Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN DAGING SAPI DI INDONESIA
SKRIPSI
SITI NURROHIMIN JAYA EVIANA NINGRUM
1111092000063
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439 H
ii
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN DAGING SAPI DI INDONESIA
SITI NURROHIMIN JAYA EVIANA NINGRUM
1111092000063
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian (SP)
Pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439 H
vi
RINGKASAN
Siti Nurrohimin Jaya Eviana Ningrum, Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi di Indonesia. Di bawah bimbingan Iwan
Aminudin dan Junaidi.
Daging memilliki kandungan protein yang berguna dalam memenuhi
standar konsumsi masyarakat terhadap daging. berdasarkan data Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2014 Perkembangan tingkat konsumsi
daging sapi per kapita masyarakat Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun 2014
berfluktuasi dan cenderung naik. Peningkatan konsumsi daging sapi per kapita per
tahun di Indonesia dapat diakibatkan oleh kesadaran masyarakat Indonesia akan
kebutuhan gizi dalam makanan, terutama protein hewani. Semakin menurunnya
laju pertumbuhan permintaan daging sapi menandakan bahwa daya beli
masyarakat untuk mengkonsumsi daging sapi semakin menurun dan
menggantikannya dengan barang substitusi lainnya. Hal ini akan berdampak
nengatif bagi para pelaku usaha yang bergerak di sektor peternakan, khususnya
peternakan sapi potong karena pangsa pasar mereka akan berkurang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) faktor-faktor yang
mempengaruhi daging sapi di Indonesia dan mengetahui pengaruh seluruh
variabel permintaan daging sapi di Indonesia. Berdasarkan jenis dan sumbernya,
penelitian ini menggunakan data time series dan sekunder yang berasal dari Badan
Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan
Kementrian Pertanian Indonesia. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap
permintaan daging sapi di Indonesia adalah harga daging sapi, harga daging ayam
ras, pendapatan per kapita, jumlah penduduk. Model regresi akan dianalisis secara
kuantitatif berupa analisis regresi linear berganda dengan metode estimasi kuadrat
terkecil (Ordinary Least Square) menggunakan komputer dengan program SPSS
versi 22.0.
Hasil estimasi menunjukan bahwa variabel harga daging sapi bertanda
negatif dan jumlah penduduk bertanda positif yang berarti mempunyai pengaruh
nyata terhadap permintan daging sapi di Indonesia. Variabel harga daging ayam
ras, pendapatan per kapita bertanda positif, keduanya mempunyai pengaruh tidak
nyata terhadap permintaan daging sapi di Indonesia. Secara bersama-sama semua
variabel bebas berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi di
Indonesia.dan kekuatan penjelas dari model persamaan sangat memuaskan, dilihat
dari besarnya nilai koefisien determinasi sebesar 0,878 yang berarti 87,8 persen
perubahan dalam permintaan dalam permintan daging sapi di Indonesia dapat
dijelaskan oleh seluruh variabel bebas, sisanya sebesar 12,2 persen dijelaskan oleh
faktor lain diluar penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar
pemerintah meningkatkan produktivitasi sapi potong di Indonesia untuk
menghilangkan gap atau kesenjangan antara konsumsi dan produksi sehingga
dapat mengurangi volume impor daging sapi ke Indonesia di kemudian hari.
Keyword : Daging sapi, Daging ayam, Penduduk Indonesia.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi di
Indonesia”dengan baik. Tak lupa, sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada
nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan mulia ini, penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Kedua Orang Tua penulis, Alm. Bapak Rasimin dan Ibu Sutini, Mas Sujito,
Mas Buntomo Budiarto, Mba Supariningsih, Mas Eko Susilo Budi Utomo,
Mas Saiful Aziz Puji Prasetyo, serta keponakan – keponakan keluarga Bapak
Rasimin. Terima kasih atas segala cinta, kasih sayang, pengorbanan,
perhatian yang tak terhingga, nasihat, dan dukungan baik moril maupun
materil serta do’a yang tiada hentinya kepada penulis.
2. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS dan Bapak Dr. Ir. Iwan Aminudin, M.Si,
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Ir. Iwan Aminuddin, M.Si, dan Bapak Ir. Junaidi , M.Si selaku
Dosen Pembimbing I dan II yang tanpa lelah telah membimbing, dan
viii
memberikan arahan, serta masukan yang sangat berarti selama penyusunan
skripsi ini.
5. Ibu Dr. Ir. Elpawati, MP dan Ibu Rizki Adi Puspita Sari, SP, MM selaku
dosen penguji I dan II yang telah memberikan arahan dan masukan dalam
pennyempurnaan skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan staff Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan selama penulis berkuliah.
7. Sahabat-sahabat yang terus memberi dukungan kepada penulis, Azizi, Sabar,
Cece Siti, Ulfa, Iin, Nia, Feny, Luthvia, dan lainnya yang terus berjuang dan
memberi dorongan semangat dan motivasi untuk terus maju serta selalu
bersedia membantu.
8. Sahabat – sahabat tersayang Nia, Iin, Ulfa, Nisa, Ella, Alin, Coco, dan Ririn
teman selama kuliah dan seperjuangan saat menjadi maba di Agri terimakasih
atas waktu, perhatian, canda, sayang, Ilmu yang kalian berikan kepada
penulis.
Pepatah mengatakan bahwa tidak ada yang sempurna didunia ini kecuali
Allah SWT, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan baik substansi maupun dalam penulisan. Penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin Ya Robbal Alaamiin.
Jakarta, Agustus 2018
Penulis
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
TABEL GAMBAR ............................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 9
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 9
1.5 Pembatasan Masalah .............................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daging Sapi ........................................................................................... 11
2.1.1 Komposisi Kimia Daging Sapi ......................................................... 12
2.1.2 Klasifikasi Daging Sapi Berdasarkan Kondisi Fisik ...................... 13
2.2 Teori Perilaku Konsumen ...................................................................... 14
2.3 Teori Permintaan ................................................................................... 15
2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan ............................ 16
2.3.2 Fungsi Permintaan .............................................................................. 20
2.3.3 Kurva Permintaan ............................................................................... 21
2.3 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 23
2.4 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 26
2.5 Hipotesis ................................................................................................ 28
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Penelitian .................................................................................... 29
3.2 Jenis dan Sumber Data........................................................................... 29
3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 29
3.3.1 Metode Analisis Deskriptif ............................................................... 30
3.3.2 Analisis Regresi Linear Berganda .................................................... 30
3.4 Definisi Operasional .........................................................................35
x
BAB IV GAMBARAN UMUM PERMINTAAN DAGING SAPI
4.1 Sentra Populasi Sapi Potong .................................................................. 37
4.2 Jumlah Konsumsi Daging Sapi Tahun 2000 - 2014 .............................. 39
4.3 Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun 2000 - 2014 .............................. 40
4.4 Harga Daging Sapi Tahun 2000 - 2014 ................................................. 41
4.5 Harga Daging Ayam Tahun 2000 - 2014 .............................................. 42
4.6 Tingkat Pendapatan Tahun 2000 - 2014 ................................................ 42
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Daging
Sapi di Indonesia .................................................................................. 44
5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi di
Indonesia ............................................................................................... 46
5.2.1 Pengaruh Harga Daging Sapi Terhadap Permintaan Daging
Sapi di Indonesia ................................................................................ 47 5.2.2 Pengaruh Harga Daging Ayam Terhadap Permintaan Daging
Sapi di Indonesia ................................................................................ 48 5.2.3 Pengaruh Pendapatan Per Kapita Terhadap Permintaan
Daging Sapi di Indonesia .................................................................. 49 5.2.4 Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Daging
Sapi Di Indonesia ............................................................................... 49
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ............................................................................................ 51
6.2 Saran.......................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 52
LAMPIRAN .......................................................................................................... 54
xi
DAFTAR TABEL
1. Perkembangan pendapatan per kapita (dengan harga konstan), jumlah
penduduk Indonesia, dan permintaan daging sapi di Indonesia .................... 7
2. Hasil Uji Multikolinearitas .......................................................................... 34
3. Jumlah Populasi Sapi di Indonesia (000 ekor) Tahun 2000 - 2014 ............. 38
4. Jumlah Konsumsi Daging Sapi Tahun 2000 - 2014 .................................... 39
5. Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun 2000 - 2014..................................... 40
6. Harga Daging Sapi tahun 2000 - 2014 ........................................................ 41
7. Harga Daging Ayam Tahun 2000 - 2014 .................................................... 42
8. Tingkat Pendapatan Tahun 2000 - 2014 ...................................................... 43
9. Hasil Uji Regresi Linear Berganda .............................................................. 45
xii
TABEL GAMBAR
1. Konsumsi Daging Sapi Per Kapita Per Tahun 2000-2014 (Kg/Th) .............. 4
2. Pertumbuhan Konsumsi Daging Sapi Per Kapita Per Tahun 2000-2014(%) .4
3. Permintaan Daging Sapi di Indonesia Tahun 2000-2014 (Kg) ..................... 5
4. Pertumbuhan Permintaan Daging Sapi di Indonesia Tahun 2000-2014 (%) 5
5. Pertumbuhan Harga Daging Sapi, Harga Daging Ayam, dan Permintaan
Daging Sapi di Indonesia (%) ........................................................................ 6
6. Kurva Permintaan ........................................................................................ 22
7. Pergeseran Kurva Permintaan ..................................................................... 23
8. Kerangka Pemikiran .................................................................................... 27
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan
sektor pertanian. Dari pengalaman empiris menunjukkan bahwa tidak ada satu
negarapun yang mampu mencapai tahapan menuju pembangunan yang
berkelanjutan dan digerakkan oleh sektor industri dan jasa berbasis teknologi
modern, tanpa membangun sektor pertanian yang tangguh. Sektor pertanian
beserta sub sektornya memiliki peran yang vital dalam peningkatan Product
Domestic Bruto (PDB), peningkatan devisa, membuka lapangan kerja baru,
menjaga ketahanan pangan nasional, meningkatkan kesejahteraan petani, serta
berperan positif dalam pembangunan daerah. Salah satu sub sektor dalam
pertanian adalah sub sektor peternakan.
Kontribusi sub sektor peternakan terhadap PDB selalu mengalami
kenaikan dari tahun ke tahun dan menempati posisi empat dibawah tanaman
bahan makanan, perikanan, dan tanaman perkebunan. Kontribusi sektor pertanian
terhadap PDB berdasarkan lapangan usaha sektor pertanian (berdasarkan harga
konstan) mencapai 45.960,01 miliar rupiah pada tahun 2014 dengan laju
pertumbuhan sebesar 4,96% pada tahun 2014 (BPS, 2015). Laju pertumbuhan
PDB sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya masih diatas tanaman bahan
makanan dan kehutanan, selain itu PDB sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya
mengalami fluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Sub sektor peternakan
memiliki peran utama sebagai penyedia bahan pangan hewani utamanya adalah
2
protein. Sumber protein sendiri digolongkan menjadi dua golongan, yakni sumber
protein nabati atau sumber protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti
sayur-sayuran, buah-buahan, atau kacang-kacangan. Sedangkan golongan kedua
adalah sumber protein hewani atau sumber protein yang berasal dari hewan.
Salah satu penghasil protein hewani adalah daging sapi. Daging sapi
adalah penghasil protein hewani terbesar setelah unggas dan ikan. Daging sapi
merupakan daging merah yang sering dikonsumsi oleh rakyat Indonesia. Daging
sapi bagi mayoritas penduduk Indonesia adalah makanan mewah yang jarang
dikonsumsi. Bahkan sebagian masyarakat hanya mengkonsumsi daging 1-2 kali
dalam setahun, yaitu pada saat hari-hari besar keagamaan ataupun hari-hari besar
nasional. Ketersediaan daging sapi selalu dibutuhkan baik pada kelompok kelas
pendapatan tinggi, sedang maupun rendah. Komponen bahan kering yang terbesar
dari daging adalah protein sehingga nilai nutrisi dagingnya pun tinggi.
Komposisi protein daging sapi lebih tinggi (18,8%) dibanding dengan
sumber protein hewani lainnya seperti daging ayam (18,2%), daging domba
(17,1%), daging kambing (16,6%), daging babi (11,9%), telur ayam (16,2%), serta
ikan (17,8%). Sedangkan komposisi protein pada tempe dan tahu sebagai sumber
protein nabati ialah 9,6% (Depkes RI, 1995).
Suhardjo dan Kusharto (1992) menyatakan bahwa fungsi protein yang
paling utama adalah untuk menyediakan bahan-bahan yang penting peranannya
untuk pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh, sebagai pengatur
kelangsungan proses di dalam tubuh, serta memberikan tenaga. Protein sendiri
merupakan sekelompok senyawa organik yang di dalamnya terdiri dari sulfur,
3
hidrogen, fosfor, nitrogen, oksigen serta asam amino. Sesuai nama lainnya yakni
protos yang berarti utama, protein merupakan zat yang paling dibutuhkan oleh
tubuh.
Daging memilliki kandungan protein yang berguna dalam memenuhi
standar konsumsi masyarakat terhadap daging, standar konsumsi kebutuhan
protein pada anak balita 2-2,5 gram per kilogram berat badan, sedangkan pada
orang dewasa hanya 1 gram per kilogram berat badan (Rasyaf, 1996). Sedangkan
berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2014
Perkembangan tingkat konsumsi daging sapi per kapita masyarakat Indonesia dari
tahun 2000 hingga tahun 2014 berfluktuasi dan cenderung naik. Peningkatan
konsumsi daging sapi per kapita per tahun di Indonesia dapat diakibatkan oleh
kesadaran masyarakat Indonesia akan kebutuhan gizi dalam makanan, terutama
protein hewani. Pada tahun 2000 tingkat konsumsi daging sapi masyarakat
Indonesia adalah sebesar 1,525 kg/kapita/tahun naik menjadi 2.36 kg/kapita/tahun
pada tahun 2014, angka ini tergolong kecil dibandingkan dengan konsumsi negara
maju hal ini disebabkan oleh mahalnya harga daging sapi (Sekretariat Jenderal
Kementan RI, 2015). Masyarakat Indonesia umumnya hanya mengkonsumsi
daging sapi bila ada perayaan atau hari-hari besar keagamaan. Grafik
perkembangan konsumsi daging sapi per kapita per tahun di Indonesia dapat
dilihat pada Gambar 1 (Sumber: Pusdatin Kementan, 2015).
4
Gambar 1. Konsumsi Daging Sapi Per Kapita Per Tahun 2000-2014 (Kg/Th)
Peningkatan konsumsi daging sapi di Indonesia merupakan peluang usaha
bagi mereka yang menggeluti bisnis di sektor peternakan sapi potong. Namun
meskipun konsumsi daging sapi per kapita per tahun berfluktuasi dengan
kecenderungan meningkat, pertumbuhan konsumsi daging sapi per kapita per
tahun berfluktuasi dengan kecenderungan menurun. Perkembangan pertumbuhan
konsumsi daging sapi per kapita per tahun di Indonesia dapat dilihat pada Gambar
2 (Sumber : Pusdatin Kementan, 2015).
Gambar 2. Pertumbuhan Konsumsi Daging Sapi Per Kapita Per Tahun 2000-2014
(%)
Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2, persentase pertumbuhan
konsumsi daging sapi per kapita per tahun di Indonesia berfluktuasi dengan
kecenderungan menurun dengan pertumbuhan rata-rata 2,34% per tahunnya.
0.000
0.500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
200
0
200
1
200
2
200
3
200
4
200
5
200
6
200
7
200
8
200
9
201
0
201
1
201
2
201
3
201
4
Konsumsi Daging Sapi Per
Kapita Per Tahun 2000-
2014 (Kg/Th)
Linear (Konsumsi Daging
Sapi Per Kapita Per Tahun
2000-2014 (Kg/Th))
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
200
0
200
1
200
2
200
3
200
4
200
5
200
6
200
7
200
8
200
9
201
0
201
1
201
2
201
3
201
4
Pertumbuhan Konsumsi
Daging Sapi Per Kapita
Per Tahun 2000-2014 (%)
Linear (Pertumbuhan
Konsumsi Daging Sapi
Per Kapita Per Tahun
2000-2014 (%))
5
Permintaan daging sapi secara nasional pun mengalami fluktuasi dengan
kecenderungan meningkat. Pada tahun 2000 Permintaan daging sapi di Indonesia
mencapai 312.826,3 ton meningkat menjadi 595.109,4 ton pada tahun 2014.
Grafik permintaan daging sapi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3 (Sumber
: Pusdatin Kementan, 2015).
Gambar 3. Permintaan Daging Sapi di Indonesia Tahun 2000-2014 (Kg)
Walaupun permintaan daging sapi berfluktuasi dengan kecenderungan
meningkat, berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan permintaan daging sapi
yang berfluktuasi dengan kecenderungan menurun. Penurunan terbesar terjadi
pada tahun 2002, 2005, dan 2012 dengan persentase masing-masing tahun sebesar
-24,9%, -11,90%, dan -11,94%. Perkembangan pertumbuhan permintaan daging
sapi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pertumbuhan Permintaan Daging Sapi di Indonesia Tahun 2000-2014
(%)
0
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
700000000
200
0
200
1
200
2
200
3
200
4
200
5
200
6
200
7
200
8
200
9
201
0
201
1
201
2
201
3
201
4
Permintaan Daging Sapi
di Indonesia tahun 2000-
2014 (Kg)
Linear (Permintaan
Daging Sapi di Indonesia
tahun 2000-2014 (Kg))
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
200
0
200
1
200
2
200
3
200
4
200
5
200
6
200
7
200
8
200
9
201
0
201
1
201
2
201
3
201
4
Pertumbuhan Permintaan
Daging Sapi di Indonesia
Tahun 2000-2014 (%)
Linear (Pertumbuhan
Permintaan Daging Sapi
di Indonesia Tahun 2000-
2014 (%))
6
Setiap tahunnya baik pertumbuhan konsumsi daging sapi di per kapita per
tahun maupun pertumbuhan permintaan daging sapi di Indonesia mengalami
fluktuasi dengan kecenderungan menurun. Penurunan pertumbuhan ini dapat
disebabkan oleh harga daging sapi yang semakin mahal setiap tahunnya. Pada
tahun 2014, harga daging sapi mencapai Rp 99.056/Kg. Sejak tahun 2000 sampai
tahun 2014, harga daging sapi mengalami trend meningkat, pertumbuhan rata-rata
sebesar 9,28% setiap tahunnya. Selain harga daging sapi itu sendiri, harga barang
substitusi seperti daging ayam juga dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan
konsumsi daging sapi per kapita per tahun masyarakat Indonesia. Pada tahun
2014, harga daging ayam mencapai Rp 28.976/Kg. Sejak tahun 2000 sampai
tahun 2014, harga daging ayam mengalami trend menurun, dengan pertumbuhan
rata-rata sebesar 4,87% per tahun. Perbandingan perkembangan pertumbuhan
permintaan daging sapi di Indonesia dengan harga daging sapi dan harga daging
ayam dapat dilihat pada Gambar 5 (Sumber : Pusdatin Kementan, 2015).
Gambar 5. Pertumbuhan Harga Daging Sapi, Harga Daging Ayam, dan
Permintaan Daging Sapi di Indonesia (%)
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
200
0
200
1
200
2
200
3
200
4
200
5
200
6
200
7
200
8
200
9
201
0
201
1
201
2
201
3
201
4
Pertumbuhan Harga
Daging Sapi (%)
Pertumbuhan Harga
Daging Ayam (%)
Pertumbuhan Permintaan
Daging Sapi di Indonesia
(%)
7
Di sisi lain pendapatan per kapita semakin meningkat dari tahun 2000-
2014 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,72% per tahun. Pada tahun 2014
pendapatan per kapita masyarakat Indonesia adalah Rp 11.536.817,- (dengan
harga konstan) (BPS, 2015). Selain itu, jumlah penduduk yang pada tahun 2000-
2014 mengalami pertumbuhan dengan kecenderungan meningkat rata-rata sebesar
1,34% setiap tahunnya (BPS, 2015). Akan tetapi pesentase kenaikan pendapatan
per kapita dan jumlah penduduk tidak dapat membendung laju pertumbuhan
permintaan daging sapi di Indonesia yang semakin melambat (menurun).
Perkembangan pendapatan per kapita (dengan harga konstan), jumlah penduduk
Indonesia, dan permintaan daging sapi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan pendapatan per kapita (dengan harga konstan), jumlah
penduduk Indonesia, dan permintaan daging sapi di Indonesia
Tahun
Pendapatan
Per Kapita
(Rp) (dengan
harga
konstan)
Laju
(%)
Jumlah
Penduduk
Laju
(%)
Permintaan
daging sapi Laju (%)
2000 6,775,003.00 205132000 312826300
2001 6,927,425.00 2.20 207928000 1.34 334348224 6.44
2002 7,142,664.00 3.01 210736000 1.33 267634720 -24.93
2003 7,385,455.00 3.29 213551000 1.32 399340370 32.98
2004 7,655,520.00 3.53 216382000 1.31 458729840 12.95
2005 7,987,113.00 4.15 219205000 1.29 409913350 -11.91
2006 8,318,480.00 3.98 222051000 1.28 424117410 3.35
2007 8,734,031.00 4.76 224905000 1.27 503787200 15.81
2008 9,142,441.00 4.47 227779000 1.26 523891700 3.84
2009 9,447,262.00 3.23 230633000 1.24 544293880 3.75
2010 9,703,457.00 2.64 238519000 3.31 591527120 7.98
2011 10,184,536.00 4.72 241991000 1.43 629176600 5.98
2012 10,671,007.00 4.56 245425000 1.40 562023250 -11.95
2013 11,128,829.00 4.11 248818000 1.36 567305040 0.93
2014 11,536,817.00 3.54 252165000 1.33 595109400 4.67
Rata-
Rata
8,849,336.00 3.73 227014667 1.46 474934960.3 3.56
Sumber: BPS dan PUSDATIN KEMENTAN, 2015
8
Berdasarkan hasil proyeksi besarnya permintaan daging sapi pada tahun
2015 adalah sebesar 2,40 kg/kapita/tahun, tahun 2016 diproyeksikan sebesar 2,41
kg/kapita/tahun dan tahun 2017 di proyeksikan sebesar 2,43 kg/kapita/tahun
sementara tahun 2018 - 2019 mengalami penurunan dari 0,14 hingga 0,88 atau
selama tahun 2014-2019 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0.86%.
Permintaan total daging sapi Indonesia diproyeksikan akan menurun selama
periode 2013 – 2019 dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 2,11% per tahun.
Secara absolut konsumsi daging sapi diproyeksikan mengalami penurunan dari
567,31 ribu ton pada tahun 2013 menjadi 642,76 ribu ton pada tahun 2019.
Menurunnya konsumsi daging sapi mungkin disebabkan mahalnya harga daging
sapi selama beberapa tahun terakhir, sehingga konsumen memilih menggantikan
dengan mengkonsumsi daging ayam atau yang sejenis dikarenakan harganya yang
terjangkau (Pusdatin Kementan, 2015).
Semakin menurunnya laju pertumbuhan permintaan daging sapi
menandakan bahwa daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi daging sapi
semakin menurun dan menggantikannya dengan barang substitusi lainnya. Hal ini
akan berdampak nengatif bagi para pelaku usaha yang bergerak di sektor
peternakan, khususnya peternakan sapi potong karena pangsa pasar mereka akan
berkurang. Berdasarkan berbagai kondisi diatas, maka perlu dilakukan suatu
penelitian mengenai ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan
Daging Sapi Di Indonesia”. Diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan
pengetahuan mengenai pangsa pasar daging sapi nasional dan menjadi dasar
pengambilan kebijakan terkait pembangunan agribisnis peternakan.
9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah dalam penenlitian ini yaitu :
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi di
Indonesia ?
2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap permintaan daging
sapi di Indonesia ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
daging sapi di Indonesia.
2. Menganalisis bagaimana pengaruh seluruh variabel terhadap permintaan
daging sapi di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi berbagai
pihak, diantaranya adalah :
1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan
kebijakan pembangunan agribisnis peternakan, khususnya sebagai sarana
untuk meningkatkan konsumsi protein hewani nasional
10
2. Bagi pembaca dan peminat, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan tambahan informasi dan pengetahuan, khususnya mengenai
potensi pasar komoditas daging sapi di Indonesia.
3. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5 Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Data yang digunakan adalah data time series mulai dari tahun 2000
sampai dengan tahun 2014.
2. Penelitian ini hanya terbatas pada variabel yaitu harga daging sapi,
harga daging ayam ras, pendapatan per kapita, dan jumlah penduduk.
3. Selera dan preferensi konsumen tidak diteliti karena tidak dapat diukur
secara kuantitatif sehingga dianggap tetap.
4. Permintaan yang dimaksud adalah permintaan daging sapi di Indonesia
secara agregat.
5. Harga barang terjadi pada pasar dengan persaingan sempurna
6. Harga-harga diperhitungkan berdasarkan harga setempat pada tahun
penelitian yang telah dideflasikan.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daging Sapi
Nugraheni (2013) menyatakan daging adalah salah satu komoditi yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap zat-zat gizi protein dimana
protein daging mengandung susunan asam amino yang lengkap. Daging
didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka. Pengertian
lain daging adalah bagian dari hewan potong yang digunakan manusia sebagai
bahan makanan, selain mempunyai penampakan yang menarik selera, juga
merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi. Komponen utama penyusun
daging adalah otot. Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan
karena fungsi fisiologisnya telah berhenti. Daging juga tersusun dari jaringan ikat,
epithelial, jaringan-jaringan syaraf, pembuluh darah, dan lemak.
Di Indonesia ternak sapi menduduki urutan teratas dari segi populasi,
penyebaran daerah, volume produksi daging maupun dari segi nilai ekonomi dan
mutu dagingnya. Selain itu jumlah rasnya pun banyak. Ada banyak jenis sapi
penghasil daging. Masing-masing mudah dikenali dari penampakan fisiknya
semasa hidup. Secara umum, tiap jenis sapi dapat menghasilkan daging, namun
berbeda mutunya dari satu jenis dengan jenis lainnya. Sapi penghasil daging di
Indonesia secara umum dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe, yaitu sapi
lokal (local type), sapi pedaging (meat type), dan sapi perah (dairy type). Di dalam
ketiga golongan itu terdapat juga sapi peranakan (turunan silang) dan sapi impor,
12
kesemuanya menyebabkan makin luasnya variasi bentuk dan mutu komoditas
daging di Indonesia.
Sapi lokal merupakan golongan yang terbesar sebagai penyedia utama
komoditas daging di Indonesia. Sebagai pengahasil daging, sapi lokal terdiri atas
tiga jenis utama, yaitu sapi Bali, sapi Madura, dan sapi Ongole. Sapi lokal jenis
lain jumlahnya mirip dengan salah satu dari tiga jenis tersebut, misalnya sapi
Aceh yang mirip dengan sapi Madura. Sapi pedaging (meat type) yang asli
Indonesia tidak ada, melainkan khusus diimpor untuk penyediaan daging bermutu
tinggi. Indonesia juga mengimpor sapi untuk tujuan pemuliaan mutu ternak,
misalnya sapi Brahman dan sapi Frisian Holstein (Nugraheni, 2013).
2.1.1 Komposisi Kimia Daging Sapi
Komposisi kimia daging secara umum dapat diestimasi, yaitu air sekitar
75%, protein 19%, lemak 2,5%, karbohidrat 1,2%, substansi-substansi non-protein
yang larut 2,3%, termasuk substansi nitrogenus 1,65% dan substansi anorganik
0,65%, dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dan dalam air relatif sangat
sedikit. Protein daging, berdasarkan solubilitasnya terdiri atas tiga kategori utama,
yaitu protein miofibliar, protein sarkoplasmik, dan protein jaringan ikat dan
organela (Soeparno, 2011).
Daging merupakan sumber vitamin-vitamin B kompleks yang baik.
Vitamin-vitamin ini larut dalam lemak. Hati adalah daging organ yang kaya akan
vitamin A. Ferguson (2010) menyatakan dalam Soeparno (2011) daging, terutama
daging merah merupakan sumber mikronutrien penting yang memiliki property
anti kanker, termasuk selenium, vitamin B6, B12, dan vitamin D. Daging juga
13
mengandung anti karsinogen yang potensial, termasuk asam-asam lemak tidak
jenuh omega-3 dan asam linoleat konjugasi dari jaringan lemak daging.
Kandungan kalori daging dan produk daging (sosis, dendeng, dan lain-lain) sangat
bervariasi tergantung pada kandungan kimia masing-masing produk, terutama
kandungan lemak produk yang bersangkutan. Misalnya, bila kandungan lemak
tinggi, maka kandungan kalorinya juga tinggi.
2.1.2 Klasifikasi Daging Sapi Berdasarkan Kondisi Fisik
Klasifikasi daging berdasarkan kondisi fisik adalah: 1) daging segar, 2)
daging segar layu, 3) daging dingin, 4) daging beku, 5) daging masak, 6) produk
daging proses, dan 7) daging organ. Daging segar berasal dari karkas yang tidak
atau belum dilayukan. Daging segar layu diperoleh dari karkas yang telah
dilayukan 12-24 jam, dan sudah mengalami proses kekakuan atau daging dengan
pelayuan dingin selama lebih dari 24 jam. Daging dingin atau daging yang berasal
dari karkas atau daging segar yang dilayukan dan didinginkan pada temperature
rendah sekitar -40 – 00 C yang disebut chilling, kemudian disimpan pada
temperature refrigerasi antara -20 – 50 C, hingga pemasaran atau diolah dan
dikonsumsi. Daging beku adalah daging segar yang telah mengalami pelayuan,
pendinginan atau chilling, disimpan pada temperature refrigerasi beberapa saat,
kemudian dibekukan pada temperature beku domestik -180 – -200 C atau lebih
rendah. Daging beku ini dapat mengalami pemendekkan atau pengkerutan otot
karena pendinginan atau pembekuan cepat, yang disebut cold-shortening otot.
Daging masak adalah daging atau produk daging proses yang telah dimasak
dengan metode pemasakan tertentu. Produk daging proses adalah produk-produk
14
daging yang telah dipersiapkan dan dipeservasi dengan teknologi tertentu dengan
melibatkan satu prosedur prosesing atau lebih, misalnya penggilingan,
pencacahan, pencampuran, kominusi, emulsifikasi dengan penambahan ingridien
selain daging, bumbu-bumbu penyedap, pengubahan warna produk, dan atau
penambahan bahan-bahan kimia pengawet tertentu yang diizinkan sesuai dengan
regulasi, serta perlakuan pemanasan, dan pendinginan. Daging organ adalah
daging yang berasal dari organ-organ tubuh yang layak dikonsumsi (Forrest et al.,
1975 ; Soeparno, 1992-2009 ; Aberle et al., 2001 dalam Soeparno, 2011).
2.2 Teori Perilaku Konsumen
Konsumen adalah salah satu unit pengambil keputusan dalam ekonomi
yang bertujuan untuk memaksimumkan kepuasan dari berbagai barang atau jasa
yang dikonsumsi. Dalam memaksimumkan kepuasan, konsumen dihadapkan pada
dua permasalahan, yaitu: 1) barang-barang ekonomi yang dikonsumsinya pasti
mempunyai harga, dan 2) pendapatannya terbatas sehingga untuk mendapatkan
tingkat kepuasannya juga terbatas. Dari perilaku konsumen ini diperoleh kurva
permintaan (demand). Pada kurva permintaan, teori ekonomi menyatakan bahwa
satuan untuk memenuhi kepuasan (satisfaction), yaitu utilitas (utility). Ada dua
pendekatan dalam menganalisa utilitas, yaitu pendekatan utilitas kardinal dan
pendekatan utilitas ordinal (Masyhuri, 2007).
Teori ulititas kardinal menganggap bahwa besarnya daya guna (utilitas)
yang diterima seorang konsumen sebagai akibat dari tindakan mengkonsumsi
barang tersebut dapat diukur lebih tinggi rendahnya tergantung kepada subyek
yang memberikan nilai atau penilaian, pendekatan ini sering disebut dengan
15
pendekatan Marginal Utility. Teori utilitas ordinal beranggapan bahwa besarnya
daya guna atau utilitas tidak diketahui secara obsolut oleh konsumen, bagi seorang
konsumen cukup dengan kemampuan untuk membuat urutan-urutan kombinasi
barang yang dikonsumsinya berdasarkan besarnya daya guna yang diterimanya,
pendekatan ini sering disebut juga dengn pendekatan Indefferent Curve (Lukman,
2007).
2.3 Teori Permintaan
Permintaan (demand) terhadap suatu barang dan jasa dapat didefinisikan
sebagai suatu hubungan antara sejumlah barang atau jasa yang diinginkan oleh
konsumen untuk membeli di pasar atau jasa yang diinginkan oleh konsumen
untuk dibeli di pasar pada tingkat harganya pada waktu tertentu. Tetapi
permintaannya tersebut belum tentu sama artinya dengan jumlah barang yang
sesungguhnya dibeli konsumen, karena keinginan membeli atau permintaan itu
adalah berkenaan dengan kemampuan untuk membeli disebut juga dengan
permintaan yang efektif artinya orang yang mempunyai daya beli yang bersedia
untuk membayar harga barang pada suatu tingkat harga dan dalam jumlah
tertentu. Jadi, permintaan itu didukung oleh kekuatan uang dalam jumlah tertentu,
untuk membayar barang yang diminta atau ingin dibeli atau demand = keinginan
+ kemampuan financial (Lukman, 2007).
Masyhuri (2007) menyatakan, permintaan adalah keinginan konsumen
membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu.
Hukum permintaan (the law of demand) adalah jika harga barang naik, maka
jumlah barang yang diminta turun, begitu terjadi sebaliknya. Secara sederhana
16
hukum permintaan dapat dirumuskan sebagai berikut: Jumlah yang akan dibeli per
unit waktu, menjadi semakin besar, apabila harga semakin rendah, ceretis paribus
(keadaan lain tetap sama) (Bilas, 1984).
Permintaan dibagi menjadi dua, yaitu permintaan individu (firm) dan
permintaan pasar (market). Permintaan individu adalah permintaan sejumlah
barang oleh konsumen pada berbagai tingkat harga barang. Sedangkan permintaan
pasar adalah penjumlahan dari permintaan-permintaan individu, dengan kata lain:
kumpulan dari permintaan-permintaan individu membentuk permintaan pasar.
Skedul dan kurva permintaan dapat diketahui melaui mekanisme berikut : 1)
Skedul permintaan adalah daftar hubungan antara harga barang dengan jumlah
barang yang diminta ; 2) Kurva permintaan adalah gambaran hubungan jumlah
barang yang diminta dengan harganya. Untuk lebih jelasnya hokum permintaan
dapat diungkap melalui : 1) Kurva permintaan (demand curve), sifatnya visual
(dapat dilihat) ; 2) Fungsi permintaan (demand function), sifatnya kuantitatif
(Masyhuri, 2007).
2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Sugiarto dkk. (2002) menuliskan bahwa permintaan seseorang atau
masyarakat terhadap suatu komoditas ditentukan oleh banyak faktor, yaitu : 1)
Harga komoditas itu sendiri ; 2) Harga komoditas lain yang berkaitan erat dengan
komoditas tersebut ; 3) Pendapatan konsumen; 4) Corak distribusi pendapatan
dalam masyarakat ; 5) Cita rasa masyarakat ; 6) Jumlah penduduk ; 7) Ramalan
mengenai keadaan di masa mendatang.
17
1. Harga komoditas itu sendiri
Bila harga suatu komoditas turun, konsumen akan mengurangi pembelian
atas komoditas-komoditas lain dan menambah pembelian pada komoditas yang
mengalami penurunan harga tersebut. Harga yang lebih rendah memungkinkan
konsumen yang sebelumnya tidak mampu membeli komoditas tersebut untuk
mulai membelinya. Penurunan harga suatu komoditas menyebabkan pendapatan
riil para pembeli meningkat yang mendorong konsumen yang sudah membeli
komoditas tersebut untuk membeli lagi dalam jumlah yang lebih besar.
Bila harga suatu komoditas naik, para pembeli mencari komoditas lain
yang dapat digunakan sebagai pengganti atas komoditas yang mengalami
kenaikan harga. Disamping itu kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para
pembeli berkurang. Pendapatan riil yang merosot memaksa para pembeli untuk
mengurangi pembeliannya pada berbagi jenis komoditas, terutama pada
komoditas yang mengalami kenaikan harga.
2. Harga komoditas lain yang berkaitan erat dengan komoditas tersebut
Dalam hubungannya dengan permintaan akan suatu komoditas, kaitan
suatu komoditas dengan berbagai jenis komoditas lainnya dapat dibedakan
menjadi barang substitusi, barang komplementer, dan barang netral. Barang
substitusi adalah komoditas yang dapat menggantikan fungsi dari komoditas lain
sehinga harga komoditas pengganti dapat mempengaruhi permintaan komoditas
yang dapat digantikannya. Pada umumnya bila harga komoditas pengganti turun
maka komoditas yang digantikannya akan mengalami pengurangan permintaan.
Barang komplementer adalah suatu komoditas yang selalu digunakan bersama-
18
sama dengan komoditas lainnya. Dalam hal ini kenaikan atau penurunan
permintaan atas komoditas komplementer berjalan seiring dengan perubahan
permintaan komoditas yang dilengkapinya. Barang netral adalah komoditas yang
tidak memiliki hubungan sama sekali dengan komoditas lainnya sehingga
perubahan permintaan atas salah satu komoditas tidak akan mempengaruhi
permintaan komoditas lainnya. Dalam kaitannya dengan barang konsumsi, barang
netral adalah barang-barang konsumsi yang jumlah pemakaiannya tidak berubah
walaupun pendapatan konsumen mengalami perubahan (bertambah atau
berkurang).
3. Pendapatan konsumen
Pendapatan konsumen merupakan faktor yang sangat penting dalam
menentukan pola permintaan atas berbagai jenis barang. Atas dasar sifat
perubahan permintaan yang berlaku apabila pendapatan berubah, berbagai jenis
barang dapat dibedakan menjadi empat golongan yaitu barang inferior, barang
esensial, darang normal, dan barang mewah. Barang inferior adalah barang yang
permintaannya justru berkurang bila pendapatan seseorang bertambah tinggi. Para
pembeli yang mengalami kenaikan pendapatan akan menguruangi pengeluarannya
untuk barang-barang inferior dan menggantikannya dengan barang lain yang lebih
baik mutunya. Barang esensial adalah barang yang sangat penting artinya dalam
kehidupan sehari-hari. Pada umumnya barang esensial terdiri dari kebutuhan
pokok masyarakat. Secara umum permintaan akan barang-barang esensial tidak
akan berubah banyak dalam hubungannya dengan perubahan pendapatan maupun
harganya mengingat volume kebutuhan akan barang tersebut tidak berubah
19
banyak dalam kaitannya dengan harganya maupun pendapatan seseorang. Barang
normal adalah barang yang mengalami kenaikan permintaan seiring dengan
naiknya pendapatan seseorang. Sebaliknya jumlah permintaannya akan berkurang
bila pendapatan konsumen berkurang. Dengan bertambahnya pendapatan
konsumen, kemampuan membeli barang akan meningkat dan disamping itu juga
memungkinkan konsumen untuk menukar konsumsi mereka dari barang yang
mutunya kurang baik ke barang yang mutunya lebih baik. Barang mewah adalah
suatu jenis barang yang dibeli orang apabila pendapatan mereka sudah relatif
tinggi. Barang mewah biasanya dibeli oleh masyarakat setelah kebutuhan
primernya telah terpenuhi.
4. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat
Perubahan distribusi pendapatan dapat dipengaruhi corak permintaan
terhadap berbagai jenis komoditas. Bila konsentrasi pendapatan berada di
kalangan kelas atas, maka permintaan akan komoditas-komoditas mewah maupun
komoditas-komoditas sekunder akan meningkat. Bila konsentrasi pendapatan
bergeser ke kelas bawah, maka permintaan akan komoditas-komoditas yang
dibutuhkan oleh kelas bawah akan meningkat dan permintaan akan komoditas-
komoditas mewah akan menurun.
5. Cita rasa masyarakat
Perubahan cita rasa masyarakat mempengaruhi permintaan. Bila selera
konsumen terhadap suatu komoditas meningkat maka permintaan komoditas
tersebut akan meningkat, demikian pula sebaliknya.
20
6. Jumlah penduduk
Pertambahan penduduk biasanya diikuti dengan perkembangan akan
permintaan suatu komoditas karena dalam kondisi tersebut akan lebih banyak
orang yang membutuhkan komoditas tersebut.
7. Ramalan mengenai keadaan di masa mendatang
Perubahan-perubahan yang diramalkan mengenai keadaan di masa
mendatang dapat mempengaruhi permintaan akan suatu komoditas. Bila prospek
suatu komoditas di masa mendatang baik, maka permintaan komoditas tersebut
akan naik, dan bila sebaliknya permintaan akan komoditas tersebut akan turun.
2.3.2 Fungsi Permintaan
Gaspersz (1996) menyatakan bahwa konsep dasar dari fungsi permintaan
untuk suatu barang atau jasa dapat dinyatakan dalam bentuk hubungan antara
kuantitas yang diminta dan sekumpulan variabel spesifik yang mempengaruhi
permintaan dari barang atau jasa itu. Dalam bentuk model matematik, konsep
permintaan untuk suatu barang atau jasa, dinotasikan sebagai berikut:
QDX = f(Px, I, Pr, Pe, Ie, PAe, T, N, A, F, O)
Dimana:
QDX = kuantitas permintaan barang atau jasa X,
f = notasi fungsi yang berarti “fungsi dari” atau tergantung pada,
Px = harga dari barang atau jasa X,
I = pendapatan konsumen,
Pr = harga dari barang lain yang berkaitan (substitusi),
21
Pe = ekspektasi konsumen terhadap harga dari barang atau jasa X di
masa mendatang,
Ie = ekspektasi konsumen terhadap tingkat pendapatannya di masa
mendatang,
PAe = ekspektasi konsumen terhadap ketersediaan barang atau jasa X
itu di masa mendatang,
T = selera konsumen,
N = banyaknya konsumen potensial,
A = pengeluaran iklan,
F = features atau atribut dari barang dan jasa itu,
O = faktor-faktor spesifik lain yang berkaitan dengan permintaan
terhadap barang atau jasa itu.
QDX adalah variabel tidak bebas, karena besar nilainya ditentukan oleh
variabel lain. Px, I, Pr, Pe, Ie, PAe, T, N, A, F, dan O adalah variabel bebas karena
besar nilainya tidak tergantung besarnya variabel lain. Tanda positif dan negatif
menunjukkan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap permintaan akan
barang X.
2.3.3 Kurva Permintaan
Suatu komoditas dihasilkan oleh produsen karena dibutuhkan oleh
konsumen dan karena konsumen bersedia membelinya. Konsumen mau membeli
komoditas-komoditas itu bila harganya sesuai dengan keinginan dan bila
komoditas tersebut berguna. Komoditas-komoditas yang dikonsumsi mempunyai
sifat yang khas sebagaimana yang terdapat dalam faktor-faktor produksi yaitu
22
semakin banyak komoditas tersebut dikonsumsi maka kegunaan komoditas
tersebut akan semakin berkurang. Dengan keadaan ini berarti pembeli akan
bersedia membeli lebih banyak komoditas jika harga satuan dari komoditas
tersebut menjadi lebih rendah (Sugiarto et al., 2002).
Hubungan antara harga satuan komoditas yang ingin dibayar pembeli
dengan jumlah komoditas tersebut yang diminta pada berbagai tingkat harga dapat
disusun dalam suatu tabel yang dikenal dengan daftar permintaan. Data yang
diperoleh dari daftar permintaan tersebut dapat digunakan pula untuk
menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah
komoditas tersebut yang diminta dalam suatu kurva permintaan.
Konsep kuantitas per unit waktu sangat penting oleh karena adanya selang
(range) pergantian waktu, selera seorang konsumen mungkin akan berubah.
Sumbu horizontal Q adalah sumbu kuantitas atau jumlah barang dan sumbu
vertikal P adalah sumbu harga. Perubahan permintaan sepanjang kurva
permintaan terjadi bila harga komoditas yang diminta berubah (naik atau turun).
Penurunan harga komoditas tersebut akan menaikkan jumlah yang diminta dan
kenaikan harga komoditas mengurangi jumlah yang diminta (Sugiarto et al.,
2002). Kurva permintaan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 6. Kurva Permintaan
23
Pergeseran kurva permintaan ke kanan atau ke kiri disebabkan oleh
perubahan permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor selain harga komoditas
tersebut. Sebagai contoh kenaikan pendapatan memungkinkan pembeli untuk
menaikkan permintaan pada setiap tingkat harga bila harga komoditas yang dibeli
tidak berubah sehingga akan menggeser kurva permintaan kooditas tersebut ke
kanan (Sugiarto et al., 2002). Contoh pergeseran kurva permintaan dapat dilihat
pada Gambar 8.
Gambar 7. Pergeseran Kurva Permintaan
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian Mujiyanto (2001) yang berjudul Analisis Permintaan Daging
Sapi Di Kota Manokwari menjelaskan tentang besarnya factor-faktor yang
mempengaruhi permintaan daging sapid an elastisitas permintaan daging sapi di
Kota Manokwari. Berdasarkan hasil uji keberartian koefisien regresi secara
simultan dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor harga daging sapi,
harga barang substitusi, harga barang komplementer, tingkat pendapatan per
kapita, dan jumlah penduduk mempengaruhi permintaan daging sapi di Kota
Manokwari. Sedangkan secara parsial, hanya factor harga barang komplementer
yang memberikan pengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi. Faktor harga
24
daging sapid an harga ikan memberikan pengaruh negatif. Sedangkan factor harga
telur, harga tahu, harga tempe, harga barang komplementer, tingkat pendapatan
per kapita, dan jumlah penduduk berpengaruh positif. Permintaan daging sapi di
Kota Manokwari bersifat tidak elastis terhadap harga dan barang substitusi,
sedangkan terhadap barang komplementer dan tingkat pendapatan per kapita
bersifat elastis.
Penelitian Siahaan (2011) yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Daging Sapi Di Sumatera Utara
menjelaskan bahwa tujuan dilakukannya penelitian tersebut adalah menerangkan
gambaran peternakan sapi potong di Sumatera Utara sebagai produksi daging,
menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi,
menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran daging sapi,
menerangkan elastisitas harga terhadap permintaan, menerangkan elastisitas
pendapatan terhadap permintaan, menerangkan elastisitas silang antara daging
ayam dengan daging sapi, dan menerangkan elastisitas harga terhadap penawaran.
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa usaha peternakan sapi potong di
Sumatera Utara selama periode tahun 2001 hingga 2010 masih didominasi oleh
peternakan rakyat, dengan sistem pemeliharaan yang masih sederhana dan
tradisional (ekstensif). Permintaan daging sapi sangat dipengaruhi oleh faktor
jumlah penduduk, faktor harga daging, faktor pendapatan per kapita, faktor harga
telur dan faktor harga ayam. Harga telur merupakan faktor yang paling besar
mempengaruhi permintaan daging sapi, sementara pendapatan per kapita
merupakan faktor yang paling kecil pengaruhnya. Penawaran daging sapi
25
dipengaruhi oleh faktor jumlah sapi impor, faktor harga daging, faktor jumlah sapi
yang di inseminasi, faktor harga sapi, faktor daging impor dan faktor jumlah
populasi sapi. Jumlah sapi impor merupakan faktor yang paling besar
mempengaruhi jumlah penawaran daging sapi, sementara harga sapi hidup
merupakan faktor yang paling kecil pengaruhnya. Elastisistas harga terhadap
permintaan daging sapi adalah sangat elastis (sangat responsif). Elastisitas
pendapatan terhadap permintaan daging sapi adalah inelastis (kurang responsif).
Elastisitas silang antara daging ayam dengan daging sapi adalah subsitusi
(pengganti). Elastisitas harga terhadap penawaran daging sapi adalah inelastis
(tidak responsif).
Penelitian Haromain (2010) yang berjudul Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi Pada Tahun 2000-2009. Adapun tujuan
dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui : (1) Mengidentifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi di Indonesia.(2) Menganalisis
besarnya tingkat hubungan antara faktor-faktor berpengaruh dengan permintaan
daging sapi di Indonesia. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan
daging sapi di Indonesia antara lain : konsumsi daging sapi, produksi daging sapi,
jumlah penduduk, harga daging sapi, harga daging ayam, dan tingkat pendapatan.
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, yang berpengaruh digunakan untuk
menganalisis tingkat hubungan antara faktor-faktor dengan permintaan daging
sapi diperoleh hasil sebagai berikut : koefisien berganda dengan nilai koefisien
korelasi sebesar 0,976. angka ini menjelaskan bahwa faktor konsumsi, produksi,
jumlah penduduk, harga daging sapi, harga daging ayam, dan tingkat pendapatan
26
secara serentak memiliki tingkat keeratan hubungan yang tinggi dengan
permintaan daging sapi sebesar 97,6 persen. Hasil Uji F menunjukkan keenam
variabel berpengaruh secara nyata terhadap permintaan daging sapi. Hasil Uji
koefisien determinasi (R2) untuk permintaan daging sapi 0.952 yang berarti
95,2% persen mampu dijelaskan oleh faktor-faktor, seperti konsumsi daging sapi,
produksi daging sapi nasional, jumlah penduduk, harga daging sapi, harga daging
ayam, dan tingkat pendapatan dan sisanya 4,8 persen, dijelaskan oleh faktor lain
di luar penelitian tersebut.
Penelitian-penelitian terdahulu tersebut memberikan gambaran faktor-
faktor yang mungkin berpengaruh terhadap permintaan daging sapi di Indonesia.
Harga bahan makanan subtitusi daging sapi dan pendapatan perkapita memiliki
pengaruh terhadap permintaan daging sapi. Berdasarkan latar belakang tersebut,
maka penelitian ini akan menggunakan variabel harga daging sapi, harga daging
ayam ras, pendapatan per kapita, dan jumlah penduduk.
2.4 Kerangka Pemikiran
Dalam kehidupannya, manusia tidak terlepas akan kebutuhan sandang dan
pangan sebagai kebutuhan dasar. Salah satunya adalah kebutuhan mengkonsumsi
daging untuk memenuhi kebutuhan protein dalam tubuh manusia. Permintaan
daging sapi di Indonesia dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti harga daging sapi,
harga daging ayam ras, pendapatan per kapita, dan jumlah penduduk. Data dari
faktor-faktor tersebut diperoleh dari data sekunder. Untuk mengetahui
pengaruhnya antara faktor-faktor tersebut maka dilakukan analisis regresi linear
berganda, dengan menggunakan uji signifikansi parsial atau uji t untuk
27
mengidentifikasi secara satu per satu tiap faktornya. Untuk menganalisis apakah
faktor-faktor tersebut berpengaruh secara simultan terhadap permintaan daging
sapi dengan menggunakan uji signifikansi simultan atau uji F. Secara lebih jelas,
kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Kerangka Pemikiran
Permintaan Daging Sapi di
Indonesia
Teori faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan :
1. Harga barang itu sendiri
2. Harga barang lain
3. Pendapatan
4. Selera
5. Konsumen potensial
6. Iklan
7. Atribut dari barang itu
8. Ekspektasi konsumen terhadap harga,
pendapatan dan ketersediaan barang
Faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan daging sapi di Indonesia :
1. Harga daging sapi
2. Harga daging ayam
3. Pendpatan per kapita
4. Jumlah penduduk Indonesia
Hasil faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan Daging
Sapi di Indonesia
Analisis
regresi linier
berganda
Peningkatan Jumlah Penduduk, Pendapatan dan
Kesadaran Masyarakan akan Gizi
28
2.5 Hipotesis
Adapun hipotesis atau dugaan sementara dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Diduga variabel harga daging sapi berpengaruh negatif terhadap
permintaan daging sapi di Indonesia.
2. Diduga harga daging ayam ras berpengaruh positif terhadap permintaan
daging sapi di Indonesia.
3. Diduga variabel pendapatan per kapita berpengaruh positif terhadap
permintaan daging sapi di Indonesia.
4. Diduga variabel jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap permintaan
daging sapi di Indonesia.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Penelitian
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging
sapi di Indonesia. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di
wilayah Indonesia. Pengambilan data pada penelitian ini diperoleh dari beberapa
lembaga yang terkait dengan penelitian. Lembaga-lembaga tersebut meliputi
Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Pertanian, dan Direktorat Jenderal
Peternakan .Waktu untuk pengumpulan data ini berlangsung pada bulan Januari –
Juli 2018.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berbentuk data time
series. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian,
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, untuk memperoleh data
statistik yang relevan dengan penelitian ini. Sebagai referensi data diperoleh dari
Badan Pusat Statistik, buku-buku, penelitian terdahulu, internet serta laporan
tahunan. Data yang diperoleh adalah data tahunan selama kurun waktu 15 tahun
(2000-2014).
3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis deskriftif dan regresi linear berganda. Berikut ini akan dijabarkan
30
pengolahan dan analisis data penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan daging sapi di Indonesia.
3.3.1 Metode Analisis Deskriptif
Nazir (1988) menyatakan metode deskriptif adalah suatu metode dalam
meneliti status kelompok manusia, suatu proyek, suatu set kondisi, suatu
pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian
deskriptif adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena
yang diselidiki. Analitis berarti data yang dikumpulkan mula-mula disusun,
dijelaskan dan kemudian dianalisis. Soeratno dan Arsyad (1998) menyatakan
metode analitis bertujuan menguji kebenaranhipotesis dan metode deskriptif
bertujuan memperoleh deskripsi yang terpercaya dan berguna.
3.3.2 Analisis Regresi Linear Berganda
Sulaiman (2004) menyatakan analisis regresi merupakan merupakan suatu
metode statistik umum yang digunakan untuk menganalisis pengaruh antara
variabel terikat dengan beberapa variabel bebas. Sedangkan Setiawan dan Kusrini
(2010) menyatakan bahwa analisis regresi adalah suatu analisis yang bertujuan
untuk menunjukkan hubungan matematis antara variabel respons dengan variabel
penjelas. Analisis regresi linear berganda dalam penelitian ini menggunakan
program Statistical Product and Service Solution 22.0 (SPSS 22.0). Berikut
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini : permintaan daging sapi
(Qd), harga daging sapi (X1), harga daging ayam ras (X2), pendapatan per kapita
31
(X3), dan jumlah penduduk (X4). Secara matematis permintaan daging sapi dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Qd = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Dimana:
Qd : Permintaan daging sapi (000 Ton),
b0 : Konstanta,
X1 : Harga daging sapi (Rp/kg),
X2 : Harga daging ayam ras (Rp/kg),
X3 : Pendapatan per kapita (Rp),
X4 : Jumlah penduduk (jiwa),
b1-4 : Koefisien regresi,
e : Variabel pengganggu.
3.3.2.1 Pengujian Model
1. Uji R2
Uji ini dapat digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang
dimasukkan kedalam model dapat menerangkan model. Secara verbal, R2
merupakan besaran yang paling sering digunakan untuk mengukur goodness of fit
(kesesuaian model) garis regresi. Koefisien determinasi mengukur presentase atau
proporsi total varian dalam variabel endogen yang menjelaskan model regresi.
Sifat dasar dari R2 bernilai positif namun lebih kecil dari satu (Ghozali, 2005).
2. Uji F
32
Uji F digunakan untukmengetahui pengaruh semua variabel bebas secara
bersama-sama terhadap variasi variabel tidak bebas (jumlah permintaan daging
sapi) dengan tingkat tertentu (Ghozali, 2005).
Tes hipotesis :
H1 : βi ≠ 0, berarti terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.
Kriteria pengambilan keputusan:
1. Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, berarti variabel
bebas (harga daging sapi, harga daging ayam ras, pendapatan per kapita, dan
jumlah penduduk) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variasi
variabel tidak bebas yaitu jumlah permintaan daging sapi (Qd).
2. Jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak berarti semua
variabel bebas (harga daging sapi, harga daging ayam ras, pendapatan per
kapita, dan jumlah penduduk) secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata
terhadap jumlah permintaan daging sapi (Qd).
3. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas
terhadap variasi variabel tidak bebas yaitu jumlah permintaan daging sapi pada
tingkat signifikansi (α) tertentu. Rumus t hitung adalah sebagai berikut (Ghozali,
2005) :
Dengan hipotesis :
H1 : βi ≠ 0, berarti terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.
Kriteria pengambilan keputusan:
33
1. Jika t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima berarti variabel bebas
berpengaruh nyata terhadap jumlah permintaan daging sapi (Qd).
2. Jika t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak berarti variabel bebas
tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah permintaan daging sapi (Qd).
3.3.2.2 Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual yang
telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau tidak. Nilai
residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual terstandarisasi tersebut
sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Nilai residual terstandarisasi yang
berdistribusi normal jika digambarkan dengan bentuk kurva akan membentuk
gambar P-plot titik-titik menyebar mengikuti ploa diagonal. Berdasarkan
pengertian uji normalitas tersebut maka uji normalitas di sini tidak dilakukan per
variabel tetapi hanya terhadap nilai residual terstandarisasinya (Suliyanto, 2011).
Berdasarkan grafik P-Plot dapat dilihat bahwa titik-titk yang tersebar tidak
jauh disekitar garis dan mengikuti arah diagonal P-Plot sehingga dapat
disimpulkan bahwa model tersebut terbebas dari masalah normalitas.
2. Uji Multikolinearitas
Menurut Frisch dalam Setiawan dan Kusrini (2010), multikolinearitas
adalah adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti di antara beberapa atau
semua variabel penjelas (bebas) dari model regresi linear berganda. Sedangkan
Suliyanto (2011) menyatakan bahwa uji multikolinearitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi
34
di antara variabel bebas atau tidak. Untuk mendeteksi ada tidaknya masalah
multikolinearitas dapat dengan melihat nilai R2 dan t statistic. Jika nilai R
2 tinggi
dan uji F menolak hipotesis nol, tetapi nilai t statistic sangat kecil atau bahkan
tidak ada variabel bebas yang signifikan.
Model regresi dikatakan terbebas masalah multikolinearitas jika memiliki
nilai VIF dibawah 10 (Rosadi, 2012). Berdasarkan hasil uji multikolinearitas pada
tabel 9 dapat dilihat bahwa seluruh variabel bebas dalam model memiliki nilai
VIF lebih kecil dari pada 10. Oleh sebab itu, maka dapat disimpulkan bahwa
model permintaan daging sapi di Indonesia tidak terdapat masalah
multikolinearitas.
Tabel 2. Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Uraian Collineary Statistics
Keterangan Tolerance VIF
X1 Harga daging sapi 0,879 1,137 Bebas Multikolinearitas
X2 Harga daging ayam 0,712 1,405 Bebas Multikolinearitas
X3 Pendapatan per kapita 0,117 8,582 Bebas Multikolinearitas
X4 Jumlah penduduk 0,123 8,154 Bebas Multikolinearitas Sumber : Data Sekunder (diolah)
3. Uji Heterokedastisitas
Heterokedastisitas berarti ada varian variabel pada model regresi yang
tidak sama (konstan). Sebaliknya jika varian variabel pada model regresi memiliki
nilai yang sama (konstan) maka disebut dengan homokedastisitas (Suliyanto,
2011). Metode analisis grafik dilakukan dengan mengamati scatterplot. Jika
scatterplot membentuk pola tertentu, hal itu menunjukkan adanya masalah
heterokedastisitas pada model regresi. Sedangkan jika scatterplot menyebar secara
acak maka hal itu tidak menunjukkan adanya masalah heterokedastisitas pada
model regresi.
35
Model regresi memenuhi asumsi heteroskedastisitas, apabila titik-titik
pada grafik scatterplot menyebar diatas maupun dibawah pada titik origin (angka
0) pada sumbu Y dan tidak mempunyai pola yang teratur (menyebar) (Sunyoto,
2011). Berdasarkan grafik scatterplot pada hasil penelitian, dapat dilihat bahwa
titik-titik hasil pengolahan data menyebar dibawah maupun diatas titik origin pada
sumbu Y dan tidak membentuk pola (menyebar) sehingga dapat disimpulkan
bahwa model ini tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara
anggota serangkaian observasi yang diuraikan menurut time series (Suliyanto,
2011). Menurut Gujarati dalam Suliyanto (2011), salah satu cara untuk
mendeteksi ada tidaknya masalah autokorelasi, yaitu menggunakan metode
Durbin-Watson.
Berdasarkan hasil pengolahan data, didpatkan nilai Durbin-Watson dalam
model persamaan permintaan daging sapi di Indonesia sebesar 1,852. kriteria
diatas menunjukan bahwa nilai DW sebesar 1,852 sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi gangguan autokorelasi pada model permintaan daging sapi di
Indonesia.
3.4 Definisi Operasional
1. Daging sapi adalah sekumpulan otot yang melekat pada kerangka sapi.
Istilah daging berbeda dengan karkas. Daging sapi merupakan bagian yang
sudah terpisah dengan tulang sapi sedangkan karkas sapi adalah daging
yang belum dipisahkan dari tulangnya.
36
2. Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada
berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu.
3. Harga adalah nilai jual yang ditawarkan pasar kepada konsumen.
4. Barang subtitusi adalah barang yang memiliki fungsi yang sama dengan
barang utama dan dapat menggantikan barang utama. Dalam penelitian ini
barang subtitusi yang digunakan adalah daging ayam ras.
5. Permintaan daging sapi adalah jumlah daging sapi yang dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia secara agregat yang diukur dalam ribuan ton per
tahun.
6. Harga daging sapi adalah harga rata-rata daging sapi per tahun yang diukur
dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
7. Harga daging ayam ras adalah harga rata-rata daging ayam ras per tahun
yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
8. Pendapatan per kapita adalah pendapatan per individu penduduk Indonesia
yaitu nilai Product Domestic Bruto (PDB) per tahun dengan harga konstan,
dibagi jumlah penduduk per tengah tahun yang diukur dalam satuan rupiah
per kapita (Rp/kapita).
9. Jumlah penduduk adalah banyaknya penduduk Indonesia per tengah tahun.
37
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERMINTAAN DAGING SAPI
4.1 Sentra Populasi Sapi Potong
Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia.
Namun, produksi danging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan
karena populasi dan tingkat produktivitas sapi rendah (Deptan, 2007). rendahnya
populasi sapi potong antara lain disebabkan sebagian beasar ternak dipelihara oleh
peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas (Kariyasa, 2005).
berdasarkan data sebaran populasi sapi potong di Indonesia tahun 2007
(Direktorat Jenderal Peternakan, 2007), sentra sapi potong terdapat di Jawa Timur
, Jawa Tengah , Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Bali , Nusa Tenggara Timur,
Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Pola usaha sebagian besar adalah
pembibitan atau pembesaran anak sapi, dan hanya sebagian kecil peternak yang
mengkhususkan usahanya pada penggemukan sapi (Yusdja, 2003). Menurut
Umiyasih (2004), pola usaha pembibitan secara ekonomis kurang
menguntungkan, namun usaha tersebut masih tetap berkembang. Populasi dan
produksi sapi potong dan ternak lainnya di Indonesia tahun 2000 - 2014
cenderung meningkat.
38
Tabel 3. Jumlah Populasi Sapi di Indonesia (000 ekor) Tahun 2000 - 2014
No. Tahun Sapi
1. 2000 11.008
2. 2001 11.137
3. 2002 11.297
4. 2003 10.504
5. 2004 10.532
6. 2005 10.569
7. 2006 10.875
8. 2007 11.514
9. 2008 12.256
10. 2009 12.759
11. 2010 13.581
12. 2011 14.824
13. 2012 15.980
14. 2013 12.686
15. 2014 14.726 Sumber : BPS (2016)
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas sapi
potong adalah dengan menandatangkan sapi dari Eropa (Bos taurus) seperti
Limousine, Simmetal, dan Brahman. Di JAwa, sapi - sapi tersebut banyak
dikawinsilangkan (crossing) dengan sapi peranakan Ongole (PO) yang
menghasilkan sapi PO vs Limousine ( Thalib, 2001).
Alasan pentingnya peningkatan populasi sapi potong dalam upaya
swasembada daging antara lain:
1. Subsektor peternakan berpotensi sebagai sumber pertumbuhan baru pada
sektor pertanian.
2. Rumah tangga yang terlibat langsung dalam usaha peternakan terus bertambah.
3. Tersebarnya sentra produksi sapi potong diberbagai daerah, sedangkan sentra
konsumsi terpusat di perkotaan sehigga mampu menggerakkan perekonomian
regional.
39
4. Mendukung upaya ketahanan pangan, baik sebgai penyedia bahan pangan
maupun sebagi sumber pendapatan yang keudanya berperan meningkatkan
ketersediaan dan aksesibilitas pangan (Kariyasa, 2005) . Sapi potong juga
mempunyai fungsi sosial yang penting di masyarakat selain fungsinya sebagai
penghasil daging, pupuk, tenaga kerja terutama dalam pengolahan tanah, dan
memberi manfaat berupa anak serta status sosial. Oleh karena itu , potensi sapi
potong perlu dikembangkan, terutama untuk meningkatkan kontribusinya
dalam penyediaan daging untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus
meningkat (Umiyasih, 2004).
4.2 Jumlah Konsumsi Daging Sapi Tahun 2000 - 2014
Pada penelitian ini diketahui jumlah konsumsi dagig sapi di Indonesia dari
tahun 2000 sampai pada tahun 2014.
Tabel 4. Jumlah Konsumsi Daging Sapi Tahun 2000 - 2014
No. Tahun Konsumsi (kg/th)
1. 2000 1,525
2. 2001 1,608
3. 2002 1,696
4. 2003 1,667
5. 2004 1,863
6. 2005 1,707
7. 2006 1,671
8. 2008 2,088
9. 2009 2,154
10. 2010 2,296
11. 2011 2,428
12. 2012 2,630
13. 2013 2,413
14. 2014 2,360 Sumber : BPS (2014)
Tingkat konsumsi masyarakat terhadap daging sapi pada ahun 2000 - 2014
mengalami fluktuasi. Konsumsi daging tertinggi adalah pada tahun 2012 yaitu
40
sebesar 2,630 Kg, ssedngkan untuk konsumsi daging terendah adalah sebesar
1,525 Kg di tahun 2000, peningkatan konsumen daging sapi dikarenakan belum
dapat diimbangi dengan produksi daging sapi yang memadai, baik dari segi mutu
maupun jumlahnya (BPS, 2008).
4.3 Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun 2000 - 2014
Pada penelitian ini diketahui jumlah penduduk di Indonesia dari tahun
2000 sampai pada tahun 2014.
Tabel 5. Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun 2000 - 2014
No. Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Presentase
1. 2000 205.132.000 0,38 %
2. 2001 207.928.000 1,34%
3. 2002 210.736.000 1,33%
4. 2003 213.551.000 1,31%
5. 2004 216.382.000 1,30%
6. 2005 219.205.000 1,28 %
7. 2006 222.051.000 1,28 %
8. 2007 224.905.000 1,26 %
9. 2008 227.779.000 1,26 %
10. 2009 230.633.000 1,23%
11. 2010 2238.519.000 3,30%
12. 2011 241.991.000 1,43%
13. 2012 245.425.000 1,39 %
14. 2013 248.818.000 1,36 %
15. 2014 252.165.000 1,32%
Rata - rata 227.014.667 1,33% Sumber : BPS (2016)
Berdasarkan Tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di
Indonesia tahun 2000-2014 mengalami fluktuasi. Jumlah penduduk tertinggi
adalah di tahun 2011 yaitu sebesar 2013 sebesar 248.818.000 jiwa, sedangkan
untuk jumlah penduduk terendah adalah sebesar 205.132.000 jiwa di tahun 2000.
41
meningkatnya jumlah penduduk setiap tahunya dan perubahan pola konsumsi
serta selera masyarakat telah menyababkan konsumsi daging sapi meningkat.
4.4 Harga Daging Sapi Tahun 2000 - 2014
Pada penelitian ini diketahui harga daging sapi di Indonesia dari tahun
2000 sampai pada tahun 2014.
Tabel 6. Harga Daging Sapi tahun 2000 - 2014
No. Tahun Harga (Rp/Kg)
1. 2000 24.989
2. 2001 29.003
3. 2002 33.331
4. 2003 34.330
5. 2004 34.484
6. 2005 39.916
7. 2006 43.866
8. 2007 45.599
9. 2008 50.871
10. 2009 58.178
11. 2010 57.944
12. 2011 69.725
13. 2012 76.925
14. 2013 84.180
15. 2014 99.056 Sumber : BPS (2016)
Berdasarkan tabel diatas , dapat diketahui bahwa harga daging sapi di
INdonesia tahun 2000 -2014 mengalami kenaikan setiap tahunnya. Harga daging
sapi tertinggi adalah di tahun 2014 yaitu sebesar Rp.99.056,-, sedangkan untuk
harga daging sapi terendah adalah sebesar Rp. 24.989,- di tahun 2000, adanya
perubahan atau kenaikkan harga daging sapi dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya : permintaan daging sapi yang selalu meningkat tanpa diimbangi
produksi daging sapi yang memadai.
42
4.5 Harga Daging Ayam Tahun 2000 - 2014
Pada penelitian ini diketahui harga daging ayam di Indonesia dari tahun
2000 sampai pada tahun 2014.
Tabel 7. Harga Daging Ayam Tahun 2000 - 2014
No. Tahun Harga Daging Ayam
1. 2000 14.602
2. 2001 16.059
3. 2002 17.697
4. 2003 16.967
5. 2004 17.310
6. 2005 18.984
7. 2006 20.459
8. 2007 22.309
9. 2008 20.832
10. 2009 23.333
11. 2010 24.166
12. 2011 24.760
13. 2012 25.320
14. 2013 28.143
15. 2014 28.976 Sumber : BPS (2016)
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa harga daging ayam di
Indonesia tahun 2000 - 2014 mengalami fluktuasi harga dibandingkan dengan
harga daging sapi yang mengalami kenaikan harga setiap tahunnya. Jika
dibandingkan dengan harga daging ayam, harga daging sapi lebih mahal dengan
selisih harga Rp. 60.000,-. Harga daging ayam tertinggi adalah di tahun 2014
yaitu sebesar Rp. 28.976,-, sedangkan untuk harga daging ayam terendah adalah
sebesar Rp. 14.602,- di tahun 2000.
4.6 Tingkat Pendapatan Tahun 2000 - 2014
Pada tahun ini diketahui Tingkat Pendapatan di Indonesia dari tahun 2000
sampai pada tahun 2014.
43
Tabel 8. Tingkat Pendapatan Tahun 2000 - 2014
No Tahun Tingkat Pendapatan (Rp)
1. 2000 6.775.003,-
2. 2001 6.927.425,-
3. 2002 7.142.664,-
4. 2003 7.385.455,-
5. 2004 7.655.520,-
6. 2005 7.987.113,-
7. 2006 8.318.480,-
8. 2007 8.734.031,-
9. 2008 9.142.441,-
10. 2009 9.447.262,-
11. 2010 9.703.457,-
12. 2011 10.184.536,-
13. 2012 10.671.007,-
14. 2013 11.128.829,-
15. 2014 11.536.817,- Sumber : BPS (2016)
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat pendapatan di
Indonesia tahun 2000 - 2014 mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tingkat
pendapatan tertinggi adalah di tahun 2014 yaitu sebesar Rp. 11.536.817,- ,
sedangkan untuk tingkat pendapatn terendah adalah sebesar Rp. 6.775.003,- di
tahun 2000. perubahan dalam distribusi pendapatan akan menyebabkan naiknya
permintaan untuk komoditi yang dibeli, terutama oleh rumah tangga yang
memperoleh tambahan pendapatan, tetapi perubahan dalam distribusi pendapatan
juga akan mengakibatkan berkurangnya permintaan untuk komoditi yang akan
dibeli terutama oleh rumah tangga yang tidak mengalami kenaikkan atau
berkurangnya pendapatan (Lipsey, 1997).
44
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Daging Sapi
di Indonesia
Model permintaan daging sapi dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi di
Indonesia dengan menggunakan metode estimasi kuadrat terkecil (OLS). Data
yang digunakan adalah time series periode tahun 2000-2014. faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan daging sapi di Indonesia didapatkan dengan
memasukan variabel-variabel bebas yang diduga mempengaruhi. variabel bebas
yang digunakan ada empat yaitu harga daging sapi, harga daging ayam,
pendapatan per kapita dan jumlah penduduk.
Model permintaan daging sapi di Indonesia terlebuh dahulu dilakukan
serangkaian pengujian baik pengujian secara ekonometrik (asumsi klasik) dan
statistik (koefisien determinasi, uji F dan uji t). penelitian ini juga
mengikutsertakan pembahasan ekonomi yang bertujuan menganalisis hasil
estimasi (pendugaan).
Kriteria statistika yang umum digunakan dalam mengvaluasi model sangat
memuaskan. kekuatan penjelas dari model ini memiliki nilai koefisien determinasi
sebesar 0,878, artinya keragaman permintaan daging sapi yang dapat dijelaskan
dalam model sebesar 87,8 persen dan sisanya 12,2 persen dijelakan oleh faktpr-
faktor lain diluar penelitian ini. selain itu, hasil menunjukan secara bersama-sama
45
seluruh variabel bebas berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi di
Indonesia.
Tabel 9. Hasil Uji Regresi Linear Berganda
Variabel Uraian Koefisien t-hitung Sig.
a Konstanta -33,832 -1,619 0,089
X1 Harga daging sapi -0,759 -1,510 0,092*
X2 Harga daging ayam ras 0,033 0,347 0,735
X3 Pendapatan per kapita 0,614 1,124 0,287
X4 Jumlah penduduk 2,680 1,837 0,083*
Nilai R square : 0,878
F-hitung : 18,061
Sig. F : 0,000
F-tabel : 2,36
t-tabel : 1,34 Sumber : Data Sekunder (diolah)
ket : * α = 10 persen
Hasil parameter dugaan permintaan daging sapi menunjukan bahwa semua
variabel bebas memiliki arah yang konsisten terhadap hipotesis. terdapat dua
variabel yang berpengaruh nyata yaitu harga daging sapi dan julmah penduduk,
sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh nyata. berikut ini penjabaran
variabel-variabel yang telah dilakukan uji t :
1. Harga daging sapi memiliki nilai t-hitung lebih besar dari pada nilai t-tabel
(1,34 < 1,510) dengan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,092 yang mana lebih
kecil dari pada batas signifikansi (α) yatu 0,1 ( 0,092 < 0,10). Hasil pengujian
ini menunjukkan bahwa variabel harga daging sapi berpengaruh nyata terhadap
permintaan daging sapi di Indonesia pada taraf nyata (α) sepuluh persen.
2. Harga daging ayam ras memiliki nilai t-hitung lebih kecil dari pada nilai t-tabel
(1,34 > 0,347) dengan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,735 lebih besar dari
pada (α) 0,1 (0,735 > 0,10). Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa variabel
46
harga daging ayam ras tidak berpengaruh secara nyata terhadap permintaan
daging sapi di Indonesia pada taraf nyata (α) sepuluh persen.
3. Pendapatan per kapita memiliki nilai t-hitung lebih kecil dari pada nilai t-tabel
(1,34 > 1,124) serta nilai signifikansi sebesar 0,010 lebih besar dari pada nilai
signifikansi (α) 0,1 (0,287 > 0,10). Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa
variabel pendapatan per kapita berpengaruh nyata terhadap permintaan daging
sapi di Indonesia pada taraf nyata (α) sepuluh persen.
4. Jumlah penduduk memiliki nilai t-hitung lebih besar dari pada nilai t-tabe (1,34
< 1,837) dengan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,092 yang mana lebih kecil
dari pada batas signifikansi (α) yatu 0,1 (0,096 < 0,10). Hasil pengujian ini
menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk berpengaruh nyata terhadap
permintaan daging sapi di Indonesia pada taraf nyata (α) sepuluh persen.
5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi di Indonesia
Berdasarkan pengolahan data time series dari faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan daging sapi di Indonesia, didapatkan yang terbaik
adalah model regeresi linier berganda dengan metode estimasi kuadrat terkecil
(OLS). Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi di Indonesia
yang telah diduga ditentukan oleh harga daging sapi, harga daging ayam,
pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk dengan model sebagai berikut:
Y = –33,832 – 0,759 X1 + 0,033 X2 + 0,614 X3 + 2,680 X4 + е
Model tersebut telah memenuhi kriteria statistik, kriteria teori ekonomi,
dan kriteria ekonometrika (asumsi klasik). Hasil analisis terhadap faktor-faktor
47
yang mempengaruhi permintaan daging sapi sudah dapat dijelaskan pengaruhnya
terhadap permintaan daging sapi di Indonesia sebagai berikut :
5.2.1 Pengaruh Harga Daging Sapi Terhadap Permintaan Daging Sapi di
Indonesia
Hasil analisis regresi harga daging sapi menunjukkan bahwa tanda
koefisien harga daging sapi adalah negatif. Hal ini berarti apabila harga daging
sapi naik maka permintaan daging sapi akan menurun. Kenaikan harga barang itu
sendiri menurut teori memang akan berdampak negatif terhadap permintaan,
sebab hukum permintaan menyatakan apabila semakin tinggi suatu harga maka
permintaan akan berkurang. Koefisien dugaan harga daging sapi sebesar 0,759,
artinya apabila harga daging sapi naik satu satuan maka permintaan daging sapi
akan menurun sebesar 0,759 satuan.
Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa nilai t-hitung harga daging sapi
sebesar 1,510 lebih kecil dari pada nilai t-tabel sebesar 1,34 dan nilai
probabilitasnya sebesar 0,092 lebih besar dari 0,1 pada taraf kepercayaan 90
persen, dengan demikian harga daging sapi berpengaruh nyata terhadap
permintaan daging sapi di Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
perubahan harga daging sapi akan memberi dampak pada perubahan permintaan
daging sapi di Indonesia.
Ada dua hal kenapa harga barang menurun, yaitu: 1) Perubahan harga
suatu barang mengakibatkan perubahan dalam harga relatif yaitu suatu perubahan
dimana suatu barang dapat dipertukarkan dengan barang lain. Perubahan dalam
harga relatif ini akan menimbulkan efek substitusi sehingga konsumen akan
48
mencari barang pengganti yang harganya relatif lebih murah. 2) Mengapa
permintaan barang menurun ketika harganya meningkat, karena ketika harga
barang tersebut mengalami peningkatan sementara pendapatan nominal dan harga
barang lain tetap atau konstan maka menyebabkan pendapatan riil konsumen
menurun. Pendapatan riil konsumen yang menurun membuat konsumen
mengurangi permintaan barang tersebut.
5.2.2 Pengaruh Harga Daging Ayam Terhadap Permintaan Daging Sapi di
Indonesia
Hasil analisis regresi harga daging ayam menunjukkan bahwa tanda
koefisien harga daging ayam adalah positif. Hal ini berarti apabila harga daging
ayam mengalami kenaikan maka permintaan daging sapi akan meningkat.
Kenaikan harga barang pengganti secara teoritis harga barang substitusi memang
akan berdampak postif tehadap permintaan daging sapi. Koefisien dugaan harga
daging ayam sebesar 0,033, artinya apabila harga daging ayam meningkat sebesar
satu satuan maka permintaan daging sapi meningkat sebesar 0,033 satuan.
Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa nilai t-hitung harga daging ayam
ras sebesar 0,347 lebih kecil dari pada nilai t-tabel sebesar 1,34 dan nilai
probabilitasnya sebesar 0,735 lebih besar dari 0,1 pada taraf kepercayaan 90
persen, dengan demikian harga daging ayam ras berpengaruh tidak nyata terhadap
permintaan daging sapi di Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
perubahan harga daging ayam ras tidak memberi dampak pada perubahan
permintaan daging sapi di Indonesia.
49
5.2.3 Pengaruh Pendapatan Per Kapita Terhadap Permintaan Daging Sapi di
Indonesia
Hasil analisis regresi pendapatan per kapita menunjukkan bahwa tanda
koefisien pendapatan per kapita adalah positif. Hal ini berarti apabila pendapatan
per kapita naik maka permintaan daging sapi akan meningkat. Peningkatan
pendapatan perkapita secara teoritis akan memberikan dampak postif terhadap
permintaan, apabila pendapatan per kapita naik maka permintaan barang akan
meningkat. Koefisien dugaan pendapatan per kapita sebesar 0,614, artinya apabila
pendapatan per kapita naik sebesar satu satuan maka permintaan daging sapi naik
sebesar 0,614 satuan.
Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa nilai t-hitung pendapatan per
kapita sebesar 1,124 lebih kecil dari pada nilai t-tabel sebesar 1,34 dan nilai
probabilitasnya sebesar 0,287 lebih besar dari 0,1 pada taraf kepercayaan 90
persen, dengan demikian pendapatan per kapita berpengaruh tidak nyata terhadap
permintaan daging sapi di Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
perubahan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia tidak memberi dampak
pada perubahan permintaan daging sapi di Indonesia.
5.2.4 Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Daging Sapi Di
Indonesia
Hasil analisis regresi jumlah penduduk menunjukkan bahwa tanda
koefisien pendapatan per kapita adalah positif. Hal ini berarti apabila jumlah
penduduk naik maka permintaan daging sapi akan meningkat. Peningkatan jumlah
penduduk secara teoritis akan memberikan dampak postif terhadap permintaan,
apabila jumlah penduduk naik maka permintaan barang akan meningkat.
50
Koefisien dugaan jumlah penduduk sebesar 2,680, artinya apabila jumlah
penduduk naik sebesar satu satuan maka permintaan daging sapi naik sebesar
2,680 satuan.
Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa nilai t-hitung jumlah penduduk
Indonesia sebesar 1,837 lebih kecil dari pada nilai t-tabel sebesar 1,34 dan nilai
probabilitasnya sebesar 0,083 lebih besar dari 0,1 pada taraf kepercayaan 90
persen, dengan demikian jumlah penduduk Indonesia berpengaruh nyata terhadap
permintaan daging sapi di Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
perubahan jumlah penduduk Indonesia akan memberi dampak pada perubahan
permintaan daging sapi di Indonesia.
51
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan yang telah dilakukan
pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi di Indonesia
yang telah dianalisis adalah harga daging sapi itu sendiri, harga barang
subtitusi yaitu harga daging ayam ras, pendapatan per kapita, dan jumlah
penduduk.
2. Harga daging sapi dan jumlah penduduk Indonesia berpengaruh nyata
terhadap permintaan daging sapi di Indonesia.
6.2 Saran
Oleh karena jumlah penduduk merupakan variabel yang berpengaruh
secara signifikan terhadap permintaan daging sapi di Indonesia maka perlu adanya
suatu program untuk meningkatkan produktivitas sapi potong di Indonesia untuk
menghilangkan gap atau kesenjangan antara konsumsi dan produksi sehingga
dapat mengurangi volume impor daging sapi ke Indonesia di kemudian hari.
52
DAFTAR PUSTAKA
Bilas, Richard A. 1984. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Badan Pusat Statistika. 2015. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas
Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha (persen).
www.bps.go.id. Pukul 12.20 WIB. Selasa, 15 September 2015.
Badan Pusat Statistika. 2015. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha. www.bps.go.id. Pukul 11:16
WIB. Selasa, 15 September 2015.
Gaspersz, Vincent. 1996. Ekonomi Manajerian Pembuatan Keputusan Bisnis.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Multivariat Dengan Program SPSS. Semarang :
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Haromain, Iman. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Daging
Sapi di Indonesia Pada Tahun 2000-2009 [Skripsi]. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Jakarta.
Lukman. 2007. Pengantar Mikro Ekonomi. Jakarta : UIN Jakarta Press.
Masyhuri. 2007. Ekonomi Mikro. Malang : UIN Malang Press.
Mujiyanto. 2001. Analisis Permintaan Daging Sapi di Kota Manokwari [Skripsi].
Manokwari : Universitas Cendrawasih.
Murtidjo, Bambang Agus. 1990. Seri Budidaya Sapi Potong. Yogyakarta :
Penerbit Kanisius.
Nazir, Muhammad. 1998. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Nugraheni, Mutiara. 2013. Pengetahuan Bahan Pangan Hewani. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Outlook Komoditas Pertanian
Subsektor Peternakan Daging Sapi Tahun 2014. Jakarata : Sekretariat
Jenderal Kementerian Pertanian RI.
53
____________________. 2015. Outlook Komoditas Pertanian Subsektor
Peternakan Daging Sapi Tahun 2015. Jakarta : Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanian RI.
____________________. 2015. Outlook Komoditas Pertanian Subsektor
Peternakan Daging Ayam Tahun 2015. Jakarta : Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanian RI.
Rasyaf, Muhammad. 2000. Memasarkan Hasil Peternakan. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi
Bangsa Indonesia. Jakarta : Sekretariat Kabinet RI.
Setiawan dan Kusrini, Dwi. 2010. Ekonometrika. Yogyakarta : Yogyakarta.
Siahaan, Ronald. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan
dan Penawaran Daging Sapi di Sumatera Utara [Tesis]. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Soeratno dan Arsyad, Lincolin. 1998. Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis.
Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
Sugiarto et al. 2002. Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Suhardjo dan Kusharto, Clara. M. 1992. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta :
Penerbit Kanisius.
Sulaiman, Wahid. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS. Yogyakarta : Andi.
Sulitanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Andi.
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1. Hasil uji statistik uji R Square atau R2
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate Durbin-Watson
1 .937a .878 .830 .10705 1.852
a. Predictors: (Constant), VAR00005, VAR00002, VAR00003, VAR00004
b. Dependent Variable: VAR00001
56
Lampiran 2. Hasil Uji Statistik F atau Uji Simultan
ANOVAa
Model Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression .828 4 .207 18.061 .000b
Residual .115 10 .011
Total .942 14
a. Dependent Variable: VAR00001
b. Predictors: (Constant), VAR00005, VAR00002, VAR00003, VAR00004
57
lampiran 3. Hasil Uji Statistik T atau Parsial
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
(Constant) -33.832 20.902 -1.619 .089
X1 -.759 .503 -.178 -1.510 .092 .879 1.137
X2 .033 .094 .045 .347 .735 .712 1.405
X3 .614 .546 .363 1.124 .287 .117 8.582
X4 2.680 1.459 .578 1.837 .083 .123 8.154
a. Dependent Variable: VAR00001
58
Lampiran 4 : Hasil Uji Normalitas PP plotstandarized Residual dari Regeresi
variable Dependen
59
Lampiran 5. Hasil Uji Heteroskedastisitas Scatterplot
60
lampiran 6. Data Konsumsi Daging Sapi Per Kapita Per Tahun 2014
Tahun Konsumsi (Kg/Th) Pertumbuhan (%)
2000 1,525 5,180327869
2001 1,608 5,161691542
2002 1,696 5,188679245
2003 1,667 -1,73965207
2004 1,863 10,52066559
2005 1,707 -9,13884007
2006 1,671 -2,154398564
2007 2,069 19,23634606
2008 2,088 0,909961686
2009 2,154 3,064066852
2010 2,296 6,18466899
2011 2,428 5,436573311
2012 2,630 7,680608365
2013 2,413 -8,992954828
Rata-rata 1,987 3,32412457
61
Lampiran 7. Data Jumlah Penduduk 2000- 2014
Tahun Jumlah (jiwa) Pertumbuhan (%)
2000 205132000 -0,381705438
2001 207928000 1,344696241
2002 210736000 1,332472857
2003 213551000 1,318186288
2004 216382000 1,308334335
2005 219205000 1,287835588
2006 222051000 1,28168754
2007 224905000 1,268980236
2008 227779000 1,261749327
2009 230633000 1,237463849
2010 238519000 3,306235562
2011 241991000 1,434764103
2012 245425000 1,39920546
2013 248818000 1,363647325
2014 252165000 1,327305534
Rata-rata 227014667 1,339390587
62
Lampiran 8. Data Permintaan Daging Sapi 2014
Tahun Permintaan (Kg) Pertumbuhan (%)
2000 312826300 4,818396024
2001 334348224 6,436978711
2002 357408256 6,45201436
2003 355989517 -0,398533926
2004 403119666 11,69135445
2005 374182935 -7,733311248
2006 371047221 -0,845098366
2007 465328445 20,26122087
2008 475602552 2,160229578
2009 496783482 4,263613982
2010 547639624 9,286424826
2011 587554148 6,793335412
2012 645467750 8,972346333
2013 600397834 -7,506675316
Rata-rata 451978282 4,61802112
63
Lampiran 9. Data Permintaan Daging Sapi 2015
Tahun Permintaan (Kg) Pertumbuhan (%)
2000 312826300 4,818396024
2001 334348224 6,436978711
2002 267634720 -24,92707374
2003 399340370 32,98080031
2004 458729840 12,94650246
2005 409913350 -11,90897784
2006 424117410 3,349086754
2007 503787200 15,81417511
2008 523891700 3,83752978
2009 544293880 3,748375786
2010 591527120 7,984966099
2011 629176600 5,983928837
2012 562023250 -11,94850035
2013 567305040 0,931031743
2014 595109400 4,672142635
Rata-rata 474934960,3 3,647957488
64
Lampiran 10. Harga Daging Sapi 2014
Tahun Harga (Rp/Kg) Pertumbuhan
2000 24.989 10,17
2001 29.003 13,84
2002 33.331 12,98
2003 34.330 2,91
2004 34.484 0,45
2005 39.916 13,61
2006 43.866 9,00
2007 45.599 3,80
2008 50.871 10,36
2009 58.178 12,56
2010 57.944 -0,40
2011 69.725 16,90
2012 76.925 9,36
2013 84.180 8,62
2014 99.056 15,02
Rata-rata 52.160 9,28
65
Lampiran 11. Harga Daging ayam 2015
Tahun Harga (Rp/Kg) Pertumbuhan (%)
2000 14.602 8,156
2001 16.059 9,073
2002 17.697 9,256
2003 16.967 -4,302
2004 17.310 1,982
2005 18.984 8,818
2006 20.459 7,210
2007 22.309 8,293
2008 20.832 -7,090
2009 23.333 10,719
2010 24.166 3,447
2011 24.760 2,399
2012 25.320 2,212
2013 28.143 10,031
2014 28.976 2,875
Rata-rata 21.328 4,872
66
Lampiran 12. Data Pendapatan Per Kapita Per Tahun 2014
Tahun
Pendapatan Per
Kapita Pertumbuhan
2000 6775003
2001 6927425 2,20026922
2002 7142664 3,013427483
2003 7385455 3,287421019
2004 7655520 3,527715949
2005 7987113 4,151600209
2006 8318480 3,983504198
2007 8734031 4,757837475
2008 9142441 4,467187702
2009 9447262 3,226553895
2010 9703457 2,640244606
2011 10184536 4,723622166
2012 10671007 4,558810616
2013 11128829 4,113838033
2014 11536817 3,536400031
Rata-rata 8849336 3,727745186