
Lampiran 15. Hasil perhitungan nilai k1 dan k2 biosorpsi ion logam Cr6+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum berdasarkan persamaan orde satu semu dan orde dua semu
Penentuan nilai tetapan orde satu semu (k1):
y = -0,001x + 0,085
log(푞 − 푞 ) = log q − k
2,303 t
intersep = log qt
0,085 = log qt
qt = 1,22 mg/g
,
= −0,001
푘 − 2,303 푥 10 -3 menit-1
Penentuan nilai tetapan orde dua semu (k2):
y = 1,662x + 0,361
= + 푡
slope =
1,662 =
qt = 0,60 mg/g
푖푛푡푒푟푠푒푝 =1
푘2푞 푒
k2 = , ( , )
k2 = 7,69 menit-1
55
Lampiran 16. Hasil perhitungan kapasitas biosorpsi ion logam Pb2+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum untuk isotermal Langmuir
Persamaan:
o
e
o
e
qC
bq1
qC
t
Dimana:
Ce = konsentrasi kesetimbangan larutan (mg/L)
qt = jumlah zat yang diadsorpsi per gram adsorben (mg/g)
qo = kapasitas adsorpsi (mg/g)
b = intensitas adsorpsi (L/mg)
qtC
y e ; x = Ce
oq1slope intersep =
bq1
o
oq1011,0 1,771 =
b)9,90(1
011,01qo b =
)771,1)(9,90(1
qo = 90,9 mg/g b = 6,21 x 10-3 L/mg
y = 0,011x + 1,771
56
Lampiran 17. Hasil perhitungan kapasitas biosorpsi ion logam Pb2+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum untuk isotermal Freundlich
Persamaan:
log qt = log Kf + 1/n log Ce
Dimana:
qt = jumlah logam yang terikat per gram sorben (mg/g)
Ce = konsentrasi keseimbangan larutan (mg/L)
Kf = kapasitas adsorpsi (mg/g)
n = intensitas adsorpsi (L/g)
qe logy ; eClogx
Intersep = klog slope = n1
-0,241 = klog 1,002 = n1
k = inv log -0,241 n = 002,11
k = 0,57 mg/g n = 0,99 L/g
y = 1,002x - 0,241
57
Lampiran 18. Hasil perhitungan kapasitas biosorpsi ion logam Cr6+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum untuk isotermal Langmuir
Persamaan:
o
e
o
e
qC
bq1
qC
t
Dimana:
Ce = konsentrasi kesetimbangan larutan (mg/L)
qt = jumlah zat yang diadsorpsi per gram adsorben (mg/g)
qo = kapasitas adsorpsi (mg/g)
b = intensitas adsorpsi (L/mg)
qtC
y e ; x = Ce
oq1slope intersep =
bq1
o
oq1180,0 24,53 =
b)56,5(1
180,01q o
b = )53,24)(56,5(
1
qo = -5,56 b = -7,33 x 10-3 L/mg
y = -0,180x + 24,53
58
Lampiran 19. Hasil perhitungan kapasitas biosorpsi ion logam Cr6+ oleh fitoplankton Porphyridium cruentum untuk isotermal Freundlich
Persamaan:
log qt = log Kf + 1/n log Ce
Dimana:
qt = jumlah logam yang terikat per gram sorben (mg/g)
Ce = konsentrasi keseimbangan larutan (mg/L)
Kf = kapasitas adsorpsi (mg/g)
n = intensitas adsorpsi (L/g)
Kf logy ; eClogx
Intersep = klog slope = n1
-1,375 = klog 1,059 = n1
k = inv log -1,375 n = 059,11
k = 0,042 mg/g n = 0,9442 L/g
y = 1,059x – 1,375
59
Lampiran 20. Dokumentasi
Proses mengkultur fitoplankton laut Porphyridium cruentum