20
LAPORAN KELOMPOK COLABORATIVE LEARNING TYPOID DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4 REGULER 2 MEGA WIJAYA 115070200111002 PRILLY P 11507020011100 4 SITI ALIYAH 11507020011100 6  ANGERNANI TRIAS W 115070200111008 UZZY LINTANG S 115070200111010 IFA RAHMAWATI 115070200111012 BRYAN PRASETYO 11507020011101 4  ANY SETIYORINI 11507020011101 6 M JUNJUNG RASA BAKTI 115070200111018 RENNY RINOVANTI 11507020011102 0 JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014

fundamental of patofisiology typhoid

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 1/19

Page 2: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 2/19

1. DEFINISI da KLASIFIKASI

a. Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan

infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan danminuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari

orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).

b. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 )

c. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C.

sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid

abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 )

d. Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut

 juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus

abdominalis (.Seoparman, 1996).

Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut,

Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh

salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal,

makanan dan minuman yang terkontaminasi.

2. EPIDEMIOLOGI

Dari berbagai macam penyakit infeksi bakteri yang ada di belahan

dunia ini, demam typoid menjadi masalah besar di Negara-negara

berkembang seperti Indonesia. Angka kesakitan pada demam typoid

menurut hasil survey di rumah sakit meningkat dari tahun ke tahun dan

menduduki tempat nomor dua diantara 10 penyakit menular yaitu sebesar

34% pada tahun 1981 sampai 1986. (MAKARA, 2004,vol.8 no.2 h.59)

Demam typhoid merupakan infeksi akut usus halus yang

disebabkan oleh Salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih

rendah yaitu Salmonella paratyphi. Demam typhoid saat ini masih sangat

Page 3: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 3/19

sering kita jumpai dalam kehidupan sehari hari. Lebih dari 13 juta orang

terinfeksi kuman ini di seluruh dunia dan 500.000 diantaranya meninggal

dunia.

Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini

tiap tahunnya. Kebanyakan penyakit ini terjadi pada penduduk negara

dengan pendapatan yang rendah, terutama pada daerah Asia Tenggara,

 Afrika, dan Amerika Latin.

Kasus demam typoid di Indonesia, cukup tinggi berkisar 354-

810/100.000 pertahun.Penyakit demam typoid termasuk penyakit yang

mengakibatkan angka kejadian luar biasa (KLB) yang terjadi di Jawa

Tengah, pada tahun 2003 menempati urutan ke 21 dari 22 (4,6 %) dari

penyakit yang tercatat.(Depkes RI, 2008)

Demam typhoid merupakan salah satu dari penyakit infeksi

terpenting. Penyakit ini endemik diseluruh daerah di provinsi ini dan

merupakan penyakit infeksi terbanyak keempat yang dilaporkan dari

seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan, typhoid merupakan penyebab

terpenting terjadinya septisemia terkait komunitas, dengan insiden rate

yang dilaporkan melebihi 2500/100.000 penduduk.(Depkes RI, 2008)Dari RS Fatmawati demam typoid termasuk dalam 10 kasus

terbanyak morbiditas penyakit rawat inap. Pada tahun 1999, jumlah

pasien yang dirawat sebesar 414 orang, tahun 2000 sebesar 452 orang,

dan 350 pada tahun 2001.(MAKARA, vol. 8, no. 1, h. 27)

3. ETIOLOGI

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi, basil gram negatif, berflagel

(bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora.

Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan

dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan

mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam

pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia

maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu

Page 4: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 4/19

Salmonella para

typhi A. B dan C. (Arif Mansjoer, 2000)

 Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam

typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari

demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja

dan air kemih selama lebih dari 1 tahun, ini akan dapat menginfeksi orang

lain. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,

yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),

Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses.

 Adapun beberapa macam dari salmonella typhi adalah sebagai berikut:

1. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu

getar, tidak bersepora mempunyai sekurang- kurangnya tiga macam

antigen yaitu:

a.Antigen O(somatic, terdiri dari zat komplek liopolisakarida)

merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup

Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga

merupakan somatik antigen yang tidak menyebar

b.Antigen H(flagella) terdapat pada flagella dan bersifat termolabilc.Antigen V1=kapsul ; merupakan kapsul yang meliputi tubuh

kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis.

2. Salmonella parathypi A

3. Salmonella parathypi B

4. Salmonella parathypi C

(Soeparman. 1987)

4. PATOFISIOLOGI

(Terlampir)

5. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik typhoid

a. Minggu I pada umumnya :

-  demam berangsur naik terutama sore hari dan malam hari

- nyeri otot

Page 5: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 5/19

-  nyeri kepala

-  anorexia dan mual

-  batuk

-  Epitaksis

-  obstipasi / diare

-  perasaan tidak enak di perut

b. Minggu II:

-  Demam

-  Bradikardi

-  lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi)

-  hepatomegali

-  meteorismus

-  penurunan kesadaran

sumber lain

gejala typhoid :

-  demam

-  sakit kepala

-  lemah

-  lesu

-  batuk

-  luka pada tenggorokan

-  nyeri perut

-  sembelit, setelah satu atau dua hari sembelit dapat memicu

timbulnya diare.

(Hembing W. 2006)

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan

laboratorium, yang terdiri dari :

Page 6: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 6/19

a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat

leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia

tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,

 jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas

normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada

komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah

leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi

dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi

bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi

demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari

beberapa faktor :

1. Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratoriumyang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media

biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik

adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia

berlangsung.

2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada

minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

3. Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat

menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat

menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Page 7: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 7/19

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti

mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan

hasil biakan mungkin negatif.

d. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan

antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi

terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang

yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal

adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di

laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan

adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid.

 Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau

aglutinin yaitu :

1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman).

2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari

flagel kuman).

3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasaldari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang

ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar

klien menderita typhoid.

Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :

a. Faktor yang berhubungan dengan klien :

1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukanantibodi.

2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru

dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan

mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.

3. Penyakit  –  penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang

dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan

Page 8: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 8/19

antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma

lanjut.

4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan

obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.

5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat

tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi

karena supresi sistem retikuloendotelial.

6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi

dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat

meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan

sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-

lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H

pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai

diagnostik.

7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya

: keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif,

walaupun dengan hasil titer yang rendah.

8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titeraglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi

dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang

pernah tertular salmonella di masa lalu.

b. Faktor-faktor Teknis

1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat

mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi

aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksiaglutinasi pada spesies yang lain.

2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan

mempengaruhi hasil uji widal.

3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada

penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi

antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi

dari strain lain. (Rahmad Juwono, 1996).

Page 9: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 9/19

 

Pemeriksaan Laboratorium Typhoid

Gambaran Darah Tepi

Pada pemeriksaan hitung leukosit total terdapat gambaran

leukopeni (  3000  –  8000/mm3), limfositosis relative, monositosis, dan

eosinofilia dan trombositopenia ringan. Terjadinya leucopenia akibat

depresi sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator endogen yang ada.

Diperkirakan kejadian leucopenia 25%. Namun banyak laporan bahwa

dewasa ini hitung leukosit kebanyakan dalam batas normal atau

leukositosis ringan. Kejadian trombositopenia sehubungan dengan

produksi yang menurun dan destruksi yang meningkat oleh sel-sel RES.

Sedangkan anemia juga disebabkan produksi hemoglobin yang menurun

serta kejadian perdarahan intestinal yang tak nyata (occult bleeding ).

Perlu diwaspadai bila terjadi penurunan hemoglobin secara akut pada

minggu ke 3-4, yang biasanya disebabkan oleh perdarahan hebat dalam

abdomen. Dalam pemeriksaan darah tepi ini dapat ditemukan

leukopenia,limfositosis relatif, aneosinofilia, trombositopenia, anemia.

Pemeriksaan Bakteriologis

 A. Jenis pembiakan menurut specimen

1. Biakan darah

5 sampai 10ml darah penderita diambil secara aseptic lalu

dipindahkan ke dalam botol biakan darah yang berisi 50-100 ml

kaldu empedu (perbandingan 1 : 9) sesudah dieramkan selama 24-

48 jam pada 37

o

 C, lalu dipindahkan biakan pada agar darah danagar Mac Conkey. Kuman tersebut tumbuh tanpa meragikan

laktosa, gram negative, dan menunjukkan gerak positif.

2. Biakan bekuan darah

Bekuan darah dibiakkan pada botol berisi 15 ml kaldu

empedu (mengandung 0.5% garam-garam empedu). Biakan ini

lebih sering memberikan hasil positif.

3. Biakan tinja

Page 10: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 10/19

Positif selama masa sakit. Diperlukan biakan berulang untuk

mendapatkan hasil positif. Biakan tinja lebih berguna pada

penderita yang sedang diobati dengan kloramphenikol, terutama

untuk mendeteksi karier.

4. Biakan cairan empedu

Penting untuk mendeteksi adanya karier (pembawa kuman)

pada stadium lanjut penyakit. Empedu diisap melalui tabung

duodenum dan diolah dengan cara seperti tinja.

5. Biakan air kemih

Kurang berguna dibandingkan dengan biakan darah dan

tinja. Biakan air kemih positif pada minggu sakit ke 2 dan 3. Air

kemih yang diambil secara steril diputar dan endapannya dibiakkan

pada perbenihan diperkaya dan selektif.

B. Biakan Salmonella typhi  

Spesimen untuk biakan dapat diambil dari darah, sumsum

tulang, feses, urin. Specimen darah diambil pada minggu I sakit saat

demam tinggi. Specimen feses dan urin pada minggu ke II dan

minggu-minggu selanjutnya. Pembiakan memerlukan waktu kuranglebih 5-7 hari. Bila laporan hasil biakan. “Basil salmonella tumbuh”

maka penderita sudah pasti mengidap demam tifoid. Specimen

ditanam dalam biakan empedu (goal Culture, biakan SS). Sensitifitas

tes ini rendah yang dapat disebabkan oleh beberapa hal :

-  Pasien telah dapat antibiotika sebelumnya

-  Waktu pengambilan specimen tak tepat

-

  Volume darah yang diambil kurang-  Darah menggumpal

-  Dll

Spesimen darah dari sumsum tulang mempunyai sensitifitas

yang lebih tinggi. Biakan untuk specimen feses dan urin dimulai pada

minggu ke 2 demam yang dilaksanakan setiap minggu. Bila pada

minggu ke 4 biakan feses masih positif maka pasien sudah tergolong

karier.

Page 11: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 11/19

 

C. Serologis Widal

Tes serologi widal adalah reaksi antara antigen (suspensi

Salmonella yang telah dimatikan) dengan agglutinin yang merupakan

antibody spesifik terhadap komponen basil Salmonela di dalam darah

manusia (saat sakit, karier atau pasca vaksinasi). Prinsip tes adalah

terjadinya reaksi aglutinasi antara antigen dan agglutinin yang

dideteksi yakni agglutinin O dan H.

 Agglutinin O mulai dibentuk pada akhir minggu pertama demam

sampai puncaknya pada minggu ke 3 sampai ke 5. Agglutinin ini dapat

bertahan sampai lama 6-12 bulan. Agglutinin H mencapai puncak lebih

lambat minggu ke 4-6 dan menetap dalam waktu lebih lama, sampai 2

tahun kemudian.

Interpretasi Reaksi Widal

-  Belum ada kesepakatan tentang nilai titer patokan. Tidak sama

masing-masing daerah tergantung endomisitas daerah masing-

masing dan tergantung hasil penelitiannya-  Batas titer yang akan dijadikan diagnosis, hanya berdasarkan

kesepakatan atau perjanjian pada satu daerah, dan berlaku untuk

daerah tersebut. Kebanyakan pendapat bahwa titer O 1/320 sudah

menyokong kuat, diagnosis demam tifoid.

-  Reaksi widal negative tidak menyingkirkan diagnosis tifoid

-  Diagnosis demam tifoid dianggap diagnosis pasti adalah bila

didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan ulangdengan interval 5-7 hari. Perlu diingat bahwa banyak factor yang

mempengaruhi reaksi widal sehingga mendatangkan hasil yang

keliru baik negative palsu atau positif palsu. Hasil tes negative

palsu seperti pada keadaan pembentukan anti bodi yang rendah

yang dapat ditemukan pada keadaan-keadaan gizi jelek, konsumsi

obat-obat imunosupresif, penyakit agammaglobulinemia, leukemia,

karsinoma lanjut, dll. Hasil tes positif palsu dapat dijumpai pada

Page 12: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 12/19

keadaan pasca vaksinasi, mengalami infeksi subklinis beberapa

waktu yang lalu, aglutinasi silang, dll.

D. Mencari pembawa kuman tifoid

Cara usap selokan sangat berguna untuk mencari pembawa

kuman. Cara ini dilaksanakan dengan meletakkan gulungan kain kasa

pada selokan. Jika positif dibiakkan pada Salmonella typhi, diteruskan

dengan menelusuri dari pipa pembuangan utama sampai rumah

pembawa kuman-kuman.

Pembawa kuman dapat dideteksi dengan cara sebagai berikut :

1. Uji widal yang menunjukkan kenaikan titer antibodi

2. Aglutinasi Vi positif dengan titer 1/10 atau lebih

3. Beberapa kali biakan tinja dapat menolong mengasingkan kuman

penyebab

4. Kuman penyebab dapat dibiakkan dari empedu yang diambil dari

intubasi duodenum

E. Pemeriksaan lain-  PCR (Polymerase Chain Reaction) 

-  Typhi Dot EIA

Basal ini berkembang dengan membentuk strain-strain baru

yang mempunyai sifat dan tingkat patogenitas yang berbeda. Saat ini

beberapa strain Salmonela typhi   telah muncul yang bersifat resisten

terhadap antibiotika tertentu dan telah dapat diidentifikasikan sebanyak

107 strain yang berbeda. Konsekuensi dari ini adalah perlu kajian-kajian secara berkala terhadap penilaian resistensi serta kebijakan-

kebijakan pengendalian penyakit di masyarakat.

Enzim Transaminase

Oleh karena proses peradangan sel-sel hati, enzim-enzim

transaminase (SGOT, SGPT) sering ditemukan meningkat. Banyak

pendapat mengatakan bahwa peningkatan transaminase ini

Page 13: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 13/19

disebabkan banyak factor seperti pengaruh endotoksin, mekanisme

imun dan obat-obatan. Bila proses peradangan makin berat maka tes

fungsi hati lain akan terganggu seperti bilirubin akan meningkat,

albumin akan menurun, dll. Secara klinis bila tes fungsi hati terganggu

 jelas dan disertai ikterus dan hepayomegali disebut hepatitis tifosa

atau hepatitis Salmonella.

Lipase dan amylase

Bila hasil Salmonella sampai menginvasi pancreas, dapat

menimbulkan pancreatitis, maka enzim lipase dan amylase akan

meningkat (pancreatitis tifosa).

7. PENATALAKSANAAN MEDIS

Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan tifoid, yaitu:

1. Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik untuk menghentikan dan memusnahkan

penyebaran kuman. Antibiotik yang dapat digunakan:

a. Kloramfenikol

Dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan

selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian

dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari kemudian.

Penelitian terakhir (Nelwan, dkk di RSUP Persahabatan),

penggunaan kloramfenikol masih memperlihatkan hasil penurunan

suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru dari jenis kuinolon.

b. Ampisilin/Amoksisilin

Dosis 50-150 mg/kg BB, diberikan selama 2 minggu.

c. Kotrimoksazol

Dosis 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol, 80

mg trimetoprim, diberikan selama dua minggu.

d. Sefalosporin generasi II dan III

Page 14: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 14/19

Di subbagian Penyakit Tropik dan Infeksi FKUI-RSCM, pemberian

sefalosporin berhasil mengatasi demam tifoid dengan baik. Demam

pada umumnya mereda pada hari ke 3 atau menjelang hari ke 4.

Regimen yang dipakai adalah:

-  Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari

-  Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

-  Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

-  Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari

-  Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari

-  Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

2. Istirahat dan perawatan profesional

Istirahat dan perawatan profesional, bertujuan mencegah komplikasi

dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute

sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14

hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan

pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygiene perseorangan,

kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh

pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-

ubah untuk mencegah dekubitus atau pneumonia hipostatik.

Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-

kadang terjadi obstipasi dan retensi urin.

3. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)

Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar,dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien, Namun

beebrapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat

dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran

dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga diperlukan

pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung

keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan

dan homeostatis, system imun akan tetap berfungsi dengan optimal.

Page 15: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 15/19

Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septic diperlukan

perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotic

maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis

dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada

renjatan septic. Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan di

atas.

8. KOMPLIKASI KISTA BATHOLINI

Komplikasi demam typhoid dapat dibagi menjadi 2 bagian:

a. Komplikasi intestinal

1. Perdarahan usus

Hanya ditemukan sedikit jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan

benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena dapat disertai nyeri

perut dengan tanda-tanda renjatan.

2. Perforasi usus

Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setengahnya dan terjadi

pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis

hanya dapat ditemukan bila terdapat rongga udara di rongga

peritonium, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara

hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam

keadaan tegak.

3. Ileus Paralitik

4. Peritonitis

Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi

usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat,

dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.

b. Komplikasi di luar intestinal

1. Bronkitis dan bronkopneumoni

Page 16: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 16/19

Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, biasanya bersifat

ringan dan disebabkan oleh bronkitis, pneumonic bisa merupakan

infeksi sekunder yang dapat timbul pada awal sakit atau fase akut

lanjut. Komplikasi lain yang terjadi adalah abses paru efusi dan

empiema.

2. Kolesistisis

Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umum pada minggu kedua

dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas, bila terjadi

kolesistisis maka penderita cenderung menjadi seorang karier.

3. Typhoid ensefalopati

Merupakan komplikasi typhoid dengan gejala dan tanda klinis

berupa: kesadaran menurun, kejang-kejang, muntah, demam tinggi

dalam batas normal. Bila disertai kejang-kejang biasanya

prognosisnya jelek dan bila sembuh sering diikuti oleh gejala sesuai

dengan lokasi yang terkena.

4. Meningitis

Meningitis oleh karena salmonella typhi yang lain lebih sering

didapatkan pada neonatus/bayi dibandingkan dengan anak, dengangejala klinis tidak jelas sehingga diagnosis sering terlambat. Ternyata

penyebabnya adalah salmonella havana dan salmonella

oranemburg.

5. Miokardilis

Gambaran klinisnya tidak khas. Insidennya terutama pada anak usia

7 tahun ke atas serta sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga.

Gambaran EKG dapat bervariasi yaitu: sinus takikardi, depresisegmen ST, perubahan gelombang I, AV blok tingkat I, arithmia

supraventrikular takikardi.

6. Kanker kronik

7. Komplikasi kardiovaskuler: Kegagalan sirkulasi perifel (renjatan

sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

8. Komplikasi darah: Anemia hemolitik, trombositoperia dan sidroma

uremia hemolitik.

Page 17: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 17/19

9. Komplikasi paru: Pneumonia, emfiema, dan pleuritis

10. Komplikasi hepair dan kandung empedu: Hepatitis dan kolesistitis

11. Komplikasi ginjal: Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan

arthritis

12. Komplikasi neuropsikiatrik: Delirium, meningismus, meningistis,

polyneuritis perifer, sindrom, katatoni.

9. PENCEGAHAN

1. Penderita penyakit Demam typhoid harus makan makanan yang

disiapkan sendiri di rumah (karena terjamin kebersihannya),

2. minum air yang tidak terkontaminasi.

3. mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air,

4. tidak buang air besar sembarangan (di negara kita masih banyak

keluarga yang tidak memiliki jamban sendiri),

5. memasak makanan terlebih dahulu,

6. bijak dalam menggunakan antibiotik.

7. Penderita demam typhoid sebaiknya harus bed rest (istirahat totaldiatas tempat tidur)

8. tidak boleh melakukan aktivitas seperti biasanya.

9. menjaga kebersihan makanan/minuman dan mencuci tangan

sebelum makan.

10. Tidak makan dan jajan di sembarang tempat. Pilihlah rumah makan

dan tempat jajan yang menjaga dan mengutamakan kebersihan

karena penyebaran demam typhoid melalui makanan dan tanganyang tercemar oleh bakteri ini.

11. menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal

12. harus membersihkan perlengkapan makan kita agar tidak

terkontaminasi dengan bakteri penyebab demam typhoid.

13. hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi),

14. hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan

15. hindari makanan pedas

Page 18: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 18/19

16. memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pola hidup

sehat

17. mengawasi penderita, seperti memisahkan tempata makan dan

minum dari orang sehat

18. memberikan vaksin tifus oral kepada orang yang akan melakukan

perjalanan

19. menghindari sayuran mentah dan jenis makanan lain yang

disimpan disuhu ruangan bagi orang yang melakukan perjalanan

 jauh

Page 19: fundamental of patofisiology  typhoid

8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid

http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 19/19

DAFTAR PUSTAKA 

 Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media

 Aeusculapius FK-UI, Jakarta

Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI,

Jakarta

Fatmawati Tahun 2001-2002. MAKARA :Desember 2004. Jakarta.

Fakultas Kesehatan Masayarakat Universitas Indonesia.

Mufti, A. 2010. ASKEP PADA KLIEN DENGAN THYPOID.

Wijayakusuma, H. 2006. Tanaman Obat untuk Penyakit Anak. Jakarta :

Pustaka Populer Obor

Kepmenkes RI No.364/MENKES/SK/V. 2006. Pedoman

Pengendalian Demam Tifoid Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Diakses tgl 25 Februari 2014 pukul 13:31

Juwono, Rahmad. 1996.  Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta :

FKUI

Mansjoer, Arif; dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1.

Jakarta: Media Aesculapius