Gambaran Karakteristik Ibu Hamil Resiko Tinggi Terhadap Kejadian Preeklamsia

Embed Size (px)

Citation preview

Gambaran karakteristik ibu hamil resiko tinggi terhadap kejadian preeklamsiaOleh : Yono on Kamis, 10 Maret 2011 Label: KTI Kebidanan Bagi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Angka kematian ibu dan perinatal merupakan parameter yang lebih baik dan peka untuk menilai keberhasilan pelayanan kesehatan. Hal ini mengingat kesehatan dan keselamatan janin dalam rahim sangat tergantung pada keadaan serta kesempurnaan bekerjanya sistem dalam tubuh ibu (Ketut Sudhaberata, 2006) Di Indonesia keberhasilan pembangunan kesehatan masih belum memuaskan terbukti masih tingginya angka kematian ibu, karena angka kematian ibu adalah salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat (Majalah Obgin edisi Januari 2002) Dalam salah satu sasaran yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 125 / 100.000 kelahiran hidup dari 307/ 100.000 kelahiran hidup (SDKI) 2002 / 2003. WHO memperkirakan 200.000 juta jiwa ibu hamil di negara berkembang setiap tahunnya dan lebih dari 500.000 diantaranya akan meninggal karena penyebab yang berkaitan dengan kehamilan, jutaan lainnya akan mengalami komplikasi kehamilan dan 7 juta kematian perinatal terjadi akibat masalah kesehatan ibu (Widiastuti, 2001). Penyebab kematian ibu di Indonesia terbanyak disebabkan oleh komplikasi obstetrik (90%) yaitu perdarahan (30,77%), Infeksi (22,5%), preeklamsi dan eklamsi (25,18%), lain-lain (11,55%) (Soefoewan, 2003). Penyebab kematian ibu ini juga merupakan resiko tinggi pada kehamilan.

Preeklamsia adalah penyakit pada ibu hamil yang langsung disebabkan oleh kehamilan dan dapat menimbulkan dampak yang sangat buruk, yaitu dapat menyebabkan kematian. Di Indonesia, preeklamsia masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal yang tinggi. Zuspan (1978) dan Arulkumeran (1995) melaporkan angka kejadian preeklamsia di dunia sebesar (0 13%), di Singapura (0,13 6,6%), dan di Indonesia (3,4 8,5%). Demikian tingginya resiko kehamilan pada ibu dengan preeklamsia dapat mengancam keselamatan bahkan dapat terjadi hal yang paling buruk yaitu kematian ibu dan bayi, maka perlu dilakukan upaya optimal guna mencegah atau menurunkan frekuensi ibu hamil yang beresiko tinggi terhadap preeklamsia serta penanganannya perlu segera dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Dengan demikian pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin untuk mendeteksi adanya tanda-tanda preeklamsia menjadi sangat penting dalam usaha mewujudkan kehamilan dengan ibu dan bayi yang sehat (PPIBU-UNFPA, 1998). Berdasarkan karakteristik ibu hamil diketahui bahwa faktor penting penyebab resiko tinggi pada kehamilan terjadi pada kelompok usia < 20 tahun dan usia >35 tahun (PPIBI-UNFPA, 1998). Selain itu, Paritas merupakan faktor resiko lain yang penting terhadap hipertensi pada kehamilan preeklampsi. Ketut Sudhaberata, (2006) menyatakan bahwa preeklamsia secara ekslusif merupakan penyakit pada nullipara. Josoprawiro, dkk, (2006) menyatakan bahwa nulliparitas sebagai faktor predisposisi utama terjadi preeklamsia dan dinyatakan juga angka kejadian preeklamsia tinggi pada primigravida muda maupun tua. Masalah-masalah ini juga sangat erat hubungannya dengan pengetahuan, status sosial ekonomi, status pendidikan,serta pengalaman yang pernah mereka dapatkan. Kaum ibu yang miskin, berpendidikan rendah, jauh dari informasi cenderung akan mengalami kesulitan dalam mendeteksi dini bila terjadi sesuatu pada kehamilannya (Depkes RI, 2002).

Di Propinsi Bengkulu jumlah kematian ibu sebanyak 46 orang (0,09%) ibu dari 50.126 ibu hamil yang ada (Dinkes Propinsi Bengkulu, 2005). Dari hasil survey awal kesehatan rumah tangga (SKRT) dan survey kesehatan nasional tahun 2005 menunjukkan bahwa angka kejadian ibu hamil resiko tinggi di Propinsi Bengkulu 6,699 (50,46%) dari 50,216 orang, sedangkan angka kejadian ibu hamil resti di Kota Bengkulu 1,754 (20,0%) dari 8,755 sedangkan angka kejadian bumil resti di setiap kecamatan di kota Bengkulu dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.1

Jumlah dan Persentase Ibu hamil Resiko Tinggi / Komplikasi ditangani Menurut Kecamatan dan Puskesmas Kota Bengkulu Tahun 2006No 1 1 Kecamatan 2 Gading Cempaka Puskesmas 3 Jembatan Kecil Jalan Gedang Lingkar Barat Lingkar Timur Kuala Lempuing Nusa Indah Sawah Lebar Anggut Atas Pasar Ikan Kampung Bali Sukamerindu Ratu Agung Beringin Raya Basuki Rahmad Betungan Jumlah Ibu Hamil 4 343 403 449 1,019 136 692 695 966 520 330 643 336 422 808 248 Bumil Risti Jml 5 89 81 90 204 27 138 139 193 104 66 129 67 84 164 50 % 6 20,12 20,10 20,04 20,02 19,85 19,94 20,00 19,98 20,00 20,00 20,06 19,94 19,91 20,94 19,91 Bumil Risti dirujuk Jml 7 0 0 8 0 7 3 3 2 2 0 12 0 0 0 0 % 8 0,00 0,00 0,00 0,00 25,15 0,43 0,43 0,00 0,00 0,00 9,30 0,00 0,00 0,00 0,00 Bumil Ristik Dirujuk dan Ditangani Jml % 9 10 0 0,.00 0 0,00 17 3,79 0 0,00 7 5,15 3 0,43 3 0,43 2 2 0 12 0 0 0 15 0,21 0,38 0,00 1,87 0,00 0,00 0,00 6,45

2

Ratu Agung

3 4 5 6 7

Ratu Samban Teluk Segara Sungai Serut Muara Bangkahulu Selebar

8

Kampung Melayu Jumlah Kota

Kandang Padang Serai

408 82 20,10 337 67 19,88 8,755 1,754 20,03

1 4 57

0,00 0,00 3,25

1 4 67

0,25 1,19 0,77

Sumber : SP2TP Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan peneliti di bagian KIA Puskesmas Basuki Rahmad didapatkan jumlah ibu hamil beresiko tinggi sebanyak 164 orang yang terjadi selama periode Januari sampai Desember 2006 (20,30%). Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang gambaran karakteristik ibu hamil resiko tinggi terhadap kejadian preeklamsia di puskesmas Basuki Rahmad tahun 2006.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka masalah penelitian ini adalah masih banyaknya kasus ibu hamil yang beresiko tinggi di Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2006. Maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian Bagaimana distribusi frekuensi kejadian preeklamsia pada ibu hamil resiko tinggi di Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2006.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran karakteristik kejadian preeklamsia pada kehamilan resiko tinggi di puskesmas Basuki Rahmad 2. Tujuan Khusus

a. b.

Mengidentifikasi usia ibu hamil resiko tinggi dengan preeklamsia di Puskesmas Basuki Rahmad Mengidentifikasi jumlah paritas ibu hamil resiko tinggi dengan preeklamsia di Puskesmas Basuki Rahmad

c.

Mengidentifikasi jarak kehamilan ibu hamil resiko tinggi dengan preeklamsia di Puskesmas Basuki Rahmad

d.

Mengidentifikasi tekanan darah ibu hamil resiko tinggi dengan preeklampsia di Puskesmas Basuki Rahmad

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas Hasil penelitian ini kiranya dapat dijadikan masukan pada bagian program KIA di Puskesmas Basuki Rahmad dalam mengembangkan program deteksi dini dan penatalaksanaan kehamilan resiko tinggi. 2. Bagi Akademik Memperkaya bahan studi kepustakaan bagi Poltekkes Jurusan Kebidanan Propinsi Bengkulu. 3. Bagi Peneliti Bagi peneliti diharapkan dapat menambah wawasan, keterampilan dibidang penelitian serta dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam rangka membantu memecahkan masalah kesehatan khususnya masalah kebidanan

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup terbatas yang mengkaji Gambaran Karakteristik Ibu Hamil Beresiko Tinggi di Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu selama tahun 2006

F. Keaslian Penelitian Lovita Serlianti dengan judul penggunaan indeks kehamilan resiko tinggi pada ibu hamil di puskesmas Sukamerindu tahun 2000 dan hasilnya adalah indek kehamilan resiko tinggi kurang sensitive dalam penjaringan dan deteksi dini kehamilan resiko tinggi di puskesmas Sukamerindu tetapi yang lebih memberikan pengaruh pada kehamilan antara lain faktor usia, paritas, graviditas, dan riwayat kehamilan serta persalinan. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil resiko tinggi ditinjau dari usia, paritas, dan jarak kehamilan di puskesmas Basuki Rahmad kota Bengkulu periode Januari sampai Desember 2006.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A Kehamilan Resiko Tinggi (KRT)

1. Definisi

Kehamilan risiko tinggi (KRT) adalah keadaan yang dapat mempengaruhi keadaan optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapi (Manuaba, 1998). Menurut Rustam (1998) kehamilan risiko tinggi adalah beberapa situasi dan kondisi serta keadaan umum seorang selama masa kehamilan, persalinan, nifas akan memberikan ancaman pada kesehatan jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya.

2. Faktor Resiko

Yang dimaksud faktor risiko tinggi adalah keadaan pada ibu, baik berupa faktor biologis maupun non-biologis, yang biasanya sudah dimiliki ibu sejak sebelum hamil dan dalam kehamilan mungkin memudahkan timbulnya gangguan lain (Depkes RI, 1999). Faktor itu bisa digolongkan menjadi dua faktor, yaitu faktor medis dan faktor non medis. Faktor medis meliputi, usia, paritas, graviditas, jarak kehamilan, riwayat kehamilan dan persalinan, dan faktor non medis adalah pengawasan antenatal (Manuaba, 1998) Menurut Rustam (1998) faktor non-medis dan faktor medis yang dapat mempengaruhi kehamilan adalah : a. Faktor non medis antara lain :

Status gizi buruk, sosial ekonomi yang rendah, kemiskinan, ketidaktahuan, adat, tradisi, kepercayaan, kebersihan lingkungan, kesadaran untuk memeriksakan kehamilan secara teratur, fasilitator dan sarana kesehatan yang serba kekurangan merupakan faktor non medis yang banyak terjadi terutama dinegara-negara berkembang yang berdasarkan penelitian ternyata sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. b. Faktor medis antara lain : Penyakit - penyakit ibu dan janin, kelainan obstetrik, gangguan plasenta, gangguan tali pusat, komplikasi persalinan. 3. Cara Menentukan Kehamilan Risiko Tinggi Cara menentukan pengelompokkan kehamilan resiko tinggi, yaitu dengan menggunakan cara kriteria. Kriteria ini diperoleh dari anamesa tentang umur, paritas, riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu, dan pemeriksaan lengkap kehamilan sekarang serta pemeriksaan laboratorium penunjang bila diperlukan. Rochayati, dkk (1998) mengemukakan kriteria kehamilan yaitu primi muda, primi tua, primi tua sekunder, tinggi badan kurang dari 145 cm, grandemulti, riwayat persalinan buruk, bekas seksio sesarea, pre-eklampsi, hamil serotinus, perdarahan antepartum, kelainan letak, kelainan medis, dan lain-lain. Daely (1998) menggunakan kriteria yaitu komplikasi obstetrik yaitu usia yang terdiri dari usia 19 tahun atau kurang dan usia 35 tahun keatas resiko tinggi, paritas yang terdiri dari primigravida dan grandemulti (para lebih dari 6), jarak kehamilan yang terdiri dari < 2 Tahun dan > 4 tahun, riwayat persalinan yang lalu yang terdiri dari l kali abortus atau lebih, 2 kali partus prematus atau lebih, kematian janin dalam kandungan atau kematian perinatal, perdarahan pasca persalinan, kehamilan mola, pernah ditolong secara obstetri

operatif, pernah operasi ginekologi, pernah inversio uteri : disproporsi sefalo-pelviks, perdarahan antepartum, pre-eklampsi dan eklamsi, kehamilan ganda, hidramnion, kelainan letak pada hamil tua, dismaturitas, kehamilan pada infertilitas, persalinan terakhir 5 tahun atau lebih Komplikasi medis yaitu anemia, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, obesitas, penyakit saluran kencing, penyakit hati, penyakit paru, penyakit-penyakit lain dalam kehamilan.

4. Faktor resiko tinggi yang mempengaruhi kehamilan a. Usia 1) Usia < 20 tahun (terlalu muda untuk hamil) Yang dimaksud dengan terlalu muda untuk hamil adalah hamil pada usia < 20 tahun. Pada usia < 20 tahun secara fisik kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal, sehingga dapat mengakibatkan resiko kesakitan dan kematian pada kehamilan dan dapat menyebabkan pertumbuhan serta perkembangan fisik ibu terhambat. 2) Usia 20 35 tahun (usia reproduksi) Usia ibu sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi. Dalam kurun waktu reproduksi sehat diketahui bahwa usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-35 tahun, dimana organ reproduksi sudah sempurna dalam menjalani fungsinya (BKKBN, 1999). 3) Usia > 35 tahun (terlalu tua untuk hamil) Yang dimaksud dengan terlalu tua adalah hamil diatas usia 35 tahun kondisi kesehatan ibu dan fungsi berbagai organ dan sistem tubuh diantaranya otot, syaraf, endokrin, dan reproduksi mulai menurun. Pada usia lebih dari 35 tahun terjadi penurunan curah jantung yang disebabkan

kontraksi miokardium. Ditambah lagi dengan tekanan darah dan penyakit lain yang melemahkan kondisi ibu, sehingga dapat mengganggu sirkulasi darah kejanin yang berisiko meningkatkan komplikasi medis pada kehamilan, antara lain : keguguran, eklamsia, dan perdarahan.

b. Paritas Sulaiman, S (1983) mengklasifikasikan paritas adalah sebagai berikut 1) Primipara Adalah seorang yang telah melahirkan seorang anak matur atau prematur 2) Multipara Adalah seorang wanita yang telah melahirkan lebih dari satu anak 3) Grandemulti Adalah seorang wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih Paritas merupakan salah satu faktor resiko tinggi pada kehamilan, kehamilan resiko tinggi lebih banyak terjadi pada multipara dan grandemultipara, keadaan endometrium pada daerah korpus uteri sudah mengalami kemunduran dan berkurangnya vaskularisasi, hal ini terjadi karena degenerasi dan nekrosis pada bekas luka implantasi plasenta pada kehamilan sebelumnya di dinding endometrium. Adanya kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada daerah endometrium menyebabkan daerah tersebut menjadi tidak subur dan tidak siap menerima hasil konsepsi, sehingga pemberian nutrisi dan oksigenisasi kepada hasil konsepsi kurang maksimal dan mengganggu sirkulasi darah ke janin. Hal ini akan beresiko pada kehamilan dan persalinan.

c.

Jarak Kehamilan

1) Pengertian Menurut Ramli (1997) jarak adalah selang waktu antara dua peristiwa, ruang antara dua objek bagian,. Jarak adalah masa antara dua kejadian yang berkaitan (Depdikbud, 1998). Kehamilan adalah keadaan dimana terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (FKUI Padjajaran). Dari selang waktu antara dua kehamilan. 2) Kehamilan dengan jarak < 3 tahun Pada kehamilan dengan jarak < 3 tahun keadaan endometrium mengalami perubahan, perubahan ini berkaitan dengan persalinan sebelumnya yaitu timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta (Mansjoer, 1999) Adanya kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada daerah endometrium pada bagian korpus uteri mengakibatkan daerah tersebut kurang subur sehingga kehamilan dengan jarak < 3 tahun dapat menimbulkan kelainan yang berhubungan dengan letak dan keadaan plasenta. 3) Kehamilan dengan jarak > 3 tahun Pada kehamilan dengan jarak > 3 tahun keadaan endometrium yang semula mengalami trombosis dan nekrosis karena pelepasan plasenta dari dinding endometrium (Korpus uteri) telah mengalami pertumbuhan dan kemajuan endometrium.

Dinding-dinding endometrium mulai regenerasi dan sel epitel kelenjar-kelenjar endometrium mulai berkembang (FKUI Padjajaran) bila pada saat ini terjadi kehamilan endometrium telah siap menerima sel-sel memberikan nutrisi bagi pertumbuhan sel telur. 4) Kehamilan dengan jarak > 4 tahun Pada kehamilan dengan jarak > 4 tahun sel telur yang dihasilkan sudah tidak baik, sehingga bisa menimbulkan kelainan-kelainan bawaan seperti sindrom down, saat persalinan pun beresiko terjadi perdarahan post partum. Hal ini disebabkan otot-otot rahim tidak selentur dulu, hingga saat harus mengkerut kembali bisa terjadi gangguan yang beresiko terjadi hemoragic post partum (HPP), resiko terjadi pre-eklampsia dan eklampsi juga sangat besar karena terjadi kerusakan sel-sel endotel.

5. Penatalaksanaan Kehamilan Risiko Tinggi Kehamilan risiko tinggi dapat dicegah dengan pemeriksaan dan pengawasan kehamilan yaitu deteksi dini ibu hamil risiko tinggi atau komplikasi kebidanan yang lebih difokuskan pada keadaan yang menyebabkan kematian ibu. Pengawasan antenatal menyertai kehamilan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam persiapan persalinan. Diketahui bahwa janin dalam rahim dan ibunya merupakan satu kesatuan yang saling mengerti. Pengawasan antenatal sebaiknya dilakukan secara teratur selama hamil. Oleh WHO dianjurkan pemeriksaan antenatal minimal 4 kali dengan 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III (Rumus l-l, 2-l, 3-2). Adapun tujuan pengawasan antenatal adalah diketahuinya secara dini, keadaan risiko tinggi ibu dan janin, sehingga dapat : a. Melakukan pengawasan yang lebih intesif

b. c. d.

Memberikan pengobatan sehingga risikonya dapat dikendalikan Melakukan rujukan untuk mendapatkan tindakan yang adekuat Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu. (Manuaba, 1998) Tujuan Kunjungan Ulang : Kunjungan 1, hingga usia kehamilan 16 minggu dilakukan untuk :

a. b. c.

Penapisan dan pengobatan anemia Perencanaan persalinan Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya Kunjungan II (24-28 minggu ) dan kunjungan III (32 minggu) dilakukan untuk :

a. b. c.

Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya Penapisan pre-eklampsi; gemelli, infeksi alat reproduksi dan saluran perkemihan Mengulang perencanaan persalinan Kunjungan IV (36 minggu sampai lahir)

a. b. c. d.

Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi Memantapkan rencana persalinan Mengenali tanda-tanda persalinan Konsep pemeriksaan pengawasan antenatal, Konsep pemeriksaan ini meliputi :

1)

Anamnesa

a). Data biologis b). Keluhan hamil c). Fisiologis d). Patologis (Abnormal)

2)

Pemeriksaan fisik

a). Pemeriksaan fisik umum b). Pemeriksaan fisik khusus : Obstetri, periksa dalam dan USG 3) Pemeriksaan psikologis, pemeriksaan kejiwaan dalam menghadapi kehamilan dan persalinan 4) Pemeriksaan laboratorium a). Laboratorium rutin meliputi : darah lengkap, urine lengkap, dan tes kehamilan b). Laboratorium khusus meliputi : Pemeriksaan protein darah dan pemeriksaan air ketuban 5) Diagnosis kehamilan a). Kehamilan normal : tanpa keluhan dan hasil pemeriksaan b). Kehamilan dengan risiko : tinggi, sedang dan rendah 6) Penatalaksanaan lebih lanjut a). Pengobatan penyakit yang menyertai kehamilan b). Menjadwalkan pemberian vaksinasi c). Memberikan preparat penunjang kesehatan Agar pendekatan risiko dapat berjalan dengan baik, petugas kesehatan tidak saja harus mengetahui pentingnya mengenali faktor risiko, tetapi juga mengetahui tindak lanjut apa yang seharusnya diambil dan mampu melaksanakannya.

B. Pre eklamsi 1. Definisi Pre eklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, oedema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Sarwono, 1999). Pre eklamsi adalah hipertensi yang disertai

proteinuria dan oedema patologik (Handaya, FKUI). Sedangkan menurut Forth Pre eklamsi adalah suatu sindrom hipertensi yang terjadi karena kehamilan disertai protenuria, oedema dan sering kali terdapat gangguan pada sistem organ lainnya. Menurut Ketut Sudhaberata (2001) Pre eklamsi adalah hipertensi disertai proteinuria dan oedema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan serta menurut Cunningham (2005) Pre eklamsi adalah sindrom yang spesifik dalam kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasopasme dan aktivitas endotel. Eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan Pre eklamsi yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain (Cunningham, 2005). Menurut Sudhaberata (2001) eklamsia adalah timbulnya kejang pada penderita Pre eklamsi yang disusul dengan koma. Sedangkan dalam kapita selekta kedokteran disebutkan eklamsia adalah Pre eklamsi yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan neorology, 50% biasa terjadi sebelum persalinan, 25% dalam persalinan dan 25 % post portum dini. 2. Etiologi Penyebab Pre eklamsi belum diketahui dengan pasti. Meskipun demikian penyakit ini lebih sering ditemukan pada wanita hamil yang : primigravida, hyperplasentosis, kehamilan kembar, anak besar, mola hidatidosa dan hidrops fetalis, mempunyai dasar penyakit vascular , hipertensi atau diabetes mellitus, Mempunyai riwayat Pre eklamsi / eklamsia dalam keluarganya (Sastrawinata, 2004).

3. Klasifikasi Pre eklamsi

a.

Pre eklamsi Ringan Bila disertai keadaan sebagai berikut :

1)

Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring telentang atau kenaikan diastolic 10 mmHg atau lebih atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.

2)

Oedema umum, kaki, jari tangan dan muka atau kenaikan berat badan 1 Kg atau lebih per minggu

3) Proteinuria kuantitatif 0,3 gr atau lebih per liter. Kualitatif 1 + atau 2 + pada urin kateler atau midstream (urin aliran pertengahan) b. Pre eklamsi Berat Bila disertai keadaan sebagai berikut : Tekanan darah 150/110 mmHg atau, proteinuria 5 gr atau lebih perliter, oliguria (jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam), adanya gangguan serebal, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium, terdapat oedema paru sianosis (Mochtar, 1998) 4. Patofisiologi Pada Pre eklamsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsy ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik. Sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan oedema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan

garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Mochtar, 1998). 5. Diagnosis Diagnosis dini harus diutamakan bila inginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya Pre eklamsi sukar dicegah, namun Pre eklamsi biasanya dapat dihindari dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara sempurna. Pada umumnya diagnosis Pre eklamsi didasarkan atas adanya 2 dari trias tanda utama : hipertensi, oedema dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya kendatipun ditemukan tersendiri. Tiap kasus Pre eklamsi oleh sebab itu harus ditangani dengan sungguhsungguh. (Prawiharjo, 1999). Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

a.

Gambaran Klinik Pertambahan berat badan yang berlebihan, oedema, hipeternsi dan timbul proteinuria. Gejala subjektif : sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium, ganggun visus, penglihatan kabur, skotama, diplopia, mual dan muntah. Gangguan serebal lainnya : refleks meningkat dan tidak tenang.

b. Pemeriksaan Pemeriksaan yang dilakukan meliputi : tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium. (Mochtar, 1998). 6. Perubahan Anatomi Fisiologik Patologik

a.

Plancenta dan uterus Pada Pre eklamsi terdapat spamus arteriola desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke placenta. Perubahan placenta karena aliran darah ke placenta menurun dapat mengakibatkan gangguan fungsi placenta hal ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan dapat pula terjadi gawat janin sampai kematian karena kekurangan oksigen pada hipertensi yang lebih pendek, kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering didapatkan pada pre eklamsi dan eklamsi sehingga mudah terjadi partus premature

b. Ginjal Perubahan pada ginjal yang disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus mengurang. Pada penyelidikan biopsy pada ginjal oleh altheck dan kawan-kawan (1968) menunjukkan pre eklamsi bahwa kenaikan berupa : (1) kenaikan glomerellus, (2) hyperplasia sel-sel justaglomeruler, (3) kelainan pada tubulus tubulus henle, (4) spasmus pembuluh darah ke glomerulus. Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi gram dan air. c. Otak Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan oedema dan anemia pada korteks serebal, pada keadaan lanjut dapat ditemukan pendarahan, menurut Mc Call melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada hiptertensi dalam kehamilan lebih meninggi lagi pada eklamsi walaupun demikian. Aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada pre eklamsi tetap dalam batas normal, pemakaian oksigen oleh otak hanya menurun pada eklamsi d. Paru-paru

Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat oedema dan perubahan karena bronco pneumonia sebagai akibat aspirasi, kadang-kadang ditemukan oedema paru-paru merupakan sebab utama kehamilan penderita pre eklamsi dan eklamsi, komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasi kordis kiri. e. Retina Kelainan yang sering ditemukan pada retina adalah spasmus pada arterola-arterola, terutama yang dekat pada discus optikus. Vena tampak lekuk pada persimpangan dengan arteriola. Dapat dilihat oedema pada discus optikus dan retina. Ablasio retina juga dapat terjadi, tetapi komplikasi ini prognosisnya baik, karena retina akan melekat lagi beberapa minggu post partum. Perdarahan ini dan eksudat jarang ditemukan pada pre eklamsi biasanya kelainan tersebut menunjukkan adanya dipertensi menahun (Sarwono, 1999). f. Keseimbangan air dan elektrolit Pada pre eklamsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan yang nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum, jadi tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Gula darah, kadar natrium bikorbonat dan pH darah berada pada batas normal. Pada pre eklamsi berat dan eklamsi, kadar gula naik sementara, asam laktat dan asam organik lainnya naik, sehingga cadangan alkali turun, keadaan ini disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zatzat organic dioksidasi dan dilepaskan natrium bikorbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat kembali putih normal. Oleh beberapa penulis / ahli kadar asam urat dalam darah dipakai untuk menentukan arah pre eklamsi menjadi baik atau tidak setelah diberikan penanganan (Mochtar, 1998). 7. Pencegahan

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre eklamsi dan dalam hal ini harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya pre eklamsi dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang telah diuraikan diatas, perlu diberi anjuran pada ibu hamil yang telah terdapat gejala pre eklamsi untuk lebih banyak istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring, diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan (Prawiroharjo, 1999). 8. Penanganan Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre eklamsi dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya belum diketahui. Tujuan utama penanganan ini adalah : mencegah terjadinya preeklampsi berat dan eklamsi, melahirkan janin dan dengan trauma sekecil-kecilnya. Pada pre eklamsi ringan dengan penanganan simtomatis dengan memberikan fenobarbital 3 x 30 mgg / hari akan menenangkan penderita dan dapat juga menurunkan tekanan darah dan tekanan istirahat yang cukup (Manuaba, 1998 : 243 244)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan data sekunder menggunakan format yang diambil dari buku register Puskesmas, tentang ibu hamil resiko tinggi periode Januari s/d Desember 2006 dan kerangka konsep sebagai berikut : Usia ibu hamil

Karakteristik ibu hamil beresiko di puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu

Paritas

B. Definisi Operasional Dalam definisi operasional ini akan menjabarkan teknik penelitian yang terdapat dalam judul penelitian. Definisi operasional merupakan petunjuk sebagaimana suatu variabel ini dapat menjadi indikator dari variabel peneliti. Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Kejadian pre eklamsi Definisi Operasional Seluruh ibu hamil resiko tinggi dengan 2 tanda atau lebih hipertensi : proteinuria, oedema Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Rasio

Format 1. Pre eklamsi pengumpulan 2. Tidak pre eklamsi data

Tekanan darah

Tekanan darah ibu hamil saat terdiagnosa terkena pre eklamsi

Usia ibu hamil

Umur ibu saat hamil

Format 1. Pre eklamsi ringan pengumpulan bila tekanan darah data systole > 140 ( 90 ( 35 tahun 1. multipara Ordinal

Paritas

Seorang

wanita

yang Format

pernah melahirkan bayi pengumpulan2. grande multipara yang dapat hidup Jarak kehamilan data 1. < 2 tahun Rasio

Jarak antara kehamilan Format saat ini dengan

pengumpulan2. > 4 tahun data

kehamilan sebelumnya

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil beresiko tinggi dengan preeklamsi di puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu selama periode Januari sampai Desember 2006 yang berjumlah 164 ibu hamil resiko tinggi. 2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling , yaitu total populasi dari seluruh ibu hamil yang beresiko tinggi di Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2006

D. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu. Pada bulan Mei Juni 2007.

E. Metode Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan format yaitu dengan mengambil data sekunder dari buku register ibu hamil di Puskesmas Basuki Rahmad periode Januari sampai Desember 2006 dan dimasukkan kedalam format pengumpulan data. 2. Pengolahan Data Data yang telah terkumpul, kemudian diolah dengan beberapa langkah :

a.

Editing Menerima daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh responden yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada di dalam daftar pertanyaan yang sudah diselesaikan.

b. Coding Mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden ke dalam kategori-kategori. c. Tabulasi Memasukkan jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kedalam tabel

3. Analisa Data a. Analisa Univariat Analisa yang digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti dengan menggunakan rumus :

Keterangan : P F : jumlah persentase yang dicari : jumlah hasil observasi

N : jumlah sampel penelitian (Arikunto, S. 1998)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Jalan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran karakteristik kejadian preeklampsia pada ibu hamil resiko tinggi di Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu Tahun 2006, pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 13 juni 19 juni 2007 data diambil dan digunakan dengan data sekunder. Data sekunder untuk memperoleh data tentang usia, paritas, tekanan darah, dan jarak kehamilan dengan melihat register KIA melalui format pengumpulan data dari bulan januari sampai dengan desember 2006 sebanyak 164 orang ibu hamil resiko tinggi. Kemudian data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.

2. Hasil Penelitian Data diperoleh kemudian dianalisis secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran karakteristik kejadian preeklampsia pada ibu hamil resiko tinggi, dengan variabel penelitian kejadian preeklampsia, usia, paritas, tekanan darah, dan jarak kehamilan. Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel dan narasi, sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil Resiko Tinggi di Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu Tahun 2006 Kejadian Preeklampsia Preeklampsia Tidak Preeklampsia Jumlah Frekuensi ( F ) 126 38 164 Presentase ( % ) 76,83 23,17 100

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil resiko tinggi mengalami preeklampsia sejumlah 126 orang ( 76,83% ). Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Ibu Hamil Resiko Tinggi Terhadap Kejadian Preeklampsia di Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu Tahun 2006 Usia Frekuensi ( F ) Presentase ( % ) < 20 tahun 20 35 tahun > 35 tahun Jumlah 44 84 36 164 26,83 51,22 21,95 100

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa ibu hamil resiko tinggi terbanyak pada usia reproduktif ( 20 35 tahun ) sejumlah 84 orang ( 51,22% ). Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Paritas Ibu Hamil Resiko Tinggi Terhadap Kejadian Preeklampsia di Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu Tahun 2006

Paritas Primipara Multipara Grande Multipara Jumlah

Frekuensi ( F ) 72 71 21 164

Presentase ( % ) 43,91 43,29 12,80 100

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa ibu hamil resiko tinggi yang terbanyak pada paritas primipara sebanyak 72 orang ( 45,12% ). Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tekanan Darah Ibu Hamil Resiko Tinggi Terhadap Kejadian Pre eklampsia di Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu Tahun 2006 Tekanan darah > 140 / 90 mmhg > 160 / 110 mmhg < 140 / 90 mmhg Jumlah Frekuensi ( F ) 65 61 38 164 Presentase ( % ) 39,63 37,19 23,17 100

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa 65 orang ( 39,63% ) ibu hamil resiko tinggi memiliki tekanan darah > 140 / 90 mmhg. Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Bedasarkan Jarak Kehamilan Ibu Hamil Resiko Tinggi Terhadap Kejadian Pre eklampsia di Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2006 Jarak kehamilan < 2 tahun > 4 tahun Jumlah Frekuensi ( F ) 81 83 164 Presentase ( % ) 49,39 50,61 100

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa 83 orang ( 50,61% ) ibu hamil resiko tinggi mempunyai jarak kehamilan > 4 tahun.

B. Pembahasan 1. Kejadian Pre eklampsia Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 164 orang ibu hamil resiko tinggi yang mengalami pre eklampsia sebanyak 126 orang ( 76,83% ) dan yang tidak mengalami pre eklampsia sebanyak 38 orang ( 23,17% ). Dari hasil distribusi frekuensi berdasarkan kejadian pre eklampsia sebagian besar ibu hamil mengalami pre eklampsia. Masalah ini sangat erat hubungannya dengan kurangnya pengetahuan, status sosial-ekonomi dan pendidikan rendah, jauh dari informasi, serta kurang aktifnya petugas kesehatan dalam mendeteksi dini komplikasi yang menyertai kehamilan ( Depkes RI, 2002 ). 2. Usia Berdasarkan hasil penelitian dari 164 orang ibu hamil resiko tinggi usia < 20 tahun sejumlah 44 orang dengan pre eklampsia ( 22,56% ) yang tidak pre eklampsia ( 4,27% ). Pada ibu hamil dengan usia reproduktif ( 20-35 tahun ) sejumlah 84 orang yang mengalami preeklampsia ( 34,15% ) yang tidak mengalami preeklampsia ( 17,1% ). Sedangkan pada ibu hamil resiko tinggi dengan usia > 35 tahun sejumlah 36 orang ( 21,95% ) yang semuanya mengalami pre eklampsia. Dari hasil distribusi frekuensi berdasarkan usia ibu hamil diketahui bahwa penyebab utama dari pre eklampsia adalah usia reproduktif, yaitu usia 20 35 tahun sebanyak 56 orang ( 34,15% ), hasil ini sesuai dengan apa yang didapatkan oleh Hadi S. ( 1997 ) di RSHS Bandung dan Siregar F. (1997) di RS Pirngadi. Sedangkan Wibowo H. (1993) mendapatkan kejadian preeklampsia terbanyak pada umur diatas 35 tahun ( 58,3% ), tapi hal ini tidak sejalan dengan Spellacy ( 2005 ) melaporkan bahwa pada wanita diatas usia 40 tahun

insiden hipertensi karena kehamilan meningkat tiga kali lipat ( 9,6 lawan 2,7% ) dibandingkan dengan wanita yang berusia 20 35 tahun. 3. Paritas Berdasarkan hasil penelitian dari 164 orang ibu hamil resiko tinggi dengan primipara sejumlah 72 orang mengalami preeklampsia (34,76%) yang tidak preeklampsia (9,15%). Pada ibu dengan multipara sejumlah 71 orang yang mengalami preeklampsia (28,66%) yang tidak preeklampsia (14,63%). Sedangkan pada ibu grande mutipara didapatkan 21 orang (12,80%) dengan preeklampsia. Dari hasil distribusi frekuensi berdasarkan paritas, preeklampsia terbanyak diderita oleh primipara sebanyak 57 orang (34,76%). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Cunningham (1995) yang menyatakan bahwa pada primigravida insiden preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda karena hampir seluruh primipara menderita hipertensi kehamilan, dimana pengaturan darah selama kehamilan sangat tergantung pada hubungan antara curah jantung dan tekanan atau retensi pembuluh darah, yang keduanya berubah selama kehamilan. Peningkatan tekanan darah pertama timbul pada saat kehamilan , disebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah pada plasenta. Selain itu juga dapat timbul pada ginjal yaitu menurut fungsi filtrasi glomerulus mengakibatkan protenuria serta retensi natrium dan air maka diuresis menurun sehingga terjadi edema dan peningkatan berat badan (Cakul, Pers, Com, 2005) 4. Tekanan Darah Hasil penelitian menunjukkan dari 164 orang ibu hamil resiko tinggi yang memiliki tekanan darah > 140 / 90 mmhg sejumlah 65 orang (39,63%), sedangkan ibu hamil yang memilikitekanan darah > 160 / 110 mmhg sejumlah 61 orang ( 37,19% ), dan 38 orang ibu hamil (23,17%) memiliki tekanan darah < 140 / 90 mmhg. Dari hasil distribusi frekuensi berdasarkan

tekanan darah, sebagian besar ibu hamil memiliki tekanan darah > 140 / 90 mmhg ( 39,63% ). Tinggi rendahnya tekanan darah dalam berbagai referensi digunakan sebagai salah satu indikator tingkat keparahan dari hipertensi akibat kehamilan. Makin tinggi tekanan darah penderita makin parah tingkat hipertensi akibat kehamilan yang diderita. 5. Jarak Kehamilan Berdasarkan hasil penelitian dari 164 orang ibu hamil resiko tinggi, sebanyak 81 orang (49,39%) memiliki jarak kehamilan < 2 tahun, sedangkan sebanyak 83 orang (50,61%) memiliki jarak kehamilan > 4 tahun. Dari hasil distribusi frekuensi lebih banyak ibu hamil dengan jarak kehamilan > 4 tahun, hal ini sejalan dengan penelitian Sarwono (1999) pada preeklampsia. Pada kehamilan dengan jarak > 4 tahun sel telur yang dihasilkan sudah tidak baik, sehingga menimbulkan kelainan bawaan, saat persalinan pun beresiko terjadi perdarahan post partum. Hal ini disebabkan otot otot rahim tidak selentur dulu, hingga saat harus mengkerut kembali bisa terjadi gangguan, juga beresiko terjadi preeklampsia karena terjadi kerusakan sel - sel endotel.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2006 dapat disimpulkan bahwa : 1. Usia

Pre eklampsia banyak terjadi pada kelompok usia reproduktif, yaitu usia 20 35 tahun sebanyak 56 orang ( 34,15% ) dari 164 orang ibu hamil resiko tinggi. 2. Paritas Kelompok ibu hamil resiko tinggi yang mengalami preeklampsia tertinggi pada ibu dengan paritas primipara sebanyak 57 orang ( 34,76% ) dari 164 ibu hamil resiko tinggi. 3. Tekanan Darah Sebagian besar ibu hamil resiko tinggi memiliki tekanan darah > 140 / 90 mmhg sebanyak 65 orang ( 39,63% ) dari 164 orang ibu hamil resiko tinggi. 4. Jarak Kehamilan Kelompok ibu hamil resiko tinggi yang mengalami preeklampsia terbanyak pada ibu hamil dengan jarak kehamilan >4 tahun sebanyak 83 orang ( 50,61% ) dari 164 orang ibu hamil resiko tinggi.

B. Saran Berdasarkan hasil dari kesimpulan penelitian yang telah dilaksanakan di Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu maka peneliti memberikan saran kepada beberapa pihak yang terlibat antara lain : 1. Bagi Puskesmas Diharapkan kepada petugas kesehatan terutama petugas KIA agar dapat lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan kepada ibu ibu hamil, khususnya pada ibu hamil usia 20 35 tahun dengan primipara untuk melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) secara teratur, agar

dapat mendeteksi dini komplikasi dan dapat melakukan penatalaksanaan sesuai dengan komplikasi yang timbul. 2. Bagi Akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh Mahasiswi Poltekkes Bengkulu Jurusan Kebidanan sebagai tambahan referensi untuk menambah wawasan mengenai pre eklampsia pada ibu hamil resiko tinggi. 3. Bagi Peneliti Lain Kepada peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut dari penelitian ini, mengenai faktor lain yang juga mempengaruhi kejadian pre eklampsia dengan menggunakan metode dan tempat penelitian yang berbeda.

Jumlah dan Persentase Ibu Hamil dan Neonatal Resiko Tinggi / Komplkasi ditangani menurut Kecamatan dan Puskesmas Kota Bengkulu tahun 2006Jumlah Ibu Hamil 4 343 403 449 1,019 136 692 695 966 520 330 643 Bumil Risti Jml 5 89 81 90 204 27 138 139 193 104 66 129 % 6 20,12 20,10 20,04 20,02 19,85 19,94 20,00 19,98 20,00 20,00 20,06 Bumil Risti dirujuk Jml 7 0 0 8 0 7 3 3 2 2 0 12 % 8 0,00 0,00 0,00 0,00 25,15 0,43 0,43 0,00 0,00 0,00 9,30 Bumil Ristik Dirujuk dan Ditangani Jml % 9 10 0 0,.00 0 0,00 17 3,79 0 0,00 7 5,15 3 0,43 3 0,43 2 2 0 12 0,21 0,38 0,00 1,87

No 1 1

Kecamatan 2 Gading Cempaka

Puskesmas 3 Jembatan Kecil Jalan Gedang Lingkar Barat Lingkar Timur Kuala Lempuing Nusa Indah Sawah Lebar Anggut Atas Pasar Ikan Kampung Bali Sukamerindu

2

Ratu Agung

3 4 5

Ratu Samban Teluk Segara Sungai Serut

6 7 8

Muara Bangkahulu Selebar Kampung Melayu Jumlah Kota

Ratu Agung Beringin Raya Basuki Rahmad Betungan Kandang Padang Serai

336 67 422 84 808 164 248 50 408 82 337 67 8,755 1,754

19,94 19,91 20,94 19,91 20,10 19,88 20,03

0 0 0 0 1 4 57

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3,25

0 0 0 15 1 4 67

0,00 0,00 0,00 6,45 0,25 1,19 0,77

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, R, 1998. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta. Abdul Bahri Saifudin, dkk, 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Bagian Obsteri dan Ginekologi, 1982, Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran Padjajaran Bandung. Obstetri Sosial, 1982. Cunningham, F . Gary. M. D, 2005. Obstetri Williams.EGC, Jakarta BKKBN Papua, 2007. Profil Ingin Memiliki Reproduksi Prima. Dari http:// Departemen Kesehatan RI, 1999, Penilaian Resiko Antenatal dan Pengobatan. Jakarta. ______________________, 2002. Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta ______________________, 2004. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan ibu dan Anak. Jakarta Dinas Kesehatan Propinsi Bengkulu, 2005. Profil Kesehatan Bengkulu. Bengkulu Hasan. I, 2002, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. GI, Jakarta Ketut Sudhaberata dalam Profil Penderita Preeklamsia-Eklamsia di RSU Tarakan, Kaltim , diakses dari http : // Manuaba, 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta Mochtar, R, 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid 2. EGC Jakarta Notoatmodjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta Prawirohardjo, Sarwono, 1999. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka, Jakarta Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Obstetri Patologi. EGC, Jakarta