Upload
bryan-prasetyo
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 1/19
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 2/19
1. DEFINISI da KLASIFIKASI
a. Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan danminuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari
orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
b. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 )
c. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C.
sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid
abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 )
d. Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut
juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus
abdominalis (.Seoparman, 1996).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut,
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal,
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. EPIDEMIOLOGI
Dari berbagai macam penyakit infeksi bakteri yang ada di belahan
dunia ini, demam typoid menjadi masalah besar di Negara-negara
berkembang seperti Indonesia. Angka kesakitan pada demam typoid
menurut hasil survey di rumah sakit meningkat dari tahun ke tahun dan
menduduki tempat nomor dua diantara 10 penyakit menular yaitu sebesar
34% pada tahun 1981 sampai 1986. (MAKARA, 2004,vol.8 no.2 h.59)
Demam typhoid merupakan infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh Salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih
rendah yaitu Salmonella paratyphi. Demam typhoid saat ini masih sangat
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 3/19
sering kita jumpai dalam kehidupan sehari hari. Lebih dari 13 juta orang
terinfeksi kuman ini di seluruh dunia dan 500.000 diantaranya meninggal
dunia.
Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini
tiap tahunnya. Kebanyakan penyakit ini terjadi pada penduduk negara
dengan pendapatan yang rendah, terutama pada daerah Asia Tenggara,
Afrika, dan Amerika Latin.
Kasus demam typoid di Indonesia, cukup tinggi berkisar 354-
810/100.000 pertahun.Penyakit demam typoid termasuk penyakit yang
mengakibatkan angka kejadian luar biasa (KLB) yang terjadi di Jawa
Tengah, pada tahun 2003 menempati urutan ke 21 dari 22 (4,6 %) dari
penyakit yang tercatat.(Depkes RI, 2008)
Demam typhoid merupakan salah satu dari penyakit infeksi
terpenting. Penyakit ini endemik diseluruh daerah di provinsi ini dan
merupakan penyakit infeksi terbanyak keempat yang dilaporkan dari
seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan, typhoid merupakan penyebab
terpenting terjadinya septisemia terkait komunitas, dengan insiden rate
yang dilaporkan melebihi 2500/100.000 penduduk.(Depkes RI, 2008)Dari RS Fatmawati demam typoid termasuk dalam 10 kasus
terbanyak morbiditas penyakit rawat inap. Pada tahun 1999, jumlah
pasien yang dirawat sebesar 414 orang, tahun 2000 sebesar 452 orang,
dan 350 pada tahun 2001.(MAKARA, vol. 8, no. 1, h. 27)
3. ETIOLOGI
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi, basil gram negatif, berflagel
(bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora.
Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan
dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam
pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia
maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 4/19
Salmonella para
typhi A. B dan C. (Arif Mansjoer, 2000)
Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari
demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari 1 tahun, ini akan dapat menginfeksi orang
lain. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses.
Adapun beberapa macam dari salmonella typhi adalah sebagai berikut:
1. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu
getar, tidak bersepora mempunyai sekurang- kurangnya tiga macam
antigen yaitu:
a.Antigen O(somatic, terdiri dari zat komplek liopolisakarida)
merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup
Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga
merupakan somatik antigen yang tidak menyebar
b.Antigen H(flagella) terdapat pada flagella dan bersifat termolabilc.Antigen V1=kapsul ; merupakan kapsul yang meliputi tubuh
kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis.
2. Salmonella parathypi A
3. Salmonella parathypi B
4. Salmonella parathypi C
(Soeparman. 1987)
4. PATOFISIOLOGI
(Terlampir)
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik typhoid
a. Minggu I pada umumnya :
- demam berangsur naik terutama sore hari dan malam hari
- nyeri otot
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 5/19
- nyeri kepala
- anorexia dan mual
- batuk
- Epitaksis
- obstipasi / diare
- perasaan tidak enak di perut
b. Minggu II:
- Demam
- Bradikardi
- lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi)
- hepatomegali
- meteorismus
- penurunan kesadaran
sumber lain
gejala typhoid :
- demam
- sakit kepala
- lemah
- lesu
- batuk
- luka pada tenggorokan
- nyeri perut
- sembelit, setelah satu atau dua hari sembelit dapat memicu
timbulnya diare.
(Hembing W. 2006)
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 6/19
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratoriumyang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 7/19
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi
terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang
yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid.
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasaldari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar
klien menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukanantibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru
dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan
mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang
dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 8/19
antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan
obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat
tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi
karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi
dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat
meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan
sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-
lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H
pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya
: keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif,
walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titeraglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi
dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang
pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat
mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi
aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksiaglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan
mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada
penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi
antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi
dari strain lain. (Rahmad Juwono, 1996).
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 9/19
Pemeriksaan Laboratorium Typhoid
Gambaran Darah Tepi
Pada pemeriksaan hitung leukosit total terdapat gambaran
leukopeni ( 3000 – 8000/mm3), limfositosis relative, monositosis, dan
eosinofilia dan trombositopenia ringan. Terjadinya leucopenia akibat
depresi sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator endogen yang ada.
Diperkirakan kejadian leucopenia 25%. Namun banyak laporan bahwa
dewasa ini hitung leukosit kebanyakan dalam batas normal atau
leukositosis ringan. Kejadian trombositopenia sehubungan dengan
produksi yang menurun dan destruksi yang meningkat oleh sel-sel RES.
Sedangkan anemia juga disebabkan produksi hemoglobin yang menurun
serta kejadian perdarahan intestinal yang tak nyata (occult bleeding ).
Perlu diwaspadai bila terjadi penurunan hemoglobin secara akut pada
minggu ke 3-4, yang biasanya disebabkan oleh perdarahan hebat dalam
abdomen. Dalam pemeriksaan darah tepi ini dapat ditemukan
leukopenia,limfositosis relatif, aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
Pemeriksaan Bakteriologis
A. Jenis pembiakan menurut specimen
1. Biakan darah
5 sampai 10ml darah penderita diambil secara aseptic lalu
dipindahkan ke dalam botol biakan darah yang berisi 50-100 ml
kaldu empedu (perbandingan 1 : 9) sesudah dieramkan selama 24-
48 jam pada 37
o
C, lalu dipindahkan biakan pada agar darah danagar Mac Conkey. Kuman tersebut tumbuh tanpa meragikan
laktosa, gram negative, dan menunjukkan gerak positif.
2. Biakan bekuan darah
Bekuan darah dibiakkan pada botol berisi 15 ml kaldu
empedu (mengandung 0.5% garam-garam empedu). Biakan ini
lebih sering memberikan hasil positif.
3. Biakan tinja
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 10/19
Positif selama masa sakit. Diperlukan biakan berulang untuk
mendapatkan hasil positif. Biakan tinja lebih berguna pada
penderita yang sedang diobati dengan kloramphenikol, terutama
untuk mendeteksi karier.
4. Biakan cairan empedu
Penting untuk mendeteksi adanya karier (pembawa kuman)
pada stadium lanjut penyakit. Empedu diisap melalui tabung
duodenum dan diolah dengan cara seperti tinja.
5. Biakan air kemih
Kurang berguna dibandingkan dengan biakan darah dan
tinja. Biakan air kemih positif pada minggu sakit ke 2 dan 3. Air
kemih yang diambil secara steril diputar dan endapannya dibiakkan
pada perbenihan diperkaya dan selektif.
B. Biakan Salmonella typhi
Spesimen untuk biakan dapat diambil dari darah, sumsum
tulang, feses, urin. Specimen darah diambil pada minggu I sakit saat
demam tinggi. Specimen feses dan urin pada minggu ke II dan
minggu-minggu selanjutnya. Pembiakan memerlukan waktu kuranglebih 5-7 hari. Bila laporan hasil biakan. “Basil salmonella tumbuh”
maka penderita sudah pasti mengidap demam tifoid. Specimen
ditanam dalam biakan empedu (goal Culture, biakan SS). Sensitifitas
tes ini rendah yang dapat disebabkan oleh beberapa hal :
- Pasien telah dapat antibiotika sebelumnya
- Waktu pengambilan specimen tak tepat
-
Volume darah yang diambil kurang- Darah menggumpal
- Dll
Spesimen darah dari sumsum tulang mempunyai sensitifitas
yang lebih tinggi. Biakan untuk specimen feses dan urin dimulai pada
minggu ke 2 demam yang dilaksanakan setiap minggu. Bila pada
minggu ke 4 biakan feses masih positif maka pasien sudah tergolong
karier.
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 11/19
C. Serologis Widal
Tes serologi widal adalah reaksi antara antigen (suspensi
Salmonella yang telah dimatikan) dengan agglutinin yang merupakan
antibody spesifik terhadap komponen basil Salmonela di dalam darah
manusia (saat sakit, karier atau pasca vaksinasi). Prinsip tes adalah
terjadinya reaksi aglutinasi antara antigen dan agglutinin yang
dideteksi yakni agglutinin O dan H.
Agglutinin O mulai dibentuk pada akhir minggu pertama demam
sampai puncaknya pada minggu ke 3 sampai ke 5. Agglutinin ini dapat
bertahan sampai lama 6-12 bulan. Agglutinin H mencapai puncak lebih
lambat minggu ke 4-6 dan menetap dalam waktu lebih lama, sampai 2
tahun kemudian.
Interpretasi Reaksi Widal
- Belum ada kesepakatan tentang nilai titer patokan. Tidak sama
masing-masing daerah tergantung endomisitas daerah masing-
masing dan tergantung hasil penelitiannya- Batas titer yang akan dijadikan diagnosis, hanya berdasarkan
kesepakatan atau perjanjian pada satu daerah, dan berlaku untuk
daerah tersebut. Kebanyakan pendapat bahwa titer O 1/320 sudah
menyokong kuat, diagnosis demam tifoid.
- Reaksi widal negative tidak menyingkirkan diagnosis tifoid
- Diagnosis demam tifoid dianggap diagnosis pasti adalah bila
didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan ulangdengan interval 5-7 hari. Perlu diingat bahwa banyak factor yang
mempengaruhi reaksi widal sehingga mendatangkan hasil yang
keliru baik negative palsu atau positif palsu. Hasil tes negative
palsu seperti pada keadaan pembentukan anti bodi yang rendah
yang dapat ditemukan pada keadaan-keadaan gizi jelek, konsumsi
obat-obat imunosupresif, penyakit agammaglobulinemia, leukemia,
karsinoma lanjut, dll. Hasil tes positif palsu dapat dijumpai pada
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 12/19
keadaan pasca vaksinasi, mengalami infeksi subklinis beberapa
waktu yang lalu, aglutinasi silang, dll.
D. Mencari pembawa kuman tifoid
Cara usap selokan sangat berguna untuk mencari pembawa
kuman. Cara ini dilaksanakan dengan meletakkan gulungan kain kasa
pada selokan. Jika positif dibiakkan pada Salmonella typhi, diteruskan
dengan menelusuri dari pipa pembuangan utama sampai rumah
pembawa kuman-kuman.
Pembawa kuman dapat dideteksi dengan cara sebagai berikut :
1. Uji widal yang menunjukkan kenaikan titer antibodi
2. Aglutinasi Vi positif dengan titer 1/10 atau lebih
3. Beberapa kali biakan tinja dapat menolong mengasingkan kuman
penyebab
4. Kuman penyebab dapat dibiakkan dari empedu yang diambil dari
intubasi duodenum
E. Pemeriksaan lain- PCR (Polymerase Chain Reaction)
- Typhi Dot EIA
Basal ini berkembang dengan membentuk strain-strain baru
yang mempunyai sifat dan tingkat patogenitas yang berbeda. Saat ini
beberapa strain Salmonela typhi telah muncul yang bersifat resisten
terhadap antibiotika tertentu dan telah dapat diidentifikasikan sebanyak
107 strain yang berbeda. Konsekuensi dari ini adalah perlu kajian-kajian secara berkala terhadap penilaian resistensi serta kebijakan-
kebijakan pengendalian penyakit di masyarakat.
Enzim Transaminase
Oleh karena proses peradangan sel-sel hati, enzim-enzim
transaminase (SGOT, SGPT) sering ditemukan meningkat. Banyak
pendapat mengatakan bahwa peningkatan transaminase ini
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 13/19
disebabkan banyak factor seperti pengaruh endotoksin, mekanisme
imun dan obat-obatan. Bila proses peradangan makin berat maka tes
fungsi hati lain akan terganggu seperti bilirubin akan meningkat,
albumin akan menurun, dll. Secara klinis bila tes fungsi hati terganggu
jelas dan disertai ikterus dan hepayomegali disebut hepatitis tifosa
atau hepatitis Salmonella.
Lipase dan amylase
Bila hasil Salmonella sampai menginvasi pancreas, dapat
menimbulkan pancreatitis, maka enzim lipase dan amylase akan
meningkat (pancreatitis tifosa).
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan tifoid, yaitu:
1. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik untuk menghentikan dan memusnahkan
penyebaran kuman. Antibiotik yang dapat digunakan:
a. Kloramfenikol
Dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan
selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian
dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari kemudian.
Penelitian terakhir (Nelwan, dkk di RSUP Persahabatan),
penggunaan kloramfenikol masih memperlihatkan hasil penurunan
suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru dari jenis kuinolon.
b. Ampisilin/Amoksisilin
Dosis 50-150 mg/kg BB, diberikan selama 2 minggu.
c. Kotrimoksazol
Dosis 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol, 80
mg trimetoprim, diberikan selama dua minggu.
d. Sefalosporin generasi II dan III
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 14/19
Di subbagian Penyakit Tropik dan Infeksi FKUI-RSCM, pemberian
sefalosporin berhasil mengatasi demam tifoid dengan baik. Demam
pada umumnya mereda pada hari ke 3 atau menjelang hari ke 4.
Regimen yang dipakai adalah:
- Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari
- Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
- Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
- Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari
- Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
- Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
2. Istirahat dan perawatan profesional
Istirahat dan perawatan profesional, bertujuan mencegah komplikasi
dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute
sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14
hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygiene perseorangan,
kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh
pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-
ubah untuk mencegah dekubitus atau pneumonia hipostatik.
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-
kadang terjadi obstipasi dan retensi urin.
3. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar,dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien, Namun
beebrapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat
dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran
dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga diperlukan
pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung
keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan
dan homeostatis, system imun akan tetap berfungsi dengan optimal.
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 15/19
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septic diperlukan
perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotic
maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis
dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada
renjatan septic. Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan di
atas.
8. KOMPLIKASI KISTA BATHOLINI
Komplikasi demam typhoid dapat dibagi menjadi 2 bagian:
a. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
Hanya ditemukan sedikit jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena dapat disertai nyeri
perut dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setengahnya dan terjadi
pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis
hanya dapat ditemukan bila terdapat rongga udara di rongga
peritonium, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara
hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam
keadaan tegak.
3. Ileus Paralitik
4. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat,
dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
b. Komplikasi di luar intestinal
1. Bronkitis dan bronkopneumoni
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 16/19
Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, biasanya bersifat
ringan dan disebabkan oleh bronkitis, pneumonic bisa merupakan
infeksi sekunder yang dapat timbul pada awal sakit atau fase akut
lanjut. Komplikasi lain yang terjadi adalah abses paru efusi dan
empiema.
2. Kolesistisis
Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umum pada minggu kedua
dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas, bila terjadi
kolesistisis maka penderita cenderung menjadi seorang karier.
3. Typhoid ensefalopati
Merupakan komplikasi typhoid dengan gejala dan tanda klinis
berupa: kesadaran menurun, kejang-kejang, muntah, demam tinggi
dalam batas normal. Bila disertai kejang-kejang biasanya
prognosisnya jelek dan bila sembuh sering diikuti oleh gejala sesuai
dengan lokasi yang terkena.
4. Meningitis
Meningitis oleh karena salmonella typhi yang lain lebih sering
didapatkan pada neonatus/bayi dibandingkan dengan anak, dengangejala klinis tidak jelas sehingga diagnosis sering terlambat. Ternyata
penyebabnya adalah salmonella havana dan salmonella
oranemburg.
5. Miokardilis
Gambaran klinisnya tidak khas. Insidennya terutama pada anak usia
7 tahun ke atas serta sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga.
Gambaran EKG dapat bervariasi yaitu: sinus takikardi, depresisegmen ST, perubahan gelombang I, AV blok tingkat I, arithmia
supraventrikular takikardi.
6. Kanker kronik
7. Komplikasi kardiovaskuler: Kegagalan sirkulasi perifel (renjatan
sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
8. Komplikasi darah: Anemia hemolitik, trombositoperia dan sidroma
uremia hemolitik.
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 17/19
9. Komplikasi paru: Pneumonia, emfiema, dan pleuritis
10. Komplikasi hepair dan kandung empedu: Hepatitis dan kolesistitis
11. Komplikasi ginjal: Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan
arthritis
12. Komplikasi neuropsikiatrik: Delirium, meningismus, meningistis,
polyneuritis perifer, sindrom, katatoni.
9. PENCEGAHAN
1. Penderita penyakit Demam typhoid harus makan makanan yang
disiapkan sendiri di rumah (karena terjamin kebersihannya),
2. minum air yang tidak terkontaminasi.
3. mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air,
4. tidak buang air besar sembarangan (di negara kita masih banyak
keluarga yang tidak memiliki jamban sendiri),
5. memasak makanan terlebih dahulu,
6. bijak dalam menggunakan antibiotik.
7. Penderita demam typhoid sebaiknya harus bed rest (istirahat totaldiatas tempat tidur)
8. tidak boleh melakukan aktivitas seperti biasanya.
9. menjaga kebersihan makanan/minuman dan mencuci tangan
sebelum makan.
10. Tidak makan dan jajan di sembarang tempat. Pilihlah rumah makan
dan tempat jajan yang menjaga dan mengutamakan kebersihan
karena penyebaran demam typhoid melalui makanan dan tanganyang tercemar oleh bakteri ini.
11. menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal
12. harus membersihkan perlengkapan makan kita agar tidak
terkontaminasi dengan bakteri penyebab demam typhoid.
13. hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi),
14. hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan
15. hindari makanan pedas
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 18/19
16. memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pola hidup
sehat
17. mengawasi penderita, seperti memisahkan tempata makan dan
minum dari orang sehat
18. memberikan vaksin tifus oral kepada orang yang akan melakukan
perjalanan
19. menghindari sayuran mentah dan jenis makanan lain yang
disimpan disuhu ruangan bagi orang yang melakukan perjalanan
jauh
8/12/2019 fundamental of patofisiology typhoid
http://slidepdf.com/reader/full/fundamental-of-patofisiology-typhoid 19/19
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media
Aeusculapius FK-UI, Jakarta
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta
Fatmawati Tahun 2001-2002. MAKARA :Desember 2004. Jakarta.
Fakultas Kesehatan Masayarakat Universitas Indonesia.
Mufti, A. 2010. ASKEP PADA KLIEN DENGAN THYPOID.
Wijayakusuma, H. 2006. Tanaman Obat untuk Penyakit Anak. Jakarta :
Pustaka Populer Obor
Kepmenkes RI No.364/MENKES/SK/V. 2006. Pedoman
Pengendalian Demam Tifoid Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Diakses tgl 25 Februari 2014 pukul 13:31
Juwono, Rahmad. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta :
FKUI
Mansjoer, Arif; dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1.
Jakarta: Media Aesculapius