Upload
rachmad-susilo
View
46
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
medan
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Hiperplasia prostat jinak BPH ( benign prostat hyperplasia ) adalah
penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Tanda klinis BPH biasanya muncul pada
lebih dari 50% laki-laki yang berusia 50 tahun ke atas. Hiperplasia prostatik
adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat,
pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai poliferasi yang
terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa.(1)
Hasil penelitian di Amerika 20% penderita BPH terjadi pada usia 41-50
tahun, 50% terjadi pada usia 51-60 tahun, dan 90% pada usia 80 tahun. Semakin
bertambah usia, ukuran prostat semakin membesar. Pada pria usia 25-30 tahun
prostat mencapai berat maksimal sekitar 25 gram. Menurut beberapa referensi di
indonesia sekitar 90% pada laki-laki diatas usia 40 tahun mengalami gangguan
pembesaran kelenjar prostat. (2)
Dengan bertambahnya usia, karena terjadinya perubahan keseimbangan
antara testosteron dan estrogen. Dengan penuaan, kadar testosteron serum
menurun dan kadar estrogen serum meningkat. Terdapat teori bahwa rasio
estrogen atau androgen yang lebih tinggi akan merangsang hiperplasia jaringan
prostat. (1)
Karsinoma prostat adalah keganasan yang terbanyak diantara keganasan
sistem urogenital pria. Tumor ini menyerang pasien berusia diatas 50 tahun.(3)
Karsinoma prostat sering kali ditemukan secara tidak sengaja pada otopsi.
Karsinoma ini didapatkan pada 20-30% laki-laki di atas usia 50 tahun dan lebih
dari 70% laki-laki berusia 90 tahun. Sebagian besar kanker ini tidak terdeteksi
selama hidup ( kanker tersembunyi).(3)
Insiden karsinoma prostat akhir-akhir ini mengalami peningkatan karena
meningkatnya umur harapan hidup, penegakan diagnosis yang menjadi lebih baik,
dan kewaspadaan tiap - tiap individu mengenai adanya keganasan prostat makin
meningkat.(3)
2
Penyebab kanker prostat tidak diketahui. Sama dengan hiperplasia prostat
nodular, androgen dipercaya mamainkan peranan dalam patogenesis. 99% dari
dari seluruh kanker prostat adalah adenokarsinoma. Adenokarsinoma seringkali
tumbuh dalam organ perifer atau dalam jaringan periuretra tempat hipertrofi
prostat jinak terjadi.
Setelah melakukan survey awal di RSUD dr. PIRNGADI Medan dimana
hasil survey ditemukan sekitar 176 yang menderita benign prostat hyperplasia
(BPH) dan 51 penderita carsinoma prostat pada tahun 2011. Pada tahun 2012
pasien yg menderita benign prostat hyperplasia (BPH) sekitar 227 dan 20
penderita carsinoma prostat .
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang usia penderita benign prostat hyperplasia (BPH) dan
carcinoma prostat di Rumah Sakit Umum PIRNGADI Medan.
1.2. Rumusan masalah
Dengan memperhatikan latar belakang di atas , rumusan masalah
penelitian adalah bagaimanakah usia penderita benign prostat hyperplasia (BPH)
dan carsinoma prostat di RSUD dr.PIRNGADI Medan periode tahun 2012-2013.
1.3. Hipotesa
Ho : Tidak ada perbedaan usia penderita benign prostat hyperplasia (BPH)
dan carsinoma prostat.
Ha : Ada perbedaan usia penderita benign prostat hyperplasia (BPH) dan
carsinoma prostat.
1.4. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui perbedaan usia penderita benign prostat hyperplasia
(BPH) dan carcinoma prostat di Rumah Sakit Umum PIRNGADI Medan periode
tahun 2011-2012.
3
1.5. Manfaat penelitian a. Bagi peneliti.
1) Meningkatkan pengetahuan peneliti tentang benign prostat
hyperplasia (BPH) dan carcinoma prostat
2) Dapat mengetahui adanya perbedaan usia pada penderita benign
prostat hyperplasia(BPH) dan carcinoma prostat.
b. Bagi fakultas
1) Dapat menambah referensi perpustakaan di fakultas kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara.
4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi prostat.
Prostat dibentuk oleh jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular .
prostat dibungkus oleh capsula fibrosa dan bagian lebih luar oleh fascia prostatica
yg tebal. Di antara fascia prostatica dan capsula fibrosa terdapat jaringan yg berisi
anyaman vena yg disebut plexus prostaticus. Fascia prostaticus berasal dari fascia
pelvica yg akan melanjutkan diri ke fascia superior diaphragmatis urogenitalis dan
melekat pada os pubis dengan diperkuat oleh ligamentum puboprostaticum.
Bagian posterior fascia prostatica mebentuk lapisan lebar dan tebal yg disebut
fascia Denonvilliers. Fascia ini mudah lepas dari fascia rectalis dibelakangnya.
Hal ini penting pada tindakan operasi.
Apex prostate merupakan bagian paling bawah yg terletak diatas
diaphragma urogenitalis dan terletak 1,5 cm dibelakang bagian bawah symphysis
pubica. Urethra keluar dari prostata pada daerah apex prostatae. Basis prostate
berhubungan dgn vesica urinaria pada suatu bidang horizontal yg melalui bagian
tengah symphsis pubica.(4)
Gambar 2.1 : Gambaran umum sistem reproduksi pada laki-laki.(5)
5
2.2 Morfologi prostat
Prostatitis akut ditandai dengan adanya infiltrat peradangan neutrofilik
akut, kongesti, dan edema stroma.
Prostatitis kronis bersifat non spesifik pada sebagian besar kasus berupa infiltrat
limfoid dengan jumlah bervariasi , tanda-tanda cedera kelenjar dan sering
peradangan akut.(6)
2.3 Definisi BPH ( benign prostate hyperplasia )
BPH (benign prostate hyperplasia ) adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 40 tahun ) menyebabkan
berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius.(7)
2.4 Etiologi BPH ( benign prostate hyperplasia ).
Penyebab hyperplasia prostat tidak diketahui tetapi beberapa hipotesis
menyebutkan bahwa hyperplasia prostat erat kaitan nya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron ( DHT ). Perubahan status hurmonal tidak di duga sangat
berperan, penurunan kadar androgen relatif terhadap kadar estrogen diduga
merangsang hiperplasia kelenjar dan stroma.
Pada umumnya ditemukan beberapa teori atau hipotesis yang di duga sebagai
penyebab timbul nya hiperplasia prostat.
A. Teori stel stem Pada keadaan normal kelenjar peri urethral dalam keadaan keseimbangan
anatra yang tumbuh dengan yang mati . sel baru biasanya tumbuh dari sel
stem. Oleh karena sesuatu sebab seperti : faktor usia , gangguan
keseimbangan hormonal, atau faktor pencetus yang lain , maka sel stem
tersebut dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hyperplasia
kelenjar peri urethral .
B. Teori Reawakening
dari jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat
embriologik , sehingga jaringan peri urethraldapat tumbuh lebih cepat dari
jaringan sekitarnya . teori ini pernah ditemukan oleh Mc Neal (1978), yang
6
juga membagi prostat menjadi bagian zona sentral zona perifeal dan zona
peralihan .
C. Teori lain
mengatakan bahwa hiperplasia disebabkan oleh karena terjadi nya
perubahan keseimbangan antara testosteron dengan estrogen. Testosteron
sebagian besar dihasilkan oleh kedua testis, sehingga timbulnya
pembesaran prostat memerlukan adanya testis yg normal. Testosteron
dihasilkan oleh sel leyding atas pengaruh hormon luteinizing hormon
(LH), yang dihasilkan kelenjar hifisis. Kelenjar hifofisis ini menghasilkan
LH atas rangsangan luteinising hormon releasing hormon (LHRH).
Disamping testis kelenjar anak ginjal juga menghasilkan testosteron atas
pengaruh ACTH yg juga dihasilkan oleh hipofisis. Jumlah testosteron yg
dihasilkan oleh testis kira-kira 90% dari seluruh produksi testosteron, sedang yg
10% dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Sebagian besar testosteron dalam tubuh
berada dalam keadaan terikat dengan protein dalam bentuk serum binding
hormon (SBH). Hanya sekitar 2% testosteron berada dalam keadaan bebas dan
testosteron ini lah yg memegang peranan dalam proses terjadinya inisiasi
pembesaran prostat, testosteron ini dengan pertolongan enzim 5 alfa reduktase
akan dihidrolise menjadi Dihidro testosteron (DHT). Dalam bentuk DHT inilah yg
kemudian di ikat oleh reseptor yg berada di dalam sitoplasma sel prostat sehingga
membentuk DHT-reseptor kompleks. Kemudian akan masuk ke dalam inti sel dan
akan mempengaruhi asam ribo nukleat ( RNA ) untuk menyebabkan terjadinya
sintesis protein sehingga dapat terjadi proliferasi sel.(7)
2.5 Patologi BPH ( benign prostate hyperplasia )
A. Gambaran Makroskopis . bagian periuretra kelenjar paling sering terkena,
secara keseluruhan, kelenjar membesar sehingga sering mencapai ukuran
masif dan memiliki konsistensi padat kenyal seperti karet. Nodul-nodul
kecil di dapatkan di seluruh kelenjar, umumnya berdiameter 0,5-1 cm,
7
tetapi kadang-kadang jauh lebih besar . beberapa nodul yg lebih besar
menunjukan perubahan kistik, uretra tampak seperti celah dan tertekan.
B. Gambaran Mikroskopis. Nodul tersusun oleh variasi campuran elemen
kelenjar hiperplastik dan otot stroma hiperplastik. Kelenjar tampak lebih
besar dari normal dan dilapisi oleh epitel tinggi yg sering kali membentuk
tonjolan papilar. Infark pada nodul sering ditemukan dan mungkin
menyebabkan pembengkakan akut yg dapat mencetuskan nyeri akut dan
retensi urine. Bila infark pada nodul periuretra terjadi, pasien dapat
mengalami hematuri.(3)
2.6 Gejala klinis BPH ( benign prostate hyperplasia) .
Obstruksi pada aliran kemih merupakan penyebab gejala utama. 1) Kesulitan untuk mulai berkemih dan aliran yg lambat menyebabkan
pancaran kemih yg buruk.
2) Pengososngan kandung kemih yg tidak sempurna menyebabkan retensi
urine kronis dan penigkatan frekuensi berkemih.
Komplikasi BPH dapat berupa :
a) Retensi urine kronis, hipertropi otot kandung kemih, timbulnya
divertikula kandung kemih.
b) Retensi urine akut disebakan oleh pembengkakan prostat
karena infark.
c) Hematuria merupakan akibat infark.
d) Infeksi saluran kemih karena statis urine.
e) Hidronefrosis dan gagal ginjal kronis.
2.7 Efek patologik pembesaran prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan , maka efek terjadi
nya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi secara perlahan-lahan.
Perubahan fatofisiologik yang disebabkan permbesaran prostat sebenarnya
disebabkan oleh :
8
a) Kombinasi resistensi urethra daerah prostat
b) Tonus trigonum dan leher vesika
c) Kekuatan kontraksi destrusor.
Pada taraf awal setelah terjadi nya pembesaran prostat akan terjadi
resistensi yg bertambah pada leher vesika dan daerah prostat , kemudian destrusor
akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi kuat.
Serat destrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat destrusor
ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagain balok-balok vesika yg tampak
dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos
keluar dari serat destrusor terbentuk tonjolan mukosa apabila kecil dinamakan
sakula dan besar disebutvertikal.(7)
2.8 Diagnosa BPH.
Sebenarnya proses miksi tergantung kepada kekuatan detrusor
berkontraksi, elastisitas leher vesika, resistensi urethra, maka setiap kesulitan
miksi dapat disebabkan oleh ketiga faktor penyebab tersebut. Kelemahan
destrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf (nurogonic bladder), misalnya
pada lesi medulla spinalis, neuropathy diabeticum, sehabis operasional radikal
yang mengorbankan persarafan didaerah pelvis, alkoholisme, penggunaan obat
penenang, ganglion blocking agant, dan obat parasimpatolitik. Kekakuan leher
vesika dapat disebabkan oleh proses fibrosis (blader neck contyracture), sedang
resistensi urethra dapat disebabkan oleh karena pembesaran prostat jinak atau
ganas, tumor dileher vesika, batu di urethra atau striktur urethra. Kelainan tersebut
dapat dilihat bila dilakukan sistoskopi. Disamping itu meskipun di indonesia.
9
2.9 Pemeriksaan laboratorium BPH.
Pemeriksaan urine dapat memberi keterangan adanya kelainan lain yg
penting harus diperhatikan dalam penangganan penderita selanjutnya , seperti :
a) Adanya diabetes melitus
b) Proteinuria yg dapat memberi petunjuk adanya gangguan pada ginjal ,
lekositosuria adanya infeksi
c) Hematuria adanya batu atau keganasan
3.0 Penatalaksanaan.
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah :
a) Memperbaiki keluhan miksi
b) Meningkatkan kualitas hidup
c) Mengurangi obstruksi infravesika
d) Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal
e) Mengurangi volume residu urine setelah miksi
f) Mencegah progresifitas penyakit.
Hal ini dapat dicapai dengan cara :
a. Medikamentosa
b. Pembedahan
c. Tindakan endurologi yg kurang invasif
Tabel. 2.1. Pilihan Terapi pada Benign Hyperplasia Prostat
Observasi
Medikamentosa Operasi Invasif minimal
Watchfull waiting
Penghambat adrenergik –α Penghambat adrenergik- α Filoterapi Hormonal
Prostatektomi terbuka
Endourologi : 1. TUR P2. TUIP3. TULP4. TULP
elektrovaporisasi
TUMT TUBD Stent uretra TUNA
10
Watchfull waiting.
Pilihan tanpa terapi ini ditunjukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yg tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pasien
tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu
hal yg mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya :
a) Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam
b) Kurangi mengkonsumsi makanan atau minuman yg nengiritasi buli-buli
(kopi atau cokelat)
c) Batasi penggunaan obat-obat influenza yg mengandung
fenilpropanolamin
d) Kurangi makanan pedas atau asin
e) Jangan menahan kencing terlalu lama.(8)
a. Medikamentosa.
Tujuan terapi ini adalah berusaha untuk :
a) Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik
penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat
adrenergik alfa ( adrenergik alfa blocker)
b) Menguangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara
menurunkan kadar hormon testosteron dihidotestosteron ( DHT) melalui
penghambat 5 alfa –reduktase. Selain kedua cara diatas , banyak dipakai
terapi menggunakan fitofarmaka yg mekanisme kerjanya masih belum
jelas.
b. Penghambat reseptor adrenergik alfa.
Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat
adrenergik alfa sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai
fenoksibenzamin. Yaitu penghambat alfa yg tidak selektif yg ternyata mampu
memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Sayangnya obat
ini tidak disenangin oleh pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yg
tidak diharapkan, diantaranya adalah hipotensi postural dan kelainan
kardiovaskuler lain.
11
Diketemukan nya obat penghambat adrenergik α1 dapat mengurangi
penyulit sistemik yg diakibatkan oleh efek hambatan pada α2dari
fenoksibenzamin.
Beberapa golongan obat penghambat adrenergik-α1 adalah:
a) Prazosin diberikan 2x sehari
b) Terazosin diberikan 1x sehari
c) Afluzosin diberikan 1x sehari
d) Doksazosin diberikan 1x sehari
Obat-obat ini digolongkan untuk dilaporkan dapat memperbaiki keluhan
miksi dan laju pancaran urine.
c. Penghambat 5 alfa-reduktase.
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) dari testosteron yg di katalisis oleh enzim 5 alfa-reduktase di dalam sel-sel
prostat. Menurun nya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-
sel prostat menurun.
Dilaporkan bahwa pemberian obat ini ( finasteride ) 5 mg sehari yg
diberika sekali setelah 6 bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga
28% hal ini memperbaiki miksi dan pancaran miksi.
d. Fitofarmaka.
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan dapat dipakai untuk memperbaiki
gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan
zat aktif yg mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti. Kemungkinan bekerja sebagai :
a) Anti –estrogen
b) Anti androgen
c) Menurunkan kadar sex hormone binding globulin ( SHBG)
d) Inflammasi
e) Memperkecil volume prostat
12
e. Pembedahan.
Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yg paling
baik saat ini adalah pembedahan , karena pemberian obat-obat atau terapi non
invasif lainnya membutuhkan jangka waktu yg sangat cukup lama untuk
melihat hasil terapi.
Desobtruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan
miksi yg tidak lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara oerasi terbuka,
reseksi prostat transuretra ( TURP ) , atau insisi prostat transuretra TUIP atau
BNI ( transurethral incision of the prostate dan bladder neck incision )
Pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang:
a) Tidak menunjukan perbaikan setelah terapi medikamentosa
b) Mangalami retensi urine
c) Infeksi saluran kemih berulang
d) Hematuria
e) Gagal ginjal
f) Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran
kemih bagian bawah.
1. Pembedahan terbuka.
Prostatektomi terbuka adalah tindakan yg paling tua yg masih banyak
dikerjakan saat ini, paling invasif, dan paling efisien sebagai terapi BPH.
Prostatektomi terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan suprubik transvesikal
(freyer) atau retropubik intravesikal (millin) . prostatektomi terbuka dilanjutkan
untuk prostat yg sangat besar >100 gram.
2. Pembedahan endourologi.
Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan memakai
tenaga elektrik TURP ( transurethral resection of the prostate ) . ata dengan
memakia energi laser. Operasi terhadap prostat berupa reseksi (TURP) , insisi
(TUIP) atau evaporasi.
13
Gambar 2.2 : Gambaran Teknik prostatektomi(8)
F. TURP (reseksi prostat trasurethra).
Reseksi kelnjar prostat dilakukan transurethra dengan menggunakan cairan
irigan (pembilas) agar daerh yg akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh
darah.
Sindroma ini ditandai dengan gelisah , kesadaran menurun , tekanan darah
meningkat , bradikardi. Jika tidak diatasi akan mengalami edema otak yg akhirnya
jatuh dalam koma dan meninggal . angka mortalitas sindroma TURP ini adalah
0,99%.
G. Elektrovaporisasi prostat.
Cara elektrovaporisasi prostat adalah sama dengan TURP , hanya saja
teknik ini memakai roller ball yg spesifik dan dengan mesin diatermi yg cukup
kuat , sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup
aman tidak banyak menimbulkan perdarahan saat operasi , dan masa mondok
dirumah sakit lebih singkat. Namun teknik ini hanya di peruntuhkan pada prostat
yg tidak terlalu besar <50gram dan membutuhkan waktu operasi yg lebih lama.
14
H. Laser prostatektomi.
Energi laser mulai dipakai sebagai terapi BPH tahun 1986 , terdapat 4 jenis
energi yg dipakai :
a) Nd : YAG
b) Holmium : YAG
c) KTP : YAG
d) Dan diode yg dapat dipancarkan mealalui bare fibre, right angle fibre,
atau intersitial fibre.
Kelenjar prostat pada suhu 60-65O C akan mengalami koagulasi dan pada suhu yg
≥100 OC mengalami vaporisasi.
1. Tindakan Invasive Maksimal.
Selain tindakan invasif seperti yg telah disebutkan diatas , saat ini
dikembangkan tindakan invasif minimal yg terutama ditujukan pada pasien yg
mempunyai resiko tinggi terhadap pembedahan.
Tindakan invasif minimal itu diantaranya adalah :
a) Thermoterapi
b) TUNA ( transurethral needle ablation of the prostate )
c) Pemasangan stent ( prostacath ) , HIFU ( high intensity focused ultrasound
) dan dilatasi dengan balon ( transurethral ballon dilatation ).
A. Termoterapi
Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan dengan gelombang mikro
pada frekuensi 915-1296 Mhz yg dipancarkan melalui antena yg diletakan
didalam uretra. Dengan pemanasan yg melebihi 44 C menyebabkan destruksi
jaringan pada zona transisional prostat karena nekrosisi koagulasi . prosedur ini
dapat dikerjakan secara poliklinis tanpa pembiusan dan cara ini direkomendasikan
bagi prostat yg ukuran nya kecil .
B. TUNA
Teknik ini memakai energi frekuensi radio yg menimbulkan panas sampai
mencapai 100 OC , sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Sistem ini
15
terdiri dari atas kateter TUNA yg dihubungkan denagn generator yg dapat
membangkitkan energi pada frekuensi radio 490 kHz.
C. Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi
karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli
dan disebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati
lumen uretra prostatika . stent dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yg
tempore dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yg tidak diserap dan
tidak mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat ini dipasang dan dilepaskan
kembali secara endoskopi.
Stent yg permanen terbuat dari anyaman dari bahan logam super alloy , nikel ,
atau titanium. Dalam jangka wkatu lama bahan ini akan diliputi oleh urotelium
sehingga jika suatu saat ingin dilepas harus membutuhkan anestesi umum atau
regional.
D. HIFU
Energi panas yg ditunjukan untuk menimbulkan neksrosis pada prostat
berasal dari gelombang ultrasonografi dari transduser piezokeramik yg
mempunyai frekuensi 0,5-10mHz. Energi dipancarkan melalui alat yg diletakan
transrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat. Teknik ini memerlukan anestesi
umum.
F. Kontrol Berkala
Setiap pasien hiperplasia prostat yg telah mendapatkan pengobatan perlu
kontrol secara teratur untuk mengetahui perkembangan penyakitnya . jadwal
kontrol tergantung pada tindakan apa yg sudah dijalanin.
16
3.1 Definisi dan morfologi carcinoma prostat.
Tumor ganas prostat merupakan tumor ganas tersering pada laki-laki
khususnya didunia barat dan insidensnya meningkat pada usia lebih dari 50 tahun.
Penyebabnya belum diketahui. ( patologi anatomi)
Pada karsinoma prostat 70% -80% timbul dikelenjar luar (perifer)
sehingga dapat diraba sebagian nodus-nodus keras iregular pada pemeriksaan
rektum dgn jari. Kerena letaknya diperifer lebih kecil kemungkinan menyebabkan
obstruksi urethra pada tahap awal dari pada hiperplasia nodular. Lesi awalnya
biasanya tampak sebagian massa berbatas tidak jelas dibawah kapsul prostat.
Pada permukaan potongan , fokus karsinoma muncul sebagai lesi padat , abu-abu
putih sampai kuning , yang menginfiltrasi kelenjar disekitarnya dengan tepi kabur.(6)
Gambar 2.3 : Gambaran carcinoma prostat(6)
Metastasis ke kelenjar getah bening panggul regional dapat terjadi sejak
awal. Kanker lokal tahap lanjut sering menginfiltrasi vesikula seminalis dan zona
periuretra prostat serta mungkin menginvasi jaringan lunak disekitarnya dan
dinding kandung kemih.
Fasia Denonvillers , lapisan jaringan ikat yg memisahkan struktur
genitourinaria bawah dari rektum, biasanya menghambat pertumbuhan
pertumbuhan rektum, biasanya menghambat pertumbuhan tumor ke arah
17
posterior. Oleh karena itu invasi ke rektum lebih jarang terjadi dari pada invasi ke
struktur lain didekat tumor.
3.2 Etiologi carcinoma prostat.
Etiologi karsinoma prostat tidak diketahui, suatu penelitian distribusi
geografik menghasilkan beberapa pemahaman. Insidensi pada pria jepang yg
rendah akan meningkat mendekati orang kulit putih amerika bila mereka
beremigrasi ke amerika serikat.
Hal ini menunjukan pentingnya peranan faktor lingkungan. Pertumbuhan
karsinoma prostat bergantung pada androgen. Beberapa derajat ketergantungan
terhadap androgen ditunjukan oleh semua karsinoma prostat, yang
memungkinkan pengendalian kanker prostat dengan cara menghilangkan
androgen.(3)
3.3 Patologi carcinoma prostat.
Secara Makroskopis, karsinoma prostat tampak sebagai suatu daerah abu-
abu dan kuning keabuan yang tidak berbatas tegas dan tidak teratur dgn
konsistensi keras pada irisan jaringan. Lebih dari 75% kanker timbul pada bagian
luar kelenjar terutama pada bagian posterior.
Secara histologi, karsinoma prostat merupakan adenokarsinoma yg timbul
pada epitel kelenjar. Kanker ini dapat berdiferensiasi baik membentuk kelenjar-
kelenjar besar atau kecil atau berdiferensiasi buruk dan menginvasi stroma secara
ekstensif.
Sebagian besar kanker prostat timbul pada luar kelenjar sehingga gejala
terkenanya uretra akan tampak pada perjalanan penyakit yg relatif lanjut.
Obstruksi dan hematuria tampak pada tumor yg besar atau pada tumor sentral yg
jarang.(3)
3.4 Gejala klinis carcinoma prostat.
18
Gejala –gejala berkemih :
a) Perubahan aliran berkemih
b) Hematuria
c) Peningkatan frekuensi berkemih timbul pada tahap lanjut karena tumor
biasanya terletak pada lokasi posterior perifer.
Kanker prostat stadium dini biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan
colok dubur berupa nodul keras pada prostat atau adanya peningkatan kadar
penanda tumor PSA ( prostate sfecific antigens ) pada saat pemeriksaan
laboratorium. Kanker dapat menekan rektum dan menyebabkan keluhan buang air
besar. Kanker prostat yg sudah mengadakan metastasis ke tulang memberikan
gejala nyeri tulang, fraktur pada tempat metastasis , atau kelainan neurologis jika
metastasis pada tulang vertebra.
Pemeriksaan fisis yg penting colok dubur, tetapi pada stadium dini ini
perlui dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS).
3.5 Pemeriksaan carcinoma prostat.
Pemeriksaan ini tidak ditemukan kelainan yg khas, mugkin dijumpain
peningian kadar ureum dan kreatinin darah bila sudah terjadi obstruksi seluran
kemih bagian bawah yg kronis. Fosfatase asam prostat meningkat bila sudah
terdapat metastasis . Enzim lain nya adalah PSA ( prostatic sfecific antigens) yg
bersamaan dengan pemeriksaan colok dubur untuk pemeriksaan penyaring pada
penyakit ini.
3.6 Penyebaran carcinoma prostat.
Tumor yg berada pada kelenjar prostat tumbuh menembus kapsul prostat
dan mengadakan infiltrasi ke organ sekitarnya.
1) Penyebaran secara limfogen melalui :
A. kelenjar limfe pada daerah pelvis menuju kelenjar limfe
retroperitoneal dan
2) penyebaran secara hematogen melalui :
19
A. vena vertebralis menuju tulang pelvis , femur sebelah
proksimal ,
B. vertebra lumbalis, kosta , paru , hepar , dan otak.
Metastasis ke tulang pada umumnya merupakan proses osteoblastik, meskipun
kadang-kadang bisa juga terjadi osteolitik.(8)
3.7 Diagnosa carcinoma prostat.
Untuk membantu menengakan diagnosis suatu adenokarsinoma prostat
dan mengikuti perkembangan penyakit tumor ini , terdapat beberapa penada
tumor, yaitu :
a) PAP ( prostatic acid phosphatase) dihasilkan oleh sel asini prostat dan
disekresikan kedalam duktuli prostat.
b) PSA ( prostate specific antigen ) yaitu suatu glikoprotein yg dihasilkan
oleh sitoplasma sel prostat, dan berperan dalam melakukan likuefaksi
cairan semen . PSA berguna untuk melakukan deteksi dini adanya kanker
prostat dan evaluasi lanjutan setelah terapi kanker prostat.
Terabanya nodul keras pada prostat mengarahkan ke beberapa diagnosa
banding selain karsinoma prostat yaitu:
a) Tuberkulosis
b) Prostatitis granulomatosis
c) Batu dalam kelenjar prostat.
Untuk itu, selain pemeriksaan radiologi, mutlak dilakukan biopsi prostat.(7)
3.8 Stadium carcinoma prosstat ( stadium ABCD ).
Stadium A ( stadium I): Karsinoma laten atau karsinoma insidental prostat.
A1 : Pemeriksaan histologik tumor ≤ 3 lapangan pandang besar.
A2 : Pemeriksaan histologik tumor ≥ 3 lapangan pandang besar.
Stadium B ( stadium II) : Tumor terbatas didalam prostat.
B1: Nodul soliter kecil terbatas dalam satu lobus prostat ( atau diameter tumor ≤
1,5 cm) .
B2: Nodul tumor multipel , menginvasi lebih dari satu lobus prostat ( atau
diameter tumor ≥ 1,5 cm)
20
Stadium C ( stadium III) : Tumor menginvasi organ sekitar.
C1: Tumor menembus kapsul prostat tapi belum menginvasi vesikula seminalis.
C2 : Tumor menginvasi vesikula seminalis atau dinding pelvis.
Stadium D ( stadium IV) : Tumor metastasis kelenjar limfe regional , kelenjar
limfe jauh atau organ jauh.
D1: Tumor menginvasi kelenjar limfe kavum pelvis dibawah bifurkasio aorta.
D2: tumor mengivasi kelenjar limfe kavum pelvis diatas bifurkasio aorta dan atau
terdapat metastasis organ jauh.
Ketika secara klinis ditetapkan stadium B1, pemeriksaan patologi 10-20% terdapat
metastasis kelenjar limfe, stadium B2 15-40%, stadium C mencapai 40-80%.(9)
3.9 Terapi carcinoma prostat.
Formula terapi karsinoma prostat harus berdasarkan stadium, usia, kondisi
umum pasien, dll. Metode terapi regular mencakup terapi penelitian,
prostatektomi radikal, terapi hormonal, radioterapi, dan kemoterapi, dll.
Stadium A : nodul soliter , diferensiasi baik tanpa metastasis, pasca reaksi
tak perlu terapi lebih lanjut, tapi perlu ditindak lanjuti secara ketat (penantian).
Bila lesi luas maka dilakukan prostatektomi radikal atau terapi.
Stadium B : dengan prostatektomi radikal. Paling sering dengan teknik
retropubik. Kelebihannya adalah teknik operasi mudah dikuasai, komplikasi
sedikit, reaksi tuntas, dapat sekaligus membersihkan kelenjar limfe, kavum pelvis
juga mempertahankan pleksus neurovaskular prostat.
Stadium C dan D : umumnya dianjurkan terapi hormonal. terdapat 3
metode: orkidektomi ( kastrasi ), terapi estrogen, hormon pelepas LH.
Terhadap kanker prostat stadium lanjut umumnya digunakan terapi
hormonal, bila hasilnya kurang baik baru dengan kemoterapi.(9)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
21
4.1 Kerangka Konsep.
Kerangka konsep peneliti tentang Usia Penderita Benign Prostat
Hyperplasia Dan Carsinoma Prostat di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011-
2012.
4.2 Variabel Penelitian.
Sesuai dengan hipotesis dan desain penelitian yang akan dilakukan, maka
variabel dalam penelitian ini adalah :
a) Variabel Bebas : Perbedaan usia penderita Benign Prostat Hyperplasia dan
Carsinoma Prostat di RSUD Dr.Pirngadi Medan
b) Variabel Terikat : Perbedaan usia penderita Benign Prostat Hyperplasia
dan Carsinoma Prostat di RSUD Dr. Pirngadi Medan berdasarkan
diagnosa dan kriteria WHO yang diperoleh oleh Rekam Medik
4.3 Jenis Penelitian.
Jenis penelitian ini adalah metode analitik kategorik berpasangan dengan
dua hipotesa, Dimana memberikan gambaran usia penderita BPH dan carcinoma
prostat di RSUD dr.PIRNGADI Medan.
4.4 Tempat dan Waktu penelitian.
4.4.1. Tempat Penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum dr. PIRNGADI Medan.
4.4.2 Waktu penelitian.
Penelitian ini berlangsung di Rumah Sakit Umum dr. PIRNGADI Medan
dari bulan juli 2013 – Oktober 2013.
4.5 Populasi dan sampel penelitian.
UsiaBenign Prostat hyperplasia
Carsinoma prostat
22
4.5.1 Populasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua usia penderita Benign prostat
hyperplasia ( BPH ) Dan carcinoma prostat di rumah sakit umum pirngadi medan
Tahun 2011-2012.
4.5.2. Sampel.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Simple Random
Sampling yaitu dengan pengambilan sampel secara acak dan sederhana yaitu
dengan mengundi data Rekam Medik penderita Fibroadenoma Payudara dan
Karsinoma Payudara di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011-2012
Dengan Rumus sebagai berikut.
Zα : Defiat Baku Alfa
Zβ : Defiat Baku Beta
Π : Besarnya diskordan (ketidaksesuaian)
P1 - P2 : Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna
Untuk menentukan besar sampel, peneliti menetapkan bahwa perbedaan
proporsi minimal adalah sebesar 20% dengan proporsi diskordan 0,4. Bila
ditetapkan kesalahan tipe I sebesar 5%, kesalahan tipe II sebesar 20%, dengan
hipotesis dua arah. Peneliti menetapkan alfa sebesar 5% sehingga nilai Zα = 1,96 ,
Zβ = 0,84 , P1 - P2 = 0,2 , π = 0,4 Dengan demikian, besar sampel yang diperlukan
adalah:
n1 = n2 = (Zα+Zβ)2 π
(P1-P2) 2
= (1,96 + 0,84)2 0,4
n1 = n2= (Zα+Zβ)2 π
(P1-P2) 2
23
(0,2)2
= 78,40 (dibulatkan menjadi 79)
Dengan demikian, besar sampel untuk tiap kelompok adalah 79.
4.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi.
4.6.1 Kriteria Inklusi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah data rekam medik penderita
benign prostate hyperplasia ( BPH ) dan carcinoma prostat di Rumah sakit umum
pirngadi medan tahun 2011-2012.
4.6.2 Kriteria Eksklusi.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah data rekam medik yg bukan
penderita benign prostate hyperplasia ( BPH ) dan carcinoma prostat di Rumah
sakit umum pirngadi medan tahun 2011-2012.
4.7 Teknik Pengumpulan Data.
Pada tahap awal peneliti akan mengajukan permohonan izin pelaksanaan
penelitian pada institusi pendidikan program studi fakultas kedokteran universitas
islam sumatera utara , untuk dikirim ke kabid penelitian dan pengembangan
rumah sakit umum pirngadi kota medan. Setelah mendapatkan izin , maka peneliti
mengumpulkan data penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
dengan melihat data sekunder yaitu hasil rekam medik semua usia penderita
Benign prostate hyperplasia (BPH) dan carcinoma prostat di rumah sakit umum
pirngadi medan Tahun 2011-2012.
4.8 Pengolahan Data dan Analisa Data.
24
4.8.1 Pengolahan Data.
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan
atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara tertentu.
Editing
Dilakukan untuk memeriksa kecepatan dan kelengkapan data.
Coding
Data yg telah terkumpul dan di koreksi kecepatan dan kelengkapan nya,
kemudian diberikan kode secara manual maupun dengan komputer.
Cleaning
Pemeriksaan data yg sudah di masukan kedalam program komputer guna
menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.
Saving
Penyimpanan data untuk siap di analisis.
4.8.2 Analisis data.
Analisis data yg digunakan adalah dengan memakai bantuan program
SPSS.
DAFTAR PUSTAKA
25
x
1. Price SA. PATOFISIOLOGI Jakarta: EGC; 2005.
2. hubungan usia dengan kejadian bph. [Online].; 2010 [cited 2013 mei 23. Available from: http.kutakomputer.wordpress.com.
3. chandrasoma p. PATOLOGI ANATOMI Jakarta: EGC; 2005.
4. Wibowo DS. Anatomi Tubuh Manusia. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2005.
5. Putz R. anatomi tubuh manusia. In SOBOTTA. Jakarta: EGC; 2006.
6. Robbin K. Carsinoma Prostat. In Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC; 2007.
7. Reksoprodjo S. Carsinoma Prostst. In Kumpulan Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005.
8. Purnomo B B. Penatalaksanaan Benign Hyperplasia Prostat. In Dasar Dasar Urologi. Jakarta: CV.Sagung Seto; 2003.
9. Japaries W. Stadium Carsinoma Prostat. In desen w, editor. Buku Ajar Onkologi Klinik. Jakarta: FKUI; 2008.
10. Notoatmodjo S. In Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010.
11. nuswantari D. In Kamus Saku Kedokteran DORLAN. Jakarta: EGC; 2002.
x
xx
xx