37
FORMULASI DAN EVALUASI S-NITROSOGLUTHATIONE DALAM SEDIAAN FILM KITOSAN-POLIVINIL PIROLIDON K30 DAN UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN BIOFILM Staphylococcus aureus MDR (MULTI-DRUG RESISTANT) FORMULATION AND EVALUATION OF S-NITROSOGLUTHATIONE IN CHITOSAN-POLYVINYL PYRROLIDONE K-30 FILM AND STUDY OF INHIBITORY ACTIVITY AGAINST Staphylococcus aureus MDR (MULTI-DRUG RESISTANT) BIOFILM SATRIA PUTRA PENAROSA SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

FORMULASI DAN EVALUASI S-NITROSOGLUTHATIONE ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...FORMULASI DAN EVALUASI S-NITROSOGLUTHATIONE DALAM SEDIAAN FILM KITOSAN-POLIVINIL

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • FORMULASI DAN EVALUASI S-NITROSOGLUTHATIONE DALAM SEDIAAN FILM KITOSAN-POLIVINIL PIROLIDON K30

    DAN UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN BIOFILM Staphylococcus aureus MDR (MULTI-DRUG RESISTANT)

    FORMULATION AND EVALUATION OF S-NITROSOGLUTHATIONE IN CHITOSAN-POLYVINYL

    PYRROLIDONE K-30 FILM AND STUDY OF INHIBITORY ACTIVITY AGAINST Staphylococcus aureus MDR

    (MULTI-DRUG RESISTANT) BIOFILM

    SATRIA PUTRA PENAROSA

    SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR 2017

  • FORMULASI DAN EVALUASI S-NITROSOGLUTHATIONE DALAM SEDIAAN FILM KITOSAN-POLIVINIL PIROLIDON K30 DAN UJI

    AKTIVITAS PENGHAMBATAN BIOFILM Staphylococcus aureus MDR (MULTI-DRUG RESISTANT)

    Tesis

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

    Program Studi

    Magister Farmasi

    Disusun dan diajukan oleh

    SATRIA PUTRA PENAROSA

    Kepada

    SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR 2017

  • PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

    Yang bertanda tangan dibawah ini

    Nama : Satria Putra Penarosa Nomor Mahasiswa : P2500215010 Program Studi : Magister Farmasi Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

    benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilanalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

    Makassar, Yang Menyatakan,

    Satria Putra Penarosa

  • v

    PRAKATA

    Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah swt atas segala

    nikmat dan ridho-Nya, sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

    Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak

    terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Hj. Latifah Rahman,

    DESS.,Apt sebagai Ketua Komisi Penasehat sekaligus sebagai ketua

    program studi magister farmasi Universitas Hasanuddin atas bimbingan

    dan arahan mulai dari awal hingga selesainya tesis ini. Terima kasih juga

    penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Sartini, M.Si., Apt. selaku wakil komisi

    penasihat yang senantiasa memberikan masukan dan arahan dalam

    proses pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

    Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Bapak Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si, Apt., sebagai dekan Fakultas

    Farmasi Universitas Hasanuddin.

    2. Ibu Dr. Aliyah, M.S., Apt., Ibu Prof. Dr.rer-nat. Marianti A. Manggau,

    Apt. dan Prof. Dr. Asnah Marzuki, M.Si., Apt. sebagai komisi

    penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam

    penyusunan tesis ini.

    3. Ibu Asmawati selaku staf prodi magister farmasi dalam membantu

    urusan administrasi.

    4. Ibu Nurhasni Hasan dan bapak Andi Arjuna atas bantuan alat,

    bahan baku dan masukan yang diberikan selama penelitian.

  • vi

    5. Ibu Haslia, S.Si., Ibu Sumiati S.Si, teman angkatan Genome

    Pascasarjana Farmasi 2015 serta korps asisten mikrobiologi atas

    bantuannya selama penelitian berlangsung.

    6. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses

    penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

    Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih yang tak ternilai kepada

    orang tua, saudara dan keluarga penulis atas bantuan berupa dukungan

    moral dan materil dalam menyelesaikan tesis ini.

    Akhir kata, semoga tesis ini dapat membantu dalam pengembangan

    ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang farmasi.

    Makassar, Agustus 2017

    Satria Putra Penarosa

  • vii

    ABSTRAK

    SATRIA PUTRA PENAROSA. Formulasi dan Evaluasi S-Nitrosogluthatione dalam Sediaan Film Kitosan-Polivinil Pirolidon K-30 dan Uji Aktifitas Penghambatan biofilm Staphylococcus aureus MDR (MULTI-DRUG RESISTANT) (Dibimbing oleh Latifah Rahman dan Sartini)

    Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula yang

    memperlihatkan karakteristik fisik yang baik serta memiliki aktivitas penghambatan biofilm bakteri Staphylococcus aureus Multi Drug Resistant.

    Pada penelitian ini dibuat tiga formula film yang mengandung

    GSNO 1%, Kitosan 1,5% b/v dan propilen glikol 10% b/v. Formula F1, F2 dan F3 berturut-turut mengandung PVP K-30 dengan konsentrasi 0,25% 0,5% dan 0,75% b/v. Evaluasi fisik yang dilakukan meliputi ketebalan, ketahanan lipat, kandungan lembab, kapasitas penyerapan air, tensile strength, kandungan obat serta pelepasan secara in vitro.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sediaan film yang

    dihasilkan telah menunjukkan karakteristik fisik yang baik, dengan efisiensi pemuatan GSNO secara berturut-turut pada F1, F2 dan F3 yaitu 38,88%, 60,45% dan 65,95%. F3 memperlihatkan perbandingan polimer dengan kandungan GSNO tertinggi dari semua formulasi. Film dengan kandungan GSNO tertinggi (F3) diuji aktifitasnya terhadap strain Staphylococcus. aureus MDR yang positif menghasilkan biofilm. Formulasi sediaan film GSNO memiliki aktivitas penghambatan biofilm Staphylococcus aureus Multi Drug Resistant hingga 33,53%.

    Kata Kunci : S-Nitrosogluthatione, Kitosan, PVP-K30, biofilm, S. aureus.

  • viii

    ABSTRACT

    SATRIA PUTRA PENAROSA. Formulation and Evaluation of S-Nitrosogluthatione in Chitosan-Polyvinyl Pyrrolidone K-30 Film and Study of Inhibitory Activity againts Staphylococcus aureus MDR (MULTI-DRUG RESISTANT) Biofilm (Supervised by Latifah Rahman and Sartini)

    This study aims to obtain a formula that shows good physical

    characteristics with inhibitory activity against Staphylococcus aureus Multi-

    Drug Resistant biofilm.

    In this research, the researcher prepared three film formulations

    containing GSNO 1%, Chitosan 1,5% w/v, and propylene glycol 10% w/v

    as plasticizer. Formulation F1, F2 and F3 contain PVP K-30 at

    concentrations of 0.25% 0.5% and 0.75% w/v respectively. Physical

    evaluation was conducted in terms of thickness, folding endurance,

    moisture content, water absorption capacity, tensile strength, drug content,

    and in vitro drug release. Film with the highest GSNO content (F3) was

    tested for its activity against Staphylococcus aureus MDR strains that

    positively produced biofilm.

    The results showed that all of the films had good physical

    characteristics. The levels of loading efficiency of GSNO in F1, F2 and F3

    were 38,88%, 60,45%, and 65,95% respectively. F3 showed the polymer

    ratio with the highest GSNO content of all formulations. The results

    showed that GSNO film had anti-biofilm activity against Staphylococcus

    aureus Multi-Drug Resistant with biofilm inhibiting activity that reached up

    to 33.53%.

    Keywords: S-Nitrosogluthatione, Chitosan, PVP-K30, biofilm, S. aureus.

  • ix

    DAFTAR ISI

    halaman

    PRAKATA v

    ABSTRAK vii

    ABSTRACT viii

    DAFTAR ISI ix

    DAFTAR TABEL xi

    DAFTAR GAMBAR xii

    DAFTAR LAMPIRAN xiii

    I. PENDAHULUAN 1

    a. Latar Belakang 1

    b. Rumusan Masalah 5

    c. Tujuan Penelitian 5

    d. Manfaat Penelitian 5

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    a. Tinjauan Biofilm 6

    b. Proses Terbentuknya Biofilm 7

    c. Nitrit Oksida (NO) 9

    d. S-Nitroso Gluthatione (GSNO) 10

    e. Nitrit Oksida dan Biofilm 12

    f. Sediaan Film 13

    g. Kitosan dan Aplikasinya 15

    h. Mekanisme Pelepasan Terkontrol pada Luka 19

  • x

    i. Polivinil Pirolidon 20

    j. Kerangka Teori 22

    k. Kerangka Konsep 23

    l. Hipotesis 24

    III. METODE PENELITIAN

    a. Alat dan Bahan 25

    b. Metode Kerja 25

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    a. Karakteristik Fisik 33

    b. Aktivitas Penghambatan Biofilm 40

    V. PENUTUP

    a. Kesimpulan 43

    b. Saran 43

    DAFTAR PUSTAKA 44

  • xi

    DAFTAR TABEL

    nomor halaman

    1. Formula film S-Nitrosogluthatione 26

    2. Hasil karakterisasi fisik sediaan film 34

    3. Kandungan obat, Efisiensi Pemuatan (Loading efficiency) dan Kapasitas Muatan (Loading capacity) di dalam sediaan film 37

    4. Hasil pelepasan in vitro sediaan film 38

    5. Hasil pengukuran ketebalan sediaan film 49

    6. Detail hasil kemampuan penyerapan air sediaan film 49

    7. Serapan GSNO untuk pembuatan kurva baku 50

    8. Hasil kuat tarik sediaan film 50

    9. Detail hasil perhitungan kandungan obat, efisiensi pemuatan (loading efficiency) dan kapasitas muatan (loading capacity) sediaan film 51

    10. Perhitungan pelepasan obat formula F1 53

    11. Perhitungan pelepasan obat formula F2 54

    12. Perhitungan pelepasan obat formula F3 55

    13. Detail pengukuran serapan biofilm 58

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    nomor halaman

    1. Struktur biofilm terlihat pada mikroskop 7

    2. Proses terbentuknya biofilm 8

    3. Reaksi pembentukan S-Nitrosogluthatione dari Gluthatione dan Natrium Nitrit 10

    4. Penggabungan partikel oleh fusi karena aliran viskos. 14

    5. Air kapiler berperan sebagai gaya kontraksi 15

    6. Struktur Kitosan 17

    7. Rumus struktur PVP 21

    8. Sediaan film 33

    9. Proses pengukuran kapasitas penyerapan air 36

    10. Kurva persentase kemampuan penyerapan air film 36

    11. Kurva profil pelepasan obat secara in vitro 39

    12. Hasil uji pembentukan biofilm 40

    13. Diagram persentase penghambatan biofilm. 41

    14. Kurva baku GSNO 50

    15. Sediaan film GSNO 59

    16. Pengujian Penghambatan Biofilm 59

    17. Uji in-vitro 59

    18. Tensile Test Machine 59

    19. Sumuran dan microplate reader 59

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    nomor halaman

    1. Skema kerja pembuatan film S-Nitrosogluthatione 47

    2. Skema kerja uji aktifitas antibiofilm 48

    3. Hasil Evaluasi 59

    4. Gambar penelitian 59

    5. Serapan maksimum GSNO 60

    6. Kurva baku GSNO 61

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Infeksi oleh mikroorganisme merupakan salah satu penyebab

    utama terjadinya penyakit infeksi yang menjadi masalah serius diseluruh

    dunia. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus dan Gram negatif

    Pseudomonas aeroginosa adalah dua jenis bakteri yang menjadi

    penyebab utama terjadinya infeksi lokal. Kejadian infeksi ini, dihubungkan

    dengan kemampuan bakteri tersebut membentuk biofilm (Paraje, 2011).

    Biofilm merupakan kumpulan bakteri yang saling melekat dan

    menghasilkan matriks ekstraselulular, yang bertujuan untuk menjaga

    nutrien dalam sel dan untuk melindungi bakteri dari respon imun dan agen

    antimikroba. Biofilm bakteri dilaporkan sampai 10.000 kali lebih resisten

    terhadap antibiotika dibandingkan dalam bentuk sel planktonic, sehingga

    menyebabkan terjadinya infeksi kronis bahkan setelah pemberian

    antibiotika (Smith, 2005). Secara statistik, Strain bakteri S. aureus Multi

    Drug Resistant hasil isolat klinik dilaporkan lebih cenderung membentuk

    biofilm pada luka infeksi maupun pada peralatan medis dibandingkan

    dengan S. aureus non-resisten (Kwon, dkk. 2008).

    Nitrit Oksida (NO) adalah radikal bebas yang secara endogen

    dihasilkan oleh NO synthase melalui oksidasi asam amino L-arginin. NO

  • 2

    memiliki peran penting dalam berbagai proses fisiologi dan patofisiologi.

    serta agen antibakteri endogen spektrum luas yang mampu membunuh

    mikroorganisme dalam proses respon imun (Witte, 2002). NO diketahui

    mampu membunuh sel bakteri dengan membentuk peroxynitrit (-OONO),

    yang merupakan produk samping dari reaksi antara NO dan radikal bebas

    superoksida (O2*-) (Al-Sha’doni dkk, 2005).

    Kemampuan NO sebagai antimikroba telah dibuktikan terhadap

    bakteri Gram positif maupun dengan Gram negatif yang diisolasi dari

    pasien keratitis dengan nilai konsentrasi hambat minimum 4.6 ± 3.2 mM

    pada bakteri Gram positif dan 12,4 ± 5,4 mM pada bakteri Gram negatif.

    (Cariello, 2012). Dosis rendah NO (rentang picomolar hingga nanomolar),

    yang tidak toksik terhadap sel mamalia, berhasil menginduksi terjadinya

    degradasi biofilm pada beberapa strain bakteri yang telah dilaporkan

    mengalami resisten terhadap antibiotika (Seabra, 2016). Oleh karena itu,

    penggunaan NO menunjukkan pendekatan yang potensial dalam

    mendegradasi biofilm bakteri resisten antibiotika.

    Sebagai molekul sinyal, NO diketahui berperan penting dalam

    peristiwa dispersi bakteri dalam biofilm. Hasil penelitian terbaru

    memperlihatkan mekanisme NO dalam memediasi jalur sinyal yang

    menyebabkan dispersi biofilm pada tahap akhir proses pematangan

    biofilm. Hasil penelitian ini memperlihatkan efektivitas dari NO dalam

    memisahkan sel-sel bakteri P. aeroginosa dari biofilm (Barraud dkk, 2006).

  • 3

    Molekul NO memiliki waktu paro yang pendek, sangat reaktif,

    bersifat hidrofilik, dapat melewati dinding sel dan mampu berdifusi

    menurut gradien konsentrasi dari lokasi produksinya (Weller, 2009). Oleh

    karena itu, dalam penggunaan klinis maupun eksperimental digunakan

    senyawa NO donor yaitu senyawa yang memiliki kemampuan sebagai

    pembawa NO. Salah satu jenis senyawa NO donor adalah S-

    Nitrosogluthatione (GSNO). Senyawa ini memiliki lebih banyak

    keunggulan dibandingkan NO donor yang lain, efek yang diinginkan dapat

    bersifat sistemis atau dapat diberikan secara lokal tanpa mengganggu

    aktivitas sistemik (Antlej, 2014).

    Sediaan ideal untuk GSNO adalah yang mampu menjaga

    kestabilan NO pada suhu ruang dalam waktu yang diinginkan, mampu

    mengeluarkan NO secara konsisten ketika dibutuhkan, dan mampu

    memberikan suatu dosis yang spesifik dengan durasi yang cukup panjang

    untuk menghasilkan efek biologis (Antlej, 2014).

    Sediaan film merupakan suatu polimer yang mengeras yang dapat

    digunakan dalam aplikasi klinis untuk penghantaran obat (Krogars, 2003).

    Sediaan film dipilih karena diharapkan mampu menutupi, melindungi,

    mampu menyerap eksudat ketika diaplikasikan pada luka serta diharapkan

    mampu menjaga stabilitas S-Nitrosogluthatione selama proses

    penyimpan.

    Kitosan merupakan polimer nontoksik, biokompatibel dan

    biodegradabel, sering digunakan dalam penghantaran obat, penghantaran

  • 4

    sel, orthopedi, penyembuhan luka, opthalmologi, dan penyembuhan

    tulang. Kitosan mampu meningkatkan fungsi sel polimorfonuclear,

    makrofag dan migrasi sel fibroblast. Kitosan juga menunjukkan aktivitas

    antimikroba terhadap bakteri dan jamur, bersifat hipoalergenik, dan

    mampu membekukan darah secara cepat (Moe, 2008).

    Beberapa penelitian telah menunjukkan kemampuan Kitosan dan

    kombinasinya dengan berbagai polimer seperti Polivinil Pirolidon K-30

    dalam melindungi stabilitas zat aktif serta mampu meningkatkan

    bioavailabilitas dari bahan aktif dalam sistem penghantaran obat (Sezer

    dkk, 2007; Koland, dkk 2010). Formulasi nanopartikel GSNO dengan

    menggunakan polimer PLGA (poly-lactic-co-glycolic-acid) dan

    polyethilenimin telah memperlihatkan kemampuannya sebagai antibakteri

    dan penyembuhan luka pada tikus (Hasan, dkk 2015) hasil yang sama

    diperlihatkan pada formulasi film yang hanya menggunakan polimer

    kitosan (Kim, dkk 2015) namun dalam penelitian tersebut belum dilakukan

    pengujian penghambatan biofilm.

    Oleh karena itu, akan diformulasi sediaan film S-Nitrosogluthatione

    dengan kombinasi Kitosan dan Polivinil Pirolidon (PVP) K-30 yang

    memiliki sifat fisika kimia yang baik dan dapat menghantarkan GSNO yang

    dapat menunjukkan aktivitas penghambatan biofilm terhadap

    Staphylococcus aureus Multi Drug Resistance (MDR) sehingga dapat

    dijadikan pengembangan strategi pengobatan dalam mengontrol infeksi

    yang terkait dengan biofilm.

  • 5

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan,

    maka permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah:

    1. Berapakah perbandingan Kitosan dan PVP K30 yang dapat

    menghasilkan film GSNO dengan karakteristik fisik yang baik?

    2. Apakah film GSNO mampu memperlihatkan aktivitas

    penghambatan biofilm terhadap bakteri Staphylococcus aureus

    MDR ?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah;

    1. Mengetahui perbandingan kitosan dan PVP K30 yang

    memperlihatkan karakteristik fisik yang baik.

    2. Mengetahui aktivitas film GSNO dalam menghambat pembentukan

    biofilm bakteri Staphylococcus aureus MDR.

    D. Manfaat Penelitian

    Sediaan film yang dibuat diharapkan dapat dijadikan

    pengembangan strategi pengobatan dalam mengontrol penyakit infeksi

    khususnya yang terkait dengan biofilm.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Biofilm

    Biofilm adalah lapisan yang merupakan koloni dari mikroba yang

    menempel dan menutupi suatu permukaan benda padat di

    lingkungan. Biofilm merupakan sebuah struktur komunitas dari bakteri,

    algae atau jenis sel lainnya yang menghasilkan matriks polimerik dan

    melekat pada permukaan. Secara fisik, keberadaan biofilm dapat dicirikan

    sebagai berikut:

    a) Jarak ketebalan dari beberapa mikron sampai lebih dari 1000 mikron.

    b) Permukaan tidak rata (kasar)

    c) Spesies heterogen

    d) Tersusun dari dua bagian, yaitu dasar biofilm dan permukaan biofilm.

    Walaupun banyak bakteri dapat tumbuh pada keadaan bebas (free-

    living) atau planktonik, secara umum bakteri melekat ke suatu permukaan

    dengan menghasilkan polisakarida ekstra seluller (EPS) atau pada

    beberapa kasus dengan menggunakan holdfast. Pelekatan ini

    menghasilkan mikrokoloni, sebagai awal perkembangan biofilm yang

    dimulai dari satu sel tapi sering berkembang menjadi beberapa bakteri

    membentuk matriks (Chung, dkk. 2014).

  • 7

    Gambar 1. Struktur biofilm terlihat pada mikroskop (Chung, dkk, 2014)

    B. Proses Terbentuknya Biofilm

    Bakteri di habitat alamiah umumnya dapat hidup dalam dua

    lingkungan fisik yang berbeda, yaitu dalam keadaan planktonik, berfungsi

    secara individu dan dalam keadaan diam dimana mikroorganisme melekat

    ke suatu permukaan membentuk biofilm dan berfungsi sebagai matriks

    pelindung dari faktor lingkungan.

    Proses terbentuknya biofilm dibagi menjadi 5 tahap (Paraje, 2011):

    1. Tahap pelekatan awal : pada tahap ini mikroba meleket pada

    permukaan benda padat dengan perantara fili (rambut halus). Contoh

    bakteri yang dapat melekat dan membentuk koloni adalah

    Pseudomonas aeruginosa, bakteri gram negatif dengan molekul sinyal

    utama homoserin lakton. Pelekatan awal ini disebabkan oleh sifat

    hidrofobik dan elektrostatik (medan listrik statik).

    2. Tahap pelekatan permanen : mikroba semakin menempel dengan

    diprakarsai oleh matriks polimer ekstraseluler dengan bantuan

    eksopolisakarida (EPS).

  • 8

    3. Maturasi I : Terjadi penarikan pada bakteri lain membentuk

    polisakarida ekstraseluler dan sel bakteri terus tumbuh dan

    berkembang. Pada tahap ini ketebalan biofilm lebih dari 10 µm.

    4. Maturasi II : Pada tahap ini ketebalan biofilm mencapai 100 mm.

    Bakteri yang terakumulasi membentuk beberapa lapisan. Bakteri yang

    ada dilapisan dalam akan lebih terlebih terlindungi dari pada bakteri

    yang berada pada lapisan luar. Koloni ini akan membentuk nutriennya

    sendiri, karena bakteri yang mati dapat menjadi nutrien bagi yang

    hidup.

    5. Dispersi : Pada tahap ini biofilm yang sudah terbentuk dapat

    mengalami pelepasan sel secara erosi atau sloghing. Erosi terjadi

    secara berkala karena geseran dari cairan yang mengalir. Sloghing

    adalah pelepasan banyak sel yang terjadi secara acak karena adanya

    perubahan dalam medium pertumbuhan.

    Gambar 2. Proses terbentuknya biofilm. (Paraje, 2011)

  • 9

    Beberapa sel pada populasi yang berbeda dari bakteri planktonik

    menempel ke berbagai macam permukaan. Pada medium cair yang

    mengalir, bakteri yang melekat memperoleh akses ke sumber nutrien

    yang berkelanjutan yang dibawa oleh aliran medium. Setelah melekat ke

    permukaan, mikroorganisme tumbuh menjadi ukuran yang normal

    kemudian memulai reproduksi sel. Pelekatan yang terus menerus

    menunjang pembentukan biofilm.

    C. Nitrit Oksida (NO) (Achuth, 2002)

    Molekul NO dibentuk oleh 5 elektron nitrogen dan 6 elektron

    Oksigen, sehingga ada 1 elektron yang tak berpasangan, menjadikan NO

    sebagai molekul reaktif yang bersifat radikal bebas. Nitrogen Oksida

    merupakan gas yang larut dalam air, dengan tingkat kelarutan 1-3 mmol/L

    (30-90 mg/L). Kadar biologis aktifnya berkisar 1-100 nmol/L bersifat

    lipofilik, sehingga mudah melewati sawar membran lipoprotein. Waktu

    paruh NO teramat pendek sekitar 3-5 detik, karena NO akan cepat dan

    spontan bereaksi dengan O2 membentuk ion nitrit (NO2-) dan nitrat (NO3

    -)

    yang akhirnya diekskresi lewat ginjal.

    Nitrogen oksida yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh akibat

    paparan infeksi akan bersifat sitostatik pada sel dengan pH asam (sel

    target, mikroorganisme patogen). Aktifitas biologis nitrit lebih rendah

    dibandingkan NO, sedangkan nitrat relatif tidak mempunyai aktifitas

    biologis. Akibat waktu paruhnya yang pendek itu, NO hanya memiliki

    aktifitas biologis disekitar tempat biosintesisnya saja. Sebagai contoh

  • 10

    sintesis NO di sel endotel vaskular, hanya mengakibatkan relaksasi otot

    polos vaskular di dekatnya.

    Selain dengan O2, radikal bebas NO juga mudah bereaksi dengan

    molekul lain yang mempunyai elektron tak berpasangan, misalnya anion

    superoksida (O2-) dan ferrum. Berbagai molekul yang mengandung O2 di

    intra atau ekstraselular mampu mengkatalisasi oksidasi inaktif NO menjadi

    nitrat, diantaranya oksihemoglobin (HbO2). Hemoglobin memiliki afinitas

    yang tinggi terhadap NO daripada CO.

    D. S- Nitroso Gluthatione (Antlej, 2014)

    S-nitrosogluthatione (GSNO) merupakan bentuk derivat yang

    membentuk senyawa nitroso dan merupakan agen pemberi nitrogen.

    Terdapat dalam reservoir NO di dalam sel dan merupakan salah satu

    kendaraan NO dalam transportasi antar sel, yang memiliki aktivitas

    biologis yang beragam. Secara kimia, GSNO dapat disintesis secara

    efisien, cepat dan memiliki yield yang tinggi dengan mereaksikan GSH

    dan Natrium nitrit (NaNO2), yang akan langsung menghasilkan warna

    merah muda.

    Gambar 3. Reaksi pembentukan S-Nitrosogluthatione dari Gluthatione dan Natrium Nitrit (Achuth, 2002).

  • 11

    Reaksi langsung antara GSH dengan NO tidak menghasilkan GSNO,

    reaksi ini membentuk gluthatione disulfida dan Nitroxyl anion(NO-). Hanya

    reaksi antara NO dan oksigen molekular yang dapat membentuk GSNO

    yang merupakan reaksi orde tiga, tergantung dari konsentrasi NO. Karena

    oksigen intrasel rendah (tingkat jaringan) dan tingkat konsentrasi NO

    rendah, hal ini menyebabkan oksidasi NO secara in vivo oleh oksigen

    terjadi lambat dan prosesnya tidak signifikan.

    Proses degradasi GSNO diperkirakan juga melalui jalur non

    enzimatis atau reaksi dengan molekul biologis seperti ion tembaga, besi,

    askorbat atau thiol, dan enzim. Dibandingkan dari semua senyawa S-

    nitrosothiol, stabilitas GSNO lebih baik dan proses dekomposisi oleh ion

    tembaga lebih lambat.

    Sampai saat ini, telah ada lebih dari 20 penelitian klinis yang

    menginvestigasi efikasi terapetik dari GSNO, pada umumnya terhadap

    penyakit kardiovaskular. GSNO memiliki lebih banyak keunggulan

    dibandingkan NO donor yang lain, efek yang diinginkan dapat bersifat

    sistemis atau dapat diberikan secara lokal tanpa mengganggu aktifitas

    sistemik. Efek yang telah diketahui secara baik dari GSNO pada manusia

    adalah aksinya terhadap platelet (bekerja terutama sebagai NO donor,

    mengurangi koagulasi dan trombosis). GSNO diketahui juga memberikan

    efek mengurangi emboli setelah operasi dan pencangkokan, efek

    menguntungkan terhadap fungsi ventrikel kiri jantung, vasodilatasi dan

    preeklampsia. Penggunaan topikal sebagai gel GSNO memperlihatkan

  • 12

    peningkatan aliran darah clitoral (disarankan sebagai pengobatan

    disfungsi seksual wanita), dan sebagai agen anti fungi yang dapat

    menyembuhkan onychomycosis (infeksi fungi pada kuku) dan dapat

    digunakan sebagai agen terapi pada cystic fibrosis.

    E. Nitrit Oksida dan Biofilm (Seabra, dkk. 2016)

    Biofilm bakteri sangat sulit dan bahkan tidak dapat dilawan dengan

    antibiotika konvensional, karena itu berbagai penelitian secara aktif

    mencari pendekatan baru untuk menghancurkan biofilm. Sebagai molekul

    sinyal, NO diketahui berperan penting dalam peristiwa dispersi bakteri

    dalam biofilm. Hasil penelitian terbaru memperlihatkan mekanisme NO

    dalam memediasi jalur sinyal yang menyebabkan dispersi biofilm pada

    tahap akhir proses pematangan biofilm. Mekanisme NO dalam

    mempercepat proses penghancuran biofilm lebih kepada pembentukan

    sinyal molekul dibandingkan dengan menyebabkan bakteri mengalami

    toksisitas sel. Oleh karena itu, penggunaan NO untuk menginduksi transisi

    biofilm menjadi bakteri planktonic lebih memperkecil kemungkinan

    terjadinya resisten bakteri, seperti pada penggunaan antibiotika. Lebih

    menarik lagi, dosis rendah NO (rentang picomolar hingga nanomolar),

    yang tidak toksik terhadap sel mamalia, berhasil menginduksi terjadinya

    degradasi biofilm pada beberapa strain bakteri yang telah dilaporkan

    mengalami resisten terhadap antibiotika. Oleh karena itu, penggunaan NO

    donor menunjukkan pendekatan yang potensial dalam mendegradasi

    biofilm bakteri resisten antibiotika. Terlebih lagi, kombinasi NO donor

  • 13

    dengan antibiotika konvensional mungkin dapat meningkatkan

    kemampuan dispersi biofilm yang terbentuk.

    Pembentukan biofilm dapat menyebabkan komplikasi pada luka

    kronis, memperlambat proses penyembuhan, menyebarkan infeksi dari

    jaringan ke dalam pembuluh darah. Berbagai penelitian telah

    menunjukkan efikasi dari NO donor terhadap degradasi biofilm, Barraud

    dkk menggunakan NO donor Sodium Nitroprussida (SNP), S-

    Nitrosogluthatione (GSNO), dan S-Nitroso-N acetyl-penicillane (SNAP).

    Konsentrasi rendah NO donor (dalam kisaran nanomolar hingga

    mikromolar) mampu mengurangi massa biofilm dan meningkatkan jumlah

    sel planktonik.

    Dalam penelitian lainnya, efikasi antibiofilm NO donor Isosorbid

    Mononitrat (ISMN) yang dienkapsulasi dalam liposom juga

    memperlihatkan kemampuan mendegradasi biofilm bakteri S. aureus,

    yang dikaitkan dengan sinusitis kronis yang sangat resisten terhadap

    antibiotika konvensional. Liposom dalam konsentrasi 3 dan 60 mg/ml

    memperlihatkan aktivitas antibiofilm yang signifikan setelah pemberian

    selama 24 jam dibandingkan dengan kelompok kontrol. Interaksi muatan

    dari liposom terhadap dinding sel bakteri diperkirakan mampu

    meningkatkan penetrasi dari formulasi kedalam biofilm.

    F. Sediaan Film (Krogars, 2003)

    Sediaan film merupakan polimer yang mampu mengeras menjadi

    film yang koheren. Polimer memiliki struktur kimia dalam molekulnya yang

  • 14

    memberikan kelarutan dalam medium tertentu. Sifat fisik polimer ini

    penting untuk membentuk film.

    Pembentukan film biasanya melibatkan proses pemanasan.

    Selama pemanasan, pelarut menguap baik dari larutan maupun dispersi

    polimer. Pada awalnya polimer berada dalam bentuk kumparan yang

    terisolasi. Jika pelarut menguap secara lambat, kumparan akan saling

    mendekat, hingga pada konsentrasi polimer tertentu, kumparan polimer

    akan saling berpenetrasi satu sama lain.

    Gambar 4. Penggabungan partikel oleh fusi karena aliran viskos. (Krogars, 2003)

    Pembentukan film dari sistem dispersi polimer dapat digambarkan

    oleh pembentukan film lateks yang merupakan koloid partikel polimer yang

    terdispersi dalam cairan. Ikatan dua atau lebih partikel polimer kering

    terjadi karena aliran polimer yang viskos, tegangan permukaan plastis,

    sehingga menyediakan tekanan geser yang dibutuhkan.

  • 15

    Gambar 5. Kapiler berperan sebagai gaya kontraksi (Krogars, 2003)

    Namun, untuk partikel yang tidak kering, pembentukan film akan

    terjadi jika gaya kapiler lebih besar dari resistensi deformasi partikel

    polimer. Pembentukan film akan dipengaruhi oleh tegangan permukaan,

    ukuran partikel dispersi, waktu pengeringan, temperatur, dan sifat reologi

    polimer.

    Pembentukan film terjadi dalam tiga tahap yang berbeda.

    Penguapan air terjadi pada tahap pertama, dan sebagai konsekuensinya

    konsentrasi meningkat. Pada tahap ke dua air terus menguap dan,

    sebagai konsekuensi dari gaya kapiler, partikel polimer saling mendekat

    dan terjadi perubahan bentuk partikel. Pada tahap ke tiga terjadi

    autohesion di mana molekul rantai polimer saling berdifusi, membentuk

    ikatan kuat yang stabil.

    G. Kitosan dan Aplikasinya

    Kitosan, dengan nama kimia poli-α-(1,4)-2-amino-2-deoksi-D-

    glukosa, merupakan hasil dari deasetilasi parsial kitin dan merupakan

  • 16

    polisakarida yang terdiri atas kopolimer glukosamin dan N-

    asetilglukosamin. Kitosan terdapat dalam berbagai derajat deasetilasi dan

    depolimerisasi sehingga tidak mudah untuk menentukan komposisi

    kimianya. Derajat deasetilasi yang dibutuhkan untuk memperoleh produk

    yang larut harus lebih besar dari 80-85%. Bobot molekulnya berkisar

    antara 10.000-1.000.000. Kitosan tidak berbau, berupa serbuk atau

    serpihan berwarna putih atau krem. Pembentukan serat sering terjadi

    selama pengendapan dan dapat terlihat ‘cottonlike’. Kitosan merupakan

    poliamin kationik dengan kerapatan muatan yang tinggi pada pH < 6,5,

    sehingga menempel pada permukaan yang bermuatan negatif dan

    mengkelat ion logam. Selain itu, ia juga merupakan polielektrolit linier

    dengan gugus amin dan hidroksil yang reaktif (tersedia untuk reaksi kimia

    dan pembentukan garam) (Berger, 2004).

    Kitosan larut dalam pelarut organik, HCl encer, HNO3 encer, dan

    H3PO4 0,5%, tetapi tidak larut dalam basa kuat dan H2SO4. Sifat kelarutan

    kitosan ini dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat deasetilasi yang

    beragam bergantung pada sumber dan metode. Bobot molekul kitosan

    beragam, bergantung pada degradasi yang terjadi selama proses

    deasetilasi. Parameter mutu kitosan ditentukan melalui parameter nilai

    derajat deasetilasi, kadar air, kadar abu, bobot molekul, dan viskositas.

  • 17

    Gambar 6. Struktur Kitosan (Dutta, dkk., 2004)

    Kitosan telah banyak diteliti sebagai pembawa dalam sistem

    penghantaran obat dalam berbagai bentuk sediaan, seperti gel, film,

    beads, mikrosfer, tablet, dan penyalut untuk liposom (Rowe, dkk. 2006).

    Penelitian tentang kitosan pada berbagai hewan uji menunjukkan

    kemampuannya untuk meningkatkan hemostasis, menurunkan fibroplasia,

    memfasilitasi osteogenesis, dan meningkatkan regenerasi jaringan.

    Kitosan juga menunjukkan aktivitas antimikroba dan dapat mempercepat

    penyembuhan luka (Dutta, 2004) .

    Kitosan merupakan serat biopolimer yang menarik dan kompatibel

    sehingga sangat direkomendasikan untuk digunakan dalam

    pengembangan biomatriks untuk aplikasi klinis, seperti untuk alat

    penghantaran obat, pembalut bioaktif dan perancah untuk rekayasa

    jaringan. Kitosan juga bersifat tidak toksik, nonimunogenik, dan

    biodegradabilitasnya baik.

    Kitosan merupakan kandidat yang menjanjikan untuk mengobati

    luka bakar. Kitosan dapat membentuk film yang kuat, mengabsorpsi air,

    dan biokompatibel. Selain itu, permeabilitasnya terhadap oksigen sangat

    baik. Sifat ini sangat penting untuk mencegah kekurangan oksigen pada

    jaringan yang cedera. Sifat kitosan yang mampu menyerap air dan dapat

  • 18

    terdegradasi secara alami oleh enzim dalam tubuh terutama lisozim,

    menyebabkan film kitosan yang sudah ditempel pada luka tidak perlu

    dilepaskan sehingga tidak menyebabkan gangguan pada daerah yang

    cedera tersebut (Moe, 2008).

    Produk degradasi dari kitosan dapat diabsorpsi dan bahkan

    memiliki nilai nutrisi. Polisakarida kitosan yang memiliki struktur yang mirip

    dengan glikosaminoglikan dapat dipertimbangkan untuk mengobati luka

    kronik dengan penggantian kulit (Moe,2008).

    Sifat film kitosan bergantung pada morfologinya yang dipengaruhi

    oleh sistem pelarut, bobot molekul, derajat N-asetilasi, penguapan pelarut,

    dan mekanisme regenerasi amin bebas. Polimorfisme kitosan diatur oleh

    kondisi preparasi dan memainkan peranan penting dalam sifat tensile

    yang dihasilkan. Brine and Austin menunjukkan bahwa orientasi film dan

    kekuatan tarik (tensile strength) meningkat dengan penarikan (drawing).

    Namun bagaimanapun, untuk memperoleh film dengan kekuatan yang

    cukup, film dicetak dengan menggunakan sistem pelarut anhidrat

    (TCA/metilen klorida dengan kloral hidrat), menggunakan polimer dengan

    bobot molekul yang tinggi, waktu disolusi yang cepat (

  • 19

    kg/mm2 (32,5 MPa) dengan elongasi 4%. Hal ini menunjukkan signifikansi

    penarikan terhadap kekuatan tarik yang dihasilkan (Rathkee, dkk. 1994).

    H. Mekanisme Pelepasan Terkontrol pada Luka (Boateng, dkk2007)

    Mekanisme pelepasan obat secara terkontrol terhadap luka dari

    formulasi polimer dikendalikan oleh satu atau lebih proses fisik, meliputi

    hidrasi polimer oleh cairan, pengembangan polimer untuk membentuk gel,

    difusi obat melalui gel yang mengembang, dan erosi langsung dari

    polimer. Meskipun hanya sedikit literatur yang membahas tentang

    pembalut luka polimer, seperti hidrokoloid, alginat, hidrogel dan poliuretan,

    dapat terlihat jelas bahwa pengembangan, erosi dan kinetika pelepasan

    obat secara langsung memegang peranan penting dalam mengendalikan

    pelepasan obat dari pembalut luka ketika terjadi kontak dengan eksudat

    luka. Setelah terjadi kontak antara pembalut luka polimer dengan

    permukaan luka yang lembab, eksudat luka akan berpenetrasi kedalam

    matriks. Hal ini menyebabkan hidrasi dan pengembangan polimer secara

    perlahan-lahan dan membentuk gel dipermukaan luka.

    Penelitian lebih lanjut menjelaskan pelepasan terkontrol protein dari

    matriks alginat pada jaringan mukosa seperti pada luka. Ditemukan bahwa

    sifat pengembangan dari polimer untuk membentuk gel berperan sebagai

    barrier pada difusi obat. Seperti pada semua polimer, pengembangan

    terjadi karena adanya proses pelarutan rantai polimer, yang menyebabkan

    peningkatan jarak end-to-end dari tiap molekul polimer. Pada pembalut

    luka, mekanisme pelepasan obat telah dijelaskan melalui aktifitas hidrolisis

  • 20

    enzim yang ada pada eksudat luka atau yang terdapat pada bakteri jika

    terjadi infeksi luka. Berbagai jenis teknik telah dikembangkan untuk

    mengetahui sifat pengembangan polimer hidrofilik ketika terjadi kontak

    dengan air, menunjukkan bahwa pada media cair, polimer juga mengalami

    proses relaksasi yang menyebabkan terjadinya proses disolusi yang lebih

    lambat pada polimer yang terbasahi. Proses pengembangan dan disolusi

    dapat terjadi secara langsung pada pembalut luka, yang masing-masing

    mempengaruhi mekanisme pelepasan obat. Bagaimanapun, secara umum

    tingkat pelepasan obat ditentukan oleh tingkat difusi dari medium disolusi

    (eksudat) kedalam matriks polimer. Proses erosi menjadi mekanisme

    pelepasan yang paling dominan dari semua profil pelepasan dari polimer.

    Model pelepasan lain juga dikembangkan untuk menginvestigasi proses

    pelepasan obat dari matriks, yang mengkombinasikan proses difusi,

    pengembangan dan erosi polimer. Model ini berdasarkan pada proses

    penetrasi air pada polimer yang kering dan disolusi polimer berdasarkan

    teori peregangan molekul polimer dalam larutan.

    I. Polivinil Pirolidon (Rowe dkk., 2006)

    Polivinil pirolidon (PVP) mempunyai nama kimia 1-ethenyl–2

    pyrrolidone homopolymer. Dijelaskan pula, PVP mempunyai beberapa

    sinonim antara lain sebagai berikut kollidon, Plasdone, poly(1–(2-oxo-1-

    pyrrolidinyl)ethylene), polyvidone, polivinil pyrolidon, PVP, 1–vynil–2-

    pyrrolidine polymer. PVP adalah hasil polimerisasi 1-vinilpirolid-2-on

    dalam berbagai bentuk polimer dengan rumus molekul (C6H9NO)n,

  • 21

    rumus struktur PVP terlihat di gambar 10. PVP memiliki pemerian berupa

    serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah atau tidak berbau, dan

    bersifat higroskopik. Sedangkan untuk kelarutan, PVP mudah larut dalam

    air, etanol (96%) P, kloroform P dan praktis tidak larut dalam eter P. PVP

    memiliki bobot molekul berkisar antara 10.000 hingga 700.000, kelarutan

    PVP tergantung dari bobot molekul rata–rata.

    PVP merupakan salah satu polimer sintetik yang dapat mengontrol

    pelepasan obat dari sediaan film atau patch. Pada umumnya PVP

    membentuk lepaskan reservoir dalam membran kulit sehingga berpotensi

    mengontrol pelepasan obat dari stratum corneum dalam selang

    waktu yang lama.

    Gambar 7. Rumus struktur PVP (Rowe dkk., 2006)

  • 22

    J. Kerangka Teori

    1. 1. Kemampuan menutupi luka

    2. 2.menyerap eksudat dan kelembaban

    3. 3. Melebur pada suhu tubuh

    - Memperlihatkan aktifitas antimikroba yang baik. - Mampu memisahkan sel bakteri dalam biofilm - Efek bersifat lokal tanpa mengganggu aktifitas sistemik.

    Mampu menjaga kestabilan NO secara konsisten Mampu memberikan dosis spesifik untuk mencapai efek biologis Dapat diaplikasikan pada luka terbuka

    Kompleks mikroorganisme yang mensekresi matriks polisakarida yang melekat pada lingkungan yang bersifat padat Menghambat penetrasi antibiotika sehingga memicu resistensi Secara topikal dapat terbentuk pada luka infeksi

    Membutuhkan dosis hingga atusan kali lipat untuk menghancurkan biofilm.

    S-Nitrosogluthatione -

    Sediaan Film

    Infeksi oleh Bakteri

    Sel Planktonic

    Biofilm

    Antibiotika

    Senyawa Antibiofilm

    Film GSNO dengan karakteristik fisik baik dan memilik aktifitas

    antibiofilm.

  • 23

    K. Kerangka Konsep

    Sediaan Film S-Nitrosogluthatione

    Formulasi Sediaan Film

    S-Nitrosogluthatione Aktivitas Antibiofilm

    1. Pemilihan konsentrasi Polimer

    Kitosan-PVP K30

    2. 2. Metode Pembuatan

    Evaluasi Sediaan Film

    Uji aktivitas Penghambatan

    Biofilm S. aureus MDR Karakterisasi fisik dan uji

    pelepasan in-vitro

  • 24

    L. Hipotesis

    1. Kombinasi Kitosan dan PVP K30 dapat membentuk film GSNO

    dengan sifat fisik yang baik.

    2. Film GSNO memiliki aktivitas penghambatan biofilm terhadap

    bakteri Staphylococcus aureus MDR.