Upload
muhamad-rezaldi
View
33
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dr martha
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi sama dengan tekanan darah tinggi, dimana hipertensi diartikan suatu
keadaan dimana tekanan darah meningkat yang terjadi secara kronik. Hipertensi yang terjadi
dapat diklasifikasikan sebagai hipertensi primer dan sekunder. Essensial hipertensi terjadi
tanpa ada penyebab yang dapat dijelaskan. Sekitar 90% - 95% kebanyakan orang menderita
essensial hipertensi. Secondary hipertensi dapat terjadi karena disebabkan oleh kondisi yang
lainnya seperti gagal ginjal atau tumor.
Hipertensi yang menetap adalah salah satu risiko dari stroke, serangan jantung,
kegagalan jantung, dan aneurisma dan dapat menyebabkan kegagalan ginjal kronik. Kenaikan
tekanan darah yang tidak terlalu tinggi dapat mengurangi kesempatan hidup seseorang. Pada
beberapa kasus didapatkan tekanan darah yang terlalu tinggi sekitar 50% atau lebih dari 50%
tidak dapat mengharapkan memiliki kesempatan hidup yang lebih lama ( hanya beberapa
tahun saja ) jika tidak diobati dengan baik. Seseorang dapat dikatakan hipertensi bila tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg. Frekuensi hipertensi
dapat terjadi sesuai dengan pertambahan umur. Hipertensi terjadi lebih sering pada wanita
dibandingkan pria.
Jumlah penderita hipertensi dan penyakit jantung akibat hipertensi di Indonesia
diperkirakan terus meningkat akibat beberapa faktor risiko seperti gaya hidup, obesitas, dan
penambahan usia. Penyakit jantung menjadi momok bagi masyarakat di seluruh dunia. Meski
beberapa gejala dan faktor risiko yang menjadi pemicu penyakit mematikan nomer satu di
dunia ini sudah diketahui, berbagai upaya penyembuhan tetap dilakukan sebagai cara
memperpanjang angka harapan hidup pasien.
“Pada tahun 2010 diperkirakan dua dari 10 orang Indonesia akan terkena hipertensi
dan penyakit jantung akibat hipertensi” jar Harmani Kalim, dokter spesialis jantung RS
jantung Harapan Kita.
Salah satu upaya paling efektif untuk mencegah penyakit jantung akibat hipertensi
adalah mengendalikan tekanan darah pasien. Meski demikian, kondisi ini bukanlah persoalan
yang mudah dicapai. Hal ini ditunjukan dengan semakin banyak angka penderita jantung
koroner akibat hipertensi. Saat ini setidaknya 10% pasien di dunia menderita hipertensi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah
yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.1
Gagal jantung dapat dibagi menjadi 2 bagian yang berhubungan satu dengan lainnya1,2.
1. Gagal Jantung Akut
2. Gagal Jantung Kronik/gagal jantung kongestif
Pada gagal jantung akut timbul keluhan spesifik yang terjadi karena adanya gangguan aliran
darah di paru-paru yang menyebabkan terjadinya sesak nafas sedangkan pada gagal jantung
kronik ditambah dengan adanya retensi cairan karena kompensasi tubuh.
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan lokasi dan mekanismenya1,2:
1. Gagal Jantung Kanan – Ketidakmampuan dari jantung kanan untuk memompa
darah vena ke sirkulasi pulmoner. Hal ini menyebabkan terjadinya aliran balik cairan
di dalam tubuh, menghasilkan pada pembengkakkan (swelling) dan edema.
2. Gagal Jantung Kiri – Ketidakmampuan dari jantung kiri untuk memompa darah ke
aliran sistematik. Aliran balik di ventrikel kiri menyebabkan akumulasi cairan paru-
paru.
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terdiri
atas 1,2:
1. Forward Heart Failure – Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke kadar
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh pada saat istirahat atau
olahraga.
2. Backward Heart Failure – Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke
kadar yang cukup, hanya ketika tekanan mengisi jantung berada pada tingkat yang
abnormal tinggi.
3. Congestive Heart Failure – Cairan di paru-paru atau tubuh, dihasilkan dari
ketidakmampuan dari jantung untuk memompa dan tingginya “heart filling” dan
“venous pressures”.
2
MANIFESTASI KLINIS1
Dua metode konsep gagal jantung yang dipakai dalam menggambarkan manifestasi klinis
adalah:
(1) Gagal Jantung ke depan (forward) versus gagal jantung ke belakang (backward)
(2) Gagal jantung kanan versus gagal jantung kiri.
Gejala-gejala dari kegagalan jantung adalah bervariasi dan termasuk yang berikut
Efek forward gagal jantung kiri :
Berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit dan otot rangka, dapat berupa :
Kulit pucat dan dingin, akibat vasokontriksi perifer.
Sianosis, akibat penurunan curah jantung dan meningkatnya kadar hemoglobin
tereduksi.
Demam ringan dan keringat yang berlebihan akibat vasokontriksi kulit
menghambat kemampuan tubuh melepaskan panas.
Kelemahan dan keletihan, karma perfusi yang kurang pada otot rangka.
Penurunan pengeluaran urin, dan warna urin menjadi lebih pekat.
Peningkatan kecepatan denyut jantung
Ekspansi volume plasma
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia.
Efek backward gagal jantung kiri :
Peningkatan kongesti paru, terutama sewaktu berbaring (Orthopnea) dan PND
(Paroksismal Nokturnal Dispnea)
Dispnea (sesak nafas)
Asma kardial adalah mengakibatkan bronkospasme dan terjadi pada waktu malam
atau karena aktivitas fisik.
Batuk non produktif, dapat terjadi sekunder dari kongesti paru-paru.
Ronki, akibat transudasi cairan paru-paru. Awalnya ronki terdengar di bagian bawah
paru-paru sesuai pengaruh gaya gravitasi.
Hemoptisis, dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronchial sekunder dari distensi
vena. Distensi dari vena juga dapat menyebabkan kompresi esophagus dan disfagia
atau kesulitan menelan.
Apabila keadaan memburuk, terjadi gagal jantung kanan.
3
Efek forward gagal jantung kanan:
Penurunan aliran darh paru
Penurunan oksigenasi darah
Kelelahan
Penurunan tekanan darah sistemik (akibat penuruan pengisisan jantung kiri), dan
semua tanda-tanda gagal jantung kiri.
Efek backward gagal jantung kanan :
Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), vena – vena leher meninggi dan
terbendung
Peningkatan penimbunan darah dalam vena
Edema perifer, mula-mula tampak pada daerah yang tergantung dan terutama pada
malam hari. Dapat terjadi nokturia dan diuresis malam hari, mengurangi retensi cairan
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkna asites atau anasarka, atau edema
seluruh tubuh
Hepatomegali dan splenomegali
Gejala-gejala saluran cerna yang lain, seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual, dapat
disebabkan oleh bendungan hati dan usus.
DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani, elektrokardiografi /
fotothorax, ekokardiografi – Doppler dan kateterisasi1,2.
Diagnosis biasanya ditegakan berdasarkan gejala-gejala yang terjadi. Untuk memperkuat
diagnosis dilakukan pemeriksaan fisik yang biasanya menunjukkan:
Denyut nadi yang relative lemah dan cepat
Tekanan darh menurun
Bunyi jantung abnormal
Pembesaran jantung
Pembengkakan vena leher
Cairan di dalam paru-paru
Pembesaran hati
Penambahan berat badan yang cepat
Pembengkakkan perut atau tungkai
4
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. New
York Hearth Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :
1. Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
2. Kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-
hari tanpa keluhan.
3. Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
4. Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus
tirah baring.
Diagnosis gagal jantung kongestif (Keriteria Framingham)
Kriteria mayor1,2:
1) Paroksismal nokturnal dispnea
2) Distensi vena leher
3) Ronki paru
4) Kardiomegali
5) Edema paru akut
6) Gallop S3
7) Peninggian tekanan vena jugularis
8) Refluks hepatougular
Kriteria minor:
1) Edema ekstremitas
2) Batuk malam hari
3) Dyspnea d’effort
4) Hepatomegali
5) Efusi pleura
6) Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7) Takikardia (>120x/menit)\
Kriteria mayor dan minor
Penurunan BB≥4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.
Diagnosis Gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kreteria minor1,2.
5
Pada panduan 2001, grup kerja the American College of Cardiology/American Heart
Association memperkenalkan 4 tingkat dari gagal jantung.
Tingkat A : Resiko tinggi GJ di kemudian hari tapi tidak ada kelainan struktur
jantung;
Tingkat B : Dengan kelainan struktur jantung tapi tidak tampak gejala pada tiap
tingkat;
Tingkat C : Pernah/sedang mengalami gejala-gejala gagal jantung dengan
permasalahan kelainan struktur jantung, tapi dalam terapi medis;
Tingkat D : gagal jantung lanjut yang membutuhkan hospital-based support,
transplantasi jantung atau terapi paliatif.
6
Diagnosis Gagal Jantung Kiri :
1) Keluhan Pokok
Dispneu d’effort
Ortopnea
Paroksismal nokturnal dispneu
(asma kardial)
Batuk-batuk
2) Tanda Penting
Takikardia
Kardiomegali
Ronkhi basah pada kedua basal
paru
3) Pemeriksaan laboratorium
EKG : Pembesaran Ventrikel kiri
(LVH)
4) Pemeriksaan Khusus
Kor Analisis/ foto dada
Ekokardiografi
Diagnosis Gagal Jantung Kanan :
1) Keluhan Pokok
Bisa merupakan lanjutan gagal
jantung kiri
Dispneu d’effort
Ortopnea
Paroksismal nokturnal dispneu
(asma kardial)
Batuk-batuk
2) Tanda Penting
Edema Pretibial
Peningkatn DVS
Asistes
Hepatomegali
3) Pemeriksaan laboratorium
Analisa gas darah
Asidosis
4) Pemeriksaan Khusus
Kor Analisis : kardimegali paru
Kerley B Line
Ekokardiografi
EKG
7
Pencitraan1
Echocardiography, membantu untuk mengetahui apakah gagal jantung disebabkan
oleh MCI akut, dan mungkin dapat mengetahui abnormalitas daerah dinding jantung.
Ultrasound, untuk mengetahui stroke volume, end-diastolic volume, fraksi ejeksi.
Roentgen Thorax, untuk melihat adanya kardiomegali, Kerley lines, pelebaran
bronkus dan interstitial edema.
Elektrofisiologi1
Elektrocardiogram (ECG/EKG), untuk mengidentifikasi aritmia, iskemik jantung,
RVH/LVH, LBBB, dan juga untuk mendiagnosa MCI akut (ST elevasi).
Tes Darah1,2
Elektrolit (sodium, potassium), fungsi ginjal, funsi hepar, funsi tyroid, DPL, C-reaktive
protein jika curiga adanya infeksi. Elevasi B-type natriurectic peptide (BNP) adalah indikasi
spesifik adanya gagal jantung. BNP juga dapat membedakan penyebab dyspnea yang
dikarenakan gagal jantung dengan dysnea yang disebabkan penyakit lain. Cardiac markers.
Anigiography
Coronary catheterization dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan untuk me-
revaskularisasi otot jantung melalui percutaneous coronary intervention atau operasi bypass
Monitoring
Balance cairan (menghitung intake dan ekskresi cairan), monitoring berat badan
(menggambarkan pengurangan cairan dalam jangka pendek).
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana gagal jantung didasarkan pada usaha untuk menentukan diagnossis yang
tepat, menyingkirkan kelainan yang menyerupai gagal jantung sambil memberikan tindakan
dan pengobatan gagal jantung ditujukan pada aspek, yaitu :
Tindakan dan pengobatan gagal jantung ditunjukan pada 4 aspek, yaitu1,2 :
1. Mengurangi beban kerja
2. Memperkuat kontraktilitas miokard
8
3. Mengurangi kelebihan cairan dan garam
4. Melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap penyebab, factor pencetus
dan keluhan yang mendasari.
Semua ini harus didasarkan pada pemahaman patofisiologi dan inplikasinya terhadap
pengobatan, serta tentang cara kerja dan indikasi obat-obat atau tindakan yang dipilih.
Pengobatan gagal jantung difokuskan pada tiga tujuan utama, yaitu2:
1. Mengurangi beban awal (preload)
2. Mengurangi beban akhir (afterload)
3. Menghambat system RAAS dan vasokonstriktor faktor neurohumoral yang diproduksi
oleh sistem saraf simpatis.
Pengurangan beban awal (preload) menyebabkan penurunan tekanan hidrostatik
kapiler paru-paru dan pengurangan transudasi cairan ke dalam insterstisium paru dan
alveoli. Pengurangan beban akhir (afterload) menyebabkan peningkatan cardiac
output dan peningkatan perfusi renal. Hambatn terhadap system RAAS dan system
saraf yang kemudian menyebabkan peningkatan cardiac output dan mengurangi
volume darah dan kebutuhan oksigen miokard.
Pengurangan Beban Awal (preload)1,2,3
1. Nitrogliserin (NTG)
a. Paling efektif, dapat diprediksi dan bekerja cepat untuk mengurangi preload.
b. Banyak penelitian menyatakan NTG lebih efektif, aman, onset lebih cepat
dibandingkan dengan furosemide atau morfin sulfat.
c. Penggunaan NTG sublingual dihubungkan pengurangan preload dalam waktu
5 menit dan pengurangan sebagian afterload.
d. Pengunaan NTG topical sama efektifnya dengan sublingual NTG, tapi harus
dihindari pada pasien kegagalan ventrikel kiri yang berat karena dapat
menyebabkan iritasi kulit.
2. Loop Diuretik
a. Merupakan terapi utama gagal jantung sejak lama. Yang banyak digunakan
adalah Furosmide. Bumetanide biovailabilitas yang lebih tinggi dan efektif
pada [asien CHF berat.
9
b. Digunakan untuk menurunkan preload melalui 2 mekanisme, yaitu diuresis
dan vasodilatasi arteri serta venodilatasi.
3. Diuretik Hemat Kalium
a. Spironolakton sama bermanfaat dengan loop diuretic dalam penatalaksanaan
CHF
4. Morfin Sulfat
a. Digunakan pada akut untuk menurunkan preload
Vasodilator (Kombinasi antara Afterload dan Preload Reducers)1,2,3
1. ACE Inhibitor
a. Bermanfaat pada terapi chronic dan Acute Decompensated CHF
b. Efek hemodinamiknya meliputi penurunan afterload, peningkatan stroke
volume dan cardiac output, penurunan preload.
c. Memperpanjang kualitas hidup penderita gagal jantung.
2. Angiotensin II receptor inhibitirs
a. Direkomendasikan sebagai alternatif dari ACE inhibitor pada pasien yang
tidak dapat mentoleransi ACE inhibitor.
b.
3. Hidralazin
a. Oral balanced yang pertama (menurukan preload dan afterload)
b. Merupakan direct vasodilator
c. Aman digunakan selama kehamilan
d. Direkomendasikan pada pasien yang tidak bias mentoleransi ACE inhibitor.
4. Nitroprusid
a. Menyebabkan penuruna preload dan afterload yang simultan melalui relaksasi
otot polos
b. Penurunan afterload berhubungan dengan peningkatan cardiac output
c. Dapat menginduksi penurunan tekanan darah
d. Penggunaan dalam kehamilan mengakibatkan keracunan tiosianat pada janin.
10
Inotropik (memperkuat kontraktilitas miokard)1,2,3
1. Digoksin
a. Merupakan terapi utama gagal jantung sejak lama dan satu-satunya obat
inotropik yang digunakan pada praktik klinis
b. Bekerja dengan menghambat pompa transport Na+/K+-ATPase dan
menghambat transport sodium dan kalium melewati membran sel, ini
meningkatkan percepatan dan pemendekan otot jantung
c. Berinteraksi dengan obat-obatan : amiodarone, propafenone, quinidine,
verpamil, nifedipine, diltazem, levothyroxine, cyclosporine, flaecainide,
disopyramide, omeprazole, tetracycline, erythromycin.
d. Efektif melawan artial takiaritma pada pasien dengan disfungsi LV, tapi
kurang efektif mengontrol ventricular rate artial takiaritmia selama olahraga.
2. Dobutamine
a. Umumnya digunakan sebagai agonis beta 1-reseptor
b. Efek kombinasi dari peningkatan inotropi dengan penurunan afterload
menyebabkan peningkatan cardiac output.
c. Kombinasi dengan NTG iv cocok untuk pasien MCI dan gagal serta hipotensi
ringan dengan tujuan untuk memperoleh keserasian antara penurunan preload
dan peningkatan cardiac output.
d. Hindari penggunaan pada pasien dengan hipontesi sedang atau berat yang
disebabkan vasiolidatsi perifer.
3. Dopamin
a. Bermanfaat pada gagal jantung dengan hipontensi dimana efek vasokonstriksi
perifer diharapkan akan banyak membantu sirkulasi
b. Bisa bermanfaat pada gagal jantung berat dengan tekanan pembuluh darah
paru yang tinggi namun tekanan sistemik dalam batas normal
4. NE (Simpatomimetik)
a. Menstimulasi alfa-reseptor, mengakibatkan peningkatan afterload (dan
potensialmiokardinal iskemia) dan penurunan cardiac output
b. Diberkan pada pasien hipotensi berat.
11
5. Fosfodiesterase inhibitor (Milrinone, amrinone)
a. Menyebabkan penurunan tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan dan
meningkatakan curah jantung, tahanan pembuluh darah paru dan sistemik
menurun
b. Efeknya sama dengan kombinasi dopamine dan dobutamin
c. Terutama bermafaat pada gagal jantung yang sudah refrakter dengan
pengobatan digokin, diurectic dan vasodilator.
Beta- adrenegik blocking agents (metroprolol, carvedilol)1,2,3
Meningkatakan simpton, toleranasi exercise, cardiac hemodinamik dan fraksi ejeksi
ventrikel kiri dan menurunkan tingkat kematian
Penggunaan Jangka panjang meningkatan funsi jantung, menurunkan miokardial
iskemia, meningkatan penyatuan ventrikel dan atrium dan menurunkan konsumsi
oksigen miokard.
Pengunaan bersamaan vasodilator, seperti carvedilol dan labetolol dikarenakan
vasodikatasi arteri pengruh dari alpha I- reseptor blockade.
Pengobatan gagal jantung disertai disfungsi diastolie yang predominan
Terdiri dari 2 komponen besar. Yang pertama melibatkan usaha untuk merubah sifat
abnormal dari diastolik jantung. Kedua, langsung mengurai tekanan pengisian ventrikel kiri
dan kongesti vena.
1. Pengobatan disfungsi diastolik1,2,3,4
a. Paricardiektomi pada perikarditis konstriktif
b. Mengurangi beban lebih sistolik ventrikel (overload)
i. Obat penghambat ACE dan Angiotensin reseptor, dapat
memperlambat, menahan, atau bahkan memundurkan proses fibrosis
pada miokard.
ii. Obat-obat anti iskemik, seperti penghambat kanal kalsium, dan
nitrogliserin, efektif dalam perbaikan disfungsi diastolik yang segera
pada pasien dengan penyakit arteri koroner dengan menghilangkan
atau mengurai iskemik pada miokrad. Trombolisis, revaskularisasi
mekanik (percutances transluminal coronary angioplasty (PTCA), dan
12
coronary artery bypass graft surgery(CABGS) dalam kombinasi
dengan obat anti iskemik dapat meningkatkan funsi diastolik pada
pasien iskemik miokrad akut dan kronik dengan meningkatan relaksasi
vertikal.
iii. Antagonis kanal kalsium, terutama verapamil, mempercepat relaksasi
ventrikel, terutama pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan
hipertropi kardiomiopati, dan juga berguna dalam pengobatan
disfungsi diastolik
c. Regresi dari hipertropi venrtikel
i. Kontrol Yng agresif dari hipertensi dengan obat-obat penghambat beta-
adrenergik, penghambat kanal kalisum, diurek, penghambat ACE,
penghambat Angiostensin reseptor dan antihipertensi kerja sentral
(contoh: Metyldopa) dapat mengurai hipertrofi vertikel
ii. Penggantiaan katup aorta pada aorta stenosis juga dapat mengurai
pembesaran vertikel.
iii. Menghilangkan sumbatan pada valvular, supravalvular, dan
subvalvular dengan operasi atau ballon valvuloplasty juga mengurangi
pembesaran ventrikel
2. Mengurangi tekanan pengisian ventrikel dan konsegti vena sekunder penanganannya
sebagai berikut :
a. Pengawasan ketat terhadap diet sodium
b. Pemberian diuretik dan venodilator
c. Pemberian NTG atau nitrat kerja panjang
d. Pemeliharaan denyut jantung normal (heart rate)
Terapi terkini untuk gagal jantung,3,4
1. Nesitiride, suatu rekombinan BNP, dari kelas baru golongan peptida yang memiliki
beberapa sifat atau fungsi yang unik antara lain :
a. Vasodilator yang seimbang
b. Mengurangi permintaan oksigen pada miokard
c. Mengurangi pelepasan aldosteron dan ET-1 melalui suspensi neurohumoral
d. Tidak memiliki interaksi dengan obat-obat CHF yang digunakan
13
e. Hasil studi mengatakan, Nesitiride mengurangi kekambuhan dari keadaan
jantung tidak terkompensasi, dan juga mengurangi frekuensi re-hospitalisasi.
2. Eplerenone, penghambat aldosteron selektif. Telah terbukti mengurangi tingkat
kematian karena penyakit kardiovaskuler dan sudden cardiac death. Pengawasan
terhadap kadar kalium dalam darah sebaiknya dilakukan. Efek samping yang pernah
dilaporkan adalah hiperkalemia.
14
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
No Rekam Medis : 168259
Nama : Tn. M
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Sirnasari RT 07/14, Bogor
Masuk RS Tanggal : 23 Desember 2009
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 25 Desember 2009
Keluhan Utama :
Sesak napas sejak 4 hari SMRS.
Keluhan Tambahan :
Kedua kaki bengkak disertai perut yang membesar sejak 1 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 4 hari SMRS
Sebelumnya pasien sudah mulai merasa adanya gangguan untuk bernafas sejak 5
bulan SMRS. Namun masih dapat ia tahan. Sesak awalnya hanya dirasakan saat melakukan
aktivitas yang memerlukan tenaga lebih. Akan berangsur-angsur menghilang bila pasien
istirahat. Bila berjalan jauh, sering kali harus beristiharat sejenak. Sejak 2 bulan SMRS mulai
dirasakan setelah melakukan aktivitas sehari-hari seperti ke kamar mandi. Sekarang meski
15
sedang istirahat, pasien selalu merasa sesak. Terutama bila dalam posisi terlentang. Saat tidur,
pasien perlu disanggah 2 bantal untuk mengatasi sesaknya.
Pasien juga mengaku sering terbangun tengah malam, tiba-tiba karena merasa sesak.
Sekarang sesak dirasakan hebat sehingga tidak dapat tidur, sesak dirasakan disekitar dada,
dan tidak berkurang walau sudah beristirahat dalam posisi duduk. Pasien juga mengeluh dada
kirinya terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum. Nyeri tidak menjalar.
Pasien mengeluh sejak 1 hari SMRS sulit kencing. Sejak 1 minggu SMRS sudah
pasien sering mengeluh sulit miksi. Pada permulaan kencing harus mengejan dan terasa sakit.
Pancaran miksi kuat, seperti lidi dan pada akhir miksi, urine masih ada yang menetes. Tidak
ada demam.
Saat masih muda pasien merupakan perokok kuat. Satu bungkus sehari. Namun
berhenti diusia 40 tahun.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku ia menderita hipertensi sejak 10 tahun yang lalu. Namun tidak pernah
teratur berobat. Pasien juga pernah dirawat dengan keluhan yang sama kira-kira 2 tahun yang
lalu namun hanya diberitahu bahwa ia menderita penyakit jantung. Diberi obat-obatan namun
tidak mengingat namanya. Riwayat asma dan kencing manis disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi dan kencing manis di dalam
keluarganya.
16
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang/ Compos mentis
Tanda vital
1. Tekanan darah : 100/70 mmHg
2. Nadi : 72 x/ menit
3. Suhu : 36,4° C
4. Pernafasan : 28 x/menit
Kepala :
normocephali, rambut beruban, distribusi merata dan tidak mudah dicabut
Mata :
pupil bulat isokor, RCL+/+, RCTL +/+, CA -/-, SI-/-
Hidung :
septum deviasi (-), secret (-)
Telinga :
normotia, serumen +/+,
Tenggorok :
faring hiperemis (-), T1 – T1 tenang
Leher :
KGB ttm, Kel. Thyroid ttm, JVP 5+1 cm
Thorax : penafasan abdominothoracal
Paru
- Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
- Palpasi : vocal fremitus sedikit melemah di basal paru
- Perkusi : tympani diseluruh lapang paru
- Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
17
- Palpasi : ictus teraba di ICS 5 lat linea midclavicula II
- Perkusi : batas jantung atas : garis horisontalis setinggi ICS III
batas jantung kanan : ICS linea para sternalis kanan
batas jantung kiri : sesuai ictus cordis
- Auskultasi :S1S2 ireguler dengan extra sistol, murmur (-), gallop(+)
Abdomen
- Inspeksi :
buncit, tampak retraksi kulit dibagian atas umbilicus, smilling umbilicus (+),
vena kulit tidak tampak menonjol,
- Palpasi :
Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), fluid wave (+), tidak teraba adanya
tumor,Murphy sign (-), ballottement (-), hepar dan lien ttm
- Perkusi : shifting dullness (+)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas :
Akral hangat, oedem tampak dikedua tungkai bawah., cyanosis (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Leukosit : 5.070/ul
Hb : 16,5 gr/dl
Ht : 47 %
Trombosit : 137.000/ul
Albumin : 2,80 g/dl (<)
GDS : 125 mg/dl
SGOT : 64 U/l (>)
SGPT : 39 U/l
Ureum : 72,5 mg/dl
18
Creatinin : 2,02 mg/dl
CK-MB : 40 U/L
CK : 167 u/l
EKG
kesan : Sinus Takikardi dan Mitral Insufisiensi
RESUME
Seorang pria berusia 60 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 4 hari SMRS.
Dari anamnesis didapatkan pasien telah memenuhi kriteria mayor untuk kongestif/ hipertensif
heart failure berupa PND, dan kriteria minor berupa dispnea on effort dan edema pada
ekstremitas bawah. Pasien juga mempunyai riwayat hipertensi yang tidak terkontrol yang
diduga merupakan penyebab kegagalan jantung.
Dari pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan :
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum/ Kesadaran : Tampak sakit sedang/ Compos mentis
Tanda vital :
1. Tekanan darah : 100/70 mmHg
2. Nadi : 72 x/ menit
3. Suhu : 36,4 C
Mata : pupil bulat isokor, RCL+/+, RCTL +/+, CA -/-, SI-/-
Leher : KGB ttm, Kel. Thyroid ttm, JVP 5+1 cm H20
Paru
- Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-
19
Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus teraba di ICS 5 lat linea midclavicula II
- Perkusi : batas jantung atas : garis horisontalis stinggi ICS III
batas jantung kanan : ICS linea para sternalis kanan
batas jantung kiri : sesuai ictus cordis
- Auskultasi :S1S2 ireguler, murmur (-), gallop(+), extra sistol
Abdomen : ditemukan tanda-tanda ascites
Ekstremitas :
Akral hangat, oedem tampak dikedua tungkai bawah.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab:
Hb : 16,5 gr/dl
Albumin : 2,8 g/dl (<)
SGOT : 64 U/l (>)
SGPT : 39 U/l
Ureum : 72,5
Creatinin : 2,02
CK-MB : 40 (>)
CK : 167
EKG
Kesan : gambaran Sinus Takikardi dan Mitral Insufisiensi
20
DIAGNOSIS KERJA
Dyspnoe e.c HHF
Syok Kardiogenik
PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad malam
Ad Fungtionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam
PENATALAKSANAAN
Planning non medikamentosa :
- posisi setengah duduk
- Oksigen 2-4 l/menit
- balance cairan
- diet rendah garam, 2-2,5 g sodium atau 5-6 g garam per hari
Planning medikamentosa :
- IVFD RL / 24 jam
- Digoxin 1 x 0,25 mg
- Captopril 3 x 6,25
- Aspilet 1 x 80 mg
- Furosemid 2x40mg
21
FOLLOW UP
23/12/09 BB=60kg
Pasien masuk ke UGDSesak (+)
Tidak bisatidur
TSS/CMT:130/80mmHgN:100 x/mS: 36,2°CP: 32x/mMata : CA-/-, SI-/-Tht: dbN Cor: S1S2 ireg m(-), g(+), extra sistolPulmo : Sn vesikuler rh+/+,wh-/-Abd: Buncit,supel,smiling umbilicus, NT(-), shifting dullnuss, BU(+)NExt : akral hangat, edema pitting
HHF IVFD RL/24 jamDigoxin 1x1Captopril 12,5 mgAspilet 1x2 Furosemid 2x1 Diet rendah garam
24/12/09 BB=60kg
Sesak (+)
Tidak bisatidur
TSS/CMT:100/70mmHg, turun sampai 80/ palpasiN:72 x/mS: 36,4°CP: 28x/mMata : CA-/-, SI-/-Tht: dbN Cor: S1S2 ireg m(-), g(+), extra sistolPulmo : Sn vesikuler rh+/+,wh-/-Abd: Buncit,supel,smiling umbilicus, NT(-), shifting dullnuss, BU(+)NExt : akral hangat, edema pitting
HHF IVFD RL/24 jamDopamin 7 Ug/kgBB/jamDigoxin 1x1Captopril 3x6,25 mgAspilet 1x2Alprazolam ½-0-1 Furosemid 2x1 Diet rendah garam
25/12/09 Masih sesak
JantungBerdebar
Tidak bisatidur
TSS/CMT:130/80mmHgN:72 x/mS: 36°CP: 24x/mMata : CA-/-, SI-/-Tht: dbN Cor: S1S2 ireg m(-), g(+), extra sistolPulmo : Sn vesikuler rh+/+,wh-/-Abd: Buncit,supel,smiling umbilicus, NT(-), shifting dullnuss, BU(+)NExt : akral hangat, edema pitting UMU: intake: 800 cc Output:1000cc
HHF IVFD RL /24 jamDopamin 6,3 cc/jamDigoxin 1x1Captopril 3x6,25mgAspilet 1x2Alprazolam ½-0-1 Furosemid 2x1 Diet rendah garam Tampung urin
22
26/12/09 Sesak (+) BAK sulit sulit tidur
TSS/CMT:130/90mmHgN:100 x/mS: 36,3°CP: 28x/mMata : CA-/-, SI-/-Tht: dbN Cor: S1S2 ireg m(-), g(+), extra sistolPulmo : Sn vesikuler rh+/+,wh-/-Abd: Buncit,supel,smiling umbilicus, NT(-), shifting dullnuss, BU(+)NExt : akral hangat, edema pitting UMU: intake: 600 cc Output: 1500cc
IVFD RL /24 jamDopamin 5 Ug/KgBB/jamDigoxin 1x1Captopril 3x6,25mgAspilet 1x2Alprazolam ½-0-1 Furosemid 2x1 Diet rendah garam Tampung urin
27/12/09 Sesak berkurang
BAK >
Bengkak dikedua kaki berkurang
TSS/CMT:90/60mmHgN:68 x/mS: 36,5 °CP: 20x/mMata : CA-/-, SI-/-Tht: dbN Cor: S1S2 reg m(-), g(+), extra sistolPulmo : Sn vesikuler rh-/-,wh-/-Abd: Buncit,supel,smiling umbilicus, NT(-), shifting dullnuss, BU(+)NExt : akral hangat, edema pitting UMU: intake:600 cc Output: 3000cc
HHF IVFD RL /24 jamDopamin stop, stanbyDigoxin 1x1Captopril 3x6,25mgAspilet 1x2Alprazolam ½-0-1 Furosemid 2x1 Diet rendah garam Tampung urin
28/12/09 Sudah tidak sesak
BAK >>
Bengkak sudah berkurang
TSS/CMT:120/80mmHgN:80 x/mS: 37°CP: 20x/mMata : CA-/-, SI-/-Tht: dbN Cor: S1S2 ireg m(-), g(+), extra sistolPulmo : Sn vesikuler rh-/-, wh-/-Abd: Buncit,supel,smiling umbilicus, NT(-), shifting dullnuss, BU(+)NExt : akral hangat, edema pitting UMU: intake:600 cc Output: 3000cc
HHF IVFD RL /24 jamDopamin stop, stanbyDigoxin 1x1Captopril 3x6,25mgAspilet 1x2 Furosemid 2x1 Diet rendah garam Tampung urin
23
29/12/09 Sudah tidak ada keluhan
TSS/CMT:110/80mmHgN:68 x/mS: 36,6 °CP: 18x/mMata : CA-/-, SI-/-Tht: dbN Cor: S1S2 ireg m(-), g(+), extra sistolPulmo : Sn vesikuler rh-/-, wh-/-Abd: Buncit,supel,smiling umbilicus, NT(-), shifting dullnuss, BU(+)NExt : akral hangat, edema pitting UMU: intake:600 cc Output: 800cc
HHF IVFD RL /24 jamDopamin stop, stanbyDigoxin 1x1Captopril 3x6,25mgAspilet 1x2 Furosemid 2x1 Diet rendah garam Tampung urin
24
BAB IV
ANALISA KASUS
Dyspnoe yang digambarkan pasien ini berasal dari penyakit jantungnya karena exertional
dyspnea yang amat sering terjadi pada pasien jantung. Terjadi karena ada peningkatan
tekanan kapiler pada paru. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien merasa sesak bila
beraktivitas dan berkurang bila beristirahat. Mempunyai karakteristik terdapatnya serangan
mendadak rasa shortness of breath sehingga pasien mendadak terbangun dari tidurnya. Ini
terjadi karena adanya kongesti paru, dan sering kali volume darah meningkat pada malam
hari karena reabsorpsi edema dari bebagai bagian tubuh yang lain saat beristirahat. Awalnya
pasien dapat mentoleransi keadaan ini namun bila sudah ada edema paru dan bronkhospasme
maka pasien akan terbangun mendadak karena terasa seperti tercekik. Kemungkinan pada
pasien ini didapatkan adanya edema paru . Namun hal ini seharusnya dapat dibuktikan
dengan pemeriksaan foto paru.
Pengobatan gagal jantung pada pasien ini ditujukan untuk mengurangi beban preload dan
afterload jantung, menghambat vasokonstriksi faktor neurohumoral yang diproduksi oleh
sistem saraf simpatis, serta melakukan pengobatan terhadap keluhan yang mendasari. Pada
awal masuk di RS, tindakan pertama yang dilakukan kepada pasien memberi infus RL/24
jam, oksigen 2L/menit, furosemid 1 ampul, captopril 12,5 mg, aspilet 80mg, digoxin 1 tablet.
Hal ini mengakibatkan tekanan darah pasien semakin menurun drastis dari 130/80 dari UGD
hingga 80 mmHg per palpasi keesokan harinya. Pasien mengalami syok kardiogenik dimana
tekanan darah pasien menurun drastis setelah pemberian obat gagal jantung. Pada pasien ini,
kemungkinan terjadi syok kardiogenik disebabkan adanya hipoperfusi jaringan akibat
penurunan curah jantung dimana kerja jantung berkurang untuk memompa darah. Tidak
dapat diprediksi kapan akan terjadi syok ini, namun pemantauan ketat terhadap syok ini
menjadi perhatian utama. Dopamin digunakan untuk mengatasi hipotensi dimana efek
vasokonstriksi perifer diharapkan dapat membantu sirkulasi. Pada dosis rendah dopamin
sangat baik untuk penderita gagal jantung dan menyebabkan dilatasi arteriol ginjal sehingga
mempertahankan fungsi ginjal. Pemberian dopamin sebaiknya dihentikan apabila tekanan
darah sudah kembali normal, namun dalam terapi dopamin ini, pemberian tetap diteruskan
beberapa hari walau tekanan darah sudah normal.
25
Kemudian penggunaan captopril sebagai ACE Inhibitor pada gagal jantung sangat baik
untuk vasodilatasi perifer tanpa menimbulkan takikardi. Peningkatan pengeluaran air dan
natrium tanpa disertai pengeluaran kalium.
Furosemid merupakan pilihan utama untuk membantu pengeluaran cairan dalam tubuh.
Penggunaan furosemid dapat dengan cepat menghilangkan sesak napas karena diuretik ini
mengurangi retensi garam dan air sehingga mengurangi volume cairan ekstrasel, aliran balik
vena serta preload. Dengan demikian edema perifer dan kongesti paru akan berkurang.
Digoxin merupakan obat utama untuk gagal jantung Karena dapat meningkatkan
percepatan dan pemendekan otot jantung dengan menghambat pompa transport Na+/K+-
ATPase sehingga memperkuat kontraktilitas miokard.
Pemberian aspilet digunakan untuk mencegah agregasi trombosit. Obat ini tidak mutlak
diperlukan tetapi dapat diberikan sebagai terapi pencegahan sumbatan pada pembuluh darah.
Dosis yang diberikan pada pasien ini sudah tepat, tidak terlalu tinggi, sehingga obat menjadi
efektif.
PND ini juga dapat terjadi pada penyakit lain antara lain bronkitis kronis. Namun
bronkhitis kronis dikarakteristikan dengan terdapatnya hipersekresi mukus, dan setelah
beberapa jam setelah tidur mukus ini akan bertambah dan mengakumulasi, menyebabkan
dyspnea dan whezzing. Dan walaupun astma juga dapat menyebabkan sesak pada malam hari
namun akan segera membaik dengan diberikan inhalasi bronkodilator.
Penyebab dari gagal jantung ini oleh karena Hipertensi. Merupakan suatu penyakit yang
berasal dari vaskuler yang sering kali dapat menyebabkan HHF. Diduga mengarah kesana
karena os mempunyai riwayat hipertensi bahkan pernah dirawat sebelumnya. Pasien juga
tidak rajin berobat dan kontrol soal tekanan darahnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah sudah masuk ke kategori prehipertensi. Tapi dalam perjalanannya terjadi
hipotensi yang merupakan syok kardiogenik. Pada ekg terdapat left axis deviation yang
menandakan bahwa terdapat hipertrofi ventrikel kiri akibat hipertensi tersebut.
Umur pasien yang sudah memasuki usia 60 tahun memperkuat diagnosis HHF sebab pria
yang berusia tua mempunyai kemungkinan 1% terkena HHF ini.
26
Planning diagnostik
Echocardiogram
Planning non medikamentosa
posisi setengah duduk
Oksigen 2-4 l/menit
balance cairan
diet rendah garam, 2-2,5 g sodium atau 5-6 g garam per hari
Planning medikamentosa
IVFD RL / 24 jam
Digoxin 1 x 0,25 mg
Captopril 3 x 6,25
Aspilet 1 x 80 mg
Furosemid 2x40mg
27
BAB V
PENUTUP
Diagnosis penyakit ini adalah Hipertensi Heart Failure. Hal ini dapat dilihat dari
anamnesis, gejala dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang mengarah ke
HHF. Riwayat hipertensi dimana pasien tidak teratur minum obat juga merupakan faktor
yang mempengaruhi ke arah diagnosis HHF. Untuk menunjang diagnosis akan lebih lengkap
bila disertai pemeriksaan rontgen thorax.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain pemberian venodilator, vasodilator,
dan inotropik untuk menurunkan beban jantung dan meningkatkan kontraktilitas jantung
Penderita sebaiknya juga melakukan terapi non farmakologis berupa mengurangi
asupan lemak, dan garam.
Pelaksanaan terapi farmakologis dan non farmakologis sebaiknya dilakukan secara
teratur guna mengontrol tekanan arahnya.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Wayne J, Braundwald E. The Heart Failure. In Harrison : principles of internasional
medicine 16 th vol II: pp 1364-77. McGraw-Hill, Medical Publishing Division, 2005.
2. Marulam M, Gagal Jantung. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I edisi IV: hal
1513-15. Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta, 2006
3. Manurung D, Ali Ghani. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I edisi IV: hal
1515-24. Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta, 2006
4. Nafrialdi, Obat-obat Gagal Jantung. In Farmakologi dan Terapi edisi 5 hal : 299-313.
Departemen Farmakologik dan Teraputik FKUI, Jakarta, 2007
29