Upload
dinhhanh
View
289
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 1
Bab.1 Gambaran Umum Wilayah
Sebagai suatu daerah kepulauan di Propinsi Kepulauan Riau dengan jumlah pulau
sekitar 241 pulau, Kabupaten Bintan memiliki rentang wilayah pantai yang panjang yaitu
sekitar 966,54Km garis pantai serta wilayah laut yang sangat luas yaitu 86.398,33 km2 atau
98,51% dari total wilayah Kabupaten Bintan. Oleh karena itu potensi ekonomi untuk
sektor kelautan dan perikanan merupakan suatu prime mover yang dapat dimanfaatkan
untuk mengatasi krisis ekonomi menuju Bintan yang Maju, Sejahtera dan Berbudaya.
Selaras dengan hal tersebut, sesungguhnya Bintan memiliki potensi pembangunan
ekonomi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam. Mulai dari sumberdaya
yang dapat diperbaharui seperti perikanan, terumbu karang, rumput laut, dan hutan
mangrove. Kondisi ini juga ditunjang dengan posisi geografis yang berada di pertemuan
antara Laut Natuna dengan laut pedalaman Indonesia (Laut Jawa dan Selat Malaka). Selat
Malaka merupakan salah satu laut yang mempunyai produktivitas primer yang tinggi.
Dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), Kabupaten Bintan memiliki potensi
sumberdaya perikanan dan kelautan yang melimpah dan oleh karena itu Kawasan Perairan
Laut di Kabupaten Bintan telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai Wilayah
Pengelolaan Perikanan II (WPP II).
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 2
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 3
1.1. Geografis Daerah
Secara geografis wilayah Kabupaten Bintan terletak antara 006’17”-134’52”
Lintang Utara dan 10412’47” Bujur Timur di sebelah Barat 108 02’27” Bujur Timur di
sebelah Timur dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Natuna, Anambas dan Malaysia.
Sebelah Selatan : Kabupaten Lingga.
Sebelah Barat : Kota Batam dan Kota Tanjungpinang.
Sebelah Timur : Provinsi Kalimantan Barat.
1.2. Luas Wilayah
Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Bintan adalah 88.038,54 km2 terdiri
atas wilayah daratan seluas 1.946,13 km2 (2,2%) dan wilayah laut seluas 86.092,41 km2
(97,8%). Tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Bintan melakukan pemekaran wilayahnya
melalui Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan
Toapaya Asri di Kecamatan Gunung Kijang, Desa Dendun, Desa Air Glubi di
Kecamatan Bintan Timur, Kelurahan Tanjung Permai, Kelurahan Tanjung Uban Timur
di Kecamatan Bintan Utara, Kelurahan Tembeling Tanjung di Kecamatan Bintan Teluk
Bintan, Desa Kukup dan Desa Pengikik di Kecamatan Tambelan dan Kelurahan Kota
Baru di Kecamatan Teluk Sebong.
Tabel. 1 .1 Kondisi Fisik dan Lingkungan Kabupaten Bintan
No. U r a i a n Nilai
1. Luas Wilayah 88.038,54 km2 1.1. Luas Daratan 1.946,13 km2 1.2. Luas Lautan 86.092,41 km2
2. Panjang Garis Pantai 966,54 km 3. Jumlah Pulau 241 pulau
3.1. Jumlah Pulau Berpenghuni 50 pulau 3.2. Jumlah Pulau Kosong 191 pulau
4. Jumlah Kecamatan 10 Kecamatan 4.1. Jumlah Desa 36 desa 4.2. Jumlah Kelurahan 15 kelurahan
Sumber : Bintan Dalam Angka, Tahun 2010
1.3. Administrasi Wilayah dan Kependudukan
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 Kabupaten Bintan telah
memekarkan beberapa kecamatan yakni Kecamatan Toapaya, Kecamatan Mantang,
Kecamatan Bintan Pesisir dan Kecamatan Seri Kuala Lobam. Dengan terjadinya
pemekaran wilayah maka jumlah Kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten
Bintan bertambah dari 6 (enam) Kecamatan menjadi 10 (sepuluh) kecamatan, yaitu
Kecamatan Teluk Bintan, Seri Kuala Lobam, Bintan Utara, Teluk Sebong, Bintan Timur,
Bintan Pesisir, Mantang, Gunung Kijang, Toapaya, dan Tambelan.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 4
Tabel. 1.2 Luas Wilayah Administratif Kabupaten Bintan Pasca Pemekaran Wilayah
Kecamatan Desa/
Kelurahan Darat (Ha) Laut (Ha) Total
Teluk Bintan 6 12456,4631 23,216.44 124,587,847 Seri Kuala Lobam 5 11612,7659 5,308.82 116,132,968 Bintan Utara 5 4556,9825 4,594.58 45,574,420 Teluk Sebong 7 28618,1729 31,785.62 286,213,515 Bintan Timur 4 9748,5825 1,641.07 97,487,466 Bintan Pesisir 4 11365,9810 86,703.03 113,746,513 Mantang 4 6254,8380 42753,45 62,548,380 Gunung Kijang 4 22155,0621 35,244.13 221,585,865 Toapaya 4 15076,0680 1,528.94 150,762,209 Tambelan 8 169,00 4258993,00 4,259,162
Sumber : Bintan Dalam Angka, Tahun 2010
Pada tahun 2011 penduduk Kabupaten Bintan sebesar 149.554 jiwa terdiri dari
36.598 rumah tangga. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 77.420 jiwa (51,77 persen) dan
penduduk perempuan sebesar 72.134 jiwa (48,23 persen). Perbandingan antara jumlah
penduduk laki-laki dengan perempuan (sex ratio) sebesar 107,33. Artinya setiap 100
perempuan berbanding dengan 107 laki-laki. Kecamatan yang terpadat penduduknya
terdapat di kecamatan Bintan Timur dengan peringkat jumlah penduduk tertinggi
40.994 jiwa (40,99 persen) sedangkan yang terendah terdapat dikecamatan Mantang
sebanyak 4,095 jiwa (9,08 persen).
Tabel. 1.3 Jumlah penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kabupaten Bintan, Tahun 2011
Kecamatan Penduduk
Sex Ratio Laki-laki Perempuan Jumlah
Bintan Timur 21.355 19.640 40.994 108,73 Gunung Kijang 6.910 5.709 12.619 121,04 Teluk Bintan 4.997 4.392 9.389 113,78 Toapaya 6.023 5.152 11.175 116.91 Teluk Sebong 8.962 7.874 16.836 113,81 Seri Kuala Lobam 8.438 10.093 18.531 83,61 Bintan Utara 11.186 11.088 22.273 100.88 Tambelan 2.699 2.530 5.229 106,69 Mantang 2.236 1.858 4.095 120,36 Bintan Pesisir 4.614 3.799 8.413 121,44
Jumlah 77,420 72.134 149.554 107,33
Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 5
Tabel. 1.4 Jarak Desa/Kelurahan dari Ibukota Kecamatan ke Desa/Kelurahan
Kecamatan Ibukota Desa/Kelurahan Jarak (km)
Teluk Bintan Teluk Bintan
Pangkil 43 Pengujan 46 Penaga 57 Tembeling 31 Bintan Buyu 24 Tembeling Tanjung 5
Seri Kuala Lobam Teluk Lobam
Kuala Sempang 16 Busung 7 Teluk Sasah 1 Teluk Lobam 0 Tanjung Permai 1
Bintan Utara Tanjung Uban
Lancang Kuning 5 Tanjung Uban Selatan 1 Tanjung Uban Kota 2 Tanjung Uban Utara 4 Tanjung Uban Timur 4
Teluk Sebong Sebong Lagoi
Sebong Pereh 5 Sebong Lagoi 10 Ekang Anculai 5 Sri Bintan 18 Pengudang 38 Berakit 50 Kota Baru 2
Bintan Timur Kijang
Kijang Kota 1 Sungai Enam 5 Gunung Lengkuas 7,3 Sungai Lekop 6,3
Bintan Pesisir Kelong
Mapur 60 Numbing 10 Kelong 1 Air Glubi 3
Mantang Mantang
Mantang Lama 0,5 Mantang Besar 1,5 Mantang Baru 5 Dendun 5,6
Gunung Kijang Kawal
Gunung Kijang 15 Teluk Bakau 11 Malang Rapat 23 Kawal 2
Toapaya Toapaya
Toapaya Utara 14 Toapaya 4,5 Toapaya Asri 0 Toapaya Selatan 8
Tambelan Tambelan
Pulau Pinang 120 Pulau Mentebung 120 Kampung Melayu 1,5 Kampung Hilir 1 Teluk Sekuni 120 Batu Lepuk 2 Kukup 2 Pulau Pengikik 120
Sumber : Bintan Dalam Angka, Tahun 2010
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 6
1.4. Topografi
Secara keseluruhan kemiringan lereng di Kabupaten Bintan relatif datar, umumnya
didominasi oleh kemiringan lereng yang berkisar antara 0-15% dengan luas mencapai
55,98 % (untuk wilayah dengan kemiringan 0-3% mencapai 37,83% dan wilayah
dengan kemiringan 3-15% mencapai 18,15%). Sedangkan luas wilayah dengan
kemiringan 15–40% mencapai 36,09% dan wilayah dengan kemiringan >40% mencapai
7,92%. Ketinggian wilayah beberapa tempat di Kabupaten Bintan dapat dilihat pada
Tabel berikut.
Tabel. 1.5 Ketinggian Wilayah Beberapa Tempat dari Permukaan Laut di Kabupaten Bintan
Kecamatan Kemiringan Lereng (km2)
Jumlah (km2) 0-3 % 3-15 % 15-40% > 40 %
Teluk Bintan 103,60 46,15 31,45 3,80 185,00 Bintan Utara dan Tel Sebong 282,42 75,31 263,98 5,88 627,59 Gunung Kijang 84,74 196,56 252,79 14,03 548,12 Bintan Timur 271,58 16,55 116,66 11,21 416,00 Tambelan 25,41 33,88 67,77 42,36 169,42
Jumlah 767,75 368,45 732,65 77,28 1946,13 Sumber : RTRW Kabupaten Bintan, 2007
Wilayah Kabupaten Bintan terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil yang pada
umumnya merupakan daerah dengan dataran landai di bagian pantai. Kabupaten
Bintan memiliki topografi yang bervariatif dan bergelombang dengan kemiringan lereng
berkisar dari 0-3% hingga di atas 40% mencapai 98,03% (1741,71 Km2). Sedangkan
untuk kemiringan > 40% hanya mencapai 1,97% dan tersebar di wilayah Gunung
Bintan, Gunung Kijang dan Gunung Lengkuas. Jika diuraikan secara rinci, maka
kemiringan lereng 0-3 % memiliki luas sebesar 742,34 Km2 (41,78%), kemiringan 3-15%
dengan luas wilayah 334,57 Km2 (18,83 %), sedangkan kemiringan 15- 40% sebesar
664,88 Km2 (37,42%) dan kemiringan > 40% dengan luas wilayah 34,92 Km2 (1,97%).
0-3%
39%
3-15%
19%
15-40%
38%
>40%
4%
0-3% 3-15% 15-40% >40%
Gambar. Presentase Kimiringan Lereng di Kabupaten Bintan
Kemiringan lereng di Kecamatan Teluk Bintan didominasi oleh kemiringan 0-3 %
dengan beda tinggi 3 meter di atas permukaan laut, dengan luas sebesar 103,60 Km2
(56%) luas daratan yang menyebar di seluruh wilayah Keacamatan Teluk Bintan baik di
daerah daratan, sekitar pesisir pantai dan hutan bakau. Wilayah datar sampai
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 7
berombak (>3-15 %) dengan beda tinggi mencapai 15 meter, luasnya sebesar 46,15 Km2,
menyebar di bagian selatan Kecamatan Teluk Bintan, terutama di wilayah kepulauan
(Pulau Pengujan, Pulau Pangkil, dan pulau lainnya). Lereng >15 - 40% dengan beda
tinggi mencapai 40 meter, merupakan daerah perbukitan yang penyebarannya terutama
di bagian tengah dengan total luas sebesar 31,45 Km2. Sedangkan wilayah bergelombang
sampai berbukit (>40%) dengan beda tinggi antara 40-348 meter. Penyebarannya
terutama di Wilayah Desa Tembeling dan Desa Bintan Buyu (Gunung Bintan) dengan
luas 3,8 Km2.
Kecamatan Bintan Utara dengan kemiringan datar 0 - 3% mendominasi tingkat
kemiringan terbesar yaitu 282,42 Km2 (45%) luas wilayah daratan, dominasi kedua
dengan kemiringan 3-15% sebesar 263,98 Km2 (42,06%), dan terkecil dengan
kemiringan >40% sebesar 5,88 Km2 (0,94%). Untuk wilayah Kecamatan Bintan Timur
terbesar pada prosentasi luas wilayah kemiringan 0-3% sebesar 271,58 Km2 (65,28%).
Wilayah Kecamatan Gunung Kijang mempunyai dominasi lahan datar sampai
berombak (>3-15 %) dengan beda tinggi mencapai 15 meter, merupakan luas terbesar
yaitu sebesar 208,29 Km2, menyebar di bagian Utara dan Timur Kecamatan Gunung
Kijang, terutama di wilayah Lomei, Kawal dan daerah pesisir pantai. Wilayah
berombak sampai bergelombang (>15-40%) dengan beda tinggi mencapai 40 meter,
merupakan daerah perbukitan yang penyebarannya terutama di bagian tengah dengan
total luas sebesar 128,08 Km2. Wilayah bergelombang sampai berbukit (> 40%) dengan
beda tinggi antara 40-211 meter. Penyebarannya terutama di Wilayah Desa Gunung
Kijang, yaitu di daerah Gunung Kijang seluas 7,5 Km2.
Untuk gugusan pulau Tambelan dominasi kemiringan pada kemiringan dijumpai
datar 15-40% sebesar 67,77 Km2 (40%) dari luas daratan, sedangkan kemiringan lainnya
bervariasi antara kemiringan 0-3% sampai dengan kemiringan >40%, dengan prosentasi
15% sampai 25%.
1.5. Geologi
Kabupaten Bintan merupakan bagian dari paparan kontinental yang terkenal dengan
nama “Paparan Sunda”. Pulau-pulau yang tersebar di daerah ini merupakan sisa erosi atau
pencetusan daerah daratan pra tersier yang membentang dari Semenanjung Malaysia di
bagian utara sampai dengan Pulau Bangka dan Belitung di bagian selatan. Proses
pembentukan lapisan bumi di Kabupaten berasal dari formasi-formasi vulkanik, yang
akhirnya membentuk tonjolan-tonjolan pada permukaan bumi yang disebut pulau, baik
pulau-pulau yang ukurannya cukup besar, maupun pulau yang ukurannya relatif kecil.
Secara umum bentuk batuan di Pulau Bintan termasuk antara akhir poleozoikum dan
tersier. Batuan tertua terdiri dari bahan senyawa yang berasal dari gunung api dan deposit
sedimen plastis yang sedikit mengalami metamorfosa yang dapat dikorelasikan dengan
pahang volkanik series di Malaysia. Batuan muda terdiri dari batuan pasir serpih
konglomerat yang dapat dikorelasikan dengan plateau dari batu pasir Kalimantan dan
terbentuk pada umur tersier bawah. Batu-batuannya kebanyakan merupakan batuan-
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 8
batuan metamor dan batuan beku yang berumur dari pra tersier, sedangkan penyebaran
batuan sedimen sangat terbatas.
Jenis batuan yang mendominasi di Pulau Bintan adalah Formasi Goungon dan Granit.
Adapun dominasi formasi goungon kurang lebih sebesar 65% yang tersebar merata di
seluruh wilayah Pulau Bintan. Untuk batuan granit dominasinya sebesar 34% dan batuan
ini tersebar di daerah Berakit, Malang Rapat, Gunung Kijang, Gunung Lengkuas sampai
dan juga terdapat di Pulau Mantang dan Pulau Siolong. Jenis batuan lain yang terdapat di
Pulau Bintan adalah Andesit dan Aluvium, Andesit terdapat di daerah Teluk Bintan dan
Aluvium terdapat di Daerah sungai Anculai dan sungai Bintan. Penyebaran jenis batuan
geologi, dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel. 1.6 Jenis Batuan Geologi dan Penyebarannya di Pulau Bintan
Jenis Batuan Uraian % Penyebaran
Formasi Goungon
Batupasir tufan keputih-putihan, berbutir halus menengah, laminasi sejajar, batulanau umum dijumpai, tuf dasitan dan tuf litik felspatik berwarna putih, halus, setempat berselingan dengan batupasir tuf, tuf putih kemerahan dan batulanau kelabu agak karbonan mengandung sisa tanaman.
65 Hampir seluruh Kepulauan Bintan, yaitu bagian wilayah Pulau Bintan bagian selatan
Sebagian Pulau Buton Pulau Kelong Pulau Gin Besar dan Kecil
Granit Granit kelabu kemerahan-kehijauan, berbutir kasar, berkomposisi felspar, kuarsa, horenblenda dan biotit; mineral umumnya bertekstur primer dan membentuk suatu pluton batolit yang tersingkap luas.
34 Sepanjang daerah Berakit, Malang Rapat, Gunung Kijang, Gunung Lengkuas, sampai.
Pulau Mantang dan Pulau Siolong.
Andesit Andesit, kelabu, berkomposisi plagioklas, horenblenda dan biotit, bertekstur perfiritik dengan massadasar mikro kristal felspar, agak terkekarkan dan umumnya segar.
0,5 Daerah Teluk Bintan
Aluvium Kerikil, pasir, lempung dan lumpur.
0,5 Daerah sungai Ekang Anculai dan sungai Bintan
Sumber : RTRW Kabupaten Bintan, 2007
1.6. Jenis Tanah
Persebaran jenis tanah di Pulau Bintan didominasi oleh komposisi jenis tanah
Hapludox-Kandiudult-Dystropets (46,4% dari luas daratan Pulau Bintan) yang
tersebar seluruh bagian Kabupaten Bintan. Dominasi kedua adalah jenis tanah dengan
komposisi Hapludox-Kandiudults (27,6% luas daratan) dan tersebar di daerah Berakit
dan Sungai Kawal. Sedangkan komposisi jenis tanah lainnya adalah Sulfagquents-
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 9
Hydraquents-Tropaquepts (9,9% dari luas daratan Pulau Bintan) tersebar di pesisir
pulau dan terluas di pesisir daerah Teluk Bintan, Hapludox-Dystropets-Tropaquods
(9,7%) tersebar di daerah Teluk Bintan, Tropaquets-Fludaquents (3,2%) tersebar di
sekitar Sungai Kawal daerah Bintan Timur dan Gunung Kijang, dan komposisi tanah
Kandiudults-Dystropets-Tropaquets seluas 2,4% yang tersebar di daerah
pegunungan yaitu Gunung Kijang, Lengkuas dan Gunung Bintan. Sedangkan komposisi
jenis tanah yang ada di gugusan Kepulauan Tambelan adalah Dystropets-Tropudults-
Paleudults, Tropudults-Dystropets Tropothods dan Kandiudults-Kandiudox.
Untuk lebih jelasnya mengenai prosentase dan penyebaran komposisi jenis tanah di
wilayah Kabupaten Bintan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel. 1.7 Jenis Batuan Geologi dan Penyebarannya di Pulau Bintan
Wilayah Komposisi Tanah % Penyebaran
Kepulauan Bintan Hapludox-Kandiudults-Dystropets
46,4 Menyebar merata di Pulau Bintan
Hapludox-Kandiudults 27,6 Daerah berakit dan Sungai Kawal
Sulfaquents-Hydraquents-Tropaquents
9,9 Pesisir Teluk Bintan
Hapludox-Dystropets-Tropaquents
9,7 Teluk Bintan
Tropaquents-Fludaquents 3,2 Sungai Kawal dan Gunung Kijang
Kandiudults-Tropaquents 2,4 Daerah pegunungan
Kepulauan Tambelan
Dystropets-Tropudults-Paleudults
70,3 -
Tropudults-Dystropets-Tropothods
10,5 -
Kandiudults-Kandiudox 19,2 - Sumber: RTRW Kabupaten Bintan, 2007
1.7. Klimatologi
Pada umumnya daerah Kabupaten Bintan beriklim tropis dengan temperatur rata
rata terndah 23,90 dan tertetinggi rata-rata 31,80 dengan kelembaban udara sekitar
85%. Gugusan kepulauan di Kabupaten Bintan mempunyai curah hujan cukup dengan
iklim basah, berkisar antara 2000–2500 mm/th. Rata-rata curah hujan per tahun ±2.214
milimeter, dengan hari hujan sebanyak ±110 hari. Curah hujan tertinggi pada umumnya
terjadi pada bulan Desember (347 mm), sedangkan curah hujan terendah terjadi pada
bulan Agustus (101 mm). Temperatur rata-rata terendah 22,5oC dengan kelembaban
udara 83%-89%. Kabupaten Bintan mempunyai 4 macam perubahan arah angin yaitu:
Bulan Desember-Pebruari : Angin Utara Bulan Maret-Mei : Angin Timur
Bulan Juni-Agustus : Angin Selatan
Bulan September-November : Angin Barat
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 10
Kecepatan angin terbesar adalah 9 knot pada bulan Desember-Januari, sedangkan
kecepatan angin terendah pada bulan Maret-Mei. Kondisi angin pada umumnya dalam
satu tahun terjadi empat kali perubahan angin; bulan Desember-Pebruari bertiup angin
utara, bulan Maret–Mei bertiup angin timur, bulan Juni–Agustus bertiup angin selatan
dan bulan September–November bertiup angin barat. Angin dari arah utara dan selatan
yang sangat berpengaruh terhadap gelombang laut menjadi besar. Sedangkan angin
timur dan barat terhadap gelombang laut yang timbul relatif kecil. Kecepatan angin
terbesar adalah 9 knot pada bulan Desember–Januari sedangkan kecepatan angin
terendah pada bulan Maret–Mei. Kondisi tiupan angin di atas perairan Pulau Bintan
yang menyebabkan gelombang dan arus adalah angin utara dan barat laut dimana angin
tersebut umumnya bertiup pada bulan Juni hingga Agustus. Gelombang di perairan
Bintan Timur sebelah utara pada musim angin bisa mencapai ketinggian 2 meter.
1.8. Hidrologi
Sungai-sungai di Kabupaten Bintan kebanyakan kecil-kecil dan dangkal, hampir
semua tidak berarti untuk lalu lintas pelayaran. Pada umumnya hanya digunakan untuk
saluran pembuangan air dari daerah rawa-rawa tertentu. Sungai yang agak besar
terdapat di Pulau Bintan terdiri dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS).
Berdasarkan pembagian DAS untuk Pulau Bintan terdapat 197 buah dengan dua
diantaranya DAS besar yaitu DAS DAS Kawal seluas 19,744 km² dan DAS Jago Bulan
15,883 Km2. DAS ditang ada di Kabupaten Bintan hanya digunakan sebagai sumber air
minum. Selain itu terdapat sekitar 15 waduk, tampungan dan danau di Pulau Bintan
dimana Danau SBP (Kecamatan Seri Koala Lobam) yang paling besar dengan luas 22,92
Ha dengan volume 1.146.000 m3. Untuk lebih jelas waduk tampungan dan danau yang
terdapat di Pulau Bintan di sajikan pada Tabel berikut ini (Kementerian Pekerjaan
Umum, 2010).
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 11
Tabel. 1. 8 Danau/waduk dan Tampungan yang Terdapat di Pulau Bintan
Nama Waduk/Danau Kecamatan Luas (Ha) Volume
(m3)
Dam Sekuning/Bintan Enam Teluk Bintan 21 735.000 Danau SBP Seri Koala Lobam 22,92 1.146.000 Tampungan Kawal 1 Gunung Kijang 10,5 600.000 Tampungan Kawal 2 Gunung Kijang 2,59 155.400 Danau Tembeling Teluk Bintan 8,67 502.000 Danau Beloreng Teluk Bintan 10 500.000 Kolam Keter Teluk Bintan 6 300.000 Danau Sei Timun Pinang 17,89 1.073.400 Tampungan Ekang-Anculai Teluk Bintan 396 1.073.400 Genangan Biru Gunung Kijang 16,69 751.050 Kolong Enam Bintan Timur 7,41 2.400.000 Waduk Sei Jago Bintan Utara 25 1.250.000 Waduk Sei Pulau Bintan Timur 752 18.800.000 Tampungan waduk Sei Jeram 1 Seri Koala Lobam 6,70 402.000 Waduk Sei Jeram Bintan Utara 1,01 60.600
Sumber : RTRW Kabupaten Bintan.
Gugusan Kepulauan Tambelan yang kondisi daerahnya perbukitan dengan
kemiringan di atas 40% dan daerah datar di sepanjang/sempadan pantai. Pada
umumnya sungai yang ada relatif kecil, karena daerah perbukitan ada alur dan anak
sungainya. Berdasarkan pengamatan lapangan, umumnya hulu sungai dimanfaatkan
sebagai sumber air bersih masyarakat, sedangkan pada bagian hilir sungai
dimanfaatkan sebagai drainase makro.
1.9. Hidrogeologi
Pasang surut di perairan Pulau Bintan bertipe campuran cenderung semidiurnal
atau mixed tide prevailing semidiurnal (wyrtki,1961). Dimana saat air pasang/surut
penuh dan tidak penuh terjadinya dua kali dalam sehari, tetapi terjadi perbedaan
waktu pada antar puncak air tinggi-nya. Hasil prediksi pasut menggunakan Oritide-
Global Tide Model di sekitar perairan pantai Trikora (Kecamatan Gunung Kijang)
pada bulan Juli memperlihatkan bahwa tinggi rata-rata air pasang tertinggi +73,48 cm,
air surut terendah -121,31 cm, dengan tunggang maksimum sekitar 194,79 cm dan pada
bulan September, tinggi rata-rata air pasang tertinggi +75,69 cm, air surut terendah -
101,06 cm dengan tunggang maksimum sekitar 176,75 cm. Secara umum tatanan air
bawah tanah dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok berdasarkan keterdapatannya.
Air bawah tanah tersebut terdapat dalam berbagai sistem akuifer dengan litologi yang
berbeda-beda. Adapun air bawah tanah tersebut terdiri dari :
Air Bawah Tanah Dangkal
Air bawah tanah dangkal pada umumnya tersusun atas endapan aluvium dan
kedudukan muka air bawah tanah mengikuti bentuk topografi setempat. Lapisan
akuifer ini pada umumnya tersusun atas pasir, pasir lempungan, dan lempung pasiran
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 12
yang bersifat lepas sampai kurang padu dari endapan aluvium dan hasil pelapukan
granit. Kedudukan muka air bawah tanah akan menjadi semakin dalam di daerah yang
topografinya tinggi dengan daerah sekitarnya. Kedalaman muka air bawah tanah pada
umumnya sekitar 2m-3m. Air bawah tanah dangkal ini tersusun atas lapisan akuifer
bebas (unconfined aquifer) yang di beberapa tempat bagian bawahnya dibatasi oleh
lapisan kedap air yang berupa lapisan lempung dan lempung pasiran. Ketebalan rata-
rata lapisan akuifer air bawah tanah dangkal sekitar 13m dan pada umumnya akan
menipis ke arah perbukitan.
Air Bawah Tanah Dalam
Air bawah tanah dalam di wilayah Kabupaten Bintan tersusun atas litologi berupa
pasir kompak, pasir, dan pasir lempungan dan tersusun atas sistem akuifer bebas
(unconfined aquifer), walaupun di beberapa tempat terdapat lapisan kedap air yang
berupa lempung dan lempung pasiran yang tidak menerus atau hanya membentuk
lensa-lensa, sehingga di beberapa tempat terbentuk sistem akuifer tertekan (confined
aquifer) atau semi tertekan (semi confined aquifer), sehingga secara umum sistem
akuifer yang berkembang di wilayah Pulau Bintan, Kabupaten Bintan tergolong multi-
layer dimana antara satu lokasi dengan lokasi lain kedalaman lapisan akuifernya tidak
berada pada level yang sama. Pada bagian bawah dari lapisan akuifer dalam dibatasi
oleh granit yang bersifat kedap air sampai mempunyai sifat kelulusan terhadap air yang
kecil tergantung adanya celah atau rekahan pada tubuh granit tersebut. Ketebalan rata-
rata lapisan akuifer air bawah tanah dalam berkisar antara 26 m.
Mata air
Keterdapatan mata air muncul pada batuan sedimen yang terdapat dalam mata air
bawah tanah perbukitan bergelombang. Tipe pemunculannya umumnya diakibatkan
oleh pemotongan topografi pada tekuk lereng dengan dataran. Mata air tersebut dapat
dimanfaatkan untuk air minum pedesaan.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 13
Bab.2 Kondisi Sosial Ekonomi Kabupaten Bintan
2.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Adanya kesungguhan Pemerintah Kabupaten Bintan dan komitmen yang kuat dari
seluruh stakeholders mengubah paradigma pembangunan untuk mengutamakan manusia
dengan menetapkan target IPM kedalam RPJMD Kabupaten Bintan periode 2010-2015
sebesar 75,19. Pada tahun 2011 capaian angka IPM Kabupaten Bintan sebesar 74,68 poin
naik sebesar 0,24 poin dibandingkan dengan tahun 2010 yang tercatat 74,44 poin.
Tabel. 2.1 Perkembangan IPM Kabupaten Bintan Tahun 2010-2011
Tahun Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) 2010 74,44 2011 74,68
Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Dari data tabel diatas diperoleh gambaran capaian Angka Melek Huruf (AMH)
penduduk 10 tahun ke atas mencapai 98,38 persen tahun 2010 dan hasil penghitungan
sementara pada tahun 2011 angka melek huruf masih dalam kisaran yang sama yakni 98,38
persen.
Tabel. 2.2 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas yang Melek Huruf
dan Buta Huruf di Kabupaten Bintan pada Tahun 2010-2011
Tahun Melek Huruf (%) Buta Huruf (%)
2010 98,09 1,91 2011 98,09*) 1,91*)
Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 14
Untuk angka harapan hidup walaupun terdapat peningkatan yang cukup signifikan,
namun belum mampu mencerminkan bahwa kualitas kesehatan masyarakat Kabupaten
Bintan seutuhnya. Menurut data Bappeda Kabupaten Bintan capaian Angka Harapan
Hidup Kabupaten Bintan tahun 2010 mencapai 69,70 tahun dan pada tahun 2011 angka ini
hanya mampu bergerak 69,75 tahun saja. Dari data ini tampaknya diperlukan upaya yang
bersifat komprehensif dan lintas sektor agar perbaikan derajat kesehatan yang ditunjukkan
dengan makin meningkatnya angka harapan hidup dan terus menurunnya angka kematian
bayi secara baik dapat terwujud di masa mendatang.
Tabel. 2.3 Perkembangan Angka Harapan Hidup dan Indeks Kesehatan di
Kabupaten Bintan Tahun 2010-2011
Tahun Angka Harapan Hidup Indeks Kesehatan
2010 69,70 74,50 2011 69,75 74,58
Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012
2.2. Indeks Daya Beli
Pencapaian daya beli (Purchasing Power Parity) masyarakat Kabupaten Bintan
yang diukur dengan konsumsi per kapita/tahun menunjukkan adanya kenaikan. Pada
tahun 2010 pendapatan riil perkapita masyarakat Bintan sebesar Rp.646.570,- dengan
indeks daya beli sebesar 79,61 poin. Pada tahun 2011 pendapatan riil masyarakat meningkat
menjadi Rp.648.140,- dan memiliki indeks daya beli sebesar 80,45 poin. Lambatnya
peningkatan kemampuan daya beli masyarakat Bintan dewasa ini, kemungkinan lebih
disebabkan oleh faktor eksternal Kabupaten Bintan seperti belum mantapkan kebijakan
makro ekonomi Nasional. Belum stabilnya nilai tukar rupiah saat itu dan adanya isu
kenaikan BBM di triwulan kedua tahun 2012 cukup menekan laju perkembangan daya beli
masyarakat.
Tabel. 2.4 Pendapatan Riil Perkapita dan Indeks Daya Beli Masyarakat
Kabupaten Bintan Tahun 2010-2011
Tahun Pendapatan Riil Perkapita
(Rp) Indeks Daya Beli
2010 646.570,- 79,61 2011 648.140,- 80,45
Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012
2.3. Perkembangan Ekonomi
PDRB Kabupaten Bintan tahun 2011 atas dasar harga berlaku tercatat sebesar
Rp.4,87 trilyun,- yang diukur dari sembilan sektor lapangan usaha yaitu sektor pertanian;
pertambangan dan penggalian; industri pengolahan listrik, gas dan air bersih;
bangunan/konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi;
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa. Sektor-sektor yang memiliki nilai
kontribusi besar terhadap PDRB adalah sektor industri pengolahan sebesar 50,72 persen,
sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 20,49 persen, sektor pertambangan dan
penggalian sebesar 10,97 persen dan sektor pertanian sebesar 5,78 persen, sektor
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 15
pengangkutan dan komunikasi sebesar 3,74 persen, sektor lain masing-masing hanya
memberikan kontribusi kurang dari 3,73 persen.
Tabel. 2.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bintan Atas Dasar
Harga Berlaku Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2010-2011
Lapangan Usaha 2010 2011
1. Pertanian 255,65 281,88 2. Pertambangan & penggalian 487,81 534,90 3. Industri pengolahan 2.255,84 2.472,51 4. Listrik, gas dan air bersih 14,10 15,48 5. B a n g u n a n 165,12 183,65 6. Perdagangan, hotel dan restoran 893,39 999,03 7. Pengangkutan dan komunikasi 166,11 182,17 8. Keuangan, persewaan dan jasa 64,73 71,83 9. J a s a - j a s a 122,12 133,33
PDRB 4.424,87 4.874,79 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Pada tahun 2011 baik nilai investasi maupun kontribusi investasi di Kabupaten
Bintan mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Secara nominal, nilai investasi PMA
meningkat dari US$744,95 ribu menjadi US$852,35 ribu. Sedangkan PMDN meningkat
251,18 persen dari Rp.67,06 milyar menjadi Rp235,53 milyar. Dengan peningkatan nilai
investasi tersebut menjadikan kontribusi investasi terhadap pembentukan PDRB
Kabupaten Bintan meningkat sebesar 6 persen. Wilayah Kabupaten Bintan memiliki
beberapa industri besar, sehingga mesin dan alat-alat berat juga mempunyai peranan yang
cukup besar.
Tabel. 2.6 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bintan Atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2010-2011
Lapangan Usaha Distribusi PDRB (%)
2010 2011 1. Pertanian 5,78 5,78 2. Pertambangan & penggalian 11,02 10,97 3. Industri pengolahan 50,98 50,72 4. Listrik, gas dan air bersih 0,32 0,32 5. B a n g u n a n 3,73 3,77 6. Perdagangan, hotel dan restoran 20,19 20,49 7. Pengangkutan dan komunikasi 3,75 3,74 8. Keuangan, persewaan dan jasa 1,46 1,47 9. J a s a - j a s a 2,76 2,74
PDRB 100 100 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang diukur dari kenaikan PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto) berdasarkan harga konstan pada tahun 2011 tumbuh sebesar
6,18 persen, sementara PDRB Kepri tumbuh sebesar 6,67 persen sedangkan laju
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,6 persen. Selama periode tahun 2011 Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Kabupaten Bintan mencapai
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 16
Rp.4,87 trilyun atau mengalami peningkatan sebesar 9,22 persen dibandingkan tahun
sebelumnya yang hanya sebesar Rp.4,42 trilyun. PDRB atas dasar harga konstan tahun
2000 juga mengalami peningkatan sebesar 6,18 persen, yaitu dari Rp.3,11 trilyun tahun 2010
naik menjadi Rp.3,30 trilyun pada tahun 2011.
Kelompok sektor sekunder masih mendominasi dalam penciptaan nilai tambah di
Kabupaten Bintan. Total Nilai Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga berlaku dari
kelompok sektor sekunder pada tahun 2011 mencapai Rp.2,67 trilyun atau meningkat
sebesar 8,85 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada kelompok sektor tersier
mengalami peningkatan sebesar 10,09 persen menjadi Rp1.386 trilyun di tahun 2011, dan
kelompok primer meningkat sebesar 8,97 persen menjadi Rp.816,78 Milyar di tahun 2011.
Tabel. 2.7 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga
Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2010-2011.
No Lapangan Usaha 2010 2011
1. Pertanian 175,37 189,48 2. Pertambangan & penggalian 325,84 346,03 3. Industri pengolahan 1.634,16 1.723,30 4. Listrik, gas dan air bersih 8,38 8,96 5. B a n g u n a n 96,9 103,89 6. Perdagangan, hotel dan restoran 615,25 660,75 7. Pengangkutan dan komunikasi 112,77 119,42 8. Keuangan, persewaan dan jasa 48,65 51,85 9. J a s a - j a s a 93,47 99,6 PDRB 3.110,79 3.302,99 LPE 5,56 6,18
Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Jika dilihat dari laju pertumbuhan untuk masing-masing sektor sangatlah bervariasi.
Umumnya didorong beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan yang berarti terutama
sektor pertanian tumbuh sebesar 8,05 persen pada tahun 2011. Sektor bangunan tumbuh
sebesar 6,90 persen hal ini seiring dengan semakin meningkatnya nilai output sektor
konstruksi. Lebih dari 90 persen nilai output sektor konstruksi merupakan pembentukan
modal dalam bentuk bangunan. Pembentukan modal yang termasuk dalam komponen
bangunan adalah pembangunan instalasi dan jaringan, jalan, jembatan, serta pembangunan
infrastruktur lain yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan swasta. Sektor perdagangan,
hotel dan resoran naik terus mengalami peningkatan menjadi 7,40 persen, meningkatnya
jumlah kunjungan wisman ke Kabupaten Bintan khususnya melalui pintu masuk kawasan
wisata Lagoi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kenaikan laju pertumbuhan
sektor ini. Sektor listrik gas dan air bersih juga mengalami pertumbuhan yang cukup
signifikan yakni sebesar 6,87 persen. Rasio elektrifikasi yang semakin meningkat di
Kabupaten Bintan tampaknya sangat mempengaruhi laju pertumbuhan sub sektor lisrik.
Upaya penambahan daya listrik melalui PLN dan pendistribusiannya ke masyarakat yang
akan menikmati listrik mampu mempercepat laju pertumbuhan sub sektor listrik di
Kabupaten Bintan. Sehingga semakin banyak masyarakat menikmati jaringan listrik di
Kabupaten Bintan.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 17
Tabel. 2.8 Laju Pertumbuhan Persektor Kabupaten Bintan Menurut Lapangan Usaha,
Tahun 2010-2011.
No Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan Sektor (%)
2010 2011 1. Pertanian 7,89 8,05 2. Pertambangan & penggalian 6,11 6,20 3. Industri pengolahan 4,61 5,45 4. Listrik, gas dan air bersih 4,1 6,87 5. B a n g u n a n 6,85 6,90 6. Perdagangan, hotel dan restoran 6,78 7,40 7. Pengangkutan dan komunikasi 5,84 5,90 8. Keuangan, persewaan dan jasa 6,28 6,58 9. J a s a - j a s a 6,12 6,56
LPE 5,56 6,18 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012
2.4. Tingkat Kestabilan Harga (Inflasi)
Berdasarkan IHK Kota Tanjungpinang Laju inflasi tahun kalender (Januari–
Desember) Tahun 2011 sebesar 3,32 persen, jauh lebih rendah dibanding laju inflasi periode
yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 6,17 persen. Kenaikan Indeks Harga
Konsumen (IHK) dari 129,83 pada Bulan November 2011 menjadi 129,86 pada Bulan
Desember 2011 telah menyebabkan di Kota Tanjungpinang pada Bulan Desember 2011
terjadi inflasi sebesar 0,02 persen. Inflasi pada bulan ini lebih rendah bila dibandingkan
dengan inflasi pada bulan yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 0,26 persen.
Terjadinya perubahan harga-harga pada 63 komoditi menjadi pemicu terjadinya Inflasi di
Kota Tanjungpinang Bulan Desember 2011, dimana sebanyak 63 komoditi diantaranya
mengalami kenaikan harga, antara lain : ikan tongkol, beras, tomat sayur, coklat bubuk,
tomat buah, kentang, rokok kretek, cabe merah, jeruk, lada/merica, daun singkong, rokok
kretek filter, martabak, udang basah, dan rokok putih. Sebaliknya, tercatat 20 komoditi
lainnya mengalami penurunan harga, antara lain: bayam, ikan selar, kangkung, ikan
kembung/gembung, kacang panjang, emas perhiasan, sotong, daging ayam ras, ikan kap
merah, bawang merah, shampo, dan gula pasir.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 18
Tabel. 2.9 Inflasi (IHK) Kabupaten Bintan (berdasarkan IHK Kota Tanjungpinang)
Tahun Dasar 2007, Tahun 2010-2011.
No Kebutuhan Pokok 2010 2011 1. Bahan Makanan 12,44 4,65 2. Makanan Jadi 4,43 3,62 3. Perumahan 6,55 2,38 4. Sandang 5,21 4,47 5. Kesehatan 0,74 4,11 6. Pendidikan 4,14 4,18 7. Transport -0,57 0.88
IHK 6,17 3,32 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012
2.5. PDRB per Kapita
Angka PDRB perkapita Kabupaten Bintan memperlihatkan rata-rata pendapatan
yang diterima oleh masing-masing penduduk dan dapat merepresentasikan tingkat
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bintan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel. 2.10 Pendapatan Regional dan Angka Perkapita Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga
Konstan Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2010-2011
No Rincian Tahun
2010 2011
1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Pasar (Milyar Rupiah)
3.110,79 3.302,98
2. Penyusutan Barang Modal (Milyar Rupiah) 218,08 231,55 3. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga
Pasar (Milyar Rupiah) 2.892,71 3.071,44
4. Pajak Tak Langsung Netto (Milyar Rupiah) 338,89 359,82
5. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga Faktor (Milyar Rupiah)
2.553,83 2.711,61
6. Per Kapita Produk Domestik Regional Bruto (juta Rupiah)
21,86 21,12
7. Per Kapita Pendapatan Regional (juta Rupiah) 17,95 18,64 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012
PDRB per kapita merupakan PDRB atas dasar harga berlaku dibagi dengan jumlah
penduduk pertengahan tahun. Selang lima tahun terakhir ini PDRB per kapita Kabupaten
Bintan atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan yang cukup berarti. Pada tahun 2009
PDRB per kapita Kabupaten Bintan sebesar Rp 31,79 juta dan pada tahun 2010 sedikit
mengalami penurunan menjadi Rp.31,10 juta. Namun pada tahun 2011 kembali naik cukup
signifikan yaitu sebesar Rp33,52 juta. Fakta ini menggambarkan bahwa tingkat
kesejahteraan penduduk Kabupaten Bintan semakin membaik.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 19
Tabel. 2.11 Pendapatan Regional dan Angka Perkapita Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga
Berlaku Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2010-2011
No Rincian Tahun
2010 2011 1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga
Pasar (Milyar Rupiah) 4.424,87 4.874,79
2. Penyusutan Barang Modal (Milyar Rupiah) 310,20 341,74 3. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga
Pasar (Milyar Rupiah) 4.114,67 4.533,04
4. Pajak Tak Langsung Netto (Milyar Rupiah) 482,04 531,05
5. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga Faktor (MilyarRupiah)
3632,63 4001,99
5. Per Kapita Produk Domestik Regional Bruto (Juta Rupiah)
31,10 33,52
6. Per Kapita Pendapatan Regional (Juta Rupiah) 25,30 27,52
Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 20
Bab.3 Hindro Oceanografi Kabupaten Bintan
Air merupakan media untuk kehidupan biota laut dan pertumbuhan plankton
yang merupakan salah satu sumber makanan alami biota laut. Poduksi budidaya
berbagai jenis biota laut yang memiliki nilai ekonomis penting sangat tergantung pada
kualitas air dimana biota tersebut berada pada saat pertumbuhannya. Kualitas air yang
sangat penting diperhatikan terutama kualitas faktor kimia, faktor fisika dan faktor
biologis. Kedalaman laut di perairan wilayah Kabupaten Bintan berdasarkan peta
kedalam laut dari Dinas Hidro-Oseanografi di bagi dalam 4 tingkat kedalaman, yaitu
kedalaman 1-5 meter, 5-10 meter, 10-20 meter dan >20 meter. Di perairan Kabupaten
Bintan kedalam 1-5 meter yaitu kedalaman yang ada di sekitar pantai dan tersebar di
seluruh wilayah Kabupaten Bintan. Untuk kedalaman 5-10 meter adalah perairan antar
pulau-pulau yang termasuk wilayah Kabupaten Bintan. Kedalaman 10-20 meter adalah
perairan antara pulau di wilayah Kabupaten Bintan dengan wilayah lain. Sedangkan
kedalaman lebih dari 20 meter adalah perairan laut bebas, seperti Laut Natuna dan Laut
Cina Selatan.
Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa kedalaman 1–5 meter masuk
dalam pengembangan wilayah pesisir, kedalaman 5-10 meter adalah pengembangan
wilayah laut dangkal, dan kedalaman 10-20 serta >20 adalah pengembangan wilayah
laut dalam. Perairan Teluk Bintan merupakan bagian perwilayahan laut dangkal
dengan distribusi kedalaman berkisar antara 0-27 meter di bawah permukaan laut.
Wilayah perairan terdalam berada di sebelah Timur Laut pulau Pangkil yang termasuk
dalam perairan Selat Riau. Sedangkan kedalaman terendah ada di wilayah Teluk Bintan
yang berkisar antara 0-5 meter, hal ini disebabkan karena adanya pergerakan sedimen
dari sungai-sungai yang menuju teluk serta yang dibawa oleh air laut menuju teluk.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 21
Tabel. 3.1 Identifikasi Kegiatan Pengembangan di Wilayah Kelautan
Wilayah Pesisir (1-5 meter)
Laut Dangkal (5 – 10 meter)
Laut Dalam (10 – 20 dan > 20 m)
Rawa Pesisir Terumbu karang Habitat Laut Mangrove Jalur Pelayaran
Internasional dan Antar Pulau
JalurPelayaran Internasional
Satwa Liar yang dilindungi, guapantai
Pelayaran Antar Pulau Perikanan
Renang/Senam/Olahraga Mancing, selancar air
Perikanan
Pelabuhan Pertambangan
Rambu Navigasi
Feri penumpang
Budidaya perikanan
Pertambangan Sumber : Buku Perencanaan Wilayah Pesisir Terpadu, Tahun 1997
Kedalaman perairan antara Pulau Pangkil dan Pulau Lobam mencapai kedalaman
27 meter di bawah permukaan laut, kedalaman perairan Pulau Pangkil 14 meter.
Kedalaman perairan di Selat Bintan (antara Tanjung Pisau dan Pulau Pengujan)
mencapai 12 meter sedangkan kedalaman perairan Pulau Pengujan sekitar 9 meter dan
kedalaman perairan selat antara Pulau Pengujan dan Pulau Kapal sebesar 8 meter.
Perairan Gunung Kijang merupakan bagian perwilayahan laut dangkal dengan
distribusi kedalaman berkisar antara 0-47 m dengan wilayah terdalam sebelah Barat
Daya Pulau Mapor yakni 47 m. Sedangkan kedalaman terendah ada di wilayah perairan
pantai Gunung Kijang yang berkisar antara 0-5 m, kemungkinan besar ini disebabkan
karena adanya pergerakan sedimen yang dibawa oleh ombak menuju daratan.
Kedalaman terdalam perairan antara Teluk Bakau - Pulau Beralas Bakau sekitar 12 m,
antara Pulau Beralas Bakau – Pulau Nikoi sekitar 11 m, antara Kawal–Pulau Mapor
sekitar 9 m.
3.1. Fisik Perairan
3.1.1. Dasar Perairan/Batimetri
Substrat (dasar perairan) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan organisme yang dibudidayakan. Berdasarkan hasil penelitian rencaa
kawasan minapolitan Kabupaten Bintan, bahwa substrat atau dasar perairan laut
Kabupaten Bintan terdiri dari lumpur, pasir dan karang. Pada beberapa wilayah,
didapatkan tipe substrat karang berpasir yang cocok untuk budidaya ikan-ikan karang
seperti kerapu dan kakap. Bentuk morfologi dasar laut dan posisi daerah survei yang
berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan dapat menimbulkan aktivitas
gelombang terutama gelombang pasang yang cukup aktif sehingga menyebabkan
adanya zona erosi dan abrasi yang luas, terutama pada daerah yang terbuka. Kondisi ini
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 22
relatif minimal untuk Kawasan Bintan Timur, karena kawasan ini berada dalam teluk
yang dilindungi oleh pulau-pulau di depannnya.
3.1.2. Pasir Laut dan Sebaran Sedimen
Aset sumberdaya pesisir yang dimiliki Kabupaten Bintan secara khusus perlu
mendapat perhatian yang cukup besar mengingat Wilayah Kabupaten Bintan terdiri
dari gugusan pulau-pulau dengan luas wilayah perairan 8.639.833 ha. Oleh karena itu
kondisi fisik dasar kelautan dan karakteristik pantai alami merupakan hal penting
dalam mengkaji potensi pengembangan wilayah di Kabupaten Bintan.
Penggunaan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, berkembang menjadi
kawasan wisata, permukiman, industri, pertanian, perikanan, pertambangan, dan lain-
lain. Karakteristik pantai eksisting adalah cerminan proses alam yang terjadi terhadap
pantai yang merupakan hasil interaksi dinamis dari aspek-aspek geologi, geofisika dan
ulah manusia. Faktor alamiah meliputi topografi, litologi, dan struktur sedangkan
faktor geofisika (dinamika) meliputi angin, gelombang, arus, dan pasang surut. Ulah
manusia meliputi pengambilan pasir pantai untuk keperluan bahan bangunan serta
aktivitas pembangunan di wilayah pantai. Pantai di gugusan kepulauan umumnya
memiliki topografi landai setempat, berupa tebing agak terjal.
Tabel. 3.2 Keadaan Substrat Pantai dan Laut di Kabupaten Bintan
Nama Tempat Jenis Substrat/ Muka laut Keterangan Pantai
Pulau Los Pasir putih Pantai pasir dan Bakau
Pulau Mantang Pasir putih Pantai pasir, Bakau, &
Terumbu karang
Pulau Berakit Pasir putih Pantai berpasir bersih
Sumber : RTRW Kabupaten Bintan 2010-2030
Sementara di latar belakang kawasan pantai topografinya merupakan perbukitan
rendah bergelombang. Daerah landai umumnya merupakan pantai berpasir dengan
ukuran sangat halus hingga sangat kasar, berwarna putih ke abu-abuan, serta putih
kecoklatan; sedangkan pantai bertebing agak terjal tersusun oleh batuan metasedimen
kompak dan intrusi, membentuk cliff dengan ketinggian sekitar 2-4 meter. Struktur
geologi sebagian tersusun oleh aluvium (Qs): pasir, merah kekuningan, formasi
Goungon (Qtg); Batupasir tufaan keputih-putihan, formasi Tanjung kerotang (Tmpt);
Konglomerat aneka, Andesit; formasi Semarung (Kss); Batupasir arkosa, formasi Pancur
(Ksp); Serpih kemerahan, granit, endapan rawa (Qs); Lumpur, lempung, dan gambut,
formasi Tengkis (Kts); Batupasir kuarsa, formasi Tanjungdatuk (Jts); batupasir malih,
komplek malihan Persing (PCmp); dan kuarsit Bukit dua belas (Pcmpk).
Pada umumnya wilayah pesisir terdiri dari substrat pasir, batuan dan lumpur.
Ketiga karakteristik inilah yang mendominasi wilayah pesisir semua daerah dan pulau-
pulau. Pulau berpasir putih banyak diminati oleh turis asing sebagai tempat berjemur,
oleh karena itu beberapa pulau di Kabupaten Bintan cocok untuk tempat wisata seperti
Pulau Mantang dan Pulau Berakit. Pasir putih yang bersih dan jauh dari endapan
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 23
lumpur dan air yang jernih akan menambah nilai pesona pulau tersebut, apalagi di
sekitar pulau terdapat terumbu karang yang indah. Karakteristik pantai yang terdapat
di daerah Kabupaten Bintan dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu :
3.1.3. Tipe pantai berpasir (sandy beach) dan berlumpur
Tipe pantai berpasir memiliki karakteristik berupa pantai berpasir berwarna
putih hingga abu-abu kehitaman yang diperkirakan merupakan hasil rombakan batuan
beku atau batuan metasedimen dan material berwarna putih merupakan hasil
rombakan karang. Bentuk garis pantai lurus dan melengkung, sebagian berbentuk teluk
dan membentuk gosong-gosong pasir dan lumpur. Pantai berlumpur terdiri atas
lempung hitam dan sisa-sisa tumbuhan. Relief pantai tipe ini rendah serta membentuk
morfologi dataran. Beberapa sungai aktif pendek-pendek bermuara di pantai tipe ini,
selain terdapat beberapa sungai musiman berupa alur-alur. Tipe pantai ini dominan
terdapat di Pantai Lagoi Pulau Bintan.
a. Tipe pantai bertebing
Pantai bertebing agak curam dengan kemiringan tegak 90 bentuk garis pantai
lurus, sebagian berbentuk tanjung merupakan tipe pantai dominan terdapat di barat
dan timur Pulau Bintan. Proses laut dominan berupa pukulan ombak yang menerpa
tebing pantai diantaranya mengakibatkan abrasi hingga terbentuk gerowong seperti
yang terdapat di sebelah timur Pulau Bintan sedangkan runtuhan tebing (rock fall)
membentuk talus-talus.
b. Tipe pantai berpasir, berbatu dan terumbu karang
Pantai berkarakteristik berupa pantai berpasir, berbatu dan terumbu karang,
dimana pasir didominasi oleh warna putih terang sampai kekuningan dan sedikit abu-
abu kehitaman, bentuk garis pantai memanjang agak berkelok. Dengan relief rendah
hingga sedang membentuk morfologi dataran bergelombang dan dibeberapa tempat
terdapat endapan. Tipe pantai ini terdapat di Timur Pulau Bintan dan Pulau Mapur.
c. Pasir Laut dan Sebaran Sedimen Permukaan Air Laut
Secara umum pasir yang terdapat di Kabupaten Bintan terpilah dengan kondisi
dari sedang sampai buruk, membundar tanggung dan menyudut dengan butiran
penyusun didominasi oleh kuarsa rata-rata 50%, cangkang mikrofauna serta fragmen-
fragmen batuan beku dan banyak terdapat butiran hitam yang merupakan mineral
hitam dan sisa tumbuhan.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 24
Tabel. 3.3 Karakteristik Satuan Sedimen Dasar Laut di Kabupaten Bintan
Satuan Sedimen Karakteristik Sedimen (%)
Kerikil Pasir Lanau Lempung Pasir lumpuran sedikit Kerikilan 21,6–0 81,1–19,2 68,8–15,7 12,0–1,3 Pasir Lanauan 0 72,9–37,8 55,9–23,9 6,7–2,8 Lanau Pasiran 0 47,1–12,0 75,7–44,9 12,9–6,7 Lumpur Pasiran sedikit Kerikilan 27,2 0 70,7–12,7 73,9–25,4 11,4–2,3 Kerikil Lumpuran 45,2–31,9 25,2–33,9 29,8–26,6 4,4–3,0
Sumber : Penyusunan Potensi Sumberdaya Kelautan Kabupaten Bintan 2003
3.1.4. Pola Pasang dan Gelombang
Pasang surut adalah salah satu faktor dasar dalam pengkajian arus dilaut.
Kenaikan massa air laut samudera atau laut luas secara vertikal adalah gaya tarik
benda-benda angkasa terutama bulan dan matahari. Massa air yang naik akan
merambat dari samudera atau laut lepas secara horizontal ke perairan dalam seperti
perairan Indonesia. Faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah posisi bulan dan
matahari terhadap bumi serta situasi morfologi setempat seperti berkurangnya
kedalaman, keadaan ini terjadi pada tempat-tempat yang sempit seperti teluk dan selat,
sehingga menimbulkan dominasi arus pasang surut.
Di Kabupaten Bintan hampir sebagian besar di pengaruhi oleh pasang surut air
laut, tingkat muka air sungai bervariasi, atau terjadi banjir lokal oleh air laut. Pasang di
perairan Bintan merupakan rambatan pasang dari Laut Cina Selatan yang identik
dengan pasang di perairan Batam. Pola pasang surut cenderung semi diurnal (mixed
tide prevailing semidiurnal), terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari.
Namun dua pasang tersebut tidak sama besarnya.
Pasang surut di perairan Pulau Bintan bertipe campuran cenderung semidiurnal
atau mixed tide prevailing semidiurnal (Wyrtki,1961). Dimana saat air pasang/surut
penuh dan tidak penuh terjadinya dua kali dalam sehari, tetapi terjadi perbedaan
waktu pada antar puncak air tinggi-nya. Hasil prediksi pasut menggunakan Oritide-
Global Tide Model di sekitar perairan pantai Trikora (kecamatan Gunung Kijang)
pada bulan Juli memperlihatkan bahwa tinggi rata-rata air pasang tertinggi +73,48 cm,
air surut terendah -121,31 cm, dengan tunggang maksimum sekitar 194,79 cm dan pada
bulan September, tinggi rata-rata air pasang tertinggi +75,69 cm, air surut terendah -
101,06 cm dengan tunggang maksimum sekitar 176,75 cm.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 25
Tabel. 3.4 Hasil Prediksi Tinggi Air Pasang Surut Dan Tunggang Maksimum
Elevasi Sekitar Pantai Trikora Sekitar Pulau Mantang
Juli September Juli September
Air pasang tertinggi +73,48 cm +75,69 cm +78,68 cm +98,18 cm
Air surut terendah -121,31 cm -101,06 cm -135,84 cm -117,74 cm
Tunggang maksimum 194,79 cm 176,75 cm 214,52 cm 215,92 cm
Sumber : Kondisi Ekosistem pesisir Pulau Bintan, Desember 2003
Gelombang laut umumnya dibangkitkan oleh angin yang bertiup diatas
permukaan laut. Bentuk gelombang yang dihasilkan tergantung pada faktor-faktor
pembangkit gelombang itu sendiri seperti kecepatan angin, waktu dimana angin
sedang bertiup, dan jarak rintangan yang dilalui. Pada saat pengamatan dilakukan
terjadi pada musim selatan dimana kondisi angin rata-rata di bawah 5 fetch sehingga
nilai tertinggi gelombang diperoleh 0,45 meter di Pulau Mantang sedang kelompok
gelombang terendah 0,22 meter di Pulau Berakit sehingga rata-rata tinggi gelombang di
perairan kabupaten kepulauan Riau mencapai 0,3 meter.
3.1.5. Pola Kecepatan Arus
Kecepatan arus yang terjadi di perairan dipengaruhi oleh angin yang bertiup.
Menurut Bowden (1980) kecepatan arus di pesisir dipengaruhi oleh angin, refraksi
gelombang, densitas, pasang surut dan aliran sungai. Selanjutnya Nurhayati dan
Triantoro (2000) menjelaskan pola aliran arus akan memberikan informasi tentang
karakteristik penyebaran materi seperti nutrient, transportasi sedimen, plankton,
ekosistem laut dan geomorfologi pantai. Arus di perairan Kabupaten Bintan termasuk
arus yang cukup kompleks sebagai hasil interaksi berbagai arus yang terdiri dari arus
tetap musiman, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi arus seperti topografi
perairan, situasi garis pantai dan sebagainya. Arus utama perairan Bintan dipengaruhi
dan mengikuti pola arus Laut Natuna secara umum, yang sangat tergantung dari angin
Muson.
Pergerakan pasang surut suatu daerah memegang peranan sangat penting dalam
mempertahankan sumberdaya alam seperti terumbu karang, magrove, lamun, daerah
estuaria dan sebagainya. Selain arus dan kecepatan arus serta pasang surut juga
mempengaruhi pergerakan berbagai polutan kimia, pencemaran, minyak dan lain-lain.
Posisi geografis wilayahnya yang terletak pada pertemuan perambatan pasang surut
Samudera Hindia melalui Selat Malaka dan dari Samudera Pasifik melalui Laut Cina
Selatan menyebabkan perairan Kepulauan Riau memiliki arus pasang surut dengan
pola bolak-balik (revering tidak current). Berdasarkan data lapangan PT Transfera
Infranusa pada tahun 2003, kecepatan arus maksimum 0,2 knot di pulau Berakit.
Pasang surut dijadikan ukuran dalam mendesain beberapa kegiatan budidaya seperti
pembangunan pelabuhan, yang harus berada dalam batas-batas daerah pasang surut
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 26
dengan memperhatikan bahwa tinggi pasang surut saat pasang bulan purnama dan
perbani harus berada dalam kondisi yang sesuai kebutuhan.
Berdasarkan hasil studi Agustinus et al., (2010) Pola arus di wilayah perairan
Bintan pada bulan Nopember-Mei berarah Barat laut dan Tenggara, sementara pada
bulan Juni-September berarah Tenggara dan Barat laut. Sementara dari hasil analisis
progresif vector diagram di wilayah studi diperoleh data bahwa arus bergerak-Baratlaut
dan Tenggara atau berosilasi hanya antara dua arah tersebut. Kekuatan arus tersebut
tercermin dua osilasi yang kuat dan lemah dengan dua puncak dalam waktu 24 jam.
Nampak bahwa massa air cenderung mengalir-Barat laut dan mencapai 10 km dalam
waktu sekitar 24 jam.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 27
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 28
3.1.6. Kecerahan
Kecerahan perairan merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan
kondisi suatu perairan. Kecerahan perairan sangat tergantung pada kondisi sedimen
tersuspensi, kepadatan alga, fitoplankton, dan bahan cemaran (polutan) serta arah
datangnya cahaya pada perairan. Berdasarkan data pengamatan, dapat dijelaskan
bahwa kondisi kecerahan masing-masing perairan berbeda-beda.
Daerah Pulau Bintan bagian barat menunjukkan tingkat kekeruhan paling tinggi
bila dibandingkan dengan pulau lainnya yang ada di Kabupaten Bintan . Kekeruhan
yang terjadi kemungkinan disebabkan padatnya pelayaran dan hasil cemaran limbah
daratan dari 5 sungai besar. Sementara daerah lain umumnya menunjukkan kecerahan
yang optimal, namun tidak satupun yang menunjukkan kecerahan yang mencapai
100%. Kecerahan perairan di wilayah perairan Gunung Kijang berkisar antara 4,5–6,9
m, kecerahan tertinggi dijumpai pada Pulau Beralas Bakau sedangkan kecerahan
terendah pada Desa Malang Rapat. Rendahnya kecerahan di Desa Malang Rapat
disebabkan daerahnya berada pada daerah muara sungai, dimana massa air dipengaruhi
partikel-partikel dari hulu sungai. Sedangkan tingginya kecerahan di daerah pulau
Beralas Bakau disebabkan karena perairanya terbuka yang banyak dipengaruhi massa
air Laut Cina Selatan dan tipe perairan yang semi terbuka dengan sirkulasi air yang
lancar.
3.1.7. Suhu
Berdasarkan peta Oseanografi wilayah perairan Indonesia (BRKP, 2002)
temperatur air permukaan di perairan sekitar Bintan, pada Monsun Barat (Desember-
Februari) berkisar 27-280C, Monsun peralihan dari barat ke timur (Maret-Mei) 29-
29,50C, Monsun Timur (Juni-Agustus) 31-31,50C. Monsun peralihan dari timur ke barat
(September–November) 29-29,50C. Variasi suhu air laut di perairan Kepulauan Riau
masih termasuk kisaran suhu normal air laut. Perairan barat Indonesia termasuk
Kepulauan Riau secara umum pada musim Barat memiliki kisaran suhu sekitar 280C-
290C, musim Timur mencapai kisaran antara 260C-290C, sedangkan musim selatan
kisaran antara 29ºC-300C sedangkan data lain pada bulan Agustus berkisar antara
300C.
3.2. Kimia Perairan
Kondisi kimia perairan di wilayah Kabupaten Bintan meliputi pH, salinitas, DO,
COD, Nitrat dan Phospat.
3.2.1 pH Air.
Nilai pH perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan
merupakan pengukuran konsentrasi ion hydrogen dalam larutan. Sifat kesadahan (pH)
sangat berkaitan dengan jumlah ion HCO3- yang terdisosiasi dalam perairan. Kondisi
pH perairan berada dalam keadaan basah (>7) yang berfungsi sebagai penyangga (buffer)
kehidupan seluruh organisme lautan. Jumlah ion Hydrogen dalam suatu larutan
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 29
merupakan salah satu tolok ukur keasaman larutan. Larutan yang bersifat basah
banyak mengandung ion OH- dan sedikit mengandung ion H+. Sifat-sifat pH air laut
bisa disebabkan kehadiran CO2 dengan sistem asam karbonat-bikarbonat dan sifat
basah yang kuat dari ion natriun, kaliun, dan kalsium. Tingkat pH air dari pengamatan
dan pengukuran semua stasiun rata-rata 7,9-8,1. Sebaran nilai pH masih berada dalam
kondisi ideal untuk berbagai kepentingan budidaya dan sebagainya (RTRW
Kabupaten Bintan 2010-2030). Hasil pengukuran tahun 2011 menunjukkan bahwa nilai
derajat keasaman air di perairan Bintan berkisar antara 6,5 - 7,5.
3.2.2 Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air laut.
Kondisi perairan kabupaten Bintan menujukkan salinitas rata-rata 30 ‰. Hasil ini
menunjukkan sebaran salinitas yang hampir homogen dan masih berada dalam kisaran
yang ideal untuk kegiatan budidaya dan pariwisata bahari (RTRW Kabupaten Bintan
2010-2030). Hasil pengukuran pada survei tahun 2011 menunjukkan bahwa nilai
salinitas akan semakin tinggi jika menjauh dari pulau (daratan). Hal ini karena salinitas
yang rendah dekat daratan akibat adanya masukan air tawar dari pulau (daratan). Pada
pulau-pulau selain pulau Bintan menunjukkan bahwa nilai salinitas hampir sama di
tiap wilayah tang berkisar antara 27-30‰.
3.2.3 Oksigen Terlarut
Kandungan oksigen (DO) di dalam air sangat diperlukan bagi seluruh mahluk
hidup air, yaitu untuk pernafasan. Dari hasil pengukuran, kandungan oksigen terlarut
di perairan laut Kabupaten Bintanberkisar antara 6,25-8,32 mg/l, sedangkan pada
perairan Kawasan Mantang antara 6,66–8,32 mg/l dan dalam Teluk Mantang sendiri
adalah 6,87-7,88 mg/l. Bila dilihat dari kandungan oksigen terlarut ini, maka kondisi
perairan Kabupaten Bintan sangat baik untuk kehidupan biota laut. Kemudian kisaran
ini adalah kisaran DO yang normal dan menunjukkan perairan berada dalam kondisi
relatif baik. Dalam SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004
dinyatakan bahwa oksigen terlarut untuk baku mutu perairan bagi biota laut adalah > 5
mg/l. Kemudian DJPB-Departemen Kelautan dan Perikanan RI (2003) menyatakan pula
bahwa kandungan oksigen terlarut optimum untuk budidaya ikan Kerapu adalah 6,0-
8,50 mg/l, budidaya udang dalam tambak adalah 5,0-7,0 mg/l, budidaya ikan bandeng
dalam tambak > 5 mg/l (RTRW Kabupaten Bintan 2010-2030).
Kemudian Lee et al (1978) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut di
suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan dan berdasarkan
ini, maka perairan dapat dibagi dalam 4 (empat) kategori, yaitu : (a) Kategori tidak
tercemar sampai tercemar sangat ringan jika kadar oksigen terlarut lebih besar dari 6,5
mg/l (> 6,5 mg/l), (b) Kategori tercemar ringan jika kadar oksigen terlarut 4,5-6,4 mg/l,
(c) Kategori tercemar sedang jika kadar oksigen terlarut 2,0-4,4 mg/l, (d) Kategori
tercemar berat jika kadar oksigen terlarut lebih kecil dari 2,0 mg/l (< 2,0 mg/l). Bila
dilihat dari kadar oksigen terlarut ini, maka perairan Kabupaten Bintan pada umumnya
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 30
belum tercemar, dan hanya pada beberapa bagian atau stasiun saja yang tercemar
ringan. Rendahnya kadar oksigen terlarut ini disebabkan ada limbah organik yang
dibawa oleh sungai dari daratan ke laut, yang 3 (tiga) hari sebelum survey pengambilan
sampel air telah terjadi hujan lebat selama dua hari, yang menyebabkan volume air
sungai ke laut meningkat (RTRW Kabupaten Bintan 2010-2030). Hasil pengukuran
tahun 2011 menunjukkan bahwa nilai oksigen terlarut di perairan Bintan berkisar
antara 5,98–8,37. Nilai yang tinggi ini karena adanya pengaruh arus dan gelombang
yang menyebabkan terjadinya pergelokan air sepanjang waktu sehingga terjadi difusi
oksigen dari udara ke air ataupun sebaliknya dan di dalam perairan akibat adanya
pergolakan air menyebar sampai kedalaman tertentu.
3.2.4 COD (Chemical Oxygen Demand)
Keberadaan bahan organik di perairan dapat berasal dari alam ataupun dari
aktifitas rumah tangga dan aktifitas peternakan. Perairan yang memiliki nilai COD
tinggi tidak bisa digunakan untuk kegiatan budidaya perikanan. Nilai COD pada
perairan yang tidak tercemar kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan yang
tercemar dapat mencapai lebih dari 200 mg/l dan pada limbah industri dapat mencapai
60.000 mg/l (UNESCO/WHO/UNEP dalam Effendi, 2003). Hasil pengukuran dari
50 titik sampel atau stasiun ditemukan bahwa nilai COD di perairan Kabupaten Bintan
berkisar antara 7,96–42,46 mg/l. Dari nilai COD ini dapat dikemukakan bahwa kondisi
perairan Kabupaten Bintan berada pada kondisi mulai dari tidak tercemar sampai
tercemar ringan. Untuk perairan di Kawasan Mantang nilai COD-nya adalah 15,56-
42,46 mg/l dan didalam Teluk Mantang sendiri adalah 24,92-42,46 mg/l.
Bila dibandingkan nilai COD hasil pengukuran ini dengan baku mutu biota laut
dari SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, maka perairan laut di
Kabupaten Bintan masih dalam keadaan baik dan belum melewati nilai ambang batas
maksimal, yaitu 80 mg/l. Ini berarti perairan Kabupaten Bintan umumnya dan perairan
Kawasan Mantang khususnya, masih baik digunakan sebagai lokasi kegiatan budidaya
perikanan. Hasil pengukuran COD pada tahun 2011 menunjukkan nilai COD yang
masih dibawah baku mutu yakni berkisara antara 12,42 mg/l-19,26 mg/l. Hal ini
menunjukkan bahwa kandungan bahan organik di perairan laut Bintan adalah masih
rendah.
3.2.5 Nitrat (NO3)
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien
utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen mudah larut dalam air
dan bersifat stabil. Nutrient ini dihasilkan dari proses nitrifikasi yang merupakan
proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat. Proses ini penting dalam siklus
nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit
dilakukan oleh bakteri nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan
oleh bakteri Nitrobacter. Disamping itu nitrat juga dihasilkan dari proses oksidasi
sempurna senyawa nitrogen di perairan.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 31
Menurut Davis dan Cornwell dalam Effendi (2003), bila suatu perairan
menunjukan kandungan nitratnya lebih dari 5 ppm, maka pada perairan tersebut telah
terjadi pencemaran antropogenik yang berasal dari aktifitas manusia dan tinja hewan.
Kemudian dikemukakannya lagi bahwa perairan yang menerima limpasan air dari
daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kandungan nitratnya dapat
mencapai 1.000 ppm. Selanjutnya Volenweider dan Wetzel dalam Effendi (2003)
menyatakan bahwa kandungan nirat yang terdapat dalam suatu perairan dapat
dikelompokan berdasarkan tingkat kesuburan yaitu perairan Oligotrofik yang memiliki
kandungan nitrat antara 0–1 mg/l, perairan Mesotrofik yang memiliki kandungan nitrat
antara 1–5 mg/l, dan perairan eutrofik yang memiliki kandungan nitrat antara 5–50
mg/l. Berdasarkan kategori ini, maka perairan laut Kabupaten Bintandapat digolongkan
ke dalam perairan Mesotrofik (RTRW Kabupaten Bintan 2007-2017). Hasil pengukuran
terhadap kandungan nitrat pada tahun 2011 di perairan Bintan menunjukkan nilai
nitrat berkisara antara 0,145 mg/l-0,687 mg/l. Bila dilihat dari tingkat peranannya maka
perairan bintan termasuk dalam kategori mesotrofik.
3.2.6 Phospat (PO4)
Phospat merupakan unsur essensial perairan yang terdaoat dalam bentuk
senyawa phospat organik dan anorganik. Ortophospat (PO4) merupakan senyawa
phospat anorganik, sedangkan phospat organik terdapat di dalam tubuh organisme.
Phospat sangat berguna untuk pertumbuhan organisme hidup dan merupakan faktor
yang menentukan produktifitas perairan. Phospat dapat dijadikan sebagai parameter
untuk pencemaran perairan (Michael, 1994).
Kandungan phospat pada perairan tawar dan laut memiliki kisaran yang hampir
sama yaitu 1–3 mg/l. Kadar phospat yang optimum bag pertumbuhan phytoplankton
adalah 0,09–1,80 mg/l dan merupakan faktor pembatas apabila nilainya di bawah 0,02
mg/l. Berdasarkan kandungan phospat, maka perairan dapat diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) golongan, yaitu : (a) Perairan Oligotrofik, yang mengandung phospat 0,003–0,01
mg/l, (b) Perairan Mesotrofik, yang mangandung phospat 0,011-0,03 mg/l, dan (c)
Perairan Eutrofik yang mengandung phospat 0,031-0,1 mg/l.
Kandungan posfat di perairan Bintan ditemukan berkisara antara 0,005 mg/l–
0,028 mg/l. Bila dilihat dari kandungan phospat ini, maka perairan laut Kabupaten
Bintan tergolong perairan Oligotrofik – Mesotrofik, dan perairan di Kawasan Mantang
sendiri tergolong Mesotrofik. Bila merujuk pada SK Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 51 Tahun 2004, maka kandungan phospat pada perairan laut di daerah ini telah
melampaui standar baku mutu air laut, yaitu 0,015 mg/l. Tingginya kandungan phospat
pada perairan laut tersebut, karena pengambilan sampel dilakukan pada musim hujan,
sehingga terjadi peningkatan suplai phospat dari aliran air sungai yang masuk ke dalam
perairan laut.
Kualitas perairan suatu wilayah menunjukkan seberapa besar tingkat kerusakan
lingkungan yang diakibatkan dari aktifitas manusia. Aktivitas manusia di Kepulauan
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 32
Riau pada umumnya meliputi pertanian, industri, dan kegiatan domestik menghasilkan
limbah yang dibuang ke sungai atau kanal dan akhirnya akan mencapai wilayah pesisir.
Berdasarkan nilai Baku Mutu Air Laut sesuai Lampiran VII Surat Keputusan Menteri
Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor KEP-02/MENKLH/1988 tentang
Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan, maka dari kebanyakan parameter
memiliki nilai sesuai atau masih di dalam kisaran baku mutu, misalnya suhu, salinitas,
TSS, dan kecerahan untuk parameter fisika serta pH, oksigen terlarut, BOD5, COD,
H2S, NH3-N, dan NO2-N untuk parameter kimia.
Tercatat satu parameter kimia yaitu NO3-N merupakan salah satu bentuk zat
hara yang menjadi faktor pembatas di lingkungan laut bagi algae atau fitoplankton.
Nilai NO3-H yang tinggi harus diwaspadai karena kalau dikombinasikan dengan
keadaan lingkungan atau kualitas air tertentu lainnya dapat memicu terjadinya ledakan
populasi algae tertentu yang sangat tinggi yang terkenal dengan sebutan "red tide". Red
tide ini mengeluarkan racun yang dapat mengakibatkan kematian massal ikan dan
merusak lingkungan perairan. Selain itu, racun tersebut dapat sampai ke manusia
setelah mengkonsumsi ikan yang telah mengandung racun yang dihasilkan oleh red tide
tersebut.
3.3. Biologi Perairan
Ditemukan 14 species phytoplankton yang dapat dikelompokan kedalam 3 (tiga)
kelas, yaitu Cyanophyta sebanyak 2 species, Crysophyta sebanyak 9 species, dan
Pyrrophyta sebanyak 3 species. Bila dilihat dari Kerapatan Relatif (KR), Chaetoceros sp
dari kelas Chrysophyta mempunyai KR tertinggi yaitu 12,45% dengan kelimpahan 65
individu/liter dan Frekuensi Keberadaan 100%, sedangkan yang yang terendah adalah
Stigonema sp dari kelas Cyanophyta dengan kelimpahan 9 individu/liter, Kerapatan
Relatif (KR) 1,72% dan Frekuensi Keberadaan (FK) 50%. Kelimpahan, Kerapatan
Relatif (KR) dan Frekuensi Keberadaan (FK) dari masing-masing species
phytoplankton disajikan pada Tabel berikut.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 33
Tabel. 3.5 Jenis, Kelimpahan, Kerapatan Relatif dan Frekuensi Keberadaan Phytoplankton di
Perairan Kabupaten Bintan
No Jenis Phytoplankton Kelimpahan
( ind/l ) K R
( % ) F K
( % ) A. Cyanophyta 34 6,51 –
1. Oscillatoria sp 25 4,79 86 2. Stigonema sp 9 1,72 50
B. Chrysophyta 330 63,23 – 1. Coscinodiscus sp 42 8,06 96
2. Noctiluca sp 13 2,49 52
3. Chaetoceros sp 65 12,45 100 4. Rhizosolenia sp 51 9,77 98 5. Asterionella sp 18 3,45 68 6. Navicula sp 57 10,91 100
7. Cymbella sp 39 7,47 90 8. Gyrosigma sp 27 5,18 88 9. Nitzchia sp 18 3,45 74 C. Pyrrophyta 158 30,26 –
1. Dinophysis sp 60 11,49 98
2. Ceratium sp 60 11,49 100 3. Peridinium sp 38 7,28 98
Jumlah 522 100,00 – Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Hasil analisis menunjukan pula bahwa kelimpahan phytoplankton dari 50 stasiun
pengambilan sampel, didapatkan bahwa kelimpahan phytoplankton di perairan laut
Kabupaten Bintanberkisar antara 360-704 individu/liter dan rata-rata adalah 522
individu/liter. Bila melihat dari kelimpahan phytoplankton ini maka perairan laut
Kabupaten Bintantergolong dengan tingkat kesuburan rendah (Oligotrofik). Menurut
Hunter (1971) berdasarkan tingkat kelimpahan phytoplankton, maka perairan dapat
dikelompok atas 3 (tiga) kelompok, yaitu :
a. Perairan Oligotrofik, dengan tingkat kelimpahan phytoplankton antara 0-2.000
individu/liter.
b. Perairan Mesotrofik, dengan tingkat kelimpahan phytoplankton antara 2.000-15.000
individu/liter.
c. Perairan Eutrofik, dengan tingkat kelimpahan phytoplankton lebih dari 15.000
individu/liter (> 15.000 ind/liter).
Dari hasil analisis yang dilakukan, didapatkan bahwa 4 (empat) species
zooplankton di perairan laut Kabupaten Bintanyaitu Nauplius sp, Cyclops sp, Bracyura sp,
dan Diaptomus sp. Dari hasil analisis didapatkan bahwa dari keempat species
zooplankton tersebut yang mempunyai kelimpahan paling tinggi adalah Cyclop sp
dengan kelimpahan 88 individu/liter, Kerapatan Relatif (KR) 43,56% dan Frekuensi
Keberadaan (FK) 100%. Kemudian yang terendah adalah Bracyura sp dengan
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 34
kelimpahan 9 individu/liter, Kerapatan relatif (KR) 4,46% dan Frekuensi Keberadaan
(FK) 46%. Kelimpahan, Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Keberadaan (FK) dari
masing-masing species zooplankton disajikan pada Tabel berikut.
Tabel. 3.6 Jenis, Kelimpahan, Kerapatan Relatif dan Frekuensi Keberadaan Zooplankton
di Perairan Kabupaten Bintan
No Jenis Phytoplankton Kelimpahan
( ind/l ) K R
( % ) F K
( % )
1. Nauplius sp 79 39,11 100
2. Cylops sp 88 43,56 100
3. Bracyura sp 9 4,46 46
4. Diaptomus sp 26 12,87 74
Jumlah 202 100,00 – Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Hasil analisis menunjukan pula bahwa kelimpahan zooplankton dari 50 stasiun
pengambilan sampel, didapatkan bahwa kelimpahan zooplankton di perairan laut
Kabupaten Bintan berkisar antara 106-396 individu/liter dan rata-rata adalah 202
individu/liter. Bila dilihat dari kelimpahan zooplankton ini maka perairan laut
Kabupaten Bintan tergolong dengan tingkat kesuburan sedang (Mesotrofik). Menurut
Goldman dan Horne (1989) berdasarkan tingkat kelimpahan zooplankton, maka
perairan dapat dikelompok atas 3 (tiga) kelompok, yaitu:
a. Perairan Oligotrofik, dengan tingkat kelimpahan zooplankton kecil dari 1
individu/liter (< 1 ind/liter).
b. Perairan Mesotrofik, dengan tingkat kelimpahan zooplankton antara 1-500
individu/liter.
c. Perairan Eutrofik, dengan tingkat kelimpahan zooplankton lebih dari 500
individu/liter (> 500 ind/liter).
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 35
Bab.4 Rencana Pola Ruang Kabupaten Bintan
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2010-2030
Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Bintan merupakan rencana distribusi
peruntukan ruang dalam wilayah Kabupaten yang meliputi rencana peruntukan ruang
untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Rencana
pola ruang wilayah Kabupaten Bintan ini berfungsi untuk :
a. Sebagai alokasi ruang berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan kegiatan
pelestarian lingkungan dalam wilayah kabupaten;
b. Mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang;
c. Sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan
untuk dua puluh tahun; dan
d. Sebagai dasar dalam pemberian izin pemanfaatan ruang pada wilayah kabupaten.
Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan sumber daya buatan. Rencana peruntukan kegiatan budidaya ini dilakukan di luar
kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung. Pengembangan kawasan
budidaya ini dilakukan untuk saling mendukung pengembangan kawasan lindung guna
menjaga kelangsungan pengembangan kawasan budidaya. Berikut disajikan rencana
pola ruang berdasarkan RTRW Kabupaten Bintan Tahun 2010-2030 khususnya yang
berkaitan dengan pola ruang pembangunan sektor kelautan dan perikanan Kabupaten
Bintan yakni sebagai berikut :
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 36
4.1. Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan. Pengelolaan kawasan lindung secara baik dan benar, dapat
megurangi tingkat bahaya bencana alam yang ditimbulkan seperti banjir, longsor,
pendangkalan waduk, kekeringan, dan sebagainya. Selain bencana alam kerusakan
kawasan lindung juga menimbulkan bencana sosial akibat hilangnya aset hidup yang
seharusnya diperoleh masyarakat.
4.1.1. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya
Luas wilayah laut Kabupaten Bintan dengan segala keanekaragaman
sumberdaya lautnya perlu dijaga sedemikian rupa demi keberlangsungan hingga jangka
waktu yang akan datang. Oleh sebab itu, untuk kawasan suaka alam laut Kabupaten
Bintan ini ditetapkan Taman Wisata Alam Tambelan dengan luas ±1.212.214,75 Ha.
Selain itu, terdapat juga Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), yaitu Tambelan
dan Pesisir Timur Kecamatan Gunung Kijang dan Teluk Sebong dengan arahan
kebijakan pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi sumber daya pantai,
pesisir dan lautan daerah dengan zonasi (inti, pendukung dan pemanfaatan).
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 37
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 38
4.1.2. Kawasan Pantai Berhutan Bakau (Hutan Mangrove)
Hutan bakau/mangrove merupakan sekelompok tumbuhan yang terdiri dari
berbagai macam jenis dan suku berbeda serta dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Tumbuhan ini mempunyai kemampuan untuk beradaptasi terhadap kodisi lingkungan
yang ekstrim seperti tanah yang kurang stabil, oksigen yang rendah dan salinitas tinggi.
Secara ekologi hutan mangrove berfungsi sebagai:
• Peredam gelombang dan angin badai;
• Perangkap sendimen/lumpur sehingga dapat memperluas pantai;
• Penyerap bahan pencemar air laut;
• Daerah pemijahan, pengasuhan, dan tempat mencari makan bagi biota laut seperti
udang, ikan, dan kerang-kerangan;
• Pemasok oksigen bagi kehidupan manusia.
Disamping itu, hutan mangrove juga memberikan manfaat ekonomi bagi
penduduk sekitar yaitu :
• Penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan makanan dan obat-
obatan.
• Penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting dan kerang-kerangan
• Tempat rekreasi.
Luas Mangrove di Kabupaten Bintan keseluruhannya ±7,679 Ha. Kondisi
vegetasi mangrove di Pulau Bintan mempunyai keanekaragaman jenis yang cukup
tinggi, yaitu sebanyak 50 jenis yang termasuk ke dalam 27 famili yang tersebar di Pulau
Siolong, Pulau Kelong, dan Teluk Bakau. Jenis mangrove yang ditemukan di daerah ini
didominasi oleh bakau (Rhizopora stylosa, Rhizopora alba), bakau merah (Rhizopora
apiculata), bakau hitam (Rhizopora mucronata), api-api (Avicennia marina), pedada
(Sonneratia alba), dudukan (Lumnitzera littorea), buta-buta (Excaecaria agallacha), nyirih
(Xylocarpus granatum), tanjang (Bruguiera cylindrica).
Pemanfaatan hutan mangrove di daerah Kabupaten Bintan didominasi oleh
pemanfaatan mangrove sebagai bahan baku pembuatan arang, bahan kayu dan
keperluan rumah serta bangunan lainnya. Selain itu adanya konversi hutan bakau
menjadi lokasi pertambakan, pelabuhan, pemukiman dan industri juga merupakan
faktor menurunnya jumlah luasan hutan bakau. Kondisi hutan bakau saat ini sudah
mengalami tekanan akibat aktifitas pembangunan seperti semakin meningkatnya
permintaan negara tetangga akan kayu bakau kecil dan kayu chip sehingga
dikhawatirkan akan terjadi eksploitasi hutan bakau yang terus meningkat. Oleh karena
itu, perlindungan terhadap kawasan hutan mangrove ini perlu terus ditingkatkan
sehingga keberadaan dan kelestarian hutan mangrove sebagai kawasan lindung ini
tetap terjaga.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 39
4.2. Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan sumber daya buatan. Rencana peruntukan kegiatan budidaya ini dilakukan di luar
kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung. Pengembangan kawasan
budidaya ini dilakukan untuk saling mendukung pengembangan kawasan lindung guna
menjaga kelangsungan pengembangan kawasan budidaya. Penetapan kawasan
budidaya dimaksudkan untuk memudahkan pengelolaan, dan pemantauan kegiatan
termasuk penyediaan prasarana dan sarana maupun penanganan dampak lingkungan
akibat kegiatan budidaya. Berikut diinformasikan rencana pola ruang kawasan
budidaya khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sektor kelautan dan
perikanan di Kabupaten Bintan.
4.2.1. Kawasan Perikanan
Kawasan perikanan merupakan kawasan yang diperuntukan bagi semua
kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan, dan pemanfaatan sumberdaya ikan
dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan
pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
Kriteria kawasan peruntukan perikanan adalah wilayah yang dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan, budidaya dan industri pengolahan hasil
perikanan serta tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup. Arahan
pengembangan dan pengelolaan kawasan ini berupa :
• Memperluas jaringan pemasaran terhadap masukan-masukan perikanan, seperti
bibit, obat-obatan dan pakan. Usaha-usaha ini dapat meningkatkan kualitas hasil
kelautan dan perikanan;
• Meningkatkan mutu budidaya laut (marineculture), budidaya air tawar dan
budidaya air payau;
• Mengusahakan adanya nilai tambah terhadap hasil-hasil kelautan dan perikanan,
meliputi pengolahan menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi yang siap
dikonsumsi;
• Konservasi terhadap kawasan kelautan dan perikanan;
• Meningkatkan dan memperkuat peranan sumberdaya manusia di bidang kelautan
yang dilakukan dengan mendorong jasa pendidikan dan pelatihan di bidang
kelautan khususnya bidang unggulan serta mengembangkan standar kompetensi
sumberdaya manusia bidang kelautan;
• Meningkatkan peranan ilmu pengetahuan dan teknologi serta riset yang diarahkan
bagi pengembangan sistem informasi kelautan yang handal.
Potensi perikanan yang dimiliki Kabupaten Bintan terdiri dari perikanan
tangkap, perikanan budidaya, pengolahan produk perikanan, industri bioteknologi
kelautan, industri sumberdaya laut-dalam dan pemanfaatan muatan barang kapal
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 40
tenggelam, wisata bahari dan potensi mangrove dan terumbu karang. Komoditas hasil
kelautan dan perikanan yang dikembangkan di Kabupaten Bintan merupakan
komoditas unggulan yang terdiri dari rumput laut (seaweed), padang lamun (seagrass),
ikan dan biota laut ekonomis tinggi serta komoditi hasil budidaya perikanan.
Dalam rangka membangun keberlanjutan perikanan, maka konservasi
sumberdaya ikan menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan di perairan
Kabupaten Bintan, yang pengelolaannya dilakukan meliputi 1/3 (sepertiga) dari
kewenangan provinsi atau 4 (empat) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas
dan/atau ke arah perairan kepulauan, serta kawasan konservasi perairan yang berada
dalam wilayah kewenangan lintas kabupaten/kota. Rencana pengelolaan kawasan
konservasi perairan memuat zonasi kawasan yang terdiri dari:
a. Zona Inti
Zona inti diperuntukkan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan,
penelitian, dan pendidikan.
b. Zona Perikanan Berkelanjutan
Zona perikanan berkelanjutan diperuntukkan bagi perlindungan habitat dan
populasi ikan, penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan,
budidaya ramah lingkungan, pariwisata dan rekreasi, penelitian dan
pengembangan, serta pendidikan.
c. Zona Pemanfaatan
Zona pemanfaatan diperuntukkan bagi perlindungan habitat dan populasi ikan,
pariwisata dan rekreasi, penelitian dan pengembangan, serta pendidikan.
d. Zona Lainnya
Zona lainnya merupakan zona di luar zona inti, zona perikanan berkelanjutan, dan
zona pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona
tertentu, yakni antara lain zona perlindungan, zona rehabilitasi dan sebagainya.
4.2.2.1. Kawasan Perikanan Tangkap
Kawasan perikanan tangkap merupakan kawasan yang digunakan untuk
kegiatan memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan
dengan alat atau cara apapun termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk
memuat mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan atau
mengawetkannya.
Kriteria kawasan perikanan tangkap menurut Undang-Undang Republik
Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 18 Ayat 4, bahwa
kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas)
mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan
untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk
kabupaten/kota. Sesuai dengan undang-undang tersebut maka batas wilayah laut
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 41
termasuk kawasan perikanan tangkap yang pengelolaannya menjadi wewenang
kabupaten adalah sejauh 4 mil.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap masih rendah terutama untuk
perikanan di kawasan potensial. Masih terjadinya penangkapan ilegal (illegal fishing)
oleh kapal-kapal asing dan lokal dengan menggunakan alat tangkap yang dapat
menyebabkan kerusakan biota dan ekosistem laut. Rencana pengembangan perikanan
tangkap di Kabupaten Bintan, yaitu tersebar pada seluruh wilayah pesisir dan kelautan
Kabupaten Bintan, terutama pada kawasan perikanan tangkap yang potensial dan
tidak melanggar batas Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) yang berada di
wilayah perbatasan dengan negara lain. Arahan kebijakan ruang kawasan perikanan
tangkap adalah :
• Peningkatan produksi perikanan (salah satunya melalui motorisasi perikanan);
• Peningkatan eksport hasil kelautan dan perikanan;
• Peningkatan pengawasan perikanan.
4.2.2.2. Kawasan Perikanan Budidaya
Kawasan perikanan budidaya merupakan kawasan yang diperuntukan bagi
kegiatan memelihara, membesarkan dan atau membiakkan ikan serta memanen
hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol. Perikanan budidaya dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga), yaitu budidaya laut, budidaya tambak dan budidaya air tawar. Kriteria
untuk kawasan pengembangan budidaya air tawar dan tambak adalah sebagai berikut :
• Kelerengan lahan < 8 %
• Persediaan air cukup
• Jauh dari sumber pencemaran, baik pencemaran domestik maupun industri.
• Kualitas air baik (memenuhi kriteria kualitas air untuk budidaya perikanan).
Kriteria untuk kawasan pengembangan budidaya laut adalah :
• Terlindung dari gelombang dan angin. Hal ini untuk menghindari terjadinya
kerusakan pada kegiatan atau usaha budidaya yang berasal dari gelombang dan
arus yang besar.
• Jauh dari permukiman dan industri, karena limbah atau pencemaran yang berasal
dari rumah tangga dan industri dapat mengakibatkan kerusakan perairan dan
kegagalan usaha budidaya.
• Jauh dari muara sungai. Muara sungai juga sangat mempengaruhi budidaya laut
dengan adanya proses sedimentasi akibat aktifitas di daerah atas (Up-land) seperti
penebangan hutan, pertanian, permukiman dan industri yang dekat bantaran
sungai.
• Jauh dari kawasan ekosistem penting laut, seperti terumbu karang, mangrove dan
padang lamun.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 42
• Kualitas air baik. Kualitas ini mengidikasikan kelayakan kondisi perairan yang
dapat dijadikan lokasi budidaya laut. Kelayakan kondisi perairan ini dapat diukur
dari parameter fisika, kimia dan biologi. Parameter Fisika ; Kecerahan; parameter
kimia : Disolved Oxygen (DO), Chemical Oxygen Demand (COD), kandungan
organik (organic matter), Biolocal Oxygen Demand (BOD), kandungan klorofil dan
parameter biologi plankton.
Rencana pengembangan perikanan budidaya di Kabupaten Bintan adalah
tersebar pada daerah yang memiliki potensi dikembangkanya kegiatan budidaya
perikanan, yaitu : Kecamatan Bintan Pesisir, Teluk Bintan, Mantang dan Tambelan.
Sedangkan pengembangan budidaya rumput laut dikembangkan di Kecamatan Bintan
Pesisir, Tambelan dan Mantang serta di kawasan konservasi laut daerah. Adapun
arahan kebijakan pada pengembangan kawasan budidaya perikanan yaitu:
• Peningkatan produksi budidaya perikanan
• Pengembangan kegiatan budidaya perikanan ke seluruh daerah potensi
• Peningkatan eksport hasil kelautan dan perikanan
4.2.2.3. Kawasan Pengolahan Ikan
Kawasan pengolahan ikan merupakan salah satu sasaran pengembangan dari
kawasan minapolitan. Rencana pengembangan kawasan minapolitan bertujuan untuk
mendorong percepatan pengembangan wilayah dengan kegiatan perikanan sebagai
kegiatan utama. Dalam kawasan minapolitan direncanakan akan dikembangkan
melalui sistem minabisnis (agroinput, pengolahan hasil, pemasaran dan penyedia jasa).
Rencana pengembangan kawasan minapolitan diarahkan di Kecamatan Bintan Timur,
Bintan Pesisir, dan Mantang Pengembangan kawasan minapolitan direncanakan
pengembangan penangkapan, budidaya rumput laut, tripang, kerapu, serta sarana dan
prasarana lainnya yang mendukung kawasan ini. Secara lebih jelas mengenai rencana
pola ruang di Kabupaten Bintan hingga tahun 2030 beserta luasannya disajikan pada
Tabel di bawah ini.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 43
Tabel. 4.1 Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2010-2030
No. Rencana Peruntukan Luas
Hektar % A Kawasan Lindung 46.784 35,46
1 Hutan Lindung 5.666 4,29 2 Buffer Zone Hutan Lindung 1.121 0,85 3 Danau/Waduk/Kolong 318 0,24 4 Mangrove 8.023 6,08 5 Resapan air 23.452 17,77 6 Sempadan Pantai 7.922 6 7 Sempadan Sungai 159 0,12 8 Sempadan Danau/Waduk/Kolong 123 0,09
B Kawasan Budidaya 85.167 64,54 1 Hutan Produksi Terbatas 10.742 8,14 2 Pertanian 16.202 12,28 3 Perkebunan 9.246 7,01 4 Perikanan 373 0,28 5 Pertambangan 8.129 6,21 6 Industri 7.688 5,83 7 Pariwisata 20.452 15,5 8 Permukiman 7.807 5,92 10 Kawasan Peruntukkan lainnya (Kawasan
Militer) 8,74 0,01
11 Kawasan Bandar Sri Bentan 4446,59 3,37 12 TPA 10 0,01
Total 131.951 100 Sumber : RTRW Kabupaten Bintan Tahun 2010-2030
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 44
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 45
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 46
4.3. Rencana Sistem Prasarana Wilayah (Pelabuhan Perikanan) di Kabupaten
Bintan.
Klasifikasi pelabuhan lain yang akan dikembangkan di Kabupaten Bintan
adalah pelabuhan perikanan setingkat Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dengan fungsi
melayani kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT dan menampung 20
buah kapal atau 60 GT kapal perikanan sekaligus dan pelabuhan labuh jangkar.
Pelabuhan PPI melayani kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan
kepulauan. Pelabuhan Perikanan Pantai yang dikembangkan direncanakan berada di
Berakit, Tambelan dan Batu Duyung. Sedangkan Pelabuhan Labuh Jangkar
direncanakan akan dikembangkan di Perairan Pulau Telang (Kecamatan Bintan
Timur), Perairan Pulau Tangkil (Kecamatan Teluk Bintan), Perairan Tanjunguban
(Kecamatan Bintan Utara), dan Perairan Teluk Sumpat Pengudang (Kecamatan Teluk
Sebong). Strategi pengembangan transportasi laut pada kepelabuhanan di Kabupaten
Bintan, antara lain :
a. Meningkatkan jasa kepelabuhanan;
b. Memberikan prioritas pembangunan dan perawatan prasarana transportasi laut
yang masih dibutuhkan dalam bentuk rehabilitasi dan perawatan prefentif;
c. Mendorong pemerintah kabupaten, BUMN, BUMD, Koperasi dan swasta untuk
mengembangkan pelabuhan pada daerah yang masih rendah tingkat
aksesibilitasnya;
d. Meningkatkan alokasi investasi pemerintah daerah pada pembangunan fasilitas
pelabuhan di daerah tertinggal, daerah terpencil dan perbatasan.
Sesuai rencana struktur ruang yang ada, maka pembangunan sistem
transportasi laut di Kabupaten Bintan diarahkan untuk mampu mengakomodasikan
pengembangan kawasan-kawasan strategis di wilayah daratannya serta memudahkan
kegiatan pengelolaan sumberdaya kelautan dan pulau-pulau kecilnya. Untuk lebih jelas
melihat rencana pengembangan kepelabuhanan dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel . 4.2. Rencana Pengembangan Sistem Kepelabuhanan
No Jenis dan Nama Pelabuhan Fungsi Saat Ini Arahan Pengembangan
I. Pelabuhan Barang/Penumpang
Bandar Seri Udana (Lobam) Pelayaran umum Pelabuhan Umum Utama
Bandar Bintan Telani (Lagoi) Pelayaran umum Pelabuhan Umum Pengumpan
Sei Kolak Kijang/Sri Bayintan Pelayaran umum regional
Pelabuhan Umum Pengumpan
Tanjung Uban Pelabuhan umum regional
Pelabuhan Umum Pengumpul
Tambelan Pelabuhan umum regional
Pelabuhan Umum Pengumpan
Teluk Sasah Pengembangan baru Pelabuhan Umum Pengumpan
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 47
No Jenis dan Nama Pelabuhan Fungsi Saat Ini Arahan Pengembangan
Tanjung Berakit Pengembangan baru Pelabuhan Umum Pengumpul
Gisi Bandar Seri Bentan Pengembangan baru Pelabuhan Umum Pengumpan
Pelabuhan yang menghubungkan pulau-pulau di sekitar Kab. Bintan
Pelabuhan umum lokal
Pelabuhan Umum Pengumpan Lokal
II. Pelabuhan Perikanan (Pelabuhan Pendaratan Ikan / PPI)
PPI Berakit - PPI
PPI Tambelan - PPI
PPI Batu Duyung - PPI
PPI Kawal - PPI
PPI Barek Motor - PPI
III. Areal Labuh Jangkar
Perairan Pulau Telang (Mantang)
- Pengembangan Labuh Jangkar
Perairan Pulau Pangkil (Teluk Bintan)
- Pengembangan Labuh Jangkar
Perairan Tanjunguban (Bintan Utara)
- Pengembangan Labuh Jangkar
Perairan Teluk Sumpat Pengudang (Teluk Sebong)
- Pengembangan Labuh Jangkar
Sumber : RTRW Kabupaten Bintan Tahun 2010-2030
4.4. Kawasan Minapolitan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/MEN/2010
tentang Penetapan Kawasan Minapolitan yang ditindaklanjuti dengan SK Bupati
Bintan Nomor: 377/VIII/2010 tentang Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan, maka
ditetapkanlah Kecamatan Mantang, Kecamatan Bintan Pesisir dan Kecamatan Bintan
Timur sebagai Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan. Secara keseluruhan luas
wilayah yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Minapolitan adalah seluas 18.878,51
km2 atau sebesar 21,44% dari total luas Kabupaten Bintan. Lebih jelasnya mengenai
wilayah administrasi dan luas wilayah dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut.
Tabel. 4.3. Wilayah Administrasi Kawasan Minapolitan Kabupaten Bintan
No Kecamatan Banyaknya Pulau Luas Wilayah (Km2)
Sudah Dihuni
Belum Dihuni
Jumlah Luas
Daratan Luas
Lautan Jumlah
1. Bintan Timur (*) (*) (*) 106,32 229,00 342,00 2. Bintan Pesisir 16 61 77 112,82 17.079,41 17.313,41 3. Mantang 14 25 39 63,21 1.109,10 1.223,10
Jumlah 30 86 116 282,35 18.417,51 18.699,86 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 48
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 49
4.5. Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD)
Pengertian konservasi, khususnya konservasi sumberdaya ikan telah dipahami
sebagai upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk
ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan
kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragaman sumber daya ikan (PP 60/2007). Nyata bahwa konservasi bukan
hanya upaya perlindungan semata, namun juga secara seimbang melestarikan dan
memanfaatkan berkelanjutan sumberdaya ikan yang pada akhirnya tentu saja untuk
kesejahteraan masyarakat. Upaya Konservasi sumberdaya ikan ini mencakup
konservasi ekosistem, jenis dan genetik ikan. Penetapan Kawasan konservasi perairan
(KKP) merupakan salah satu upaya konservasi ekosistem yang dapat dilakukan
terhadap semua tipe ekosistem, yaitu terhadap satu atau beberapa tipe ekosistem
penting untuk dikonservasi berdasarkan kriteria ekologi, sosial budaya dan ekonomi.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang
Konservasi Sumberdaya Ikan. Secara detil mengenai tata cara pencadangan kawasan
konservasi, telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
Per.02/Men/2009 tentang Tata Cara penetapan kawasan konservasi perairan. Lebih
lanjut, pengaturan mengenai kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
Per.17/Men/2008 sebagai peraturan turunan dari UU 27 tahun 2007.
Kawasan Konservasi Perairan didefinisikan sebagai kawasan perairan yang
dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber
daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Pengertian KKP menurut UU
31/2004 tentang Perikanan beserta perubahannya (UU 45/2009) dan PP 60/2007
tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, paling tidak memuat dua hal penting yang
menjadi paradigma baru dalam pengelolaan konservasi. Pertama, Pengelolaan KKP
diatur dengan sistem ZONASI. Paling tidak, ada 4 (empat) pembagian zona yang dapat
dikembangkan di dalam KKP yakni: zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona
pemanfaatan dan zona lainnya. Zona perikanan berkelanjutan tidak pernah dikenal dan
diatur dalam regulasi pengelolaan kawasan konservasi menurut UU 5/1990 dan PP
68/1998. Kedua, dalam hal kewenangan, pengelolaan kawasan konservasi yang selama
ini menjadi kewenangan pemerintah pusat. Berdasarkan undang-undang 27/2007 dan
PP 60/2007 serta Permen Men KP No.02/2009, Pemerintah daerah diberi kewenangan
dalam mengelola kawasan konservasi di wilayahnya. Hal ini sejalan dengan mandat UU
32/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.12/2008 tentang
pemerintahan daerah terkait pengaturan pengelolaan wilayah laut dan konservasi.
Keberadaan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah tersebut memberikan
peluang menjalankan yang seluas-luasnya bagi Pemerintahan daerah, kecuali urusan
pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah (Pasal 2 ayat 3).
Walau masih ada pembatasan urusan yang menjadi urusan pusat, telah jelas di dalam
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 50
UU ini bahwa kewenangan daerah, khususnya Kabupaten/kota begitu luas, sehingga
seolah - olah berhak mengatur diri sendiri. Lebih khusus mengenai wilayah laut, pasal
18 ayat 4 UU 32/2004 secara gamblang menyatakan bahwa kewenangan untuk
mengelola sumber daya di wilayah laut yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi
dan pengelolaan kekayaan laut paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah
laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari
wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Sungguh luar biasa peran yang
dapat diambil daerah Kabupaten/Kota untuk mengelola wilayahnya, tentunya yang
terpenting adalah pelibatan masyarakat secara luas sehingga prospek pengelolaan
kolaboratif antar institusi di pusat maupun daerah menjadi lebih terbuka.
Melalui pengaturan zonasi serta perkembangan desentralisasi dalam pengelolaan
kawasan konservasi, jelas hal ini merupakan pemenuhan hak-hak bagi masyarakat
khususnya nelayan. Kekhawatiran akan mengurangi akses nelayan yang disinyalir
banyak pihak dirasakan sangat tidak mungkin. Justru hak-hak tradisional masyarakat
sangat diakui dalam pengelolaan kawasan konservasi. Masyarakat diberikan ruang
pemanfaatan untuk perikanan di dalam kawasan konservasi (zona perikanan
berkelanjutan, zona pemanfaatan maupun zona lainnya), misalnya untuk budidaya dan
penangkapan ramah lingkungan maupun pariwisata bahari dan lain sebagainya. Pola-
pola seperti ini dalam konteks pemahaman konservasi terdahulu (sentralistis) hal ini
belum banyak dilakukan. Sebagaimana diatur peraturan-perundangan yang telah
dikemukakan, pemerintah daerah diberi kewenangan dalam mengelola kawasan
konservasi di wilayahnya. Dalam hal ini, fungsi Departemen Kelautan dan Perikanan
(DKP) hanya mendorong daerah untuk mengembangkan potensi daerahnya sesuai
dengan peraturan perundangan yang ada. Dalam konteks pengelolaan kawasan
konservasi perairan laut daerah yang lebih dikenal dengan Kawasan Konservasi Laut
Daerah (KKLD), Sebenarnya pemerintah pusat hanya memfasilitasi dan menetapkan
kawasan konservasi. Proses identifikasi, pencadangan maupun Pengelolaannya secara
keseluruhan dilakukan oleh pemerintah daerah. Sebenarnya pengembangan KKLD ini
telah mulai didorong dan juga atas inisiatif daerah sejak berdirinya DKP. KKLD sendiri
dalam istilah perundang-undangan memang tidak di atur, nama ini sudah terlanjur
popular. Istilah yang dikenal perundang-undangan adalah kawasan konservasi perairan
dan/atau kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Lebih lanjut,
Kawasan konservasi perairan laut dikenal sebagai kawasan konservasi laut (KKL).
Sedangkan KKL yang pengelolaannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah sering
disebut Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD).
Komitmen Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan yang Berkelanjutan
Melalui forum internasional pada pertemuan para pihak Convention on Biological
Diversity (COP CBD), bulan Maret 2006 di Brasil, pemerintah Indonesia melalui Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono telah berkomitmen untuk mengembangkan kawasan
konservasi perairan seluas 10 juta hektar pada tahun 2010. Komitmen ini
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 51
ditindaklanjuti dan berlanjut hingga tercapainya 20 juta hektar pada tahun 2020.
Tujuan akhirnya jelas, upaya konservasi perairan tidak cukup berhenti pada target
luasan kawasan konservasi, namun secara konsisten berupaya mewujudkan
pengelolaan kawasan konservasi perairan yang efektif bagi kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan kapasitas SDM, kelembagaan dan pendanaan yang berkelanjutan.
Komitmen membangun kawasan konservasi perairan oleh Pemerintah Indonesia, secara
konsisten dibuktikan dengan peran aktif Indonesia dalam inisiasi, kolaborasi dan
kerjasama konservasi di tingkat regional dan internasional. misalnya dalam kerjasama
SSME (Sulu Sulawesi Marine Ecoregion), BSSE (Bismarck Solomon Seas Ecoregion) dan CTI
(Coral Triangle Initiative).
Kerjasama Internasional dalam konservasi sangat diperlukan terutama untuk
mencegah kepunahan atau terancamnya jenis dan ekosistem dari kepunahan yang
disebabkan oleh pengelolaan dan pemanfaatan yang tidak berkelanjutan. Beberapa
konvensi internasional terkait dengan konservasi yang mengikat secara hukum
diantaranya adalah CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Flauna and Flora), Ramsar dan CBD. Pengembangan kerjasama dan langkah strategis
skala regional maupun internasional tersebut terus ditindaklanjuti dengan peran aktif
dan langkah nyata untuk mendukung pelaksanaan konservasi perairan di Indonesia
serta berkontribusi positif terhadap penyelesaian masalah lingkungan dunia. Ditingkat
lokal, pengelolaan kolaboratif kawasan konservasi dan pengembangan jejaring
pengelolaan antar kawasan konservasi merupakan keniscayaan yang perlu terus
ditingkatkan. Konservasi saat ini telah menjadi tuntutan dan kebutuhan yang harus
dipenuhi sebagai harmonisasi atas kebutuhan ekonomi masyarakat dan keinginan
untuk terus melestarikan sumberdaya yang ada bagi masa depan.
Data direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (KTNL) menyebutkan
bahwa sampai bulan Mei 2009 tercatat seluas 13,5 juta hektar kawasan konservasi
perairan laut di Indonesia. Jumlah ini melampaui target kawasan konservasi, sebagai
komitmen pemerintah indonesia yang disampaikan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, yaitu 10 juta hektar kawasan konservasi pada tahun 2010. Dari jumlah
luasan tersebut DKP menginisiasi dan memfasilitasi + 8,1 juta hektar, sedangkan inisiasi
Dephut +5,4 juta hektar. Luasan 8,1 juta hektar tersebut terdiri dari sebuah taman
nasional perairan laut sawu seluas 3,5 juta hektar dan 35 lokasi kawasan konservasi
laut daerah (KKLD) yang luasnya mencapai 4,6 juta hektar. Pada dasarnya Luasan
kawasan konservasi itu sendiri bukan merupakan target utama, Target ke depan adalah
melakukan pengelolaan kawasan konservasi tersebut secara efektif mendukung
pengelolaan perikanan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.
Program-program konservasi yang dikembangkan oleh Departemen Kelautan dan
perikanan melalui Direktorat Konservasi dan taman Nasional Laut, antara lain
dilaksanakan melalui: (1) Konservasi Ekosistem; (2) Konservasi Jenis dan Genetik; (3)
Pembinaan dan Penguatan SDM; (4) Penguatan Kebijakan, Peraturan dan Pedoman;
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 52
serta (5) Kerjasama Lokal, Regional, Internasional. Program-program tersebut,
dilakukan untuk tujuan, yaitu: (1) Mengembangkan Konservasi Sumberdaya Ikan dan
Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil melalui upaya perlindungan,
pelestarian dan pemanfaatan secara berkelanjutan pada tingkat ekosistem, jenis dan
genetik. (2) Mendorong penguatan fungsi otoritas pengelola Konservasi Sumberdaya
Ikan. Kawasan konservasi perairan (KKP) laut secara individu maupun jaringan
merupakan alat utama dalam melindungi keanekaragaman hayati perairan laut. Namun,
kesepakatan tentang seberapa besar habitat yang harus dilindungi keanekaragaman
hayati lautnya dalam menjamin konektivitas ekologi belum ada kata putus.
Di Indonesia, diharapkan sedikitnya 10 persen dari luasan KKP dijadikan zona inti
untuk perlindungan mutlak habitat sumberdaya ikan. Lebih lanjut, dengan pengelolaan
yang konsisten selama beberapa tahun diharapkan mampu menyokong hasil tangkapan
ikan di luar k awasan konservasi meningkat 40 persen. Kawasan konservasi yang telah
ada sangat diharapkan mampu mendukung perikanan berkelanjutan untuk
kesejahteraan masyarakat, namun selain itu pengembangan dan perluasan kawasan
konservasi sebagai upaya pencapaian luasan kawasan efektif tetap terus
dikembangkan. Idealnya persentase ekosistem habitat sumberdaya ikan beserta
perairan disekitarnya yang perlu dikonservasi mencapai 10-30 persen luas perairan
Indonesia.
Sampai 2014, diharapkan telah dicadangkan sebanyak 5 persen wilayah perairan,
atau sekitar 15,5 juta hektar. Menilik luasan kawasan yang telah ada, maka target
sampai 2014 (RPJM II) adalah sekitar 2 juta hektar kawasan konservasi perairan yang
baru. Untuk itu, kegiatan fasilitasi pemantapan KKP dilakukan pada calon KKP laut
dan calon KKP di perairan daratan. Kegiatan ini bertujuan untuk membahas calon
kawasan konservasi yang telah diinventarisasi dan diidentifikasi potensinya,
mensosialisasikan calon kawasan konservasi kepada masyarakat serta menggalang
masukan terhadap rencana pencadangan kawasan konservasi perairan. Keluaran yang
diharapkan adalah draft SK Bupati/walikota tentang pencadangan kawasan konservasi
perairan, yang selanjutnya dapat direkomendasikan untuk ditetapkan pencadangannya.
Selain itu, kegiatan pemantapan calon kawasan konservasi juga dilakukan untuk
penyiapan pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Anambas,
dimaksudkan untuk menindaklanjuti hasil studi yang telah dilakukan tahun 2006 serta
mengidentifikasi perkembangan informasi calon KKPN tersebut yang kemudian
ditindaklanjuti bekerjasama dengan LKPPN Pekan baru untuk mewujudkan
pencadangan KKPN Anambas yang diharapkan dapat ditetapkan pencadangannya
pada tahun 2010. Kawasan konservasi perairan yang telah ditetapkan selanjutnya
dikelola oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya. Dalam hal ini
dapat melibatkan masyarakat melalui kemitraan antara unit organisasi pengelola
dengan kelompok masyarakat dan/atau masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat,
korporasi, lembaga penelitian, maupun perguruan tinggi. Jadi, pengelolaan kawasan
konservasi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat saja, tetapi juga oleh
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 53
pemerintah provinsi dan kabupaten sesuai kewenangannya. Ditingkat pusat, KKP telah
membentuk Unit Pelaksana Teknis, yaitu Balai Kawasan Konservasi Perairan (BKKPN)
yang berkedudukan di Kupang dan Loka Kawasan Konservasi Perairan (LKKPN) yang
ada di Pekan Baru. Sedangkan di Daerah, untuk mengelola KKLD, dapat pula dibentuk
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) atau bahkan dalam pengelolaan keuangannya
dapat ditingkatkan dengan menggunakan pola pengelolaan Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) jika memang kegiatan konservasi di wilayah tersebut cukup
menjanjikan sehingga perlu dikelola secara professional dan memenuhi syarat-syarat
pengelolaan BLUD.
Jejaring pengelolaan kawasan konservasi perairan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengembangkan Strategi
Utama Jejaring Kawasan Konservasi Perairan guna mewujudkan Jejaring Kawasan
Konservasi Perairan Laut yang mampu Mendukung Pengelolaan Sumberdaya Hayati
Laut agar Fungsinya Lestari dan Manfaatnya Berkelanjutan. Strategi Nasional dan
Rencana Aksi Pengelolaan Kawasan Konservasi perairan laut tersebut telah disusun
sedemikian rupa sehingga bersifat memayungi berbagai kegiatan pengelolaan pada
ekosistem-ekosistem penting oleh berbagai pemangku kepentingan, baik di tingkat
nasional maupun lokal. Selain itu penyusunan Strategi Utama Jejaring Kawasan
Konservasi Perairan Laut tersebut juga mengakomodasi isu-isu penting yang memiliki
dampak secara internasional. Semua ini dimaksudkan agar para pemangku kepentingan
pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, terutama di daerah, memiliki ruang gerak
yang luas untuk melakukan pengelolaan sesuai kekhasan ekosistem-ekosistem di
daerahnya dengan tetap mengacu pada kepentingan nasional maupun internasional.
Strategi nasional dan rencana aksi terdiri dari Sepuluh kelompok strategi, antara lain:
(1) Pembangunan dan Pengembangan Pangkalan Data serta Pemutakhiran data; (2)
Peningkatan Peran Stakeholders; (3) Pengembangan Kebijakan, Hukum, dan
Peningkatan Pentaatannya; (4) Penguatan Kelembagaan; (5) Pendidikan dan
Peningkatan Kepedulian Mengenai KKP; (6) Peningkatan Kerjasama dan Jaringan
Internasional; (7) Pembiayaan Pengelolaan KKP; (8) Pemanfaatan Secara Arif dan
Bijaksana; (9) Restorasi dan Rehabilitasi Eksosistem; dan (10) Mitigasi dan Adaptasi
Perubahan Iklim. Sepuluh strategi ini telah dijabarkan dalam program aksi dan
kegiatan, termasuk tolok ukur untuk menilai keberhasilan penerapannya.
Mengelola secara efektif kawasan konservasi perairan dalam praktek bukan
merupakan hal yang sederhana, perlu komitmen dan kerjasama semua pihak dalam
mewujudkannya. Upaya kerjasama dan jejaring pengelolaan KKP terus menerus
dilakukan untuk menumbuhkan pengelolaan efektif di kawasan kawasan konservasi
baik yang dilakukan secara lokal, nasional, regional maupun internasional, misalnya:
pengelolaan kawasan konservasi terumbu karang yang diinisiasi Coremap II
(mengintegrasikan pengelolaan daerah perlindungan laut (DPL) tingkat desa dalam
sebuah pengelolaan KKLD di Kabupaten). Contoh lainnya adalah: pengelolaan di 6
lokasi KKP Raja Ampat, inisiasi pengelolaan di ekoregion sunda kecil, inisiasi
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 54
pengelolaan seascape Kepala Burung, kerjasama pengelolaan di ekoregion laut Bismark
Solomon (BSSE), kerjasama pengelolaan KKP di wilayah Sulu Sulawesi Marine Eco-
region (SSME), dan juga inisiasi kerjasama lintas negara dalam pengelolaan di segitiga
karang yang dilakukan oleh 6 negara, yaitu CTI-CFF, Coral Triangle Initiative for coral reef,
fisheries and food security. Melalui berbagai upaya kerjasama dan jejaring pengelolaan yang
dijalin tersebut, semoga upaya mewujudkan pengelolaan kawasan konservasi perairan
yang efektif untuk kesejahteraan masyarakat pada akhirnya dapat terwujud.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa berkisar 4,6 juta hektar kawasan konservasi
perairan (laut) daerah yang tersebar di 36 Kabupaten/Kota telah dicadangkan melalui
ketetapan kepala daerah (Bupati/Walikota).
Upaya melestarikan, merehabilitasi dan mengelola terumbu karang dalam
program COREMAP II, diantaranya melalui komponen kebijakan dan pengembangan
MMA/MCA telah memfalisitasi pencadangan kawasan konservasi laut daerah.
Khususnya di wilayah Indonesia Barat, terdapat 8 (delapan) kawasan konservasi
perairan laut daerah di Kabupaten/Kota yaitu: Natuna, Batam, Bintan, Lingga,
Kepulauan Mentawai, Tapanuli Tengah, Nias dan Nias Selatan.
Tabel. 4.4 Kondisi Ekosistem Keseluruhan di Kabupaten Bintan
No. Ekosistem Luas (Ha) Kondisi Baik (%) 1. Lamun 2,918.36 58,01 2. Mangrove 8,895.87 58,01
3. Terumbu Karang 9,085.33 5801
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Ketetapan Hukum berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bintan No. 261/VIII/2007,
23 Agustus 2007 dengan luas keseluruhan 472,905 ha diprioritaskan untuk
mendukung kegiatan perikanan berkelanjutan dan parwisata bahari.
Kawasan Konservasi Laut Daerah (Gunung Kijang dan Bintan Timur)
Luas : 116,000 ha
Letak Geografis :
1003’00” LU / 104034’48” BT 1003’00” LU / 104056’30” BT
0038’24” LU / 104056’30” BT 0038’24” LU / 104034’48” BT
0048’48” LU / 104034’
Tabel.4.5. Kondisi Ekosistem di Lokasi KKLD Gunung Kijang dan Bintan Timur di Kabupaten Bintan
No. Ekosistem Luas (Ha) Kondisi Baik (%)
1. Lamun - -
2. Mangrove 6107.00 - 3. Terumbu Karang 1.811,26 16,93* - 32,05 **
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Keterangan : *) P. Mapur 16,93% ; **) Gunung. Kijang
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 55
Kawasan Konservasi Laut Daerah Tambelan
Kecamatan Tambelan (Pulau Benua, Pulau Ibul, Teluk Birah, Sengkabuk)
ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Penyu berdasarkan Surat Keputusan Bupati
Bintan No. 58/II/2009 Tanggal 16 Februari 2009.
Luas : 116,000 ha
Letak Geografis :
10 21’00” LU / 107044’00” BT 00050’00” LU / 107059’00” BT
00 25’00” LU / 106048’00” BT 10000’00” LU / 106021’00” BT
Tabel. 4.6. Kondisi Ekosistem di Lokasi KKLD Tambelan di Kabupaten Bintan
No. Ekosistem Luas (Ha) Kondisi Baik (%)
1. Lamun - - 2. Mangrove 3.544.8 - 3. Terumbu Karang 3,126,2 47,3
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan
Ibukota Kecamatan Tambelan berada di Desa Kampung Kukup. Sementara lima
desa yang terdapat di Kecamatan Tambelan, jaraknya berdekatan sehingga waktu
tempuh dari desa terjauh ke ibukota kecamatan sekitar 15 menit melalui jalur darat, dan
jalur laut untuk Desa Pulau Pinang dan Desa Pulau Mentebung. Tambelan beriklim
tropis dengan suhu rata-rata 290C-300C, dimana suhu minimum 28,920C dan suhu
maksimum 30,260C. Karena berada diantara Laut Cina Selatan dan Laut Jawa, maka
pengaruh lautan sangat berperan besar dalam kehidupan. Selain itu, karena daerah ini
berada di sekitar khatulistiwa sehingga Tambelan dipengaruhi oleh angin equator.
Kondisi arus perairan Tambelan sangat dipengaruhi oleh keadaan topografi Pulau
Tambelan, dengan arah arus mengikuti bentuk pulau menuju arah selatan dan utara
dengan kecepatan arus antara 500-1.000 mm/detik. Suhu permukaan berkisar antara
9,16-30,260C dengan rata-rata suhu 290C (CRITC-LIPI, 2006). Sementara salinitas rata-
rata perairan Pulau Tambelan sekitar 33,06 ppt, dengan kondisi pH berkisar antara
8,17-8,45.
Ekosistem mangrove yang dapat ditemukan dihampir seluruh wilayah Kecamatan
Tambelan dengan luasan hutan mangrove sekitar 3.544,8 Km2 dan ketebalan hutan
mangrove berkisar antara 5 meter–500 meter. Spesies ekosistem mangrove yang dapat
ditemukan diantaranya adalah Rhizopora mucronata, Bruguiera gymnorhiza, Soneratia alba,
Rhizopora stylosa, Xylocarpus mluccensis, Rhizopora apiculata, Lumnitzera littorea, Heritiera
litoralis, Ceriops tagal, dan Excoecaria agallocha.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 56
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 57
Gugusan terumbu karang di Tambelan merupakan terumbu karang tepi (fringing
reefs) dan taka (gosong), dengan rataan berkisar 31.261,8 km2. Berdasarkan hasil
pengamatan, terdapat 181 jenis karang batu yang termasuk ke dalam 18 suku. Sementara
itu, tutupan karang hidup berkisar 10%-90% dengan rata-rata 47,39% sehingga
diperkirakan luasan karang hidup mencapai 14.815 km2. Jenis ikan karang yang
ditemukan di perairan ini antara lain Pomacentrus moluccensis, Lutjanus decussates,
Amblyglyphidodon curacao, Chaetodon octofaciatus, Paraglyphidodon nigrosis, Abudefduf
sexfaciatus, Thalassoma lunare. Selain itu, megabenthos yang ditemukan yaitu Acanthaster
planci, Diadema setosum, dan kima. Pendekatan konservasi dalam menetapkan wilayah
perairan Kepulauan Tambelan sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah adalah
didasarkan tingginya keanekaragaman potensi terumbu karang, namun dihadapkan
pada rentannya terhadap penggunaan alat peledak dari nelayan luar daerah.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 58
Bab.5 Potensi Sumberdaya Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Bintan
5.1. Potensi Perikanan Tangkap
Dibandingkan dengan potensi sumberdaya alam yang dimiliki Kabupaten Bintan,
sektor perikanan belum memberikan peranan yang cukup berarti terhadap ekonomi
wilayah Kabupaten Bintan. Dengan luas wilayah lautan 86.398,33 Km2 yang merupakan
98,50 persen dari total luas wilayah, kontribusi sektor perikanan terhadap ekonomi
wilayah diperkirakan mencapai 2,14% pada tahun 2011. Kondisi ini mencerminkan
pemanfaatan sumberdaya perikanan belum optimal dan belum memberikan nilai tambah
yang tinggi. Dugaan potensi sumber daya ikan di perairan Indonesia secara keseluruhan
diterbitkan pertama kali oleh Direktorat Bina Sumber Hayati, Direktorat Jenderal
Perikanan dan Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian pada tahun 1983, sebesar 6,6 juta ton/tahun [Departemen Pertanian, 1983]. Pada
Forum Perikanan I di Sukabumi tanggal 19-20 Juli 1990, Naamin dan Hardjamulia (1990)
melaporkan dugaan potensi sumber daya ikan laut Indonesia sebesar 7,7 juta ton/tahun.
Kemudian pada tahun 1991 secara resmi Direktorat Jenderal Perikanan menerbitkan buku
Potensi dan Penyebaran Sumber Daya Ikan di Perairan Indonesia [Martosubroto et al, 1991]
yang mencantumkan dugaan potensi sumber daya ikan laut Indonesia sebesar 5,7 juta
ton/tahun.
Pada tahun 1995 telah dilakukan suatu lokakarya yang disponsori bersama oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, FAO dan DANIDA dengan agenda
utamanya melakukan penghitungan kembali potensi sumber daya ikan berdasarkan data
mutakhir yang tersedia. Lokakarya ini menghasilkan dugaan potensi sumber daya ikan laut
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 59
Indonesia sebesar 3,67 juta ton/tahun [Venema, 1996]. Pada tahun 1996 Direktorat Jenderal
Perikanan bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI dan Fakultas Perikanan IPB melakukan
evaluasi buku Potensi dan Penyebaran Sumber Daya Ikan di Perairan Indonesia yang
diterbitkan pada tahun 1991 yang menghasilkan dugaan potensi sumber daya ikan laut
Indonesia sebesar 6,35 juta ton/tahun. Pada tahun 1997 dilakukan survey potensi perikanan
di seluruh perairan laut Indonesia yang dibiayai BAPPENAS. Berdasarkan hasil survey
tersebut diterbitkan buku Potensi, Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumberdaya
Ikan Laut di Perairan Indonesia. Pada buku tersebut dicantumkan potensi sumberdaya
ikan laut Indonesia sebesar 6,26 juta ton./tahun [Aziz et al., 1998]. Pada tahun 2000,
evaluasi yang dilaksanakan untuk 3 wilayah pengelolaan perikanan (Laut Jawa, Selat
Malaka dan Samudera Hindia) menunjukkan penurunan potensi di 2 wilayah pengelolaan
perikanan (Laut Jawa dan Selat Malaka) sehingga potensi sumber daya ikan laut Indonesia
menurun menjadi 6,11 juta ton/tahun [BOER et al., 2001].
Dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), berdasarkan hasil kajian pada
tahun 2002 bahwa potensi sumberdaya ikan di wilayah perairan laut Cina Selatan
mencapai 378,2 ribu ton dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah 302,5 ribu
ton. Dari potensi tersebut, potensi sumberdaya ikan yang terdapat di wilayah perairan
Kabupaten Bintan adalah 106.018 ton dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan 84.814
ton. Sesuai dengan luas wilayah laut, Kecamatan Tambelan mempunyai potensi
sumberdaya ikan paling besar.
Selanjutnya data hasil kajian stok ikan yang diperolah dari pendugaan potensi
perikanan tangkap dari 2 (dua) pendekatan utama yaitu dari analisis data stok menurut
Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan atau disebut dengan Komnaskajiskan (2010) dan
dari ekspedisi riset Seafdec tahun 2006. Hasil ini selanjutnya diklarifikasi dengan
pengumpulan data pada survei 2011 di setiap Kota/Kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau.
Total potensi perikanan tangkap 1.057.050 ton/tahun ikan di WPP 711, setidaknya sekitar
860,650,11 ton/tahun berada di wilayah Perairan Provinsi Kepulauan Riau dan di
Kabupaten Bintan sebesar 165.959,85 ton/tahun.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 60
Tabel. 5.1. Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan di Perairan Kabupaten Bintan.
Jenis Sumber Daya Ikan (SDI)
Stok WPP 711 SDI, 2010 Kajian Seafdec 2006 Estimasi
Potensi Kepri (ton/th)
Potensi Kab Bintan
(ton/tahun)*
Estimasi Potensi Kepri
(ton/th)
Potensi Kab Bintan
(ton/tahun)** Ikan Pelagis Besar 53.802,34 10,374.56 16.483,29 3.182,91 Ikan Pelagis Kecil 506.025,30 97,575.50 146.309,34 28,252,25 Ikan Demersal 272.594,16 52,563.60 491.653,06 94,937,95 Ikan Karang 17.562,29 3,386.49 Lainnya (cumi-cumi, udang, dan lobster)
10.666,02 2,056.70
Krustase (Udang, Kepiting, Rajungan, Lobster, Mantis)
4.402,70 850,16
Moluska (Cumi, Sotong, Gurita)
30.496,77 5.888,91
Total 860.650,11 165.956,85 689.345,17 133,112 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Prop. Kepulauan Riau Tahun 2012
Potensi ikan demersal dan pelagis kecil masih relatif lebih tinggi dibandingkan dari
kelompok lainnya. Potensi perairan diwilayah ini juga mencakup kelompok moluska
seperti udang dan cumi. Saat ini masih banyak masyarakat nelayan di Bintan yang
menggunakan sarana atau alat tangkap tradisional yang mengakibatkan pendapatan
nelayan tradisional tersebut relatif masih rendah. Untuk jarak atau wilayah tangkapan
nelayan tradisional maksimal hanya berkisar 3 mil ke tengah laut dan masih masih terdapat
nelayan yang menggunakan sarana perahu dayung dengan peralatan tangkap yang sangat
sederhana. Tak heran jika penghasilan masyarakat nelayan Bintan relatif sedikit. Sementara
kebutuhan hidup pada saat sekarang cukup tinggi. Sehingga ekonomi masyarakat nelayan
tradisional ini masih dijumpai yang berada di bawah garis kemiskinan.
Tabel. 5.2. Produksi dan Tingkat Pemanfaatan Ikan di Kabupaten Bintan
Kelompok Ikan
Potensi SDI (ton/thn) Produksi
(ton/thn)
Pemanfaatan (%)
Komnas-kajiskan
Seafdec Komnas-kajiskan
Seafdec
Ikan Pelagis Besar 10.374,56 3.182,91 6.886 66,4 216,3 Ikan Pelagis Kecil 97.575,50 28.252,25 18.503 19,0 65,5 Ikan Demersal 52.563,60 94.937,95 6.456 12,3 6,8 Ikan Karang 3.386,49 tdk 2.274 67,1 tdk Lainnya (cumi-cumi, udang, dan lobster)
2.056,70 dsc dsc dsc dsc
Krustase (Udang, Kepiting) tdl 850,16 5.761 280,1 677,6 Moluska (Cumi, Sotong, Gurita) tdl 5.888,91 57,61 2,8 1,0 Jumlah 165.957 133.112 39.937 24,1 30,0
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Kepulauan Riau, Tahun 2012 Keterangan : tdl : data sudah tergabung dalam kelompok data lainnya tdk : data tergabung dalam data kelompok ikan karang dsc : data dipisah menurut kelompok krustase dan moluska
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 61
Dari tabel di atas terlihat bahwa peluang pengembangan sumberdaya ikan
tangkapan di perairan Kabupaten Bintan masih bisa dikembangkan. Artinya peningkatan
upaya dan armada masih memungkinkan untuk terus dilakukan agar pemanfaatan potensi
bisa lebih optimal. Kelompok ikan yang masih berpotensi dikembangkan adalah dari
kelompok ikan demersal dan pelagis kecil. Lokasi pengembangan perikanan pelagis kecil
dan demersal diantaranya adalah di sekitar perairan Tambelan. Pada lokasi ini sumberdaya
masih cukup baik terutama dari kelompok ikan demersal. Walaupun disinyalir stok
demersal menurun karena aktivitas penangkapan dengan menggunakan alat tangkap trawl
dan pencurian oleh kapal asing. Meskipun data menunjukkan angka dibawah garis
penetapan MSY namun tingkat pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan tangkap ada
kemungkinan pula pemanfaatan potensi hampir mencapai titik keseimbangan maksimum
lestari. Diduga pemanfaatan sumberdaya ikan tertinggi terjadi pada kelompok ikan Pelagis
Kecil. Kecenderungan adanya pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Kecil yang berlebih
(overfishing).
Muhammad (2002) mengemukakan bahwa tingkat pemanfaatan perikanan di atas
100% menunjukkan adanya perluasan wilayah penangkapan ikan sehingga jumlah
tangkapan ikan juga meningkat. Pemanfaatan potensi perikanan tersebut umumnya
dilakukan nelayan dengan mengoperasikan sejumlah alat tangkap terutama jenis alat
tangkap Bubu, Jaring Insang untuk daerah penangkapan di bawah 4 mil, sementara alat
tangkap Pancing dan diperuntukkan bagi daerah penangkapan ikan antara 4–10 mil dari
garis pantai dengan ukuran kapal maksimum 5 GT. Wilayah perairan ini merupakan
daerah operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan tradisional, sedangkan
nelayan modern yakni di atas 10 mil. Terdapat 5 jenis perahu/kapal yang digunakan di
wilayah perairan Kabupaten Bintan pada tahun 2011 yaitu jenis <5 GT sebanyak 2.827 unit,
5-10 GT sebanyak 363 unit dan > 10 GT sebanyak 163 unit. Begitu juga dengan motor
tempel sebanyak 181 unit dan perahu tanpa motor sebanyak 1.339 unit. Pada tabel dibawah
disajikan data jumlah kapal/perahu yang dioperasikan oleh nelayan di Kabupaten Bintan
dari tahun 2010-2011.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 62
Tabel. 5.3. Jumlah Armada Perikanan Tangkap di Kabupaten Bintan Tahun 2010-2011
No. Kecamatan
2011
Perahu Tanpa Motor
Motor Tempel
Kapal Motor Jumlah
<5 GT 5-10 GT
10-30 GT
>30 GT
1. Tambelan 90 4 374 13 16 0 497 2. Bintan Utara 112 13 155 3 0 0 283 3. Bintan Pesisir 100 15 290 235 23 15 678 4. Mantang 50 16 458 46 8 6 584 5. Seri Kuala Lobam 285 5 125 0 0 0 415 6. Teluk Sebong 176 25 211 8 0 0 420 7. Teluk Bintan 331 1 763 0 0 0 1095 8. Gunung Kijang 110 66 285 2 2 2 467 9. Bintan Timur 85 36 166 61 91 0 439 10. Toapaya 0 0 0 0 0 0 0
2011 1.339 181 2.827 368 140 23 4.878 2010 1.329 176 2.327 363 139 22 4.356
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Daerah yang menjadi lokasi fishing ground nelayan kabupaten Bintan sebagian
besar berada dekat dengan daerah pantai. Lokasi perairan barat, timur, utara dan
selatan pulau Bintan merupakan daerah utama penangkapan. Beberapa lokasi lainnya
seperti perairan Barat Pulau Kelong, Pesisir pantai Kijang, Mantang, Timur Pulau
Bintan, Laut Natuna, Kepulauan Badar, Pulau Pengsu, Pesisir pulau Bintan, Selat Riau,
Senggarang, Pulau Penyengat, Laut Cina Selatan, Selatan Dompak untuk kelompok
nelayan tradisional dan Laut Cina Selatan, Laut Natuna, Selat Karimata, dan Laut
Andaman, serta perairan sekitar pulau Anambas untuk kelompok nelayan kapal Besar.
Musim penangkapan ikan di Kabupaten Bintan secara umum lebih dominan pada
pertengahan tahun yaitu pada bulan April-Oktober. Musim penangkapan ikan pada
kelompok ikan pelagis besar (tongkol dan tenggiri) adalah pada bulan Pebruari-
Desember dan musim puncaknya pada bulan Mei-Oktober. Ikan Teri pada kelompok
ikan pelagis kecil, musim puncak penangkapan ikannya terjadi pada rentang bulan
April - Oktober. Untuk sebagian besar kelompok ikan demersal dan ikan karang,
penangkapan ikan dapat dilakukan sepanjang tahun namun untuk musim puncaknya
terjadi pada rentang bulan Maret-Oktober. Musim penangkapan kepiting dan rajungan
(kelompok krustase) berlangsung pada bulan Pebruari-Nopember, sedangkan untuk
kelompok moluska (cumi-cumi dan sotong) berlangsung pada rentang bulan yang lebih
kecil yaitu pada bulan Maret-Oktober. Nelayan di Kabupaten Bintan juga dominan
menggunakan jaring insang dan pancing. Jaring insang mencapai 26%, pancing 36% dan
jaring angkat mencapai 17%. Komposisi yang sama ini memperlihatkan bahwa alat
tangkap ini juga di tujukan untuk menangkap ikan pelagis dan demersal disekitar perairan
Bintan atau ke Laut Cina Selatan. Komposisi alat tangkap di Kabupaten Bintan
ditampilkan pada gambar berikut.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 63
Tabel. 5.4. Komposisi Alat Tangkap Nelayan di Kabupaten Bintan
Kelompok Jenis Alat Tangkap Tahun
2008 2009 2010 2011
Pukat tarik Pukat tarik udang ganda 54 54 64 80 Pukat tarik udang tunggal 31 27 31 48 Pukat tarik ikan 17 17 43 75
Pukat kantong
Payang (termasuk Lampara) 52 52 52 Dogol (termasuk Lampara dasar, Cantrang)
23 23 23
Pukat pantai (Jaring arad) 211 211 0 Pukat cincin Pukat cincin 215 215 115 115
Jaring insang
Jaring insang hanyut 648 656 682 685 Jaring klitik 13 13 13 13 Jaring insang tetap 521 521 521 521 Jaring tiga lapis 8 12 12 Bagan tancap 481 446 481 485 Jaring angkat lainnya 149 149 156 160 Rawai tetap 312 212 312 312 Rawai tetap dasar 23
Pancing Pancing tonda 493 393 493 500 Pancing cumi 52 52 70 75 Pancing lainnya 841 841 841 841
Perangkap
Sero (termasuk Kelong) 235 135 235 375 Bubu (termasuk Bubu ambal) 311 311 311 311 Perangkap lainnya 172 172 172 407 Alat penangkap kepiting 73 73 173 173
4.904 4.529 4.800 5.263
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Komoditas unggulan dari hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Bintan terdiri
dari: ikan tongkol krai dan tenggiri untuk kelompok pelagis besar; ikan teri, selar,
kembung, tembang dan tetengkek untuk kelompok pelagis kecil, ikan bawal putih,
manyung, bawal hitam, kakap putih untuk kelompok ikan demersal; ikan ekor
kuning/pisang-pisang, kakap merah/bambangan dan lencam untuk kelompok ikan
karang; kepiting dan rajungan untuk kelompok crustase; dan cumi-cumi dan sotong.
Sentra pendaratan hasil tangkapan nelayan di Bintan umumnya berada disekitar area
pemukiman nelayan. Pengumpulan ikan yang dilakukan dengan pola tangkahan
merupakan indikasi bahwa fasilitas pendaratan ikan belum tersedia dan berkembang
dengan baik. Jumlah ketersediaan PPI dan tempat penyediaan es masih belum memadai
untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Bintan. Untuk itu
masih dapat dilakukan upaya peningkatan kapasitas dan pengembangan prasarana
tersebut dimasa mendatang. Pengembangan prasarana pabrik es dan cold storage
perikanan tangkap di Kabupaten Bintan didasarkan pada pertimbangan ketersediaan
produksi hasil tangkapan dan peluang pemanfaatan sumber daya ikannya. Pengembangan
prasarana ini juga lebih diutamakan pada upaya peningkatan kemampuan dan kapasitas
prasarana yang ada saat ini.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 64
Secara umum teknis penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan di
Kabupaten Bintan masih didominasi oleh kelompok skala kecil (di bawah 5 GT) dengan
tingkat teknologi yang sederhana. Namun demikian, di wilayah ini industri perikanan
tangkap skala menengah (kapal ikan berukuran 10-30 GT) juga relatif telah berkembang
baik, namun belum ditunjang dengan prasarana tempat pendaratan ikan yang memadai,
padahal di wilayah ini minimal harus tersedia pelabuhan perikanan pantai.
Tabel. 5.5. Ketersediaan Prasarana Penunjang Perikanan Tangkap di Kabupaten Bintan.
Pusat aktivitas nelayan Aktivitas Sentra
PP/ PPI
Pabrik es/ Cold storage
Kecamatan Desa
Gunung Kijang
Kawal Nelayan kecil dan besar < 25 GT (Pengumpul dan eksportir)
Kawal
1
Teluk Dalam Nelayan kecil < 2 GT (Pengumpul, Pasar Lokal)
Malang Rapat
Nelayan kecil < 2 GT (Pengumpul, pasar lolal)
Barakit Nelayan kecil < 2 GT (Pengumpul, pasar lokal)
Bintan Pesisir Kelong Nelayan kecil dan besar < 6 GT (Pengumpul)
Kelong 1
Bintan Timur Kijang Kota Nelayan kecil dan besar < 25 GT. Pengumpul dan Eksportir
Kijang Kota
1 1
Bintan Utara
Tanjung Uban
Nelayan kecil < 2 GT (Pengumpul, pasar lokal)
Mattigi
Lobam Nelayan kecil < 2 GT (Pengumpul, pasar lokal)
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 65
Tabel. 5.6. Produksi Es Batu yang dihasil dari Pabrik Es di Kabupaten Bintan, Tahun 2011
No Nama Pabrik Es Produksi Perhari (Ton)
Kapasitas Produksi/Hari
(Ton) Lokasi/Alamat
1. Tanyang Kwang' 5 10 Kel. Kawal 2. Aliang 3 6 Malang Rapat 3. Jamsir Als Jiu 2,5 5 Desa Sebong Lagoi 4. Joko Wiranto 20 40 Semen Tokojo 5. Karnadi 10 20 Kamp. Sugai Datok 6. PT. Putra Bintan Jaya 20 40 Sri Bintan Kijang 7. Akok 3 6 Kampung Kolam 8. Ajiau 3 6 Barek Motor 9. HNSI 2,5 5 Barek Motor 10. Salikin 4,5 9 Barek Motor 11. Laiman 2 4 Sungai Enam 12. Salikin 10 20 Kampung Melayu 13. Kop. Mina Nelayan Bahari 0,75 1,5 Kampung Melayu 14. Anuar 10 20 Bintan Pesisir 15. Baklim 10 20 Mantang Besar
Jumlah 106,25 212,5 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Dalam memanfaatkan peluang sumberdaya ikan yang ada di Kabupaten Bintan, baik
ikan pelagis, demersal, ikan karang dan moluska, setidaknya diperlukan 54 unit pabrik es
dengan kapasitas produksi sebesar 6.000 ton/tahun setiap unitnya. Estimasi kebutuhan
prasarana pabrik es dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel. 5.7. Kebutuhan Sarana Pabrik Es di Kabupaten Bintan.Tahun 2011
Kelompok Jenis Ikan
Estimasi Produksi Optimum (ton/thn)
Rasio penggunaan
es
Jumlah kebutuhan
es (ton/tahun)
Kapasitas pabrik es
(ton/tahun/unit)
Jumlah pabrik
es (unit)
Ikan Pelagis 107.950,06 1: 2 215.900
6.000 54 Ikan Demersal 52.563,60 1: 2 105.127
Ikan Karang 3.386,49 1: 0,5 1.693 Lainnya (Moluska dan Krustase)
2.056,70 1: 1 2.057
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2011
Selain pabrik es, untuk mengelola logistik dan distribusi produksi hasil tangkapan
ikan para nelayan, juga diperlukan prasarana tempat penyimpanan ikan, yakni yang biasa
disebut dengan cold storage. Untuk menampung hasil tangkapan ikan para nelayan di
Kabupaten Bintan diperlukan sebanyak 7 unit cold storage. Lokasi pengembangan dan
pembangunan cold storage dilakukan di Bintan Timur, Bintan Pesisir, Gunung Kijang,
Bintan Utara, Serasan, dan Tambelan serta di Kawal. Estimasi kebutuhan prasarana cold
storage di Kabupaten Bintan dapat dilihat pada tabel berikut.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 66
Tabel. 5.8. Estimasi Kebutuhan Minimum Jumlah cold storage di Kabupaten Bintan Tahun 2011
Kelompok Jenis Ikan
Estimasi Produksi Optimum (ton/thn)
Koefisien untuk
Penyimpanan
Jumlah ikan yang
disimpan (ton/tahun)
Kapasitas cold storages
(ton/tahun/unit)
Kebutuhan cold storage
(unit)
Ikan Pelagis 107.950,06 50% 53.975
12.000 7 Ikan Demersal 52.563,60 50% 26.282
Ikan Karang 3.386,49 0% - Lainnya (Moluska dan Krustase)
2.056,70 0% -
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 67
5.2. Potensi Perikanan Budidaya
Kawasan perikanan budidaya merupakan kawasan yang diperuntukan bagi
kegiatan memelihara, membesarkan dan atau membiakkan ikan serta memanen
hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol. Perikanan budidaya dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga), yaitu budidaya laut, budidaya tambak dan budidaya air tawar.
Kriteria untuk kawasan pengembangan budidaya air tawar dan tambak adalah : (1)
Kelerengan lahan < 8%, (2) Persediaan air cukup (3) Jauh dari sumber pencemaran, baik
pencemaran domestik maupun industri. (4) Kualitas air baik (memenuhi kriteria
kualitas air untuk budidaya perikanan).
Sedangkan kriteria untuk kawasan pengembangan budidaya laut adalah : (1)
Terlindung dari gelombang dan angin. Hal ini untuk menghindari terjadinya kerusakan
pada kegiatan atau usaha budidaya yang berasal dari gelombang dan arus yang besar.
(2) Jauh dari permukiman dan industri, karena limbah atau pencemaran yang berasal
dari rumah tangga dan industri dapat mengakibatkan kerusakan perairan dan
kegagalan usaha budidaya. (3) Jauh dari muara sungai. Muara sungai juga sangat
mempengaruhi budidaya laut dengan adanya proses sedimentasi akibat aktifitas di
daerah atas (Up-land) seperti penebangan hutan, pertanian, permukiman dan industri
yang dekat bantaran sungai. (4) Jauh dari kawasan ekosistem penting laut, seperti
terumbu karang, mangrove dan padang lamun. (5) Kualitas air baik. Kualitas ini
mengidikasikan kelayakan kondisi perairan yang dapat dijadikan lokasi budidaya laut.
Kelayakan kondisi perairan ini dapat diukur dari parameter fisika, kimia dan biologi.
Parameter Fisika ; Kecerahan; parameter kimia : Disolved Oxygen (DO), Chemical Oxygen
Demand (COD), kandungan organik (organic matter), Biolocal Oxygen Demand (BOD),
kandungan klorofil dan parameter biologi : plankton.
Kawasan pengolahan ikan merupakan salah satu sasaran pengembangan dari
kawasan minapolitan. Rencana pengembangan kawasan minapolitan bertujuan untuk
mendorong percepatan pengembangan wilayah dengan kegiatan perikanan sebagai
kegiatan utama. Dalam kawasan minapolitan direncanakan akan dikembangkan melalui
sistem minabisnis (agroinput, pengolahan hasil, pemasaran dan penyedia jasa). Rencana
pengembangan kawasan minapolitan diarahkan di Kecamatan Bintan Timur, Bintan
Pesisir, dan Mantang Pengembangan kawasan minapolitan direncanakan pengembangan
penangkapan, budidaya rumput laut, tripang, kerapu, serta sarana dan prasarana lainnya
yang mendukung kawasan ini.
Bintan yang memiliki laut seluas 86.092,41 Km2 atau 8.609,241 Ha (97,8%) dan
daratan seluas 1.946,13 Km2 atau 194,613 Ha (2,2%) menyimpan potensi pengembangan
perikanan budidaya (akuakultur) yang cukup besar, terutama budidaya laut (marikultur).
Di Kabupaten Bintan ini diperkirakan terdapat sekitar 54.710 Ha areal laut yang
berpotensi untuk pengembangan marikultur, yang terdiri dari 17.193 Ha untuk
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 68
marikultur pesisir (coastal marine culture) dan 37.517 Ha untuk marikultur lepas pantai
(offshore marine culture) yang tersebar hampir di setiap Kecamatan.
Tabel. 5.9. Potensi Lahan Budidaya Perikanan Menurut Kecamatan di Kabupaten Bintan
No Potensi Lahan Budidaya Potensi
(Ha) Pemanfaatan
(Ha) 1. Budidaya Laut Lepas Pantai/ offshore marine culture 37.517 -
2. Budidaya Laut Pesisir/coastal marine culture 17.193 217,7 3. Budidaya Air Payau 378 131,30 4. Budidaya Air Tawar 389 120
Jumlah 44.840 438,21 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Kecamatan yang memiliki potensi pengembangan marikultur yang tinggi adalah
Kecamatan Mantang dan Bintan Pesisir. Budidaya ikan laut semakin berkembang di
desa Mantang Baru, Mantang Besar, Desa Dendun, Desa Air Glubi, dan Kelurahan Batu
Licin. Perkembangan budidaya ikan laut merupakan usaha pemanfaatan potensi
sumberdaya laut yang dapat menambah pendapatan daerah. Marikultur pesisir adalah
budidaya laut yang berlokasi di perairan terlindung dari gelombang dan badai, biasanya
di sekitar selat, teluk dan perairan terumbu karang. Offshore marine culture adalah
budidaya laut yang dilakukan di laut lepas (laut terbuka), oleh karena itu infrastruktur
yang digunakan berukuran masif dan bersifat lentur guna menghadapi gelombang
tinggi. Dengan luas daratan 194.613 Ha Kabupaten Bintan ternyata juga menyimpan
potensi pengembangan perikanan budidaya air payau dan laut yang diperkirakan
masing-masing seluas 378 ha dan 389 ha dan tersebar hampir di semua Kecamatan.
Sebagian kecil dari potensi pengembangan marikultur tersebut sudah
dimanfaatkan. Pada 2011 di Kabupaten Bintan tercatat sebanyak 1.657 unit karamba
sudah digunakan untuk budidaya ikan karang dan ikan pelagis, dan 131,30 ha tambak
untuk budidaya spesies air payau seperti ikan bandeng yang pemanfaatannya masih
rendah dan belum optimal, serta 120 ha kolam untuk budidaya ikan air tawar (ikan lele,
mas, nila dan gurami) yang saaat ini sedang intensif dilakukan oleh masyarakat.
5.3. Potensi Sumber Daya Non Ikan
Sumber daya non ikan juga merupakan potensi yang besar di Kabupaten Bintan.
Adapun sumber daya non ikan antara lain meliputi :
Udang dan Kepiting
Di perairan Kabupaten Bintan, terdapat beberapa jenis udang, di antaranya
Penaeus merguensis, Penaeus Indicus, Metapenaeus Monoceros dan Metapenaeus Brevicormis.
Kelompok udang Penaeus memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Sebaran dari jenis
udang ini terdapat hampir di keseluruhan Kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten
Bintan, Tambelan dan Bintan Timur dengan kepadatan populasi sebesar 0.90 ton/km2.
Di samping jenis udang tersebut terdapat juga jenis udang barong (lobster) dengan
kepadatan mencapai 1,34 ton/km2. Jenis udang barong juga memiliki nilai ekonomis
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 69
yang tinggi. Potensi lain yang terdapat di perairan Bintan adalah sumberdaya dari
kelompok kepiting (Portunidae) yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Sumber daya ini
merupakan salah satu komoditi ekspor yang menjanjikan di masa yang akan datang.
Rumput Laut
Kabupaten Bintan merupakan salah satu daerah penyebaran rumput laut yang
besar. Jenis rumput laut yang terdapat di sekitar perairan ini adalah Euchema edule, E.
spinosium, Gelidium sp dan Hypnea cervicornis. Jenis ini merupakan jenis rumput laut yang
sangat berpotensi dan mempunyai prospek cerah untuk dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai bahan makanan seperti lalap, sayur, kue, manisan, dan obat tradisional.
Masyarakat setempat memanfaatkan rumput laut untuk keperluan sehari-hari,
misalnya untuk dilalap dan dijadikan agar-agar.
Di daerah Bintan komoditas rumput laut sebagian besar baru diusahakan secara
tradisional dalam skala rumah tangga dan masih mengandalkan sumberdaya yang
tersedia secara alami. Budidaya secara agribisnis sudah pernah dilakukan di berbagai
tempat di Kabupaten Bintan yaitu jenis Euchema cottoni, namun usaha ini tidak dapat
berkembang dengan baik karena mengalami kesulitan dalam pemasaran dan harga yang
selalu berfluktuasi. Namun demikian, usaha budidaya rumput laut perlu mendapat
perhatian yang serius dari berbagai pihak, seperti yang telah dilakukan di beberapa
kecamatan dibawah ini.
Tabel. 5.10. Daerah Potensial Untuk Pengembangan Rumput Laut di Perairan Kabupaten Bintan
Kecamatan Daerah/Perikanan Jenis rumput laut Sistem Budidaya
Bintan Utara - - - Bintan Timur Perairan Pulau
Telang, P.Pangkil Eucheuma spinosum Metoda rakit dan
Metoda rawai Teluk Bintan P. Pengujan Eucheuma cottoni Metoda rakit
Tambelan P. Tambelan, P. Bedu Eucheuma cottoni Metoda rakit
Sumber: Survei dan Inventarisasi Potensi Kelautan Kabupaten Bintan, 2000
Binatang Lunak (Moluska)
Dari kelompok binatang lunak ini yang mempunyai nilai ekonomis penting
adalah cumi-cumi (Loligo sp), sotong (Sepia sp) dan gurita (Octopus sp). Alat tangkap yang
digunakan untuk menangkap kelompok cumi-cumi ini adalah pancing, disamping itu
juga merupakan hasil ikutan dari jaring dan pukat. Potensi binatang lunak di perairan
Kabupaten Bintan mencapai sekitar 2,70 x 103 ton/tahun. Angka tersebut
menunjukkan bahwa potensi binatang lunak di kawasan ini merupakan komoditi
perikanan yang dapat diandalkan.
Kelompok hewan lunak lainnya yang mempunyai potensi untuk diperhatikan
adalah kelompok siput dan kerang-kerangan. Dari kelompok siput misalnya dari famili
Strombidae, antara lain adalah gonggong/kede-kede (Strombus sp) yang telah
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 70
dikonsumsi oleh mayarakat terutama di restoran-restoran dan ada juga jari-jari
(Pterocera sp) dan Krangah (Lambis-lambis sp). Sedangkan dari kelompok kerang-
kerangan yang umum terdapat di perairan Kabupaten Bintan adalah tiram (Ostrea sp).
Banyak dari spesies tiram ini hidup di daerah intertidal dan cenderung terkonsentrasi
pada daerah pasang yang menempel pada benda-benda keras, dan ada spesies yang
menempel pada akar-akar mangrove.
Penyu
Penyu merupakan salah satu binatang laut yang dilindungi keberadaannya,
walaupun penyu memiliki potensi pemanfaatan yang cukup besar karena dapat
dimanfaatkan mulai dari telur sampai dengan karapaksnya. Telur dan dagingnya dapat
dibuat berbagai hidangan sedangkan karapaksnya dapat dipakai untuk perhiasan.
Potensi penyu banyak ditemukan di sekitar Gunung Kijang dan Tambelan yaitu jenis
penyu sisik (Eretmochelys imbricata L) yang termasuk dalam divisi Vertebrata, klas:
Reptilia, ordo: Testudinata (Chelonia mydas), famili: Chelonidae. Daerah penyu sisik di
perairan Bintan adalah di Pulau Beralas Pasir dan Nikoi. Di Tambelan Penyu hampir di
temui di semua pulau yang ada di Kecamatan Tambelan. Telur Penyu ini di Tambelan
telah menjadi salah satu pendapatan asli daerah.
Kepulauan Tambelan merupakan lokasi utama peneluran penyu di Kabupaten
Bintan. Rata-rata telur yang dihasilkan per ekor penyu di Kepulauan Tambelan untuk
Penyu Hijau adalah 101 butir per ekor, sedangkan Penyu Sisik adalah 153 butir per ekor.
Estimasi total hasil pemanenan telur di seluruh Kepulauan Tambelan berkisar antara
978.313-1.284.035 butir per tahun. Estimasi potensi populasi penyu di Kepulauan
Tambelan berkisar antara 489.156-642.018 ekor. Estimasi jumlah kunjungan induk
penyu untuk bertelur di kepulauan Tambelan berkisar antara 9.088-11.928 ekor per
tahun. Musim puncak bertelur penyu di Kabupaten Bintan untuk Penyu Hijau antara
bulan Mei hingga Juli, sedangkan Penyu Sisik antara Maret hingga Mei.
Kondisi pantai lokasi peneluran penyu umumnya landai, berpasir putih dengan
panjang pantai pendek, dan lebar pantai berubah secara musiman sepanjang tahun.
Prekwensi Relatif Jumlah sarang penyu di Kabupaten bintan 5 pulau urutan teratas
adalah Pulau Kepala Tambelan, P. Wie, P. Genting, P. Lintang dan P. Nangka. Lokasi
yang mempunyai nilai tinggi sebagai habitat peneluran penyu adalah Pulau Lintang,
Kepala Tambelan, Jelak, Wie, dan Menggirang Besar.
Mamalia Laut
Mamalia laut yang ditemukan di perairan Bintan adalah Duyung. Duyung (Dugong
dugon) merupakan hewan mamalia (menyusui anaknya) yang hidup di laut dangkal
terutama di lingkungan yang kaya akan lamun (seagrass). Dulu, duyung tersebar luas di
banyak negara tropis, juga di Indonesia. Namun kini duyung sudah sangat sulit dijumpai.
Hewan ini memang telah berada di ambang kepunahan dan telah dilindungi undang-
undang di banyak negara. Oleh sebab itu setiap kali ada berita tentang duyung tertangkap
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 71
atau terperangkap dalam jaring nelayan, selalu saja menjadi berita yang menghebohkan,
dan tak jarang dibumbui dengan cerita-cerita mistik.
Kasus terakhir adalah tertangkapnya, atau terperangkapnya seekor duyung di
perairan Desa Pengudang, Pulau Bintan (Kepualuan Riau) tanggal 6 Januari 2011. Duyung
ini berukuran besar (sekitar 2 m, diperkirakan berbobot 2 kuintal), dapat diselamatkan
oleh penduduk setempat dan dilepaskan kembali ke laut bebas. Ini adalah kasus yang
keempat yang terjadi di perairan Bintan (sekitar Desa Berakit dan Desa Pengudang) dalam
tiga tahun terakhir ini.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 72
Bab.6 Keragaan Perikanan Kabupaten Bintan
Interaksi sosial antara penduduk di pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten
Bintan, terkait dengan mata pencaharian memunculkan struktur sosial masyarakat
nelayan tradisional berbasis perikanan tangkap. Stratifikasi (pelapisan) sosial untuk
struktur sosial perikanan tangkap di Bintan terdiri dari:
1. Nelayan pemilik, nelayan tradisional dengan karaktersitik yang memiliki sarana
penangkapan (alat tangkap, armada penangkapan/kapal, dan modal), dalam skala
kecil, daerah peangkapan sekitar 1-5 mil di perairan pantai, dan mereka nelayan
pemilik terkadang juga turut mengoperasikan alat tangkap merupakan jumlah
nelayan artisanal terbanyak di daerah ini yaitu sebesar 80%.
2. Nelayan pengusaha, nelayan moderen yang memiliki karakteristik modal yang
kuat dan memiliki alat tangkap atau armada penangkapan ikan dan udang, tetapi
tidak ikut melakukan penangkapan ikan ke laut lepas (di atas 8 mil), dan
sekaligus sebagai pedagang pengumpul dengan membeli hasil tangkapan dari
nelayan artisanal di pulau-pulau kecil (termasuk Tauke). Umumnya nelayan
pengusaha sebagai patron yang memiliki client yaitu para nelayan artisanal yang
menjadi langgganannya yang kemudian terbentuk hubungan sosial (patron-client
relationship) baik melalui pinjaman modal dan bahan sembako kebutuhan rumah
tangga nelayan sehari-hari;
3. Nelayan buruh, yaitu nelayan pekerja (tradisional) yang mengambil upah harian
atau pola bagi hasil dari membantu nelayan pemilik dalam proses penangkapan
ikan, dan tidak memiliki alat tangkap sendiri, tetapi pola hubungan kerja yang
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 73
berlaku di lingkungan sosial nelayan artisanal adalah pola bagi hasil agar sama-
sama berbagi resiko jumlah nelayan buruh relatif tidak begitu banyak.
Struktur sosial masyarakat nelayan di Kabupaten Bintan secara horizontal dapat
pula dikategorikan ke dalam beberapa kelompok sosial, yaitu kelompok nelayan jaring
karang, kelompok nelayan bubu, kelompok nelayan nyomek, kelompok nelayan rawai,
kelompok nelayan jaring udang dan kelompok nelayan jaring tarik (trawl). Namun
demikian, pengelompokkan ini tidak begitu tegas, karena RTP artisanal di daerah ini
memiliki beberapa jenis alat tangkap ikan.
Hingga saat ini belum ada survei atau sensus yang secara khusus ditujukan untuk
menyajikan data tentang kondisi sosial ekonomi rumah tangga perikanan, baik di
pesisir maupun bukan pesisir. Namun demikian, tentunya kita dapat memanfaatkan
data sensus dan survei yang sudah ada untuk menghasilkan estimasi data yang
diperlukan sebagai dasar kebijakan makro di sektor kelautan dan perikanan di
Kabupaten Bintan. Dalam hal ini data yang dapat digunakan diantaranya adalah hasil
sinkronisasi dan validasi data yang dilakukan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan
Propinsi Kepulauan Riau.
6.1. Rumah Tangga Perikanan (RTP)
Rumah Tangga Perikanan didefinisikan sebagai rumah tangga yang memiliki
anggota rumah tangga yang bekerja di sektor perikanan. Sedangkan menurut letak
geografisnya, suatu rumah tangga dikatakan bertempat tinggal di wilayah pesisir
apabila rumah tangga tersebut bertempat tinggal di desa pesisir. Data rumah
tangga/penduduk perikanan dan letak geografis tempat tinggalnya diperlukan sebagai
data dasar mengenai gambaran umum rumah tangga/penduduk yang menggantungkan
hidup pada potensi perikanan.
Penduduk perikanan didefinisikan sebagai penduduk yang tinggal di rumah
tangga perikanan. Definisi ini masih bisa dikembangkan karena pada dasarnya banyak
orang yang hidupnya bergantung pada sumberdaya laut dan pesisir. Mereka terdiri atas
nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya,
pedagang ikan, pengolah ikan, dan supplier faktor sarana produksi perikanan. Dalam
bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa berprofesi sebagai penjual jasa
pariwisata, transportasi, pemanfaat sumberdaya non-hayati laut dan pesisir dan lain-
lain.
Data lapangan mengenai usaha perikanan, Dinas kelautan dan Perikanan sudah
dapat membedakan jumlah perikanan tangkap dan perikanan budidaya sehingga dapat
ditampilkan indikator ekonomi rumah tangga berdasarkan lapangan usaha. Namun
demikian masih terdapat keterbatasan dan perlu dijadikan perhatian khusus dalam
menginterpretasikan setiap hasil pengolahan data yang akan disajikan pada tahun
berikutnya. Ketersediaan data yang ada juga belum dapat menyajikan gambaran
kondisi sosial ekonomi rumah tangga perikanan yang dibedakan menurut kategori
perikanan tangkap dan perikanan budidaya serta wilayah pesisir dan bukan pesisir.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 74
Untuk mendapatkan data-data tersebut sudah tentu diperlukan studi atau survei
khusus untuk melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat perikanan di wilayah
Kabupaten Bintan.
Berdasarkan letak geografisnya Kabupaten Bintan desa/kelurahan terbagi dalam
dua kategori yaitu desa pesisir dan desa bukan pesisir. Desa pesisir adalah
desa/kelurahan termasuk nagari atau lainnya yang memiliki wilayah yang berbatasan
langsung dengan garis pantai/laut (atau merupakan desa pulau). Hasil Podes08
menunjukkan bahwa dari 75.410 desa/kelurahan yang ada di Indonesia, 10.664 desa
atau sebanyak 14,14 persen diantaranya merupakan desa pesisir. Secara nasional
Propinsi Kepulauan Riau memiliki persentase terbesar kedua desa pesisir setelah
Maluku yakni sebesar 81,90%. Hal tersebut sangat relevan mengingat wilayah ini
berbentuk Kepulauan. Begitu pula dengan Kabupaten Bintan sejalan dengan potensi
dan panjang garis pantai yang dimilikinya terdapat desa pesisir yang memiliki
kesamaan kondisi sosial dan ekonomi rumah tangga perikanan di wilayah Propinsi
Kepulauan Riau ini.
Definisi populasi masyarakat pesisir yang luas ini tidak seluruhnya diambil tetapi
hanya difokuskan pada kelompok nelayan dan pembudidaya ikan. Kelompok ini secara
langsung mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan melalui kegiatan
penangkapan dan budidaya. Kelompok ini pula yang mendominasi pemukiman di
wilayah pesisir di seluruh wilayah Kabupaten Bintan.
Tabel. 6.1. Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kabupaten Bintan, Tahun 2010-2011
No Kecamatan Rumah Tangga Perikanan (RTP)
Jumlah Tangkap/ Nelayan
Budidaya Laut
Budidaya Payau
Budidaya Tawar
1. Bintan Utara 445 8 - 35 488 2. Teluk Sebong 650 40 - 139 829 3. Teluk Bintan 1.858 143 45 40 2.086 4. Gunung Kijang 777 78 - 39 894 5. Bintan Timur 1.207 60 - 129 1.396 6. Tambelan 982 18 - 0 1.000 7. Toapaya - - - 100 100 8. Bintan Pesisir 1.724 60 - 0 1.784 9. Mantang 1.223 197 - 0 1.420 10. Seri Kuala Lobam 540 25 - 106 671
2011 9.406 629 45 588 10.668 2010 8.640 363 45 284 9.332
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 75
Tabel. 6.2. Volume Produksi Perikanan (Kg) di Kabupaten Bintan, Tahun 2010-2011
No Kecamatan
Jumlah Produksi (Kg)
Tangkap/ Nelayan
Budidaya Laut
Budidaya Payau
Budidaya Tawar
Jumlah
1. Bintan Utara 1.417.000 4.515,40 0 7.490,00 1.429.005 2. Teluk Sebong 2.023.000 3.210,00 0 6.420,00 2.032.630 3. Teluk Bintan 6.542.000 15.022,80 0 5.617,50 6.562.640 4. Gunung Kijang 2.731.000 1.070,00 0 1.070,00 2.733.140 5. Bintan Timur 7.227.000 19.891,30 0 70.352,50 7.317.244 6. Tambelan 4.241.000 12.091,00 0 0 4.253.091 7. Toapaya 0 0 0 47.187,00 47.187 8. Bintan Pesisir 9.088.000 50.054,60 0 1.690,60 9.139.745 9. Mantang 5.500.000 117.272,00 0 0 5.617.272 10. Seri Kuala Lobam 1.168.000 3.274,20 0 21.400,00 1.192.674
2011 39.937.000 226.401,30 0 161.227,60 40.324.629
2010 21.080.540 211.590,00 0 150.680,00 21.442.810
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
6.2. Perikanan Tangkap
Perairan Kabupaten Bintan memiliki sifat-sifat dan kondisi yang berkaitan dengan
potensi sumberdaya ikan dan usaha-usaha pemanfaatannya. Kondisi perairan laut di
Kabupaten Bintan sebagaimana umumnya kondisi laut tropis yang selalu menerima cahaya
matahari yang cukup optimal sepanjang tahun, kiranya memiliki arti penting bagi
pertumbuhan jasad renik yang merupakan salah satu penyebab besarnya produktifitas laut
tersebut. Kabupaten Bintan dengan letaknya yang strategis, kondisi perairan lautnya yang
berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan dan Selat malaka memiliki potensi untuk
mengembangkan usaha perikanan tangkap. Berdasarkan data produksi perikanan
tangkap Tahun 2011 jumlah produksi perikanan laut di Kabupaten Bintan adalah sebesar
39.937 ton atau 23,63% saja dari stok ikan yang ada. Keseluruhan produksi perikanan
tangkap ini diperoleh dari jumlah nelayan tangkap sebanyak 9.406 RTP dengan
menggunakan armada sebanyak 4.878 unit.
Jenis-jenis ikan tertangkap antara lain ikan kembung, layang dan lainnya. Jenis
krustacea yang tertangkap antara lain udang putih, kepiting, rajungan dan lainnya. Jenis
molusca yang tertangkap antara lain cumi-cumi, sotong, kerang dan lainnya. Sedangkan
jenis ikan lainnya yang tertangkap adalah teripang. Hasil tangkapan tersebut diperoleh dari
berbagai wilayah perairan di Kabupaten Bintan, dengan hasil tangkapan terbanyak
diperoleh nelayan di Kecamatan Bintan Pesisir 9.088 ton (22,76%), Bintan Timur sebesar
7.227 ton (18,10%), Teluk Bintan sebesar 6.542 ton (16,38%), Mantang sebesar 5.500 ton
(13,77%) dan Tambelan sebesar 4.241 ton (10,62%). Meningkatnya hasil produksi
perikanan tangkap pada tahun 2011 disebabkan dilakukannya penghitungan produksi pada
jenis armada perahu tanpa motor dan motor tempel dengan asumsi sebesar 2 kg/hari atau
20 hari dalam sebulan atau 10 bulan dalam satu tahun. Meskipun demikian peningkatan
produksi tangkap cenderung mengalami kenaikan yang berarti yang ditandai dengan
adanya bantuan armada dan alat tangkap kepada nelayan.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 76
Tabel. 6.3. Hasil Produksi Perikanan Tangkap di Kabupaten Bintan Tahun 2010-2011
No Kecamatan Hasil Produksi Tangkap (Ton) Persentase
(%) 2010 2011 1. Bintan Utara 1.324,93 1.417 3,55 2. Teluk Sebong 1.638,23 2.023 5,06 3. Teluk Bintan 1.336,52 6.542 16,38 4. Gunung Kijang 2.107,85 2.731 6,84 5. Bintan Timur 6.988,37 7.227 18,10 6. Tambelan 4.556,18 4.241 10,62 7. Toapaya - - - 8. Bintan Pesisir 1.195,12 9.088 22,76 9. Mantang 1.083,12 5.500 13,77 10. Seri Kuala Lobam 850,22 1.168 2,92
Jumlah 21.080,54 39.937,00 100 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
6.3. Penghasilan Rumah Tangga Nelayan
Dari keseluruhan hasil tangkapan dari armada tangkap tersebut diperoleh
penghasilan rumah tangga sebesar Rp. 2.690.771 per bulan. Pendapatan nelayan
berdasarkan armada tangkap yang digunakan pendapatan nelayan yang menggunakan
perahu tanpa motor adalah Rp. 6.000.000 per tahun, nelayan yang menggunakan
motor tempel sebesar Rp. 9.000.0000 per tahun. Sedangkan rumah tangga perikanan
yang menggunakan armada tangkap bermotor memperoleh rata-rata penghasilan
sebesar Rp. 32.760.000 per tahun sampai dengan Rp. 53.571.429 per tahun atau rata-
rata sebesar Rp.43.777.143 per tahun. Penghasilan rata-rata dalam sebulan sebesar Rp.
2.690.771. Perbandingan penghasilan antara nelayan tradisional dan menggunakan
kapal motor sangatlah berbeda, namun pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan
pangan nelayan yang menggunakan kapal motor juga lebih besar.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 77
Tabel. 6.4. Penghasilan Rata-rata Rumah Tangga Perikanan Tangkap di Kabupaten Bintan Tahun
2011
Indikator Jenis Armada
Jumlah Kapal TM MT KM 2-5 GT
KM 5-10 GT
KM > 10
Jumlah kapal 1.339 181 2.827 368 163 4.878 Produksi (kg) / bulan / kapal
40 80 840 2.000 5.000 7.960
Produksi (Kg)/tahun 535.600 144.800 23.746.800 7.360.000 8.150.000 39.937.200
Produksi (ton)/tahun 536 145 23.747 7.360 8.150 39.937
Nilai Produksi Rp/tahun 8.034.000.000 2.172.000.000 356.202.000.000 110.400.000.000 122.250.000.000 599.058.000.000
Jumlah RTP berdasarkan jenis armada
1.339 181 5.654 1.254 978 9.406
Pendapatan/RTP/ bulan 500.000 1.000.000 4.200.000 6.250.000 8.928.571
Biaya produksi % 0 25 35 40 50
Biaya produksi Rp - 250.000 1.470.000 2.500.000 4.464.286
Netto pendapatan / RTP 500.000 750.000 2.730.000 3.750.000 4.464.286
Pendapatan rata-rata/spesifikasi kapal
669.500.000 135.750.000 15.435.420.000 4.703.040.000 4.366.071.429 25.309.781.429
Pendapatan Rata-rata Rp./bulan/RTP
500.000 750.000 2.730.000 3.750.000 4.464.286 2.690.771
Pendapatan Rata-rata Rp./tahun/RTP
6.000.000 9.000.000 32.760.000 45.000.000 53.571.429 32.289.254
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.5. Penghasilan Rata-rata Rumah Tangga Perikanan Tangkap di Kecamatan Tambelan
Tahun 2011
Indikator Jenis Armada
Jumlah Kapal TM MT KM 2-5 GT KM 5-10 GT KM > 10
Jumlah kapal 90 4 374 13 16 497 Produksi (kg) / bulan / kapal
40 80 840 2.000 5.000 7.960
Produksi (Kg)/tahun 36.000 3.200 3.141.600 260.000 800.000 4.240.800
Produksi (ton)/tahun 36 3 3.142 260 800 4.241
Nilai Produksi Rp/tahun
540.000.000 48.000.000 47.124.000.000 3.900.000.000 12.000.000.000 63.612.000.000
Jumlah RTP berdasarkan jenis armada
90 4 748 44 96 982
Pendapatan/RTP/ bulan 500.000 1.000.000 4.200.000 6.250.000 8928571,429
Biaya produksi % 0 30 35 40 55
Biaya produksi Rp - 300.000 1.470.000 2.500.000 4.910.714
Netto pendapatan / RTP 500.000 700.000 2.730.000 3.750.000 4.017.857
Pendapatan rata-rata/spesifikasi kapal
45.000.000 2.800.000 2.042.040.000 166.140.000 385.714.286 2.641.694.286
Pendapatan Rata-rata Rp./bulan/RTP
500.000 700.000 2.730.000 3.750.000 4.017.857 2.689.284
Pendapatan Rata-rata Rp./tahun/RTP
6.000.000 8.400.000 32.760.000 45.000.000 48.214.286 32.271.406
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 78
Tabel. 6.6. Penghasilan Rata-rata Rumah Tangga Perikanan Tangkap di Kecamatan Bintan Utara
Tahun 2011
Indikator Jenis Armada
Jumlah Kapal TM
MT KM 2-5
GT KM 5-10
GT KM > 10
Jumlah kapal 112 13 155 3 0 283 Produksi (kg) / bulan / kapal
40 80 840 2.000 5.000 7.960
Produksi (Kg)/tahun 44.800 10.400 1.302.000 60.000 - 1.417.200
Produksi (ton)/tahun 45 10 1.302 60 - 1.417
Nilai Produksi Rp/tahun 672.000.000 156.000.000 19.530.000.000 900.000.000 - 21.258.000.000
Jumlah RTP berdasarkan jenis armada
112 13 310 10 - 445
Pendapatan/RTP/bulan 500.000 1.000.000 4.200.000 6.250.000 -
Biaya produksi % 0 25 35 40 50
Biaya produksi Rp - 250.000 1.470.000 2.500.000 -
Netto pendapatan / RTP 500.000 750.000 2.730.000 3.750.000 -
Pendapatan rata-rata/spesifikasi kapal
56.000.000 9.750.000 846.300.000 38.340.000 - 950.390.000
Pendapatan Rata-rata Rp./bulan/RTP
500.000 750.000 2.730.000 3.750.000 - 2.134.633
Pendapatan Rata-rata Rp./tahun/RTP
6.000.000 9.000.000 32.760.000 45.000.000 - 25.615.600
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.7. Penghasilan Rata-rata Rumah Tangga Perikanan Tangkap di Kecamatan Bintan Pesisir
Tahun 2011
Indikator Jenis Armada
Jumlah Kapal TM MT
KM 2-5 GT
KM 5-10 GT
KM > 10
Jumlah kapal 100 15 290 235 38 678 Produksi (kg) / bulan / kapal
40 80 840 2.000 5.000 7.960
Produksi (Kg)/tahun 40.000 12.000 2.436.000 4.700.000 1.900.000 9.088.000 Produksi (ton)/tahun 40 12 2.436 4.700 1.900 9.088 Nilai Produksi Rp/tahun 600.000.000 180.000.000 36.540.000.000 70.500.000.000 28.500.000.000 136.320.000.000
Jumlah RTP berdasarkan jenis armada
100 15 580 801 228 1.724
Pendapatan/RTP/ bulan 500.000 1.000.000 4.200.000 6.250.000 8928571,429
Biaya produksi % 0 20 35 40 50
Biaya produksi Rp - 200.000 1.470.000 2.500.000 4.464.286
Netto pendapatan / RTP 500.000 800.000 2.730.000 3.750.000 4.464.286
Pendapatan rata-rata/spesifikasi kapal
50.000.000 12.000.000 1.583.400.000 3.003.300.000 1.017.857.143 5.666.557.143
Pendapatan Rata-rata Rp./bulan/RTP
500.000 800.000 2.730.000 3.750.000 4.464.286 3.287.095
Pendapatan Rata-rata Rp./tahun/RTP
6.000.000 9.600.000 32.760.000 45.000.000 53.571.429 39.445.139
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 79
Tabel. 6.8. Penghasilan Rata-rata Rumah Tangga Perikanan Tangkap di Kecamatan Mantang
Tahun 2011
Indikator Jenis Armada
Jumlah Kapal TM MT
KM 2-5 GT
KM 5-10 GT
KM > 10
Jumlah kapal 50 16 458 46 14 584 Produksi (kg) / bulan / kapal
40 80 840 2.000 5.000 7.960
Produksi (Kg)/tahun 20.000 12.800 3.847.200 920.000 700.000 5.500.000
Produksi (ton)/tahun 20 13 3.847 920 700 5.500
Nilai Produksi Rp/tahun 300.000.000 192.000.000 57.708.000.000 13.800.000.000 10.500.000.000 82.500.000.000
Jumlah RTP berdasarkan jenis armada
50 16 916 157 84 1.223
Pendapatan/RTP/ bulan 500.000 1.000.000 4.200.000 6.250.000 8928571,429
Biaya produksi % 0 20 35 40 50
Biaya produksi Rp - 200.000 1.470.000 2.500.000 4.464.286
Netto pendapatan / RTP 500.000 800.000 2.730.000 3.750.000 4.464.286
Pendapatan rata-rata/spesifikasi kapal
25.000.000 12.800.000 2.500.680.000 587.880.000 375.000.000 3.501.360.000
Pendapatan Rata-rata Rp./bulan/RTP
500.000 800.000 2.730.000 3.750.000 4.464.286 2.863.470
Pendapatan Rata-rata Rp./tahun/RTP
6.000.000 9.600.000 32.760.000 45.000.000 53.571.429 34.361.645
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.9. Penghasilan Rata-rata Rumah Tangga Perikanan Tangkap di Kecamatan Sri Kuala
Lobam Tahun 2011
Indikator Jenis Armada
Jumlah Kapal TM MT
KM 2-5 GT
KM 5-10 GT
KM > 10
Jumlah kapal 285 5 125 0 0 415 Produksi (kg) / bulan / kapal
40 80 840 2.000 5.000 7.960
Produksi (Kg)/tahun 114.000 4.000 1.050.000 - - 1.168.000
Produksi (ton)/tahun 114 4 1.050 - - 1.168
Nilai Produksi Rp/tahun 1.710.000.000 60.000.000 15.750.000.000 - - 17.520.000.000
Jumlah RTP berdasarkan jenis armada
285 5 250 - - 540
Pendapatan/RTP/bulan 500.000 1.000.000 4.200.000 - -
Biaya produksi % 0 25 35 40 50
Biaya produksi Rp - 250.000 1.470.000 - -
Netto pendapatan / RTP 500.000 750.000 2.730.000 - -
Pendapatan rata-rata/spesifikasi kapal
142.500.000 3.750.000 682.500.000 - - 828.750.000
Pendapatan Rata-rata Rp./bulan/RTP
500.000 750.000 2.730.000 - - 1.534.722
Pendapatan Rata-rata Rp./tahun/RTP
6.000.000 9.000.000 32.760.000 - - 18.416.667
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 80
Tabel. 6.10. Penghasilan Rata-rata Rumah Tangga Perikanan Tangkap di Kecamatan Teluk Sebong
Tahun 2011
Indikator Jenis Armada
Jumlah Kapal TM MT KM 2-5 GT
KM 5-10 GT
KM > 10
Jumlah kapal 176 25 211 8 0 420
Produksi (kg) / bulan / kapal
40 80 840 2.000 5.000 7.960
Produksi (Kg)/tahun 70.400 20.000 1.772.400 160.000 - 2.022.800
Produksi (ton)/tahun 70 20 1.772 160 - 2.023
Nilai Produksi Rp/tahun 1.056.000.000 300.000.000 26.586.000.000 2.400.000.000 - 30.342.000.000
Jumlah RTP berdasarkan jenis armada
176 25 422 27 - 650
Pendapatan/RTP/bulan 500.000 1.000.000 4.200.000 6.250.000 -
Biaya produksi % 0 25 35 40 50
Biaya produksi Rp - 250.000 1.470.000 2.500.000 -
Netto pendapatan / RTP 500.000 750.000 2.730.000 3.750.000 -
Pendapatan rata-rata/spesifikasi kapal
88.000.000 18.750.000 1.152.060.000 102.240.000 - 1.361.050.000
Pendapatan Rata-rata Rp./bulan/RTP
500.000 750.000 2.730.000 3.750.000 - 2.093.073
Pendapatan Rata-rata Rp./tahun/RTP
6.000.000 9.000.000 32.760.000 45.000.000 - 25.116.876
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.11. Penghasilan Rata-rata Rumah Tangga Perikanan Tangkap di Kecamatan Teluk Bintan
Tahun 2011
Indikator Jenis Armada
Jumlah Kapal TM MT KM 2-5 GT
KM 5-10 GT
KM > 10
Jumlah kapal 331 1 763 0 0 1.095 Produksi (kg) / bulan / kapal
40 80 840 2.000 5.000 7.960
Produksi (Kg)/tahun 132.400 800 6.409.200 - - 6.542.400
Produksi (ton)/tahun 132 1 6.409 - - 6.542
Nilai Produksi Rp/tahun 1.986.000.000 12.000.000 96.138.000.000 - - 98.136.000.000
Jumlah RTP berdasarkan jenis armada
331 1 1.526 - - 1.858
Pendapatan/RTP/bulan 500.000 1.000.000 4.200.000 - -
Biaya produksi % 0 25 35 40 45
Biaya produksi Rp - 250.000 1.470.000 - -
Netto pendapatan / RTP 500.000 750.000 2.730.000 - -
Pendapatan rata-rata/spesifikasi kapal
165.500.000 750.000 4.165.980.000 - - 4.332.230.000
Pendapatan Rata-rata Rp./bulan/RTP
500.000 750.000 2.730.000 - - 2.331.663
Pendapatan Rata-rata Rp./tahun/RTP
6.000.000 9.000.000 32.760.000 - - 27.979.957
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 81
Tabel. 6.12. Penghasilan Rata-rata Rumah Tangga Perikanan Tangkap di Kecamatan Gunung Kijang
Tahun 2011
Indikator Jenis Armada
Jumlah Kapal TM MT KM 2-5 GT
KM 5-10 GT
KM > 10
Jumlah kapal 110 66 285 2 4 467 Produksi (kg) / bulan / kapal
40 80 840 2.000 5.000 7.960
Produksi (Kg)/tahun 44.000 52.800 2.394.000 40.000 200.000 2.730.800
Produksi (ton)/tahun 44 53 2.394 40 200 2.731
Nilai Produksi Rp/tahun 660.000.000 792.000.000 35.910.000.000 600.000.000 3.000.000.000 40.962.000.000
Jumlah RTP berdasarkan jenis armada
110 66 570 7 24 777
Pendapatan/RTP/bulan 500.000 1.000.000 4.200.000 6.250.000 8.928.571
Biaya produksi % 0 25 35 40 50
Biaya produksi Rp - 250.000 1.470.000 2.500.000 4.464.286
Netto pendapatan / RTP 500.000 750.000 2.730.000 3.750.000 4.464.286
Pendapatan rata-rata/spesifikasi kapal
55.000.000 49.500.000 1.556.100.000 25.560.000 107.142.857 1.793.302.857
Pendapatan Rata-rata Rp./bulan/RTP
500.000 750.000 2.730.000 3.750.000 4.464.286 2.308.530
Pendapatan Rata-rata Rp./tahun/RTP
6.000.000 9.000.000 32.760.000 45.000.000 53.571.429 27.702.357
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.13. Penghasilan Rata-rata Rumah Tangga Perikanan Tangkap di Kecamatan Bintan Timur
Tahun 2011
Indikator Jenis Armada
Jumlah Kapal TM MT KM 2-5 GT
KM 5-10 GT
KM > 10
Jumlah kapal 85 36 166 61 91 439
Produksi (kg) / bulan / kapal
40 80 840 2.000 5.000 7.960
Produksi (Kg)/tahun 34.000 28.800 1.394.400 1.220.000 4.550.000 7.227.200 Produksi (ton)/tahun 34 29 1.394 1.220 4.550 7.227 Nilai Produksi Rp/tahun 510.000.000 432.000.000 20.916.000.000 18.300.000.000 68.250.000.000 108.408.000.000
Jumlah RTP berdasarkan jenis armada
85 36 332 208 546 1.207
Pendapatan/RTP/bulan 500.000 1.000.000 4.200.000 6.250.000 8.928.571
Biaya produksi % 0 30 35 40 50
Biaya produksi Rp - 300.000 1.470.000 2.500.000 4.464.286
Netto pendapatan / RTP 500.000 700.000 2.730.000 3.750.000 4.464.286
Pendapatan rata-rata/spesifikasi kapal
42.500.000 25.200.000 906.360.000 779.580.000 2.437.500.000 4.191.140.000
Pendapatan Rata-rata Rp./bulan/RTP
500.000 700.000 2.730.000 3.750.000 4.464.286 3.472.683
Pendapatan Rata-rata Rp./tahun/RTP
6.000.000 8.400.000 32.760.000 45.000.000 53.571.429 41.672.202
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 82
6.4. Budidaya Perikanan
Pengembangan budidaya laut merupakan alternatif yang cukup memberikan
harapan. Budidaya laut yang dikembangkan di Kabupaten Bintan terdiri dari budidaya
di tambak, budidaya dalam keramba jaring apung. Budidaya ikan dalam karamba dibagi
lagi atas budidaya ikan dengan pemberian pakan dan tanpa pemberian pakan. Diantara
ketiga jenis budidaya laut tersebut budidaya yang telah berkembang dengan baik
adalah budidaya ikan di tambak dan jaring apung. Budidaya ikan yang dilakukan di
teluk atau perairan semi tertutup belum dapat dilakukan, dan masih dalam tahap
penelitian dan pengembangan, antara lain karena terhambat oleh konflik kepemilikan
lahan dan penguasaan teknologinya, disamping terkait dengan kebutuhan investasi
yang sangat besar. Kegiatan budidaya laut berpeluang besar menjadi tumpuan bagi
sumber pangan hewani di masa depan, karena peluang produksi perikanan tangkap
bagaimanapun akan menurun. Di beberapa wilayah di Kabupaten Bintan, kegiatan
budidaya laut berkembang dengan sistem Karamba Jaring Apung (KJA) atau Karamba
Sistem Jaring Tancap (KSJT). Diantara berbagai jenis kultivar telah diteliti dan
dibudidayakan dalam skala percobaan atau uji coba sejak tahun 70-an, hanya beberapa
jenis saja yang berhasil dikembangkan secara komersial seperti ikan kerapu dan kakap.
Beberapa jenis kultivan lainnya diantaranya : berbagai jenis kerapu, kakap merah,
napoleon, kepiting, ikan hias, teripang dan lobster, masih dalam taraf penelitian dan
pengembangan.
Hingga saat ini tingkat pemanfaatan usaha perikanan budidaya masih sangat
rendah padahal luas perairan yang sesuai untuk kegiatan budidaya sangat luas,
sehingga peluang pengembangan usaha perikanan budidaya di wilayah ini masih sangat
besar. Khususnya di perairan laut peluang pengembangan masih sangat terbuka dimana
Kabupaten Bintan memiliki perairan laut yang potensial (sesuai) untuk usaha budidaya
laut. Berdasarkan pada perhitungan sekitar 5 km dari garis pantai ke arah laut, maka
potensi luas perairan laut Bintan yang sesuai untuk kegiatan budidaya laut adalah
cukup besar. Dengan teknologi budidaya laut yang ada maka potensi luas laut yang
cocok untuk usaha budidaya laut sudah barang tentu akan bertambah luas. Komoditas-
komoditas yang dapat dibudidayakan pada areal laut tersebut antara lain meliputi ikan
kakap, kerapu, baronang, tiram, kerang hijau, kerang darah, teripang, kerang mutiara,
abalone, dan rumput laut. Sementara itu, komoditas-komoditas yang dapat
dibudidayakan di perairan payau (tambak) antara lain adalah udang windu, udang
vaname, bandeng, kerapu, kepiting, dan rumput laut jenis gracilaria Serta komoditas-
komoditas yang dapat dibudidayakan di perairan tawar antara lain mencakup ikan lele,
mas, nila, gurame, patin, bawal air tawar, dan udang galah.
Dari tahun 2010 sampai tahun 2011 jumlah jenis usaha budidaya perikanan di
Kabupaten Bintan menunjukkan angka yang terus meningkat. Pada tahun 2010, jumlah
Keramba Jaring Apung (KJA) sebanyak 779 unit meningkat pada tahun 2011 sebanyak 895
unit, Keramba Jaring Tancap (KJT) sebanyak 753 unit tahun 2010 meningkat menjadi 762
unit pada tahun 2011, kolam sebesar 91,73 ha tahun 2010 menjadi 120 ha tahun 2011.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 83
Sedangkan untuk usaha budidaya air payau (tambak) luasannya tidak menunjukkan
peningkatan, hanya 131,30 ha saja sampai tahun 2011. Begitupula dengan jenis usaha
rumput laut hanya meningkat 6 hektar saja yakni menjadi 49 hektar pada tahun 2011.
Tabel. 6.14. Jumlah Jenis Usaha Budidaya di Kabupaten Bintan Tahun 2010-2011
No Kecamatan
Tahun 2010 Tahun 2011
KJA (unit)
KJT (unit)
Tambak (Ha)
Kolam (Ha)
Rumput Laut (Ha)
KJA (unit)
KJT (unit)
Tambak (Ha)
Kolam (Ha)
Rumput Laut (Ha)
1. Bintan Utara 20 15 0 3,15 0 20 15 0 7,29 0 2. Teluk Sebong 0 23 0 0,31 0 5 23 0 6,45 0 3. Teluk Bintan 114 95 118,8 5 0 132 104 118,8 5,40 0
4. Gunung Kijang 8 24 0,5 11,52 0 8 24 0,5 12,43 0 5. Bintan Timur 40 96 2 23,3 0 50 96 2 32,06 0 6. Tambelan 69 54 0 0 0 78 54 0 0,00 0 7. Toapaya 0 0 0 45,9 0 0 0 0 53,43 0
8. Bintan Pesisir 112 184 0 1,5 25 126 184 0 1,62 28 9. Mantang 396 247 0 0 18 446 247 0 0,00 21 10. Seri Kuala Lobam 20 15 0 1,05 0 30 15 0 1,33 0
Jumlah 779 753 131,30 91,73 43,00 895 762 131,30 120,00 49,00 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
6.5. Budidaya Air Laut (Keramba Jaring)
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa pada tahun 2010 budidaya laut di keramba
jaring berjumlah 779 unit dan meningkat menjadi 895 unit pada tahun 2011. Jumlah
terbesar ditemui di Kecamatan Mantang terdapat 446 unit, dan Kecamatan Teluk Bintan
sebanyak 132 unit. Tampak jelas bahwa peluang pengembangan usaha perikanan
budidaya sebenarnya jauh lebih besar daripada usaha perikanan tangkap. Apabila
daerah ini mampu meningkatkan produksi perikanannya terutama yang berasal dari
usaha perikanan budidaya, maka Bintan akan menjadi produsen komoditas perikanan
terbesar di Propinsi Kepulauan Riau.
Umumnya masyarakat menggunakan karamba jaring tancap (KJT) dan karamba
jaring apung (KJA) sebagai wadah budidaya laut. Di Kabupaten Bintan, sebagaian besar
masyarakat menggunakan KJT sebagai wadah budidayanya. Ukuran KJT yang ada di
masyarakat sangat bervariasi (2x3 m; 2,5x3 m; 3x3 m; 3x 4 m; dan 4x4 m; dengan
kedalaman rata-rata 3 m). Bahan karamba umumnya terdiri dari kayu papan, kayu
balok, kayu tiang, jaring, pelampung, tambang dan jangkar.
Pada budidaya ikan kerapu di KJT, benih yang ditebar berukuran 100-300
gram/ekor dengan padat penebaran bervariasi antara 50-200 ekor/KJT (5-22 ekor/m2
atau rata-rata 13 ekor/m2). Benih berasal dari hasil penangkapan dan pembenihan
(hatchery) milik Pemerintah maupun Swasta. Benih yang berasal dari penangkapan
ketersediaannya semakin menyusut, seiring dengan kegiatan penangkapan ikan ini di
sekitar perairan karang yang berlangsung secara terus menerus. Selama pemeliharaan,
ikan kerapu diberi pakan ikan rucah dari hasil tangkapan nelayan di laut. Harga ikan
rucah ini adalah Rp 3.000–5.000 per kg, bergantung kepada musim penangkapan di
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 84
laut. Pemberian pakan tidak dilakukan secara rutin, namun bergantung kepada
ketersediaan pakan rucah. Pemanenan dilakukan pada saat ikan telah mencapai ukuran
≥ 500 gram (7-9 bulan pemeliharaan dengan rata-rata 8 bulan).
Selain KJT, sebagian kecil masyarakat menggunakan KJA untuk kegiatan
pembesaran beberapa ikan laut. Ukuran kantong KJA yang digunakan adalah 3x3x3 m
atau 4x4x4 m. Kantong KJA berupa jaring berdiameter mata jaring antara 0,5-1,5 inchi
dan berukuran benang D9-D30. KJA yang digunakan umumnya menggunakan rangka
dengan bahan kayu, dan beberapa sudah menggunakan bahan HDPE (high density
polyethelene). Umumnya KJA berbahan HDPE yang ada di masyarakat merupakan
bantuan dari Pemerintah maupun dan program minapolitan.
Budidaya ikan di KJA yang dilakukan oleh kelompok masyarakat yang
merupakan bagian dari kegiatan minapolitan dengan komoditas ikan kerapu bebek
maupun kerapu macan. Sedangkan yang dilakukan oleh beberapa pengusaha KJA,
pembesaran ikan yang dilakukan adalah pembesaran ikan kerapu dengan komoditas
utama kerapu sunu. Kegiatan budidaya pembesaran ikan kerapu ini dimulai dari benih
yang berukuran antara 100-300 gram/ekor. Namun demikian, KJA masyarakat
didominasi oleh kerapu sunu, kecuali KJA minapolitan. Padat tebar ikan bervariasi
antara 100-300 ekor/KJA (11-33 ekor/m2). Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan
dengan menggunakan pakan rucah. Pakan diberikan secara rutin yaitu pada pagi dan
sore hari dengan metode at satuation. Tahap akhir kegiatan budidaya adalah pemanenan
yang dilakukan pada saat ikan telah mencapai ukuran ≥ 500 gram. Untuk mencapai
ukuran panen, pembesaran ikan kerapu sunu dengan benih ukuran 100-300 gram/ekor
dilakukan selama 7-8 bulan. Untuk pembesaran ikan kerapu macan, kegiatan
pembesaran dilakukan selama 12-15 bulan dan pembesaran ikan kerapu bebek
dilakukan selama 18-19 bulan dengan ukuran tebar 10 cm. Harga benih ikan kerapu
sunu adalah Rp 80.000/kg dengan bobot benih 100-300 gram/ekor. Setelah mencapai
ukuran panen yaitu 500 gram/ekor, produk budidaya langsung ditawarkan atau dijual
ke penampung ikan (Tauke) di Tanjungpinang yang selanjutnya dipasarkan di tingkat
pasar lokal maupun ekspor. Pada umumnya, pembudidaya ikan kerapu menjalankan
produksi dengan skala produksi 2 kantong jaring.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 85
Tabel. 6.15 Volume Produksi Usaha Budidaya Laut Keramba Jaring di Kabupaten
Bintan Tahun 2010-2011
No Kecamatan Volume Produksi (Kg)
2010 2011
1. Bintan Utara 4.515,40 4.515,40 2. Teluk Sebong 3.210,00 3.210,00 3. Teluk Bintan 15.022,80 15.022,80 4. Gunung Kijang 1.070,00 1.070,00 5. Bintan Timur 19.891,30 19.891,30 6. Tambelan 12.091,00 12.091,00 7. Toapaya 0 0 8. Bintan Pesisir 50.054,60 50.054,60 9. Mantang 117.272,00 117.272,00 10. Seri Kuala Lobam 3.274,20 3.274,20
Jumlah 211.590,00 226.401,30 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.16. Nilai Produksi Usaha Budidaya Laut Keramba Jaring di Kabupaten
Bintan, Tahun 2010-2011
No Kecamatan Nilai Produksi (Rupiah)
2010 2011
1. Bintan Utara 633.000.000 677.310.000 2. Teluk Sebong 450.000.000 481.500.000 3. Teluk Bintan 2.106.000.000 2.253.420.000 4. Gunung Kijang 150.000.000 160.500.000 5. Bintan Timur 2.788.500.000 2.983.695.000 6. Tambelan 1.695.000.000 1.813.650.000 7. Toapaya 0 0 8. Bintan Pesisir 7.017.000.000 7.508.190.000 9. Mantang 16.440.000.00 17.590.800.000 10. Seri Kuala Lobam 459.000.000 491.130.000
Jumlah 31.738.500.000 33.960.195.000 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
6.6. Budidaya Air Payau (Tambak)
Potensi budidaya payau di Kabupaten Bintan adalah 378 ha dengan potensi terbesar
adalah Kabupaten Bintan yaitu 250 ha. Komoditas budidaya air payau di Kabupaten
Bintan adalah udang windu. Kabupaten Bintan juga memiliki potensi pengembangan
budidaya air payau atau pengembangan tambak. Kabupaten Bintan memiliki potensi
pengembangan tambak seluas 250 ha yang tersebar di pesisir pulau ini, terutama di sebelah
timur. Potensi tambak tadi dapat diusahakan untuk pengembangan usaha budidaya udang
(vannamei dan windu) dan ikan (bandeng, kakap putih dan kerapu lumpur). Selain itu
potensi tambak ini juga bisa diusahakan untuk pengembangan usaha budidaya rumput
laut Gracilaria. Dari luas potensial tersebut, sebagian sudah dimanfaatkan untuk budidaya
ikan dan udang di tambak, seperti di Teluk Bintan. Namun disayangkan, kegiatan
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 86
budidaya tambak yang telah berjalan di Kecamatan Teluk Bintan berdasarkan perencanaan
kawasan ibukota Kabupaten Bintan di Bintan Buyu wilayahnya termasuk dalam
pengembangan kawasan ibukota. Untuk itu pengelolaan lahan budidaya air payau dilokasi
ini luasannya disinyalir tidak dapat di kembangkan lagi.
6.7. Budidaya Air Tawar (Kolam)
Perikanan budidaya air tawar di Kabupaten Bintan telah berhasil dilakukan dengan
baik di kolam maupun di kolong bekas penggalian pasir. Jumlah petani ikan budidaya air
tawar di Kabupaten Bintan tersebar di beberapa Kecamatan selain Tambelan, Mantang
dan Bintan Pesisir. Jumlah total petani ikan budidaya air tawar pada tahun 2010 adalah
sebanyak 284 rumah tangga yang terdiri dari 2 (dua) kategori pembudidaya yaitu
pembudaya ikan kolam dan keramba. Jumlah kolam yang diolah pada tahun 2010 sebanyak
820 kolam memiliki volume produksi sebesar 152,60 ton. Untuk keramba jaring apung
pada tahun 2010 berjumlah 10 unit (40 kantong) dengan volume produksi sebesar 0,5 ton.
Jumlah rumah tangga pembudidaya ikan air tawar pada tahun 2010-2011 mengalami
peningkatan yang berarti. Adanya bantuan Pemerintah terhadap pembudidaya ikan
melalui Program Usaha Mina Pedesaan (PUMP) tahun 2011 menjadikan Kabupaten Bintan
mempunyai pembudidaya ikan air tawar aktif sebanyak 314 rumah tangga untuk
mengelola kolam sebanyak 1.086 unit. Kondisi ini seiring pula adanya peningkatan jumlah
rumah tangga pembudidaya ikan air tawar menggunakan keramba jaring apung. Ikan yang
dipelihara adalah ikan lele, nila, ikan mas, gurami dan bawal. Umumnya petani menebar
ikan di kolam dengan kepadatan 3–8 ekor/m2, dengan jumlah siklus tanam 2 kali setahun
dan ada juga pembudidaya yang melakukan penebaran dengan kepadatan yang sangat
rendah, kurang dari 1 ekor/m2 tetapi dengan jumlah siklus tanam 3 kali setahun. Pakan
yang digunakan umumnya adalah pellet dan dedak. Sumber air kolam adalah mata air,
dimasukkan ke kolam dan ada yang menggunakan pompa.
Peningkatan kemampuan petani dalam memelihara ikan budidaya diduga sebagai
faktor yang menyebabkan peningkatan produksi ikan tanpa peningkatan jumlah benih
yang ditebar. Sedangkan adanya penurunan produksi ikan lainnya mungkin diakibatkan
oleh adanya serangan penyakit atau penurunan kualitas benih yang ditebar. Di antara jenis
ikan budidaya di kolam, dua produksi tertinggi secara deskripsi diperoleh dari ikan lele
dan ikan mas. Untuk pengembangan budidaya air tawar terlihat penggunaan kolong-
kolong bekas penggalian pasir yang ada disekitar tempat tinggal masyarakatpun sudah
mulai dikembangkan untuk lahan budidaya ikan air tawar. Misalnya saja tahun 2010 di
Kecamatan Seri Kuala Lobam dan Teluk Bintan, masyarakat telah menggunakan kolong
bekas penambangan pasir menjadi lahan untuk keramba jaring telah menghasilkan
sebanyak 0,5 ton ikan dan meningkat menjadi 1 ton pada tahun 2011.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 87
Tabel. 6.17. Jumlah Kolam Air Tawar di Kabupaten Bintan Tahun 2010-2011
No Kecamatan Jumlah Kolam (unit)
2010 2011 Kolam KJ Jumlah Kolam KJ Jumlah
1. Bintan Timur 200 - 200 260 - 260 2. Gunung Kijang 100 - 100 130 - 130 3. Teluk Bintan 40 - 40 52 20 72 4. Toapaya 150 - 150 195 - 195 5. Teluk Sebong 200 - 200 260 - 260 6. Seri Koala Lobam 60 10 70 78 20 98 7. Bintan Utara 70 - 70 91 - 91 8. Tambelan - - - - - - 9. Mantang - - - - - - 10. Bintan Pesisir 6 - - - - -
Jumlah 826 10 830 1.066 40 1.106 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.18. Volume Produksi Usaha Budidaya Air Tawar (Kolam) di Kabupaten
Bintan Tahun 2010-2011
No Kecamatan Hasil Produksi (Kg)
2010 2011 1. Bintan Utara 7.000 7.490 2. Teluk Sebong 6.000 6.420 3. Teluk Bintan 5.250 5.617 4. Gunung Kijang 1.000 1.070 5. Bintan Timur 65.750 70.352 6. Tambelan - - 7. Toapaya 44.100 47.187 8. Bintan Pesisir - - 9. Mantang - - 10. Seri Kuala Lobam 21.580 23.090,60
Jumlah 150.680 161.227,60 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.19. Nilai Produksi Usaha Budidaya Air Tawar (Kolam) di Kabupaten
Bintan Tahun 2010-2011
No Kecamatan Nilai Produksi (Rupiah)
2010 2011
1. Bintan Utara 126.000.000 134.820.000 2. Teluk Sebong 108.000.000 115.560.000 3. Teluk Bintan 94.500.000 101.115.000 4. Gunung Kijang 18.000.000 19.260.000 5. Bintan Timur 1.183.500.000 1.266.345.000 6. Tambelan 0 - 7. Toapaya 793.800.000 849.366.000 8. Bintan Pesisir 0 - 9. Mantang 0 - 10. Seri Kuala Lobam 360.000.000 415.630.800
Jumlah 2.683.800.000,00 2.902.096.800 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 88
6.8. Penghasilan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan
Penghasilan usaha budidaya ikan di Kabupaten Bintan diperoleh dari hasil penjualan
ikan. Penerimaan usaha dan pengeluaran usaha merupakan dua komponen yang
menentukan besarnya pendapatan usaha budidaya ikan. Rata-rata usaha budidaya ikan
berproduksi 3 kali dalam setahun dan dilakukan secara bersama-sama atau berkelompok.
Hasil perhitungan kemudian dikonversi dalam satuan bulan.
Rata-rata benih ikan lele diperoleh dari hasil pembenihan ikan sendiri skala HSRT
yang menghasilkan 40.000 sampai 60.000 benih per produksi. Harga ikan konsumsi rata-
rata per kilo gram adalah Rp 18.000,00 untuk ikan lele, Rp 25.000 untuk ikan mas, serta
Rp.15.000 sampai Rp.16.000,00 untuk ikan nila dan ikan bawal Rp 17.000 serta gurame
Rp.20.000. Rata-rata kuantitas ikan konsumsi yang dihasilkan berkisar antara 60 kilo
gram sampai 6 kwintal per produksi. Penerimaan usaha budidaya ikan di Kecamatan
Bintan Timur adalah yang terbesar yakni Rp 9.816.628 per Tahun atau dan Rp. 800-900 ribu
perbulan. Sedangkan peneriman usaha yang terkecil adalah sebesar Rp. 50.000 per bulan
terdapat dikecamatan Gunung Kijang . Rata-rata penerimaan usaha dari usaha budidaya
ikan adalah sebesar Rp 4.935.539 pertahun atau Rp.400 ribu lebih per bulan.
Usaha budidaya yang dilakukan oleh pembudidaya ikan yang memiliki peneriman
terbesar adalah budidaya ikan lele. Jumlah kolam yang digunakan untuk budidaya
sebanyak 10 buah dan dikelola oleh anggota kelompok. Usaha budidaya ikan lele
merupakan usaha utamanya dan sudah dilakukan dari tahun 2008. Penerimaan usaha
budidaya yang kecil disebabkan karena usaha budidaya yang dilakukan hanya sekedar
iseng atau hobi saja dan kolam yang dimiliki tidak terlalu banyak (1-2 buah kolam). Untuk
melihat pendapatan rata-rata Rumah Tangga Perikanan Budidaya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel. 6.20. Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga Perikanan Budidaya di
Kabupaten Bintan Tahun 2011
Indikator BD Laut BD Tawar RTP 629 588
Volume Produksi Rata-rata (Kg) 226.401 161.228 Volume Produksi Rata-rata (Ton) 226 161 Nilai komoditi 150.000 18.000
Nilai Produksi 33.960.195.000 2.902.096.800
Pendapatan rata-rata/perkapita 53.990.771 4.935.539 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 89
Tabel. 6.21. Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga Perikanan Budidaya di
Kecamatan Bintan Utara Tahun 2011
Indikator BD Laut BD Tawar
RTP 8 35 Volume Produksi Rata-rata (Kg) 4.515 7.490 Volume Produksi Rata-rata (Ton) 5 7 Nilai komoditi 150.000 18.000
Nilai Produksi 677.310.000 134.820.000 Pendapatan rata-rata/perkapita 84.663.750 3.852.000
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.22. Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga Perikanan Budidaya di Kecamatan Teluk Sebong Tahun 2011
Indikator BD Laut BD Tawar
RTP 40 139 Volume Produksi Rata-rata (Kg) 3.210 6.420 Volume Produksi Rata-rata (Ton) 3 6 Nilai komoditi 150.000 18.000
Nilai Produksi 481.500.000 115.560.000 Pendapatan rata-rata/perkapita 12.037.500 831.367
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.23. Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga Perikanan Budidaya di
Kecamatan Teluk Bintan Tahun 2011
Indikator BD Laut BD Tawar
RTP 143 40 Volume Produksi Rata-rata (Kg) 15.023 5.618 Volume Produksi Rata-rata (Ton) 15 6 Nilai komoditi 150.000 18.000
Nilai Produksi 2.253.420.000 101.115.000
Pendapatan rata-rata/perkapita 15.758.182 2.527.875 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.24. Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga Perikanan Budidaya di
Kecamatan Gunung Kijang Tahun 2011
Indikator BD Laut BD Tawar
RTP 78 39 Volume Produksi Rata-rata (Kg) 1.070 1.070 Volume Produksi Rata-rata (Ton) 1 1 Nilai komoditi 150.000 18.000
Nilai Produksi 160.500.000 19.260.000 Pendapatan rata-rata/perkapita 2.057.692 493.846
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 90
Tabel. 6.25. Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga Perikanan Budidaya di
Kecamatan Bintan Timur Tahun 2011
Indikator BD Laut BD Tawar
RTP 60 129 Volume Produksi Rata-rata (Kg) 19.891 70.353 Volume Produksi Rata-rata (Ton) 19,89 70,35 Nilai komoditi 150.000 18.000
Nilai Produksi 2.983.695.000 1.266.345.000 Pendapatan rata-rata/perkapita 49.728.250 9.816.628
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.26. Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga Perikanan Budidaya di Kecamatan Tambelan Tahun 2011
Indikator BD Laut BD Tawar
RTP 18 - Volume Produksi Rata-rata (Kg) 12.091 - Volume Produksi Rata-rata (Ton) 12,09 - Nilai komoditi 150.000 18.000
Nilai Produksi 1.813.650.000 - Pendapatan rata-rata/perkapita 100.758.333 -
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.27. Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga Perikanan Budidaya di
Kecamatan Tuapaya Tahun 2011
Indikator BD Laut BD Tawar
RTP - 100 Volume Produksi Rata-rata (Kg) - 47.187 Volume Produksi Rata-rata (Ton) - 47,19 Nilai komoditi 150.000 18.000
Nilai Produksi - 849.366.000
Pendapatan rata-rata/perkapita
8.493.660 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.28. Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga Perikanan Budidaya di
Kecamatan Bintan Pesisir Tahun 2011
Indikator BD Laut BD Tawar
RTP 60 - Volume Produksi Rata-rata (Kg) 50.055 - Volume Produksi Rata-rata (Ton) 50,05 - Nilai komoditi 150.000 18.000
Nilai Produksi 7.508.190.000 - Pendapatan rata-rata/perkapita 125.136.500 -
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 91
Tabel. 6.29. Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga Perikanan Budidaya di
Kecamatan Mantang Tahun 2011
Indikator BD Laut BD Tawar
RTP 197 - Volume Produksi Rata-rata (Kg) 117.272 - Volume Produksi Rata-rata (Ton) 117,27 - Nilai komoditi 150.000 18.000
Nilai Produksi 17.590.800.000 - Pendapatan rata-rata/perkapita 89.293.401 -
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.30. Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga Perikanan Budidaya di Kecamatan Seri Kula LobamTahun 2011
Indikator BD Laut BD Tawar
RTP 25 106 Volume Produksi Rata-rata (Kg) 3.274 23.091 Volume Produksi Rata-rata (Ton) 3,27 23,09 Nilai komoditi 150.000 18.000
Nilai Produksi 491.130.000 415.630.800 Pendapatan rata-rata/perkapita 19.645.200 3.921.045
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
6.9. Budidaya Rumput Laut
Salah satu isu dan dan faktor penting dalam pengembangan usaha budidaya rumput
laut antara lain adalah bibit. Saat ini di lokasi sentra-sentra produksi rumput laut di
indonesia selalu kelangkaan bibit. Salah satu penyebab kelangkaan ini adalah didasarkan
kepada karakteristik komoditas rumput laut yang bersifat spesifik lokasi dan spesifik
waktu (musim) atau interaksi antara lokasi (kualitas perairan) dengan waktu spesifik
lokasi dan spesifik waktu. Rumput laut spesies Kappaphycus alvarezii memiliki banyak sub-
spesies (varietas) seperti varitas Maumere, Tambalang, Sakol, Kembang dan beberapa varietas
lokal. Demikian pula untuk spesies Euchema spinosum atau E. Edule. Dengan kondisi ini maka
dibutuhkan suatu terobosan baru yaitu pengadaan berbagai jenis rumput laut dalam satu
lokasi yaitu Kebun bibit namun yang sangat perlu diperhatikan faktor kesesuaian kebun
bibit terhadap perairan merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan usaha
budidaya ini. Sampai tahun ini belum ada kajian khusus tentang usaha budidaya rumput
laut di Kabupaten Bintan terutama dalam menunjang program minapolitan.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 92
Tabel. 6.31. Jumlah Produksi Usaha Budidaya Rumput Laut (Kg) di Kabupaten
Bintan Tahun 2010-2011
No Kecamatan Hasil Produksi (Kg)
2010 2011 1. Bintan Utara - - 2. Teluk Sebong - - 3. Teluk Bintan - - 4. Gunung Kijang - - 5. Bintan Timur - - 6. Tambelan - - 7. Toapaya - - 8. Bintan Pesisir 130.000,00 145.600,00 9. Mantang 105.000,00 114.400,00 10. Seri Kuala Lobam - -
Jumlah 235.000,00 260.000,00 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.32. Nilai Produksi Usaha Budidaya Rumput Laut (Rupiah) di Kabupaten
Bintan Tahun 2010-2011
No Kecamatan Nilai Produksi (Rupiah)
2010 2011
1. Bintan Utara - - 2. Teluk Sebong - - 3. Teluk Bintan - - 4. Gunung Kijang - - 5. Bintan Timur - - 6. Tambelan - - 7. Toapaya - - 8. Bintan Pesisir 1.300.000.000,00 1.456.000.000,00 9. Mantang 1.050.000.000,00 1.144.000.000,00 10. Seri Kuala Lobam - -
Jumlah 2.350.000.000,00 2.600.000.000,00 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
6.10. Perizinan
Usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan
penangkapan ikan. Orang atau badan hukum adalah orang atau badan hukum yang
melakukan usaha perikanan tangkap. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk
memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau
cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. Kapal
perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan
penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan,
pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi
perikanan.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 93
Tabel. 6.33. Jumlah Izin yang dikeluarkan Menurut Kecamatan dan Jenis Izin di Kabupaten
Bintan, Tahun 2010-2011
No Kecamatan Jenis Izin
Jumlah Penangkapan Pengumpulan Pengangkutan Budidaya
1. Bintan Utara 0 3 0 1 4 2. Teluk Sebong 2 1 0 0 3 3. Teluk Bintan 0 0 0 0 0 4. Gunung Kijang 33 1 0 3 37 5. Bintan Timur 137 11 7 6 161 6. Tambelan 16 4 0 0 20 7. Toapaya 2 0 0 0 2 8. Bintan Pesisir 135 2 1 1 139 9. Mantang 39 2 0 2 43 10. Seri Kuala Lobam 1 0 0 0 1
2011 365 24 8 13 410 2010 424 43 15 17 499
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
6.11. Penyediaan Konsumsi Ikan
Peluang besar dimiliki oleh sektor kelautan dan perikanan untuk menopang
program pembangunan ketahanan pangan, terutama dalam hal pencukupan kebutuhan
protein. Alasan utamanya adalah bahwa ikan merupakan sumber pangan berkandungan
protein tinggi, sedangkan di sisi lain kapasitas produksi sumberdaya perikanan di
Kabupaten Bintan cukup memadai. Diketahui wilayah Kabupaten Bintan memiliki
sumberdaya ikan yang cukup besar untuk ditingkatkan pengelolaannya. Wilayah ini
memiliki potensi perikanan tangkap dilaut lestari sebesar 165.956,85 ton/tahun dengan
tingkat pemanfaatan rata-rata 12,87% setiap tahunnya. Sementara itu potensi lahan
budidaya diperairan umum (sungai dan rawa) hingga kini relatif belum dimanfaatkan.
Keragaan produksi perikanan di Kabupaten Bintan pada tahun 2011 adalah sebesar 40.568
ton yang masih didominasi oleh perikanan tangkap sekitar 39.937 ton dan dari perikanan
budidaya selebihnya sekitar 632 ton. Dengan demikian perikanan budidaya lainnya hanya
memberikan kontribusi yang kecil (1,8%) dari total produksi perikanan di Kabupaten
Bintan. Seluruh produksi perikanan tersebut memiliki potensi penyediaan protein ikan
untuk dikonsumsi penduduk di Kabupaten Bintan.
Berdasarkan statistik perikanan Kabupaten Bintan pada tahun 2011, di estimsi
produksi perikanan tangkap dan budidaya dapat memenuhi kebutuhan konsumsi protein
ikan sebesar 219 gr/kp/hari, Angka ini telah cukup/lebih setara dengan angka kecukupan
gizi (AKG) yang direkomendasikan oleh Widya Karya Pangan dan Gizi VIII tahun
2004, yaitu asupan protein 57 gram/kapita/hari atau lebih mencapai dari jumlah protein
ikan yang dianjurkan untuk dikonsumsi (9 gr/kap/hari, WNPG 2004). Tingkat kesehatan
masyarakat dapat diukur dari jumlah asupan gizi dan kebutuhan protein ikan perhari
per kapita. Kebutuhan proten ikan seperti didalamnya terdapat asam lemak alpha
omega tiga yang bermanfaat sebagai anti oksidan tubuh maupun sebagai bahan
pembentuk kecerdasan pikir anak merupakan asupan gizi yang sangat bermanfaat, dan
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 94
sampai saat ini asam lemak alpha omega tiga hanya terdapat didalam kandungan
miomer ikan.
Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mentargetkan bahwa
konsumsi ikan perkapita Nasional pertahun pada Tahun 2014 adalah sebesar 33.9 kg.
Angka ini kurang lebih setara dengan 13 gram protein/kapita/hari atau 25% dari angka
kecukupan gizi (AKG) yang direkomendasikan oleh Widya Karya Pangan dan Gizi
VIII tahun 2004, yaitu asupan protein 57 gram/kapita/hari. Angka 2% tersebut tentu
sangat signifikan mengingat bahwa sejauh ini ikan tidak tercantum dalam daftar
komoditas ketahanan pangan, baik di tingkat nasional maupun regional.
Gambar : Target Tingkat Konsumsi Ikan (kg/kap/thn)
Nasional
Tingkat konsumsi masyarakat Bintan akan ikan relatif tinggi, hal ini dapat
dibuktikan pula dengan semakin tingginya dorongan produktivitas perikanan dan
kelautan di Kabupaten Bintan. Dengan demikian, potensi perikanan dan kelautan yang
sedemikian relatif besar dan dimiliki Bintan dapat termanfaatkan dengan optimal.
Meskipun angka kecukupan ikan tersebut cukup baik diduga masih terdapat produk
perikanan yang belum terdistribusikan secara merata disebabkan keterjangkauan
masyarakat untuk mengkonsumsi ikan masih dipengaruh oleh tingkatan kesejahteraannya.
Hal ini dapat dibuktikan masih terdapatnya jumlah masyarakat miskin didaerah ini yang
ditandai pula oleh adanya bayi yang memiliki gizi kurang yang diduga salah satunya
disebabkan kurangnya asupan protein hewani ikan. Tingkat konsumsi makan ikan yang
kecil akan berpengaruh terhadap keberlangsungan industri pengolahan ikan dan
kesejahteraan nelayan.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 95
Tabel. 6.34. Jumlah Pasokan Ikan Terhadap Kebutuhan Konsumsi Ikan di Kabupaten Bintan
Tahun 2010 s.d 2015
Tahun Jumlah
Penduduk
Kebutuhan Konsumsi Ikan
(kg/kap./th)
Kebutuhan Konsumsi Ikan
(gr/kap./hr)
Pasokan Ikan Konsumsi
(ton) 2010 142.300 30,14 82,58 4.289,05 2011 149.554 * 54,25 148,64 8.113,66 2012 152.545 * 53,72 147,18 8.194,80 2013 155.596 * 53,19 145,74 8.276,74 2014 158.708 * 52,67 144,31 8.359,51 2015 161.882 * 52,16 142,89 8.443,11
Sumber : Data diolah, Tahun 2012 Keterangan : (*) Proyeksi Angka Pertumbuhan Penduduk 2% Produksi Perikanan/tahun 1%
6.12. Nilai Tukar Nelayan
Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan, yang digunakan untuk
mempertimbangkan penerimaan (revenue) dan seluruh pengeluaran (expenditure) keluarga
nelayan maupun pembudidaya ikan. Selain itu, juga digunakan untuk mengukur tingkat
kesejahteraan masyarakat nelayan secara relatif dan merupakan ukuran kemampuan
keluarga nelayan dan pembudidaya ikan untuk memenuhi kebutuhan subsistemnya.
Nilai Tukar Nelayan merupakan indikator yang berguna untuk mengukur tingkat
kesejahteraan nelayan. NTN indikator yang mengukur kemampuan tukar produk
(komoditas) yang dihasilkan/ dijual nelayan terhadap produk yang dibutuhkan, baik
untuk proses produksi (usaha) maupun untuk konsumsi. Jika NTN lebih besar dari 100
maka dapat diartikan kemampuan daya beli nelayan periode tersebut relatif lebih baik
dibandingkan dengan periode tahun dasar sebaliknya jika NTN lebih kecil atau
dibawah 100 berarti terjadi penurunan daya beli nelayan (BPS, 2009). NTN diatas 100
dapat juga disimpulkan bahwa nelayan lebih dapat menyimpan hasil pendapatan yang
diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan setelah digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-harinya.
Gambar : Nilai Tukar Nelayan Bulan Januari-Desember
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 96
Dari gambar tersebut terlihat NTN sangat berfluktuatif. Nilai NTN terendah
terjadi pada bulan Januari dan Juli, sedangkan tertinggi terjadi pada bulan September
dan Oktober. Berfluktuatifnya nilai NTN dapat menggambarkan ketidakstabilan
pendapatan/daya beli nelayan. Hal tersebut sangat dimungkinkan karena profesi
nelayan sangat bergantung juga pada musim.
6.13. Pengolahan Ikan
Potensi dan pemanfaatan hasil perikanan tradisional melalui teknologi pengeringan
dan pengasinan di Kabupaten Bintan terbesar berada terpusat pada daerah Kijang, Sei
Kawal-Gunung Kijang, dan Tambelan. Adanya permintaan (demand) terhadap produk
perikanan dengan segala kendalanya, memberikan peluang untuk pengembangan produk
perikanan di Kabupaten Bintan. Namun demikian masih diperlukan dukungan
sumberdaya dan teknologi produksinya. Sebagai wilayah dengan kekayaan sumberdaya
hayati yang relatif besar, alternatif komoditas perikanan sangat banyak jenisnya. Pada
tahun 2011 aktivitas pengolahan perikanan di Kabupaten Bintan digeluti oleh 1.918 RTP
dan memiliki pekerja sebanyak 757 RTP untuk usaha perorangan dan sebanyak 628 orang
untuk usaha kelompok. Unit Pengolahan Ikan tersebar hampir di setiap desa dan
kecamatan yang ada di Kabupaten Bintan dan telah memproduksi hasil olahan perikanan
sebanyak 579 Kg/hari yang dikelola sebanyak 95 UPI pada 87 kelompok dan sebanyak 1.813
Kg/hari yang dikelola sebanyak 596 UPI pada 533 usaha perorangan.
Tabel. 6.35. Jumlah Rumah Tangga Perikanan yang Melakukan Kegiatan Pengolahan Ikan di
Kabupaten Bintan Tahun 2010-2011
No. Kecamatan
Uraian Pengolah
Jumlah RTP Jumlah Pemilik
Jumlah Tenaga Kerja (Perorangan)
Jumlah Tenaga Kerja
(KUBE) 1. Bintan Timur 13 73 35 121 2. Gunung Kijang 82 223 215 520 3. Teluk Bintan 46 25 58 129 4. Toapaya 0 0 0 0 5. Teluk Sebong 56 74 0 130 6. Seri Koala Lobam 0 0 0 0 7. Bintan Utara 4 9 69 82 8. Tambelan 146 150 54 350 9. Mantang 160 174 85 419 10. Bintan Pesisir 26 29 112 167
2011 533 757 628 1.918 2010 520 739 613 1.872
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 97
Tabel. 6.36. Keragaan Industri Kelompok Pengolahan Hasil Perikanan Berdasarkan Status dan
Kondisi Kelayakan Pengolahan di Kabupaten Bintan Tahun 2011
No. Kecamatan
Kelompok
Jumlah KUBE
UPI Jenis
Usaha
Izin
Serti- fikat
Vol/ Hari (Kg/ unit)
Tenaga Kerja
Pasar
1. Bintan Timur 4 4 4 1 1 150 35 Lokal 2. Gunung Kijang 23 27 5 14 14 90 215 Lokal 3. Teluk Bintan 7 7 2 0 0 81 58 Lokal 4. Toapaya 0 0 0 0 0 0 0 - 5. Teluk Sebong 0 0 0 0 0 0 0 - 6. Seri Koala Lobam 0 0 0 0 0 0 0 - 7. Bintan Utara 8 8 5 0 0 40 69 Lokal 8. Tambelan 23 23 4 0 0 69 54 Lokal 9. Mantang 8 14 4 0 0 40 85 Lokal 10. Bintan Pesisir 14 12 2 5 5 109 112 Lokal
Jumlah 87 95 26 20 20 579 628 Lokal Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.37. Keragaan Industri Perorangan Pengolahan Hasil Perikanan Berdasarkan Status dan
Kondisi Kelayakan Pengolahan di Kabupaten Bintan Tahun 2011
No. Kecamatan
Perorangan
Jumlah Pemilik
UPI Jenis
Usaha Izin
Serti-fikat
Vol/ Hari (Kg/ unit)
Tenaga Kerja
Pasar
1. Bintan Timur 13 13 5 1 1 243 73 Lokal 2. Gunung Kijang 82 122 5 2 2 440 223 Lokal 3. Teluk Bintan 46 46 1 0 0 140 25 Lokal 4. Toapaya 0 0 0 0 0 0 0 - 5. Teluk Sebong 56 56 2 1 1 84 74 Lokal 6. Seri Koala Lobam 0 0 0 0 0 0 0 - 7. Bintan Utara 4 4 1 0 0 45 9 Lokal 8. Tambelan 146 146 2 0 0 267 150 Lokal 9. Mantang 160 181 9 0 0 527 174 Lokal 10. Bintan Pesisir 26 28 3 0 0 67 29 Lokal
Jumlah 533 596 28 4 4 1.813 757 Lokal Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Dalam upaya memaksimalkan hasil perikanan dan memberikan nilai ekonomis yang
lebih tinggi maka diperlukan pengolahan hasil perikanan untuk memperoleh produk
berkualitas sehingga memberikan kemudahan dalam pemasaran hasil produk perikanan.
Hasil produk pengolahan yang saat ini diminati di Bintan dan cukup dikenal daerah lain
adalah hasil pengolahan ikan bilis/teri, ikan asin, ikan kering, ikan asap, bakso, dodol,
manisan, kerupuk, abon, rajungan, otak-tak, presto, filet pari dan filet hiu. Produk ikan
teri memiliki prospek pasar yang cukup baik. Pada tahun 2011 volume produksi ikan teri
sebesar 347,4 ton atau 49,17%. Umumnya usaha pengolahan ikan ini bersifat musiman
berdasarkan kelimpahan bahan baku dari jenis usaha yang dikembangkan. Produk ikan
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 98
teri memiliki prospek pasar yang cukup baik. Pada tahun 2011 volume produksi ikan teri
sebesar 347,4 ton atau 49,17%. Umumnya usaha pengolahan ikan ini bersifat musiman
berdasarkan kelimpahan bahan baku dari jenis usaha yang dikembangkan.
Tabel. 6.38. Jumlah UPI yang Menghasilkan Produk olahan Perikanan di Kabupaten Bintan,
Tahun 2011
No Jenis Komoditi Jumlah Unit Pengolahan Jumlah
seluruhnya Persentase
Kelompok Perorangan 1. Ikan Teri 2 165 167 26,47 2. Ikan Asin 104 104 16,48 3. Ikan tamban Kering 5 5 0,79 4. Teripang 10 10 1,58 5. Tamban Kukus 16 16 2,54 6. Es Rumput Laut 2 2 0,32 7. Agar-Agar Rumput Laut 2 2 0,32 8. Kerupuk Rumput Laut 1 1 0,16 9. Kerupuk Atom 1 2 3 0,48 10. Ikan Asap 0 0,00 11. Baso 1 3 4 0,63 12. Dodol 2 2 0,32 13. Manisan Rumput Laut 1 1 0,16 14. Pindang Ikan Bandeng' 1 1 0,16 15. Kerupuk Ikan' 53 224 277 43,90 16. Abon 9 2 11 1,74 17. Ranjungan 3 5 8 1,27 18. Otak-otak 2 15 17 2,69
Jumlah 95 596 691 100,00 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.39. Volume Produksi Olahan Hasil Perikanan Tahun 2010-2011
No Jenis Komoditi Jumlah Produksi Pengolahan Ikan
(Ton) Kenaikan
(Ton) 2010 2011
1. Ikan Teri 345,71 347,4 1,69 2. Ikan Asin 94,93 79,8 -15,13 3. Ikan Kering 31,1 38,8 7,7 4. Teripang - 2,48 2,48 5. Tamban Kukus - 3,21 3,21 6. Es Rumput Laut - 0,26 0,26 7. Kerupuk Atom - 2,11 2,11 8. Ikan Asap 4,01 - -4,01 9. Baso 29,1 94,2 65,1 10. Dodol 0,04 0,3 0,26 11. Manisan Rumput Laut 0,04 0,29 0,25 12. Kerupuk 47,33 94,2 46,87 13. Abon 1 0,99 -0,01 14. Ranjungan 29,94 27,4 -2,54 15. Otak-otak 9,84 14,95 5,11 Jumlah 593,04 706,39 113,35
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 99
Berdasarkan status badan hukum yang dimiliki, semua unit pengolahan ikan
memiliki badan hukum lain atau tidak berbadan hukum. Adapun perizinan yang diperoleh,
untuk unit pengolahan ikan semua berasal dari instansi lain, seperti kantor Kecamatan.
Berdasarkan jenis dan jumlah unit pengolahan ikan, sebagian besar Kabupaten Bintan
memiliki klasifikasi usaha pengolahan mikro. Unit usaha tersebut adalah pembuatan
kerupuk ikan sebanyak 277 unit, ikan teri 167 unit, ikan asin 104 unit. Secara teknologi
pengolahan ikan yang digunakan sebagian besar masih manual, sedangkan untuk
kepemilikan sertifikasi pengolahan ikan hampir semua belum bersertifikat.
Ikan Teri
Pengolahan ikan teri yang dilakukan merupakan kegiatan produksi dari pemilik
kelong yang mempekerjakan tenaga kerja lain. Masing-masing kelong dilakukan oleh
sebanyak 5 orang. Alat yang digunakan untuk menangkap ikan teri hidup adalah pukat
bilis. Pekerja ini yang selanjutnya dapat merangkap menjadi nelayan pengolah. Sistem
pengupahan dilakukan dengan cara bagi hasil, dimana pemilik mendapat bahagian 60 %
dan pekerja 40 % dari hasil penjualan ikan teri kering. Ikan teri hasil tangkapan direbus
yang kemudian dijemur di bawah sinar matahari. Penjemuran menggunakan kajang
(terbuat dari daun pandan berduri) yang dibentangkan di atas tanah/pasir. Penjemuran
dilakukan selama 1 hari/jika cuaca panas. Ikan teri dijual kepada tauke dengan harga
bervariasi sesuai dengan ukuran. Ikan teri halus dijual dengan harga Rp. 50.000/kg, ukuran
sedang Rp. 35.000/kg dan ikan teri berukuran kasar dihargai Rp. 20.000/kg.
Ikan Tamban
Proses pembuatan ikan tamban sangat sederhana, yaitu dengan membelah ikan
tamban kemudian diletakkan di para-para untuk dikeringkan dengan menggunakan
cahaya matahari. Untuk menjadikan 1 kg ikan tamban belah kering, dibutuhkan 7-8 kg
ikan tamban basah. Secara finansial untuk menghasilkan 1 kg ikan tamban belah kering
dibutuhkan biaya Rp. 14.000-Rp. 16.000. Sementara harga ikan tamban belah kering dijual
kepada tauke di desa dengan harga Rp. 35.000/kg, dengan demikian pengolah telah
mendapatkan pertambahan nilai sebesar Rp. 19.000-Rp. 21.000/kg.
Sebagaimana kita ketahui bahwa ikan tamban sebagai ikan pelagis yang beruaya,
keberadaan sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan perairan. Terjadinya penurunan
kualitas perairan, ikan tamban tidak akan datang kesuatu wilayah dan bermigrasi ke
tempat lain dimana kondisi lingkungannya masih baik. Oleh karena itu untuk
mengembangkan komoditi unggulan ikan tamban belah, tidak saja dibutuhkan kebijakan
untuk meningkatkan nilai tambah; namun yang lebih penting harus ada berbagai program
yang bertujuan untuk penyelamatan lingkungan.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 100
Tabel. 6.40. Jumlah Kelembagaan Nelayan Menurut Kecamatan dan Jenis Lembaga di
Kabupaten Bintan Tahun 2011
No Kecamatan Jenis Lembaga (Ton)
Kelompok KUD Jumlah Anggota Jumlah Anggota
1 Bintan Utara 34 259 3 76 2 Teluk Sebong 43 390 2 134 3 Teluk Bintan 13 115 1 30 4 Gunung Kijang 33 273 1 214 5 Bintan Timur 21 180 2 91 6 Tambelan 23 87 1 230 7 Toapaya 10 85 0 0 8 Bintan Pesisir 21 189 0 0 9 Mantang 27 208 0 0 10 Seri Kuala Lobam 36 339 0 0
Jumlah 288 2.333 10 775 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
6.14. Eksport Hasil Perikanan
Tahun 2011 total produksi perdagangan perikanan eksport maupun antar pulau
meningkat menjadi 7.354,99 ton senilai Rp.68.212.186.250 yang sebagian besar telah
diekspor sebesar 7.347,10 ton atau 99,89% dan perdagangan antar pulau sebesar 5,1 ton
(0,07%). Meskipun volume eksport mengalami kenaikan namun tidak mempengaruhi nilai
produksi. Kondisi ini disebabkan jenis ikan yang diperdagangkan keluar negeri memiliki
nilai ekspor yang relatif rendah seperti produk ikan bilis, ikan asin, ikan jahan dan ikan
pari. Peningkatan ini ditandai dengan adanya peningkatan volume perdangan yang disertai
dengan meningkatnya jenis komoditi perdagangan ikan yang memiliki nilai ekonomis
seperti jenis ikan hidup (kerapu, merah) dan segar (tenggiri dan lain-lain).
Wilayah produsen terbesar hasil perikanan, yaitu di Kecamatan Bintan Timur,
memperlihatkan bahwa produk perikanan yang diperdagangkan meliputi ikan hidup dan
lobster 0,05% atau 3,19 ton seluruhnya dieksport, serta ikan segar 5.168 ton (80,03%)
untuk dieksport dan untuk diperdagangkan antar pulau sebesar 1.050 ton (47,49%) yang
meliputi kembung, tenggiri, tongkol, tenggiri, pari, manyung/jahan, ikan karang, bulat dan
kakap merah. Kedua kelompok ikan hidup dan segar sudah merupakan komoditas ekspor
terbesar Kabupaten Bintan. Terdapat pula ikan asin dan teri/bilis asin (0,40%), sirip hiu
(4,07%), ikan patin beku dan gabus air tawar yang diperdagangkan keluar negeri/eksport.
Tujuan pasar ekspor produk perikanan adalah Singapura (88,6%) dan Malaysia (13,4%),
sedangkan untuk perdagangan antar daerah dan antar pulau, tujuannya adalah Batam
(40,4%), Tanjung Balai Karimun, Tembilahan, Pontianak (58,2%), dan Jakarta (0,1%).
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 101
Tabel. 6.41. Volume dan Nilai Eksport dan Perdagangan Antar Pulau Produk Perikanan Berdasarkan SKA
Gunung Kijang Tahun 2011 (Kg/Rupiah)
No Bulan Eksport Antar Pulau Jumlah
Produksi (Kg)
Nilai (Rp)
Produksi (Kg)
Nilai (Rp)
Produksi (Kg)
Nilai (Rp)
1 Januari 8.860 152.590.000 - - 8.860 152.590.000
2 Februari 18.240 200.450.000 - - 18.240 200.450.000
3 Maret 19.940 124.282.000 208 6.850.000 20.148 131.132.000
4 April 89.265 455.210.000 - - 89.265 455.210.000
5 Mei 51.270 375.550.000 - - 51.270 375.550.000
6 Juni 27.260 229.950.000
27.260 229.950.000
7 Juli 10.760 2.440.200.000 - - 10.760 2.440.200.000
8 Agustus 8.485 91.300.000 - - 8.485 91.300.000
9 September 5.480 74.690.000 90 3.900.000 5.570 78.590.000
10 Oktober 24.895 1.199.500.000 2.600 15.600.000 27.495 215,150,000
11 November 25.385 212.100.000 - - 25.385 212.100.000
12 Desember 289.840 4.144.222.000 150 3.250.000 292.738 4.147.472.000
Jumlah 579.680 9.700.044.000 3.048 29.600.000 585.476 8.514.544.000
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.42. Volume dan Nilai Eksport dan Perdagangan Antar Pulau Produk Perikanan Berdasarkan SKA
Bintan Timur Tahun 2011 (Kg/Rupiah)
No Bulan
Eksport Antar Pulau Jumlah
Produksi (Kg)
Nilai (Rp)
Produksi (Kg)
Nilai (Rp)
Produksi (Kg)
Nilai (Rp)
1 Januari 207.710 1.514.650.000 104,750 733.250.000 207.815 2.247.900.000
2. Februari 230.610 1.556.250,000 99,020 806.000,000 230.709 2.362.250
3 Maret 312.700 2.773.520.000 109,700 731.900.000 312.810 3.505.420.000
4 April 986.725 3.202.890.000 114,900 916.800.000 986.840 4.119.690.000
5 Mei 419.380 3.276.170.000 153,725 2.532.075.000 419.534 5.808.245.000
6 Juni 286.866 2.049.600.000 100,500 683.500.000 286.967 2.733.100.000
7 Juli 232.760 1.947.390.000 455,160 12.273.420.000 233.215 14.220.810.000
8 Agustus 254.730 1.998.450.000 226,959 4.298.265.000 254.957 6.296.715.000
9 September 288.350 998.100.000 206,940 5.404.500.000 288.557 6.402.600.000
10 Oktober 2.781.511 1.997.050.000 1,367,884 809.900.000 2.781.511 2.806.950.000
11 November 509.540 1.775.250.000 274,270 1.521.150.000 509.814 3.296.400.000
12 Desember 256.540 2.832.800.000 255,150 5.424.650.000 256.795 8.257.450.000
Jumlah 6.767.422 24.367.426.250 2.101,074 35.330.216.000 6.769.523 59.697.642.250 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 102
Tabel. 6.43. Total Volume dan Nilai Eksport dan Perdagangan Antar Pulau Produk Perikanan di Kabupaten
Bintan Tahun 2011 (Kg/Rupiah)
No Bulan Eksport Antar Pulau Jumlah
Produksi (Kg)
Nilai (Rp)
Produksi (Kg)
Nilai (Rp)
Produksi (Kg)
Nilai (Rp)
1 Januari 216.570 1.667.240.000 104,750 733.250.000 216.675 2.400.490.000
2 Februari 248.850 202.006.250 99,020 806.000 248.949 202.812.250
3 Maret 332.640 2.897.802.000 317,700 738.750.000 332.958 3.636.552.000
4 April 1.075.990 3.658.100.000 114,900 916.800.000 1.076.105 4.574.900.000
5 Mei 470.650 3.651.720.000 153,725 2.532.075.000 470.804 6.183.795.000
6 Juni 314.126 2.279.550.000 100,500 683.500.000 314.227 2.963.050.000
7 Juli 243.520 4.387.590.000 455,160 12.273.420.000 243.975 16.661.010.000
8 Agustus 263.215 2.089.750.000 226,959 4.298.265.000 263.442 6.388.015.000
9 September 293.830 1.072.790.000 296,940 5.408.400.000 294.127 6.481.190.000
10 Oktober 2.806.406 3.196.550.000 2.600,000 825.500.000 2.809.006 2.806.950.000
11 November 534.925 1.987.350.000 274,270 1.521.150.000 535.199 3.508.500.000
12 Desember 546.380 6.977.022.000 405,150 5.427.900.000 549.533 12.404.922.000
Jumlah 7.347.102 34.067.470.250 5.149,074 35.359.816.000 7.354.999 68.212.186.250
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.44 Jenis Produk Perikanan Olahan dan Segar yang diperdagangkan di Kabupaten Bintan Tahun
2011
No Komoditi Volume Perdagangan (Ton)
Persentase Eksport Antar Pulau
1. Ikan segar 5.431 1.050 84,10 2. Lobster 3,19 - 0,05 3. Ikan Hidup 17,94 - 0,28 4. Bilis Kering 25,99 - 0,40 5. Sirip Hiu 262,86 - 4,07
Jumlah 5.741 1.050 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 103
6.15. Alokasi Anggaran Urusan Kelautan dan Perikanan
Tabel. 6.45. Alokasi Anggaran Belanja Urusan Kelautan dan Perikanan Tahun 2009-2012
No. Tahun Anggaran
(Rp) Total Belanja APBD
(Rp) Persentase
1. 2009 11,923,059,157 714,771,304,147 1,67 2. 2010 10,801,637,870 594,744,492,611.84 1,82 3. 2011 14,871,233,946 848,661,657,220.00 1,75 4. 2012 14.932.718.791
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.46 Realisasi Pendapatan Daerah Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Dinas Kelautan dan Perikanan Tahun 2009-2011
No. Tahun Realisasi Pendapatan
(Rp) Total Pendapatan
(Rp)
1. 2009 197,165,000 605,182,819,152.64
2. 2010 39,863,350 667,540,043,410.10
3. 2011 - 722,215,296,347.45
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.47. Dana Alokasi Khusus (DAK) Murni Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan
No Tahun DAK Murni
Tangkap (Rp)
Budidaya (Rp)
Penyuluh (Rp)
Statistik (Rp)
Sarpras (Rp)
1. 2009 1.077.912.500 756.000.000 - - -
2. 2010 3.384.801.000 - - - 1.344.299.000
3. 2011 5.220.000.000 780.000.000 49.700.000 - -
4. 2012 3.625.670.000 1.030.000.000 44.050.000 55.150.000 -
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
Tabel. 6.48. Tugas Pembantuan yang dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Bintan Tahun 2009-2012
No Tahun Tugas Pembantuan
Tangkap (Rp)
Budidaya (Rp)
KP3K (Rp)
Minapolitan (Rp)
P2HP (Rp)
1. 2009 - - 7.925.400.000 - 1.057.300.000
2. 2010 1.500.000.000 803.685.000 4.613.000.000 - 300.000.000
3. 2011 1.000.000.000 5.000.000.000 385.000.000 - 721.441.000
4. 2012 - - - 2.000.000.000 3.325.000.000
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2012
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 104
Bab.7 Rencana Stratejik
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan
Rencana strategis (Renstra) SKPD merupakan produk perencanaan
pembangunan daerah yang menjadi acuan bagi dinas Kelautan dan Perikanan dan
pelaksanaan tugas pelayanan publik dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarajat. Perencanaan strategis adalah pendekatan dan cara untuk mencapai tujuan;
mengarahkan pengambilan keputusan serta tindakan di berbagai peringkat organisasi;
sifatnya garis besar, medium to long range, menghubungkan sumber daya dan dana dengan
tujuan yang ingin dicapai.
Perencanaan strategis perlu melibatkan para pemangku kepentingan untuk
memastikan terdapatnya perspektif yang menyeluruh atas isu yang dihadapi; pemikiran
dan analisis yang mendalam dan comprehensive dalam perumusan strategi; mereview
mana strategi yang berhasil dan tidak; dan di antara strategi yang tersedia tidak saling
bertentangan, namun saling melengkapi. Perencanaan strategis menetapkan arah dan
tujuan kemana pelayanan SKPD Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan akan
dikembangkan; apa yang hendak dicapai pada masa lima tahun mendatang; bagaimana
mencapainya, dan langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan agar tujuan
tercapai.
Karena penyusunan dokumen rencana strategis SKPD sangat terkait dengan visi
dan misi Kepala Daerah Terpilih dan RPJMD, maka proses penyusunan rencana
strategis SKPD Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan akan sangat
ditentukan oleh kemampuan SKPD Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan
untuk menerjemahkan, mengoperasionalkan, dan mengimplementasikan visi, misi dan
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 105
agenda KDH, tujuan, strategi, kebijakan, dan capaian program RPJMD ke dalam
penyusunan rencana strategis Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan sesuai
tupoksinya. Kinerja penyelenggaraan urusan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Bintan akan sangat mempengaruhi kinerja pemerintahan daerah dan KDH selama masa
kepemimpinannya.
7.1. Maksud dan Tujuan
Secara umum maksud penyusunan rencana strategis Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Bintan adalah untuk mengklarifikasikan secara eksplisit visi dan
misi KDH Terpilih dan RPJMD, kemudian menerjemahkan secara strategis, sistematis,
dan terpadu ke dalam tujuan, strategi, kebijakan, dan program prioritas Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Bintan serta tolok ukur pencapaiannya. Rencana strategis
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan memiliki Tujuan diantaranya;
a. Merumuskan tujuan dan sasaran pembangunan yang realistis, konsisten dengan
visi, misi, dan tupoksi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan dan dalam
kerangka waktu sesuai kapasitas Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan
dalam implementasinya.
b. Menterjemahkan arah dan kebijakan pemerintah daerah terkait perkembangan
pelayanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan agar lebih dipahami
dan bermanfaat bagi masyarakat;
c. Membangun rasa kepemilikan dari masyarakat terhadap rencana yang disusun
oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan .
d. Memastikan bahwa sumber daya dan dana daerah diarahkan untuk menangani isu
strategis yang menjadi prioritas pelayanan SKPD Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Bintan.
e. Menyediakan dasar (benchmark) untuk mengukur sejauh mana kemajuan untuk
mencapai tujuan dan mengembangkan mekanisme untuk menginformasikan
perubahan apabila diperlukan.
f. Mengembangkan kesepakatan untuk memadukan semua sumber daya dalam
mencapai tujuan.
g. Merumuskan fokus, strategi dan langkah-langkah yang jelas untuk mencapai
tujuan.
h. Membantu dalam melakukan evaluasi kinerja SKPD Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Bintan.
7.2. Isu-isu Strategis
Penentuan isu strategis dalam rencana strategis pembangunan kelautan dan
perikanan Kabupaten Bintan diharapkan dapat berdampak adanya pemerataan akibat
peningkatan kesejahteraan yang dirasakan oleh masyarakat perikanan, melalui
pengelolaan, pengendalian dan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan yang
terintegrasi.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 106
Isu strategis pemberdayaan ekonomi, menciptakan program peningkatan
perekonomian masyarakat pesisir, berdampak tercipta peluang dan kesempatan lapangan
kerja melalui diversifikasi jenis usaha, sehingga diharapkan kemandirian usaha dan gairah
usaha yang dapat mengikis ketergantungan kepada pemerintah dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Pengendalian dan kelestarian sumberdaya kelautan dan
perikanan berdampak kepada pemanfaatan sumberdaya dapat dilakukan secara
keberlanjutan, sehingga dapat mendukung kemandirian usaha melalui diversifikasi usaha
perikanan. Revitalisasi perikanan, Pengembangan sumberdaya manusia dan penguatan
kelembagaan usaha serta pengembangan kawasan merupakan isu strategis dalam upaya
memoderenisasi usaha perikanan untuk menjawab tantangan pasar global yang kompetitif,
sehingga berdampak pada peningkatan skala usaha kecil dan menengah menjadi industri
perikanan.
7.3. Faktor Kunci Keberhasilan
7.3.1. Faktor Internal
7.3.1.1. Kekuatan (Strenght)
a. Adanya potensi dan keragaman SD perikanan dan luasnya areal penangkapan
ikan.
b. Adanya kelembagaan formal yang mendukung.
c. Legislasi dan regulasi kelautan dan perikanan.
d. Adanya kawasan lindung dan konservasi.
e. Adanya Rumah Tangga Perikanan.
f. Tersedianya bahan baku olahan untuk konsumsi lokal.
7.3.1.2. Kelemahan (Weekness)
a. Rendahnya kuantitas dan kualitas SDM Perikanan.
b. Pengembangan perikanan yang belum optimal dan terpadu
c. Lemahnya kemitraan, koordinasi dan komunikasi antar lembaga.
d. Rendahnya pengawasan dan penegakan hukum.
e. Rendahnya pemasaran dan akses pasar.
f. Rendahnya sarana dan prasarana perikanan.
7.3.2. Faktor Eksternal
7.3.2.1. Peluang (Opportunity)
a. Berkembangnya paradigma nasional tentang budidaya perikanan.
b. Berkembangnya paradigma tentang konservasi.
c. Adanya perkembangan teknologi perikanan.
d. Adanya program kegiatan perikanan pusat.
e. Meningkatnya konsumsi ikan.
f. Tingginya potensi pasar Nasional dan Internasional.
7.3.2.2. Ancaman (Treats)
a. Adanya illegal fishing.
b. Degradasi lingkungan Sumber Daya Ikan.
c. Menurunnya kualitas lingkungan sumberdaya kelautan dan perikanan.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 107
d. Adanya fenomena pemanasan global.
e. Belum terkendalinya masalah lingkungan dan penyakit.
f. Terjadinya fluktuasi harga produk perikanan yang dihasilkan.
7.4. Visi, Misi, Tujuan dan Strategi
Pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan
tiga pilar pembangunan, yaitu pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-job
(penyerapan tenaga kerja), dan pro-growth (pertumbuhan). Pembangunan kelautan
dan perikanan yang telah dilaksanakan selama ini telah membawa hasil yang cukup
menggembirakan. Namun demikian, perubahan tatanan global serta nasional yang
berkembang dinamis menuntut percepatan pembangunan kelautan dan perikanan di
Kabupaten Bintan secara nyata untuk mampu menyesuaikan dan memenuhi tantangan
lingkungan strategis yang bergerak cepat tersebut.
Munculnya kesadaran untuk menjadikan pembangunan berbasis sumberdaya
kelautan dan perikanan sebagai motor penggerak pembangunan, sebagaimana
terimplementasi dalam Peraturan Bupati Bintan Nomor : 46 Tahun 2011 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bintan Tahun
2010-2015 yang salah satu misinya menyatakan : Mewujudkan pembangunan
perekonomian daerah yang berbasis pada pengembangan sumberdaya kelautan
dan perikanan. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mewujudkan misi
tersebut adalah dengan (1) Pembentukan iklim yang kondusif bagi penanaman modal
untuk kegiatan pembangunan di wilayah Kabupaten Bintan sesuai dengan potensi
sumberdaya alam dan manusia serta pola tata ruang daerah dan mendorong
perkembangannya agar lebih efisien dan mampu bersaing; (2) Pengembangan kawasan
minapolitan dengan memanfaatkan sumberdaya perikanan dan kelautan secara
optimal, adil dan berkelanjutan melalui pengembangan sarana dan prasarana penunjang
minapolitan. (3) Peningkatan produksi dan produktivitas serta nilai tambah sektor
kelautan dan perikanan. (4) Peningkatan kapasitas pelayanan dan pengelolaan
perkantoran.
Oleh karena itu, sesuai dengan fungsi pembangunan kelautan dan perikanan di
bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan diarahkan untuk mengoptimalkan segenap
potensi yang ada dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah.
Sehubungan dengan hal tersebut, visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis pembangunan
kelautan dan perikanan Kabupaten Bintan tahun 2011-2015 ditetapkan sebagai berikut :
7.4.1. Visi
Terwujudnya masyarakat kelautan dan perikanan Kabupaten Bintan yang tangguh dan
sejahtera.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 108
7.4.2. Misi
Untuk mewujudkan visi pembangunan kelautan dan perikanan tersebut maka
ditempuh melalui misi sebagai berikut :
a. Meningkatkan perekonomian masyarakat di wilayah pesisir.
b. Melaksanakan pembangunan dan pengembangan perikanan tangkap dan
budidaya.
c. Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan sumberdaya kelautan.
d. Meningkatkan peran penyuluhan dan daya saing usaha perikanan
7.4.3. Tujuan
Tujuan strategis pembangunan kelautan dan perikanan Kabupaten Bintan
tahun 2011-2015 adalah:
a. Memperkuat kelembagaan dan Sumber Daya Manusia secara terintegrasi.
b. Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
c. Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan.
d. Memperluas akses pasar domestik dan Internasional.
7.4.4. Sasaran Strategis
Sasaran strategis pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2011-2014
berdasarkan tujuan yang akan dicapai adalah:
1. Memperkuat Kelembagaan dan SDM secara terintegrasi :
Pengembangan SDM di bidang kelautan dan perikanan memiliki peranan
strategis dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya kelautan dan
perikanan dan dilaksanakan melalui bidang pendidikan, pelatihan dan
penyuluhan. Pengembangan SDM kelautan dan perikanan melalui bidang
pelatihan diselenggarakan dalam bentuk pelatihan bagi masyarakat (non
aparatur) dan aparatur (pusat dan daerah). Pelatihan bagi masyarakat
ditujukan untuk nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan, dan masyarakat
perikanan yang meliputi teknik penangkapan ikan, pelatihan pengolahan
dan mutu, serta pemasaran dan manajemen usaha. Sedangkan pelatihan
bagi aparatur antara lain pelatihan teknis aparatur, pelatihan struktural
aparatur, dan pelatihan prajabatan. Pengembangan SDM kelautan dan
perikanan melalui bidang penyuluhan diarahkan pengembangan keahlian
dan keberpihakan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan,
serta meningkatkan citra penyuluhan. Jumlah penyuluh perikanan hanya
sebanyak 1 orang untuk menangani seluruh kecamatan, pada tahun 2011
DKP telah memberikan biaya operasional bagi Unit Pelaksana Teknis
(UPT) perikanan bagi 6 UPT.
a. Peraturan perundang-undangan di bidang kelautan dan perikanan sesuai
kebutuhan nasional dan tantangan global serta diimplementasikan
secara sinergis lintas sektor, pusat dan daerah.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 109
b. Seluruh perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelaporan
terintegrasi, akuntabel dan tepat waktu berdasarkan data yang terkini
dan akurat.
c. SDM kelautan dan perikanan memiliki kompetensi sesuai kebutuhan.
2. Mengelola Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara berkelanjutan:
a. Sumber daya kelautan dan perikanan dimanfaatkan secara optimal dan
berkelanjutan.
b. Konservasi kawasan dan jenis biota perairan yang dilindungi dikelola
secara berkelanjutan.
c. Pulau–pulau kecil dikembangkan menjadi pulau bernilai ekonomi tinggi.
d. Bintan bebas Illegal, Unreported & Unregulated (IUU) Fishing serta kegiatan
yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan.
3. Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing berbasis pengetahuan:
a. Seluruh kawasan potensi perikanan menjadi kawasan Minapolitan
dengan usaha yang bankable.
b. Seluruh sentra produksi kelautan dan perikanan memiliki komoditas
unggulan yang menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan
mutu terjamin.
c. Sarana dan prasarana kelautan dan perikanan mampu memenuhi
kebutuhan serta diproduksi dalam negeri dan dibangun secara
terintegrasi.
4. Memperluas akses pasar domestik dan Internasional :
a. Seluruh desa memiliki pasar yang mampu memfasilitasi penjualan hasil
perikanan.
b. Bintan menjadi market leader di Propinsi Kepulauan Riau dan tujuan
utama investasi di bidang kelautan dan perikanan.
7.4.5. Arah Kebijakan dan Strategi
Terkait dengan pengarusutamaan dan lintas bidang, pembangunan kelautan dan
perikanan Bintan akan mendukung 3 pilar pembangunan berkelanjutan, yakni:
(1) ekonomi, dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan
konstribusi kelautan dan perikanan pada PDRB Kabupaten Bintan, dan dampak
ekonomi melalui peningkatan kesejahteraan; (2) sosial, tingkat partisipasi
masyarakat pelaku pembangunan, partisipasi masyarakat marjinal/ minoritas
(kaum miskin dan perempuan), dampak terhadap struktur sosial masyarakat,
serta tatanan atau nilai sosial yang berkembang di masyarakat; dan (3)
lingkungan hidup, dampak terhadap kualitas air, udara dan lahan serta
ekosistem dan keanekaragaman hayati. Arah kebijakan Kementerian Kelautan
dan Perikanan dalam mendukung kebijakan RPJMD dalam 5 tahun ke depan
tersebut adalah :
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 110
1. Pro poor
Pendekatan Pro-poor dilakukan melalui pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat pelaku usaha kelautan dan perikanan.
2. Pro job
Pendekatan Pro-job dilakukan melalui optimalisasi potensi perikanan budidaya yang belum tergarap untuk menurunkan tingkat pengangguran. Usaha membuka lapangan kerja diiringi dengan dukungan pengembangan modal dan kepastian berusaha.
3. Pro growth
Pendekatan pro-growth dilakukan untuk mewujudkan pertumbuhan sektor kelutan dan perikanan sebagai pilar ketahanan ekonomi nasional melalui transformasi pelaku ekonomi kelautan dan perikanan, dari pelaku ekonomi subsisten menjadi pelaku usaha modern, melalui berbagai dukungan pengembangan infrastruktur, industrialisasi dan modernisasi
4. Pro sustainability
Pendekatan pro-sustainability dilakukan melalui upaya pemulihan dan pelestarian lingkungan perairan, pesisir, dan pulau-pulau kecil, serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Strategi yang dilakukan untuk melaksanakan keempat arah kebijakan di atas
dilakukan melalui :
a. Mengembangkan kawasan minapolitan dan meningkatkan produktifitas
sektor kelautan perikanan.
Minapolitan merupakan upaya percepatan pengembangan pembangunan
kelautan dan perikanan di sentra-sentra produksi perikanan yang memiliki
potensi untuk dikembangkan dalam rangka mendukung visi dan misi Dinas
Kelautan dan Perikanan.
Pengembangan minapolitan bertujuan untuk (i) meningkatkan produksi
perikanan, produktivitas usaha, dan meningkatkan kualitas produk
kelautan dan perikanan, (ii) meningkatkan pendapatan nelayan,
pembudidaya dan pengolah ikan yang adil dan merata, serta (iii)
mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi di daerah dan sentra-sentra produksi perikanan sebagai penggerak
ekonomi rakyat. Adapun sasaran pengembangan minapolitan adalah sebagai
berikut (i) ekonomi rumah tangga masyarakat kelautan dan perikanan skala
kecil makin kuat, (ii) usaha kelautan dan perikanan kelas menengah ke atas
makin bertambah dan berdaya saing tinggi, serta (iii) sektor kelautan dan
perikanan menjadi penggerak ekonomi Bintan. Pendekatan pengembangan
minapolitan dilakukan melalui :
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 111
Ekonomi Kelautan Dan Perikanan Berbasis Wilayah
Mendorong penerapan manajemen hamparan untuk mencapai skala
ekonomi, mencegah penyebaran penyakit, meningkatkan efisiensi dalam
penggunaan sumber daya, sekaligus mengintegrasikan pemenuhan
kebutuhan sarana produksi, proses produksi, pengolahan dan pemasaran
hasil dan pengelolaan lingkungan dalam suatu kesisteman yang mapan.
Kawasan Ekonomi Unggulan
Memacu pengembangan komoditas yang memiliki kriteria (i) bernilai
ekonomis tinggi, (ii) teknologi tersedia, (iii) permintaan pasar besar, dan
(iv) dapat dikembangkan secara massal.
Sentra Produksi
Minapolitan berada dalam kawasan pemasok hasil perikanan (sentra
produksi perikanan) yang dapat memberikan kontribusi yang besar
terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakatnya. Seluruh
sentra produksi kelautan dan perikanan menerapkan teknologi inovatif
dengan kemasan dan mutu terjamin.
Unit Usaha
Seluruh unit usaha dilakukan dengan menggunakan prinsip bisnis secara
profesional dan berkembang dalam suatu kemitraan usaha yang saling
memperkuat dan menghidupi.
Penyuluhan
Penguatan kelembagaan dan pengembangan jumlah penyuluh merupakan
salah satu syarat mutlak keberhasilan pengembangan minapolitan. Penyuluh
akan berperan sebagai fasilitator dan pendamping penerapan teknologi
penangkapan dan budidaya ikan serta pengolahan hasil perikanan.
Lintas Sektor
Minapolitan dikembangkan dengan dukungan dan kerjasama berbagai
instansi terkait untuk mendukung kepastian usaha antara lain terkait
dengan sarana dan prasarana pemasara produk perikanan, tata ruang
wilayah, penyediaan air bersih, listrik, akses jalan, dan BBM.
Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam mengembangkan Minapolitan
antara lain :
- Pembangunan sarana dan prasarana perikanan seperti (i) pembangunan
pelabuhan perikanan, (ii) pengembangan kapal dan alat penangkapan
ikan, (iii) pengembangan kawasan budidaya, (iv) memenuhi seluruh
kebutuhan benih ikan, (v) Pengembangan sarana dan prasarana
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 112
pengolahan dan pemasaran hasil perikanan (seperti; pengembangan
sistem rantai dingin (cold chain system), sentra pengolahan,
klaster/minapolitan industri hasil perikanan dan pasar ikan;
- Pengembangan ekspor melalui pembinaan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) berpotensi ekspor di Kabupaten Bintan;
- Mendorong peningkatan nilai investasi perikanan;
- Perluasan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Kelautan dan Perikanan;
- Pengembangan lembaga pembiayaan kelautan dan perikanan yang
mampu menyalurkan dana pembiayaan melalui program KKMB
(Konsultan Keuangan Mitra Bank)
- Pembangunan prasarana pulau-pulau kecil, khususnya di pulau-pulau
kecil terluar.
- Peningkatan kapasitas skala usaha dan kewirausahaan: (i) kelompok
usaha di perikanan tangkap (KUB), (ii) kelompok usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM) di perikanan budidaya, serta (iii) Unit
Pengolahan Ikan (UPI) di pengolahan dan pemasaran.
b. Mengembangkan Kewirausahaan (Entrepreneurship)
Pengembangan kewirausahaan dan peningkatan skala usaha
(entrepreneurship) dilaksanakan melalui upaya membangun kepercayaan (trust
building) bagi para pelaku, yakni nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan
pemasar ikan. Jiwa entrepreneurship para pelaku tersebut dibangun agar
para pelaku dapat memanfaatkan fasilitas guna memperlancar pengelolaan
usaha, baik yang diperoleh melalui kredit maupun melalui program-program
pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah maupun Pemerintah Daerah.
Strategi entrepreneurship akan memenuhi kebutuhan nelayan dan
pembudidaya serta pemasar dan pengolah dalam berproduksi seperti kapal,
BBM, jaring, benih, pengairan dan lain-lainnya, serta Pemerintah
mengupayakan kepastian pasar bagi penjualan produk perikanan dengan
harga yang pantas.
Pengembangan kewirausahaan dilakukan dalam rangka penciptaan usaha di
sektor kelautan dan perikanan bagi sarjana yang masih menganggur.
Kegiatan yang dilakukan adalah pembekalan dan motivasi dilanjutkan
dengan pelatihan/magang mengenai budidaya perikanan, penangkapan,
pengolahan dan pemasaran serta pembuatan proposal. Melalui kegiatan ini
diharapkan peserta dapat memperoleh bantuan permodalan baik dari
lembaga keuangan, BUMN, swasta maupun dari Pemerintah melalui dana
APBN. Dalam rangka meningkatkan kapasitas pemuda, Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Bintan memiliki UPT yang dapat digunakan sebagai
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 113
tempat pelatihan teknis/magang budidaya perikanan, penangkapan, dan
pengolahan.
c. Meningkatkan kerjasama investasi dan jejaring kerja (Networking)
Setiap indvidu, institusi, dan setiap wilayah punya potensi masing-masing
yang sangat besar di samping juga masing-masing memiliki kekurangan atau
kelemahan. Namun demikian setiap pelaku pembangunan kelautan dan
perikanan bekerja sendiri-sendiri. Sampai saat ini masih ada pemangku
kepentingan pembangunan kelautan dan perikanan yang belum terhimpun
dalam suatu bentuk jaringan kerja bahkan masih terlihat indikasi bahwa
masing-masing masih mengutamakan identitas diri. Keadaan tersebut akan
berpengaruh pada hasil kerja yang kurang optimal dalam pembangunan
kelautan dan perikanan di Kabupaten Bintan
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan akan mengoptimalkan
hasil pembangunan kelautan dan perikanan dengan menfasilitasi
pengembangan jejaring kerja. Melalui penciptaan dan penguatan
networking, baik secara internal di lingkup Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Bintan, antara pusat-daerah, antar daerah, antar instansi/lintas
sektor, komunitas bisnis, kerjasama internasional (bilateral, multilateral,
dan regional).
Melalui pembentukan jejaring kerja akan terbina interaksi yang baik, secara
langsung dan tidak langsung, antara berbagai pemangku kepentingan dan
instansi pemerintah, sehingga terjalin suatu kesatuan yang lebih besar dan
kuat untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan mengeliminir
kekurangan dan kelemahan yang dimiliki.
d. Technology and Innovation
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan akan dapat mencapai
sasaran yang telah ditetapkan hanya jika dapat menguasai teknologi
perikanan untuk sistem akuakultur, penangkapan, pengolahan dan pasca
panen, serta teknologi kelautan untuk eksplorasi, eksploitasi, konservasi
dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut serta adaptasi perubahan
iklim.
Kegiatan penelitian dan pengembangan dilakukan untuk menemukan
teknologi-teknologi baru dalam rangka meningkatkan optimasi
pemanfaatan sumber daya ikan secara lestari dan bertanggung jawab.
e. Empowering
Kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan
memerlukan lngkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematis,
terpadu dan menyeluruh. Dalam rangka mengurangi beban dan dan
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 114
memenuhi hak dasar masyarakat secara layak untuk menempuh dan
mengembangkan kehidupan bermartabat, maka dibutuhkan pemberdayaan
mayarakat.
Pada prinsipnya, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memberi
fasilitas, dorongan atau bantuan kepada masyarakat agar mampu
menentukan pilihan yang terbaik dalam memanfaatkan sumber daya
kelautan dan perikanan menuju kemandirian dan kesejahteraan. Secara
umum, pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pengembangan kultur, penguatan lembaga keuangan
mikro, penggalangan partisipasi masyarakat, dan kegiatan usaha ekonomi
produktif yang berbasis sumber daya lokal.
Pemberdayaan masyarakat ini dalam jangka panjang diarahkan untuk (i)
peningkatan kemandirian masyarakat melalui pengembangan kegiatan
ekonomi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, partisipasi mayarakat,
penguatan modal dan pengutan kelembagaan masyarakat, (ii) peningkatan
kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya
secara optimal dan berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian
lingkungan, (iii) pengembangan kemitraan dengan lembaga swasta dan
pemerintah. Pemberdayaan masyarakat merupakan perwujudan komitmen
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan dalam rangka percepatan
penanggulangan kemiskinan melalui kegiatan antara lain pembudidayaan
ikan, penangkapan ikan, pengolahan dan pemasaran ikan, pengawasan
sumber daya ikan, pengelolaan sumber daya kelautan, pesisir dan pulau-
pulau kecil, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat ini akan dilakukan (i) identifikasi
dan kajian seluruh potensi dan permasalahan wilayah dan sumber daya
kelautan dan perikanan yang ada dalam rangka menyusun perencanaan
pengelolaannya berbasis desa (ii) melibatkan secara aktif pemangku
kepentingan terkait dengan upaya pemberdayaan baik yang berasal dari
pemerintah pusat dan daerah maupun masyarakat, (iii) meningkatkan
kapasitas aparatur sebagai pengelola di wilayahnya, (iv) memperbaiki
kualitas masyarakat dalam memahami kebutuhan dan potensinya serta
memecahkan permasalahan yang dihadapi terkait dengan peningkatan
kapasitas usaha, (v) memanfaatkan secara optimal kelompok masyarakat
kelautan dan perikanan yang telah dibentuk oleh berbagai program
sebelumnya atau membentuk kelompok masyarakat baru, (vi)
mengoptimalkan peran tenaga pendamping sebagai fasilitator sekaligus
motivator dalam proses perencanaan partisipatif, pelaksanaan dan
pelaporan di tingkat desa serta melakukan sosialisasi, serta (vii)
menerapkan upaya pemberdayaan secara konsisten dn berkelanjutan dengan
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 115
pola bottom up sehigga jenis kegiatan yang dilaksanakan merupakan
aspirasi kelompok masyarakat di wilayahnya.
f. Penguatan Kelembagaan Kelompok Masyarakat
Keberadaan kelompok masyarakat di bidang budidaya, penangkapan ikan,
pengolahan, pemasaran dan kelompok pengawasan akan memberikan
keuntungan bagi anggota kelompoknya. Melalui kelompok akan terjadi
interaksi antar anggota untuk saling tukar pengalaman dan menumbuhkan
kesadaran bersama untuk menguatkan posisi tawar, serta kemudahan dalam
pembinaan, penyampaian informasi, dan diseminasi teknologi.
Berbagai kelompok tercakup dalam Pokdakan (kelompok pembudidaya
ikan), KUB (Kelompok Usaha Bersama) penangkapan ikan, Pokmaswas
(Kelompok Masyarakat Pengawas), dan Pokmas (Kelompok Mayarakat)
pengelola terumbu karang. Kelompok-kelompok yang sudah terbentuk akan
terus diupayakan keberadaannya dan ditingkatkan kapasitasnya, sedangkan
kelompok-kelompok baru akan ditumbuhkan. Pembentukan atau
penguatan kelompok secara modern dapat memanfaatkan akses ekonomi,
politik, sosial dan budaya bagi peningkatan ketahanan sosial dan
kesejahteraan masyarakat.
Terkait dengan kebijakan tersebut, pembangunan kelautan dan perikanan di
Kabupaten Bintan dalam 5 tahun ke depan fokus prioritas yang terkait adalah
(1) peningkatan produksi dan produktivitas untuk menjamin ketersediaan
pangan dan bahan baku industri, (2) peningkatan pemenuhan kebutuhan
konsumsi pangan; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing, dan pemasaran
produk perikanan, dan (3) peningkatan kapasitas masyarakat perikanan.
Untuk mendukung peningkatan katahanan pangan dan revitalisasi perikanan,
maka Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan akan meningkatnya
ketersediaan bahan pangan, termasuk ketersediaan ikan untuk konsumsi
masyarakat dari 30,47 kg/kapita/tahun pada tahun 2010 menjadi 38,67
kg/kapita/tahun pada tahun 2015, dengan sasaran produksi perikanan tangkap
dari 21.080,54 ton pada tahun 2010 menjadi 25.058 ton pada tahun 2015.
Produksi perikanan budidaya 362,27 ton tahun 2010 menjadi 410 ton tahun 2015.
Disamping itu, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan akan
mendorong peningkatan pendapatan perkapita nelayan dari 3,26 juta tahun 2010
menjadi 4 juta tahun 2015 dan peningkatan Nilai Tukar Nelayan/Pembudidaya
Ikan dari 105 pada tahun 2010 menjadi 115 pada tahun 2015.
Dengan target peningkatan produksi seperti yang telah diuraikan di atas, maka
strategi difokuskan pada tiga hal mendasar dalam strategi dasar pencapaian
produksi yakni:
a. Ekstensifikasi, memperluas dan atau menambah unit usaha budidaya.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 116
b. Intensifikasi, meningkatkan produktivitas dari setiap unit usaha budidaya.
c. Diversivikasi, menambah jenis/komoditas yang diusahakan.
Pencapaian angka 410 ton produksi perikanan budidaya diatas bukanlah sesuatu
yang mustahil. Melihat potensi pengembangan perikanan yang masih cukup
luas maka hal tersebut dapat dicapai dan cita-cita untuk menjadi yang terbesar
terwujud tentu dengan ketekunan dan kerja keras. Untuk mewujudkan target
tersebut maka arah kebijakan perikanan budidaya yaitu :
a. Program percepatan peningkatan produksi perikanan budidaya untuk
eksport (Propekan) dengan fokus peningkatan daya saing melalui
pengembangan dan penguatan penerapan teknologi yang super efisien dan
ramah lingkungan;
b. Program percepatan peningkatan produksi perikanan budidaya untuk
konsumsi ikan masyarakat (Proksimas) dengan fokus peningkatan
komoditas yang mudah dikembangkan, penguatan komoditas spesifik
daerah dan pengembangan kolam pekarangan masyarakat;
c. Program perlindungan dan rehabilitasi sumberdaya perikanan budidaya
(Prolinda) dengan fokus peningkatan kepedulian masyarakat pembudidaya
ikan dalam pelestarian ekosistem sumberdaya perikanan budidaya.
Beberapa langkah strategi dasar tersebut perlu diikuti dengan strategi utama
pencapaian sasaran produksi perikanan budidaya air tawar yang dapat
mendukung keberhasilan visi dan misi Dinas Kelautan dan Perikanan yakni :
- Pemilihan spesies kultivan
Makin banyak alternatif spesies kultivan makin kecil ketergantungan untuk
satu species tertetu dan makin banyak tersedia alternatif usaha. Pemilihan
spesies kultivan harus mempertimbangkan:
a. Permintaan pasar domestik dan ekspor yang cukup besar
b. Dapat dikembangkan di perairan umum (danau, waduk, rawa dan
sungai), laut dan lahan- lahan Marjinal (gambut dan rawa dangkal)
c. Teknologinya sederhana, sehingga mudah diterapkan Pokdakan baik
pembenihan dan pembesaran ikan
d. Merupakan kegiatan usaha terutama skala kecil yang menguntungkan.
- Penggunaan induk/benih unggul
Salah satu unsur yang berperan penting dalam penyediaan induk unggul dan
benih bermutu adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perbenihan,
tidak hanya memberikan kontribusi bagi penyediaan benih bermutu, tetapi
juga berperan dalam mendorong berkembangnya kawasan usaha budidaya
baru, memberi kontribusi pendapatan asli daerah (PAD), serta sebagai
pembina dan pendamping teknologi kepada masyarakat pembenih (UPR
dan HSRT) termasuk dalam hal penerapan CPIB.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 117
Benih merupakan input sarana produksi yang sangat penting dan menjadi
salah satu faktor penentu keberhasilan usaha perikanan budidaya. Selain
harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan berkelanjutan, mutu benih juga
haruslah terjamin. Benih yang bermutu dicirikan antara lain; pertumbuhan
cepat, seragam, sintasan tinggi, adaptif terhadap lingkungan, bebas parasit
dan tahan penyakit serta efisien dalam penggunaan pakan. Penyediaan benih
bermutu dapat dicapai bila unit pembenihan menerapkan Cara Pembenihan
Ikan yang Baik (CPIB) dalam proses produksi benihnya. Strategi utama
pencapaian produksi melalui penggunaan induk/benih unggul yaitu:
a. Pembangunan brood stock centre untuk ikan bersirip (fin fish) dan udang
b. Induk unggul yang sudah di release:
- Nila (JICA, Gesit, Nirwana, Umbulan, Larasati, BEST, Wanayasa)
- Patin (Jambal, Pasupati)
- Udang Cherax (C albertisii, C quadricarinatus)
- Mas (Sinyonya, Majalaya)
- Lele (Sangkuriang)
- Udang Galah (G-Macro)
- Udang Vaname (Nusantara I)
- Pembangunan Balai Benih Ikan (BBI) dimana produksi induk penjenis dan
mendistribusikan UPR.
- Penyediaan sarana dan prasarana budidaya yang memadai
Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung baik fisik kewilayahan
maupun sarana dan prasarana usaha perikanan mutlak dikemukakan
sebagai prasyarat keharusan sekaligus acuan pertimbangan bagi kemudahan
pengembangan budidaya ikan kedepan. Berkenaan dengan jenis
usaha/komoditas yang akan dikembangkan dan dikaitkan dengan sebaran
wilayah usaha budidaya/produksi perikanan, maka sarana dan prasarana
fisik yang perlu mendapatkan perhatian meliputi prasarana dan sarana
tranportasi, kelistrikan, dan telekomunikasi. Penyediaan sarana dan
prasarana budidaya yang memadai melalui:
a. Penguatan kelembagaan UPTD Dinas Kelautan dan Perikanan
b. Penguatan kelembagaan Balai Benih Ikan Lokal
c. Pembangunan prasarana budidaya melalui Dinas Pekerjaan Umum
d. Pembangunan sarana budidaya di masyarakat (kolam, KJA, karamba)
- Peningkatan daya saing
Ikan merupakan salah satu pembatas dalam budidaya. Keberadaannya baik
secara kualitas, kuantitas dan kontinyuitas tidak saja menentukan dapat
tidaknya usaha perikanan berjalan tetapi juga produktivitas, kualitas dan
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 118
daya saing global dalam pasar global. Daya saing dapat ditingkatkan dengan
menerapkan pola tujuh tepat yakni jenis, jumlah, mutu, ukuran, waktu,
tempat dan harga. Strategi utama pencapaian produksi melalui peningkatan
daya saing :
a. Pemilihan Lokasi yang tepat.
b. Penerapan Teknologi Tepat Guna.
c. Penerapan food safety dan food security.
d. Mengurangi biaya produksi (pakan, sarana dan prasarana).
- Pengendalian hama dan penyakit ikan
Pengendalian hama dan penyakit ikan adalah upaya pencegahan masuk dan
tersebarnya, pengobatan, dan pemberantasan hama dan penyakit ikan, yang
meliputi kegiatan-kegiatan persiapan dan pelaksanaan pengendalian hama
dan penyakit ikan, analisis dan evaluasi hasil pengendalian hama dan
penyakit ikan, bimbingan pengendalian hama dan penyakit ikan, dan
pengembangan metode pengendalian hama dan penyakit ikan, serta
pembuatan koleksi, visualisasi, dan informasi. Strategi utama pencapaian
produksi melalui pengendalian hama dan penyakit ikan :
a. Benih tahan penyakit SPR (Specific Pathogen Resistant)
b. Penerapan Good Aquaculture Practice (CPIB dan CBIB) yang tepat
c. Penguatan laboratorium kesling di UPT- DKP
d. Pembangunan laboratorium
e. Penyelenggaraan lab-keliling (mobile-lab).
- Bantuan permodalan (DPM, BS-PUKPB, subsidi benih, wirausaha, PUMP dll).
Sedangkan langkah strategi dasar pencapaian sasaran produksi perikanan
Budidaya Air Laut yang dapat mendukung keberhasilan visi dan misi Dinas
Kelautan dan Perikanan yakni :
- Perubahan Struktur Perikanan Budidaya.
Berbagai kebijakan yang dapat ditempuh untuk merubah struktur produksi
adalah (1) pengadaan sarana dan prasarana penunjang budidaya laut dan pantai,
seperti pembangunan saluran irigasi tambak, pembangunan jalan baru, fasilitas
komunikasi, air dan penerangan. (2) pembangunan kawasan budidaya terpadu,
yang terdiri dari unit pembenihan, pembesaran, pasca panen dan industri
pendukung (terutama pakan), pada suatu kawasan yang sama sekali tidak akan
terganggu oleh aktifitas di sekitarnya sehingga tidak akan terjadi lagi kematian
massal ikan kultivan oleh limbah industri maupun rumah tangga, (3)
pengembangan sistem pemantauan dini untuk mengantisipasi terjadinya
bencana terhadap usaha budidaya yang dilakukan, baik yang disebabkan oleh
aktifitas alam (banjir, angin puting beliung dan penyebaran penyakit) maupun
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 119
oleh karena aktifitas manusia (penyebaran limbah sebagai akibat terjadinya
kecelakaan di darat maupun di laut).
- Penciptaan Pasar Yang Bersaing.
Pada komoditas budidaya yang bersifat musiman, pengelolaan pasar sangat
penting. Pada saat panen dilakukan produksi biasanya melimpah, sehingga
harga ikan yang dihasilkan turun drastis. Bilamana penurunan harga itu terjadi
hingga dibawah biaya produksi, maka dapat dipastikan bahwa petani ikan
mengalami kerugian. Keadaan ini dapat dicegah dan diperbaiki dengan
melakukan pengelolaan pasar yang lebih baik, dengan tujuan meningkatkan
pendapatan petani, sehingga petani tetap bergairah untuk melakukan usaha
budidaya ikan. Pengelolaan pasar antara lain dapat dilakukan dengan
memperpendek rantai tata niaga dari produsen kekonsumen, sehingga petani
memperoleh keuntungan yang lebih besar.
- Rasionalisasi Iptek Budidaya Laut dan Pantai.
Pengembangan penelitian harus diarahkan untuk mendapatkan teknologi yang
utuh, efisien dan tepat guna khususnya teknologi pemuliaan, pembenihan,
pembesaran dan manajemen kesehatan ikan. IPTEK yang digunakan dalam
perakitan teknologi diutamakan yang mengarah kepada teknologi yang
berbasis sumberdaya lokal. Pada era mendatang, peran pemerintah dalam
pengembangan teknologi akan semakin berkurang, tetapi karena teknologi
perikanan merupakan milik publik, maka teknologi harus dihasilkan oleh
Pemerintah. Namun demikian teknologi yang dihasilkan oleh Pemerintah ini
perlu dikomersialkan dan ditingkatkan nilai jualnya sesuai dengan HAKI.
Dengan demikian diharapkan teknologi akan cepat berkembang karena
terciptanya iklim persaingan dan tersedianya dana bagi penelitian. Selain itu,
pemerintah juga memegang peranan penting dalam hal diseminasi teknologi,
termasuk pengembangan IPTEK dan diseminasinya didaerah perlu didukung
oleh peraturan yang memadai.
- Pemberdayaan Kelembagaan.
Kelembagaan yang perlu direvitalisasi untuk menunjang pengembangan
budidaya laut dan pantai meliputi kelembagaan penyuluhan, kelompok tani
dan keuangan. Revitalisasi lembaga penyuluhan dilakukan untuk
meningkatkan kesempatan petani memperoleh layanan penyuluhan sesuai
dengan kebutuhannya. Revitalisasi kelompok tani dilakukan untuk mendorong
petani membentuk kelompok dan meningkatkan kualitas kelompok melalui
pemberdayaan anggota kelompok. Tindakan ini dilakukan guna memperkuat
posisi tawar menawar petani ikan. Revitalisasi lembaga keuangan dilakukan
guna mempermudah petani mengakses modal dari perbankan dalam rangka
pengembangan usaha. Penataan kelembagaan dan koordinasi antar lembaga
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 120
yang terkait dalam pengembangan IPTEK dan diseminasi teknologi budidaya
laut dan pantai perlu dilakukan. Disamping itu perlu disusun kurikulum dan
muatan budidaya laut secara proporsional di lembaga-lembaga pendidikan
formal, DIKLAT dan lembaga penyuluhan perikanan dan pertanian seperti STP,
APP, Akademi Perikanan, SPP Perikanan, BIPP, BPP dan lain sebagainya.
Lembaga-lembaga yang mempunyai tugas dan fungsi diseminasi seperti
Balaibalai Pengembangan, BPTP, BIPP, BPP maupun penyuluh dan kelompok
tani-nelayan perlu lebih diberdayakan karena selain menjadi pemegang peranan
penting dalam percepatan transfer teknologi dan informasi, mereka juga
mengidentifikasi kebutuhan serta merakit paket teknologi spesifik lokasi
berdasar sumberdaya yang tersedia untuk mendukung pembangunan wilayah.
- Pengembangan Sumberdaya Manusia.
Peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, baik kuantitas maupun
kualitasnya, dilakukan terhadap sumberdaya manusia penghasil teknologi
(peneliti/perekayasa, pengajar, penyuluh) maupun sumberdaya manusia
pengguna teknologi (petani nelayan, pengusaha). Beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian terkait dengan sumberdaya manusia penghasil teknologi ,
antara lain : (a) Pengusahaan teknologi terapan budidaya laut dan pantai; (b)
pemahaman secara mendalam kebutuhan masyarakat dan pasar bisnis
komoditas yang dipilih untuk dikaji, dikembangkan dan didiseminasikan; dan
(c) Terwujudnya komunikasi yang akrab, terbuka dan dinamis, segenap unsur
pelaku kegiatan budidaya laut dan pantai. Adapun pengguna teknologi
(petani,nelayan) di wilayah ini pada umumnya memiliki tingkat pendidikan
yang relatif rendah. Hal ini merupakan salah satu penghambat kelancaran
diseminasi teknologi budidaya laut dan pantai. Terlebih lagi jumlah lembaga
penelitian masih sangat kecil disamping dengan penyebaran demografis petani-
nelayan yang sangat luas. Untuk memperlancar dan mengefektifkan kegiatan
penyuluhan, para petani dan nelayan dihimpun dalam wadah kelompok tani-
nelayan, yang sekaligus merupakan media belajar-mengajar atau unit usaha.
- Pendekatan Partisipatif, Kerjasama dan Kemitraan.
Karena alasan modal, teknologi, akses terhadap sumberdaya alam, sebagian
besar kegiatan budidaya perikanan laut dikuasai perusahaan berskala besar
atau petani maju. Untuk merangsang pengembangan usaha kecil dan
menengah, sekaligus sebagai upaya diseminasi, perlu dikembangkan sistem
kemitraan saling menguntungkan dalam budidaya perikanan laut, yaitu dengan
menyerahkan sebagian kegiatan usaha kepada pengusaha kecil dan menengah.
Pada kenyataannya praktek kemitraan dalam usaha budidaya pantai belum
berjalan sebagaimana diharapkan.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 121
- Pendekatan Pengembangan Budidaya Berbasis Masyarakat.
Untuk mengantisipasi perubahan paradigma dari orientasi organisasi
berjenjang kepada organisasi tim kerja, sekaligus untuk menghindari tumpang
tindih, kegiatan penelitian, pengembangan dan diseminasi juga harus
dikoordinasikan secara mantap melalui pengembangan jaringan kerja yang
operasional. Pendekatan partisipasi pengguna teknologi dalam perencanaan
serta pelaksanaan pengembangan budidaya laut dan pantai perlu
dikembangkan. Model yang dapat dikembangkan adalah pengembangan
budidaya yang berbasis masyarakat. Pengembangan Budidaya Berbasis
Masyarakat (PBBM) dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian
wewenang, tanggung jawab, dan kesempatan kepada masyarakat untuk
mengmbangkan kegiatan budidaya laut dan pantai dengan terlebih dahulu
mendifinisikan kebutuhan dan keinginan, tujuan serta aspirasinya. PBBM
menyangkut pula pemberian tanggung jawab kepada masyarakat sehingga
mereka dapat mengambil keputusan yang pada akhirnya menentukan dan
berpengaruh pada kesejahteraan mereka.
- Pendekatan pengembangan budidaya berbasis wilayah dan komoditas unggulan.
Keragaman kondisi biofisik wilayah laut dan pesisir Bintan yang begitu tinggi
berimplikasi kepada kesesuaian untuk budidaya komoditas perikanan berbeda
dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Oleh karena itu pembangunan budidaya
laut dan pantai di wilayah Bintan tidak mungkin dilakukan seragam. Akan
lebih tepat dan benar bila pembangunan perikanan budidaya ini berdasarkan
kepda pendekatan wilayah sesuai dengan komoditas unggulan yang dapat
dikembangkan di wilayah yang bersangkutan. Komoditas unggulan yang
dimaksudkan di sini adalah komoditas perikanan yang permintaan pasarnya
tinggi baik pasar domestik maupun eksport atau harga jualnya tinggi.
- Penerapan Teknologi Budidaya sesuai Daya Dukung Lingkungan dan Kesiapan
Masyarakat Setempat dalam Adaptasi Teknologi.
Salah satu faktor penyebab kegagalan budidaya dimasa yang lalu tertutama di
daerah sentra-sentra budidaya tambak udang seperti di Kecamatan Teluk
Bintan adalah intensitas budidaya (luas lahan dan tingkat teknologi yang
digunakan) melampaui daya dukung lingkungan. Selain itu kesiapan
masyarakat petambak khususnya yang terkait dengan disiplin, keahlian dan
kerjasama kelompok pada saat itu belum memadai. Oleh sebab itu penerapan
teknologi budidaya pada wilayah-wilayah pengembangan harus disesuaikan
dengan daya dukung lingkungan setempat dan kesiapan masyarakatnya di
dalam mengadopsi dan menerapkan teknologi termaksud.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 122
- Penguatan dan Pengembangan Kapasitas Pasca Usaha Budidaya Perikanan.
Secara bio-teknis keberhasilan usaha perikanan budidaya laut dan pantai
ditentukan oleh penguasan dan penerapan secara tepat dan benar lima elemen
dasar (panca usaha) budidaya perikanan, yaitu (Dahuri, 2003): (1) perbenihan,
(2) pakan atau nutrisi (3) pengendalian hama dan penyakit (4) manajemen
kualitas air dan tanah, (5) ponengineering dan layout perkolaman. Kemampuan
dalam mengusai dan menerapkan panca usaha budidaya perikanan ini harus
senantiasa terus ditingkatkan, jika ingin potensi ekonomi yang sangat besar ini
dapat mewujudkan kemakmuran yang dicita-citakan.
- Pembangunan Prasarana.
Potensi ekonomi yang terdapat pada usaha perikanan budidaya laut dan pantai
sangat besar, tetapi realisasinya sangat kecil, disebabkan antara lain terbatasnya
prasarana, seperti saluran irigasi dan drainase pertambakan, akses jalan dan
sebagainya. Selama ini, saluran irigasi tambak merupakan bagian terhilir dari
sistem irigasi sawah (pertanian), sehingga air yang masuk ke tambak
kebanyakan mengandung sisa-sisa pestisida, herbisida, atau pupuk dari lahan
pertanian. Oleh karena itu perlu membangun prasarana ini khusus untuk
kawasan pertambakan sebagaimana dipraktekkan secara berhasil di Thailand.
- Penerapan Sistem Bisnis Perikanan Budidaya Secara Terpadu.
Pembangunan perikanan budidaya hendaknya dilakukan berdasarkan
pendekatan sistem bisnis perikanan budidaya secara terpadu, sehingga arah
dan kebijakan pembangunan merefleksikan kegiatan dari seluruh fungsi sub
sistem perikanan yang meliputi pembangunan subsistem perbenihan, sub-
sistem usaha budidaya, sub-sistem pasca panen dan pemasaran yang ditunjang
oleh pembangunan sub-sistem kesehatan ikan dan lingkungannya serta
pembangunan sub-sistem prasarana budidaya perikanan. Dalam pembangunan
budidaya tambak yang menjadi sorotan adalah berkaitan dengan pembangunan
budidaya yang berkelanjutan sesuai dengan amanat FAO (1995) melalui Code of
Conduct for Responsible Fisheries, sehingga arah pembangunan perikanan budidaya,
khususnya budidaya udang hendaknya dilakukan dengan prinsip-prinsip
pembangunan yang bertanggungjawab dengan memadukan elemen daya
dukung dan pengendalian lingkungan.
Konstribusi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan dalam
peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan adalah wilayah
perairan Bintan yang bebas Illegal, Unreported & Unregulated (IUU) Fishing serta
kegiatan yang merusak sumberdaya kelautan dan perikanan dari 50% pada
tahun 2010 menjadi 100% pada tahun 2015, mewujudkan pengelolaan pulau-
pulau kecil termasuk pulau kecil terluar pulau pada tahun 2015, mewujudkan
wilayah perairan yang bebas kegiatan perusakan ekosistem perairan dari 70%
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 123
tahun 2010 menjadi 95% tahun 2015. Mewujudkan kerjasama internasional dan
antar daerah, dan meningkatkan riset dan iptek kelautan.
Untuk memberantas praktek IUU fishing, Pemerintah Kabupaten Bintan
melalui Dinas Kelautan dan Perikanan telah menetapkan beberapa langkah
strategis antara lain :
- Mewujudkan kesepahaman dalam gerak dan langkah penangahan
penanggulangan illegal fishing yang dimulai dengan goodwill dan political will
dalam penegakan hukum.
- Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengawasan secara bertahap
sesuai dengan prioritas dan kemampuan.
- Membangun, memberdayakan dan meningkatkan kapasitas kelembagaan
pengawasan.
- Meningkatkan operasi pengawasan secara mandiri dan kerja sama operasi.
- Meningkatkan penaatan dan penegakan hukum melalui koordinasi dan
kerjasama dengan aparat penegak hukum terkait.
Berdasarkan target prioritas serta arah kebijakan Dinas Kelautan dan Perikanan
maka pada tahun 2010-2015 Indikator Kinerja Utama (IKU) pembangunan
kelautan dan perikanan Kabupaten Bintan yang akan dicapai sebagaimanan
tersebut pada tabel berikut :
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 124
Ko
nd
isi K
ine
rja
Aw
al
Targ
et
Kin
erj
a
Akh
ir
Tah
un
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
Tah
un
20
15
12
34
56
78
Kel
auta
n d
an P
erik
anan
n/a
n/a
7.9
59
.33
2.8
50
8.3
57
.29
9.4
93
8.7
75
.16
4.4
67
9.2
13
.92
2.6
90
34
.30
5.7
19
.50
0
Pro
gram
Pen
gem
ban
gan
Kaw
asan
Min
apo
litan
Kab
up
aten
Bin
tan
n/a
n/a
17
1.5
46
.90
01
80
.12
4.2
45
18
9.1
30
.45
71
98
.58
6.9
80
73
9.3
88
.58
2
Per
sen
tase
pen
gem
ban
gan
kaw
asan
min
apo
litan
5%
10
15
20
25
30
30
Pro
gram
Pem
ber
day
aan
Eko
no
mi M
asya
raka
t P
esis
irn
/an
/a4
10
.56
7.3
25
43
1.0
95
.69
14
52
.65
0.4
76
47
5.2
83
.00
01
.76
9.5
96
.49
2
Pen
dap
atan
Per
Kap
ita
Nel
ayan
3.2
6 J
uta
3,4
33
,63
,78
3,9
74
,17
4
Pro
gram
Pen
ingk
atan
Day
a Sa
ing
Pro
du
k P
erik
anan
n/a
n/a
18
9.0
00
.00
01
98
.45
0.0
00
20
8.3
72
.50
02
18
.79
1.1
25
81
4.6
13
.62
5
Jum
lah
Nila
i Eks
po
rt/t
ahu
n9
.5 M
11
,45
13
,71
6,4
19
,62
3,6
23
,6
Vo
lum
e ek
spo
r ik
an s
egar
seg
ar/t
ahu
n2
.24
9 T
on
2,6
98
.83
.23
8,5
03
.86
8,3
04
.66
3,5
05
.59
6,2
05
.59
6
Vo
lum
e ek
spo
r ik
an h
idu
p/t
ahu
n6
.63
5 T
on
7.9
00
9.5
00
11
.40
01
3.7
00
16
.50
01
6.5
00
Vo
lum
e ek
spo
r ik
an h
ias
15
9.0
00
Eko
r1
90
.80
02
28
.96
02
74
.75
23
29
.70
23
95
.64
23
95
.64
2
Jum
lah
sen
tra
pen
gola
han
3 S
entr
a4
45
55
5
Vo
lum
e p
rod
uks
i dar
i pel
aku
usa
ha
per
ikan
an2
00
To
n2
20
24
22
84
36
44
24
42
4
Pro
gram
Pen
gem
ban
gan
dan
Pen
gelo
laan
Per
ikan
an T
angk
apn
/an
/a4
.91
9.2
50
.00
05
.16
5.2
12
.50
05
.42
3.4
73
.12
55
.69
4.6
46
.78
12
1.2
02
.58
2.4
06
Jum
lah
Pro
du
ksi p
erik
anan
tan
gkap
(to
n)
21
.08
0,5
4 T
on
21
,33
72
1.7
74
22
.86
32
4.0
07
25
.20
82
5.2
08
Nila
i Ekp
or
has
il p
erik
anan
tan
gkap
9.5
45
M1
5,8
91
16
,98
31
7,8
33
18
,72
51
9,6
62
20
Vo
lum
e Ek
spo
r h
asil
per
ikan
an t
angk
ap2
.41
4,6
6 T
on
2.6
48
,50
2.8
30
,62
2.9
72
,19
3.1
20
,91
3.2
77
,04
3.2
77
,04
Pro
gram
Pen
gem
ban
gan
dan
Pen
gelo
laan
Per
ikan
an B
ud
iday
an
/an
/a1
.33
1.2
03
.12
51
.39
7.7
63
.28
11
.46
7.6
51
.44
51
.54
1.0
34
.01
85
.73
7.6
51
.86
9
Vo
lum
e p
rod
uks
i per
ikan
an b
ud
iday
a (L
aut/
Taw
ar/P
ayau
)3
62
.27
To
n3
70
38
03
90
40
04
10
41
0
Luas
lah
an b
ud
iday
a se
suai
tar
get
pro
du
ksi d
iser
tai d
ata
po
ten
si y
ang
aku
rat
(Ko
lam
, Tam
bak
, Kan
ton
g K
eram
ba)
80
,56
Ha,
12
0,8
0 H
a,
1.5
07
Kan
ton
g
85
, 12
7,
& 1
.58
2
89
, 13
3, &
1.6
61
93
, 14
0, &
1.7
44
98
, 14
2, &
1.8
21
10
3, 1
49
, &
1.9
23
10
3, 1
49
, &
1.9
23
Pro
gram
Pen
gaw
asan
Su
mb
erd
aya
Kel
auta
n d
an P
erik
anan
n/a
n/a
31
5.0
00
.00
03
30
.75
0.0
00
34
7.2
87
.50
03
64
.65
1.8
75
1.3
57
.68
9.3
75
Per
sen
tase
wila
yah
pen
gelo
laan
per
ikan
an b
ebas
IUU
fis
hin
g5
0%
60
00
%7
08
09
01
00
10
0
Per
sen
tase
wila
yah
per
aira
n y
ang
beb
as k
egia
tan
per
usa
kan
eko
sist
em
per
aira
n7
0%
75
00
%8
08
59
09
59
5
Per
sen
tase
wila
yah
per
aira
n y
ang
beb
as k
egia
tan
pen
cem
aran
30
%4
05
06
07
08
08
0
Pro
gram
Pen
gelo
laan
Su
mb
erd
aya
Lau
t, P
esis
ir d
an P
ula
u-P
ula
u K
ecil
n/a
n/a
30
7.7
65
.50
03
23
.15
3.7
75
33
9.3
11
.46
43
56
.27
7.0
37
1.3
26
.50
7.7
76
Per
sen
tase
tu
tup
an k
aran
g h
idu
p4
7%
50
55
60
65
70
70
Luas
pad
ang
lam
un
2.6
00
Ha
27
00
28
00
29
00
30
00
31
00
31
00
Pro
gram
Pen
ataa
n R
uan
g La
ut,
Pes
isir
dan
Pu
lau
-Pu
lau
Kec
iln
/an
/a3
15
.00
0.0
00
33
0.7
50
.00
03
47
.28
7.5
00
36
4.6
51
.87
51
.35
7.6
89
.37
5
Bid
ang
Uru
san
Pe
me
rin
tah
an/P
rogr
am P
rio
rita
s
Pe
mb
angu
nan
/In
dik
ato
r K
ine
rja
Cap
aian
Kin
erj
a P
rogr
am d
an K
era
ngk
a P
en
dan
aan
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 125
Arah kebijakan dan strategi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan
yang telah diuraikan tersebut, akan diimplementasikan kedalam program dan
kegiatan tahun 2011-2015 sebagai berikut :
1. Program Pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten Bintan
Tujuan program adalah meningkatkan produksi perikanan, produktivitas
usaha, dan meningkatkan kualitas produk kelautan dan perikanan, (ii)
meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan yang
adil dan merata, serta (iii) mengembangkan kawasan minapolitan sebagai
pusat pertumbuhan ekonomi di daerah dan sentra-sentra produksi
perikanan sebagai penggerak ekonomi rakyat. Adapun sasaran
pengembangan minapolitan adalah sebagai berikut (i) ekonomi rumah
tangga masyarakat kelautan dan perikanan skala kecil makin kuat, (ii)
usaha kelautan dan perikanan kelas menengah ke atas makin bertambah
dan berdaya saing tinggi, serta (iii) sektor kelautan dan perikanan menjadi
penggerak ekonomi Bintan. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut,
kegiatan yang akan dilaksanakan adalah :
a. Penyusunan masterplan kawasan minapolitan laut.
b. Pengembangan sarana dan prasarana kawasan minapolitan.
c. Pengembangan kluster di kawasan minapolitan.
d. Peningkatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis
pengembangan kawasan minapolitan.
e. Pendamping DAK bidang pengembangan kawasan minapolitan.
f. Operasional DAK bidang pengembangan kawasan minapolitan.
2. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
Tujuan program adalah menumbuhkan kesadaran dan kemandirian usaha
masyarakat wilayah pesisir yang berdampak peningkatan kesejahteraan;
Menciptakan peluang usaha melalui pembentukan lembaga keuangan
mikro dan menjadikan wilayah pesisir sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
masyarakat; Menciptakan kesadaran dan rasa memiliki terhadap
lingkungan pesisir. Sedangkan sasarannya adalah terwujudnya peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan dilingkungan pesisir melalui pembinaan,
pendampingan usaha dan penciptaan usaha baru di wilayah pesisir. Untuk
mencapai tujuan dan sasaran tersebut, kegiatan yang akan dilaksanakan
adalah :
a. Pembinaan kelompok ekonomi masyarakat pesisir.
b. Lomba POKMASWAS.
c. Pengadaan peralatan pengolahan produk perikanan untuk putra/i
nelayan.
d. Pelatihan kelautan dan Perikanan.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 126
e. Penyuluhan Kelautan dan Perikanan.
3. Program Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan
Tujuan program adalah meningkatkan jaminan mutu dan keamanan hasil
perikanan, nilai tambah produk perikanan, investasi, serta distribusi dan
akses pemasaran hasil perikanan, dengan sasaran peningkatan volume dan
nilai ekspor hasil perikanan serta peningkatan volume produk olahan.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, kegiatan yang akan
dilaksanakan adalah:
a. Fasilitasi Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Perikanan.
b. Fasilitasi Penguatan dan Pengembangan Pemasaran Dalam Negeri Hasil
Perikanan.
c. Fasilitasi Penguatan dan Pengembangan Pemasaran Luar Negeri Hasil
Perikanan.
d. Pengembangan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan.
e. Penguatan dan pengembangan sistem usaha dan investasi perikanan.
f. Peningkatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis bidang
pengolahan.
g. Pendamping DAK bidang perikanan pengolahan.
h. Operasional DAK bidang perikanan pengolahan.
4. Program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap
Tujuan program adalah meningkatkan produktivitas perikanan tangkap
dengan sasaran peningkatan hasil tangkapan dalam setiap upaya tangkap.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, kegiatan yang akan
dilaksanakan adalah :
a. Pengelolaan Sumber Daya Ikan (SDI).
b. Pembinaan dan Pengembangan Kapal Perikanan, Alat Penangkap Ikan,
dan Pengawakan Kapal Perikanan.
c. Pengembangan pembangunan dan Pengelolaan PPI.
d. Pelayanan Usaha Perikanan Tangkap yang Efesien, Tertib, dan
berkelanjutan.
e. Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan dan Pemberdayaan Nelayan
Skala Kecil.
f. Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas teknis
Lainnya Ditjen Perikanan Tangkap.
g. Pendamping DAK bidang perikanan tangkap.
h. Operasional DAK bidang perikanan tangkap.
5. Program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Budidaya
Tujuan program adalah meningkatnya produksi perikanan budidaya,
dengan sasaran program peningkatan produksi perikanan budidaya
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 127
(volume dan nilai). Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, kegiatan
yang akan dilaksanakan adalah:
a. Pengembangan Sistem Produksi Pembudidayaan Ikan.
b. Pengembangan Sistem Perbenihan Ikan.
c. Pengembangan Sistem Kesehatan Ikan dan Lingkungan Pembudidayaan
Ikan.
d. Pengelolaan sumberdaya perikanan budidaya.
e. Pengembangan Sistem Usaha Pembudidayaan Ikan.
f. Pengembangan Sistem Prasarana dan Sarana Pembudidayaan Ikan.
g. Pengawasan dan Penerapan Teknologi Terapan Adaftif Perikanan
Budidaya.
h. Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis
Lainnya Ditjen Perikanan Budidaya.
i. Pendamping DAK bidang perikanan budidaya.
j. Operasional DAK bidang perikanan budidaya.
6. Program Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.
Tujuan program adalah meningkatnya ketaatan dan ketertiban dalam
pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan dengan sasaran perairan
Indonesia bebas Illegal, Unreported & Unregulated (IUU) fishing serta
kegiatan yang merusak sumberdaya kelautan dan perikanan. Untuk
mencapai tujuan dan sasaran tersebut, kegiatan yang dilaksanakan adalah:
a. Peningkatan operasional pengawasan sumberdaya perikanan.
b. Peningkatan operasional pengawasan sumberdaya kelautan.
c. Peningkatan operasional dan pemeliharaan kapal pengawas.
d. Pengembangan sarana dan prasarana pengawasan dan pemantauan
kapal perikanan.
e. Penyelesaian tindak pidana kelautan dan perikanan.
f. Peningkatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis bidang
pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan dan perikanan.
g. Pendamping DAK bidang pengawasan dan pengendalian sumberdaya
kelautan dan perikanan.
h. Operasional DAK bidang pengawasan dan pengendalian sumberdaya
kelautan dan perikanan.
7. Program Pengelolaan Sumberdaya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Tujuan program adalah mewujudkan tertatanya dan dimanfaatkannya
wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari, dengan sasaran
peningkatan persentase pendayagunaan sumber daya laut, pesisir dan
pulau-pulau kecil. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, kegiatan
yang akan dilaksanakan adalah:
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 128
a. Pengelolaan dan pengembangan konservasi kawasan dan jenis.
b. Pendayagunaan pesisir dan lautan.
c. Pendayagunaan pulau-pulau kecil.
d. Pelayanan usaha dan pemberdayaan masyarakat.
e. Peningkatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis bidang
perikanan kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil.
f. Pendamping DAK bidang perikanan kelautan, pesisir dan pulau-pulau
kecil.
g. Operasional DAK bidang perikanan kelautan, pesisir dan pulau-pulau
kecil.
8. Program Penataan Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Program ini bertujuan untuk tersedianya rencana zonasi klaster pulau-
pulau kecil bernilai ekonomi tinggi serta masterplan kawasan sentra
produksi kelautan. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini
meliputi:
a. Penataan Ruang dan Perencanaan Pengelolaan Wilayah Laut, Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil.
b. Peningkatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis
pengelolaan wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil.
c. Pendamping DAK bidang pengelolaan wilayah laut, pesisir dan pulau-
pulau kecil.
d. Operasional DAK bidang pengelolaan wilayah laut, pesisir dan pulau-
pulau kecil.
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 129
Bab.8 P e n u t u p
Seperti yang telah diuraikan di atas, kinerja sektor perikanan secara statistik
menunjukkan indikasi positif. Namun angka statistik semata masih sangat prematur dan
perlu analisis yang lebih tajam untuk menunjukkan ”ketahanan” (resilience) perikanan dari
ancaman stagnasi makro yang ditimbulkan baik secara keseluruhan akibat dari kebijakan
ekonomi pemerintah (misalnya kenaikan BBM yang drastis) maupun faktor-faktor
eksternal yang tidak dapat dikontrol seperti cuaca, bencana alam maupun adanya dampak
negatif dari kegiatan sektor lain yang menyebabkan gagalnya sistem produksi budidaya.
Hal ini terkait dengan faktor ketahanan perikanan (fisheries resiliences) seperti yang
diartikulasikan dengan baik oleh Charles (2001). Ketahanan perikanan tidak hanya dalam
kerangka ecosystem resilience, tapi juga menyangkut bagaimana manajemen mampu
beradaptasi terhadap gangguan (perturbations) sehingga mampu menjaga arus manfaat dari
sektor perikanan dan kelautan (management resilience).
Ketahanan perikanan dalam perspektif manajemen ini lah yang menjadi salah satu
fokus utama dalam kaitannya dengan ancaman ”stagflasi” perikanan karena tidak adaptifnya
manajemen perikanan diindikasikan dari dua problem utama yaitu illusion of certainty atau
ilusi terhadap kepastian perikanan dan fallacy of controlability atau ketidakakuratan kontrol
terhadap praktek pengelolaan perikanan. Skenario business dalam pengelolaan perikanan
tidak dapat digunakan lagi, karena selama ini terlihat pola manajemen perikanan masih
mengandung dua unsur masalah tersebut di atas. Strategi dan kebijakan terhadap
“perturbations” seperti yang disampaikan di atas dapat dilakukan secara seimbang, arif dan
berpihak pada pelaku sektor riel perikanan dan kelautan. Hal ini penting semata untuk
menjamin keberlanjutan sistem perikanan sebagai salah satu sektor strategis
P R O F I L
KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011
Hal. 130
perekonomian seperti yang telah menjadi mandat Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Bintan.
Disadari pula bahwa keberhasilan pelaksanaan pembangunan kelautan dan
perikanan diperlukan dukungan sektor terkait lainnya dan masyarakat luas. Akhirnya,
kebersamaan dan kerja keras dari seluruh jajaran Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Bintan dengan semua pihak yang terkait diperlukan dalam rangka mewujudkan harapan
untuk mensejahterakan nelayan, pembudidaya ikan, pengolah hasil perikanan, dan
masyarakat pesisir lainnya melalui pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan
dan perikanan secara berkelanjutan dapat terwujud.
---------- oOOo ----------