Gagrak Surakarta

Embed Size (px)

Citation preview

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 25, 2007

Yuyutsu - SoloPosted by topmdi under Aksara Y, Gagrak Surakarta No Comments

Yuyutsu (Dewanagari) adalah seorang tokoh protagonis dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah saudara para Kurawa, dari ibu yang lain, seorang dayang-dayang. Berbeda dengan para Kurawa, ia memihak Pandawa saat perang di Kurukshetra. Hal itu membuatnya menjadi penerus garis keturunan Drestarastra, sementara saudaranya yang lain (Kurawa) gugur semua di medan Kuru atau Kurukshetra. Setelah Yudistira mengundurkan diri dari dunia, Yuyutsu diangkat menjadi raja di Indraprasta.

Arti nama Nama Yuyutsu dalam bahasa Sansekerta artinya ialah yang memiliki kemauan untuk berperang/bertempur.

December 25, 2007

Yudhistira - SoloPosted by topmdi under Aksara Y, Gagrak Surakarta No Comments

Yudistira (Sansekerta: Yudhihira) adalah seorang tokoh protagonis dari wiracarita Mahabharata. Beliau adalah raja Indraprasta, kemudian memerintah Hastina setelah memenangkan pertempuran akbar di Kurukshetra. Yudistira merupakan putera sulung Pandu dengan Kunti. Beberapa sumber mengatakan bahwa ia memiliki kepandaian memakai senjata tombak. Nama Yudistira dalam bahasa Sansekerta dieja Yudhihira, yang artinya adalah teguh atau kokoh dalam peperangan. Ia juga dikenal sebagai Dharmaraja yang artinya Raja Dharma, sebab konon Yudistira selalu menegakkan Dharma sepanjang hidupnya. Beberapa nama julukan juga dimilikinya, seperti misalnya: Ajataatru (seseorang yang tidak memiliki musuh) Bhrata (keturunan Raja Bharata Dharmawangsa (keturunan/trah Dewa Dharma) Kurumukhya (pemimpin para keturunan Kuru) Kurunandana (putera kesayangan Dinasti Kuru) Kurupati (raja dari Dinasti Kuru) Beberapa nama julukan tersebut juga dimiliki oleh beberapa tokoh Dinasti Kuru yang lain, seperti misalnya Arjuna, Bisma dan Duryudana. Kelahiran, kepribadian, dan pendidikan Ayah Yudistira bernama Pandu, menikahi Dewi Kunti, puteri Raja Surasena, adik Basudewa. Setelah pernikahannya, tanpa sengaja Pandu memanah seorang Brhmana dan istrinya, yang dikira sebagai seekor rusa yang sedang bercinta. Sebelum kematiannya, Sang Brhmana mengutuk Pandu supaya kelak ia meninggal jika sedang bercinta dengan istrinya. Pandu menerima sumpah tersebut, yang menyebabkannya tidak bisa bercinta dengan istrinya sehingga tidak mampu memperoleh keturunan. Kunti, istri Pandu, memperoleh kesaktian dari seorang Rishi (orang suci) bernama Durwasa, sehingga ia mampu memanggil Dewa-Dewa. Dengan memanfaatkan kemampuan Kunti tersebut, Pandu dan istrinya memperoleh keturunan dengan memanggil Dewa-Dewa yang mampu menganugerahi mereka putera. Mereka memanggil tiga Dewa, yaitu: Yamaraja (Dharmaraja, Dewa Dharma), Marut (Bayu, Dewa Angin), dan Sakra (Indra, Raja surga). Yudistira lahir dari Yamaraja, yaitu Dewa Dharma, kebenaran, kebijaksanaan dan keadilan. Yudistira memiliki empat adik, yaitu: Bhima (lahir dari Dewa Bayu), Arjuna (lahir dari Dewa Indra), dan si kembar Nakula dan Sahadewa (lahir dari Dewa Aswin). Karna, merupakan putera pertama Dewi Kunti yang diperoleh tanpa sengaja pada masih gadis. Jadi, Karna merupakan saudara tua Yudistira dan para Pandawa (lima putera Pandu). Sebagai penitisan Dewa Dharma (keadilan dan kebijaksanaan) Yudistira berperilaku mulia dan berpengetahuan luas di bidang kerohanian. Karena perilakunya yang mulia, Yudistira layak untuk mewarisi tahta Hastinapura. Namun hal itu menimbulkan perdebatan bagi putera Drestarastra, yaitu Duryudana dan para Korawa. Yudistira menuntut ilmu agama, sains, dan senjata bersama saudara-saudaranya dan para Korawa di bawah asuhan

Dronacharya (Bagawan Drona) dan Kripacharya (Bagawan Kripa). Ia mahir dengan senjata tombak dan memperoleh gelar Maharatha, yaitu ksatria yang mampu menumpas 10.000 musuh dalam sekejap. Raja Indraprastha Yudistira dan Pandawa lainnya amat disayangi oleh sesepuh Wangsa Kuru, seperti Bisma, Drona, Krepa, daripada Duryudana dan para Korawa karena kebaikan hati Yudistira dan rasa hormatnya terhadap sesepuh tersebut. Saat Yudistira dan Pandawa tumbuh dewasa, Dretarastra mengalami konflik dengan putera-puteranya, yaitu para Korawa. Yudistira adalah pangeran yang tertua dalam garis keturunan Kuru dan berhak menjadi raja, namun Dretarastra ingin bersikap adil juga terhadap anaknya. Akhirnya Dretarastra memberi sebagian wilayah Kerajaan Kuru, yaitu sebuah daerah yang gersang dan berpenduduk jarang yang disebut Kandawaprastha. Dengan bantuan sepupunya yang bernama Kresna, Yudistira memperbarui daerah tersebut. Kresna memanggil Wiswakarma, arsitek para dewa, untuk membangun daerah tersebut menjadi kota megah. Arsitek Mayasura membangun balairung besar yang dikenal sebagai Mayasabha. Akhirnya Kandawaprastha menjadi kota yang megah dan berganti nama menjadi Indraprastha atau kota Dewa Indra. Perlahan-lahan penduduk baru berdatangan dan Indraprastha menjadi kota yang ramai. Rajasuya Setelah diangkat menjadi Raja Indraprastha, Yudistira melaksanakan upacara Rajasuya untuk menyebarkan dharma dan menyingkirkan raja-raja jahat. Arjuna, Bima, Nakula dan Sadewa memimpin tentara masing-masing ke setiap empat penjuru Bharatawarsha untuk mengumpulkan upeti saat penyelenggaraan Rajasuya. Raja-raja yang mengakui pemerintahan Yudistira menjadi sekutu dan datang ke Indraprastha. Saat upacara berlangsung, Yudistira bertanya kepada Bisma untuk mempertimbangkan siapa yang akan menerima hadiah terlebih dahulu. Bisma menunjuk Kresna, namun Sisupala menggerutu karena menurutnya seorang pengembala sapi seperti Kresna tidak berhak menjadi orang yang paling dihormati dalam Rajasuya. Kemudian Sisupala menghina Kresna bertubi-tubi. Karena hinaan Sisupala sudah melebihi seratus kali, Kresna mengakhiri nyawa Sisupala sesuai janji Kresna kepada ibu Sisupala. Pembuangan selama 13 tahun Selain berkepribadian mulia, Yudistira juga senang main dadu. Hal itulah yang dimanfaatkan Duryudana untuk mengambil alih kekuasaan Yudistira. Bersama dengan pamannya Sangkuni mereka menyusun rencana licik, yaitu mengajak Yudistira main dadu dengan taruhan harta dan kerajaan. Permainan dadu sudah disetel sedemikian rupa sehingga kemenangan berpihak pada Korawa. Mula-mula Yudistira mempertaruhkan harta, kemudian ia dihasut oleh Duryudana dan Sangkuni untuk mempertaruhkan istana dan kerajaannya. Karena pikirannya sudah dibelenggu oleh hasutan mereka, maka Yudistira merelakan istana dan kerajaannya untuk dipertaruhkan. Karena permainan dadu sudah disetel sedemikian rupa, maka Korawa menang dan memperoleh istana dan kerajaan yang dipimpin Yudistira. Yudistira yang merasa tidak memiliki apa-apa lagi, mempertaruhkan saudara-saudaranya, yaitu para Pandawa.

Akhirnya Yudistira kalah sehingga saudara-saudaranya menjadi milik Duryudana. Kemudian Yudistira mempertaruhkan dirinya sendiri. Karena ia kalah lagi, maka dirinya menjadi milik Duryudana. Yudistira yang sudah kehabisan harta untuk dipertaruhkan, akhirnya dibujuk oleh Duryudana untuk mempertaruhkan istrinya yaitu Dropadi. Yudistira menyetujuinya. Akhirnya segala harta milik Yudistira, termasuk saudara, istri, dan dirinya sendiri menjadi budak Duryudana. Namun karena bujukan Drestarastra, Pandawa beserta istrinya mendapatkan kebebasan mereka kembali. Namun sekali lagi Duryudana mengajak main dadu, dan taruhannya siapa yang kalah harus megasingkan diri ke hutan selama 13 tahun. Untuk kedua kalinya, Yudistira kalah sehingga ia dan saudara-saudaranya terpaksa mengasingkan diri ke hutan. Meletusnya perang Pandawa telah menjalani hukuman buang selama 13 tahun, sesuai dengan perjanjian, mereka menginginkan kembali tahta Kerajaan Besar Hastinapura yang menjadi haknya secara turun-temurun. Akan tetapi pihak Kurawa yang merupakan sepupu Pandawa tidak mau menyerahkan tahta Hastinapura. Setelah semua upaya damai menemui jalan buntu, terjadilah perang selama 18 hari di medan Kuru atau Kurukshetra. Yudistira saat Bharatayuddha Yudistira terkenal akan sifatnya yang selalu bersikap sopan dan santun, bahkan ketika peperangan sekalipun, Yudistira masih menghaturkan sembah kepada Bhisma, yang seharusnya ia hadapi dalam pertempuran. Karena tindakannya tersebut, Bhisma menganugerahinya kemenangan. Penghormatan Yudistira Pada hari pertama perang di Kurukshetra, kedua belah pihak sudah saling berhadapan, siap untuk membunuh satu sama lain. Pada hari itu pula Arjuna mendapatkan wejangan suci dari Sri Kresna sebelum perang, bernama Bhagavad Gt. Setelah kedua belah pihak selesai melakukan inspeksi terhadap pasukannya masing-masing dan siap untuk berperang, Yudistira melakukan sesuatu yang mengejutkan. Ia menanggalkan baju zirahnya, meletakkan semua senjatanya, dan turun dari kereta. Dengan mencakupkan tangan ia berjalan menuju barisan musuh. Semua pihak yang melihat tindakannya tidak percaya terhadap apa yang sudah dilakukan Yudistira. Para Pandawa mengikutinya, mereka bertanya-tanya, namun Yudistira hanya membisu. Hanya Kresna yang tersenyum karena ia mengetahui maksud Yudistira. Ketika Yudistira sudah mencapai barisan musuh, semua musuh sudah siaga dan tidak melepaskan pandangannya dari Yudistira. Dengan rasa bakti yang tulus, Yudistira menjatuhkan dirinya dan menyembah kaki Bisma, kakek yang sangat dihormatinya, seraya berkata, Hamba datang untuk memberi hormat kepadamu, o paduka nan gagah tak terkalahkan. Kami akan menghadapi paduka dalam pertempuran. Kami mohon perkenan paduka dalam hal ini. Dan kami pun memohon doa dan restu paduka. Bisma menjawab, Apabila engkau, o Maharaja, dalam menghadapi pertempuran yang akan berlangsung ini tidak

datang kepadaku seperti ini, pasti akan kukutuk dirimu agar menderita kekalahan. Aku puas, o putera mulia. Berperanglah dan dapatkan kemenangan, hai putera Pandu. Apa lagi cita-cita yang ingin kaucapai dalam pertempuran ini? Pintalah suatu berkah dan restu, o putera Pritha, pintalah sesuatu yang kauinginkan! Atas restuku itu pastilah, o Maharaja, kekalahan takkan menimpa dirimu. Setelah menghaturkan sembah kepada Bisma, Yudistira menyembah Guru Drona, Krepa, dan Salya. Semuanya memberikan restu dan mendoakan kemenangan agar berpihak kepada Yudistira karena tindakan sopan yang sudah dilakukannya. Setelah mendapat doa restu, Yudistira kembali menuju pasukannya, memakai baju zirahnya, naik kereta, dan siap untuk bertempur. Yuyutsu memihak Yudistira Sebelum pertempuran dimulai, Yudistira berseru, Siapa pun yang memilih kami, itulah yang kupilih menjadi sekutu. Susana hening sejenak setelah mendengarkan seruan Yudistira. Tiba-tiba di dalam pasukan Korawa, terdengar sebuah jawaban dari Yuyutsu. Yuyutsu berseru, Hamba bersedia bertempur di bawah panji-panji paduka, demi kemenangan paduka sekalian. Hamba akan menghadapai para putera Drestarastra, itu pun apabila paduka Raja berkenan menerima hamba, o paduka Raja nan suci. Dengan gembira, Yudistira berseru, Mari, kemarilah! Kami semua ingin bertempur menghadapi saudara-saudaramu yang tolol itu! O Yuyutsu, baik Vsudewa (Kresna) maupun kami berlima menyatakan kepadamu bahwa aku menerimamu, o pahlawan perkasa. Berjuanglah bersama kami, untuk kepentinganku, menegakkan Dharma. Rupanya hanya kau sendiri orang yang harus melanjutkan garis keturunan Drestarastra, sekaligus melakukan upacara persembahan kepada para leluhur mereka. O putera mahkota nan gagah, terimalah kami yang juga menerimamu. Duryudana yang kejam itu akan segera menemui ajalnya. Setelah berseru demikian, maka Yuyutsu meninggalkan para Korawa dan memihak Pandawa. Kedatangannya disambut gembira. Tak lama kemudian, pertempuran dimulai. Kematian Bagawan Drona Sebelum perang, Bagawan Drona pernah berkata, Hal yang membuatku lemas dan tidak mau mengangkat senjata adalah apabila mendengar suatu kabar bencana dari mulut seseorang yang kuakui kejujurannya. Berpedoman kepada petunjuk tersebut, Sri Kresna memerintahkan Bhima untuk membunuh seekor gajah bernama Aswatama, nama yang sama dengan putera Bagawan Drona. Bhima berhasil membunuh gajah tersebut lalau berteriak sekeraskerasnya bahwa Aswatama mati. Drona terkejut dan meminta kepastian Yudistira yang terkenal akan kejujurannya. Yudistira hanya berkata, Aswatama mati. Sebetulnya Yudistira tidak berbohong karena dia berkata kepada Drona bahwa Aswatama mati, entah itu gajah ataukah manusia (dalam keterangannya ia berkata, naro va, kunjaro va entah gajah atau manusia). Gajah bernama Aswatama itu sendiri sengaja dibunuh oleh Pendawa agar Yudistira bisa mengatakan hal itu kepada Drona sehingga Drona kehilangan semangat hidup dan Korawa bisa dikalahkan dalam perang Bharatayuddha. Walaupun tidak pernah berbohong, karena perbuatannya ini Yudistira tetap mendapat hukuman. Kereta perangnya,

yang semula dikaruniai kemampuan melayang sejengkal di atas tanah, kini terpaksa harus turun menginjak tanah. Dan kelak, di hari kembalinya Pandawa ke sorga, Yudistira tidak diperbolehkan memasuki kahyangan terlebih dahulu melainkan harus menunggu saudara-saudaranya. Cerita ini dikisahkan dalam episode Swargarohanaparwa, atau kitab terakhir Mahabharata. Maharaja dunia Setelah perang berakhir, Yudistira dan pasukan Pandawa mendapatkan kemenangan, namun anak Yudistira, para putera Dropadi, dan banyak jagoan di pihak Pandawa seperti misalnya Drestadyumna, Abimanyu, Wirata, Drupada, Gatotkaca, gugur. Jutaan tentara dari kedua belah pihak telah gugur. Yudistira melaksanakan upacara Tarpana kepada jiwa-jiwa yang pergi ke akhirat. Setelah kedatangannya di Hastinapura, dia diangkat menjadi Raja Indraprastha sekaligus Raja Hastinapura. Sebagaimana sifatnya yang penyabar, Yudistira masih menerima Dretarastra sebagai Raja di kota Hastinapura, dan mempersembahkan rasa baktinya yang mendalam dan rasa hormatnya kepada yang tua, meskipun perbuatannya jahat dan biang keladi yang menyebabkan putera-puteranya mati. Aswamedha Kemudian Yudistira melangsungkan Aswamedha Yadnya (upacara pengorbanan) untuk menegakkan kembali aturan Dharma di seluruh dunia. Pada upacara ini, seekor kuda dilepas untuk mengembara selama setahun, dan Arjuna sang adik Yudistira memimpin pasukan Pandawa, mengikuti kuda tersebut. Para Raja di seluruh negara yang telah dilalui oleh kuda tersebut harus memilih untuk mengikuti aturan Yudistira atau maju berperang. Semuanya membayar upeti, sekali lagi Yudistira dinobatkan sebagai Maharaja Dunia dan tak dapat dipungkiri lagi. Mangkat lalu naik ke surga Yudistira mendaki gunung Himalaya sebagai perjalanan terakhirnya Setelah masa permulaan Kali Yuga dan wafatnya Kresna, Yudistira dan saudara-saudaranya mengundurkan diri, meninggalkan tahta kerajaan kepada satu-satunya keturunan mereka yang selamat dari peperangan di Kurukshetra, Parikesit, Sang cucu Arjuna. Dengan meninggalkan segala harta dan sifat keterikatan, para Pandawa melakukan perjalanan terkahir mereka dengan berziarah ke Himalaya. Saat mendaki puncak, satu persatu Dropadi dan Pandawa bersaudara gugur menuju maut, terseret oleh kesalahan dan dosa mereka yang sesungguhnya. Namun Yudistira mampu mencapai puncak gunung, karena ia tidak cacat oleh dosa dan kebohongan. Watak Yudistira yang sesungguhnya muncul saat akhir Mahabharata. Di atas puncak gunung, Indra, Raja para Dewa, datang untuk membawa Yudistira ke Surga dengan kereta kencananya. Saat Yudistira melangkah mendekati kereta, sang Dewa menyuruhnya agar meninggalkan anjing yang menjadi teman perjalanannya, karena makhluk tak suci tidak layak masuk Surga. Yudistira melangkah ke belakang, menolak untuk meninggalkan makhluk yang selama ini dilindunginya. Indra heran dengannya Kau mampu meninggalkan saudara-saudaramu dan tidak melakukan pembakaran jenazah yang layak untuk merekanamun kau menolak untuk meninggalkan anjing yang tak tahu

jalan! Yudistira menjawab, Dopadi dan saudara-saudaraku telah meninggalkanku, bukan aku [mereka]. Dan ia menolak untuk pergi ke surga tanpa anjing tersebut. Pada saat itu si anjing berubah wujud menjadi Dewa Dharma, ayahnya, yang sedang menguji dirinyadan Yudistira melewatinya dengan tenang. Yudistira dibawa pergi dengan kereta Indra. Pada saat mencapai surga ia tidak menemukan saudara-saudaranya yang saleh maupun istrinya, Dropadi. Namun ia melihat Duryudana dan sekutunya yang jahat. Sang Dewa memberitahu bahwa saudaranya sedang berada di neraka untuk menebus dosa kecil mereka, sementara Duryudana berada di surga semenjak ia gugur di tanah yang diberkati, Kurukshetra. Yudistira dengan tulus ikhlas pergi ke Neraka untuk bertemu dengan saudaranya, namun pemandangan dan suara yang menyayat serta darah kental membuatnya ngeri. Saat tergoda untuk kabur, ia menguasai diri dan sayup-sayup mendengar suara Dropadi dan saudaranya tercintamemanggil-manggil dirinya, menyuruhnya untuk tinggal di sisi mereka dalam penderitaan. Yudistira memutuskan untuk tinggal, dan menyuruh supaya kusir keretanya untuk kembali ke surgasebab ia memilih untuk tinggal di neraka dengan orang-orang baik daripada tinggal di surga dengan orang jahat. Pada saat itu pemandangan berubah. Kemudian Indra berkata bahwa Yudistira sedang diuji kembali, dan sebenarnya saudara-saudaranya sudah berada di surga. Setelah menerima kenyataan tersebut, Yudistira melepaskan jasadnya dan menerima surga. Yudistira dalam versi pewayangan Jawa Dalam kisah versi Jawa, Yudistira beristrikan Dewi Dropadi, puteri Prabu Drupada dengan Dewi Gandawati dari negara Panchala, dan berputera Pancawala (Pancawala). (Menurut kisah India, Drupadi diperistri oleh kelima Pandawa bersama-sama). Ia adalah putera sulung Prabu Pandu raja negara Hastina dengan dengan permaisuri Dewi Kunti, putri Prabu Basukunti dengan Dewi Dayita dari negara Mandura. Ia mempunyai dua orang adik kandung masing-masing bernama: Bima (Werkudara) dan Arjuna, dan dua orang adik kembar lain ibu, bernama Nakula (Pinten) dan Sadewa (atau Sahadewa alias Tansen), putra Prabu Pandu dengan Dewi Madrim, puteri Prabu Mandrapati dari negara Mandaraka. Kelima orang bersaudara ini disebut sebagai Pandawa. Yudistira dianggap sebagai keturunan (titisan) Dewa Keadilan, Batara Dharma oleh karena itu salah satu julukannya adalah Dharmasuta, Dharmaputra atau Dharmawangsa. Selain itu ia juga disebut Puntadewa atau Samiaji. Nama Yudistira sendiri diambil karena dalam tubuhnya menunggal arwah Prabu Yudistira, raja jin negara Mertani (menurut kisah pewayangan Jawa). Yudistira mempunyai pusaka kerajaan berwujud payung bernama Kyai Tunggulnaga dan sebuah tombak bernama Kyai Karawelang. Ia adalah tipe murni raja yang baik. Darah putih (Seta ludira. Seta berarti putih, ludira berarti darah) mengalir di nadinya. Tak pernah murka, tak pernah bertarung, tak pernah juga menolak permintaan siapa pun, betapapun rendahnya sang peminta. Waktunya dilewatkan untuk meditasi dan penghimpunan kebijakan. Tak seperti kesatria yang lain, yang pusaka saktinya berupa senjata, pusaka andalan Yudistira adalah Kalimasada yang misterius, naskah keramat yang memuat rahasia agama dan semesta. Dia, pada dasarnya, adalah cendikiawan tanpa pamrih,

yang memerintah dengan keadilan sempurna dan kemurah hatinya yang luhur. Dengan kenampakan yang sama sekali tanpa perhiasan mencolok, dengan kepala merunduk yang mawas diri, dan raut muka keningratan yang halus, dia tampil sebagai gambaran ideal tentang Pandita Ratu (Raja Pendeta) yang telah menyingkirkan nafsu dunia. Akan tetapi ada pula kelemahannya, yakni gemar berjudi. Oleh karena kegemarannya ini, Yudistira beberapa kali tertipu dan dikalahkan dalam adu judi dengan Duryudana, Raja Hastina dan pemuka Korawa. Dalam salah satu kekalahannya, terpaksa Yudistira (dan Pandawa keseluruhannya) menyerahkan negaranya dan membuang diri ke hutan selama 13 tahun.

December 25, 2007

Yamawidura - SoloPosted by topmdi under Aksara Y, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 25, 2007

Yamadipati - SoloPosted by topmdi under Aksara Y, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Wratsangka - SoloPosted by topmdi under Aksara W, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Wisrawa - SoloPosted by topmdi under Aksara W, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 25, 2007

Wisnu - SoloPosted by topmdi under Aksara W, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Wirasa - SoloPosted by topmdi under Aksara W, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Wisanggeni - SoloPosted by topmdi under Aksara W, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 25, 2007

Wilutama - SoloPosted by topmdi under Aksara W, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Wibisana - SoloPosted by topmdi under Aksara W, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Watugunung - SoloPosted by topmdi under Aksara W, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 25, 2007

Wasista - Solo

Posted by topmdi under Aksara W, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Utari - SoloPosted by topmdi under Aksara U, Gagrak Surakarta No Comments

Utaraa (Sansekerta: Uttar) atau Utari, adalah nama puteri Raja Wirata. Ia menikah dengan Abimanyu, putra Arjuna. Dari perkawinannya ia memiliki seorang putera bernama Parikesit. Utara mempunyai tiga saudara bernama Sweta, Utara, dan Wratsangka. Mereka bertiga tewas di tangan Bisma Dewabrata dalam perang Bharatayuddha. Pada saat Utaraa mengandung Parikesit, senjata sakti yang dilepaskan oleh Aswatama mengarah ke janinnya. Namun atas perlindungan gaib dari Kresna, janin tersebut terlindungi. Dengan selamat, bayi tersebut lahir sebagai penerus Dinasti Kuru dan bernama Parikesit.

December 25, 2007

Utara - SoloPosted by topmdi under Aksara U, Gagrak Surakarta No Comments

Utara (Sansekerta: Uttara) adalah nama salah satu putera Raja Wirata. Ia turut serta dalam pertempuran besar di Kurukshetra dan memihak Pandawa. Ia terbunuh pada hari pertama oleh Salya dari pihak Korawa. Saudaranya yang lain, yaitu Sweta dan Wretsangka, terbunuh di tangan Bisma. Utara memiliki adik perempuan bernama Utaraa.

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 25, 2007

Uma - SoloPosted by topmdi under Aksara U, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Ugrasena - SoloPosted by topmdi under Aksara U, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Udawa - SoloPosted by topmdi under Aksara U, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 25, 2007

Tuhayata - SoloPosted by topmdi under Aksara T, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Trisirah - SoloPosted by topmdi under Aksara T, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Trinetra - SoloPosted by topmdi under Aksara T, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 25, 2007

Trikaya - SoloPosted by topmdi under Aksara T, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Trijata - SoloPosted by topmdi under Aksara T, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Trigangga - SoloPosted by topmdi under Aksara T, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 25, 2007

Tremboko - SoloPosted by topmdi under Aksara T, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Togog - SoloPosted by topmdi under Aksara T, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Tembara - SoloPosted by topmdi under Aksara T, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 25, 2007

Tangsen - SoloPosted by topmdi under Aksara T, Gagrak Surakarta No Comments

December 25, 2007

Tambak Ganggeng - SoloPosted by topmdi under Aksara T, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Suryawati - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Suryatmaja - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Surya - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Surtikanti - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Suratrimantra - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sumitra - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sumantri - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Sumali - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sulastri - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sukesi - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Sugriwa - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sucitra - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Subali Resi - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Previous Page Next Page

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Subadra - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Subadra atau Sembadra (dalam tradisi pewayangan Jawa) merupakan salah satu tokoh penting dalam Wiracarita Mahabharata, kisah epik Hindu. Ia merupakan puteri Prabu Basudewa (Raja di Kerajaan Surasena), dan juga merupakan saudara tiri Krishna atau Kresna. Subadra (Dewi Sumbadra menurut ucapan Jawa) ini yang merupakan penjelmaan dari Dewi Sri adalah istri pertama dari Arjuna (putra Pandu ketiga), dan ibu dari Abimanyu. Ia juga terkenal dalam budaya pewayangan Jawa sebagai seorang putri anggun, lembut, tenang, setia dan patuh pada suaminya. Ia merupakan sosok ideal priyayi putri Jawa. Subadra yang sewaktu kecil bernama Rara Ireng mempunyai dua orang kakak yaitu Kakrasana yang kemudian menjadi raja Mandura bergelar Prabu Baladewa dan Narayana yang kemudian menjadi raja di Dwarawati dengan gelar Prabu Sri Batara Kresna. Subadra menikah dengan salah satu anggota Pandawa yakni Arjuna. Dari rahim Sumbadra inilah lahir Abimanyu yang kelak kemudian akan menurunkan Prabu Parikesit.

Riwayat Subadra lahir sebagai puteri bungsu pasangan Basudewa dan Rohini, istrinya yang lain. Subadra dilahirkan setelah kedua kakaknya, yaitu Kresna dan Baladewa, membebaskan Basudewa yang dikurung oleh Kamsa di penjara bawah tanah. Kemudian Ugrasena, ayah Kamsa, diangkat menjadi raja di Mathura dan Subadra hidup sebagai puteri bangsawan di kerajaan tersebut bersama dengan keluarganya. Saat Arjuna menjalani masa pembuangannya karena tanpa sengaja mengganggu Yudistira yang sedang tidur dengan Dropadi, ia berkunjung ke Dwaraka, yaitu kediaman sepupunya yang bernama Kresna, karena ibu Arjuna (Kunti) bersaudara dengan ayah Kresna (Basudewa). Di sana Arjuna bertemu dengan Subadra dan mengalami nuansa romantis bersamanya. Kresna pun mengetahui hal tersebut dan berharap Arjuna menikahi Subadra, demi yang terbaik bagi Subadra. Pada saat itu status Arjuna adalah suami yang memiliki tiga istri, yaitu Dropadi, Chitrngad, dan Ulupi. Maka pernikahannya dengan Subadra menjadikan Subadra sebagai istrinya yang keempat. Subadra dan Arjuna memiliki seorang putera, bernama Abimanyu. Saat Pandawa kalah main dadu dengan Korawa, mereka harus menjalani masa pembuangan selama dua belas tahun, ditambah masa penyamaran selama satu tahun. Subadra dan Abimanyu tinggal di Dwaraka sementara ayah mereka mengasingkan diri di hutan. Pada masamasa itu Abimanyu tumbuh menjadi pria yang gagah dan setara dengan ayahnya. Ketika perang besar di Kurukshetra berkecamuk, para pria terjun ke peperangan sementara para wanita diam di rumah mereka. Abimanyu dan Arjuna turut serta ke medan laga dan meninggalkan Subadra di Dwaraka. Pada waktu itu umur Abimanyu 16 tahun. Saat pertempuran berakhir, hanya Arjuna yang selamat sementara seluruh puteranya yang turut berperang gugur, termasuk Abimanyu yang sangat dicintai Arjuna dan Subadra. Namun sebelum gugur, Abimanyu sudah menikah dengan Utara dan memiliki seorang putera bernama Parikesit. Parikesit kemudian menjadi raja Hastinapura menggantikan Yudistira, pamannya. Subadra menjadi penasihat serta guru bagi cucunya tersebut. Pemujaan Di India, Subhadra menjadi salah satu dari tiga dewa yang dipuja di Kuil Jagannath di Puri, bersama dengan kakaknya yang bernama Krishna (sebagai Jagannatha) dan Balarama (atau Balabhadra). Salah satu kereta dalam Ratha Yatra yang diselenggarakan secara tahunan didedikasikan untuknya. Menurut beberapa interpretasi, Subhadra dianggap sebagai inkarnasi dari YogMaya.

December 24, 2007

Sritanjung - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Srimahapunggung - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Srikandi - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sitija - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Siti Sundari - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Sisupala - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sinta - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Singa Singa - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Setyaki - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Satyaki (alias Yuyudhana) adalah seorang tokoh dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah saudara ipar Kresna. Ia berperang pada pihak Pandawa dalam perang Bharatayuddha. Ia merupakan salah satu tokoh dari Wangsa Wresni, selain Kertawarma dan Kresna. Pertempuran di Kurukshetra Dalam pertempuran besar di Kurukshetra, Satyaki memihak Pandawa. Pada pertempuran di hari keempat belas, Satyaki terlibat duel sengit dengan Burisrawa yang sudah lama bermusuhan dengan Satyaki. Burisrawa menyerang Satyaki bertubi-tubi sampai ia jatuh pingsan karena lelah. Saat Burisrawa bersiap-siap untuk membunuh Satyaki, Arjuna datang dan memanah lengan Burisrawa sampai putus. Burisrawa kesakitan dan mencaci maki Arjuna yang menyerang tiba-tiba. Arjuna berkata bahwa sudah menjadi kewajibannya untuk melindungi nyawa Satyaki atas dasar persahabatan. Ketika Satyaki mulai sadar dari pingsannya, ia mengambil senjata kemudian memenggal Burisrawa.

Kematian Tiga puluh enam tahun setelah pertempuran di Kurukshetra berakhir, Wangsa Wresni dan Yadawa berpesta hingga mabuk. Dalam peristiwa tersebut, Kertawarma dan Satyaki saling mengejek. Satyaki menghina Kretawarma yang tega membunuh prajurit dalam keadaan tidur sedangkan Kertawarma menghina Satyaki yang membunuh Burisrawa dalam keadaan tak bersenjata. Setelah perang mulut dengan sengit, mereka bertempur, begitu pula yang dilakukan Wangsa Wresni lainnya. Atas kutukan Gandari, Wangsa Wresni saling bertarung dengan sesamanya sampai binasa, kecuali Kresna dan Baladewa serta para wanita. Satyaki dalam pewayangan Jawa Kelahirannya di waktu ibu Satyaki mau dibawa oleh pencuri, tidak ada yang mampu mengalahkan pencuri itu bahkan para Pandawa. Setelah lahir Satyaki ia didoakan agar cepat tumbuh, seketika ia menjadi ksatria yang gagah, suaranya mantap mirip Bima, tapi tubuhnya kecil, dialah yang mampu mengalahkan maling tersebut yang bernama Singomulanjoyo, kemudian nama itu dipakai oleh Satyaki. Nama lainnya adalah Yuyudana, Bimo Kunthing, Singomulanjoyo. Mempunyai senjata Gada Wesi Kuning pemberian Prabu Kresna.

December 24, 2007

Setyaka - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Setyaboma - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Setiawan - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Setiajit - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Seta - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Sentanu - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sengkuni - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Sengkuni, Sangkuni atau Sakuni (Sansekerta: akuni) adalah seorang tokoh antagonis dari wiracarita Mahabharata dan merupakan paman para Korawa, sebab beliau adalah kakak lelaki daripada Dewi Gandari, ibu para Korawa. Ketika para Pandawa berjudi melawan para Korawa, ialah yang menjadi pemain pada pihak Korawa. Di India, Sangkuni disebut Syakuni, sedangkan di tanah Sunda, ia disebut patih Sangkuning. Permainan dadu Untuk membantu keponakannya merebut kekayaan Yudistira di Indraprastha, Sangkuni berencana agar Duryodana mengundang Yudistira bermain dadu dengan taruhan harta dan kerajaan. Dalam permainan tersebut, Sangkuni berjanji akan mewakili Duryodana agar ia bisa menang dengan menggunakan kelicikannya. Niat tersebut disetujui oleh Duryodana. Dretarastra ingin mempertimbangkan niat tersebut matang-matang dengan para pemuka keluarga yang lain, namun karena hasutan Sangkuni, ia merelakan rencana tersebut. Undangan pun dikirim ke Indraprastha dan pada hari yang ditentukan, Yudistira bersama keempat adiknya beserta istri mereka datang ke Hastinapura. Pada awal permainan, Sangkuni mengalah dan membiarkan Yudistira menikmati kemenangan kecilnya. Tak berapa lama kemudian, Sangkuni selalu memenangkan permainan. Angka dadu yang diminta Sangkuni pasti akan muncul

sesuai dengan harapannya dan tak pernah meleset, karena ia menggunakan kesaktiannya. Harta dan kerajaan milik Yudistira pun jatuh ke tangan Duryodana, termasuk saudara-saudaranya beserta istri mereka, yaitu Dropadi. Namun berkat pertolongan dari Dretarastra, Yudistira memperoleh kebebasannya kembali. Hartanya pun dikembalikan. Karena kecewa, permainan dadu pun diselenggarakan untuk yang kedua kalinya. Kali ini taruhannya adalah siapa yang kalah harus meninggalkan kerajaan dan mengasingkan diri di dalam hutan selama 12 tahun, dan setelah itu hidup dengan penyamaran di kerajaan lain selama setahun, dan setelah itu baru diperbolehkan kembali ke kerajaannya. Setelah menerima persyaratan tersebut, Yudistira bermain dadu untuk yang kedua kalinya dengan Duryodana yang diwakilkan oleh Sangkuni. Namun kali ini pun ia kalah dan terpaksa mengasingkan diri ke dalam hutan selama 12 tahun dan hidup dalam penyamaran selama setahun, bersama dengan adik-adiknya dan istri mereka. Kematian Dalam pertempuran besar di Kurukshetra, Sangkuni memihak Duryodana. Ia gugur di tangan Sahadewa. Sangkuni dalam pewayangan Jawa Arya Sakuni yang waktu mudanya bernama Trigantalpati adalah putra kedua Prabu Gandara, raja negara Gandaradesa dengan permaisuri Dewi Gandini. Ia mempunyai tiga orang saudara kandung masing-masing bernama Dewi Gandari, Arya Surabasata dan Arya Gajaksa. Arya Sakuni menikah dengan Dewi Sukesti, putri Prabu Keswara raja negara Plasajenar. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh tiga orang putra bernama Arya Antisura alias Arya Surakesti, Arya Surabasa dan Dewi Antiwati yang kemudian diperistri Arya Udawa, patih negara Dwarawati. Sakuni mempunyai sifat atau watak yang tangkas, pandai bicara, buruk hati, dengki dan licik. Ia bukan saja ahli dalam siasat dan tata pemerintahan serta ketatanegaraan, tetapi juga mahir dalam olah keprajuritan. Sakuni mempunyai pusaka berwujud Cis (Tombak pendek untuk memerintah gajah) yang mempunyai khasiat dapat menimbulkan air bila ditancapkan ke tanah. Dalam perang Bharatayuddha, Sakuni diangkat menjadi Senapati Agung Kurawa setelah gugurnya Prabu Salya, raja negara Mandaraka. Ia mati dengan sangat menyedihkan di tangan Bima. Tubuhnya dikuliti dan kulitnya diberikan kepada Dewi Kunti untuk melunasi sumpahnya. Mayat Sakuni kemudian dihancurkan dengan Gada Rujakpala.

December 24, 2007

Sembadra - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Sekipu - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sayempraba - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sawitri - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Satyawati - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sasrawindu - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sasrahadimurti - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Sasikirana - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sangkanturunan - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sanga Sanga - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Sambu - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Samba - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Salya - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Salya (Sansekerta: Shalya) merupakan kakak Madri, yaitu ibu Nakula dan Sadewa, dalam wiracarita Mahabharata. Salya pemimpin Madra-desa atau Kerajaan Madra. Ia merupakan paman Nakula dan Sadewa dari keluarga ibunya dan dicintai serta disayangi oleh para Pandawa. Salya merupakan pemanah mahir serta ksatria yang sangat tangguh. Dalam pertempuran akbar di Kurukshetra, ia memihak Korawa. Ia terbunuh pada hari kedelapan belas oleh Yudistira, salah satu keponakannya. Salya dalam Mahabharata Salya merupakan raja di Kerajaan Madra atau Madra-desa, yaitu salah satu kerajaan India Kuno yang terletak di sebelah barat Asia Selatan. Ia merupakan ksatria yang sangat tangguh pada zamannya. Ia sangat disegani oleh keponakannya, yaitu Pandawa. Sebenarnya, Salya memihak Pandawa saat pertempuran akbar di Kurukshetra. Salya mengirimkan pasukannya

dengan jumlah besar menuju markas Pandawa. Dalam perjalanan, ia dijamu oleh Duryodana yang ia kira adalah Yudistira. Hal itu sebenarnya merupakan siasat Duryodana agar mau membantu Korawa dalam pertempuran nantinya. Karena merasa berhutang budi, Salya pun mau memihak Korawa. Kemudian Salya bertemu dengan Yudistira dan meminta maaf atas kekeliruannya. Dengan segan, Salya terjun ke medan laga Kurukshetra di pihak Korawa. Salya berperan sebagai kusir kereta Karna dalam peperangan tersebut. Saat Karna terbunuh pada hari ketujuh belas, Salya diangkat menjadi pemimpin pasukan Korawa. Namun ia memegang jabatan tersebut hanya setengah hari, sebab itu ia berhasil dibunuh oleh Yudistira dengan menggunakan senjata tombak. Salya dalam pewayangan Jawa Prabu Salya ketika mudanya bernama Narasoma, adalah putera Prabu Mandrapati, raja Negara Mandaraka dari permaisuri Dewi Tejawati. Prabu Salya adalah saudara kandung bernama Dewi Madrim yang kemudian menjadi isteri kedua Prabu Pandu, raja negara Astina. Prabu Salya menikah dengan Dewi Pujawati alias Dewi Setyawati. Putri tunggal Bagawan Bagaspati, brahmanaraksasa di pertapan Argabelah, dengan Dewi Darmastuti, seorang hapsari atau bidadari. Dari perkawinan tersebut, ia dikaruniai lima orang putra, yaitu: Dewi Erawati, Dewi Surtikanti, Dewi Banowati, Arya Burisrawa dan Bambang Rukmarata. Prabu Salya mempunyai sifat tinggi hati, sombong, congkak, banyak bicara, cerdik dan pandai. Ia sangat sakti, lebihlebih setelah mendapat warisan Aji Candrabirawa dari mendiang mertuanya, Bagawan Bagaspati yang mati dibunuh olehnya. Prabu Salya naik tahta kerajaan Mandaraka menggantikan ayahnya, Prabu Mandrapati yang meninggal bunuh diri. Pada perang Bharatayuddha, Salya memihak Korawa dan menjadi pemimpin pasukan setelah Karna. Akhir riwayatnya diceritakan, Prabu Salya gugur di medan pertempuran Bharatayudha oleh Prabu Yudhistira alias Prabu Puntadewa dengan pusaka Jamus Kalimasada.

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Sakutrem - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sakuntala - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Sakri - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Previous Page Next Page

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Sadewa - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

Sadewa atau Sahadewa (Sansekerta : sahadva), adalah seorang protagonis dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah seorang Pandawa pula, tetapi berbeda dengan Yudistira, Bima, dan Arjuna ia adalah putra Dewi Madrim, adik Dewi Kunti. Ia adalah saudara kembar Nakula dan dianggap penitisan Aswino, Dewa Kembar. Sadewa pandai dalam ilmu astronomi yang ia pelajari di bawah bimbingan resi Drona. Sementara itu juga mengerti banyak mengenai penggembalaan sapi. Oleh karena itu ia bisa menyamar menjadi seorang gembala pada saat di negeri Wirata yang dikisahkan pada Wirataparwa. Selama masa penyamarannya di Kerajaan Matsya yang dipimpin Raja Wirata, Sadewa bertanggung jawab merawat sapi dan bersumpah akan membunuh Raja Gandhara, Sangkuni,

yang telah memperdaya mereka sepanjang hidup. Ia berhasil memenuhi sumpahnya untuk membunuh Sangkuni, pada saat hari kedua menjelang perang Bharatayuddha berakhir. Kepribadian Dari kelima Pandawa, Sadewa yang termuda. Meski demikian ia dianggap sebagai yang terbijak di antara mereka. Yudistira bahkan berkata bahwa ia lebih bijak daripada Brihaspati, guru para dewa. Sadewa adalah seorang ahli perbintangan yang ulung dan dianggap mengetahui kejadian yang akan terjadi dalam Mahabharata namun ia dikutuk bahwa apabila ia membeberkan apa yang diketahuinya, kepalanya akan terbelah. Maka dari itu, selama dalam kisah ia cenderung diam saja dibandingkan dengan saudaranya yang lain. Seperti Nakula (kakaknya), Sadewa adalah ksatria berpedang yang ulung. Ia juga menikahi puteri Jarasanda, Raja di Magadha dan adik iparnya juga bernama Sadewa. Keturunan Seluruh Pandawa bersama-sama menikahi Dropadi, dan Dropadi memberikan masing-masing seorang putera kepada mereka. Dari hasil hubungannya dengan Dropadi, Sadewa memiliki putera bernama Srutakama. Selain itu, Sadewa memiliki putra yang bernama Suhotra, dari istrinya Wijaya.

December 24, 2007

Sadana - SoloPosted by topmdi under Aksara S, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Rukmini - SoloPosted by topmdi under Aksara R, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Rukmakala - SoloPosted by topmdi under Aksara R, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Resi AnggiraPosted by topmdi under Aksara R, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Rekatatama - SoloPosted by topmdi under Aksara R, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Rasawulan - SoloPosted by topmdi under Aksara R, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Ramawijaya - SoloPosted by topmdi under Aksara R, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Rama Bargawa - SoloPosted by topmdi under Aksara R, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Rajamala - SoloPosted by topmdi under Aksara R, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Ragu - SoloPosted by topmdi under Aksara R, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Putut Supawala - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Purwati - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Purwaganti - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Puntadewa - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Priambada - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Premadi - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Pratipa - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Prahasta - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Pragoto - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Pragalba - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Prabowo - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Prabasini - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Prabu Kusuma - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Prabakesa - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Petruk w/ bujang - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Pertiwi - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Pergiwati - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Pergiwa - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Parikesit - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Parikesit Ratu - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

Parikesit (Sansekerta: parikita, parikit) atau Pariksita adalah seorang tokoh dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah raja Hastina dan cucu Arjuna. Ayahnya adalah Abimanyu sedangkan putranya adalah Janamejaya. Dalam kitab Adiparwa, akhir riwayatnya diceritakan bahwa Prabu Parikesit meninggal karena digigit Naga Taksaka yang bersembunyi di dalam buah jambu, sesuai dengan kutukan Brahmana Granggi yang merasa sakit hati karena Prabu Parikesit telah mengkalungkan bangkai ular hitam di leher ayahnya, Bagawan Sarmiti. Parikesit tewas digigit oleh Naga Taksaka, setelah beliau diramalkan akan dibunuh oleh seekor ular. Maka beliaupun menyuruh untuk mengadakan upacara sarpayajna untuk mengusir semua ular. Tetapi karena sudah takdirnya, beliau pun digigit sampai wafat.

Peristiwa sebelum kelahiran Saat Maharaja Parikesit masih berada dalam kandungan, ayahnya yang bernama Abimanyu, turut serta bersama Arjuna dalam sebuah pertempuran besar di daratan Kurukshetra. Dalam pertempuran tersebut, Abimanyu gugur dalam serangan musuh yang dilakukan secara curang. Abimanyu meninggalkan ibu Parikesit yang bernama Utara karena gugur dalam perang. Pada pertempuran di akhir hari kedelapan belas, Aswatama bertarung dengan Arjuna. Aswatama dan Arjuna samasama sakti dan sama-sama mengeluarkan senjata Brahmstra. Karena dicegah oleh Resi Byasa, Aswatama dianjurkan untuk mengarahkan senjata tersebut kepada objek lain. Maka Aswatama memilih agar senjata tersebut diarahkan ke kandungan Utara. Senjata tersebut pun membunuh Parikesit yang maish berada dalam kandungan. Atas pertolongan dari Kresna, Parikesit dihidupkan kembali. Aswatama kemudian dikutuk agar mengembara di dunia selamanya. Ramalan kehidupan

Resi Dhomya memprediksikan kepada Yudistira setelah Parikesit lahir bahwa ia akan menjadi pemuja setia Dewa Wisnu, dan semenjak ia diselamatkan oleh Bhatara Kresna, ia akan dikenal sebagai Vishnurata (Orang yang selalu dilindungi oleh Sang Dewa).

Resi Dhomya memprediksikan bahwa Parikesit akan selamanya mencurahkan kebajikan, ajaran agama dan kebenaran, dan akan menjadi pemimpin yang bijaksana, tepatnya seperti Ikswaku dan Rama dari Ayodhya. Ia akan menjadi ksatria panutan seperti Arjuna, yaitu kakeknya sendiri, dan akan membawa kemahsyuran bagi keluarganya. Raja Hastinapura

Saat dimulainya zaman Kali Yuga, yaitu zaman kegelapan, dan mangkatnya Kresna Awatara dari dunia fana, lima Pandawa bersaudara pensiun dari pemerintahan. Parikesit sudah layak diangkat menjadi raja, dengan Krepa sebagai penasihatnya. Beliau menyelenggarakan Aswameddha Yaja tiga kali di bawah bimibingan Krepa. Kehidupan selanjutnya

Pada suatu hari, Raja Parikesit pergi berburu ke tengah hutan. Ia kepayahan menangkap seekor buruan, lalu berhenti untuk beristirahat. Akhirnya ia sampai di sebuah tempat pertapaan. Di pertapaan tersebut, tinggalah Bagawan Samiti. Beliau sedang duduk bertapa dan membisu. Ketika Sang Raja bertanya kemana buruannya pergi, Bagawan Samiti hanya diam membisu karena pantang berkata-kata saat sedang bertapa. Karena pertanyaannya tidak dijawab, Raja Parikesit marah dan mengambil bangkai ular dengan anak panahnya, lalu mengalungkannya ke leher Bagawan Samiti. Kemudian Sang Kresa menceritakan kejadian tersebut kepada putera Bagawan Samiti yang bernama Sang Srenggi yang bersifat mudah marah.

Saat Sang Srenggi pulang, ia melihat bangkai ular melilit leher ayahnya. Kemudian Sang Srenggi mengucapkan kutukan bahwa Raja Parikesit akan mati digigit ular setelah tujuh hari sejak kutukan tersebut diucapkan. Bagawan

Samiti kecewa terhadap perbuatan puteranya tersebut, yang mengutuk raja yang telah memberikan mereka tempat berlindung. Akhirnya Bagawan Samiti berjanji akan mengakhiri kutukan tersebut. ia mengutus muridnya untuk memberitahu Sang Raja, namun Sang Raja merasa malu untuk mengakhiri kutukan tersebut dan memilih untuk berlindung. Kemudian Naga Taksaka pergi ke Hastinapura untuk melaksanakan perintah Sang Srenggi untuk menggigit Sang Raja. Penjagaan di Hastinapura sangat ketat. Sang Raja berada dalam menara tinggi dan dikelilingi oleh prajurit, brahmana, dan ahli bisa. Untuk dapat membunuh Sang Raja, Naga Taksaka menyamar menjadi ulat dalam buah jambu. Kemudian jambu tersebut diduguhkan kepada Sang Raja. Kutukan tersebut menjadi kenyataan. Raja Parikesit wafat setelah digigit Naga Taksaka yang menyamar menjadi ulat dalam buah jambu. Keturunan Raja Parikesit

Parikesit menikahi Madrawati, dan memiliki seorang putera bernama Janamejaya. Janamejaya diangkat menjadi raja pada usia yang masih muda. Janamejaya menikahi Wapushtama, dan memiliki dua putera bernama Satanika dan Sankukarna. Satanika diangkat sebagai raja menggantikan ayahnya dan menikahi puteri dari Kerajaan Wideha, kemudian memiliki seorang putra bernama Aswamedhadatta.

Para keturunan Raja Parikesit tersebut merupakan raja legendaris yang memimpin Kerajaan Kuru, namun riwayatnya tidak muncul dalam Mahabharata. Parikesit dalam pewayangan Jawa

Parikesit adalah putera Abimanyu alias Angkawijaya, kesatria Plangkawati dengan permaisuri Dewi Utari, puteri Prabu Matsyapati dengan Dewi Ni Yustinawati dari Kerajaan Wirata. Ia seorang anak yatim, karena ketika ayahnya gugur di medan perang Bharatayuddha, ia masih dalam kandungan ibunya. Parikesit lahir di istana Hastinapura setelah keluarga Pandawa boyong dari Amarta ke Hastinapura.

Parikesit naik tahta negara Hastinapura menggantikan kakeknya Prabu Karimataya, nama gelar Prabu Yudistira setelah menjadi raja negara Hastinapura. Ia berwatak bijaksana, jujur dan adil. Prabu Dewi Dewi Dewi Dewi Satapi Parikesit mempunyai Puyangan, Gentang, alias Impun, Dewi Tapen, 5 (lima) orang permasuri dan 8 (delapan) dan Dewi Yudayana dan Dewi Dewi orang putera, yaitu:

berputera berputera

Ramayana

Pramasata Tamioyi Pramasti Niyedi

berputera berputera

Dewi Dangan, berputera Ramaprawa dan Basanta.

December 24, 2007

Parikenan - Solo

Posted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Panyarikan - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Pandu - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

Pandu (Sansekerta: dieja Pu) adalah nama salah satu tokoh dalam wiracarita Mahabharata, ayah dari para Pandawa. Pandu merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, yaitu Dretarasta yang sebenarnya merupakan pewaris dari Kerajaan Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura, tetapi karena buta maka tahta diserahkan kepada Pandu dan Widura, yang tidak memiliki ilmu kesaktian apapun tetapi memiliki ilmu kebijaksanaan yang luar biasa terutama bidang ketatanegaraan.

Pandu memiliki dua orang istri, yaitu Kunti dan Madri. Sebenarnya Pandu Dewanata tidak bisa mempunyai anak karena dikutuk oleh seorang resi, karena pada saat resi tersebut menyamar menjadi kijang untuk bercinta, Pandu memanah hingga resi itu tewas. Kedua istri Pandu Dewanata mengandung dengan cara meminta kepada Dewa.

Pandu Dewanata akhirnya tewas karena kutukan yang ditimpa kepadanya, dan Madri menyusul suaminya dengan membakar dirinya. Arti nama

Nama Pandu atau pu dalam bahasa Sansekerta berarti pucat, dan kulit beliau memang pucat, karena ketika ibunya (Ambalika) menyelenggarakan upacara putrotpadana untuk memperoleh anak, ia berwajah pucat. Kelahiran Ayah Pandu adalah Wicitrawirya dan ibunya adalah Ambalika. Saat Wicitrawirya wafat, ia belum memiliki keturunan. Maka Ambalika diserahkan kepada Bagawan Byasa agar diupacarai sehingga memperoleh anak. Ambalika disuruh oleh Satyawati untuk mengunjungi Byasa ke dalam kamar sendirian, dan di sana ia akan diberi anugerah. Ia juga disuruh agar terus membuka matanya supaya jangan melahirkan putera yang buta (Dretarastra) seperti yang telah dilakukan Ambika. Maka dari itu, Ambalika terus membuka matanya namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan (Byasa) yang luar biasa. Maka dari itu, Pandu (puteranya), ayah para Pandawa, terlahir pucat. Kehidupan Pandu merupakan seorang pemanah yang mahir. Ia memimpin tentara Dretarastra dan juga memerintah kerajaan untuknya. Pandu menaklukkan wilayah Dasarna, Kashi, Anga, Wanga, Kalinga, Magadha, dan lain-lain. Pandu menikahi Kunti, puteri Raja Kuntibhoja dari Wangsa Wresni, dan Madri, puteri Raja Madra. Saat berburu di hutan, tanpa sengaja Pandu memanah seorang resi yang sedang bersenggama dengan istrinya. Atas perbuatan tersebut, Sang Resi mengutuk Pandu agar kelak ia meninggal saat bersenggama dengan istrinya. Maka dari itu, Pandu tidak bisa memiliki anak dengan cara bersenggama dengan istrinya. Dengan kecewa, Pandu meninggalkan hutan bersama istrinya dan hidup seperti pertapa. Di dalam hutan, Kunti mengeluarkan mantra rahasianya dan memanggil tiga Dewa, Yaitu Yama, Bayu, dan Indra. Dari ketiga Dewa tersebut, ia meminta masing-masing seorang putera. Ketiga putera tersebut adalah Yudistira, Bima, dan Arjuna. Kunti juga memberi kesempatan kepada Madri untuk meminta seorang putera dari Dewa yang dipanggilnya, dan Madri memanggil Dewa Aswin. Dari Dewa tersebut, Madri menerima putera kembar, diberi nama Nakula dan Sadewa.

Kelima putra pandu dikenal sebagai Pandawa. Kematian Lima belas tahun setelah ia hidup membujang, ketika Kunti dan putera-puteranya berada jauh, Pandu mencoba untuk bersenggama dengan Madri. Atas tindakan tersebut, Pandu wafat sesuai dengan kutukan yang diucapkan oleh resi yang pernah dibunuhnya. Kemudian Madri menitipkan putera kembarnya, Nakula dan Sadewa, agar dirawat oleh Kunti sementara ia membakar dirinya sendiri untuk menyusul suaminya ke alam baka.

December 24, 2007

Pancawala - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Palupi - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

December 24, 2007

Palasara - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Padmanaba - SoloPosted by topmdi under Aksara P, Gagrak Surakarta No Comments

December 24, 2007

Niwatakawaca - SoloPosted by topmdi under Aksara N, Gagrak Surakarta No Comments