65
Fisiologi Persalinan: Kala 3 dan Kala 4 Makalah Ini Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Askeb 2 (Persalinan dan BBL) Dosen: Dr. Farid Husein, dr., SpOG(K), M.HKes Di susun oleh: KELOMPOK 7 1. Hartinah (131020140031) 2. Deisye Magdalena Dianne (131020140032) 3. Yanyan Mulyani (131020140033) 4. Fransisca Noya (131020140034) 5. Miftakhur Rohmah (131020140035) 6. Liana Devi Oktavia (131020140036) Fisiologi persalinan: Kala 3 dan 4 1

Fisiologi Kala 3 Dan 4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah tugas kuliah tentang pengembangan asuhan persalinan,, yang di dukung dengan jurnal internasional terbaru

Citation preview

Fisiologi Persalinan: Kala 3 dan Kala 4Makalah Ini Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Askeb 2 (Persalinan dan BBL)Dosen: Dr. Farid Husein, dr., SpOG(K), M.HKes

Di susun oleh:

KELOMPOK 71. Hartinah

(131020140031)

2. Deisye Magdalena Dianne(131020140032)

3. Yanyan Mulyani

(131020140033)

4. Fransisca Noya

(131020140034)

5. Miftakhur Rohmah

(131020140035)

6. Liana Devi Oktavia

(131020140036)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN

TAHUN 2015KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga terselesaikannya Makalah Kelompok dengan judul Fisiologi Persalinan: Kala 3 dan Kala 4. Terselesaikannya Makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari semua pihak, untuk itu perkenankanlah kami menyampaikan setulus-tulusnya ucapan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah kelompok ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 9 Maret 2015PenyusunDAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...1

KATA PENGANTAR.2

DAFTAR ISI.......3

BAB I PENDAHULUANLatar belakang..4

Tujuan...........5BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAA. Konsep Kala IIIBatasan Kala III....6Fisiologi kala III....6Penatalaksanaan kala III......12Pemantauan kala III........22Kajian Penatalaksanaan Perdarahan....24

Kajian Penjahitan Perineum28

B. Konsep Kala IV

Fisiologi Kala IV30Telaah Jurnal kala IV.31Faktor Resiko perdarahan Kala IV32Identifikasi Perdarahan..33Pencegahan Perdarahan kala IV.36BAB 3 PENUTUP

Kesimpulan.40

Saran40DAFTAR PUSTAKA.........41BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangKala 3 persalinan setelah kelahiran bayi, memungkinkan setiap perempuan untuk mengalami perdarahan yang sangat banyak terutama jika uterus tidak berkontraksi dengan baik atau plasenta terlepas sebagian, seperempat dari perkiraan 529. 000 kematian ibu terjadi setiap tahunya akibat perdahan di dalam kala III. 1Di Negara Afrika dan Asia perdarahan postpartum menyumbang sepertiga dari kematian ibu. Intervensi untuk mengurangi atau mencegah atau mengurangi atonia uteri adalah menejemen aktif kala tiga persalinan. Intervensi ini di gambarkan dalam chocrane review: pemberian uterotonika profilaktik setelah bayi lahir, pengekleman dan pengguntingan talipusat segera dan pelpasan tali pusat terkendali. Menurut ICM (international confederation of midwifes) dan FIGO ( international federation of gynecology and obsttris) komponen yang bisa dip aka dalam menjemen aktif kala III adalah pemberian agen uterotonika, penegangan tali pusat terkendali dan masamae uterus setelah plasenta lahir, sebagaimana dalam petunjuk WHO, langkah-langkah menejemen aktif kala III persalinan melibatkan pemberian oksitosin segera, melahirkan plasenta dengan penegangan tali pusat terkendali dan masase uterus. Lima penelitian ini telah di meta analisis oleh Cochrane library,dengan hasil: a. menejemen aktif dapat mengurangi 60% angka kejadian PPH. Kebutuhan akan uterotonuka juga berkurang sampai 80%. b. pada penelitian diatas tidak melibatkan adanya retensio plasenta. Lamanya kala tiga dapat di kurangi secara bermakna pada group yang mendapatkan menejemen aktif.2 Persalinan Kala IV terjadi segera setelah plasenta lahir. Ini biasanya berlangsung sekitar 1 sampai 4 jam, ini merupakan awal dimulainya periode postpartum.

Selama tahap ini wanita harus dimonitor karena tubuhnya baru saja mengalami banyak perubahan. Dalam fase stabilisasi rahim sedang dalam proses penyesuaian.Dalam Nursing and midwifery research Journal dengan penelitian tentang skill development of nurses in managing the fourth stage of labour menuliskan bahwa sebuah studi postnatal dan kesehatan neonatal, Molly Babu mengungkapkan masalah yang sering terjadi yang sering diabaikan pada periode postpartum adalah : nyeri (68%), sakit punggung (48%), ketidaknyamanan perineum (16%), menggigil (14%), nyeri pada kaki (12%), kurang tidur (11%), kelelahan (7%). Komplikasi persalinan kala IV adalah perdarahan postpartum, shock hipovolemik , pembentukan hematoma pada perineum, retensi urin dan infeksi , sekitar 35% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan postpartum dan beberapa negara mencapai 60% .The United Nations Millennium Development Goal point 5A bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu sebesar 75% pada tahun 2015, beberapa negara sudah mencapai tujuan tersebut. Meskipun kematian ibu telah menurun secara substansial selama dekade terakhir, 273.500 kematian ibu terjadi pada tahun 2011, 99% dari mereka di negara-negara sumber daya yang rendah. Penyebab paling umum dari kematian ibu dapat dicegah juga morbiditas perdarahan postpartum (PPH) pada negara-negara ini Ada beberapa keterlambatan yang berkontribusi pada kasus ini sehingga terjadi kematian pada ibu yaitu: keterlambatan menidentifikasi masalah termasuk juga ketidak akuratan dalam mengukur jumlah perdarahan, keterlambatan dalam memutuskan untuk mencari pertolongan pada petugas kesehatan, keterlambatan dalam mencapai fasilitas kesehatan serta keterlambatan penanganan kasus kegawatdaruratan obstetric pada fasilitas kesehatan.Setiap keterlambatan ini secara drastis meningkatkan risiko kematian bagi perempuan mengalami PPH. Ini harus diatasi di tingkat masyarakat dan perubahan sistem untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas dari PPH. Efeketifitas penanganan kasus ini dibutuhkan suatu pendekatan atau asuhan kebidanan terintegritasi dengan berbagasi strategi untuk pencegahan,identifikasi masalah, pengelolaan perdarahan serta pengaturan sumber daya. B. Tujuan Umum

Untuk mengembangkan asuhan persalinan kala III & IV berdasarkan bukti-bukti telaah jurnal sehingga dapat diberikan suatu asuhan kebidanan terintegrasi dengan memanfaatkan perkembangan iptek dan memperhatikan seluruh aspek ekonomi, social,budaya dan etikolegal

C. Tujuan KhususKALA III1. Untuk mengetahui Batasan dari Kala III2. Untuk mengetahui fisiologi Kala III3. Untuk mengetahui Tujuan Kala III4. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Kala III5. Untuk mengetahui Pemeriksaan kala III6. Untuk mengetahui Pemantauan kala IIIKALA IV1. Untuk mengetahui Fisiologi Kala IV

2. Untuk mengetahui Telaah Jurnal tentang kala IV

3. Untuk mengetahui Faktor resiko perdarahan Postpartum

4. Untuk mengetahui identifikasi perdarahan pada kala IV

5. Untuk mengetahui Pencegahan perdarahan pada Kala IVBAB II

TINJAUAN TEORII. KALA III PERSALINANA. Batasan Kala 3 Persalinan

Kala III persalinan adalah Periode dimana dimulai dari kelahiran bayi samapai kelahiran plasenta setelah melahirkan bayi dan penghentian pulsasi tali pusat plasenta terpisah dari dinding rahim melalui spongiosa desidua dan sampai melalui jalan lahir 3 Kala tiga persalinan adalah kala dimulai setelah lahirnya bayi terdiri dari pemisahan dan pengeluaran plasenta dan membrane kurang lebih 15 sampai 30 menit.4B. Fisiologi kala III persalinan

Temuan terbaru menggunakan ultrasonografi, proses pelepasan plasenta di bagi menjadi beberap atahap, tahap pertama di sebut juga fase laten yaitu kontraksi uterus yang kuat yang menyebabkan otot rahim terjadi pergeseran antara dinding rahim yang semula elastic dan dinding plasenta menjadi lebih kaku dengan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan adanya pelepasan plsenta secara bertahap di mulai dari bagian paling ujung plsenta dan menyebar perlahan selama kontraksi. Fase ini dinamakan fase datasemen sampai dengan plasenta keluar dengan sempurna, kemudian fase yang terakhir di namakan fase pelepasan plasenta dimana serta otot mengelilingi uterus kemudian terjadi kontraksi pada uterus sehingga bisa mencegah perdarahan yang berlebihan dan pada fase ini system koagulasi ibu di aktifkan. 3Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran plasenta adalah:

1. Faktor mekanis

Karakteristik unik otot uterus terletak pada kekuatan retraksinya. Selama kala dua persalinan, rongga uterus dapat secara cepat menjadi kosong, memungkinkan proses retraksi mengalami akselerasi. Dengan demikian diawal kala tiga persalinan, daerah plasenta sudah mulai mengecil. Pada saat ini terjadi, plasenta sendiri mengalami kompresi, dan darah dalam ruang intervilus dipaksa kembali kedalam lapisan berspons desidua. Retraksi serat-serat otot uterus oblik memberi tekanan pada pembuluh darah sehingga darah tidak mengalir kembali kedalam system maternal. Pembuluh darah selama proses ini menjadi tegang dan terkongesti. Pada kontraksi berikutnya, vena yang terdistensi akan pecah dan sejumlah kecil darah akan merembes diantara sekat tipis lapisan berspons dan permukaan plasenta, dan membuatnya terlepas dari perlekatannya. Pada saat area permukaan plasenta yang melekat semakin berkurang, plasenta yang relatif non-elastik mulai terlepas dari dinding uterus (Gambar 1).

Pemisahan biasanya mulai dari tengah sehingga terbentuk bekuan retroplasenta (Gambar 2). Hal ini selanjutnya dapat membantu pemisahan dengan memberi tekanan pada titik tengah perlekatan plasenta sehingga peningkatan berat yang terjadi membantu melepas tepi lateral yang melekat. Peningkatan berat ini juga membantu melepas membrane dari dinding uterus sehingga bekuan yang terbentuk tertutup kantong membran pada saat plasenta mengalami penurunan, yang didahului oleh permukaan plasenta yang menenpel pada janin. Proses pemisahan ini (pertama kali dijelaskan oleh Schultze) berkaitan dengan pemisahan lengkap plasenta dan membran serta kehilangan darah yang lebih sedikit (Gambar 3a). Kemungkinan lainnya adalah plasenta mulai mengalami pemisahan yang tidak merata pada salah satu tepi lateralnya. Darah keluar sehingga pemisahan tidak dibantu oleh pembentukan bekuan retroplasenta. Plasenta menurun, tergelincir kesamping yang didahului oleh permukaan plasenta yang menempel pada ibu. Proses ini (pertama kali dijelaskan oleh Matthews Duncan pada abad kesembilan belas) membutuhkan waktu lebih lama dan berkaitan dengan pengeluaran membran yang tidak sempurna dan kehilangan darah yang lebih banyak (gambar 3b). Saat pemisahan terjadi, uterus berkontraksi dengan kuat, mendorong plasenta dan membran untuk turun kedalam uterus bagian bawah, dan akhirnya kedalam vagina .

2. Faktor Hemostasis

Volume normal aliran darah yang melalui plasenta adalah 500-800 ml per menit. Pada pemisahan plasenta, aliran ini harus dihentikan selama beberapa detik, jika tidak, perdarahan yang serius akan terjadi. Tiga faktor yang saling mempengaruhi proses fisiologis normal yang mengendalikan perdarahan merupakan hal yang sangat penting dalam meminimalkan kehilangan darah. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Retraksi serat-serat otot uterus oblik pada segmen atas uterus tempat pembuluh darah saling terjalin-penipisan otot yang terjadi menimbulkan tekanan pada pembuluh darah yang pecah, bekerja sebagai klem sehingga memperkuat kerja ligatur tersebut. (Gambar 1) Tidak adanya serat oblik pada uterus bagian bawah menyebabkan meningkatnya kehilangan darah yang menyertai pemisahan plasenta pada plasenta praevia. b. Adanya kontraksi uterus yang kuat setelah pemisahan, hal ini menyebabkan dinding uterus saling merapat sehingga terjadi tekanan selanjutnya pada plasenta.

c. Pencapaian hemostasis menunjukkan bahwa terjadi aktivasi sementara sistem koagulasi dan fibrinolitik selama dan segera setelah pemisahan plasenta. Diyakini bahwa respons protektif ini terutama aktif pada sisi plasenta sehingga pembentukan bekuan pada pembuluh darah yang pecah menjadi lebih cepat. Setelah pemisahan, sisi plasenta dengan cepat diliputi oleh tautan fibrin dengan menggunakan 5-10% fibrinogen yang bersirkulasi.

Gambar 1a : uterus dan plasenta sebelum pemisahan

Gambar 1b : Pemisahan plasenta dimulai

Gambar 1c : Pemisahan plasenta hampir selesai

Gambar 2 Mekanisme pemisahan plasenta (A) dinding uterus sebagianmengalami retraksi, tetapi tidak cukup menyebabkan pemisahan plasenta (B) Kontraksi dan relaksasi selanjutnya mempertebal dinding uterus, menurunkan letak plasenta dan membantu pemisahan plasenta (C) Pemisahan selesai dan mebentuk bekuan retroplasenta.

Gambar 3 pengeluaran plasenta. 3a metode schultze, 3b metode Matthews Duncan

Tanda-Tanda Pelepasan Plasenta

Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa hal seperti:

1. Perubahan bentuk dan Tinggi fundus

Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh (diskoid) dan tinggi fundus biasanya turun hingga dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus menjadi bulat dan fundus diatas pusat (sering sekali mengarah ke sisi kanan). 2. Tali Pusat memanjang

Tali pusat terlihat keluar memanjang atau terjulur melalui vulva dan vagina (tanda ahfeld)3. Semburan darah tiba-tiba

Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya grafitasi. Semburan darah yang tiba-tiba menandakan bahwa darah yang terkumpul diantaranya tempat melekatnya plasenta dan permukaan maternal plasenta (darah retroplasenter), keluar tapi plasenta yang terlepas (JNPK-KR, 2004).

Gambar 4. Tanda klinis pelepasan plasenta. A plasenta mulai terlepas dari bagian sentral disertai perdarahan retroplasent.Uterus berubah dari bentuk caklam menjadi bulat. B. plasenta telah sepenuhnya lepas dan memasukin segmen uterus bagian bawah. Uterus berbentuk bulat. C plasenta memasuki vagina, tali pusat terlihat bertambah panjang, dan perdarahan dapat meningkat, Dekspulsi (kelahiran) plasenta dan berakhir tahap ketiga persalinan.

Tanda-tanda pelepasan plasenta tersebut kadang muncul dalam 1 menit setelah kelahiran bayi dan biasaya dalam 5 menit. Ketika plasenta telah terlepas, harus ditentukan bahwa uterus berkontraksi dengan baik. Ibu dianjurkan untuk mengedan, dan tekanan intra abdominal dapat mendorong plasenta keluar secara adekuat.C. Penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala Tiga

Dalam penelitian yang di lakukan secara acak, di dapatkan bahwa menejemen aktif kala III persalinan sangat efektif untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum di bandingkan dengan pengelolaan fisiologis dalam mencegah kehilangan darah. Selain itu menejemen aktif kala III sampai saat ini masih tetep di rekomendasikan oleh FIGO.2Manajemen aktif kala III menurut FIGO dan ICM adalah mencakup penggunaan uterotonika (oksitosin 10 iu secara IM) segera setelah kelahiran bayi, kemudian melakukan PTT dan masase fundus. 5Jurnal How effective are the components of active management of the third stage of labor, BMC Pregnancy and Childbirth 2013. Menunjukkan dengan melakukan peregangan tali pusat terkendali tanpa pemberian oksitosin IM mengurangi risiko perdarahan hampir 50%, tetapi dengan melakukan peregangan tali pusat terkendali dan pemberian oksi IM mengurangi perdarahan 66%. Rute administrasi adalah penting ketika oksitosin adalah satu-satunya intervensi yang diberikan pemberian intravena mengurangi risiko perdarahan sebesar 76 % dibandingkan dengan intramuskular. Bila dikombinasikan dengan intervensi lain, rute pemberian tidak memberikan efek . Ketika membandingkan ibu bersalin yang menerima semua tiga komponen manajemen aktif kala tiga dengan mereka yang menerima oksitosin ditambah peregangan tali pusat terkendali, risiko kehilangan darah 700 mL hampir dua kali lebih tinggi di antara mereka dengan oksitosin intramuskular dan hampir tiga kali lebih tinggi di antara mereka dengan intravena oksitosin saja.6 Tindakan dalam manajemen aktif kala III meliputi:1. Pemberian Uterotonika Jenis Jenis obat-obatan yang termasuk uterotonika adalah sintometrin, sintosinon, ergometrin dan prostaglandin yang fungsinya menstimulasi otot polos uterus untuk berkontraksi dan mengurangi terjadinya perdarahan.4 Sebuah obat oksitosik akan diberikan saat kelahiran bayi, secara intramuskuler ke aspek lateral atas paha. Obat-obat ini diberikan pada saat setelah bayi lahir dan dipastikan tidak ada janin kedua, karena obat ini dapat memerangkap neonatus kembar kedua yang belum terlahir dan yang tidak terdiagnosis. Oksitosin dapat menyebabkan uterus berkontraksi yang dapat menurunkan pasokan oksigen padabayi. 7

a. OksitosinOksitosin adalah bentuk sintetis oksit Oksitosin adalah bentuk sintetis oksitosin alami yang diproduksi dalam pitutari posterior, dan aman digunakan dalam konteks yang lebih luas dibandingkan kombinasi agens ergometrin/oksitosin. Oksitosin selain dapat menginduksi persalinan pada kehamilan anterm, oksitosin adalah suatu uterotonin poten dan terdapat secara alami pada manusia. Obat ini dapat diberikan, baik secara injeksi intravena maupun intramuskuler.4Di dukung oleh Prophylactic oxytocin for the third stage of labour (Review) The Cochrane Collaboration, 2010 disebutkan bahwa oksitosin profilaksis menunjukkan manfaat mengurangi kehilangan darah lebih besar dari 500 ml yang membantu rahim berkontraksi, dapat mengurangi jumlah kehilangan darah , tetapi tidak ada bukti yang cukup tentang merugikan efek penggunaan oksitosin. b. Prostaglandin

Penggunaan prostaglandin untuk penatalaksanaan kala tiga dikaitkan dengan pengobatan perdarahan postpartum daripada profilaksis. Agens prostaglandin juga berkaitan dengan efek samping seperti diare, mual dan komplikasi kardiovaskuler meningkatkan frekuensi jantung.7 Analog prostaglandin E1 (misoprostol) meninjau penggunaan misoprostol profilaktik untuk mencegah perdarahan pascapartum dan disediakan untuk terapi perdarahan karena atoni uteri.4Oral misoprostol versus oxytocin in the management of the third stage of labour, J Pak med Assoc 2014. bertujuan : membandingkan pemberian 400g misoprostol secara oral dengan 10 IU oksitosin IM dalam manjemen aktif kala III setelah melahirkan bayi Menunjukkan bahwa tidak terjadinya perdarahan postpartum primer maupun perbedaan signifikan dalam penurunan konsentrasi Hb sehingga oral misoprostol efektif dan aman seperti pemberian oksitosin intramuskuler 10 IU dalam manajemen aktif kala III tetapi efek misoprostol mengakibatkan mual .8c. Metil ergometrin

Alkoid ergot ini memiliki tingkat aktivitas yang sama di miometrium. Baik diberikan intramuscular, intravena atau secara oral, kedua obat tersebut merupakan stimulant kontraksi miometrium yang sangat kuat, menimbulkan efek yang dapat bertahan selama beberapa jam. Ergometrin 0,25 mg intravena bekerja dalam 45 detik, oleh karena itu sangat berguna dalam mempertahankan kontraksi cepat jika kerja uterus hipotonik menimbulkan perdarahan dan diberikan setelah kelahiran bayi.7

d. Kombinasi ergometrin dan oksitosin (Syntometrine)

Satu ml ampul berisi: 5 international units oksitosin dan 0,5 mg ergometrin, dan diberikan dengan injeksi intramuskuler. Oksitosin bekerja dalam 2,5 menit, dan ergometrin dalam 6-7 menit, efek berlangsung hingga 2 jam.12 Kerja gabungan ini menghasilkan kontraksi uterus yang cepat, kuat, dan tahan lama hingga beberapa jam. Obat ini biasanya diberikan pada saat bayi lahir, sehingga menstimulasi kerja uterus yang baik pada awal kala tiga.7

Pada Jurnal A Study to Compare the Efficacy of Misoprostrol, Oxytocin, Methly-ergometrine and Ergometrine-oxycitosin in Reducing Blood Lost in Active Management of 3rd Stage of Labor, British Medical Bulletin, the Journal of Obstetrics and Gynecology of India 2011, bertujuan untuk membandingkan efektivitas misoprostol 400 ug per rektal , injeksi oksitosin 10 IU intramuskular , injeksi methylergometrine 0,2 mg intravena dan injeksi ( 0,5 mg ergometrine + 5 IU oksitosin ) intramuscular. Disebutkan bahwa dalam penggunaan Methylergometrine memiliki terbaik profil obat uterotonika antara obat yang digunakan paling efektif dalam mengurangi tahap kehilangan darah sama atau lebih rendah dibandingkan oksitosin dan ergometrine-oksitosin karena merupakan obat pilihan untuk mencegah perdarahan postpartum dan tidak ada kontraindikasi, sangat mendukung penggunaan rutin sebagai oxytocin manajemen aktif kala III persalinan . Misoprostol ditemukan menyebabkan kehilangan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan obat lain dan dan karenanya harus digunakan hanya dalam pengaturan sumber daya yang rendah di mana obat lain tidak tersedia. 13Pada jurnal Prohylactic ergometrine-oxytocin versus oxytocin for the third stage of labour (review), The Cochrane Collaboration 2009. Disebutkan bahwa efek oksitosin dengan ergometrine-oksitosin keduanya dapat mengurangi risiko perdarahan postpartum (yaitu kehilangan darah dari 500 ml) tetapi, ergometrine-oksitosin dikaitkan dengan pengurangan kecil dalam risiko perdarahan postpartum tetapi lebih mengakibatkan mual, muntah dan hipertensi.14 2. Penjepitan Tali Pusat 7

Terdapat berbagai pendapat yang berbeda mengenai waktu pengkleman tali pusat yang paling tepat selama kala tiga persalinan. Tali pusat dipotong diantara dua buah klem yang diletakkan dengan jarak klem pertama 3 cm dari pangkal pusat, dan jarak klem pertama dengan kedua 2 cm. Pengkleman dini dilakukan pada 1-3 menit pertama segera setelah kelahiran tanpa memeriksa apakah pulsasinya sudah berhenti atau belum. Berikut ini efek dilakukannya pengkleman dini tersebut:

a. Tindakan ini dapat mengurangi volume darah yang kembali ke janin sebanyak 75-125 ml, terutama jika pengkleman dilakukan dalam menit-menit pertama. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan kadar haemoglobin neonatal dalam jangka pendek tetapi, dalam suatu studi yang dipublikasikan untuk mengkaji prognosis jangka panjang, dalam 6 minggu setelah kelahiran, kadar haemoglobin pada bayi ini sudah kembali seperti semula.

b. Tindakan ini dapat secara prematur mengganggu fungsi pernafasan plasenta dalam mempertahankan kadar O2 dan melawan asidosis di masa awal kehidupan. Hal ini terutama penting bagi bayi yang lambat bernafas.

c. Tindakan ini dapat menyebabkan turunnya kadar bilirubin neonatal, meskipun efeknya terhadap insiden ikterik klinis masih belum jelas.

d. Tindakan ini dapat meningkatkan kecendrungan transfuse fetomaternal karena volume darah yang lebih besar tertahan dalam plasenta. Tekanan vena semakin meningkat dan retraksi terus berlanjut, tekanan ini dapat cukup tinggi untuk menyebabkan rupturnya pembuluh darah pada permukaan plasenta sehingga memfasilitasi transfer sel janin ke system maternal, hal ini merupakan factor kritis jika golongan darah ibu adalah Rhesus negative.

Manfaat pengkleman akhir yang dikemukakan meliputi:6

a. Rute sirkulasi plasenta yang memiliki tahanan rendah tetap dalam keadaan paten, yang menjadi katup pengaman yang melindungi bayi baru lahir dari peningkatan tekanan darah sistemik. Hal ini dapat bersifat kritis jika bayi premature atau asfiksia, karena peningkatan tekanan pulmoner dan vena sentral dapat memperberat kesulitan bernapas dan adaptasi sirkulasi yang menyertainya.

b. Lamanya waktu terpisahnya tali pusat pada periode pascanatal semakin pendek.

c. Terdapat transfuse penuh kuota darah plasenta ke bayi baru lahir. Transfusi ini terdapat berisi 40% volume darah yang bersirkulasi bergantung pada kapan tali pusat diklem dan setinggi apa bayi digendong sebelum pengkleman, oleh karena itu hal ini penting untuk mempertahankan kadar hematokrit neonatal yang juga lebih tinggi disertai dengan peningkatan insiden ikterik The Cochrane review menggali pengaruh waktu penjepitan tali pusat menunjukkan baik keuntungan dan kerugian pada akhir pengikatan plasenta.16 Penjepitan tali pusat segera dikaitkan dengan penurunan transfusi plasenta dan menurunkan hemoglobin bayi. Setelah lahir, ada peningkatan yang signifikan pada bayi yang membutuhkan fototerapi untuk penyakit kuning disertai dengan peningkatan kadar hemoglobin bayi dan serum feritin dalam beberapa bulan pertama kehidupan, pada kelompok lama menjepit tali pusat (McDonald dan Middleton 2009). Menanggapi bukti ini, rekomendasi pedoman telah diubah untuk memasukkan penjepitan tali pusat tertunda (Resusitasi Council 2011; RCOG 2009; WHO 2007). Waktu pengikatan plasenta perlu ditentukan dalam konteks klinis. Hal ini Diperkirakan bahwa ini biasanya sekitar tiga menit. Jurnal Late vs Early Clamping of the Umbilical Cord in Full-term Neonates, American Medical Association 2007 bahwa menunda penjepitan dari tali pusat minimal 2 menit setelah lahir meningkat secara konsisten baik dalam jangka pendek dan jangka panjang hematologi dan status besi bayi aterm. Pemotongan tali pusat terkait dengan penjepitan tali pusat terlambat dibandingkan dengan penjepitan tali pusat dini mengakibatkan konsisten lebih tinggi kadar hematokrit dalam fisiologis normal rentang dan penanda ditingkatkan status zat besi selama bulan pertama kehidupan usia 2 sampai 6 bulan dan mengurangi resiko anemia tanpa memiliki dampak yang signifikan terhadap nilai absolut dari bilirubin dan viskositas plasma selama minggu pertama kehidupan.15

Jurnal Effect of timing of umbilical cord clamping of term infants on maternal and neonatal outcomes, The Cochrane Collaboration 2008 dimana penundaan penjepitan tali dan penjepitan tali pusat dini tidak meningkatkan risiko perdarahan postpartum. Selain itu, penundaan pemotongan tali pusat dapat menguntungkan bagi bayi dengan meningkatkan status zat besi yang mungkin nilai klinis terutama pada bayi di mana akses ke nutrisi yang baik, Hal ini disertai dengan peningkatan yang signifikan dalam hemoglobin bayi baru lahir 2,2 g/dl pada penundaan penjepitan tali pusat hingga 1 menit, meskipun efek ini tidak bertahan enam bulan terakhir tetapi tingkat feritin bayi tetap tinggi pada kelompok penundaan penjepitan tali pusat daripada kelompok penjepitan tali pusat dini pada enam bulan usia. Pada saat yang sama, penjepitan tali pusat dini mengurangi risiko fototerapi. 16

Gambar 6. Pengkleman tali pusat3. Peregangan Tali Pusat TerkendaliPeregangan Tali Pusat Terkendali ditujukan untuk meningkatkan proses fisiologis normal. Sebelum tindakan ini dilakukan, terdapat beberapa pemeriksaan yang harus dilkukan, yaitu:4a. Apakah obat uterotonik telah diberikan

b. Apakah memang sudah waktunya tindakan ini boleh dilakukan

c. Apakah uterus berkontraksi dengan baik

d. Apakah countetraction telah dilakukan

e. Apakah terdapat tanda-tanda pemisahan dan penurunan plasenta.Bidan tidak perlu melakukan manipulasi uterus dengan cara apapun karena dapat menimbulkan kerja uterus yng tidak teratur. Klem padatali pusatdiletakkan sekitar 5-10 cm darivulvadikarenakan dengan memegangtali pusatlebih dekat kevulvaakan mencegah ekpulsitali pusat. Jika uterus ditemukan sedang berkontraksi pada saat dipalpasi, letakkan satu tangan diatas garis sympisis pubis dengan telapak tangan menghadap ke umbilikus sambil memberi tekanan uteruske arah lumbal dankepalaibu(dorso-kranial). Tindakan ini merupakan countertraction. Dengan tangan lain, genggam tali pusat dengan mantap , tarik ke arah bawah dan belakang mengikuti sumbu jalan lahir . Kemungkinan dapat dirasakan sedikit tahanan, tetapi disini bidan memberikan tekanan yag stabil dengan menarik tali pusat secara mantap dan mempertahankan tekanan tersebut. Tujuan dilakukan tindakan tersebut adalah memberikan satu gerakan yang kontinu, halus dan terkendali. Namun demikian tegangan ini hanya boleh diberikan 1 atau 2 menit karena dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada ibu.7

Tarikan tali pusat dihentikan bila sebelum countertraction uterus mengalami relaksasi karena hilangnya countertraction uterus secara tiba-tiba pada saat penegangan tali pusat menyebabkan terjadinya inversion uteri. Saat uterus mengalami relaksasi, peregangan dilepaskan sampai uterus mengalami kotraksi kembali. Lahirkanplasenta dengan peregangan yang lembut mengikuti kurva alamiah panggul(posteriorkemudiananterior). Ketikaplasentatampak di introitusvagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopangplasentadengan tangan lainnya. Gerakan lembut keatas kebawah atau gerakan memilin membantu pengeluaran membrane dan meningkatkan kemungkinan melahirkan secara utuh.12

Gambar 7. Tinggi fundus dalam kaitannya dengan umbilicus dan simfisis pubis, penegangan tali pusat terkendaliEffect of routine controlled cord traction as part of the active management of the third stage of labour on postpartum haemorrhage : multicentre randomized controlled trialTujuan ; menilai dampak peregangan tali pusat terkendali pada kejadian perdarahan post partum dan karakteristik lain dari kala III. Desain : RCTKesimpulan : penggunaan PTT tidak significan berpengaruh terhadap kejadian perdarahan PP dan tanda laian dari kehilangan darah. Bukti untuk merekomendasikan PTT dan pengelolaan plasenta mencegah perdarahan PPJurnal Effect of routine controlled cord traction as part of the active management of the third stage of labour on postpartum haemorrhage: multicentre randomized controlled trial (TRACOR), BMJ 2013. Hasil menunjukkan manajemen aktif kala III persalinan termasuk pemberian obat uterotonika segera setelah lahir, penjepitan dan pemotongan tali pusat dalam waktu dua menit dan tali pusat terkendali ( CCT ) , dianjurkan untuk mencegah perdarahan postpartum. Manajemen kala III persalinan tanpa tali pusat terkendali (CCT) tidak meningkatkan risiko pendarahan postpartum berat.17

Jurnal A pilot randomized controlled trial of controlled cord traction to reduce postpartum blood loss, Int J Gynaecol Obstet 2009. Tujuan mengevaluasi apakah peregangan tali pusat terkendali dalam MAK III mengurangi perdarahan postpartum dibandingkan tanpa peregangan tali pusat terkendali dan para wanita menerima oksitosin profilaksis. Hasil penelitian ini adalah peregangan tali pusat terkendali untuk manajemen aktif kala tiga dapat mengurangi kehilangan darah postpartum dibandingkan dengan tanpa peregangan tali pusat terkendali. Kehilangan darah rata-rata adalah 28,2 ml lebih rendah pada kelompok peregangan tali pusat terkendali dibandingkan kelompok tanpa peregangan tali pusat terkendali dan dilihat dari tahap kala III persalinan secara signifikan lebih pendek di kelompok peregangan tali pusat terkendali dibandingkan kelompok tanpa kelompok peregangan tali pusat terkendali.18

4. Massage Uterus Massage uterus dilakukan dengan tujuan untuk merangsang kontraksi rahim melalui mendorong pelepasan prostaglandin. Akibatnya, pada tahun 2004 International Confederation of Midwives (ICM) dan International Federation of Gynaecologists and Gynecologist (FIGO) menambahkan massase uterus dalam pedoman manajemen aktif kala III. Massase uterus setelah pelahiran plasenta direkomendasikan banyak orang untuk mencegah perdarahan postpartum.6 Pemijatan fundus segera setelah plasenta lahir, diikuti dengan palpasi uterus dengan meletakkan telapak tangan di fundus dengan gerakan melingkar dengan lembut hinggauterus berkontraksi setiap 15 menit dan 30 menit selama 2 jam untuk menilai kebutuhan lebih lanjut untuk dilakukan massage.19

Gambar 8. Massase fundus uteri

Jurnal How effective are the components of active management of the third stage of labor, BMC Pregnancy and Childbirth 2013. Dimana pijat rahim ternyata kurang efektif daripada oksitosin untuk mengurangi kehilangan darah setelah melahirkan. Saat oksitosin digunakan, tidak ada manfaat tambahan dari massase uterus itu sendiri. Beberapa asosiasi positif antara pijat rahim dan waktu tindakan tergantung dari kehilangan darah pada masa nifas. 10

Jurnal Uterine Massage for Preventing Postpartum Haemorrhage (Review) The Cochrane Collaboration 2013. Bertujuan untuk untuk menentukan efektivitas massage uterus setelah kelahiran, sebelum atau setelah pengeluaran plasenta, atau keduanya, untuk mengurangi kehilangan darah postpartum, morbiditas dan mortalitas yang terkait. Menunjukkan hasil pada 2 percobaan 200 wanita pijat rahim dilakukan selama 10 menit sampai 60 menit setelah pengeluaran plasenta pengeluaran darahnya berkurang sedangkan, pada kelompok control tidak dilakukan pijat rahim membutuhkan darah tranfusi. Penelitian percobaan kedua pada 1964 wanita menerima oksitosin dengan pijat rahim sebelum pengeluaran plasenta tidak ada mafaat.20

D. Pemantuan kala IIIPemijatan uterus setelah pelahiran plasenta direkomendasikan oleh banyak orang untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum. Kami mendukung hal ini tetapi tetap memperhatikan bahwa bukti tindakan ini sangat sedikit (Hofineyr,dkk, 2009). Oksitosin, ergonovin, dan metilergonovin digunakan secara luas pada persalinan normal kala tiga, tetapi waktu pemberiannya berbeda pada berbagai institusi.

Adapun pemantauan yang akan dilakukan pada kala III adalah;

1. Kontraksi

Pemantauan kontraksi pada kala III dilakukan selama melakukan manajemen aktif kala III (ketika penegangan tali pusat terkendali), sampai dengan sesaaat plasenta lahir. Pemantauan kontraksi dilanjutkan selama satu jam berikutnya pada kala IV.122. Memperkirakan Kehilangan Darah

Gunakan estimasi simptomatik (keadaan umum dan tekanan darah) karena tidak ada metode pengukuran perdarahan yang paling akurat. Bila ibu lemas, pusing dan hipotensi (turun lebih dari 10-20 mmHg dari kondisi sebelumnya) maka telah terjadi perdarahan 500 hingga 1000 ml. Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan yang melebihi 500 ml. 3. Robekan jalan lahir dan perineumBidan memastikan apakah jumlah darah yang keluar adalah akibat robekan jalan lahir dan perineum atau karena pelepasan plasenta yang dimulai setelah kelahiran plasenta. Perhatikan dan pastikan tidak ada perdarahan akibat laserasi atau robekan perineum dan vagina kemudian lakukan penjahitan atau reparasi.114. HygieneMenjaga kebersihan tubuh terutama di daerah genitalia sangat penting dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi terhadap luka robekan jalan lahir dan kemungkinan infeksi intrauterus dan kenyamanaan untuk ibu. Setelah plasenta lahir lengkap dan dipastikan tidak ada perdarahan, segera keringkan bagian bawah pasien dari air ketuban dan darah. Pasang pengalas bokong yang sekaligus berfungsi sebagai penampung darah (under pad).4E. Kajian Penanganan perdarahan Postpartum

1. Jurnal Obstet Gynecol. 2011 January ; 117(1): 2131 Postpartum hemorrhage resulting from uterine atony after vaginal delivery: factors associated with severity, oleh Marine Driessen

Penelitian ini diklasifikasikan sebagai uji coba terkontrol secara acak (RCT), kuasi-eksperimen (QE) atau observasi (Obs). Sebuah sub-sampel penelitian melaporkan kedua Post partum hemorrhage (PPH) dan PPH berat.Rasio berat terhadap PPH PPH secara teoritis harus sama terlepas dari bagaimana kala III persalinan dikelola, kecuali uterotonika memiliki karakteristik yang lebih efektif untuk mencegah kehilangan darah pada tingkat yang rendah atau lebih tinggi dari kehilangan darah.Rasio berat terhadap PPH PPH juga bervariasi dari 10 sampai 33% untuk manajemen hamil, dari 6 menjadi 41% untuk oksitosin, dari 0 hingga 31% untuk misoprostol, dan dari 0 sampai 30% untuk ergometrine.Pada lengan sampel penelitian dengan 200 wanita kisaran PPH parah PPH adalah 0-41%.Dalam kelompok penelitian yang lebih besar kisaran PPH parah PPH sedikit sempit: 4-33%.

Oksitosin dibandingkan manajemen hamilDalam semua studi terkontrol kehilangan darah diukur, oksitosin secara signifikan mengurangi PPH (OR 0,43, 95% CI 0,23-0,81; enam penelitian,n= 6.892), dan mengurangi berarti kehilangan darah dengan 140 ml (95% CI dari -228 sampai -52 ml; empat penelitian,n= 2.833) dan dikaitkan dengan substansial tapi tidak tingkat lebih rendah PPH berat (OR 0,61, 95% CI 0,29-1,29; enam penelitian,n= 6.892), dibandingkan dengan manajemen hamil (tidak ada profilaksis uterotonika).Heterogenitas yang signifikan (perbedaan antara studi) diamati pada hasil ini.Membatasi analisis untuk studi memenuhi syarat sebagai metodologis yang memadai menghilangkan keragaman tersebut karena mengurangi analisis sebuah penelitian(n= 1000).Dalam penelitian yang memadai, oksitosin secara signifikan mengurangi PPH (OR 0,45, 95% CI 0,34-0,60), dan mengurangi kehilangan darah rata-rata sebesar 118 ml (95% CI dari -165 sampai -71 ml).Hubungan dengan PPP parah adalah sedikit signifikan (OR 0,76, 95% CI 0,52-1,09).Demikian pula, oksitosin secara substansial tapi tidak secara signifikan menurunkan PPH parah dalam dua studi yang dilakukan di negara berkembang, keduanya adalah kuasi-eksperimental (dan dengan demikian tidak memenuhi syarat sebagai metodologis yang memadai) (OR 0,42, 95% CI 0,04-4,81; dua studi,n= 5203).

Misoprostol dibandingkan manajemen hamil Dibandingkan dengan tidak ada profilaksis uterotonika, misoprostol itu sedikit dikaitkan dengan penurunan substansial dalam PPH (OR 0,73, 95% CI 0,50-1,08, tiga studi,n= 2687) dan PPH berat (OR 0,74, 95% CI 0,52-1,04, enam penelitian ,n= 4328), dan secara signifikan berhubungan dengan kehilangan darah lebih rendah rata-rata (-38,75 ml, 95% CI dari -64,81 -12,70 untuk ml, tiga studi,n= 2833.Heterogenitas yang nyata dalam analisis PPH.Membatasi analisis untuk studi memenuhi syarat sebagai metodologis yang memadai mengurangi heterogenitas untuk sedikit signifikan(P= 0,06), dan menegaskan efek misoprostol pada pengurangan PPH dibandingkan dengan manajemen hamil (OR 0,63, 95% CI 0,41-0,99, dua studi,n= 2281); kedua studi dilakukan di daerah pedesaan di negara berkembang.Dalam penelitian yang memadai (semua di negara berkembang), misoprostol juga secara signifikan mengurangi PPH berat (OR 0,67, 95% CI 0,51-0,89, lima penelitian,n= 3922) dan berarti kehilangan darah (-39 ml, 95% CI dari -65 ke -13 ml, tiga studi,n= 2373).

Ergometrine dibandingkan manajemen hamilDibandingkan dengan tidak ada manajemen, uterotonika dengan ergometrine dikaitkan dengan penurunan yang signifikan dalam kehilangan darah rata-rata (-84 ml, 95% CI dari -102 sampai -66 ml, dua studi,n= 1718. Sedangkan perempuan yang menerima ergometrine memiliki PPH substansial lebih rendah dan PPH parah dalam semua studi terkontrol (PPH, OR 0,46, 95% CI 0,11-1,91; PPH parah, OR 0,32, 95% CI 0,04-2,43, dua studi,n= 1718), yang Perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik.Tidak ada studi yang membandingkan ergometrine dengan manajemen hamil dianggap metodologis yang memadai, dan tidak dilakukan di negara berkembang.Oksitosin dibandingkan misoprostolDibandingkan dengan misoprostol, oksitosin secara signifikan mengurangi PPH (semua studi terkontrol dan studi yang memadai, OR 0,65, 95% CI 0,60-0,70, lima penelitian,n= 20 868;) dan PPH parah (semua studi terkontrol, OR 0,71 , 95% CI 0,56-0,91, empat penelitian,n= 19 789, studi yang memadai, OR 0,70, 95% CI 0,60-0,83, dua studi,n= 18 941).Rasio ini peluang dan batas kepercayaan 95% dari semua studi dan sub kelompok studi yang memadai adalah identik, karena hasilnya sangat dipengaruhi oleh studi multisenter WHO tunggal.Tidak ada perbedaan yang cukup besar atau signifikan antara oksitosin dan misoprostol dalam dua non-multisenter RCT dianggap sebagai kualitas yang memadai, yang dilakukan dalam jauh lebih kecil pusat perawatan tersier di negara berkembang (PPH, OR 0,83, 95% CI 0,51-1,37; PPH parah, OR 1,28, 95% CI 0,15-10,95,n= 1081) atau dalam salah satu studi hanya dilakukan di negara berkembang.Tidak ada perbedaan dalam rata-rata kehilangan darah (semua studi terkontrol, -8 ml, 95% CI dari -18 sampai 2 ml, tiga studi,n= 2209; studi yang memadai, -17 ml, 95% CI dari -37 sampai 4 ml , sebuah penelitian,n= 200).Tidak ada statistik heterogenitas diamati dalam perbandingan.Dengan pengecualian satu penelitian kecil dan situs Irlandia dan Swiss dalam uji coba multisenter, penelitian ini dilakukan dalam mengembangkan rumah sakit negara, tidak ada yang berada di daerah pedesaan.Oksitosin atau misoprostol dibandingkan ergometrineOksitosin dibandingkan dengan ergometrine dikaitkan dengan PPP jauh lebih rendah (oksitosin, OR 0,72, 95% CI 0,34-1,56, tiga studi,n= 1619) dan PPH parah (oksitosin, OR 0,73, 95% CI 0,20-2,59 studi, satu,n= 1.293), meskipun perbedaan tidak bermakna secara statistik.Ada sedikit perbedaan dalam rata-rata kehilangan darah pada wanita yang menerima oksitosin dibandingkan dengan ergometrine (-37 ml, 95% CI dari -106 sampai 33 ml, tiga studi,n= 1619).Dalam studi tunggal di India (yang tidak berkualitas yang memadai), hasil membandingkan dengan oksitosin ergometrine hampir identik dengan semua studi membandingkan dengan oksitosin ergometrine (PPH, OR 0,71, 95% CI 0,35-1,43; PPH parah, OR 0,73, 95% CI 0,20-2,59; kehilangan darah rata-rata -5 ml, 95% CI dari -20 sampai 10 ml,n= 1293).Wanita yang menerima misoprostol memiliki tingkat PPH yang sama dan berarti kehilangan darah dengan yang ergometrine menerima (PPH, OR 0,91, 95% CI 0,67-1,23, tiga studi,n= 2834; kehilangan darah rata-rata -2 ml 95% CI dari -17 sampai 13 ml, dua studi,n= 2634. Namun, wanita yang menerima misoprostol secara substansial dan memiliki sedikit tingkat lebih rendah PPH keras dari yang ergometrine menerima (OR 0,30, 95% CI 0,08-1,15,P= 0,08, dua studi,n= 2634).Hanya satu studi pedesaan pengiriman rumah Gambia, membandingkan misoprostol dengan ergometrine, dianggap memadai: tidak ada perbedaan substansial dalam PPH atau berarti kehilangan darah, tetapi misoprostol dikaitkan dengan tingkat namun secara statistik tidak signifikan lebih rendah besar PPH parah (ATAU 0,47, 95% CI 0,09-2,60,n= 1228).Semua studi yang membandingkan misoprostol dengan ergometrine dilakukan di negara berkembang.

Pemahaman yang lebih baik kehilangan darah setelah melahirkan bisa meningkatkan strategi kita untuk mencegah dan mengelola PPH, terutama dalam pengaturan pedesaan negara berkembang dimana kebanyakan kematian ibu terjadi, namun di mana beberapa yang cukup berkualitas penelitian telah terjadi.Hasil kami kehilangan darah diukur menunjukkan bahwa meskipun oksitosin lebih unggul misoprostol di rumah sakit, misoprostol secara substansial menurunkan PPH PPH dan parah di negara berkembang.Manfaat relatif dari oksitosin dan misoprostol terus membutuhkan penilaian suara di daerah pedesaan di negara berkembang, di mana kematian PPH paling banyak terjadi.F. Kajian Penjahitan Perineum

Jurnal BMC Pregnancy and Childbirth, 2010 Perineal Assessment and Repair Longitudinal Study (PEARLS): protocol for a matched pair cluster trial oleh Debra E Bick, dkk

Perineal Assessment and Repair Longitudional Study (PEARLS) (mutiara) adalah kualitas nasional inisiatif perbaikan klinis yang dirancang untuk meningkatkan penilaian dan pengelolaan trauma perineum.Trauma perineum mempengaruhi sekitar 85% dari wanita yang memiliki vagina lahir di Inggris setiap tahun dan jutaan lainnya di seluruh dunia.Teknik penjahitan kontinu dibandingkan dengan metode terganggu tradisional lebih efektif dalam mengurangi rasa sakit dan morbiditas pasca melahirkan, namun tidak banyak digunakan oleh dokter meskipun bukti rekomendasi berdasarkan pedoman klinis nasional.Keterampilan penjahitan perineum dan manajemen pasca kelahiran trauma tetap sangat bervariasi dalam dan antar unit bersalin di Inggris maupun di seluruh dunia.Pelaksanaan paket pelatihan standar untuk mendukung praktek manajemen yang efektif perineum dapat mengurangi nyeri perineum dan morbiditas pasca kelahiran lain yang terkait untuk sejumlah besar wanita.

Penelitian ini merupakan multi-pusat, pasangan percobaan klaster acak.Kriteria yang sesuai meliputi ukuran unit sebagaimana ditentukan oleh jumlah kelahiran per tahun, jenis unit (yaitu kebidanan dipimpin atau klinik bersalin) dan kualifikasi fasilitator, informasi yang diperoleh dari lokasi penelitian pada perekrutan untuk mempelajari.Untuk memastikan generalisability dari temuan studi, peneliti merekrut unit bervariasi, struktur organisasi dan ukuran demografi penduduk.Minimal 20 unit (10 pasang) akan direkrut. Sebelum memulai sidang survei Delphi dan konferensi konsensus yang dilakukan di dua lokasi tidak berpartisipasi dalam uji coba utama.Tujuan dari pekerjaan awal adalah untuk menghasilkan daftar dari hasil yang dianggap penting oleh wanita yang baru saja mengalami trauma perineum ( 6 bulan).Sebuah survei nasional pelatihan kebidanan dan manajemen dalam kaitannya dengan melahirkan terkait trauma perineum juga dilakukan. Pelaksanaan penilaian berbasis bukti perineum dan praktek manajemen, dapat menyebabkan secara signifikan meningkatkan kualitas kesehatan fisik dan psikologis bagi perempuan di Inggris dan seluruh dunia.

II. KALA IV PERSALINANA. Fisiologi Kala IV

1. Involutio UterusInvolusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil. Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 1 minggu (kira-kira sebesar grapefruit (jeruk asam) dan beratnya kira-kira 1000 g2. Involusi Tempat PlasentaUterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm3. Perubahan LigamenSetelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan saat melahirkan, kembali seperti sedia kala. Perubahan ligamen yang dapat terjadi pasca melahirkan antara lain: ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi; ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor4. Perubahan pada ServiksSegera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi5. LokiaAkibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia

6. Perubahan Pada Vulva, Vagina dan PerineumSelama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama7. Perubahan Psikologi

Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Tidak heran bila ibu mengalami sedikit perubahan perilaku dan sesekali merasa kerepotanB. Telaah Jurnal

Berdasarkan program The United Nations Millennium Development Goal Strategi untuk pencegahan, identifikasi masalah, dan pengelolaan perdarahan postpartum di pengaturan sumber daya melalui enam komponen utama:

1. Mobilisasi pada masyarakat

2. Penggunaan rutin uterotonika profilaksis dan ketersediaan obat uterotonika

3. Identifikasi awal dan secara akurat mengukur kehilangan darah yang berlebihan4. Ketersediaan non-pneumatik anti-shock garmen (NASG)5. Sistem komunikasi yang efektif, ketepatan rujukan, dan transportasi ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi

6. Akses pelayanan tepat dan berkualitas dan penanganan kegawatdaruratan obstetrik daurat yang komprehensif (PoNeK)Program-program dan jurnal-jurnal terkait :

Program Tanzania

Tim dari UCSF Safe Motherhood meluncurkan program LIFEWRAP di Institut kesehatan Ifakara. Dilakukan pelatihan Lifewrap ini di delapan kabupaten dengan 278 fasilitas kesehatan dilatih untuk menggunakan Lifewrap.

Tim Ifakara melakukan pendataan dijalan-jalan serta mendatangi rumah penduduk untuk melengkapi situs. Data, riwayat seorang wanita tersimpan dalam program Lifewrap ini. Saat wanita ini ada masalah, gannguan kesehatan tim Lifewrap langsung datang untuk menyelamatkan. Pelatihan ini direncanakan dilaksanakan pada Bulan Maret 2015 sampai Oktober 2016.C. Faktor Resiko Terjadinya Perdarahan Post PartumJournal : BMC Pregnancy and ChildbirthJudul : Maternal obesity and postpartum haemorrhage after vaginal and caesarean delivery among nulliparous women at term: a retrospective cohort studyFaktor risiko perdarahan postpartum adalah pada wanita nulipara dengan obesitas pada persalinan pervaginam (15,6%) dibandingkan wanita nulipara yang memiliki indeks masa tubuh yang normal.(7,2%), begitu juga pada persalinan section caesarea wanita nulipara dengan obesitas memiliki peningkatan dua kali lipat beresiko terjadi perdarahan post partum (24,2%) dibandingkan dengan wanita nulipara yang yang memiliki indeks masa tubuh yang ideal (13,7%).21Jurnal : Health Sciens IndonesiaJudul: Risk factors of post partum haemorrhage in IndonesiaDalam penelitian ini 601 subjek yang mengalami perdarahan postpartum dan 19.583 subjek tidak mengalami perdarahan postpartum. Eklamsia meningkatkan risiko PPH 3,5 kali (95% interval kepercayaan (CI) = 2,534,69), ketuban pecah dini meningkatkan risiko PPH 2,2 kali (95% CI = 1,69-2,83), placenta previa meningkatkan risiko PPH 2,1 kali (95% CI = 1,29-3,31). Dibandingkan kehamilan aterm, wanita dengan kehamilan prematur berisiko PPH 82% lebih tinggi (95% CI = 1,332,49), sedangkan yang dengan kehamilan post-term berisiko PPH 72% lebih tinggi (95% CI = 1,162,57). Dibandingkan wanita dengan paritas 1-2, risiko PPH pada wanita yang berparitas 3-5 dan 6 atau lebih berturut-turut adalah 24% dan 81% lebih tinggi.Kesimpulan: Eklampsia merupakan faktor risiko PPH terkuat. Placenta previa, ketuban pecah dini, kehamilan prematur atau post-term, serta paritas yang tinggi juga meningkatkan risiko PPH22D. Identifikasi perdarahan dengan cara pengukuran yang akurat

Kehilangan DarahTekanan Darah (Sistolik)Tanda dan GejalaDerajat Syok

500-1000 mL

(10-15%)NormalPalpitasi, Takikardi, GelisahTerkompensasi

1000-1500 mL

(15-25%)Menurun ringan

(80-100 mm Hg)Lemah, Takikardi, BerkeringatRingan

1500-2000 mL

(25-35%)menurun sedang (70-80 mm Hg)Sangat lemah, Pucat, oliguriaSedang

2000-3000 mL

(35-50%)Sangat turun

(50-70 mm Hg)Kolaps, Sesak nafas, AnuriaBerat

Jurnal : International Journal of Gynecology and ObstetricsJudul : Drape estimation vs. visual assessment for estimating postpartum hemorrhageMerupakan Desain Randomized control trial yaitu dengan sampel 123 wanita postpartum,dibagi 2 kelompok, Kelompok 1 ( Perkiraan Jumlah darah menggunakan Drape/ kantong darah) kelompok 2 (Perkiraan pengukuran menggunakan photospectrometry)

Hasilnya : Bahwa Perkiraan pengukuran dengan menggunakan drape/kantong darah lebih akurat dibandingkan dengan menggunakan photospectrometry

Gambar Drape Bloods

Gambar photospectrometryBeberapa Cara untuk mengukur perkiraan jumlah darah post partum231. Pembalut dan Nierbeken2. Kellys Peds

3. Fracture pans

4. Bed

E. Pencegahan terjadinya perdarahan pada kala IV

1. Massage Uterus

Jurnal: Advances in Life Science and TechnologyJudul: Effect of Uterine Massage to Women during Third Stage of Labor on Preventing Postpartum HemorrhageDesain penelitian ini adalah kuasi-eksperimental. Sampel Penelitian ini terdiri dari 400 wanita dibagi menjadi 4 kelompok. Penelitian ini dilakukan di Universitas Menoufia Rumah Sakit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan massage uterus efektif dapat mengurangi jumlah perdarahan.242. Uterotonika dan pijat pada rahimJurnal : Uterine Massage to Reduce Blood Loss AfterVaginal DeliveryPenelitian dengan randomized controlled trial melibatkan 2340 responden dibagi 2 kelompok perlakual, kelompok 1 (1170) di berikan 10unit oksitosin dengan dilakukan pijat pada uterus dan kelompok 2 (1170) diberikan 10unit oksitosin tanpa melakukan pijat pada rahim, hasilnya perbandingan kedua kelompok adalah (12,2%;12,3%) dengan resiko relative 0,99 dengan taraf kepercayaan 95% sekalipun pada kelompok 1 (oksitosin + Pijat rahim) jumlah perdarahan lebih sedikit dibandingkan kelompok 2 tetapi secara statistic menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan. Adanya keluhan dari 16 responden dalam kelompok 1 bahwa mereka tidak merasa nyaman untuk dilakukan pijat pada rahim253. Pemberian Obat MisoprostolJudul :Perbandingan efektifitas misoprostol per bukkal dan rectal terhadap jumlah darah kala IV persalinanPada Penelitian ini bertujuan untuk mengukur jumlah darah pada kala IV persalinan, dan efek samping obat pada pemberian misoprostol 400 mcg per bukkal dengan rektal. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan (Oktober sampai November 2010) dengan subyek penelitian ibu bersalin aterm, spontan, tidak ada riwayat kuretase dan penyulit persalinan sebelumnya, tidak ada riwayat penyakit dan komplikasi persalinan, tidak mendapatkan obat uterotonika, tidak ada perlukaan jalan lahir serta efek samping obat yang dipakai di RSIA Siti Fatimah Makassar. Jenis penelitian ini adalah penelitian uji klinis dengan jumlah sampel 99 orang. Data dianalisis dengan menggunakan uji Chi square (P < 0,05). Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan bermakna pada penggunaan obat misoprostol bukkal dan rektal dengan oksitosin intramuskuler. Terdapat perbedaan bermakna pada jumlah perdarahan kala IV, kelompok misoprostol rektal lebih sedikit jumlah perdarahan dengan rerataSD 43,823,90 ml dibandingkan dengan bukkal 55,195,09 dan oksitosin 73,974,47 (P = 0,000). Sedangkan pada efek samping tidak memperlihatkan hubungan yang signifikan terhadap jenis efek samping dari penggunaan kedua obat tersebut (P =0,128)

F. Ketersediaan non-pneumatik anti-shock garmen (NASG)

Judul : Impact of the Non-pneumatic Antishock Garment on pelvic blood flow in healthy postpartum womenDengan menggunakan sampel 10 orang ibu postpartum dibagi dalam 2 kelompok, kelompok 1 menggunakan NAGS sedangkan kelompok 2 menggunakan NAGS, Mengamati aliran darah pada arteri iliaka interna menggunakan USG Dopller

Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan NAGS memberikan penjelasan fisiologi dapat mengurangi jumlah perdarahan postpartum.25Judul : Assessing the Role of the Non-Pneumatic Anti-Shock Garment in Reducing Mortality from Postpartum Hemorrhage in NigeriaDalam model regresi logistik berganda, NASG dikaitkan dengan penurunan mortalitas (rasio odds 0,30; 95% CI 0,13-0,68, p = 0,004). Kesimpulan: menunjukkan NASG dapat mengurangi angka kematian dari PPH di rujukan Fasilitas di Nigeria. Wanita mengalami 350 ml darah setelah masuk penelitian di pra-intervensi dan 50 ml dalam Fase NASG (p! 0,0001). Kematian menurun dari 18% preintervention 6% pada fase NASG (RR = 0,31, 95% CI 0.15- 0.64, p = 0,0007). Dalam model regresi logistik berganda, NASG dikaitkan dengan penurunan mortalitas (rasio odds 0,30; 95% CI 0,13-0,68, p = 0,004). Kesimpulan: menunjukkan NASG dapat mengurangi angka kematian dari PPH di Nigeria.26Pembahasan tentang NASG25The non-pneumatik anti-shock garmen (NASG) adalah Perangkat teknologi sederhana untuk pertolongan pertama dalam mengatasi syok hipovolemik.

Cara kerjanya

The non-pneumatik anti-shock garmen adalah neoprene dan Velcro perangkat sederhana. Hal ini dapat digunakan untuk treatshock, menyadarkan, menstabilkan dan mencegah perdarahan lebih lanjut pada wanita dengan perdarahan obstetri.

Ketika shock, otak, jantung dan paru-paru kekurangan oksigen karena darah terakumulasi di perut bagian bawah dan kaki. The NASG membalikkan kejutan dengan kembali darah ke jantung, paru-paru dan otak. Ini mengembalikan wanita itu kesadaran, denyut nadi dan tekanan darah. Selain itu, NASG dapat membuat berkurangnya perdarahan.

Mekanisme aksi didasarkan pada hukum fisika. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi bahwa tekanan yang diterapkan oleh NASG berfungsi untuk secara signifikan meningkatkan indeks resistif dari arteri iliaka interna (yang bertanggung jawab untuk memasok sebagian besar aliran darah ke rahim melalui arteri rahim. Studi terbaru lain telah menunjukkan NASG untuk mengurangi aliran darah di aorta distal.

Gambar NASG

BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULANTingginya angka kematian ibu dan morbiditas karena pengaturan sumber daya yang rendah berhubungan dengan hambatan kelembagaan, lingkungan, budaya, keuangan, dan sosial untuk menyediakan perawatan terampil dan mencegah, mengenali dan mengelola PPH. Tidak ada intervensi tunggal dapat mencegah kematian ibu dan morbiditas, tapi multifaset, sistematis, dan kontekstual perdarahan postpartum dan berkelanjutan. Pendekatan Asuhan Kebidanan persalinan Kala III dan IV terintegrasi yang membahas semua faktor secara langsung maupun tidak langsung yang berkontribusi terhadap kematian ibu karena perdarahan. Diperlukan komitmen dan dukungan dari para pengambil keputusan, organisasi terkait, pemerintah pembuat kebijakan akan menjamin kelayakan dan pelayanan yang keberlanjutan berbasis bukti, termasuk yang universal pemberian profilaksis uterotonika, alat pengukuran darah yang akurat dan valid, dan NASG.B. SARAN1. Perlu adanya pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam pencegahan, pengelolaan penanganan perdarahan postpartum.

2. Adanya program-program dari pemerintah yang secara berkelanjutan sehingga masyarakat lebih mandiri, lebih aktif dalam mencapai status kesehatan yang maksimal.DAFTAR PUSTAKA1. Matar HE, Almerie MQ, Alsabbagh M, Jawoosh M, Almerie Y, Abdulsalam A, dkk. Policies for care during the third stage of labour: a survey of maternity units in Syria. BMC Pregnancy and Childbirth. 2010, 10:32

2. Farrar D, Tuffnell D, Airey R, Duley L. Care during the third stage of labour: A postal survey of UK midwives and obstetricians. BMC Pregnancy childbirth. 2010. 10:23

3. Prendiville WJ, Elbourne D, McDonald s. Active versus expectant management in the third stage of labour (review). The Cochrane Collaboration. 2007

4. Cunningham FG, J.Leveno k, Bloom SL, Hauth jC, Rouse DJ, CY. S. Obstetri Williams. Jakarta: EGC; 2013.5. Golmezoglu AM, Lumbiganan p, Landoulsi A, Widmer M, Hany abdel-Aleem, Festin M, dkk. Active Management of the third stage of labour with and without controlled cord traction. The Lancet. 20126. Wendy R Sheldon, Jill Durocher, Beverly Winikoff, Trussell JBaJ. How effective are the components of active management of the third stage of labor? BMC Pregnancy and Childbirth. 2013:1471-2393.7. Fraser DM, Cooper MA, G F. Myles Buku Ajar Bidan 20118. Aziz A, Kazi S, Haq G, Soomro N. Oral misoprostol versus oxytocin in the management of third stage of labour. J Pak Med Assoc. 2014. 64: 49. Gohil J. T, Beenu T. A Study to Compare the Efficacy of Misoprostol, Oxytocin, Methyl-ergometrine and ErgometrineOxytocin in Reducing Blood Loss in Active Management of 3rd Stage of Labor. The Journal of Obstetrics and Gynecology of India. 2011 (61(4)):40812.10. C.M.Y. Choy, W.C. Lau, W.H. Tam, Yuen PM. A randomised controlled trial of intramuscular syntometrine and intravenous oxytocin in the management of the third stage of labour. an International Journal of Obstetrics and Gynaecology. 2002, ;Vol. 109:pp. 173711. Sulistyawati A, E. N. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. 201012. Bobak, Lowdermilk, Jensen. Keperawatan Maternitas. 4 E, editor. Jakarta: EGC; 200413. Gohil J. T, Beenu T. A Study to Compare the Efficacy of Misoprostol, Oxytocin, Methyl-ergometrine and ErgometrineOxytocin in Reducing Blood Loss in Active Management of 3rd Stage of Labor. The Journal of Obstetrics and Gynecology of India. 2011 (61(4)):4081214. SJ McDonald, JM Abbott, Higgins S. Prophylactic ergometrine-oxytocin versus oxytocin for the third stage of labour (Review). The Cochrane Library. 2009(issue 2)15. K Eileen. Hutton P, S. Hassan Eman M. Late vs Early Clamping of the Umbilical Cord in Full-term Neonates Systematic Review and Meta-analysis of Controlled Trials. American Medical Association. 2007;Vol 297(297):1241-52.16. SJ McDonald, Middleton P. Effect of timing of umbilical cord clamping of term infants on maternal and neonatal outcomes (Review). Cochrane Database of Systematic Reviews. 2008 (Issue 2)17. Deneux Catherine ea. Effect of routine controlled cord traction as part of the active management of the third stage of labour on postpartum haemorrhage: multicentre randomised controlled trial (TRACOR). BMJ 2013.18. F Althabea ea. A pilot randomized controlled trial of controlled cord traction to reduce postpartum blood loss. Int J Gynaecol Obstet. (107(1)): 4719. S P. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.20. J Hofmeyr, Abdel-Aleem H, MA A-A. Uterine massage for preventing postpartum haemorrhage. Cochrane Database of Systematic Reviews 2013 (Issue 7)21. Fyfe EM, Thompson John MD, Anderson NH, Groom KM, McCowan LM. Maternal Obesity and postpartum haemorrhage after vaginal and caesarean delivery among nulliparous women at term: a retrospective cohort study. BMC Pregnancy and Childbirth. 2012, 12:112

22. Jekti RP, Suarthana E. Risk factor of post partum haemorrhage in Indonesia. Health science indones. 2011.2:2

23. Patel.A, Goudar S.S, Geller S.E, Kodkany B.S, Edlavitch S.A, Wagh K, skk. Drape Estimation Vs. visual assessment for estimating postpartum haemorrhage. International journal of gynecol and obstetric. 2006. 93:220-224

24. Eshra DK, Nahta OE, Gamal A, Habib F. Effect of uterine massage to women during third satge of labour on preventing posypartum hemorrhage. Life science and technology. 2013

25. Lester F, Stenson A, Meyer C, Morris J, Vargas J, Miller S. Impact of the non-pneumatic antishock garment on pelvic blood flow in healthy postpartum women. AJOG. May 2011

26. Ojengbede OA, Morhason-Bello IO, Galadanci H, Meyer C, Nsima D, Camlin C, dkk. Assesing the role of the non-pneumatic anti-shock garment in reducing mortality from postpartum hemorrhage in Nigeria. Gynecol Obstet Invest, 2011; 71:66-72Fisiologi persalinan: Kala 3 dan 4 1