142
i -HUBUNGAN SOSIAL ASOSIATIF PEMERINTAH DAN PEDAGANG DALAM PEMBANGUNAN PASAR PARANG MAGETAN Disusun Oleh : FERDY HARLASTIKO NIM D 0305030 SKRIPSI Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

FERDY HARLASTIKO NIM D 0305030 SKRIPSI/Hubungan... · i -hubungan sosial asosiatif pemerintah dan pedagang dalam pembangunan pasar parang magetan disusun oleh : ferdy harlastiko nim

Embed Size (px)

Citation preview

i

-HUBUNGAN SOSIAL ASOSIATIF PEMERINTAH DAN PEDAGANG DALAM

PEMBANGUNAN PASAR PARANG MAGETAN

Disusun Oleh :

FERDY HARLASTIKO

NIM D 0305030

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Sosiologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

ii

PERSETUJUAN

Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Di Hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Dosen Pembimbing

Dra. L.V. Ratna Devi S, M.Si

NIP. 196004141986012002

iii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pada Hari :

Tanggal :

Panitia Penguji

1. Dr. Mahendra Wijaya, M.S

NIP. 19600723 198702 1 001 (_____________________)

Ketua

2. Eva Agustinawati, S.Sos, M.Si

NIP. 19700813 199512 2 001 (_____________________)

Sekretaris

3. Dra. LV. Ratna Devi S, M.Si

NIP. 19600414 198601 2 002 (_____________________)

Penguji

Disahkan Oleh:

Fakultas Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dekan

Drs. Supriyadi, SN. SU

NIP. 19530128 198103 1 001

iv

MOTTO

"Aku berpegang teguh pada kebesaran Allah

karna dialah yang maha kuasa dan maha segala-galanya.

dan, aku percaya pada diri dan kemampuanku,

karna aku tahu

bahwa sebutir kepercayaan diri,

lebih besar nilainya dari pada sekarung bakat yang tertidur.

Orang yang tidak yakin bahwa tujuannya akan tercapai

sesungguhnya ia telah jatuh sebelum melangkah.

Yakin kepada Allah

Dan

percaya diri

menciptakan mukjizat di atas dunia."

(Mahabbatullah)

v

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah,

Puji syukur kehadirat Allah SWT

atas Rahmat dan

karunia-Nya

sehingga Skripsi ini

dapat penulis selesaikan.

Karya kecil ini penulis persembahkan kepada:

Hari dan Heny Sulasih, Ayahanda dan Ibunda tercinta, terima kasih atas semua

petunjuk

Bijak serta doa yang telah membimbingku selama ini.

dan

Erwin Hardewantoro, Kakakku tercinta, yang tak kenal lelah memberi

dorongan kepadaku.

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan kenikmatan dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Sosial Asosiatif

Pemerintah dan Pedagang Pembangunan Pasar Parang Magetan “.

Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan

pada Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang membantu penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini:

1. Drs. Supriyadi SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dra. L.V. Ratna Devi, M.Si selaku pembimbing skripsi sekaligus pembimbing

akademis yang penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis dalam

masa perkuliahan sekaligus menyelesaikan skripsi ini.

4. Akbar Pristiati selaku Koordinator Pelaksana Pasar Parang Magetan, Wiji Harto

selaku Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Parang Magetan, Budi hartoyo selaku

kepala bagian pasar DPPKAD Kab. Magetan, terima kasih untuk informasi-

informasi yang telah diberikan.

5. Semua informan pedagang di Pasar Parang yang dengan tulus memberikan

informasi kepada penulis.

vii

6. Teman-teman Sosiologi FISIP UNS khususnya angkatan 2005 ( Angga, Sukro,

Penyol, Grina, Herlin, Angga, Aik, Lina, Pak Ndut, Fatwa, Zunita, Bram, Miko,

Anus, Sugeng dkk ) terima kasih untuk kebersamaannya. Teman-teman Sosiologi

Angkatan 2006 sampai angkatan 2009, tetap semangat dan selamat berjuang.

7. Teman-teman Wisma Generus (Aix, Santox, Ipan, Gusur, Jindar, Zaki, Iksan,

Ucup, Angga, Bima, Galih, Bang Kris, Dixi, Kliwon), Kos Ex. Wisma Wijaya (

Kamplenk, Rangga, Iphin, Alex, Ipunk dkk) yang selalu berbagi keceriaan,

Teman-teman KPB Futsal (Bayu, Hadex, Pak Mik, Didit, Agung, Fosil dkk)

Teman-teman Interisti Solo, dukung terus Inter Milan, Forza Internazionale!!

8. Seluruh jajaran KPU dan Sekretariat Kota Surakarta (Pak Didik, Pak Pata, Pak

Agus, Pak Untung, Pak Wisnu, Pak Gik, Mas Risang, Mas Dendi, Mas Bayu,

Agnes, Nanda, Novi, Grina, Wawan, Edi, Pak Tatag, Pak Beno, Mas Eko, Mbak

Lina, Mbak Arum, Pak Sayid dkk) yang telah memberi pengalaman berharga

selama ini.

9. Segala pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah

memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Untuk

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan

menambah khasanah keilmuan bagi penulis sendiri dan bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr Wb.

Surakarta, Mei 2010

Ferdy Harlastiko

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ...................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v

KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................viii

DAFTAR TABEL DAN MATRIK .................................................................. xii

DAFTAR BAGAN ............................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv

ABSTRAK ........................................................................................................ xvi

ABSTRACT .................................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 6

E. Tinjauan Pustaka

1. Konsep yang digunakan

a. Hubungan Sosial ..................................................................... 7

b. Pemerintah ............................................................................... 22

ix

c. Pedagang ................................................................................ 23

d. Pembangunan Pasar Tradisional ............................................. 26

2. Teori yang Digunakan .................................................................. 28

3. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 33

4. Definisi Konsep ............................................................................ 37

F. Kerangka Berpikir ................................................................................ 40

G. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian ......................................................................... 42

2. Bentuk Penelitian ........................................................................ 43

3. Sumber Data ................................................................................. 44

4. Teknik Pengambilan Sampel ........................................................ 44

5. Teknik Pengumpulan data .............................................................. 46

6. Teknik Analisa Data ..................................................................... 48

7. Validitas Data ........................................................ ...................... 50

BAB II DESKRIPSI LOKASI

A. Sejarah dan Perkembangan Pasar Parang Magetan .............................. 52

B. Kondisi Umum Pasar Parang ................................................................ 55

C. Pelaku Pasar ................................................................................ 64

1. Pedagang Kios ................................................................................ 64

2. Pedagang Los ................................................................................. 65

3. Pedagang Pelataran ....................................................................... 68

D. Pengelola Pasar Parang Magetan .......................................................... 70

E. Paguyuban Pedagang Pasar Parang Magetan ....................................... 75

x

BAB III HASIL PENELITIAN

A. Profil Informan Pedagang Kios, Los dan Pelataran

di Pasar Parang Magetan .................................................................... 78

B. Hubungan Sosial Dalam Pembangunan

Pasar Tradisional ................................................................................. 82

1. Kerjasama dalam Hubungan Sosial

Pemerintah dan Pedagang dalam Pembangunan

Pasar Parang ................................................................................. 82

2. Akomodasi dalam Hubungan Sosial

Pemerintah dan Pedagang dalam Pembangunan

Pasar Parang ................................................................................. 88

3. Asimilasi dalam Hubungan Sosial

Pemerintah dan pedagang dalam Pembangunan

Pasar Parang ................................................................................. 95

4. Akulturasi dalam Hubungan Sosial

Pemerintah dan pedagang dalam Pembangunan

Pasar Parang ................................................................................ 99

BAB IV PEMBAHASAN

A. Keterkaiatan Hubungan Sosial dan

Solidaritas Sosial ............................................................................... 114

B. Analisa Solidaritas Sosial .................................................................. 106

C. Hubungan Sosial Pemerintah dan Pedagang dalam

Pembangunan Pasar Parang Magetan dikaji

xi

dengan Teori Solidaritas Sosial .......................................................... 108

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 114

B. Implikasi

1. Implikasi Teoritik ........................................................................... 116

2. Implikasi Empiris ........................................................................... 116

3. Implikasi Metodologis .................................................................... 118

C. Saran ............................................................................................ 119

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 132

LAMPIRAN ................................................................... ................................. 121

xii

Daftar Tabel dan Matrik

Tabel 1.1 Pendapatan Retribusi Pasar Parang .................................. 2

Tabel 1.2 Tabel Penarikan Sampel .................................................... 46

Tabel 2.1 Prakiraan Kebutuhan Lahan Pembangunan

Pasar Parang ..................................................................... 62

Tabel 2.2 Jumlah Pedagang Yang Berjualan di Kios

Berdasarkan Jenis Dagangan ............................................ 64

Tabel 2.3 Jumlah Pedagang Yang Berjualan di Los

Berdasarkan Jenis Dagangan ............................................. 66

Tabel 2.4 Jumlah Pedagang Yang Berjualan di Pelataran

Berdasarkan Jenis Dagangan ............................................ 68

Tabel 2.5 Jumlah Total Los Pasar Parang

Berdasarkan Blok .............................................................. 67

Tabel 2.6 Pedagang di Pasar Parang Yang Terdaftar

berdasarkan tempat usaha ................................................ 70

Tabel 3.1 Pedagang Berdasarkan Tempat Usaha, Skala Usaha,

Jenis Dagangan, Nama Informan, Jenis Kelamin,

Usia, dan Lama Usaha ....................................................... 78

Tabel 3.2 Pedagang berdasarkan Tempat Usaha, Skala Usaha,

Jenis Dagangan, Nama Informan, Sejarah Usaha

dan Jenis Usaha Lain selain di Pasar Parang .................... 79

Tabel 3.3 Pedagang berdasarkan Jenis Dagangan, Skala Usaha,

xiii

Agama, Etnis, Asal Daerah Informan .............................. 80

Tabel 3.4 Pedagang berdasarkan Jenis dagangan, skala usaha,

waktu berdagang dan omset dagang ................................ 81

Matrik 3.1 Kerjasama dalam Hubungan Pemerintah

dan pedagang dalam Pembangunan

Pasar Parang Magetan ..................................................... 87

Matrik 3.2 Akomodasi dalam Hubungan Pemerintah

dan pedagang dalam Pembangunan

Pasar Parang Magetan ..................................................... 94

Matrik 3.3 Asimilasi dalam Hubungan Pemerintah

dan pedagang dalam Pembangunan

Pasar Parang Magetan ..................................................... 99

Matrik 3.4 Akulturasi dalam Hubungan Pemerintah

dan pedagang dalam Pembangunan

Pasar Parang Magetan ..................................................... 103

Tabel 4.1 Kajian teori Solidaritas Sosial dalam

Kerjasama .......................................................................... 108

Tabel 4.2 Kajian teori Solidaritas Sosial dalam

Akomodasi ........................................................................ 111

Tabel 4.3 Kajian Teori Solidaritas Sosial dalam

Asimilasi ........................................................................... 112

Tabel 4.4 Kajian teori Solidaritas Sosial dalam

Akulturasi ........................................................................... 112

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Proses Pembentukan Hubungan Sosial ............................................. 42

Bagan 1.2 Komponen Interactive Model of Analisys ........................................ 50

Bagan 2.1 Struktur Organisasi UPTD Pengelola

Pasar Kabupaten Magetan ................................................................. 71

Bagan 2.2 Struktur Organisasi Pengelolaan Pasar Parang …………………….. 74

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagian Depan Pasar Parang Lama ................................................. 54

Gambar 2.2 Peta Lokasi Kecamatan Parang ....................................................... 57

Gambar 2.3 Bagian depan Pasar Parang Baru

yang belum jadi ................................................................................ 62

Gambar 2.4 Lay Out Pasar Parang Parang Baru ............................................... 63

Gambar 2.5 Salah satu Kios di Pasar Parang .................................................... 65

Gambar 2.6 Salah satu Los di Pasar Parang .................................................... 67

Gambar 2.7 Salah satu Pedagang Pelataran di Pasar Parang ............................ 69

xvi

ABSTRAK

Ferdy Harlastiko, D0305030. 2010. Hubungan Sosial Asosiatif Pemerintah Dan

Pedagang Dalam Pembangunan Pasar Parang Magetan. Skripsi: Program

Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan memaparkan bentuk-bentuk hubungan sosial

antara Pemerintah dan Pedagang dalam Pembangunan Pasar Parang Magetan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan metode utamanya

deskriptif kualitatif, yang mengambil lokasi di Pasar Parang Magetan. Data dari

penelitian ini berwujud data primer dari hasil observasi dan wawancara mendalam

kepada informan yaitu pedagang kios, los dan pelataran khususnya pedagang

grosir-eceran. Adapun data yang berwujud data sekunder diperoleh dari kantor

pengelola pasar, data dari Dinas DPKKAP dan BAPEDDA Kab. Magetan.

Pengambilan sampel dilakukan dengan maximum variation sampling.

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi tidak berpartisipasi dan

wawancara secara mendalam (in-depth-interview). Analisis data menggunakan

analisis data model interaktif. Validitasnya adalah trianggulasi data (sumber).

Setelah dilakukan kajian dapat diperoleh kesimpulan bahwa bentuk-bentuk

hubungan sosial memiliki komponen yang sama dengan Teori Solidaritas Sosial.

Yaitu dalam hal bentuk-bentuk kerjasama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi,

terdapat komponen dari solidaritas sosial berupa keterikatan dan kepercayaan

nilai-nilai masyarakat, pengalaman emosional bersama, adanya interaksi sehingga

timbul rasa kebersamaan, rasa sepenanggungan dan saling membutuhkan.

Dalam bentuk kerjasama berupa gotong royong kerja bakti dalam

membersihkan pasar, bantuan tenaga untuk menyiapkan acara untuk sosialisasi di

Pasar, kerjasama dalam pendataan pasar dan pedagang dengan mengisi kuesioner

dari pemkab untuk keperluan data pedagang, penyiapan acara sosialisasi tentang

SIP (Surat ijin Pedagang), kerjasama untuk segera mengurus SIP pedagang yang

belum memiliki dan mengingatkan kepada pedagang lain, dan kerjasama dalam

keamanan kebersihan pasar. Dalam bentuk akomodasi berupa Pembangunan Pasar

Parang tetap dilaksanakan dengan kompromi-kompromi tertentu dari pedagang,

komunikasi pedagang dengan pihak ketiga yaitu DPRD Kabupaten Magetan,

Pedagang sering berkomunikasi dengan pengelola pasar yaitu mengeluh tentang

masalah kebersihan Pasar Parang, dan toleransi atau saling menghargai

kepentingan masing-masing dan pendapat baik dari Pemerintah maupun dari

pedagang. Dalam bentuk asimilasi berupa adanya sikap sok akrab atau dalam

bahasa jawa disebut gapryak, menyapa dengan sopan dan ramah kepada

pedagang, ada sikap antusias dan keingintahuan dari pedagang, dan adanya sikap

keterbukaan kepada pedagang. Dalam bentuk akulturasi berupa adanya sikap

ngeluh atau sambat dari pedagang kepada pejabat, sikap menarik perhatian atau

simpati dari pejabat kepada pedagang, dan timbal balik dalam pemberian

informasi.

xvii

ABSTRACT

Ferdi Harlastiko, D0305030. The Associative Social Relation between the

Government and Trader in Developing Magetan Parang Market. Thesis:

Graduate Program of Surakarta Sebelas Maret University.

This research aims to describe the associative social relation forms

between the Government and Trader in Developing Magetan Parang Market.

The study belongs to a qualitative research, with descriptive qualitative

method as the primary method, taken place in Magetan Parang Market. The data

of research was primary data from the result of observation and in-depth interview

with the informants consisting of kiosk, los (shed without interior walls), and yard

traders particularly the grocery-retail traders. Meanwhile the secondary data was

obtained from the market manager office, data from DPKKAP and BAPPEDDA

Services of Regency Magetan. The sampling technique employed was maximum

variation sampling. The data collection was done using non-participatory

observation technique and in-depth-interview. The data analysis was done using

an interactive model data analysis. The validity was data triangulation (source).

From the result of research, it can be concluded that the social relation

forms have similar component with the Social solidarity theory. That is in the

forms of cooperation, accommodation, assimilation and acculturation, there is the

component of social solidarity constituting the relatedness and belief in society

values, jointly emotional experience, the presence of interaction so that sense of

togetherness emerges, sense of one fate and need.

In the form of cooperation constituting service work mutual cooperation in

cleaning the market, labor aid for preparing the event for socialization in the

Market, cooperation in market and trader registration by filling the questionnaire

from the Regency Government for trader data requirement, preparing the

socialization event about SIP (Trader License), cooperation for administering the

trader license immediately for those had not had them and reminding other

traders, and cooperation in the market cleanliness safety. The form of

accommodation constituting Parang Market Development is still implemented

with certain compromise from the trader, communication between the trader and

third parties, namely, DPRD of Regency Magetan, the traders frequently

communicate with the market management, that is, grieving about the Parang

Market Cleanliness problem, and tolerance for respective needs and opinion both

from the Government and trader. The form of assimilation constituting the

pretending familiar attitude or in Javanese called grapyak, addressing respectfully

and friendly the trader, the presence of enthusiastic and curios attitude from the

trader, and the presence of openness attitude to the trader. The form of

acculturation constitutes the grieving or complaining attitude from the trader to

the officials, attention- or sympathy-appealing attitude from the officials to the

trader, and feedback from the information giving.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasar merupakan tempat pertemuan pembeli dan penjual dalam melakukan

transaksi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pada akhir-akhir ini yang sering

menjadi perbincangan dan perhatian banyak kalangan, adalah pasar tradisional.

Pasar Tradisional merupakan Infrastruktur ekonomi daerah, menjadi pusat

kegiatan distribusi dan pemasaran, penting bagi sebagian masyarakat Indonesia

Keberadaannya kian menurun dengan berkembangnya perpasaran swasta modern

khususnya diperkotaan. Berbagai kendala dan perubahan yang terjadi telah

meminggirkan pasar tradisional yang telah lama memiliki fungsi redistribusi

produk-produk yang dihasilkan masyarakat. Kondisi pasar tradisional pada

umumnya tidak layak ditinjau dari fisik dan pengelolaannya. Padahal keberadaan

pasar tradisional tidak hanya memiliki arti ekonomis semata, melainkan juga

terkait dengan nilai-nilai kultural masyarakatnya.

Sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi kerakyatan, pola hubungan ekonomi

yang terjadi di pasar tradisional menghasilkan terjalinnya interaksi sosial yang

akrab antara pedagang-pembeli, pedagang-pedagang, dan pedagang-pemasok

yang merupakan warisan sosial representasi kebutuhan bersosialisasi antar-

individu. Fungsi pasar tradisional selanjutnya menjadi pusat pertemuan, pusat

pertukaran informasi, aktivitas kesenian rakyat, bahkan menjadi paket wisata yang

ditawarkan. Dalam pemikiran demikian, pasar tradisional merupakan aset

2

ekonomi daerah sekaligus perekat hubungan sosial dalam masyarakat. Dengan

demikian, pasar tradisional bukan hanya sekadar ruang, akan tetapi sebagai

lembaga sosial yang terbentuk karena proses interaksi sosial dan kebutuhan

masyarakatnya. Oleh karenanya, keberadaan pasar tradisional perlu

dikembangkan dan dilestarikan agar menjadi simbol kebanggaan dari suatu

masyarakat dan daerah.

Kondisi Pasar Parang Magetan saat ini mengalami peningkatan omset yang

diakibatkan oleh over load pedagang sehingga pasar dinilai sudah tidak sanggup

menampung pedagang lagi. Artinya, dibutuhkan lokasi baru lantaran jumlah

pedagang dari hari ke hari terus bertambah. Hal ini bisa disimpulkan bahwa

pergerakan roda perekonomian di kawasan Parang sangat potensial dan sayang

bila kesempatan tersebut dilewatkan begitu saja. Rencana pembangunan Pasar

Parang sendiri akan berlokasi tidak jauh dengan lokasi Pasar Parang lama.

Tentunya akan sangat menguntungkan bagi para pedagang. Disisi lain dari tahun

ke tahun penerimaan daerah dari Penerimaan Retribusi dari Pasar Parang rari

tahun ke tahun terus merangkak naik.

Tabel 1.1 Pendapatan Retribusi Pasar Parang

Tahun Retribusi

2009 Rp. 113.514.250

2008 Rp. 103.486.250

2007 Rp. 97.825.000

Sumber : Wawancara Pengelola Pasar Parang Magetan

3

Dikatakan, pembangunan pasar ini dilakukan karena Pasar Parang lama

sudah terlalu penuh. Artinya, dibutuhkan lokasi baru lantaran jumlah pedagang

dari hari ke hari terus bertambah. ''Kami melihat pergerakan roda perekonomian di

kawasan Parang sangat potensial. Karena itu, butuh lahan yang memadai. Apalagi,

pasar lama sudah tidak mampu menampung,'' terang Kepala Dinas Pekerjaan

Umum Samuri. Pasalnya, tahun ini, pemkab berencana membangun megaproyek

Pasar Parang. Tak tangung-tanggung, mega proyek tersebut menyedot dana

APBD sekitar Rp 7,4 milyar untuk Tahap awal. ''Pasar Parang itu kebutuhan,

bukan sekedar proyek,'' terang Kepala Dinas Pekerjaan Umum Samuri. (Mbak Sri,

2009)

Pasar Parang Magetan merupakan salah satu pasar tradisional yang berada di

Kabupaten Magetan bagian Selatan mendapat perhatian khusus dari Pemerintahan

Kabupaten Magetan. Apalagi didukung realita bahwa keberadaan Pasar Parang

merupakan aset penting bagi Pemerintahan Kabupaten Magetan dari sisi ekonomi

dan sosial. Pasar Parang ini merupakan Rujukan bagi masyarakat Magetan bagian

Selatan dalam memenuhi kebutuhannya. Dengan adanya Pembangunan Pasar

Parang yang baru dan kemudian diperkuat dengan pembangunan infrastruktur lain

diharapkan akan mempercepat perkembangan Kabupaten Magetan khususnya

bagian selatan. Pasar Parang dinilai sangat sentral dan mempunyai jaringan yang

sangat luas dalam pemasok hasil bumi khususnya untuk Magetan bagian selatan.

Pasar Parang Magetan selama ini dinilai sudah tidak layak lagi, masih

kumuh, kusan, bahkan pada saat sedang musim penghujan menjadi becek karena

drainase air pembuangan yang kurang baik, posisi kios hingga konstruksi pasar

serta suasana kurang nyaman. Citra demikian tidak dapat memberikan keuntungan

baik bagi pemerintah Kabupaten Magetan untuk merencanakan pengembangan

wilayah. Apalagi dari hari ke hari jumlah pedagang terus bertambah dan Pasar

tidak sanggup lagi menampungnya, jadi perlu adanya suatu alokasi wilayah untuk

4

menampung para pedagang. Dengan alasan tersebut Pemerintah Kabupaten

Magetan memutuskan perlunya Pembangunan Pasar Parang di Magetan. Upaya

Pembangunan Pasar Parang dimaksud untuk mengoptimalkan lahan tempat usaha

menjadi tempat yang tepat untuk pemasaran hasil pertanian daerahnya, serta

meningkatkan arus perputaran modal dan jasa yang pada akhirnya akan

mengakibatkan peningkatan perekonomian daerah pada umumnya.

Samuri, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU ) Magetan, menilai

pembangunan Pasar Parang sangat dibutuhkan. Alasannya, pedagang sudah

overload serta kondisi pasar lama kurang reprsentatif. Dikatakan, pembangunan

pasar ini dilakukan karena Pasar Parang lama sudah terlalu penuh. Artinya,

dibutuhkan lokasi baru lantaran jumlah pedagang dari hari ke hari terus

bertambah. 'Kami melihat pergerakan roda perekonomian di kawasan Parang

sangat potensial. Pasar baru nanti diproyeksikan bisa menampung setidaknya 60

bedak dan 800 los. Saat ini, lanjut Samuri, pembangunan tahap pertama sudah

dilakukan. Yakni, pekerjaan pemerataan tanah yang menelan dana Rp 2,2 miliar

lebih. (Mbak Sri, 2009)

Selama ini pihak pedagang mengeluhkan macetnya jalan dari dan ke Pasar

pada waktu hari-hari tertentu, mengeluhkan kondisi prasarana pasar yang rusak.

Menurut pedagang walaupun macet pada hari-hari tertentu, sangat mengganggu

aktifitas dalam berdagang. Baik atap los pasar maupun jalan masuk. Juga soal

kebersihan dan keamanan yang dinilai kurang optimal.

Di dalam Pembangunan pasar tradisional diperlukan adanya kesamaan

persepsi pemerintah daerah dan pedagang dalam pembangunan pasar tradisional

ini. Hubungan antar pihak-pihak tersebut, jika berjalan dengan baik maka akan

mempercepat dan memperlancar pembangun pasar tradisional tersebut dan begitu

pula sebaliknya. Pembangunan pasar tradisional ini memiliki pola hubungan

sosial ekonomi yang terjadi di pasar tradisional dan menghasilkan terjalinnya

5

interaksi dan hubungan sosial pemerintah daerah dan pedagang dengan tujuan

yang sama walaupun mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda.

Hubungan sosial dalam pembangunan pasar tradisional merupakan

hubungan antara pemerintah dengan pedagang, dapat dilihat dari kontak dan

komunikasi yang telah terjadi diantara keduanya. Dalam kontak dan komunikasi

yang terjadi yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan usaha-usaha yang

dilakukan untuk mencapai suatu tujuan bersama. Hubungan sosial juga dapat

dilihat pada kontak dan komunikasi yang menunjuk pada totalitas kepercayaan-

kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama. Komponen-komponen tersebut

membentuk suatu kontak sosial dan komunikasi sosial sebagai kesadaran kolektif

bersama untuk menjalin solidaritas bersama.

Dengan latar belakang yang diuraikan di atas penulis terdorong untuk

mengkaji Pasar Parang Magetan dengan judul “HUBUNGAN SOSIAL

ASOSIATIF PEMERINTAH DAN PEDAGANG DALAM

PEMBANGUNAN PASAR PARANG MAGETAN”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

“ Bagaimanakah Hubungan Sosial Asosiatif Pemerintah dan Pedagang

dalam Pembangunan Pasar Parang Magetan”?

6

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok permasalahan yang telah dirumuskan, perlu

dikemukakan pula tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini

sehingga permasalahan dapat diungkapkan secara jelas di dalam analisis. Adapun

tujuan penelitian ini adalah :

Mengetahui Hubungan Sosial Asosiatif Pemerintah dan Pedagang dalam

Pembangunan Pasar Parang Magetan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk

penelitian sejenis secara mendalam.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pemerintahan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan

dalam mengambil kebijakan publik terutama berkaitan dengan pasar.

b. Bagi pihak-pihak berkepentingan dan punya perhatian pada masyarakat

lemah dan negara, penelitian ini dapat dipakai sebagai masukan dalam

menyusun agenda kerja maupun kajian-kajian.

7

E. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Yang Digunakan

a. Hubungan Sosial (Interaksi Sosial)

Hubungan sosial (Interaksi Sosial) menurut Sutherland kriminolog sosiologi,

sebagaimana dikutip oleh Wila Huky (1986), merupakan saling pengaruh-

mempengaruhi secara dinamis antar kekuatan-kekuatan dalam mana kontak di

antara pribadi dan kelompok menghasilkan perubahan sikap dan tingkah laku

daripada partisipan. Jika manusia tidak dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan

tertentu oleh dirinya sendiri, maka hal ini dapat mendorong timbulnya organisasi

formal, institusi, dan birokrasi.

Secara umum, hubungan sosial merupakan proses pokok dalam masyarakat

yang timbul kalau ada kontak-kontak sosial di antara sesama. Kontak sosial hanya

terjadi bila ada komunikasi yang dalam di antara mereka. Menurut Gillin dan

Gillin (1964: 740), hubungan sosial adalah hubungan yang dinamis yang

menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok,dan antar orang dengan

kelompok.

Maryati dan Suryawati (2003 : 22) menyatakan bahwa, “Hubungan sosial

adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar

individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok”. Pendapat lain

dikemukakan oleh Murdiyatmoko dan Handayani (2004 : 50), “Hubungan sosial

adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh

mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya

8

memungkinkan pembentukan struktur sosial”. Interaksi positif hanya mungkin

terjadi apabila terdapat suasana saling mempercayai, menghargai, dan saling

mendukung. (Siagian, 2004 : 216).

Berdasarkan definisi di atas maka, penulis dapat menyimpulkan bahwa

hubungan sosial adalah suatu hubungan antar sesama manusia yang saling

mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar

kelompok maupun atar individu dan kelompok. Proses hubungan sosial akan

terjadi pada saat ada dua individu atau lebih yang saling mengadakan kontak

sosial maupun komunikasi.

1) Syarat-syarat Terjadinya Hubungan Sosial (Interaksi Sosial)

Syarat-syarat terjadinya hubungan sosial meliputi:

a) Kontak sosial

Pengertian kontak berasal dari bahasa Latin, yaitu “cun” atau “cum” yang

berarti bersama, dan tango yang berarti menyentuh. Jadi, secara harfiah istilah

kontak artinya bersama-sama menyentuh. Dengan demikian, secara fisik suatu

kontak akan terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Namun, dalam gejala

sosial pengertian kontak sosial tidak hanya terbatas pada terjalinnya suatu

hubungan secara fisik saja. Soerjono Soekanto (2002: 60). Ketika kita berteriak

memanggil teman yang ada di seberang jalan, atau ketika kita sedang menulis atau

membaca sms dari orang lain, berarti sudah terjadi kontak sosial. Bahkan

kemajuan teknologi juga telah mengubah pengertian kontak sosial, di mana

kontak social tidak harus terjadi melalui sentuhan fisik.

9

Berdasarkan proses berlangsungnya, kontak sosial dapat dibedakan

menjadi dua yakni :

a. Kontak primer, terjadi secara langsung bertatapan muka, baik

melalui persentuhan fisik maupun tidak, misalnya berjabat

tangan, berbicara, bahasa isyarat, tersenyum.

b. Kontak sekunder, terjadi secara tidak langsung menggunakan

media tertentu, misalnya melalui TV, telepon, dan lain-lain.

Berdasarkan jumlah individu yang terlibat di dalamnya, kontak

sosial dapat dibedakan:

a. Kontak antar individu. Contohnya: kontak antara guru dengan

guru, antara penjual dengan pembeli, dan lain-lain.

b. Kontak antar kelompok. Contohnya pertandingan sepak bola

yang mempertemukan dua tim sepak bola, pertandingan voli,

perlombaan cerdas cermat, dan lain-lain.

c. Kontak antara individu dengan kelompok. Contohnya guru

sedang mengajar murid-muridnya, penceramah dengan peserta

seminar, dan lain-lain.

b) Komunikasi Sosial

Komunikasi Sosial adalah adanya tanggapan atau reaksi seseorang

terhadap suatu tindakan tertentu dari orang lain. Dalam hal ini komunikasi terjadi

setelah adanya kontak sosial. Namun, belum tentu terjadinya kontak sosial

berlanjut pada komunikasi. Ketika kalian melemparkan senyuman kepada

seseorang dan orang tersebut tidak menanggapi sama sekali, hal tersebut

10

menunjukkan bahwa kontak sosial tidak menghasilkan komunikasi. Jadi,

komunikasi lebih menunjukkan adanya hubungan timbal balik atau hubungan dua

arah antara dua orang yang berperan sebagai komunikator (pemberi pesan) dan

penerima pesan. Komunikasi bisa terjadi secara positif dan negatif. Komunikasi

yang positif jika individu yang saling berkomunikasi menghasilkan bentuk kerja

sama. Adapun komunikasi negatif jika individu yang saling berkomunikasi

menghasilkan bentuk pertentangan atau permusuhan. (Soekanto (2002:60)

2) Ciri-ciri hubungan sosial

Menurut Soekanto (2002: 60), ciri-ciri hubungan sosial, unsur-unsur

hubungan sosial dan tujuan hubungan sosial Secara ringkas hubungan sosial yang

terjadi dalam kehidupan sehari-hari dapat kita identifikasikan melalui ciri-ciri

yang Nampak berupa:

a. Ada pelaku lebih dari satu orang.

b. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya

tujuan tersebut dengan yang diperkirakan pelaku.

c. Ada komunikasi antar pelaku dengan memakai simbol-simbol

dalam bentuk bahasa lisan maupun bahasa isyarat.

d. Ada dimensi waktu (masa lalu, sekarang, dan masa datang) yang

akan menentukan sikap aksi yang sedang berlangsung.

Bentuk umum Hubungan Sosial (interaksi sosial) ada empat yaitu

kerjasama, persaingan, akomodasi dan konflik (Soekanto, 2002: 61) sedangkan

menurut Gillin dan Gillin (1964: 740), Hubungan sosial dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu proses yang asosiatif dan disosiatif. Hubungan sosial asosiatif

11

merupakan hubungan yang bersifat positif, artinya hubungan ini dapat

mempererat atau memperkuat jalinan atau solidaritas kelompok. Adapun

hubungan sosial disosiatif merupakan hubungan yang bersifat negatif, artinya

hubungan ini dapat merenggangkan atau menggoyahkan jalinan atau solidaritas

kelompok yang telah terbangun.

I. Bentuk-Bentuk Hubungan Sosial Asosiatif

Hubungan sosial asosiatif adalah proses interaksi yang cenderung menjalin

kesatuan dan meningkatkan solidaritas anggota kelompok. Hubungan sosial

asosiatif memiliki bentuk-bentuk berikut ini.

a. Kerja sama

Kerja sama dapat dilakukan paling sedikit oleh dua individu untuk

mencapai suatu tujuan bersama. Di dalam mencapai tujuan bersama tersebut,

pihak-pihak yang terlibat dalam kerja sama saling memahami kemampuan

masing- masing dan saling membantu sehingga terjalin sinergi. Kerja sama dapat

terjalin semakin kuat jika dalam melakukan kerja sama tersebut terdapat kekuatan

dari luar yang mengancam. Ancaman dari pihak luar ini akan menumbuhkan

semangat yang lebih besar karena selain para pelaku kerja sama akan berusaha

mempertahankan eksistensinya, mereka juga sekaligus berupaya mencapai tujuan

bersama. (Soekanto, 2002: 61).Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau

kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk

kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai

suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian

12

hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan

dan komitmen yang kuat dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan

diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan

bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana kerja samanya dapat terlaksana

dengan baik. (Soekanto, 2002: 61)

Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap

kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainya (yang merupakan out-

group-nya). Kerja sama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung

anggota/perorangan lainnya. (Gillin dan Gillin, 1964: 740). Fungsi Kerjasama

digambarkan oleh Charles H.Cooley ”Kerjasama timbul apabila orang menyadari

bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat

yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri

sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan

adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan

fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna.

Kerja sama dapat dibedakan atas beberapa bentuk berikut ini.

1) Kerukunan; merupakan bentuk kerja sama yang paling sederhana dan

mudah diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat. Bentuk kerukunan, misalnya

kegiatan gotong royong, musyawarah, dan tolong menolong. Contohnya gotong-

royong membangun rumah, menolong korban becana, musyawarah dalam

memilih kepanitiaan suatu acara di lingkungan RT.

2) Bargaining; merupakan bentuk kerja sama yang dihasilkan melalui

13

proses tawar menawar atau kompromi antara dua pihak atau lebih untuk mencapai

suatu kesepakatan. Bentuk kerja sama ini pada umumnya dilakukan di bidang

perdagangan atau jasa. Contohnya kegiatan tawar menawar antara penjual dan

pembeli dalam kegiatan perdagangan.

3) Kooptasi (cooptation); proses penerimaan unsur-unsur baru dalam

kepemimpinan atau pelaksanaan politik suatu organisasi agar tidak terjadi

keguncangan atau perpecahan di tubuh organisasi tersebut. Contohnya pemerintah

akhirnya menyetujui penerapan hukum Islam di Nanggroe Aceh Darussalam yang

semula masih pro kontra, untuk mencegah disintegrasi bangsa.

4) Koalisi (coalition); yaitu kombinasi antara dua pihak atau lebih yang

bertujuan sama. Contohnya koalisi antara dua partai politik dalam mengusung

tokoh yang dicalonkan dalam pilkada.

5) Joint venture; yaitu kerja sama antara pihak asing dengan pihak

setempat dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu. Contohnya kerjasama antara

PT Exxon mobil Co.LTD dengan PT Pertamina dalam mengelola proyek

penambangan minyak di Blok Cepu.

b. Akomodasi

Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau sebagai suatu

proses. Sebagai keadaan, akomodasi adalah suatu bentuk keseimbangan dalam

interaksi antar individu atau kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma

sosial dan nilai sosial yang berlaku. Sebagai proses, akomodasi menunjuk pada

14

usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha

untuk mencapai kestabilan. (Soekanto, 2002: 61)

Menurut Gillin & Gillin (1964: 740) , Akomodasi adalah suatu pengertian

yang digunakan para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam

hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi yang digunakan

ahli biologi untuk suatu proses penyesuaian mahkluk hidup dengan alam

sekitarnya. Tujuan akomodasi dapat berupa berbeda-beda , sesuai dengan situasi

yang dihadapi, antara lain :

a. Mengurangi pertentangan antara orang perorang/kelompok sebagai

akibat perbedaan faham

b. Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu/

temporer

c. Untuk memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok-

kelompok sosial yang hidupnya terpisah, sebagai akibat faktor sosial ,

psikologis, & kebudayaan

d. Mengusahaakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang

terpisah

Menurut Profesor Hayes (2007:2) dalam American Journal of Sociology

"Social Relations and Social Interaction.", konflik dan akomodasi adalah proses

yang melibatkan jenis interaksi. Konflik muncul dari klaim yang saling

bertentangan, dan akomodasi adalah proses di mana sebuah keseimbangan konflik

melalui redefinisi klaim didirikan. Menrurut (Soekanto, 2002: 61), berikut ini

15

bentuk-bentuk akomodasi adalah:

1. Koersi (coercion); suatu bentuk akomodasi yang dilaksanakan karena

adanya paksaan, baik secara fisik (langsung) ataupun secara

psikologis (tidak langsung). Di dalam hal ini, salah satu pihak berada

pada kondisi yang lebih lemah. Contoh: Koersi secara fisik adalah

perbudakan dan penjajahan, sedangkan koersi secara psikologis

contohnya tekanan negara-negara donor (pemberi pinjaman) kepada

negara-negara kreditor dalam pelaksanaan syarat-syarat pinjaman.

2. Kompromi (compromize); suatu bentuk akomodasi di antara pihak-

pihak yang terlibat untuk dapat saling mengurangi tuntutannya agar

penyelesaian masalah yang terjadi dapat dilakukan. Contohnya

perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan gerakan separatis

Aceh dalam hal menjaga stabilitas keamanan stabilitas keamanan di

Aceh.

3. Arbitrasi (arbitration); suatu cara mencapai kesepakatan yang

dilakukan antara dua pihak yang bertikai dengan bantuan pihak

ketiga. Gillin dan Gillin mengelompokkan bentuk-bentuk akomodasi

ke dalam dua kelompok besar yaitu coordinate accomodation di mana

pihak-pihak sederajat kedudukan- nya; dan super-ordinate

accomadation, di mana satu pihak lebih tinggi kedudukannya dari

pihak lainnya. Pihak ketiga tersebut memiliki wewenang dalam

penyelesaian sengketa dan biasanya merupakan suatu badan yang

memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertikai.

16

Contohnya penyelesaian pertikaian antara buruh dengan pemilik

perusahaan oleh Dinas Tenaga Kerja. mediasi hampir sama dengan

arbitrasi. Akan tetapi, dalam hal ini fungsi pihak ketiga hanya sebagai

penengah dan tidak memiliki wewenang dalam penyelesaian

sengketa. Contohnya mediasi yang dilakukan oleh pemerintah

Finlandia dalam penyelesaian konflik antara pemerintah Indonesia

dengan GAM.

4. Mediasi (mediation); mediasi hampir sama dengan arbitrasi. Akan

tetapi, dalam hal ini fungsi pihak ketiga hanya sebagai penengah dan

tidak memiliki wewenang dalam penyelesaian sengketa. Contohnya

mediasi yang dilakukan oleh pemerintah Finlandia dalam

penyelesaian konflik antara pemerintah Indonesia dengan GAM.

5. Konsiliasi (conciliation); yaitu usaha mempertemukan keinginan dari

beberapa pihak yang sedang berselisih demi tercapainya tujuan

bersama. Contohnya konsultasi antara pengusaha angkutan dengan

Dinas Lalu Lintas dalam penetapan tarif angkutan.

6. Toleransi (tolerance); suatu bentuk akomodasi yang dilandasi sikap

saling menghormati kepentingan sesama sehingga perselisihan dapat

dicegah atau tidak terjadi. Dalam hal ini, toleransi timbul karena

adanya kesadaran masing- masing individu yang tidak direncanakan.

(Soekanto, 2002:61)

7. Stalemate; suatu keadaan perselisihan yang berhenti pada tingkatan

tertentu. Keadaan ini terjadi karena masing- masing pihak tidak dapat

17

lagi maju ataupun mundur (seimbang). Hal ini menyebabkan masalah

yang terjadi akan berlarut-larut tanpa ada penyelesaiannya.

Contohnya perselisihan antara negara Amerika Serikat dengan negara

Iran terkait dengan isu nuklir.

8. Pengadilan (adjudication); merupakan bentuk penyelesaian perkara

atau perselisihan di pengadilan oleh lembaga negara melalui peraturan

perundang-undangan yang berlaku.Contohnya penyelesaian kasus

sengketa tanah di pengadilan.

c. Asimilasi

Asimilasi adalah proses sosial yang timbul apabila ada kelompok

masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul

secara interaktif dalam jangka waktu lama. Dengan demikian, lambat laun

kebudayaan asli akan berubah sifat dan wujudnya menjadi kebudayaan baru yang

merupakan perpaduan kebudayaan dan masyarakat dengan tidak lagi membeda-

bedakan antara unsur budaya lama dengan kebudayaan baru. (Soekanto, 2002: 60)

Asimilasi, dimana kontrol sosial adalah konsolidasi, biasanya sudah

dianggap sebagai proses di mana budaya homogenitas dihasilkan. homogenitas

Budaya, tetapi tidak pernah adalah mutlak atau hampir mutlak di kelompok

ditemukan di dunia beradab, bahkan diragukan apakah ada kecenderungan untuk

mendekati homogenitas budaya dapat didalilkan. Asimilasi adalah proses di mana

orang-orang datang ke, atau terus merasa di rumah di hadapan masing-masing, di

agak dengan cara yang sama di mana seseorang datang merasa di rumah dalam

18

lingkungan fisik tertentu. (Profesor Hayes ,2007: 2)

Menurut Profesor Hayes (2007: 2) Asimilasi, adalah istilah yang

menunjuk hasil dari proses sosial atau proses kombinasi. Perbedaan yang ia

berusaha untuk membuat di sini adalah inti dari seluruh pertanyaan dari satu sudut

pandang, seperti yang akan kita tunjukkan saat ini. Di sini kita hanya dapat

mencatat bahwa istilah asimilasi, karena kebiasaan bahasa yang mewujudkan,

dapat diambil baik sebagai kegiatan atau sebagai hasil dari suatu kegiatan.

Proses ini ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang ada.

Proses asimilasi bisa timbul jika ada:

1. kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya;

2. orang perorangan sebagai anggota kelompok saling bergaul secara

intensif, langsung, dan dalam jangka waktu yang lama;

3. kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing

berubah dan saling menyesuaikan. Contohnya perkawinan antarsuku

sehingga terjadi pembauran dari kebudayaan masing-masing individu

sehingga muncul kebudayaan baru.

Asimilasi terjadi dikarenakan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor

pendukung dan faktor penghambat proses asimilasi.

Faktor pendukung proses asimilasi adalah

1. Adanya toleransi dan saling keterbukaan untuk saling menghargai dan

menerima unsur-unsur kebudayaan lain.

19

2. Adanya sikap saling menghargai orang asing dan kebudayannya.

3. Adanya kesamaan harkat dan tingkat unsur kebudayaan.

4. Adanya upaya untuk saling menerima dan saling memberi dari unsur

kebudayaan atas kerjasama yang saling menguntungkan.

Faktor penghambat proses asimilasi adalah

1. Adanya kelompok masyarakat yang terisolir.

2. Adanya diskriminasi dan ketidakadilan

3. Adanya kecurigaan dan kecemburuan social terhadap kelompok lain

4. Primodialisme

5. Adanya perbedaan yang sangat mencolok, seperti perbedaan cirri-ciri

ras, suku dan lain sebagainya.

d. Akulturasi

Menurut Soerjono Soekanto (2002: 60), Akulturasi adalah suatu keadaan

diterimanya unsur-unsur budaya asing ke dalam kebudayaan sendiri. Diterimanya

unsur-unsur budaya asing tersebut berjalan secara lambat dan disesuaikan dengan

kebudayaan sendiri, sehingga kepribadian budaya sendiri tidak hilang. Akulturasi

juga diartikan sebagai pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur

kebudayaan yang berasal dari pertemuan dua atau beberapa kebudayaan yang

saling berhubungan atau saling betemu. DeVito (1997:479), akulturasi mengacu

pada proses di mana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan

langsung dengan kultur lain.

20

Proses akulturasi dapat dengan mudah terjadi di suatu daerah karena

adanya interaksi sosial yang baik antara si pembawa kebudayaan dan si

pendukung kebudayaan. Namun, jika proses akulturasi tersebut terjadi di suatu

daerah yang memegang teguh terhadap ideology ataupun kepercayaan dengan

amat sangat fanatiknya, maka unsur kebudayaan tidak dapat diterima disana

karena di anggap tidak sesuai bahkan bertentang dengan kepercayaannya. Proses

akulturasi dapat terwujud jika kebudayaan itu di anggap bermanfaat bagi

masyarakat pendukung (si penerima) kebudayaan tersebut dan sesuai dengan

kebudayaan yang telah mereka miliki. Budaya luar yang dimaksud adalah budaya

yang dibawa oleh pejabat-pejabat pasar dalam menghadapi pedagang. Tentunya

pedagang juga mempunyai budaya dasar yang sudah kental dan tidak bisa

dirubah-rubah. Begitu sebaliknya dengan budaya-budaya pejabat. Tapi pergaulan

tersebut disesuaikan dengan kebudayaan sendiri, sehingga kepribadian budaya

sendiri tidak hilang.

Dalam penelitian ini berusaha melihat bentuk akulturasi yang terjadi yaitu

cara bersikap yang terjadi antara pedagang dengan pejabat pasar jika bertemu dan

saling bertukar informasi ketika terjalin suatu kontak maupun komunikasi.

II. Bentuk-Bentuk Hubungan Disosiatif

a) Persaingan; adalah suatu proses sosial yang dilakukan oleh individu

atau kelompok dalam usahanya mencapai keuntungan tertentu tanpa

adanya ancaman atau kekerasan dari para pelaku.

b) Kontravensi; merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada di

21

antara persaingan dengan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi

adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap orang atau unsur-unsur

budaya kelompok lain. Sikap tersembunyi tersebut dapat berubah

menjadi kebencian, namun tidak sampai menjadi pertentangan atau

pertikaian. Bentuk kontravensi, misalnya berupa perbuatan

menghalangi, menghasut, memfitnah, berkhianat, provokasi, dan

intimidasi.

c) Pertentangan/Perselisihan; adalah suatu proses sosial di mana individu

atau kelompok menantang pihak lawan dengan ancaman dan atau

kekerasan untuk mencapai suatu tujuan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan sosial adalah

hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar

kelompok,dan antar orang dengan kelompok. Proses hubungan sosial dapat terjadi

secara langsung dengan tatap muka maupun secara tidak langsung.

Syarat-syarat Terjadinya Hubungan Sosial meliputi 1) adanya Kontak

Sosial dan 2) adanya Komunikasi.

Dalam penelitian ini hubungan sosial yang dimaksud adalah bentuk

hubungan sosial yang bersifat assosiatif karena merupakan termasuk proses

interaksi yang cenderung menjalin kesatuan dan meningkatkan solidaritas anggota

kelompok. Di dalam mencapai tujuan bersama, pihak-pihak yang terlibat dalam

kerja sama saling memahami kemampuan masing- masing dan saling membantu

sehingga terjalin sinergi.

22

b. Pemerintah

Dalam perspektif teologi pemerintah adalah orang-orang yang diberi

kesempatan oleh Tuhan memegang kekuasaan Negara untuk dilaksanakan di

dalam penyelenggaraan Negara; dan kesempatan itu diberikan oleh Tuhan di

dalam rangka tata-reksaNya atas kehidupan makluk. Tetapi, bukan berarti bahwa

karena anugerah tersebut penyelenggaraan pemerintah menutup diri dari control

masyarakat. Rakyat memiliki kemungkinan untuk “melawan” pemerintah kalau

ternyata pemerintah tidak memenuhi fungsinya di dalam tata-reksaNya. Rakyat

melakukan perlawanan kepada pemerintah apabila di dalam melaksanakan

kekuasaannya Negara tidak mendatangkan kesejahteraan rakyat, tidak

menghormati hak-hak asasi manusia, tidak memperlakukan manusia sesuai

dengan martabatnya, dan semua bentuk ketidak-adilan.

Dari sudut sosiologis (dalam hal ini tinjauan Publik Service), pemerintah

pada hakekatnya adalah pelayanan kepada Masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk

melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan

kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan

kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama.

Umumnya yang dimaksud dengan pemerintah adalah Presiden beserta

jajaran kabinetnya. Dan semua gerbong pembantu-pembantunya termasuk PNS

(Pegawai negeri sipil) adalah bagian integral dari pemerintahan. Karenanya

mereka melakukan aksinya atas nama pemerintah. Itu artinya jajaran pemerintah

yang melakukan tugasnya sebagai bagian dari pemerintahan.

23

Dalam Pasal 1 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

tertulis bahwa yang dimaksud „Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau

pemerintah daerah“. Kemudian, Pasal 1 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004

merumuskan Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden

Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945“. Selanjutnya, di dalam Pasal 1 ayat (3) juga dirumuskan

bahwa ”Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah”.

Pemerintah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Pemerintah Daerah

yaitu Bupati dan segenap jajarannya, disini termasuk dinas-dinas yang ada di

Pemerintahan Kabupaten Magetan. Berkaitan dengan pembangunan pasar

tradisional ini adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

Kabupaten Magetan dan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Magetan yang

menangani segala urusan pembangunan Pasar Parang Magetan ini.

c. Pedagang

Pedagang merupakan orang atau kelompok yang mencari nafkah dengan

cara menjual dan membeli barang yang memperoleh keuntungan

(www.wikipedia.com). Dalam masyarakat pasar Parang, pedagang

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Pedagang Kios yaitu pedagang yang melakukan aktivitas perdagangannya

di toko, biasanya terletak di pinggir bangunan pasar, bangunan toko ini

24

berupa bangunan permanen dan barang yang diperjualbelikan dalam skala

besar.

2. Pedagang los yaitu pedagang yang melakukan aktifitas perdagangnya di

bangsa pasar. Bangunan luas tanpa sekat (tembok). Bangsal ini diatur

sedemikian rupa sehingga letak barang dagangan terlihat teratur dan tertib.

Pedagang yang menempati los biasanya menjajakan barang dagangannya

dengan bantuan rak atau meletakkannya di dasar los.

3. Pedagang Pelataran yaitu pedagang yang menggelar barang dagangannya

di lorong-lorong jalan dan gang-gang dalam pasar.

4. Pedagang kaki lima yaitu pedagang yang berjualan di serambi muka

(emper) toko atau lantai sepanjang trotoar pasar.

Menurut Damsar (1997) pedagang adalah orang atau instansi yang

memperjualbelikan produk atau barang kepada konsumen baik secara langsung

maupun tidak langsung. Pedagang dibedakan menurut jalur distribusi yaitu:

a) Pedagang Distributor (tunggal) yaitu pedagang yang memegang hak

distribusi satu produk dari perusahaan tertentu.

b) Pedagang (partai) yaitu pedagang yang membeli suatu produk dalam jumlah

besar yang dimaksud unuk dij+ual kepada pedagang lain.

c) Pedagang eceran yaitu pedagang yang menjual produk langsung kepada

konsumen.

Pedagang dalam sosiologi ekonomi membedakan pedagang berdasarkan

penggunaan dan pengelolaan pendapatan yang dihasilkan dari perdagangan dan

25

hubungannya dengan ekonomi keluarga. Dari studi sosiologi ekonomi tentang

pedagang yang telah dilakukan seperti Geertz (1963) Mai dan Buchholt (1987)

dan lain-lain dapat disimpulkan bahwa pedagang dibagi atas:

a. Pedagang Profesional: pedagang yang menganggap aktivitas perdagangan

merupakan sumber utama dan satu-satunya bagi ekonomi keluarga

b. Pedagang semi Profesional: pedagang yang mengakui aktivitasnya untuk

memperoleh uang, tetapi pendapatan dari hasil perdagangan merupakan

sumber tambahan bagi ekonomi keluarga.

c. Pedagang Subsistensi: Merupakan pedagang yang menjual produk atau

barang dan hasil aktivitas atas subsistensi untuk memenuhi ekonomi

rumah tangga.

d. Pedagang Semu : adalah orang yang melakukan kegiatan perdagangan

karena hobi atau mendapatkan suasana baru atau mengisi waktu luang.

Pedagang Janis ini tidak mengharapkan kegiatan perdagangan sebagai

sarana untuk memperoleh uang. Malahan mungkin saja sebaliknya, ia

akan memperoleh kerugian dalam berdagang.

( Dr. Damsar, MA.2002 : 95-96)

Menurut Geertz (1973), peranan pedagang dalam suatu pekerjaan bersifat

non amatir, memerlukan kecakapan teknis dan membutuhkan segenap waktu.

Adapun hubungan antara pedagang itu bersifat spesifik : akatan-ikatan

komersional itu sama sekali dipisahkan dari ikatan-ikatan sosial persahabatan,

ketetanggaan, bahkan kekerabatan. Menurut Jennifer Alexander dalam pasar

26

tradisional dikenal sebagai juragan dan bakul. Juragan adalah pedagang besar dan

bakul dalah pedagang kecil. (Hefner,2000 : 292)

Dari paparan diatas, dalam penelitian ini digunakan konsep pedagang adalah

orang yang memperjualbelikan produk atau barang kepada konsumen baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pedagang yang diteliti dalam penelitian ini

adalah pedagang-pedagang yang terdapat di Pasar Parang Magetan yang sebagian

besar adalah pedagang Sayur-sayuran, Gerabahan, dan barang kebutuhan pokok

lainnya.

d. Pembangunan Pasar Tradisional

Sebelum membahas tentang pengertian Pasar tradisional terlebih dulu kita

bahas tentang pengertian Pembangunan. Pembangunan secara umum yaitu ada

suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan

perubahan kearah yang lebih baik (Deddy S. Bratakusumah, 2005). Perubahan

kearah yang lebih baik yang dimaksud adalah perubahan dari segi fisik pasar

tradisional yang lebih tertata rapi dan dari segi organisasi pasar tradisional itu

sendiri.

Sedangkam Pengertian Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya

penjual dan pembeli yang ditandai dengan adanya jual-beli secara langsung,

terdapat proses tawar-menawar, bangunan terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan

dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar.

Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa

27

ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan

lain-lain. (www.wikipedia.com)

Pembangunan Pasar Tradisional meliputi beberapa Tahap:

1. Tahap Perencanaan, meliputi:

- Lahan yang dipakai

- Pembangunan Fisik dan sarana pendukung lainnya

- Peraturan / kebijakan Pemerintah

2. Tahap Pelaksanaan,meliputi:

- Penataan Pedagang

- Penataan Los, kios dan pelataran

- Pengelolaan dan Organisasi Pasar

- Retribusi Pasar

- Penetapan harga kios dan los pasar

Pembangunan Pasar tradisional yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah Pembangunan secara fisik. Pembangunan tersebut melalui beberapa

tahapan diantaranya tahapan perencanaan meliputi lahan yang dipakai,

Pembangunan fisik pasar dari bentuk pasar dan segala sarana pendukung lainnya,

dan peraturan atau kebijakan. Tahapan kedua yaitu tahapan pelaksanaan maliputi

penataan pedagang, penataan los, kios, dan oporokan, pengelolaan dan organisasi

pasar, dan retribusi pasar.

28

2. Teori Yang Digunakan

Teori Solidaritas Sosial

Teori solidaritas sosial merupakan teori sentral Emile Durkheim (1858-

1917) dalam mengembangkan teori sosiologi. Durkheim (dalam Lawang, 1994:

181) menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan

antara individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan

kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional

bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan

kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung

nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari

hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga

memperkuat hubungan antar mereka.

Menurut Durkheim, berdasarkan hasilnya, solidaritas dapat dibedakan antara

solidaritas positif dan solidaritas negatif. Solidaritas negatif tidak menghasilkan

integrasi apapun, dan dengan demikian tidak memiliki kekhususan, sedangkan

solidaritas positif dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri: (1) yang satu mengikat

individu pada masyarakat secara langsung, tanpa perantara. Pada solidaritas

positif yang lainnya, individu tergantung dari masyarakat, karena individu

tergantung dari bagian-bagian yang membentuk masyarakat tersebut, (2)

solidaritas positif yang kedua adalah suatu sistem fungsi-fungsi yang berbeda dan

khusus, yang menyatukan hubungan-hubungan yang tetap, walaupun sebenarnya

kedua masyarakat tersebut hanyalah satu saja. Keduanya hanya merupakan dua

29

wajah dari satu kenyataan yang sama, namun perlu dibedakan, (3) dari perbedaan

yang kedua itu muncul perbedaan yang ketiga, yang akan memberi ciri dan nama

kepada kedua solidaritas itu. Ciri-ciri tipe kolektif tersebut adalah individu

merupakan bagian dari masyarakat yang tidak terpisahkan, tetapi berbeda peranan

dan fungsinya dalam masyarakat, namun masih tetap dalam satu kesatuan.

Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim melihat bahwa

masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern.

Salah satu komponen utama masyarakat yang menjadi pusat perhatian Durkheim

dalam memperhatikan perkembangan masyarakat adalah bentuk solidaritas

sosialnya. Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas sosial yang berbeda

dengan bentuk solidaritas sosial pada masyarakat modern. Masyarakat sederhana

mengembangkan bentuk solidaritas sosial mekanik, sedangkan masyarakat

modern mengembangkan bentuk solidaritas sosial organik. Jadi, berdasarkan

bentuknya, solidaritas sosial masyarakat terdiri dari dua bentuk yaitu: (1)

Solidaritas Sosial Mekanik, dan (2) Solidaritas Sosial Organik.

a. Solidaritas Mekanik

Pandangan Durkheim mengenai masyarakat adalah sesuatu yang hidup,

masyarakat berpikir dan bertingkah laku dihadapkan kepada gejal-gejala sosial

atau fakta-fakta sosial yang seolah-olah berada di luar individu. Fakta sosial yang

berada di luar individu memiliki kekuatan untuk memaksa. Pada awalnya, fakta

sosial berasal dari pikiran atau tingkah laku individu, namun terdapat pula pikiran

dan tingkah laku yang sama dari individu-individu yang lain, sehingga menjadi

30

tingkah laku dan pikiran masyarakat, yang pada akhirnya menjadi fakta sosial.

Fakta sosial yang merupakan gejala umum ini sifatnya kolektif, disebabkan oleh

sesuatu yang dipaksakan pada tiap-tiap individu. Dalam masyarakat, manusia

hidup bersama dan berinteraksi, sehingga timbul rasa kebersamaan diantar

mereka. Rasa kebersamaan ini milik masyarakat yang secara sadar menimbulkan

perasaan kolektif. Selanjutnya, perasaan kolektif yang merupakan akibat

(resultant) dari kebersamaan, merupakan hasil aksi dan reaksi diantara kesadaran

individual. Jika setiap kesadaran individual itu menggemakan perasaan kolektif,

hal itu bersumber dari dorongan khusus yang berasal dari perasaan kolektif

tersebut. Pada saat solidaritas mekanik memainkan peranannya, kepribadian tiap

individu boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri indvidu lagi, melainkan

hanya sekedar mahluk kolektif. Jadi masing-masing individu diserap dalam

kepribadian kolektif. Argumentasi Durkheim, diantaranya pada kesadaran kolektif

yang berlainan dengan dari kesadaran individual terlihat pada tingkah laku

kelompok.

Solidaritas mekanik tidak hanya terdiri dari ketentuan yang umum dan tidak

menentu dari individu pada kelompok, kenyataannya dorongan kolektif terdapat

dimana-mana, dan membawa hasil dimana-mana pula. Dengan sendirinya, setiap

kali dorongan itu berlangsung, maka kehendak semua orang bergerak secara

spontan dan seperasaan. Terdapat daya kekuatan sosial yang hakiki yang

berdasarkan atas kesamaan-kesamaan sosial, tujuannya untuk memelihara

kesatuan sosial. Hal inilah yang diungkapkan oleh hukum bersifat represif

(menekan). Pelanggaran yang dilakukan individu menimbulkan reaksi terhadap

31

kesadaran kolektif, terdapat suatu penolakkan karena tidak searah dengan

tindakan kolektif. Tindakan ini dapat digambarkan, misalnya tindakan yang secara

langsung mengungkapkan ketidaksamaan yang menyolok dengan orang yang

melakukannya dengan tipe kolektif, atau tindakan-tindakan itu melanggar organ

hati nurani umum.

b. Solidaritas Organik

Solidaritas organik berasal dari semakin terdiferensiasi dan kompleksitas

dalam pembagian kerja yang menyertai perkembangan sosial. Durkheim

merumuskan gejala pembagian kerja sebagai manifestasi dan konsekuensi

perubahan dalam nilai-nilai sosial yang bersifat umum. Titik tolak perubahan

tersebut berasal dari revolusi industri yang meluas dan sangat pesat dalam

masyarakat. Menurutnya, perkembangan tersebut tidak menimbulkan adanya

disintegrasi dalam masyarakat, melainkan dasar integrasi sosial sedang

mengalami perubahan ke satu bentuk solidaritas yang baru, yaitu solidaritas

organik. Bentuk ini benar-benar didasarkan pada saling ketergantungan di antara

bagian-bagian yang terspesialisasi. Pertambahan jumlah penduduk yang

menimbulkan adanya “kepadatan penduduk” merupakan kejadian alam, namun

disertai pula dengan gejala sosial yang lain, yaitu “kepadatan moral” masyarakat

(Veeger, 1985:149). Menurut Veeger, terjadinya pertambahan penduduk

(perubahan demografik) akan disertai oleh pertambahan frekuensi komunikasi dan

interaksi antara para anggota, maka makin besarlah jumlah orang yang

menghadapi masalah yang sama. Selain itu, kompetisi untuk mempertahankan

hidup semakin memperbesar persaingan diantara mereka dalam mendapatkan

32

sumber-sumber yang semakin terbatas. Kondisi ini selanjutnya menimbulkan

masyarakat yang pluralistis, dimana antar hubungan lebih banyak diatur

berdasarakan pembagian kerja. Mereka mulai mengadakan kompromi dan

pembagian yang memberikan ruang hidup kepada jumlah orang yang lebih besar.

“Kepadatan moral” itu merupakan suatu konsep yang tidak bercorak alami,

melainkan budaya, karena manusia sendiri yang membentuk masyarakat yang

dikehendakinya.

Heterogenitas yang semakin beragam ini tidak menghancurkan solidaritas

sosial. Sebaliknya, karena pembagian kerja semakin tinggi, individu dan

kelompok dalam masyarakat merasa semakin tergantung kepada pihak lain yang

berbeda pekerjaan dan spesialisasinya. Peningkatan terjadi secara bertahap, saling

ketergantungan fungsional antar pelbagai bagian masyarakat yang heterogen itu

mengakibatkan terjadi suatu pegeseran dalam tata nilai masyarakat, sehingga

menimbulkan kesadaran individu baru. Bukan pembagian kerja yang mendahului

kebangkitan individu, melainkan sebaliknya perubahan dalam diri individu, di

bawah pengaruh proses sosial mengakibatkan pembagian kerja semakin

terdiferensiasi. Kesadaran baru yang mendasari masyarakat modern lebih

berpangkal pada individu yang mulai mengidentifikasikan dirinya dengan

kelompok yang lebih terbatas dalam masyarakat dan mereka tetap mempunyai

kesadaran kolektif yang terbatas pada kelompoknya saja, contohnya yang sesuai

dengan pekerjaannnya saja. Corak kesadaran kolektif lebih bersifat abstrak dan

universal. Mereka membentuk solidaritas dalam kelompok-kelompok kecil, yang

33

dapat bersifat mekanik. Kelompok-kelompok kecil ini mempunyai tujuan yang

sama dan mempunya komitmen yang sangat kuat.

Menurut Emile Durkheim, solidaritas sosial adalah “kesetiakawanan yang

menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang

didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang

diperkuat oleh pengalaman emosional bersama”. Solidaritas sosial menurutnya,

sebagaimana yang telah diungkapkan, di bagi menjadi dua yaitu: pertama,

mekanik adalah solidaritas sosial yang didasarkan pada suatu “kesadaran kolektif”

(collective consciousness) bersama yang menunjuk pada totalitas kepercayaan-

kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga

masyarakat yang sama itu. Yang ikatan utamanya adalah kepercayaan bersama,

cita-cita, dan komitmen moral. Sedangkan yang kedua, organik adalah solidaritas

yang muncul dari ketergantungan antara individu atau kelompok yang satu dengan

yang lainnya akibat spesialisasi jabatan (pembagian kerja). Dalam pembagian

kerja ini hubungan-hubungan akan terjalin kuat dengan adanya kerja sama antar

komponen. Komponen-komponen tersebut membentuk suatu kontak sosial dan

komunikasi sosial sebagai kesadaran kolektif bersama untuk menjalin solidaritas

bersama.

3. Penelitian Terdahulu

1) Dwi Wardani ( 2001), dalam penelitiannya mengenai Pola hubungan sosial

masyarakat Desa Kaliancar. Dalam suatu masyarakat pasti terjadi interaksi

diantara anggota-anggotanya, dimana dalam suatu interaksi sosial memuat

34

kerjasama, persaingan, konflik yang munkin terjadi diantara masyarakat

tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam tentang

bagaimana cara pola hubungan interaksi social yang terjadi di Desa

Kaliancar, dimana interaksi yang dilakukan ini akan berfungsi terhadap

konformitas penyesuaian kembali terhadap nilai-nilai sosial budaya yang

ada di Desa Kaliancar. Penelitian ini bersifat kualitatif. Adapun metode

penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Teknik penumpulan data

dalam penelitian ini adalah wawncara secara mendalam, observasi dan

dokumentasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive

sampling dengan perincian sebagai berikut Warga asli Desa Kaliancar,

Warga pendatang, dan Tokoh masyarakat Desa Kaliancar. Jenis triangulasi

yang digunakan untuk mencapai suatu validitas data dalam penelitian ini

adalah triangulasi sumber data. Triangulasi sumber data ini digunakan

untuk pengumpulan data sejenis dengan menggunakan sumber data yang

berbeda. Sedangkan teknik analisa datanya yaitu reduksi data, penyajian

data dan penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa interaksi dalam komunitas masyarakat Desa Kaliancar ini terjalin

secara insentif diantara berbagai pihak dalam masyarakat Desa Kaliancar.

Masyarakat Desa Kaliancar sagat menjunjung tinggi nilai-nilai

kebersamaan dan kerjasama antar warga terutama yang mencakup tentang

pelaksanaan nilai-nilai social budaya yang ada di Desa Kaliancar ini yakni

sambatan, bersih desa atau kerja bakti serta kegiatan tradisional lainnya

yang memiliki nilai-nilai kebersamaan dan kerjasama. Interaksi ini

35

dilandasi ini oleh adanya kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan

hidup bersama bagi masyarakat harmonis, nyaman, tenang dan damai.

Kerjasama yang terjadi dalam masyarakat desa Kaliancar ini adalah saling

membantu apabila ada satu warga lain di Desa Kaliancar ini membutuhkan

bantuan, kegiatan gotong royong dan kerjasama merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari nafas kehidupan masyarakat desa Kaliancar. Sedangkan

persaingan yang baik daam rangka usaha untuk meningkatkan taraf hidup

kehidupan ekonomi. Dalam hal ini dapat menimbulkan konflik laten yang

tak terlihat. Dalam hal ini masyarakat Desa Kaliancar memiliki cara

tersendiri untuk menghindari konflik yaitu dengan cara toleransi dan

menghormati hak yang dimiliki oleh warga lain. Nilai-nilai social budaya

dianggap sebagai denyut nadi kehidupan masyarakat.

2) B. PabJan (2005), dalam penelitiannya mengenai “M ea s ur i ng T he

S o c i a l R e l a t i on s : S o c i a l Di s t an ce in S o c i a l S t ru c t ur e – A

s tu d y o f Pr i so n Co m mu ni t y” (Mengukur Hubungan sosial: Jarak

Sosial Dalam Struktur Sosial- Sebuah Studi Komunitas Penjara): Poland

Journal of Sociology vol.36 (2005). Dalam suatu komunitas pasti terjadi

hubungan sosial diantara anggota-anggotanya, dimana dalam suatu

hubungan sosial memuat persaingan, konflik yang mungkin terjadi diantara

komunitas penjara tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji

bagaimana hubungan sosial (interaksi antar-subjektif) membentuk dinamika

masyarakat penjara dan bagaimana pengaruh makro-sistem sosial sistem-

mikro dan individu. Sifat spesifik dari hubungan sosial merupakan faktor

36

konstitutif untuk berbagai jenis kelompok dan perilaku orang. Untuk

menjelajahi hubungan sosial sangat penting setidaknya untuk dua alasan.

Hal ini memungkinkan untuk menjelaskan dinamika sistem sosial

(bagaimana indikator interaksi, micromotives bentuk sistem sosial), dan

pengaruh dari sistem-makro pada individu (bagaimana bentuk sistem sosial

dunia-mikro). Interaksi lokal (hubungan mikro-tingkat) adalah fondasi

mikro macropatterns di tingkat relasional. Penelitian yang didasarkan pada

penelitian kami dilakukan di 17 penjara di Polandia pada tahun 2003, 2004

dan 2005. Ada sekitar 2000 tahanan dalam sampel. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengkaji bagaimana hubungan sosial (interaksi antar-

subjektif) membentuk dinamika masyarakat penjara dan bagaimana

pengaruh makro-sistem sosial sistem-mikro dan individu. Sifat spesifik dari

hubungan sosial merupakan faktor konstitutif untuk berbagai jenis

kelompok dan perilaku orang. Adapun metode penelitian yang digunakan

adalah kuantitatif.

Secara umum masyarakat penjara terdiri dari dua kelompok: kelompok

subkultur dan kelompok non-subkultur (tidak termasuk staf administrasi dan

penjaga). Kedua kelompok memiliki sistem terpisah dua yang berbeda dan untuk

beberapa hal hubungan kelompok. Mereka membentuk sistem komunikasi yang

berbeda dan hubungan sosial. Kelompok subkultur menciptakan sistem normatif

lebih jelas yang menentukan hubungan sosial mereka. Struktur didasarkan pada

perbedaan kekuasaan, kontrol dan sedang dibuat melalui hubungan sosial. Untuk

memahami perubahan dari satu relasi sosial harus mempertimbangkan kondisi

37

penjara (model penjara) selama periode totaliter. Hubungan sosial tertentu adalah

hasil dari suatu lingkungan sosial bermusuhan: solidaritas tingkat tinggi di

kelompok terhadap institusi itu, para penjaga, norma-norma sosial yang sangat

kuat dan kontrol sosial, beragam kepentingan bersama dari individu-individu dan

kelompok. Sebagai konsekuensi hubungan dalam kelompok yang kuat,

menciptakan hubungan minat yang kuat baik dan dasi ekspresif dan

mengintensifkan solidaritas kelompok. Karena memang sudah disebutkan, semua

proses tersebut didasarkan pada hubungan sosial. Lingkungan pasar bebas

merangsang penurunan solidaritas kelompok dan meningkatkan mengejar

kepentingan pribadi mereka.

F. Definisi Konsep

Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitian ini perlu adanya

pembatasan istilah dan pengertian sehingga diharapkan akan memberikan

kejelasan tentang masalah pokok penelitian, adapun batasan konsep yang dalam

penelitian ini adalah:

1. Hubungan Sosial

Hubungan sosial adalah hubungan yang dinamis yang menyangkut

hubungan antar individu, antar kelompok,dan antar orang dengan kelompok.

Proses hubungan sosial dapat terjadi secara langsung dengan tatap muka maupun

secara tidak langsung. Hubungan sosial asosiatif adalah proses interaksi yang

cenderung menjalin kesatuan dan meningkatkan solidaritas anggota kelompok.

Hubungan sosial asosiatif memiliki bentuk-bentuk berikut ini.

38

a. Kerja sama

Kerja sama dapat dilakukan paling sedikit oleh dua individu untuk

mencapai suatu tujuan bersama. Di dalam mencapai tujuan bersama tersebut,

pihak-pihak yang terlibat dalam kerja sama saling memahami kemampuan

masing- masing dan saling membantu sehingga terjalin sinergi. Kerjasama

dibedakan dalam berapa bentuk yaitu Kerukunan, Bergaining, Kooptasi,

Koalisi.dan Joint venture.

b. Akomodasi

Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau sebagai suatu

proses. Sebagai keadaan, akomodasi adalah suatu bentuk keseimbangan dalam

interaksi antar individu atau kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma

sosial dan nilai sosial yang berlaku. Sebagai proses, akomodasi menunjuk pada

usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha

untuk mencapai kestabilan. Sebagai suatu proses, akomodasi mempunyai

beberapa bentuk. Berikut ini bentuk-bentuk akomodasi antara lain Koersi,

Kompromi , Arbitrasi, Mediasi , Konsiliasi, Toleransi, Stalemate dan Pengadilan.

c. Asimilasi

Asimilasi adalah proses sosial yang timbul apabila ada kelompok

masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul

secara interaktif dalam jangka waktu lama. Dengan demikian, lambat laun

kebudayaan asli akan berubah sifat dan wujudnya menjadi kebudayaan baru yang

merupakan perpaduan kebudayaan dan masyarakat dengan tidak lagi membeda-

39

bedakan antara unsur budaya lama dengan kebudayaan baru.

d. Akulturasi

Akulturasi adalah suatu keadaan diterimanya unsur-unsur budaya asing ke

dalam kebudayaan sendiri. Diterimanya unsur-unsur budaya asing tersebut

berjalan secara lambat dan disesuaikan dengan kebudayaan sendiri, sehingga

kepribadian budaya sendiri tidak hilang.

Berdasarkan definisi di atas maka, penulis dapat menyimpulkan bahwa

hubungan sosial adalah suatu hubungan antar sesama manusia yang saling

mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar

kelompok maupun atar individu dan kelompok. Hubungan sosial berdasarkan

bentuknya terdiri dari Kerjasama, Akomodasi, Asimilasi dan Akulturasi. Proses

hubungan sosial akan terjadi pada saat ada dua individu atau lebih yang saling

mengadakan kontak sosial maupun komunikasi.

2. . Pemerintah

Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah“.

Selanjutnya yang disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang

memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945“.

Selanjutnya, yang dimaksud Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau

Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

daerah”. Pemerintah dibagi menjadi 3 yaitu Legislatif yaitu DPR di pusat DPRD

40

Tingkat 1 yaitu di Provinsi, DPRD Tingkat II Kabupaten atau Kota , eksekutif dan

yudikatif. Yang dimaksud yudikatif disini adalah MA di pusat, Pengadilan Tinggi

di Provinsi dan Pengadilan Negeri di Kota/ Kabupaten. Sedangkan Eksekutif yaitu

Presiden.

3. Pedagang

Pasar tradisional merupakan suatu tempat usaha bagi pedagang untuk

menjajakan dagangannya yang ditandai dengan adanya jual-beli secara langsung

yang melibatkan lebih banyak pedagang yang saling bersaing, masih

menggunakan manajemen sederhana, terdapat proses tawar-menawar dan menjual

bahan pokok kebutuhan sehari-hari.

4. Pembangunan pasar Tradisional

Pembangunan Pasar tradisional yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah Pembangunan secara fisik. Pembangunan tersebut melalui beberapa

tahapan diantaranya tahapan perencanaan meliputi Pembangunan fisik pasar dari

bentuk pasar dan segala sarana pendukung lainnya. Kedua tahapan pelaksanaan

maliputi penataan pedagang, penataan los, kios, dan pelataran, pengelolaan dan

organisasi pasar, dan retribusi pasar.

G. Kerangka Berpikir

Pasar Tradisional merupakan infrastruktur ekonomi daerah, menjadi pusat

kegiatan distribusi dan pemasaran, penting bagi sebagian masyarakat. Dengan

demikian, pasar tradisional bukan hanya sekadar ruang, akan tetapi sebagai

41

lembaga sosial yang terbentuk karena proses interaksi sosial dan kebutuhan

masyarakatnya. Oleh karenanya, keberadaan pasar tradisional perlu

dikembangkan, dilestarikan dan dibangun agar menjadi simbol kebanggaan dari

suatu masyarakat dan daerah. Dalam pembangunan pasar tradisional diperlukan

adanya kontak dan komunikasi antara pemerintah daerah dan pedagang pasar

tersebut untuk menjalin suatu hubungan sosial dalam mencapai tujuan bersama..

Menurut Gillin dan Gillin (1964; 740), hubungan sosial adalah hubungan yang

dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok,dan antar

orang dengan kelompok. Proses hubungan sosial akan terjadi pada saat ada dua

individu atau lebih yang saling mengadakan kontak sosial maupun komunikasi.

Dalam hubungan sosial terjadinya adanya kerjasama, akomodasi, asimilasi dan

akulturasi. Kerjasama yang terjadi Pemerintah dengan pedagang, dan upaya-upaya

menstabilkan suatu dominasi kelompok tertentu yaitu melalui akomodasi.

Hubungan sosial itu berupa cara atau gaya bicara ketika pedagang dan Pemerintah

bertemu. Sedangkan Akulturasi mengacu pada proses di mana kultur seseorang

dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain. Budaya

luar yang dimaksud adalah budaya yang dibawa oleh pejabat-pejabat pasar dalam

menghadapi pedagang. Tentunya pedagang juga mempunyai budaya dasar yang

sudah kental dan tidak bisa dirubah-rubah. Begitu sebaliknya dengan budaya-

budaya pejabat. Tapi pergaulan tersebut disesuaikan dengan kebudayaan sendiri,

sehingga kepribadian budaya sendiri tidak hilang.

Penelitian ini akan menganalisa masalah hubungan sosial mengenai

hubungan sosial antara Pemerintah dengan Pedagang dalam Pembangunan Pasar

42

Parang Magetan. Hubungan sosial tersebut segara garis besar dapat di lihat pada

bagan di bawah ini:

Bagan I.1 Proses Pembentukan Hubungan Sosial

Keterangan

: Hubungan Sosial

H. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pasar Parang Kecamatan Parang Kabupaten

Magetan, pemilihan daerah ini didasari alasan karena Pasar Parang Magetan

merupakan salah satu pasar tradisional yang berada di Kabupaten Magetan bagian

Selatan mendapat perhatian khusus dari Pemerintahan Kabupaten Magetan. Pasar

Parang ini merupakan Rujukan bagi masyarakat Magetan bagian Selatan dalam

memenuhi kebutuhannya.

Pembangunan pasar ini dilakukan karena Pasar Parang lama sudah terlalu

penuh. Artinya, dibutuhkan lokasi baru lantaran jumlah pedagang dari hari ke hari

1. Kerjasama

2. Akomodasi

3. Asimilasi

4. Akulturasi

Pembangunan

Pasar

Tradisional

Pemerintah

h

Pedagang

43

terus bertambah. Pergerakan roda perekonomian di kawasan Parang sangat

potensial untuk berkembang. Karena itu, butuh lahan yang memadai. Apalagi,

pasar lama sudah tidak mampu menampung. Dengan adanya Pembangunan Pasar

Parang yang baru dan kemudian diperkuat dengan pembangunan infrastruktur lain

diharapkan akan mempercepat perkembangan Kabupaten Magetan khususnya

bagian selatan.

2. Bentuk Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif kualitatif, yaitu suatu bentuk penelitian yang dimaksudkan atau

ditujukan untuk menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek penelitian

berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Yang bertujuan untuk

mengemukakan gejala-gejala yang secara lengkap di dalam aspek yang diselidiki,

agar jelas keadaannya, serta bertujuan mengemukakan hubungannya satu sama

lain di dalam aspek-aspek yang diselidiki..

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif (descriptive research), dimana

dalam penelitian ini disajikan pencanderaan sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat satuan kajian atau daerah tersebut dengan

maksud untuk menggambarkan data tentang bagaimana bentuk hubungan sosial

yang terjadi antara pemerintah, pedagang dalam Pembangunan Pasar Parang

Magetan.

44

3. Sumber data

a. Data Primer:

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan melalui

wawancara. Observasi dilakukan dengan mengamati kondisi fisik pasar (penataan

kios, los dan pelataran, kondisi kios/ los, kondisi lingkungan pasar, dan jenis

dagangan yang ada di pasar). Dan aktivitas-aktivitas pelaku pasar dalam

perencanaan pembangunan pasar Parang ini. Yaitu hubungan sosial antara

Pemerintah dan pedagang dalam pembangunan Pasar Parang. Wawancara

dilakukan secara langsung dari sumbernya yaitu informasi dari pedagang yang

kemudian di Cross Chek-kan dengan hasil wawancara dengan Dinas terkait yang

mengurusi pembangunan Pasar Parang dan Ketua Paguyuban Pasar Parang

Magetan.

b. Data Sekunder:

Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak langsung dari sumber-

sumber di lapangan. Adapun data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini

meliputi data dari surat kabar, data Pemkab Magetan dan data dari dinas pasar

Parang Magetan dan elemen-elemen yang berhubungan dengan masalah pasar.

4. Teknik Pengambilan Sampel

Yaitu teknik atau tata cara pengambilan sampel dan populasi.

a. Satuan Kajian (Unit of analysis)

45

Unit of analysis adalah kelmpok orang-orang atau obyek yang akan kita

teliti. Unit of analysis yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit satuan

kelompok yaitu pedagang. Peneliti mencoba menggali informasi dari kelompok

pedagang untuk menemukan informasi hubungan sosial Pemerintah dan Pedagang

dalam pembangunan Pasar Parang Magetan ini.

b. Sampel

Dalam penelitian kualitatif, sampel bukan mewakili populasi, tetapi

“mewakili kualitas populasi” sehingga tidak ditentukan berdasarkan ketentuan

yang mutlak, tetapi sampel berfungsi untuk menggali beragam informasi penting

yang dibutuhkan peneliti di lapangan. Dalam penelitian ini sampel yang diambil

dengan non probability sampling yaitu bahwa seseorang untuk terpilih menjadi

anggota yang sama untuk menjadi sampel.

c. Teknik Pengambilan Sampel

Strategi yang digunakan dalam memilih sampel penelitian adalah dengan

maximum variation sampling, yaitu sampel yang memberikan keragaman

maksimal. Ini bertujuan untuk memperoleh berbagai variasi informasi dari

responden yang diadaptasi dengan kondisi yang berbeda. Variation sampling

disini peneliti ambil berdasarkan skala usaha (grosir-eceran) yaitu berdasarkan

tempat usaha, baik los, kios maupun pelataran.

Dari sekian banyak pelaku di Pasar Parang Magetan, peneliti akan

mengambil 6 orang pedagang sebagai sampel, yang dipilih berdasarkan skala

usaha dan tempat usaha dengan rincian 2 orang pedagang kios, 2 orang pedagang

46

los, dan 2 orang pedagang pelataran. Hal tersebut dipilih karena berdasarkan

Teknik Pengambilan maximum variation sampling. Dari informan-informan

tersebut akan mewakili pelaku pasar di Pasar Parang Magetan.

Dalam penelitian ini yang diteliti adalah hubungan sosial antara

Pemerintah dan pedagang. Wawancara dilakukan kepada sumbernya yaitu

informasi dari pedagang-pedagang yang diambil berdasarkan pengelompokkan

skala usaha. yang kemudian di Cross Chek-kan dengan hasil wawancara dengan

Pemerintah dalam hal ini adalah wakil dari DPKKAD Kab. Magetan dan Ketua

Paguyuban Pasar Magetan.

Tabel I.2

Penarikan Sampel

Skala Usaha

Pedagang Berdasarkan Tempat Usaha dan Jenis Dagangan

Kios Los Pelataran

mebel Pakaian Pakaian Sandal

Buah-

buahan Kelontong

Grosir-

Eceran

Skala

Besar V V - V - -

Skala

Kecil - - V V V V

Jumlah 1 1 1 1 1 1

6

Sumber : Hasil Observasi

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian, teknik pengumpulan data yang digunakan sangat

berkaitan dengan strategi penelitian yang dipakai. Dalam hal ini penelitian lebih

menekankan pada proses yang ada sehingga bersifat fleksibel, dalam artian

peneliti sedapat mungkin bisa masuk di dalamnya agar dapat merasakan sekaligus

melihat secara langsung dari apa yang sedang diteliti.

47

a. Interview (wawancara)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini

dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewce) yang memberikan

atas pertanyaan ini. ( Moloeng, 2001:135).

Wawancara adalah dengan maksud tertentu. Maksud mengadakan

wawancara seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (dalam Moleong ; 1989 :

135 ) antara lain : menkonsrtuksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi,

perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekonstuksi

kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan

kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang telah diharapka untuk dialami pada

masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi

yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia dan

memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh

peneliti sebagai pengecekan anggota. Wawancara dilakukan dengan pedoman

panduan wawancara (interview guide) yang telah dibuat yang berkaitan dengan

apa yang dijadikan kajian dalam penelitian ini.

Untuk memperdalam informasi digunakan juga metode depth interview.

Dept interview dapat diartikan sebagai suatu wawancara mendalam. Dengan

menggunakan dept interview diharapkan peneliti dapat melihat realitas yang ada

dibalik tingkah laku lahiriah subyek dan bisa mempelajari motivasi, respon,

subyektif tingkah laku yang merupakan hasil proses reflektif terhadap proses atau

situasi sosial tertentu.

48

Informan yang diteliti adalah, Pedagang Pasar Parang dengan triangulasi

data yaitu wawancara dengan Kepala bagian pasar DPKKAD Kab. Magetan dan

Ketua Paguyuban Pasar parang.

b. Observasi Langsung

Yaitu peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk mengamati semua

aktivitas penghuni pasar lama dan mengamati lokasi pembangunan Pasar Parang

yang baru dan peristiwa yang menyertai aktifitas sehari-hari, untuk mengetahui

bagaimana mereka menjalankan perekonomian pasar dan memenuhi kebutuhan

mereka.

Dalam pengamatan ini peneliti secara langsung terjun ke lapangan dan

membuat catatan (field note). Pada teknik pengamatan ini peneliti juga

memberitahukan maksud kepada kelompok yang diteliti (Ritzer, 1992:74).

c. Dokumentasi

Dokumentasi ini merupakan pengumpulan data yang bersumber pada

dokumen-dokumen, arsip-arsip, catatan-catatan, kegiatan-kegiatan, peristiwa-

peristiwa yang diselidiki. Data ini diperoleh dari Pemkab Magetan, Surat kabar

dan data paguyuban.

6. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan Interactive Model of Analisis. Menurut Mathew & Huberman

(1992:16-21) terdiri dari 3 alur, yaitu:

49

a. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebegai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul

dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Data yang direduksi adalah data yang

tidak berhubungan dengan batasan penelitian. Selama pengumpulan data di

langsungkan reduksi yang merupakan bagian dari analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi

data sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

b. Penyajian Data

Alur penting kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data, yaitu

sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan kebijakan. Penyajian yang akan digunakan dapat

berupa teks naratif, pembuatan bagan, matrik ataupun tabel. Data yang disajikan

adalah data yang sudah direduksi sesuai dengan batasan penelitian yang melihat

penyajian data kita akan memahami apa yang ditemukan di lapangan.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Kegiatan analisis ketiga adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Dari

pengumpulan data peneliti mulai mencari arti dari peristiwa, mencatat keteraturan,

pola-pola, penjelasan alur dan sebagainya sebagai sebuah kegiatan dari

konfigurasi yang utuh. Dari kesimpulan-kesimpulan dari pengumpulan data dan

selama penelitian berlangsung selanjutnya dilakukan verifikasi. Setiap tahap

analisis secara Interactive Model of Analisys dapat digambarkan sebagai berikut:

50

Bagan I.2 Komponen Interactive Model of Analisys ( Matthew & Huberman,

1992: 20)

7. Validitas Data

Dalam penelitian ini untuk mencari validitas data menggunakan metode

triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang berada di luar data itu untuk keperluan pengecekan

data atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling

banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lain (Moeloeng, 1988:179).

Dalam hal ini metode triangulasi yang digunakan yaitu: Triangulasi data dengan

menggunakan beberapa sumber untuk mengumpulkan data yang sama yaitu

dengan melakukan cross check dengan beberapa sumber yang berkaitan dengan

Pengumpulan

Data

Penarikan

Kesimpulan dan

Verifikasi

Reduksi

Data

Penyajian

Data

51

penelitian ini. Teknik triangulasi ada empat macam, yaitu pemeriksaan yang

memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyelidik, teori.

Untuk mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi dengan

triangulasi sumber dapat dengan cara:

a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data yang diperoleh dari

hasil wawancara.

b) Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa

yang dikatakan secara pribadi.

c) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

peneliti, dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

d) Membandigkan keadaan perspektif seseorang dalam berbagai pendapat

dan pandangan orang lain, seperti rakyat biasa, orang berpendidikan

menengah atau tinggi, orang berada, serta orang pemerintah.

e) Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.

(Lexy J.Moleong, 2002 : 176)

53

BAB II

DESKRIPSI LOKASI

A. Sejarah dan Perkembangan Pasar Parang

Pasar Parang merupakan pasar yang vital bagi masyarakat Magetan

selatan,. Berbagai macam kebutuhan sehari-hari tersedia di pasar ini, seperti

sembako, jajanan pasar, buah-buahan, sayuran, grabadan, hingga pakaian. Pasar

Parang merupakan pasar yang vital bagi masyarakat Magetan selatan.

Pasar Parang merupakan Pasar yang masih terikat dengan tradisi

Penanggalan jawa, maksudnya Pasar Parang hanya ramai pada waktu-waktu

tertentu yaitu pada hari penanggalan Jawa “Pahing” dan “Wage”. Namun pada

hari selain itu masih buka tetapi tidak seramai hari pasaran tersebut. Nama Parang

sendiri diambil dari lokasi Pasar Parang berdiri yaitu di Kelurahan Parang,

Kecamatan Parang. Menurut orang dulu Parang berasal dari 2 kata yaitu “Par” dan

“Rang”, Par merupakan kependekan dari kata lempar atau dalam bahasa

Indonesia diartikan dataran, sedangkan Rang merupakan kependekan dari kata

arang-arang atau dalam bahasa Indonesia diartikan jarang-jarang. Jadi bila

digabungkan kata Parang berarti Daratan yang Jarang-Jarang atau daratan yang

tidak rata. Sebagaimana diketahui daerah Kabupaten Magetan Selatan khususnya

Kecamatan Parang merupakan daerah Pegunungan yang tidak rata, banyak tebing-

tebing dan jalannya yang naik turun.

Pasar Parang telah berdiri sejak sebelum tahun 1948-an. tetapi bukan pasar

dengan bangunan permanen melainkan masih semi permanen yang sangat

54

sederhana menggunakan “gedhek” yang terbuat dari bambo dan kain seadanya

sebagai pelindung, atau masyarakat jawa biasa menyebut “kempyengan”. Pada

waktu itu pedagang pedagang merupakan kumpulan warga-warga sekitar daerah

Parang. Hari kian hari Pasar Parang semakin ramai dikunjungi oleh masyarakat

setempat bahkan dari luar daerah seperti Sampung dan Wonogiri. Adapun yang

diperjual belikan oleh pedagang kebanyakan adalah Hasil bumi seperti mrancang,

sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, palawija dll. Melihat

perkembangan tersebut, pada tahun 1960-an Pasar Parang mulai resmi dibangun

oleh Pemerintahan setempat untuk menampung para pedagang tetapi jumlah los-

los masih sangat minim. Kemudian Pada Tahun 1980-an Pemerintah mulai

membangun kembali Pasar Parang dengan jumlah Los-los yang lebih banyak

karena melihat perkembangan pedagang yang semakin pesat. Jadilah Pasar

Parang yang seperti sekarang. Pada Tahun 1999 mulai berkembang ke arah

modern, barang dagangan bukan lagi hasil bumi lagi, melainkan Pakaian, mebel,

motor, sepatu, sandal dan barang kebutuhan pokok lainnya. Hal ini dapat terlihat

dalam gambar sebagai berikut:

55

Gambar 2.1 Bagian Depan Pasar Parang Lama

Pada Tahun 2006, pedagang mengeluhkan macetnya jalan dari dan ke

Pasar pada waktu hari-hari tertentu, mengeluhkan kondisi prasarana pasar yang

rusak. Apalagi dari hari ke hari jumlah pedagang terus bertambah dan Pasar tidak

sanggup lagi menampungnya, jadi perlu adanya suatu alokasi wilayah untuk

menampung para pedagang. Dengan alasan tersebut Pemerintah Kabupaten

Magetan memutuskan perlunya Pembangunan Pasar Parang di Magetan.

Perluasan atau renovasi pasar lama dinialai tidak memungkinkan, karena

berada di lingkungan permukiman yang padat penduduknya dan lokasinya yang

sempit. Pemindahan atau relokasi pasar dinilai sebagai solusi yang paling tepat.

Di lokasi yang baru akan dilakukan perluasan lahan, penambahan fasilitas parkir,

pembangunan landasan bongkar muat, serta pembangunan kios dan los baru.

Kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan untuk menjadikan Pasar Parang Baru

sebagai pasar tradisional yang layak, sehat, nyaman dan berkesan estetis.

56

Pembangunan Pasar Parang Baru diharapkan tetap berada di lingkungan sekitar

pasar lama, agar nilai historis dan iklim perdagangnan tetap terjaga.

B. Kondisi Umum Pasar Parang

Pasar Parang merupakan salah satu dari 18 pasar tradisional yang tersebar

di wilayah Kabupaten Magetan. Secara administratif, Pasar Parang masuk dalam

wilayah Kelurahan Parang, Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan. Berdasarkan

Peraturan Bupati Magetan Nomor 101 Tahun 2008 Tentang Pembentukan

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengelola Pasar Pada

Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Magetan,

Pasar Parang termasuk dalam UPTD ( Unit Pelaksana Teknis Dinas) Pengelolaan

Pasar Wilayah II. Dalam Peraturan tersebut dijelaskan bahwa UPTD Pengelolaan

Pasar di Kabupaten Magetan terdiri dari 5 (lima) UPTD Wilayah, yaitu: a) UPTD

Pengelolaan Pasar Wilayah 1, yaitu meliputi Pasar Baru, Pasar Sayur I, dan Pasar

Sayur II; b ) UPTD Pengelolaan Pasar Wilayah II, yang meliputi Pasar Plaosan I,

Pasar Plaosan II, Pasar Parang, dan Pasar Panekan; c ) UPTD Pengelolaan Pasar

Wilayah II, yang meliputi Pasar Rejosari, Pasar Gorang Gareng, Pasar Takeran

dan Pasar Lembeyan, d) UPTD Pengelolaan Pasar Wilayah IV, yang meliputi

Pasar Maospati I, Pasar Maospati II, Pasar Produk Unggulan (PPU), Pasar

Mangge dan Pasar Manisrejo; e) UPTD Pengelolaan Pasar Wilayah V, yang

meliputi Pasar Hewan di wilayah Kabupaten Magetan. UPTD Pengelola Pasar

dipimpin oleh seorang Kepala UPTD yang bertanggungjawab kepada Kepala

Dinas. UPTD Pengelolaan Pasar merupakan unsur pelaksana teknis operasional

1

57

dan kegiatan teknis penunjang di bidang pendapatan pasar pada Dinas

Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.

Pasar Parang terbagi menjadi dua lantai. Lantai satu merupakan kantor

pengelolaan Pasar Parang, sedangkan pada lantai sau terdiri dari 87 kios dan 229

los. Kios dan los tersebut menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti

sayuran, buah-buahan, bumbon, beras, roti, kelontong hingga pakaian.

Di Pasar Parang juga tersedia fasilitas-fasilitas umum seperti wc dan

kamar mandi yang berada tepat di samping pasar dan di bagian samping pasar.

Dan Tempat Parkir di depan pelataran pasar dan di samping pasar.

Sedangkan Pasar Parangselama ini dapat menampung jumlah pedagang

diantaranya kios di Pasar Parang sebanyak 38 orang, jumlah pedagang los

sebanyak 181 orang dan jumlah pedagang oprokan sebanyak 167 orang.

Disamping itu berdasarkan hasil survey juga di jumpai sebanyak 155 pedagang

yang berada di luar area pasar masing-masing tersebar di :

Sisi Utara jalan utama sebanyak 133 pedagang

Sisi Barat jalan utama sebanyak 22 pedagang

58

Gambar 2.2 Peta Lokasi Kecamatan Parang

B.1 Letak Geografis Pasar Parang Lama

Pasar Parang mempunyai letak geografis yang sangat potensial dan strategis

karena berada di jalur utama kabupaten bagian selatan yaitu Jalan Raya Parang.

Jalur Raya Parang yang merupakan jalur penghubung utama wilayah di sekitarnya

dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Ponorogo.

Sedangkan Jarak antara Pasar Parang dengan Kota Magetan sendiri adalah sekitar

15 km. Letak yang terlalu jauh dengan Kota Magetan membuat Pasar Parang

dijadikan rujukan utama bagi masyarakat Magetan khususnya Magetan bagian

selatan dalam memenuhi segala kebutuhannya. Posisi Pasar Parang menghadap ke

Utara, tepat di depan jalur alternative transportasi antar daerah yaitu Magetan –

Ponorogo yang dilalui oleh beberapa angkutan. Letak pasar sendiri berdekatan

59

dengan Kantor Kecamatan Parang. Adapun batas-batas wilayah Pasar Parang

adalah:

Sebelah Utara : Jalan ke Desa Ngunut dan Ke Magetan

Sebelah Timur : Jalan Parang ke Sampung (Kab. Ponorogo)

Sebelah Selatan : Desa Trosono

Sebelah Barat : Desa Ngunut

Pasar Parang menempel ditengah-tengah Desa yaitu di sisi Selatan

berbatasan dengan Desa Trosono, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa

Ngunut. Berada ditengah-tengah kampung membuat Pasar Parang tidak pernah

sepi dari pembeli. Kebutuhan masyarakat di Magetan bagian selatan telah tersedia

di Pasar Parang. Dari situlah kita bisa melihat bahwa ada hubungan timbal balik

antara pasar tradisional dengan masyarakat disekitarnya yaitu satu sisi masyarakat

dapat memenuhi kebutuhannya dengan adanya pasar, dan pasar menjadi lebih

“hidup” dengan dikunjungi oleh masyarakat.

Batas sebelah utara adalah Jalan ke Desa Ngunut dan Ke Magetan. Posisi

Pasar Parang menghadap ke utara mengikuti jalan yang menyamping ke timur,

tepat di depan jalur transportasi antar daerah yaitu Magetan – Sampung (Kab.

Ponorogo) yang dilalui oleh beberapa angkutan dan minibus. Sepanjang jalan

yang menghadap Pasar Parang tersebut merupakan pusat perdagangan bagi daerah

Magetan Selatan. Dapat dijumpai berbagai macam toko yang menjual barang

dagangan seperti toko elektronik, toko pakaian, Toko bangunan, warung makan,

maupun jasa, seperti fotokopi, cukur rambut, dealer motor dan yang lainnya.

60

Secara perwilayahan dan teknis lokasi tapak Pasar Parang lama sangat

menguntungkan, hal ini karena letak pasar sangat strategis yaitu terletak

dipertigaan jalan utama Kelurahan dan Kecamatan Parang (ke Magetan, Ke Desa

ngunut, Ke Sampung ( Kab. Ponorogo), sehingga mudah dicapai dari segala arah.

Lahan di kawasan ini mempunyai asset properti yang tinggi, disamping karena

letaknya yang strategis, juga sudah sangat dikenal oleh masyarakat luas. Di sisi

lain kelemahan lokasi ini adalah letak lahan dimana lokasinya yang berada di

lingkungan pemukiman padat dan luas lahan yang sangat terbatas sangat tidak

memungkinkan lokasi ini untuk dikembangkan. Kalaupun memaksakan untuk

dikembangkan maka membutuhkan rekayasa desain tersendiri uyang tentunya

juga akan menimbulkan dampak negative yang cukup komplek serta dibutuhkan

pertimbangan aspek lainnya misalnya analisa dampak lingkungan, analisa lalu

lintas serta dampak sosial yang terjadi dalam masyarakat, dengan kata lain lokasi

dan bangunan ini sudah tidak layak lagi untuk dilanjutkan. (Penyusunan Studi

Kelayakan Pembangunan Pasar Parang Magetan).

Letak Geografis Pasar Parang Baru

Lokasi yang mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi Pasar

Parang Baru adalah terletak di bekas pasar hewan di sisi Utara JL. Raya Parang

Mategal, berjarak kurang lebih 500 m dari pasar lama. Dalam menentukan lokasi

Pasar Parang Baru tersebut ada beberapa dasar peneilaian dalam menganalisisi

kesesuaian lahan sebagai lokasi pasar. Dasar – dasar penilaian itu diantaranya

adalah aspek perwilayahan, teknism ekonomis financial, dan lingkungan.

61

1. Aspek Perwilayahan

Lokasi lahan bekas pasar hewan berada pada titik strategis di Kota Parang,

yakni berada di sisi utara JL. Raya Parang – Mategal yang merupakan pertemuan

ruas jalan dari arah Ngunut, Trosono, Mategal dan dari kota Parang sendiri.Secara

aksesbilitas lokasi ini mudah dicapai dari segala arah. Letaknya yang tidak

berjauhan dengan lahan pasar lama saat ini sekitar 50 meter ke selatan. Selain itu

letaknya yang berada di luar pusat pemerintahan Kota Parang akan mengurangi

volume kendaraan yang masuk dalam kota sehingga akan mengurangi keruwetan

lalu lintas.

2. Aspek Teknis Lokasi

Luas lahan bekas pasar hewan sekitar 500 m persegi dan lahan

disekitarnya yang bisa digunakan sebagai pengembangan masih berupa sawah

atau tegalan. Selain itu bentuk tapak utuh berbentuk persegi, lahan yang

mempunyai luasan yang mencukupi kebutuhan pasar, ditunjang dengan akses

masuk juga mudah karena berada pada jalan utama dan lingkungan yang bisa

dijadikan sebagai alternative akses keluar masuk pasar pada pintu yang berbeda.

Dengan lokasi yang berada di kawasan transisi, maka perpindahan lokasi pasar ini

diharapkan tidak diikuti pula dengan pemindahan keruwetan lalu lintas.

Pertimbangan lain pemilihan pada lahan bekas pasar hewan ini adalah lokasi dan

aksebilitas yang mudah dijangkau baik oleh masyarakat Parang pda khususnya

maupun asyarakat Ponorogo pada umumnya mengingat para pedagang tidak saja

berasal dari Parang/ Magetan tapi juga dari Ponorogo.

62

3. Aspek Ekonomi Finansial

Produktivitas kegiatan ekonomi wilayah Kabupaten Magetan khusunya

Kecamatan Parang bisa dikatakan menunjukkan angka yang relative mengalami

kenaikan dari tahun ke tahun. Mengingat bahwa pengembangan ekonomi wilayah

Kabupaten Magetan akan banyak bertumpu pada potensi pertanian dan pariwisata,

maka kebijakan pengembangan ekonomi harus menempatkan pertanian dan

poariwiasata pada prioritas utama dalam pengelolaannya.

Dilihat dari nilai nilai ekonomi lahan pasar hewan mempunyai nilai lahan yang

berprospek bagus. Karena letak yang strategis dan mudah dijangkau. Selain itu

lahan ini mempunya daya jual yang cukup tinggi. Jika pasar dibangun pada lokasi

tersebut maka akan memotivasi perkembangan perekonomian pada wilayah

Parang bagian selatan kea rah Mategal, yang saat ini kurang begitu berkembang

karena letaknya yang dibatasi dengan sungai yang membagi kecamatan Parang

menjadi dua wilayah yaitu bagian selatan dan bagian utara sungai. Status tanah

yang merupakan milik Pemerintah Daerah akan mempercepat BEP setelah

pengoperasian pasar.

4. Aspek Lingkungan

Lahan bekas pasar hewan yang mejadi alternative tempat pendirian Pasar

Parang Baru harus memenuhi beberapa persyaratan jika dilihat dari aspek

lingkungan diantaranya adalah system drainase, arah angin, persampahan, tingkat

ebisingan dan penyediaan sarana utilitas lainnya. Kegiatan pasar yang melibatkan

banyak orang dengan berbagai barang dagangannya tersebut akan menimbulkan

dampak lingkungan )pencemaran udara, suara dll) seperti kebisingan berupa suara

63

orang dan kendaraan yang keluar masuk pasar, bau sampah yang ditimbulkan,

system pembuangan sampah. Dampak lingkungan yang berpotensi terjadi jika

pasar Parang Baru dibangun tersebut, sedini mungkin harus diantisipasi, dengan

tetap mengacu pada pengembangan kawasan di sekitar pasar untuk masa

mendatang berdasarkan rencana tata ruang terkait.

Berikut gambar bagian depan Pasar Parang Magetan yang baru:

Gambar 2.3 Bagian depan Pasar Parang Baru yang belum jadi

Tabel 2.1

Prakiraan Kebutuhan Lahan Pembangunan Pasar Parang Magetan

No Fasilitas Jumlah Ukuran Luas (m2) 1 Kios/ Bedak 38 4 x 4 608

2 Los 503 2 x 2 2,012.00

3 Los Cadangan 40 2x 2 160

4 Ruko 30 4 x 8 960

Surkulasi dalam Ruko 60 2 x 4 480

5 Sirkulasi per Los 543 1 x 2 1,086.00

6 Sirkulasi per Bedak 38 1,5 x 4 228

7 Toilet 20 1,5 x 2 60

8 Sirkulasi Toilet 20 1 x 1 20

9 Kantor 200

R. Kepala Pasar

R. Staf

R. Parkir kantor

64

Toilet

10 Parkir roda dua 1,000.00

11 Parkir mobil 4,000.00

12 Surkulasi parkir 4,000.00

13 Loading area 1,000.00

14 Pos pasar 2 2 x 2 8

15 TPS 1 10 x 20 200

16 Mushola 1 10 x 10 100

17 Sirkulasi Lingkungan 13,878.00

Jumlah 30000

Sumber: Studi Kelayakan Pembangunan Pasar Parang Tahun 2006

Berikut Lay Out Pasar Parang Magetan baru:

Gambar 2.4 Lay Out Pasar Parang Parang Baru

65

C. Pelaku Pasar

Di Pasar Parang terdapat 3 (tiga) pelaku pasar sebagai pelaku yang

menghidupkan aktivitas ekonomi di Pasar Tanggul, ketiga pelaku pasar tersebut

meliputi Pedagang Kios, Pedagang Los dan Pedagang Pelataran.

1. Pedagang Kios

Pedagang Pasar Parang dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok,

yaitu pedagang kios, pedagang los dan pedagang oprokan/ Pelataran.

a. Pedagang Kios

Pedagang kios adalah pedagang yang menggunakan dasaran (lahan berjualan)

pada ruang-ruang yang telah ditentukan sebagai batas penempatan serta

memiliki Surat Hak Penempatan (SHP) resmi dari pengelola pasar. Jumlah

pedagang kios berdasarkan jenis usahanya pada Tabel II.1 sebagai berikut :

Tabel 2.2

Jumlah Pedagang Yang Berjualan di Kios Berdasarkan Jenis Dagangan

No Jenis Dagangan Jumlah

Pedagang

Jumlah pedagang

dalam Persen (%)

1. Toko 1 2.63

2. Emas 1 2.63

3. Mrancang 13 34.21

4 T. Timbang 4 10.53

5 Pakaian 7 18.42

6 Pupuk 1 2.63

7 Bakso 1 2.63

8 Semen 1 2.63

9 Penjahit 1 2.63

10 Selepan 1 2.63

11 Sate 1 2.63

12 Onderdil 1 2.63

13 Alat Pertanian 2 5.26

14 Buku 1 2.63

15 Soto 2 5.26

Jumlah 38 100.00 Sumber : Data Sekunder Kantor Pengelola Pasar Parang

66

Jumlah pedagang kios saat ini terisi sebanyak 38 pedagang. Berdasarkan

tabel tersebut diatas jumlah pedagang berdasarkan jenis dagangan yang dominan

adalah Mrancang, jumlahnya 13 orang. Berdasarkan skala usaha pedagang Kios

terbagi menjadi 2 jenis yaitu pedagang grosir-eceran dan pedagang eceran.

Penarikan sampel untuk pedagang Kios, yang dipilih berdasarkan tempat usaha

dan skala usaha dengan rincian 2 pedagang grosir-eceran 1 pedagang mebel

berskala besar dan 1 pedagang pakaian berkala besar.

Berikut adalah gambar di salah satu kios di Pasar Parang :

Gambar 2.5 Kios Pasar Parang

b. Pedagang Los

Pedagang los adalah pedagang yang menempati los dasaran (tempat

berdagang) dalam batas kepemilikan ruang yang beragam, keberadaan tempat

yang ada pada dasarnya tidak bersekat (meruang) dengan menggunakan Surat

Hak Penempatan (SHP) yang dikeluarkan. Berdasarkan informasi yang

didapat jumlah pedagang los yang terdapat di Pasar Tanggul sebanyak 181

pedagang, adapun rinciannya sebagai berikut :

67

Tabel 2.3

Jumlah Pedagang Yang Berjualan di Los Berdasarkan Jenis Dagangan

No Jenis Dagangan Jumlah

Pedagang

Jumlah pedagang

dalam Persen (%)

1 Emas 3 1.66

2 Lombok 4 2.21

3 Sayur 8 4.42

4 Grabah 4 2.21

5 Pakaian 49 27.07

6 Sandal 8 4.42

7 Gule 3 1.66

8 Mrancang 47 25.97

9 Klitikan 8 4.42

10 Beras 5 2.76

11 Kembang 8 4.42

12 Jajan/ Roti 7 3.87

13 Tahu 3 1.66

14 Warung 3 1.66

15 Garam 5 2.76

16 Lain-lain 16 8.84

Jumlah 181 100.00 Sumber : Data Sekunder Kantor Pengelola Pasar Parang

Jumlah pedagang los saat ini sebanyak 181 pedagang dengan menempati

299 los, hal ini sesuai jumlah los yang terisi, yang diformalkan statusnya oleh

Pemerintah Kabupaten Magetan. Berdasarkan tabel tersebut jumlah pedagang

berdasarkan jenis dagangan yang dominan adalah 5 jenis dagangan tertentu saja

yaitu meliputi Pakaian, Mrancang, Sayur dan Klitikan. Mayoritas barang

dagangan yang dijual di los Pasar Parang adalah Pakaian sebanyak 49 pedagang..

Penarikan sampel untuk pedagang Los, yang dipilih berdasarkan tempat usaha dan

skala usaha dengan rincian 2 pedagang grosir-eceran yaitu 1 pedagang pakaian

68

skala kecil, 1 pedagang sandal skala besar. Berikut adalah gambar di salah satu

kios di Pasar Parang :

Gambar 2.6 Los Pasar Parang

Untuk mempermudah dalam koordinasi dan pemetaan pedagang maka

pasar dibagi berdasarkan blok. Blok Pasar Parang di bagi menjadi 12 (Dua belas),

rincian jumlah pedagang berdasarkan blok seperti pada Tabel II.3 sebagai berikut:

Tabel 2.5

Jumlah Total Los Pasar Tanggul Berdasarkan Blok

No Blok Jumlah Los

1 Los A 16

2 Los B 17

3 Los C 18

4 Los D 16

5 Los E 19

6 Los F 25

7 Los G 20

8 Los H 11

9 Los I 13

10 Los J 17

11 Los K 51

12 Los Lama 6

Jumlah 229 Sumber : Data Sekunder Kantor Pengelola Pasar Parang

69

c. Pedagang pelataran

Pedagang pelataran adalah pedagang yang berjualan menempati ruang-ruang

kosong di dalam maupun di luar pasar. Dalam radius maksimal 50m dari

pasar bersangkutan, baik di lorong-lorong gang pasar ataupun menempel

pada pemilik los/kios. Keberadaan mereka ini tidak memiliki SHP

sebagaimana pedagang los/kios. Namun mereka ada yang memiliki Kartu

Pengenal Pedagang Pasar (KTPP) hanya sebagai legalitas tanpa hak

penempatan. Meskipun banyak juga yang tidak memiliki KTPP.

Tabel 2.4

Jumlah Pedagang Yang Berjualan di Kios Berdasarkan Jenis Dagangan

No Jenis dagangan Jumlah

Pedagang

Jumlah pedagang

dalam Persen (%)

1 Gerih 3 1.80

2 Sayur 23 13.77

3 Kelapa 7 4.19

4 Selepan 6 3.59

5 Jenang 4 2.40

6 Dawet 3 1.80

7 Mrancang 18 10.78

8 Lombok 3 1.80

10 Telur 3 1.80

14 Buah 5 2.99

15 Capar 4 2.40

16 Jajan 11 6.59

17 Pisang 5 2.99

19 Alat Pertanian 3 1.80

20 Daging 8 4.79

25 Klitikan 8 4.79

26 Tahu 8 4.79

27 Tempe 3 2.40

32 Kedelai 4 2.40

35 Grabah 7 4.19

37 Bumbu 4 2.40

38 Ayam Potong 3 1.80

70

39 Lain-lain 23 13.77

Jumlah 167 100 Sumber : Data Sekunder Kantor Pengelola Pasar Parang

Menurut hasil wawancara petugas pasar, jumlah pedagang pelataran

sebanyak 167 pedagang. Pedagang oprokan biasanya menggelar barang

dagangannya di pintu masuk pasar, lorong-lorong jalan, gang-gang dalam pasar,

samping pasar sebelah barat dan pasar dibagian belakang. Berdasarkan tabel

diatas, jumlah pedagang berdasarkan jenis dagangan yang dominan adalah 3 jenis

dagangan tertentu saja yaitu meliputi sayuran, Mrancang, dan Jajan. Mayoritas

barang dagangan yang dijual pedagang oprokan di Pasar Parang adalah sayuran

sebanyak 23 pedagang. Lain-lain yang dimasdudkan disini adalah berupa dagang

kecil-kecilan seperti dawet, garam, sabun, krupuk, klitikan, pisang dan lain-lain

yang masing-masing berjumlah 1 dan 2 pedagang saja. berdasarkan skala usaha

pedagang Oprokan terbagi menjadi 2 jenis yaitu pedagang grosir-eceran dan

pedagang eceran. Penarikan sampel untuk pedagang pelataran, yang dipilih

berdasarkan tempat usaha dan skala usaha dengan rincian 2 pedagang grosir-

eceran yaitu 1 pedagang buah-buahan berskala kecil dan 1 pedagang kelontong

berskala kecil. Berikut adalah gambar di salah satu kios di Pasar Parang :

71

Gambar 2.7 Salah satu Pedagang Pelataran Pasar Parang

Tabel 2.6

Jumlah Pedagang di Pasar Parang Yang Terdaftar berdasarkan tempat

usaha

No. Tempat usaha Jumlah

Pedagang

Jumlah pedagang

dalam Persen (%)

1 Kios 38 9.84

2 Los 181 46.89

3 Pelataran 167 43.26

Jumlah 386 100.00

Sumber : Data Sekunder Kantor Pengelola Pasar Parang

Dari tabel diatas terlihat jumlah pedagang kios di Pasar Parang sebanyak

38 orang, jumlah pedagang los sebanyak 181 orang dan jumlah pedagang oprokan

sebanyak 167 orang. Disamping itu berdasarkan hasil survey juga di jumpai

sebanyak 155 pedagang yang berada di luar area pasar masing-masing tersebar di

:

Sisi Utara jalan utama sebanyak 133 pedagang

Sisi Barat jalan utama sebanyak 22 pedagang

72

D. Pengelolaan Pasar Parang

Berdasarkan Peraturan Bupati Magetan Nomor 101 Tahun 2008 Tentang

Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengelola

Pasar Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

(DPPKAP) Kabupaten Magetan, Pasar Parang termasuk dalam UPTD ( Unit

Pelaksana Teknis Dinas) Pengelolaan Pasar Wilayah II. Selain Pasar Parang

dalam Pengelolaan Wilayah II di dalamnya ada Pasar Plaosan I, Pasar Plaoan II

dan Pasar Panekan. UPTD Pengelolaan Pasar merupakan unsur pelaksana teknis

operasional dan kegiatan teknis penunjang di bidang pendapatan pasar pada Dinas

Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. UPTD dipimpin oleh

seorang Kepala UPTD yang bertanggung jawab Kepada Kepala Dinas

Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Magetan.

Berdasarkan Peraturan Bupati No. 101 Tahun 2008 yang ditetapkan Tanggal 13

Desember 2008, Stuktur organisasi UPTD Pengelola Pasar yang disusun dan

diterapkan sebagai berikut :

73

Bagan 2.1 Struktur Organisasi UPTD Pengelola Pasar Kabupaten Magetan

Susunan Organisasi UPTD Pengelola Pasar terdiri dari:

a. Kepala UPTD

b. Sub Bagian Tata Usaha

c. Petugas Operasional dan

d. Kelompok Jabatan Fungsional

A. Kepala UPTD Pengelola Pasar mempunyai tugas melaksanakan kegiatan

teknis opersional dan atau kegiatan penunjang di bidang pendapatan pasar

yang diserahkan kepada Kepala DPPKAP. Dalam melaksanakan tugas Kepala

UPTD Pasar menyelenggarakan fungsi :

a. Perencanaan Kegiatan UPTD diwilayah kerjanya;

Kepala UPTD

Kelompok Jabatan

Fungsional

Sub Bagian Tata

Usaha

Petugas Pelaksana/

Operasional

74

b. Pelaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi pungutan pasar untuk

pencapaian target;

c. Pelaksanaan pembinaan dan bimbingan teknis tentang pemungutan

retribusi pasar.

d. Penyetoran hasil pemungutan ke bendahara ksus penerima;

e. Pelaksanaan tata usaha kepegawaian, keuangan dan perlengkapan;

f. Pelaksanaan koordinasi dengan unit-unit structural DPPKAP, Kecamatan

dan Desa di Wilayah kerjanya;

g. Pelaksanaan pengawasa dan pengendalian operasional pasar;

h. Pelaksanaan pelaporan dan evaluasi bulanan tentang pencapaian

pemecahan; dan

i. Pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

B. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas:

a. Melaksanakan urusan surat-menyurat, pengetikan, penggandaan, kearsipan

dan ekspedisi;

b. Melaksanakan urusan rumah tangga meliputi keamanan kantor, persiapan

rapat, pelayanan tamu;

c. Melaksanakan urusan; kepegawaian meliputi peningkatan pengetahuan

dan ketrampilan;

d. Melaksanakan urusan Keuangan;

e. Menyusunn perencanaan progam/kegiatan;

f. Melaksanakan pengelolaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana, dan

g. Melaksanakan tugas dinas lain yang diberikan oleh Kepala UPTD.

75

C. Sub Bagian Pelaksana/ Opersional mempunyai tugas :

a. menyiapkan sarana dan prasarana untuk operasional pemungutan;

b. Melakukan pemungutan retribusi pasar guna pencapaian target;

c. Melaksanakan pemeliharaan, keamanan, dan ketertiban pasar;

d. Membuat laporan evaluasi bulanan tentang pencapaian target serta

permasalahan yang ada dan alternative pemecahannya kepada Kepala

UPTD; dan

e. Melaksanakan tugas dinas lain yang diberikan oleh Kepala UPTD.

D. Kelompok Jabatan Fungsional melaksanakan tugas tugas dan fungsinya sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Struktur Organisasi Pelaksana/ Operasioanal Pengelola Pasar Parang

Petugas Pasar

Jumlah Personil

PNS : 4 Orang

THL : 2 Orang

Non THL : 1 Orang

Bagan 2.2 Struktur Organisasi Pengelolaan Pasar Parang Tahun 2009

Koordinator

Pelaksana

Akbar Pristiati

Petugas Pungut Administrasi Kebersihan

1. Sugeng Riyadi

2. Priana

3. Sumiyati

4. Sriwahyuni

Endang Sularti 1. Hariadi

2. Kemis

76

Penyusunan struktur organisasi pengelolaan Pasar Parang tersebut

bertujuan untuk mewujudkan Visi dan Misi Dinas Pendapatan, Pengelolaan

Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAP) Kabupaten Magetan. Berdasarkan

informasi yang diterima dari petugas Pasar jumlah personil yang mengisi struktur

organisasi pada tahun 2009 berjumlah 7 personil, terdiri dari Ibu Akbar Pristiati

Sebagai Koordinator Pelaksana Pengelola Pasar. Patugas Pungut terdiri dari

Sugeng Raiyadi, Priana, Sumiyati dan Ari Wahyuni. Administrasi umum adalah

Endang Sularti. Dan Petugas Kebersihan terdiri dari Hariadi dan Kemis.

Peran kantor Pengelola pasar yaitu melayani urusan pedagang yang ada di

pasar Tanggul mengenai permasalahan yang terjadi antar warga pedagang di pasar

agar tercipta suasana yang aman dan tentram. Tidak ada program kerja secara

khusus hanya ada dua yaitu retribusi dan kerja bakti 3 bulan sekali (menjelang

kegiatan hari-hari besar).

E. Paguyuban Pedagang Pasar Parang Magetan

Paguyuban Pedagang Pasar Parang berdiri sejak tahun 2002/2003.

Kegiatan paguyuban pada awalnya yaitu menginformasikan kepada pedagang

apabila ada informasi terbaru mengenai kebijakan tentang pasar tradisional dari

pemerintah kota, dalam hal ini Dinas Pasar. Selain sebagai penyampai informasi

dari pemerintah kota, kegiatan paguyuban juga berupa kegiatan sosial seperti

memberikan informasi apabila ada layatan (peristiwa kematian, orang Jawa

menyebutnya layatan). Selama kurang lebih dua tahun, kegiatan paguyuban

sempat vakum. Hal ini dikarenakan pedagang tidak bersemangat untuk datang

rapat apabila tidak ada masalah yang besar.

77

Paguyuban mulai menggeliat pada saat ada rencana dari Pemerintah

Kabupaten tentang Pembangunan Pasar Parang yang baru. Pada saat itu pedagang

Ngluruk ke DPRD Kabupaten Magetan.

Kemudian Paguyubab tersebut berinisiatif untuk meghidupkan lagi

paguyuban, Wakil-wakil pedagang kemudian mengadakan pertemuan dan

menunjuk beberapa diantara mereka untuk menjadi pengurus paguyuban.

Paguyuban Pedagang Pasar Parang berfungsi sebagai wadah pedagang

Pasar Parang untuk menyalurkan aspirasi. Aspirasi yang dimaksud disini adalah

aspirasi yang bermanfaat untuk kepentingan bersama pedagang di Pasar Parang,

bukan aspirasi yang mementingkan kepentingan perseorangan.

Tujuan dari Paguyuban Pedagang Pasar Parang yaitu:

1. Menjalin dan memelihara kesadaran hidup bergotongroyong dan setia

kawan antar pedagang pasar.

2. Menanamkan rasa senasib dan seperjuangan dimanapun berada.

3. Menanamkan budi yang luhur, ikhlas lahir dan batin.

4. Sebagai wadah komunikasi/ aspirasi anggota.

5. Mencegah persaingan bisnis yang tidak sehat.

6. Sebagai mitra kerja Dinas Pengelola Pasar dalam memelihara

keamanan, ketertiban, dan kerapihan pasar serta pembangunan pasar.

( Sumber: Wawancara Ketua Paguyuban Pasar Parang)

Adapun program dan kegiatan yang dilakukan oleh Paguyuban Pedagang

Pasar Parang adalah sebagai berikut:

78

1. Menjadi wadah dari aspirasi para pedagang di Pasar Parang

2. Menanamkan kegotongroyongan di antara pedagang.

3. Mengawal kebijakan Dinas Pengelola Pasar Pemerintah Kabupaten

Magetan seperti penataan dan penertiban pedagang.

(Sumber: hasil wawancara dengan ketua Paguyuban Pasar Parang)

Anggota Paguyuban Pedagang Pasar Parang adalah semua pedagang di

Pasar Nusukan yang telah mempunyai Surat Hak Penempatan (SHP) atau

mempunyai Kartu Tanda Pengenal Pedagang (KTPP). Sedangkan pengurus

paguyuban dipilih oleh pedagang . Berikut adalah susunan pengurus Paguyuban

Pedagang Pasar Parang :

Pelindung : Kepala UPTD Pasar Wilayah II Magetan

Penasehat : Kepala Pasar Parang

Ketua I : Wiji Harto

Ketua II : Samijan

Sekretaris I : Sarkom

Sekretaris II : Panut

Sekretaris III : Sungkono

Bendahara I : Suroto

Bendahara II : Suratman

Humas I : Supriyanto

Humas II : Yudi

(Sumber: Wawancara Ketua Paguyuban Pasar Parang)

79

Pengurus yang merupakan wakil dari pedagang di Pasar Parang bertugas

untuk menyampaikan aspirasi pedagang yang nantinya disampaikan dalam rapat

harian pengurus yang diadakan setiap satu bulan sekali. Dengan adanya

paguyuban pedagang Pasar Parang, masyarakat pasar diberikan wadah penyaluran

aspirasi sebagai wujud adanya demokratisasi di pasar tradisional.

78

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Profil Informan Pedagang Kios, Los dan Pelataran di Pasar Parang

Magetan

Dari keseluruhan jumlah pedagang di Pasar Parang Magetan yaitu 541

orang pedagang kios, los dan pelataran, maupun yang yang berada di luar area

pasar yang menjadi informan pada penelitian ini adalah 6 orang pedagang sebagai

sampel, yang dipilih berdasarkan tempat usaha dan skala usaha dengan rincian 2

orang pedagang grosir-eceran yang menempati Kios, 2 orang pedagang grosir-

eceran yang menempati Los dan 2 orang pedagang grosir-eceran yang menempati

pelataran.

Gambaran tentang profil informan akan dijabarkan secara ringkas melalui

tabel-tabel dibawah ini, dimana tabel-tabel ini bersumber dari hasil wawancara:

Tabel 3.1

Pedagang Berdasarkan Tempat Usaha, Skala Usaha, Jenis Dagangan, Nama

Informan, Jenis Kelamin, Usia, dan Lama Usaha

No Pedagang

berdasar

kan

Tempat

Usaha

Pedagang

berdasarkan

Skala Usaha

Jenis Dagangan Jenis

Kelamin

Usia Lama

Usaha

Grosir-

Eceran

Skala

Besar

Skala

Kecil

1 Kios V - Mebel Laki-laki 57 th 35 th

2 Kios V - Pakaian Perempuan 55 th 30 th

3 Los - V Pakaian Perempuan 45 th 20 th

4 Los V - Sandal Laki-laki 40 th 20 th

5 Pelataran - V Buah-buahan Laki-laki 50 th 25 th

6 Pelataran - V Kelontong Laki-laki 52 th 15 th

Sumber : Hasil Wawancara

79

Dilihat dari tabel III.1 jenis kelamin informan dalam penelitian ini adalah

perempuan yaitu sebanyak 2 orang dan laki-laki 4 orang. Sedangkan dilihat dari

usia pedagang, rata-rata usia hampir sama.

Tabel di atas mengungkapkan bahwa sebagian besar informan

menjalankan usaha berdagang relatif lama yaitu antara 15 – 30 tahun. Lama usaha

dagang yang relatif lama ini membuat pengalaman informan dalam mengelola dan

mengembangkan usaha dagangnya dan dapat mengetahui seluk-beluk

perdagangan di pasar karena sudah berdagang lebih dari puluhan tahun.

Tabel 3.2

Pedagang berdasarkan Tempat Usaha, Skala Usaha, Jenis Dagangan, Nama

Informan, Sejarah Usaha dan Jenis Usaha Lain selain di Pasar Parang

No Pedagang

berdasarkan

Tempat

Usaha

Pedagang

berdasarkan

Skala Usaha

Jenis Dagangan Sejarah

Usaha

Jenis

Usaha

Lain

selain di

Pasar

Parang

Grosir-Eceran

Skala

Besar

Skala

Kecil

1 Kios V - Mebel Dirintis sendiri -

2 Kios V - Pakaian Dirintis orang

tua

-

3 Los - V Pakaian Dirintis sendiri -

4 Los V - Sandal Dirintis orang

tua

-

5 Pelataran - V Buah-buahan Dirintis sendiri -

6 Pelataran - V Kelontong Dirintis sendiri -

Sumber : Hasil Wawancara

Berdasarkan tabel III.2 terlihat bahwa jenis usaha lain selain berdagang di

Pasar Parang rata-rata informan tidak mempunyai usaha sampingan. Jadi

merupakan satu-satunya harapan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan

untuk membiayai anaknya kuliah. Seperti dikatakan Bapak Grosir-Eceran Skala

Besar, 57 Tahun:

80

“Iya mas, selain berdagang di sini tidak ada usaha lain karena tidak punya

keahlian lain, cukuplah buat makan sehari-hari…“

(wawancara 24 Januari 2010)

Dari tabel III.2 juga dapat diketahui bahwa sejarah usaha dagang dari

informan sebagian besar dirintis sendiri dan ada dua yang merupakan usaha

warisan dari orang tua. Usaha yang merupakan warisan dari orang tua biasanya

usaha yang sudah ditekuni sejak lama dan dilanjutkan sendiri karena orang tua

sudah tua dan tidak sanggup untuk menjalankan usahanya. Usaha yang dirintis

sendiri biasanya mulai dirintis sejak muda, kemudian dikembangkan dan

dipertahankan hingga sekarang.

Tabel 3.3

Pedagang berdasarkan Jenis Dagangan, Skala Usaha, Agama, Etnis, Asal

Daerah Informan

No Jenis

Dagangan

Pedagang berdasarkan skala

usaha (Grosir-pengecer)

Agama Etnis Asal Daerah

1 Mebel Skala Besar Islam Jawa Parang

2 Pakaian Skala Besar Islam Jawa Mategal,

Parang

3 Pakaian Skala kecil Islam Jawa Parang

4 Sandal Skala Besar Islam Jawa Parang

5 Buah-

buahan

Skala Kecil Islam Jawa Sampung

6 Kelontong Skala Kecil Islam Jawa Parang

Sumber: Hasil Wawancara

Tabel III.3 menunjukkan homogenitas informan, hal ini bisa dilihat dari

agama, dan asal daerah pedagang. Informan keseluruhannya merupakan beragama

81

Islam. Nilai-nilai yang dianut oleh tiap umat beragama tentu akan mempengaruhi

spirit mereka dalam bekerja. Sedangkan berdasarkan etnis, semua informan

beretnis jawa. Hal ini dikarenakan pedagang etnis tionghoa atau tenis lain yang

berjualan roti tidak ada. Informan berdasarkan asal daerah sebagian besar berasal

dari Parang atau sekitar Parang Magetan yaitu berjumlah 5orang dan yang berasal

dari luar Parang atau luar Magetan berjumlah 1 orang yaitu berasal dari Desa

Sampung, Ponorogo.

Tabel 3.4

Pedagang berdasarkan Jenis dagangan, skala usaha, waktu berdagang dan

omset dagang

No. Jenis

Dagangan

Pedagang berdasarkan skala usaha

(Grosir-pengecer)

Waktu berdagang Omset per hari

1. Mebel Skala Besar 08.00 – 15.00 WIB Rp. 4.000.000,-

2. Pakaian Skala Besar 05.00 – 13.00 WIB Rp. 3.500.000,-

3. Pakaian Skala kecil 0600 – 12.00 Rp. 500.000,-

4. Sandal Skala Besar 05.00 – 18.00 WIB Rp. 1.000.000,-

5. Buah-

buahan

Skala Kecil 07.00 – 12.00 WIB Rp. 200.000,-

6. Kelontong Skala Kecil 05.00 – 13.00 WIB Rp. 50.000,-

Sumber: Hasil wawancara

Tabel III.4 memperlihatkan range dagang informan berjualan di Pasar

Parang. Rata-rata pedagang mulai buka pada pukul 05.00 WIB hingga pukul

13.00 WIB. Jadi sebagian besar waktu pedagang adalah berjualan di pasar. Ada

pengaruh range waktu berdagang informan dengan omset yang diperoleh.

Semakin pagi mereka berjualan semakin banyak hasil yang diperoleh.

82

B. Hubungan Sosial Dalam Pembangunan Pasar Tradisional.

Hubungan Sosial adalah proses interaksi yang cenderung menjalin

kesatuan dan meningkatkan solidaritas anggota kelompok. Hubungan sosial

menunjukkan adanya interaksi antar manusia maupun antar kelompok. Menurut

Gillin dan Gillin, hubungan sosial adalah hubungan yang dinamis yang

menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok,dan antar orang dengan

kelompok. Suatu hubungan akan sangat dipengaruhi oleh kontak dan komunikasi

yang terjadi dalam hubungan tersebut. Proses hubungan sosial dapat terjadi secara

langsung dengan tatap muka maupun secara tidak langsung. Hubungan sosial

memiliki bentuk-bentuk Kerja-sama, Akomodasi, Asimilasi dan Akulturasi.

1. Kerjasama dalam Hubungan Sosial Pemerintah dan Pedagang Dalam

Pembangunan Pasar Parang

Yang dimaksud kerjasama dalam penelitian ini adalah suatu hubungan

yang terjalin antara pihak-pihak yang berkepentingan dalam Pembangunan Pasar

Parang. Dalam penelitian ini peneliti berusaha mengungkapkan kontak serta

komunikasi antara pedagang dan pemerintahan daerah.

Kerjasama merupakan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau

kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama.Kerja

sama dapat dilakukan paling sedikit oleh dua individu untuk mencapai suatu

tujuan bersama. Di dalam mencapai tujuan bersama tersebut, pihak-pihak yang

terlibat dalam kerja sama saling memahami kemampuan masing- masing dan

saling membantu sehingga terjalin sinergi.

83

Penelitian ini berusaha mengungkapkan hubungan kerjasama antar

Pemerintah dan pedagang dalam pembangunan Pasar Parang Magetan. Seperti

hasil wawancara berikut ini :

Pedagang kios, grosir-eceran, skala besar, mebel :

“ Kerjabakti membersihkan pasar tapi cuma sedikit pedagang yang ikut”

(Wawancara, 6 Maret 2010)

Pedagang kios, grosir-eceran , skala besar, pakaian :

“ Paling ya setiap seminggu sekali kerjabakti mas, pengelola pasar sama

pedagang, tapi tidak semua pedagang yang ikut cuma sedikit, ya karena

repot mas..” (Wawancara, 6 Maret 2010)

Pedagang pelataran, grosir-eceran skala kecil, buah-buahan :

“ Gotong royong kerja bakti mas..tapi saya jarang ikut, pernah sosialisasi di

pasar diminta bantuan nyiapin tempat..” (Wawancara, 7 Maret 2010)

Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa bentuk kerjasama antar

Pemerintah dan pedagang dalam pembangunan Pasar Parang Magetan adalah

gotong royong membersihkan pasar. Gotong royong ini dilakukan pengelola

Pasar Parang dan sebagian kecil pedagang seminggu sekali. Pedagang kurang

begitu aktif dalam mengikuti kegiatan ini karena kesibukan masing-masing.

Selain gotong royong membersihkan pasar, bentuk kerjasama yang lain

adalah bantuan tenaga untuk menyiapkan tempat untuk sosialisasi di Pasar. Dalam

sosialisasi ini pedagang berkerjasama dengan pengelola pasar dalam penyiapan

tempat sosialisasi di Pasar. Sesuai dengan penuturan:

Pedagang pelataran, grosir-eceran skala kecil, buah-buahan :

“Pernah, sosialisasi di pasar diminta bantuan nyiapin tempat, sama pengelola

dimintai bantuan dari pedagang untuk kelancaran tersebut, misal

membersihkan tempat buat sosialisasi tersebut, angkat-angkat

perlengkapan..” (Wawancara, 7 Maret 2010)

84

Pedagang pelataran, grosi-eceran skala kecil, kelontong :

“Penyiapan acara sosialisasi di Kecamatan Parang, diserahi makanan dan

minuman kepada pedagang, kita diajak bareng-bareng ..” (Wawancara, 6

Maret 2010)

Adapun bentuk kerjasama yang lain adalah dalam pendataan pasar dan

pedagang dengan mengisi kuesioner dari pemkab untuk keperluan data pedagang.

Hal ini dilakukan untuk kelancaran pendataan pasar dan pedagang untuk

keperluan relokasi pasar yang baru. Sesuai dengan penuturan dari :

Pedagang los, grosir-eceran skala besar, sandal :

“ Ya kita membantu sesuai kemampuan kita..paling bila dimintai data suruh

ngisi (kuisoner) dari sana, kita mau saja, kalau dipikir-pikir untuk

kepentingan pedagang juga.. ” (Wawancara, 7 Maret 2010)

Pedagang los, grosir-eceran skala kecil, pakaian :

“ Ngisi dari pemkab dan diwawancarai, ya mengisinya sebisanya saja, yang

penting dapat berpartisipasi.. ” (Wawancara, 7 Maret 2010)

Bentuk kerjasama lain adalah meminta kepada DPRD untuk

berkomunikasi dengan Bupati atau Pemkab tentang bentuk pasar yang diinginkan

pedagang. Meminta kepada DPRD untuk berkomunikasi dengan Bupati atau

Pemkab yang mengurusi Pembangunan supaya menerima masukan dari pedagang

Pasar Parang yaitu tentang bentuk pasar yang diinginkan pedagang. Pedagang

memberikan kepercayaan penuh kepada DPRD dari pedagang untuk menyalurkan

aspirasinya. Selain itu dihimbau agar DPRD akan turun ke bawah meninjau pasar,

yaitu ke Pasar Parang Magetan guna untuk melihat secara langsung kondisi pasar

dan pedagang sesuai dengan kesepakatan wakil pedagang untuk melihat secara

85

langsung kondisi pasar dan pedagang sesuai dengan kesepakatan dengan wakil

pedagang. Sesuai penuturan dari:

Pedagang kios, grosir-eceran, skala besar, mebel :

“ DPRD Magetan agar menyuarakan aspirasi pedagang pasar Parang yang

tidak setuju dengan bentuk Pasar yang akan dijadikan seperti Pasar Produk

Unggulan (PPU), hanya pelebaran pasar pengennya, selain itu dihimbau agar

turun ke bawah, melihat langsung keadaan pasar..” (Wawancara, 6 Maret

2010)

Pedagang los, grosir-eceran skala kecil, pakaian :

“ Dulu ada isu tentang pasar akan dijadikan seperti Pasar produk unggulan

Maospati, kita tidak setuju karena tidak cocok dengan keadaan geografis

Parang, pengennya ya pasar kayak kondisi lama, trus kita ke DPRD untuk

meminta kejelasan..” (Wawancara, 6 Maret 2010)

Kemudian bentuk kerjasama yang lain adalah kerjasama untuk segera

mengurus SIP pedagang yang belum memiliki dan mengingatkan kepada

pedagang lain. Pedagang diminta segera mengurus Surat Ijin pedagang (SIP)

untuk kelancaran dalam pendataan pedagang dan juga mengingatkan kepada

pedagang lain. Sesuai penuturan dari:

Pedagang los, grosir-eceran, skala besar, sandal :

“ Tidak ada, ya sosialisisi dulu diundang, diminta mengurus surat kuning dan

mengingatkan pedagang lain yang belum mempunyai surat kuning..”

(Wawancara, 6 Maret 2010)

Pedagang kios, grosir-eceran , skala besar, pakaian :

“ Sosialisasi mas, waktu itu tentang surat kuning ijin pedagang, supaya dari

pedagang untuk segera mengurusnya..” (Wawancara, 7 Maret 2010)

Bentuk kerjasama yang lain dalam Pembangunan Pasar Parang adalah

kerjasama dalam keamanan kebersihan pasar. Adanya pembagian tugas dalam

keamanan pasar dan kebersihan pasar. Tapi tidak berjalan dengan semestinya

karena petugas dari pengelola sering tidak mengerjakan tugasnya karena sudah

86

dimakan umur (sudah tua). Sedangkan perwakilan dari pedagang juga sibuk

dengan urusannya. Sedangkan keamanan, pasar sering tidak dijaga karena

menurut pedagang sudah aman jadi tidak perlu ada penjaga.

Pedagang pelataran, grosir-eceran skala kecil, buah-buahan :

“ Mbentuk kumpulan paguyuban dengan pengelola pasar yang mengurusi

keamanan dan kebersihan pasar, tapi sering kali nggak dijaga pasarnya, dari

pedagang juga sibuk, dari pengelola juga sudah tua, tapi emang sudah aman

pasarnya..” (Wawancara, 7 Maret 2010)

Pedagang pelataran, grosi-eceran skala kecil, kelontong :

“ Diajak bareng-bareng dengan pengelola menangani kebersihan pasar yang

semrawut, semuanya dibagi-bagi tugasnya, gantian yang jaga..” (Wawancara,

7 Maret 2010)

Menurut peneliti hubungan sosial Pemerintah dengan pedagang dalam

Pembangunan Pasar Parang dapat terlihat dari bentuk-bentuk kerjasama yang

terjadi antar pemerintah, pengelola pasar dan pedagang. Bentuk kerjasama yang

terjadi antara lain gotong royong kerja bakti dalam membersihkan pasar. Gotong

royong ini dilakukan pengelola Pasar Parang dan sebagian kecil pedagang

seminggu sekali. Bantuan untuk menyiapkan tempat untuk sosialisasi di Pasar.

Dalam kerjasama ini pedagang memberi bantuan dengan menyiapkan tempat

untuk sosialisai dengan membersihkan tempat tersebut dan menyiapkan makanan

dan minuman. Bentuk lain adalah berkerjasama dalam pendataan pasar dan

pedagang dengan mengisi kuesioner dari pemkab untuk keperluan data pedagang,

Disini pedagang diminta untuk mengisi kuesioner yang di berikan oleh pemkab,

walaupun banyak pedagang yang tidak mengerti setidaknya mereka dapat

berpartisipasi dalam pengumpulan data pedagang tersebut dan nantinya data

tersebut dipergunakan untuk kepentingan pedagang juga. Selain itu, bentuk

kerjasam yang lain adalah meminta kepada DPRD untuk berkomunikasi dengan

87

Bupati atau Pemkab tentang bentuk pasar yang diinginkan pedagang. Dan DPRD

akan turun ke bawah meninjau pasar, yaitu ke Pasar Parang guna untuk melihat

secara langsung kondisi pasar, kerjasama untuk segera mengurus SIP pedagang

yang belum memiliki dan mengingatkan kepada pedagang lain. Selain itu bentuk

kerjasama yang lain adalah berkerjasama dalam keamanan dan kebersihan pasar.

Yaitu adanya pembagian tugas dalam keamanan pasar dan kebersihan pasar. Tapi

tidak berjalan dengan semestinya karena petugas dari pengelola sering tidak

mengerjakan tugasnya karena sudah dimakan umur (sudah tua). Sedangkan

perwakilan dari pedagang juga sibuk dengan urusannya. Sedangkan keamanan,

pasar sering tidak dijaga karena menurut pedagang sudah aman jadi tidak perlu

ada penjaga.

Lebih jelasnya dapat dilihat dalam Matrik 3.1 dibawah ini :

Matrik 3.1

Kerjasama dalam Hubungan Sosial Pemerintah dengan pedagang

dalam Pembangunan Pasar Parang Magetan

No. Informasi yang diperoleh

dari informan

Penjabaran

1. Gotong royong kerja bakti

dalam membersihkan pasar.

Gotong royong dilakukan pengelola Pasar

Parang dan sebagian kecil pedagang

seminggu sekali. Pedagang kurang begitu

aktif dalam mengikuti kegiatan ini karena

kesibukan masing-masing

2. Bantuan untuk menyiapkan

tempat untuk sosialisasi di

Pasar.

Pedagang berkerjasama dengan pengelola

pasar dalam penyiapan tempat sosialisasi di

Pasar.

3. Berkerjasama dalam

pendataan pasar dan

pedagang dengan mengisi

kuesioner dari pemkab

untuk keperluan data

pedagang.

Hal ini dilakukan untuk kelancaran

pendataan pasar dan pedagang untuk

keperluan relokasi pasar yang baru

4. Meminta kepada DPRD

untuk berkomunikasi

dengan Bupati atau Pemkab

Meminta kepada DPRD untuk

berkomunikasi dengan Bupati atau Pemkab

yang mengurusi Pembangunan supaya

88

tentang bentuk pasar yang

diinginkan pedagang. Dan

DPRD akan turun ke bawah

meninjau pasar, yaitu ke

Pasar Parang guna untuk

melihat secara langsung

kondisi pasar.

menerima masukan dari pedagang Pasar

Parang yaitu tentang bentuk pasar yang

diinginkan pedagang. Pedagang memberikan

kepercayaan penuh kepada DPRD dari

pedagang untuk menyalurkan aspirasinya.

Dan DPRD turun ke bawah untuk melihat

secara langsung kondisi pasar dan pedagang

sesuai dengan kesepakatan dengan wakil

pedagang

6. Kerjasama untuk segera

mengurus SIP pedagang

yang belum memiliki dan

mengingatkan kepada

pedagang lain

Pedagang diminta segera mengurus Surat

Ijin pedagang (SIP) untuk kelancaran dalam

pendataan pedagang dan juga mengingatkan

kepada pedagang lain.

7. Berkerjasama dalam

keamanan kebersihan pasar.

Adanya pembagian tugas dalam keamanan

pasar dan kebersihan pasar antara pedagang

dan pengelola pasar.

Sumber: Hasil Wawancara

2. Akomodasi dalam Hubungan Sosial Pemerintah dengan Pedagang

Dalam Pembangunan Pasar Parang

Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau sebagai suatu

proses. Sebagai keadaan, akomodasi adalah suatu bentuk keseimbangan dalam

interaksi antar individu atau kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma

sosial dan nilai sosial yang berlaku. Sebagai proses, akomodasi menunjuk pada

usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha

untuk mencapai kestabilan. Sebagai suatu proses, akomodasi mempunyai

beberapa bentuk antara lain Koersi, Kompromi, Arbiltrasi, Mediasi, Konsiliasi,

Torelansi, Stalemate dan Pengadilan. Dalam penelitian ini berusaha melihat ada

tidaknya dominasi kelompok dan bagaimana usaha-usaha yang dilakukan untuk

mencapai kestabilan dalam hubungan sosial dalam pembangunan Pasar Parang.

Penelitian ini berusaha mengungkapkan hubungan usaha-usaha yang

dilakukan untuk mencapai kestabilan dalam hubungan sosial dalam

89

pembangunan Pasar Parang antara Pemerintah dan pedagang. Seperti hasil

wawancara berikut ini :

Pedagang kios, grosir-eceran, skala besar, mebel :

“ Itu mas waktu kedua kali ke DPRD, oke pembangunan tetap jalan dengan

model yang sekarang, tapi pedagang minta supaya penempatan pedagang

nanti kita harus terlibat langsung..” . (Wawancara, 25 Januari 2010)

Pedagang kios, grosir-eceran , skala besar, pakaian :

“ Waktu itu kita minta harga kios dan los yang murah, katanya pedagang

akan dilibatkan dalam penentuan harga kios..” (Wawancara, 26 Januari 2010)

Pedagang los, grosir-eceran skala kecil, pakaian :

“ Ya penempatan posisi pedagang nanti harus melibatkan pedagang..”

(Wawancara, 24Januari 2010)

Pedagang los, grosir-eceran skala besar, sandal :

“ Penempatan pedagang sama Penetapan harga kios dan los..” (Wawancara,

24 Januari 2010)

Pedagang pelataran, grosir-eceran skala kecil, buah-buahan :

“ Penempatan posisi pedagang harus fair dan kita harus dilibatkan biar kia

sama-sama enak antara pemkab dan pedagang..” (Wawancara, 24 Januari

2010)

Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pembangunan Pasar

Parang Magetan tetap dilaksanakan tetapi pedagang meminta syarat kepada

Pemkab Magetan yaitu tentang penempatan posisi pedagang di lokasi pasar yang

baru dan penetapan harga kios dan los harus melibatkan pedagang. Menurut

pedagang penempatan posisi pedagang harus fair dan pedagang harus dilibatkan

untuk kenyamanan dan keamanan bersama. Selain kompromi-kompromi tersebut,

bentuk akomodasi yang lain adalah

90

Pedagang kios, grosir-eceran, skala besar, mebel :

“ Ya itu, kita ke DPRD supaya DPRD jadi penengah meminta supaya dapat

berkomunikasi dengan Pemkab tentang masukan-masukan

pedagang…(Wawancara, 6 Maret 2010)

Pedagang kios, grosir-eceran , skala besar, pakaian :

“ DPRD Magetan agar menyuarakan aspirasi pedagang pasar Parang yang

tidak setuju dengan bentuk Pasar yang akan dijadikan seperti Pasar Produk

Unggulan (PPU), pelebaran pasar pengennya..” (Wawancara, 6 Maret 2010)

Pedagang los, grosir-eceran skala kecil, pakaian :

“ Dulu ada isu tentang pasar akan dijadikan seperti Pasar produk unggulan

Maospati, kita tidak setuju karena tidak cocok dengan keadaan geografis

Parang, pengennya ya pasar kayak kondisi lama, trus kita ke DPRD untuk

meminta kejelasan…” (Wawancara, 6 Maret 2010)

Pedagang los, grosir-eceran skala besar, sandal :

“ DPRD mas kita pernah ke sana dua kali meminta keterangan Pembangunan

pasar Parang..” (Wawancara, 7 Maret 2010)

Pedagang pelataran, grosir-eceran skala kecil, buah-buahan :

“ Ya DPRD, pernah ke sana bersama paguyuban..” (Wawancara, 7 Maret

2010)

Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pedagang melakukan

komunikasi pedagang dengan pihak ketiga yaitu DPRD Kabupaten Magetan

untuk menyalurkan aspirasi berkaitan dengan Pembangunan Pasar parang

Magetan. Menurut pedagang sudah dua kali melakukan komunikasi dengan

DPRD Magetan. Dalam komunikasi tersebut pedagang tidak menyetujui tentang

bentuk pasar Parang yang direncanakan akan dibangun. Bentuk akomodasi lain,

pedagang yang sering berkomunikasi dengan pengelola pasar yaitu mengeluh

tentang masalah kebersihan Pasar Parang. Sesuai penuturan berikut ini:

91

Pedagang kios, grosir-eceran, skala besar, mebel :

“ Ada mas pertemuan sama pengelola membahas kebersihan pasar yang

semrawut..” (Wawancara, 6 Maret 2010)

Pedagang kios, grosir-eceran , skala besar, pakaian :

“ Sudah bicara dengan pengelola pasar enaknya gimana, sering sekali saya

bicara, waktu itu ada masalah antar pedagang tentang barang dagangan yang

ditinggal di pinggir jalan, itu kan merusak keindahan pasar, juga mengganggu

kendaraan yang lewat, tapi sampai sekarang pengelola belum kasih

tindakan..” (Wawancara, 6 Maret 2010)

Pedagang los, grosir-eceran skala kecil, pakaian :

“ Kalau ada masalah antar pedagang mesti bicara kepada

pengelola..”(Wawancara, 6 Maret 2010)

Pedagang los, grosir-eceran skala besar, sandal :

“ Biasanya pedagang bicara dulu pada paguyuban kemudian wakil

paguyuban bicara dengan pengelola pasar..” (Wawancara, 7 Maret 2010)

Pedagang pelataran, grosir-eceran skala kecil, buah-buahan :

“ Masalah kebersihan yang sering dipermasalahkan dengan pengelola

mas..”(Wawancara, 7 Maret 2010)

Pedagang pelataran, grosi-eceran skala kecil, kelontong :

“ Pedagang sebenarnya kurang puas dengan pelayanan pasar..”

(Wawancara, 7 Maret 2010)

Dari hasil wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa antara pedagang dan

pengelola pasar masih ada masalah yang belum terselesaikan mengenai

kebersihan pasar. Pedagang merasa pelayanan pasar khususunya kebersihan

belum memuaskan pedagang. Pedang seringkali meminta kepada pengelola pasar

untuk menyelesaikannya tetapi belum ada tindakan dari pengelola pasar. Selain

itu, dalam usaha-usaha akomodasi tersebut, terlihat adanya sikap toleransi atau

92

saling menghargai kepentingan masing-masing dan pendapat, baik dari

Pemerintah maupun dari pedagang. Hal tersebut dapat dilihat dari penuturan:

Pedagang kios, grosir-eceran, skala besar, mebel :

“ Ketika ke DPRD bisa menerima aspirasi dari wakil pedagang..”

(Wawancara, 6 Maret 2010)

Pedagang los, grosir-eceran skala kecil, pakaian :

“ Banyak permintaan dari pedagang tapi tetap bisa berjalan dengan sopan

dan menghargai mas..” (Wawancara, 6 Maret 2010)

Pedagang pelataran, grosir-eceran skala kecil, buah-buahan :

“ DPRD mas dapat menerima kedatangan kita dengan baik tidak dihalang-

halangi..” (Wawancara, 7 Maret 2010)

Menurut peneliti, hubungan sosial Pemerintah dengan pedagang dalam

Pembangunan Pasar Parang dapat terlihat dari bentuk-bentuk akomodasi dalam

usaha-usaha menstabilkan kondisi di antar pemerintah, pengelola pasar dan

pedagang. Bentuk-bentuk akomodasi dalam usaha-usaha menstabilkan kondisi di

antar pemerintah, pengelola pasar dan pedagang yaitu pembangunan Pasar Parang

Magetan tetap dilaksanakan dengan kompromi-kompromi tertentu dari pedagang,

Komunikasi pedagang dengan pihak ketiga yaitu DPRD Kabupaten Magetan,

Pedagang sering berkomunikasi dengan pengelola pasar yaitu mengeluh tentang

masalah kebersihan Pasar Parang, dan Toleransi atau saling menghargai

kepentingan masing-masing dan pendapat baik dari Pemerintah maupun dari

pedagang.

Pembangunan Pasar Parang Magetan tetap dilaksanakan dengan

kompromi-kompromi tertentu dari pedagang Pembangunan Pasar Parang

93

Magetan tetap dilaksanakan tetapi pedagang meminya syarat yaitu tentang

penempatan posisi pedagang di lokasi pasar yang baru dan penetapan harga kios

dan los harus melibatkan pedagang. Menurut pedagang penempatan posisi

pedagang harus fair dan pedagang harus dilibatkan untuk kenyamanan dan

keamanan bersama. Bentuk akomodasi lain, yaitu pedagang sering berkomunikasi

dengan pengelola pasar yaitu mengeluh tentang masalah kebersihan Pasar Parang

Magetan. Antara pedagang dan pengelola pasar masih ada masalah yang belum

terselesaikan mengenai kebersihan pasar. Pedagang merasa pelayanan pasar

khususunya kebersihan belum memuaskan pedagang. Pedang seringkali meminta

kepada pengelola pasar untuk menyelesaikannya tetapi belum ada tindakan dari

pengelola pasar.

Dalam bentuk akomodasi tersebut, turut melibatkan pihak ketiga sebagai

penegah dan penyalur aspirasi pedagang yaitu DPRD Kabupaten Magetan.

Komunikasi pedagang dengan pihak ketiga yaitu DPRD Kabupaten Magetan.

Dalam komunikasi tersebut pedagang tidak menyetujui tentang bentuk pasar

Parang yang direncanakan akan dibangun dan meminta kepada DPRD untuk

berkomunikasi dengan Bupati atau Pemkab atau dinas terkait Pembangunan Pasar

Parang Magetan. berkomunikasi dengan Bupati atau Pemkab atau dinas terkait

Pembangunan Pasar Parang. Dalam usaha-usaha akomodasi tersebut, terlihat

adanya sikap toleransi atau saling menghargai kepentingan masing-masing dan

pendapat, baik dari Pemerintah maupun dari pedagang. Dengan adanya sikap

saling menghargai cara bersikap akan timbul rasa simpati dan akan sangat

berguna bagi kerjasama antara keduanya

94

Lebih jelasnya dapat dilihat dalam Matrik 3.2 dibawah ini :

Matrik 3.2

Akomodasi dalam Hubungan Pemerintah dan pedagang dalam

Pembangunan Pasar Parang Magetan

No. Informasi yang diperoleh

dari informan

Penjabaran

1. Pembangunan Pasar Parang

tetap dilaksanakan dengan

kompromi-kompromi

tertentu dari pedagang

Dalam usaha tersebut yang dihasilkan adalah

pembangunan Pasar Parang tetap

dilaksanakan tetapi penempatan posisi

pedagang di lokasi pasar yang baru dan

penetapan harga kios dan los harus

melibatkan pedagang.

2. Komunikasi pedagang

dengan pihak ketiga yaitu

DPRD Kabupaten Magetan

Pedagang juga merupakan rakyat dan DPRD

sebagai wakil rakyat hendaknya menyalurkan

aspirasi mereka. Pedagang menginginkan

tidak ada pembangunan pasar hanya ada

pengembangan pasar atau perbaikan pasar dan

meminta kepada DPRD untuk berkomunikasi

dengan Bupati atau Pemkab atau dinas terkait

Pembangunan Pasar Parang.

3. Pedagang sering

berkomunikasi dengan

pengelola pasar yaitu

mengeluh tentang masalah

kebersihan Pasar Parang.

Pengelolaan kebersihan oleh pengelola pasar

belum maksimal dilakukan karena petugas

dari pengelola sering tidak mengerjakan

tugasnya karena sudah dimakan umur (sudah

tua). Menurut pedagang pelayanan pasar dan

kebersihan belum memuaskan, Walaupun

sudah ada pembagian tugas antar pengelola

dan pedagang tapi tidak dapat dilaksanakan

dengan baik.

4. Toleransi atau saling

menghargai kepentingan

masing-masing dan

pendapat baik dari

Pemerintah maupun dari

pedagang

Toleransi bermakna sebagai penghargaan

terhadap orang lain, memberikan kesempatan

kepada orang lain untuk berbicara serta

menyadari bahwa pada dasarnya setiap orang

mempunyai kepentingan yang berbeda.

Dengan adanya sikap saling menghargai cara

bersikap akan timbul rasa simpati dan akan

sangat berguna bagi kerjasama antara

keduanya

Sumber: Hasil Penelitian

95

3. Asimilasi dalam Hubungan Sosial Antar Pemerintah dengan

pedagang dalam Pembangunan Pasar Parang Magetan

Asimilasi adalah proses sosial yang timbul apabila ada kelompok

masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul

secara interaktif dalam jangka waktu lama. Dengan demikian, lambat laun

kebudayaan asli akan berubah sifat dan wujudnya menjadi kebudayaan baru yang

merupakan perpaduan kebudayaan dan masyarakat dengan tidak lagi membeda-

bedakan antara unsur budaya lama dengan kebudayaan baru.

Pergaulan antara pedagang dengan pejabat pasar yang berlangsung lama

tentu akan mempengaruhi hubungan sosial diantara mereka. Budaya pedagang

akan terasimilasi oleh budaya pejabat pasat, tapi semua itu tidak ada masalah jika

terdapat adanya sikap menghargai kepada pedagang dari pejabat, selain itu adanya

keterbukaan kepada pedagang dan bila ada masalah dapat dibicarakan dengan

baik. Selain itu juga nilai keramahan. Hal ini penting untuk mendapatkan maupun

menjaga agar pedagang menerima dengan baik kunjungan dari pejabat pasar.

Penelitian ini berusaha mengungkapkan hubungan sosial berdasarkan

kebudayaan yang berbeda, yaitu hubungan sosial yang terjalin antar Pemerintah

dengan pedagang di Pasar Parang. Hubungan sosial sosial itu berupa cara atau

gaya bicara dan cara pendekatan pejabat ketika pedagang dan Pemerintah bertemu

dan biasanya apa yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut. Seperti hasil

wawancara berikut ini :

Pedagang kios, grosir-eceran, skala besar, mebel :

“ Biasanya sok akrab gitu mas, tanya-tanya jualan apa, jualannya laku apa

enggak, trus mulai tanya-tanya yang lain...” (Wawancara, 25 Januari 2010)

96

Pedagang kios, grosir-eceran , skala besar, pakaian :

“ Gapryak mas sama pedagang, jadi, jadi enak kalau diajak ngobrol supaya

hubungannya baik...”(Wawancara, 26 Januari 2010)

Hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa bentuk asimilasi yang terjadi

dalam pembangunan Pasar Parang yaitu ketika pedagang dan pejabat bertemu dan

sikap yang ditunjukkan oleh pedagang bahwa gaya bicara Pejabat dengan

pedagang sok akrab, selalu menyapa pedagang sebelum ia sapa, bertanya-tanya

soal jualan hari ini laris apa tidak. Menurut pedagang sikap itu ditujukkan kepada

pedagang agar dapat menjaga hubungan baik antara pedagang , pengelola pasar

dan Pemkab Magetan. Adapun yang dibicarakan ketika Pemkab dan pedagang

bertemu adalah:

Pedagang kios, grosir-eceran, skala besar, mebel :

“ Tanya setuju enggak perpindahan pasar itu, bagaiman menurut pedagang

kalau pasar pindah...” (Wawancara, 25 Januari 2010)

Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa hal-hal yang dibahas

ketika Pemkab dan pedagang bertemu adalah tentang setuju tidaknya perpindahan

pasar Parang ke lokasi yang baru, harga kios atau los di pasar yang baru dan

rencana pengaturan posisi pedagang. Hal tersebut dapat tersirat bahwa adanya

suatu keterbukaan informasi yang dutunjukkan oleh pejabat pasar tentang masalah

Pembangunan Pasar Parang Magetan.. Selain itu, sikap pedagang terhadap

Pemkab tentang masalah pembangunan Pasar Parang magetan jika bertemu adalah

Pedagang los, grosir-eceran skala kecil, pakaian :

“ Biasanya langsung saya datangi kalau dengar ada orang Pemkab kesini,

tanya macem-macem, pernah waktu itu tanya harga kios atau los mas,..”

(Wawancara, 26 Januari 2010)

97

Pedagang los, grosir-eceran skala besar, sandal :

“ Biasa saja mas, beliau bilang setelah pembangunan selesai akan dibentuk

tim dari pemkab untuk mengurusi proses perpindahan pedagang dan

penempatannya, tim tersebut akan melibatkan pedagang dalam hal

pengaturan posisi pedagang ...” (Wawancara, 24 Januari 2010)

Pedagang los, grosir-eceran skala kecil, pakaian :

“ Harga kios atau los mas, kalau bisa semurah-murahnya, tidak ada yang

ditutup-tutupi, biar tidak ada isu-isu lagi, ada yang bilang harga kios 90 juta,

mana sanggup pedagang bayar sewa segitu, tapi katanya cuma isu saja..”

(Wawancara, 26 Januari 2010)

Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa ada sikap antusias

dan keingintahuan dari pedagang. Pedagang langsung mendatangi pejabat pasar

yang datang ke pasar karena pedagang merasa perlu mencari informasi-informasi

dari pejabat pasar untuk meluruskan isu-isu yang berkembang tentang

pembangunan Pasar Parang khususnya tentang masalahharga kios dan

penempatan posisi pedagang bila pasar sudah bisa ditempati. Selain itu benntuk

asimilasi yang terjadi di pembangunan Pasar parang adalah:

Pedagang pelataran, grosir-eceran skala kecil, buah-buahan :

“ Yang paling penting bisa menghargai pedagang saja, tidak ada yang

ditutup-tutupi, terbuka gitu mas terhadap segala hal yang berhubungan

dengan pembangunan pasar...” (Wawancara, 24 Januari 2010)

Pedagang pelataran, grosi-eceran skala kecil, kelontong :

“ Ramah mas, terbuka..(Wawancara, 24 Januari 2010)

Berdasarkan hasil wawancara di atas, menurut peneliti bentuk asimilasi

yang terjadi dalam Pembangunan Pasar Parang magetan adalah sikap keterbukaan

kepada pedagang dari Pemkab Magetan. Dalam hal ini terbuka dalam masala-

masalah tentang Pembangunan Pasar parang Magetan.

98

Menurut peneliti, hubungan sosial Pemerintah dengan pedagang dalam

Pembangunan Pasar Parang dapat terlihat dari bentuk-bentuk asimilasi adalah

sikap Sok akrab atau gapryak, sikap antusias dan keingintahuan dari pedagang

dan sikap keterbukaan kepada pedagang.

Sikap sok akrab atau gapryak, selalu menyapa pedagang sebelum ia sapa,

bertanya-tanya soal jualan hari ini laris apa tidak. Menurut pedagang sikap itu

ditujukan kepada pedagang agar dapat menjaga hubungan baik antara pedagang ,

pengelola pasar dan Pemkab Magetan. Bentuk asimilasi lain adalah sikap antusias

dan keingintahuan dari pedagang. Pedagang langsung mendatangi pejabat pasar

yang datang ke pasar karena pedagang merasa perlu mencari informasi-informasi

dari pejabat pasar untuk meluruskan isu-isu yang berkembang tentang

pembangunan Pasar Parang khususnya tentang masalahharga kios dan

penempatan posisi pedagang bila pasar sudah bisa ditempati. Kemudian sikap

keterbukaan kepada pedagang. Dalam hal ini terbuka dalam masala-masalah

tentang Pembangunan Pasar parang Magetan. Dengan keterbukaan kepada

pedagang akan menimbulkan kepercayaan kepada pemerintah, hal tersebut akan

sangat berguna bagi kerjasama antara keduanya. Adapun keterbukaan yang

dimaksud adalah soal harga kios atau los. Selain itu penempatan posisi pedagang

yang harus melibatkan pedagang.

99

Lebih jelasnya dapat dilihat dalam Matrik 3.3 dibawah ini :

Tabel 3.3

Asimilasi dalam Hubungan Pemerintah dan pedagang dalam

Pembangunan Pasar Parang Magetan

No. Informasi Yang

diperoleh dari informan

Penjabaran

1. Adanya sikap Sok akrab

atau dalam bahasa jawa

disebut gapryak, menyapa

dengan sopan dan ramah

kepada pedagang.

Selalu menyapa pedagang sebelum ia

disapa, sikap tersebut akan mencairkan

kondisi agar pedagang merasa adanya sikap

dihargai oleh pejabat dan tidak ada jarak

lagi antara mereka.

2. Ada sikap antusias dan

keingintahuan dari

pedagang

Sikap tersebut dipicu karena dari Pemkab

belum ada penjelasan resmi kepada

pedagang tentang pembangunan Pasar

Parang

3. Adanya sikap keterbukaan

kepada pedagang

Dengan keterbukaan kepada pedagang akan

menimbulkan kepercayaan kepada

pemerintah, hal tersebut akan sangat

berguna bagi kerjasama antara keduanya.

Adapun keterbukaan yang dimaksud adalah

soal harga kios atau los. Selain itu

penempatan posisi pedagang yang harus

melibatkan pedagang.

Sumber : Hasil Penelitian

4. Akulturasi dalam Hubungan Sosial Antara Pemerintah dengan

pedagang Dalam Pembangunan Pasar Parang

Akulturasi adalah suatu keadaan diterimanya unsur-unsur budaya asing ke

dalam kebudayaan sendiri. Diterimanya unsur-unsur budaya asing tersebut

berjalan secara lambat dan disesuaikan dengan kebudayaan sendiri, sehingga

kepribadian budaya sendiri tidak hilang. Akulturasi juga diartikan sebagai

pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur kebudayaan yang berasal

dari pertemuan dua atau beberapa kebudayaan yang saling berhubungan atau

100

saling betemu. DeVito (1997:479), akulturasi mengacu pada proses di mana kultur

seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur

lain. Budaya luar yang dimaksud adalah budaya yang dibawa oleh pejabat-pejabat

pasar dalam menghadapi pedagang. Tentunya pedagang juga mempunyai budaya

dasar yang sudah kental dan tidak bisa dirubah-rubah. Begitu sebaliknya dengan

budaya-budaya pejabat. Tapi pergaulan tersebut disesuaikan dengan kebudayaan

sendiri, sehingga kepribadian budaya sendiri tidak hilang.

Dalam penelitian ini berusaha melihat bentuk akulturasi yang terjadi yaitu

cara bersikap yang terjadi antara pedagang dengan pejabat pasar jika bertemu dan

saling bertukar informasi ketika terjalin suatu kontak maupun komunikasi. Selain

itu cara pejabat menarik perhatian dari pedagang. Sesuai dengan hasil wawancara

sebagai berikut:

Pedagang kios, grosir-eceran, skala besar, mebel :

“ Ya biasanya ndeketin beliau trus curhat-curhat, ngeluh-ngeluh gitu mas,

namanya juga orang kecil mas.....” (Wawancara, 25 Januari 2010)

Pedagang kios, grosir-eceran , skala besar, pakaian :

“ Biasa saja mas, paling cuma bertegur sapa, sambat, namanya juga orang

kecil mas bisanya cuma gitu saja, minta bantuan sama orang atas supaya

dibantu..” (Wawancara, 26 Januari 2010)

Pedagang los, grosir-eceran skala kecil, pakaian :

“ Paling ya ngobrol-ngobrol sambat tentang kekurangan pelayanan

pasar....”(Wawancara, 24 Januari 2010)

Dari hasil wawancara diatas dapat dikatakan bahwa bentuk akulturasi yang

terjadi dalam pembangunan Pembangunan Pasar Parang Magetan adalah adanya

sikap ngeluh atau sambat dari pedagang kepada pejabat. Pedagang yang sadar

101

akan keadaannya sebagai orang kurang mampu sehingga meminta bantuan kepada

pejabat pasar. Selain itu bentuk akulturasi lain adalah sikap menarik perhatian

atau simpati dari pejabat kepada pedagang. Sesuai penuturan dari:

Pedagang los, grosir-eceran skala besar, sandal :

“ Pernah mas ada orang pemkab kesini tapi tidak dalam pakaian dinas, ya

biasa mas ngobrol-ngobrol sama pedagang...” (Wawancara, 24 Januari 2010)

Pedagang pelataran, grosir-eceran skala kecil, buah-buahan :

“ Waktu itu ada orang pemkab datang ke pasar terus ngobrol-ngobrol, kan

pedagang kurang puas dengan kondisi kebersihan pasar masih semrawut

merusak pandangan, ada pedagang yang meninggalkan barang dagangannya

di pinggir jalan, langsung menegur pengelola pasar untuk mengatasinya...”

(Wawancara, 24 Januari 2010)

Dari hasil wawancara diatas dapat dikatakakan bahwa adanya sikap

menarik perhatian atau simpati dari pejabat kepada pedagang. Adanya upaya dari

pejabat untuk menarik perhatian dari pedagang, misalnya tidak mengenakan

pakaian dinas. upaya dari pejabat untuk mendekatkan diri kepada pedagang dan

menjada hubungan baik dengan pedagang.

Selain itu, pemberian pelayanan secara langsung dengan menegur

pengelola pasar yang meurut pedagang kurang puas dengan pelayanan kebersihan

pasar. Teguran kepada pengelola pasar tersebut menunjukkan adanya sikap

perhatian dari pejabat kepada pedagang. Hal ini akan turut membantu dalam

kerjasama antar keduanya dalam pembangunan Pasar Parang magetan. Kemudian

bentuk akulturasi lain adalah timbal balik pemberian informasi. Sesuai penuturan:

Pedagang pelataran, grosi-eceran skala kecil, kelontong :

“ Saling meminta dan memberi informasi mas, ya tentang perkembangan

pasar yang mencapai berapa persen, langkah selanjutnya bagaimana,

102

kemudian pedagang member informasi tentang langkah-langkah pedagang..”

(Wawancara, 24 Januari 2010)

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa bantuk akulturasi lain

adalah saling bertukar informasi mengenai masalah perkembangan pasar dan

pedagang, langkah-langkah selanjutnya yang diambil oleh Pemkab dan pedagang

bagaimana. Dengan bertukar informasi tentu akan memudahkan kerjasama dan

meningkatkan kepercayaan kepada Pemkab dari pedagang dalam Pembangunan

Pasar Parang Magetan.

Menurut peneliti, hubungan sosial Pemerintah dengan pedagang dalam

Pembangunan Pasar Parang dapat terlihat dari bentuk-bentuk akulturasi adalah

sikap ngeluh atau sambat dari pedagang kepada pejabat, sikap menarik perhatian

atau simpati dari pejabat kepada pedagang dan Timbal balik pemberian informasi.

Sikap ngeluh atau sambat dari pedagang kepada pejabat. Pedagang yang

sadar akan keadaannya sebagai orang kurang mampu sehingga meminta bantuan

kepada pejabat pasar. Bentuk akulturasi lain adalah sikap menarik perhatian atau

simpati dari pejabat kepada pedagang. Adanya upaya dari pejabat untuk menarik

perhatian dari pedagang, misalnya tidak mengenakan pakaian dinas. Upaya dari

pejabat untuk mendekatkan diri kepada pedagang dan menjaga hubungan baik

dengan pedagang.

Selain itu, pemberian pelayanan secara langsung dengan menegur

pengelola pasar yang meurut pedagang kurang puas dengan pelayanan kebersihan

pasar. Teguran kepada pengelola pasar tersebut menunjukkan adanya sikap

perhatian dari pejabat kepada pedagang. Hal ini akan turut membantu dalam

kerjasama antar keduanya dalam pembangunan Pasar Parang magetan. Kemudian

103

bentuk akulturasi lain adalah timbal balik pemberian informasi. Saling bertukar

informasi mengenai masalah perkembangan pasar dan pedagang, langkah-langkah

selanjutnya yang diambil oleh Pemkab dan pedagang bagaimana. Dengan bertukar

informasi tentu akan memudahkan kerjasama dan meningkatkan kepercayaan

kepada Pemkab dari pedagang dalam Pembangunan Pasar Parang Magetan.

Lebih jelasnya dapat dilihat dalam Matrik 3.4 dibawah ini :

Matrik 3.4

Akulturasi dalam Hubungan Pemerintah dan pedagang dalam

Pembangunan Pasar Parang Magetan

No. Informasi Yang diperoleh

dari informan

Penjabaran

1. Adanya sikap ngeluh atau

sambat dari pedagang kepada

pejabat

Ngeluh atau sambat merupakan sikap dasar

seorang yang mempunyai kelemahan dan

merasa orang kecil yang harus diayomi oleh

pejabat pasar. pedagang yang sadar akan

keadaannya sebagai orang kurang mampu

sehingga meminta bantuan kepada pejabat

pasar.

2. Sikap menarik perhatian atau

simpati dari pejabat kepada

pedagang

Adanya upaya dari pejabat untuk menarik

perhatian dari pedagang, misalnya tidak

mengenakan pakaian dinas. upaya dari

pejabat untuk mendekatkan diri kepada

pedagang. Selain itu, Pemberian pelayanan

secara langsung tersebut menunjukkan

Menunjukkan adanya sikap perhatian dari

pejabat kepada pedagang

3. Timbal balik pemberian

informasi

Bertukar informasi mengenai masalah

perkembangan pasar dan pedagang,

langkah-langkah selanjutnya yang diambil

oleh Pemkab dan pedagang bagaimana.

Sumber : Hasil Penelitian

104

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Keterkaiatan Hubungan Sosial dan Solidaritas Sosial

Dalam bab 1 telah dijelaskan tentang teori solidaritas sosial merupakan

pemikiran Emile Durkheim (1858-1917) dalam mengembangkan teori sosiologi.

Emile Durkheim (dalam Lawang, 1994:181) menyatakan bahwa solidaritas sosial

merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan/ atau kelompok yang

didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan

diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada

keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan

bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan

yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan

melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar

mereka. Dalam masyarakat, manusia hidup bersama dan berinteraksi, sehingga

timbul rasa kebersamaan diantar mereka. Rasa kebersamaan ini milik masyarakat

yang secara sadar menimbulkan perasaan kolektif. Selanjutnya, perasaan kolektif

yang merupakan akibat (resultant) dari kebersamaan, merupakan hasil aksi dan

reaksi diantara kesadaran individual. Jika setiap kesadaran individual itu

menggemakan perasaan kolektif, hal itu bersumber dari dorongan khusus yang

berasal dari perasaan kolektif tersebut. Guna memelihara nilai-nilai solidaritas

sosial dan partisipasi masyarakat secara sukarela dalam pembangunan di era

sekarang ini perlu ditumbuhkan dari interaksi sosial yang berlangsung karena

105

ikatan kultural sehingga munculnya kebersamaan komunitas yang unsur-unsurnya

meliputi: seperasaan, sepenanggungan, dan saling butuh. Pada akhirnya menum-

buhkan kembali solidaritas sosial.

Hubungan sosial menunjukkan adanya interaksi antar manusia. Menurut

Gillin dan Gillin (1964; 740), hubungan sosial adalah hubungan yang dinamis

yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok, dan antara orang

dengan kelompok. Proses hubungan sosial terjadi secara langsung dengan tatap

muka. Syarat terjadinya hubungan sosial adalah melalui kontak sosial dan

komunikasi sosial. Bentuk hubungan sosial sendiri dari terdiri dari Kerjasama,

Akomodasi, Asimilasi dan Akulturasi.

Bila dikaji, hubungan sosial memiliki komponen yang sama dengan

solidaritas sosial. Dalam hal bentuk-bentuk kerjasama, akomodasi, asimilasi dan

akulturasi, terdapat komponen dari solidaritas sosial berupa keterikatan dan

kepercayaan nilai-nilai masyarakat, pengalaman emosional bersama, adanya

interaksi sehingga timbul rasa kebersamaan, rasa sepenanggungan dan saling

membutuhkan. Adanya kesamaan-kesamaan komponen tersebut maka dalam

penelitian ini hubungan sosial juga dijelaskan dengan teori solidaritas sosial.

Hubungan sosial dalam pembangunan pasar tradisional merupakan

hubungan antara pemerintah dengan pedagang, dapat dilihat dari kontak dan

komunikasi yang telah terjadi diantara keduanya. Dalam Kontak dan komunikasi

yang terjadi yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan usaha-usaha yang

dilakukan untuk mencapai suatu tujuan bersama. Hubungan sosial juga dapat

dilihat pada kontak dan komunikasi yang menunjuk pada totalitas kepercayaan-

106

kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama. Ikatan utamanya adalah

kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral. Komponen-komponen

tersebut membentuk suatu kontak sosial dan komunikasi sosial sebagai kesadaran

kolektif bersama untuk menjalin solidaritas bersama. Jadi masing-masing individu

diserap dalam kepribadian kolektif. Argumentasi Durkheim, diantaranya pada

kesadaran kolektif yang berlainan dengan dari kesadaran individual terlihat pada

tingkah laku kelompok.

B. Analisa Solidaritas Sosial

Menurut Durkheim, berdasarkan hasilnya, solidaritas sosial dapat dibedakan

menjadi solidaritas positif dan solidaritas negatif. Solidaritas negatif tidak

menghasilkan integrasi apapun, dan dengan demikian tidak memiliki kekhususan,

sedangkan solidaritas positif dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri: (1) yang satu

mengikat individu pada masyarakat secara langsung, tanpa perantara. Pada

solidaritas positif yang lainnya, individu tergantung dari masyarakat, karena

individu tergantung dari bagian-bagian yang membentuk masyarakat tersebut, (2)

solidaritas positif yang kedua adalah suatu sistem fungsi-fungsi yang berbeda dan

khusus, yang menyatukan hubungan-hubungan yang tetap, walaupun sebenarnya

kedua masyarakat tersebut hanyalah satu saja. Keduanya hanya merupakan dua

wajah dari satu kenyataan yang sama, namun perlu dibedakan, (3) dari perbedaan

yang kedua itu muncul perbedaan yang ketiga, yang akan memberi ciri dan nama

kepada kedua solidaritas itu. Ciri-ciri tipe kolektif tersebut adalah individu

merupakan bagian dari masyarakat yang tidak terpisahkan, tetapi berbeda peranan

dan fungsinya dalam masyarakat, namun masih tetap dalam satu kesatuan.

107

Berdasarkan bentuknya, solidaritas sosial masyarakat terdiri dari dua bentuk

yaitu: (1) Solidaritas Sosial Mekanik, dan (2) Solidaritas Sosial Organik.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat dikatakan bentuk solidaritas

sosial adalah solidaritas positif karena kesatuan masyarakat tersebut menghasilkan

suatu integrasi atau dengan kata lain dalam kehidupan pasar tradisional disebut

sebagai masyarakat sederhana. Integrasi atau kesatuan masyarakat tersebut terlihat

dari bentuk hubungan sosial berupa kerjasama, akomodasi, asimilasi dan

akulturasi. Kesatuan masyarakat tersebut hidup bersama dan berinteraksi,

sehingga timbul rasa kebersamaan diantar mereka. Rasa kebersamaan ini milik

masyarakat yang secara sadar menimbulkan perasaan kolektif. Sedangkan bentuk

solidaritas positif yang dimaksud adalah bentuk solidaritas positif bentuk ketiga

karena ciri-cirinya individu merupakan bagian dari masyarakat yang tidak

terpisahkan, tetapi berbeda peranan dan fungsinya dalam masyarakat, namun

masih tetap dalam satu kesatuan.

Berdasarkan bentuk solidaritas sosial, dalam penelitian ini solidaritas sosial

yang dimaksud adalah Solidaritas mekanik. Dalam ciri-ciri Solidaritas mekanik,

manusia hidup bersama dan berinteraksi, sehingga timbul rasa kebersamaan

diantar mereka. Rasa kebersamaan ini milik masyarakat yang secara sadar

menimbulkan perasaan kolektif. Selanjutnya, perasaan kolektif yang merupakan

akibat (resultant) dari kebersamaan, merupakan hasil aksi dan reaksi diantara

kesadaran individual. Jika setiap kesadaran individual itu menggemakan perasaan

kolektif, hal itu bersumber dari dorongan khusus yang berasal dari perasaan

kolektif tersebut. Pada saat solidaritas mekanik memainkan peranannya,

108

kepribadian tiap individu boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri individu

lagi, melainkan hanya sekedar mahluk kolektif. Komponen-komponen tersebut

membentuk suatu kontak sosial dan komunikasi sosial sebagai kesadaran kolektif

bersama untuk menjalin solidaritas sosial. Yang dimaksud kesaradarn kolektif

disini adalah kesadaran kesatuan antara pemerintah Kabupaten Magetan degang

pedagang Pasar Parang. Dalam bentuk-bentuk hubungan sosial yang terjadi antara

pemerintah Kabupaten Magetan degang pedagang Pasar Parang Magetan terdapat

komponen dari solidaritas sosial berupa keterikatan dan kepercayaan nilai-nilai

masyarakat, pengalaman emosional bersama, adanya interaksi sehingga timbul

rasa kebersamaan, rasa sepenanggungan dan saling membutuhkan.

C. Hubungan sosial Pemerintah dan Pedagang dalam Pembangunan Pasar

Parang Magetan dikaji dengan Teori Solidaritas Sosial.

Bentuk hubungan sosial yang dikaji dengan Teori Solidaritas Sosial dalam

pembangunan Pasar Parang Magetan di bagi menjadi:

1. Kerjasama

Tabel 4.1 Kajian teori Solidaritas Sosial dalam Kerjasama

No

.

Informasi yang

diperoleh dari

informan

Pembahasan

1. Gotong royong

kerja bakti dalam

membersihkan

pasar.

Gotong royong membersihkan pasar dilakukan

pengelola Pasar Parang dan diikuti sebagian

kecil pedagang yang seharusnya dilaksanakan

seminggu sekali. Pedagang dan pengelola pasar

kurang begitu aktif dalam mengikuti kegiatan ini

karena alasan kesibukan masing-masing.

Hubungan sosial cenderung belum ada

keterikatan belum ada perasaan saling percaya

untuk melaksanakan gotong royong tersebut.

keterikatan dan kepercayaan nilai-nilai

109

masyarakat dan pengalaman emosional bersama

belum ada, terdapat interaksi tetapi belum timbul

rasa kebersamaan, rasa sepenanggungan dan

saling membutuhkan.

2. Bantuan tenaga

untuk

menyiapkan acara

untuk sosialisasi

di Pasar.

Pengelola pasar berkerjasama dengan pedagang

pasar dalam penyiapan acara sosialisasi di pasar

yang diselenggarakan Pemkab. Bantuan yang

diberikan pedagang adalah membersihkan

tempat untuk acara tersebut. Sedangkan

Pengelola pasar menyiapkan perlengkapan-

perlengkapan yang dibutuhkan. Oleh karena itu

terlihat adanya hubungan sosial yang cenderung

terikat dan terdapat kepercayaan antar Pemkab,

pengelola pasar dan pedagang dalam

menyukseskan acara sosialisasi. Hubungan

sosial sudah ada keterikatan dan perasaan saling

percaya untuk melaksanakan kerjasama tersebut.

keterikatan dan kepercayaan nilai-nilai

masyarakat dan pengalaman emosional bersama

sudah ada, terdapat interaksi sehingga timbul

rasa kebersamaan, rasa sepenanggungan dan

saling membutuhkan dalam menyiapkan acara

untuk sosialisasi di Pasar.

3. Berkerjasama

dalam pendataan

pasar dan

pedagang dengan

mengisi kuesioner

dari pemkab

untuk keperluan

data pedagang.

Tujuan pendataan pasar dan pedagang yaitu

untuk keperluan data relokasi pasar yang baru.

Bantuan pedagang yang diberikan adalah dengan

mengisi kuesioner. Sedangkan Pengelola

menyebarkan kuesioner tersebut. Menurut

pengelola pasar kuesioner tersebut sebagian

besar telah diisi dengan baik oleh pedagang.

Oleh sebab itu dalam hubungan kerjasama

tersebut cenderung sudah ada keterikatan

hubungan karena Pemkab telah memberi

kepercayaan kepada pedagang untuk mengisi

kuesioner tersebut. Hubungan sosial sudah ada

keterikatan dan perasaan saling percaya untuk

melaksanakan kerjasama tersebut. keterikatan

dan kepercayaan nilai-nilai masyarakat dan

pengalaman emosional bersama sudah ada,

terdapat interaksi sehingga timbul rasa

kebersamaan, rasa sepenanggungan dan saling

membutuhkan dalam kerjasama pendataan pasar.

110

4. Penyiapan acara

sosialisasi tentang

SIP (Surat ijin

Pedagang)

Dalam Sosialisasi yang diselenggarakan

Pemkab. Magetan ini, pengelola berkerjasama

dengan pedagang pasar dalam penyiapan acara

sosialisasi yang dilaksanakan di Pasar Parang.

Batuan yang diberikan pedagang adalah

membersihkan tempat untuk acara tersebut.

Sedangkan Pengelola pasar menyiapkan

perlengkapan-perlengkapan yang dibutuhkan.

Oleh sebab itu terdapat adanya hubungan

keterikatan dan kepercayaan bersama dalam

kelancaran kegiatan acara sosialisasi tentang SIP

(Surat ijin Pedagang) tersebut. Sehingga sudah

ada keterikatan dan perasaan saling percaya

untuk melaksanakan kerjasama tersebut.

keterikatan dan kepercayaan nilai-nilai

masyarakat dan pengalaman emosional bersama

sudah ada, terdapat interaksi sehingga timbul

rasa kebersamaan, rasa sepenanggungan dan

saling membutuhkan dalam Penyiapan acara

sosialisasi.

5. Kerjasama untuk

segera mengurus

SIP pedagang

yang belum

memiliki dan

mengingatkan

kepada pedagang

lain

Dalam hubungan ini pedagang diminta oleh

Pemkab untuk segera mengurus administrasi SIP

dalam rangka untuk kelancaran dalam pendataan

pedagang. Selain itu Pemkab minta kerjasama

dari pedagang untuk mengingatkan pedagang

lain yang belum memiliki SIP untuk

mengurusnya. Oleh sebab itu terlihat adanya

keterikatan yang erat, karena Pemkab telah

memberikan kepercayaan pedagang untuk

mengingatkan pedagang lain yang belum

memiliki SIP. Oleh karena itu, sudah ada

keterikatan dan perasaan saling percaya untuk

melaksanakan kerjasama tersebut. keterikatan

dan kepercayaan nilai-nilai masyarakat dan

pengalaman emosional bersama sudah ada,

terdapat interaksi sehingga timbul rasa

kebersamaan, rasa sepenanggungan dan saling

membutuhkan dalam kerjasama mengurus SIP

ini.

111

6. Kerjasama dalam

keamanan

kebersihan pasar.

Adanya pembagian tugas dalam keamanan pasar

dan kebersihan pasar. Tapi tidak berjalan dengan

semestinya karena petugas dari pengelola sering

tidak mengerjakan tugasnya karena sudah

dimakan umur (sudah tua). Sedangkan

perwakilan dari pedagang juga sibuk dengan

urusannya. Selain itu masalah keamanan pasar

juga sering tidak dijaga karena menurut

pedagang sudah aman jadi tidak perlu ada

penjaga. Oleh karena itu hubungan yang terjadi

cenderung terdapat kerenggangan dalam

hubungan tersebut selain itu belum ada perasaan

saling percaya untuk melaksanakan kegiatan

tersebut. Oleh karena itu, hubungan sosial

cenderung belum ada keterikatan belum ada

perasaan saling percaya untuk melaksanakan

kerjasama tersebut. Keterikatan dan kepercayaan

nilai-nilai masyarakat dan pengalaman

emosional bersama belum ada, terdapat adanya

interaksi tetapi belum timbul rasa kebersamaan,

rasa sepenanggungan dan saling membutuhkan

kerjasama dalam keamanan kebersihan pasar.

Sumber : Hasil Penelitian

2. Akomodasi

Tabel 4.2 Kajian Teori Solidaritas Sosial dalam Akomodasi

No. Informasi yang

diperoleh dari

informan

Penjabaran

1. Pembangunan

Pasar Parang

tetap

dilaksanakan

dengan

kompromi-

kompromi

tertentu dari

pedagang

Dalam usaha tersebut yang dihasilkan adalah

pembangunan Pasar Parang tetap dilaksanakan

tetapi penempatan posisi pedagang di lokasi

pasar yang baru dan penetapan harga kios dan

los harus melibatkan pedagang.

112

2. Komunikasi

pedagang dengan

pihak ketiga yaitu

DPRD Kabupaten

Magetan

Pedagang juga merupakan rakyat dan DPRD

sebagai wakil rakyat hendaknya menyalurkan

aspirasi mereka. Pedagang menginginkan tidak

ada pembangunan pasar hanya ada

pengembangan pasar atau perbaikan pasar dan

meminta kepada DPRD untuk berkomunikasi

dengan Bupati atau Pemkab atau dinas terkait

Pembangunan Pasar Parang. Kepercayaan penuh

kepada DPRD dari pedagang untuk menyalurkan

aspirasi mereka.

3. Pedagang sering

berkomunikasi

dengan pengelola

pasar yaitu

mengeluh tentang

masalah

kebersihan Pasar

Parang.

Pengelolaan kebersihan oleh pengelola pasar

belum maksimal dilakukan karena petugas dari

pengelola sering tidak mengerjakan tugasnya

karena sudah dimakan umur (sudah tua).

Menurut pedagang pelayanan pasar belum

memuaskan, pelayanan kebersihan belum

memuaskan, walaupun sudah ada pembagian

tugas antar Pengelola dan pedagang tapi tidak

dapat dilaksanakan dengan baik.

4. Toleransi atau

saling

menghargai

kepentingan

masing-masing

dan pendapat baik

dari Pemerintah

maupun dari

pedagang

Toleransi bermakna sebagai penghargaan

terhadap orang lain, memberikan kesempatan

kepada orang lain untuk berbicara serta

menyadari bahwa pada dasarnya setiap orang

mempunyai kepentingan yang berbeda. Dengan

adanya sikap saling menghargai cara bersikap

akan timbul rasa simpati dan akan sangat

berguna bagi kerjasama antara keduanya

Sumber : Hasil Penelitian

3. Asimilasi

Tabel 4.3 Kajian Teori Solidaritas Sosial dalam Asimilasi

No. Informasi Yang

diperoleh dari

informan

Penjabaran

1. Adanya sikap Sok

akrab atau dalam

bahasa jawa

disebut gapryak,

menyapa dengan

sopan dan ramah

kepada pedagang.

Selalu menyapa pedagang sebelum ia disapa,

sikap tersebut akan mencairkan kondisi agar

pedagang merasa adanya sikap dihargai oleh

pejabat dan tidak ada jarak lagi antara mereka.

113

2. Ada sikap antusias

dan keingintahuan

dari pedagang

Sikap tersebut dipicu karena dari Pemkab

belum ada penjelasan resmi kepada pedagang

tentang pembangunan Pasar Parang

3. Adanya sikap

keterbukaan

kepada pedagang

Dengan keterbukaan kepada pedagang akan

menimbulkan kepercayaan kepada pemerintah,

hal tersebut akan sangat berguna bagi kerjasama

antara keduanya. Adapun keterbukaan yang

dimaksud adalah soal harga kios atau los. Selain

itu penempatan posisi pedagang yang harus

melibatkan pedagang.

Sumber : Hasil Penelitian

4. Akulturasi

Tabel 4.4 Kajian teori Solidaritas Sosial dalam Akulturasi

No. Informasi Yang

diperoleh dari

informan

Penjabaran

1. Adanya sikap ngeluh

atau sambat dari

pedagang kepada

pejabat

Ngeluh atau sambat merupakan sikap dasar

seorang yang mempunyai kelemahan dan

merasa orang kecil yang harus diayomi oleh

pejabat pasar. pedagang yang sadar akan

keadaannya sebagai orang kurang mampu

sehingga meminta bantuan kepada pejabat

pasar.

2. Sikap menarik

perhatian atau

simpati dari pejabat

kepada pedagang

Adanya upaya dari pejabat untuk menarik

perhatian dari pedagang, misalnya tidak

mengenakan pakaian dinas. upaya dari pejabat

untuk mendekatkan diri kepada pedagang.

Selain itu, Pemberian pelayanan secara

langsung tersebut menunjukkan Menunjukkan

adanya sikap perhatian dari pejabat kepada

pedagang

3. Timbal balik dalam

pemberian informasi

Bertukar informasi mengenai masalah

perkembangan pasar dan pedagang, langkah-

langkah selanjutnya yang diambil oleh

Pemkab dan pedagang bagaimana.

Sumber : Hasil Penelitian

114

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan dengan judul “Hubungan

Sosial Pemerintah dan Pedagang dalam Pembangunan Pasar Parang Magetan”

bahwa bentuk-bentuk hubungan sosial memiliki komponen yang sama dengan

Teori Solidaritas Sosial. Dalam hal bentuk-bentuk kerjasama, akomodasi,

asimilasi dan akulturasi, terdapat komponen dari solidaritas sosial berupa

keterikatan dan kepercayaan nilai-nilai masyarakat, pengalaman emosional

bersama, adanya interaksi sehingga timbul rasa kebersamaan, rasa

sepenanggungan dan saling membutuhkan.

Dalam bentuk kerjasama antara lain gotong royong kerja bakti dalam

membersihkan pasar, bantuan tenaga untuk menyiapkan acara untuk sosialisasi di

Pasar, berkerjasama dalam pendataan pasar dan pedagang dengan mengisi

kuesioner dari pemkab untuk keperluan data pedagang, penyiapan acara

sosialisasi tentang SIP (Surat ijin Pedagang), kerjasama untuk segera mengurus

SIP pedagang yang belum memiliki dan mengingatkan kepada pedagang lain,

Kerjasama dalam keamanan kebersihan pasar. Dalam bentuk akomodasi antara

lain pembangunan Pasar Parang tetap dilaksanakan dengan kompromi-kompromi

tertentu dari pedagang, Komunikasi pedagang dengan pihak ketiga yaitu DPRD

Kabupaten Magetan, pedagang sering berkomunikasi dengan pengelola pasar

yaitu mengeluh tentang masalah kebersihan Pasar Parang, toleransi atau saling

115

menghargai kepentingan masing-masing dan pendapat baik dari Pemerintah

maupun dari pedagang. Dalam bentuk asimilasi antara lain adanya sikap sok

akrab atau dalam bahasa jawa disebut gapryak, menyapa dengan sopan dan ramah

kepada pedagang, ada sikap antusias dan keingintahuan dari pedagang, dan

adanya sikap keterbukaan kepada pedagang. Dalam bentuk akulturasi antara lain

adanya sikap ngeluh atau sambat dari pedagang kepada pejabat, sikap menarik

perhatian atau simpati dari pejabat kepada pedagang dan timbal balik dalam

pemberian informasi.

Keterkaitan Hubungan Sosial dan komponen Solidaritas Sosial dalam

Pembangunan Pasar Parang Magetan antara Pemerintah dan pedagang

disesuaiakan dengan bentuk-bentuk kerjasama, akomodasi, asimilasi dan

akulturasi. Dalam hubungan sosial masih ada kegiatan yang belum terdapat

keterikatan dan kepercayaan nilai-nilai masyarakat, ada interaksi sehingga timbul

rasa kebersamaan, rasa sepenanggungan dan saling membutuhkan dan adanya

pengalaman emosional bersama untuk mencapai tujuan bersama. Kurangnya

Kontak dan komunikasi menyebabkan kurangnya bentuk-bentuk hubungan sosial

yang sesuai dengan komponen Solidaritas Sosial. Pemerintah belum bisa mengerti

dan memahami keinginan pedagang Pasar Parang Magetan karena disebabkan

oleh kurangnya informasi pedagang tentang Pembangunan Pasar Parang ini.

116

B. IMPLIKASI

1. Implikasi Empiris

Hasil penelitian di lapangan dan pembahasan, hubungan sosial

Pemerintah dan Pedagang dalam Pembangunan Pasar Parang Magetan yaitu

kurang adanya komponen-komponen dalam solidaritas sosial yang sesuai dengan

penerapan bentuk hubungan sosial. Masih ada kegiatan yang belum terdapat

komponen keterikatan dan kepercayaan nilai-nilai masyarakat, interaksi, rasa

sepenanggungan dan saling membutuhkan dan adanya pengalaman emosional

bersama untuk mencapai tujuan bersama. Kurangnya Kontak dan komunikasi

sosial menyebabkan sedikitnya bentuk-bentuk hubungan sosial yang sesuai

dengan komponen Solidaritas Sosial. Pengelola pasar kurang bisa menjalin

hubungan sosial yang baik dengan pedagang. Pemerintah dan pedagang kurang

adanya kegiatan yang sesuai dengan penerapan keterikatan dan kepercayaan nilai-

nilai masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. Pemerintah kurang

menyelenggarakan acara dalam mensosialisasikan pembangunan pasar Parang

sedangkan Pedagang kurang berisiatif dalam menjalin hubungan yang intens

dengan pemerintah.

2. Implikasi Teoritis

Penelitian tentang “Hubungan Sosial Asosiatif Pemerintah dan Pedagang

dalam Pembangunan Pasar Parang Magetan”, menguunakan teori sentral Emile

Durkheim tentang solidaritas sosial. Teori ini menyatakan bahwa solidaritas sosial

merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan/ atau kelompok yang

didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan

117

diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada

keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan

bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan

yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan

melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar

mereka. Tetapi dari hasil penelitian banyak ditemukan unsur-unsur dari modal

sosial dari hubungan sosial yang terjadi. Oleh sebab itu selain menggunakan teori

Emile Durkheim tentang solidaritas sosial, seharusnya peneliti juga menggunakan

teori Modal Sosial. Modal sosial merupakan Teori dari Fukuyama. Teori ini

menjelaskan bahwa modal sosial merupakan segala sesuatu yang membuat

masyarakat melakukan kerjasama membangun suatu jaringan dalam suatu pola

timbal balik untuk mencapai tujuan bersama bardasarkan kepercayaan, nilai-nilai,

norma-norma dan semangat proaktif. Diharapkan dengan menyertakan teori

tersebut peneliti dapat melihat hubungan sosial yang terjadi dapat dikaji lebih

mendalam dan bisa merujuk pada relasi-relasi sosial, institusi, norma sosial dan

saling percaya antara orang dan atau kelompok lain serta mempunyai efek positif

terhadap peningkatan kehidupan dalam komunitas.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat diketahui bahwa hubungan sosial

Pemerintah dan pedagang dalam pembangunan pasar tradisional merupakan

hubungan yang teratur, yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan suatu

kontak sosial dan komunikasi sosial sebagai kesadaran kolektif bersama untuk

menjalin solidaritas bersama antar Pemerintah dan pedagang pasar dalam

mencapai tujuan bersama yaitu demi kelancaran pembangunan pasar.

118

3. Implikasi Metodologis

Penelitian yang telah dilaksanakan ini merupakan penelitian kualitatif

dengan jenis deskriptif yang berupa kata-kata tertulis ataupun lisan mengenai

Hubungan Sosial Pemerintah dan Pedagang Dalam Pembangunan Pasar Parang

Magetan yang berasal dari para informan.

Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen dalam

pengumpulan data dengan cara observasi tidak berpartisipasi dan wawancara

mendalam dengan obyek yang diteliti, disamping itu peneliti juga menggunakan

dokumentasi sebagai bahan pelengkap untuk penelitian ini. Informan dipilih

berdasarkan teknik maximum variation sampling. Pengambilan data menggunakan

teknik wawancara mendalam yang dibantu dengan interview guide yang berupa

pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya yang digunakan

sebagai panduan dalam melaksanakan wawancara.

Wawancara dilakukan secara informal, yaitu percakapan biasa yang

dilakukan secara santai tetapi tetap bertujuan menggali data sebanyak-banyaknya.

Peneliti melakukan wawancara terhadap pedagang kios, los dan pelataran yang

khususnya pedagang grosir-eceran skala besar dan kecil di Pasar Parang Magetan.

Data yang berhasil dikumpulkan berupa field note direduksi secara terus-menerus

dan dibuatkan tabel tersendiri baru kemudian disajikan. Data yang berhasil

ditemukan agar memiliki kredibilitas dan validitas yang tinggi, maka dilakukan

trianggulasi yaitu dengan trianggulasi sumber. Trianggulasi dengan cara

pembandingan hasil dari wawancara mendalam dan observasi/pengamatan dengan

119

melakukan kroscek dengan sumber lain yang berkaitan dengan masalah penelitian

ini. Kroscek dilakukan kepada Pengelola Pasar, Ketua Paguyuban Pedagang Pasar

Parang, Pemerintah Kabupaten Magetan yang diwakili oleh pejabat Dinas

DPPKAD (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Kab.

Magetan.

Diverifikasi selama penelitian berlangsung. Dalam proses reduksi data,

penyajian dan penarikan kesimpulan saling dihubung-hubungkan hingga proses

analisis selesai. Setelah itu, disajikan dengan hasil temuan di lapangan. Pada

akhirnya ditarik kesimpulan mengenai Hubungan Sosial dalam Pembangunan

Pasar Tradisional.

Dengan menggunakan metode ini, Hubungan Sosial dalam Pembangunan

Pasar Tradisional diungkapkan secara umum dan luas, serta dapat melihat bentuk

solidaritas yang dilakukan Pemerintah dan pedagang dan usaha-usaha yang

dilakukan untuk menstabilkan kondisi bila terjadi dominasi kelompok tertentu.

Selain itu pertemuan budaya yang berbeda yang menimbulkan sikap-sikap dan

tindakan dari pemerintah maupun pedagang.

C. SARAN

Mengacu pada hasil dan kesimpulan di atas, penulis merekomendasikan

saran sebagai alternatif tindakan sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah Kabupaten Magetan diharapkan dapat menyelenggarakan

acara sosialisasi dan acara saraseharan bersama pedagang secara berkala

120

sehingga dapat berkoordinasi dengan pedagang dalam upaya-upaya untuk

memperlancar Pembangunan Pasar Parang Magetan.

2. Bagi pedagang di Pasar Parang diharapkan turut serta berpartisipasi aktif

dalam kegiatan-kegiatan yang dapat menjalin sikap gotong-royong baik

dengan sesama pedagang maupun dengan pengelola pasar, seperti

berpartisipasi secara aktif dalam kerja bakti.

3. Dapat antar Pemerintah daerah diharapkan dapat menjalin hubungan yang

baik dengan Pedagang Pasar parang Magetan dengan mengadakan kunjungan

secara rutin ke Pasar Parang Magetan.

4. Untuk Penelitian dengan kajian dan pokok bahasan yang sama, sebaiknya

turut menyertakan teori modal sosial sehingga bisa melihat bentuk hubungan

sosial yang terjadi dapat dikaji lebih mendalam.

121

DAFTAR PUSTAKA

Bintarto, R., 1989. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta : Ghalia

Indonesia

Damsar. 2006. Sosiologi Ekonomi. Jakarta : Rajawali Pers

House, Floyd Nelson. 2007. Social Relations and Social Interaction.

www.brocku.ca/MeadProject/House/House.html. American Journal of

Sociology, 31 (1926): 617-633.

Irwan, Alexander. 2000. Budaya Pasar. Jakarta : PT Pustaka LP3ES.

Johnson, Paul D. 1994. Teori Sosiologi: Klasik dan Modern, Jilid I dan II. (Terj.

Robert M.Z. Lawang). Jakarta : Gramedia

Juju, Suryawati & Maryati.2004. Sosiologi SMA. Jakarta: PT Gelora Aksara

Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Pabjan, Barbara. 2005. http://www.science24.com/paper/2476.M ea s ur i ng The

S o c i a l R e l a t i on s : S o c i a l Di s t an ce in S o s i a l S t ru c t ur e , A

S tu d y o f Pr i s on . http://www.science24.com/paper/2476. Poland

Journal of Sociology , Vol. 36.

Siagian, P Sondang. 2004. Interaksi Sosial. Jakarta : Rineka cipta

Slamet, Y. 2001. Teknik Pengambilan Sampel Untuk penelitian kuantitatif dan

kualitataif. PT Pabelan. Surakarta .

Slamet, Y. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta : Sebelas Maret University

Press

122

Soekanto, Soerjono.1985. Kamus Sosiologi. Jakarta: CV Rajawali

Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo

Sunarto Kamanto, 2004. Sosiologi Suatu Pengantar Edisi Revisi, Penerbitan

Fakultas Ekonomi VI.

Syani Abdul, 2002. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta : Penerbit

PT. Bumi Aksara

Wijaya, Mahendra. 2007. Perspektif Sosiologi Ekonomi. Surakarta : Lindu

Pustaka.

Internet

Amirin, Tatang M. 2009. “Sampel, sampling, dan populasi penelitian (Bagian II:

Teknik sampling II).” tatangmanguny.wordpress.com. Diakses pada tanggal

2009 Februari 2009 pukul 15.00 WIB.

Anonim. 2007 .Definisi/Pengertian Masalah Sosial dan Jenis/Macam Masalah

Sosial Dalam Masyarakat. http://organisasi.org. Diakses pada tanggal 2009

Februari 2009 pukul 15.00 WIB.

Darwis, Rudi Saprudin 2007. Solidaritas Sosial Masyarakat Di Daerah Sekitar

Industri. http://blogs.unpad.ac.id. Diakses pada tanggal 2009 Februari 2009

pukul 15.00 WIB.

Febriana, Enny. 2006. Interaksi Sosial. http://www.docstoc.com. Diakses pada

tanggal 20 Januari 2009 pukul 19.00 WIB.

Rabbi, Akbar. 2009. Pengertian Proses Sosial dan Interaksi Sosial.

http://akbarabii.ngeblogs.com. Diakses pada tanggal 2009 Februari 2009

pukul 15.00 WIB.

123

Surat Kabar

Radar Madiun, 31 Agustus 2009. ” Bangun Pasar Parang Magetan, Alokasikan

Rp 7,4 M”.

Radar Madiun, 3 Maret 2010. ”Pembangunan Pasar Parang Dikebut, Pemkab

Gelontor Satu Milyar”.

Radar Madiun, 31 Desember 2008. ” Disorot, Anggaran Pembangunan Pasar

Parang Rp 20 M ”.

Radar Madiun, 12 Januari 2010. ” Pembangunan Pasar Parang Ditarget 2011

Rampung AWASI

KETAT”.

Radar Madiun, 13 Januari 2005. ”Tradisi Wage Pon Pasar Parang Bikin Macet”.

Radar Madiun, 11 Juli 2007. ”Pedagang Pasrah”.

Radar Madiun, 10 September 2009. “Bupati Magetan Sidak Ke Pasar

Tradisional”.

Jurnal Internasional

http://www.science24.com/paper/2476

www.brocku.ca/MeadProject/House/House.html

Peraturan Bupati

Peraturan Bupati No. 60 Tahun 2005 Tentang Tugas Pokok Dan Fungsi

Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Magetan.

Peraturan Bupati Magetan Nomor 101 Tahun 2008 Tentang Pembentukan

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengelola Pasar Pada

Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Magetan.

124

Dokumen Lain-lain

Executive Summary Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study)

Pembangunan Pasar Parang Magetan Tahun Anggaran 2006.

Laporan Akhir Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study)

Pembangunan Pasar Parang Magetan Tahun Anggaran 2006.