Upload
christin-elliott
View
267
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH PERIBADI
BLOK 13
SEMESTER 3
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak serta Teori Perkembangan yang Terkait
FARAH WAHEEDA BINTI PATUL MUIN
10- 2011- 428
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA (UKRIDA)
Alamat korespondensi : Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna utara, No 6, Jakarta 11510
1
Pendahuluan
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda,
tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Dan untuk
tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologik seseorang yang
merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu faktor genetik, lingkungan
bio-fisiko-psiko sosial dan perilaku. Proses yang unik dan hasil akhir yang berbeda-beda yang
memberika ciri tersendiri pada setiap anak.
Oleh karena itu, tumbuh kembang harus menjadi perhatian bagi pemerintah, tenaga
kesehatan, dan masyarakat khususnya supaya anak Indonesia dapat mencapai kesehatan yang
optimal. Tujuan mempelajari tumbuh kembang dan konsep bermain pada balita adalah
mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan segala upaya untuk menjaga dan
mengoptimalkan tumbuh kembang anak baik fisik, mental, sosial. Juga menegakkan diagnosis
dini setiap kelainan tumbuh kembang dan kemungkinan penanganan yang efektif, serta mencari
penyebab dan mencegah keadaan tersebut.
Isi Perbahasan
1. Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan adalah berkaitan dengan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau
dimensi tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur dengan berat, ukuran panjang, umur
tulang dan keseimbangan metabolic. Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan.
Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan
saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem neuromuskuler,
kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi.
2
1.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak:
i. Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
Ras/etnik atau bangsa: Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak
memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.
Genetik: Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang
akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada
tumbuh kembang anak seperti kerdil.
Kelainan kromosom. Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan
pertumbuhan seperti pada sindroma Down.
ii. Faktor luar (eksternal).
Faktor Prenatal: gizi ibu hamil, beberapa obat-obatan seperti Aminopterin, Thalidomid
dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis. Paparan radium dan sinar
Rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida,
retardasi. Infeksi, kelainan imunologi, psikologi ibu
Faktor Persalinan: Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat
menyebabkan kerusakan jaringan otak.
Faktor Pascasalin: Gizi, lingkungan fisis dan kimia.
Lingkungan sering disebut melieu adalah tempat anak tersebut hidup yang berfungsi
sebagai penyedia kebutuhan dasar anak (provider). Sanitasi lingkungan, kurangnya sinar
matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu, faktor psikologis (Hubungan anak dengan
orang sekitarnya), sosio-ekonomi (Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan,
kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan), lingkungan pengasuhan (interaksi ibu-anak
sangat mempengaruhi), stimulasi (penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan
anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak), obat-obatan (pemakaian kortikosteroid jangka
lama akan menghambat pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang
terhadap susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan).1
3
1.2 Kebutuhan anak:
i. ASUH: kebutuhan fisik- biomedical.
Nutrisi: membina tubuh seperti protein hewani, protein nabati. Sumber energi
seperti karbohidrat, lemak. Proteksi tubuh seperti vitamin dan mineral.
Penjagaan kesehatan primer: imunisasi, deteksi dan perawatan dini.
Lingkungan perumahan yang baik: 6.5m2 per kapita.
Pakaian
Kebersihan peribadi dan sanitasi lingkungan
Kebugaran fisik: olahraga dan rekreasi.
ii. ASIH: kebutuhan emosi
Kontak fisik dengan ibu (0-4 tahun)
Kebutuhan perhatian dan kasih sayang
Kebutuhan pengalaman baru
Kebutuhan untuk dipuji/ ganjaran/ penghormatan
Kebutuhan mencapai rasa tanggungjawab yang membawa kepada kemandirian.
iii. ASAH: Kebutuhan stimulasi mental
Asas proses pembelajaran: bermula sedini mungkin (4-5 tahun yang pertama),
perkembangan mental-psikososial (personaliti yang stabil, moral dan etika,
kreativitas, produktivitas, persaingan yang sehat).
Informal (di rumah), formal (sekolah), tidak formal (edukasi dari pihak ketiga),
dalam masyarakat (pramuka, pengajian, sekolah minggu, dsb).
- Pemantauan pertumbuhan:
Biasanya divisualisasi melalui kurva ‘weight for age’.
Kurva berat badan untuk usia lebih sensitive untuk menunjukkan pertumbuhan fisik,
status kesehatan, kehadiran krisis/ autikrisis serta unik, dinamik, global, total dan kontinu
menjadikannya sesuai untuk tujuan prospektif.
Kurva panjang badan untuk usia diguna untuk mendapatkan pertumbuhan linear, tapi
kurang sensitive untuk dipantau. Biasanya diguna secara retrospektif.
4
1.3 Stimulasi mental
Stimulasi dini adalah rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir (bahkan sebaiknya
sejak janin 6 bulan di dalam kandungan) dilakukan setiap hari, untuk merangsang semua
sistem indera. Selain itu harus pula merangsang gerak kasar dan halus kaki, tangan dan
jari-jari, mengajak berkomunikasi, serta merangsang perasaan yang menyenangkan dan
pikiran bayi dan balita. Rangsangan yang dilakukan sejak lahir, terus menerus, bervariasi,
dengan suasana bermain dan kasih sayang, akan memacu berbagai aspek kecerdasan
anak.
Memberikan perhatian dan kasih sayang merupakan stimulasi yang penting pada awal
perkembangan anak, misalnya dengan bercakap-cakap, membelai, mencium, bermain dll.
Buku bacaan anak akan menambah kemampuan berbahasa, berkomunikasi, serta
menambah wawasan terhadap lingkungannya. Bermain dan olah raga
(melempar/menangkap bola, melompat, naik sepeda dll) baik untuk perkembangan
motorik dan pertumbuhan otot-otot tubuh.3
2. Perkembangan Anak
Perkembangan kanak-kanak merujuk kepada perubahan kualitatif biologi dan psikologi
yang berlaku kepada manusia antara kelahiran dan akhir masa remaja (zaman kanak-kanak).
Perubahan ini tidak boleh diukur secara kuantitatif tetapi jelas berlaku jika dibandingkan dengan
peringkat yang lebih awal. Contohnya, cara pertuturan dan kematangan. Perkembangan anak
adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari pematangan. Di sini
menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan
sistem yang berkembang sedemikian rupa perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Biasanya perkembangan anak diikuti pertumbuhan
sehingga lebih optimal dan tergantung pada potensi biologik seseorang. Perkembangan anak
dibagikan kepada 4 sektor, yaitu: personal- sosial, bahasa, motor halus adaptif, motor kasar.
1) Personal-sosial: Aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk
berinteraksi dengan lingkungannya, interaksi sosial, mandiri, berdisiplin dan mempunyai
5
rasa tanggungjawab. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa, makan dengan sendiri,
imitasi kerja- kerja rumah, menyikat gigi, mengingat nama teman dan bermain bersama
teman-teman sebayanya.
2) Bahasa: Merupakan kemampuan pengucapan dan pemahaman bahasa. Selama masa
anak-anak awal, perkembangan bahasa terus berlanjut. Perbendaharaan kosa kata dan
cara menggunakan kalimat bertambah kompleks. Perkembangan ini terlihat dalam aspek
pendengaran, cara berfikir tentang kata-kata, struktur kalimat dan secara bertahap anak
akan mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan padat, serta dapat menerapkan
berbagai aturan tata bahasa secara tepat. Misalnya respon kepada bunyi lonceng, ketawa,
menyebut satu/ dua patah kata, menyebut warna, bagian tubuh dan mengira balok.
3) Motor halus adaptif: Mencakupi indera penglihatan (koordinasi mata kanan dan kiri,
koordinasi visi dengan pergerakan halus), kotrol pada tangan, stase pra-menulis serta
menyelesaikan masalah yang ringkas. Adapun perkembangan motorik halus merupakan
perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota
tubuh tertentu. Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk
belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menggunting, menggambar orang dan
menyusun balok termasuk contoh gerakan motorik halus.
4) Motor kasar: Perubahan postur tubuh dari horizontal ke vertical dan seterusnya
bergerak (lokomotif). Kemampuan anak untuk mengangkat kepala, berguling, duduk,
berlari, dan melompat termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan
sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan
tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena
proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja
berbeda dengan anak lainnya.4
Tabel 1: Perkembangan anak menurut umur:4
6
Umur Personal sosial Bahasa Motor halus adaptif Motor kasar
0 bulan Menatap muka- suara vocal
- bereaksi pada suara bel-`
- mengangkat kepala
- gerakan merata
1 bulan
-membalas
senyum (80%)
-memandang
muka (90%)
- suara vocal (<90%)
- bereaksi pada suara bel
(>90%)
- mengikuti sampai garis
tengah (85%)
- mengangkat kepala
(>90%)
-gerakan merata
(>90%)
2 bulan
-tersenyum
spontan (85%)
-membalas
senyum (80%)
-memandang
muka (90%)
Bersuara “Oooo/ Aaaa”Mengikuti, melewati
garis tengah (75%)
Kepala terangkat 45o
(80%)
3 bulan
-memandang
tangan sendiri
-tersenyum
spontan (>90%)
- mermekik
- tertawa
- bersuara “Ooo/ Aaa”
(>90%)
- kedua tangan
bersentuhan/ bersatu
- mengikuti/ melewati
garis tengah (>90%)
- duduk: kepala
mantap
- kepala terangkat 90o
4 bulan
Memandang
tangan sendiri
(>90%)
- memekik (85%)
- tertawa (90%)
- mengikuti 180o
- kedua tangan
bersentuhan/ bersatu
(90%)
- menggenggam icik- icik
- dada terangkat
lengan menumpu
- menumpu berat
badan pada kaki
- duduk: kepala
mantap (>90%)
5 bulan
- mencoba
mengambil
mainan
- memandang
tangan sendiri
(>90%)
- menoleh ke bunyi
menderik
- memekik (>90%)
- meraih benda
- memandang manic-
manic
- mengikuti 180o (>90%)
- ditarik untuk duduk:
kepala tidak tertinggal
- berbalik
- dada terangkat
lengan menumpu
(>90%)
6 bulan - makan sendiri
-mencoba
- menirukan bunyi/ bicara
- suku kata tunggal
- mencari benang wol
- meraih benda (>90%)
- duduk tanpa ditumpu
- ditarik untuk duduk:
7
mengambil
mainan- menoleh ke bunyi suara
kepala tidak tertinggal
(>85%)
- berbalik (>90%)
7 bulan
-tangan melambai
- makan sendiri
(>90%)
- “Da da mama” non
spesifik
- suku kata tunggal (80%)
- menoleh ke bunyi suara
(>90%)
- menirukan bunyi/ bicara
(80%)
- mengambil 2 kubus
- memindahkan kubus
- mengambil manic
dengan gerakan
menggaruk
- mencari benang wol
(85%)
Duduk tanpa ditumpu
8 bulan-tangan melambai
- tepuk tangan
- mengoce
- mengkombinasi 2 suku
kata
- “Da da mama” non
spesifik (80%)
- suku kata tunggal (>90%)
- menirukan bunyi/ bicara
(85%)
- mengambil 2
kubus(80%)
- memindahkan kubus
(>90%)
Berdiri, berpegangan
9 bulan
- tangan
melambai
- tepuk tangan
- mengoce (90%)
- “Da da mama” non
spesifik (85%)
- menirukan bunyi/ bicara
(90%)
- membenturkan 2 kubus
- menggenggam pinset
- mengambil 2 kubus
(85%)
- duduk sendiri
- bangkit untuk berdiri
- berdiri, berpegangan
(>90%)
10
bulan
- bermain bola
dengan pemeriksa
- melambai (80%)
- menyatakan
keinginan
- “Da da mama” spesifik
- mengoce
- mengkombinasi suku-
suku kata
- menirukan bunyi/ bicara
- membenturkan 2 kubus
- menggenggam pinset
(85%)
- mengambil 2 kubus
(>90%)
- berdiri 2 detik
- duduk sendiri
- bangkit untuk berdiri
- berdiri, berpegangan
(>90%)
8
- tepuk tangan
(>90%)
- “da da mama” non spesifik
(>90%)
11
bulan
- bermain bola
dengan pemeriksa
- melambai
(80%)
- menyatakan
keinginan
- tepuk tangan
(85%)
- “Da da mama” spesifik
- mengoce (85%)
- mengkombinasi suku-
suku kata (>90%)
- membenturkan 2 kubus
(85%)
- menggenggam pinset
(>90%)
- berdiri 2 detik
- duduk sendiri
(>90%)
- bangkit untuk berdiri
(>90%)
2 tahun
- mengenakan
baju
- menyuapi
boneka
- membuka
pakaian
- menunjukkan 4 gambar
- berbicara sebagian
dimengerti
- bagian badan 6
- menyebut 1 gambar (75%)
- mengkombinasi kata
- menunjuk 2 gambar
(>90%)
- menara 6 kubus (75%)
- menara 4 kubus (>90%)
- melempar bola
tangan ke atas
- menendang bola ke
depan
3 tahun
- mengenakan T-
shirt
- menyebut nama
teman
- mencuci dan
mengeringkan
tangan
- mengetahui 2 nama sifat
- mengetahui 2 kegiatan
- menyebut 4 gambar
(>90%)
- menara 8 kubus
- meniru garis vertical
- menara 4 kubus (>90%)
- berdiri satu kaki 1
detik
- lompatan lebar
- melempar bola
tangan ke atas (>90%)
4 tahun - berpakaian
tanpa bantuan
- mengenakan T-
shirt (>90%)
- mengetahui 3 kata sifat
- mengetahui 4 kata depan
- berbicara seluruhnya
dimengerti
- mengetahui 4 kegiatan
- mencontohkan +
- memilih garis yang
lebih panjang
- mencontohkan O
- berdiri 1 kaki 3 detik
- melompat dengan 1
kaki
- berdiri di atas 1 kaki
2 detik (90%)
9
- kegunaan 3 benda
- menghitung 1 kubus
5 tahun
- mengambil
makanan
- menggosok gigi
tanpa bantuan
- bermain ular
tangga
- lawan kata
- menghitung 5 kubus
- mengetahui 3 kata sifat
- mengartikan 5 kata
- menyebutkan 4 warna
Menggambar orang
dengan 6 bagian
- mencontohkan
- memilih garis yang
lebih panjang (85%)
- mencontohkan +
(>90%)
- berjalan tumit ke jari
kaki
- berdiri pada 1 kaki 5
detik
- berdiri pada 1 kaki 4
detik (90%)
Untuk bisa mengikuti perkembangan dan juga pertumbuhan anak-anak kita maka kita
juga harus mengenal akan tahapan perkembangan anak yaitu :
Perkembangan anak merupakan segala perubahan yang terjadi pada usia anak, yaitu pada masa:
1. Infancy toddlerhood (usia 0-3 tahun)
2. Early childhood (usia 3-6 tahun)
3. Middle childhood (usia 6-11 tahun)
Perubahan yang terjadi pada diri anak tersebut meliputi perubahan pada aspek berikut
fisik (motorik), emosi, kognitif, psikososial.
Aspek-aspek tahap perkembangan anak:
1. Perkembangan fisik (Motorik). Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh
kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan
hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang
dikontrol oleh otak. Perkembangan fisik (motorik) meliputi perkembangan motorik kasar
10
dan motorik halus. Yang dimaksud dengan pengertian perkembangan motorik kasar yaitu
kemampuan anak untuk duduk, berlari, dan melompat termasuk contoh perkembangan
motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh
anak untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh
proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju
perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya. Sekanjutnya adalah
perkembangan motorik halus dan pengertiannya adalah adapun perkembangan motorik
halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau
sebagian anggota tubuh tertentu. Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh
kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menggunting, dan
menyusun balok termasuk contoh gerakan motorik halus.
2. Perkembangan emosi. Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk
mencintai, merasa nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi
lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-
orang di sekitarnya. Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang
diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar
untuk menyayangi.
3. Perkembangan kognitif. Pada aspek kognitif, perkembangan anak nampak pada
kemampuannya dalam menerima, mengolah, dan memahami informasi-informasi yang
sampai kepadanya. Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa
(bahasa lisan maupun isyarat), memahami kata, dan berbicara.
4. Perkembangan psikososial. Aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk
berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan
bermain bersama teman-teman sebayanya.
Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dan pendidik bisa
merancang dan memberikan rangsangan serta latihan agar keempat aspek tersebut berkembang
secara seimbang.4
11
3. Teori Tumbuh-Kembang Menurut Pakar Keperawatan
3.1 Teori Freud
Freud membagi perkembangan menjadi 5 tahap, yang secara berurut dapat dilalui oleh
setiap individu dalam perkembangan menuju kedewasaan.
Fase Oral
Disebut fase oral karena dalam fase ini anak mendapat kenikmatan dan kepuasan berbagai
pengalaman sekitar mulutnya. Fase oral mencakup tahun pertama kehidupan ketika anak sangat
tergantung dan tidak berdaya. Ia perlu dilindungi agar mendapat rasa aman. Dasar perkembangan
mental sangat tergangtung dari hubungan ibu – anak pada fase ini. Bila terdapat gangguan atau
hambatan dalam hal ini maka akan terjadi fiksasi oral, artinya pengalaman buruk, tentang
masalah makan dan menyapih akan menyebabkan anak terfiksasi pada fase ini, sehingga
perilakunya diperoleh pada fase oral. Pada fase pertama belum terselesaikan dengan baik maka
persoalan ini akan terbawa ke fase kedua. Ketidak siapan ini meskipun belum berhasil dituupi
biasanya kelak akan muncul kembali berupa berbagai gangguan tingkah laku.
Fase Anal
Fase kedua ini berlangsung pada umur 1-3 tahun. Pada fase ini anak menunjukkan sifat ke-AKU-
annya. Sikapnya sangat narsistik dan egoistic. Ia pun mulai belajar kenal tubuhnya sendiri dan
mendapatkan kepuasan dari pengalaman. Suatu tugas penting dalam yang lain dalam fase ini
adalah perkembangan pembicaraan dan bahasa. Anak mula-mula hanya mengeluarkan bahasa
suara yang tidak ada artinya, hanya untuk merasakan kenikmatan dari sekitar bibir dan mulutnya.
Pada fase ini hubungan interpersonal anak masih sangat terbatas. Ia melihat benda-benda hanya
untuk kebutuhan dan kesenangan dirinya. Pada umur ini seorang anak masi bermain sendiri, ia
belum bias berbagi atau main bersama dengan anak lain. Sifatnya sangat egosentrik dan sadistik.
Fase Falik
Fase falik antara umur 3-12 tahun. Fase ini dibagi 2 yaitu fase oediopal antara 3-6 tahun dan fase
laten antara 6-12 tahun. Fase oediopal dengan pengenalan akan bagian tubuhnya umur 3 tahun.
12
Disini anak mulai belajar menyesuaiakan diri dengan hukum masyarakat. Perasaan seksual yang
negative ini kemudia menyebabkanya menjauhi orang tua dengan jenis kelamin yang sama. Di
sinilah proses identifikasi seksual. Anak pada fase praoediopal biasanya senang bermain denagn
anak yang jenis kelaminnya berbeda, sedangkan anak pasca oediopal lebih suka berkelompok
dengan anak sejenis.
Fase Laten
Resolusi konflik oediopal ini menandai permulaan fase laten yang terentang 7-12 tahun, untuk
kemudian anak masuk ke permulaan masa pubertas. Periode ini merupakan integrasi, yang
bercirikan anak harus berhadapan dengan berbagai tuntutan dan hubungan dengan dunia
dewasa. Anak belajar untuk menerapkan dan mengintegrasikan pengalaman baru ini. Dalam fase
berikutnya berbagai tekanan sosial akan dirasakan lebih berat oleh karena terbaur dengan
keadaan transisi yang sedang dialami si anak.
Fase Genital
Dengan selesainya fase laten, maka sampailah anak pada fase terakhir dalam perkembangannya.
Dalam fase ini si anak menghadapi persoalan yang kompleks. Kesulitan sering timbul pada fase
ini disebabkan karena si anak belum dapat menyelesaikan fase sebelumnya dengan tuntas.
3.2 Teori Erik Erikson (Psikososial)
Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori perkembangan
psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu teori kepribadian terbaik
dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam
beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah
perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan
melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan
pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu
perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori
perkembangan psikososial.
13
Ericson memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada
8 (delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa
tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia
tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan
kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu akan
merasa pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil dengan
perasaan tidak selaras.
Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan mengalami konflik/krisis yang
merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini berpusat
pada perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu.
Selama masa ini, potensi pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan.
1. Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)
- Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan.
- Tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia
satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup.
- Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia.
Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong
perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan
kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan
tidak dapat di tebak.
2. Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt)
- Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun.
- Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-
kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri.
- Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting
sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa
14
belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan
mengendalikan dan kemandirian.
- Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian lebih yakni atas pemilihan
makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian.
- Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang
tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.
3. Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)
- Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.
- Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui
permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi
dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.
- Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu,
dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak
tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.
- Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil.5
3.3 Perkembangan Biologis / Fisik
Untuk menilai perkembangan anak banyak instrumen yang dapat digunakan. Salah satu
instrumen skrining yang dipakai secara internasional untuk menilai perkembangan anak adalah
DDST II (Denver Development Screening Test). DDST II merupakan alat untuk menemukan
secara dini masalah penyimpangan perkembangan anak umur 0 s/d < 6 tahun. Instrumen ini
merupakan revisi dari DDST yang pertama kali dipublikasikan tahun 1967 untuk tujuan yang
sama.
Pemeriksaan yang dihasilkan DDST II bukan merupakan pengganti evaluasi
diagnostik, namun lebih ke arah membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan
anak lain yang seumur. DDST II digunakan untuk menilai tingkat perkembangan anak sesuai
umurnya pada anak yang mempunyai tanda-tanda keterlambatan perkembangan maupun
anak sehat. DDST II bukan merupakan tes IQ dan bukan merupakan peramal kemampuan
15
intelektual anak di masa mendatang. Tes ini tidak dibuat untuk menghasilkan diagnosis, namun
lebih ke arah untuk membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan
kemampuan anak lain yang seumur.
Formulir tes DDST II berisi 125 item yg terdiri dari 4 sektor, yaitu: personal sosial,
motorik halus-adaptif, bahasa, serta motorik kasar. Sektor personal sosial meliputi komponen
penilaian yang berkaitan dengan kemampuan penyesuaian diri anak di masyarakat dan
kemampuan memenuhi kebutuhan pribadi anak. Sektor motorik halus-adaptif berisi kemampuan
anak dalam hal koordinasi mata-tangan, memainkan dan menggunakan benda-benda kecil serta
pemecahan masalah. Sektor bahasa meliputi kemampuan mendengar, mengerti, dan
menggunakan bahasa. Sektor motorik kasar terdiri dari penilaian kemampuan duduk, jalan, dan
gerakan-gerakan umum otot besar. Selain keempat sektor tersebut, itu perilaku anak juga dinilai
secara umum untuk memperoleh taksiran kasar bagaimana seorang anak menggunakan
kemampuannya.
Cara Pemeriksaan DDST II
Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan diperiksa.
Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun. Jika dalam perhitungan
umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah, jika sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan
ke atas. Tarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horisontal tugas
perkembangan pada formulir DDST. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P
dan berapa yang F. Berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam: Normal, Abnormal,
Meragukan dan tidak dapat dites.
1) Abnormal: a) Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih
b) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan Plus 1 sektor
atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang
lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia .
2) Meragukan: a) Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih
16
b) Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang
sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
3) Tidak dapat dites: Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau
meragukan.
4) Normal: Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas.
Interpretasi dari nilai Denver II
Ø Advanced: Melewati pokok secara lengkap ke kanan dari garis usia kronologis (dilewati pada
kurang dari 25% anak pada usia lebih besar dari anak tersebut).
Ø NO: Melewati, gagal, atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia antara persentil
ke-25 dan ke-75
Ø Caution: Gagal atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia kronologis di atas atau
diantara persentil ke-75 dan ke-90
Ø Delay: Gagal pada suatu pokok secara menyeluruh ke arah kiri garis usia kronologis; penolakan
ke kiri garis usia juga dapat dianggap sebagai kelambatan, karena alasan untuk menolak mungkin
adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu
Interpretasi tes
Ø Normal: Tidak ada kelambatan dan maksimum dari satu kewaspadaan
Ø Suspect: Satu atau lebih kelambatan dan/ atau dua atau lebih banyak kewaspadaan
Ø Untestable: Penolakan pada satu atau lebih pokok dengan lengkap ke kiri garis usia atau pada
lebih dari satu pokok titik potong berdasarkan garis usia pada area 75% sampai 90%.6
3.4 Perkembangan Sosial
Faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak menurut soetarno, terdapat dua faktor
utama yang mempengaruhi perkembangan sosial anak yaitu faktor lingkungan keluarga dan
faktor dari luar rumah atau luar keluarga.
- Faktor lingkungan keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial
anak. Di antara faktor yang terkait dengan keluarga yang berkaitan dengan perkembangan
17
sosial anak adalah hal-hal yang seperti status sosial ekonomi keluarga, keutuhan
keluarga, sikap dan kebiasaan orang tua.
- Faktor lingkungan luar keluarga merupakan pengalaman sosial awal di luar rumah
melengkapi pengalaman di dalam rumah dan merupakan penentu yang penting bagi
psikososial dan pola perilaku anak. Sedangkan menurut Elizabeth B. Hurlock, antara
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak adalah faktor pengalaman
awal yang diterima oleh anak. Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku
kepribadian selanjutnya. Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi
perkembangan sikap sosial anak kerana selama masa pertengahan dan akhir anak-anak
biasanya menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai anggota suatu
masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan
yang menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka.
3.5 Teori Piaget (Kognitif)
Pakar psikologi Swiss terkenal yaitu Jean Piaget (1896-1980), mengatakan bahwa anak
dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Piaget yakin bahwa anak-anak
menyesuaikan pemikiran mereka untuk menguasai gagasan-gagasan baru, karena informasi
tambahan akan menambah pemahaman mereka terhadap dunia. Dalam pandangan Piaget,
terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan
penyesuaian. Untuk membuat dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian
pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam
dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi.7
Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan
mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri
dengan informasi baru. Seorang anak 7 tahun dihadapkan dengan palu dan paku untuk
memasang gambar di dinding. Ia mengetahui dari pengamatan bahwa palu adalah obyek yang
harus dipegang dan diayunkan untuk memukul paku. Dengan mengenal kedua benda ini, ia
menyesuaikan pemikirannya dengan pemikiran yang sudah ada (asimilasi). Akan tetapi karena
palu terlalu berat dan ia mengayunkannya dengan keras maka paku tersebut bengkok, sehingga ia
18
kemudian mengatur tekanan pukulannya. Penyesuaian kemampuan untuk sedikit mengubah
konsep disebut akomodasi.
Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam
memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang
berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:
1. Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage), yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun,
merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan
yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi
(seperti melihat dan mendengar) melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.
2. Tahap praoperasional (preoperational stage), yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun,
merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata
dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme, animisme, dan intuitif.
Egosentrisme adalah suatu ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif seseorang
dengan perspektif oranglain dengan kata lain anak melihat sesuatu hanya dari sisi dirinya.
3. Tahap operasional konkrit (concrete operational stage), yang berlangsung dari usia 7 hingga
11 tahun, merupakan tahap ketiga piaget. Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis
menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam cotoh-contoh yang
spesifik atau konkrit.
4. Tahap operasional formal (formal operational stage), yang terlihat pada usia 11 hingga 15
tahun, merupakan tahap keempat dan terkahir dari piaget. Pada tahap ini, individu melampaui
dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.
Perlu diingat, bahwa pada setiap tahap tidak bisa berpindah ke ketahap berikutnya bila
tahap sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak bisa menjadi patokan utama seseorang
berada pada tahap tertentu karena tergantung dari ciri perkembangan setiap individu yang
19
bersangkutan. Bisa saja seorang anak akan mengalami tahap praoperasional lebih lama dari pada
anak yang lainnya sehingga umur bukanlah patokan utama.8,9
3.6 Perkembangan Moral
Ada sejumlah pandangan dari kalangan ahli psikologi pendidikan mengenai
perkembangan moral. Setidak-tidaknya dapat diperhatikan teori disequilibrium kognitif Piaget,
perkembangan moral menurut Erickson, dan gagasan Kohlberg mengenai perkembangan moral.
Pada bagian ini hanya akan dikemukakan satu cara pandang psikologi atas perkembangan moral
sebagaimana dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg.
Kohlberg mengembangkan gagasannya mengenai perkembangan moral melalui
penelitian terhadap individu-individu dari berbagai usia. Terhadap setiap orang, ia mengajukan
ceritera dan disertai dengan pertanyaan-pertanyaan terhadap ceritera tersebut. Atas dasar
jawaban orang-orang yang diteliti, Kohlberg menyimpulkan adanya tiga tingkatan perkembangan
moral manusia. Mengenai perkembangan moral, dia yakin bahwa perkembangan yang baik
terjadi manakala perilaku manusia mengalami perubahan-perubahan dari perilaku yang dikontrol
dari luar diri (orang lain) menuju ke perilaku yang dikontrol secara internal oleh si pelaku moral.
Ketiga tingkatan tersebut adalah : Penalaran prakonvensional, penalaran konvensional, dan
penalaran postkonvensional.
- Penalaran prakonvensional.
Pada tingkatan terendah ini individu tidak menunjukkan adanya internalisasi nilai-nilai
moral–penalaran moral dikendalikan oleh faktor internal, yakni hadiah, pujian, tepukan bahu,
atau sebaliknya berupa cacian, makian, kritik, hukuman. Pada tingkatan yang paling dasar ini
dipilah menjadi 4 tahap, yaitu :
Tahap 1 : punishment and obedience orientation. Pada tahap orientasi hukuman dan
kepatuhan ini pemikiran moral didasarkan pada hukuman. Sebagai contoh, seseorang
menjadi berperilaku patuh, karena takut kalau-kalau hukuman menimpa dirinya. Agar
tidak dihukum oleh ayahnya, seseorang anak atau remaja menurut patuh terhadap
perintah orang tuanya walaupun ia tidak senang.
Tahap 2 :
20
- individualism and purpose. Pada tahap individualisme dan tujuan ini perkembangan
moral lebih berdasar pada hadiah dan minat pribadi anak atau remaja. Anak atau
remaja menjadi patuh karena dia berharap akan mendapatkan sesuatu yang
menyenangkan setelah dia menjalankan perilaku patuh.
- Penalaran konvensional. Pada tingkatan yang kedua ini, individu melakukan
kepatuhan berdasarkan standar pribadi yang diperoleh atau yang diinternalisasi dari
lingkungan atau orang lain. Misalnya anak patuh karena ia telah menginternalisasi
hukum yang berlaku atau peraturan yang dibuat orang tuanya.
Tahap 3: Interpersonal norm. Pada tahap norma interpersonal ini, anak beranggapan
bahwa rasa percaya, rasa kasih sayang, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai dasar
untuk melakukan penilaian terhadap perilaku moral. Agar anak dikatakan sebagai anak
yang baik, maka anak mengambil standar moral yang diberlakukan oleh orang tuanya.
Dengan demikian, hubungan antara anak dan orang tua tetap terjaga dalam suasana penuh
kasih sayang.
Tahap 4: Social system morality. Pada tahap keempat ini ukuran moralitas didasarkan
pada sistem sosial yang berlaku saat itu. Artinya, kehidupan masyarakat didasarkan pada
aturan hukum yang dibuat dengan maksud melindungi semua warga di dalam komunitas
tertentu. Jadi pada tahap ini perkembangan moral didasarkan pada pemahaman terhadap
aturan, hukum, keadilan, dan tugas sosial kemasyarakatan.
- Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini, anak memandang perbuatan itu baik atau benar, atau berharga bagi
dirinya apabila dapat memenuhi harapan atau persetujuan keluarga, kelompok, atau bangsa.
Disini berkembang sikap konformitas, loyalitas, atau penyesuaian diri terhadap keinginan
kelompok, atau aturan sosial masyarakat.
Tahap 1: Orientasi Kesepakatan antar Pribadi, atau Orientasi Anak Manis (Good
Boy/Girl). Anak memendang suatu perbuatan itu baik, atau berharga baginya apabila
dapat menyenangkan, membantu, atau disetujui atau diterima orang lain.
Tahap 2: Orientasi Hukum dan Ketertiban
21
Perilaku yang baik adalah melaksanakan atau menunaikan tugas atau kewajiban sendiri,
menghormati otoritas, dan memelihara ketertiban sosial.
- Penalaran postkonvensional.
Tingkat tertinggi dari perkembangan moral adalah diinternalisasikannya standar moral
sepenuhnya dalam diri individu tanpa didasarkan pada standar orang lain. Seseorang tahu bahwa
ada sejumlah pilihan standar moral, kemudian dia memilih untuk diinternalisasi sebagai bagian
standar pribadi yang akan menuntun diri sendiri kearah perilaku bermoral yang menguntungkan
bagi dirinya dan tidak merugikan orang lain. Pada tingkatan tertinggi ini dibagi menjadi dua
tahap.
Tahap 1:
Community rights vs individual rights. Pada tahap ini, perkembangan moral mengarah ke
pemahaman bahwa nilai dan hukum bersifat relatif. Sementara itu nilai yang dimiliki
orang satu berbeda dari orang yang lainnya.
Tahap 2:
Universal ethical principles. Tahapan tertinggi dari perkembangan moral adalah
seseorang sudah mampu membentuk standar moral sendiri berdasar pada hak-hak
manusia yang bersifat universal. Walaupun mengandung resiko, orang pada tahap ini
berani mengambil suatu tindakan berdasar kata hatinya sendiri, bahkan bertentangan
dengan hukum sekalipun.
Dari tiga teori berkembang tersebut diatas, yaitu teori Freud, Erikson, dan Piaget, maka
kita dapat melihat bagaimana para pakar tersebut mempelajari perkembangan anak dari sudut
yang berbeda namun semuanya sependapat bahwa:
1. Perkembangan suatu proses yang diatur dan berurutan, yang dimulai dari beberapa hal
sederhana, dan terus berkembang menjadi semakin kompleks.
2. Timbulnya gangguan jiwa disebabkan oleh adanya kegagalan disalah satu fase untuk
menyelesaikan suatu tugas perkembangan tertentu.
3. Adanya kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dari pihak anak sendiri.9
4. Tatalaksana Masalah
22
Untuk tatalaksana masalah, anak yang mengalmi pertumbuhan atau
perkembangan yang tidak sama atau berbeda dengan orang lain disarankan untuk
bertemu dengan dokter untuk mencari tahu apa punca-punca yang menyebabkan hal
sedemikian. Pemeriksaan akan dilakukan untuk mengetahui apakah anak itu berkembang
secara normal atau tidak. Selain itu, jika anak itu mengalami gangguan psikologi atau
gannguan yang berkaitan dengan jiwa dan mental disarankan agar langsung berjumpa
denagn pakar psikiater. Di samping itu juga, pada waktu ini ibu dan bapa sememangnya
tidak harus membiarkan anak keseorangan, selalu lah berada di samping mereka agar
mereka tahu bahawa mereka disayangi oleh keluarga mereka.
Kesimpulan
Pertumbuhan dan perkembangan seorang bayi atau anak dipengaruhi oleh pelbagai faktor
seperti faktor genetic dan faktor lingkungan. Kebutuhan seorang anak seperti ASAH, ASIH, dan
ASUH perlu dipenuhi supaya anak dapat membesar dengan sehat, cerdas dan stabil dari segi
emosi, mental dan fisik. Pentingnya peran orang tua dalam perkembangan anak terutama dalam
perkembangan otak, sehingga anak bisa menjadi lebih pintar. Hal yang juga perlu diperhatikan
adalah pemberian asupan makanan bagi anak dan perhatian penuh terhadap perkembangan otak.
Gizi yang mencukupi turut diperlukan. Pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dipantau
atau dinilai berdasarkan kaedah antropometri serta Kartu Menuju Sehat. Tuntasnya, kita perlu
memandang serius proses pertumbuhan dan perkembangan seorang anak agar mereka dapat
dibesarkan dengan penuh rasa tanggungjawab dan stabil dari segala segi karena merekalah yang
akan menjadi pewaris generasi yang akan datang.
Daftar Pustaka
23
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. 2007.
2. Donna LW, Maryllin HE, David W, Marylin LW, Patricia S. Buku ajar keperawatan
pediatrik. 6th edition. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.p.35.
3. Widiasuria S, Tanuwijaya S, Roesmil K, Fadlyana E. Pemeriksaan bayi/anak sehat.
Dalam: Garna H, Suroto E, Melinda M, Prasetyo D, editor. Pedoman diagnosis dan terapi
ilmu kesehatan anak. Edisi ke-2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran/Universitas Padjadjaran Bandung; 2000.h.3-32.
4. Singgih DG. Dari anak sampai usia lanjut. Jakarta. 2004.p. 43-63.
5. Santrok, John W. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi 5 Jilid 1.
Jakarta: Erlangga;2002.p.48-57.
6. Jan ST. Pediatric physical therapy. 4th edition. USA: Lippincotts William and Wilkins;
2008.p.371-380.
7. Nursalam dkk. Asuhan Keperawatan Bayi & Anak (Untuk Perawat &Bidan). Jakarta:
Salemba Medika; 2005.p.15-23.
8. Suriadi, Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto;2001.p.12-
23.
9. Supartini, Yupi. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC; 2007.p.20-
30.
24