61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PENGARUH PUPUK BIOSULFO TERHADAP KETERSEDIAAN DAN SERAPAN FOSFOR DAN BELERANG SERTA HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PENGARUH PUPUK BIOSULFO TERHADAP KETERSEDIAAN DAN

SERAPAN FOSFOR DAN BELERANG SERTA HASIL BAWANG

MERAH (Allium ascalonicum L.)

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah

Disusun oleh :

VISI ANGGRAINI

H0207071

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

SKRIPSI

PENGARUH FORMULA BIOSULFO TERHADAP SERAPAN P DAN S

SERTA HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

Visi Anggraini

H 0207071

Mengetahui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Ir. Sumarno, MS Ir. Suwarto, MP

NIP : 19540518 198503 1 002 NIP: 19540416 198601 1001

Surakarta, November 2011

Mengetahui,

Komisi Sarjana

Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah

Ketua,

Ir. Sri Hartati, MP

NIP. 195909 198603 2 002

Page 3: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGARUH PUPUK BIOSULFO TERHADAP KETERSEDIAAN DAN

SERAPAN FOSFOR DAN BELERANG SERTA HASIL BAWANG

MERAH (Allium ascalonicum L.)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

Visi Anggraini

H 0207071

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

pada tanggal : .......................................

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua Anggota I Anggota II

Ir. Sumarno, MS Ir. Suwarto, MP Ir. Sudadi, MP

NIP. 19540518 198603 2 002 NIP. 19540416 198601 1001 NIP.19620307 199010 1 001

Surakarta, Oktober 2011

Mengetahui

Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, MS

NIP. 19560225 198601 1 001

Page 4: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan puji syukur ke hadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian sekaligus penyusunan skripsi. Shalawat serta

salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Dengan segala

kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir. Sumarno, MS selaku pembimbing utama yang telah dengan sabar

membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Suwarto, MP selaku Pembimbing Pendamping I yang telah membimbing

hingga selesainya skripsi ini.

4. Ir. Sudadi, MP selaku Pembimbing Pendamping II yang telah membimbing

dan memberikan kesempatan bagi saya untuk membantu melaksanakan

penelitian beliau, saya pribadi mengucapkan banyak terima kasih.

5. Prof. Dr. Ir. S. Minardi, MP selaku pembimbing akademik yang telah

membimbing dari awal semester hingga kini, yang selalu memberi nasehat

buat saya dan memberi dukungan moral serta mendoakan yang terbaik buat

masa depan saya.

6. Bapak dan ibu tercinta yang telah memberikan dukungan moral dan material

untuk membantu mewujudkan cita-cita penulis, yang saya tidak akan tahu

kapan bisa membahagiakan kedua orang tua saya serta memberikan seperti

apa yang telah mereka berikan kepada saya dari kecil hingga bisa menjadi

seorang sarjana dan kedua kakak serta adikku tersayang atas doa dan kasih

sayang yang selalu dicurahkan untukku. Saya sayang kalian bapak ibu, saya

sangat berterima kasih buat semuanya.

7. Tri Widodo, my lovely yang dengan setia telah membantu dan memberi

support kepada saya serta tidak bosan-bosannya untuk menemani dan saling

bertukar pikiran dalam pengerjaan skripsi ini.

Page 5: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

8. Teman kos saya Widowati “wiwid” Sesotyaning Ratri yang selalu memberi

dukungan moral kepada saya setiap saat serta sahabat saya Ratna Tiwi P

yang ikut serta membantu dalam penyelesaian skripsi saya ini.

9. Teman kos saya di kos “Underground” serta teman kos “Filantropi” yang

telah membantu saya dalam penulisan skripsi ini.

10. Teman-teman “IMOET’07” yang telah memberikan spirit dan motivasi bagi

penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak

kekurangannya, walaupun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan para pembaca pada

umumnya.

Surakarta, Oktober 2011

Penulis

Page 6: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii

KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. v

DAFTAR TABEL .................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ viii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ ix

RINGKASAN ........................................................................................................... x

SUMMARY .............................................................................................................. xi

I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1

B. Perumusan Masalah .......................................................................................... 2

C. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 2

D. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 3

II. LANDASAN TEORI .......................................................................................... 4

A. Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 4

1. Biosulfo ........................................................................................................ 4

2. Entisols ......................................................................................................... 6

3. Sulfur Dalam Tanah dan Tanaman ............................................................... 7

4. Fosfor Dalam Tanah dan Tanaman .............................................................. 9

5. Batuan Fosfat Alam dan Sulfur Elementer ................................................... 10

6. Bawang Merah .............................................................................................. 12

B. Kerangka Berfikir ............................................................................................. 15

C. Hipotesis ........................................................................................................... 15

III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 16

A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 16

B. Bahan dan Alat ................................................................................................. 16

C. Perlakuan .......................................................................................................... 16

D. Rancangan Penelitian ....................................................................................... 18

Page 7: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

E. Tata Laksana Penelitian .................................................................................... 18

F. Variabel Pengamatan ........................................................................................ 21

G. Analisis Data .................................................................................................... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 22

A. Karakteristik Tanah Awal................................................................................. 22

B. Pengaruh Perlakuan Terhadap P Tersedia Tanah dan S Terlarut Air ............... 24

1. Fosfat Tersedia Tanah .................................................................................. 24

2. Sulfur Terlarut Air ....................................................................................... 26

3. pH H2O......................................................................................................... 28

C. Pengaruh Perlakuan Terhadap Serapan P dan Serapan S ................................. 30

1. Serapan P ..................................................................................................... 30

2. Serapan S ..................................................................................................... 33

D. Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertumbuhan Bawang Merah .......................... 36

1. Tinggi Tanaman ........................................................................................... 36

2. Berat Brangkasan Kering ............................................................................. 39

3. Jumlah anakan .............................................................................................. 40

E. Pengaruh Perlakuan Terhadap Hasil Bawang Merah ....................................... 42

1. Berat umbi panen bawang merah ................................................................. 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 46

A. Kesimpulan ....................................................................................................... 46

B. Saran ................................................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 48

LAMPIRAN .............................................................................................................. 53

Page 8: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Karakteristik Tanah Awal ........................................................................ 22

Page 9: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pengaruh penambahan biosulfo terhadap P tersedia tanah .................. 25

Gambar 2 Pengaruh penambahan biosulfo terhadap S terlarut air ....................... 27

Gambar 3 Pengaruh penambahan biosulfo terhadap pH tanah ............................ 30

Gambar 4 Pengaruh penambahan biosulfo terhadap Kadar P .............................. 32

Gambar 5 Pengaruh penambahan biosulfo terhadap Serapan P ........................... 33

Gambar 6 Pengaruh penambahan biosulfo terhadap Kadar S .............................. 35

Gambar 7 Pengaruh penambahan biosulfo terhadap Serapan S ........................... 36

Gambar 8 Pengaruh penambahan biosulfo terhadap Tinggi tanaman dalam

berbagai umur tanaman ...................................................................... 38

Gambar 9 Pengaruh penambahan biosulfo terhadap Tinggi tanaman fase

vegetatif .............................................................................................. 39

Gambar 10 Pengaruh penambahan biosulfo terhadap Berat Kering tanaman....... 40

Gambar 11 Pengaruh penambahan biosulfo terhadap Jumlah anakan tanaman

bawang merah ..................................................................................... 42

Gambar 12 Pengaruh penambahan biosulfo terhadap jumlah anakan saat panen 44

Gambar 13 Pengaruh penambahan biosulfo terhadap berat kering umbi panen

bawang merah ..................................................................................... 45

Page 10: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ringkasan Hasil Analisis Ragam ...................................................... 53 Lampiran 2 Rekapitulasi data pengamatan tanah awal terhadap variabel tanah .. 53 Lampiran 3 Rekapitulasi data pengamatan P tersedia tanah pada fase vegetatif

maksimum ........................................................................................ 54 Lampiran 4 Rekapitulasi data pengamatan S terlarut air pada fase vegetatif

maksimum ........................................................................................ 54 Lampiran 5 Rekapitulasi data pengamatan pH tanah pada fase vegetatif

maksimum ........................................................................................ 54 Lampiran 6 Rekapitulasi data pengamatan Serapan P pada fase vegetatif

maksimum ........................................................................................ 54 Lampiran 7 Rekapitulasi data pengamatan Serapan S pada fase vegetatif

maksimum ........................................................................................ 55 Lampiran 8 Rekapitulasi data pengamatan haasil tanaman bawang merah

(rerata 10 tanaman(g/10 tanaman)) .................................................. 55 Lampiran 9 Rekapitulasi data pengamatan berat tanaman bawang merah .......... 56 Lampiran 10 Rekapitulasi data pengamatan tinggi tanaman bawang merah ....... 57 Lampiran 11 Denah Penelitian Biosulfo di Palur ................................................. 58 Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian .................................................................. 59 Lampiran 13 Perhitungan Kebutuhan Pupuk ....................................................... 60

Lampiran 14 Analisis Usaha Tani Bawang Merah (Allium ascalonicum .L) ....... 63

Page 11: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

RINGKASAN

Visi Anggraini , H 0207071. Pengaruh Pupuk Biosulfo Terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfor Dan Belerang Serta Hasil Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.). Penelitian ini bawah bimbingan Ir. Sumarno, MS; Ir. Suwarto, MP. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk biosulfo terhadap ketersediaan dan serapan unsur fosfor dan sulfur pada tanah entisol untuk meningkatkan hasil produksi bawang merah.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2010 sampai Nopember 2010. Percobaan dalam penelitian ini dengan menggunakan rancangan dasar acak kelompok lengkap (RAKL) faktor tunggal dengan 6 perlakuan yang diulang empat kali. Deskripsi dari perlakuan tersebut adalah Kontrol (tanpa pupuk), B1 (BF60J11, BO0 BIO900), B2 (BF60J11, BO5 BIO900), B3 (BF80J31, BO0 BIO900), B4 (BF80J31, BO5 BIO900), dan SP-36. Penelitian ini menggunakan bibit bawang merah varietas Bima Curut. Variabel yang diamati adalah P tersedia, S terlarut, pH tanah, Serapan P, serapan S, tinggi tanaman, berat kering brangkasan, jumlah anakan, dan berat umbi bawang merah. Data dianalisis dengan Uji F dan DMRT pada aras kepercayaan 95 % untuk membandingkan rerata antara perlakuan bila ada perbedaan nyata.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk biosulfo berpengaruh sangat nyata terhadap P tersedia tanah, tinggi tanaman berat kering vegetatif dan berat kering umbi panen. Untuk pH H2O, serapan P, serapan S dan jumlah anakan berpengaruh nyata, sedangkan untuk S terlarut air berpengaruh tidak nyata. Ketersediaan P tersedia, Serapan P, Serapan S, tinggi tanaman, jumlah anakan dan umbi panen tertinggi pada perlakuan SP-36 bertutut-turut sebesar 6,771 ppm P2O5, 477,28 mg/tnmn, 261,51 µg/tnmn, 7,2 umbi/tnmn dan 35,75 g/tnmn. pH H2O pada kontrol mempunyai nilai tertinggi sebesar 6,095. S terlarut air pada perlakuan B3 mempunyai nilai tertinggi sebesar 0,2082 ppm SO4

2-, berat brangkasan tertinggi pada perlakuan SP-36 sebesar 15,53 g/tnmn.

Kata kunci: biosulfo, P dan S, hasil bawang merah

Page 12: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

SUMMARY

Visi Anggraini, H 0207071. Effect Of Fertilizer Biosulfo Availability and

Uptake of Phosphorus and Sulfur And The Onion (Allium Ascalonicum L.). This research under the guidance of Ir. Sumarno, MS; Ir. Suwarto, MP. Soil Science Department Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University of Surakarta. The purpose of this study was to determine the effect of fertilizer application on the availability and uptake biosulfo elements phosphorus and sulfur in the soil entisol to increase production of red onion.

The research was conducted from May 2010 until November 2010. Experiments in this study using a Randomized Complete Block Design (RCBD) a single factor with 6 treatments repeated four times. Description of treatment is control (without fertilizer), B1 (BF60J11, BO0 BIO900), B2 (BF60J11, BO5 BIO900), B3 (BF80J31, BO0 BIO900), B4 (BF80J31, BO5 BIO900), and SP-36. This study uses a variety of onion seeds curut Bima. Observed variables is available P, S dissolved, the pH of the soil, uptake of P, S uptake, plant height, stover dry weight, number of tillers, and weight of onion bulbs. Data were analyzed with F test and DMRT at 95% confidence level to compare the mean between treatments when there are real differences.

The results showed that administration of fertilizer biosulfo very real effect on available soil P, plant height, stover weight and tuber crops. For pH H2O, uptake of P, S uptake and highest yields of tubers is real effect, while for S of dissolved water effect is not real. The availability of P is available, uptake of P, S uptake, plant height, the number of tillers and the highest yields of tubers in the treatment of SP-36 of 6,771 ppm P2O5, 477,28 mg/tnmn, 261,51 µg/tnmn, 7,2 tubers/plant and 35,75 g/plant. pH H2O in control has the highest value of 6,095. S of dissolved water in the treatment of B3 has the highest value of 0,2082 ppm SO4

2-, stover weight highest in the treatment of SP-36 of 15,53 g/plant. Key words: biosulfo, P and S, the red onion

Page 13: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan akan bahan pangan dewasa ini semakin meningkat, hal ini

sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan penghasilan

tiap kapita. Selain kebutuhan pangan, masyarakat pun membutuhkan produk

pertanian lain, misalnya tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura, misal

bawang merah banyak digunakan masyarakat sebagai pelengkap dalam

memasak, selain itu juga digunakan sebagai mata pencaharian sebagian orang

tertentu. Oleh karena itu guna memenuhi kebutuhan bahan pangan yang terus

meningkat perlu diupayakan untuk mencari terobosan teknologi budidaya

yang mampu memberikan nilai tambah dan meningkatkan efisiensi usaha.

Salah satu jenis komoditas hortikultura yang banyak diminati

masyarakat adalah bawang merah. Bawang merah (Allium ascalonicum L.)

merupakan komoditas hortikultura yang memiliki banyak manfaat dan bernilai

ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar yang menarik. Selama ini

budidaya bawang merah diusahakan secara musiman (seasonal), yang pada

umumnya dilakukan pada musim kemarau (April-Oktober) (Anonim, 2009).

Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang mempunyai nilai

ekonomi yang tinggi sehingga dapat menaikkan pendapatan petani, tetapi

produksi dari beberapa jenis komoditas ini belum dapat mencukupi kebutuhan

pasar. Hal ini diakibatkan ada beberapa jenis tanah yang menunjukkan adanya

kekahatan P dan S yang mengganggu tercapainya produksi tanaman yang

optimum, sedangkan permintaan komoditas dari hortikultura terus meningkat

tiap tahunnya. Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka meningkatkan

hasil produksi hortikultura, diantaranya melalui pemupukan.

Selain permasalahan terhadap ketersediaan P, juga terjadi masalah

ketersediaan belerang karena adanya proses pelindian (leaching) terhadap

unsur sulfur (S) pada tanah pasiran. Sulfur merupakan salah satu unsur hara

makro primer yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhan dan

perkembangannya. Tetapi pada tanah pasiran sering terjadi kekahatan S,

Page 14: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

karena rendahnya bahan organik tanah dan pelindian yang hebat terhadap

SO42-

.. Tekstur tanah pasiran yang kasar akan memperbesar hilangnya unsur S

dari dalam tanah melalui pelindian sehingga ketersediaan S di dalam tanah

rendah.

Untuk menanggulangi terjadinya kekahatan unsur hara, maka

diperlukan adanya penambahan bahan organik. Salah satu cara yang bisa

digunakan untuk meningkatkan ketersediaan P dan S dengan menggunakan

pupuk biosulfo yang merupakan penggabungan dari bahan-bahan alami

berupa belerang elementer, batuan fosfat alami (BFA), jamur pengoksidasi

belerang dan jamur pelarut fosfat serta bahan organik yang berperan sebagai

agensia pelindung bagi kedua jenis jamur yang ada dalam formula pupuk dan

menjadi sumber nutrisi saat diaplikasikan dalam tanah (Sudadi, 2009). Unsur

P dan S merupakan unsur hara makro dimana sangat dibutuhkan untuk

tanaman dalam jumlah yang besar. Mengingat pentingnya kedua unsur hara

tersebut diharapkan pemberian pupuk Biosulfo yang berfungsi sebagai agensia

pelindung bagi kedua jenis jamur tersebut dalam formula pupuk dan

meningkatkan ketersediaan P dan S bagi tanaman bawang merah.

Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dikaji lebih lanjut mengenai

pengaruh pengkayaan pupuk organik dengan biosulfo terhadap ketersediaan

unsur fosfor dan sulfur pada tanah entisol sehingga dari hasil penelitian

tersebut diperoleh hasil panen yang maksimal.

B. Perumusan Masalah

Pada tanah entisol menunjukkan adanya kekahatan hara P dan S yang

dapat menurunkan hasil tanaman. Pemberian pupuk Biosulfo dan bahan

organik diharapkan dapat memecahkan permasalahan ini dan dapat

meningkatkan hasil bawang merah di tanah Entisol.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian

pupuk biosulfo terhadap ketersediaan unsur fosfat dan sulfur pada tanah

entisol untuk meningkatkan hasil produksi bawang merah.

Page 15: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberikan informasi mengenai ketersediaan P dan S pada tanah Entisol,

sebelum pemberian pupuk biosulfo.

2. Memberikan informasi mengenai ketersediaan P dan S pada tanah Entisol,

setelah pemberian pupuk biosulfo.

3. Memberikan konstribusi informasi bagaimana teknik pertanian berbasis

pertanian organik dengan perimbangan pupuk organik, yaitu dengan

penambahan biosulfo pada tanaman bawang merah.

Page 16: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

1. Biosulfo

Biosulfo merupakan campuran dari bahan-bahan alami berupa

belerang elementer (S0), batuan fosfat alam (BFA), jamur pengoksidasi

belerang dan jamur pelarut fosfat disertai bahan organik (onggok 80-90%,

bekatul 5-10% dan tapioka 0-5%) sebagai agensia pelindung bagi kedua

jenis jamur tersebut dalam formula pupuk dan menjadi sumber nutrisinya

saat diaplikasikan dalam tanah. Jamur pelarut fosfat Aspergillus niger sp.

dan jamur pengoksidasi belerang Penicillium nalgovensis yang dipadukan

bersama dalam satu formula awal pupuk biosulfo diharapkan dapat

meningkatkan unsur hara P dan S tersedia secara simultan. Kedua jamur

tersebut mampu melarutkan P dari senyawa P tidak larut, melalui

mineralisasi bahan organik senyawa P-organik dengan enzim fosfatase,

dan produksi asam organik hasil dekomposisi bahan organik dan asam

anorganik yang mampu melarutkan P anorganik, mengkelasi logam-logam

penjerap P seperti Al, Fe dan Ca serta menutup tapak jerapan P pada

kompleks jerapan tanah (Sudadi, 2008).

Selain mikrobia pelarut fosfat, jamur pengoksidasi belerang

diketahui mampu melarutkan P dari batuan fosfat alam (Wahyuningsih,

2006 cit Sumarno dan Sudadi, 2008). Penggabungan jamur dalam biosulfo

dimaksudkan untuk untuk lebih mendekatkan jamur dengan bahan organik

sebagai sumber karbon energi serta batuan fosfat yang akan dilarutkan

sebagai sumber P dan serbuk belerang yang akan dioksidasi sebagai

sumber S alamiah bagi tanaman. Kedua jenis jamur ini mampu

mengoksidasi belerang elementer menghasilkan asam sulfat yang dapat

meningkatkan kelarutan P dari pupuk fosfat alam sekaligus sebagai

sumber hara S bagi tanaman (Sumarno dan Sudadi, 2008).

Ion sulfat mudah terlindi (mobile) dan fosfat mudah terfiksasi

komponen tanah sehingga sering tidak tersedia bagi tanaman. Kedua hal

Page 17: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

ini dapat diatasi dengan penggunaan pupuk yang bersifat lepas hara

terkendali (slow release fertilizer). Biosulfo merupakan penggabungan

bahan-bahan alami berupa belerang elementer, batuan fosfat alam (BFA),

jamur pengoksidasi belerang dan jamur pelarut fosfat disertai bahan

organik sebagai agensia pelindung bagi kedua jenis jamur tersebut dalam

formula pupuk dan menjadi sumber nutrisi saat diaplikasikan pada tanah.

Penggunaan pupuk lepas hara terkendali yang berasal dari pupuk alami

dan proses penyediaan haranya yang juga alami diharapkan menjadi solusi

masalah kekahatan P dan S dan menjawab kebutuhan pupuk untuk sistem

pertanian organik yang saat ini mulai menjadi pilihan petani dalam

menghasilkan produk pertanian (Sumarno dan Sudadi, 2009).

Penggunaan pupuk biosulfo dalam formula pellet diharapkan dapat

memenuhi kebutuhan unsur hara P dan S sekaligus. Hal ini dikarenakan

pupuk biosulfo ini dibuat dengan sifat slow release sehingga kebutuhan

hara P dan S terpenuhi bagi tanaman sehingga dapat mengantisipasi

kekahatan P dan S yang umumnya tidak diberikan dalam bentuk pupuk

tunggal serta karena ion sulfat mudah terlindi (mobile) dan fosfat mudah

terfiksasi dalam tanah sehingga sering tidak tersedia bagi tanaman

(Sumarno dan Sudadi, 2009).

Kekahatan S dapat diatasi melalui penggunaan belerang elementer

(S0) yang disertai inokulum jamur pengoksidasi S0 Aspegillus japonicus

dan Penicillium nalgiovensis. Penelitian yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa kedua jenis jamur tersebut mampu mengoksidasi

belerang S0 menjadi sulfat tersedia secara signifikan (Sumarsih, 2001).

Penggunaan secara bersama-sama dalam satu formula pellet pupuk

biosulfo antara jamur pengoksidasi belerang dan jamur pelarut fosfat untuk

mengoksidasi belerang dan melarutkan P-batuan fosfat akan mampu

memenuhi kebutuhan P dan S sekaligus, sehingga dapat mengantisipasi

kekahatan S yang umumnya tidak diberikan dalam bentuk pupuk secara

tersendiri sebagaimana N, P dan K. Belerang merupakan hara makro

Page 18: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif besar (Hamdani,

2004).

Jenis jamur yang banyak diteliti adalah Aspergillus sp dan

Penicillium sp. Kelompok Penicillium sp mampu melarutkan 26-40%

Ca3(PO4)2, sedangkan Aspergillus sp melarutkan 18% Ca3(PO)4 (Chonkar

dan Subba Rao, 1967). Hasil penelitian Maningsih dan Anas (1996)

menunjukkan jamur Aspergillus niger dapat meningkatkan kelarutan P

dari AlPO4 sebesar 135%.

2. Entisols

Entisols merupakan tanah yang baru berkembang. Walaupun

demikian tanah ini tidak hanya berupa bahan asal atau bahan induk tanah

saja tapi harus sudah terjadi proses pembentukan tanah yang menghasilkan

epipedon okhrik. Banyak tanah entisol yang digunakan untuk usaha

pertanian, misalnya di daerah endapan sungai atau daerah rawa-rawa

pantai. Padi sawah banyak ditanam di daerah-daerah Alluvial ini

(Hardjowigeno, 1993).

Di Indonesia tanah entisol banyak diusahakan untuk areal

persawahan baik sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran

rendah. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi

rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara tersediakan rendah.

Potensi tanah yang berasal dari abu vulkan ini kaya akan hara tetapi belum

tersedia, pelapukan akan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan

organik sebagai penyedia asam-asam organik (Tan, 1986).

Entisol merupakan tanah-tanah yang cenderung menjadi tanah asal

yang baru. Tanah ini dicirikan oleh kekurang mudaan dan tanpa horison

genetik alamiah atau juga mereka hanya mempunyai horison-horison

permulaan. Pengertian Entisol adalah tanah-tanah dengan regolit dalam

atau bumi tidak dengan horison, kecuali mungkin lapis bajak. Beberapa

Entisol meskipun begitu mempunyai horison plaggen, agric atau horison E

Page 19: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

(albic), beberapa mempunyai batuan beku yang keras dekat permukaan

(Foth,1990).

Entisol merupakan salah satu contoh tanah yang belum mengalami

perkembangan. Bahan induknya kadang berasal dari abu vulkan, pasir

pantai atau bahan sedimen. Entisol mempunyai sifat fisik diantaranya :

teksturnya berpasir, strukturnya lepas sedangkan konsistensinya gembur

serta lepas. Nilai reaksi tanah sangat beragam mulai dari pH 2,5-8,5;

kejenuhan basa sedang hingga tinggi dengan kapasitas pertukaran kation

(KPK) sangat beragam karena sangat tergantung pada jenis mineral liat

yang mendominasinya, permeabilitasnya lambat dan peka terhadap erosi

karena jenis tanah ini belum membentuk agregat. Entisol ini cukup

mengandung unsur P dan K yang masih segar, yaitu dalam bentuk batuan

dan belum mengalami pelapukan sehingga belum siap untuk diserap

tanaman dan kekurangan unsur N (Munir, 1996).

Namun kadar P pada tanah entisol lebih sedikit bila dibandingkan

dengan kadar K yang tinggi karena sebagian besar dari tanah mineral

mempunyai kadar K yang tinggi (Hakim, dkk. 1986). Pada tanah entisol

banyak P yang bebas atau larut dan P yang terfiksasi tidak ada atau sedikit

terfiksasi sehingga jumlah P yang tersedia pada tanah awal sedikit. Bila

dilihat dari sifat fisik tanah Entisols, tanah ini bertekstur pasiran, sehingga

unsur hara dalam tanah yang bersifat larut dalam air mudah lolos sehingga

mudah kehilangan unsur hara (Indranata, 1986).

Tanah Entisol merupakan tanah yang relatif kurang

menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman, sehingga perlu upaya untuk

meningkatkan produktivitasnya dengan jalan pemupukan. Sistem

pertanian konvensional selama ini menggunakan pupuk kimia dan

pestisida yang makin tinggi takarannya. Peningkatan takaran ini

menyebabkan terakumulasinya hara yang berasal dari pupuk/pestisida di

perairan maupun air tanah, sehingga mengakibatkan terjadinya

pencemaran lingkungan. Tanah sendiri juga akan mengalami kejenuhan

dan kerusakan akibat masukan teknologi tinggi tersebut (Pradopo, 2000).

Page 20: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

3. Sulfur Dalam Tanah dan Tanaman

Sumber S berasal dari: 1. Perombakan bahan organik tanah, karena

90% dalam tanah berada dalam bentuk organik tersebut, 2. Pupuk S,

kompos dan biosalid, 3. Sulfat yang terjerap pada tapak pertukaran anion

dari oksida Al dan Fe, 4. Mineral S, pada musim kering sulfida dalam

bentuk anaerob, dan 5. Pengendapan dari atmosfer, industri dan hujan

asam. Unsur S dapat hilang karena adanya: 1. Erosi, hilang bersama bahan

organik, 2. Pelindihan, sulfat sangat mobil dalam tanah, sulfat merupakan

anion yang dominan pada air lindihan. Pelindihan meningkat jika

kandungan kation movalen (K+,Na+) besar, dan 3. Hilang karena volatisasi

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Keberadaan dan reaksi S didalam tanah berbeda dengan Ca dan

Mg. Ion SO42- relatif mobil dalam larutan tanah, seperti halnya N,

sehingga merupakan subjek dari reaksi-reaksi secara biologi dan oksida-

reduksi secara kimia. Sulfur anorganik dalam tanah, yang tersedia bagi

tanaman dalam bentuk anion SO42-, karena bentuk S ini bermuatan negatif

maka tidak ditarik oleh tapak-tapak permukaan liat tanah dan bahan

organik kecuali pada kondisi tertentu (masam). Sisa bentuk S ini terdapat

di dalam larutan tanah dan mudah bergerak bersama air tanah, sehingga

mudah tercuci. Pada tanah-tanah tertentu terjadi akumulasi SO42- pada

subsoil, sehingga hanya tersedia bagi tanaman yang mempunyai perakaran

dalam. Dalam tanah-tanah yang berkembang pada daerah arid sulfat-Ca,

Mg, K dan Na adalah dominan dalam bentuk S-anorganik(Winarso, 2005).

Keperluan tanaman terhadap hara sulfur (S) hampir sama dengan

kebutuhan P. Kadar S dalam tanah sekitar 0,06% yang terdapat dalam

bentuk sulfida, sulfat, dan senyawa organik. Keperluan S untuk tanaman

agak berlebihan karena S dianggap hanya diserap dari tanah, padahal S

dapat diserap dari udara bebas. Di dalam tanah, S dalam bentuk senyawa

sulfida, sulfat, dan senyawa organik. Pelapukan batuan selain melepaskan

hara P, K, Ca, Mg juga melepaskan S ke dalam larutan tanah dan

melepaskan gas SO2 dan H2S ke udara bebas. S akan dilepaskan ke

Page 21: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

atmosfer bila kandungan S dalam tanaman melebihi ambang batas

toleransi tanaman sehingga dapat meracuni tanaman itu sendiri, hewan,

dan manusia yang menghirupnya (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Belerang secara mineralogi dapat sebagai belerang murni (native

sulfur), ataupun terikat dalam suatu senyawa, seperti mineral-mineral

golongan sulfat (gipsum (CaSO4.2H2O), anhidrit (CaSO4), dan barit

(BaS)) dan sulfida (pirit (FeS2), pirotit, dan kalkopirit (CaFeS2)). Belerang

murni mempunyai sistem kristal ortorombik, biasanya dijumpai dalam

bentuk massa tak teratur dan kristal tak sempurna. Belerang digunakan

oleh tanaman untuk mengelola warna hijau tua pada tanaman atau untuk

membentuk protein utama (esensial). Secara ringkas, fungsi belerang pada

tanaman adalah sebagai berikut: bahan makanan utama untuk

memproduksi protein, membentuk enzim dan vitamin,membantu

pembentukan khlorofi, memperbaiki pertumbuhan akar dan produksi bibit,

membantu pertumbuhan cepat tanaman dan tahan terhadap dingin.

Belerang disuplai ke dalam tanah dari air hujan. Ini juga ditambahkan dari

beberapa pupuk buatan sebagai pengotor, terutama pada pupuk level

rendah. Penggunaan gipsum (CaSO4.2H2O) juga dapat meningkatkan

kadar belerang dalam tanah (Anonim, 2009).

4. Fosfor Dalam Tanah dan Tanaman

Ketersediaan P di dalam tanah umumnya rendah dan cenderung

bereaksi dengan komponen tanah membentuk senyawa yang tidak larut air

dan tidak tersedia bagi tanaman, sehingga membuat hara ini sering

menjadi topik utama pada pengelolaan kesuburan tanah (Tisdale, dkk.,

1990). Selain P, yang juga krusial untuk diatasi adalah kekahatan belerang

(S) (Moller, dkk., 2002).

Sumber utama P larutan tanah, di samping dari pelapukan bebatuan

atau batuan induk juga berasal dari mineralisasi P-organik hasil

dekomposisi sisa-sisa tanaman yang mengimobilisasikan P dari larutan

tanah dan hewan. Umumnya kadar P dalam bahan organik adalah 1% yang

Page 22: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

berarti dari 1 ton bahan organik tanah bernisbah C/N = 10 (matang) dapat

dibebaskan 10 kg P (setara 22 kg TSP). Jika tanah mengandung 1% bahan

organik, berarti terdapat 200 kg P-organik/ha yang dimineralisasikan

secara perlahan tergantung aktivitas jasad perombak bahan organik tanah

yang tercermin dari penuruna nisbah C/Nnya.(Hanafiah,2004)

Fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara

makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan

nitrogen dan kalium. Tetapi, fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan (key

of life). Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2

PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (H PO4

=). Menurut Tisdale (1985),

kemungkinan P masih dapat diserap dalam bentuk lain, yaitu bentuk

pirofosfat dan metafosfat. Bahkan ada pendapat lain (Thomson, 1982)

bahwa kemungkinan P diserap dalam bentuk senyawa fosfat organik yang

larut air, misalnya asam nukleat dan phitin

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Fosfor di dalam tanaman mempunyai fungsi sangat penting yaitu

dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpan energi,

pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di dalam tanaman

lainnya. Fosfor meningkatkan kualitas buah, sayuran, biji-bijian dan

sangat penting dalam pembentukan biji. Selain itu P sangat penting dalam

transfer sifat-sifat menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Fosfor membantu mempercepa6t perkembangan akar dan perkecambahan,

dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air, meningkatkan daya tahan

terhadap penyakit yang akhirnya meningkatkan kualitas hasil panen

(Winarso, 2005).

5. Batuan Fosfat Alam dan Belerang Elementer

Menurut Siregar (1981) pupuk fosfat alam didefinisikan sebagai

pupuk yang berasal dari batuan yang mengandung zat hara P2O5. Mineral

ini merupakan senyawa karbonat, flour, khlor atau hidroksi apatit yang

mempunyai kadar P2O5 berkisar 15-30 persen.

Page 23: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Batuan fosfat alam mempunyai struktur dasar Ca10(PO4)6F2.

Kemampuan batuan fosfat memasok anasir P tersedia tergantung pada pH

dan watak dari batuan itu (Mas”ud, 1993).

Mikroba pelarut P maupun melarutkan P yang tidak tersedia

dengan mengeluarkan asam organik, dan mikoriza berfungsi sebagai

fasilitator penyerapan P. Pelarutan P dengan pemasaman terjadi melalui

produksi asam-asam oganik seperti sitrat, malat, oksalat dan asetat serta

asam-asam anorganik seperti sulfat, fosfat, nitrat dan karbonat. Menurut

Alexander (1977), proses pelarutan P dengan asam anorganik dapat

digambarkan sebagai berikut :

Ca3(PO4)2 + 2HNO3 2CaHPO4 + Ca(NO3)2

Ca3(PO4)2 + 2HNO3 2Ca(H2PO4)2 + 2Ca(NO3)2

Ca3(PO4)2 + H2SO3 2CaHPO4 + 2CaSO4

Dan pelarutannya dengan asam organik menurut Effendi, dkk (1995);

Hanafi, dkk (1992) terjadi melalui reaksi sebagai berikut :

3 HOOC COOH + Ca3(PO4)2 3 Ca(OOC COO) + 2H3PO4

Ca10(PO4)6 + 10 H2SO4 + 20 H2O 10 CaSO4.2H2O + 6 H3PO4 + 2 HF

Hutami, dkk (2000) menunjukkan bahwa jamur Aspergilus niger

dapat dipeletkan bersama dengan serbuk batuan fosfat dan bahan organik

membentuk pupuk batuan fosfat yang telah mengandung jasad pelarut

fosfat. Aspergillus niger tersebut dapat bertahan hidup setelah masa

simpan 90 hari dalam bentuk pelet.

Belerang adalah senyawa yang multivalen non logam dan banyak

terdapat di alam, terutama daerah sekitar gunung berapi. Bentuk asli

belerang adalah kristal padat berwarna kuning, namun keberadaannya

dialam dapat berupa elemen murni atau sebagai sulfida dan mineral sulfat

(Anonim, 2009c).

Kekahatan S dapat diatasi melalui penggunaan belerang elementer

(S0) yang disertai inokulum jamur pengoksidasi S0 Aspegillus japonicus

dan Penicillium nalgiovensis. Penelitian yang telah dilakukan

Page 24: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

menunjukkan bahwa kedua jenis jamur tersebut mampu mengoksidasi

belerang S0 menjadi sulfat tersedia secara signifikan (Sumarsih, 2001).

Reaksi oksidasi belerang oleh jasad renik terjadi secara enzimatik

(Kilham, dkk, 1981). Reaksi oksidasi belerang elementer sebagai berikut :

2S0 + 3O2 + 2H2O 2H2SO4 Jasad renik pengoksidasi S

Ion sulfat yang yang dihasilkan menjadi sumber S yang tersedia

bagi tanaman. Selanjutnya ion H+ dari asam sulfat yang dihasilkan akan

melarutkan P dari BFA menurut reaksi berikut :

Ca10(PO4)6F2 + 12 H+ à 10 Ca2+ + 6 H2PO4- + 2 F-

(Wilson & Ellis, 1984; Hanafi, dkk., 1992; Lowell & Weil, 1995).

Hasil penelitian Sudadi, dkk. (2008) menunjukkan bahwa jamur

pengoksidasi belerang A.japonicus dan P. nalgiovensis mampu

meningkatkan P terlarut dari batuan fosfat alam secara signifikan.

6. Bawang merah

Kedudukan tanaman bawang merah dalam tata nama atau

sistematika tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Lilialaes

Familli : Lilialaes

Genus : Allium

Spesies : A. ascalonicum

Nama binomial: Allium ascalonicum L.

(Rukmana dkk, 1994).

Bawang merah (bahasa Inggris: Shallot) dikelaskan dalam famili

Alliaceae dalam order Asparagales. Nama ilmiahnya adalah Allium cepa

var. aggregatum. Bawang merah adalah lebih kecil dan lebih manis dari

bawang besar. Bawang merah merupakan sejenis tanaman semusim,

Page 25: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

memiliki umbi yang berlapis (bulb), berakar serabut, dengan daun

berbentuk silinder berongga (Rosmarkam dan Yuwono,2002).

Umbi bawang merah terbentuk daripada pangkal daun yang bersatu

dan membentuk batang yang berubah bentuk dan fungsinya, membesar

dan akhirnya membentuk umbi berlapis. Umbi bawang merah terbentuk

dari lapisan-lapisan daun yang membesar dan bersatu (Anonim. 2010).

Varietas bawang merah yang baik dibudidayakan pada musim

kemarau dan agak tahan terhadap musim penghujan antara lain :

1. Bawang merah varietas Sembrani adalah hasil silangan bawang merah

Thailand dengan bawang Bombay, umur tanam rata-rata 56 hari,

bentuk umbi : bulat, bagian leher agak besar; warna umbi merah pucat,

berat umbi rata-rata 5-30 gram/umbi, diameter umbi 2-3,5 cm; potensi

produksi umbi 9-24,4 ton/Ha. Bawang merah varietas Sembrani cocok

ditanam pada dataran rendah dan medium, baik pada musim hujan.

Wilayah pengembangan di Cirebon, Tegal dan Nganjuk.

2. Bawang merah varietas Katumi adalah hasil silangan bawang merah

varietas Singkil Gajah dan bawang merah Thailand, umur tanam 56

hari, bentuk umbi : bulat, bagian leher batang kecil; warna umbi

merah, berat umbi rata-rata 5-20 gram / umbi, diameter umbi 2-2,5 cm;

produksi bawang merah varietas Katumi sebesar 7-19,2 ton/Ha.

Bawang merah varietas Katumi cocok ditanam pada dataran rendah

dan agak tahan terhadap musim penghujan dan baik pada musim

kemarau. Wilayah pengembangan di Cirebon, Brebes, Tegal dan

Nganjuk.

3. Bawang merah varietas Ajiba-1 adalah hasil silangan bawang merah

kultivar Filipina dan bawang merah Thailand, umur tanam 60 hari,

bentuk umbi : bulat, bagian leher batang kecil; warna umbi merah,

berat umbi rata-rata 5-21 gram / umbi, diameter umbi 2-2,5 cm;

produksi bawang merah varietas Ajiba-1 sebesar 6-23,2 ton/Ha.

Bawang merah varietas Ajiba-1 cocok ditanam pada dataran rendah

dan medium, agak tahan terhadap musim penghujan dan baik pada

Page 26: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

musim kemarau. Wilayah pengembangan di Jawa Barat, Brebes, Tegal

dan Nganjuk.

(Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian, 2006).

Bawang Merah menyukai daerah yang beriklim kering dengan

suhu agak panas dan mendapat sinar matahari lebih dari 12 jam. Bawang

merah dapat tumbuh baik didataran rendah maupun dataran tinggi (0-900

mdpl) dengan curah hujan 300 - 2500 mm/th dan suhunya 25 derajat

celcius - 32 derajat celcius. Jenis tanah yang baik untuk budidaya bawang

merah adalah regosol, grumosol, latosol, dan aluvial, dengan pH 5.5 – 7

(Winarso, 2005).

Gulma yang tumbuh di sekitar tanaman bawang juga perlu dicabut,

karena gulma dapat mengganggu pertumbuhan bawang. Hama-hama yang

sering menyerang bawang adalah Ulat daun bawang Spodoptera exigua.

Sedangkan faktor alam yang paling merusak adalah angin. Panen bawang

merah dilakukan saat bawang berumur 65-75 hari atau 2 bulan setelah

tanam (Anonim. 2010).

Tanaman bawang merah membutuhkan fosfat dan belerang dalam

jumlah yang relative tinggi. Kebutuhan hara P tanaman bawang merah

adalah 17kg P2O5 dan belerang sebesar 20kg SO42- untuk menghasilkan

umbi bawang merah + 25ton/ha. Fosfor berperan penting dalam penyusun

asam nukleat (DNA dan RNA) dan senyawa penyimpan energi tinggi

(ATP) dalam tanaman sedangkan belerang merupakan penyusun protein.

Tanaman menyerap P dalam bentuk ion sulfat (SO42-) dan menyerap P

dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) atau ion ortofosfat sekunder

(HPO42-). Kemasaman tanah sangat berpengaruh terhadap perbandingan

serapan ion-ion tersebut, yaitu makin masam, kadar H2PO4- juga makin

besar sehingga makin banyak yang diserap tanaman dibandingkan HPO42-

(Winarso, 2005).

Bawang merah dapat dipanen setelah umurnya cukup tua, biasanya

pada umur 60-70 hari. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat

tanda-tanda 60 % leher batang lunak, tanaman rebah, dan daun

Page 27: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Budidaya tanaman bawang merah

Permasalahan : - Pencucian dan Pelindian P dan S

pada tanah berpasir

Efisiensi pemupukan P dan S rendah

Penambahan Pupuk Biosulfo

P dan S Tersedia Meningkat

menguning. Pemanenan sebaiknya dilaksanakan pada keadaan tanah

kering dan cuaca yang cerah untuk mencegah serangan penyakit busuk

umbi di gudang. Bawang merah yang telah dipanen kemudian diikat pada

batangnya untuk mempermudah penanganan. Selanjutnya umbi dijemur

sampai cukup kering (1-2 minggu) di bawah sinar matahari langsung,

kemudian dikelompokkan berdasarkan kualitas umbi (Sutarya dan

Grubben, 1995).

B. Kerangka Berfikir

Produksi hasil Bawang merah meningkat

Page 28: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

C. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran maka dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H0: Perlakuan pemberian pupuk biosulfo tidak berpengaruh terhadap

ketersediaan P dan S pada tanah Entisol.

H1: Perlakuan pemberian pupuk biosulfo berpengaruh terhadap ketersediaan

P dan S pada tanah Entisol.

Page 29: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2010 sampai November

2010. Penanaman tanaman bawang merah dan pengambilan sampel tanah

dilakukan di Desa Palur, Karanganyar, sedangkan analisis laboratorium

dilakukan di Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan : ctka tanah kering angin Φ 0,5 mm dan ctka lolos 2 mm, pupuk

biosulfo, kotoran sapi, pupuk urea, SP36, KCl, pestisida dan sejumlah

kemikalia untuk analisis laboratorium.

2. Alat : cangkul, timbangan analitik, oven, flakon, dan seperangkat alat

untuk analisis laboratorium.

C. Perlakuan

1. Kontrol adalah perlakuan tanpa penambahan bahan pupuk biosulfo, bahan

organik maupun pupuk dasar.

2. Biosulfo 1 (B1), dengan spesifikasi BF60J11, BO0BIO900* dengan

keterangan BF60 adalah 60% BFA (Batuan fosfat alam + belerang dengan

perbandingan 8:1) dan 40% media carier yang terdiri atas dedak dan

onggok yang didalamnya terdapat inokulum jamur pelarut fosfat dan

jamur pengoksidasi belerang dengan perbandingan 1:1. Untuk BO0 berarti

tanpa ada tambahan bahan organik (pupuk kandang) dan BIO900 adalah

dosis pupuk biosulfo yang diberikan tiap ha sebanyak 900 kg.

3. Biosulfo 2 (B2), dengan spesifikasi BF60J11, BO5BIO900* dengan

keterangan BF60 adalah 60% BFA (Batuan fosfat alam + belerang dengan

perbandingan 8:1) dan 40% media carier yang terdiri atas dedak dan

onggok yang didalamnya terdapat inokulum jamur pelarut fosfat dan

jamur pengoksidasi belerang dengan perbandingan 1:1. Untuk BO5 berarti

ada tambahan bahan organik (pupuk kandang)sebanyak 5 ton/ha dan

Page 30: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

BIO900 adalah dosis pupuk biosulfo yang diberikan tiap ha sebanyak 900

kg.

4. Biosulfo 3 (B3), dengan spesifikasi BF80J31, BO0 BIO900* dengan

keterangan BF80 adalah 80% BFA (Batuan fosfat alam + belerang dengan

perbandingan 8:1) dan 20% media carier yang terdiri atas dedak dan

onggok yang didalamnya terdapat inokulum jamur pelarut fosfat dan

jamur pengoksidasi belerang dengan perbandingan 3:1. Untuk BO0 berarti

tanpa ada tambahan bahan organik (pupuk kandang) dan BIO900 adalah

dosis pupuk biosulfo yang diberikan tiap ha sebanyak 900 kg.

5. Biosulfo 4 (B4), dengan spesifikasi BF80J31, BO5 BIO900* dengan

keterangan BF80 adalah 80% BFA (Batuan fosfat alam + belerang dengan

perbandingan 8:1 dan 20% media carier yang terdiri atas dedak dan

onggok yang didalamnya terdapat inokulum jamur pelarut fosfat dan

jamur pengoksidasi belerang dengan perbandingan 3:1. Untuk BO5 berarti

tanpa ada tambahan bahan organik (pupuk kandang)sebanyak 5 ton/ha dan

BIO900 adalah dosis pupuk biosulfo yang diberikan tiap ha sebanyak 900

kg.

6. Pembanding, SP-36 adalah pupuk yang digunakan sebagai pembanding

dari pupuk biosulfo dengan dosis rekomendasi dari petani (adopsi

pemupukan dari petani) dengan penambahan bahan organik 5ton/ha.

Keterangan :

* = formula tersebut merupakan satu kesatuan yang diperoleh berdasarkan pada

penelitian tahun sebelumnya

Page 31: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

D. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan rancangan

dasar acak kelompok lengkap (RAKL) faktor tunggal dengan empat ulangan

dengan rancangan perlakuan sebagai berikut :

No. Simbol Perlakuan Ulangan

Keterangan 1 2 3 4

1 K Kontrol Tanpa tambahan bahan organik

dan juga biosulfo

2 B1 Biosulfo 1 (BF60J11, BO0 BIO900)

Tanpa bahan organik, Biosulfo 900 kg/ha

3 B2 Biosulfo 2 (BF60J11, BO5 BIO900)

Bahan organik 5 ton/ha, Biosulfo 900 kg/ha

4 B3 Biosulfo 3 (BF80J31, BO0 BIO900)

Tanpa bahan organik, Biosulfo 900 kg/ha

5 B4 Biosulfo 4 (BF80J31,

BO5 BIO900) Bahan organik 5 ton/ha,

Biosulfo 900 kg/ha 6 SP36 Pembanding (SP-36) Adopsi pemupukan dari petani

E. Tata Laksana Penelitian

1. Pengambilan Sampel tanah

Tanah yang digunakan jenis tanah Entisols di Palur Karanganyar.

Tanah diambil sampai jeluk perakaran pada kedalaman 20 cm. Tanah

kemudian dikeringanginkan, ditumbuk dan disaring dengan menggunakan

mata saring berdiameter 2 mm dan 0,5 mm untuk keperluan analisis

laboratorium.

2. Persiapan Lahan

Mengamati arah kemiringan lahan untuk menentukan blok (blok

tegak lurus dengan arah kemiringan/kesuburan). Setelah blok didapatkan,

lahan tersebut dicangkul dengan tujuan agar lebih gembur dan dibuat 4

blok dengan jarak antar blok 50 cm dengan jumlah petakan tiap blok

sebanyak 6 petak (sesuai perlakuan) dengan ukuran 1,2 x 2,5 m dan jarak

tanamnya 15x20 cm dengan jarak antar petak 50 cm.

3. Penanaman dan pemupukan

Benih bawang merah di tanam di lubang yang sebelumnya sudah

dibuat dengan kedalaman lubang + 5 cm. Bahan organik sesuai perlakuan

Page 32: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

diberikan sebelum penanaman atau setelah lahan siap sesuai dengan

perlakuan. Setelah penanaman dilakukan kemudian dilakukan pemupukan.

Pemupukan dilakukan 2 kali, yaitu: pupuk awal dan pupuk susulan.

Pupuk awal diberikan pada awal tanam dengan pemberian pupuk dasar

(KCl 300 kg/ha dan Urea 300 kg/ha kecuali kontrol/tanpa perlakuan,

bahan organik untuk perlakuan BO5 adalah 5 ton/ha dan pupuk biosulfo

dengan dosis pada perlakuan BF60J11, BO0 BIO900 1800 kg/ ha, BF80J31,

BO0 BIO900 1800 kg/ ha, BF60J11, BO0 BIO900 1350 kg/ ha, BF80J31, BO5

BIO900 1350 kg/ ha. Untuk perlakuan pupuk SP-36 450 kg/ha. Pupuk

tersebut disebar ke tanah dan diaduk secara merata. Pemupukan susulan

urea (50% dari takaran) dilakukan pada masa vegetatif (45 hari setelah

tanam).

4. Pemeliharaan

Melakukan pemeliharaan setiap hari dengan menyiram air pagi

atau sore hari agar tidak mengalami kekeringan. Penyemprotan pestisida

dengan menggunakan propar 50 Ec untuk membasmi walang sangit dan

nurelle D untuk membasmi wereg, dosis yang diberikan ke tanaman tiap

1,25 cc diencerkan 500ml air dilakukan 3 hari sekali. Pendangiran

dilakukan untuk mencegah tumbuhnya tanaman gulma yang bisa

mengganggu pertumbuhan bawang merah.

5. Pengamatan dan pengambilan sampel analisis

Melakukan pengamatan dengan pengukuran tinggi tanaman dan

pencatatan jumlah anakan pada umur tertentu (15, 30, 45 dan 60 HST).

Pengamatan dilakukan terhadap 5 sampel tanaman tiap petakan secara

acak. Untuk pengambilan sampel analisis, diambil sampel tanah seberat +

1 kg/petak tiap blok tanam dan untuk tanaman bawang merah dilakukan

pengambilan sampel pada masa vegetatif maksimum dengan mengambil

tiga sampel tanaman. Menimbang berat basah tanaman serta berat kering

tanaman setelah dioven dengan suhu 700C, dibiarkan sampai konstan agar

diperoleh berat kering brangkasan.

Page 33: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

6. Panen

Melakukan panen setelah bawang merah berumur + 2 bulan yang

tandanya terlihat dari daun yang mulai layu. Menghitung jumlah anakan,

dan berat bawang merah. Sampel tanaman diambil untuk kebutuhan

analisis jaringan tanaman kemudian ditimbang berat basah brangkasannya.

Sampel tanaman tersebut kemudian dikeringkan pada pengering listrik

dengan suhu 700C, dibiarkan sampai konstan agar diperoleh berat kering

brangkasan. selama 2 x 24 jam selanjutnya menimbang berat keringnya.

7. Analisis Laboratorium

1) Analisis tanah awal

a. Kapasitas Tukar Kation (KPK), dianalisis dengan ekstrak

ammonium asetat pada pH 7,0.

b. Kadar bahan organik, dianalisis dengan menggunakan metode

Walkey and Black.

c. Tekstur tanah, dianalisis dengan menggunakan metode

hydrometer

d. pH H2O tanah, yang dilakukan dengan metode elektrometrik dan

diukur dengan pH meter glass elektrode.

e. N Total Tanah, dianalisis dengan menggunakan metode

destilasi.

f. P tersedia tanah, metode Olsen dan diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.

g. S terlarut air, dianalisis dengan ekstrak aquadest dan mengukur

menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 432

nm (Balai Penelitian Tanah, 2005).

2) Analisis tanah dan jaringan tanaman pada masa vegetatif

a. pH H2O tanah

b. P tersedia tanah, metode Olsen dan diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.

c. S terlarut air, S terlarut air dianalisis dengan ekstrak aquadest

dan mengukur menggunakan spektrofotometer pada panjang

Page 34: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

gelombang 432 nm.

d. Serapan P jaringan tanaman, dianalisis dengan metode

pengabuan basah, ekstrak campuran asam pekat HNO3 dan

HClO4 dengan perbandingan 3:1 diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.

e. Serapan S jaringan tanaman, S jaringan tanaman dianalisis

dengan metode pengabuan basah, ekstrak campuran asam pekat

HNO3 dan HClO4 dengan perbandingan 3:1 diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 432 nm (Balai

Penelitian Tanah, 2005).

F. Pengamatan Variabel

Variabel percobaan yang diamati meliputi :

1) pH H2O tanah

2) P tersedia tanah dan S terlarut air

3) Serapan P dan S

4) Pertumbuhan tanaman

a. Tinggi tanaman

b. Berat brangkasan kering

c. Jumlah anakan

5) Hasil tanaman

a. Berat bawang

G. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan Uji F

(Keragaman) untuk data normal sedangkan untuk data tidak normal

menggunakan uji Kruskal Wallis, Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada

aras kepercayaan 95 % digunakan untuk membandingkan beda nyata antar

rerata perlakuan untuk data normal sedangkan untuk data tidak normal

menggunakan uji Mood Median (Gomez dan gomez, 2007).

Page 35: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis Awal Tanah

Entisol merupakan salah satu contoh tanah yang belum mengalami

perkembangan. Bahan induknya kadang berasal dari abu vulkan, pasir pantai

atau bahan sedimen. Entisol mempunyai sifat fisik diantaranya : teksturnya

berpasir, strukturnya lepas sedangkan konsistensinya gembur serta lepas.

Nilai reaksi tanah sangat beragam mulai dari pH 2,5-8,5; kejenuhan basa

sedang hingga tinggi dengan kapasitas pertukaran kation (KPK) sangat

beragam karena sangat tergantung pada jenis mineral liat yang

mendominasinya, permeabilitasnya lambat dan peka terhadap erosi karena

jenis tanah ini belum membentuk membentuk agregat.(Munir, 1996).

Hasil analisis terhadap sifat-sifat tanah yang digunakan untuk penelitian

adalah sebagai berikut :

Tabel 1 Karakteristik Tanah Entisol Awal

No Variabel Pengamatan Satuan Hasil Pengharkatan

1. pH H2O - 6,6 Netral* 2. Bahan Organik % 3,29 Sedang* 3. N Total % 0,12 Sangat rendah* 4. P Tersedia (P2O5) ppm 6,49 Rendah* 5. S Terlarut Air (SO4

=) ppm 6,11 Rendah* 6. 7. 8. 9. 10.

KTK Tekstur C-organik P total S total

me 100 g-1

%

%

%

22,07 1,91 0,011 0,001

Sedang* Geluh Lempung Debuan : - debu 45,66%

- lempung 23,60%

- pasir 30,74%

Rendah* - Sangat rendah*

Sumber: Analisis Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS 2010 Keterangan : * ) Pengharkatan menurut Balai Penelitian Tanah 2005.

Page 36: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Bawang merah merupakan tanaman yang menyukai daerah yang beriklim

kering dengan suhu agak panas dan mendapat sinar matahari lebih dari 12

jam. Bawang merah dapat tumbuh baik didataran rendah maupun dataran

tinggi (0-900 mdpl) dengan curah hujan 300 - 2500 mm/th dan suhunya 25o-

32o. Jenis tanah yang baik untuk budidaya bawang merah adalah regosol,

grumosol, latosol dan aluvial, dengan pH 5.5 – 7 (Winarso, 2005).

Hasil analisis menunjukkan bahwa pH tanah awal sebesar 6,6 yang

berarti netral, maka tanaman bawang merah dapat tumbuh dengan baik pada

tanah entisol. Selain pH, kandungan bahan organik yang tinggi akan

mempengaruhi sifat tanah menjadi lebih baik, baik secara fisik, kimia dan

biologi yang mendukung pertumbuhan bawang merah, Namun, kandungan P

tersedia (P2O5) tanah awal 6,49 ppm; S terlarut air (SO42-) 6,11 ppm yang

tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena kalsium fosfat mulai mengendap

pada pH sekitar 6 sedangkan diatas pH 7 mempunyai kecenderungan untuk

pembentukan apatit dan akan mengurangi daya larut atau persediaan fosfor

(Hardjowigeno, 2003). Belerang (S) bersifat mobil di dalam larutan tanah dan

mudah terlindi, sehingga ketersediaan belerang (S) dalam tanah rendah

(Winarso, 2005). Kandungan N total tanah sebesar 0,12% (sangat rendah).

Nitrogen merupakan unsur hara makro yang keberadaannya di dalam tanah

sangat rendah dikarenakan banyak N dalam tanah yang hilang karena

penguapan amoniak dan akibat pencucian. Garam-garam amonium dalam

tanah bereaksi agak basa dengan reaksi sebagai berikut:

NH4+ + H2O NH3 + OH-

Kehilangan nitrogen dalam bentuk gas lebih besar dari kehilangan yang

disebabkan oleh pencucian. Kehilangan ini akan lebih besar apabila jumlah

pupuk N yang ditambahkan ke dalam tanah cukup besar. Kehilangan nitrogen

akibat pencucian ini, salah satunya dipengaruhi oleh curah hujan. Semakin

tinggi curah hujan maka semakin besar kehilangan nitrogen dan kehilangan

ini akan diperkecil lagi apabila tanah ditumbuhi tanaman (Hakim, dkk, 1986).

Kandungan bahan organik tanah awal sebesar 3,29% yang tergolong rendah

sehingga mempengaruhi ketersediaan unsur hara dalam tanah. Kapasitas

Page 37: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Tukar Kation (KTK) merupakan kemampuan tanah dalam mempertukarkan

kation dan banyaknya kation tanah yang dapat diserap oleh tanaman.

Rendahnya kandungan bahan organik mempengaruhi nilai KTK tanahnya

juga yaitu sebesar 22,07 me 100 g-1. Tanah dengan kandungan bahan organik

atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah

dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir

(Hardjowigeno, 2003) yang menyebabkab KTK pada tanah awal rendah.

Kapasitas pertukaran kation sangat beragam, karena jumlah humus dan

lempung yang terkandung dalam tanah berbeda-beda.

Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah yang

dinyatakan sebagai perbandingan antara fraksi atau partikel primer tanah

berupa pasir (sand), debu (silt) dan klei (clay). Tekstur tanah pada tanah

entisol geluh lempung debuan (Silty Clay Loam) dengan perbandingan antar

fraksi yaitu debu 45,66%, lempung 23,60% dan pasir 30,74%. Nilai P total

pada Entisols 0,011 % dan nilai S total pada jenis tanah ini tergolong sangat

rendah yaitu 0,001%.

B. Pengaruh Perlakuan Terhadap P Tersedia Tanah dan S Terlarut Air

1. Fosfor Tersedia Tanah

Ketersediaan fosfor (P) di dalam tanah umumnya rendah dan

cenderung bereaksi dengan komponen tanah membentuk senyawa yang

tidak larut air dan tidak tersedia bagi tanaman (Tisdale, dkk., 1990). Fosfat

merupakan unsur hara essensial bagi tanaman selain nitrogen dan kalium.

Peranan fosfor yang terpenting bagi tanaman adalah memacu pertumbuhan

akar dan pembentukan sistem perakaran serta memacu pertumbuhan

generatif tanaman. Fosfor banyak tersedia di alam sebagai batuan fosfat

dengan kandungan tri kalsium fosfat yang tidak larut dalam air. Agar dapat

dimanfaatkan tanaman, batuan fosfat alam harus diubah menjadi senyawa

fosfat yang larut dalam air.

Fosfat alam termasuk pupuk fosfat yang sukar larut dan sulit diserap

oleh tanaman. Fosfor (P2O5) di dalam fosfat alam terikat dengan mineral

Page 38: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

lain sehingga tanaman tidak dapat langsung mengambil P dari fosfat alam.

Dalam kondisi pH rendah fosfat alam sulit larut dan kelarutan akan

meningkat dengan meningkatnya pH (Isroi, 2009).

Ketersediaan P dalam tanah sangat dipengaruhi oleh tingkat

kemasaman tanah (pH). Pada tanah yang mempunyai pH netral,

ketersediaan P banyak. Ini disebabkan karena pada pH netral P dibebaskan

sehingga lebih tersedia dibanding pada tanah yang mempunyai pH masam

atau pH alkalis.

Gambar 1. Pengaruh penambahan biosulfo terhadap P tersedia tanah Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan berbeda

tidak nyata pada uji DMR aras kepercayaan 95%.

Hasil analisis uji F yang dilakukan perlakuan biosulfo berpengaruh

nyata terhadap P tersedia pada tanah Entisol. Pada gambar 1 ditunjukkan

bahwa pada perlakuan pupuk SP-36 didapatkan nilai yang tertinggi untuk

ketersediaan fosfor dalam tanah yaitu sebesar 6,771 ppm P2O5. Ini

menunjukkan fosfor yang ada dalam pupuk SP-36 telah tersedia sehingga

mudah untuk diserap oleh larutan tanah. Untuk kontrol nilai

ketersediaannya paling rendah karena pada perlakuan ini tidak dilakukan

penambahan bahan organik atau yang lain sehingga fosfor yang tersedia

hanya berasal dari dalam tanah.

Page 39: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Berdasarkan uji DMR 95% dapat diketahui bahwa rerata perlakuan

biosulfo 1 (B1), biosulfo 2 (B2) dan biosulfo 4 (B4) adalah tidak berbeda

nyata terhadap P tersedia, sedangkan rerata perlakuan kontrol, biosulfo 3

(B3) serta perlakuan pupuk SP-36 berbeda nyata terhadap P tersedia.

Biosulfo mempunyai sifat yang slow release sehingga ketersediaan unsur

P belum maksimal untuk pertumbuhan tanaman. Namun untuk perlakuan

B2 memiliki P tersedia yang lebih tinggi (Gambar 1) dibandingkan dengan

perlakuan lain (selain SP-36). Perlakuan ini merupakan perlakuan biosulfo

dengan formula BF60J11,BO5BIO900 (batuan fosfat alam dan belerang 60%,

40 % dedak +onggok dan jamur dengan perbandingan 1:1, BO 5 ton/ha,

dosis pemberian Biosulfo 900 kg/ha). Dari komposisi B2 tersebut terlihat

jamur Aspergillus niger yang mempunyai perbandingan yang sama dengan

jamur Penicillium nalgiovensis, serta mendapatkan nutrisi yang cukup dari

tanah dengan berbagai hara mikro maupun makro yang dikandungnya.

Jamur pelarut fosfat tersebut mendapat nutrisi yang digunakan untuk

melakukan tugasnya sebagai jamur yang melarutkan fosfat dari batuan

fosfat alam sehingga mampu menyediakan hara P didalam tanah.

2. Sulfur Terlarut Air

Sulfur merupakan bagian dari setiap sel hidup dan merupakan

penyusun 2 dari 21 asam amino yang membentuk protein. Fungsi S di

dalam tanaman sebagai pembentuk klorofil dan protein, serta aktivasi

enzim nitrat reduktase yang diperlukan untuk konversi nitrat ke asam

amino. Penurunan aktivitas enzim akan berakibat menurunkan pelarutan

protein dan sebaliknya akan meningkatkan kadar nitrat dalam jaringan

tanaman (Winarso, 2005).

Keperluan tanaman terhadap hara Sulfur (S) hampir sama dengan

kebutuhan P. Kadar S dalam tanah sekitar 0,06% yang terdapat dalam

bentuk sulfida, sulfat, dan senyawa organik. Keperluan S untuk tanaman

agak berlebihan karena S dianggap hanya diserap dari tanah, padahal S

dapat diserap dari udara bebas. Di dalam tanah, S dalam bentuk senyawa

Page 40: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

sulfida, sulfat, dan senyawa organik. Pelapukan batuan selain melepaskan

hara P, K, Ca, Mg juga melepaskan S ke dalam larutan tanah dan

melepaskan gas SO2 dan H2S ke udara bebas (Rosmarkam dan Yuwono,

2002).

Gambar 2. Pengaruh penambahan biosulfo terhadap S terlarut air Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan berbeda

tidak nyata pada uji DMR aras kepercayaan 95%.

Hasil analisis uji F, perlakuan biosulfo tidak berpengaruh nyata

terhadap S terlarut air pada tanah Entisol. Pada gambar 2 ditunjukkan

bahwa perlakuan penambahan biosulfo yang mempunyai nilai tertinggi

adalah pada perlakuan Biosulfo 3 (B3) dengan nilai sebesar 0,2082 ppm

SO42-, nilai ini tergolong sangat rendah untuk digunakan tanaman dalam

pertumbuhan. Rendahnya kandungan sulfur terlarut disebabkan karena

ketersediaan S dalam larutan tanah dipengaruhi oleh bahan organik. Untuk

perlakuan Biosulfo 2 (B2) mempunyai nilai ketersediaan S yang tidak

sejalan dengan ketersediaan P seperti pada gambar 1. Hal ini diduga

karena penggunaan lahan secara intensif serta kehilangan belerang karena

pencucian dan aliran permukaan jika dilihat dari sifat S yang mobile dalam

tanah.

Berdasarkan uji DMR 95% dapat diketahui bahwa rerata perlakuan

Biosulfo 2 dan biosulfo 3 adalah berbeda nyata terhadap S terlarut air,

Page 41: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

sedangkan rerata perlakuan kontrol, biosulfo 1, biosulfo 4 dan SP-36

berbeda tidak nyata terhadap S terlarut air. Pemberian bahan organik

dengan penambahan pupuk bisoulfo dapat menyediakan sulfur tersedia

menjadi signifikan dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik

dan pupuk biosufo. Hal ini terjadi karena pada pupuk biosulfo terdapat

jamur pengoksidasi S0 yaitu Penicillium nalgiovenensis merupakan jasad

heterotof yang membutuhkan bahan organik sebagai sumber karbon dan

mampu mengoksidasi belerang S0 menjadi sulfat tersedia secara signifikan

(Sumarsih, 2001 cit Sudadi, 2007).

Bahan organik selain berperan terhadap ketersediaan N dan P, juga

berperan terhadap ketersediaan S dalam tanah. Keberadaan dan reaksi S

didalam tanah berbeda dengan Ca dan Mg. Ion SO42- relatif mobil dalam

larutan tanah, seperti halnya N, sehingga merupakan subjek dari reaksi-

reaksi secara biologi dan oksidasi-reduksi secara kimia. Sulfur anorganik

dalam tanah, yang tersedia bagi tanaman dalam bentuk anion SO42-.

Karena bentuk S ini bermuatan negatif maka tidak ditarik oleh tapak-tapak

permukaan liat tanah dan bahan organik kecuali pada kondisi tertentu

(masam). Sisa bentuk S ini terdapat di dalam larutan tanah dan mudah

bergerak bersama air tanah, sehingga mudah tercuci. Pada tanah-tanah

tertentu terjadi akumulasi SO42- pada subsoil, sehingga hanya tersedia bagi

tanaman yang mempunyai perakaran dalam. Dalam tanah-tanah yang

berkembang pada daerah arid sulfat-Ca, Mg, K dan Na adalah dominan

dalam bentuk S-anorganik (Winarso, 2005).

Page 42: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

3. pH H2O

Larutan tanah adalah air tanah yang mengandung ion-ion yang

terlarut yang merupakan hara bagi kehidupan tanaman. Reaksi tanah (pH

tanah) menunjukkan sifat keasaman dan alkalinitas tanah, dengan

menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam tanah.

Semakin tinggi kadar H+ dalam tanah semakin masam tanah tersebut. pH

tanah berkisar antara 0-14 dengan pH 7 disebut sebagai pH netral, kurang

dari 7 disebut dengan masam dan lebih dari 7 disebut dengan alkalis.

Pengukuran pH tanah penting dilakukan yaitu untuk mengetahui

keadaan unsur hara dalam larutan tanah. Larutan tanah mengandung unsur

hara seperti Nitrogen (N), Kalium (K), dan Fosfor (P) yang dibutuhkan

tanaman dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang dan bertahan

dari penyakit. Pada tanah pH lebih rendah dari 5,6 umumnya pertumbuhan

tanaman menjadi terhambat akibat rendahnya ketersediaan unsur hara

penting seperti fosfor dan nitrogen. Bila pH lebih rendah dari 4,0 pada

umumnya terjadi kenaikan Al3+ dalam larutan tanah yang berdampak

secara fisik merusak sistem perakaran, terutama akar-akar muda, sehingga

pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Pada tanah masam, kelarutan Al

dan Fe menjadi tinggi. Dengan demikian ion fosfat (H2PO4-, HPO4

2-, PO43)

akan segera terikat membentuk senyawa P yang kurang tersedia bagi

tanaman seperti Al(H2PO4)3, Al2(HPO4)3 dan Al(PO4).

Bila pH tanah dinaikkan, maka P akan berubah menjadi tersedia

kembali. Peneliti yang berbeda-beda mengemukakan pendapat yang

berlainan tentang kisaran pH tanah yang mendukung ketersediaan P paling

tinggi, yaitu 6,5-7,0 (Olsen et al., 1962), 6,0-6,5 (Lindsay, 1979) dan 5,5-

7,0 (Havlin et al., 1999).

Page 43: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Gambar 3. Pengaruh penambahan biosulfo dan pupuk SP-36 terhadap pH

tanah pada tanah Entisol Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan berbeda

tidak nyata pada uji DMR aras kepercayaan 95%.

Gambar 3 menunjukkan bahwa pH tanah yang paling tinggi ada

pada kontrol dengan nilai 6,095 yang berarti tanah tersebut bersifat agak

masam, sedangkan untuk pH tanah yang paling rendah ada pada perlakuan

biosulfo 2 dengan nilai 5,73 yang berarti tanah pada perlakuan ini bersifat

masam. Hal itu dikarenakan penambahan BO akan menyebabkan tanah

cenderung lebih masam selain itu menurut Winarso (2005) pemberian

belerang dapat menurunkan nilai pH tanah. Dalam hal ini unsur belerang

didapatkan dari pupuk biosulfo dan SP-36. Hasil analisis uji F, pengaruh

penambahan biosulfo dan pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap

perubahan pH tanah pada tanah Entisol. Untuk uji DMRT dengan aras

kepercayaan 95% dapat diketahui bahwa rerata perlakuan biosulfo 1,

biosulfo 2, biosulfo 3, biosulfo 4, dan pelakuan SP-36 adalah berbeda tidak

nyata terhadap pH, sedangkan rerata perlakuan kontrol berbeda nyata

terhadap pH.

pH pada tanah perlakuan dengan penambahan biosulfo serta pupuk

SP-36 dan kontrol mengalami penurunan dibandingkan pada tanah awal

Page 44: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

sebelum adanya perlakuan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya jamur

pelarut fosfat dan jamur pengoksidasi sulfat yang terdapat dalam pupuk

biosulfo. Menurut Winarso (2005) aktifitas mikroorganisme menghasilkan

senyawa-senyawa asam organik, karbondioksida dan air, serta senyawa

pembentuk asam karbonat yang bereaksi dengan Ca dan Mg karbonat, dan

membentuk bikarbonat lebih larut sehingga lebih mudah tercuci keluar

yang akhirnya meninggalkan tanah lebih masam. Selain itu ketersediaan S

pada tanah yang diberi perlakuan biosulfo ini, memiliki ketersediaan S

yang lebih tinggi. S dalam hubunganya dengan pH dapat menurunkan pH

atau menyebabkan tanah lebih masam.

C. Pengaruh Perlakuan Terhadap Serapan P dan Serapan S

1. Serapan P

Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2

PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO4

2-). Menurut Tisdale (1985),

kemungkinan P masih dapat diserap dalam bentuk lain, yaitu bentuk

pirofosfat dan metafosfat. Bahkan ada pendapat lain (Thomson, 1982)

bahwa kemungkinan P diserap dalam bentuk senyawa fosfat organik yang

larut air, misalnya asam nukleat dan phitin (Rosmarkam dan

Yuwono,2002). Fosfor di dalam tanaman mempunyai fungsi sangat

penting yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpan

energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di dalam

tanaman lainnya. Fosfor meningkatkan kualitas buah, sayuran dan sangat

penting dalam pembentukan biji. Selain itu P sangat penting dalam transfer

sifat-sifat menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Page 45: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Gambar 4. Pengaruh penambahan biosulfo terhadap kadar P dalam jaringan tanaman

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR aras kepercayaan 95%.

Hasil analisis uji F, perlakuan penambahan pupuk biosulfo dan

pupuk SP-36 berpengaruh tidak nyata terhadap kadar P jaringan tanaman.

Hal ini dapat dilihat pada gambar 4 diatas bahwa rerata perlakuan

mempunyai nilai yang tidak berbeda jauh, dan dari uji DMR 95%

menunjukkan rerata semua perlakuan berbeda tidak nyata. Pada gambar

terlihat bahwa nilai kadar P tertinggi pada perlakuan SP-36 dengan nilai

0,0314% dan nilai terendah pada perlakuan B2 yaitu 0,0217%. Namun

untuk perlakuan pupuk biosulfo tertinggi pada perlakuan B4 bila

dibandingkan dengan perlakuan biosulfo lain. Walaupun B4 mempunyai

kadar P tertinggi, namun nilai kadar P tersebut tidak dapat memenuhi

kebutuhan hara tanaman bawang merah. Kebutuhan hara P tanaman

bawang merah adalah 17 kg P2O5 untuk menghasilkan + 25 ton bawang

merah, kadar optimal fosfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan

vegetatif adalah 0,3-0,5% dari berat kering tanaman (Rosmarkam dan

Yuwono, 2002).

Page 46: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Gambar 5. Pengaruh penambahan biosulfo terhadap Serapan P Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan berbeda

tidak nyata pada uji DMR aras kepercayaan 95%.

Hasil analisis uji F, perlakuan penambahan biosulfo berpengaruh

nyata terhadap serapan P pada tanah Entisol. Berdasarkan uji DMR 95%

dapat diketahui bahwa rerata perlakuan kontrol, biosulfo 1, biosulfo 2,

biosulfo 3 dan biosulfo 4 adalah berbeda tidak nyata terhadap serapan P,

sedangkan rerata perlakuan SP-36 berbeda nyata terhadap serapan P.

Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai Serapan P pada tanah Entisol

tertinggi dengan pemberian pupuk SP-36 dengan nilai 477,28 mg/tnmn

dan nilai terendah pada kontrol yaitu sebesar 259,54 mg/tnmn. Walaupun

pada analisis kadar P jaringan tanaman perlakuan B1 memiliki kadar P

tertingi, namun untuk serapan P tidak signifikan terhadap kadar P. Hal ini

diduga karena rendahnya nilai berat kering brangkasan dan kandungan P

dalam tanah yang rendah, sehingga nilai serapan P rendah. Pemberian

pupuk SP-36 yang memiliki kadar P yang tinggi sangat nyata

mempengaruhi serapan hara P jaringan tanaman dibandingkan dengan

perlakuan yang lain. Pupuk SP-36 yang diberikan adalah bentuk yang siap

Page 47: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

digunakan oleh tanaman, karena skala kandungan 36 % P2O5 dalam

pupuk SP-36 hampir seluruhnya larut dalam air dengan cepat sehingga

unsur hara P mudah diserap oleh tanaman (Kahar, 1994).

Untuk perlakuan biosulfo, kandungan P tersedia dalam tanah

belum tentu semua terlarut oleh jamur pelarut fosfat yaitu Aspergilus niger

dan juga menilik dari sifat pupuk biosulfo yang slow release, maka

berpengaruh juga terhadap serapan P oleh tanaman, sehingga yang diserap

oleh tanaman tidak lebih tinggi daripada pupuk SP-36. Fungsi fosfor bagi

tanaman yaitu membantu mempercepat perkembangan akar dan

perkecambahan, dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air,

meningkatkan daya tahan terhadap penyakit yang akhirnya meningkatkan

kualitas hasil panen (Winarso, 2005).

2. Serapan S

Unsur S diserap oleh tanaman dalam bentuk ion HSO4- dan SO4

2-

Unsur belarang ini akan meracuni tanaman bawang jika diserap dalam

jumlah yang terlalu besar. Namun disisi lain, sebagai unsur makro,

kebutuhan akan unsur S ini juga cukup banyak. Dalam proses fisiologis

ion SO42- dan HSO4

- yang diserap oleh tanaman akan ditangkap dan

direduksikan oleh ATP membentuk APS (Adenosin Posfo Sulfat) yang

tidak meracuni tanaman (Tjionger, 2009).

Pada gambar 6 dibawah, menunjukkan hasil analisis uji F untuk

perlakuan penambahan biosulfo tidak berpengaruh nyata terhadap kadar S

jaringan tanaman. Berdasarkan uji DMR 95% dapat diketahui bahwa rerata

semua perlakuan menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata terhadap

kadar S jaringan tanaman. Dengan nilai kadar S tertinggi pada

penambahan pupuk SP-36 yaitu sebesar 0,00153% dan nilai terendah pada

perlakuan B2 yaitu sebesar 0,0014% dilihat dari nilai kadar S jaringan

tanaman, unsur hara S tersebut tidak dapat mencukupi dalam memenuhi

kebutuhan tanaman untuk tumbuh.

Page 48: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Kebutuhan hara S untuk tanaman bawang merah adalah 20 kg

SO42- untuk menghasilkan umbi bawang merah ± 25 ton/ha. Tanaman

menyerap S dalam bentuk ion sulfat (SO42- ) dan HSO4

- , konsentrasi SO42-

dan HSO4- baik dalam larutan tanah maupun media larutan sebesar 3

hingga 5 ppm SO42- terbukti cukup untuk pertumbuhan sebagian besar

tanaman (Winarso, 2005).

Gambar 6. Pengaruh penambahan biosulfo terhadap kadar S jaringan tanaman

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMR dengan jenjang kepercayaan 95%.

Di dalam tanah dengan berbagai kondisi akan mempengaruhi

ketersediaan belerang tanah untuk tanaman. Belerang tanah dapat hilang

dengan berbagai cara, yaitu melalui penguapan berupa gas ke udara, akibat

erosi, pencucian dan diserap tanaman. Kemiringan yang curam

mengakibatkan kehilangan yang disebabkan oleh erosi. Selain itu

kehilangan belerang akibat pencucian dapat terjadi pada setiap tanah.

Kehilangan akan semakin besar bila tanah bertekstur pasir dan berada pada

daerah dengan curah hujan tinggi (Hakim, dkk, 1986; Hanafiah, 2005;

Winarso,2005).

Page 49: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Fungsi utama S bagi tanaman bawang merah diantaranya

membentuk asam amino yang mengandung unsur S seperti sistin, sistein

dan methionin. Asam amino tersebut mempengaruhi aroma yang khas dari

bawang merah, sehingga makin tinggi kandungan ketiga asam amino

tersebut, maka semakin baik pula kualitas bawang merah yang dihasilkan.

Selain itu belerang juga dapat membentuk senyawa reaktif dalam tubuh

tanaman sehingga tanaman lebih tahan terhadap serangan

penyakit (Tjionger, 2009).

Gambar 7. Pengaruh penambahan biosulfo terhadap Serapan S Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan berbeda

tidak nyata pada uji DMR aras kepercayaan 95%.

Hasil analisis uji F yang dilakukan, untuk perlakuan penambahan

biosulfo berpengaruh nyata terhadap serapan S pada tanah Entisol.

Berdasarkan uji DMR 95% dapat diketahui bahwa rerata perlakuan pupuk

SP-36 berbeda nyata terhadap serapan S.

Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai Serapan S pada tanah Entisol

tertinggi dengan pemberian pupuk SP-36 dengan nilai 261,51 µg/tnm dan

nilai terendah pada kontrol yaitu sebesar 133,01 µg/tnm. Hal ini diduga

karena rendahnya nilai berat kering brangkasan dan kandungan S dalam

tanah yang rendah, selain itu S dalam tanah juga mudah hilang terlindi

Page 50: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

dikarenakan S bersifat mobil di dalam larutan tanah dan mudah terlindi

(Winarso, 2005), sehingga nilai serapan S juga rendah.

Pada perlakuan biosulfo, nilai dari serapan S lebih rendah bila

dibandingkan dengan pupuk SP-36. Walaupun ada jamur Penicillium

nalgiovensis sebagai jamur pengoksidasi belerang, namun jamur tersebut

juga membutuhkan nutrisi yang digunakan untuk beraktifitas sehingga

dapat melakukan proses-proses pengoksidasian belerang. Kurangnya

nutrisi juga dapat menyebabkan jamur tersebut tidak dapat memperbanyak

biomassanya sehingga dalam menjalankan fungsi-fungsinya menjadi

kurang maksimal. Reaksi oksidasi belerang oleh jasad renik terjadi secara

enzimatik (Kilham, dkk., 1981 cit Sumarno, dkk.,2008). Jumlah dan

aktifitas biomassa mikrobia menentukan kecepatan oksidasi belerang pada

tanah pertanian (Lawrence dan Germida, 1988 cit Sumarno, dkk.,2008).

D. Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertumbuhan Bawang Merah

1. Tinggi Tanaman

Tanaman bawang merah membutuhkan kondisi lingkungan yang

sesuai untuk pertumbuhannya. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

bawang merah meliputi iklim dan jenis tanah. Untuk unsur iklim yang

berpengaruh yaitu sinar matahari, suhu, curah hujan, dan ketinggian

tempat. Untuk jenis tanah, yang perlu diperhatikan adalah sifat fisik dan

sifat kimia tanah tersebut. Tinggi tanaman digunakan untuk mengetahui

adanya pengaruh penggunaan pupuk yang diberikan. Budidaya bawang

merah pada daerah beriklim kering dengan suhu udara yang cukup tinggi

dan penyinaran yang cukup akan menjadikan pertumbuhan bawang merah

yang optimal (Deptan, 2003).

Page 51: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Gambar 8. Pengaruh penambahan biosulfo terhadap Tinggi Tanaman dalam berbagai umur tanaman.

Pada gambar 8 terlihat bahwa pada umur 45 HST tanaman

bawang merah mengalami pertumbuhan yang optimal dibandingkan pada

umur tanam yang lain. Pada umur 45 HST merupakan fase vegetatif untuk

tanaman bawang merah sehingga penyerapan unsur hara cukup tinggi dan

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan pembentukan umbi.

Sedangkan pada umur 60 HST pertumbuhan tanaman sudah mulai terlihat

menurun dan cenderung berkurang. Hal ini karena pada umur 60 HST

tanaman bawang merah sudah tampak tanda-tanda panen sehingga

pertumbuhan tanaman terfokus dalam pembesaran umbi dan untuk tinggi

tanaman mengalami penurunan. Pada umur ini batang bawang merah

mulai tampak layu dan ujung daun tampak menguning.

Page 52: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Gambar 9. Pengaruh penambahan biosulfo terhadap Tinggi Tanaman fase

vegetatif Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan berbeda

tidak nyata pada uji DMR aras kepercayaan 95%.

Pada gambar 9 terlihat bahwa pertumbuhan tinggi tanaman

bawang merah paling tinggi pada penambahan pupuk SP-36 dengan rerata

tinggi 33,65 cm dan paling rendah pada kontrol dengan rerata tinggi

tanaman 19,75 cm. Berdasarkan uji Kruskal-wallis yang dilakukan,

perlakuan penambahan biosulfo berpengaruh sangat nyata terhadap

pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah yang ditanam pada tanah

Entisol. Diduga adanya perbedaan tinggi tanaman tersebut karena serapan

P yang berbeda-beda pula. Pada perlakuan SP-36 paling tinggi karena

fosfor telah tersedia bagi tanaman. Pupuk SP-36 yang diberikan adalah

bentuk yang siap digunakan oleh tanaman, karena skala kandungan 36 %

P2O5 dalam pupuk SP-36 hampir seluruhnya larut dalam air dengan cepat

sehingga unsur hara P mudah diserap oleh tanaman (Kahar, 1994). Pada

perlakuan biosulfo fosfor belum banyak tersedia bagi tanaman sehingga

pertumbuhan tinggi tanaman tidak maksimal. Fosfor berperan pada

berbagai aktivitas metabolisme tanaman dan merupakan komponen

klorofil. Sebagian besar hara P dari pupuk P yang diberikan difiksasi di

Page 53: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

dalam tanah sehingga hanya 10-20% dari pupuk P yang diberikan dapat

diserap tanaman (Barus, 2005) yang berakibat pada pertumbuhan tinggi

tanaman bawang merah.

2. Berat Kering Brangkasan Bawang Merah

Berat kering umbi dapat dijadikan salah satu parameter pada

produksi bawang merah. Pada umumnya, Bawang merah yang memiliki

berat kering umbi tinggi akan berkualitas tinggi. Selain berat kering umbi

faktor lain yang juga dapat menentukan kualitas bawang merah

adalah aroma khas yang dihasilkan oleh tanaman bawang

merah (Tjionger, 2009) dan parameter-parameter pertumbuhan tanaman,

yaitu tinggi tanaman , berat kering dan berat segar tanaman.

Gambar 10. Pengaruh penambahan biosulfo terhadap Berat Kering Brangkasan

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR aras kepercayaan 95%.

Berdasarkan uji F yang dilakukan, perlakuan penambahan biosulfo

berpengaruh sangat nyata terhadap berat umbi kering bawang merah yang

ditanam pada tanah Entisol. Berdasarkan uji DMR 95% menunjukkan tidak

Page 54: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

adanya perbedaan rerata perlakuan yang berbeda jauh antar perlakuan.

Hanya saja pada penambahan pupuk SP-36 mempunyai rerata tertinggi bila

dibandingkan dengan perlakuan yang lain dengan nilai 15,53 g dan rerata

yang paling rendah pada kontrol dengan nilai 9,58 g. Berat kering tanaman

dipengaruhi oleh serapan hara yang diserap oleh tanaman. Selain itu berat

kering juga dipengaruhi oleh perlakuan yang diaplikasikan pada tanaman,

dapat dinyatakan bahwa penambahan pupuk yang mengandung pospat

menyebabkan semakin meningkatkan hasil berat kering panen seperti pada

perlakuan SP-36. Hasil penelitian Hilman dan Suwandi (1990) menyatakan

bahwa penggunaan pupuk P akan tampak berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah pada dosis terendah yaitu

antara 50 – 60 kg P/ha.

Pada tanah netral seperti Entisols merupakan tanah yang unsur

haranya dalam kondisi tersedia dan tekstur tanah Entisol adalah geluh

lempung debuan, dimana secara fisika tekstur ini baik untuk pertumbuhan

tanaman. Pada tanaman bawang merah, diduga tekstur ini mendukung

pertumbuhan umbi sehingga umbi tumbuh besar dan berpengaruh terhadap

berat kering tanaman. Hal ini karena tanaman bawang merah memerlukan

tanah yang berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, draenasi/aerasi

yang baik dan mengandung bahan organik yang cukup, yaitu > 2,5%

(menurut Simanungkalit dkk, 2006). Selain tekstur, yang berpengaruh

terhadap berat kering tanaman adalah pH tanah, pada pH tanah yang sesuai

untuk pertumbuhan bawang merah maka serapan hara akan maksimal dan

berat umbi pun akan bertambah.

3. Jumlah Anakan

Menurut Satrahidayat (1999) meningkatnya penyerapan P tentunya

akan diikuti oleh peningkatan penyerapan unsur-unsur lain. Ini dapat

dipahami karena P akan membentuk ATP (Adenosin Triphospat) yang

sangat berguna untuk penyerapan hara mineral. Dengan meningkatnya

penyerapan P, maka unsur hara yang digunakan tanaman bawang merah

Page 55: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

dalam pembentukan umbi juga meningkat sehingga berpengaruh pada

jumlah umbi yang dihasilkan. Jumlah P yang diserap oleh tanaman sangat

mempengaruhi pertumbuhan tunas-tunas baru karena P memiliki fungsi

mendukung pertumbuhan bagian generatif suatu tanaman, karena pada

masa vegetatif bawang merah terfokus dalam pembentukan umbi sehingga

jumlah anakan paling banyak dibandingkan umur tanam yang lain.

Gambar 11. Pengaruh penambahan biosulfo terhadap jumlah anakan tanaman bawang merah

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR aras kepercayaan 95%.

Dari uji F diketahui bahwa perlakuan biosulfo berpengaruh nyata

terhadap jumlah anakan. Dari uji DMR 95% diketahui bahwa perlakuan

biosulfo berbeda nyata terhadap jumlah anakan. Pada gambar 9 juga

menunjukkan bahwa jumlah umbi yang paling banyak terdapat pada pupuk

SP-36. Pupuk SP-36 bersifat fast release sehingga ketika dibutuhkan untuk

perkembangan bagian-bagian vegetatif, SP-36 lebih cepat menyediakan

kebutuhan P dan S bagi tanaman. Sedangkan pupuk biosulfo bersifat slow

release (lambat tersedia) melepaskan unsur hara secara sedikit-sedikit,

Page 56: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

sehingga tanaman kurang dapat menyerap unsur hara yang dibutuhkannya

secara optimal.

Untuk perlakuan B3 mempunyai nilai rerata yang paling tinggi

dibandingkan perlakuan biosulfo yang lain. Terjadi demikian disebabkan

pada perlakuan B3. Dari komposisi B3 dapat bahwa perbandingan jamur

Aspergillus niger yang mempunyai nilai 3 kali lebih banyak dari pada

jamur Penicillium nalgiovensis, serta mendapatkan nutrisi yang cukup dari

tanah dengan berbagai hara mikro maupun makro yang dikandungnya.

Jamur pelarut fosfat tersebut mendapat nutrisi yang digunakan untuk

melakukan tugasnya sebagai jamur yang melarutkan fosfat dari batuan

fosfat alam sehingga mampu menyediakan hara P didalam tanah.

Fosfor di dalam tanaman mempunyai fungsi sangat penting yaitu

dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpan energi,

pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di dalam tanaman

lainnya. Fosfor juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kualitas

buah, sayuran dan sangat penting dalam pembentukan biji (Winarso,

2005). Namun pada perlakuan biosulfo mempunyai hasil umbi yang

hampir sama, dapat dikatakan bahwa rerata antar perlakuan berbeda tidak

nyata bila dilihat secara keseluruhan dari data penelitian. Produksi bawang

merah saat panen berkaitan dengan jumlah umbi yang dihasilkan.

Banyaknya jumlah umbi yang dihasilkan dipengaruhi ketersediaan hara

tanah yang dimanfaatkan tanaman untuk kegiatan metabolisme. Fosfor

merupakan unsur yang paling kritis dibandingkan unsur-unsur lainnya bagi

tanaman. Kekurangan unsur tersebut dapat menyebabkan tanaman tidak

mampu menyerap unsur lainnya, meskipun jumlah unsur fosfor yang

diangkut tanaman sedikit, akan tetapi karena efisiensi penggunaan fosfor

dari pupuk sangat penting (Tisdale dan Nelson, 1975 cit Rosliani, 1997).

Page 57: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

E. Pengaruh Perlakuan Terhadap Hasil Bawang Merah

1. Berat Kering Umbi Panen

Pemupukan P juga memegang peranan penting dalam

meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Fosfor berperan pada

berbagai aktivitas metabolisme tanaman dan merupakan komponen

klorofil. Sebagian besar hara P dari pupuk P yang diberikan difiksasi di

dalam tanah sehingga hanya 10-20% dari pupuk P yang diberikan dapat

diserap tanaman. Oleh sebab itu pemberian yang terus menerus dalam

jumlah berlebih akan terakumulasi dalam tanah dan dapat merubah status

P tanah dari rendah ke tinggi sehingga tanaman tidak lagi tanggap terhadap

pemupukan P (Barus, 2005 dalam Abdul Madjid Rohim, 2009). Salah satu

indikasi dari pertumbuhan tanaman adalah jumlah anakan dan berat umbi

tanaman. Dari jumlah anakan dan berat umbi tanaman dapat diketahui

kuantitas hasil panen dari bawang merah.

Gambar 12. Pengaruh penambahan biosulfo terhadap jumlah anakan saat panen

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR aras kepercayaan 95%.

Dari uji F diketahui bahwa perlakuan biosulfo berpengaruh tidak

nyata terhadap jumlah anakan panen. Dari uji DMR 95% diketahui bahwa

Page 58: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

perlakuan biosulfo berbeda tidak nyata terhadap jumlah anakan panen.

Pada gambar 12 terlihat bahwa jumlah anakan tertinggi pada perlakuan

pupuk SP-36 dan yang terendah pada perlakuan B4. Ini berbeda dengan

hasil berat kering umbi panen yang ada pada gambar 13. Perbedaan terjadi

karena hasil suatu komoditas sangat tergantung pada pertumbuhan

vegetatif nya. Tunas-tunas yang tumbuh merupakan bagian vegetatif yang

akan membentuk anakan-anakan. Semakin banyak anakan dalam satu

rumpun maka semakin banyak pula umbi yang ada dalam rumpun tersebut,

yang berarti hasil dari bawang merah pun semakin tinggi. Jadi banyaknya

jumlah umbi yang dihasilkan dipengaruhi oleh jumlah anakan yang ada

tiap rumpun sedangkan jumlah anakan dipengaruhi oleh ketersediaan hara

tanah yang dimanfaatkan tanaman untuk kegiatan metabolisme.

Gambar 13. Pengaruh penambahan biosulfo terhadap berat kering umbi panen bawang merah

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR aras kepercayaan 95%.

Gambar 13 menunjukkan bahwa rerata berat kering umbi panen dari

bawang merah tertinggi pada pemberian pupuk SP-36 yaitu 37,75 g/tnmn

dan nilai terendah pada kontrol yaitu sebesar 15,68 g/tnmn. Produksi

bawang merah saat panen berkaitan dengan jumlah umbi yang dihasilkan.

Page 59: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Banyaknya jumlah umbi yang dihasilkan dipengaruhi ketersediaan hara

tanah yang dimanfaatkan tanaman untuk kegiatan metabolisme.

Berdasarkan pada uji F dapat disimpulkan bahwa perlakuan penambahan

biosulfo berpengaruh sangat nyata terhadap berat umbi panen bawang

merah yang ditanam pada tanah Entisol.

Dalam uji DMR 95% rerata perlakuan mempunyai rerata yang tidak

berbeda nyata antara perlakuan biosulfo dan pupuk SP-36, namun berbeda

nyata terhadap kontrol. Dari sini dapat dilihat bahwa dengan adanya jamur

Aspergillus niger, dapat membantu melarutkan P yang ada pada pupuk

maupun dalam tanah dan jamur Penicillium nalgiovensis mengoksidasi

sumber S dari pupuk maupun yang berada dalam tanah dan pada pemberian

pupuk formula biosulfo terdapat jumlah sumber hara P dan S yang

mencukupi untuk pertumbuhan vegetatif tanaman bawang merah serta

adanya kedua jamur yang bekerja dengan sinergis. Sedangkan pada

perlakuan pupuk SP-36, yang diberikan adalah bentuk yang siap digunakan

oleh tanaman, karena skala kandungan 36 % P2O5 dalam pupuk SP-36

hampir seluruhnya larut dalam air dengan cepat sehingga unsur hara P

mudah diserap oleh tanaman (Kahar, 1994).

Namun untuk penambahan pupuk SP-36 juga harus sesuai untuk

takaran tanaman bawang merah agar didapatkan hasil bawang merah yang

optimal. Hasil penelitian Suwandi dan Hilman (1992), menunjukkan bahwa

pupuk buatan terutama N dan P dalam takaran tinggi menyebabkan

defisiensi unsur mikro dan pemadatan tanah, maka penggunaan unsur P

harus efisiensi dan tepat, agar dicapai efisiensi usaha tani secara

keseluruhan tanpa pengaruh negatif terhadap produksi.

Page 60: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pemberian pupuk biosulfo berpengaruh sangat nyata terhadap P tersedia

tanah. Pupuk biosulfo pada perlakuan B1, B2 dan B4 mampu memberikan

P tersedia yang setara dengan pemberian pupuk SP-36 dengan nilai

berturut-turut sebesar 6,36 ppm, 6,42 ppm, dan 6,18 ppm P2O5.

2. Pemberian pupuk biosulfo berpengaruh tidak nyata terhadap S terlarut air.

Kadar S terlarut air, nilai tertinggi dicapai pada perlakuan Biosulfo 3 (B3)

dengan nilai sebesar 0,2082 ppm SO42-.

3. Pemberian pupuk biosulfo berpengaruh nyata terhadap serapan P. Pupuk

biosulfo pada semua perlakuan mampu memberikan serapan P yang cukup

tinggi walaupun tidak setinggi pada pupuk SP-36, dari B1-B4 yaitu

berturut-turut 292,54 mg/tnm, 302,94 mg/tnm, 294,86 mg/tnm, dan 326,67

mg/tnm, namun perlakuan B4 mempunyai nilai yang tertinggi bila

dibandingkan dengan perlakuan biosulfo yang lain.

4. Pemberian pupuk biosulfo berpengaruh nyata terhadap serapan S. Pupuk

biosulfo pada semua perlakuan mampu memberikan serapan S yang cukup

tinggi walaupun tidak setinggi pada pupuk SP-36, dari B1-B4 berturut-

turut 174,53 µg/tnm, 196,35 µg/tnm, 160,45 µg/tnm, dan 165,94 µg/tnm,

namun perlakuan B2 mempunyai nilai yang tertinggi bila dibandingkan

dengan perlakuan biosulfo yang lain.

5. Pemberian pupuk biosulfo berpengaruh sangat nyata terhadap hasil umbi

bawang merah. Pupuk biosulfo pada semua perlakuan mampu

menghasilkan umbi yang mempunyai berat hampir setara dengan pupuk

SP-36 yaitu 35,75 g/tnm, dari B1-B4 berturut-turut 29,88 g/tnm; 32,10

g/tnm; 32,75 g/tnm; dan 29,33 g/tnm. Pupuk biosulfo 3 (B3) memberikan

hasil bawang merah paling tinggi diantara perlakuan biosulfo lain dan

tidak berbeda nyata dengan pupuk SP-36.

Page 61: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Pengaruh...di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Disusun oleh : VISI ANGGRAINI H0207071

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

B. Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut menggunakan pupuk biosulfo

terbaik dengan varietas bawang merah yang sama (Allium ascalonicum L.)

pada lahan untuk waktu yang lebih lama jika dilihat dari karakteriktik pupuk

biosulfo, sehingga akan menghasilkan dosis optimum biosulfo pada budidaya

tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) dan hasil bawang merah yang

baik.