Upload
others
View
21
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAYA BAHASA DALAM MAJAS PERULANGAN DAN MAJAS SINDIRAN
PADA NASKAH DRAMA “KARMA SANG PENDOSA” KARYA ROSYED E. ABBY
(KAJIAN STILISTIKA PRAGMATIK)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh :
Klementini Pneumatis Rana
151224048
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
GAYA BAHASA DALAM MAJAS PERULANGAN DAN MAJAS SINDIRAN
PADA NASKAH DRAMA “KARMA SANG PENDOSA” KARYA ROSYED E. ABBY
(KAJIAN STILISTIKA PRAGMATIK)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh :
Klementini Pneumatis Rana
151224048
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menjadi andalan dan harapan
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Kedua orangtua, Bapak Hendrikus Din dan Ibu florifa Feti yang
selalu mendoakan dan mendukung setiap proses dalam penulisan
skripsi ini.
3. Saudara kandung Adik Maria Eudoksia Suryani Din dan Fransisko
Obrien Maldini.
4. Sahabat dan teman-teman terkasih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
Kebanggaan yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit
kembali setiap kali kita jatuh
Confusius
Jika kamu belum pernah menangis, jangan pernah berharap untuk bersukacita
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Rana, Klementini Pneumatis. 2019. Gaya Bahasa dalam Majas Perulangan dan
Majas Sindiran pada Naskah Drama Karma Sang Pendosa Karya
Rosyed E. Abby (Kajian Stilistika Pragmatik). Skripsi. Yogyakarta:
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini membahas gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas
sindiran pada naskah drama Karma Sang Pendosa karya Rosyed E. Abby kajian
stilistika pragmatik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dua masalah
utama yakni (1) Apa saja wujud gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas
sinisme yang digunakan dalam naskah drama karma sang pendosa karya Rosyed
E. Abby dari perspektif stilistika pragmatik? dan (2) Apa saja makna pragmatik
gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sinisme yang digunakan dalam
naskah drama karma sang pendosa karya Rosyed E. Abby dari perspektif stilistika
pragmatik?
Adapun jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data dari
penelitian ini adalah tuturan dalam naskah drama Karma Sang Pendosa karya
Rosyed E. Abby. Data dalam penelitian ini berupa tuturan yang mengandung gaya
bahasa dan makna gaya bahasa berdasarkan konteks dalam pragmatik yang
terdapat dalam naskah drama Karma Sang Pendosa karya Rosyed E. Abby..
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
simak yang dipadukan dengan teknik catat. Teknik analisis data pada penelitian
ini adalah teknik baca markah untuk melihat penanda di dalam suatu tuturan yang
menunjukkan kriteria gaya bahasa tertentu yaitu dengan menganalisis gaya bahasa
dalam naskah drama Karma Sang Pendosa, menganalisis dengan memperhatikan
penanda atau ciri-ciri gaya bahasa berdasarkan kajian stilistika pragmatik, peneliti
menganalisis makna yang muncul dari gaya bahasa dalam naskah drama Karma
Sang Pendosa, peneliti memasukan data ke dalam tabel atau tabulasi data dan
peneliti menunjukkan bukti yang dapat memperjelas kriteria sebuah elemen
menunjukkan suatu gaya bahasa berdasarkan kajian stilistika pragmatik dalam
naskah drama tersebut.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa (1) wujud gaya bahasa yang
digunakan oleh penutur dalam naskah drama Karma Sang Pendosa karya Rosyed
E. Abby memiliki lima gaya bahasa yaitu gaya bahasa anafora, gaya bahasa
epifora, gaya bahasa asonansi, gaya bahasa sarkasme dan gaya bahasa sinisme. (2)
makna pragmatik yang digunakan oleh penutur dalam naskah drama Karma Sang
Pendosa karya Rosyed E. Abby adalah makna pragmatik ‘menanyakan’, makna
pragmatik ‘menegaskan’, makna pragmatik ‘menasehati’, makna pragmatik
‘mengumpat’, makna pragmatik ‘menyindir’, makna pragmatik ‘mengecewakan’
dan makna pragmatik ‘mengajak’.
Kata kunci : Tuturan, Wujud Gaya Bahasa dan Makna Pragmatik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Rana, Klementini Pneumatis. 2019. Language Style in Alliteration and Sarcasm in
The Drama Script entitled Karma Sang Pendosa by Rosyed E. Abby Pragmatic
Stylistic Study. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Sanata Dharma
University.
This research analyzes about language style in two kinds of figurative
speech such as Alliteration and Sarcasm in the drama script entitled Karma Sang
Pendosa by Rosyed E. Abby Pragmatic Stylistic Study. The purpose of this study is
to describe two main problems such as (1) What are the form of Language Style in
alliteration and sarcasm that are used in the drama script entitled Karma Sang
Pendosa by Rosyed E. Abby pragmatic stylistic study? and (2) what are the
pragmatic meaning of language style in alliteration and sarcasm that are used in
the drama script entitled Karma Sang Pendosa by Rosyed E. Abby pragmatic
stylistic study?
The type of this research is descriptive qualitative. The source of data for
this research are from the utterances in the drama script entitled Karma Sang
Pendosa by Rosyed E. Abby. The data in this research are the utterances that
contains language style and the meaning of language style based on the context in
pragmatic in the drama script entitled Karma Sang Pendosa by Rosyed E. Abby.
The data gathering method that is used in conducting this research are observing
method which is combined with note-taking method. The data analysis technique
that is used in this research is reading marking technique to find the sign in every
utterance that shows the criteria of certain language style by analyzing language
style in the drama script entitled Karma Sang Pendosa, analyzing by regarding
the sign or the feature of language style based on pragmatic stylistic study, the
researcher analyzes the meaning that are emerged from language style in the
drama script entitled Karma Sang Pendosa, the researcher also put the data into
table or data tabulation and show the evidence to clarify the criteria of each
element that indicates the langage style based on pragmatic stylistic study in that
drama script.
The result of this study shows that (1) there are five forms of language
style that are used by the speakers in the drama script entitled Karma Sang
Pendosa by Rosyed E. Abby which are anaphora, epiphora, assonance, sarcasm,
and cynicism. (2) the pragmatic meaning that are used by the speaker in the
drama script entitled Karma Sang Pendosa by Rosyed E. Abby are meaning of
pragmatics „asking‟, meaning of pragmatic „asserting‟, meaning of pragmatics
„advising‟, meaning of pragmatics „swearing‟, meaning of pragmatics „teasing‟,
meaning of pragmatics „disappointing‟ and the meaning of pragmatics „inviting‟.
Key words: Utterance, language style form, pragmatic meaning
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya skripsi dengan judul “Gaya Bahasa dalam Majas
Perulangan dan Majas Sindiran pada Naskah Drama “Karma Sang Pendosa‟
Karya Rosyed E. Abby Kajian Stilistika Pragmatik ” dapat diselesaikan dengan
baik. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi yang
tercantum dalam kurikulum program studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia,
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (JPBS), Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Berbagai hambatan yang
penulis alami dalam penulisan skripsi ini, seperti adanya perasaan bosan dan
malas, tetapi untuk mengatasi perasaan tersebut penulis tanpa hentinya berdoa
meminta kepada Tuhan agar penulis mampu melawan perasaan malas tersebut,
selain itu penulis menyadari bahwa skripsi ini diselesaikan tidak terlepas dari
dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Rishe Purnama Dewi, S.Pd, M.Hum., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.
3. Bapak Dr. R. Kunjana Rahardi, M. Hum; selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan arahan yang sangat bermanfaat demi terselesainya
skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Pranowo. M.Pd., selaku dosen triangulator yang telah
membantu peneliti memvalidasi instrumen penelitian yang dibuat peneliti.
5. Ibu Theresia Rusmiyati, selaku sekretaris prodi PBSI yang sangat
membantu administrasi selama perkuliahan..
6. Keluarga penulis, bapa dan mama tercinta, Hendrikus Din dan Florida
Feti yang sudah memberikan dukungan baik spritual maupun finansial.
Adik Maria Eudoksia Suryani Din dan Adik Fransisko Obrien Maldini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v
PERNYATAN KEASLIAN KARYA .............................................................. vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ............................ vii
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ......................................................................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4
1.5 Batasan Istilah ............................................................................................. 5
1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................. 7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ............................................................. 9
2.2 Kajian Teori ............................................................................................... 11
2.2.1 Teori Pragmatik .............................................................................. 11
2.2.2 Teori Konteks ................................................................................. 13
2.2.3 Makna/ Maksud Pragmatik ............................................................ 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
2.2.4 Teori Stilistika ................................................................................ 17
2.2.5 Teori Stilistika Pragmatik ............................................................... 18
2.2.6 Majas dan Gaya Bahasa ................................................................. 20
2.2.6.1 Majas Perulangan (Repetisi) .................................................... 22
2.2.6.1.1 Gaya Bahasa Aliterasi.............................................................. 22
2.2.6.1.2 Gaya Bahasa Asonansi ............................................................ 23
2.2.6.1.3 Gaya Bahasa Epanalipsis ......................................................... 23
2.2.6.1.4 Gaya Bahasa Epizeukis............................................................ 24
2.2.6.1.5 Gaya Bahasa Mesodiplosis ...................................................... 25
2.2.6.1.6 Gaya Bahasa Anafora .............................................................. 26
2.2.6.1.7 Gaya Bahasa Epifora ............................................................... 26
2.2.6.1.8 Gaya Bahasa Antanaklasis ....................................................... 27
2.2.6.1.9 Gaya Bahasa Kiasmus ............................................................. 28
2.2.6.1.10 Gaya Bahasa Tautotes.............................................................. 28
2.2.6.1.11 Gaya Bahasa Simploke ............................................................ 29
2.2.6.2. Majas Sindiran ......................................................................... 29
2.2.6.2.1 Gaya Bahasa Sinisme .............................................................. 29
2.2.6.2.2 Gaya Bahasa Ironi.................................................................... 30
2.2.6.2.3 Gaya Bahasa Sarkasme ............................................................ 31
2.2.6.2.4 Gaya Bahasa Satire .................................................................. 32
2.2.6.2.5 Gaya Bahasa Inuendo .............................................................. 32
2.2.6.2.6 Gaya Bahasa Antifrasis............................................................ 33
2.2.7 Kerangka Berpikir ........................................................................... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................... 36
3.2 Data dan Sumber data ................................................................................ 36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................................... 37
3.4 Instrumen Penelitian ................................................................................. 37
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ............................................................. 38
3.6 Triangulasi Data......................................................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data ........................................................................................... 41
4.2 Analisis Data .............................................................................................. 42
4.3 Wujud Gaya Bahasa .................................................................................. 43
4.3.1 Gaya Bahasa Anafora ..................................................................... 43
4.3.2 Gaya Bahasa Epifora ...................................................................... 45
4.3.3 Gaya Bahasa Sarkasme ................................................................... 48
4.3.4 Gaya Bahasa Sinisme ..................................................................... 51
4.4. Maksud Pragmatik .................................................................................... 53
4.4.1 Maksud Pragmatik Menanyakan .................................................... 54
4.4.2 Maksud Pragmatik Menegaskan ..................................................... 57
4.4.3 Maksud Pragmatik Menasehati....................................................... 59
4.4.4 Maksud Pragmatik Mengumpat ...................................................... 60
4.4.5 Maksud Pragmatik Menyindir ........................................................ 62
4.4.6 Maksud Pragmatik Mengecewakan ................................................ 63
4.4.7 Maksud Pragmatik Mengajak ........................................................ 64
4.5 Pembahasan .............................................................................................. 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 68
5.2 Saran ......................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 70
LAMPIRAN .......................................................................................................72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan uraian pada pendahuluan yang terdiri atas enam hal
yakni latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, batasan istilah dan sistematika penulisan. Enam hal tersebut dijelaskan
secara rinci sebagai berikut.
1.1 Latar Belakang
Gaya setiap orang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan satu sama
lainnya, karena setiap orang tentunya memiliki hal-hal yang berhubungan erat
dengan selera dan kepekaan terhadap segala sesuatu yang berada di sekitarnya.
Secara spesifik gaya merupakan cara seseorang dalam menggunakan bahasa, baik
dalam memilah kata-kata, kalimat, nada maupun ungkapan yang disampaikannya
dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Gaya juga dapat memperoleh
keindahan melalui bahasa yang kita gunakan baik secara lisan maupun tulisan.
Bahasa adalah alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dan
menyampaikan pesan. Melalui bahasa, seseorang bisa berkomunikasi untuk
mengungkapkan pemikiran dan perasaan dengan baik. Dalam hal ini, sejalan
dengan pendapat Chaer (2004:12) yang menyebutkan bahwa bahasa adalah alat
untuk berinteraksi atau untuk berkomunikasi dalam arti untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Gaya dan bahasa tersebut memiliki
hubungan yang erat dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan, karena suatu
kata ataupun kalimat akan terlihat indah apabila menggunakan gaya yang dimiliki
ataupun dengan selera masing-masing orang dalam menyampaikan pesan.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Dalam berkomunikasi muncul berbagai karakter gaya bahasa. Dalam
penyampainnya, gaya berbahasa yang digunakan setiap orang berbeda-beda.
Penutur tentu memiliki ciri khas yang berbeda-beda dalam menyampaikan ide,
gagasan, pikiran dan perasaanya. Ciri tersebut dapat dikatakan sebagai gaya
berbahasa penutur. Dalam menyampaikan suatu tujuan, penutur harus
menggunakan pilihan kata dan gaya bahasa yang mudah diterima dan dipahami
oleh lawan tutur agar tujuan yang dimaksudkannya dapat tersampaikan dengan
baik. Aktivitas tuturan seseorang yang khas dapat mencerminkan karakter pribadi
penutur.
Gaya bahasa dalam tindak tutur tidak hanya terjadi dalam kehidupan nyata
tetapi dapat terjadi di dalam karya sastra sebagai cermin kehidupan bermasyarakat.
Karya sastra yang dimaksudkan adalah karya sastra modern berbentuk drama atau
film. Dalam drama seseorang dapat menggambarkan bagaimana suatu sikap
dapat direpresentasikan dengan menggunakan karakteristik gaya berbahasa yang
berbeda. Untuk mempresentasikan sebuah fenomena gaya berbahasa dalam
kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan melalui sebuah drama. Namun, untuk
mempresentasikan sebuah fenomena gaya berbahasa tersebut, tentu dikaitkan
dengan cara bagaimana untuk bertutur yang baik dan benar sesuai struktur tindak
tutur dalam kajian pragmatik. Seseorang tidak hanya asal berbicara dengan
berbagai gaya bahasa, tetapi harus diketahui juga kepada siapa kita berbicara,
untuk apa kita berbicara dan bagaiamana cara kita agar pesan yang dimaksudkan
itu dapat tersampaikan kepada lawan bicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Dalam penelitian ini, peneliti sangat tertarik dengan karakteristik gaya
bahasa yang biasa digunakan oleh pengarang dalam membuat sebuah karangan
dalam naskah drama, maupun karya sastra lainnya. Dalam hal ini pengarang dapat
menyampaikan gagasannya baik berupa kritikan, keindahan melalui karangan
yang dibuat baik secara lisan maupun tulisan, dengan ragam bahasa yang
digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut. Namun, bahasa yang digunakan
oleh pengarang cenderung dianggap menyimpang dari kaidah kebahasaanya.
Pembaca seringkali menganggap gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang
merupakan sebagai gaya agar terlihat keindahannya ataupun dengan anggapan
bahwa kata-kata atau kalimat yang digunakan oleh pengarang tersebut tidak sesuai
dengan kaidah kebahasaanya, karena banyak pengarang yang menggunakan kata-
kata yang dianggap tidak sopan untuk diungkapkan. Dari hal tersebut, tanpa
disadari pembaca terkadang tidak memahami pesan tersirat yang disampaikan
melalui gaya bahasa dalam karangan tersebut. Maka dari itu, peneliti ingin
mengangkat topik “Gaya Bahasa dalam Majas Perulangan dan Majas Sindiran
pada naskah drama “Karma Sang Pendosa” karya Rossyed E. Abby Kajian
Stilistika Pragmatik agar pembaca tidak hanya mengetahui keindahan dari ragam
bahasa tersebut melainkan agar pesan yang terdapat dalam gaya bahasa yang
digunakan oleh pengarang dalam suatu karangan tersebut dapat tersampaikan
kepada pembaca melalui penggunaan kajian stilistika pragmatik. Dalam naskah
drama “Karma Sang Pendosa” menggunakan berbagai macam gaya Bahasa dalam
setiap tuturannya. Ada Bahasa yang menyindir, membandingkan, mencela orang
lain dan gaya bahasa lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti dapat merumuskan
beberapa masalah utama yang akan dibahas dalam penelitian ini.
a. Apa saja wujud gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sinisme
yang digunakan dalam naskah drama Karma Sang Pendosa karya Rosyed E.
Abby?
b. Apa saja maksud pragmatik gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas
sinisme yang digunakan dalam naskah drama Karma Sang Pendosa karya
Rosyed E. Abby dari perspektif stilistika pragmatik?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan utama dalam penelitian ini yaitu membahas rumusan
masalah yaitu :
a. Untuk mendeskrispsikan wujud gaya bahasa dalam majas perulangan dan
majas sinisme yang digunakan dalam drama Karma Sang Pendosa karya
Rosyed A. Ebby.
b. Untuk mendeskripsikan maksud pragmatik gaya bahasa dalam majas
perulangan dan majas sinisme yang digunakan dalam naskah drama Karma
sang pendosa karya Rosyed A. Ebby dari perspektif stilistika pragmatik.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan
manfaat teoretis dan manfaat praktis bagi para pembaca. Adapun manfaat
teoretis dan manfaat praktis tersebut yaitu :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat mendalami pengetahuan berupa jenis-
jenis gaya bahasa dan teori stilistika pragmatik dalam pemanfaatan gaya
bahasa. Selain itu dapat menjadi referensi bagi pembaca dalam menambah
pengetahuan.
b. Manfaat Praktis
Dalam penelitian ini terkait dengan penggunaan bahasa yang
digunakan oleh tokoh dalam naskah drama Karma Sang Pendosa dapat
memberikan informasi kepada pembaca agar dapat mengetahui bahwa gaya
bahasa dalam tindak tutur tidak hanya terjadi dalam kehidupan nyata, tetapi
dapat diinterpretasikan lewat drama sebagai cerminan bagi kehidupan
bermasyarakat. Selain itu pembaca juga dapat mengetahui fungsi tuturan
dalam gaya berbahasa yang disampaikan lewat ungkapan tokoh dalam drama
dan dapat mengetahui pesan tersirat yang disampaikan pengarang melalui
karakter bahasa tokoh dalam drama.
1.5 Batasan Istilah
Berikut ini akan dipaparkan mengenai batasan-batasan istilah
yangdigunakan dalam peneitian ini agar tidak mengalami kesalahan dalam
pemahaman
a. Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Pragmatik adalah
studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis dan
ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca. Maksud dari pernyataan tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
bahwa pragmatik lebih pada apa yang disampaikan oleh penutur dapat
tersampaikan kepada pembaca atau pendengar. (Geoffrey N. Leech)
b. Konteks Situasi
Leech (dalam Rahardi, 2003:18) memaparkan bahwa konteks situasi
tuturan adalah aneka macam kemungkinan latar belakang pengetahuan
(background knowledge) yang muncul dan dimiliki bersama-sama baik oleh
penutur maupun oleh mitra tutur, serta aspek-aspek non kebahasaan lainnya
yang yang menyertai, mewadahi serta melatarbelakangi hadirnya sebuah
pertuturan tertentu. Latar belakang pengetahuan yang dimaksud adalah
segala aspek yang melingkup baik itu aspek social, budaya, ekonomi,
maupun politik yang dimiliki oleh partisipan (pembicara dan pendengar)
dalam bertutur demi tercapainya makna dalam pertuturan. Sejalan dengan
hal itu, Tarigan (1989:35) menyatakan bahwa konteks situasi adalah latar
belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh
pembicara atau penulis dan penyimak atau pembaca, serta yang menunjang
intepretasi penyimak atau pembaca terhadap sesuatu yang dimaksud
pembicara atau penulis dengan suatu ucapan tertentu.
Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan satu konteks
sebagai acuan dalam mengidentifikasi tuturan dalam penelitian, yaitu
konteks situasi.
c. Majas
Majas adalah adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk
meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum
(Tarigan :2013 :5)
d. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk
meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan
suatu benda atau hal lain yang lebih umum. Gaya bahasa adalah cara
mempergunakan bahasa secara imajinatif, bukan dalam pengertian yang
benar-benar kalamiah saja (Warriner [et al], 1997 :602)
e. Stilistika
Stilistika merupakan ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam
karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya. Ratna
(2009:236)
f. Stilistika Pragmatik
Istilah “Pragmastilistik” merupakan kajian antardisiplin antara
pragmatik dan stilistika. Pragmatik yaitu kajian yang menghubungkan
antara struktur bahasa dengan pemakaiannya menrurut Cristal (dalam
Nurhadi 2013;15)
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan ini terdiri atas lima bab. Bab 1 merupakan bab pendahuluan
yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, batasan istilah dan sistematika penulisan. Latar belakang berisi
alasan peneliti melakukan penelitian dan masalah yang ditemukan. Rumusan
masalah berisi masalah berupa kalimat tanya . Tujuan penelitian berisi tujuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
yang akan dilakukan peneliti dan sesuai dengan rumusan masalah yang
dibuat. Manfaat penelitian berisi kegunaan dari hasil penelitian yang
dilakukan. Batasan istilah disertakan untuk membatasi istilah-istilah yang ada
dalam penelitian.
Bab II adalah landasan teori berisi penelitian yang relevan dan kajian
teori. Penelitian relevan digunakan untuk referensi bagi peneliti agar dapat
melihat kajian yang sudah diteliti oleh orang lain sehingga peneliti dapat
mengkaji dengan kritis dan tajam. Kajian teori menunjukkan kedalaman
analisis. Kajian teori digunakan sebagai alat pembedah.
Bab III merupakan bab metodologi penelitian. Bab ini meliputi jenis
penelitian, data dan sumber data penelitian, metode dan teknik pengumpulan
data, metode dan teknik analisis data. Jenis penelitian adalah pengkategorian
menurut data yang diperoleh. Data merupakan bahan kajian. Sumber data
merupakan subjek dari mana data didapatkan. Metode dan teknik
pengumpulan data berisi metode maupun teknik yang digunakan dalam
penelitian. Metode dan teknik analisis data berisi metode dan teknik yang
digunakan dalam menganalisis data penelitian.
Bab IV merupakan bab yang berisi hasil penelitian dan pembahasan.
Bab ini merupakan jantung dari karya ilmiah. Bagian pembahasan membahas
tentang rumusan masalah dan sesuai teori yangdigunakan.
Bab V merupakan penutup . Bab ini berisi kesimpulan dan saran.
Kesimpulan berisi uraian yang telah dianalisis dan pokok-pokok pikiran.
Saran berisi imbauan kepada peneliti selanjutnya jika ingin meneliti
penelitian yang serupa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
KAJIAN TEORI
Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan dan landasan teori.
Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-topik sejenis yang
dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Landasan teori berisi tentangteori-teori yang
digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini yang terdiridari pragmatik,
konteks, makna/maksud pragmatik, stilistika, dan stilistika pragmatik
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Dalam memperoleh informasi yang kuat untuk mendukung jalannya suatu
tugas penelitian ini, peneliti telah melakukan tinjauan pustaka untuk memperoleh
gambaran arah dalam penelitian. Dalam penelitian ini terdapat 4 (empat)
penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan masih
relevan untuk dilaksanakan yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh :
Fitri Tyas Rachmawati dalam jurnal yang berjudul” Gaya berbahasa tokoh utama
Hua Mulan dalam film Rise of A Warrior karya Ma Chuceng (kajian
Pragmastilistik). Dalam jurnalnya mengkaji tentang bentuk, faktor dan fungsi dari
gaya berbahasa pada film Rise of A Warrior karya Ma Chuceng. Dalam
penelitiannya bertujuan untuk mendeskripsikan gaya berbahasa ditinjau dari aspek
nada berbahasa oleh tokoh utama Hua Mulan dalam film Rise of A Wirror, factor
yang melatarbelakangi penggunaan gaya berbahasa ditinjau dari aspek nada
berbahasa dan faktor yang melatarbelakangi penggunaan gaya bahasa oleh tokoh
utama dalam film tersebut. Perbedaannya terletak pada tujuan dan analisisnya
sedangkan relevansinya terletak pada gaya bahasa dan kajian pragmastilistik.
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Penelitian kedua yang relevan adalah penelitian yang dilakukan Zainah
Asmaniah tahun 2015 yang berjudul “ Naskah Drama Rajapati Karangan Ahad
Bakri (Kajian structural dan pragmastilistik). Dalam jurnalnya memuat struktur
dalam naskah drama Rajapati dan hubungan pragmastilistik yang ada dalam
naskah drama Rajapati. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan cerita,
struktur dan pragmastilistik yang terdapat dalam naskah drama Rajapati.
Relevansinya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pragmatilistik yang
dikaji dalam penelitiannya, karena penelitian yang akan dilakukan menggunakan
kajian stilistika pragmatik untuk mengkaji gaya bahasa yang terdapat dalam
naskah drama “karma sang pendosa”.
Penelitian ketiga yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu
dari Sopyan Ali Pascasarjana Universitas Sebelas Maret dengan judul “Kajian
Stilistika Pragmatik Gaya Bahasa pada puisi Shaykh Hamza Yusuf Hamsan”.
Penelitian ini mengkaji tentang penggunaan gaya bahasa yang meliputi analisa
unsur metafora dan pola gaya bunyi pada puisi-puisi karya Shaykh Hamza Yusuf
yang diulas melalui pendekatan stilistik. Perbedaan dari penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti adalah dari analisisnya yaitu Sopyan Ali menganalisis
penggunaan gaya bahasa yang meliputi unsur metafora dan pola gaya bunyi dalam
puisi, sedangkan peneliti menganalisis gaya bahasa dalam majas perulangan dan
majas sindiran pada naskah drama Karma Sang Pendosa karya Rosyed E. Abby.
Penelitian keempat yang relevan yaitu dari Damaris Rambu Sedu Dairu,
Universitas Sanata Dharma 2019 dengan judul “ Pemanfaatan Gaya Bahasa
dalam Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin Nugroho
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Kajian stilistika pragmatik. Penelitian ini mengkaji tentang pemanfaatan gaya
bahasa dan makna gaya bahasa yang digunakan dalam film Marlina si pembunuh
dalam empat babak. Perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
adalah terletak pada objeknya yaitu pada penelitian ini akan mengkaji gaya
bahasa dalam film dan mengkaji semua gaya bahasa pada majas , sedangkan pada
peneliti yang akan dilakukan pada naskah drama dengan menggunakan dua majas
yaitu majas perulangan dan majas sindiran.
Dari hasil penelitian di atas peneliti menggunakan suatu kajian stilistika
pragmatik. Peneliti berharap penelitian terdahulu dapat dijadikan referensi untuk
kelancaran dalam penelitian ini, karena penelitian ini mengkaji tentang gaya
bahasa dalam majas perulangan dan majas sindiran pada naskah drama Karma
Sang Pendosa karya Rosyed E. Abby kajian stilistika pragmatik.
2.2 Kajian Teori
Dalam landasan teori ini, peneliti akan memaparkan teori-teori yang
berkaitan dengan judul penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Pada penelitian
ini, peneliti memaparkan teori tentang pragmatik, konteks, makna/maksud
pragmatik, stilistika, stilistika pragmatik, majas dan gaya bahasa yang akan
diperinci dalam sub bab berikut ini.
2.2.1 Teori Pragmatik
Hickey (dalam Nurhadi, 2013, hal 16) menyebutkan bahwa pragmatik
secara langsung bukan membahas bahasa, tetapi membahas apa yang dilakukan
oleh manusia ketika sedang menggunakan bahasa, kegunaan, serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
pemakaiannya. Selain itu pragmatik membahas cara pemakaian bahasa agar
menjadi komunikasi yang efektif.
Pragmatik dan semantik sama-sama menggunakan makna sebagai isi
dalam komunikasi. Semantik berpusat pada pikiran (competence langue),
sedangkan pragmatik berpusat terhadap pembicaraan (performance, parole).
Sebagaimana yang disebutkan oleh (Levinson, 1983, hal 9) mendefenisikan
pragmatik sebagai studi bahasa yang menelaah relasi bahasa serta konteks
tergramatisasi dan terkodifiasi agar tidak lepas dari struktur bahasanya.
Beberapa batasan mengenai pragmatik yaitu : (1)Pragmatik yaitu studi mengenai
maksud pembicara, (2) Pragmatik yaitu studi mengenai makna kontekstual,
(3)Pragmatik yaitu studi bagaimana cara agar banyak hal yang disampaikan
daripada yang dibicarakan, (4) Pragmatik yaitu studi mengenai ungkapan jarak
serta hubungan, (5) Pragmatik yaitu studi mengenai hubungan antara bentuk-
bentuk linguistik dengan pemakaian bentuk-bentuk tersebut.
Pragmatik diartikan sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi
tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa
atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran
(Kridalaksana, 1993:177). Maksud dari pendapat tersebut bahwa pragmatik
merupakan ilmu yang digunakan untuk mengetahui penggunaan bahasa yang
sesuai dengan konteksnya. Adapun pendapat (Yule 2006:3) terkait pragmatik
adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh (atau penutur) dan
ditafsirkan oleh pendengar (pembaca). Maksud dari pendapat tersebut bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
pragmatik merupakan studi tentang makna yang disampaikan penutur dapat
tersampaikan maksudnya oleh pembaca atau pendengar.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut terkait dengan pragmatik dapat
disimpulkan bahwa pragmatik merupakan studi bahasa yang mengkaji maksud
dan makna pesan yang disampaikan penulis atau pembicara, dapat tersampaikan
kepada pembaca atau pendangar. Selain mengkaji tentang makna yang
disampaikan oleh penutur, pragmatik juga diperlukan konteks dalam tuturan.
Seorang penutur dalam bertutur diperlukan konteks dalam menyampaikan pesan
yang ingin disampaikan kepada pembaca atau pendengar. Melalui konteks
tersebut, seorang penutur dapat menyampaikan pesannya dengan baik dan dapat
diterima baik pula oleh pendengar atau pembacanya.
2.2.2 Teori Konteks
Istilah “konteks” didefenisikan oleh Mey (1993:38) sebagai the
surrondings, in the widest sense, that enable the participants in the
communication process to interact and that make the linguistic expressions of
their interaction intelligible (“situasi lingkungan dalam arti luas yang
memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi dan yang membuat
ujaran mereka dapat dipahami”). Kalau Parker (1986) mencantumkan
komunikasi dalam defenisinya, Mey (1993 :42) menekankan konteks dan
mengatakan bahwa pragmatik adalah the study of conditions of human language
uses as these are determined by the context of society (kajian tentang kondisi
penggunaan bahasa manusia sebagaimana ditentukan oleh konteks
masyrakatnya”). Maka dapat diketahui konteks sangat diperlukan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
pragmatik karena setiap makna tuturan yang disampaikan oleh penutur harus
memiliki konteks yaitu situasi yang berada diluar teks yang sedang dibicarakan
(Pranowo 2014:65). Mulyana (2005: 21) menyatakan bahwa konteks dapat
dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengan
arti, maksud, maupun informasinya sangat bergantung pada konteks yang
melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. Maksud dari pendapat tersebut
menjelaskan bahwa konteks merupakan suatu peristiwa yang menjadi patokan
dasar dalam sebuah tuturan untuk dapat mengetahui makna atau maksud yang
ingin disampaikan oleh petutur.
Dari beberapa pengertian konteks dari para ahli di atas, memiliki
persamaan pendapat bahwa teori konteks ini merupakan situasi atau kondisi saat
bertutur. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konteks
merupakan situasi atau kondisi saat bertutur yang tentunya saling berinteraksi
satu sama lain. Jika kedua petutur saling berinteraksi, bahwa pragmatik dalam
kondisi tersebut dapat tersampaikan dengan baik oleh kedua pihak. karena
pragmatik sangat berkaitan sebagaiamana halnya dengan penggunaan bahasa
yang digunakan oleh manusia dilihat dari situasi atau konteks tertentu. Pembaca
tidak akan mengerti makna tanpa memahami konteks yang mengelilinginya.
Pentingnya konteks dalam pragmatik ditekankan oleh Wijana (1996:2)
yang menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji makna yang terikat konteks. Dari
pendapat Wijana ini bermaksud bahwa konteks adalah situasi dalam tuturan
yang disampaikan baik oleh penutur maupun mitra tutur dalam bertuturan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Melalui konteks tersebut, seorang penutur dapat mengetahui makna yang ingin
disampaikan oleh penutur kepada mitra tuturnya. Secara umum, dapat
didefenisikan bahwa konteks dalam pragmatik adalah segala macam aspek yang
sifatnya luar bahasa (ekstralinguistic) yang menjadi penentu pokok bagi
kehadiran sebuah makna kebahasaan.
Pada umumnya berbicara tentang konteks merupakan situasi yang terjadi
dalam sebuah tuturan. Situasi dalam tuturan tersebut ada banyak seperti halnya
berkaitan dengaan siapa si penutur, lawan tuturnya siapa, tujuan tuturannya apa
dan konteks tuturannya seperti apa. Jika situasinya seperti hal tersebut, maka
makna yang akan disampaikan juga dapat diterima baik oleh masing-masing
kedua pihak.
2.2.3 Makna dan Maksud/ Makna Pragmatik
Setiap tuturan yang diutarakan oleh penutur pasti mengandung makna dan
maksud. Makna dan maksud dalam sebuah tuturan memiliki arti yang berbeda-
beda. Dalam memahami kedua bentuk makna dan maksud disetiap tuturan, ada
baiknya jika memahami defenisinya masing-masing. Berikut akan dipaparkan
terkait makna dan maksud.
2.2.3.1 Makna
Makna secara umumnya bersifat internal. Jadi unsur ini ada di dalam
bahasa. Pengertian dari makna sangatlah beragam. Pateda (2001:79)
mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang
membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun
kalimat. Menurut Ullaman (dalam Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Ferdinand de sassure
(dalam chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian
atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik. Jadi makna
bersifat linear atau semantik yang berkaitan langsung dengan kata, frasa, klausa
atau kalimat itu sendiri.
2.2.3.2 Maksud
Yule (2006:3) menjelaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang
maksud penutur. Maksud sama halnya dengan makna pragmatis. Pragmatik
melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu
konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang
dikatakan. Leech (2003:34) menyatakan bahwa maksud yaitu makna yang
dimaksudkan pesannya. Senada dengan hal itu, Wijana dan Rohmadi (2009:215)
menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang disampaikan penutur
kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Maksud yang
diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya diutarakan langsung atau
tersurat, akan tetapi adakalanya diutarakan secara tidak langsung atau tersirat.
Putrayasa (2014: 24) menjelaskan bahwa untuk memahami maksud pemakaian
bahasa seseorang dituntut harus memahami pula konteks yang mewadahi
pemakaian bahasa tersebut. Wijana dan Rohmadi (2011:10) menjelaskan bahwa
maksud adalah elemen luar bahasa yang bersumber dari pembicara. Maksud
bersifat subjektif.
Sejalan dengan hal itu, Chaer (2009:35) menjelaskan maksud dapat
dilihat dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Disini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
orang yang berbicara itu mengujarkan sesuatu ujaran entah berupa kalimat
maupun frase, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah
ujaran itu sendiri.
2.2.4 Teori Stilisika
Istilah sistika berasal dari kata : stylistics, dalam bahasa inggris. Istiliah
stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah pengarang
atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam mode. „ics
atau ik‟ adalah ilmu, kaji, telaah. Stilistika adalah ilmu gaya atau ilmu gaya
bahasa. Adapun beberapa istilah berdasarkan pendapat para ahli tentang
stilistika yaitu: Abrams, (1979 : 165-167), stilistika adalah ilmu yang meneliti
penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra . Ratna (2009:236)
menyatakan bahwa stilistika merupakan ilmu yang menyelidiki pemakaian
bahasa dalam karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek
keindahannya.
Pendapat Crystal (1989: 431) menyebutkan stilistika merupakan
pengkajian yang sistematis dalam penggunaan bahasa, karakteristik gaya, baik
individu maupun kelompok. Menurut Simpon (2004:2), stilistika adalah sebuah
metode interpretasi tekstual karya sastra yang dipandang memiliki keunggulan
dalam pemberdayaan bahasa. Menurut Junus (1989:17), hakikat stilistika adalah
studi mengenai pemakaian bahasa dalam karya sastra. Kridalaksana (2011:157),
menyatakan bahwa stilistika (stilistics) adalah (1) ilmu yang menyelidiki bahasa
yang dipergunakan dalam karya sastra, ilmu interdisipliner antara linguistik dan
kesusastraan (2) penerapan linguistik pada penelitian gaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim penyusun 2009:489), istilah
stilistika memiliki arti tata bahasa yang meliputi kebiasaan-kebiasaan atau
ungkapan-ungkapan dalam pemakaian bahasa yang mempunyai efek kepada
pembacanya. Leech dan Short (1984 :13) menyatakan bahwa stilistika adalah
studi tentang wujud performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat dalam
karya sastra. Menurut Chapman (1977 : 15) stilistika bertujuan menentukan
seberapa jauh dan dalam hal apa bahasa yang digunakan dalam sastra
memperlihatkan penyimpangan, serta bagaimana pengarang menggunakan
tanda-tanda linguistik untuk mencapai efek khusus.
Kajian stilistika sebenarnya dapat ditujukan terhadap berbagai ragam
penggunaan bahasa, tidak terbatas pada sastra saja tetapi biasanya stilistika
sering dikaitkan dengan bahasa sastra. Stilistika dapat dianggap menjembatani
kritik sastra di satu pihak dan linguistik di pihak lain karena stilistika mengkaji
wacana sastra dengan orientasi linguistik. Stilistika merupakan suatu ilmu yang
di dalamnya juga mempelajari kata-kata berjiwa dan gaya bahasa yang terdapat
dalam karya sastra. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa stilistika adalah ilmu yang menelaah tentang cara penggunaan gaya
bahasa baik dalam penggunaan karya sastra ataupun dalam kehidupan sehari-
hari dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis.
2.2.5 Stilistika Pragmatik
Istilah “pragmastilistik” merupakan kajian antardisiplin antara pragmatik
dan stilistika. Pragmatik yaitu kajian yang menghubungkan antara struktur
bahasa dengan pemakaiannya (Cristal dalam Nurhadi 2013, hal 15). Pragmatik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
yaitu telaah mengenai kondisi-kondisi umum pemakaian komunikasi bahasa
(Levinson 1983 hal 21), sedangkan stilistika yaitu ilmu yang membahas
mengenai bahasa yang digunakan dalam karya sastra: ilmu antardisiplin antara
linguistik dan kesusastraan: penerapan linguistik dalam penelitian gaya bahasa
(Kridalaksana dalam Nurgiyantoro, 2014 hal 23). Pragmatik berpusat terhadap
pemakaian bahasa dalam konteks situasi, sedangkan stilistika berpusat pada
pemakaian bahasa dalam satu tuturan yang lazim disebut maksim (Leech 1983,
hal 32). Oleh sebab itu, pragmatik dan stilistika saling berkaitan satu sama lain.
Kaitannya dengan pragmastilistik (Hickey dalam Nurhadi, 2013. Hal 15)
menyebutkan beberapa pandangan diantaranya yaitu : (1) Pragmastilistik yaitu
gaya bahasa yang ditambahkan komponen pragmatik ke dalam pembahasannya,
(2) Pragmastilistik memberikan perhatian khusus terhadap fitur-fitur yang dipilih
saja oleh pembicara, tetapi memilih cara yang tujuannya jelas serta cara
penyampaiannya berbeda, (3) Pragmastilistik melibatkan seluruh aspek yang
berkaitan dengan kondisi linguistik serta ekstra linguistik yang memungkinkan
adanya unsur-unsur konteks untuk menghasilkan teks yang merubah struktur
internal pada keadaan, pikiran, serta pengetahuan, (4) Jika linguistik tertarik
untuk bertanya “What do you say?” „kamu berbicara apa?‟, ahli stilistika akan
bertanya “how do you say?” „bagaimana anda bercerita?”, ahli pragmatik akan
bertanya “What do you do?” „apa yang dilakukan oleh anda‟?, ahli
pragmastilistik akan bertanya “How do you do?” „ Bagaimana anda
melakukannya?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kajian
pragmastilistik itu merupakan gabungan antara pragmatik dan stilistika yang
membahas gaya bahasa yang dilihat dari segi aspek-aspek pragmatik seperti
dalam tuturan dan konteks situasinya. Selain itu pragmastilistika tidak hanya
membahas maksud pembicaraan, tetapi juga membahas cara melakukan sebuah
tindakan.
2.2.6 Majas dan Gaya bahasa
Majas adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud penulis atau
pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan. Pada umumnya majas
dibedakan menjadi empat macam, yaitu: a) majas penegasan, b) perbandingan,
c) pertentangan dan d) majas sindiran. Dari keempat jenis majas tersebut, dapat
dibagikan ke dalam beberapa subjenis sesuai dengan cirinya masing-masing.
Secara tradisional,bentuk-bentuk inilah yang disebut sebagai gaya bahasa.
Dalam tatarannya, gaya bahasa dan majas sangatlah berbeda. Gaya bahasa juga
merupakan bagian dari majas atau dengan kata lain majas disamakan dengan
gaya bahasa. Namun dari segi kualitasnya, gaya bahasa lebih luas dari majas,
karena gaya bahasa memiliki pembicaraan dan maknanya yang tergantung pada
pengarang untuk mencipta gaya dan membuat pembaca mampu untuk
memahami maksud dari pengarang. Sedangkan pada majas memiliki
keterbatasan pada masing-masing penggolongannya.
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan
efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau
hal lain yang lebih umum. Gaya bahasa adalah cara mempergunakan bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
secara imajinatif, bukan dalam pengertian yang benar-benar secara kalamiah saja
(Warriner [et al], 1997 : 602). Gaya bahasa merupakan bagian dari pilihan kata
yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu.
Gaya sebenarnya tidak lain dari pada cara mengungkapkan diri sendiri, entah
melalui bahasa, tingkah laku, berpakain dan sebagainya. Itulah sebabnya kita
bisa mengatakan „cara berpakaianya menarik perhatian orang banyak, cara
menulisnya lain dari pada kebanyakan orang, yang memang sama artinya dengan
berpakaian dan gaya menulis. Dilihat dari segi bahasa gaya bahasa
memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak dan kemampuan seseorang
yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik
pula penilaian orang terhadapnya, semakin buruk gaya bahasa seseorang,
semakin buruk pula penilaian diberikan kepadanya.
Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam
berbicara dan menulis untuk menyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan
pembaca. Kata retorik berasal dari bahasa yunani rhetor yang berarti orator atau
ahli pidato. Secara singkat dapat dikatakan bahwa” gaya bahasa adalah cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus
mengandung tiga unsur berikut yaitu: kejujuran, sopan-santun, dan menarik
(Keraf, 1985 : 113). Dari beberapa pendapat ahli tersebut terkait dengan gaya
bahasa dapat disimpulkan bahwa, gaya bahasa merupakan karakteristik
seseorang atau pengarang dalam menggunakan bahasa baik secara lisan maupun
tulisan. Gaya bahasa juga merupakan cara seseorang atau pengarang dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
menciptakan suatu keindahan lewat gaya bahasa yang digunakanyya untuk
menarik perhatian para pembaca atau pendengar. Berikut ini adalah beberapa
jenis majas dan gaya bahasa yang biasa digunakan oleh pengarang dalam
menciptakan sebuah karangan yaitu :
2.2.6.1 Majas Perulangan(Repetisi)
Majas perulangan adalah yang mengulang kata demi kata entah itu yang
diulang bagian depan, tengah, atau akhir sebuah kalimat. Majas perulangan ini
meliputi gaya bahasa aliterasi, gaya bahasa anadiplosis, gaya bahasa epanalipsis,
gaya bahasa epizeukis, gaya bahasa mesodiplosis, gaya bahasa anafora, gaya
bahasa epifora, gaya bahasa antanaklasis, gaya bahasa kiasmus, gaya bahasa
tautotes dan gaya bahasa simploke
2.2.6.1.1 Gaya Bahasa Aliterasi
Menurut Keraf(2007:130) aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud
perulangan konsonan yang sama. Aliterasi adalah gaya bahasa yang
memanfaatkan kata-kata yang permulaannya sama bunyinya (Tarigan,1995:197).
Aliterasi juga dapat diartikan sebagai pengulangan bunyi konsonan yang sama.
Aliterasi adalah sarana stilistis yang berarti pengulangan bunyi konsonan yang
sama di permulaan kata yang membentuk rangkaian kata yang mapan biasanya
berpasangan (Moentaha, 2006; 182) Berikut adalah paparan contohnya :
“ Desir hari berlari (Senuja di pelabuhan kecil)
Dari beberapa pendapat para ahli di atas bahwa aliterasi merupakan bentuk
gaya bahasa dalam pengulangan bunyi konsonan yang sama pada satu kalimat.
Pada contoh di atas terbukti bahwa pengulangan bunyi konsonan terdapat pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
konsonan R. Dalam kalimatnya terdapat konsonan R yang sejajar diulang pada
setiap kata baik diawal kalimat, tengah maupun diakhir.
2.2.6.1.2 Gaya Bahasa Asonansi
Asonansi sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud pengulangan vocal
yang sama. biasanya dipakai dalam karya puisi ataupun dalam prosa untuk
memperoleh efek penekanan atau menyelamatkan keindahan (Tarigan, 2013;
176). Jika dalam aliterasi pengulangan pada perulangan kononan maka asonansi
pengulangan pada vokal, baik di awal, tengah maupun akhir kata secara berurutan
dalam baris atau klausa. Berikut adalah paparan contohnya :
“ Tentang segala rasa yang sara‟
Dari pendapat para ahli di aatas bahwa asonansi merupakan bentuk
pengulangan penekanan pada bunyi vokal dalam sebuah kalimat. Pada contoh di
atas terbukti bahwa , pengulangan vokal yang digunakan pada kalimat tersebut
yaitu menggunakan vokal A pada setiap kata yang terdapat pada kalimat tersebut
diatas.
2.2.6.1.3 Gaya Bahasa Epanalipsis
Epanalipsis adalah gaya bahasa repetisi kata terakhir pada akhir kalimat
atau klausa. Epanlipsis adalah pengulangan yang berwujud kata terakhir dari
baris, klausa, atau kalimat mengulang kata pertama (Keraf, 2007:128).
Epananalipsis adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata
pertama dari baris klausa atau kalimat menjadi terakhir. Jadi maksud pendapat
tersebut adalah epanalipsis merupakan gaya bahasa pengulangan pada kata yang
dapat digunakan pada.. contohnya :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
“ Pulanglah. Sakitnya kakak kalian semakin parah...Anak-anakku,
sebelum semuannya terlambat, pulanglah. (Bidadari-Bidadari Surga,
hal:1)
Dari contoh tersebut, terdapat kata pulanglah yang merupakan gaya
bahasa pengulangan pada kata pertama dan diulang kata yang sama pada akhir
kalimat. Pada contoh kalimat di atas memiliki makna untuk meminta keluarganya
agar berkumpul bersama dan menjenguk kakaknya yang sedang sakit parah. Dari
contoh tersebut dapat dimaknai sebagai permohonan seorang ibu untuk adik-
adiknya agar segera menjenguk kakak mereka yang sedang sakit.
2.2.6.1.4 Gaya Bahasa Epizeukis
Epizeukis adalah gaya bahasa repetisi yang bersifat langsung dari kata-kata
yang dipentingkan dan diulang beberapa kali sebagai penegasan. Menurut Ratna
(2009:442), epuzeukis adalah pengulangan secara langsung. Keraf (2007:127)
berpendapat bahwa yang dinamakan epizeukis adalah repetisi yang bersifat
langsung, artinya kata-kata yang dipentingkan diulang beberpa kali berturut-turut.
Epuzeukis adalah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung, yaitu kata yang
ditekankan atau dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut (Tarigan,
2013:182)
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
epizeukis merupakan gaya bahasa pengulangan pada bagian kata-kata yang
menurutnya penting dan dapat disebutkan secara berulang-ulang untuk dapat
dipahami. Contohnya ;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
“ Kami harus pulang malam ini juga ke jakarta, kau dengar? Ya?
Ya?Albertino, pertemuan besok batal! Batal ! batal! Kau dengar? (Bidadari-
Bidadari Surga, hal 201)
Dari contoh kalimat di atas terbukti bahwa bentuk pengulangan yang
merupakan sebagai kata yang penting untuk di pahami oleh pembaca yaitu pada
kata ya?dan batal. Bentuk pengulangan pada kalimat di atas dimaksud kan
sebagai penekanan pada kata yang penting untuk dapat dipahami oleh pendengar
atau pembaca.
2.2.6.1.5 Gaya Bahasa Mesodiplosis
Ratna (2009:443) menyatakan bahwa mesodiplosis adalah pengulangan
di tengah baris. Mesodiplosis adalah gaya bahasa repetisi yang menggunakan
pengulangan ditengah-tengah baris atau kalimat secara berurutan. Mesodiplosis
adalah repetisi di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan(Keraf,
2007:128). Mesodiplosis adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud
perulangan kata atau frase di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
mesodiplosis merupakan bentuk pengulangan pada kata yang terdapat pada
kalimat dan terletak di tengah-tengah kalimat yang berurutan . Contohnya ;
“ Mamak dan ibu-ibu lainnya menyiapkan hidangan besok dalimunte dan
pemuda lainnya menyiapkan panggung acara. (bidadari-bidadari Surga hal
:201)
Dari contoh di atas , terdapat bentuk pengulangan kata menyiapkan yang
berurutan pada kalimat tersebut dan merupakan bentuk dari gaya bahasa
mesodiplosis. Pengulangan kata pada contoh kalimat di atas secara berurutan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
dengan tujuan yang berbeda tetapi terikat dalam satu kalimat yaitu kata
menyiapkan yang pertama untuk hidangan besok dalimunte, sementara kata
menyiapkan yang kedua yaitu untuk pemuda yang bertugas untuk menyiapkan
panggung acara.
2.2.6.1.6 Gaya Bahasa Anafora
Anafora adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata
pertama pada seiap baris atau setiap kalimat. Keraf(2007:127) menyatakan
anafora adalah repetisi yang berwujud perulangan pada kata pertama pada tiap
baris atau kalimat berikutnya. Sedangkan Ratna (200 9: 442) berpendapat bahwa
anafora adalah kata atau kelompok kata diulang pada baris berikutnya. Sedangkan
Ratna (200 9 : 442) berpendapat bahwa anafora adalah kata atau kelompok kata
diulang pada baris berikutnya. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa anafora adalah gaya bahasa perulangan pada kata pertama
yang sama pada kalimat selanjutnya. Contohnya :
“Aku sangat bahagia. Aku sangat bangga (Cerita Cinta Enrico, hal :37)
Dari contoh di atas , bentuk pengulangan yang terdapat pada kalimat
tersebut adalah terletak pada kata Aku dan diulang pada kalimat berikutnya
dengan kata yang sama. Pengulangan kata aku pada contoh kalimat di atas
memiliki maksud untuk mendalami atau menggambarkan perasaan yang ada pada
diri seseorang.
2.2.6.1.7 Gaya Bahasa Epifora
Keraf (2007:136) berpendapat bahwa epifora adalah pengulangan pada
kata akhir kalimat atau di tengah kalimat. Simpulan gaya bahasa epifora adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
gaya bahasa epifora adalah gaya bahasa dengan mengulang kata diakhir atau di
tengah kalimat. Contohnya :
“Aku merasa hidupku adalah sia-sia. Belajar lima tahun di luar negeri
sia-sia. Pernikahanku sia-sia. (Pudarnya Pesona Cleopatra)
Dari contoh diatas, terdapat bentuk gaya bahasa epifora yaitu
pengulangan kata sia-sia pada akhir kalimat dan di tengah kalimat. Pengulangan
kata sia-sia pada contoh kalimat di atas merupakan sebuah penyesalan seseorang
yang sudah terjadi pada dirinya.
2.2.6.1.8 Gaya Bahasa Antanaklasis
Antanaklasis adalah gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama
dengan makna yang berbeda.(Ducrot dan Todorov, 1981: 227; Tarigan
(1985:198). Berikut adalah contoh gaya bahasa antanklasis
Buah bajunya terlepas membuat buah dadanya hamper-hampir
kelihatan.
Dari contoh kalimat di atas terdapat pengulangan gaya bahasa antanaklasis
yaitu pada kata buah. Pengulangan kata buah pada contoh di atas merupakan dua
kata yang sama tetapi memiliki makna yang berbeda. Pada kata buah yang
terdapat di awal kalimat memiliki arti sebuah kancing atau pengait yang terlekat
pada baju. Sementara kata buah yang merupakan bentuk pengulangan ke dua
pada kalimat di atas memiliki maksud pada organ tubuh yang terdapat pada
wanita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
2.2.6.1.9 Gaya Bahasa Kiasmus
Kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus
merupakan inversi hubungan antara dua kata dalam satu kalimat (Ducrot and
Todorov,1981 : 227) . Maksud pendapat tersebut bahwa gaya bahasa kiasmus
merupakan perulangan bentuk kata yang saling berlawanan makna dalam satu
kalimat. Berikut adalah contoh gaya bahasa kiasmus
Yang kaya merasa dirinya miskin, sedangkan yang miskin justru
merasa dirinya yang kaya.
Dari contoh kalimat di atas, terdapat pengulangan pada kata kaya dan
miskin yang merupakan bentuk gaya bahasa kiasmus. Pada dua bentuk
pengulangan kata di atas sama halnya dengan antonim atau lawan kata, namun
dalam contoh kalimat di atas memiliki inversi hubungan antar dua kata dalam satu
kalimatnya.
2.2.6.1.10 Gaya Bahasa Tautotes
Tautotes adalah gaya bahasa perulangan atau repetisi atas sebuah kata
berulang-ulang dalam sebuah kontruksi (Keraf 1985 : 127). Maksud dari pendapat
tersebut dapat dikatakan bahwa gaya bahasa tautotes merupakan gaya bahasa
yang memiliki ciri khas penanda berupa beberapa perulangan kata kata dalam
kalimat.
Kakanda mencintai adinda, adinda mencintai kakanda, kakanda dan
adinda saling mencintai, adinda dan kakanda menjadi satu.
Pada contoh kalimat di atas, terdapat bentuk pengulangan gaya bahasa
tautotes yaitu tedapat pada kata adinda, mencintai dan kakanda. Bentuk
pengulangan ketiga kata pada contoh kalimat di atas yang dapat diulang-ulang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
dalam sebuah kalimat. Dari contoh perulangan kalimat di atas juga saling
keterkaitan satu sama lainnya yang saling berhubungan melalui kata yang
diulang.
2.2.6.1.11 Gaya Bahasa Simploke
Simploke adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berupa pengulangan
pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut (Keraf, 1985:128).
Maksud dari Berikut adalah contoh gaya bahasa simploke
Ibu bilang saya pemalas, saya bilang biar saja
Ibu bilang saya lamban, saya bilang biar saja
Ibu bilang saya lengah, saya bilang biar saja
Ibu bilang saya manja, saya bilang biar saja
Pada contoh kalimat di atas terdapat bentuk pengulangan gaya bahasa
simploke yang terdapat pada kalimat ibu bilang saya dan saya bilang biar saja.
Kedua bentuk pengulangan pada contoh kalimat di atas merupakan kalimat
berturut-turut diulang pada setiap barisan kalimat.
2.2.6.2 Majas Sindiran
Keraf (2007:143) berpendapat bahwa sindiran atau ironi adalah suatu
acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari
apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Jadi yang dimaksud dengan
majas sindiran adalah suatu bentuk rangkaian kata-kata yang berlainan dari apa
yang dimaksudkan. Majas sindiran meliputi: melosis, sinisme, ironi innuendo,
antifrasis, sarkasme, dan satire.
2.2.6.2.1 Gaya Bahasa Sinisme
Ratna(2009:447) menyatakan bahwa sinisme merupakan sindiran yang
agak kasar. Keraf (2007:143) berpendapat bahwa sinisme adalah gaya bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan
terhadap keiklasan dan ketulusan hati atau gaya bahasa sindiran yang
pengungkapannya lebih kasar. Sinisme adalah sejenis gaya bahasa yang berupa
sindiran dan berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keiklasan
dan ketulusan hati. Sinisme adalah ironi lebih kasar sifatnya , namun kadang-
kadang sukar ditarik batas yang tegas antara keduanya (Tarigan 2003: 91). Dari
beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sinisme merupakan
bentuk gaya bahasa sindiran yang mengandung ejekan atau gaya bahasa yang
secara kasar. Berikut adalah paparan contohnya :
“ Dev, mobilnya rongsokan begitu!” Protes Ayyas (Bumi cinta, hal : 14).
Dari contoh tersebut diatas, merupakan gaya bahasa sindiran yang
menyatakan secara tidak langsung bahwa mobil yang dimiliki dev tersebut jelek
atau sudah rusak. Bentuk dari contoh kalimat di atas merupakan sebuah ejekan
yang secara kasar.
2.2.6.2.2 Gaya Bahasa Ironi
Ironi adalah gaya bahasa yang berupa sindiran halus berupa pernyataan
yang maknanya bertentangan dengan makna sebenarnya. Ratna (2009:447)
berpendapat bahwa ironi adalah gaya bahasa yang berupa sindiran halus. Sindiran
dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari
fakta tersebut. Jadi dari pendapat tersebut ironi merupakan bahasa sindirian yang
secara halus dan menyatakan makna yang kebalikan dari fakta yang dikatakannya
tersebut. Contohnya :
“ Kamu yang kecil, krempeng kok tiba-tiba melakukan hal gila seperti
itu. (Bumi Cinta, Hal :16)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Dari contoh kalimat tersebut diatas, terdapat makna sindiran yang secara
halus diungkapkan pada beberapa kata yang mungkin kebalikan dari makna yang
sesungguhnya dan tidak diungkapkan secara langsung.
2.2.6.2.3 Gaya Bahasa Sarkasme
Kata sarkasme berasal dari bahasa Yunani sarkasmos yang diturunkan dari
kata kerja sakasein yang berarti‟merobek-robekdaging seperti anjing‟ „menggigit
bibir karena marah‟ atau „bicara dengan kepahitan‟(Keraf, 1980: 144). Sarkasme
adalah penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untumk menyindir atau
mengkritik. Keraf(2007: 143) berpendapat bahwa sarkasme adalah suatu acuan
yang lebih kasar dan ironi yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir.
Sarkasme adalah gaya bahasa yang mengandung olok-olokkan atau sindiran pedas
dan menyakiti hati (Poerwadarminta dalam tarigan). Jadi maksud dari pendapat
tersebut adalah sakasme merupakan gaya bahasa sindiran yang secara kasar dan
bersifat mengkritik sesuatu yang dapat mengandung kepahitan atau menyakitkan
untuk di dengar. Berikut adalah paparan ontohnya :
“ Brengsek! Kau anak setan!” kau yang anak setan!” (Bumi Cinta, hal
:22)
Dari contoh tersebut diatas, terdapat kata-kata kasar yang dapat
menyinggung dan menyakitkan untuk di dengar terdapat pada brengsek dan anak
setan. Kedua kata tersebut merupakan bentuk sindiran yang sangat kasar untuk
digunakan atau diucapkan. Kata brengsek memiliki makna seseorang yang tidak
beres dalam hidupnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
2.2.6.2.4 Gaya Bahasa Satire
Satire adalah gaya bahasa yang berbentuk penolakan dan mengandung
kritikan dengan maksud agar sesuatu yang salah itu dicari kebenarannya. Satire
adalah gaya bahasa yang berbentuk ungkapan dengan maksud menetarwakan atau
menolak sesuatu (Keraf, 2007:144). Jadi maksud dari pendapat tersebut
merupakan bentuk gaya bahasa sindiran yang dapat mengandung penolakan
sesuatu yang tidak diterima dalam diri seseorang yang mengungkapiinya.
Contohnya :
“ Anak itu sungguh akan membuat malu bapaknya yang tidak tahu diri
pergi begitu saja meninggalkannya „(hal : 64)
Dari contoh tersebut diatas, terdapat kata-kata yang merupakan suatu
bentuk penolakan dalam diri seorang yang tidak menginginkan hal tersebut terjadi
pada dirinya. Pada contoh tersebut di atas terdapat makna yang tersirat dari
ungkapannya yang menyatakan bahwa agar penutur yang mengungkapkan hal
tersebut tidak membuat sesuatu yang sama hal seperti yang dikritiknya terhadap
anak tersebut. Dari ungkapannya tersebut juga penutur dapat menyimpulkan atau
mengambil suatu kesimpulan yang baik untuk tidak melakukan hal yang salah
dari apa yang terjadi pada mitra tutur dalam ungkapanya itu.
2.2.6.2.5 Gaya Bahasa Inuendo
Innuendo adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan
mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Gaya bahasa ini menyatakan kritik
dengan sugesti yang tidak langsung, dan tampaknya tidak menyakitkan hati kalau
ditinjau sekilas. (Keraf, 1985:144). Maksud dari pendapat tersebut bahwa gaya
bahasa innuendo merupakan gaya bahasa sindiran yang diungkapkan secara tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
langsung untuk mengatakan yang sebenarnya terjadi. Sindiran tersebut dituturkan
secara tidak langsung agar mitra tutur tidak tersinggung, sehingga penutur
memanfaatkan penggunaan gaya innuendo untuk memperkecil kemungkinan
penutur tersinggung. Berikut adalah contohnya.
Abangku sedikit gemuk karena terlalu kebanyakan makan daging
berlemak.
Dari contoh kalimat di atas, terdapat bentuk gaya bahasa innuendo yang
merupakan bentuk sindiran dari penutur yang secara tidak langsung yaitu pada
kata sedikit gemuk. Sindiran pada contoh kalimat di atas diungkapkan oleh
penutur agar mitra tuturnya tidak tersinggung dengan apa yang sampaikan oleh
penutur. Oleh karena itu, penutur dapat memperkecil maksud sindiran tersebut
dengan menggunakan gaya bahasa lain yang dapat diterima baik oleh mitra tutur.
2.2.6.2.6 Gaya Bahasa Antifrasis
Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata
dengan makna kebalikannya. Maksud dari pendapat tersebut bahwa gaya bahasa
antifrasis adalah gaya bahasa sindiran yang bertentangan dengan makna yang
sebenarnya. Berikut adalah contoh gaya bahasa antifrasis.
Mari kita sambut kedatangan sang raja (Maksudnya si jongos).
Dari contoh kalimat di atas, terdapat bentuk gaya bahasa antifrasis yaitu
pada kata sang raja. Pada kalimat di atas merupakan bentuk sindiran yang
menyatakan bertentangan dari makna yang sesungguhnya. Pada ungkapan penutur
dalam kallimat di atas mengatakan kedatangan sang raja yang pada sesungguhnya
maksud penutur adalah bukanlah raja yang sebenarnya dalam konteks kerajaan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
melainkan bentuk sindiran yang menggunakan gaya bahasa lain dan memiliki arti
lain yang maksud lain dari penutur adalah si jongos atau pembantu rumah tangga.
2.2.7 Kerangka Berpikir
Dalam kerangka berpikir ini peneliti memberikan gambaran mengenai
penelitian yang dilakukan. Judul yang diambil peneliti melihat dari gaya bahasa
yang digunakan oleh tokoh dalam naskah drama karma sang pendosa, khususnya
gaya bahasa pada majas perulangan dan majas sindiran dengan menggunakan
kajian stilistika pragmatik. Hal ini mengacu pada wujud dan maksud yang
digunakan dalam tuturan oleh tokoh pada naskah drama tersebut. Peneliti
menyimak dan mencatat tuturan tokoh pada naskah drama tersebut. Berdasarkan
judul yang digunakan di atas, pengetahuan mengenai ilmu pragmatik khususnya
pada konteks pragmatik menjadi bekal peneliti. Data yang didapatkan kemudian
dikelompokan dan dimasukkan ke dalam tabel triangulasi dengan wujud dan
maksud tuturan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Bagan 1 : Kerangka Berpikir
2
KAJIAN PRAGMATIK
KONTEKS
STILISTIKA
PRAGMATIK
GAYA BAHASA DALAM MAJAS PERULANGAN DAN
MAJAS SINDIRAN PADA NASKAH DRAMA KARMA SANG
PENDOSA KARYA ROSYED A. EBBY (KAJIAN STILISTIKA
PRAGMATIK)
WUJUD MAKSUD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini memaparkan terkait dengan metode penelitian berupa enam hal
yakni jenis penelitian, sumber data dan data penelitian, metode dan teknik
pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data dan triangulasi
data.
3.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah
metode penelitian kualitatif deskriptif. Peneliti mengambil metode penelitian
kualitatif sebagai bentuk metode penelitian ini, karena pada langkah awal peneliti
mengumpulkan data lewat tuturan dalam naskah drama “karma sang pendosa”
karya Rosyed E. Abby. Selain itu peneliti mendeskripsikan kata-kata secara
tertulis yang ada pada naskah drama karma sang pendosa. Bogon dan Taylor
(1975:5) mendefenisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati.
3.2 Data dan Sumber Data Penelitian
Data dalam penelitian ini berwujud tuturan berupa dialog yang terkandung
dalam gaya bahasa pada naskah drama karma sang pendosa karya Rosyed E.
Abby. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah naskah drama karma
sang pendosa karya Rosyed E. Abby.
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode dan teknik merupakan dua konsep yang berbeda tetapi berhubungan
langsung satu sama lain. Keduanya merupakan suatu “cara” dalam suatu upaya.
Metode adalah cara yang harus dilaksanakan atau diterapkan dan teknik adalah
cara melaksanakan atau menerapkan metode (Sudaryanto 2015:9).
Dalam penelitian kualitatif ini peneliti menggunakan metode simak untuk
mengumpulkan data. Metode simak atau penyimakan dilakukan dengan cara
menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan
dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara
tulis (Mahsun, 2007:92). Teknik pengumpulan dengan cara mencatat penggunaan
bahasa yang terdapat dalam naskah drama yang secara tertulis. Teknik catat yaitu
cara yang dilakukan peneliti untuk mencatat data-data yang ada hubungannya
dengan masalah penelitian. Pencatatan itu dapat dilakukan langsung. Dengan
adanya kemajuan teknologi sekarang ini, pencatatan itu dapat memanfaatkan
disket komputer atau laptop yang lebih canggih untuk mencatat atau mengetik
tuturan yang terkandung gaya bahasa dalam naskah drama Karma Sang Pendosa
dan dapat disimpan dalam sebuah file dalam laptop atau buku catatan.
3.4 Instrumen Penelitian Kualitatif
Dalam penelitian kualitatif ini, instrumen penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini yakni peneliti itu sendiri. Setelah penelitian ini sudah menjadi jelas,
maka akan dikembangkan instrumen penelitian yang akan diharapkan dan dapat
melengkapi data dan dapat membandingkan dengan data yang telah ditemukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
melalui pengamatan/observasi, dokumen dan wawancara. yang melakukan
validitas adalah peneliti itu sendiri.
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
Setelah melakukan kegiatan yang terkait dengan pengumpulan data,
kegiatan berikutnya adalah analisis. Metode yang digunakan untuk analisis adalah
metode simak. Metode simak berupa suatu penyimakan yang dilakukan untuk
menyimak penggunaan bahasa. Metode simak digunakan untuk menganalisis gaya
bahasa dalam naskah drama karma sang pendosa karya Rosyed E. Abby.
Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa
secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tulis (Mahsun, 2007:92).
Peneliti saat ini melakukan penelitian dengan bahasa secara lisan dan
menggunakan teknik catat. Sudaryanto (2015:205) menjelaskan bahwa metode
catat yaitu proses pencatatan pada kartu. Dalam proses penelitian ini metode
simak menggunakan teknik catat untuk mencatat atau menyimpan data.
Pencatatan data dilakukan pada sebuah buku maupun langsung pada file laptop.
Teknik catat ini dilakukan setelah membaca tulisan dalam naskah drama karma
sang pendosa karya Rosyed E. Abby. Data dalam penelitian ini berupa tuturan-
tuturan yang terkandung gaya bahasa.
Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis markah.
Pemarkahan ini menunjukkan kejatian suatu lingual atau identitas konsituen
tertentu. Kemampuan membaca pemarkah atau petunjuk itu berarti kemampuan
untuk menunjukkan kejatian yang dimaksud (Sudaryanto, 2015:129). Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan teknik baca markah untuk melihat penanda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
di dalam suatu tuturan yang menunjukkan suatu kriteria gaya bahasa tertentu.
Berdasarkan latar pemikiran tersebut, maka teknik analisis yang ditempuh peneliti
sebagai berikut :
a. Peneliti menganalisis gaya bahasa dalam naskah drama karma
sang pendosa karya Rosyed E. Abby kajian stilistika pragmatik.
b. Peneliti menganalisis dengan memperhatikan penanda atau ciri-
ciri gaya bahasa berdasarkan kajian stilistika pragmatik.
c. Peneliti menganalisis makna yang muncul dari gaya bahasa
dalam naskah drama karma sang pendosa karya Rosyed E. Abby
kajian stilistika pragmatik
d. Peneliti memasukan data ke dalam table tabulasi data
e. Peneliti menujukkan bukti yang dapat memperjelas kriteria
sebuah elemen dan menunjukkan suatu gaya bahasa berdasarkan
kajian stilistika pragmatik dalam naskah drama tersebut.
3.6 Tringulasi Data
Tringulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Teknik tringulasi yang paling banyak digunakan
ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzin (1978). Berdasarkan pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa triangulasi data merupakan suatu proses untuk
memeriksa data dengan memerlukan ahli lain sebagai bentuk kesesuaian data
yang diperoleh peneliti dalam mengambil data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tringulasi penyelidik yaitu
teknik tringulasi yang memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk
keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Dalam penelitian ini,
peneliti memohon bantuan kepada Prof. Pranowo, M.Pd sebagai tringulator data
penelitian ini. Penelitian ini diambil dari teks naskah drama “Karma Sang
Pendosa” karya Rosyed Abby dengan menggunakan data penelitian kualitatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, memuat hasil penelitian yang terdiri atas beberapa point
yakni : (1) deskripsi data, (2) analisis data, (3) pembahasan. Dalam deskripsi data
berisi paparan tentang data yang diperoleh peneliti. Analisis data berisi jenis dan
peran makna majas perulangan dan sindiran. Sedangkan pada pembahasan
memaparkan lebih lanjut mengenai hasil analisis data yang telah dilakukan
tentang jenis dan peran makna pada majas perulangan dan majas sindiran. Adapun
ketiga point tersebut akan dipaparkan sebagai berikut :
4.1 Deskripsi Data
Data dalam penelitian ini berdasarkan gaya bahasa yang digunakan oleh
tokoh dalam naskah drama “Karma Sang Pendosa” Karya Rosyed Abby. Data
yang akan diteliti berupa tuturan yang digunakan oleh tokoh dalam naskah drama
“Karma Sang Pendosa”. Data yang diperoleh kemudian digolongkan berdasarkan
jenis majas dan gaya bahasa yang digunakan oleh tokoh dalam naskah drama
„Karma Sang Pendosa” tersebut. Berdasarkan beberapa pendapat mengenai
penjenisan majas dan gaya bahasa yang terdapat di dalamnya yaitu majas
perbandingan, majas perulangan, majas pertentangan, majas sindiran dan majas
penegasan.
Dari beberapa jenis majas tersebut ada pula bagian-bagian dari setiap
majas tersebut yang dinamakan sebagai gaya bahasa. Pada majas perbandingan
terdapat 16 jenis gaya bahasa yaitu : hiperbola, metonomia, personifikasi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
sinestesia, simile/perumpamaan, pleonasme, metafora, alegori, alusio,
asosiasi,eufemisme,epitet, eponim, hipalase, pars pro toto, totem pro parte. Pada
majas perulangan terdapat 7 (tujuh) jenis gaya bahasa yaitu: aliterasi, asonansi,
anadiplosis, epanalipsis, epizeukis, mesodiplosis dan anaphora. Majas
pertentangan terdiri atas 7 (tujuh) jenis yaitu : litotes, paradox, hysteron prosteron,
antithesis, oksimoron, dan okupasi. Pada majas sindiran terdapat 4 (empat)gaya
bahasa yaitu : sinisme, ironi, sarkasme dan satire. Pada majas penegasan terdapat
4 (empat) gaya bahasa yaitu : paralelisme, erotesis, klimaks dan antiklimaks. Pada
penelitian ini, peneliti hanya dapat mengambil dua majas yaitu majas perulangan
dan majas sindiran.
4.2 Analisis Data
Subbab ini membahas hasil analisis gaya bahasa dalam majas perulangan
dan majas sindiran dalam naskah drama karma sang pendosa karya Rosyed E.
Abby kajian stilistika pragmatik. Analisis gaya bahasa dalam majas perulangan
dan majas sindiran dilakukan untuk menemukan wujud gaya bahasa berdasarkan
konteksnya dalam pragmatik. Pragmatik pada hakekatnya adalah studi bahasa dari
sudut pemakaiannya atau bahasa dalam pemakaiannya (language in use)
(Levinson dalam Pranowo).
Studi bahasa tentang pragmatik melibatkan konteks dalam setiap tuturan
yang disampaikan oleh penutur/ penulis dalam naskah drama karma sang pendosa
karya Rosyed E. Abby.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
4.3 Wujud Gaya Bahasa
Dalam naskah drama karma sang pendosa karya Rosyed E.Abby yang
peneliti analisis pada penelitian ini, peneliti menemukan 5 (lima) jenis gaya
bahasa berdasarkan konteksnya yang meliputi gaya bahasa epifora, gaya bahasa
anafora, gaya bahasa epizeukis, gaya bahasa sinisme, dan gaya bahasa sarkasme.
Berikut ini akan dipaparkan masing-masing contoh analisisnya
4.3.1 Gaya Bahasa Anafora
Kalimat yang mengandung gaya bahasa anafora dalam naskah drama
“Karma Sang Pendosa” yang dianalisis peneliti terdapat 4 (empat) buah
berdasarkan konteksnya. Berikut ini akan dipaparkan 4 buah data tersebut :
Data 1 : Apa?apa kau sudah lupa pada anak kita pak? Apa kau tak
merasa khawatir pada keselamatannya?
Konteks : Tuturan terjadi di rumah orangtua boncel antara emak boncel
dan bapak boncel pada sore hari. Emak boncel khawatir dengan
keadaan anaknya yang pergi dari rumah tanpa sepengetahuan
orangtuanya.
Pada contoh di atas, termasuk ke dalam gaya bahasa anafora. Wujud atau
penanda bahwa pada kalimat di atas yang merupakan bentuk gaya bahasa anafora
yaitu terdapat pada kata apa yang diulang pada setiap awal kalimat. Seperti
halnya dengan pendapat Keraf (2007:143) yang mengatakan bahwa anafora yaitu
gaya bahasa repetisi perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat.
adapun konteks pragmatik yang terdapat pada kalimat di atas yaitu ketika bapak
boncel yang sedang membelah suluh, lalu emak boncel datang menghampirinya
dengan perasaan cemas dan menanyakan soal keberadaan anaknya kepada bapak
boncel. Tuturan antara emak boncel dan bapak boncel terjadi di rumah boncel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Emak boncel merasa khawatir terhadap anaknya yaitu boncel yang pergi dari
rumahnya tanpa diketahui oleh kedua orangtuanya.
Data 2 : Bakal sama? bakal sama bagaimana kanjeng dalem?
Konteks : Tuturan terjadi di rumah kanjeng dalem. Percakapan terjadi
antara kanjeng dalem dan si dukun dari kampung beliung.
Dalam tuturannya si dukun menanyakan maksud yang
disampaikan oleh kanjeng dalem.
Pada contoh di atas, termasuk ke dalam bentuk gaya bahasa anafora. Wujud atau
penanda bahwa kalimat di atas termasuk ke dalam gaya bahasa anafora yaitu
terdapat pada kata bakal sama. Pada kata tersebut merupakan bentuk repetisi
pengulangan pada setiap awal kalimat. Bentuk pengulangan tersebut biasanya
sebagai penegasan dalam sebuah kalimat agar pendengarnya dapat mengerti
maksud yang ingin disampaikan oleh penutur. Seperti halnya dengan pendapat
Keraf (2007:143) yang mengatakan bahwa anafora yaitu gaya bahasa repetisi
perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat Ada pun konteks
pragmatik yang terdapat pada contoh kalimat di atas yaitu tuturan terjadi di rumah
kanjeng dalem boncel antara boncel dan si dukun dari kampung beliung.
Dalam isi tuturannya, si dukun menanyakan ulang-ulang sebagai
penegasan dan meminta kanjeng dalem boncel untuk memperjelaskan maksud
yang disampaikannya itu bagaimana dan seperti apa. Sebelum terjadi konflik
antara kanjeng dalem dan dukun dari kampung beliung ini, ada dukun yang
mendahului datang untuk menyembuhkan penyakit kanjeng dalem. Namun karena
dukun tersebut tidak dapat menyembuhkan penyakit kanjeng dalem, dia sangat
kecewa dan menyeretnya keluar dari rumah kanjeng dalem boncel. Ketika dukun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
yang berikutnya tidak dapat menyembuhkan penyakit kanjeng dalem, maka dukun
ini pun akan diperlakukan hal yang sama seperti dukun yang sebelumnya.
Data 3 : Aku tak mau tau, aku tak peduli pokoknya
Konteks : Tuturan terjadi di rumah kanjeng dalem. Percakapan antara
kanjeng dalem dan ponggawa/pengawal. Dalam tuturannya
bahwa kanjeng dalem memaksa pengawal untuk mengusir kedua
orangtuanya untuk tidak masuk ke rumah istana kanjeng dalem.
Analisis data (3) yaitu rasa ketidakpedulian terhadap situasi yang sedang
terjadi saat itu. Tidak menerima keadaan yang terjadi pada kanjeng dalem akan
seperti itu. Wujud yang menjadi penanda bahwa data di atas termasuk anafora
yaitu terletak pada kata aku yang diulang pada setiap kalimat. Seperti halnya
dengan pendapat Keraf (2007:143) yang mengatakan bahwa anafora yaitu gaya
bahasa repetisi perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat
Adapun konteks pragmatik dalam kalimat di atas yaitu ketika kanjeng dalem
menyuruh pengawalnya untuk mengusir kedua orangtua yang datang rumahnya
dan mengaku sebagai orangtua kandung kanjeng dalem. Kanjeng dalem tidak
peduli dengan situasi saat itu dan memaksa agar ponggawa/pengawalnya harus
menyeret kedua orangtuanya untuk tidak muncul lagi ke rumah kanjeng dalem.
4.3.2 Gaya Bahasa Epifora
Kalimat yang mengandung gaya bahasa epifora dalam naskah drama yang
berjudul “Karma Sang Pendosa” Karya Rosye A. Ebby, terdapat 4 buah.
Data 4 : Teganya kau begitu boncel! Sebelum kemari , kami memang ragu
kau anak kami. kami bimbang, tak mungkin anak kami seorang
dalem tapi kini kami yakin, kau adalah anak kami. Anak kami satu-
satunya.
Konteks : Tuturan terjadi di rumah kanjeng dalem (Boncel). Percakapan
terjadi antara bapak boncel dan kanjeng dalem (Boncel). Dalam
tuturannya, bapak boncel kecewa dengan boncel yang tidak
mengakui keberadaan kedua orangtua kandungnya sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Analisis data (4) yaitu menjelaskan rasa kecewa seorang ayah terhadap
perbuatan anaknya yang sombong dan tidak mengakui keberadaan orangtuanya
yang terlihat miskin dan berpakaian kumuh. Wujud yang menjadi penanda epifora
dalam kalimat di atas yaitu pada kata kami yang diulang dalam sebuah kalimat
baik di akhir maupun di tengah kalimat. Seperti halnya dengan pendapat Keraf
(2007:136) bahwa epifora adalah pengulangan pada akhir kalimat atau di tengah
kalimat. Adapun konteks pragmatik dari kalimat di atas yaitu ketika kedua
orangtua boncel sedang mencari boncel di kerajaan patih dan boncel saat itu sudah
menjadi raja dan penguasa di kerajaan tersebut. Ketika melihat keadaan
orangtuanya yang datang dari kampung dengan mengenakan pakian yang lusuh,
boncel tidak mengakui bahwa kedua orangtersebut bukan orangtua kandungnya.
Kedua orangtuanya pun menyesal atas pengakuan dari ankanya tersebut yang
tidak mengakui bahwa orangtua tersebut adalah kedua orangtua kandung si boncel
atau kanjeng dalem.
Data 5 : Rampes nyai-nyai, eneng-eneng sedang jualan Nyai-nyai eneng-
eneng?
Konteks : Tuturan terjadi antara bapak boncel dan para pedagang di pasar.
Percakapan yang dilakukan oleh para pedagang dan bapak boncel
yaitu saling menyapa dan tawar menawar barang dagangan
mereka kepada bapak boncel.
Analisis data (5) yaitu sapaan yang ramah dari Bapak boncel kepada para
pedagang yang sedang berjualan keliling kampung. Wujud yang menjadi penanda
gaya bahasa epifora dalam contoh di atas yaitu pada kata nyai-nyai dan eneng-
eneng, yang diulang diakhir atau tengah kalimat. Seperti halnya dengan pendapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Keraf (2007:136) bahwa epifora adalah pengulangan pada akhir kalimat atau di
tengah kalimat.Adapun konteks pragmatik pada kalimat di atas yaitu ketika para
pedagang yang berjualan keliling kampung tersebut lewat di depan rumah pak
boncel. Pada saat itu pak boncel juga menyapa mereka dengan ramah sambil
tawar menwar barang jualan dari pedangan tersebut.
Data 6 : Memang sungguh ulet anak muda itu. Ulet bekerja, ulet pula
dalam belajar
Konteks : Tuturan terjadi antara juragan istri dan juragan patih di rumah
juragan patih. Percakapan yang terjadi yaitu juragan istri yang
memuji keuletan dari si boncel yang bekerja di rumah mereka.
Juragan istri dan juragan patih merencanakan si boncel akan
menjadi penerus di kerajaan patih karena keuletannya tersebut.
Analisis data (6) yaitu memberikan pujian terhadap anak muda yang sedang
rajin bekerja dan rajin belajar. Wujud yang menjadi penanda gaya bahasa epifora
dalam kalimat tersebut yaitu pada kata ulet yang artinya rajin. Kata ulet pada
contoh di atas merupakan wujud gaya bahasa epifora, karena sering muncul atau
kata yang diulang baik diawal, tengah maupun akhir kalimat. Seperti halnya
dengan pendapat Keraf (2007:136) bahwa epifora adalah pengulangan pada akhir
kalimat atau di tengah kalimat. Adapun konteks pragmatik dari kalimat di atas
yaitu ketika juragan istri melihat boncel yang sangat rajin bekerja di rumahnya.
Selain rajin bekerja dia juga rajin untuk belajar. Karena melihat hal tersebut,
juragan istri pun memberitahukan hal itu kepada suaminya juragan patih. Melihat
keuletan dari boncel pun kedua juragan istri dan juragan patih merencanakan agar
si boncel dapat bekerja di kerajaan patih dan akan di jodohkan dengan anak
mereka sebagai penerus kerjaan di patih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
4.3.3 Gaya Bahasa Sarkasme
Kalimat yang mengandung gaya bahasa sarkasme dalam naskah drama
“Karma Sang Pendosa” karya Rosyed A. Ebby terdapat 4 buah. Sarkasme yaitu
gaya bahasa penyindiran dengan menggunakan kata-kata yang kasar dank eras.
Keraf (2007:143). Sarkasme yang terkandung dalam data tersebut akan
dipaparkan sebagai berikut :
Data 7 : Dasar tak waras, pengemis sinting! Berani-beraninya datang
kemari mengaku-ngaku Emak dan bapakku
Konteks : Tuturan terjadi di rumah kanjeng dalem boncel. Percakapan
antara kanjeng dalem dan orangtua kanjeng dalem boncel. Dalam
tuturannya kanjeng dalem menghina kedua orangtua yang datang
mengaku-ngaku sebagai orangtua kanjeng dalem
Analisis data (7) yaitu sindiran yang sangat keras. Wujud yang menjadi
penanda gaya bahasa sarkasme terdapat pada kata tak waras dan pengemis
sinting. Contoh tersebut menjelaskan bahwa ketidaksopansantunan seorang anak
yang mengeluarkan kata-kata kasar seperti mengumpat dan menghina harkat dan
martabat kedua orangtuanya. Seperti halnya dengan pendapat Keraf (2007: 143)
bahwa sarkasme adalah suatu acuan yang lebih kasar dan ironi yang mengandung
kepahitan dan celaan yang getir. Adapun konteks pragmatik pada kalimat di atas
yaitu ketika kedua orangtua kanjeng dalem datang ke kerajaan patih, kanjeng
dalem tidak mengakui bahwa orangtua tersebut adalah kedua orangtua
kandungnya sendiri. kanjeng dalem mengatakan bahwa mereka adalah pengemis
yang mengaku-ngaku sebagai orangtua kanjeng dalem.
Data 8 : Kamu ini dukun kampong bau lisung, mau coba-coba berlagak
kedaleman heh? Lagakmu ini sudah menghina martabat kanjeng
dalem sebagai penguasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Konteks : Tuturan terjadi di dalam rumah kanjeng dalem. Percakapan antara
si dukun dan kanjeng dalem. Dalam tuturannya kanjeng dalem
menghina si dukun yang tidak dapat mengobati penyakitnya.
Analisis data (8) yaitu sindiran dan kasar. Wujud yang menjadi penanda
gaya bahasa sarkasme dalam kalimat di atas yaitu pada kata dukun kampong bau
lisung. Contoh tersebut memberikan penghinaan terhadap pekerjaan seorang
dukun. Selain menghina juga beranggapan bahwa si dukun sebagai rakyat biasa
tidak boleh berlagak seperti dukun sakti di depan kanjeng dalem sebagai
penguasa.. Seperti halnya dengan pendapat (Poerwardarminta dalam Tarigan)
bahwa sarkasme adalah gaya bahasa yang mengandung olok-olokan atau sindiran
pedas dan menyakiti hati. Adapun konteks pragmatik dalam kalimat di atas yaitu
ketika si dukun mendatangi kanjeng dalem untuk mengobati penyakitnya yang
sangat parah. Pada saat itu si dukun mengatakan bahwa penyakitnya bukan
penyakit yang biasa, tetapi penyakit merupakan kutukan dari orangtua kanjeng
dalem. Mendengar hal itu, si selir satu kanjeng dalem mengatakan kepada si
dukun agar tidak berlagak mengetahui semua tentang si kanjeng dalem.
Data 9 : Kurang ajar heh! Berani-beraninya tangan kotor kalian hendak
menyentuh pakaianku
Konteks : Tuturan terjadi di depan rumah kanjeng dalem. Percakapan terjadi
antara kanjeng dalem boncel dan orangtua kanjeng dalem. Dalam
tuturannya, kanjeng dalem memberitahu mereka untuk tidak
menyentuh pakian kanjeng dalem.
Analisis pada data (9) yaitu menghina orangtua dengan kata-kata yang kasar
dan tidak sopan. Wujud yang menjadi penanda gaya bahasa sarkasme pada contoh
kalimat di atas yaitu pada kata kurang ajar dan tangan kotor. Dalam kalimat
tersebut dia memberitahukan kepada orangtuanya agar tidak boleh menyentuh
pakian kanjeng dalem karena merasa bahwa tangan orangtua tersebut sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
kotor, jadi tidak pantas untuk disentuh. Seperti halnya dengan pendapat
(Poerwardarminta dalam Tarigan) bahwa sarkasme adalah gaya bahasa yang
mengandung olok-olokan atau sindiran pedas dan menyakiti hati Adapun konteks
pragmatik dari kalimat di atas yaitu ketika orangtua kanjeng dalem datang
menemui anaknya kanjeng dalem di kerjaan patih. Pada saat itu kanjeng dalem
memarahi kedua orangtua tersebut dan menyuruh mereka agar tidak boleh
menyentuh pakiannya itu karena takut kotor.
Data 10 : Tidak! Aku tak punya orangtua gila seperti kalian, lagi pula
orangtuaku sudah lama mati!
Konteks : Tuturan terjadi di depan rumah kanjeng dalem. Percakapan antara
kanjeng dalem boncel dan orangtua boncel. Dalam
percakapannya, kanjeng dalem tidak mengakui kedua orangtua
tersebut sebagai orangtua kandungnya.
Analisis kalimat (10) yaitu memberikan umpatan terhadap orangtuanya dan
mengatakan bahwa dia tidak memiliki orangtua dan tidak mengakui keberadaan
orangtuanya yang mengenakan pakian kusur dan kotor. Wujud yang menjadi
penanda gaya bahasa sarkasme pada contoh kalimat di atas yaitu pada kata
orangtua gila dan sudah mati. Kedua kata tersebut merupakan bentuk gaya
bahasa yang sangat kasar. Seperti halnya dengan pendapat (Poerwardarminta
dalam Tarigan) bahwa sarkasme adalah gaya bahasa yang mengandung olok-
olokan atau sindiran pedas dan menyakiti hati Adapun konteks pragmatik dari
kalimat di atas yaitu terjadi di rumah kanjeng dalem boncel. Ketika orangtua
kanjeng datang ke rumah kanjeng dalem boncel dan memaksanya pulang ke
rumah mereka. Pada saat itu kanjeng dalem tidak mengakui bahwa orangtua
tersebut adalah orangtua kandung kanjeng dalem dan bahkan dia mengatakan
bahwa orangtuanya sudah lama meninggal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
4.3.4 Gaya bahasa sinisme
Berdasarkan hasil penelitian, data gaya bahasa sinisme yang terdapat
dalam naskah drma “ Karma Sang Pendosa” karya Rosyed E. Abby, terdapat tiga
buah. Sinisme adalah gaya bahasa sebagai suatu sindiran yang berbentuk
kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati atau
gaya bahasa sindiran yang pengungkapannya lebih kasar. Keraf(2007; 143).
Sinisme yang terdapat dalam data tersebut yaitu :
Data 12 : Lagakmu seperti dukun sakti, komat kamit mengucapkan mantra,
tapi mengobati penyakitku yang seperti ini tidak becus
Konteks : Tuturan tejadi di rumah kanjeng dalem. Percakapan terjadi antara
kanjeng dalem dan si dukun. Dalam tuturanya, kanjeng dalem
kecewa karena dukun tersebut tidak dapat mengobati penyakit
kanjeng dalem.
Analisis pada contoh kalimat (11) yaitu memberikan sindiran terhadap
pekerjaan si dukun yang tidak dapat mengobati penyakit si kanjeng dalem. Wujud
yang menjadi penanda gaya bahasa sinisme pada contoh kalimat di atas yaitu pada
kata lagakmu seperti dukun sakti. Kalimat tersebut merupakan bentuk sindiran
yang mengandung ejekan dari kanjeng dalem terhadap dukun. Seperti halnya
dengan pendapat Keraf (2007: 143) bahwa sinisme adalah gaya bahasa sebagai
suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap
keikhlasan dan ketulusan hati atau gaya bahasa sindiran yang pengungkapannya
lebih kasar. Adapun konteks pragmatik dari kalimat tersebut yaitu ketika si dukun
datang ke rumah kanjeng dalem untuk mengobati penyakit yang dideritanya. Pada
saat itu si dukun tidak mampu menyembuhkan penyakit dari kanjeng dalem,
karena dukun tersebut tidak menemukan penyakit yang ada pada kanjeng dalem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Oleh karenanya, kanjeng dalem menyindir si dukun karena tidak dapat
menyembuhkan penyakitnya itu.
Data 12 : Maafkan kanjeng dalem, dilihat dari penampilannya mereka itu
orang miskin pakaian mereka penuh tambalan. Pastilah dari
dusun. Tak mungkin mereka orangtua kanjeng dalem.
Konteks : Tuturan terjadi di dalam rumah kanjeng dalem. Percakapan terjadi
antara pengawal dan kanjeng dalem. Dalam tuturannya, pengawal
menyampaikan kepada kanjeng dalem bahwa tamu yang datang
ke rumah itu bukan orangtua kandung kanjeng dalem karena
penampilan mereka sangat kotor dan penuh tambalan.
Analisis pada data (12) yaitu memberikan sindiran dan menghina pakian
yang digunakan oleh kedua orangtua kanjeng dalem yang penuh dengan kusutan
dan kotor. Wujud yang menjadi penanda gaya bahasa sinisme dalam contoh
kalimat di atas yaitu pada kata orang miskin, penuh tambalan, dan dusun. Pada
kalimat tersebut merupakan bentuk ejekan atau sinisme dari pengawal terhadap
kedua orangtua kanjeng dalem yang dapat menyakiti hati. . Seperti halnya dengan
pendapat Keraf (2007: 143) bahwa sinisme adalah gaya bahasa sebagai suatu
sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan
dan ketulusan hati atau gaya bahasa sindiran yang pengungkapannya lebih kasar .
Adapun konteks pragmatik dari kalimat di atas yaitu ketika di rumah kanjeng
dalem ada tamu yang datang dari jauh nampaknya sudah tua dan datang mencari
boncel anak mereka. Pada saat itu ada pengawal atau penjaga rumah yang
bertemu langsung dengan mereka. Ketika itu pengawal menyampaikan kepada
kanjeng dalem bahwa tamu yang datang berkunjung itu tidak mungkin orangtua
kanjeng dalem, karena dilihat dari penampilannya seperti orang dari kampung dan
terlihat miskin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Data 13 : Getol-getol! Aku tidak tanya soal pendapatmu tentang anak yang
tidak tahu diri itu. Yang kutanyakan apa kalian melihat dia?
Konteks : Tuturan terjadi di halaman rumah juragan karta. Percakapan
terjadi antara juragan karta dan para babu. Dalm tuturannya,
juragan karta menanyakan kepada salah satu babu yang bekerja di
rumahnya mengenai keberadaan si boncel yang hilang dari
rumahnya.
Analisis kalimat (13) yaitu memberikan sindiran terhadap boncel yang
dimaksud tidak tahu diri tersebut. Wujud yang menjadi penanda gaya bahasa
sinisme pada contoh kalimat di atas yaitu pada kata anak yang tidak tahu diri
itu. Pada kalimat di atas yang menyatakan tidak tahu diri merupakan bentuk
sinisme dari juragan karta terhadap boncel. . Seperti halnya dengan pendapat
Keraf (2007: 143) bahwa sinisme adalah gaya bahasa sebagai suatu sindiran yang
berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan
ketulusan hati atau gaya bahasa sindiran yang pengungkapannya lebih kasar
Adapun konteks pragmatik dari kalimat di atas yaitu ketika juragan mencari si
boncel yang bekerja di rumahnya tidak pulang kembali untuk bekerja di rumah
juragan itu. Juragan karta pun kecewa atas sikap boncel yang pergi tanpa
memberitahukan kepada juragan sang pemilik rumah yang ia tinggalkan selama
itu.
4.4 Maksud atau Makna Pragmatik gaya bahasa
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau
penulis dan ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca (Yule, 2006:3). Maksud dari
pendapat ini bahwa dalam setiap tuturan yang disampaikan oleh penutur atau
penulis perlu adanya penafsiran tentang apa yang dimaksudkan oleh penutur dan
dapat berpengaruh bagi pembaca atau pendengar dalam suatu konteks tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Yule (2006:3) menjelaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang maksud
penutur. Maksud, sama halnya dengan makna pragmatis. Pragmatik melibatkan
penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus
dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Leech
(2003:34) menyatakan bahwa maksud yaitu makna yangdimaksudkan pesannya.
Senada dengan hal itu, Wijana dan Rohmadi (2009:215) menjelaskan bahwa pada
hakikatnya setiap tuturan yang disampaikan penutur kepada lawan tuturnya
mempunyai maksud dan tujuan tertentuSelain dengan menafsirkan suatu tuturan
yang ingin disampaikan, diperlukan juga suatu pertimbangan dalam
menyampaikan sesuatu kepada pembaca atau pendengar yaitu dengan melihat
situasi kepada siapa yang diajak bicara, dimana, kapan dan dalam keadaan seperti
apa. Pragmatik merupakan studi tentang makna kontekstual. Di samping
penjelasan di atas, peneliti memaparkan makna gaya bahasa yang telah dianalisis
dan menginterpretasikan makna yang disampaikan penulis sehingga
menggunakan gaya bahasa dengan berbagai jenis tertentu pada tuturan dalam
naskah drama karma sang pendosa.
4.4.1 Maksud Pragmatik “ Menanyakan”
Peneliti akan memaparkan 4 analisis maksud „menanyakan‟ yang muncul
dari gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sindiran pada naskah drama
karma sang pendosa karya Rosyed E. Abby kajian stilistika pragmatik. Berikut ini
akan dipaparkan beberapa data tersebut :
Data 1 : Bakal sama? bakal sama bagaimana kanjeng dalem
Konteks : Tuturan terjadi di rumah kanjeng dalem boncel. Percakapan
terjadi antara dukun dan kanjeng dalem boncel yang sedang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
sakit dan dukun datang untuk menyembuhkan penyakit yang
terjadi pada kanjeng dalem
Pada data di atas mengandung maksud „menanyakan‟ terlihat pada kata
kata yang dituturkan oleh dukun tersebut bahwa ia ingin menanyakan maksud
yang disampaikan oleh kanjeng dalem kepadanya. Keingintahuan dari dukun
tersebut dengan penuh rasa takut dan mencoba untuk memahami apa yang
disampaikan oleh kanjeng dalem kepadanya. Seperti halnya dengan pendapat
Wijana dan Rohmadi (2009:215) bahwa hakikatnya setiap tuturan yang
disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan
tertentu. Terlihat pada contoh di atas, bahwa apa yang ditanyakan oleh dukun
untuk menanyakan maksud dan memiliki tujuan tertentu dari apa yang
disampaikannya.
Data 2 : Kamu yakin mereka akan dapat mengobati penyakitku heh?
Kamu yakin?
Konteks : Tuturan terjadi di rumah dalem boncel. Percakapan terjadi
antara kanjeng dalem boncel dan pengawal yang sedang
menjaga kanjeng dalem dan membantu mengantarkan dukun
yang datang untuk mengobati penyakit dari dalem boncel.
Pada data di atas mengandung maksud „Menanya‟ terlihat pada kata yang
dituturkan oleh kanjeng dalem yaitu „kamu yakin‟ kepada pengawalnya bahwa
kanjeng dalem ingin menanyakan kepastiannya terhadap pengobatan yang
dilakukan oleh si dukun tersebut, apakah dapat disembuhkan atau tidak.
Pertanyaan yang disampaikan oleh kanjeng dalem juga mengandung maksud tidak
yakin dengan pengobatan dari dukun yang datang untuk menyembuhkan
penyakitnya itu. Yule (2006:3) menjelaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang
maksud penutur. Maksud sama halnya dengan makna pragmatis. Pragmatik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu
konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang
dikatakan.
Data 3 : Apa? apa kau sudah lupa pada anak kita pak? Apa kau tak
merasa khawatir pada keselamatannya? Kau sebagai bapaknya
tak seharusnya melupakan dia, kau sebagai bapaknya masa tidak
khawatir?
Konteks: Tuturan terjadi di rumah emak dan bapak boncel. Percakapan
mereka terjadi antara emak dan bapak boncel yang sedang
membelah sulu
Untuk memahami maksud pemakaian bahasa seorang dituntut harus
memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian bahasa tersebut (Putrayasa,
2014:24) Tuturan di atas mengandung maksud „menanyakan‟ yaitu terdapat
tuturan yang disampaikan oleh emak boncel apa kau tak merasa khawatir pada
keselamatannya?, kau sebagai bapaknya masa tidak khawatir? Tuturan pada
kalimat tersebut memiliki makna bahwa pertanyaan yang disampaikan oleh emak
boncel tersebut merupakan bentuk rasa khawatiran dia sebagai seorang ibu
terhadap anaknya yang pergi meninggalkan rumah tanpa pamit. Emak boncel
merasa khawatir dengan keselamatan si boncel dan berharap agar bapaknya akan
mencari si boncel untuk segera kembali ke rumah.
Data 4 : Sekarang saya mau tanya sama kamu, hidup untuk makan atau
makan untuk hidup?
Konteks : Tuturan terjadi di depan teras halaman rumah juragan karta.
Percakapan terjadi antara sesama para babu yang sedang
bekerja membersihakan halaman rumah juragan karta. Dalam
tuturannya mereka sedang berdebat karena mengeluh atas
pekerjaan yang dilakukan dapat membosankan bagi mereka
Wijana dan Rohmadi (2009:215) menyatakan bahwa pada hakikatnya
setiap tuturan yang disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
maksud dan tujuan tertentu. Tuturan di atas mengandung maksud
„Menanyakan‟yaitu terdapat pada tuturan sekarang saya mau tanya sama kamu
hidup untuk makan atau makan untuk hidup?. Pertanyaan yang disampaikan
dalam tuturan pada kalimat di atas memiliki makna yang dimaksudkan sebagai
sebuah perbandingan yang akan dipilih sebagai bentuk rasa kepuasan dari seorang
yang memilki rasa ketidakpuasan atau tidak pernah puas dengan apa yang
ditakdirkan dalam hidupnya.
4.4.2 Maksud Pragmatik „Menegaskan‟
Peneliti akan memaparkan maksud „Menegaskan‟ yang muncul dari gaya
bahasa dalam majas perulangan dan majas sinisme pada naskah drama karma sang
pendosa karya Rosyed E. Abby kajian stilistika pragmatik. Berikut ini akan
dipaparkan data tersebut .
Data 5 : Aku tak mau tahu. Aku tidak peduli. Pokoknya dengan apa pun
cara paksa saja mereka
Konteks : Tuturan terjadi di rumah dalem boncel. Percakapan terjadi
antara kanjeng dalem boncel dan ponggawa/pegawal. Dalam
tuturannya kanjeng dalem memaksa pengawal untuk mengusir
tamu yang datang mencari dia dan mengaku sebagai orangtua
kandung dari kanjeng dalem.
Pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana bahasa digunakan
dan bagaimana bahasa tersebut diintegrasikan ke dalam konteks ( Kasher dalam
Putrayasa, 2014). Tuturan pada contoh di atas mengandung maksud
„menegaskan‟. Pernyataan yang disampaikan oleh kanjeng dalem dalam tuturan di
atas menegaskan untuk tetap mengusir tamu yang datang ke rumahnya. Maksud
yang disampaikan oleh kanjeng dalem dalam tuturan di atas juga mengandung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
rasa ketegasan dengan rasa ketidakpedulian dia terhadap orang yang datang ke
rumahnya tersebut.
Data : Allah, sudahlah! Buat apa pusing-pusing mikir kalimat yang di
bolak-balik. Itu mah kerjaan ahli bahasa, bukan kerjaan kita.
Kerjaan kit amah ya ini (mencabut rumput)
Konteks : Tuturan terjadi di halaman rumah juragan karta. Percakapan
terjadi antara para babu-babu pembantu juragan karta.
Konteks diperlukan dalam pragmatik. tanpa konteks, analisis pragmatic
tidak bisa berlangsung (Putrayasa, 2014:1). Tuturan pada contoh di atas
mengandung maksud „menegaskan‟ karena dalam tuturan para babu mengatakan
dengan maksud meluruskan atau menjelaskan pembicaraan yang benar kepada
lawan tuturnya yang masih mendebatkan suatu hal yang di luar topik pembicaraan
mereka. Dalam KBBI „menegaskan‟ yaitu menerangkan atau menjelaskan maksud
dengan tegas dan pasti.
Data 6 : Mungkin lagi, mungkin lagi! Lagi-lagi mungkin! Sudah,
sudah!aku tak mau dengar lagi omongan kalian! Cepat
kerjakan saja tugas kalian!
Konteks : Tuturan terjadi di depan halaman rumah juragan karta.
Percakapan antara juragan karta dan para babu pembantu di
rumahnya.
Maksud adalah elemen luar bahasa yang bersumber dari pembicara
(Wijana dan Rohmadi, 2010 :10). Tuturan pada contoh kalimat di atas
mengandung maksud „menegaskan‟ karena penutur yaitu juragan karta dalam
tuturan tersebut menjelaskan dengan tegas kepada para babu untuk melanjutkan
pekerjaan mereka sesuai tugas masing-masing. Juragan karta dalam tuturan
tersebut juga mengatakan dengan tegas untuk tidak mau mendengarkan alasan-
alasan yang di sampaikan oleh para babu kepadanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
4.4.3 Maksud Pragmatik „ Menasehati‟
Peneliti akan memaparkan 2 analisis maksud „menasehati‟ yang muncul
dari gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sindiran pada naskah drama
karma sang pendosa karya Rosyed E. Abby kajian stilistika pragmatik. Berikut ini
akan dipaparkan data tersebut.
Data 7 : Perempuan seperti kita ini imas, ijem, memang dilahirkan untuk
melarat. Kerja keras macam apa pun tak akan merubah nasib.
Inilah takdir kita. Takdir untuk menjadi orang miskin, takdir
untuk menjadi babu!
Konteks : Tuturan terjadi di depan halaman rumah juragan karta.
Percakpan antara sesame para babu yaitu surti dan para babu
lainnya.
Maksud yaitu makna yang dimaksudkan pesannya (Leech, 2003:34).
Tuturan pada contoh di atas mengandung maksud „menasehati‟ karena dalam
tuturan surti mengatakan kepada teman-teman babunya untuk bersabar dan ikhlas
menerima takdir yang mereka rasakan dalam hidupnya sebagai seorang babu yang
selalu bekerja keras demi memperoleh kehidupan mereka.
Data 8 : Jangan biarkan hatimu dikuasai napsu anakku. Jangan biarkan
kekayaan dan kekuasaan membuatmu lupa
Konteks: Tuturan terjadi di rumah boncel. Percakapan antara emak boncel
dan boncel. Dalam tuturannya emak boncel memberikan nasehat
kepada anaknya.
Maksud yaitu makna yang dimaksudkan pesannya (Leech, 2003:34). Tuturan
pada contoh kalimat di atas mengandung maksud „ menasehati‟ karena dalam
tuturan tersebut penutur yaitu emak boncel memberikan nasehat kepada anaknya
yaitu boncel untuk tidak sombong ketika menjadi seorang pemimpin dan tidak
napsu atas harta dan kekayaan yang diadapatkan. Selain itu juga tuturan yang
disampaikan oleh emak boncel mengatakan agar jangan sampai kekakayaan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
didapatkannya itu membuatnya lupa segalanya, lupa akan ibu dan ayah
kandungnya sendiri dan lupa bahwa kekayaan itu hanyaah bersifat sementara.
4.4.4 Maksud Pragmatik „Mengumpat‟
Peneliti akan memaparkan 4 analisis maksud „mengumpat‟ yang muncul
dari gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sindiran pada naskah drama
karma sang pendosa karya Rosyed E. Abby kajian stilistika pragmatik. Berikut
akan dipaparan data tersebut.
Data 9 : Dasar tak waras, pengemis sinting! Berani-beraninya datang
kemari mengaku-ngaku emak dan bapakku.
Konteks : tuturan terjadi di rumah kanjeng dalem boncel. Percakapan
antara kanjeng dalem boncel dan orangtua boncel.
Leech (dalam Putrayasa,2014) menjelaskan konteks sebagai aspek-aspek
yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan social sebuah tuturan dan
pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki oleh penutur dan mitra
tutur. Tuturan pada contoh kalimat di atas mengandung maksud „mengumpat‟
karena pada tuturan yang disampaikan oleh penutur yaitu kanjeng dalem boncel
memberikan umpatan atau kata-kata yang buruk terhadap orangtua kandungnya
sendiri. Dalam tuturannya kanjeng dalem mengatakan dengan kasar kepada
orangtua kandungnya sendiri yaitu dasar tak waras dan pengemis sinting. Pada
kata tak waras mengandung arti orang yang tidak sehat atau gila dan kata
pengemis sinting mengandung arti orang yang miskin dan suka meminta-minta di
jalanan.
Data 10 : Tidak! Aku tak punya orangtua gila seperti kalian. Lagi pula
orangtua saya sudah lama meninggal
Konteks : Tuturan terjadi antara kanjeng dalem boncel dan orangtua
boncel di rumah kanjeng dalem boncel.dalam tuturanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
kanjeng dalem boncel tetap tidak mengakui orangtua
kandungnya sendiri.
Ilmu yang ,mempelajari penggunaan bahasa disebut pragmatic (Chaer,
2010:26). Tuturan pada contoh kalimat di atas mengandung maksud „mengumpat‟
karena dalam tuturan tersebut penutur yaitu kanjeng dalem boncel mengeluarkan
kata-kata yang kotor dan tidak sopan terhadap orangtua tersebut. Dalam
tuturannya dia mengatakan orangtuanya seperti orang gila. Kata orangtua gila
mengandung arti orang yang kurang sehat jiwa dan raganya. Kata tersebut
sebenarnya tidak sopan diungkapkan oleh anak muda terhadap orang yang lebih
tua apalagi jika itu orangtua kandungnya sendiri.
Data 11 : Heh kalian jangan bengong saja! Cepat, seret mereka keluar!
Aku sudah muak melihat wajah gelandanganya itu!
Konteks : Tuturan terjadi antara kanjeng dalem boncel dan pengawalnya
di rumah kanjeng dalem. Dalam tuturannya dia mengatakan
untuk mengusir orangtua tersebut untuk tidak datang ke
rumahnya lagi.
Telaah umum mengenai bagaimana konteks memengaruhi cara kita
menafsirkan kalimat disebut pragmatic (Tarigan, 1990:34). Tuturan pada contoh
kalimat di atas mengandung maksud „mengumpat‟ karena dalam tuturanya
terbukti mengatakan kata-kata yang sangat kasar yaitu wajah gelandangan
terhadap orangtua kandungnya itu. Kata wajah gelandangan dalam tuturan di atas
mengandung arti orang yang tidak punya tempat tingal atau orang yang berada di
jalanan yang tidak memiliki apa-apa. Selain kata wajah gelandangan, penutur juga
mengatakan sudah muak kepada orangtua tersebut. Kata sudah muak mengandung
arti tidak menahan melihat orangtua sendiri yang datang dengan mengenakan
pakaian yang kusut dan kotor serta merasa jijik dengan melihat orangtuanya
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Data 12 : Benar kakang, tidak mungkin pejabat tinggi seperti kakang
memiliki orangtua yang miskin dan kumuh seperti itu
Konteks : Tuturan terjadi antara selir1 dan kanjeng dalem di dalam
rumah kanjeng dalem boncel. Dalam tuturannya selir
mengatakan
Maksud yaitu makna yang dimaksudkan pesannya (Leech, 2003:34).
Tuturan pada contoh kalimat di atas mengandung maksud „mengumpat‟ karena
dalam tuturan penutur yaitu selir 1 mengeluarkan kata-kata yang sangat menyakiti
hati orangtua kanjeng dalem dengan mengatakan orangtua miskin dan kumuh.
Kata orangtua miskin mengandung arti bahwa orang yang tidak mempunyai
rumah dan tidak memiliki harta apapun dan kata kumuh mengandung arto orang
yang sangat kotor dan berpakian yang penuh tambalan.
4.4.5 Maksud Pragmatik „ Menyindir‟
Peneliti akan memaparkan 2 analisis maksud pragmatik „menyindir‟ yang
muncul dari gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sindiran pada naskah
drama karma sang pendosa karya Rosyed E. Abby. Berikut akan dipaparkan
datanya.
Data 13 : Benar kakang, kakang sekarang sudah miskin, jelek, dan
penyakitan. Kami tidak bisa hidup lagi bersama kakang.
Konteks : Tuturan terjadi anatara selir dan kanjeng dalem di dalam
rumah kanjeng dalem. Dalam tuturannya, selir tidak mau
tinggal bersama kanjeng dalem lagi karena kanjeng dalem
sudah tidak punya harta kekayaan lagi.
Pragmatik merupakan cabang linguistik yang mempelajari bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu (Nadar,2009:2). Tuturan
pada contoh kalimat di atas meengandung maksud „ menyindir‟ karena dalam
tuturan penutur yaitu selir mengatakan sindiran terhadap kanjeng dalem yang
sudah tidak kaya raya lagi atau sudah miskin dan penyakitan. Dalam tuturan selir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
juga mereka akan meninggalkan kanjeng dalem karena sudah miskin, jelek dan
penyakitan.
Data 14 : Getol-getol! Aku tidak tanya soal pendapatmu tentang anak
yang tidak tahu diri itu. Yang ku tanyakan apa kalian melihat
dia?
Konteks : Tuturan terjadi antara juragan karta dan para babu di depan
halaman rumah juragan karta. Dalam tuturanya juragan karta
memarahi para babu yang tidak mengetahui keberadaan si
boncel.
Leech (dalam Putrayasa, 20014) menjelaskan konteks sebagai aspek-aspek
yang berkaitan dengan lingkungan fisik, sosial sebuah tuturan, dan pengetahuan
latar belakang yang secara bersama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur.
Tuturan di atas mengandung maksud „menyindir‟ karena dalam tuturan penutur
yaitu juragan karta menyatakan sindiran terhahadap boncel dengan
mengungkapkan kalimat anak yang tidak tahu diri itu. Kalimat tersebut
merupakan sindiran yang diungkapkan oleh juragan karta yang mengandung arti
bahwa seorang anak yang tidak beruntung di berikan tempat dan kerja di sebuah
kerajaan yang baik dan tidak tahu menempatkan dirinya sebagai anak buah dalam
kerajaan yang tugasnya harus dilaksanakan dengan baik.
4.4.6 Maksud Pragmatik „Mengecewakan‟
Peneliti akan memaparkan 1 analisis maksud „mengecewakan‟ yang
muncul dari gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sindiran pada naskah
drama karma sang pendosa karya Rosyed E. Abby kajian stilistika pragmatik.
Berikut dipaparkan datanya.
Data 15 : Teganya kau berkata begitu boncel! Sebelum kemar, kami
memang ragu kau anak kami. Kami bimbang tak mungkin
anak kami seorang kanjeng dalem. Tapi kini kami yakin kau
adalah anak kami satu-satunya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Konteks : Tuturan terjadi antara bapak boncel dan kanjeng dalem boncel
di depan rumah kanjeng dalem boncel. Dalam tuturanya, bapak
boncel sangat kecewa atas kelakuan anaknya yang sombong
dan tidak mengakui keberadaan orangtuanya sendiri.
Wijana dan Rahardi (2009: 215) menyatakan bahwa pada hakikatnya setiap
tuturan yang disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan
tujuan tertentu. Tuturan pada contoh kalimat di atas mengandung maksud
„mengecewakan‟ karena dalam tuturan penutur yaitu bapak boncel mengatakan
rasa kekecewaanya terhadap anaknya kanjeng dalem boncel yang sudah menjadi
pemimpin tetapi lupa dengan kedua orangtua kandungnya. Kedua orangtua boncel
merasa kecewa atas tingkah laku boncel yang sudah sombong dan tidak mengakui
orangtua kandungnya tersebut.
4.4.7 Maksud Pragmatik „Mengajak‟
Peneliti akan memaparkan 1 analisis maksud pragmatik „mengajak‟ yang
muncul dari gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sindiran pada naskah
drama karma sang pendosa karya Rosyed E. Abby kajian stilistika pragmatik.
Berikut akan dipaparkan datanya.
Data 16 : Apa tidak terbalik tuh ningsih? Bukan hidup untuk bekerja.
Yang betul adalah bekerja untuk hidup. Kalau tidak bekerja, kita
tidak punya duit. Kalau tidak punya duit, kita tidak bisa makan.
Kalau tidak makan, kita tidak bisa hidup. Kesimpulannya, kita
bekerja ini ya, untuk mempertahankan hidup.
Konteks : Tuturan terjadi antara para babu yaitu ijem dan ningsih di depan
halaman rumah juragan karta. Dalam tuturannya mereka
mendebatkan sebuah persoalan daam hidup mereka sebagai
babu yang kerjaanya begitu-begitu saja, bersih rumah, cuci
pakaian dan menyapu halaman rumah.
Untuk memahami maksud pemakaian bahasa seseorang dituntut harus
memahami pula konteks yang mewadahi pemkaian bahasa tersebut (Putrayasa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
2014:24). Tuturan pada contoh kalimat di atas mengandung maksud „mengajak‟
yaitu ketika penutur yaitu ijem dalam tuturan di atas mengatakan kesimpulan dari
pembicaraanya bahwa bekerja untuk mempertahankan hidup. Jadi maksud yang
disampaikan oleh penutur tersebut adalah mengajak semua para babunya untuk
selalu bekerja apa pun itu untuk keberlangsungan hidup mereka.
4.5 Pembahasan
Penelitian yang berjudul “ Gaya Bahasa dalam Majas Perulanagan dan
Majas Sindiran Pada Naskah Drama Karma Sang Pendosa Karya Rosyed E. Abby
(Kajian Stilistika Pragmatik) bertujuan untuk mendeskripikan wujud gaya bahasa
dalam majas perulangan dan majas sindiran yang digunakan dalam naskah drama
dan makna pragmatik gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sindiran
yang digunakan dalam naskah drama karma sang pendosa karya Rosyed E. Abby.
Wujud penanda yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah wujud
penanda berupa kata dalam gaya Bahasa yang digunakan tokoh pada naskah
drama karma sang pendosa.
Pada bagian pembahasan ini, peneliti akan membahas data-data hasil
penelitian secara keseluruhan dari hasil analisis data yang telah dilakukan
sebelumnya dan akan dibagikan kedalam dua bentuk berdasarkan rumusan
masalah yang sebelumnya telah dibahas. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis wujud gaya bahasa berdasarkan konteks dan makna pragmatik apa
saja yang muncul dari gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sindiran
pada naskah drama karma sang pendosa karya Rosyed E. Abby kajian stilistika
pragmatik. Berdasarkan hasil analisis ditemukan beberapa jenis gaya bahasa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
digunakan dalam naskah drama karma sang pendosa karya Rosyed E. Abby
kajian stilistika pragmatic. Secara keseluruhannya gaya bahasa yang ditemukan
dalam penelitian ini berjumlah 5 (lima) gaya bahasa. Perincian dari 6 (enam) jenis
gaya bahasa tersebut sebagai berikut. Gaya bahasa anafora 11(sebelas) buah, gaya
bahasa epifora 6 (enam) buah, gaya bahasa asonansi 1(satu) buah, gaya bahasa
sarkasme 13 (tiga belas) buah dan gaya bahasa sinisme 4 (empat) buah.
Tuturan-tuturan dalam naskah drama karma sang pendosa dominan
menggunakan gaya bahasa sarkasme dan anafora, disebabkan karena gaya bahasa
sarkasme merupakan gaya bahasa yang kasar, yang dapat membuat hati orang
terluka. Sedangkan gaya bahasa anfora merupakan gaya bahasa repetisi yang
berupa perulangan kata pertama setiap baris atau setiap kalimat. Tokoh-tokoh
dalam naskah drama biasanya menggunakan gaya bahasa sarkasme untuk mencela
orang lain dan menyindir secara kasar.
Dalam menyampaikan suatu tuturan yang akan disampaikan penutur, tentu
yang diutamakan adalah makna yang diambil dalam sebuah pembicaraan yang
dimaksud penutur. Tuturan dapat disampaikan dengan baik apabila makna yang
dimaksud dapat tersampaikan kepada pembaca atau pendengarnya. Namun untuk
mengetahui makna itu juga diperlukan konteks pragmatik saat bertuturan agar kita
dapat memetik makna yang disampaikannya itu seperti apa dan tujuan apa serta
maksud yang disampaikannya itu dapat dimengerti oleh pendengar atau
pembacanya. Pentingnya makna dalam tuturan adalah agar pembaca atau
pendengar dapat mengetahui maksud yang disampaikan penutur atau penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Dari penelitian ini ditemukan 7 maksud pragmatik yang muncul dari gaya
bahasa dalam majas perulangan dan majas sindiran pada naskah drama karma
sang pendosa. Tujuh makna yang ditemukan sebagai berikut. Maksud pragmatik
menanyakan, maksud pragmatik menegaskan, maksud pragmatik menasehati,
maksud pragmatik mengumpat, maksud pragmatik menyindir, maksud pragmatik
mengecewakan dan maksud pragmatik mengajak. Maksud pragmatik yang paling
banyak ditemukan dalam penelitian ini adalah maksud pragmatik mengumpat, hal
ini dapat dilihat dari naskah drama karma sang pendosa karya Rosyed E. Abby
bahwa dalam karyanya tersebut banyak umpatan-umpatan yang digunakan oleh
tokoh dalam bertutur kata yang kasar dan menyakiti hati.
Berdasarkan dua bentuk wujud dan maksud pragmatik gaya bahasa di atas,
dapat disimpulkan bahwa peran wujud dan makna dalam naskah drama karma
sang pendosa dalam penelitian ini mampu membuat pembaca atau pendengar
untuk mengetahui gaya bahasa apa yang digunakan oleh penutur dalam drama
tersebut dan mengetahui apa maksud yang disampaikan oleh penutur dalam
tuturan pada naskah drama tersebut, sehingga pembaca tidak hanya mengetahui
karakteristik gaya bahasa melainkan maksud yang disampaikannya tersebut dapat
diketahui dan dimengerti. Pentingnya makna juga bukan hanya sekedar mengerti
maksudnya melainkan agar keduanya antara penutur dan petutur saling
berinteraksi satu sama lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan
bagimana gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sindiran pada naskah
drama karma sang pendosa. Berikut ini dapat disimpulkan gaya bahasa dan makna
berdasarkan konteks dalam pragmatik yang terdapat dalam naskah drama karma
sang pendosa.
Kalimat yang mengandung gaya bahasa berdasarkan konteks dalam
pragmatik berjumlah 35 (tiga puluh lima) kalimat. Rincian jenis gaya bahasa
tersebut sebagai berikut. Gaya bahasa anafora sebelas buah, gaya bahasa epifora
enam buah, gaya bahasa asonansi satu buah, gaya bahasa sarkasme tiga belas buah
dan gaya bahasa sinisme empat buah.
Peneliti menemukan tujuh makna gaya bahasa yang muncul berdasarkan
konteks dalam pragmatik. Gaya bahasa dalam pragmatik. Gaya bahasa
berdasarkan konteks dalam tuturan naskah drama karma sang pendosa adalah
maksud pragmatik menanyakan, maksud pragmatik menegaskan, maksud
pragmatik menasehati, maksud pragmatik mengumpat, maksud pragmatik
menyindir, maksud pragmatik mengecewakan dan maksud pragmatik mengajak.
5.2 Saran
Sehubungan dengan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, peneliti
memberikan saran mengenai penelitian sejenis. Berikut ini merupakan saran dari
peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
1. Hasil penelitian tentang gaya bahasa dalam majas perulangan dan
majas sindiran pada naskah drama karma sang pendosa karya
Rosyed E. Abby ini dapat dijadikan bahasan pertimbangan dan
referensi pembaca dalam menganalisis hal yang berkaitan dengan
penelitiannya.
2. Penelitian ini membahas tentang gaya bahasa dalam majas
perulangan dan majas sindiran pada naskah drama karma sang
pendosa karya Rosyed E.Abby. Dalam penelitian ini, peneliti hanya
berfokus pada dua majas tersebut dan mengkaji gaya bahasa
berdasarkan konteks dalam pragmatik. Apabila ada peneliti lain
yang ingin meneliti mengenai majas sekiranya tidak hanya fokus
pada dua majas saja.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memunculkan penelitian lain
tentang gaya bahasa pada tempat lain, subjek lain dengan rumusan
masalah yang bervariatif. Peneliti lain juga hendaknya meneliti
tentang objek karya sastra yang lainnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
DAFTAR PUSTAKA
Cummings, Loise. 2007. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Dairu, Damaris Rambu S. 2019. Pemanfaatan Gaya Bahasa Dalam Film Marlina
Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin Nugroho: Kajian Stilstika
Pragmatik. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Universitas Sanata
Dharma.
Keraf, Gorys. 1986. Diksi dan Gaya Bahasa.Jakarta: PT.Gramedia.
Leksi J Moleong, M.A. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Cv.
Remadja Karya.
Mahsun. 2014. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan
Tekniknya. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nurgiyantoro, Burhan. 2014. Stilistika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Putrayasa, Ida Bagus. 2014. Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: PT
Dioma.
Rachmawati, Tyas Fitri. 2016. Gaya Berbahasa Tokoh Utama Hua Mulan Dalam
Film Rise Of A Warrior Karya Ma Chucceng ( Kajian Pragmastilistik).
Jurnal Mahasiswa Pendidikan Bahasa Mandarin. Fakultas Bahasa dan
Seni. Universitas Negeri Surabaya.
Ratna, Nyoman. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra dan
Budaya.Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Rhmadi, Rulam. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. .Yogyakarta: AR-Ruzz
Media.
Tarigan, Henry Guntur. 2013. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa
Anggota IKAPI.
Siti Marina. 2011. Kajian Stilistika Cerpen di Kebun Binatang Karya Surtaji.
Jurnal Imiah edisi.
Sopyan Ali. 2016. Kajian Stilistika Pragmatik Gaya Bahasa Pada Puisi Shaykh
Hamza Yusuf Hanson. Tesis Program Pasca Sarjana (S2). Solo: Linguistik
Fakultas Ilmu Budaya . Universitas Sebelas Maret.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Wicaksono, Andri. 2014. Catatan Ringkas Stilistika.Bandar Lampung: Garudha
Waca.
Yule, George.2006.Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Zainah, Asmaniah. 2015. Naskah Drama Rajapati Karangan Ahmad Bakri
(Kajian Struktural dan Pragmastilistik). Jurnal Program Studi Bahasa dan
Sastra Indonesia. Garut : Bahasa dan Seni. FKIP. STKIP.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
BIOGRAFI PENULIS
Klementini Pneumatis Rana lahir di Ranggu tanggal 19
Mei 1997. Pendidikan dasar ditempuh di SDI Tanggar,
kecamatan Pacar, kabupaten Manggarai Barat Nusa
Tenggara Timur pada tahun 2004-2009.
Pendidikan menengah pertama ditempuh di SMP Santu Klaus Kuwu, Ruteng
Manggarai pada tahun 2009-2012. Pada tahun 2012-2015 melanjutkan pendidikan
menengah atas di SMA Santu Klaus Kuwu, Ruteng manggarai. Pada tahun 2013,
peneliti tercatat sebagai mahasiswa Program Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma. Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma
diakhiri dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir berjudul Gaya Bahasa dalam
Majas Perulangan dan Majas Sindiran Pada Naskah Drama Karma Sang
Pendosa Karya Rosyed A. Ebby (Kajian Stilistika Pragmatik). Skripsi ini disusun
sebagai syarat yang harus ditempuh untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI