Upload
truongphuc
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN PERILAKU PEMENUHAN KEBUTUHAN GIZI
PADA ANAK TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS
DI YAYASAN TEGAK TEGAR TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH:
OKI OKTAVIANI
108101000056
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Agustus 2013
Oki Oktaviani
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI
Skripsi, Agustus 2013
Oki Oktaviani, NIM : 108101000056
Gambaran Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi
pada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
Di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013
xv + 80 halaman + 9 tabel + 2 bagan + 5 lampiran
ABSTRAK
Keadaan kurang gizi pada anak terinfeksi HIV sangat berbahaya jika
dibiarkan karena dapat mempercepat progresifitas HIV menjadi AIDS, sehingga
diperlukan upaya yang lebih untuk memenuhi kebutuhan gizi pada anak terinfeksi
HIV. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 38 anak terinfeksi HIV
usia 0-12 tahun di Jakarta dan sekitarnya, terdapat 30% anak mengalami gizi kurang.
Kemudian setelah dilakukan penilaian konsumsi makanan, ternyata terdapat 90% dari
10 anak yang dinilai mempunyai asupan gizi yang kurang. Walaupun 3 dari 10 anak
tersebut adalah anak yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku pemenuhan
kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013, yang
dilakukan sejak bulan Mei-Juli 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan strategi penelitian fenomenologi.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam
dengan seorang pengasuh sebagai informan utama dan 3 anak terinfeksi HIV yang
tinggal di Yayasan Tegak Tegar sebagai informan pendukung. Variabel penelitian
yang diteliti adalah perilaku pemenuhan kebutuhan gizi yang terdiri dari ketersediaan
makanan, perilaku pemberian makanan dan asupan makanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengasuh sudah memiliki perilaku yang
positif terhadap pemenuhan kebutuhan gizi namun kebutuhan gizi anak masih belum
terpenuhi, terutama pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral.
Kata Kunci: Asupan Gizi, Anak terinfeksi HIV, Perilaku Pengasuh
Daftar bacaan : 42 (1994 - 2012)
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH MAJOR
NUTRITION DEPARTMENT
Undergraduated thesis, August 2013
Oki Oktaviani, NIM : 108101000056
Overview Fulfillment Behavior Nutrition
among Children Living with Human Immunodeficiency Virus
at Tegak Tegar Foundation Year in 2013
xv + 80 pages + 9 tables + 2 pictures + 5 attachments
ABSTRACT
State of malnutrition in HIV-infected children is very dangerous, if left as it
can accelerate the progression of HIV to AIDS, so it requires more effort to meet the
nutritional needs of HIV-infected children. Based on preliminary studies conducted
on 38 HIV-infected children aged 0-12 years in Jakarta and surrounding areas, there
are 30% of children suffered malnutrition. Then, after an assessment of food
consumption, it turns out there is 90% of the 10 children assessed as having less
nutrition. Although 3 of the 10 children are children who live at Tegak Tegar
Foundation.
This study aims to describe the behavior of the nutritional needs of HIV-
infected children in the Tegak Tegar Foundation in 2013, which was conducted from
May to July 2013. This study used a qualitative approach to phenomenological
research strategy.
Data was collected by in-depth interviews with a caregiver as key informants
and 3 HIV-infected children living in Tegak Tegar Foundation as supporters
informants. Research variables studied were the nutritional needs of behavior which
consists of the availability of food, feeding behavior and food intake.
Results showed that caregivers already have a positive attitude to nutritional
needs, but the needs are still unmet child nutrition, especially vitamin and mineral
needs.
Keyword: Nutritional intake, HIV Infected Children, caregiver behavior
References : 42 (1994 - 2012)
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
GAMBARAN PERILAKU PEMENUHAN KEBUTUHAN GIZI
PADA ANAK TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS
DI YAYASAN TEGAK TEGAR TAHUN 2013
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh
Oki Oktaviani
NIM: 108101000056
Pembimbing I Pembimbing II
Raihana Nadra Alkaff, M.MA Ratri Ciptaningtyas, MHS
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434 H/2013 M
vi
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi dengan judul GAMBARAN PERILAKU PEMENUHAN KEBUTUHAN
GIZI PADA ANAK TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DI
YAYASAN TEGAK TEGAR TAHUN 2013 telah diujikan dalam sidang ujian
skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 30 Agustus 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program
Studi Kesehatan Masyarakat.
Jakarta, 30 Agustus 2013
Sidang Ujian Skripsi
Penguji
Narila Mutia Nasir, Ph.D Rostini, MKM
vii
RIWAYAT HIDUP
Nama : Oki Oktaviani
Tempat, Tgl Lahir : Tangerang, 14 Oktober 1989
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. H. Jali. Kunciran Jaya RT 05/ RW 03 No.14
Kel. Kunciran Jaya, Kec. Pinang, Kota Tangerang, Banten
Tlp/ Hp : 08988844480
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri Kunciran 2 Tangerang (1995-2000)
2. SD Negeri Pinang 1 Tangerang (2000-2001)
3. SMP Negeri 3 Tangerang (2001-2002)
4. YPI Ma’had Al-Zaytun (2002-2008)
4. S-1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2008-2013)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat
dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan
sahabatnya.
Skripsi yang berjudul “Gambaran Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada
Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus di Yayasan Tegak Tegar Tahun
2013” dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM).
Penulis menyadari bahwa selama dalam proses penelitian dan penyusunan
hingga terselesainya skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan yang sangat
berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. M.K Tadjudin, Sp.And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan banyak sekali masukan, perhatian dan motivasi dalam pembuatan
skripsi ini. “Terima kasih banyak ya bu, berkat ibu saya jadi tahu hal-hal
detail dalam pembuatan tulisan yang baik, dan berkat penelitian ini saya jadi
tahu sisi lain kehidupan”
4. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan banyak sekali masukan, perhatian dan motivasi dalam pembuatan
skripsi ini. “Terima kasih karena telah sabar membimbing saya selama ini,
ix
berkat ibu saya jadi tahu banyak hal, dan saya sangat bersyukur mendapat
pembimbing seperti ibu”
5. Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D, dan Ibu Rostini selaku penguji yang telah
membuat skripsi ini menjadi lebih baik. “Terima kasih atas kritik dan
sarannya ya bu…”
6. Ibu pengasuh dan anak-anak di Yayasan Tegak Tegar, terima kasih karena
telah menerima saya dengan baik sehingga saya dapat menyelesaikan
penelitian dengan baik. “Terima kasih atas pengalaman berharga ini, semoga
kalian selalu sehat dan ceria”
7. Kepada kedua orangtua yang dengan sabar memberi dukungan moril dan
materil penulis menyampaikan rasa kasih sayang dan hormat yang tak
terhingga. “Terima kasih Mama….. terima kasih Papa…..”
8. Muhammad Amiral Mukminin S.T, terima kasih atas dukungan, do’a dan
kesabarannya. “This is dedicated for you”
9. Fety Fathimah A.M. sahabat seperjuangan. “Semangat dan lanjutkan
perjuangan ini tong…”
10. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan motivasi Tihus, Ares, Ika, dan
Desly. “Terima kasih ya untuk bantuan dan spiritnya selama ini…”
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih kurang dari
kesempurnaan, sehingga sangat diharapkan saran dan masukannya untuk hasil yang
lebih baik di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak
pihak.
Jakarta, September 2013
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................ iii
ABSTRACT ...................................................................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN .................................................................... v
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN ........................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 3
C. Pertanyaan Penelitian ....................................................................... 4
D. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4
1. Tujuan Umum ............................................................................... 4
2. Tujuan Khusus ............................................................................... 4
xi
E. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5
1. Manfaat Bagi Yayasan Tegak Tegar ............................................. 5
2. Manfaat Bagi Peneliti .................................................................... 5
F. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6
A. HIV/AIDS ........................................................................................ 6
1. Definisi HIV/AIDS ....................................................................... 6
2. Patogenesis .................................................................................... 7
B. HIV/AIDS pada Anak ...................................................................... 7
C. Hubungan HIV dan Gizi .................................................................. 9
D. Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV ........................................... 10
1. Energi .......................................................................................... 13
2. Protein ......................................................................................... 15
3. Vitamin dan Mineral ................................................................... 15
E. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV ......... 23
F. Perilaku .......................................................................................... 26
1. Pengetahuan ................................................................................ 26
2. Kepercayaan ................................................................................ 28
3. Sikap ............................................................................................ 28
xii
4. Orang penting sebagai referensi .................................................. 29
5. Sumber-sumber daya (resources) ................................................ 30
6. Perilaku Normal .......................................................................... 30
G. Kerangka Teori .............................................................................. 30
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH ......................... 32
A. Kerangka Konsep ........................................................................... 32
B. Definisi Istilah................................................................................ 34
1. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi.......................................... 34
2. Ketersediaan Makanan ................................................................ 34
3. Perilaku Pemberian Makan ......................................................... 34
4. Asupan Gizi Anak ....................................................................... 35
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................... 36
A. Jenis Penelitian .............................................................................. 36
B. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 36
C. Informan Penelitian........................................................................ 37
D. Instrumen Penelitian ...................................................................... 37
E. Pengumpulan Data ......................................................................... 38
F. Analisis Data .................................................................................. 39
BAB V HASIL ................................................................................................. 41
xiii
A. Gamabaran Informan ..................................................................... 41
1. Informan Utama .......................................................................... 41
2. Informan Pendukung ................................................................... 42
B. Hasil Penelitian .............................................................................. 42
1. Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu atau Pengasuh ......................... 43
2. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi.......................................... 46
3. Asupan Gizi Anak Terinfeksi HIV .............................................. 53
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................ 63
A. Pengetahuan Gizi ........................................................................... 63
B. Perilaku pemenuhan kebutuhan gizi .............................................. 65
1. Ketersediaan Makanan ................................................................ 66
2. Pemberian Makanan .................................................................... 68
C. Permasalahan Pemenuhan Kebutuhan Gizi ................................... 74
D. Asupan Gizi ................................................................................... 76
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 79
A. Kesimpulan .................................................................................... 79
B. Saran .............................................................................................. 80
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 81
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rumus FAO/WHO/UNU untuk menentukan AMB ................................... 12
Tabel 2.2 Faktor Aktivitas dan Faktor Trauma atau Stress untuk Menetapkan
kebutuhan energi orang sakit ...................................................................................... 12
Tabel 2.3 Angka Kecukupan Gizi Makro Anak.......................................................... 13
Tabel 2.4 Angka Kecukupan Gizi Mikro Anak .......................................................... 16
Tabel 5.1 Karakteristik Anak Terinfeksi HIV di Yayasan Tagak tegar ...................... 42
Tabel 5.2 Angka Kecukupan Gizi Mikro Anak Terinfeksi HIV ................................. 60
Tabel 5.3 Asupan Vitamin dan Mineral Informan K selama 3 hari ............................ 61
Tabel 5.4 Asupan Vitamin dan Mineral Informan D selama 3 hari ............................ 61
Tabel 5.5 Asupan Vitamin dan Mineral Informan N selama 3 hari ............................ 62
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Siklus HIV dan Gizi Buruk ........................................................................ 25
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Pemenuhan Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV ..... 33
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immune
Deficiency Syndrome) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981
pada orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. Menurut
World Health Organization (WHO) (2004), di seluruh dunia AIDS
menyebabkan kematian pada lebih dari 8 ribu orang setiap hari, oleh karena itu
infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu jenis
agen infeksius.
Kemudian, menurut WHO (2011) secara global pada tahun 2010
terdapat 3,4 juta anak yang hidup dengan HIV/AIDS, 390 ribu kasus
diantaranya merupakan infeksi HIV baru pada anak-anak, dan terdapat 250 ribu
kematian pada anak yang disebabkan oleh AIDS.
Sementara itu, jumlah kasus AIDS pada anak (0-14 tahun) di Indonesia
sampai september 2012 sudah mencapai 1.147 anak, dan jumlah terseut belum
termasuk kasus di Jakarta yang merupakan daerah terbesar pertama kasus HIV.
Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat besar
di dunia, dan berkembang dengan kecepatan yang sangat berbahaya karena;
pertama, progresivitas penyakit lebih cepat pada anak; kedua, anak mempunyai
jumlah virus yang lebih banyak dibanding dewasa; dan ketiga, infeksi
2
oportunistik sering muncul akibat berkurangnya status imunitas tubuh (Saloojee
& Violari, 2001).
Insidens AIDS yang tertinggi terjadi pada tahun pertama kehidupan dan
hampir seluruh kasus infeksi terjadi pada saat perinatal, dan gejala klinis akan
muncul dalam sepuluh tahun pertama kehidupan. Munculnya penyakit
pnemonia pneumocystis carinii, pnemonia interstisial limfoid, infeksi bakteri
berulang, dan kurang gizi merupakan gejala yang sangat sering ditemukan pada
penderita AIDS (Setiawan, 2009).
Jama (2010) menyatakan bahwa sebagian besar anak terinfeksi HIV
yang berusia kurang dari lima tahun mengalami kekurangan gizi. Pada
umumnya, penderita HIV/AIDS kekurangan asupan gizi karena penurunan
nafsu makan. Seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS biasanya mengalami gejala
yang berpengaruh pada asupan gizi yang bisa mengakibatkan terjadinya
kekurangan gizi. Seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, diare, demam,
mual, muntah, dan infeksi jamur (lesi pada mulut). (Nursalam & Kurniawati,
2009).
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009), asupan gizi yang sehat dan
seimbang sangat diperlukan bagi anak yang terinfeksi HIV untuk
mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi sistem imun, meningkatkan
kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, dan menjaga tubuh agar tetap aktif
dan produktif. Sementara itu, Gillespie dan Kadiyala (2005) menyatakan bahwa
program perawatan tanpa komponen gizi akan sia-sia, karena khasiat ART
(Antiretroviral Therapy) dapat berkurang akibat kekurangan gizi.
3
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 38 anak
terinfeksi HIV usia 0-12 tahun di Jakarta dan sekitarnya, terdapat 30% anak
mengalami gizi kurang. Kemudian setelah dilakukan penilaian konsumsi
makanan, ternyata terdapat 90% dari 10 anak yang dinilai mempunyai asupan
gizi yang kurang. Walaupun 3 dari 10 anak tersebut adalah anak yang tinggal di
Yayasan Tegak Tegar.
Yayasan tegak tegar adalah salah satu yayasan pendamping ODHA
(orang dengan HIV/AIDS) yang mempunyai program dan kegiatan untuk anak
terinfeksi HIV. Salah satu programnya yaitu rumah singgah untuk anak
terinfeksi HIV, yang kegiatannya terdiri dari pendampingan dan perawatan
berbasis rumah, bantuan nutrisi dan pendidikan untuk anak terinfeksi HIV.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Gambaran Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi
pada Anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013.
B. Rumusan Masalah
Jumlah penderita HIV pada anak semakin lama semakin meningkat.
Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat besar dan
berkembang dengan kecepatan yang sangat berbahaya. Oleh karena itu, asupan
gizi yang sehat dan seimbang sangat diperlukan bagi anak yang terinfeksi HIV
untuk mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi sistem imun,
meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, dan menjaga tubuh
agar tetap aktif dan produktif.
4
Maka dari itu peneliti terdorong untuk meneliti tentang Gambaran
Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada Anak Terinfeksi HIV di Yayasan Tegak
Tegar Tahun 2013.
C. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran perilaku pemenuhan kebutuhan gizi pada anak
terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran perilaku pemenuhan kebutuhan gizi pada
anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a Mengetahui upaya ibu atau pengasuh dalam rangka pemenuhan
kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar tahun
2013.
b Mengidentifikasi masalah yang dihadapi ibu atau pengasuh dalam
memenuhi kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak
Tegar tahun 2013.
c Mengetahui gambaran asupan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan
Tegak Tegar tahun 2013.
5
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Yayasan Tegak Tegar
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi
Yayasan Tegak Tegar tentang masalah dan solusi pemenuhan asupan gizi
pada anak terinfeksi HIV.
2. Manfaat Bagi Peneliti
a Memperoleh wawasan dan pengetahuan baru dalam ilmu kesehatan
masyarakat, khususnya masalah gizi pada anak yang terinfeksi
HIV/AIDS.
b Mengerti dan memahami bagaimana cara dan metode dalam melakukan
penelitian ilmiah.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2013 yang
berlokasi di Yayasan Tegak Tegar. Menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif dengan strategi penelitian fenomenologi. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi perilaku pemenuhan
kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HIV/AIDS
1. Definisi HIV/AIDS
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus.
HIV termasuk kelompok retrovirus yaitu virus yang mempunyai enzim
(protein) yang dapat mengubah RNA (Ribonucleic Acid), materi genetiknya
menjadi DNA (Deoxyribo Nucleic Acid). Kelompok ini disebut retrovirus
karena virus ini membalik urutan normal yaitu DNA diubah menjadi RNA.
Setelah menginfeksi, RNA HIV berubah menjadi DNA oleh enzim reverse
transcriptase. DNA kemudian disisipkan ke dalam sel DNA manusia. DNA
itu kemudian dapat digunakan untuk membuat virus baru yang menginfeksi
sel-sel baru, atau tetap bersembunyi dalam sel-sel hidup dalam waktu yang
panjang, atau tempat penyimpanan, seperti sel-sel CD4 yang istirahat.
Kemampuan HIV untuk tetap bersembunyi menyebabkan virus ini tetap ada
seumur hidup, bahkan dengan pengobatan yang efektif (Gallant, 2010).
Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency
Syndrome yang secara harfiah berarti kumpulan gejala menurunnya
kekebalan tubuh yang diperoleh, AIDS melemahkan atau merusak sistem
pertahanan tubuh sehingga akhirnya berdatanglah berbagai jenis penyakit
lain (Yatim, 1997).
7
2. Patogenesis
Perjalanan penyakit HIV bermula saat virus HIV masuk ke dalam
tubuh manusia melalui kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi virus,
dapat melalui parenatal (transfusi darah atau alat medis/jarum yang
terkontaminasi), transplasental, air susu ibu, dan hubungan seksual. Virus
selanjutnya berikatan dengan reseptor permukaan sel T CD4 dan bereplikasi
di dalamnya untuk menghasilkan virus baru dan menginfeksi sel T CD4
lain. Akibatnya terjadi penurunan jumlah sel T CD4 sampai akhirnya
mencapai titik dimana sistem imunitas menurun, yang artinya seseorang
akan mudah terserang infeksi oportunistik dan kerentanan terhadap infeksi
baru (Ratridewi, 2009).
Infeksi HIV dan penyakit oportunistik yang berlangsung lama dan
berulang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan nutrisi dan
penurunan berat badan secara progresif. Semakin buruk nutrisi maka akan
semakin rendah berat badan sehingga defisiensi imun semakin buruk,
demikian seterusnya sampai terjadi perburukan kondisi secara umum dan
berakhir pada kematian (Ratridewi, 2009).
B. HIV/AIDS pada Anak
Perjalanan penyakit anak yang terinfeksi HIV memiliki beberapa
perbedaan dengan orang dewasa. Pertama progresivitas penyakit lebih cepat
pada anak; kedua, anak mempunyai jumlah virus yang lebih banyak dibanding
dewasa; dan ketiga, infeksi oportunistik sering muncul sebagai penyakit primer
8
dengan perjalanan penyakit yang lebih agresif karena berkurangnya status
imunitas tubuh (Saloojee & Violari, 2001).
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009), biasanya bayi dan anak
terinfeksi HIV melalui:
1. Penularan dari orang tua kepada anak
a. Dari orang tua kepada anak dalam kandungannya (antepartum)
b. Selama persalinan (intrapartum)
c. Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh orang tua yang terinfeksi
(postpartum)
d. Bayi tertular melalui pemberian ASI
2. Penularan melalui darah
a. Tranfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV
b. Penggunaan alat yang tidak steril di sarana pelayanan kesehatan
c. Penggunaan alat yang tidak steril di sarana pelayanan kesehatan
tradisional misalnya tindik, sirkumsisi, dan lain-lain.
3. Penularan melalui hubungan seks
a. Pelecehan seksual pada anak
b. Pelacuran anak
Bayi yang tertular HIV dari orang tua bisa saja tampak normal secara
klinis selama periode neonatal. Penyakit penanda AIDS tersering yang
ditemukan pada anak adalah pneumonia yang disebabkan Pneumocystis carinii.
Gejala umum yang ditemukan pada bayi yang terinfeksi HIV/AIDS adalah
9
gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare kronis, atau
hepatosplenomegali (pembesaran hepar dan lien). Anak yang terinfeksi HIV
juga sering mengalami infeksi bakteri kumat-kumatan, gagal tumbuh atau
wasting, limfadenopati menetap, keterlambatan berkembang, sariawan pada
mulut dan faring (Nursalam & Kurniawati, 2009).
Sementara itu, Jama (2010) dalam penelitiannya terhadap 245 anak yang
terinfeksi HIV di Entebbe, Uganda mendapatkan bahwa penyakit yang paling
sering dialami anak-anak dalam 30 hari terakhir sebelum penelitian adalah mual
(14,4%) dan sulit menelan / esofagus candida (6,3%). Sebagian besar anak-
anak (72,7%) juga mengalami efek samping dari penggunaan ARV
(antiretroviral), seperti nafsu makan berkurang (27,3%), sakit kepala (18,4%),
nyeri perut (15,1%), dan mulas (12,7%).
Akibatnya, sebagian besar anak yang terinfeksi HIV mengalami
kekurangan gizi. Kekurangan gizi tersebut terjadi karena asupan makanan yang
kurang, malabsorpsi dan kehilangan zat gizi, peningkatkan kebutuhan energi
karena infeksi HIV, sehingga mempengaruhi status gizi mereka melalui
peningkatan REE (Resting Energy Expenditure), serta perubahan metabolik
yang kompleks yang berujung pada penurunan berat badan dan wasting yang
umum terjadi pada anak yang terinfeksi HIV/AIDS (Jama, 2010).
C. Hubungan HIV dan Gizi
HIV melemahkan respon imunitas tubuh dan kemampuan tubuh untuk
melawan penyakit, sehingga sering kali anak yang terinfeksi HIV mengalami
10
infeksi oportunistik yang menyebabkan meningkatnya penggunaan tubuh
terhadap energi dan zat gizi lainnya. Selain itu, HIV juga mempengaruhi asupan
makanan anak, sehingga kebutuhan tubuh akan zat gizi tidak terpenuhi, yang
apabila berlanjut akan menyebabkan gizi buruk (Tushemerirwe, 2011).
Gizi buruk yang terjadi pada anak yang terinfeksi HIV dapat
mengurangi keefektifan Anti Retroviral Therapy (ART), merusak sistem
kekebalan tubuh, dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oportunistik
sehingga mempercepat perkembangan HIV menjadi AIDS (East, Central and
Southern African Health Community) (ECSA-HC dkk, 2008).
Sementatra itu RCQHC (Regional Centre for Quality of Health Care)
(2008) menyatakan bahwa sistem kekebalan tubuh seseorang dapat
mempengaruhi asupan makanan dan mengakibatkan kekurangan gizi, sehingga
ART kurang manjur. Sebaliknya, ART juga dapat mempengaruhi konsumsi,
penyerapan, metabolisme dan ekskresi makanan melalui efek samping
(misalnya anemia, mual dan muntah) (Food and Nutrition Technical
Assistance) (FANTA, 2004).
D. Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV
Menurut Almatsier (2005), Angka Kebutuhan Gizi (Dietary
Requirements) adalah banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan seseorang
(individu) untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang adekuat.
Penentuan kebutuhan gizi seseorang selain dipengaruhi oleh umur, gender,
aktivitas fisik, dan kondisi khusus dalam keadaan sakit, penetapan kebutuhan
11
gizi juga harus memperhatikan perubahan kebutuhan karena infeksi, gangguan
metabolik, penyakit kronik, dan kondisi abnormal lainnya.
Menurut Almatsier (2005), komponen utama yang menentukan
kebutuhan energi adalah Angka Metabolisme Basal (AMB) dan aktivitas fisik.
Ada beberapa cara untuk menentukan AMB, yaitu:
1. Menggunakan Rumus Harris Benedict (1919)
Laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U)
Perempuan = 65,5 + ( 9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)
Keterangan :
BB = berat badan dalam kg
TB = tinggi badan dalam cm
U = Umur dalam tahun
2. Cara Cepat (2 cara)
a. Laki-laki = 1 kkal x kg BB x 24 jam
Perempuan = 0,95 kkal x kg BB x 24 jam
b. Laki-laki = 30 kkal x kg BB
Perempuan = 25 kkal x kg BB
3. Cara FAO/WHO/UNU
Cara ini memperhatikan umur, gender, dan berat ideal. Seperti pada
tabel 2.1 di bawah ini:
12
Tabel 2.1
Rumus FAO/WHO/UNU untuk menentukan AMB
Kelompok Umur AMB (kkal/hari)
Laki-laki Perempuan
0-3 60,9 B – 54 61,0 B – 51
3-10 22,7 B + 495 22,5 B + 499
10-18 17,5 B + 651 12,2 B + 746
Sumber : FAO/WHO/UNU (1985) dalam Almatsier (2005)
Menurut Almatsier (2005) Kebutuhan gizi dalam keadaan sakit, selain
tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat juga
dipengaruhi oleh jenis dan berat ringannya penyakit. kebutuhan energi dalam
keadaan sakit berubah sesuai dengan jenis dan beratnya penyakit. Cara
penentuan kebutuhan energi orang sakit dapat dilakukan dengan cara:
1. Menghitung kebutuhan energi menurut kg berat badan (kkal/kg/hari).
2. Menurut persen kenaikan kebutuhan di atas Angka Metabolisme Basal
(AMB), yaitu dengan mengalikan AMB dengan faktor aktivitas dan faktor
trauma/stres.
Tabel 2.2
Faktor Aktivitas dan Faktor Trauma atau Stress untuk Menetapkan kebutuhan
energi orang sakit
No Aktivitas Faktor No Jenis trauma/stres Faktor
1 Istirahat di
tempat tidur 1,2 1
Tidak ada stres, pasien dalam
keadaan gizi baik. 1,3
2 Tidak terikat di
tempat tidur 1,3 2
Stres ringan: peradangan saluran
cerna, kanker, bedah elektif, trauma
kerangka moderat.
1,4
13
Sementara itu AKG (Angka Kecukupan Gizi) atau Recommended
Dietary Allowances (RDA) adalah tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang
dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang sehat di
suatu negara atau dapat diartikan sebagai kecukupan zat gizi untuk rata-rata
penduduk (Almatsier, 2005).
Tabel 2.3
Angka Kecukupan Gizi Makro Anak
Sumber: AKG (2004)
1. Energi
Menurut WHO (2003) kebutuhan energi bagi anak yang terinfeksi
HIV berbeda-beda tergantung tipe dan seberapa lama anak terinfeksi HIV,
dan apakah terdapat penurunan berat badan selama terkena infeksi akut.
Penemuan menunjukkan terjadinya kenaikan REE (Resting Energy
Expenditure) pada periode asymtomatic pada anak yang terinfeksi HIV.
Sama dengan asymtomatic pada orang dewasa yang terinfeksi HIV, rata-rata
kenaikan asupan energi yang direkomendasikan pada anak sebesar 10%
untuk menunjang pertumbuhan.
USAID (2007) menambahkan bahwa ketika anak terinfeksi HIV dan
sudah terdapat gelaja (symptomatic) akan tetapi tidak mengalami penurunan
Umur Energi (Kkal) Protein (g)
Laki-laki (10-12 th) 2050 50
Wanita (10-12 th) 2050 50
Laki-laki (13-15 th) 2400 60
14
berat badan, energi yang dibutuhkan mengalami peningkatan 20%−30% dari
kebutuhan energi anak sehat.
Berdasarkan pengalaman klinis dan pedoman yang ada untuk
mengejar pertumbuhan pada anak-anak tanpa melihat status HIV, asupan
energi bagi anak-anak terinfeksi HIV yang mengalami penurunan berat
badan membutuhkan peningkatan sebesar 50%−100% dari kebutuhan energi
yang direkomendasikan pada anak sehat (WHO, 2003).
Sementara itu Almatsier (2005) menyatakan bahwa pada perhitungan
kebutuhan energi pada anak terinfeksi HIV harus diperhatikan faktor stres,
aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Kenaikan asupan energi yang
dianjurkan yaitu sebanyak 13% untuk setiap kenaikan 10C.
Nursalam dan Kurniawati (2009) menyatakan bahwa Konsumsi
sumber karbohidrat (nasi, gandum, tepung, kentang, ketela, maizena, dan
lain-lain) penting sebagai sumber energi. Sumber energi yang baik lainnya
adalah dengan mengkonsumsi lemak dan gula. Kalori yang dihasilkan oleh
lemak dan gula dapat membantu meningkatkan berat badan. Selain itu lemak
dan gula juga menambah rasa pada makanan sehingga bisa meningkatkan
nafsu makan.
Untuk mencukupi kebutuhan kalori dan protein sehari pada anak
terinfeksi HIV juga dapat dilakukan dengan cara memberikan makanan
lengkap sebanyak 3 kali ditambah dengan makanan selingan juga 3 kali
sehari. Kebutuhan kalori yang berasal dari lemak dianjurkan untuk
mengkonsumsi lemak yang berasal dari MCT (medium chain trigliseride)
15
agar penyerapannya lebih baik dan mencegah diare. Kebutuhan zat gizi
makro tersebut di atas harus dipenuhi untuk mencegah terjadinya penurunan
berat badan yang drastis (Depkes RI, 2003).
2. Protein
WHO saat ini tidak merekomendasikan peningkatan asupan protein
pada anak terinfeksi HIV. Kebutuhan protein tetap normal, yaitu 12-15% dari
total asupan energi. Namun, karena kebutuhan energi meningkat sebesar 10%
atau 20-30%, maka kebutuhan protein juga meningkat, karena protein
dihitung sebagai persentase dari total asupan energi (ECSA-HC dkk, 2008).
Sementara itu, Almatsier (2005) menganjurkan untuk memberikan
diet protein tinggi pada anak terinfeksi HIV, yaitu 1,1-1,5 g/kg BB untuk
memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein
juga disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
Protein dan sejumlah lain vitamin dan mineral dapat diperoleh dari
kacang-kacangan (kacang tanah, buncis, kedelai, kacang hijau, kacang
almond, dan lain-lain). Selain itu protein juga diperoleh dari konsumsi
sumber protein hewani lainnya secara teratur setiap hari (Nursalam &
Kurniawati, 2009).
3. Vitamin dan Mineral
Vitamin dan mineral sangat penting dalam perkembangan dan daya
tahan tubuh, jika tubuh tidak didukung oleh asupan vitamin dan mineral yang
16
baik maka virus akan mudah menyerang dalam kata lain penyakit sangat
mudah untuk memasuki tubuh penderita HIV/AIDS (Jafar, 2004).
Menurut Almatsier (2005) dianjurkan untuk memberikan vitamin dan
mineral 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi (AKG), terutama vitamin A,
B12, C, E, folat, kalsium, magnesium, seng dan selenium. Bila perlu, dapat
ditambahkan vitamin berupa suplemen, akan tetapi megadosis harus
dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.
Tabel 2.4
Angka Kecukupan Gizi Mikro Anak
a. Vitamin A
Menurut Almatsier (2004), vitamin A berpengaruh terhadap fungsi
kekebalan tubuh pada manusia dan hewan. Retinol berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B (leukosit yang berperan dalam
proses kekebalan tubuh humoral). Di samping itu kekurangan vitamin A
dapat menurunkan respon antibodi yang bergantung pada sel-T (limfosit
yang berperan pada kekebalan tubuh selular).
Umur Vit A
(RE)
Vit
B12
(ug)
Vit C
(mg)
Vit E
(mg)
Fol-
at
(ug)
Kal-
sium
(mg)
Magne
sium
(mg)
Seng
(mg)
Sele-
nium
(ug)
Besi
(mg)
Laki-laki
(10-12 th) 600 1,8 138 11 300 1000 170 14 20 13
Wanita
(10-12 th) 600 1,8 145 11 300 1000 180 12,6 20 20
Laki-laki
(13-15 th) 600 2,4 150 15 400 1000 220 17,4 30 19
Sumber: AKG, 2004
17
WHO merekomendasikan bagi anak yang terinfeksi HIV untuk
makan makanan sehat yang memenuhi kebutuhan zat gizi mikro. Sayur-
sayuran dan buah-buahan (sayur dan buah berwarna kuning, oranye, hijau
tua misalnya bayam, labu, wortel, apricot, papaya dan mangga yang
merupakan sumber vitamin A yang baik) (Nursalam & Kurniawati, 2009).
Menurut ECSA-HC, dkk (2008) beberapa anak yang terinfeksi
HIV asupan makanannya tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan zat
gizi mikro sehingga mereka memerlukan suplemen, terutama jika terjadi
kekurangan. Suplementasi zat gizi mikro harus mengikuti rekomendasi
WHO dan tidak boleh melebihi tingkat RDA.
WHO merekomendasikan anak-anak 6-59 bulan yang terinfeksi
HIV untuk menerima suplemen vitamin A (200.000 IU untuk anak-anak >
12 bulan) setiap 4-6 bulan. Rekomendasi WHO ini bertujuan untuk
mencegah kekurangan vitamin A pada anak-anak. Akan tetapi tidak
dianjurkan untuk meningkatkan dosis atau frekuensi pemberian vitamin A
pada anak yang terinfeksi HIV (ECSA-HC dkk, 2008).
b. Vitamin B12
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009), vitamin B12 bagi
penderita HIV penting untuk fungsi dan pengantaran saraf dan mencegah
kelainan sumsum tulang. Sementara itu Nadhiroh (2006) menyatakan
bahwa kelompok vitamin B diperlukan untuk menjaga sistem kekebalan
tubuh dan saraf yang sehat.
18
Menurut penelitian Tang dkk (1997) terdapat peningkatan risiko
perkembangan AIDS secara signifikan bagi mereka yang mempunyai
serum vitamin B12 yang rendah (RH = 2.21, 95% CI = 1,13-4,34), hal ini
memberikan bukti lebih lanjut bahwa konsentrasi vitamin B-12 yang
rendah mempercepat perkembangan penyakit.
Sumber utama vitamin B12 adalah makanan protein hewani yang
memperolehnya dari hasil sintesis bakteri di dalam usus, seperti hati,
ginjal, disusul oleh susu, telur, ikan, keju, dan daging. Vitamin B12 dalam
sayuran ada apabila terjadi pembusukan atau pada sintesis bakteri
(Almatsier, 2004).
c. Vitamin C
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009), peran vitamin C pada
infeksi diantaranya memperkuat sel-sel imun dalam melawan dan
menetralkan radikal bebas. Sel-sel imun mengeluarkan bahan toksik untuk
membunuh jamur, kuman, atau virus yang masuk ke dalam tubuh;
“perang” antara sel-sel imun dengan zat asing membuat jaringan
disekitarnya juga ikut rusak; dan radikal bebas yang dihasilkan dapat
memperluas kerusakan itu lebih lanjut. Inilah hal khusus yang
dikhawatirkan pada orang dengan HIV, mengingat virus memerlukan
lingkungan seperti itu.
Buah-buahan berwarna dan sayur-sayuran berwarna gelap
merupakan sumber vitamin C yang dapat membantu meningkatkan daya
19
tahan tubuh dalam melawan infeksi seperti tomat, kubis, jeruk, anggur,
lemon, jambu, nanas, buah beri, dan lain-lain yang dapat dikonsumsi
secara bergantian setiap harinya (Nursalam & Kurniawati, 2009).
Sementara itu menurut Almatsier (2004), vitamin C umumnya
hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama
yang asam, seperti jeruk, nanas, rambutan, papaya, gandaria, dan tomat.
Vitamin C juga banyak terdapat dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol.
d. Vitamin E (Tokoferol)
Menurut Almatsier (2004), fungsi utama vitamin E adalah sebagai
antioksidan yang larut dalam lemak. Sifat antioksidannya berfungsi
melindungi dan menstabilkan membran sel (Nursalam & Kurniawati,
2009).
Sumber utama vitamin E adalah minyak tumbuh-tumbuhan,
terutama minyak kecambah gandum dan biji-bijian. Minyak kelapa dan
zaitun hanya sedikit mengandung vitamin E. Sayuran dan buah-buahan
juga merupakan sumber vitamin E yang baik. Daging, unggas, ikan, dan
kacang-kacangan mengandung vitamin E dalam jumlah terbatas
(Almatsier, 2004).
e. Folat
Menurut Almatsier (2004), folat dibutuhkan untuk pembentukan
sel darah merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang dan untuk
pendewasaannya. Folat terutama terdapat di dalam sayuran hijau, hati,
20
daging tanpa lemak, serelia utuh, biji-bijian, kacang-kacangan, dan jeruk.
Vitamin C yang ada dalam jeruk menghambat kerusakan folat. Bahan
makanan yang tidak banyak mengandung folat adalah susu, telur, umbi-
umbian, dan buah, kecuali jeruk.
Akan tetapi AZT (zidovudin) yang dikonsumsi ODHA berperan
dalam terjadinya defisiensi folat. Hal ini juga terjadi pada pemakaian
beberapa jenis obat yang juga biasa dipergunakan seperti: Trimethroprim
dan Bactrim (trimethhropin sulfamethroxazole) yang merupakan antagonis
folat karena mekanisme kerjanya secara langsung memblok folat,
demikian juga Barbiturat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
dan sebagai obat tidur (Nursalam & Kurniawati, 2009).
Kekurangan folat terutama menyebabkan gangguan metabolisme
DNA. Akibatnya terjadi perubahan dalam morfologi inti sel terutama sel-
sel yang sangat cepat membelah, seperti sel darah merah, sel darah putih
serta sel-sel epitel lambung dan usus, vagina, dan serviks rahim.
Kekurangan folat menghambat pertumbuhan, menyebabkan anemia
megaloblastik dan gangguan darah lain, peradangan lidah dan gangguan
saluran cerna (Almatsier, 2004).
f. Zinc (Seng)
Menurut Almatsier (2004), Zinc (seng) berperan dalam fungsi
kekebalan, yaitu dalam fungsi sel T dan dalam pembentukan antibodi oleh
sel B. Taraf darah seng yang rendah dihubungkan dengan hipogeusia atau
21
kehilangan indra rasa. Hipogeusia biasanya disertai penurunan nafsu
makan dan hiposmia atau kehilangan indra bau.
Kehilangan Zinc (seng) terjadi jika anak mengalami diare yang
merupakan gejala umum penyakit HIV. Namun, suplementasi seng di atas
tingkat RDA tidak dianjurkan karena akan menyebabkan efek samping
pada sistem kekebalan tubuh. Suplementasi Zinc pada anak yang
mengalami diare kronis harus mengikuti pedoman MTBS atau nasional.
Saat ini tidak ada peningkatan rekomendasi suplemen Zinc pada anak
terinfeksi HIV jika dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi HIV
(ECSA-HC. dkk, 2008).
Sumber seng yang paling baik adalah sumber protein hewani,
terutama daging, hati, kerang, dan telur. Serelia tumbuk dan kacang-
kacangan juga merupakan sumber yang baik, namun mempunyai
ketersediaan biologik yang rendah (Almatsier, 2004).
g. Selenium
Menurut Almatsier (2004), selenium bekerja sama dengan vitamin
E dalam perannya sebagai antioksidan. Selenium berperan serta dalam
sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan
konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi
bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Dengan demikian konsumsi
selenium dalam jumlah cukup dapat menghemat penggunaan vitamin E.
22
Sumber utama selenium adalah makanan laut, hati dan ginjal.
Daging dan unggas merupakan sumber selenium yang baik. Kandungan
selenium dalam serealia, biji-bijian, dan kacang-kacangan tergantung pada
kondisi tanah tempat tumbuhnya bahan makanan tersebut. kandungan
selenium pada sayur dan buah tergolong rendah (Almatsier, 2004).
Berdasarkan penelitian Campa dkk (1999), kadar plasma selenium
yang rendah merupakan prediktor kematian pada anak terinfeksi HIV, dan
diperkirakan terkait dengan perkembangan penyakit yang lebih cepat.
Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat plasma selenium merupakan
indikator yang sensitif dari perkembangan penyakit dan kematian pada
pasien HIV anak.
h. Fe (Besi)
Menurut ECSA-HC, dkk (2008), anak yang terinfeksi HIV harus
diberikan suplemen zat besi untuk mencegah anemia. Rekomendasi
suplementasi zat besi pada anak (usia 6-11 tahun) yaitu sebesar 30-60
mg/hari yang bertujuan untuk mencegah anemia.
Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh. Respon
kekebalan sel oleh limfosit-T terganggu karena berkurangnya
pembentukkan sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh
berkurangnya sistesis DNA. Berkurangnya sintesis DNA ini disebabkan
oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotida yang membutuhkan besi
untuk dapat berfungsi. Enzim lain yang berperan dalam sistem kekebalan
23
adalah mieloperoksidase yang juga terganggu fungsinya pada defisiensi
besi. Di samping itu dua protein pengikat besi transferin dan laktoferin
mencegah terjadinya infeksi dengan cara memisahkan besi dari
mikroorganisme yang membutuhkannya untuk perkembangbiakan
(Almatsier, 2004).
Sumber zat besi yang baik adalah sayuran berdaun hijau, biji-
bijian, produk gandum, kacang-kacangan, daging merah, ayam, hati, ikan,
seafood dan telur (Nadhiroh, 2006).
Menurut Almatsier (2004), di samping jumlah besi, perlu
diperhatikan kualitas besi di dalam makanan, yang dinamakan juga
dengan ketersediaan biologik (bioavailability). Pada umumnya besi di
dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi,
besi di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan
biologik sedang, dan besi di dalam sebagian besar sayur-sayuran, terutama
yang mengandung asam oksalat tinggi, seperti bayam mempunyai
ketersediaan biologik yang rendah.
E. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemenuhan adalah “proses,
cara, perbuatan memenuhi”, sedangkan Kebutuhan Gizi menurut Almatsier
(2005) adalah banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan seseorang (individu)
untuk mencapai dan mempertahankan status gizi adekuat. Jadi, Pemenuhan
Kebutuhan Gizi adalah proses/ cara/ perbuatan dalam memenuhi banyaknya zat-
24
zat gizi yang dibutuhkan seseorang (individu) untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang adekuat.
Maslow dalam Notoatmodjo (2007) menekankan bahwa ketika
kebutuhan itu muncul pada seseorang, maka berarti hal tersebut merupakan
pendorong dan pengarah untuk terwujudnya perilaku.
Sementara itu menurut Soenardi (2004), perilaku pemenuhan kebutuhan
gizi adalah suatu kegiatan atau aktifitas seseorang yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan makan untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh baik
yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung.
Pemenuhan kebutuhan gizi pada anak yang terinfeksi HIV sangat
penting. Menurut FANTA dan AED (2008) jika kebutuhan gizi anak terinfeksi
HIV yang meningkat tidak terpenuhi karena kurangnya ketersediaan makanan,
asupan makanan rendah, pencernaan dan penyerapan (utilisasi) yang buruk,
maka akan mengakibatkan gizi buruk. Akibatnya, perkembangan dari HIV ke
AIDS jadi lebih cepat, sering mengalami infeksi oportunistik dan seperti itu
teruslah siklusnya.
25
Bagan 2.1
Siklus HIV dan Gizi Buruk
Sumber: Diadaptasi dari RCQHC dan FANTA (2003) dalam FANTA (2008)
Orang yang hidup dengan HIV/AIDS seringkali tidak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang cukup karena beberapa sebab, antara lain:
1. Penyakit HIV/AIDS dan obat-obatan yang dikonsumsi membuat seseorang
mengurangi nafsu makan, karena keduanya mengubah rasa makanan dan
mengganggu penyerapan bahan makanan.
2. Adanya lesi pada mulut, rasa mual, dan muntah yang membuatnya sulit
makan.
Status Gizi Rendah
Kehilangan berat badan, otot, kurus, kekurangan zat
gizi makro dan mikro
Terganggunya Sistem Imun Kurang mampu
melawan HIV dan penyakit infeksi lain
Meningkatnya kerentanan terhadap penyakit infeksi
Meningkatnya frekuensi dan durasi infeksi oportunistik dan
kemungkinan progresifitas menjadi AIDS semakin cepat
Meningkatnya Kebutuhan Gizi Malabsorpsi,
Kurangnya asupan makanan, infeksi dan
replikasi virus
HIV
26
3. Kelelahan, isolasi, dan depresi membuat ODHA menurun nafsu makannya,
keinginan untuk berusaha mempersiapkan makanan, serta keinginan untuk
makan secara teratur.
4. Tidak cukup uang untuk membeli makanan karena kehilangan sumber
penghasilan akibat kelemahan tubuh atau pemutusan hubungan kerja (FAO-
WHO, 2002).
F. Perilaku
Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang
itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok. Pemikiran dan
perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi,
sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap
objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan) (Notoatmodjo, 2007).
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman
dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
27
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan diperoleh dari
pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak memperoleh
pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengalaman, tangan
atau kakinya terkena api. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya
setelah melihat anak tetangganya terkena penyakit polio sehingga cacat,
karena anak tetangganya tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio.
Sementara itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan
gizi seseorang akan mempengaruhi praktik makan seseorang. Sebagaimana
diungkapkan oleh Mandal (2005), pendidikan gizi pada ibu akan berpengaruh
positif terhadap status gizi anak-anak mereka. Lain halnya dengan penelitian
di Uganda yang meneliti tentang kesenjangan pengetahuan gizi, sikap, dan
praktik serta hubungannya dengan karakteristik demografis wanita ODHA di
wilayah perbatasan, menunjukkan bahwa sebagian besar (89,5%) wanita
telah diberikan pelatihan tentang pentingnya gizi bagi ODHA; akan tetapi,
hanya 21,8% yang mengkonsumsi makanan utama 3 kali dalam sehari
(Bukusuba, dkk., 2010).
Segal-Isaacson, dkk (2006) membagi 466 wanita ODHA secara acak
dalam 4 kelompok yang menerima dua kali sesi pelatihan yang terdiri dari
pelatihan pengelolaan stress dan pendidikan gizi. Hasilnya menunjukkan
bahwa pendidikan gizi dapat meningkatkan gizi dan pola makan pada wanita
ODHA.
28
2. Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.
Seseorang menerima kepercayaan itu tanpa adanya pembuktian terlebih
dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan
waktu melahirkan Notoatmodjo (2007).
Sementara itu berdasarkan penelitian Komwa, dkk (2010), pada
survei cross-sectional terhadap 322 orang dewasa di Bugosa, Uganda,
menyatakan bahwa 91,6% percaya bahwa orang dengan infeksi HIV harus
makan makanan bergizi khusus, dan peserta dengan infeksi HIV dilaporkan
makan lebih banyak buah (p = 0,020) dan sayuran (p = 0,012) dibandingkan
peserta lainnya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa keyakinan kesehatan
yang konsisten tentang HIV/AIDS berhubungan dengan praktik diet
seseorang.
3. Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap
objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain
yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang
lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu
terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa
alasan, antara lain:
1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat
itu. Misalnya, seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin membawanya
29
ke puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang sepersen pun
sehingga ia gagal membawa anaknya ke puskesmas.
2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang
sakit keras ke rumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif
terhadap rumah sakit, sebab ia teringat kepada tetangganya yang
meninggal setelah beberapa hari di rumah sakit.
3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada
banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seseorang akseptor KB
dengan alat kontrasepsi IUD mengalami pendarahan, meskipun sikapnya
sudah positif terhadap KB, tetapi ia kemudian tidak mau ikut KB dengan
alat apapun.
4. Nilai (value)
Di dalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-nilai
yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup
bermasyarakat. Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang selalu
hidup di masyarakat.
4. Orang penting sebagai referensi
Perilaku orang lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang
dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia
katakan atau perbuat cenderung unuk dicontoh.
30
5. Sumber-sumber daya (resources)
Sumber daya di sini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan
sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau
kelompok masyarakat.
McLeod dkk (2011) menyatakan bahwa kualitas makan ibu yang
buruk akan berimplikasi terhadap ibu maupun anak. Sosial ekonomi dan
pengetahuan gizi merupakan determinan yang penting terhadap gizi. Oleh
karena itu dibutuhkan intervensi yang efektif untuk membantu ibu dalam
mencapai diet yang sehat baik untuk diri mereka sendiri maupun keluarga
mereka.
6. Perilaku Normal
Perilaku normal, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan
sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola
hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini
terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu
masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat,
sesuai dengan peradaban manusia. Perilaku normal adalah salah satu aspek
dari kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap
perilaku seseorang.
G. Kerangka Teori
Dari uraian tentang teori perilaku WHO dalam Notoatmodjo (2007)
tersebut dapat dilihat bahwa banyak alasan seseorang berperilaku. Oleh sebab
31
itu, perilaku yang sama di antara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab
atau latar belakang yang berbeda-beda. Secara sederhana dapat diilustrasikan
sebagai berikut:
B = f (TF, PR, R, C)
Dimana:
B = Behaviour PR = Personal Reference
F = fungsi R = Resources
TF = Thoughts and feeling C = Culture
Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat
ditentukan oleh pemikiran dan perasaan seseorang, adanya orang lain yang
dijadikan referensi dan sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat
mendukung perilaku dan kebudayaan masyarakat.
32
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Konsep
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku
pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka disusunlah kerangka berfikir pada
penelitian ini.
Penelitian ini dimulai dari mengetahui gambaran pengetahuan gizi ibu
atau pengasuh, kemudian melihat perilaku ibu atau pengasuh dalam memenuhi
kebutuhan gizi anak yang terdiri dari penyediaan makanan, dan perilaku ibu
atau pengasuh dalam memberikan makanan pada anak.
Setelah itu, peneliti menilai asupan gizi anak menggunakan food recall
24 jam sebagai evaluasi perilaku pemenuhan kebutuhan gizi pada anak
terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar.
33
Kerangka konsep pada penelitian ini digambarkan pada bagan di bawah
ini:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Pemenuhan Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV
Perilaku Pemenuhan
Kebutuhan Gizi
Asupan Gizi Anak
Pemberian Makanan Ketersediaan Makanan
34
B. Definisi Istilah
1. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi
Perilaku pemenuhan kebutuhan gizi yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah upaya-upaya yang dilakukan ibu atau pengasuh untuk memenuhi
kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV yang tinggal di yayasan Tegak Tegar.
Metode yang digunakan untuk menilai perilaku pemenuhan kebutuhan
gizi adalah metode wawancara dan observasi, dengan pengasuh sebagai
informannya.
2. Ketersediaan Makanan
Ketersediaan makanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
ketersediaan makanan yang ada di Yayasan Tegak Tegar yang dapat
mendukung terpenuhinya kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV yang tinggal
di Yayasan Tegak Tegar.
Metode yang digunakan untuk menilai ketersediaan makanan adalah
metode wawancara dan observasi, dengan pengasuh sebagai informannya.
3. Perilaku Pemberian Makan
Perilaku pemberian makan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
perilaku pemberian makanan yang dilakukan oleh ibu atau pengasuh sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan gizi anak.
Metode yang digunakan untuk menilai perilaku pemberian makanan
adalah metode wawancara dan observasi, dengan pengasuh sebagai
informan utamanya dan anak sebagai informan pendukung.
35
4. Asupan Gizi Anak
Asupan gizi anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah asupan
gizi yang didapat anak dalam sehari melalui konsumsi makanan dalam
jangka waktu 24 jam.
Metode yang digunakan untuk mengetahui gambaran asupan makan
anak adalah metode wawancara dengan menggunakan form food recall 24
jam dengan anak sebagai informan utamanya dan ibu atau pengasuh sebagai
informan pendukung.
36
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi
penelitian fenomenologi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara mendalam dan observasi. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam
Moleong (2010), penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif diarahkan pada latar dan
individu tersebut secara holistik (utuh) serta untuk mendapatkan informasi yang
lebih mendalam tentang suatu hal.
Melalui pendekatan kualitatif peneliti berusaha mengeksplorasi dan
memahami permasalahan yang terjadi pada pemenuhan kebutuhan gizi anak
terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013. Peneliti mengumpulkan
data berupa informasi bagaimana cara ibu atau pengasuh dalam memenuhi
kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2013 di Yayasan Tegak
Tegar Kota Tangerang Selatan. Yayasan ini mengasuh 4 anak terinfeksi HIV,
yang terdiri dari 1 orang balita dan 3 orang anak usia sekolah.
37
Yayasan Tegak Tegar adalah yayasan yang mayoritasnya beranggotakan
orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dari segala latar belakang resiko penularan.
Salah satu program di Yayasan ini adalah Rumah singgah untuk anak dengan
HIV/AIDS yang kegiatannya meliputi:
Pendampingan dan perawatan berbasis rumah
Bantuan nutrisi untuk anak dengan HIV
Pendidikan anak
C. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1 Informan Utama
Informan utama pada penelitian ini yaitu 1 orang odha. Beliau merupakan
ibu kandung dari salah satu anak sekaligus pengasuh bagi dua anak
terinfeksi HIV lainnya yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013.
2 Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini yaitu 3 orang anak terinfeksi HIV
yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1 Pedoman wawancara mendalam
2 Pedoman observasi
3 Form food recall 24 jam
38
E. Pengumpulan Data
Pada penelitian ini dilakukan pengumpulan data dengan menjamin
kerahasiaan informan yang diwawancarai (Moleong, 2010). Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teknik
wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen. Berikut penjelasan
masing-masing teknik:
1 Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam ini dilakukan dengan cara melakukan tanya
jawab dengan informan secara langsung. Wawancara dilakukan langsung
oleh peneliti dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun
terlebih dahulu.
Waktu yang dibutuhkan dalam satu kali wawancara dengan informan
utama (pengasuh) kurang lebih 30 menit, sedangkan waktu yang dibutuhkan
pada setiap kali wawancara dengan 1 orang informan pendukung (anak)
kurang lebih 15 menit. Wawancara lanjutan dilakukan pada hari dan waktu
yang berbeda jika setelah wawancara sebelumnya terdapat informasi yang
kurang dan harus digali lagi.
2 Observasi
Observasi adalah suatu prosedur yang berencana, yang antara lain
meliputi melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2005).
Observasi pada penelitian ini bertujuan untuk melihat praktik
pemberian makanan yang dilakukan ibu atau pengasuh yang terdiri dari
39
komposisi dan porsi makanan, penyiapan dan penyajian makanan, frekuensi
makan, dan pemberian makanan selingan pada anak.
3 Telaah Dokumen
Telaah dokumen adalah cara pengumpulan informasi yang
didapatkan dari dokumen, arsip-arsip, dan surat-surat pribadi yang memiliki
keterkaitan dengan masalah yang diteliti.
Telaah dokumen pada penelitian ini yaitu dengan melihat profil
yayasan yang terdiri dari visi misi, tujuan dan kegiatan yang dilakukan di
Yayasan Tegak Tegar.
F. Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah model analisis
interaktif yang dikemukakan Miles dan Huberman. Analisis interaktif ini terdiri
dari tiga komponen utama, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan yang dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses
pengumpulan data sebagai suatu siklus (Miles dan Hubberman, 1992).
Tiga komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transpormasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan dengan memfokuskan data
yang relevan melalui pemisahan data, mempertegas data, membuang hal
40
yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan
akhir dapat dilakukan.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Beberapa jenis bentuk penyajian data adalah matriks, grafik,
jaringan, bagan, dan lain sebagainya.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil penelitian dengan
memperhatikan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen (berupa
data-data awal yang belum siap digunakan dalam analisis), setelah data
tersebut direduksi dan disajikan.
41
BAB V
HASIL
A. Gamabaran Informan
1. Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini yaitu ibu kandung dari seorang
anak terinfeksi HIV sekaligus pengasuh dari tiga orang anak terinfeksi HIV
lainnya yang tinggal di Yayasan Tegak Tegak tahun 2013. Beliau berusia 46
tahun. Beliau adalah seorang odha yang tertular dari almarhum suaminya,
almarhum suaminya tertular HIV karena menggunakan narkoba suntik.
Di Yayasan Tegak Tegar beliau menjabat sebagai seorang Project
Manager. Pendidikan terakhir beliau adalah Sarjana Kesejahteraan Sosial
Masyarakat. Kegiatan sehari-hari beliau adalah ibu rumah tangga sekaligus
pelaksana program Yayasan Tegak tegar, tiga hari dalam seminggu beliau
menjadi relawan di rumah sakit dan terkadang sebagai pembicara di acara
seminar HIV.
Pendapatan untuk kebutuhan sehari-hari ia dan anak-anak yang
tinggal di Yayasan Tegak Tegar biasanya diperoleh dari donatur sebesar 5
juta rupiah per bulan. Pendapatan juga bisa berasal dari warung sembako
yang ia kelola bersama dengan teman-teman odha lainnya.
42
2. Informan Pendukung
Informan pendukung pada penelitian ini yaitu 3 anak terinfeksi HIV
yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013. Berikut karakteristik
ketiga anak tersebut:
Tabel 5.1
Karakteristik Anak Terinfeksi HIV di Yayasan Tagak tegar
Karakteristik K D N
Usia 9 tahun
9 bulan 11 tahun
12 tahun
10 bulan
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Laki-laki
Berat Badan 26,4 kg 29,9 kg 26,25 kg
Tinggi Badan 125,2 cm 140,2 cm 132,2 cm
IMT 16,84 15,21 15,01
Status gizi
menurut IMT/U Normal Normal Normal
Status gizi diadaptasi dari(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
B. Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini terdiri dari gambaran pengetahuan gizi ibu atau
pengasuh sebagai komponen dasar dari terbentuknya perilaku pemenuhan
kebutuhan gizi, gambaran perilaku pemenuhan kebutuhan gizi yang meliputi
ketersediaan makanan dan pemberian makan serta permasalahan yang dihadapi
dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan
Tegak Tegar.
43
Untuk memvalidasi data mengenai perilaku pemberian makan yang
didapat dari informan utama, maka dilakukan cross cek kepada informan
pendukung yaitu anak terinfeksi HIV itu sendiri. Serta dengan cara observasi
langsung beberapa kali di yayasan Tegak Tegar.
1. Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu atau Pengasuh
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama (pengasuh)
diketahui bahwa gizi menurutnya adalah makanan yang bersih, yang
mempunyai kandungan zat gizi yang seimbang seperti karbohidrat, protein,
dan zat gizi lainnya untuk pemenuhan kebutuhan seseorang. Berikut kutipan
hasil wawancara tentang gizi yang pengasuh ketahui:
“gizi itu berarti makanan seimbang, makanan sehat yang
seimbang, bersih, bernutrisi, protein, karbohidrat dan sebagainya
buat pemenuhan kebutuhan tubuh gitu” (Pengasuh)
Kemudian untuk mengetahui bahwa informan dapat mengaplikasikan
apa yang diketahuinya tentang gizi, maka kemudian ditanyakan lagi tentang
makanan sumber zat gizi tersebut. Ternyata berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa informan mengetahui makanan-makanan sumber zat-zat
gizi yang disebutkan, seperti makanan yang mengandung karbohidrat,
protein, vitamin, dan serat, bahkan informan menjelaskan tentang makanan
sumber zat-zat gizi tersebut yang biasanya diberikan pada anak-anak.
Berikut kutipan hasil wawancaranya:
a Makanan yang mengandung energi
“gandum, jagung, nasi ubi, singkong pernah kita buat juga
masak ubi” (Pengasuh)
44
b Makanan yang mengandung protein
“telur, ikan, karena yang bisa dijangkau itu, sering sih telur
karena yang paling gampang masaknya itu, apalagi yang kecil suka
banget tinggal dikasih lada sama garam dikit dia suka banget
itu….”(Pengasuh)
c Vitamin
“buah-buahan, sayuran. Iya ga sih…..”(Pengasuh)
d Serat
“serat itu… apa ya… buah juga kayanya serat, sayur…
sawi..” (Pengasuh)
Kemudian untuk mengetahui pengetahuan gizi informan yang lebih
dalam maka informan diminta untuk menggambarkan apa yang ia ketahui
tentang gizi bagi anak terinfeksi HIV. Berikut kutipan hasil wawancaranya:
“kalo gizi bagi anak HIV ya… makanan-makanan yang baik,
kayanya sama dengan anak yang lain, hanya mungkin bedanya bagi
anak yang terinfeksi tidak disarankan banyak mengandung micin,
minuman-minuman yang bersoda juga tidak dianjurkan, jadi gizi
bagi anak yang terinfeksi umumnya sama, yang jelas tadi kalo aku
masak ya tidak menggunakan penyedap hanya menggunakan garam
dan gula sebagai penyedapnya, minuman bersoda boleh tapi tidak
sering kan sebenarnya itu tidak baik juga” (Pengasuh)
Akan tetapi ketika diobservasi, ternyata informan utama tetap
menggunakan vitsin sebagai penyedap rasa saat ia memasak sayur. Ketika
ditanyakan kembali, beliau berdalih bahwa masakan tersebut bukan untuk
anak, tapi bagi yang dewasa. Pada saat itu memang kebetulan anak-anak
sudah makan dan memang mereka tidak makan sayur karena sayur tersebut
masih diolah. Sementara itu dari pengamatan sebelum dan sesudahnya
didapati biasanya anak-anak memakan sayur yang biasanya tersedia, akan
45
tetapi sayangnya peneliti saat itu tidak melihat langsung apakah sayur
tersebut dimasak menggunakan vitsin atau tidak.
Sementara itu, dalam hal peningkatan kebutuhan gizi bagi anak
terinfeksi HIV ternyata informan tidak tahu. Berdasarkan hasil wawamcara
ia mengatakan bahwa kebutuhan gizi anak HIV sama saja dengan kebutuhan
anak lainnya yang tidak terinfeksi HIV. Berikut kutipan hasil
wawancaranya:
“kebutuhanya sama sih, kalo masak kita kasih nasi, tempe,
tahu, ikan, daging ayam, sayur-sayurannya….sayur sop, sayur
asem, buah pepaya biasanya siang kita kasih atau sore jam 4 gitu,
kadang jam 10, jadi kalo snack kita kasih buah-buahan, wortel,
tomat kadang anak-anak ga suka tapi kadang kita jus. Karena itu
yang terjangkau yang mudah yang bergizi juga. Yang sering kita
pake itu papaya, tomat, dan wortel” (Pengasuh)
Kemudian ketika ditanyakan tentang manfaat terpenuhinya
kebutuhan gizi bagi anak terinfeki HIV, ternyata ia menyadari bahwa
pemenuhan kebutuhan gizi bagi anak terinfeksi HIV sangat penting karena
menjadikan mereka lebih kuat dan tidak mudah terserang penyakit. Berikut
kutipan hasil wawancaranya:
“udah jelas ya…jadi ga gampang sakit, makanan baik, kalo
aku liat ya jadi ga gampang sakit, pengennya lari, semangat. Kalo
kurang makan kan kurang semangat. Karena pengalaman tuh yang
beberapa hari ga doyan makan yang 3 anak itu ya jadi lemes,
mungkin pada sariawan jadi makanannya kurang. Jadi repot deh
malah komplikasi..batuk, pilek” (Pengasuh)
Ketika ditanyakan apakah informan pernah mendapatkan konseling
gizi, ia mengatakan pernah, tapi sudah lama sekali, yaitu saat anaknya
terkena gizi buruk saat usia tiga tahun. Berikut kutipan hasil wawancaranya:
46
“Kebetulan dulu waktu anak saya dengan gizi buruk
memang dikasih penjelasan tentang gizi, dulu susunya menggunakan
susu khusus, dianjurkan banyak makan buah, sayur.Pernah, pernah
dapet di Rumah Sakit Carolus. Kalo sekarang ga pernah lagi, paling
baca-baca aja… pokoknya yang jelas makanan seimbang deh”
(Pengasuh)
Sementara itu untuk saat ini biasanya informasi tentang gizi ia
dapatkan melalui internet.
2. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi
a. Ketersediaan Makanan
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama didapatkan
informasi bahwa ketersediaan beras untuk saat ini selalu ada dan selalu
tercukupi bahkan terkadang ibu masih bisa membagikannya kepada
tetangga yang kurang mampu, karena biasanya yayasan mendapat
bantuan berupa beras sebanyak 50 kg per bulan dari gereja.
Begitu pula dengan ketersediaan susu, biasanya ketersediaan susu
di Yayasan Tegak Tegar didapatkan dari donatur tetap. Selain untuk anak
terinfeksi HIV yang tinggal di Yayasan, susu juga didistribusikan bagi
anak-anak terinfeksi HIV yang tidak tinggal di Yayasan akan tetapi masih
berada dalam kelompok binaan dari Yayasan Tegak Tegar. Biasanya
setiap anak mendapatkan 4 dus susu bubuk 800 gram setiap bulannya.
Sementara untuk lauk pauk, biasanya pengasuh membelinya
seminggu sekali di pasar tradisional yang letaknya tidak jauh dari
yayasan, dengan menghabiskan anggaran kurang lebih 250 ribu rupiah
setiap kali belanja. Berikut kutipan hasil wawancaranya:
47
“biasanya kita belanja seminggu, misalnya kaya sayur,
lauk, pauk bisa habis sekitar 250 ribu, kadang dapet buah kadang
buahnya lain, itu di luar beras, di luar kebutuhan gas”
(Pengasuh)
Kemudian berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan
beberapa kali, ibu atau pengasuh mengolah dan memasak sendiri
makanan untuk anak-anaknya, dengan dibantu oleh seorang temannya
yang tinggal di yayasan tersebut. Saat mengolah dan memasak makanan
untuk anaknya tersebut terkadang ia mengajak serta anak-anaknya karena
kebetulan anak-anak tersebut sekolah siang.
b. Pemberian Makanan
1) Porsi dan Komposisi makanan
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, biasanya anak-
anak yang menentukan porsi makan mereka sendiri, kecuali untuk
anak dengan inisial N, karena ia harus diberikan perhatian yang lebih
untuk urusan makan. N sangat sulit sekali untuk makan, agar tepenuhi
kebutuhan gizinya, biasanya ibu menyuapinya sedikit demi sedikit.
Berdasarkan hasil observasi porsi makan informan N ternyata sangat
sedikit untuk anak seusianya, biasanya ia makan dengan anak yang
masih balita, seporsi makanan untuk berdua, atau 1 porsi tapi hanya 1
piring kecil (piring cangkir) yang berisi sedikit nasi dan lauk pauknya.
Berbeda dengan anak berinsial K dan D, mereka mempunyai
porsi makan yang cukup baik, bahkan terkadang mereka nambah jika
48
kebetulan lauk pauk yang disediakan merupakan lauk yang mereka
suka.
Kemudian, berdasarkan observasi yang peneliti lakukan
komposisi makanan yang anak-anak makan kurang baik, karena
komposisi makanan mereka tidak seimbang. Mereka hanya memakan
banyak nasi dan lauk hewani, akan tetapi mereka sama sekali tidak
memakan sayur.
Selanjutnya pada pengamatan di waktu yang berbeda, di piring
mereka memang disertakan sayur, akan tetapi sayur tersebut hanya
disingkirkan dan tidak dimakan.
Sementara itu berdasarkan hasil wawancara dengan informan
utama yaitu ibu atau pengasuh, ia mengatakan bahwa anak-anak
memang kurang suka sayur, tapi kadang dipaksa dengan cara dijus
atau dicontohkan oleh ibu tersebut. Berikut kutipannya tentang
makanan apasaja yang biasanya diberikan untuk anak terinfeksi HIV di
Yayasan Tegak Tegar:
“makan biasa sih, kaya sawi, kangkung, bayam, sop,
buncis…. pasti ada sayur walaupun dia ga mau tapi dipaksa,
kita suapin karena kalo terbiasa makan sayur lama-lama jadi
suka, kan kebanyakan anak-anak ga suka sayur. Tapi ya … itu
kalo kita pergi semua, ya… sampe sore sayur ya ga ada yang
sentuh. Tapi kalo saya ada pagi ya… dikasih sayur, disuapin…
kalo ga disuapin ya disingkir-singkirin, tapi belakangan
akhirnya dimakan. Karena saya ajarin ke mereka kalo
makanan dibuang itu ga boleh, kan belinya pake uang,
uangnya dari mana..kita kerja, akhirnya mereka makan dikit-
dikit, mereka meleng ya saya tambahin” (Pengasuh)
49
Sementara itu berdasarkan hasil wawancara dengan informan
pendukung (anak terinfeksi HIV) mereka menyatakan bahwa setiap
hari pengasuh menyediakan sayur dan lauk pauk lainnya untuk
mereka, seperti kutipan hasil wawancara tentang makanan yang
diberikan oleh pengasuh kepadanya di bawah ini:
“Makan soup… soupnya isinya… wortel, trus… habis
wortel… apalagi ya, kol, terus..buncis” (Informan K).
“Nasi, sayur, udah” (Informan N)
“Sayur, nasi, jajanan, lauknya kadang-kadang ayam,
terus tempe tahu, udah” (Informan D)
Sementara itu untuk buah, informan utama atau pengasuh
menyatakan bahwa paling tidak 2 hari sekali pasti ia menyediakan
buah. Berikut kutipan wawancara peneliti dengan informan utama
tentang penyediaan buah di Yayasan Tegak Tegar
“jarang sih ya.. buahnya paling ada tomat sama
wortel, yang sering papaya, kemaren kita baru makan papaya,
harusnya sekarang ada…. Tapi udah habis, 2 hari sekali pasti
ada buah, kadang di 2 hari kalo kita ngerasa ga beli jus,
buat… gitu, seharusnya sih harus selalu tersedia, tapi ya
kadang-kadang ga ngontrol… gitu, tantenya juga kalo ga
disuruh ngejus, ga dijus….kdang sampe busuk ga dimakan,
kalo ga dijus ga dimakan, tapi kalo dijus juga kalo ga disaring
mereka ga mau, tapi kita paksa harus dirayu, harus disaring
juga jusnya, jadi harus ada waktu untuk perhatiin mereka
makan, kalo didiemin aja ya… anak-anak semaunya dia…
makan kalo udah laper, dulu waktu ada mbaknya rajin ….
selalu dibuatin jus…. Tantenya juga sama mamanya sekarang
kadang suka males-males, ntar-ntar aja deh… eh akhirnya
lupa..”(Pengasuh)
50
Sementara itu berdasarkan hasil wawancara tentang
ketersediaan buah, anak-anak menjawab seperti di bawah ini:
“Ada…, buah jeruk sama buah semangka, kemarin aku
makan semangka”(informan D)
“Iya, kemarin makan semangka, terus
papaya”(informan D)
“Setiap hari kadang beli kadang ga, mama kemarin
beli semangka sama jeruk” (informan N)
2) Frekuensi dan waktu pemberian makan
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa biasanya anak 3
kali memakan makanan utama dan 2 kali makan makanan selingan
dalam sehari. Untuk makanan selingan yang diberikan biasanya anak-
anak jajan sore, atau kadang dibuatkan jus setiap jam 10 pagi dan
dibuatkan snack sendiri seperti kroket kentang jam 4 sore. Berikut
kutipan hasil wawancaranya
“Makanan utama 3 kali ya, pagi, siang, dan sore
menjelang malam, diiringi dengan snack setiap jam 10 sama
jam 4 biasanya kalo jam 10 jam 4 untuk balita dikasih bubur
sama susu, tapi ya itu kalo makanan utama 3 kali itu”
(Pengasuh)
“Biasanya kalo snack… Jajan paling juga, suka ada
tukang syomay, mpek-mpek atau bakso kadang sore mereka
minta… kadang kita buatin juga mie, singkong atau kentang
yang dibuat kroket, yang sering sih buah menjelang makan
siang tuh mereka laper..paling dibuatin jus atau dimakanin
buah papaya” (Pengasuh)
51
3) Pantangan makanan
Pantangan makanan yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui kebersihan dan kualitas makanan serta
pengaruhnya terhadap nafsu makan dan zat gizi lainnya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama
(pengasuh) diketahui bahwa tidak ada pantangan makanan secara
mutlak bagi anak-anak, seperti mie instan dan ciki yang tidak
diperbolehkan, akan tetapi terkadang tetap dikonsumsi bersama.
Pantangan makanan secara spesifik juga dilakukan karena makanan
tersebut menimbulkan penyakit bagi salah satu anak sehingga hanya
pada anak tersebutlah makanan itu tidak boleh dikonsumsi. Berikut
kutipan hasil wawancaranya:
“buat anak-anak sih ga boleh makan ciki, mie instan
boleh tapi ga sering-sering juga kita kasih, ya.. paling seminggu
sekali, ciki ga boleh sama sekali, paling untuk seru-seruan
makan bareng-bareng tapi jarang, kita juga ga jualan ciki di
warung. Si K….. dan si D… biasanya ga boleh makan es, klo
makan es pasti ketahuan, pasti habis makan es udah pasti sakit,
biasanya K….. suka sesek nafas karena kan dia punya asma gitu,
jadi kalo makan es udah pasti sakit, walaupun ga ngaku tapi
akhirnya teman-temannya yang bilang, baru deh dia ngaku. Klo
ciki ga tau deh, klo dirumah sih ga boleh, soalnya pengalaman
anakku suka makan ciki, minat makannya jadi ga ada juga, itu
jadi gampang sakit juga. (Pengasuh)
c. Permasalahan Pemenuhan Kebutuhan Gizi
Dari hasil wawancara diketahui bahwa anak-anak kurang
menyukai buah dan sayur yang disediakan, walaupun biasanya mereka
tetap dipaksa dengan berbagai macam cara, misalkan dengan menjus
52
buah-buahan dan menyaringnya, mencontohkannya, merayunya,
memberinya uang dan mengurangi kemudian menambahkan porsinya
sedikit demi sedikit sampai akhirnya buah atau sayur tersebut dimakan,
seperti kutipan di bawah ini:
“Untuk sayur dan buah, anak-anak sih ga pada suka kalo
kita ga paksa, anak-anak sih sukanya buah yang mahal-mahal
kaya anggur atau buah yang kecil-kecil tapi kita jarang beli, yang
sering kita beli memang mereka ga suka tapi kalo di depan saya
ya suka ga suka mereka pasti mau... kadang kita rayu ntar dapet
duit sambil kita tutup hidungnya, kalo ga kita contohin nih.. mama
juga minum.. ga ada yang muntah sih.. paling porsi kita kurangin
separo, tapi lama-lama kita tambahin, lama-lama habis”
(Pengasuh)
Akan tetapi permasalahan selanjutnya adalah ketika tidak ada
yang memaksanya, misalkan ketika pengasuh sedang sibuk, tidak ada di
rumah, dan tidak ada yang mengingatkan dan merayunya, biasanya anak-
anak tidak mau makan sayur. Seperti kutipan wawancara berikut ini:
“permasalahannya ya… itu….klo ga diperhatiin sama
kita ya gitu seenaknya, klo udah laper baru makan, kalo ga
disuapin makannya ya… sayurnya disingkirin, dan kalo kita pergi
semua ya.. sayur ga ada yang sentuh. Jadi ya… itu sih
kesulitannya” (Pengasuh)
kemudian ibu atau pengasuh juga mendapatkan masalah yang
lebih sulit dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak dengan inisial N.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam diketahui bahwa
sangat sulit bagi pengasuh untuk memberikan makanan pada N yang tidak
lain adalah anak kandungnya sendiri. Walaupun usianya lebih tua dari
yang lain, tapi ia lebih manja. Biasanya ia makan harus dengan makanan
53
yang ia sukai saja, dan biasanya makannya pun harus disuapi berbarengan
dengan anak yang diasuh lainnya yang masih balita. Pengasuh
mengatakan bahwa anaknya maunya makannya yang enak-enak saja
seperti ayam goreng, akan tetapi ia tidak bisa menyanggupi karena ia
harus adil dengan anak yang lainnya.
3. Asupan Gizi Anak Terinfeksi HIV
a. Asupan Energi
Untuk menghitung kebutuhan energi anak terinfeksi HIV, peneliti
menggunakan penentuan kebutuhan energi dengan menghitung Angka
Metabolisme Basal (AMB) berdasarkan rumus Harris Benedict sebagai
berikut:
1) Laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB)- (6,8 x U)
2) Perempuan = 65,5 + ( 9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)
Sehingga Kebutuhan energi bagi anak terinfeksi HIV yang tinggal
di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013 adalah sebagai berikut:
1) Informan K:
65,5 + (9,6 x 26,4) + (1,8 x 125,2) – (4,7 x 10) = 497 kkal
2) Informan D:
66 + (13,7 x 29,9) + (5 x 140,2) – (6,8 x 11) = 1102 kkal
3) Informan N:
66 + (13,7 x 26,25) + (5 x 132,2) – (6,8 x 13) = 998 kkal
54
Berdasarkan pedoman Almatsier (2005), kebutuhan gizi dalam
keadaan sakit, selain tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam keadaan sehat juga dipengaruhi oleh jenis dan berat ringannya
penyakit. Oleh karena itu bagi anak terinfeksi HIV yang tinggal di
Yayasan Tegak Tegar yang tidak terikat di tempat tidur dan tidak ada
stres serta dalam keadaan gizi baik maka Angka Metabolisme Basal
(AMB) selanjutnya dikalikan dengan 1,3 (faktor aktivitas) dan 1,3 (faktor
trauma/stress). Sehingga kebutuhan energinya menjadi:
1) Informan K : 497 x 1,3 x 1,3 = 840 kkal
2) Informan D : 1102 x 1,3 x 1,3 = 1862 kkal
3) Informan N : 998 x 1,3 x 1,3 = 1687 kkal
Lain halnya jika menggunakan acuan dari WHO (2003) yang
menyatakan bahwa kebutuhan energi bagi anak terinfeksi HIV pada
periode tanpa gejala mengalami kenaikan sebesar 10% untuk menunjang
pertumbuhan. Jika mengacu pada WHO tersebut maka kebutuhan energi
bagi informan K adalah sebesar 546 kkal, informan D sebesar 1212 kkal,
dan informan N sebesar 1098 kkal.
Sementara itu berdasarkan hasil food recall 24 jam selama 3 hari
diketahui bahwa asupan energi informan K pada hari pertama sebesar
909,5 kkal, hari ke-2 835,2 kkal dan hari ke-3 1134,3 kkal. Jika
kebutuhan energi mengacu pada WHO (2003) yaitu sebesar 546 kkal
maupun Almatsier (2005) yaitu 840 kkal, dapat dikatakan bahwa
kebutuhan energi informan K sudah terpenuhi.
55
Lain halnya dengan informan D, asupan energi yang ia dapatkan
sebesar 840,5 kkal pada hari pertama penelitian, 1184,9 kkal pada hari ke-
2, dan 1254,9 kkal pada hari ke-3. Jika dibandingkan dengan kebutuhan
energinya berdasarkan WHO (2003) yaitu sebesar 1212 kkal maka dapat
dikatakan bahwa kebutuhan energi informan D belum terpenuhi saat
penilaian konsumsi makanan hari pertama, di hari pertama tersebut porsi
makan informan D memang lebih sedikit dibanding hari-hari lainya yaitu
hanya dengan 1 centong nasi putih dan 1 potong tempe yang kecil dan
tipis.
Sementara itu jika kebutuhan energi mengacu pada Almatsier
(2005) yaitu sebesar 1862 kkal dapat dikatakan bahwa kebutuhan
energinya belum mencukupi. Walaupun asupan makanan informan D
lebih banyak dari informan-informan lainnya, akan tetapi kebutuhan
energinya belum tercukupi. Hal ini dikarenakan kebutuhannya yang lebih
tinggi juga dibanding informan-informan lainya.
Sementara itu asupan energi yang didapat pada informan N
diketahui sebesar 452,9 kkal pada hari pertama penelitian, 326,3 kkal di
hari ke-2 dan 584,5 kkal di hari ke-3. Jika mengacu pada angka
kebutuhan energinya baik berdasarkan Almatsier (2005) yaitu sebesar
1687 kkal maupun WHO (2003) yaitu sebesar 1098 kkal, maka dapat
dikatakan bahwa kebutuhan energi informan N sangat jauh dari kata
tercukupi.
56
b. Pemenuhan Kebutuhan Protein
Berdasarkan acuan dari WHO (2003), asupan protein pada anak
terinfeksi HIV yaitu 12%-15% dari asupan energi total. Akan tetapi jika
mengacu pada Almatsier (2005) aspan protein yang dibutuhkan adalah
1,1-1,5 g/kg. sehingga berdasarkan acuan tersebut maka dapat diketahui
kebutuhan protein anak terinfeksi HIV yang tinggal di Yayasan Tegak
Tegar adalah sebagai berikut:
1) Informan K
Jika mengacu pada WHO (2003), dengan kebutuhan energi
sebesar 546 kkal, maka kebutuhan energi yang berasal dari protein
adalah sebesar 66-82 kkal atau 16-20 gram protein. Jika mengacu pada
Almatsier (2005) dengan berat badan sebesar 26,4 kg maka kebutuhan
proteinnya adalah 29-39 gram protein
2) Informan D
Jika mengacu pada WHO (2003), dengan kebutuhan energi
sebesar 1212 kkal, maka kebutuhan energi yang berasal dari protein
adalah sebesar 145-182 kkal atau 36-45 gram protein. Jika mengacu
pada Almatsier (2005) dengan berat badan sebesar 29,9 kg maka
kebutuhan proteinnya adalah 33-45 gram protein
3) Informan N
Jika mengacu pada WHO (2003), dengan kebutuhan energi
sebesar 1098 kkal kkal, maka kebutuhan energi yang berasal dari
protein adalah sebesar 132-165 kkal atau 33-41 gram protein. Jika
57
mengacu pada Almatsier (2005) dengan berat badan sebesar 26,25 kg
maka kebutuhan proteinnya adalah 29-39 gram protein
Berdasarkan hasil food recall 24 jam selama 3 kali didapati bahwa
asupan protein informan K pada hari pertama, kedua dan ketiga berturut-
turut adalah 23 gram, 25 gram dan 35 gram. Jika dibandingkan dengan
acuan WHO (2003), yaitu 16-20 gram protein, maka dapat dikatakan
bahwa kebutuhan protein informan K sudah terpenuhi. Akan tetapi iika
mengacu pada Almatsier (2005) dengan dengan kebutuhan protein
sebesar 29-39 gram, maka dapat dikatakan bahwa rata-rata kebutuhan
protein belum terpenuhi.
Sementara itu, bagi informan D, asupan protein yang ia dapat
selama 3 kali penelitian yaitu 27 gram, 43 gram dan 50 gram. Jika
dibandingkan dengan acuan baik WHO (2003) maupun Almatsier (2005)
yaitu 36-45 dan 33-45 gram protein. Maka dapat dikatakan bahwa
kebutuhan protein informan D rata-rata sudah tercukupi, walaupun pada
hari pertama penelitian asupan proteinnya memang lebih rendah dari 2
hari lainnya.
Lain halnya dengan informan N, selama 3 hari penelitian asupan
protein yang ia dapat berturut-turut adalah 18 gram, 14 gram dan 22
gram. Jika dibandingkan dengan rekomendasi kebutuhan protein baik
menurut WHO (2003) yaitu 33-41 gram, maupun rekomendasi Almatsier
(2005) sebesar 29-39 gram. Maka dapat kita katakan bahwa kebutuhan
protein informan D belum tercukupi.
58
c. Pemenuhan Kebutuhan Lemak
Menurut WHO (2003), kebutuhan lemak bagi anak terinfeksi HIV
tidak berbeda dengan anak-anak biasanya. Syarat diet bagi penderita HIV
untuk konsumsi lemak yaitu sebesar 10-25% dari kebutuhan energi total
(Almatsier, 2005).
Oleh karena itu maka dapat diketahui bahwa kebutuhan lemak
dari setiap informan adalah sebagai berikut:
1) Informan K
840 x 10% = 84 : 9 = 9 gram lemak
840 x 25% = 210 : 9 = 23 gram lemak
Jadi kebutuhan lemak informan K adalah 9-23 gram lemak
2) Informan D
1862 x 10% = 186 :9 = 20 gram lemak
1862 x 25% = 465,5 : 9 = 52 gram lemak
Jadi kebutuhan lemak informan D adalah 20-52 gram lemak
3) Informan N
1687 x 10 % = 168,7 : 9 = 19 gram lemak
1687 x 25 % = 421,7: 9 = 47 gram lemak
Jadi kebutuhan lemak informan N adalah 19-47 gram lemak
Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa aupan
lemak informan K pada hari pertama, ke-2 dan ke-3 adalah 20 gram, 16
gram dan 22 gram. Oleh karena jika dibandingkan dengan kebutuhan
59
lemaknya sebesar 9-23 gram, maka dapat dikatakan bahwa kebutuhan
lemak informan K sudah terpenuhi.
Selanjutnya, asupan lemak yang dikonsumsi oleh informan D
adalah sebesar 29 gram, 26 gram, dan 28 gram. Jika dibandingkan dengan
kebutuhan lemaknya sebesar 20-52 gram, maka dapat dikatakan bahwa
kebutuhan lemaknya sudah terpenuhi.
Lain halnya dengan informan N, asupan lemak rata-rata yang ia
konsumsi selama 3 kali penelitian yaitu sebesar 9 gram. Jika
dibandingkan dengan kebutuhan lemaknya sebesar 19-47 gram, maka
bisa dikatakan bahwa pemenuhan kebutuhan lemak informan N masih
jauh dari yang direkomendasikan.
d. Pemenuhan Kebutuhan Vitamin dan Mineral
Menurut Almatsier (2005), anak terinfeksi HIV membutuhkan
asupan vitamin dan mineral yang tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka
Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E,
folat, kalsium, magnesium, seng dan selenium. Jika mengacu pada
rekomendasi tersebut maka dapat diketahui kebutuhan gizi mikro bagi
informan K, D dan N menjadi sebagai berikut:
60
Tabel 5.2
Angka Kecukupan Gizi Mikro Anak Terinfeksi HIV
(diadaptasi dari Almatsier, 2005)
Akan tetapi, pada penelitian ini asupan selenium tidak
diikutsertakan, karena untuk menganalisis besarnya zat gizi yang
dikonsumsi anak, peneliti menggunakan software nutrisurvey, namun
nutrisurvey tersebut belum bisa menganalisis besarnya asupan selenium
yang dikonsumsi seseorang.
Berdasarkan hasil food recall 24 jam selama 3 hari pada anak
terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar dapat diketahui bahwa konsumsi
vitamin dan mineralnya adalah sebagai berikut:
Informan
Vit A
(RE)
Vit
B12
(µg)
Vit C
(mg)
Vit E
(mg)
Fol-
at
(µg)
Kal-
sium
(mg)
Magne
sium
(mg)
Seng
(mg)
Sele-
nium
(µg)
Besi
(mg)
K 900 2,7 217 16,5 450 1500 270 18,9 30 30
D 900 2,7 207 16,5 450 1500 255 21 30 19,5
N 900 3,6 225 22,5 600 1500 330 26 45 28,5
61
Tabel 5.3
Asupan Vitamin dan Mineral Informan K selama 3 hari
Zat gizi Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Rata-rata Rekomendasi
Vit. A (µg) 842.1 233.9 372.3 482.7 900
Vit. B12 (µg) 0.3 0.7 1.1 0.7 2,7
Vit. C (mg) 14.7 13.2 9.2 12.3 217
Vit. E (eq.) (mg) 2.5 2.3 2.3 2.4 16,5
Asam folat (µg) 91.7 73.5 82.0 82.4 450
Kalsium (mg) 252.2 206.4 226.4 228.3 1500
Magnesium (mg) 119.5 274.5 351.8 248.6 270
Zinc (mg) 3.7 4.4 6.2 4.7 18,9
Besi (mg) 4.9 4.9 6.1 5.3 30
Tabel 5.4
Asupan Vitamin dan Mineral Informan D selama 3 hari
Zat gizi Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Rata-rata Rekomendasi
Vit. A (µg) 271.9 317.3 317.3 302.2 900
Vit. B12 (µg) 0.5 1.7 1.7 1.3 2,7
Vit. C (mg) 10.5 11.9 11.9 11.4 207
Vit. E (eq.) (mg) 2.9 4.0 4.0 3.6 16,5
Asam folat (µg) 64.1 99.8 99.8 87.9 450
Kalsium (mg) 283.3 256.8 256.8 265.6 1500
Magnesium (mg) 114.8 383.1 383.1 293.7 255
Zinc (mg) 3.5 6.6 6.6 5.6 21
Besi (mg) 4.7 7.2 5.3 5.7 19,5
62
Tabel 5.5
Asupan Vitamin dan Mineral Informan N selama 3 hari
Zat gizi Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Rata-
rata
Rekomendasi
Vit. A (µg) 99.4 66.1 64.6 76.7 900
Vit. B12 (µg) 0.5 0.4 0.1 0.3 3,6
Vit. C (mg) 4.8 4.8 4.8 4.8 225
Vit. E (eq.) (mg) 0.9 0.5 0.5 0.6 22,5
Asam folat (µg) 26.2 13.2 20.6 20 600
Kalsium (mg) 137.5 114.6 136.3 129.5 1500
Magnesium (mg) 124.8 68.9 167.4 120.4 330
Zinc (mg) 2.3 1.9 2.6 2.3 26
Besi (mg) 2.6 2.0 2.9 2.5 28,5
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa semua asupan
vitamin dan mineral pada anak terinfeksi HIV yang tinggal di Yayasan
Tegak Tegar tahun 2013 belum sesuai dengan yang direkomendasikan.
63
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Pengetahuan Gizi
Untuk memenuhi kebutuhan gizi anak, dibutuhkan pengetahuan gizi
yang baik oleh ibu. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, dapat diketahui bahwa informan utama atau pengasuh dari anak
terinfeksi HIV yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar mempunyai pengetahuan
gizi yang cukup baik, karena sebagian besar pertanyaan tentang gizi dapat ia
jelaskan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari pengetahuan ia tentang gizi
seimbang, pemaparannya tentang contoh makanan sumber energi, protein,
vitamin dan serat. Ia dapat menjelaskan bahwa makanan yang sebaiknya
diberikan pada anak adalah makanan yang terbuat dari bahan-bahan yang baik,
bersih serta mempunyai kandungan gizi yang seimbang.
Informan juga mengetahui bahwa pemenuhan kebutuhan gizi pada anak
terinfeksi HIV cukup penting, karena menjadikan anak tidak mudah terserang
penyakit. Seperti yang dijelaskan oleh FANTA dan AED (2008) bahwa
pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV sangat penting, karena
jika kebutuhan gizi yang meningkat tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan
gizi buruk yang akan menyebabkan perkembangan HIV ke AIDS jadi lebih
cepat sehingga anak sering mengalami infeksi oportunistik.
64
Dari beberapa pertanyaan tentang gizi, pengasuh hanya tidak tahu jika
terdapat peningkatan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV. Seperti yang
dijelaskan oleh WHO (2003) bahwa terjadi peningkatan kebutuhan gizi pada
anak terinfeksi HIV baik pada fase asimtomatik (tanpa gejala), maupun pada
fase simptomatik (terdapat gejala), dan pada fase terjadi penurunan berat badan.
Pengetahuan gizi yang baik ini bisa terjadi karena pengasuh mempunyai
tingkat pendidikan yang tinggi yaitu strata 1 (S1) dan pekerjaan yang
mempermudahnya untuk mengakses informasi lebih banyak. Menurut
Mirsanjari, dkk (2012) tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi pengetahuan
gizinya, karena ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi dan bekerja akan
lebih mudah untuk mengakses internet, buku, majalah sebagai sumber informasi
di tempat kerjanya, salah satunya informasi tentang gizi. Hal ini juga didukung
oleh pernyataan Winkel (1984) dalam Khomsan dkk (2007) yang menyatakan
bahwa tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh kemampuan
intelektualnya.
Sementara itu menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan diperoleh dari
pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Sama halnya dengan penelitian
ini, yaitu pengetahuan informan tentang manfaat dari terpenuhinya kebutuhan
gizi. Ia mengetahui manfaat tersebut karena pengalamannya dahulu ketika
anaknya sangat susah makan, ia mudah sekali untuk terserang penyakit.
Pengetahuan gizi yang baik ini akan menyadarkan ibu tentang
pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV, sehingga ibu
akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka. Berdasarkan teori
65
terbentuknya perilaku dari WHO dalam Notoatmodjo (2007), pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak disadari oleh pengetahuan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mandal (2005), pendidikan gizi
pada ibu akan berpengaruh positif terhadap status gizi anak-anak mereka. Sama
halnya dengan hasil penelitian Segal-Isaacson, dkk (2006) yang membagi 466
wanita odha secara acak dalam 4 kelompok yang menerima dua kali sesi
pelatihan yang terdiri dari pelatihan pengelolaan stres dan pendidikan gizi,
hasilnya menunjukkan bahwa pendidikan gizi dapat meningkatkan asupan gizi
dan pola makan pada wanita odha tersebut.
B. Perilaku pemenuhan kebutuhan gizi
Perilaku pemenuhan kebutuhan gizi adalah suatu kegiatan atau aktifitas
seseorang yang dilakukan dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan
makan untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh baik yang dapat diamati
langsung maupun tidak langsung. Pembentukan pola makan perlu diterapkan
sesuai pola makan keluarga. Peranan orang tua khususnya ibu sangat
dibutuhkan untuk membentuk perilaku makan yang sehat. Seorang ibu dalam
hal ini harus mengetahui, mau dan mampu menerapkan makan yang seimbang
atau sehat dalam keluarga karena anak akan meniru perilaku makan dari orang
tua dan orang-orang di sekelilingnya dalam keluarga (Soenardi, 2004).
66
Sementara itu, perilaku pemenuhan kebutuhan gizi yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah upaya-upaya yang dilakukan ibu atau pengasuh
untuk memenuhi kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV yang tinggal di yayasan
Tegak Tegar, yang terdiri dari upaya ketersediaan makanan dan upaya
pemberian makanan.
1. Ketersediaan Makanan
Ketersediaan makanan bagi anak terinfeksi HIV sangat penting
karena jika kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV yang meningkat tidak
terpenuhi karena kurangnya ketersediaan makanan, asupan makanan rendah,
pencernaan dan penyerapan (utilisasi) yang buruk, maka akan
mengakibatkan gizi buruk. Akibatnya, perkembangan penyakit HIV
menjadi AIDS jadi lebih cepat, sering mengalami infeksi oportunistik dan
seperti itu teruslah siklusnya (FANTA & AED, 2008)
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa ketersediaan
bahan makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV
di Yayasan Tegak Tegar sudah baik. Hal ini terjadi karena yayasan
mempunyai akses yang lebih mudah untuk mendapatkan bantuan sosial
dibandingkan dengan odha pada umumnya (yang tidak tinggal di Yayasan).
Yayasan mempunyai persediaan susu dan beras yang cukup untuk
setiap bulannya yang diberikan oleh beberapa lembaga sosial. Yayasan juga
mempunyai dana rutin dari donatur tetap untuk membiayai kebutuhan
67
sehari-hari seperti pembelian bahan makanan rutin setiap seminggu sekali
yang terdiri dari sayur, buah serta lauk pauk nabati maupun hewani.
Menurut teori Snehandu B. Kar dalam Notoatmodjo (2007),
dukungan sosial dari masyarakat (social support) juga berpengaruh terhadap
perilaku seseorang. Seperti halnya pada penelitian ini, dukungan sosial dari
suatu lembaga untuk memberikan beras dan susu setiap bulannya sangat
membantu yayasan dalam menyediakan kebutuhan gizi bagi anak-anak
terinfeksi HIV yang tinggal di sana. Informan utama mengatakan bahwa
sebelum adanya bantuan, sangat berat sekali ketika ia harus menyediakan
sendiri sekarung beras setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan makan
anak-anak yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar.
Teori WHO dalam Notoatmodjo (2007) juga menyatakan bahwa
sumber daya dapat berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok
masyarakat. Sumber daya di sini mencakup fasilitas, uang, waktu tenaga,
dan sebagainya. Seperti yang terjadi pada anak terinfeksi HIV yang tidak
tinggal di Yayasan, biasanya mereka tinggal bersama neneknya, ada yang
neneknya bekerja dengan penghasilan yang seadanya, ada juga yang hanya
berharap belas kasian dari saudara lainnya yang juga penghasilannya pas-
pasan. Walaupun mereka juga mendapatkan bantuan dari yayasan sebulan
sekali, tetapi terkadang akses untuk mendapatkannya sulit, misalkan akses
dari rumah ke yayasan yang cukup jauh yang membutuhkan waktu dan
tenaga yang cukup untuk mengambil bantuan sosial membuat nenek
terkadang malas untuk mengambilnya.
68
Kemudian ketersediaan ibu untuk mengolah dan memasak makanan
sendiri juga berpengaruh terhadap asupan gizi anak. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Swanson (2011), bahwa ibu yang jarang menyediakan
sarapan, memasak/mengolah masakan sendiri, dan menyediakan waktu
untuk makan bersama cenderung mempunyai anak-anak yang kualitas
makananya kurang baik.
Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan beberapa kali, ibu
atau pengasuh biasanya mengolah dan memasak sendiri makanan untuk
anak-anaknya, dengan dibantu oleh seorang temannya yang tinggal di
yayasan tersebut. Saat mengolah dan memasak makanan untuk anaknya
tersebut terkadang ia mengajak serta anak-anaknya karena kebetulan anak-
anak tersebut sekolah siang. Hal ini sangat baik karena dapat
memperkenalkan anak dengan makanan yang sehat dan menjadikan anak
bersemangat untuk makan karena ia merasa sudah bersusah payah
memasaknya jadi tidak akan melewatkan waktu makan. Selain itu anak juga
akan lebih senang makan bersama keluarga ketimbang jajan di luar.
2. Pemberian Makanan
Perilaku pemberian makan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah perilaku pemberian makanan yang dilakukan oleh ibu atau pengasuh
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan gizi anak yang terdiri dari porsi dan
komposisi pemberian makanan, frekuensi dan waktu pemberian makanan,
69
serta pantangan makanan yang diberikan ibu kepada anak-anak terinfeksi
HIV di Yayasan Tegak Tegar.
a. Porsi dan Komposisi makanan
Makanan yang direkomendasikan untuk anak-anak dengan HIV/
AIDS sama seperti anak pada umumnya, tetapi mereka memiliki
kebutuhan nutrisi tambahan yang harus diperhitungkan (WHO, 2009).
Pada umur 10-12 tahun, kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda
dengan anak perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan
aktivitas fisik, sehingga membutuhkan energi lebih banyak, sedangkan
anak perempuan biasanya sudah mulai menstruasi, sehingga memerlukan
protein dan zat besi yang lebih banyak. Golongan anak ini disebut juga
golongan anak sekolah, yang biasanya mempunyai banyak perhatian dan
aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan waktu makan (RSCM
dan Persagi, 1994).
Menurut Damayanti dan Muhilal (2006), untuk sehari mereka
(anak laki-laki usia 10-12 tahun) seharusnya mengkonsumsi 5 porsi nasi
atau setara dengan 500 gram nasi, 3 porsi sayuran atau setara dengan 300
gram sayuran, 4 porsi buah atau setara dengan 400 gram buah, 3 porsi
tempe atau setara dengan 150 gram tempe, 2 ½ porsi daging atau setara
dengan 125 gram daging, 1 porsi susu atau setara dengan 200 ml susu, 1
porsi minyak atau setara dengan 25 gram minyak, dan 2 porsi gula atau
setara dengan 20 gram gula.
70
Sementara itu untuk porsi makan anak perempuan seusia tersebut
dibutuhkan porsi nasi dan daging yang lebih sedikit yaitu 4 porsi nasi
atau setara dengan 400 gram nasi dan 2 porsi daging atau setara dengan
100 gram daging, sedangkan untuk jenis makanan yang lainnya
dibutuhkan porsi yang sama dengan anak laki-laki (RSCM & Persagi,
1994).
Menurut WHO (2009), untuk dapat meningkatkan asupan energi
pada anak terinfeksi HIV yang berusia 7-14 tahun dapat diberikan, 1) tiga
sendok teh margarin/minyak ke dalam bubur/makanan dan dua sendok
teh gula ke dalam bubur/makanan, 2) dua cangkir tambahan susu full
cream yang difortifikasi, 3) dua cangkir tambahan yoghurt, 4) tiga helai
keju/selai kacang /sandwich telur [6 iris].
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, anak-anak terinfeksi
HIV di Yayasan Tegak Tegar biasanya menentukan porsi makannya
sendiri, hanya sesekali saja anak disuapi. Anak dengan insial D (laki-laki,
11 tahun) dan K (perempuan, 9 tahun 10 bulan) rata-rata memilki porsi
nasi yang hampir mendekati dengan porsi yang dianjurkan tersebut yaitu
475 gram nasi dikonsumsi oleh D dan 325 gram nasi oleh K.
Akan tetapi tidak begitu halnya pada anak dengan inisial N (laki-
laki, 12 tahun 10 bulan), berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti
lakukan, informan N mempunyai kebiasaan makan dengan porsi yang
sangat sedikit untuk anak diusianya yaitu hanya 225 gram nasi dalam
sehari, biasanya ia makan dengan anak yang masih balita, 1 porsi untuk
71
berdua, atau 1 porsi hanya 1 piring kecil (piring cangkir) yang berisi nasi
dan lauk pauknya. Padahal porsi nasi dalam sehari yang dianjurkan untuk
anak laki-laki usia 10-12 tahun adalah 5 porsi atau setara dengan 500
gram nasi.
Porsi makanan yang sedikit tersebut pada informan N terpaksa
diberikan oleh ibu karena ia malas sekali untuk makan. Ia malas makan
jika stres dengan ujian atau tugas sekolah, terkadang juga karena ada
jamur di mulut yang biasa terjadi pada odha.
Bagi anak terinfeksi HIV yang sulit makan, WHO (2009) juga
menganjurkan untuk memberikan makanan dalam porsi kecil namun
sering, misalkan dengan memberikan makan apa saja setiap 2-3 jam
sekali, memberikannya makan setiap kali ia merasa lapar atau ingin
makan dan tidak perlu menunggu waktu makan.
Selanjutnya berdasarkan observasi yang peneliti lakukan
komposisi makanan yang anak-anak makan kurang seimbang, karena
mereka hanya memakan banyak nasi dan lauk hewani, akan tetapi mereka
sedikit sekali mengkonsumsi sayur. Walaupun pada pengamatan di waktu
yang berbeda, di piring mereka terdapat sayur, akan tetapi sayur tersebut
hanya disingkirkan dan tidak dimakan. Kemudian ketika dikonfirmasi
kepada pengasuh, ia mengatakan bahwa anak-anak memang kurang suka
sayur, tapi kadang dipaksa dengan cara dijus atau dicontohkan oleh ibu
tersebut.
72
Sementara itu untuk buah, informan utama atau pengasuh
menyatakan bahwa paling tidak 2 hari sekali pasti ia menyediakan buah.
Misalkan buah papaya, jeruk, pisang, wortel, dan buah lainnya yang
harganya terjangkau. Begitu juga yang diungkapkan oleh anak-anak.
Akan tetapi berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan terkadang
anak tidak mau memakan buah tersebut karena buah yang mereka
inginkan biasanya adalah buah yang mahal sehingga pengasuh tidak
mampu memberinya.
Selanjutnya untuk konsumsi susu pada anak terinfeksi HIV di
Yayasan Tegak Tegar sesuai dengan yang dianjurkan oleh RSCM dan
Persagi (1994), karena anak biasanya selalu minum susu minimal segelas
(200 ml) dalam sehari.
Akan tetapi jika mengacu pada standar WHO (2009), konsumsi
susu anak masih kurang, karena asupan susu yang dianjurkan untuk anak
terinfeksi HIV pada usia 10-14 tahun adalah 2-3 gelas sehari, dan setiap
gelasya terdiri dari 240 ml.
Asupan susu yang kurang di Yayasan Tegak Tegar bukan karena
ketidaktersediaan susu, sebenarnya saat studi pendahuluan biasanya anak
diberikan 2 gelas susu setiap harinya, yaitu saat pagi dan malam hari, tapi
karena terkadang ibu atau pengasuh lupa atau malas memerintahkan anak
untuk membuat susu di waktu malam jadi sekarang hanya segelas susu
yang dikonsumsi anak setiap harinya.
73
b. Frekuensi dan waktu pemberian makan
Menurut Tushemerirwe (2011) odha sebaiknya makan lima kali
dalam sehari yang terdiri dari 3 kali makan makanan utama dan 2 kali
makan makanan selingan, Karena infeksi HIV mempengaruhi pencernaan
dan penyerapan, sehingga odha perlu makan makanan dengan porsi kecil
tetapi sering, terutama ketika sakit, untuk mendapatkan jumlah energi
yang dibutuhkan tubuh.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengasuh diketahui bahwa
biasanya anak 3 kali memakan makanan utama dan 2 kali makan makanan
selingan dalam sehari. Untuk makanan selingan yang diberikan biasanya
anak-anak jajan sore, atau kadang dibuatkan jus setiap jam 10 pagi dan
dibuatkan snack sendiri seperti kroket kentang jam 4 sore.
Akan tetapi setelah ditanyakan kembali ke anak-anak, mereka
mengatakan bahwa jarang sekali ibu atau pengasuhnya menyediakan
makanan selingan, paling mereka ambil jajanan di warung. Kalaupun
mereka jajan besar seperti bakso, itu biasanya menggantikan makanan
utama.
Oleh sebab itu sebagian besar asupan gizi mereka kurang dari yang
direkomendasikan. Karena seharusnya mereka dapat tambahan nutrisi dari
2 kali makanan selingan.
74
c. Pantangan makanan
Menurut Tushemerirwe (2011) odha sebaiknya menghindari
makan makanan junk food seperti keripik, soda dan makanan manis
seperti kue dan permen. Minuman manis dan berwarna yang dijual di
toko-toko biasanya mengandung air, gula, pewarna dan perisa makanan
bukannya jus buah asli. Makanan junk food tidak memiliki energi yang
cukup untuk odha, dapat menyebabkan mual, diare, dan muntah, karena
banyaknya minyak yang digunakan untuk memasak makanan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengasuh diketahui bahwa
tidak ada pantangan makanan secara mutlak bagi anak-anak, seperti mie
instan, ciki dan soda yang tidak diperbolehkan, akan tetapi terkadang tetap
dikonsumsi bersama. Pantangan makanan secara spesifik juga dilakukan
karena makanan tersebut menimbulkan penyakit bagi salah satu anak
sehingga hanya pada anak tersebutlah makanan itu tidak boleh
dikonsumsi.
C. Permasalahan Pemenuhan Kebutuhan Gizi
Dari hasil wawancara diketahui bahwa ada beberapa masalah yang
dihadapi ibu atau pengasuh dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi anak
terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar. Masalah pertama bersumber pada anak
itu sendiri yaitu anak kurang suka sayur dan buah yang disediakan serta
masalah nafsu makan yang kurang, khususnya bagi informan N.
75
Sayur sangat penting dalam menu makanan seimbang, karena sayur
merupakan sumber vitamin dan mineral. Seperti yang diungkapkan oleh
Restianti (2009) bahwa sayur lebih banyak mengandung mineral dibandingkan
dengan buah.
Pada penelitian ini, pengasuh mengatakan bahwa setiap hari ia selalu
berusaha menghidangkan sayur untuk anak-anak, walaupun mereka tidak suka
tetapi tetap diupayakan agar anak mengkonsumsinya, baik dengan cara
memaksa, merayunya dengan cara halus, dan memberikan hadiah jika anak mau
mengkonsumsinya.
Kemudian permasalahan pemenuhan kebutuhan gizi yang kedua adalah
anak kurang suka dengan buah yang dihidangkan oleh pengasuh. Anak-anak
lebih suka dengan buah yang harganya mahal yang tidak dapat dijangkau oleh
pengasuh. Padahal pengasuh sudah berusaha untuk menyediakan buah-buahan
yang harganya terjangkau tetapi tetap mengandung banyak vitamin seperti
pisang, pepaya, dan tomat.
Akan tetapi biasanya ibu atau pengasuh tetap mengupayakan agar anak-
anak mau mengkonsumsi buah yang sudah disediakan dengan berbagai macam
cara, misalkan dengan menjus dan menyaringnya, mencontohkannya,
merayunya, memberinya uang dan mengurangi kemudian menambahkan
porsinya sedikit demi sedikit.
Masalah seanjutnya adalah ibu atau pengasuh tidak bisa melakukan
upaya itu setiap saat, karena terkadang ia juga harus bekerja dan meninggalkan
anak-anak. Keadaan ini menunjukkan bahwa sikap akan terwujud di dalam
76
suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu (Notoatmodjo, 2007). Seperti
dalam hal ini, sebenarnya ibu mempunyai sikap yang baik terhadap pemenuhan
kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV, namun karena terkadang ia memiliki waktu
yang terbatas sehingga ia tidak selalu bisa memaksa dan merayu anak untuk
mau makan sayur.
Kemudian permasalahan khusus pada informan N, yaitu kurang nafsu
makan. Pengasuh sangat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan gizi informan N,
karena informan N tidak mau/ malas makan. Sehingga terkadang ibu sampai
harus menyuapinya sedikit demi sedikit bersama anak balita lain yang
diasuhnya juga.
Menurut WHO (2009) jika anak terinfeksi HIV sulit makan yang harus
diperhatikan adalah kenyamanan pada anak, ibu atau pengasuh harus sabar
dengan memberikannya makanan dalam jumlah yang kecil tapi sering, sering
menawarkan anak untuk makan, memberikan makanan yang anak suka,
memberikan berbagai makanan dan cairan yang ekstra. Jika anak haus berikan
cairan yang memiliki banyak nilai gizi misalnya susu, bukan jus komersial atau
minuman bersoda yang memiliki nilai gizi yang sangat sedikit. Pastikan juga
bahwa makan adalah waktu yang menyenangkan untuknya.
D. Asupan Gizi
Pemenuhan asupan gizi bagi anak terinfeksi HIV sangat penting, karena
infeksi HIV dapat melemahkan respon imun dan kemampuan tubuh untuk
melawan penyakit, sehingga sering kali anak yang terinfeksi HIV mengalami
77
infeksi oportunistik yang menyebabkan meningkatnya penggunaan tubuh
terhadap energi dan zat gizi lainnya. Selain itu, HIV juga mempengaruhi asupan
makanan anak yang menyebabkan kebutuhan tubuh akan zat gizi tidak
terpenuhi sehingga menyebabkan gizi buruk (Tushemerirwe, 2011).
Gizi buruk yang terjadi pada anak yang terinfeksi HIV dapat
mengurangi keefektifan Anti Retroviral Therapy, merusak sistem kekebalan
tubuh, dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oportunistik sehingga
mempercepat perkembangan fase HIV menjadi AIDS (ECSA-HC dkk, 2008).
Menurut WHO (2003) anak yang terinfeksi HIV membutuhkan asupan
energi yang lebih tinggi dibanding anak biasanya. Asupan energi bagi anak HIV
pada periode asymtomatic harus ditingkatkan sebesar 10%, 20%−30% pada fase
symptomatic, dan 50%−100% jika terjadi penurunan berat badan. Asupan energi
ini berfungsi untuk membantu menjaga pertumbuhan dan perkembangan serta
fungsi kekebalan tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan pada bab
sebelumnya, asupan energi, protein dan lemak pada anak dengan inisial N
masih belum mencukupi asupan yang direkomendasikan. Hal ini disebabkan
karena asupan makanan yang sedikit setiap harinya. Berbeda dengan informan
D, asupan protein dan lemak sudah tercukupi akan tetapi asupan energi belum,
padahal informan D mempunyai asupan makanan yang paling besar dibanding
dengan informan lainnya. Hal ini mungkin disebabkan karena kebutuhan energi
informan D lebih besar dari informan yang lain. Lain halnya dengan informan
K, asupan energi dan lemak sudah tercukupi namun asupan protein belum, hal
78
ini terjadi karena ada beberapa makanan sumber protein yang tidak disukai oleh
informan K.
Kemudian untuk asupan vitamin dan mineral, semua anak yang tinggal
di Yayasan Tegak Tegar masih belum terpenuhi kebutuhannya. Sama seperti
yang diungkapkan oleh ECSA-HC, dkk (2008) bahwa beberapa anak terinfeksi
HIV asupan makanannya tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan zat gizi
mikro anak.
Padahal menurut Jafar (2004) vitamin dan mineral sangat penting dalam
perkembangan dan daya tahan tubuh, jika tubuh tidak didukung oleh asupan
vitamin dan mineral yang baik maka virus akan mudah menyerang sehingga
penyakit akan sangat mudah untuk memasuki tubuh penderita HIV/AIDS.
Seperti yang diungkapkan oleh Almatsier (2004), vitamin A
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B. Vitamin E
berfungsi melindungi dan menstabilkan membran sel. Vitamin B12 untuk
pengantaran saraf dan mencegah kelainan sumsum tulang. Folat untuk
pembentukan sel darah merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang dan
untuk pendewasaannya. Vitamin C untuk memperkuat sel-sel imun dalam
melawan dan menetralkan radikal bebas (Nursalam & Kurniawati, 2009).
Mineral seperti zinc (seng), selenium, dan besi juga penting bagi anak
terinfeksi HIV, karena zinc berperan dalam fungsi sel T dan dalam
pembentukan antibodi oleh sel B. Sedangkan selenium bekerja sama dengan
vitamin E dalam perannya sebagai antioksidan. Kemudian, besi juga memegang
peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh (Almatsier, 2004).
79
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Perilaku ibu atau pengasuh terhadap pemenuhan kebutuhan gizi pada anak
terinfeksi HIV di Yayasan tegak Tegar sudah baik, hal ini terlihat dari
upaya-upaya yang dilakukan ibu seperti penyediaan makanan dengan gizi
seimbang setiap harinya. Kemudian ibu juga berupaya agar anak-anak
tersebut terpenuhi kebutuhan gizinya dengan melakukan berbagai macam
cara agar anak tersebut mau makan buah dan sayur seperti dengan
membuatkan jus buah dan sayur, memberi contoh, memberikan pemahaman
dan memberikan penghargaan bagi anak yang mau mengkonsumsi sayur
dan buah tersebut.
2. Masalah yang dihadapi ibu dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi anak
terinfeksi HIV di Yayasan Tegar adalah anak belum menyadari pentingnya
asupan gizi yang cukup untuk tubuhnya sehingga jika ibu tersebut sibuk dan
tidak ada di rumah maka anak kurang termotivasi untuk makan. Mereka
baru akan makan jika mereka merasa sangat lapar, dan mereka tidak akan
makan sayur atau buah sebelum ibu memerintahkan.
3. Asupan gizi makro seperti energi, protein, dan lemak pada dua anak sudah
hampir mencukupi, akan tetapi masih sangat jauh tercukupi untuk satu
orang anak yang lainnya. Ini disebabkan karena porsi konsumsi makanan
80
yang sangat sedikit dan komposisi makanan yang kurang beragam.
Sedangkan asupan zat gizi mikro baik vitamin A, B12, C, E, folat, zink,
selenium, dan besi pada semua anak masih kurang, hal ini disebabkan
karena anak-anak kurang suka mengkonsumsi sayur dan buah yang
disediakan pengasuh.
B. Saran
1. Disarankan kepada ibu atau pengasuh untuk menambah frekuensi pemberian
susu menjadi 2-3 gelas dalam sehari, yang setiap gelasnya berisi 240 ml
susu agar asupan gizi anak terpenuhi.
2. Disarankan kepada ibu atau pengasuh untuk rutin menyediakan dan
memberikan makanan selingan, terutama makanan selingan yang bergizi
dan yang dibuat sendiri seperti jus buah agar asupan vitamin anak terpenuhi.
3. Disarankan kepada ibu atau pengasuh untuk bisa makan bersama anak-anak,
karena disaat itulah ibu dapat memberikan pengertian pada anak tentang
makanan bergizi dan memberikan pemahaman kepada anak terhadap
pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi bagi mereka, sehingga nantinya akan
terbentuk kesadaran pada diri mereka masing-masing untuk memenuhi
kebutuhan gizi mereka dan ibu tidak perlu lagi merayu dan membujuk
mereka untuk makan.
81
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2005). Penuntun Diet . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Banerjee, B., & Mandal, O. N. (2005). An Intervention Study in Malnutrition Among
Infants in a Tribal Community of West Bengal. Indian Journal of Community
Medicine , Vol.30, N0.1.
Bukusuba, J., Kikafunda, J. K., & Whitehead, R. G. (2010). Nutritional Knowledge,
Attitudes, and Practices of Women Living with HIV in Eastern Uganda.
Journal of Health, Population and Nutrition , 182-188.
Campa, A., Shor-Posner, G., Indacochea, F., Zhang, G., Lai, H., Asthana, D., et al.
(1999). Mortality Risk in Selenium-Deficient HIV-Positive Children. Journal
of Acquired Immune Deficiency Syndromes , 508-513.
Damayanti, D., & Muhilal. (2006). Gizi Seimbang untuk Anak Usia Sekolah Dasar.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Depkes RI. (2003). Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan bagi
ODHA: Buku Pedoman untuk Petugas kesehatan dan Petugas lainnya .
Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Depkes RI.
Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Kementrian kesehatan RI. (2012). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia –
dilapor s/d September 2012. Jakarta: Spiritia.or.id.
82
ECSA-HC, FANTA, & LINKAGES. (2008). Nutrition and HIV/AIDS: A Training
Manual for Nurses and Midwives. Arusha, United Republic of Tanzania:
ECSA-HC.
FANTA. (2004). HIV/AIDS: A Guide for Nutritional Care and Support. Washington,
D.C. : Academy for Educational Development.
FANTA, & AED. (2008). Nutrition Care for People Living with HIV and AIDS
(PLHIV). Kampala: AED.
FAO, & WHO. (2002). Living Well with HIV/AIDS-A Manual on Nutritional Care
and Support for People Living with HIV/AIDS. Rome: FAO and WHO.
Gallant, J. (2010). Tanya jawab mengenai HIV/AIDS. Jakarta: Indeks.
Gillespie, S., & Kadiyala, S. (2005). HIV/AIDS, food and nutrition security : from
evidence to action. Washington, DC 20006-1002 USA: International Food
Policy Research Institute.
Jafar, N. (2004). Malnutrisi pada Penderita HIV/AIDS. Makasar: Universitas
Hasanudin.
Jama, A. D. (2010). Assessment Of Dietary Intake And Nutritional Status Of Children
(Under Five Years) Who Are HIV Positive Attending The Aids Support
Organization (TASO) Entebbe. Kampala, Uganda: Makere University.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat Bina
Gizi.
83
Komwa, M. K., Jacobsen, K. H., & Parker, D. C. (2010). HIV/AIDS-associated
beliefs and practices relating to diet and work in southeastern Uganda.
Journal of Health, Population and Nutrition , 76-85.
Mandal, O. N., & Banerjee, B. (2005). An Intervention Study in Malnutrition Among
Infants in a Tribal Community of West Bengal. Indian Journal of Community
Medicine , Vol. 30, No. 1.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1992). Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber
tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press.
Moleong, L. J. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya .
Nadhiroh, S. R. (2006). Good Nutrition for Quality of Life of PLWHA. The
Indonesian Journal of Public Health , 29-34.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2007). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam, & Kurniawati, N. D. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Ratridewi, I. (2009). Evaluasi Jumlah Sel T-CD4 dan Berat Badan Anak dengan
HIV/AIDS yang Mendapatkan Anti Retro Virus Lini Pertama di Rumah Sakit
Dr. Saipul Anwar Malang. Sari Pediatri , 276-281.
RCQHC. (2008). Nutrition Care for People Living With HIV and AIDS (PLHIV)
Training Manual for Community and Home-Based Care Providers. Kampala
Uganda: Facilatator's Guide.
84
Restianti, H. (2009). Menerapkan Budaya Hidup Sehat: Pola Makan dan
Keseimbangan Gizi. Bandung: Puri Pustaka.
RSCM & Persagi. (1994). Penuntun Diit Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Saloojee, H., & Violari, A. (2001). HIV infection in children. BMJ , 323:670–4.
Segal-Isaacson, C. J., Tobin, J. N., Weiss, S. M., Brondolo, E., Vaughn, A., Wang,
C., et al. (2006). Improving Dietary Habits in Disadvantaged Women With
HIV/AIDS: The SMART/EST Women’s Project. NIH Public Access , 659-
670.
Setiawan, I. M. (2009). Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak. Majalah
Kedokteran Indonesia , 607.
Soenardi, T. (2004). Variasi Makanan Balita. Jakarta: Aksaramas.
Swanson, V., Power, K. G., Crombie, I. K., Irvine, L., Kiezebrink, K., Wrieden, W.,
et al. (2011). Maternal feeding behaviour and young children's dietary quality:
A cross-sectional study of socially disadvantaged mothers of two-year old
children using the Theory of Planned Behaviour. International Journal of
Behavioral Nutrition and Physical Activity , vol.8 p.1-11.
Tang, A. M., Graham, N. H., Chandra, R. K., & Saah, A. J. (1997). Low Serum
Vitamin B-12 Concentrations Are Associated With Faster Human
Immunodeficiency Virus Type 1 (HIV-1) Disease Progression. The Journal of
Nutrition , vol. 127 no. 2 345-351.
Tushemerirwe, F. T. (2011). Integrating The Nutrition Education And Counseling
(NEC) Intervention Into The Rakai Health Sciences HIV/AIDS Care Program.
85
USAID. (2007). Recommendation for the Nutrient Requirements for People Living
with HIV/AIDS. America: United States Agency for International
Development .
WHO. (2004). Fight AIDS, Fight TB, Fight Now: TB/HIV information pack. Geneva
Switzerland: WHO Library Cataloguing-in-Publication Data.
WHO. (2011). Global HIV/AIDS Response – Epidemic update and health sector
progress towards Universal Access – Progress Report 2011. Geneva-
Switzerland: World Health Organization-Department of HIV/AIDS.
WHO. (2009). Guidelines for an Integrated Approach to the Nutritional care of HIV-
infected children (6 months-14 years). Geneva: Switzerland.
WHO. (2003). Nutrient requirements for people living with HIV/AIDS. Geneva:
World Health Organization.
Yatim, D. I. (1997). Dialog Seputar AIDS. Jakarta: Grasindo.
FORMULIR PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)
Saya (Oki Oktaviani), mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan
Kesehatan Masyarakat peminatan Gizi 2008 akan melakukan penelitian kepada orang
tua atua pengasuh dari anak terinfeksi HIV.
Terima kasih atas kesediaan Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,
yang akan berlangsung dari tanggal 18 Mei 2013 sampai dengan 18 Juni 2013.
Formulir ini menjelaskan tentang rincian dari tujuan penelitian ini, deskripsi
dari keterlibatan yang diperlukan dan hak-hak Anda sebagai peserta.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Untuk mendapatkan wawasan tentang gambaran pemenuhan kebutuhan gizi bagi
anak terinfeksi HIV yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar
Manfaat dari penelitian ini adalah:
Untuk lebih memahami gambaran pemenuhan kebutuhan gizi anak terinfeksi
HIV.
Untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam rangka memenuhi
kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV
Metode yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan ini meliputi:
Wawancara mendalam
Observasi
Diskusi kita akan direkam untuk membantu saya menangkap pandangan dan
kata-kata Anda secara akurat. Rekaman hanya akan didengar oleh saya untuk tujuan
penelitian ini. Jika Anda merasa tidak nyaman dengan perekam, Anda boleh meminta
kapan saja rekaman tersebut dimatikan.
Anda juga memiliki hak untuk keluar dari penelitian ini kapan saja. Jika Anda
meminta keluar dari penelitian ini, semua informasi yang Anda berikan (termasuk
rekaman) akan dihapus.
Pandangan/pendapat Anda akan dikumpulkan dan kemudian akan digunakan
dalam menulis laporan penelitian ini. Laporan akan dibaca oleh pembimbing dan
disajikan kepada penguji skripsi saya. Kutipan langsung dari Anda akan dimasukkan
dalam laporan penelitian, akan tetapi nama dan identitas anda lainnya akan
dirahasiakan atau ditulis dengan anonim.
Dengan menandatangani persetujuan ini, Saya menyatakan bahwa saya
____________________________ setuju untuk
(Cetak nama lengkap di sini)
ketentuan perjanjian penelitian
___________________ __________________
(Tanda tangan) (Tanggal)
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
GAMBARAN PERILAKU PEMENUHAN KEBUTUHAN GIZI
PADA ANAK TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS
DI YAYASAN TEGAK TEGAR TAHUN 2013
Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :
A. Karakteristik Responden (Anak terinfeksi HIV)
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Usia :
4. Berat Badan :
5. Tinggi Badan :
B. Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Makan
(ditanyakan kepada pengasuh/pengelola Yayasan Tegak Tegar Kota Tangerang
Selatan Tahun 2013)
1. Berapa besar pendapatan rumah tangga dalam 1 bulan?
2. Berapa besar (persentase) pengeluaran rumah tangga untuk makan dalam 1
bulan?
3. Berapa besar pengeluaran rumah tangga (dalam rupiah) untuk makan dalam 1
bulan?
4. Dengan pengeluaran sebesar itu, menurut anda apakah persediaan makanan
bagi anak terinfeksi HIV yang tinggal di Yayasan Tegar ini sudah tercukupi?
5. Dengan pengeluaran sebesar itu, makanan apa saja yang biasanya anda
sediakan untuk anak terinfeksi HIV?
6. Menurut anda dengan pengeluaran sebesar itu, apakah kebutuhan gizi anak
terinfeksi HIV sudah terpenuhi?
C. Pengetahuan Gizi Ibu/ Pengasuh Anak Terinfeksi HIV
1. Apakah ibu pernah mendapatkan konseling gizi?
2. Berapa kali ibu mendapatkan konseling gizi dalam 1 tahun terakhir ini?
3. Kapan terakhir kali ibu mendapatkan konseling gizi?
4. Apa yang ibu ketahui tentang gizi bagi anak terinfeksi HIV?
5. Menurut ibu, apa saja makanan yang mengandung energi?
6. Menurut ibu, apa saja makanan yang mengandung protein?
7. Menurut ibu, apa saja makanan yang mengandung vitamin?
8. Menurut ibu, apa saja makanan yang mengandung serat?
9. Menurut ibu, berapa kali sebaiknya anak diberikan makanan utama?
10. Menurut ibu, berapa kali sebaiknya anak diberikan makanan selingan (snack)?
11. Menurut ibu, apa manfaat dari terpenuhinya kebutuhan gizi bagi anak
terinfeksi HIV?
12. Menurut ibu, apa akibat jika kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV tidak
terpenuhi?
D. Sikap
1. Bagaimana pendapat ibu tentang gizi bagi anak terinfeksi HIV?
2. Bagaimana pendapat ibu tentang pemberian makanan yang bergizi bagi anak
terinfeksi HIV?
E. Praktik/ Tindakan Ibu/ Pengasuh
1. Makanan apa saja yang biasanya ibu berikan pada anak terinfeksi HIV?
2. Berapa kali biasanya ibu memberikan makanan utama?
3. Berapa kali biasanya ibu memberikan makanan selingan? Makanan selingan
seperti apa yang ibu biasanya berikan pada anak terinfeksi HIV?
4. Apakah ibu memperbolehkan anak untuk jajan di luar?
5. Apakah ada jenis makanan yang ibu larang untuk konsumsi? Makanan apakah
itu? Mengapa ibu melarangnya?
6. Apakah ibu selalu menyediakan buah setiap hari? Apakah anak suka makan
buah? Berapa kali dan berapa banyak biasanya ibu memberikan buah bagi
anak dalam sehari? Buah apa saja yang biasanya ibu berikan pada anak
terinfeksi HIV?
7. Apakah ibu selalu menyediakan sayur setiap hari? Apakah anak suka makan
sayur? (Jika tidak), apa yang biasanya ibu lakukan? (jika suka), berapa kali
dan berapa banyak ibu biasanya memberikan sayur pada anak? Sayuran
seperti apa yang biasanya ibu berikan dan anak-anak suka?
8. Jika anak sulit makan (tidak nafsu makan), apa yang biasanya ibu lakukan?
9. Jika anak diare, apa yang bisanya ibu lakukan?
10. Jika anak mengalami mual dan muntah, bagaimana cara ibu memberikan
makan kepadanya?
11. Apa yang ibu biasanya lakukan jika anak tidak suka dengan makanan yang
ibu sajikan?
F. Personal Preference (ditanyakan pada anak terinfeksi HIV)
1. Makanan apa saja yang kamu sukai? Mengapa? Seberapa sering kamu
mengkonsumsi makanan tersebut?
2. Makanan apa saja yang tidak kamu sukai? Mengapa?
3. Apakah kamu suka buah?
4. Buah apa saja yang kamu sukai? Seberapa sering kamu mengkonsumsi buah-
buahan tersebut?
5. Buah apa saja yang tidak kamu sukai? Mengapa?
6. Apakah kamu suka sayur?
7. Sayuran apa saja yang kamu sukai? Seberapa sering kamu mengkonsumsi
sayur-sayuran tersebut?
8. Sayuran apa yang tidak kamu sukai? Mengapa?
9. Apakah kamu suka susu? Seberapa sering kamu mengkonsumsinya?
10. Apakah kamu suka teh? Kapan biasanya kamu mengkonsumsinya?
11. Seberapa sering kamu minum air putih?
12. Jajanan apa saja yang biasanya kamu konsumsi di sekolah? Seberapa sering
kamu mengkonsumsinya?
PEDOMAN OBSERVASI
No Domain Dimensi Keterangan
1 Komposisi dan
porsi makanan
Adanya komposisi makanan yang terdiri dari
makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah,
serta susu
2 Penyiapan dan
Penyajian
Makanan
Bahan makanan dimasak sampai matang,
penggunaan peralatan masak yang bersih dan
penyajian makanan yang menarik
3 Frekuensi
Makan
Makan tiga kali atau lebih dalam sehari
4 Makanan
selingan
Adanya pemberian makanan selingan dua kali
dalam sehari
MATRIKS WAWANCARA MENDALAM
Pengetahuan Gizi
Domain Keterangan Ibu atau Pengasuh
Pengetahuan gizi secara umum
makanan seimbang, makanan sehat yang
seimbang, bersih, bernutrisi, protein,
karbohidrat dan sebagainya buat
pemenuhan kebutuhan tubuh
Pengetahuan gizi khusus bagi anak
terinfeksi HIV
makanan-makanan yang baik, sama
dengan anak yang lain, hanya bedanya
bagi anak yang terinfeksi tidak
disarankan banyak mengandung micin,
minuman-minuman yang bersoda
Kebutuhan gizi bagi anak terinfeksi HIV kebutuhanya sama, nasi, tempe, tahu,
ikan, daging, ayam, dan sayur-sayuran
Makanan sumber energi gandum, jagung, nasi ubi, singkong
Makanan sumber protein telur, ikan
Makanan sumber vitamin buah-buahan, sayuran
Makanan sumber serat buah, sayur
Manfaat terpenuhinya kebutuhan gizi
anak terinfeksi HIV jadi tidak mudah sakit dan semangat
Sumber
Domain Keterangan Ibu atau Pengasuh
Pendapatan per bulan 5 juta
Pengeluaran untuk makan 250 per minggu
Akses terhadap makanan Membeli di pasar, diberi donatur
beras Setiap bulan dapat 1 karung (50 kg) dari
donatur
susu 4 dus susu (800 g) per anak per bulan
dari donatur
Lauk pauk Membeli setiap pekan di pasar
buah Membeli 2 hari sekali di pasar atau di
tetangga yang menjual
Praktik Pemberian Makan
Domain Keterangan Ibu atau Pengasuh
Upaya pemberian makan Dipaksa, dirayu dan diimingi hadiah
Upaya pemberian makan saat anak sakit
atau tidak nafsu makan
Sedikit demi sedikit harus tetap diberi
makan
Pantangan makanan Dilarang minum es, dibatasi makan mie
instan, ciki, dan minuman bersoda
Frekuensi makan 3 kali makan utama, 2 kali makan
tambahan
Praktik Pemberian Makan
Domain Informan utama Informan Pendukung
D K N
Makanan yang
biasa diberikan
sehari-hari
nasi, tempe, tahu,
ikan, kadang daging
ayam, sayur-
sayurannya kadang
sayur sop, toge,
bayem, sawi,
buahnya papaya
Sayur, nasi,
jajanan,
kadang-kadang
ayam, tempe-
tahu
Nasi, Sayur
sop, nasi, ikan
kadang
Ayam, nasi,
sayur
Frekuensi makan
makanan utama
3 kali (pagi, siang,
sore menjelang
malam)
3 kali, (pagi,
siang, malem)
3 kali ( pagi,
siang, sore atau
malam)
3 kali (pagi,
siang, malam)
Penyediaan cemilan Jajan paling kadang ga kadang
Larangan makanan
khusus Ciki
Jajan yang
bikin batuk, es,
kopi, softdrink
Es doger, susu
dingin
Kopi, teh
botol, softdrink
Ketersediaan buah
Jarang, tapi 2 hari
sekali pasti ada,
biasanya tomat,
wotel, sama pepaya
Semangka,
papaya,
Selalu ada,
biasanya buah
jeruk,
semangka
Selalu,
kemarin
semangka,
jeruk
Konsumsi sayur Selalu ada Selalu ada Selalu ada Selalu ada
Konsumsi susu 1 kali sehari 1 kali sehari 1 kali sehari 1 kali sehari
FOOD RECALL 24 JAM
Nama : K BB : 26,4 kg
Pengamatan : Minggu, 19 Mei 2013 TB : 125, 5 cm
Tanggal Lahir : 27 September 2003
Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan IRT Berat
Sarapan
06. 30 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g
susu dancow coklat 1 sdm 5g
Roti coklat 1 potong 70 g
Makan Pagi
09.30 Nasi putih 1 ctng 100 g
sayur sop Kentang, wortel,
jagung
5 sdm 50 g
Makan Siang
03.00 Nasi putih 1 ctng 100 g
Sayur sop Kentang, wortel,
jagung
5 sdm 50 g
Makan Malam
19.00 Nasi putih 1 ctng 100 g
Sayur sop Kentang, wortel,
jagung
5 sdm 50 g
bakwan Jagung 1 ptng 20 g
Snack Malam
20.00 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g
Susu dancow
coklat
1 sdm 5 g
FOOD RECALL 24 JAM
Nama : K BB : 26,4 kg
Pengamatan : Rabu, 19 Juni 2013 TB : 125, 5 cm
Tanggal Lahir : 27 September 2003
Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan IRT Berat
arapan
06. 30 Susu Susu dancow putih sdm 10 g
Susu dancow coklat sdm 5 g
akan Pagi
9.30 Nasi Beras merah 2 cntng 115 g
Sawi 2 sdm 20 g
Telur orak arik 1 sdm 10 g
Makan Siang
13.00 Nasi Beras merah 2 cntng 115 g
Sawi 2 sdm 20 g
Telur orak arik 1 sdm 10 g
Snack Siang
15.00 Coklat 1 4 g
Permen 1 3 g
Makan Malam
19.30 Nasi goreng
- Beras merah 2 cntng 200 g
- Telur 50 g
- Ikan asin 5 g
FOOD RECALL 24 JAM
Nama : K BB : 26,4 kg
Pengamatan : Jum’at, 21 Juni 2013 TB : 125, 5 cm
Tanggal Lahir : 27 September 2003
Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan URT Berat
Sarapan
06. 30 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g
Susu dancow coklat 1 sdm 5 g
Makan Pagi
08.00 Nasi Beras merah 3 cntng 173 g
Telur dadar 1 potong 30 g
Sayur Wortel, bayam 2 sdm 20 g
Makan Siang
12.00 Nasi Beras merah 3 cntng 173 g
Telur dadar 1 potong 30 g
Sayur Sawi 2 sdm 20 g
Ikan asin gabus 1 ptng 5 g
Snack Siang
13.00 Permen 1 biji 3 g
Makan Malam
19.30 Nasi Beras merah 2 cntng 95 g
Bakso urat - Bakso 3 biji 15 g
- Mie 1 porsi 50 g
FOOD RECALL 24 JAM
Nama : D BB : 29,9 kg
Pengamatan : Senin, 20 Mei 2013 TB : 140,2 cm
Tanggal Lahir : 9 Juni 2002
Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan URT Berat
Sarapan
06. 30 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g
Susu dancow
coklat
1 sdm 5 g
Makan Pagi
08.00 Nasi putih 1 cntng 100 g
Tempe goreng 2 potong 60 g
Sayur sop Wortel, kentang,
jagung
3 sdm 30 g
Makan Siang
12.00 Nasi putih 1 cntng 100 g
Tempe goreng 2 potong 60 g
Makan Malam
19.30 Nasi putih 1 cntng 100 g
Tempe goreng 2 potong 60 g
Snack Malam
Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g
Susu dancow
coklat
1 sdm 5 g
FOOD RECALL 24 JAM
Nama : D BB : 29,9 kg
Pengamatan : Rabu, 19 Juni 2013 TB : 140,2 cm
Tanggal Lahir : 9 Juni 2002
Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan URT Berat
Sarapan
06. 30 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g
Susu dancow
coklat
1 sdm 5 g
Makan Pagi
08.00 Nasi Beras merah 3 cntng 185 g
Sawi 1 sdm 10 g
Telur orak arik 2 sdm 20 g
Udang 3 ekor 30 g
Ikan asin gabus 1 ptng 5 g
Snack Siang
Coklat 1 buah 4 g
Makan Siang
14.00 Nasi Beras merah 3 cntng 185 g
Sawi 2 sdm 20 g
Telur ceplok 1 btr 50 g
Makan Malam
18.30 Nasi goreng Beras merah 2 cntng 105 g
Telur 1 ptng 50 g
Ikan asin gabus 1 ptng 5 g
FOOD RECALL 24 JAM
Nama : D BB : 30 kg
Pengamatan : Jum’at, 21 Juni 2013 TB : 141,2 cm
Tanggal Lahir : 9 Juni 2002
Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan URT Berat
Sarapan
06. 30 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g
Susu dancow
coklat
1 sdm 5 g
Makan Pagi
08.00 Nasi Beras merah 3 cntng 185 g
Nuget 2 ptng 40 g
Tempe 3 ptng 30 g
Makan Siang
14.00 Nasi Beras merah 3 cntng 185 g
Sayur sop Wotel, sawi 2 sdm 20 g
Ikan asin gabus 1 ptng 5 g
Makan Malam Bakso 3 biji 15 g
Bihun 1 prs 20 g
FOOD RECALL 24 JAM
Nama : N BB : 26,25 kg
Pengamatan : Rabu, 19 Juni 2013 TB : 132,2 cm
Tanggal Lahir : 25 Agustus 2000
Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan URT Berat
Sarapan
06. 30 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g
Susu dancow
coklat
1 sdm 5 g
Makan Pagi
08.00 Mie goreng Indomie goreng ½ bungkus 30 g
Makan Siang
14.00 Nasi Beras merah 1 cntng 75 g
Nugget 1 buah 20 g
Makan Malam
19.00 Nasi goreng Beras merah 1 cntng 75 g
Telur 1 ptng 20 g
Ikan asin 1 ptng 5 g
FOOD RECALL 24 JAM
Nama : N BB : 26,25 kg
Pengamatan : Rabu, 16 Juni 2013 TB : 132,2 cm
Tanggal Lahir : 25 Agustus 2000
Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan URT Berat
Sarapan
06. 30 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g
Susu dancow
coklat
1 sdm 5 g
Makan Pagi
08.00 Nasi Beras merah 1 cntng 75 g
Nuget 1 buah 20 g
Makan Malam
19.00 Bakso Bakso 3 biji 15 g
Mie ½ prs 25 g
FOOD RECALL 24 JAM
Nama : N BB : 26,25 kg
Pengamatan : Rabu, 19 Juni 2013 TB : 132,2 cm
Tanggal Lahir : 25 Agustus 2000
Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan URT Berat
Sarapan
06. 30 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g
Susu dancow
coklat
1 sdm 5 g
Makan Pagi
08.00 Nasi Beras merah 1 cntng 75 g
Nuget 1 buah 20 g
Makan Siang Nasi Beras merah 1 cntng 75 g
13.00 Nuget 1 buah 20 g
Mie Indomie 1 sdm 10 g
wortel 1 sdm 10 g
Makan Malam
19.00 Nasi Beras merah 1 cntng 75 g
Nuget 1 buah 20 g