View
131
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangDari pertumbuhan ilmu sejak zaman Yunani kuno sampai abad modern ini tampak nyata bahwa ilmu merupakan suatu aktivitas manusia, suatu kegiatan melakukan sesuatu yang dilaksanakan orang atau lebih tepat suatu rangkaian aktivitas yang membentuk suatu proses.Seseorang yang melaksanakan rangkaian aktivitas yang disebut ilmu itu kini lazim dinamakan ilmuwan (scientist). Sejak istilah natural science (ilmu-ilmu kealaman) dipakai untuk menggantikan natural philosophy dalam abad XVIII, di negara Inggris orang juga mencari-cari sebutan khusus bagi mereka yang mengembangkan natural science itu untuk dibedakan dari filsuf, sejarahwan, dan kelompok-kelompok cendekiawan lainnya.Ilmu dapat merupakan suatu metode berfikir secara objektif (objektif thinking) , tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian (subjektif), karena dimulai dengan fakta. Ilmu merupakan milik manusia secara komprehensif. Ilmu merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan dapat diamati pancaindera manusia.Dalam makalah ini kami mencoba menguraikan sedikit makna dari ilmu sebagai proses, prosedur, dan produk serta kaitannya dengan masyarakat.
B. Rumusan Masalah1. Apa yang dimaksud ilmu sebagai proses, prosedur, dan produk serta kaitannya dengan masyarakat?2. Apa saja yang menjadi rangkaian ilmu sebagai proses, prosedur, dan produk?
BAB IIPEMBAHASANA. Definisi Ilmu sebagai Proses, Prosedur, Produk, dan MasyarakatIstilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang cukup bermakna ganda, yaitu mengandung lebih dari satu arti. Oleh karena itu, dalam memakai istilah tersebut seseorang harus menegaskan atau sekurang-kurangnya menyadari arti nama yang dimaksud. Menurut cakupannya pertama-tama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan. Jadi, dalam arti yang pertama ini ilmu mengacu pada ilmu seumumnya (science in general).Amsal Bakhtiar mengutip dalam Kamus Al-Munawwir karya Ahmad Warson Munawir, disebutkan bahwa ilmu berasal dari bahasa arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wajan fa’ila, yaf’alu, yang berarti: mengerti, memahami benar-benar. Sedangkan Muhammad Taqi Mishbah Yazdi
mendefinisikan makna teknis ilmu yaitu himpunan proposisi-proposisi hakiki yang bisa dibuktikan dengan pengalaman indrawi.Sebagaimana yang dikutip The Liang Gie dari The American College Dictionary karya C.L. Barnhart, Arti kedua dari ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok soal tertentu. Dalam arti ini ilmu berarti sesuatu cabang ilmu khusus seperti misalnya antropologi, biologi, geografi atau sosiologi. Istilah Inggris ‘science’ kadang-kadang diberi arti sebagai ilmu khusus yang lebih terbatas lagi, yakni sebagai pengetahuan sistematis mengenal dunia fisis atau material.Dari segi makna, pengertian ilmu sepanjang yang terbaca dalam pustaka menunjuk pada sekurang-kurangnya tiga hal, yakni, pengetahuan, aktivitas, dan metode. Dalam hal yang pertama ini yang terumum, ilmu senantiasa berarti pengetahuan (knowledge).Sementara itu proses sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna yaitu runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu, rangkaian tindakan, pembuatan atau pengolahan yang menghasilkan produk.The Liang Gie mendefinisikan ilmu dari wujudnya dibagi ke dalam 3 bagian yaitu ilmu sebagai proses, prosedur, dan produk.BAGAN WUJUD ILMU
Jadi, yang dimaksud ilmu sebagai proses di sini adalah ilmu secara nyata dan khas merupakan suatu aktivitas manusia yakni perbuatan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia, ilmu tidak hanya aktivitas tunggal saja, melainkan suatu rangkaian aktivitas sehingga merupakan suatu proses.
Ilmu sebagai prosedur atau ilmu sebagai metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknik untuk memperoleh kebenaran ilmiah.Sedangkan Ilmu sebagai produk adalah pengetahuan ilmiah yg kebenarannya dapat diuji secara ilmiah, yg mencakup Jenis-jenis sasaran; bentuk-bentuk pernyataan; Ragam-ragam proposisi; ciri-ciri pokok; Pembagian secara sistematis.Ilmu dipahami dari segi berbagai serangkaian aktivitas yang rasional, kognitif, dan bertujuan, akan tetapi suatu aktivitas dapat mencapai tujuannya jika dilaksanakan dengan metode yang tepat, dan akhirnya dapat membuahkan hasil berupa keterangan baru yang disebut dengan pengetahuan.Sementara itu kaitan antara ilmu sebagai proses, prosedur, dan produk dengan masyarakat di sini dimaksud adalah bagaimana wujud dari ilmu ini dapat bermanfaat secara positif bagi kehidupan masyarakat.B. Rangkaian Ilmu sebagai ProsesIlmu secara nyata dan khas adalah suatu aktivitas manusiawi, yakni perbuatan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia. Ilmu tidak hanya satu aktivitas tunggal saja, melainkan suatu rangkaian aktivitas sehingga merupakan sebuah proses. Rangkaian aktivitas itu bersifat rasional, kognitif, dan teleologis.1. RasionalAktivitas rasional berarti kegiatan yang mempergunakan kemampuan
pikiran untuk menalar yang berbeda dengan aktivitas berdasarkan perasaan dan naluri. Ilmu menampakkan diri sebagai kegiatan penalaran logis dari pengamatan empiris.Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berfikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan berpikir bukan dengan perasaan, meskipun seperti itu dikatakan Pascal, hati pun mempunyai logika tersendiri. Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berfikir menyandarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.Berpangkal pada hasrat kognitif dan kebutuhan intelektualnya, manusia melakukan rangkaian pemikiran dan kegiatan rasional dengan lingkungan atau masyarakat yang kemudian melahirkan ilmu.2. KognitifPada dasarnya ilmu adalah sebuah proses yang bersifat kognitif, bertalian dengan proses mengetahui dan pengetahuan. Proses kognitif (cognition) adalah suatu rangkaian aktivitas seperti pengenalan, penyerapan, pengkonsepsian, dan penalaran (antara lain) yang dengannya manusia dapat mengetahui dan memperoleh pengetahuan tentang suatu hal.Menurut Piaget menyatakan bahwa di dalam diri individu terjadi adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.a. AsimilasiAsimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya; proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label “burung” adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.b. AkomodasiAkomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru
yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi keseimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label “burung” adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung pada fikiran si anak.Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.Dengan demikian, kognitif seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.3. TeleologisIlmu selain merupakan sebuah proses yang bersifat rasional dan kognitif, juga bercorak teleologis, yakni mengarah pada tujuan tertentu karena para ilmuwan dalam melakukan aktivitas ilmiah mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Ilmu melayani sesuatu tujuan tertentu yang diinginkan oleh setiap ilmuwan. Dengan demikian, ilmu adalah aktivitas manusiawi yang bertujuan. Tujuan ilmu itu dapat bermacam-macam sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masing-masing ilmuwan.C. Ilmu Sebagai ProsedurIlmu sebagai prosedur berarti ilmu merupakan kegiatan penelitian yang menggunakan metode ilmiah. Apa itu metode ilmiah? Ada banyak definisi, tetapi di sini kita cukup mengutip satu saja. Menurut The World of Science Encyclopedia, metode ilmiah ialah prosedur yang digunakan oleh ilmuwan dalam mencari secara sistematis pengetahuan baru dan peninjauan kembali pengetahuan yang ada. Dari berbagai definisi yang pernah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa metode ilmiah pada umumnya menyangkut empat hal yakni: pola prosedural, tata langkah, teknik-teknik, dan alat-alat. Unsur yang termasuk dalam pola
prosedural ialah pengamatan, percobaan, pengukuran, survai, deduksi, induksi, dan analisa. Unsur yang termasuk dalam tata langkah ialah penentuan masalah, perumusan hipotesis, pengumpulan data, kesimpulan, dan pengujian hasil. Unsur yang termasuk dalam teknik-teknik antara lain questional, wawancara, perhitungan, dan pemanasan. Alat-alat yang digunakan antara lain timbangan, meteran, perapian, komputer.D. Ilmu sebagai ProdukPengertian inilah yang paling sering digunakan. Dalam arti ketiga ini, ilmu merupakan kumpulan pengetahuan sistematis yang merupakan produk dari aktivitas penelitian dengan metode ilmiah/ sebagai sistem pengetahuan, ilmu mempunyai obyek material dan obyek formal. Obyek material sering disebut pokok soal (subject matter), sedangkan obyek material dinamakan titik perhatian (focus of interest) atau sikap pikiran (attitude of mind). Lebih lazim, obyek formal dinamakan sudut pandang. Sebagai sistem pengetahuan atau pengetahuan sistematis, ilmu memiliki ciri- ciri empiris, sistematis, obyektif, analitis, dan verifikatif. Ciri empiris mengandaikan pengamatan (observasi) atau percobaan (eksperimen). Ilmu berbeda dari pengetahuan karena ciri sistematis, dan berbeda dari filsafat karena ciri empirisnya. Ciri sistematis berarti bahwa kumpulan pengetahuan-pengetahuan itu memiliki hubungan-hubungan ketergantungan dan teratur. Ciri obyektif ilmu berarti bahwa pengetahuan ilmiah bebas dari rasangka perseorangan (personal bias) dan pamrih pribadi. ilmu arus berisi data yang menggambarkan secara tepat gejala-gejala. ilmu berciri analitis artinya ilmu melakukan pemilahan-pemilahan atas pokok soal ke dalam bagian-bagian untuk mengetahui sifat dan hubungan bagian-bagian tersebut. Ciri verifikatif ilmu berarti bahwa tujuan yang ingin dicapai ilmu ialah kebenaran ilmiah. Kebenaran ini dapat berupa kaidah-kaidah atau azas-azas yang universal. Dengan demikian, manusia dapat membuat ramalan dan menguasai alam. Berdasarkan uraian-uraian di atas, The Liang Gie memberikan definisi sebagai berikut tentang ilmu. Dia mengatakan: " ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan -pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh, pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun melakukan penerapan. "
BAB IIIPENUTUP
A. SimpulanIlmu hanya terdapat dan dimulai dari aktivitas manusia, sebab hanya manusia yang memiliki kemampuan rasional dalam melakukan aktivitas kognitif yang menyangkut pengetahuan, dan selalu mendambakan berbagai tujuan yang berkaitan dengan ilmu.Dalam wujudnya ilmu dibagi ke dalam tiga bagian yaitu ilmu sebagai proses, prosedur, dan produk.Ilmu sebagai proses memiliki arti suatu aktivitas manusia, yakni perbuatan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia, dan ilmu itu sendiri terdiri dari satu atau rangkaian aktivitas yang merupakan
sebuah proses yang bersifat rasional, kognitif, dan teleologis. Sedangkan Ilmu sebagai prosedur atau ilmu sebagai metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknik untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Terakhir yaitu ilmu sebagai produk bermakna pengetahuan ilmiah yg kebenarannya dapat diuji secara ilmiah, yg mencakup Jenis-jenis sasaran; bentuk-bentuk pernyataan; Ragam-ragam proposisi; ciri-ciri pokok; Pembagian secara sistematis.
DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007
Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, cet. Ke-3
Jujun. S. Sumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popuker, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000
Kunjtojo, Makalah dalam Presentasi Ilmiah, Paradigma Ilmu sebagai Proses, Prosedur, dan Produk.
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Buku Daras Filsafat Islam, Judul dalam bahasa Inggris Philosophical Instructions: An Introduction to Contemporary Islamic Philosophy, Bandung, Mizan, 1999
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, Jogjakarta: Liberty, 1996
http://www.wangmuba.com/07/10/2009, Psikologi dalam Filsafat Ilmu,
http://www.wikipedia.org/wiki/ilmu, 06/10/2009
sumber : http://ardiansyahputera.wordpress.com/2010/11/07/ilmu-sebagai-proses-dan-produk/
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Berbedanya cara dalam
mendapatkan pengetahuan tersebut serta tentang apa yang dikaji oleh pengetahuan tersebut
membedakan antara jenis pengetahuan yang satu dengan yang lainnya.
Pengetahuan dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia
mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang
melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka
berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka
proses berpikir itu harus dilakukan melalui suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru
dianggap sahih (valid) kalau proses penarikannya dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara
penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai
“pengkajian untuk berpikir secara sahih”.
Pengetahuan banyak jenisnya, salah satunya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan
yang objek telaahnya adalah dunia empiris dan proses pendapatkan pengetahuannya sangat ketat yaitu
menggunakan metode ilmiah. Ilmu menggabungkan logika deduktif dan induktif, dan penentu
kebenaran ilmu tersebut adalah dunia empiris yang merupakan sumber dari ilmu itu sendiri.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sifat-sifat ilmu pengetahuan ?
2. Apa yang dimaksud filsafat ilmu sebagai proses, prosedur, dan produk ?
1.3. Tujuan Masalah
Tujuan yang ingin dicapai oleh pemakalah dari materi ini antara lain ialah : Para pendengar dan
pembaca wabil khusus pemakalah sendiri dapat memahami dari rumusan- rumusan masalah yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sifat-sifat Ilmu Pengetahuan
Sejarah membuktikan, bahwa dengan metode ilmu, akan membawa manusia kepada kemajuan
dalam pengetahuannya. Kemajuan dalam pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu itu memungkinkan,
karena beberapa sifat, atau cirri khas yang dimiliki oleh ilmu.
Dalam hal ini, Randall mengemukakan beberapa ciri umum daripada ilmu, di antaranya ialah:
1. Hasil ilmu sifatnya akumulatif dan merupakan milik bersama. Artinya, hasil daripada ilmu yang
telah lalu dapat dipergunakan untuk penyelidikan dan penemuan hal-hal yang baru, dan tidak
menjadi monopoli bagi yang menemukannya saja, setiap orang dapat menggunakan,
memanfaatkan hasil penyelidikan atau hasil penemuan orang lain.
2. Hasil ilmu, kebenarannya tidak mutlak, dan bisa terjadi kekeliruan, karena yang menyelidikinya
adalah manusia. Namun yang perlu diketahui, kesalahan-kesalahan itu bukan karena
metodenya, melainkan terletak pada manusia yang menggunakan metode tersebut.
3. Ilmu itu objektif, artinya prosedur cara penggunaan mtode ilmu tidak tergantung kepada yang
menggunakannya, tidak tergantung kepada pemahaman secara pribadi. Berbeda dengan
prosedur otoritas dan intuisi, yang tergantung kepada pemahaman secara pribadi.
Selanjutnya, Ralph Ross dan Ernest Van den Hagg yang disunting oleh Prof. Drs. Harsojo,
mengemukakan ciri-ciri umum daripada ilmu, yaitu:
1. Bahwa ilmu itu rasional
2. Bahwa ilmu itu Bersifat empiris
3. Bahwa ilmu itu Umum
4. Bahwa ilmu itu Akumulatif
Ilmu dikatakan rasional, karena ilmu merupakan hasil dari proses berpikir dengan menggunakan
akal, atau hasil berpikir secara rasional. Pada umumnya, orang-orang menggolongkan filsafat itu pasti
ke dalam ilmu-ilmu pengetahuan. Walaupun filasafat iu muncul sebagai salah satu ilmu pengetahuan,
akan tetapi ia mempunyai struktur tersendiri dan tidak dapat begitu saja dianggap sebagai “ilmu
pengetahuan”. Tentu saja sedikit banyak bagi setiap ilmu pengetahuan berlaku, bahwa ilmu itu
mempunyai struktur dan karakteristik tersendiri. Studi tentang ilmu kedokteran adalah sesuatu yang
berbeda sekali dengan sejarah kesenian, dan ilmu pasti/matematika sesuatu yang berlainan sekali
dengan ilmu pendidikan. Akan tetapi untuk filsafat, hal yang “tersendiri” ini berlaku dengan cara yang
dasarnya lain[1].
2.2. Filsafat Ilmu Sebagai Proses, prosedur dan produk
Sebelum kami membahas atau menguraikan filsafat ilmu sebagai proses sedikit kami paparkan
atau kami uraikan terlebih dahulu tentang filsafat itu sendiri,karna kita tidak akan mungkin bisa
memahami filsafat ilmu sebagai proses, prosedur dan produk, kalau kita belum memahami filsafat itu
sendiri.
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam semesta, maknanya dan
nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk
keindahan komunikasi danekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan
(understanding and wisdom).
Dr Oemar A. Hoesin mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat
memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang
tersusun dengan tertib, akan kebenaran. S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu
dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam
tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan
kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-
dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya. Bagi manusia,
berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung
jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau
pun kebenaran. Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan: Tugasfilsafat
bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju.
Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun
pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang
dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan
‘nation’, ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan.
Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun
dalam semangatnya. Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan
keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan
keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi para ilmiah yang
usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan,
ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk
mempertajamkan pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui,
tetapi harus dipraktekkan dalam hidup sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan
memberikan kepadanya dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat
harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia,
bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika
(kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisik (hakikatkeaslian).
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa :
1. Filsafat ilmu sebagai proses merupakan aktivitas penelitian yang dilakukan berdasarkan
pemikiran secara matang dan diarahkan pada pencapaian tujuan, yaitu:
a. Mencapai kebenaran;
b. Dapat dipergunakan untuk menjelaskan
c. Dapat dipergunakan untuk memprediksi
d. dapat dipergunakan mengendalikan.
2. Filsafat ilmu sebagai prosedur atau ilmu sebagai metode ilmiah merupakan prosedur yang
mencakup pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknik untuk memperoleh kebenaran ilmiah.
3. Filsafat ilmu sebagai produk adalah pengetahuan ilmiah yg kebenarannya dapat diuji secara
ilmiah, yang mencakup:
a. Jenis-jenis sasaran b. bentuk-bentuk pernyataan c. Ragam-ragam proposisi d. ciri-
ciri pokok e. Pembagian secara sistematis
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sejarah membuktikan, bahwa dengan metode ilmu, akan membawa manusia kepada kemajuan
dalam pengetahuannya. Kemajuan dalam pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu itu memungkinkan,
karena beberapa sifat, atau cirri khas yang dimiliki oleh ilmu.
Filsafat ilmu sebagai proses merupakan aktivitas penelitian yang dilakukan berdasarkan pemikiran
secara matang dan diarahkan pada pencapaian tujuan, yaitu:
a. Mencapai kebenaran
b. Dapat dipergunakan untuk menjelaskan
c. Dapat dipergunakan untuk memprediksi
d. Dapat dipergunakan mengendalikan.
Filsafat ilmu sebagai prosedur atau ilmu sebagai metode ilmiah merupakan prosedur yang
mencakup pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknik untuk memperoleh kebenaran ilmiah.
Filsafat ilmu sebagai produk adalah pengetahuan ilmiah yg kebenarannya dapat diuji secara ilmiah,
yang mencakup:
a. Jenis-jenis sasaran b. bentuk-bentuk pernyataan c. Ragam-ragam proposisi d. ciri-ciri
pokok e. Pembagian secara sistematis
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Susanto Ahmad, M.Pd, , filsafat ilmu, PT. Bumi Aksara, Jakarta
Inu Syafiie Kencana, , pengatar filsafat, PT.Repika Aditama ,Bandung
Drs.Salam Burhanuddin, 2012.Pengantar Filsafat,PT.Bumi Aksara,Jakarta
Ahmad Tafsir 1990.Filsafat Umum, Bandung
Kattasoff .O Louis,2004. Pengantar filsafat,:Tiara Wacana , Yogyakarta
Suhartono Suparlan, 2005. Filsafat Ilmu pengetahuan.:Ar-Ruzz Media 194 Jogjakarta
Louis o. Kattasoff,2004, pengantar filsafat,Tiara Wacana,Yogyakarta
sumber : http://arshabibisarro.blogspot.com/2013/03/filsafat-ilmu-sebagai-proses.html
METODE ILMU PENGETAHUAN• Menurut J.B. Conant dalam bukunya Understanding Science, ilmu pengetahuan dapat dilihat dari kata benda ataupun kata kerja. Sebagai kata benda, ilmu pengetahuan merupakan hasil yang sudah jadi. • Sedangkan kata kerja, ilmu pengetahuan adalah proses yang melibatkan ilmuwan dalam mencapai kebenaran. Sebagai kata kerja ilmu pengetahuan adalah metode, adalah cara, adalah kegiatan yang dipraktekkan. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah.• Metode ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan penggabungan cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya.
SKEMA METODE ILMIAH
• Langkah langkah dari proses logico-hypothetico-verifikasi :1. Perumusan Masalah : mengenai obyek empiris yang jelas batasan batasannya serta dapat diidentifikasikan factor factor yang terkait didalamnya.2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hypothesis : kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan factor factor empiris yang relevan dengan permasalahnnya.3. Perumusan hipotesis : jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir 4. Pengujian hipotesis : pengumpulan fakta fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan5. Penarikan kesimpulan : penilaian dari hipotesis apakah diterima atau ditolak.
METODE INDUKSI• Metode berpikir induktif dimana cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Untuk itu, penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang yang kusus dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum• Induksi adalah cara kerja ilmu pengetahuan yang bertolak dari sejumlah proposisi tunggal atau particular tertentu untuk menarik kesimpulan umum tertentu. • Cara kerjanya dengan memulai dengan penelitian untuk mengamati berbagai fenomena dan mengumpulkan berbagai fakta dan data kemudian dievaluasi untuk bisa melahirkan kesimpulan umum tertentu.• Langkah – langkah metode induksi :a. Perumusan masalah atau identifikasi masalah munculnya suatu masalahb. Penyusunan kerangka berpikir pengamatan dan mengumpulkan data pada gejala – gejala yang menimbulkan suatu masalah serta mengumpulkan berbagai fakta yang yang diduga dapat menjelaskan masalah tersebut kemudian dianalisis.c. Merumuskan hipotesis setelah melakukan analisis kemudian mengajukan sebuah hipotesis yang berfungsi untuk menjelaskan sebab dari masalah tersebut.d. Pengujian hipotesis untuk menguji lebih lanjut kebenaran hipotesis dapat dilakukan dengan penelitian dan percobaan lebih lanjut.untuk membuktikan apakah sebab yang menjadi dugaan dalam
hipotesis tadi memang terbukti benar. Dengan cara membuat berbagai prediksi . Bila prediksi mendukung hipotesis maka hipotesis tersebut diterima sebagai benar , bila diterima secara terus – menerus maka diterima sebagai hukum ilmiah . Jika tidak perlu diajukan hipotesis baru dengan mengumpulkan fakta dan data tambahan . • Kelebihan penalaran induktif1. Suatu alat generalisasi dari pemikiran kita untuk kemudian dijadikan suatu pegangan umum atas kejadiaan tertentu.2. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala.3. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.• Kelemahan penalaran induktif1. Terdapat satu bukti rasional bahwa penalaran induktif bisa jadi menghasilkan kesimpulan yang berbahaya dan salah kaprah. Pengetahuan kita yang bersumber dari penalaran atau pemikiran induktif bisa jadi salah.2. Penalaran induktif memang membantu kita dalam memahami, memprediksi, dan mengontrol sesuatu. Namun tidak semua hal bisa dipercaya dengan melakukan penalaran induktif.
METODE DEDUKSI• Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir silogismus yang secara sederhana digambarkan sebagai penyusunan dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut .• Deduksi adalah proses menarik prediksi-prediksi dari suatu hipotesis.• Berpikir deduksi memeberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya.• Langkah – langkah metode deduksi :1. Perumusan masalah2. Khasanah pengetahuan ilmiah3. Penyusunan kerangka berpikir4. Perumusan hipotesis5. Pengujian hipotesis
KESIMPULAN• Induksi dan deduksi saling berdampingan. Keduanya selalu bersama-sama dan saling memuat. Induksi tidak dapat ada tanpa deduksi. Deduksi selalu diawali oleh induksi. Dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan, induksi biasanya mendahului deduksi. Sedangkan dalam logika biasanya deduksilah yang terutama dibicarakan lebih dulu. Jadi baik berpikir deduktif maupun berpikir induktif diperlukan dalam proses pencarian pengetahuan yang benar.
DAFTAR PUSTAKAJujun S Suriasumantri . Filsafat Ilmu Sony Keraf . Ilmu Pengetahuan , Sebuah Tinjauan Filosofis.http://zolopox.blogspot.com/2009/12/penalaran-induktif-kajian-filsafat.html sumber : http://tugaskuliahanakmenej.blogspot.com/2011/04/filsafat-dan-ilmu-pengetahuan-metode.html
PENELITIAN
DENGAN LOGICO-HYPOTHETICO-VERIFIKASI[1]
Ahmad Rohani HM.[2]
ABSTRAK
Penelitian adalah kegiatan memperoleh data dengan menggunakan metode ilmiah guna mencapai tujuan tertentu. Yang dimaksud data dalam penelitian, apa saja, segala hal yang relevan dengan kebutuhan penelitian, baik itu berupa informasi tertulis semisal jawaban angket atau tes,
keterangan responden penelitian, fakta sejarah, dan sebagainya. Data penelitian harus baik cirinya antara lain objektif, valid, reliabel yang hanya diperoleh dengan alat pengumpulan data yang baik pula. Sebagai kegiatan ilmiah, penelitian harus melibatkan metode ilmiah yaitu cara-cara khusus dalam menyelidiki atau memecahkan masalah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu melalui kegiatan berfikir. Setiap metode ilmiah, merupakan gabungan antara logika deduktif (rasional) dan logika induktif (empirik). Metode ilmiah itu sendiri dikenal sebagai proses logico-hypothetico-verifikasi atau perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi dan induksi, secara iteratif. Penelitian dengan logika verifikasi hipotesis umumnya penelitian yang menggunakan paradigma positivisme, dan kebanyakan digunakan dalam penelitian-penelitian kuantitatif. Sementara itu, secara umum, tujuan penelitian dapat dikelompokkan menjadi 3 hal utama yaitu untuk menemukan, membuktikan, dan mengembangkan pengetahuan tertentu. Berdasarkan ketiga pengelompokkan tujuan penelitian ini, implikasinya adalah setiap temuan-temuan atau hasil-hasil penelitian harus dapat digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan yang dimaksud. Perumusan tujuan penelitian harus relevan dengan rumuman permasalahan penelitian.
KATA-KATA KUNCI : PENELITIAN, DATA, METODE ILMIAH, HIPOTESIS,
STATISTIK INFERENSIAL.
PENDAHULUAN
Penelitian adalah kegiatan memperoleh data dengan menggunakan metode ilmiah guna mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian ini, terdapat 3 hal pokok yang perlu dijelaskan yaitu: data, metode ilmiah, dan tujuan tertentu kesemuanya dalam konteks penelitian. Ketiga hal inilah yang dibahas dalam uraian berikut. Selanjutnya diibahas agak mendalam mengenai logico-hypothetico-verifikasi yang merupakan logika berfikir dalam penelitian kuantitatif positivistik. Sebagai catatan, dalam bahasan berikut uraian lebih difokuskan pada penelitian kuantitatif dalam perspektif positivistik yang lazim dilakukan dalam penelitian-penelitian kealaman maupun penelitian-penelitian behavioral yang umumnya menggunakan paradigma positivistik.
DATA PENELITIAN
Hakikat penelitian adalah pemerolehan data yang dengan menggunakan teknik-teknik tertentu, apakah wawancara, angket, pengamatan, dan lain-lain. Yang dimaksud data dalam penelitian, apa saja, segala hal yang relevan dengan kebutuhan penelitian, baik itu berupa informasi tertulis semisal jawaban angket atau tes, keterangan responden penelitian, fakta sejarah, dan sebagainya. Karena kegiatan penelitian itu sebagai kegiatan ilmiah, maka data yang dimaksud haruslah data yang baik. Data yang baik itu memiliki sifat-sifat umum, antara lain: objektif, valid, reliabel, serta sifat-sifat lain yang bersifat khusus terkait dengan kualifikasi sesuatu teknik atau alat pengumpulan data. Jika alat pengumpul data itu tes misalnya, maka tes sebagai instrumen pengumpul data harus memiliki kualifikasi tertentu sebagai tes yang baik.
Bahwa sifat umum data penelitian harus objektif, artinya data penelitian yang diperoleh dan disajikan memiliki tafsiran yang sama bagi siapa saja yang yang berkepentingan dengan data dimaksud. Tafsiran yang sama ini umumnya terjadi dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif sering terjadi tafsiran (pemaknaan) data yang subjektif. Antara penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif memang umumnya berbeda paradigma dan perspektifnya, sekalipun dalam perkembangan kemudian telah ada upaya untuk memergerkan di antara keduanya, tetapi hingga saat ini belum tercapai kata sepakat bentuk merger dimaksud[3].
Sifat umum lain dari data penelitian adalah valid (shahih, cermat)[4], dengan pengertian bahwa adanya ketepatan antara data yang terkumpul dengan data pada objek yang sesungguhnya terjadi[5]. Kenyataan sering terjadi, terutama di kalangan peneliti pemula, terlebih lagi para mahasiswa, bahwa
ketika melakukan kegiatan penelitian, mereka mengumpulkan sejumlah data yang tidak tepat, tidak relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian[6]. Kejadian yang demikian berarti mubadzir alias muspro. Dalam kasus yang demikian, muncul istilah teknis yang berupa data primer dan data sekunder. Ketika ditanyakan kepada mereka yang dimaksud data primer sebagai data pokok (terkait langsung dengan masalah penelitian) sedangkan data sekunder adalah data penunjang, pelengkap (umumnya tak terkait dengan permasalahan penelitian). Dalam hal data yang kedua inilah yang justru membebani dan mengaburkan kegiatan penelitian itu sendiri[7]. Struktur organisasi sekolah, prasarana dan sarana sekolah, dan sejenisnya adalah contoh data yang seringkali tidak relevan tetapi dikumpulkan dengan susah-payah oleh peneliti pemula, mahasiswa. Data yang demikian adalah contoh data yang tidak valid[8].
Sifat umum ketiga dari data adalah reliabel yaitu konsisten dalam arti data yang diperoleh untuk kepentingan penelitian itu seandainya dilakukan recheck berkali-kali perolehan datanya akan relatif sama. Reliabilitas data penelitian sangat tergantung pada alat atau instrumen pengumpul data. Jika instrumennya memenuhi kualifikasi sebagai alat ukur yang baik, maka data yang terkumpul pun akan reliabel[9].
METODE ILMIAH DALAM PENELITIAN
Sebagaimana didefinisikan di atas, penelitian adalah kegiatan memperoleh data dengan menggunakan metode ilmiah guna mencapai tujuan tertentu. Definisi ini mengandung maksud bahwa kegiatan penelitian adalah kegiatan ilmiah, setidaknya karena ia secara metodologik melibatkan metode ilmiah.
Metode ilmiah adalah cara-cara khusus dalam menyelidiki atau memecahkan masalah[10]. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu melalui kegiatan berfikir[11]. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Kegiatan berfikir yang prosedural untuk mendapatkan pengetahuan yang benar itu diperlukan cara-cara tertentu, dalam hal ini adalah cara berfikir deduktif dan induktif, sering disebut sebagai logika deduktif dan logika induktif, logika rasional dan logika empirik[12]. Setiap metode ilmiah, logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif (rasional) dan logika induktif (empirik).
Hasil berfikir rasional yang menggunakan logika deduktif-rasional sifatnya belum final, hipotetik, dugaan mengenai kebenaran yang bersifat sementara. Artinya, hipotesis itu merupakan sebuah kesimpulan berfikir deduktif-rasional. Sehubungan dengan hal ini, pembuktian nyata, induktif-empirik merupakan kebutuhan, guna "menginterogasi", mencocokkan dengan fakta-fakta atau fenomena-fenomena empirik yang terjadi. Itulah sebabnya, betapapun kekuatan berfikir deduktif kalau tidak didukung dengan kebenaran faktual-empirik belum dapat dinyatakan sebagai ilmiah. Maka, metode ilmiah merupakan gabungan dari logika deduktif-rasional dan logika induktif-empirik. Dalam kaitan ini metode ilmiah sering dikenal sebagai proses logico-hypothetico-verifikasi (Jujun S.Suriasumantri, 1993), atau menurut Tyndall dalam Harold A. Larrabee (1964) dinyatakan sebagai perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi dan induksi.
TUJUAN PENELITIAN
Bahwa setiap kegiatan penelitian memiliki tujuan tertentu sebagaimana disebutkan dalam definisi penelitian itu sendiri. Secara umum, tujuan penelitian dapat dikelompokkan menjadi 3 hal utama yaitu untuk menemukan, membuktikan, dan mengembangkan pengetahuan tertentu[13]. Berdasarkan ketiga pengelompokkan tujuan penelitian ini, implikasinya adalah setiap temuan-temuan atau hasil-hasil penelitian harus dapat digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan yang dimaksud. Temuan-temuan atau hasil-hasil penelitian yang tidak dapat menjawab atau memenuhi tuntutan dari tujuan tertentu penelitian yang umumnya telah dirumuskan ketika menyusun proposal penelitian, maka temuan-temuan hasil penelitian itu menjadi bias dan tidak bermakna. Penelitiannya dipandang sebagai
penelitian yang tidak bermutu dan tidak mengarah. Karena, penelitian yang bermutu dan mengarah adalah penelitian yang mengacu dan berangkat dari tujuannya yang telah dirumuskan sebelumnya. Tujuan penelitian itu sendiri ketika dirumuskan harus relevan dengan rumusan permasalahan[14].
Penelitian yang bertujuan untuk menemukan atau mengembangan sesuatu (teori atau pengetahuan) yang baru umumnya terjadi pada penelitian-penelitian murni atau penelitian dasar yang tidak begitu peduli apakah temuannya itu secara praktis dapat langsung bermanfaat atau tidak. Sementara penelitian yang bertujuan untuk menerapkan, menguji, atau mengevaluasi (verifikasi) suatu teori yang telah ada dalam rangka memecahkan sesuatu atau beberapa permasalahan disebut sebagai penelitian terapan[15].
LOGICO-HYPOTHETICO-VERIFIKASI
Di atas telah dinyatakan, kegiatan penelitian (yang benar) sebagai kegiatan ilmiah selalu menggunakan metode ilmiah yang merupakan gabungan dari logika deduktif-rasional dan logika induktif-empirik, dan metode ilmiah itu sendiri dikenal sebagai proses logico-hypothetico-verifikasi atau perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi dan induksi. Penelitian dengan logika verifikasi hipotesis umumnya penelitian yang menggunakan paradigma positivisme[16], dan kebanyakan digunakan dalam penelitian-penelitian kuantitatif[17]. Dalam penelitian dengan logika verifikasi[18] hipotesis, sudah pasti melibatkan logika atau cara berfikir yang sahih baik logika dedukatif maupun logika induktif, keduanya digunakan secara silih-berganti[19], iteratif, dalam kerangka berfikir ilmiah (berfikir dengan menggunakan metode ilmiah).
Dalam penelitian kuantitatif, setidaknya dikenal 4 logika yaitu: logika induktif probabilistik, logika deduktif probabilistik, logika paradigmatik uji inferensi, dan inferensi logik kuantitatif[20]. Logika induktif probabilistik digunakan dalam logika matematik paradigma positivisme. Dalam kaitan ini untuk menguji validitas teori atas data empirik digunakan uji verifikasi. Inferensi yang valid adalah inferensi yang didasarkan pada relasi transitif. Proposisi dalam logika matematik disusun berdasarkan proiposisi yang menyatakan adanya relasi antar jenis. Relasi X dan Y adalah simbol dari relasi jenis X dan jenis Y. Relasinya dapat disajikan dalam persamaan kuadratik, persamaan kubik, atau persamaan linier. Konstruk proposisi dalam logika ini adalah silogisme inferensi.
Logika deduktif probabilistik merupakan ragam kedua dari penelitian yang menggunakan paradigma kuantitatif. Logika ini digunakan oleh Realisme Baru[21]. Realisme menuntut pembuktian kebenaran yang didukung oleh teori dan empiri, knowing dan being. Eksistensi keduanya harus saling mendukung. Realisme Baru menuntut adanya "teori terkonstruk" (Thomas Kuhn, Lakatos, Laudan) dan "empiri terkonstruk" (Hacking).
Ragam ketiga dari logika penelitian adalah logika paradigmatik: uji inferensi logik kuantitatif. Untuk dapat menggunakan logika ini sebagai alat membuat inferensi dapat dilakukan dengan cara: Kita membangun konseptualisasi teoretik yang open ended (meberi peluang koreksi atau pengembangan) yang ditata atas skema atau paradigma pemikiran kita. Bangunan konseptualisasi itu sebagian bisa menggunakan tata berfikir linier-inferensial, thermostatik, holografik, dan sebagainya[22].
Logika penelitian yang keempat adalah inferensi logik kuantitatif. dalam kerangka ini, untuk analisis parametrik dituntut pemenuhan beberapa asumsi atau persyaratan misalnya sampel harus diambil secara random, distribusi data harus normal, linier, homogen. Ini berlaku misalnya dalam analisis regresi, korelasi ganda, analisis varian. Dalam kaitan itu, instrumen pengumpul datanya harus memiliki validitas (terutama validitas konstrak) dan reliabilitas yang memadai. Model uji inferensi dengan logika kuantitatif tepat digunakan jika peneliti menggunakan paradigma positivistik, lebih jauh lagi jika menggunakan paradigma lainnya seperti postpositivistik rasionalistik, realisme baru, atau logika quantum.
Kembali kepada hakikat penelitian sebagai kegiatan ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dengan logika iteratif, di mana antara deduktif dana induktif digunakan silih berganti, maka sesungguhnya logika verifikasi hipoetsis itu juga menggunakan logika iteratif. Ketika menurunkan hipotesis untuk diuji, konstruk teori harus dibangun kuat sehingga turunan ke rumusan hipotesis benar-benar siap uji secara verifikatif dengan harapan hasil uji hipotesis dapat memperkuat bangunan konstruk teori. Untuk ini, ketika proses uji hipotesis maka diperlukan konstruk empirik yang kuat dalam arti diperlukan data-data yang objektif, valid dan reliabel sehingga mendukung proses pengujian hipotesis. Kerja penelitian dengan cara membangun konstruk teori hingga penurunan hipotesis merupakan cara kerja deduktif (meski dalam membangun tata berfikir teoretik bisa saja menggunakan logika deduktif-induktif), sedangkan cara kerja membangun konstruk empirik yang kemudian digunakan untuk uji hipotesis merupakan cara kerja induktif verifikatif. Dengan demikian, logika hipotesis verifikasi adalah logika keilmuan (ilmiah) yang iteratif yakni melibatkan logika deduktif-induktif. Dalam konteks uji hipotesis tentu paradigma kuantitatif yang dipilih. Untuk ini analisis data selalu melibatkan analisis statistik guna uji hipotesis. Karena itu penelitian yang melibatkan hipotesis adalah penelitian kuantitatif dengan melibatkan statistik. Uji hipotesis itu sendiri sering disebut uji statistik. Hipotesisnya bisa berupa hipotesis deskriptif (univariat), hipotesis korelasional, atau hipotesis komparasional.
Uji hipotesis adalah uji statistik artinya hipotesis diuji dengan teknik analsisis statistik (statistik itu sendiri adalah ukuran sampel atau menurut Djemari Mardapi disebut deskripsi numerik tentang sampel[23], karena itu uji statistik hanya ada dalam penelitian sampel yang hendak menguji ukuran populasi yang namanya parameter). Hasil ujinya, jika hipotesis nol[24] (yang diuji dalam uji statistik) ditolak secara signifikan kesimpulan dan pemaknaan kemudian adalah generalisasi dari sampel ke populasi dan verifikasi teori dengan pernyataan bahwa konstruk teori yang dibangun benar adanya dan terdukung oleh konstruk empirik[25]. Kekuatan hasil uji hipotesis ini sangat tergantung pada penggunaan alat uji statistiknya. Jika alat uji statistiknya parametrik, maka hasil inferensinya (generalisasinya) kuat dan kokoh. Tetapi jika alat uji statistiknya nonparametrik, hasil inferensinya masih lemah. Mengapa, sebab alat uji statistik nonparametrik memiliki beberapa kelonggaran asumsi atau persyaratan uji di antaranya tidak menggunakan bentuk distribusi peluang (free distribution). Karena itu, hasil-hasil penelitian (hasil-hasil uji hipotesis) yang menggunakan alat uji statistik nonparametrik kurang begitu diyakini adanya[26].
Uji hipotesis adalah uji statistik, dan uji statistik itu bersifat probabilistik. Karena itu dalam logika inferensi untuk uji hipotesis selalu bersifat probabilistik (dengan syarat data yang diambil harus dilakukan secara random, probabilistik). Dalam kaitan ini, hasil inferensi atau kesimpulan untuk generalisasinya sifatnya probabilistik, kemungkinan yang disertai dengan keyakinan tertentu atau derajat kepercayaan tertentu. ketika melakukan uji statistik umumnya peneliti dituntut untuk menentukan terlebih dahulu berapa derajat keyakinan yang dipakai, misalnya 95% (dalam penelitian behavioral) atau 99% atau kurang dari itu (dalam penelitian kealaman). Derajat keyakinan yang demikian dalam ilmu statistik disebut sebagai level of significance.
SIMPULAN
Bahwa penelitian adalah kegiatan ilmiah dengan melibatkan metode ilmiah dan memiliki tujuan tertentu sesuai dengan karakteristik penelitian itu sendiri. Agar hasial penelitian akuntabel, ia harus didukung dengan data yang objektif, valid, dan reliabel dengan menggunakan instrumen yang baik.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu melalui kegiatan berfikir dengan menggunakan logika ilmiah yaitu gabungan antara logika deduktif (rasional) dan logika induktif (empirik). Dalam penelitian kuantitatif berparadigma positivisme metode (logika) ilmiah dikenal sebagai proses logico-hypothetico-verifikasi atau perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi dan induksi, secara iteratif. Dalam logika verifikasi hipotesis digunakan statistik
inferensial sebagai cara kerja uji hipotesis guna menghasilkan kesimpulan. Kesimpulan inferensial generalis dari statistik inferensial yang lebih kokoh, kuat dan lebih dapat diyakini adalah yang parametris, karena proses dan cara kerja parametrik terkontrol oleh prasyarat uji yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Brannen, Julia. (t.th.). Memadu metode penelitian kualitatif dan kuantitatif (terjemahan), Penyunting: Imam Safe'i. Fakultas tarbiyah IAIN Antasari. Samarinda.
Gay, L.R. 1981. Educational research competencies for analysis & application. Charles E. Merrill Publishing Company A Bell & Howell Company. London.
HM., Ahmad Rohani., dkk. 1994. Pendekatan eklektik dalam sistem berfikir ilmiah. Makalah Kelompok dalam Diskusi Mata Kuliah Filsafat Ilmu S2 PPs IKIP Yogyakarta.
---------------------------. (2002). Statistik inferensial; estimasi dan uji hipotesis nol. Majalah Ilmiah FAI UNISSULA, AL-FIKRI. no. 37/Juni/Th.XVI/2006.
---------------------------. (2002). Statistik dalam kegiatan penelitian. Majalah Ilmiah FAI UNISSULA, AL-FIKRI. no. 31/Juni/Th.XIII/2003.
Hogg, Robert V. & Tanis, Elliot A. (1988). Probability and statistical inference. Prentice Hall Englewood Cliffs. New Jersey.
Mardapi, Djemari. (2000). Pengujian hipotesis nihil: uji signifikansi dan interval kepercayaan. Makalah Seminar Kontroversi prinsip-Prinsip Statistik Fak. Psikologi UGM tanggal 22 Juli 2000.
Merton, Robert K. (1967). On theoretical sociology five essays, old and new. Collier Macmillan Publishers. London.
Muhadjir, Noeng. 2001. Edisi II Cet. 1. Filsafat ilmu. Rake Sarasin. Yogyakarta.
-------------------. 2000. Edisi IV. Cet. 1. Metodologi penelitian kualitatif. Rake Sarasin. Yogyakarta.
Sugiyono. (1993). Metode penelitian administrasi. Alfabeta. Bandung.
Suriasumatri, Jujun S. 1993). Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Sinar Harapan. Jakarta.
Wiersma, William. 1986. Fourth Edition. Research methods in education: an introduction. Allyn and Bacon, Inc. Boston.
Sumber : http://ahmadrohani.blogspot.com/2009/05/penelitian-dengan-logico-hypothetico.html
METODE ILMIAH
A. Pengertian Metode
Kata metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta (menuju, melalui, mengikuti) dan kata benda hodos (jalan, cara, arah). Kata methodos berarti: penelitian, metode ilmiah, uraian ilmiah, yaitu cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. Sementara itu, metodologi berasal dari kata metode dan logos, yang berarti ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Melihat
dari pengertiannya, metode bisa dirumuskan suatu proses atau prosedur yang sistematik berdasarkan prinsip dan teknik ilmiah yang dipakai oleh disiplin (ilmu) untuk mencapai suatu tujuan.Sementara itu metodologi disebut juga science of methods, yaitu ilmu yang membicarakan cara, jalan atau petunjuk praktis dalam penelitian atau membahas konsep teoritis berbagai metode atau dapat dikatakan sebagai cara untuk membahas tentang dasar-dasar filsafat ilmu dari metode penelitian. Bagi ilmu seperti sosiologi, antropologi, politik, komunikasi, ekonomi, hukum serta ilmu alam, metodologi merupakan dasar-dasar filsafat ilmu dari suatu metode atau langkah praktis penelitian.
B. Ilmu Sebagai Proses
Proses terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi karena jawaban terhadap terjadinya pengetahuan akan membuat seseorang paham filsafatnya. Jawaban yang sederhana adalah berfilsafat a priori, yaitu ilmu yang terjadi tanpa melalui pengalaman, baik indera maupun batin, atau a posteriori yaitu ilmu yang terjadi karena adanya pengalaman. Dengan demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif.
Ada enam hal yang merupakan alat untuk mengetahui proses terjadinya pengetahuan, yaitu:
1. Pengalaman Indera (Sense Experience)Dalam filsafat, paham yang menekankan pada kenyataan disebut realisme, yaitu paham yang berpendapat bahwa semua yang dapat diketahui adalah hanya kenyataan. Jadi ilmu berawal mula dari kenyataan yang dalam diserap oleh indera. Aristoteles adalah tokoh yang pertama mengemukakan pandangan ini, yang berpendapat bahwa ilmu terjadi bila subjek diubah dibawah pengaruh objek. Objek masuk dalam diri subjek melalui persepsi indera (sensasi).
2. Nalar (Reason)Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru. Hal yang perlu diperhatikan dalam telaah ini adalah tentang asas pemikiran berikut:a. Principium Identitas, disebut juga asas kesamaan.b. Principium Contradictionis, disebut juga asas pertentangan.c. Principium Tertii Exclusi, disebut sebagai asas tidak adanya kemungkinan ketiga.
3. Otoritas (Authority)Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber ilmu karena keompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang yang memiliki kewibawaan dalam pengetahuannya. Jadi ilmu pengetahuan yang terjadi karena adanya otoritas adalah ilmu yang terjadi melalui wibawa seseorang hingga orang lain mempunyai pengetahuan.
4. Intuisi (Intuition)Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu membuat pernyataan yang berupa ilmu. Karena ilmu yang diperoleh melalui intuisi muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu, maka tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui kenyataan.
5. Wahyu (Revelation)Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada nabi-Nya untuk kepentingan umatnya. Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan melaksanakan dengan baik. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena manusia mengenal sesuatu
melalui kepercayaannya.
6. Keyakinan (Faith)Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara wahyu dan keyakinan hampir tidak dapat dibedakan karena keduanya menggunakan kepercayaan, perbedaannya adalah bahwa keyakinan terhadap wahyu yang secara dogmatic diikutinya adalah peraturan berupa agama, sedang keyakinan adalah kemampuan jiwa manusia yang merupakan pematangan (maturation) dari kepercayaan.
C. Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu, dimana ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh lewat metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan ekspresi tentang cara bekerja pikiran yang diharapkan mempunyai karakteristik tertentu berupa sifat rasional dan teruji sehingga ilmu yang dihasilkan bisa diandalkan. Dalam hal ini metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif dalam membangun pengetahuan. Teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasionil yang berkesuaian dengan objek yang dijelaskannya, dengan didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. Pendekatan rasional yang digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah menuju dan dapat menghasilkan pengetahuan inilah yang disebut metode ilmiah. Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah berikut:
1. Perumusan masalahMerupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batasannya dan faktor yang terkait dapat diidentifikasi.
2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesisMerupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling terkait dan membentuk konstelasi permasalahan, yang disusun secara rasionil berdasarkan premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya.
3. Perumusan hipotesisMerupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
4. Pengujian hipotesisMerupakan pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan adanya fakta pendukung hipotesis.
5. Penarikan kesimpulanMerupakan penilaian diterima atau tidaknya sebuat hipotesis. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah karena telah memenuhi persyaratan keilmuan, yaitu mempunyai kerangka kejelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya dan telah teruji kebenarannya.
Keseluruhan langkah tersebut harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah. Hubungan
antara langkah yang satu dengan lainnya tidak terikat secara statis melainkan bersifat dinamis dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak semata mengandalkan penalaran melainkan juga imajinasi dan kreativitas. Pentingnya metode ilmiah bukan saja dalam proses penemuah ilmu pengetahuan, namun terlebih lagi dalam mengkomunikasikan penemuan ilmiah tersebut kepada masyarakat ilmuwan.
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1938678-filsafat-ilmu/
EPISTEMOLOGI;
METODE ILMIAH DAN STRUKTUR PENGETAHUAN ILMIAH
Oleh : Husnil Kirom
A. Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, diharapkan dapat memahami
alam sekitarnya. Dalam hal ini dikarenakan manusia mampu menciptakan pengetahuan baru berupa
ilmu. Pada tahap penciptaan ilmu telah terjadi proses yang bertingkat dari pengetahuan dalam hal ini
sebagai hasil tahu manusia, kemudian munculnya sebuah ilmu dan bermuara pada filsafat.
Pengetahuan atau knowledge adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan
what, misalnya apa alam, apa air, apa manusia, dan lain sebagainya. Sementara, ilmu atau science
bukan sekedar menjawab what melainkan akan menjawab pertanyaan why dan how, misalnya mengapa
bumi berputar, mengapa air mendidih bila dipanaskan, mengapa manusia dapat bernapas, dan lain
sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab apa sesuatu itu, tetapi ilmu dapat menjawab mengapa
dan bagaimana sesuatu tersebut terjadi. Inilah yang menjadi letak perbedaaan antara pengetahuan dan
ilmu.
Pada hakekatnya pengetahuan merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek
tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu. Sementara, ilmu merupakan bagian yang diketahui oleh
manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Oleh karena pengetahuan
merupakan sumber jawaban bagi pertanyaan yang muncul dalam kehidupan, maka jawaban dari setiap
pertanyaan tersebut haruslah benar. Tidak bisa dibayangkan kalau kehidupan ini tanpa pengetahuan.
Sehingga untuk menemukan jawaban dari masing-masing pertanyaan perlu diketahui mengenai
bagaimana menyusun pengetahuan yang benar.[1] Manusia juga haruslah dapat membedakan antara
pengetahuan yang satu dengan pengetahuan yang lain agar tahu penggunaan dan manfaatnya dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu, manusia harus mampu memperbarui pengetahuan sesuai
perkembangan zaman.
Perbedaan jenis pengetahuan yang satu dengan pengetahuan yang lain akan dapat diketahui
dengan diajukan pertanyaan berupa apa yang dikaji oleh pengetahuan itu (berkenaan dengan ontologi)?
bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut (berkenaan dengan epistemologi)? serta untuk
apa pengetahuan termaksud digunakan (berkenaan dengan aksiologi)?. Dengan mengetahui jawaban
dari ketiga pertanyaan tersebut, maka dapat dengan mudah membedakan berbagai jenis pengetahuan
yang ada seperti ilmu, seni dan agama.[2]
Tidak semua pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu karena cara mendapatkan ilmu dari
sebuah pengetahuan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat terpenuhinya pengetahuan dapat
disebut sebagai ilmu tercantum dalam metode ilmiah yang digunakan. Menurut Senn dalam
Suriasumantri (1990:119) menyatakan bahwa metode ilmiah merupakan prosedur atau cara mengetahui
sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis.
Dalam metode ilmiah terdapat metodologi yang digunakan sebagai pengkajian dari peraturan-
peraturan ilmiah.[3] Secara filsafati metodologi termasuk ke dalam epistemologi yang merupakan
pembahasan tentang bagaimana kita mendapatkan pengetahuan yang benar secara ilmiah. Dari metode
ilmiah ini akan didapat sebuah pengetahuan baru atau ilmu melalui penelitian yang dilakukan.
Adapun dari ketiga aspek yang akan diajukan pertanyaan pada pengetahuan tersebut di atas,
maka yang akan dibahas dalam makalah ini hanya difokuskan pada epistemologi sebagai suatu
pengetahuan yakni epistemologi; metode ilmiah dan struktur pengetahuan ilmiah.
Dalam membahas epistemologi suatu pengetahuan tidak akan terlepas dari bagaimana
epistemologi prosedurnya yang digunakan dalam mendapatkan sebuah pengetahuan itu melalui sebuah
metode ilmiah. Pengetahuan yang diperoleh melalui proses atau metode ilmiah merupakan pengetahuan
ilmiah atau ilmu. Hal ini juga menjadi pokok bahasan pada makalah ini, khususnya pengertian dari
metode ilmiah, macam-macam metode ilmiah dan fungsi dari metode ilmiah.
Lebih lanjut, makalah ini juga akan membahas mengenai epistemologi; struktur pengetahuan
ilmiah yang membicarakan cara bagaimana sesuatu disusun atau dibangun dengan bersistem dan
kompleks sehingga terciptalah sebuah ilmu. Struktur pengetahuan ilmiah ini menggambarkan skema
alur terbentuknya sebuah ilmu dari pengetahuan yang sudah ada. Untuk lebih jelasnya mengenai
epistemologi; metode ilmiah dan struktur pengetahuan ilmiah akan diuraikan pada bahasan berikutnya.
B. Epistemologi; Metode Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah
Sebelum membahas mengenai epistemologi; metode ilmiah dan struktur pengetahuan ilmiah
terlebih dahulu akan diuraikan kembali mengenai epistemologi sebagai suatu pengetahuan.
2.1. Epistemologi; Pengetahuan
Epistemologi diartikan sebagai cabang dari filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, pengandaian dan dasar-dasar serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki.4 Dari epistemologi ini akan muncul sebuah pengetahuan. Secara istilah
pengetahuan berasal dari bahasa Inggris yaitu knowledge. Sementara dalam Encyclopedia of
Philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar atau knowledge is
justified true belief.5 Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan merupakan proses kehidupan
yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Lebih lanjut, menurut Gazalba
dalam Amsal (2005:85) pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Jadi, dengan
kata lain pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
4Suriasumantri, 1990, hal.119.
5Amsal, 2005, hal.83.
Untuk memperjelas pemahaman akan pengetahuan dapat dibedakan berdasarkan sifatnya yaitu pengetahuan pra-ilmiah ialah pengetahuan yang belum memenuhi syarat-syarat ilmiah dan pengetahuan ilmiah ialah pengetahuan yang harus memenuhi syarat-syarat ilmiah. Adapun syarat-syarat yang dimiliki oleh pengetahuan ilmiah adalah harus memiliki objek tertentu (formal dan material) dan harus bersistem (harus runtut). Disamping itu pengetahuan ilmiah harus memiliki metode tertentu dengan sifatnya yang umum. Metode itu meliputi metode deduksi, metode induksi dan metode analisis.
Selanjutnya, ilmu berasal dari bahasa Arab “alima” sama dengan kata dalam bahasa Inggris
“science” yang berasal dari bahasa Latin “scio” atau “scire”, sedangkan dalam bahasa Indonesia
menjadi sains atau ilmu.6[4] Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di
samping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Secara ontologis ilmu membatasi diri
pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia sedangkan agama memasuki
pula daerah penjelajahan yang bersifat transedental yang berada di luar pengalaman kita.
Pada hakikatnya kita mengharapkan jawaban yang benar dan bukannya sekedar jawaban yang
bersifat sembarang saja maka dari sini timbul pertanyaan mengenai bagaimana cara kita menyusun
pengetahuan yang benar?. Secara filsafat masalah ini termasuk dalam epistemologi dan landasan
epistemologi disebut metode ilmiah. Dengan kata lain, metode ilmiah merupakan cara yang dilakukan
ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Lalu apakah yang disebut benar, sedangkan dalam
khasanah filsafat terdapat beberapa teori kebenaran?
Setiap pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana
(epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling
berkaitan ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu dan epistemologi ilmu berkaitan dengan
aksiologi ilmu dan seterusnya. Dalam artian, pembahasan mengenai epistemologi ilmu senantiasa
terkait dengan ontologi ilmu dan aksiogi ilmu.
Persoalan utama yang dihadapi landasan epistemologi pengetahuan pada dasarnya adalah
bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar dengan memperhitungkan aspek ontologi dan aspek
aksiologi masing-masing. Demikian juga dengan epistemologi keilmuan yakni bagaimana menyusun
pengetahuan yang benar untuk menjawab permasalahan mengenai dunia empiris yang akan digunakan
sebagai alat untuk meramalkan dan mengontrol gejala alam.
Untuk mampu meramalkan dan mengontrol sesuatu, maka perlu diketahui mengapa sesuatu itu
terjadi. Agar bisa meramalkan dan mengontrol sesuatu, maka pengetahuan yang menjelaskan peristiwa
itu harus dikuasai. Dengan demikian penelaahan ilmiah diarahkan kepada usaha untuk mendapatkan
penjelasan mengenai berbagai gejala alam. Penjelasan yang dituju oleh penelaahan ilmiah diarahkan
kepada deskripsi mengenai hubungan berbagai faktor yang terikat dalam suatu konstelasi yang
menyebabkan timbulnya sebuah gejala dan proses atau mekanisme terjadinya gejala itu.
Ilmu mencoba mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia empiris dengan
mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variabel yang terikat dalam sebuah hubungan yang bersifat
rasional. Model tersebut digunakan untuk meramal gejala alam. Ilmu juga mencoba memberikan
penjelasan mengenai mengenai alam menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan impersonal. Ilmu
juga mencoba menafsirkan gejala alam dengan mencoba mencari penjelasan tentang berbagai kejadian.
Dalam usaha menemukan penjelasan yang bersifat mendasar dan postulasional, maka ilmu tidak bisa
melepaskan diri dari penafsiran yang bersifat rasional dan metafisis karena jika ilmu terlepas dari
keduanya maka pengetahuan yang didapat tidak berbeda jauh dari akal sehat yang lebih maju.
Menurut Russell dalam Suriasumantri (1990:134) mengemukakan ilmu mempunyai dua
peranan satu pihak sebagai metafisika sedangkan pada pihak lain sebagai akal sehat yang terdidik atau
educated commen sense. Lalu, bagaimana cara mengembangkan ilmu yang mempunyai kerangka
penjelasan yang masuk akal dan sekaligus mencerminkan kenyataan yang sebenarnya?. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut lahirlah pemikiran metode eksperimen yang merupakan jembatan antara
penjelasan teoritis di alam rasional dengan pembuktian dilakukan secara empiris.
Metode eksperimen dikembangkan pertama kali oleh sarjana-sarjana Muslim pada abad
keemasan Islam. Ketika ilmu pengetahuan lainnya mencapai kulminasi antara abad IX dan XII Masehi.
Dalam perjalanan sejarah, kekuatan dan cahaya dunia modern sekarang di bawa oleh orang muslim
bukan oleh orang latin. Eksperimen ini dimulai ahli-ahli al-kimia yang memungkinkan pada mulanya
didorong oleh tujuan untuk mendapatkan “obat ajaib untuk tetap muda” (elixir vitae) dan “rumus
membuat emas dari logam biasa”. Secara lambat laun berkembang menjadi paradigma ilmiah.
Perkembangan metode eksperimen yang berasal dari timur ini mempunyai pengaruh penting
terhadap cara berpikir manusia sebab dengan demikian maka dapat diuji berbagai penjelasan teoritis
apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak. Dengan demikian maka berkembanglah metode
ilmiah yang menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif.
Perkembangan logika ilmiah yang merupakan pertemuan antara rasionalisme dan epmirisme.
Galilio (1564-1642) dan Newton (1642-1727) merupakan pioner yang mempergunakan gabungan
berpikir deduktif dan induktif. Ini dalam penyelidikan ilmiah mereka. Penelitian Charles Darwin (1809-
1882) yang membuahkan teori evolusinya juga mempergunakan metode ilmiah. Deskripsi secara
mendalam tentang metode ilmiah ditulis oleh Carpiorson (1857-1936) dalam bukunya yang sekarang
sudah menjadi klasik yang berjudul “The Grammer of Science”. Buku tersebut diterbitkan sekitar tahun
1890 yang disusul oleh buku John Dewey “How We Think” yang terbit pada tahun 1910. Secara
filsafati John Dewey mengupas makna dan langkah-langkah dalam metode ilmiah.
Berkembangnya metode ilmiah dan diterimanya metode ini sebagai paradigma oleh masyarakat
keilmuwan maka sejarah kemanusiaan menyaksikan perkembangan pengetahuan yang sangat cepat.
Dirintis oleh Copernicus (1473-1543) Keppler (1571-1630), Galileo (1564-1642) dan Newton (1642-
1727) ilmu mendapatkan momentumnya pada abad ketujuh belas dan seterusnya tinggal landas.
Whitched menyebutkan periode antara 1870-1880 sebagai titik kulminasi perkembangan ilmu di mana
Helmholtz, Pasteur, Darwin dan Clerk-Maxwell berhasil mengembangkan penemuan ilmiahnya.
Gejala ini sebenarnya tidak sukar untuk dijelaskan sebab metode-metode berpikir ilmiah yang
ada dan mencoba untuk memperkecil kekurangannya. Pengetahuan ilmiah tidak sukar untuk diterima
sebab pada dasarnya adalah akal sehat, meskipun ilmu bukanlah sembarang akal sehat melainkan akal
sehat yang terdidik. Pengetahuan ilmiah tidak sukar untuk dipercaya sebab dia dapat diandalkan
meskipun tentu saja tidak semua masalah dapat dipecahkan secara keilmuan. Itulah sebabnya, maka
kita masih memerlukan berbagai pengetahuan lain untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan, sebab
ilmu hakikinya adalah terbatas dan tidak lengkap.
2.2. Epistemologi; Metode Ilmiah
2.2.1. Gambaran umum metode ilmiah
Dalam metode ilmiah terdapat metodologi yang merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan
dalam metode ilmiah. Secara filsafati metodologi termasuk ke dalam epistemologi yang merupakan
pembahasan bagaimana kita mendapatkan pengetahuan. Pada epistemologi, pertanyaan yang
membantu manusia untuk mendapatkan suatu pengetahuan adalah apakah sumber-sumber
pengetahuan? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? apakah manusia
dimungkinkan mendapatkan pengetahuan? sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin ditangkap
manusia?
Pengetahuan merupakan sumber jawaban berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan.8
[5]Oleh karena itu, pengetahuan dihasilkan dari proses berpikir yang merupakan kegiatan mental
manusia dan metode ilmiah merupakan ekspresi dari cara berpikir tersebut. Melalui metode ilmiah
pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik yang sesuai dengan macam sumber
dan cara pengetahuan tersebut didapatkan.9 [6]
2.2.2. Pengertian metode ilmiah
Di bawah ini beberapa pengertian mengenai metode ilmiah dari para ahli filsafat, sebagai
berikut:
(1) Menurut Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM (2003:134) yang dimaksud dengan
metode ilmiah adalah prosedur yang mencakup tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis dan tata
langkah untuk memperoleh pengetahuan atau mengembangkan pengetahuan menjadi sebuah ilmu.
(2) Menurut Senn dalam Suriasumantri (1987:119) menyatakan bahwa metode ilmiah merupakan
prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis.
(3) Van Peursen dalam Suariasumanti (1990:122) membagi tiga tahap perkembangan kebudayaan yang
dilihat dari sikap manusia dalam menghadapi masalah yakni tahap mistis, tahap ontologis, dan
tahap fungsional.
Penjelasan dari pendapat Van Peursen, tahap mistis merupakan tahap dimana manusia
merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan ghaib yang ada di sekitarnya sedangkan tahap
ontologis sikap manusia tidak lagi merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan ghaib tapi
manusia telah bersikap mengambil jarak dari obyek di sekitarnya serta memulai melakukan
penelaahan-penelaahan terhadap obyek tersebut.
Tahap fungsional adalah sikap manusia yang manusia bukan saja merasa terbebas dari
kepungan kekuatan ghaib dan mempunyai pengetahuan berdasarkan penelaahan terhadap obyek-obyek
di sekitar kehidupannya namun pada tahap ini manusia telah memfungsionalkan pengetahuan tersebut
bagi kepentingan dirinya. Belum tentu pengetahuan yang didapatkan pada tahap ontologis telah
mengambil jarak terhadap obyek di sekitar kehidupan dan mulai menelaahnya mempunyai manfaat
langsung terhadap kehidupan manusia. Bisa saja manusia menguasai pengetahuan dan tidak
mempunyai kegunaan fungsional dalam kehidupannya. Oleh karena itu perlu dibedakannya antara
tahap ontologis dan tahap fungsional.
2.2.3. Posisi metode ilmiah dalam ilmu
Ilmu mulai berkembang pada tahap ontologis, di mana manusia memiliki pendapat bahwa
terdapat hukum-hukum tertentu yang terlepas dari kekuasaan dunia mistis yang menguasai gelaja-
gejala empiris. Pada tahap ini manusia mulai mengambil jarak dari obyek yang berada dalam
kesemestaan bersifat difusi dan tidak jelas batas-batasnya. Selanjutnya, dalam tahapan ini juga manusia
mulai menentukan batas-batas eksistensi masalah, yang memungkinkan dapat dikenal ujudnya oleh
manusia, kemudian ditelaah dan dicarikan pemecahan jawabannya.
Ilmu berbeda dengan agama. Secara ontologis ilmu membatasi permasalahan yang dihadapinya
untuk ditelaah hanya pada ruang lingkup jangkauan pengalaman manusia sedangkan agama
mempermasalahkan pula obyek-obyek yang berada di luar pengalaman manusia baik sebelum manusia
berada di muka bumi msupun sesudah kematian manusia. Perbedaan ruang lingkup permasalahan yang
dihadapi menyebabkan berbeda pula metode dalam memecahkan masalah tersebut. Dalam usaha
memecahkan permasalahan yang dihadapi ilmu berpaling pada pikiran yang didasarkan pada penalaran
dan tidak berpaling pada perasaan. Oleh karena itu, ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai
permasalahan yang dihadapinya agar dia mengerti mengenai hakikat permasalahan itu sehingga
permasalahan tersebut dapat dipecahkan.
Agar kita dapat menempatkan ilmu dan agama dalam perspektif yang sesungguhnya maka kita
harus menguasai hakikat imu dan agama secara baik. Ilmu dan agama saling melengkapi, pada satu
pihak agama memberikan landasan moral bagi aksiologi keilmuan sedangkan dipihak lain ilmu akan
memperdalam keyakinan beragama.10 [7]
Masalah yang dihadapi ilmu adalah nyata sehingga mencari jawabannya pun pada dunia yang
nyata. Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, Einstein berkata, apa pun teori juga teori
yang menjembatani antara keduanya.11[8] Teori yang dimaksudkan adalah penjelasan mengenai gejala
yang terdapat dalam duina fisik tersebut. Pada hakikatnya teori merupakan suatu abstraksi intelektual di
mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Sehingga Suriasumantri
(1987:123) berpendapat bahwa teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuian
dengan obyek yang dijelaskannya dan biar bagaimapun juga tetap harus didukung oleh fakta empiris
untuk dapat dinyatakan benar.
Pendekatan rasional di atas digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah
metode ilmiah. Melalui pendekatan rasional imu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan
kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang bersifat fakta dengan
yang tidak. Sehingga secara sederhana menurut Suriasumantri (1990:124) semua teori ilmiah harus
memenuhi dua syarat utama antara lain:
1). harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi
dalam teori keilmuan secara keseluruhan, dan
2). harus cocok dengan fakta-fakta empiris sebab teori yang bagaimanapun konsistennya sekiranya
tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.
Jadi, logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan logika induktif di mana
rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme korektif.
Oleh sebab itu, maka sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang
diajukan hanyalah bersifat sementara. Penjelasan sementara ini biasanya disebut hipotesis. Secara
teoritis, seseorang dapat mengajukan sebanyak-banyaknya hipotesis atau jawaban sementara untuk
menghadapi permasalahan yang dihadapinya. Namun, dari sekian banyak hipotesis yang diajukan itu
hanya satu yang diterima berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi yakni hipotesis yang didukung
oleh fakta-fakta empiris.
Hipotesis disusun secara deduktif dan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang
sudah diketahui ilmunya. Penyusunan tersebut memungkinkan terjadinya konsistensi dalam
mengembangkan ilmu secara keseluruhan dan menimbulkan efek kumulatif dalam kemajuan ilmu.
Menurut Suriasumantri (1990:125) jika dikaji secara mendalam maka kemajuan ilmu sebenarnya
dilakukan oleh manusia biasa yang selangkah demi selangkah menyusun tumpukan-tumpukan ilmu
berdasarkan ilmu penemuan sebelumnya bukan dilakukan oleh sekelompok jenius dengan buah
pikirannya yang monumental. Sifat inilah yang memungkinkan ilmu berkembang secara relatif lebih
pesat dibandingkan dengan pengetahuan lainnya misal filsafat.
2.2.4. Alur tahapan dalam metode ilmiah
Dalam pengkajian filsafat seorang filsuf selalu mulai dari bawah dalam menyusun sistem
pemikirannya dan membangun sistem tersebut secara keseluruhan lengkap dengan bangunan dan
isinya. Sedangkan dalam kegiatan ilmiah, maka tiap ilmuwan menyumbangkan bagian kecil dari sistem
keilmuan scera keseluruhan karena sifatnya kumulatif maka ilmu berkembang dengan sangat pesat.
Penyusunan hipotesis yang merupakan jembatan antara pemecahan masalah yang dihadapi
dengan penemuan jawaban terhadap masalah tersebut menyebabkan metode ilmiah sering dikenal
dengan proses logico-hypothetico-verifikasi atau menurut Tyndall dikenal sebagai “perkawinan
hubungan antara deduksi dan induksi”.12[9]Proses induksi memegang peranan dalam tahap verifikasi
atau pengujian hipotesis dengan dikumpulkannya fakta-fakta empiris untuk menilai apakah sebuah
hipotesis didukung oleh fakta atau tidak.
Pada dasarnya proses berfikirnya adalah deduktif, namun kegiatannya tidak terlepas dari proses
induktif. Penyusunan hipotesis dilakukan dalam kerangka permasalahan yang bereksistensi secara
empiris dengan pengamatan yang akan mempengaruhi proses berpikir deduktif. Karena, kegiatan
tersebut mendekatkan hipotesis yang disusun dengan dunia fisik maka secara teoritis memberikan
peluang yang besar bahwa hipotesis dapat diterima.
Setelah penyusunan hipotesis dilakukan langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis tersebut
dengan mengkonfrontasikannya dengan dunia fisik yang nyata. Sering kali dalam hal ini kita harus
melakukan langkah perantara yakni menentukan faktor-faktor apa yang dapat kita uji dalam rangka
melakukan verifikasi terhadap keseluruhan hipotesis tersebut. Proses pengujian tersebut merupakan
pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan. Fakta-fakta ini kadang-kadang
bersifat sederhana yang dapat ditangkap secara langsung dengan pancaindera kita dan ada juga
memerlukan instrumen yang membantu pancaindera kita umpamanyateleskop dan mikroskop.13 [10]
Selanjutnya, uraian mengenai alur berpikir dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam
beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dalam tabel di bawah ini:
SKEMA 1
ALUR TAHAPAN METODE ILMIAH
Sebagai keterangan dari alur
proses metode ilmiah atau kerangka
ilmiah yang berintikan proses logico-
hypothetico-verifikasi di atas terdiri dari
langkah-langkah berikut:
1). Perumusan masalah
Merupakan pertanyaan mengenai
obyek empiris yang jelas batas-
batasannya serta dapat
diidentifikasikan faktor-faktor yang
terkait di dalamnya.
2). Penyusunan kerangka berpikir
Dalam pengujian hipotesis; merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin
terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk konstelasi permasalahan.
Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji
kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
3). Perumusan hipotesis
Merupakan jawaban sementrara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya
merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
4). Pengujian hipotesis
Merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis dan diajukan untuk
memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis atau tidak.
5). Penarikan kesimpulan
Merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya
dalam proses pengujian terdapat fakta yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima.
Sebaliknya jika fakta yang mendukung pengujian hipotesis tidak cukup maka hipotesis itu ditolak.
Hipotesis diterima d bagian dari pengetahuan ilmiah, karena telah memenuhi persyaratan keilmuan
yang mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta
teruji kebenarannya. Pengertian kebenaran di sini harus ditafsirkan secara pragmatis artinya belum
terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.14 [11]
Agar penelaahan dapat disebut ilmiah, maka keseluruhan langkah di atas harus ditempuh.
Meskipun secara konseptual tersusun dalam urutan yang teratur, di mana langkah yang satu menjadi
landasan bagi langkah selanjutnya namun dalam prakteknya sering terjadi lompatan-lompatan.
Hubungan antara langkah yang satu dengan langkah yang lain tidak terikat secara statis melainkan
bersifat dinamis dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak semata mengandalkan penalaran
melainkan juga imajinasi dan kreativitas. Dengan jalan ini diharapkan diprosesnya pengetahuan yang
bersifat konsisten dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya serta teruji kebenarannya secara
empiris.15 [12]
Metode ilmiah penting, bukan saja dalam proses penemuan pengetahuan namun lebih-lebih lagi
dalam mengkomunikasikan penemuan ilmiah tersebut kepada masyarakat ilmuwan. Menurut Jacob
Bronowski, hakikat metode ilmiah bersifat sistematik dan eksplisit.16 [13]Sifat eksplisit memungkinkan
terjadinya komunikasi yang intensif dalam kalangan masyarakat ilmuwan. Ilmu ditemukan secara
individual dan dimanfaatkan secara sosial. Ilmu merupakan pengetahuan milik umum (public
knowledge) di mana teori ilmiah yang ditemukan secara individual, diulangi, dan dimanfaatkan secara
komunal. Karakteristik tersebut mengharuskan seorang ilmuwan untuk menguasai sarana komunikasi
ilmiah dengan baik yang memungkinkan komunikasi eksplisit antar-ilmuwan secara intensif.
Suriasumantri menyimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun
secara konsisten dan kebenarannya telah teruji secara empiris. Proses pembuktian ilmu tidaklah bersifat
absolut. Pada hakikatnya suatu hipotesis dapat kita terima kebenarannya selama tidak didapatkan fakta
yang menolak hipotesis tersebut. Hal ini membawa dimensi baru kepada hakikat ilmu yakni sifat
pragmatis ilmu. Ilmu tidak mencari kebenaran absolut melainkan mencari kebenaran yang bermanfaat
bagi manusia dalam tahap perkembangan ilmu tertentu. Hipotesis-hipotesis yang sampai saat ini tidak
ditolak kebenarannya, dan mempunyai manfaat bagi kehidupan kita, dianggap sebagai pengetahuan
yang shahih dalam keluarga keilmuan.[14]
2.2.5. Macam-macam metode ilmiah
Metode ilmiah pada dasarnya adalah sama bagi semua disiplin keilmuan baik yang termasuk
dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Bila terdapat kedua perbedaan pada kedua ilmu ini
maka perbedaan tersebut hanya pada aspek-aspek tekniknya saja dan bukan pada struktur berpikir atau
aspek metodologisnya.[15]
Metode ilmiah ini tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak termasuk ke dalam
kelompok ilmu. Matematika dan bahasa tidak mempergunakan metode ilmiah dalam menyusun
pengetahuannyasebab matematika bukanlah ilmu melainkan pengetahuan yang merupakan sarana
berpikir ilmiah. Demikian juga sastra yang termasuk kepada humaniora tidak mempergunakan metode
ilmiah. Meskipun demikian, beberapa aspek pengetahuan tersebut dapat menerapkan metode ilmiah
dalam pengkajiannya misalnya pengajaran bahasa, sastra dan matematika.[16]
Adapun macam-macam metode ilmiah terbagi menjadi dua, yaitu :
1) Metode Siklus-Empirik
(1) Metode ini digunakan untuk ilmu yang disebut Naturwissenschaften atau ilmu-ilmu kealaman.
(2) Metode siklus-empirik menunjukkan pada dua hal pokok yaitu siklus mengandaikan adanya
suatu kegiatan yang dilaksanakan berulang-ulang dan siklus empirik yang menunjukkan pada
sifat bahan yang diselidiki.
(3) Metode siklus-empirik ini mencakup lima tahapan yakni observasi (berbuat lebih dari sekedar
melakukan pengamatan biasa), induksi (dipermudah dengan menggunakan alat bantu
matematik dalam merumuskan serta mengumpulkan data empirik), deduksi (data-data empirik
diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut), eksperimen (pernyataan yang
telah dijabarkan diuji dengan verifikasi atau klasifikasi secara rasional), dan evaluasi (dilakukan
evaluasi dari semua tahapan).
2) Metode Linier
(1) Metode ini digunakan untuk ilmu yang disebut Geiteswissenschaften atau ilmu-ilmu budaya
atau Behavioral Science dan ilmu-ilmu sosial humanistik.
(2) Metode linier mencakup tiga tahapan yakni persepsi (penangkapan data melalui indra), konsepsi
(pengolahan data dan penyusunannya dalam suatu sistem), dan prediksi (penyimpulan sekaligus
peramalan).
Berdasarkan hubungan objek dan metode masing-masing, maka untuk memahami metode yang
seharusnya dipergunakan dalam ilmu-ilmu tipe tertentu harus dipahami ciri-ciri mendasar yang berlaku
dalam objek ilmu-ilmu tersebut. Ciri dasar dari ilmu-ilmu kealaman adalah melukiskan kenyataan
menurut aspek-aspek yang memungkinkan regristrasi indrawi secara langsung dalam wujud
eksperimen, dan ada sesuatu determinisme dalam objeknya yang menimbulkan reaksi tertentu.
Sementara, ciri dasar dari ilmu-ilmu sosial humanistik adalah bersangkutan dengan aspek-aspek
tingkah laku manusiawi, normatif-teleologis, dan menentukan arti, nilai, dan tujuan.
Penelitian yang merupakan pencerminan secara konkret kegiatan ilmu dalam memproses
pengetahuannya memiliki metodologi tersendiri. Metodologi penelitian ilmiah dan hakikatnya
merupakan operasionalisasi dari metode keilmuan atau dengan perkataan lain, struktur berpikir yang
melatarbelakangi langkah-langkah dalam penelitian ilmiah adalah metode keilmuan. Langkah-langkah
penelitian yang mencakup apa yang diteliti, bagaimana penelitian dilakukan serta untuk apa hasil
penelitian digunakan adalah koheren dengan landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis
keilmuan. Dengan demikian maka pengetahuan filsafati yang bersifat potensial secara konkret
memperkuat kemampuan ilmuwan dalam melakukan kegiatan ilmiah secara operasional.
Melalui metode ilmiah sebagai paradigma maka ilmu dibandingkan dengan berbagai
pengetahuan lainnya dapat dikatakan berkembang dengan pesat. Salah satu faktor yang mendorong
perkembangan ini adalah faktor sosial dari komunikasi ilmiah di mana penemuan individual segera
dapat diketahui dan dikaji oleh anggota masyarakat ilmuwan lainnya. Komunikasi yang menunjang
intensitas dan efektivitas komunikasi tersebut digunakan komunikasi tertulis dalam bentuk majalah,
buletin, jurnal, mikro film dan berbagai media massa lainnya.
Sampai pertengahan abad ketujuh belas komunikasi antar ilmuwan dilakukan secara
korespondensi pribadi serta publikasi makalah atau pamflet sewaktu-waktu. Pada tahun 1654 The Roral
Society didirikan di London yang disusul oleh Academic Francaise yang didirikan di Paris pada tahun
1663. Laporan pertemuan ilmiah dari The Roral Society muncul untuk pertama kalinya pada tahun
1664 setelah ini komunikasi dan kerja sama antar ilmuwan dalam bentuk kelembagaan, himpunan dan
penerbitan jurnal berkembang dengan pesat.20 [17]
Berbagai percobaan ilmiah dapat diulang oleh ilmuwan lainnya yang berhasrat, dan sekiranya
dalam pengulangan tersebut didapatkan hasil yang sama, serta merta ilmuwan itu akan menerima dan
mendukung kebenaran yang dimaksud. Akhirnya seluruh kalangan keilmuan akan menerima kebenaran
ilmiah itu dengan demikian dunia keilmuan menganggap semua permasalahan mengenai hal tersebut
telah selesai dan ilmu mendapatkan pengetahuan baru yang diterima oleh seluruh ilmuwan. Dengan
demikian ilmu berkembang dengan cepat dalam dinamika yang dipercepat karena penemuan yang satu
akan menyebabkan penemuan yang lainnya.
Ilmu juga bersifat konsisten karena penemuan yang satu didasarkan kepada penemuan-
penemuan sebelumnya. Namun, hal ini tidak seluruhnya benar karena sampai saat ini belum satu pun
dari seluruh disiplin keilmuan yang berhasil menyusun satu teori yang konsisten dan menyeluruh.
Bahkan dalam fisika, yang merupakan prototipe bidang keilmuan yang relatif maju, satu teori yang
mencakup segenap dunia fisik kita belum dapat dirumuskan.
Teori ilmiah masih merupakan penjelasan yang bersifat sebagian sesuai dengan tahap
perkembangan keilmuan yang masih sedang berjalan. Demikian juga dalam jalur perkembangan ini
belum dapat dipastikan bahwa kebenaran yang sekarang diterima oleh kalangan ilmiah akan benar pula
di masa yang akan datang. Sejarah ilmu telah mencatat betapa banyak kebenaran ilmiah di masa yang
lalu yang sekarang ini tidak dapat diterima lagi karena manusia telah menemukan kebenaran lain yang
ternyata lebih dapat diandalkan. Walaupun demikian, ilmu dapat memberikan jawaban positif terhadap
permasalahan yang dihadapi manusia pada suatu waktu tertentu.
2.2.6. Fungsi metode ilmiah
Gazalba dalam Amsal (2005:78) menggambarkan “ilmu adalah pelukisan fakta-fakta
pengalaman secara lengkap dan konsisten dalam istilah-istilah yang sesederhana mungkin, pelukisan
secara lengkap dan konsisten itu melalui tahap pembentukan definisi, melakukan analisa, melakukan
pengklassifikasian dan melakukan pengujian”.
Berikutnya adalah ilmu atau pengetahuan ilmiah mempunyai beberapa fungsi, sebagai berikut:
1) Menjelaskan
Ilmu dapat menjelaskan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
2) Meramal
Ilmu dapat memprediksi hal-hal apa yang akan terjadi dan menyiapkan antisipasi.
3) Mengontrol
Ilmu senantiasa mengontrol perkembangan dan kemajuan zaman.
Berdasarkan uraian tersebut, sebagai contoh dari fungsi pengetahuan ilmiah tentang keterkaitan
antara hutan gundul dengan banjir memungkinkan kita untuk bisa meramalkan apa yang akan terjadi
sekiranya hutan-hutan terus ditebang sampai tidak tumbuh lagi. Sekiranya kita tidak menginginkan
timbulnya banjir sebagaimana diramalkan oleh penjelasan tadi, maka kita harus melakukan kontrol
agar hutan tidak dibiarkan menjadi gundul. Dari ramalan tersebut, kita bisa melakukan upaya untuk
mengontrol agar ramalan itu menjadi kenyataan atau tidak.Demikian juga, jika kita mengetahui bahwa
hutan-hutan tidak ditebang sekiranya ada pengawasan, maka untuk mencegah banjir kita harus
melakukan kontrol agar kegiatan pengawasan dilakukan, agar dengan demikian hutan dibiarkan
tumbuh subur dan tidak mengakibatkan banjir.
Ada empat jenis pola penjelasan dalam metode ilmiah, yaitu:
1) Deduktif
Mempergunakan cara berpikir deduktif dalam menjelaskan suatu gejala dengan menarik
kesimpulan secara logis dari premis-premis yang telah ditetapkan sebelumnya.
2) Probabilitas
Merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus yang dengan demikian tidak
memberi kepastian dimana penjelasan bersifat peluang seperti “kemungkinan”, “kemungkinan
besar” atau “hampir dapat dipastikan”.
3) Fungsional/Teleologis
Merupakan penjelasan yang meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan sistem secara
keseluruhan mempunyai karakteristik dan pekembangan tertentu.
4) Genetik
Mempergunakan faktor-faktor yang timbul sebelumnya dengan menjelaskan gejala yang muncul
kemudian.
2.3. Epistemologi; Struktur Pengetahuan Ilmiah
2.3.1. Gambaran umum struktur pengetahuan ilmiah
Sebelum membahas skema struktur pengetahuan ilmiah, terlebih dahulu akan dijelaskan
mengenai pengertian dari struktur. Pengertian struktur adalah cara bagaimana sesuatu disusun atau
dibangun, susunan, bangunan (KBBI, 2004:1425). Sementara menurut Senn dalam Suriasumantri
(1990:128) meskipun tidak secara gamblang ia menyampaikan bahwa ilmu memiliki bangun struktur.
Ilmu itu bagaikan bangunan yang tersusun dari batu bata. Batu atau unsur dasar tersebut tidak
pernah langsung di dapat di alam sekitar. Lewat observasi ilmiah batu-batu sudah dikerjakan sehingga
dapat dipakai kemudian digolongkan menurut kelompok tertentu sehingga dapat dipergunakan. Upaya
ini tidak dilakukan dengan sewenang-wenang, melainkan merupakan hasil petunjuk yang menyertai
susunan limas ilmu yang menyeluruh akan makin jelas bahwa teori secara berbeda-beda meresap
sampai dasar ilmu.
Istilah pada ilmu pasti yang lama masih merujuk pada sesuatu seperti ruang (ruang fisis), garis
lurus (garis lurus lintasan sinar cahaya dalam hampa udara), sekarang lebih baik diganti dengan
lambang tanpa arti seperti X maupun Y. Perkataan tertentu biasa disebut aksioma yang sebetulnya
merupakan semacam definisi mengenai istilah-istilah itu, memberikan petunjuk bagaimana pengertian
dasar ini dapat dipergunakan.
Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah merupakan pengetahuan yang memenuhi
syarat-syarat keilmuan atau yang disebut sebagai ilmiah atau ilmu. Pengetahuan ilmiah ini diproses
lewat serangkaian langkah-langkah tertentu yang dilakukan dengan penuh kedisiplinan, dan dari
karakteristik inilah maka ilmu sering dikonotasikan sebagai disiplin. Kemudian, disiplin ini
memungkinkan ilmu berkembang relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan pengetahuan-
pengetahuan lainnya. Ilmu diibaratkan sebagai piramida terbalik dengan perkembangan
pengetahuannya yang bersifat kumulatif dimana penemuan pengetahuan ilmiah yang satu
memungkinkan penemuan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang lainnya.
Sebuah hipotesis yang teruji secara formal diakui sebagai pernyataan pengetahuan ilmiah yang
baru memperkaya khasanah ilmu yang telah ada. Metode ilmiah mempunyai mekanisme umpan balik
yang bersifat korektif memungkinkan upaya keilmuan menemukan kesalahan yang mungkin diperbuat.
Apabila sebuah pengetahuan baru itu benar, maka akan diterima oleh orang banyak. Sebaliknya, jika
pengetahuan baru tersebut salah, maka lambat laun akan diketahui dan diperbarui.
2.3.2. Hal-hal yang berkaitan dengan ilmu
Pada dasarnya ilmu dibangun secara bertahap dan sedikit demi sedikit. Dimana para ilmuan
memberikan sumbangsih pemikiran menurut kemampuan masing-masing. Lalu, ilmu merupakan
kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia
melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala itu berdasarkan penjelasan yang ada.
Sementara itu, teori diartikan sebagai pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai
suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin ilmu. Contohnya, dalam ilmu ekonomi dikenal teori ekonomi
makro dan mikro, sedangkan dalam fisika dikenal dengan teori mekanika Newton dan teori relativitas.
Sebuah teori biasanya terdiri dari hukum-hukum. Dalam teoori ilmu ekonomi mikro umpamanya kita
mengenal hukum permintaan dan penawaran. Jika permintaan naik maka harga akan naik pula. Namun,
sebaliknya jika permintaan berkurang, maka harganya pun akan turun juga.
Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan menjadi suatu faktor tertentu
dari sebuah disiplin keilmuan. Misalnya : Teori ekonomi makro, teori ekonomi mikro, teori mekanika
Newton, teori relativitas Einstein. Tujuan akhir disiplin keilmuan adalah mengembangkan sebuah teori
keilmuan yang bersifat utuh dan konsisten.
Hukum pada hakekatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua
variabel atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat. Contohnya, teori ekonomi mikro terdiri dari hukum
penawaran dan permintaan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa teori adalah pengetahuan ilmiah
yang memberikan penjelasan tentang “mengapa” suatu gejala-gejala terjadi, sedangkan hukum adalah
memberikan kemampuan kepada kita untuk meramalkan tentang “apa” yang mungkin terjadi.
Dimana teori dan hukum merupakan “alat” kontrol gejala alam yang bersifat universal. Teori-
teori yang tingkat keumumannya rendah disatukan menjadi satu teori yang mampu mengikat
keseluruhan teori-teori tersebut. Misalnya Teori yang dikemukakan oleh Ptolomeus, Copernicus,
Johannes Keppler kemudian disatukan kedalam sebuah teori yang dikemukakan oleh Newton.
Pengetahuan ilmiah dalam bentuk teori dan hukum harus mempunyai tingkat keumuman yang
tinggi atau secara ideal harus bersifat universal. Sekiranya hukum permintaan dan penawaran hanya
berlaku buat padi dan terbatas di daerah Karawang saja, umpamanya pengetahuan semacam ini kurang
fungsional sebagai teori ilmiah. Pertama, hal ini disebabkan karena berlaku untuk padi namun tidak
untuk hamburger atau televisi yang kesmuanya merupakan benda ekonomi. Kedua, pernyataan itu
hanya berlaku untuk daerah Karawang saja dan tidak berlaku untuk daerah lain. Pengetahuan tentang
Goyang Karawang yang memang khas Karawang mungkin berguna dalam diskusi yang tidak bersifat
ilmiah. Namun, pengetahuan ilmiah tentang pembentukan harga padi terbatas di daerah Karawang.
Dalam usaha mengembangkan tingkat keumuman yang lebih tinggi ini, maka dalam sejarah
perkembangan ilmu kita melihat berbagai contoh dimana teori-teori yang mempunyai tingkat
keumuman yang lebih rendah disatukan dalam suatu teori umum yang mampu mengikat keseluruhan
teori-teori tersebut. misalnya, sejarah perkembangan Fisika umpamanya mengenal teori tentang “Gerak
Jatuh Bebas” yang didemonstrasikan oleh Galileo Galilei dengan menjatuhkan dua benda yang berbeda
beratnya dari menara Pisa Prancis. Sampai waktu itu orang masih percaya kepada teori Aristoteles yang
menyatakan bahwa benda yang lebih berat akan jatuh ke tanah dengan lebih cepat. Akan tetapi tahun
1564-1642, Galileo dengan hasil demonstrasinya ini yang bersifat teatrik membenarkan teori lama dari
Aristoteles.
Selain itu juga, Copernikus di tahun 1473-1543 mengembangkan teori baru bahwa bukan
matahari yang berputar mengelilingi bumi, tetapi sebaliknya bumilah yang berputar mengelilingi
matahari. Teori ini merupakan perombakan terhadap teori lama yang dikemukakan oleh Ptolemaus dari
Alexandria yakni pusat dari jagat raya dengan palnet-planetnya yang berputar mengelilingi orbit-
orbitnya yang berbentuk lingkaran. Selanjutnya, teori Copernikus disempurnakan ini oleh Johannes
Kepler tahun 1571-1630. Lalu, Thyco Branhe di tahun 1546-1601 menyatakan pada tahun 1609 bahwa
orbit planet-planet dalam mengelilingi matahari tidaklah berbentuk lingkaran seperti apa yang
dipercayai sebelumnya akan tetapi berbentuk elips.
Berikutnya adalah prinsip dapat diartikan sebagai pernyataan yang berlaku umum bagi
sekelompok gejala-gejala tertentu yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi. Misalnya, hukum
sebab akibat suatu gejala. Misalnya saja hukum sebab akibat sebuah gejala. Sebagai contoh prinsip
ekonomi, prinsip kekekalan energi dan sebagainya.
Akhirnya, Newton (1642-1727) menerbitkan Philosophiae Naturalis Principia Mathematica
yang mempersatukan teori Galileo, Kopernikus dan Keppler. Teorinya adalah bahwa semua gerak, baik
yang terjadi di langit atau di bumi, tunduk kepada hukum-hukum yang sama. Dengan demikian, maka
hukum Newton menggantikan semua hukum yang ada sebelumnya tadi.
Beberapa disiplin keilmuan sering mengembangkan apa yang disebut sebagai postulat yakni
asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut pembuktian lagi. Kebenaran ilmiah pada
hakikatnya harus disahkan lewat sebuah proses yang disebut metode keilmuan. Postulat ilmiah
ditetapkan tanpa melalui prosedur ini melainkan ditetapkan secara begitu saja.
Apabila postulat dalam pengajuannya tidak memerlukan bukti tentang kebenarannya, maka hal
ini berlainan dengan asumsi yang harus ditetapkan dalam sebuah argumentasi ilmiah. Asumsi adalah
haruslah merupakan pernyataan yang kebenarannya dapat teruji secara empiris. Contohnya, orang yang
mengemudi di jalan raya di pagi hari, maka ia akan mengendarai mobil dengan kecepatan penuh karena
suasananya masih sepi.
Sebuah teori yang berlaku di negara tertentu belum tentu cocok dengan negara lain, sekiranya
asumsi tentang manusia dalam teori tersebut umpamanya tidak berlaku. Demikian juga dengan
bermacam-macam teori lainnya yang tersedia dalam khasanah pengetahuan ilmiah. Kita harus memilih
teori yang terbaik dari sejumlah teori-teori yang ada berdasarkan kecocokan asumsi yang
dipergunakannya. Inilah sebabnya maka dalam pengkajian ilmiah seperti penelitian diituntut untuk
menyatakan secara tersurat postulat, asumsi, prinsip serta dasar-dasar pikiran lainnya yang
dipergunakan dalam mengembangkan argumentasi.
Kehidupan manusia pada dasarnya berpangkal pada sifat dasar yang berhasrat dan ingin berbuat
(to know and to do) dan pengetahuan teoretis akan memuaskan hasrat mengetahui, sedang pengetahuan
praktis dapat memenuhi keinginan berbuat. Dengan demikian, dalam konsepsi kami ilmu akan
dibedakan pertama-tama dalam dua ragam Ilmu teoritis (theoretical science) dan Ilmu praktis
(practical science).
Pembedaan antara pengetahuan teoretis dan pengetahuan praktis sudah dikenal sejak zaman
Yunani Kuno. Misalnya filsuf Aristoteles membagi kumpulan pengetahuan rasional menjadi tiga
kelompok: pengetahuan teoretis (misalnya fisika), pengetahuan praktis (misalnya etika), dan
pengetahuan produktif (misalnya retorika). Pembagian selanjutnya sebagai pelengkap pembagian
menurut ragam ialah pembagian ilmu menurut jenisnya. Ini merupakan suatu pembagian ilmu yang
memakai isi substansif itu dicerminkan oleh pokok soal atau objek material dari pengetahuan yang
bersangkutan.
Oleh karena ditunjukan dan diketahui obyek material yang ditelaah menjadi pengetahuan itu,
maka dalam pembagian jenis ilmu biasanya orang dapat serta merta mengetahui hal apa saja yang
menjadi sasaran jenis-jenis ilmu yang dikemukakan, walaupun mungkin hanya dalam garis besarnya
saja.
Penelitian murni atau penelitian dasar adalah penelitian yang bertujuan untuk menemukan
pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah diketahui. Ilmu-ilmu murni kemudian berkembang
menjadi ilmu-ilmu terapan, seperti contoh dibawah ini :Mekanika Mekanika Teknik, Hidrodinamika
Teknik Aeronautikal /Teknik & Desain Kapal, Bunyi Teknik Akustik, Cahaya & Optik Teknik
Iluminasi, Kelistrikan / Teknik Elektronik/ Magnestisme Teknik Kelistrikan, Fisika Nuklir Teknik
Nuklir.
Cabang utama ilmu-ilmu sosial yakni antropologi (mempelajari manusia dalam perspektif
waktu dan tempat), psikologi (mempelajari proses mental dan kelakuan manusia), ekonomi
(mempelajari manusia dalam memenuhi kebutuhannya lewat proses pertukaran), sosiologi
(mempelajari struktur organisasi sosial manusia) dan ilmu politik (mempelajari sistem dan proses
dalam kehidupan manusia berpemerintahan dan bernegara).
Cabang utama ilmu-ilniu sosial yang lainnya mempunyai cabang-cabang lagi seperti
antropologi terpecah menjadi lima yakni, arkeologi, antropologi fisik, linguistik, etnologi dan
antropologi sosial/kultural, semua itu kita golongkan ke dalam ilmu murni.
Ilmu murni merupakan kumpulan teori-teori ilmiah yang bersifat dasar dan teoritis yang belum
dikaitkan dengan masalah kehidupan yang bersifat praktis. Ilmu terapan merupakan aplikasi ilmu
murni kepada masalah-masalah kehidupan yang mempunyai manfaat praktis.
Banyak sekali konsep ilmu-ilmu sosil “murni” dapat diterapkan langsung kepada kehidupan
praktis, ekonomi umpamanya, meminjam perkataan Paul Samuelson, merupakan ilmu yang beruntung
(Fortunate) karena dapat diterapkan langsung kepada kebijaksanaan umum (public policy).
Jadi, penelitian yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya belum
pernah diketahui dinamakan penelitian murni atau penelitian dasar, sedangkan penelitian yang
bertujuan untuk mempergunakan pengetahuan ilmiah yang telah diketahui untuk memecahkan masalah
kehidupan yang bersifat praktis dinamakan penelitian terapan. Dengan menguasai pengetahuan ini,
maka manusia mengembangkan teknologi atau peralatan yang berfungsi sebagai sarana yang memberi
kemudahan dalam kehidupannya.
2.3.2. Terbentuknya pengetahuan menjadi ilmu
Bebagai keterangan mengenai obyek sebenarnya itu dituangkan dalam pernyataan-pernyataan,
petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya
dilakukan dalam hubungannya dengan obyek sederhana itu. Memaparkan pola-pola dalam sekumpulan
sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomenon yang ditelaah. Dapat dibedakan menjadi
tiga ragam proposisi yaitu:
a. Asas ilmiah
Suatu asas atau prinsip adalah sebuah proposisi yang mengandung kebenaran umum berdasarkan
fakta-fakta yang telah diamati.
b. Kaidah ilmiah
Suatu kaidah atau hukum dalam pengetahuan ilmiah adalah sebuah proposisi yang mengungkapkan
keajegan atau hubungan tertib yang dapat diperiksa kebenarannya diantara fenomena.
c. Teori ilmiah
Suatu teori dalam scientific knowledge adalah sekumpulan proposisi yang saling berkaitan secara
logis untuk memberi penjelasan mengenai sejumlah fenomena.
Penerapan ilmu terhadap teknologi menurut Azyumardi Azra dalam Suriasumantri (2005:161)
yaitu penerapan ilmu terhadap teknologi memang tidak selalu merupakan rahmat bagi manusia, sebab
disamping dapat dipergunakan untuk tujuan destruktif juga menimbulkan implikasi moral, sosial dan
kultural. Manusia disebut homo faber (makhluk yang membuat peralatan) dan homo sapiens (makhluk
yang berpikir).
Jadi, secara ringkas struktur pengetahuan ilmiah terdiri dari adanya pengetahuan secara umum,
dilakukan metode ilmiah, muncul ilmu yang didasari oleh teori, hukum, prinsip, postulat, asumsi,
diadakan penelitian baru atau penelitian lanjutan (penelitian pengembangan) akan muncul pengetahuan
yang baru lagi yang disebut ilmu baru.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam
skema alur di berikut ini :
SKEMA 2
ALUR STRUKTUR PENGETAHUAN ILMIAH
Sebagai penjelasan dari skema alur struktur pengetahuan ilmiah tersebut adalah adanya
pengetahuan yang merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, sebagai
sumber jawaban dari setiap pertanyaan yang dimunculkan oleh manusia dalam menghadapi gejala alam
yang ada menimbulkan pertanyaan bagaimana pengetahuan itu disusun dengan benar. Pengetahuan ini
tadi sebelum menjadi sebuah ilmu akan diujikan dengan sesuai syarat-syarat dari metode ilmiah.
Apabila pengetahuan tersebut telah memenuhi persyaratan metode ilmiah, maka akan muncullah
sebuah ilmu baru. Sebelum terbentuk menjadi sebuah ilmu terlebih dahulu didasari teori, hukum,
prinsip, postulat, asumsi. Setelah itu diadakan penelitian baru atau penelitian lanjutan (penelitian
pengembangan) yang akhirnya akan muncul pengetahuan yang baru lagi yang disebut ilmu baru.
Demikian adanya ilmu baru sebagai pengetahuan yang benar dari struktur pengetahuan ilmiah.
C. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa epistemologi merupakan
cabang filsafat yang berkaitan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian dan dasar-dasar
serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan sendiri
merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, sebagai sumber jawaban dari
setiap pertanyaan yang dimunculkan oleh manusia dalam menghadapi gejala alam yang ada
menimbulkan pertanyaan bagaimana pengetahuan itu disusun dengan benar, termasuk kedalamnya
adalah ilmu. Sementara, ilmu merupakan bagian yang diketahui oleh manusia di samping berbagai
pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama. Suatu pengetahuan dapat disebut ilmu jika ia memenuhi
syarat-syarat tertentu yang tercantum dalam metode ilmiah.
Selanjutnya, metode ilmiah merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang
mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Dalam metode ilmiah terdapat metodologi secara filsafati
bagamana mendapatkan pengetahuan yang disebut dengan epistemologi. Pengetahuan yang merupakan
jawaban setiap pertanyaan yang dihadapi dalam kehidupan akan memecahkan permasalahannya yang
bersifat nyata menggunakan akal pikiran. Untuk memecahkan permasalahan tersebut dimunculkan
jawaban sementara dinamakan dengan hipotesis.
Penyusunan hipotesis dilakukan dmelalui pengamatan secara empiris dengan berpikir deduktif.
Kemudian diadakan pengujian terhadap hipotesis tersebut dengan mengkonfrontasikannya dengan
dunia nyata melalui pengumpulan fakta-fakta yang relevan. Setelah dilakukan pengujian hipotesis
dapat diterima ataupun ditolak yang kemudian ditarik kesimpulan. Semuda kegiatan ilmiah tersebut
disebut dengan logico-hypothetico-verifikasi.
Struktur ilmu dalam filsafat ilmu merupakan bagian penting dipelajari mengingat ilmu
merupakan suatu bangunan yang tersusun, bersistem dan kompleks. Melalui ilmu kita dapat
menjelaskan, meramal dan mengontrol setiap gejala-gejala alam yang terjadi.
Ilmu-ilmu murni berkembang menjadi ilmu-ilmu terapan. Ilmu-ilmu terapan ini akan
melahirkan teknologi atau peralatan-peralatan yang berfungsi sebagai sarana yang memberi kemudahan
dalam kehidupan.Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah melalui kegiatan ilmiah atau
penelitian sehingga didapat suatu pengetahuan ilmiah atau ilmu. Pada dasarnya ilmu dibangun secara
bertahap dan sedikit demi sedikit. Pengetahuan ilmiah atau ilmu yang diperoleh tersebut dilandasi oleh
teori, hukum, prinsip, postulat, asumsi dan argumentasi. Kemudian dari ilmu lama yang terbentuk
diadakan penelitian lagi sehingga didapat pengetahuan baru.
Dengan mengetahui struktur dari ilmu ini maka dapat kita bedakan nantinya pemahaman dari
sejauh mana kajian mengenai gejala-gejala alam. Bekal ini pula yang nantinya kita pergunakan dalam
penelitian-penelitian yang akan kita lakukan. Tampaknya akal budi manusia tidak mungkin berhenti
berpikir, hasrat mengetahui ilmuan tidak dapat padam, dan keinginan berbuat seseorang tidak bisa
dihapuskan. Ini berarti perkembangbiakan pengetahuan ilmiah akan berjalan terus dan pembagian ilmu
yang sistematis perlu dari waktu ke waktu diperbaharui.
Daftar Pustaka
Bakhtiar, Amsal. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta : Rajawali Press.
Beerling, Kwee dan Van Peursen. 1990. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Gazalba, Sidi. 1973. Sistematika Filsafat, Buku I. Jakarta : Bulan Bintang.
Hadi, P.Hardono. 1994. Epistemologi ; Filsafat Pengetahuan.Yogyakarta : Kanisius.
Mudyahardjo, Redja. 2006. Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sudarminta, J. 2002. Epistemologi Pengantar Dasar Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta : Kanisius.
Sudjana. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Suriasumantri, Jujun. S. 2005. Filsafat Ilmu ; Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 2003. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.
www.Ivan272’s.Blogspot.com. ”Struktur Ilmu dalam Filsafat Ilmu”. Diakses tanggal 20 Desember
2008.
www.sttip.com/modul%20filsafat%20ilmu%.pdf.”Filsafat Ilmu diambil dari Wismapandia. Diakses
tanggal 20 Desember 2008.
sumber : http://romzieahmadbastari.blogspot.com/2009/01/filsafat-ilmu.html
a. Membiasakan diri untuk selalu berpikir dengan mempergunakan langkah-langkah metode ilmiah.
Berpikir dengan mempergunakan langkah-langkah metode ilmiah adalah metode berpikir dengan mengikuti langkah-langkah yang menggabungkan antara cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif. Cara berpikir deduktif adalah cara berpikir yang berupaya untuk mencari penjelasan rasional terhadap suatu objek masalah sedangkan cara berpikir induktif adalah cara berpikir yang berupaya untuk mencari penjelasan suatu masalah dengan fakta-fakta emperis. Penggabungan kedua pendekatan cara berpikir tersebut melahirkan pemahaman masalah secara rasional, konsisten dan berkorespondensi dengan ilmu pengetahuan terdahulu, yaitu suatu pemahaman yang logis, diterima akal sehat serta ada bukti-bukti emperis yang mendukungnya. Misalnya ada pernyataan salju berwarna putih, dengan penjelasan logis memungkinkan diterima akal sehat karena salju terdiri atas air yang berwarna putih, namun pemahaman yang diterima belum sempurna jika belum ada bukti emperis yang menunjukan bahwa salju memang berwarna putih, sampai disini pernyataan salju berwarna putih hanya bersifat hipotesa yang kebenarannya hanya bersifat sementara, sebelum secara nyata kita melihat ada salju yang berwarna putih.
Mekanisme proses berpikir seperti ini, dikenal juga sebagai proses “logico-hypothetico-verifikasi” atau secara sederhana sering dinyatakan dengan pernyataan “jelaskan secara logis dan masuk akal kepada ku, kemudian tunjukan bukti-buktinya”
Pemanfaatan langkah-langkah metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah sosial secara sederhana di mulai dari ; (a) pernyataan adanya suatu masalah yang harus di pecahkan, yang kemudian dilanjutkan dengan (b) mencari penjelasan logis melalui teori-teori sosial yang ada, hingga dapat di munculkan, (c) hipotesa atau jawaban sementara terhadap masalah yang di hadapi, mencari bukti-bukti emperis, melalui pengamatan, bertanya, wawancara mendalam, penyebaran angket, dll, terakhir (d) pengambilan kesimpulan dan mencari alternatif pemecahan masalah. Misalnya jika muncul masalah rendahnya tingkat disiplin, upaya penjelasan logis melalui teori sosial-sosial, dapat ditelusuri misalnya karena menurunnya motivasi, kurangnya pengawasan, atau faktor-faktor lain yang dapat ditelusuri dari banyak teori sosial yang memberikan penjelasan penyebab rendahnya tingkat disiplin karyawan, semua penjelasan tersebut, semuanya hanyalah hipotesa atau jawaban sementara terhadap rendahnya tingkat disiplin. Langkah selanjutnya adalah mencari pembuktian emperis, hipotesa mana yang paling mendekati kebenaran emperis, melalui pengamatan atau wawancara mendalam dengan para karyawan, akhirnya dapat disimpulkan bahwa penyebab rendahnya tingkat disiplin karyawan adalah karena kurangnya pengawasan maka sebagai pemecahan masalahnya perlu dikembangkan cara-cara peningkatan pengawasan.
Dalam kehidupan nyata, tentu saja permasalahan-permasalahan yang dihadapi tidak sesederhana hal tersebut dan kadang-kadang memerlukan pemecahan saat itu juga, secara instan namun proses dan langkah-langkah seperti itu perlu di biasakan agar proses pemecahan masalah dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sebagai seseorang yang menyandang gelar akademis, karena bukankah proses berpikir dengan menggunakan metode ilmiah ini telah dilatih ketika para mahasiswa melaksanakan bimbingan dan melakukan penelitian sosial, sebagai syarat menyandang gelar sarjana sosial, hanya saja karena demikian ketatnya metode yang dipergunakan dan proses bimbingan serta ujian sidang yang cukup melelahkan bagi mahasiswa, maka langkah-langkah metode ilmiah ini terkesan “angker” dan sulit dilakukan, padahal secara tidak sadar kita sering juga mengunakan langkah-langkah ini dalam kehidupan sehari-hari.
b. Membuka akses informasi seluas-luasnya dan melakukan verifikasi data secara akurat
Selain membiasakan diri untuk berpikir dengan mempergunakan langkah-langkah metode ilmiah hal lain yang perlu dibiasakan bagi para alumni dan mahasiswa STIA-Amuntai adalah membuka akses informasi seluas-luasnya, baik melalui buku bacaan, selalu bertanya dan melakukan pengamatan emperis terhadap lingkungan sekitar, cobalah kita merenung sejenak, perhatikan lingkungan kita, betapa banyaknya yang dapat kita pelajari.
Semakin banyak informasi yang terkumpul akan semakin mudah memecahkan masalah-masalah yang di hadapi karena pada umumnya permasalahan sosial bersifat ajeg atau berulang dengan sedikit variasi sehingga dengan banyaknya bacaan, banyaknya bertanya pada orang lain dan banyaknya melakukan pengamatan maka informasi akan terkumpul semakin banyak. Informasi dapat diibaratkan sebagai artifak-artifak yang berserakan, tugas kita adalah memungutinya dan kemudian menyusunnya menjadi hipotesis atau menjadi bukti-bukti emperis untuk memecahkan masalah-masaalah sosial.
Untuk memperluas akses informasi, The Liang Gie (1991:100), pernah mengajurkan pembentukan struktur jaringan laba-laba (spiderweb structure), yang di rajut setiap hari melalui saluran pribadi dan medan komunikasi yang semakin hari semakin besar sehingga semakin banyak informasi yang akan terjaring. Ringkasnya menurut petunjuk ini, siapa saja yang ingin sukses dan berhasil memperoleh informasi sebanyak-banyak maka dia harus secara terus-menerus memperluas lingkungan pergaulan sosialnya dan mencari teman sebanyak-banyaknya.
Selain mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, hal terpenting dilakukan adalah untuk melakukan upaya “penyaringan” terhadap informasi yang diperoleh dengan cara melakukan verifikasi dan menilai keabsahan data dan informasi yang didapatkan, karena tidak semua data dan informasi yang terjaring merupakan data dan informasi yang baik dan benar. Ibarat jaringan laba-laba tadi, tidak semua serangga yang terjaring dapat di makan oleh laba-laba, karena mungkin saja serangga yang terjaring adalah serangga yang beracun dan mematikan.
Untuk meningkatkan keabsahan dan validitas data dan informasi, banyak metode yang dapat dilakukan, misalnya dengan melakukan cek dan recek data/informasi, trianggulasi dan pemeriksaan originalitas dokumen. Data dan informasi yang diperoleh perlu di cek ulang dan dikomfrontasikan dengan orang yang berbeda, serta dengan menggunakan metode dan cara yang berbeda pula serta perlu juga diperiksa kembali originalitas suatu dokumen.
c. Pengembangan kemampuan berpikir kreatif
Kemampuan berpikir kreatif sangat diperlukan untuk mengembangkan alternatif-alternatif pemecahan masalah-masalah sosial yang dihadapi serta agar kita tidak selalu terpaku pada satu alternatif pilihan saja, misalnya masalah A harus di pecahkan dengan metode B, maka dengan berpikir kreatif, mungkin saja ada alternatif metode B-1, B-2, B-3, atau bahkan alternatif metode gabungan antara B-1 dan B-2 dan seterusnya.
The Liang Gie (1991:54), memberikan beberapa petunjuk umum untuk dapat meningkatkan kreatifitas berpikir seseorang, yaitu ;
1. Mengubah hal-hal yang telah terbiasa sehari-hari dengan hal-hal yang baru, misalnya bilamana selama ini berangkat ke kantor biasa dengan melalui jalan A, ubahlah melalui jalan B, kemudian jalan C atau yang terbiasa naik mobil, ubahlah dengan naik sepeda atau jalan kaki. Situasi-situasi baru dapat mendatangkan pandangan dan cara berpikir yang baru.
2. Milikilah kebiasaan untuk menyimpulkan klasifikasi-klasifikasi yang tidak lazim, misalnya mengelompok tipe-tipe orang, dan lainnya. Semua ini merupakan penambahan bahan pemikiran berupa konsep-konsep yang mungkin dapat digabung hingga memunculkan gagasan baru.
3. Berusahalah selalu menterjemahkan sesuatu yang abstrak dan umum menjadi sesuatu yang kongret dan khusus, misalnya watak orang yang optimis diterjemahkan dan dialihkan pada ciri-
ciri orang yang berwajah riang dengan mulut tersenyum. 4. Untuk meningkatkan kreatifitas seseorang perlu mencari pengalaman yang banyak dari
lingkungan sekeliling dan dengan melalui segenap indera yang dimiliki. 5. Berusahalah menyediakan waktu dan perhatian untuk membaca bidang pengetahuan lain di luar
keahlian dan pekerjaan kita. Upaya ini dapat memperluas sudut tinjauan dan memberi konsep-konsep baru bagi pemikiran.
6. Menghimpun informasi, catatan, dan gagasan pihak lain yang original dan kemudian sewaktu-waktu membalik-baliknya untuk merangsang ide diri sendiri.
7. Melengkapi diri dengan buku catatan pribadi untuk menulis seketika jika muncul gagasan dalam pikiran karena gagasan datangnya sering tiba-tiba dan akan sia-sia jika kembali lenyap, tanpa di catat dan jikapun diingat dengan hanya mengunakan kemampuan ingatan maka gagasan tersebut hanya akan membebani pikiran hingga akan menghalangi gagasan baru yang akan muncul.
Sumber : http://adilesmana.com/?p=47
METODE ILMIAH
A. PENGERTIAN METODE ILMIAH
Kata metode berasal bahasa Yunani yaitu kata “methos” yang terdiri dari unsur kata berarti
cara, perjalanan sesudah, dan kata “kovos” berarti cara perjalanan, arah. Metode merupakan kajian
atau telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan asas-asas logis dan
percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.
Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Metode, menurut Senn,
merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis.
Metodologi ilmiah merupakan pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode
tersebut. Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat
dalam metode ilmiah.
Proses kegiatan ilmiah, menurut Riychia Calder, dimulai ketika manusia mengamati
sesuatu. Secara ontologis ilmu membatasi masalah yang diamati dan dikaji hanya pada masalah
yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengetahuan manusia. Jadi ilmu tidak
mempermasalahkan tentang hal-hal di luar jangkauan manusia. Karena yang dihadapinya adalah
nyata maka ilmu mencari jawabannya pada dunia yang nyata pula. Einstein menegaskan bahwa
ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, apapun juga teori-teori yang menjembatani
antara keduanya. Teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat
dalam dunia fisik tersebut, tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara
rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan
rasional yang berkesusaian dengan obyek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun
meyakinkannya, harus didukung oleh fakta empiris untuk dinyatakan benar. Disinilah pendekatan
rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah yang disebut metode
ilmiah. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan
secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak.
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran, antara lain sebagai berikut:
a. The correspondence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu berupa
kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang sungguh merupakan
halnya atau faktanya.
b. The consistence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran tidak dibentuk atas hubungan
antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara
putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain bahwa kebenaran ditegaskan atas hubungan antara
yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kita akui benarnya
terlebih dahulu.
c. The pragmatic theory of truth. Yang dimaksud dengan teori ini ialah bahwa benar tidaknya
sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan,
dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.
Dari tiga teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kebenaran adalah kesesuaian arti dengan fakta yang
ada dengan putusan-putusan lain yang telah kita akui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah
tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia. Sedangkan nilai kebenaran itu bertingkat-tingkat,
sebagai mana yang telah diuraikan oleh Andi Hakim Nasution dalam bukunya Pengantar ke Filsafat
Sains, bahwa kebenaran mempunyai tiga tingkatan, yaitu haq al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin.
Adapun kebenaran menurut Anshari mempunyai empat tingkatan, yaitu:
1. Kebenaran wahyu
2. Kebenaran spekulatif filsafat
3. Kebenaran positif ilmu pengetahuan
4. Kebenaran pengetahuan biasa.
Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang
pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah. Jadi,
apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam
nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar
karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Karena itu, kebenaran mutlak
hanya ada pada Tuhan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-rubah dan berkembang.
Menurut kajian epistemologi terdapat beberapa metode untuk memperoleh pengetahuan,
diantaranya adalah :
a. Metode Empirisme
Menurut paham empirisme, metode untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada
pengalaman yang bersifat empiris, yaitu pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat kebenarannya
melalui pengamalan indera manusia. Seperti petanyaan-pertanyaan bagaimana orang tahu es
membeku? Jawab kaum empiris adalah karena saya melihatnya (secara inderawi/panca indera),
maka pengetahuan diperoleh melalui perantaraan indera. Menurut John Locke (Bapak Empirisme
Britania) berkata, waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan kosong, dan
didalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman indera. Akal merupakan sejenis tempat
penampungan, yang secara prinsip menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Proses terjadinya
pengetahuan menurut penganut empirisme berdasarkan pengalaman akibat dari suatu objek yang
merangsang alat inderawi, kemudian menumbuhkan rangsangan saraf yang diteruskan ke otak. Di
dalam otak, sumber rangsangan sebagaimana adanya dan dibentuklah tanggapan-tanggapan
mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi ini. Kesimpulannya adalah metode untuk
memperoleh pengetahuan bagi penganut empirisme adalah berdasarkan pengalaman inderawi atau
pengalaman yang bisa ditangkap oleh panca indera manusia.
b. Metode Rasionalisme
Berbeda dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa metode untuk
memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme menegasikan
nilai pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk
memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak Rasionalisme), bahwa kebenaran
suatu pengetahuan melalui metode deduktif melalui cahaya yang terang dari akal budi. Maka akal
budi dipahamkan sebagai :
1. Sejenis perantara khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal kebenaran.
2. Suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-
kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran.
Fungsi pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau
sebagai pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.
c. Metode Fenomenalisme
Immanuel Kant adalah filsuf Jerman abad XX yang melakukan kembali metode untuk
memperoleh pengetahuan setelah memperhatikan kritikan-kritikan yang dilancarkan oleh David
Hume terhadap pandangan yang bersifat empiris dan rasionalisme. Menurut Kant, metode untuk
memperoleh pengetahuan tidaklah melalui pengalaman melainkan ditumbuhkan dengan
pengalaman-pengalaman empiris disamping pemikiran akal rasionalisme. Syarat dasar bagi ilmu
pengetahuan adalah bersifat umum dan mutlak serta memberi pengetahuan yang baru. Menurutnya
ada empat macam pengetahuan :
1. Pengetahuan analisis a priori yaitu pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-
unsur pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman, atau yang ada sebelum
pengalaman.
2. Pengetahuan sintesis a priori, yaitu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan akal terhadap bentuk-
bentuk pengalamannya sendiri yang mempersatukan dan penggabungan dua hal yang biasanya terpisah.
3. Pengetahuan analitis a posteriori, yaitu pengetahuan yang terjadi sebagai akibat pengalaman.
4. Pengetahuan sintesis a posteriori yaitu pengetahuan sebagai hasil keadaan yang mempersatukan
dua akibat dari pengalaman yang berbeda.
5. Pengetahuan tentang gejala (phenomenon) merupakan pengetahuan yang paling sempurna, karena
ia dasarkan pada pengalaman inderawi dan pemikiran akal, jadi Kant mengakui dan memakai
empirisme dan rasionalisme dalam metode fenomenologinya untuk memperoleh pengetahuan.
d. Metode Intuisionisme
Metode intuisionisme adalah suatu metode untuk memperoleh pengetahuan melalui intuisi
tentang kejadian sesuatu secara nisbi atau pengetahuan yang ada perantaraannya. Menurut Henry
Bergson, penganut intusionisme, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui suatu pengetahuan
secara langsung. Metode intuisionisme adalah metode untuk memperoleh pengetahuan dalam
bentuk perbuatan yang pernah dialami oleh manusia. Jadi penganut intuisionisme tidak menegaskan
nilai pengalaman inderawi yang bisa menghasilkan pengetahuan darinya. Maka intuisionisme
hanya mengatur bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi.
e. Metode Ilmiah
Pada metode ilmiah, untuk memperoleh pengetahuan dilakukan dengan cara
menggabungkan pengalaman dan akal pikiran sebagai pendekatan bersama dan dibentuk dengan
ilmu. Secara sederhana teori ilmiah harus memenuhi 2 syarat utama, yaitu harus konsisten dengan
teori-teori sebelumnya dan harus cocok dengan fakta-fakta empiris
Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan induktif dimana
rasionalisme dan empirisme berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme korektif.
Metode ilmiah diawali dengan pengalaman-pengalaman dan dihubungkan satu sama lain secara
sistematis dengan fakta-fakta yang diamati secara inderawi. Untuk memperoleh pengetahuan
dengan metode ilmiah diajukan semua penjelasan rasional yang statusnya hanyalah bersifat
sementara yang disebut hipotesis sebelum teruji kebenarannya secara empiris. Hipotesis, yaitu
dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi. Untuk
memperkuat hipotesis dibutuhkan dua bahan-bahan bukti yaitu bahan-bahan keterangan yang
diketahui harus cocok dengan hipotesis tersebut dan hipotesis itu harus meramalkan bahan-bahan
yang dapat diamati yang memang demikian keadaannya. Pada metode ilmiah dibutuhkan proses
peramalan dengan deduksi. Deduksi pada hakikatnya bersifat rasionalistis dengan mengambil
premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya.
Menurut AR Lacey untuk menemukan kebenaran yang pertama kali dilakukan adalah
menemukan kebenaran dari masalah, melakukan pengamatan baik secara teori dan ekperimen untuk
menemukan kebenaran, falsification atau operasionalism (experimental opetarion, operation
research), konfirmasi kemungkinan untuk menemukan kebenaran, Metode hipotetico–deduktif,
Induksi dan presupposisi/teori untuk menemukan kebenaran fakta. Kerangka berpikir yang
berintikan proses logico-hypothetico- verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-
batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
b. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang
menjelaskan hubungan yang mubgkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan bentuk
konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasrakan premis-premis
ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan
dengan permasalahan.
c. Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang
diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
d. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis
yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut
atau tidak.
e. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu
di tolak atau diterima. Seandainya dalam pengujian terdapat fakta-fakta yang cukup dan
mendukung maka hipotesis tersebut akan diterima dan sebaliknya jika tidak didukung fakta
yang cukup maka hipotesis tersebut ditolak. Hipotesis yang diterima dianggap menjadi bagian
dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai
kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji
kebenarannya.
B. KARAKTERISASI METODE ILMIAH
Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam
proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh
subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan
pengamatan-pengamatan yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan perhitungan yang
cermat. Proses pengukuran dapat dilakukan terhadap objek yang tidak dapat diakses atau
dimanipulasi seperti bintang atau populasi manusia. Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya
ditabulasikan dalam table. Digambarkan dalam bentuk grafik atau dipetakan dan diproses dengan
penghitungan statistika seperti korelasi dan regresi.
Umumnya terdapat empat karakteristik penelitian ilmiah, yaitu:
1. Sistematik
Berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan kaidah yang
benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.
2. Logis
Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik. Pencarian
kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal yaitu logika. Prosedur
penalaran yang dipakai bias dengan prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan
umum dari berbagai kasus individual (khusus), atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir untuk
menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum.
3. Empirik
suatu penelitian yang didasarkan pada pengalaman sehari-hari, yang ditemukan atau melalui hasil coba-
coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian. Landasan empirik ada tiga yaitu :
a) Hal-hal empirik selalu memiliki persamaan dan perbedaan (ada penggolongan atau
perbandingan satu sama lain).
b) Hal-hal empirik selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu.
c) Hal-hal empirik tidak bisa secara kebetulan melainkan ada penyebabnya.
4. Replikatif
suatu penelitian yang pernah dilakukan harus di uji kembali oleh peneliti lain dan harus
memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar
bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variable menjadi langkah penting bagi seorang
peneliti.
C. LANGKAH-LANGKAH YANG DITEMPUH DALAM METODE ILMIAH
1. Perumusan masalah
Perumusan masalah adalah langkah awal dalam melakukan kerja ilmiah. Masalah adalah
kesulitan yang dihadapi yang memerlukan penyelesaiannya atau pemecahannya. Masalah
penelitian dapat di ambil dari masalah yang ditemukan di lingkungan sekitar kita, baik benda
mati maupun makhluk hidup. Misalnya, saat kamu berada di pantai dan mengamati ombak di
lautan. Pada saat itu di pikiranmu mungkin timbul pertanyaan, mengapa terjadi ombak? Atau,
bagaimanakah cara terjadinya ombak? Untuk dapat merumuskan permasalahan dengan tepat,
maka perlu melakukan identifikasi masalah.Agar permasalahan dapat diteliti dengan seksama,
maka perlu dibatasi. Pembatasan diperlukan agar kita dapat fokus dalam menyelesaikan
penelitian kita.
Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam merumuskan masalah, antara lain sebagai berikut :
a) Masalah hendaknya dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat Tanya.
b) Rumusan masalah hendaknya singkat, padat, jelas dan mudah dipahami. Rumusan masalah yang
terlalu panjang akan sulit dipahami dan akan menyimpang dari pokok permasalahan.
c) Rumusan masalah hendaknya merupakan masalah yang kemungkinan dapat dicari cara
pemecahannya. Permasalahan mengapa benda bergerak dapat dicari jawabannya dibandingkan
permasalahn apakah dosa dapat diukur.
2. Perumusan hipotesis
Ketika kita mengajukan atau merumuskan pertanyaan penelitian, maka sebenarnya pada
saat itu jawabanya sudah ada dalam pikiran. Jawaban tersebut memang masih meragukan dan
bersifat sementara, akan tetapi jawaban tersebut dapat digunakan untuk mengarahkan kita untuk
mencari jawaban yang sebenarnya. Pernyataan yang dirumuskan sebagai jawaban sementara
terhadap pertanyaan penelitian disebut sebagai hipotesis penelitian. Hipotesisi penelitian dapat
juga dikatakan sebagai dugaan yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah sebelum
dibuktikan kebenarannya. Oleh karena berupa dugaan maka hipotesis yang kita buat mungkin
saja salah. Ileh karena itu, kita harus melakukan sebuah percobaan untuk menguji kebenaran
hipotesis yang sudah kita buat
3. Perancangan penelitian
Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu harus dipersiapkan rancangan
penelitiannya. Rancangan penelitian ini berisi tentang rencana atau hal-hal yang harus
dilakukan sebelum, selama dan setelah penelitian selesai. Metode penelitian, alat dan bahan
yang diperlukan dalam penelitian juga harus disiapkan dalam rancangan penelitian.
Penelitian yang kita lakukan dapat berupa penelitian deskriptif maupun penelitian
eksperimental. Penelitian deskripsi merupakan penelitian yang memberikan gambaran secara
sistematis, factual dan akurat mengenai fakta dan sifat-sipat objek yang diselidiki. Contoh dari
penelitian deskriptif, misalnya penelitian untuk mengetahui populasi hewan komodo yang hidup
di Pulau komodo pada tahun 2008. Adapun penelitian eksperimental merupakan penelitian yang
menggunakan kelompok pembanding. Contoh penelitian eksperimental, misalnya penelitian
tentang perbedaan pertumbuhan tanaman di tempat yang terkena matahari dengan pertumbuhan
tanaman di tempat yang gelap. Selain rancangan penelitian, terdapat beberapa faktor lain yang
juga harus diperhatikan. Faktor pertama adalah variabel penelitian, sedangkan yang kedua
adalah populasi dan sampel. Variabel merupakan faktor yang mempengaruhi hasil penelitian.
Populasi merupakan kumpulan/himpunan dari semua objek yang akan diamati ketika
melakukan penelitian, sedangkan sampel merupakan himpunan bagian dari populasi. Di dalam
penelitian, variabel dapat dibedakan menjadi :
a) Variabel bebas yaitu variabel yang sengaja mengalami perlakuan atau sengaja diubah dan
dapat menentukan variabel lainnya (variabel terikat)
b) Variabel terikat yaitu variabel yang mengalami perubahan dengan pola teratur
(dipengaruhi oleh variabel bebas)
c) Variabel control yaitu variabel yang digunakan sebagai pembanding dan tidak mengalami
perlakuan atau tidak diubah-ubah selama penelitian.
4. Pelaksanaan penelitian
langkah langkah pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :
a) Persiapan penelitian biasanya diwujudkan dalam pembuatan rancangan penelitian. Alat,
bahan, tempat, waktu dan teknik pengumpulan data juga harus dipersiapkan dengan baik.
b) Pelaksanaan
1) Pengumpulan/pengambilan data
a) Data kualitatif merupakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dengan
menggunakan alat indra, seperti indra penglihatan (mata), indra penciuman (hidung),
indra pengecap (lidah), indra pendengaran (telinga), dan indra peraba (kulit).
Contohnya adalah ketika kita melakukan pengamatan buah mangga maka data
kualitatif yang dapat kita peroleh adalah mengenai rasa buah, warna kulit, dan
daging buah, serta wangi atau aroma buah.
b) Data kualitatif merupakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran sehingga
akan diperoleh data berupa angka-angka. Contohnya adalah data mengnai berat buah
mangga,ketebalan daging buah, diameter buah mangga.
2) Pengolahan data, setelah data-data yang kita perlukan berhasil dikumpulkan maka
tahapan selanjutnya adalah melakukan pengolahan atau analisis data. Data yang kita
peroleh dapat ditulis atau kita nyatakan dalam beberapa bentuk, seperti table, grafik dan
diagram.
3) Menarik kesimpulan, setelah pengolahan data melalui analisis selesai dilakukan maka
kita dapat mengetahui apakah hipotesis yang kita buat sesuai dengan hasil penelitian
atau mungkin juga tidak sesuai. Selanjutnya kita dapat mengambil kesimpilan dari
penelitian yang telah kita lakukan. Kesimpulan yang kita peroleh dari hasil penelitian
dapat mendukung hipotesis yang kita buat, tetapi kesimpulan yang kita ambil harus
dapat menjawab permasalahan yang melatarbelakangi penelitian.
5. Pelaporan penelitian
Sistematika penyusunan laporan penelitian
a) Pendahuluan berisi tentang latar belakang dilaksanakannya penelitian, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan hipotesis
b) Telaah kepustakaan/kajian teori, bagian kajian teori merupakan bagian yang berisi tentang
hasil telaah yang dilakukan oleh peneliti terhadap teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu
yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
c) Metode penelitian, berisi segala sesuatu yang dilakukan oleh peneliti mulai dari persiapan,
pelaksanaan dan akhir dari sebuah penelitian. Bagian metode penelitian berisi tentang teknik
pengambilan data, cara atau teknik pengolahan data, populasi dan sampel, alat, bahan,
tempat dan waktu penelitian.
d) Hasil dan pembahasan penelitian, berisi tentang data hasil penelitian yang berhasil
dikumpulkan selama penelitian. Data yang diperoleh disampaikan dalam bentuk grafik,
tabel , atau diagram.
e) Kesimpulan dan saran, berisi tentang kesimpulan yang dihasilkan merupakan jawaban terhadp hipotesis yang sudah diuji kebenarannya. Saran dari peneliti kepada pihak lain, yaitu pembaca dan bagi peneliti lainnya untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.[1]
D. METODE ILMIAH DALAM ILMU PENGETAHUAN
Metode ilmiah merupakan salah satu cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Metode ilmiah
dianggap merupakan metode terbaik untuk mendapatkan pengetahuan karena metode ini menggunakan
pendekatan yang sistematis, objektif, terkontrol, dan dapat diuji, yang dilakukan melalui metode
induktif maupun deduktif. Beberapa metode lain yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan
selain metode ilmiah adalah melalui intuisi, rasionalisme, dan empiris.
Beberapa perbedaan metode ilmiah dengan non ilmiah menurut Shaugnessy dan
Zechmeister (dalam Liche Seniati, dkk, 2005:10) antara lain :
NO ASPEK NON ILMIAH ILMIAH
1 Pendekatan masalah Intuitif Empiris
2 Konsep/TeoriAmbigu dengan arti
yangberlebihan
Jelas, operasional dan
spesifik
3 Hipotesis Tidak dapat dibuktikan Dapat dibuktikan
4 Observasi gejala Tidak terkontrol, seadanya Sistematis , terkontrol
5 Alat Ukur Tidak akurat Akurat, tepat, sesuai
6 Pengukuran Tidak Valid dan reliabel Valid dan reliabel
7 Kontrol Tidak ada Selalu dilakukan
8 Pelaporan Hasil Penelitian Bias, Subjektif Tdk Bias, Objektif
9 Sikap Peneliti Apa adanyaKritis, Skeptis,
mencaribukti
10 Sifat Penelitian Tidak dapat diulang Dapat diulang.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata kunci dari metode ilmiah adalah empiris, teori yang
jelas, operasional dan spesifik, dapat dibuktikan, sistematis, alat ukur disesuaikan, perhatian terhadap
validitas dan reliabilitas, objektif, sikap peneliti yang cenderung kritis dan mencari pembuktian, dan
dapat diulang.
Empiris menekankan bahwa setiap pernyataan harus dapat dibuktikan.Artinya, suatu
penjelasan dianggap benar jika sesuai dengan pengalaman atau observasi. Secara sederhana,
empirisme akan selalu sesuai dengan kenyataan karena kenyataan selalu dapat dialami dan
diobservasi. Misalnya pernyataan ”Langit Mendung Sebentar Lagi Akan Hujan”. Pernyataan ini
didasarkan pada pengalaman terdahulu yang dapat diobservasi atau dialami semua orang.
Teori yang jelas, operasional dan spesifik artinya bahwa teori-teori yang digunakan haruslah
jelas, operasional (dapat diukur) dan spesifik. Misalnya motivasi yang didefinisikan oleh Robbins
sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seseorang untuk mencapai
tujuannya. Selanjutnya, motivasi ini dioperasionalisasi ke dalam lima dimensi (misalnya :kerja
keras, orientasi masa depan, tingkat cita-cita tinggi, ketekunan, usaha untuk maju). Dari lima
dimensi ini kemudian dijelaskan lagi secara spesifik dalam bentuk indikator.
Hipotesis yang dapat dibuktikan artinya hipotesis (dugaan sementara) yang diajukan oleh
peneliti harus dapat dibuktikan melalui suatu pengujianhipotesis yang metode / tekniknya
disesuaikan dengan jenis penelitian, jenis data, dan berbagai aturan dalam pengujian hipotesis
ilmiah.
Observasi yang terkontrol artinya setiap tindakan observasi yang dilakukan terkontrol secara
ketat dan sistematis. Misalnya penelitian tentang pengaruh motivasi terhadap hasil belajar. Adanya
kontrol yang ketat ini untuk meminimalisir pengaruh variabel lain (misalnya : Inteligensia) dengan
cara memperhatikan homogenitas subjek penelitian atau subjek diambil dengan karakteristik yang
relatif homogen baik dalam hal IQ, Usia, dan lain-lain.
Alat ukur atau instrumen yang digunakan haruslah tepat. Misalnya untuk mengukur
motivasi belajar maka instrumen yang digunakan dapat berupa angket atau lembar observasi, dan
lain-lain.
PENUTUP
KESIMPULAN
Kata metode berasal bahasa Yunani yaitu kata “methos” yang terdiri dari unsur kata berarti cara,
perjalanan sesudah, dan kata “kovos” berarti cara perjalanan, arah. Metode merupakan kajian atau
telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan asas-asas logis dan percobaan yang
sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah.
Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses
karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek yang
diteliti.
Terdapat empat karakteristik penelitian ilmiah, yaitu:
5. Sistematik
6. Logis
7. Empirik
8. REPLIKATIF
Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode ilmiyah
1. Perumusan masalah
2. Perumusan hipotesis
3. Perancangan penelitian
4. Pelaksanaan penelitian
5. Pelaporan penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Hamami, Abbas, 1997, Epistemologi Ilmu. Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada
Hardono, Hadi, 1997, Epistemologi, Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta:Kanisius
Kartanegara, Mulyadi, 2003, Pengantar Epistemologi Islam, Bandung: Mizan
Lubis, Mochtar, 1978, Manusia Indonesia, Jakarta: Yayasan Idayu
Nasution, Andi Hakim, 1988, Pengantar Filsafat Sains. Jakarta: Litera Antar Nusa
Saebani, Drs. Beni Ahmad , 2009, filsafat ilmu kontemplasi filosofis tentan seluk beluk sumber dan
tujuan ilmu pengetahuan, Bandung: CV PUSTAKA SETIA
Suriasmantri, Jujun S., 2000, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan
Watloly, Anoliab, 2005, Tanggung Jawab Pengetahuan Mempertimbangkan Epistimologi Secara
Kultural ,Yogyakarta : Kanisius
sumber : http://arouf11151.blogspot.com/2012/11/filsafat-ilmumetode-ilmiah.html
Metode IlmiahMetode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Metode merupakan suatu prosedur mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Metodologi masuk dalam epistemologi yang membahas mengenai bagaimana kita mendapat pengetahuan. Epistemologi juga membahas apakah sumber-sumber pengetahuan? Apa hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan mendapatkan pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan mungkin ditangkap manusia?
Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran yang mempunyai karakteristik tertentu yang diminta pengetahuan ilmiah. Karakteristik itu adalah sifat rasional dan teruji. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif. Di sinilah berarti metode ilmiah menggabungkan pendekatan rasional dan pendekatan empiris. Jadi teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama (i) harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya, tidak terjadi kontradiksi dengan teori keilmuwan secara keseluruhan, (ii) harus cocok dengan fakta-fakta empiris.
Sebelum teruji secara empiris, penjelasan rasional yagn diajukan statusnya hanya bersifat sementara yang biasa disebut hipotesis. Jadi hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi. Hipotesis berfungsi sebagai petunjuk jalan yagn membantu dalam melakukan penyelidikan. Hipotesis ini disusun secara deduktif mengambil premis-premis pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya. Dengan jembatan hipotesis ini maka metode ilmiah sering dikenal sebagai proses logico-hypothetico-verifikasi.
Proses induksi mulai memegang peranan penting pada tahap verifikasi atau tahap pengujian hipotesis. Pada tahap ini proses dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah suatu hipotesis ini didukung fakta atau tidak. Fakta – fakta ini harus relevan dengan hipotesis yagn kita ajukan. Kadang fakta ini sederhana dan bisa ditangkap oleh panca indera. Kadang-kadang kita membutuhkan instrumen yang rumit untuk membantu panca indera kita. Sering sekali suatu hipotesis baru bisa dibuktikan beberapa lama kemudian setealah ditemukan alat untuk membantu mengeumpulkan fakta yang bersangkutan. Seperti dalam fisika nuklir.
Alur berpikir dari metode ilmiah adalah sbb :1. Perumusan masalahMerupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.2. Penyusunan kerangka berpikirKerangka berpikir ini disusun berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenaranya yang menjelaskan hubungan yang mungkin antara faktor yagn saling berkait dalam konstelasi permasalahan.3. Perumusan hipotesisMerupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang merupakan jawaban sementara atas dugaan pertanyaan yang diajukan. 4. Pengujian hipotesisPengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan.5. Penarikan kesimpulanPenilaian apakah sebuah hipotesis ditolak atau diterima berdasarkan fakta yang ditemukan. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuwan.
Hipotesis yang telah teruji kebenarannya segera menjadi teori ilmiah yang kemudian dijadikan premis dalam mengembangkan hipotesis-hipotesis selanjutnya.Namun kebenaran ilmu juga diintai oleh kesalahan. Kebenaran ilmiah masa lalu belum menjadi kebenaran ilmiah sekrang. Sifat pragmatis ilmu menjadi keleibihan sekaigus kekurangan ilmu. Namun ilmu dapat memberi jawaban postitif terhadap permasalahan dalam jangka waktu tertentu.
Struktur Pengetahuan IlmiahSebuah hipotesis yang telah teruji secara formal diakui sebagai pernyataan pengetahuan ilmiah yang baru yang memperkaya khazanah ilmu yang telah ada. Ilmu bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan unuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan tersebut. Penjelasan keilmuwan memungkinkan kita meramalkan apa yang akan terjadi. Dan berdasarkan ramalan tersebut kita bisa melakukan upaya untuk mengontrol agar ramalan itu terjadi atau tidak.
Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuwan. Contoh teori ekonomi makro dan mikro, teori mekanika Newton atau teori
relativitas Einstein. Sebuah teori biasanya terdiri dari hukum-hukum. Hukum pada hakikatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua buah variabel atau lebih dalam hubungan sebab-akibat. Contoh dalam teori ekonomi mikro terdapat hukum tentang permintaan dan penawaran. Teori menjelaskan “mengapa” gejala-gejala terjadi sedangkan hukum memberitahukan atau meramalkan “apa” yang mungkin terjadi.
Dalam teori keilmuwan kita juga mengenal prinsip. Prinsip adalah pernyataan yang bersifat umum bagi sekelompok gejala-gejala tertentu. Contony aprinsip ekonomi, atau prinsip kekekalan energi. Postulat adalah pernyataan yang diterima begitu saja kebenarannya walau tanpa pembuktian empiris. Kadang kita perlu postulat untuk menentukan titik awal. Sedangkan asumsi adalah pernyataan yang kebenarannya dapat diuji.Sumber : http://catatannana.blogspot.com/2011/01/epistemologi-ii-metode-ilmiah.html
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Akan tetapi, tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetauan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah. Ada pula referensi lain yang menyebutkan bahwasanya metode ilmiah merupakan sintesis antara berpikir rasional dan bertumpu pada data emperis.Menurut Senn, metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa metodologi ilmiah merupakan pengkajian dan peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Metodologi ini secara filsafati termasuk dalam apa yang dinamakan Epistemologi. Epistemologi
merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: Apakah sumber-sumber pengetahuan?, Apakah manusia dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan?, Apakah hakikat, jangkauan, dan ruang lingkup pengetahuan?, Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk dijangkau oleh manusia?.Seperti diketahui, berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metodologi ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah. Dalam hal ini, maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya. Adapun selaku alat atau media operasionalisasi metode ilmiah adalah bahasa, matematika, dan instrumen laboratorium.Metode ilmiah mempunyai mekanisme umpan balik yang bersifat korektif yang memungkinkan upaya keilmuan menemukan kesalahan yang mungkin diperbuatnya. Sebaliknya bila ternyata bahwa sebuah pengetahuan ilmiah yang baru adalah benar, maka pernyataan yang terkandung dalam pengetahuan ini dapat dipergunakan sebagai premis baru, yang bila kemudian ternyata dibenarkan dalam proses pengujian akan menghasilkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang baru pula.Pada dasarnya ilmu dibangun secara bertahap dan sedikit demi sedikit di mana para ilmuwan memeberikan sumbangannya menurut kamampuannya. Tidaklah benar bahwa ilmu dikembangkan hanya oleh para jenius saja yang bergerak dalam bidang keilmuan. Ilmu secara kuantitatif dikembangkan oleh masyarakat keilmuan secara keseluruhan, meskipun secara kualitatif beberapa orang jenius seperti Newton atau Einstein merumuskan landasan-landasan baru namun kesemuanya itu bersifat mendasar.Dalam metode ilmiah, ilmu pengetahuan dikembangkan dengan menerapkan baik logika induktif maupun logika deduktif, secara serentak. Dalam buku lain ditambahkan lagi beberapa pola, yaitu pola probabilistik, fungsional atau teologis, serta genetik. Alur yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah-langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Perumusan Masalah yang merupakan pertanyaan mengenai obyek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
2. Penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argunetasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
3. Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang dikembangkan. Jika suatu hipotesa dirumuskan, maka perlu sekurang-kurangnya dua bahan-bahan bukti yang bisa mendukungnya: (1) Bahan-bahan keterangan yang diketahui harus cocok dengan hipotesa tersebut,
dan (2) hipotesa itu harus meramalkan bahan-bahan keterangan yang sedang diamati.
4. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
5. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya, sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni memiliki kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Pengertian kebenaran disini harus ditafsirkan secara fragmatis artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah. Meskipun langkah-langkah ini secara konseptual tersusun dalam urutann yang teratur, di mana langkah yang satu merupakan landasan bagi langkah berikutnya, namun dalam prakteknya sering terjadi lompatan-lompatan. Hubungan antara langkah yang satu dengan langkah yang lainnya tidak terikat secara statis melainkan bersifat dinamis dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak semata-mata mengandalkan penalaran, melainkan juga imajinasi dan juga kreativitas. Sering terjadi bahwa langkah yang satu bukan saja landasan bagi langkah yang berikutnya, namun sekaligus juga merupakan landasan koneksi bagi langkah yang lain. Dengan jalan ini diharapkan diprosesnya pengetahuan yang bersifat konsisten dengan pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya serta teruji kebenarannya secara empiris.Sumber : http://aftanet.blogspot.com/2011/05/metode-ilmiah.html