29
Gi GAMBARAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA ATLET BULUTANGKIS YANG BERUSIA REMAJA Putri Kristina Arisanti & Henny E. Wirawan ([email protected]) ABSTRACT Badminton is a popular sport in Indonesia which it bring Indonesian to international world. In badminton, training is requited since their childhood. So then, when they reach adolescent and have achievement, they can be trained to follow what their seniors have contributed to the country. There is so much factors from psychology who influence achievement, one of them is motivation to achieve. That is why this research want to see achievement motivation in badminton athlete who are adolescent. Subject in this research is three boys and girls, whose age 16 until 20 years old. This research began from 20 December 2009 until 14 April 2010. In this research found that all subjects prefer badminton because they see that their achievement in badminton is better than their school. They also said that in a game the most important thing is to play with the best possible, although still have a target to become the champion. All subjects in this research also possess the characteristic of excellent athletes. In addition, the factors affecting their achievement is that parents, coaches, technical factors, physical and mental. Key words: achievement motivation, badminton, adolescent athlete Bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga yang sangat digemari dan menjadi andalan masyarakat Indonesia. Melalui olahraga ini nama Indonesia terkenal di dunia internasional (Adisasmito, 2007). Indonesia memiliki 1

Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Motivasi Berprestasi Pada Atlet

Citation preview

Page 1: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

Gi GAMBARAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA ATLET BULUTANGKIS

YANG BERUSIA REMAJA

Putri Kristina Arisanti & Henny E. Wirawan

([email protected])

ABSTRACT

Badminton is a popular sport in Indonesia which it bring Indonesian to international world.

In badminton, training is requited since their childhood. So then, when they reach

adolescent and have achievement, they can be trained to follow what their seniors have

contributed to the country. There is so much factors from psychology who influence

achievement, one of them is motivation to achieve. That is why this research want to see

achievement motivation in badminton athlete who are adolescent. Subject in this research is

three boys and girls, whose age 16 until 20 years old. This research began from 20

December 2009 until 14 April 2010. In this research found that all subjects prefer

badminton because they see that their achievement in badminton is better than their school.

They also said that in a game the most important thing is to play with the best possible,

although still have a target to become the champion. All subjects in this research also

possess the characteristic of excellent athletes. In addition, the factors affecting their

achievement is that parents, coaches, technical factors, physical and mental.

Key words: achievement motivation, badminton, adolescent athlete

Bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga yang sangat digemari dan menjadi

andalan masyarakat Indonesia. Melalui olahraga ini nama Indonesia terkenal di dunia

internasional (Adisasmito, 2007). Indonesia memiliki komposisi atlet yang variatif di

Pelatnas (Pemusatan Latihan Nasional). Adanya begitu banyak variasi atlet di dalam

Pelatnas maka perlu diperhatikan apakah atlet yang masuk dalam Pelatnas mempunyai

kemungkinan berprestasi, masih dapat dilatih, dan juga apakah dipersiapkan untuk program

atau tujuan tertentu (Gunarsa, 2000).

Dalam PBSI atlet diberikan peringkat dengan pengumpulan poin berdasarkan

keikutsertaan dalam kejuaraan, sesuai dengan yang ditentukan dalam 12 bulan terakhir

(Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia, 2007). Indonesia memiliki

1

Page 2: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

banyak atlet dalam peringkat PBSI. Atlet yang masuk dalam Pelatnas melalui proses seleksi

nasional adalah atlet dengan peringkat nasional yang tinggi. Dalam Pelatnas atlet yang

paling muda berusia 16 tahun karena latihan dipusatkan untuk atlet yang berusia minimal 16

tahun. Pada usia tersebut atlet dianggap telah menyelesaikan SMP sehingga memiliki

keberanian untuk tinggal di asrama dan kemampuan yang sesuai dengan Pelatnas (L.S.

Adisasmito, komunikasi pribadi, September 29, 2009).

Menurut Erikson (dikutip dalam Santrock, 2008), usia remaja dimulai dari 10 sampai 20

tahun. Remaja mengalami banyak perubahan dalam hidup dan perubahan tersebut

mempengaruhi perkembangan kemampuan dan motivasi mereka. Pada masa ini individu

menghadapi keputusan yang penting mengenai hidup mereka, seperti pendidikan atau

pekerjaan mereka (Wigfield & Wagner, 2005). Atlet remaja selain disertai minat dan

dukungan orangtua juga memerlukan dukungan dengan tersedianya klub-klub bulutangkis

berkualitas. Hal ini bertujuan untuk memberikan peluang bagi atlet untuk mengembangkan

kemampuan bulutangkis menjadi profesi (Kurniawan, 2009). Menurut ketua Persatuan Olah

Raga (POR) Djarum, prestasi bulutangkis di Indonesia mengalami penurunan sehingga

perlu dicari bibit unggul pemain berusia dini. Para pemain juga harus diberikan motivasi

yang besar untuk memenangkan pertandingan yang dapat membuat Indonesia meraih

kembali prestasi internasional (“PB Djarum Bina Pemain Bulu Tangkis Usia Dini”, 2009).

Menjelang tahun 1999 sampai saat ini prestasi bulutangkis Indonesia mengalami

penurunan secara drastis. Hal ini terlihat dari banyaknya pertandingan yang diikuti oleh

Indonesia, tetapi jarang sekali mendapatkan gelar juara (Adisasmito, 2007). Menurut

Gunawan (dikutip dalam Adisasmito, 2007), kemampuan faktor fisik, taktik, dan teknik

yang dimiliki atlet Indonesia sama dengan atlet-atlet negara lain. Namun, ketika dalam

kondisi pertandingan atlet Indonesia sering tidak dapat mengeluarkan seluruh kemampuan

yang dimiliki secara maksimal.

Hadinata (dikutip dalam Adisasmito, 2007) menyatakan bahwa atlet Indonesia kurang

memiliki keyakinan akan kemampuan, kurang memiliki motivasi yang kuat untuk menjadi

juara, merasa takut kalah, tegang, dan takut tidak dapat bermain dengan bagus. Rudy

Hartono (dikutip dalam Adisasmito, 2007) seperti kedua rekannya, menyatakan bahwa atlet-

atlet Indonesia kurang mempunyai motivasi untuk menjadi juara sehingga dalam latihan

terlihat kurang bersemangat dan kurang berdisiplin. Banyak atlet yang sudah merasa puas

dengan masuk menjadi anggota tim nasional tetapi juga kurang yakin terhadap kemampuan

yang dimiliki.

2

Page 3: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa kurangnya keyakinan diri

(self-efficacy) terhadap kemampuan dan motivasi berprestasi menjadi penyebab utama

penurunan prestasi atlet-atlet bulutangkis Indonesia. Banyak upaya yang diarahkan untuk

meningkatkan motivasi atlet dengan tujuan atlet dapat lebih termotivasi untuk berprestasi.

Saat ini dampak dari pemberdayaan motivator masih belum juga terlihat atau dirasakan. Hal

ini mungkin juga disebabkan rumusan motivasi sendiri tidak terlalu jelas bagi sebagian

orang. Banyak orang yang menganggap dengan membangkitkan semangat juang saja sudah

cukup untuk memunculkan motivasi untuk berprestasi, padahal belum cukup (Satiadarma,

2001). Sumber motivasi dan tingkat motivasi pada atlet dapat mempengaruhi daya juang

mereka. Atlet dengan motivasi yang rendah, berdaya juangnya juga rendah (Susilowati,

2008).

Dalam penelitian Sudarwarti (2006), ditemukan tidak adanya hubungan yang signifikan

antara self-efficacy dan motivasi berprestasi dengan prestasi atlet bulutangkis. Hal ini

mungkin disebabkan adanya faktor psikologi lain yang berperan, seperti ketegangan, stres,

kecemasan, strategi, dan sebagainya. Pengalaman gagal yang berulang dan jauh dari

orangtua juga menjadi faktor yang menyebabkan tidak berperannya self-efficacy dan

motivasi berprestasi terhadap prestasi atlet. Dalam penelitian yang bersifat kuantitatif

tersebut terdapat kekurangan karena menggunakan pilihan ragu-ragu yang memungkinkan

subyek memilih ragu-ragu. Pilihan jawaban tersebut menyebabkan tidak terlihatnya self-

efficacy dan motivasi berprestasi subyek yang sebenarnya. Untuk itulah, Sudarwati (2006)

menyarankan untuk melakukan penelitian kualitif sehingga mendapatkan hasil yang lebih

akurat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi atlet.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi bagi atlet remaja untuk

berprestasi. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat diketahui hal-hal yang

mempengaruhi prestasi atlet. Penelitian ini dimaksudkan untuk membantu perkembangan

psikologi di Indonesia, terutama perkembangan psikologi olahraga dan psikologi remaja.

Penelitian ini diharapkan dapat dapat membantu para atlet untuk mengetahui motivasi apa

yang mendorong seorang atlet untuk berprestasi. Penelitian ini juga diharapkan dapat

membantu remaja untuk mempunyai motivasi berprestasi dalam bidang yang diminatinya.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu atlet untuk mengetahui apa yang

dapat membantu mereka berprestasi. Orangtua atlet juga dapat mengetahui gambaran

mengenai cara terbaik untuk mendukung anak mereka dan pentingnya peranan mereka

dalam mengambangkan karir anak.

3

Page 4: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

KERANGKA BERPIKIR

Bulutangkis merupakan salah satu olahraga yang menjadi andalan masyarakat Indonesia

karena melalui olahraga inilah nama Indonesia dikenal di Internasional. Dalam Pelatnas

Indonesia terdapat sejumlah atlet yang saat ini sedang berada dalam prestasi puncak, yang

mempunyai potensi atau yang sedang dipersiapkan untuk program tertentu. Atlet yang

berada dalam Pelatnas adalah atlet yang telah melewati seleksi nasional yang diadakan oleh

PBSI. Atlet yang mengikuti seleksi nasional umumnya adalah atlet remaja.

Masa remaja merupakan masa indvidu untuk membuat keputusan mengenai hidup

mereka, misalnya pekerjaan atau sekolah. Pada masa remaja juga, motivasi individu

menentukan sukses atau tidak individu tersebut di masa depan. Motivasi berprestasi sangat

penting dalam pencapaian individual atau sosial. Motivasi berprestasi dimulai dari masa

kecil yang kemudian dipengaruhi oleh pengalaman selanjutnya.

Seorang atlet yang menghadapi pertandingan baik itu nasional maupun internasional

memerlukan rasa percaya diri, bakat, pengalaman, dan juga motivasi untuk berprestasi.

Dengan adanya semua hal tersebut maka individu akan berusaha untuk melakukan atau

mengeluarkan kemampuan yang terbaik. Motivasi untuk berprestasi pada seseorang

mungkin berasal dari diri sendiri maupun berasal dari orang lain. Orang-orang yang

berperan dalam motivasi atlet adalah orang-orang yang berada di sekitarnya, mulai dari

orangtua, saudara, teman, sesama rekan atlet, dan pelatih. Adanya reward yang diberikan

dalam bentuk penghargaan atas apa yang dicapai atlet juga mempengaruhi motivasi atlet.

Mungkin juga disebabkan adanya keinginan untuk melakukan atau mengeluarkan yang

terbaik dari dalam dirinya yang membuat atlet berusaha untuk mencapai suatu hal yang

diinginkannya.

Untuk itulah perlu adanya motivasi berprestasi pada atlet remaja yang berperan dalam

pencapaian kariernya. Atlet yang sejak awal telah memiliki motivasi berprestasi akan

menghasilkan prestasi daripada atlet yang sama sekali tidak memiliki motivasi.

MOTIVASI BERPRESTASI

Motivasi merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin, ”movere” yang artinya

bergerak (Satiadarma, 2000). Alderman (dikutip dalam Satiadarma, 2000), mengatakan

bahwa ”motivasi sebagai suatu kecenderungan untuk berperilaku secara selektif ke suatu

4

Page 5: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

arah tertentu yang dikendalikan oleh adanya konsekuensi tertentu, dan perilaku tersebut

akan bertahan sampai sasaran perilaku dapat dicapai” (h. 71). Sifat selektif dalam

berperilaku berarti individu membuat keputusan mengenai tindakannya yang mempunyai

suatu arah tujuan tertentu. Gage dan Berliner (dikutip dalam Djiwandono, 2006)

menyamakan motivasi seperti mesin (intensitas) dan kemudi (direction) sebuah mobil.

Motivasi melibatkan proses di mana energi, langsung, dan tingkah laku didorong. Dapat

disimpulkan motivasi adalah suatu hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu

atau mendapatkan sesuatu. Menurut Maslow (dikutip dalam Gunarsa, 2008), setiap perilaku

manusia didasari sumber yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.

Dimensi motivasi menurut Weinberg dan Gould (dikutip dalam Satiadarma, 2000)

terbagi menjadi tiga, yaitu: (a) dari dalam diri individu, sumber motivasi berasal dari diri

sendiri; (b) lingkungan atau situasional, lingkungan harus memberikan kesempatan bagi

individu untuk mengembangkan motivasinya; dan (c) interaksional, adanya kombinasi

antara faktor pelaku dan faktor lingkungan. Selain ketiga dimensi tersebut dikenal juga

adanya motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan suatu dorongan atau

keinginan kuat yang berasal dari dalam diri seseorang. Jenis motivasi ini merupakan bawaan

atau kepribadian yang ada di dalam diri individu sejak lahir (Gunarsa, 2008). Adisasmito

(2007) mengatakan bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ditimbulkan dari

berbagai sumber yang ada di luar diri, misalnya dengan lingkungan, penonton reward atau

punishment.

Reward dan punishment dapat mempengaruhi motivasi seseorang. Saat seseroang

mendapat imbalan atas keberhasilan yang didapatnya maka hal tersebut akan memacu atlet

untuk berprestasi. Imbalan untuk atlet perlu diperhatikan apakah masih cukup kuat atau

melemah daya tariknya. Hukuman sering digunakan untuk menyadarkan tingkah laku atlet

yang salah. Hukuman-hukuman tertentu, seperti latihan tambahan atau latihan fisik, dapat

berdampak positif pada atlet (Gunarsa, 2008). Dalam Gould dan Weinberg (2007),

disebutkan bahwa motivasi ekstrinsik berasal dari orang lain atau dari luar, dapat bersifat

positif atau negatif.

Menurut Murray (dikutip dalam Gould & Weinberg, 2007), motivasi berprestasi adalah

”a person’s efforts to master a task, achieve exellence, overcome obstacles, perform better

than others, and take pride in exercising talent” (h. 61). Motivasi dapat juga diartikan

sebagai usaha seseorang untuk menguasai tugasnya, mencapai kesuksesan, mengatasi

rintangan, penampilan yang lebih baik dari orang lain, dan mendapatkan penghargaan atas

bakatnya. Gill (dikutip dalam Gould & Weinberg, 2007), menyatakan bahwa ”achievement

5

Page 6: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

motivation is a person’s orientation to strive for task success, persist in the face of failure,

and experience pride in accomplishment” (h. 61). Dalam hal ini motivasi berprestasi

diartikan sebagai orientasi individu untuk berusaha mencapai kesuksesan, bertahan saat

gagal, dan mendapatkan penghargaan saat mencapai prestasi. Hal ini disebabkan individu

merasa bangga untuk mampu menyelesaikan tugasnya dengan sebaik mungkin (Satiadarma,

2001).

Satiadarma (2001), menyebutkan ada empat jenis motivasi, yaitu: (a) achievement

motivation, (b) power motivation, (c) effectance motivation, dan (d) self-actualization

motivation. Cox (dikutip dalam Satiadarma, 2000) menyatakan bahwa, dalam diri individu

terdapat kebutuhan untuk berprestasi yang dikenal sebagai achievement motivation. Pada

motivasi ini ada dua orientasi, yaitu ego-oriented dan mastery oriented. Individu yang

berorientasi pada ego cenderung untuk mepersepsi kemenangan berdasarkan kesuksesan

atau kemampuan untuk mengungguli orang lain. Pada mastery oriented atau penguasaan

keterampilan maka individu merasakan kepuasan melalui keterlibatan atau partisipasi dalam

suatu kegiatan. Motivasi untuk berprestasi berbeda dengan kebutuhan untuk berprestasi.

Individu yang mempunyai kebutuhan untuk berprestasi tetapi tidak memiliki motivasi tidak

akan menghasilkan apapun (Satiadarma, 2000).

Power motivation merupakan suatu motivasi yang berorientasi atau bertujuan untuk

menguasai orang lain. Individu dengan motivasi ini akan merasa puas apabila telah memiliki

kekuasaan terhadap orang lain. Motivasi untuk bertindak secara kompeten dalam

menghadapi situasi yang ada merupakan motivasi berdasarkan effectance motivation.

Individu yang mempunyai motivasi ini akan merasa puas apabila mampu menyelesaikan

masalah yang ada dalam suatu situasi dengan sebaik mungkin. Untuk individu yang

memiliki motivasi untuk mengaktualisasi diri disebut memiliki self-actualization motivation

(Satiadarma, 2000). Menurut Maslow (dikutip dalam Santrock, 2008), self-actualization

motivation adalah dorongan yang dimiliki untuk berkembang dengan potensi yang penuh

sebagai manusia.

Menurut Elliot dan Church (dikutip dalam Lahey, 2007) ada tiga elemen penting dalam

motivasi berprestasi. Pertama, menguasai tujuan. Orang yang menguasai tujuan akan

termotivasi secara intrinsik untuk mempelajari informasi yang baru dan menarik. Kedua,

pendekatan pelaksanaan tujuan. Orang yang memiliki pendekatan pelaksanaan tujuan tinggi

bermotivasi untuk melakukan yang terbaik untuk mendapatkan rasa hormat dari orang lain.

Ketiga pendekatan menjauhi tujuan. Orang yang tinggi pada area ini bermotivasi untuk

bekerja keras agar dapat menghindari hasil yang buruk. Ketiga hal tersebut membantu

6

Page 7: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

individu untuk sukses dengan hasil akhir yang berbeda-beda. Pada umumnya, individu yang

menguasai tujuan mereka sangat menikmati proses mencapai tujuannya dibandingkan

hasilnya (Lahey, 2007).

Menurut McClelland (dikutip dalam Beck, 2000) motivasi berprestasi adalah dorongan

seseorang untuk sukses atau berhasil dalam kompetisi dengan ukuran keunggulan berupa

prestasi orang lain maupun prestasi sebelumnya. Motivasi berprestasi adalah motif yang

mendorong individu untuk berpacu dengan ukuran keunggulan. Adapun ukuran keunggulan

itu dapat berupa diri sendiri, orang lain, atau kesempurnaan tugas (Beck, 2000).

Prestasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi

Menurut Chaplin (1995/1968), prestasi adalah pencapaian yang dicapai oleh seseorang

atau satu tingkatan khusus dari kesuksesan karena telah mempelajari tugas-tugas yang ada

dalam satu bidang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), prestasi adalah hasil

yang telah dicapai seseorang dari yang telah dilakukan. Menurut Adisasmito (20007),

prestasi atlet merupakan kumpulan dari hasil-hasil yang dicapai oleh atlet dalam

melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Prestasi atlet dapat diukur melalui seberapa

sering dia bertanding dan mencatatkan kemenangan. Dapat disimpulkan bahwa pengertian

prestasi adalah suatu hal yang dicapai berdasarkan hal yang dilakukan oleh individu.

Seorang atlet yang berprestasi atau atlet bintang umumnya memiliki beberapa sifat yang

berbeda daripada atlet biasa. Atlet bintang memiliki keberanian untuk mengambil risiko

karena ada kecenderungan untuk menguasai gelanggang (Satiadarma, 2000). Atlet dengan

motivasi berprestasi yang tinggi cenderung untuk memilih aktivitas yang menantang. Atlet

tersebut juga cenderung untuk menghindari tugas yang terlalu mudah karena tidak

mendapatkan kepuasan dari hal tersebut. Selain itu, atlet dengan motivasi berprestasi tinggi

akan melakukan evaluasi terhadap pertandingan mereka. Mereka akan meminta umpan balik

dari pelatih mengenai penampilan mereka (Adisasmito, 2007). Mereka juga cenderung

mencari tantangan karena hal tersebut merupakan motivator tindakan mereka. Mereka

memiliki keinginan untuk berkompetisi dan tampil sebaik mungkin, tidak sekadar menang

atau memperoleh penghargaan atas kemenangannya (Satiadarma, 2000).

Dengan adanya motivasi berprestasi yang tinggi, atlet akan menjalankan program latihan

yang diberikan dengan sungguh-sungguh dan disiplin tinggi (Adisasmito, 2007). Atlet juga

memiliki rasa percaya diri terlihat dari keyakinan untuk memenangkan pertandingan. Ini

terkait dengan upayanya mempertahankan kendali emosi, konsentrasi, dan membuat

keputusan yang tepat, mampu untuk membagi konsentrasi kepada beberapa keadaan

7

Page 8: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

sekaligus. Dengan adanya kematangan dalam persiapan, mereka lebih memiliki harapan

untuk sukses. Terakhir, atlet mampu mengatasi tekanan yang dihadapi, baik saat latihan

maupun pertandingan, serta mampu mengendalikan diri saat gagal (Satiadarma, 2000).

Ada tiga faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi atlet, yaitu faktor fisik, teknis,

dan psikologis. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan dalam memunculkan prestasi yang

optimal. Ketiganya merupakan modal untuk seorang atlet menjadi atlet unggul dan

mencapai prestasi puncak dalam bidangnya. Apabila ada salah satu faktor yang tidak

optimal maka prestasi yang dicapai juga tidak optimal (Adisasmito, 2007).

Faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan bentuk tubuh dan kemampuan

atlet. Bentuk tubuh yang ideal berpengaruh terhadap prestasi atlet. Idealnya tinggi badan

seorang atlet adalah 165 cm untuk atlet perempuan dan 170 cm untuk atlet laki-laki. Selain

itu, diperlukan juga fisik yang prima, daya tahan, fleksibilitas, koordinasi gerak, dan

kekuatan, baik itu untuk latihan maupun untuk pertandingan. Bulutangkis merupakan

olahraga dengan berbagai kemampuan dan keterampilan gerak yang rumit, sehingga sangat

diperlukan atlet yang mempunyai kondisi fisik yang baik (Adisasmito, 2007).

Teknik berhubungan dengan keterampilan khusus yang dimiliki atlet dan latihan yang

dilakukan atlet. Dengan latihan yang teratur dan intensif maka keterampilan yang dimiliki

dapat dikembangkan atau dioptimalkan. Teknik dapat mempengaruhi prestasi atlet, sehingga

dengan menguasai teknik bermain yang baik maka prestasi yang dicapai atlet dapat

maksimal. Dalam bulutangkis sangat diperlukan atlet dengan variasi pukulan yang baik

sehingga lawan mengalami kesulitan untuk menebak pukulan-pukulan atlet yang

bersangkutan dan permainan tersebut menjadi lebih menarik. Variasi pukulan yang baik

dihasilkan dari latihan yang ketat (Adisasmito, 2007).

Faktor psikologis merupakan penggerak atau pengarah penampilan atlet. Faktor

psikologis antara lain akal, taktik, motivasi, tekanan, atau hal yang menghambat. Hal yang

menghambat prestasi atlet itu, antara lain kecemasan, ketegangan, hilangnya konsentrasi,

dan tidak percaya diri. Dalam olahraga yang sangat kompetitif seperti bulutangkis, sangat

penting bagi atlet untuk dapat mengendalikan emosinya, sehingga hal tersebut dapat

menjadi motivator bagi atlet untuk berprestasi. Pada umumnya saat belum bertanding, atlet

sering mengalami ketegangan yang memuncak (Adisasmito, 2007). Masalah ketegangan

yang dihadapi oleh atlet sangat penting untuk diatasi sehingga tidak menjadi faktor yang

menyebabkan kegagalan atau penampilan tidak optimal pada atlet (Gunarsa, 2008).

Salah satu faktor penting dalam pembentukan atlet andal adalah faktor bakat. Apabila

seseorang memiliki bakat khusus maka harus ditentukan bagaimana bakat dapat

8

Page 9: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

dikembangkan sampai mencapai suatu prestasi tertentu (Gunarsa, 2008). Orangtua yang

mempunyai anak yang berbakat dapat mendukung anak berprestasi dengan cara

menfasilitasi bakat yang dimiliki anaknya. Bakat anak dapat difasilitasi dengan memberikan

atau mencarikan pembinaan yang sesuai dengan bakatnya. Sikap orangtua juga dapat

mempengaruhi perkembangan motivasi berprestasi anaknya (Adisasmito, 2007).

Pelatih sering berinteraksi dengan atlet, karena itulah pelatih mempunyai peluang dan

tanggung jawab yang besar untuk mengoptimalkan motivasi atlet untuk berprestasi

(Adisasmito, 2007). Dalam hubungan atlet dengan pelatih perlu ditekankan adanya

komunikasi yang baik. Dengan adanya komunikasi yang baik dan kasih sayang antara

pelatih dengan atlet dapat meningkatkan motivasi pada diri atlet (Gunarsa, 2000). Pelatih

yang menerapkan hukuman fisik saat atlet melakukan kesalahan memungkinkan atlet

menasosiasikan aktivitas fisik sebagai hukuman. Tambahan porsi latihan bagi sebagian atlet

terasa menyenangkan, bagi sebagian lagi sama sekali tidak berdampak positif. Pelatih yang

memperlakukan atlet tertentu lebih baik akan menimbulkan ketidakkonsistenan dalam

menerapkan aturan yang dapat menyebabkan motivasi atlet menurun (Satiadarma, 2000).

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah motivasi berprestasi atlet

bulutangkis remaja di Pelatnas?.

METODE

Subyek Penelitian

Karakteristik subyek penelitian ini dipilih sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Usia

subyek penelitian antara 16 tahun sampai dengan 20 tahun yang disesuaikan dengan usia

remaja yang ada di Pelatnas (Pemusatan Latihan Nasional). Atlet memiliki prestasi dalam

pertandingan nasional.

Instrumen Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain adalah alat perekam ( tape

recorder), baterai, kaset kosong, pedoman wawancara, alat tulis, informed consent,

komputer, dan printer. Teori atau referensi yang digunakan untuk mengolah data didapatkan

dengan mengumpulkan referensi yang mendukung.

9

Page 10: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

Prosedur Penelitian

Penelitian bersifat kualitatif sehingga pengambilan data yang diperlukan dilakukan

secara wawancara. Penelitian ini dilakukan sejak tanggal 20 Desember 2009 hingga 14

April 2010. Jumlah subyek yang diperlukan dalam penelitian ini adalah enam orang, yaitu

tiga laki-laki dan tiga perempuan. Subyek yang didapatkan dalam penelitian ini melalui

kenalan penulis yang memberikan nomor telepon subyek yang diperlukan. Penulis juga

mendapatkan subyek dengan cara menghubungi contact person PBSI. Kemudian penulis

membuat jadwal untuk bertemu dengan atlet di tempat dan waktu yang telah ditentukan.

Hambatan yang dihadapi oleh penulis adalah saat subyek mengikuti pertandingan sehingga

tidak mempunyai waktu untuk wawancara.

HASIL PENELITIAN

Persepsi subyek mengenai prestasi

Pengertian prestasi menurut Chaplin (1995/1968), adalah suatu hal yang diperoleh

seseorang setelah mempelajari tugas-tugas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008),

prestasi adalah hasil yamh dicapai dari apa yang dilakukan oleh individu. Hal ini sesuai

dengan pengertian kelima subyek mengenai prestasi. Menurut mereka prestasi adalah hasil

yang dicapai melalui kerja keras atau sesuatu yang telah mereka lakukan. Subyek kedua

menyatakan bahwa prestasi berarti melakukan hal yang lebih baik dari yang telah dicapai.

Ciri-ciri atlet yang berprestasi

Seorang atlet yang berprestasi umumnya memiliki beberapa sifat yang berbeda dari atlet

biasa. Mereka memiliki keberanian untuk mengambil risiko dan berusaha tampil sebaik

mungkin daripada sekedar menang (Satiadarma, 2000). Atlet dengan motivasi berprestasi

tinggi akan menjalankan program latihan dengan sungguh-sungguh dan disiplin tinggi.

Mereka juga akan melakukan evaluasi terhadap pertandingan mereka serta meminta umpan

balik dari pelatih mengenai penampilan mereka (Adisasmito, 2007).

Keenam subyek dalam penelitian memiliki ciri-ciri atlet yang berprestasi. Pada subyek

pertama terlihat dari adanya keberanian untuk menghadapi siapapun yang dilawan,

melakukan latihan sehari dua kali disertai dengan latihan tambahan, dan pentingnya

tanggapan dari pelatih mengenai hasil pertandingannya. Subyek kedua terlihat dari adanya

target untuk bermain sebaik mungkin dalam pertandingan, pentingnya program latihan,

melakukan evaluasi saat target tidak tercapai, dan adanya kepercayaan bahwa dirinya

10

Page 11: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

mampu. Pada subyek ketiga terlihat dari mempunyai target bermain sebaik mungkin dan

melakukan evaluasi diri. Dengan meminta nasehat kepada pelatih saat mengalami kesulitan,

subyek keempat memperlihatkan adanya ciri-ciri atlet berprestasi. Pada subyek kelima

terlihat dari mengikuti program latihan dengan sungguh-sungguh. Subyek keenam terlihat

dari dengan melakukan evaluasi terhadap hasil pertandingan.

Berdasarkan pengertian motivasi berprestasi

Keenam subyek memiliki motivasi berprestasi apabila dilihat dari pengertian motivasi

berprestasi. Hal ini terlihat dari mengikuti pertandingan dengan tujuan mendapatkan

peringkat yang bagus, menjadi lebih baik dari orang lain, berusaha bermain dengan sebaik

mungkin agar tidak menyesal saat kalah, mempunyai target sesuai dengan kemampuannya,

dan adanya rasa puas saat menang dari orang lain. Selain itu terlihat juga mereka

mengorbankan sekolah dikarenakan latihan yang dilakukan sehari-hari serta terlihat bahwa

prestasi di dunia bulutangkis lebih baik daripada di sekolah.

Motivasi intrinsik dan ekstrinsik

Motivasi intrinsik merupakan suatu dorongan atau keinginan kuat yang berasal dari

dalam diri seseorang. Motivasi ini mungkin berasal dari bawaan atau sejak lahir (Gunarsa,

2008). Pada subyek pertama, kedua, kelima, dan keenam menyatakan bahwa dalam

bulutangkis yang paling penting adalah adanya kemauan. Kemauan diri penting agar dapat

berlatih tanpa terpengaruh orang lain, untuk tetap semangat, dan untuk menjadi lebih baik.

Pada subyek ketiga yang palin penting adalah adanya pola permainan. Pada subyek keempat

adalah adanya rasa ingin juara.

Adisasmito (2007) mengatakan bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang

ditimbulkan dari berbagai sumber yang ada di luar diri, misalnya dengan lingkungan,

penonton, reward, atau punishment. Menurut keenam subyek dalam penelitian penting

untuk berada dalam Pelatnas. Pada subyek pertama dengan berada di Pelatnas merupakan

awal menjadi pemain dunia. Subyek kedua, ketiga, keempat, dan keenam dengan berada di

Pelatnas berarti mengikuti pertandingan-pertandingan yang lebih baik. Subyek ketiga juga

menambahkan dengan berada di Pelatnas latihan yang diikuti lebih keras. Pada subyek

kedua, keempat, dan kelima menyatakan keberadaan penonton penting untuk

membangkitkan semangat dan menunjukkan kemampuan.

Menurut subyek pertama, kedua, dan ketiga dalam pertandingan yang paling penting

adalah prestasi yang didapat, siapa yang dihadapi, atau pengalaman yang didapat. Pada

11

Page 12: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

subyek keempat, kelima, dan keenam bonus dalam pertandingan penting untuk membantu

keluarga mereka dan kehidupan sehari-hari. Subyek pertama menyatakan tidak pernah

mengalami hukuman. Subyek kedua menyatakan saat dihukum akan merasa kesal tetapi

berusaha untuk mencapai target. Pada subyek ketiga, keempat, dan kelima tergantung pada

kondisi bagaimana dihukum dan apa hukumannya. Hukuman yang diberikan saat atlet

sedang lelah atau penyitaan barang pribadi dapat menurunkan semangat. Pada subyek

keenam ada rasa kesal saat dihukum sehingga berusa untuk menghindari hukuman dengan

tidak berbuat kesalahan yang sama.

Ego oriented versus mastery oriented

Menurut Cox (dikutip dalam satiadarma, 2000) motivasi berprestasi terbagi menjadi (a)

ego oriented, di mana individu mempersepsi kemenangan berdasarkan kesuksesan atau

kemampuan untuk mengungguli orang lain; dan (b) mastery oriented, yaitu ketika individu

merasakan kepuasan dengan keterlibatan atau partisipasi dalam suatu kegiatan. Subyek

kedua, kelima dan keenam memiliki ego oriented. Pada subyek kedua terlihat dari

mengikuti pertandingan karena ingin menjadi juara. Subyek kelima ego oriented karena

mempunyai keinginan untuk menjadi lebih baik dan juga mencapai target yang ditetapkan.

Pada subyek keenam terlihat dari mengikuti pertandingan untuk menjadi lebih baik.

Keenam subyek dalam penelitian ini mempunyai mastery oriented. Pada subyek pertama

adanya keinginan untuk bertanding karena tanpa bertanding dia akan merasa malas untuk

latihan. Pada subyek kedua terlihat dari bertanding karena ingin mengetahui bagaimana

rasanya bertanding. Subyek ketiga bertanding karena ingin mendapatkan pengalaman dan

prestasi. Subyek keempat mengikuti pertandingan karena didorong oleh alasan bahwa

bertanding hanya terjadi satu kali dan tidak dapat diulang kembali. Subyek kelima

bertanding karena ingin bertemu dengan orang-orang baru dan untuk mengukur sejauh mana

kemampuannya. Subyek keenam karena dalam bertanding selalu berusaha untuk menikmati

pertandingan itu sendiri.

Elemen berprestasi menurut Elliot dan Chruch

Menurut Elliot dan Church (dikutip dalam Lahey, 2007) ada tiga elemen penting dalam

motivasi berprestasi: (a) menguasai tujuan, yaitu termotivasi secara intrinsik untuk

mempelajari informasi yang baru dan menarik; (b) pendekatan pelaksanaan tujuan, yaitu

bermotivasi untuk melakukan yang terbaik untuk mendapatkan rasa hormat dari orang lain;

(c) pendekatan menjauhi tujuan, yaitu bermotivasi untuk bekerja keras agar dapat

12

Page 13: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

menghindari hasil yang buruk (Lahey, 2007). Keenam subyek dalam penelitian ini memiliki

elemen motivasi berprestasi Elliot dan Church.

Subyek pertama sesuai dengan menguasai tujuan karena bertanding dengan tujuan untuk

mencari tahu dimana kekurangannya. Pendekatan pelaksanaan tujuan karena mengikuti

pertandingan dilihat dari seberapa penting pertandingan itu. Pada subyek kedua menguasai

tujuan karena bertanding untuk mendapatkan pengalaman. Subyek ketiga menguasai tujuan

karena adanya keinginan untuk melakukan evaluasi saat target tidak tercapai dan merasa

pertandingan penting untuk mencari pengalaman.

Subyek keempat memiliki ketiga elemen motivasi berprestasi yang terlihat dari adanya

keinginan untuk belajar dari kesalahan yang dilakukannya, menjadi lebih termotivasi saat

direndahkan, dan melakukan latihan tambahan agar dapat menyamakan kemampuannya

dengan atlet lain. Subyek kelima termasuk pendekatan menguasai tujuan karena ingin

mengetahui perkembangannya dengan cara mengikuti pertandingan. Menjauhi tujuan karena

memilih untuk bermain di tunggal agar tidak terlibat dalam salah paham yang mungkin

terjadi pada pasangan ganda. Subyek keenam termasuk yang memiliki ketiga elemen.

Menguasai tujuan karena mengikuti pertandingan untuk menambah pengalaman dan

melakukan evaluasi saat target tidak tercapai. Pendekatan pelaksanaan tujuan yang terlihat

dari adanya keinginan untuk membuktikan bahwa dirinya bisa menjadi lebih baik.

Pendekatan menjauhi tujuan karena adanya keinginan untuk menang baik siapapun

lawannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi atlet

Ada tiga faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi atlet, yaitu faktor fisik, teknis,

dan psikologis. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan dalam memunculkan prestasi yang

optimal (Adisasmito, 2007). Salah satu faktor penting dalam pembentukan atlet andal adalah

faktor bakat (Gunarsa, 2008). Orangtua yang mempunyai anak yang berbakat dapat

mendukung anak berprestasi dengan cara menfasilitasi bakat yang dimiliki anaknya. Sikap

orangtua juga dapat mempengaruhi perkembangan motivasi berprestasi anaknya. Pelatih

juga mempunyai peluang dan tanggung jawab yang besar untuk mengoptimalkan motivasi

atlet untuk berprestasi karena pelatih sering berinteraksi dengan atlet (Adisasmito, 2007).

Keenam subyek dalam penelitian ini menyatakan mempunyai kelebihan dan kekurangan

dalam aspek teknik, fisik, dan psikologis. Pada subyek pertama kelebihannya dalam aspek

teknik adalah pada bola depan atau netting yang bagus. Subyek kedua adalah penguasaan

lapangan bagian kanan, pukulan, dan penempatan bola. Subyek ketiga pada power. Pada

13

Page 14: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

subyek keempat adalah pukulan yang bagus. Subyek kelima merasa kelebihannya adalah

pada netnya. Subyek keenam merasa kelebihannya terletak pada smash dan block.

Kekurangan subyek pertama pada teknik adalah power dari pukulannya. Pada subyek kedua

adalah penguasaan lapangan bagian kiri dan pertahanan. Subyek ketiga pada penempatan

bola dan pertahanan. Pada subyek keempat kepada bola tanggung yang akhirnya merugikan

dirinya. Subyek kelima pada tidak terlalu bagus pada bola depan. Subyek keenam

menyatakan kekurangannya adalah pertahanan yang kurang.

Kelebihan keenam subyek dalam fisik adalah terletak pada tinggi badan yang telah sesuai

untuk pemain bulutangkis. Subyek pertama dan kedua juga menambahkan bahwa mereka

memiliki daya tahan fisik yang bagus. Kekurangan subyek pertama dalam fisik adalah

dalam kecepatan. Pada subyek kedua terletak pada tidak cepat menyesuaikan kondisi fisik

dengan lingkungan. Subyek ketiga menyatakan kekurangannya adalah kurangnya

kelincahan. Pada subyek keempat tidak bisa berlari di mesin treadmile. Subyek kelima

kekurangannya adalah sprint. Pada subyek keenam adalah pada fitness.

Keenam subyek dalam penelitian ini mempunyai kelebihan karena masing-masing

memiliki cara untuk mengatasi ketegangan yang dialami saat akan bertanding. Subyek

pertama juga menambahkan kelebihannya dalam psikologis adalah kemampuannya untuk

fokus untuk mengingat cara bermain lawannya dan berfokus untuk melawannya. Pada

subyek pertama kekurangannya dalam aspek mental adalah adanya rasa enggan yang

muncul saat ketinggalan poin. Subyek kedua dan keempat menyatakan suka melakukan

kesalahan-kesalahan sendiri saat situasi kritis. Subyek ketiga dan kelima menyatakan akan

merasa tertekan dan tegang saat tertinggal poin. Pada subyek keenam kekurangannya adalah

pada saat hilang konsentrasi dia tidak tahu bagaimana cara mengembalikannya.

Keenam subyek dalam penelitian ini menyatakan orangtua sangat mendukung mereka.

Orangtua membantu dalam biaya dan memberi semangat secara verbal. Subyek pertama,

ketiga, keempat, dan kelima menyatakan kehadiran orangtua saat mereka bertanding sangat

penting. Akan tetapi apabila saat dalam keadaan kritis akan membuat mereka tambah

tegang. Subyek kedua dan keenam menyatakan yang penting adalah dukungan dan doa dari

orangtua. Keenam subyek penelitian ini juga menyatakan bahwa kehadiran pelatih penting

bagi mereka karena pelatih yang paling mengetahui apa yang menjadi kelebihan dan

kekurangan mereka. Pada subyek kedua kehadiran pelatih yang memperlakukan atlet lain

lebih baik membuatnya tidak bisa menceritakan apa yang tidak disukainya. Hal ini

mempengaruhi permainannya dalam pertandingan.

14

Page 15: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Kesimpulan

Empat subyek dalam penelitian ini menyatakan kemauan diri yang paling penting dalam

dunia bulutangkis. Dua lainnya menyatakan yang penting adalah adanya pola permainan

dan rasa ingin juara. Keenam subyek penelitian ini juga menyatakan keberadaan Pelatnas

dapat mendukung mereka menjadi atlet yang lebih baik. Tiga dari enam subyek penelitian

menyatakan kehadiran penonton penting dalam pertandingan. Menurut tiga dari enam

subyek penelitian bonus yang didapatkan saat menang penting untuk membantu orangtua

dan untuk kehidupan sehari-hari. Tiga lainnya menyatakan yang penting adalah prestasi,

siapa yang menjadi lawan, dan pengalaman yang didapatkan. Faktor teknik, fisik, mental,

orangtua, dan pelatih berprengaruh terhadap prestasi keenam subyek penelitian ini.

Diskusi

Dalam teori evaluasi kognitif dinyatakan bahwa dalam motivasi terdapat motivasi

intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik lebih bertahan dibandingkan dengan motivasi

ekstrinsik (Gunarsa, 2008). Keenam subyek dalam penelitian memiliki motivasi intrinsik

dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah suatu dorongan yang berasal dari dalam diri

individu (Gunarsa, 2008). Motivasi intrinsik dapat berasal dari dalam diri individu sendiri

seperti pada keenam subyek peneltian. Pada empat dari enam subyek penelitian ini adalah

adanya kemauan diri sendiri untuknya menjadi lebih baik dalam bulutangkis. Dua subyek

lainnya menyatakan adanya pola permaian dan rasa ingin juara. Terlihat bahwa atlet yang

menyatakan pentingnya kemauan diri dalam bulutangkis menunjukkan prestasi yang lebih

baik dibandingkan dengan lainnya.

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar yang dapat bersifat positif atau

negatif atau berasal dari orang lain (Gould & Weinberg, 2007). Adisasmito (2007),

menyatakan motivasi ekstrinsik ditimbulkan dari hal-hal yang berasal dari luar diri seperti

reward atau punishment. Dengan adanya suatu lingkungan untuk mengembangkan bakat

yang dimiliki atlet maka hal tersebut dapat mendukung atlet menjadi lebih baik. Seperti

yang dialami oleh keenam subyek yang berada dalam Pelatnas untuk menjadi atlet yang

lebih baik. Pada tiga subyek hadiah yang didapatkan dari pertandingan penting untuk

kehidupan yang lebih baik.

15

Page 16: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

Hukuman sendiri dapat meningkatkan keinginan atlet untuk menjadi lebih baik akan

tetapi hal itu dapat berpengaruh negatif apabila hukuman yang diberikan tidak sesuai.

Seperti pada subyek keenam yang menyatakan apabila dihukum karena target tidak tercapai

maka akan merasa kesal. Untuk menghilangkan rasa kesal maka akan melakukan latihan

sebaik mungkin. Hal ini menyebabkan atlet tidak dapat menikmati latihan yang dilakukan.

Pada tiga subyek lainnya berbeda, semakin semangat atau menurunnya semangat tergantung

pada hukuman yang diberikan oleh pelatih. Untuk kedua saat dihukum maka dia akan lebih

bersemangat lagi agar targetnya tercapai. Subyek pertama merupakan satu-satunya atlet

yang tidak pernah dihukum. Pelatih perlu memperhatikan hukuman yang diberikan saat atlet

melakukan kesalahan sehingga tidak menurunkan semangat atlet.

Atlet bintang memiliki keberanian mengambil risiko dan berusaha untuk tampil sebaik

mungkin (Satiadarma, 2000). Selain itu, mereka akan melakukan latihan dengan sungguh-

sungguh dan meminta feedback dari pelatih (Adisasmito, 2007). Ciri-ciri tersebut dimiliki

oleh keenam subyek dalam penelitian ini. Prestasi atlet juga dipengaruhi oleh orangtua,

pelatih, faktor-faktor teknik, fisik, dan mental (Adisasmito, 2007). Keenam subyek dalam

penelitian ini menyatakan orangtua mereka sangat berperan dalam karier mereka karena

sejak awal telah mendukung mereka dalam bulutangkis. Bagi keenam subyek kehadiran

pelatih sangat penting dalam pertandingan untuk membantu mereka melakukan evaluasi

mengenai kelebihan dan kekurangan mereka. Hal itu yang membuat keenam subyek

mengetahui semua kelebihan dan kekurangan mereka baik dalam segi mental, teknik,

maupun fisik. Selain itu, perlu diperhatikan pelatih yang tidak memperlakukan atletnya

dengan sama. Hal tersebut dapat menimbulkan kurang baiknya komunikasi antara atlet

dengan pelatih.

Saran

Berdasarkan penelitian ini penulis menyarankan untuk melakukan penelitian yang

difokuskan pada atlet dewasa. Dapat juga dilakukan penelitian terhadap pola pengasuhan

orangtua atau pelatih yang berperan dalam memotivasi atlet agar berprestasi. Penulis juga

menyarankan untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai peran hubungan

pasangan pada atlet yang bermain secara berpasangan atau dalam tim. Pada atlet ganda

disarankan untuk lebih membina komunikasi dengan pasangannya. Untuk semua atlet

penulis menyarankan pentingnya memberitahukan keinginannya kepada orangtua, pelatih,

keluarga, dan teman-temannya. Bagi orangtua penulis menyarankan untuk selalu

mendukung minat yang ditunjukkan oleh anak. Untuk pelatih penulis menyarankan untuk

16

Page 17: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

lebih memperhatikan hukuman yang diberikan sert menjelaskan alasan pemberian hukuman

tersebut. Baik pelatih maupun pengurus juga diharapkan tidak membedakan satu atlet

dengan atlet lain sehingga tidak menimbulkan rasa iri. Penulis menyarankan agar pengurus

memberikan kesempatan yang lebih banyak bagi atlet untuk bertanding.

Daftar Pustaka

Adisasmito, L. S. (2007). Mental juara modal atlet berprestasi. Jakarta: RajaGrafindo

Perasada.

Beck, R. C. (2000). Motivation: Theories and principles (4th edition). New Jersey: Prentice-

Hall.

Chaplin, J. P. (Ed.). (1995). Kamus lengkap psikologi (K. Kartono, Penerj.). Jakarta:

RajaGrafindo Persada. (Karya asli dipublikasikan 1968).

Djiwandono, S. E. W. (2006). Psikologi pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Gould, D., & Weinberg, R. S. (2007). Foundations of sport and exercive psychology (4th

edition). Champaign, IL: Human Kinetics.

Gunarsa, S. D. (2000). Psikologi olahraga dan penerapannya untuk bulutangkis. Jakarta:

Universitas Tarumanagara.

Gunarsa, S. D. (2008). Psikologi olahraga prestasi. Jakarta: Gunung Mulia.

Kurniawan. (2009, Juni). Pebulutangkis Kalsel mana?. Diunduh 11 September 2009, dari

http://202.146.4.120/read/artikel/15750.

Lahey, B. B. (2007). Psychology: An introduction (9th edition). New York: McGraw-Hill.

PB Djarum Bina Pemain Bulu Tangkis Usia Dini. Diunduh 29 September 2009, dari

http://www.mediaindonesia.com/read/2009/06/06/82702/5/3/PB_Djarum_Bina_Pe

main_Bulu_Tangkis_Usia_Dini .

Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Indonesia (2007). Sistem rangking PBSI. Diambil

September 29, 2009, dari www.pb-pbsi.org .

Santrock, J. W. (2008). Educational psychology (3rd edition). New York: McGraw-Hill.

Satiadarma, M. P. (2000). Dasar-dasar psikologi olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Satiadarma, M. P. (2001). Paradigma motivasi: Sebuah pertimbangan untuk program

pembinaan dan pengembangan motivasi atlet dalam upaya meningkatkan prestasi

olahraga nasional. ARKHE. 1, 1-6.

17

Page 18: Gambaran Motivasi Berprestasi Pada Atlet Bulutangkis Yang Berusia Remaja

Sudarwarti, L. (2006). Hubungan self-efficacy dan motivasi berprestasi terhadap prestasi

atlet pelatnas Cipayung. Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.

Sugono, D. (Ed.). (2008). Kamus besar bahasa Indonesia pusat bahasa (edisi ke-4). Jakarta:

Gramedia Pustaka.

Susilowati, P. (2008, Juni). Membangun kesiapan mental pada atlet. Diunduh 24 Juni 2009,

dari http://www.e-psikologi.com.

Wigfield, A., & Wagner, A., L. (2005). Competence, motivation, and identity development

during adolescence. In A. J. Elliot, & C. S. Dweck (Eds.), Handbook of competence

and motivation (pp. 222-239). New York: The Guilford Press.

18