Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Penentuan Fee Audit Oleh Kantor Akuntan Publik Di Malang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

FAKTOR-FAKTOR-YANG-MEMPENGARUHI-PENENTUAN-FEE-AUDIT-OLEH-KANTOR-AKUNTAN

Citation preview

  • 3

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Perkembangan perusahaan-

    perusahaan go public dan non go public di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat. Perkembangan ini mengakibatkan permintaan akan audit laporan keuangan yang semakin meningkat. Bagi perusahaan go public kewajiban penyampaian laporan keuangan auditan telah diatur oleh BAPEPAM-LK melalui peraturan nomor Kep-36/Kep/PM/2003 dan peraturan BEI nomor Kep-307/BEJ/07-2004 yang mengatur secara ketat waktu penyerahan laporan keuangan ke pasar modal, yaitu laporan keuangan tahunan diserahkan paling lambat akhir bulan ketiga tahun berikutnya, sedangkan laporan keuangan semesteran diserahkan paling lambat akhir bulan kedua setelah tanggal laporan keuangan tengah tahunan.

    Bagi perusahaan non go public audit atas laporan keuangan juga diharuskan oleh beberapa peraturan, diantaranya Peraturan Bank Indonesia No. 8/20/PBI/2006 pasal 4(2.1) tentang transparansi kondisi keuangan BPR yang berbunyi: Bagi BPR yang mempunyai total aset Rp 10.000.000.000.00 (Sepuluh miliar rupiah) atau lebih, Laporan Keuangan yang disampaikan dalam Laporan tahunan wajib diaudit oleh Akuntan Publik. Selain itu, UU Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 pasal 68 ayat 1.e, juga mewajibkan laporan keuangan perseroan untuk diaudit oleh akuntan publik jika perseroan mempunyai aset dan atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp 50.000.000.000 (lima

    puluh miliar rupiah). Aturan serupa juga diterapkan oleh Bank Indonesia lewat Peraturan Bank Indonesia No.7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005. Peraturan internal setiap bank juga mengharuskan setiap debitur yang memiliki pinjaman minimal sebesar 5 milyar, maka debitur wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik kepada bank tersebut.

    Hasil audit atas laporan keuangan perusahaan tersebut mempunyai konsekuensi dan tanggung jawab yang besar bagi auditor. Adanya tanggung jawab yang besar ini memacu auditor untuk bekerja secara profesional. Salah satu bentuk profesionalisme auditor adalah menjalankan pekerjaan auditnya sesuai dengan Standar Auditing. Bentuk profesionalisme lainnya tercermin dalam penentuan fee audit atas pekerjaan audit yang dilaksanakannya.

    Di Indonesia besarnya fee audit masih menjadi perbincangan yang cukup panjang, mengingat banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya fee audit yaitu besar kecilnya klien, lokasi kantor akuntan publik dan ukuran kantor akuntan publik. Selain faktor tersebut, dalam menetapkan imbalan jasa atau fee audit, Akuntan Publik harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : Kebutuhan klien, tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties), independensi, tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggung jawab, banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh Akuntan Publik. Selain itu, dalam menetapkan imbalan jasa atau fee audit, Akuntan Publik juga harus

  • 4

    memperhatikan tahapan-tahapan pekerjaan audit dan tahap pelaporan.

    Besarnya fee audit yang ditetapkan oleh kantor akuntan publik merupakan salah satu obyek yang menarik untuk diteliti. Selama dua dekade terakhir penelitian mengenai pasar jasa audit telah tumbuh secara signifikan (Ahmed dan Goyal, 2005). Namun, penelitian mengenai fee audit di negara-negara berkembang masih jarang dilakukan (Joshi dan Al-Bastaki, 2000). Di Indonesia sendiri penelitian mengenai fee audit sampai saat ini sedikit sekali. Beberapa penelitian mengenai fee audit di Indonesia mungkin dilakukan tetapi tidak terpublikasikan di jurnal ilmiah. Sejauh yang peneliti ketahui, sampai saat ini sedikit sekali penelitian mengenai fee audit di Indonesia yang terpublikasikan baik di jurnal ilmiah maupun media publikasi lainnya. Hal ini bisa jadi karena fee audit yang ditetapkan oleh kantor akuntan publik di Indonesia masih belum terpublikasi seperti di Eropa, Amerika, Australia dan negara-negara maju lainnya. Kondisi ini berbeda jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut di atas, dimana fee audit telah terpublikasi sehingga penelitian mengenai fee audit sering dilakukan dan dipublikasikan dalam jurnal ilmiah atau media publikasi lainnya (Al-Shammari et al., 2008).

    Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Joshi dan Al-Bastaki (2000) yang berjudul Determinant of audit fees: Evidence from the Companies Listed in Bahrain. Penelitian tersebut kami kembangkan karena penelitian tersebut menghasilkan adjusted R2 60.2% yang mana angka tersebut dipandang masih cukup rendah, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah :

    1. Negara objek penelitian: penelitian terdahulu mengambil objek penelitian di Bahrain sedangkan penelitian ini dilakukan di Indonesia tepatnya di kota Malang-Jawa Timur.

    2. Tahun penelitian: penelitian terdahulu didasarkan pada data laporan keuangan perusahaan publik yang listing di Bahrain 1997, sedangkan penelitian ini menggunakan data laporan keuangan perusahaan privat yang diaudit oleh KAP di Malang untuk tahun audit 2009.

    3. Variabel dan proksi: penelitian terdahulu menggunakan variabel independen client size, client risk, complexity, profitability dan audit timing. Sedangkan proksi yang digunakan atas variabel independen tersebut berturut-turut adalah total aset, utang jangka panjang dibagi total aset, operasi perusahaan di luar negeri, ROA dan peak audit time, sedangkan dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan adalah ukuran perusahaan (client size), risiko perusahaan (client risk), kompleksitas (complexity), profitabilitas (profitability) dan reputasi auditor (auditor reputation), sedangkan proksi yang digunakan atas variabel independen tersebut berturut-turut adalah total aset, total utang dibagi total aset, pajak tangguhan, ROA dan growth KAP.

    1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang

    masalah yang telah diuraikan di atas,

  • 5

    maka dapat disusun rumusan masalah yang mendasari penelitian ini, yaitu: apakah variabel-variabel independen yang terdiri dari : ukuran perusahaan (client size), risiko perusahaan (client risk), kompleksitas (complexity), profitabilitas (profitability) dan reputasi auditor (auditor reputation) merupakan faktor penentu besarnya biaya audit ( audit fee )?

    1.3. Tujuan penelitian

    Berdasarkan uraian pada pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk menguji apakah variabel-variabel ukuran perusahaan (client size), risiko perusahaan (client risk), kompleksitas (complexity), profitabilitas (profitability) dan reputasi auditor (auditor reputation) menjadi penentu besarnya fee audit?

    1.4. Kontribusi penelitian

    Penelitian ini dapat dijadikan suatu acuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan fee audit oleh kantor akuntan publik. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang berarti baik bagi akademisi maupun praktisi. 1.4.1. Kontribusi Teori

    Hasil penelitian ini mampu menjelaskan dan memprediksi faktor-faktor yang menjadi penentu fee audit. Faktor-faktor tersebut adalah ukuran perusahaan, kompleksitas, profitabilitas dan reputasi auditor. Selain itu Penelitian ini juga dapat memotivasi peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan fee audit oleh kantor akuntan publik. Mengingat masih belum banyak penelitian mengenai hal tersebut khususnya di Indonesia, jadi masih banyak kesempatan bagi peneliti lain untuk

    lebih memperdalam penelitian ini dengan obyek penelitian yang lebih luas (KAP se Jatim atau se Indonesia).

    1.4.2. Kontribusi Praktis a. Hasil penelitian ini memberikan

    kontribusi bagi manajemen perusahaaan dalam memahami faktor-faktor penentu fee audit, sehingga manajemen dapat melakukan pembayaran fee audit secara rasional agar tidak merugikan auditor.

    b. Hasil Penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh auditor ketika menerima penugasan audit, sehingga auditor dapat menetapkan fee audit secara profesional agar pelaksanaan audit bisa berlangsung sesuai dengan tahapan-tahapan dalam proses audit yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan.

    1.4.3. Regulator Hasil penelitian ini memberikan

    informasi kepada Institut Akuntan Publik Indonesia sebagai pihak yang berwenang menyusun standar profesiaonal akuntan publik untuk mempertimbangkan faktor dominan yang berpengaruh terhadap fee audit dalam membuat regulasi (kebijakan) tentang fee audit.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai determinan

    fee audit telah banyak dilakukan khususnya di Negara-negara maju seperti Amerika, Eropa dan Australia. Simunic (1980) mencoba memformulasikan faktor-faktor yang mempengaruhi fee audit dan menghasilkan suatu model yang menyatakan bahwa fee audit ditentukan oleh besar-kecilnya perusahaan yang

  • 6

    diaudit (client size), risiko audit (atas dasar current ratio, quick ratio, D/E, litigation risk) dan kompleksitas audit (subsidiaries, foriegn listed). Hasil penelitian lainnya adalah kenyataan bahwa client size adalah faktor penentu yang paling penting dalam menentukan fee audit. Model inilah kemudian yang dijadikan acuan untuk melihat fenomena di seputar penawaran jasa audit.

    Wei Zhang dan Myrteza (1993), melakukan penelitian mengenai determinan fee audit di Australia. Sebanyak 243 sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Australia digunakan dalam penelian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji variabel yang digunakan oleh Simunic (1980), yaitu faktor ukuran perusahaan, kompleksitas audit, waktu audit, kualitas audit dan risiko audit dapat mempengaruhi besarnya fee audit. Dalam penelitian ini terbukti bahwa variabel independen yang ada dalam model yang dikembangkan oleh Simunic (1980), mampu menjelaskan 76,31% perubahan yang terjadi pada variable dependennya. Tetapi secara individu ukuran perusahaan adalah faktor yang paling menentukan besarnya fee audit. Hal ini konsisten dengan penelitian Taylor dan Baker (1981), Francis (1984), Simon et al. (1986) dan Simon et al. (1992).

    Karim dan Moizer (1996), melakukan penelitian serupa dengan Wei Zhang dan Myrteza (1993) dengan menggunakan Bangladesh sebagai negara obyek penelitian. Ia membagi perusahaan menjadi dua yaitu perusahaan keuangan dan non-keuangan. Hasil regresi menunjukkan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang paling besar dalam menentukan biaya audit. Hasil penelitian ini konsisten dengan

    penelitian Wei Zhang dan Myrteza (1993). Fakta lain menunjukkan bahwa fee audit ditentukan lebih besar untuk perusahaan keuangan dibandingkan dengan perusahaan non-keuangan. Hal yang sama terjadi untuk perusahaan multinasional yang juga dikenakan fee audit yang lebih tinggi.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Langendijk (1998) di Belanda menunjukkan bahwa determinan fee audit di Belanda memiliki kesamaan dengan negara-negara lain yang diteliti sebelumnya. Namun, hasil lain dari penelitian tersebut adalah tidak satupun kantor akuntan publik besar (Big Eight) mendapatkan fee audit yang tinggi (premium). Hal ini menunjukkan bahwa industri spesialis dalam industri jasa akuntan publik di Belanda tidak mendapatkan fee audit yang lebih tinggi dari pada indutsri non-spesialis.

    Joshi dan Al-Bastaki (2000), melakukan penelitian di Bahrain yang mana fee audit untuk klien kantor akuntan publik masih belum terpublikasi seperti halnya di negara-negara maju. Untuk mendapatkan data penelitian, mereka harus berkomunikasi secara langsung dengan auditor dan auditee. 38 perusahaan yang terdaftar di bursa efek Bahrain dijadikan sampel penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, risiko, profitabilitas dan kompleksitas operasi klien adalah faktor-faktor yang yang menentukan besarnya fee audit. Hal ini konsisten dengan hasil kebanyakan penelitian sebelumnya.

    Seperti halnya Joshi dan Al-Bastaki (2000), Basioudis dan Fifi (2004) melakukan penelitian di Indonesia. Perlu diketahui, di Indonesia belum ada ketentuan yang mengharuskan kantor akuntan publik mempublikasikan besarnya fee audit yang diterima

  • 7

    sebagaimana praktek yang sudah berlangsung di negara-negara maju. Penelitian ini menggunakan 67 perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2000. Tahun 2000 dipilih karena pada tahun 1997/1998 Asia mengalami krisis ekonomi dan Indonesia sebagai salah satu negara yang terkena dampak dari krisis tersebut. Variabel yang diuji dalam penelitian tersebut dan hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat fee audit premium (tinggi) pada kantor akuntan publik Big Five) pada tahun tersebut, karena pada tahun tersebut banyak perusahaan di Indonesia menerapkan anggaran yang ketat akibat badai krisis ekonomi yang melanda Asia.

    Al-Shammari et al. (2008), menguji faktor-faktor penentu biaya audit di Kuwait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kesamaan faktor-faktor penentu biaya audit di Kuwait dan negara-negara lain yang sebelumnya diteliti. Lebih lanjut penelitian ini menjelaskan bahwa ukuran perusahaan dan kompleksitas klien merupakan faktor penentu fee audit yang paling penting. Fakta lain menunjukkan bahwa tidak ada fee audit premium untuk kantor akuntan publik yang termasuk Big Eight.

    Dengan menggunakan uji statistik yang berbeda dari Joshi dan Al-Bastaki (2000) dan Basioudis dan Fifi (2004), Ji-Hong (2007), menggunakan OLS (stepwise) untuk menguji pengaruh variabel Auditee size, Auditee complexity, Audit risk, Auditor size dan Auditor tenure terhadap fee audit. Pengukuran yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini agak berbeda dengan penelitian yang lain. Auditee size yang diproxy dengan total asset dan penjualan dan Auditee complexity yang diproxy dengan jumlah konsolidasi

    anak perusahaan merupakan faktor penentu fee audit yang sangat penting. Total asset dan penjualan yang semakin besar serta jumlah anak perusahaan yang dikonsolidasi semakin banyak menyebabkan auditor harus melakukan usaha lebih untuk mendapatkan keyakinan yang memadai atas hasil auditnya. Oleh sebab itu fee audit akan ditetapkan lebih tinggi juga atas kondisi tersebut. Audit risk (risiko keuangan jangka pendek) yang diproxy dengan current ratio merupakan unsur pembeda penelitian ini dari penelitian lain. Ditemukan bahwa jika current ratio relatif lebih tinggi, maka likuiditas jangka pendek dari struktur keuangan akan lebih stabil. Oleh karena itu, biaya audit dibebankan lebih rendah. Selain itu, Fee Audit premium (Big Eight) juga menjadi bagian dari variabel yang diteliti. yang berarti ukuran auditor juga merupakan faktor penentu penting fee audit.

    Pop dan Raluca (2008), melakukan penelitian tentang The Pricing of Audit Services : Evidence from Rumania. Penelitian ini adalah yang pertama kali di Rumania yang bertujuan untuk membuktikan secara empiris mengenai fee audit di Rumania. Variabel-variabel ukuran klien, kompleksitas klien, dan ukuran perusahaan digunakan dalam model biaya audit. Hasil penelitian konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa jumlah fee audit secara signifikan dipengaruhi oleh ukuran klien audit yang diproxy dengan penjualan dan jumlah karyawan.

    Beattie et al. (2000), dengan menggunakan Simunic (1980) model untuk menentukan fee audit, mencoba untuk melakukan penelitian pada yayasan yang ada di UK. The Determinants of Audit Fees - Evidence from the Voluntary Sector merupakan judul

  • 8

    penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan fee audit untuk yayasan (badan amal) ditentukan lebih rendah dibandingkan fee audit untuk perusahaan swasta. Lebih lanjut hasil penelitian menunjukkan bahwa kantor akuntan publik Big Eight menerima fee audit yang lebih tinggi (18,5%, rata-rata) dibandingkan non-Big Eight untuk audit dari badan amal penggalangan dana. Ada juga bukti bahwa kantor akuntan publik non-Big Eight yang melakukan audit perusahaan dengan keahlian dalam sektor ini adalah dihargai dengan premi biaya atas non-Big Eight. Penelitian ini didasarkan pada 210 dari 500 badan amal yang ada Inggris dengan sumber daya yang masuk rata-rata sebesar 27 juta. Seperti pada penelitian sebelumnya pada sektor perusahaan swasta, ukuran kompleksitas organisasi dan lokasi audit perusahaan merupakan determinan dari fee audit.

    Taylor dan Simon (1999), melakukan penelitian yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Sebagian besar penelitian fee audit sebelumnya telah difokuskan pada fee audit dan faktor-faktor penentu dalam masing-masing negara. Penelitian ini menggabungkan pengamatan fee audit dari 20 negara menjadi sampel tunggal. Manfaat menggabungkan pengamatan fee audit dari negara yang berbeda adalah kesempatan untuk mengetahui pengaruh variabel seperti litigasi dan peraturan, yang berbeda-beda di setiap Negara. Oleh karena itu, fokus dari penelitian ini adalah penentu fee audit secara makro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan litigasi meningkat, tradisi kelembagaan pengungkapan meningkat, dan peningkatan peraturan berpengaruh pada fee audit. Penelitian ini menetapkan peran variabel dalam

    penentuan fee, mengintegrasikan perspektif internasional dalam menentukan fee audit.

    Bell, landsman dan Shackelford (2001) dalam Lyon dan Maher (2002), memberikan bukti bahwa klien audit perusahaan besar memiliki risiko bisnis lebih tinggi sehingga diharapkan biaya audit yang lebih tinggi. Mereka meneliti hal ini dalam kontek hubungan antara biaya audit dan risiko bisnis untuk klien audit yang melakukan bisnis di negara-negara berkembang di mana penyuapan pejabat pemerintah dalam praktik bisnis sebagai perilaku yang bisa diterima. Mereka berhipotesis bahwa suap-menyuap yang terkait dengan membayar biaya hukum klien menanamkan potensi dan reputasi auditor dan karenanya memiliki risiko bisnis lebih tinggi. Bukti empiris menunjukkan bahwa biaya audit yang lebih tinggi bagi klien yang diungkapkan membayar suap dan bagi mereka yang tidak diungkapkan membayar suap tapi operasi di negara-negara berkembang dimana suap merupakan tindakan yang bisa diterima dan bentuk dari perilaku bisnis.

    Hasil penelitian Lyon dan Maher (2002), sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bell, landsman dan Shackelford (2001). Hasil penelitian ini memiliki implikasi untuk memahami hubungan antara fee audit dan berbagai tuduhan pelanggaran bisnis. Bahkan dalam kasus dimana auditor tidak secara eksplisit diperlukan untuk mendeteksi kesalahan bisnis, klien yang melakukan kesalahan dapat mengharapkan untuk melihat fee audit yang lebih tinggi.

    2.2 Teori Agensi (Agency Theory)

    Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa teori keagenan (Agency Theory)

  • 9

    mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen untuk mengelolah perusahaan. Pada kenyataannya dalam mengelolah perusahaan selalu ada konflik kepentingan antara (1). Manajer dan pemilik perusahaan (2). Manajer dan bawaahan-nya dan (3). Pemilik perusahaan dan kreditor, sehingga dibutuhkan adanya pihak yang melakukan proses pemantauan dan pemeriksaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak-pihak tadi. Penggunaan auditor eksternal yang independen sebagai pihak ketiga merupakan mekanisme yang didorong oleh pasar dengan tujuan untuk mengurangi agency cost.

    Lebih luas dari itu, masalah keagenan tepatnya adverse selection, juga bisa muncul antara pemilik perusahaan (shareholders) dan kreditor perusahaan (bondholders), (Noreen, 1988). Proses adverse selection yang dilakukan oleh pemilik perusahaan terhadap kreditor pada kelanjutannya dapat merugikan kreditor. Pemilik perusahaan sebagai pihak yang tentunya lebih mengetahui kondisi internal perusahaan dibandingkan dengan kreditor, mempunyai beberapa alternatif keputusan yang nantinya akan diambil untuk mengelola dana yang didapatkan dari kreditor. Tidak menutup kemungkinan pemilik perusahaan mengalokasikan dana pinjaman tersebut ke dalam bentuk investasi yang penuh resiko.

    Ketika investasi berisiko tersebut membuahkan keberhasilan, maka pihak yang diuntungkan dalam hal ini hanyalah pemilik perusahaan. Kreditor dapat dinyatakan sebagai pihak yang tidak mendapat keuntungan dari hasil pengelolaan dana yang dilakukan oleh pemilik perusahaan karena seberapa besar keuntungan yang

    didapatkan maka itu tidak akan menambah kemakmuran dari kreditor. Kreditor hanya memperoleh pengembalian sebesar pinjaman pokok yang diberikan beserta bunga yang telah disepakati bersama. Namun kondisinya akan lain ketika pengelolaan dana pinjaman yang dilakukan oleh pemilik perusahaan mendatangkan kerugian. Apabila hal ini terjadi maka, pihak yang dirugikan tidak hanya pemilik perusahaan, namun juga kreditor sebagai pihak yang meminjamkan dana tersebut. Karena perusahaan merugi akibat kegagalan investasi yang dilakukan oleh pemilik perusahaan, maka besar kemungkinan kreditor tidak dapat memperoleh kembali dana yang dipinjamkannya ke pemilik perusahaan (Noreen, 1988).

    Untuk mengatasi masalah asimetri antara kreditor (prinsipal) sebagai pemilik dana pinjaman dan pemilik perusahaan (agen) sebagai peminjam dana, alternatif terbaik yang bisa digunakan adalah harus dihasilkannya laporan yang terpercaya terhadap pengelolaan kegiatan operasional perusahaan (Noreen, 1988). Laporan yang terpercaya tersebut diharapkan dapat menjembatani hubungan kepentingan antara kreditor dan pemilik perusahaan dengan jalan meminimalkan tingkat keterjadian asimetri informasi antar kedua belah pihak tersebut. Selanjutnya, pihak yang seharusnya menghasilkan laporan yang terpercaya adalah pihak ketiga diluar kreditor dan pemilik perusahaan. Pihak ketiga tersebut adalah auditor independen yang terbebas dari masalah konflik kepentingan antara kreditor dan pemilik perusahaan. Karena menggunakan pihak ketiga yang independen dalam menghasilkan laporan yang bisa dipercaya dalam hal ini auditor eksternal, maka akan timbul

  • 10

    biaya monitoring dalam bentuk biaya audit (audit fee). Jadi biaya audit yang merupakan bagian dari biaya monitoring tersebut merupakan besarnya imbal jasa yang diberikan kepada auditor terkait dengan pekerjaan pemeriksaan yang dilakukan untuk menghasilkan laporan yang bisa dipercaya.

    2.3 Auditing dan Akuntan Publik

    Laporan keuangan merupakan media pertanggungjawaban manajemen perusahaan kepada pihak yang berkepentingan (stakeholder). Jika reliabilitas dan akseptabilitas informasi laporan keuangan diperlukan maka dapat dilakukan audit atas laporan keuangan oleh pihak independen atau akuntan publik (Herbert, 1979:4). Auditing (financial audit) merupakan fungsi atestasi yang dilakukan oleh auditor independen berdasarkan standar auditing untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan.

    Audit laporan keuangan dilakukan oleh akuntan publik. Di Indonesia agar dapat berpraktik sebagai akuntan publik, seorang akuntan harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh organisasi profesi (IAI) dan pemerintah sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.43/KMK.017/1997 tentang jasa akuntan publik. Profesi akuntan publik di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Berdasarkan Directory IAPI-KAP 2009, sampai dengan tanggal 31 Desember 2009 IAPI-KAP telah memiliki 1.407 anggota.

    2.4. Pentingnya Audit

    Banyak orang yang berpikir bahwa audit terhadap laporan keuangan perusahaan timbul karena

    ada keharusan dari regulator atau dengan kata lain disyaratkan peraturan tertentu. Pemikiran tersebut memang tidak salah. Namun, bukti empiris menunjukkan bahwa tuntutan dari regulator bukanlah faktor yang menentukan kebutuhan akan audit. Chow(1982), sebagaimana dilaporkan dalam www.Gatosaidea.blogspot.com, mendokumentasikan bahwa pada tahun 1926 sebelum adanya peraturan yang mengharuskan perusahaan melakukan audit terhadap laporan keuangannya, 82% dari perusahaan yang listed di bursa saham New York, secara sukarela telah menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit. Lalu, faktor apa yang menentukan kebutuhan akan audit? Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat dijelaskan lewat teori agensi yang dijelaskan di atas.

    2.5. Fee Audit Fee audit diartikan besarnya

    imbal jasa yang diterima oleh auditor akan pelaksanaan pekerjaan audit. Imbalan jasa dihubungkan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan, nilai jasa yang diberikan bagi klien atau bagi kantor akuntan publik yang bersangkutan. Fee Audit juga bisa diartikan sebagai fungsi dari jumlah kerja yang dilakukan oleh auditor dan harga per jam ( Al-Shammari et al., 2008), sedangkan jumlah jam kerja yang dilakukan oleh auditor dipengaruhi diantaranya oleh ukuran perusahaan, profitabilitas klien, kompleksitas klien, pengendalian intern klien, besar kecilnya klien (perusahaan go public dan privat), lokasi kantor akuntan publik, ukuran kantor akuntan publik (Big dan non-Big Four), reputasi auditor, risiko audit dan risiko perusahaan, jumlah anak perusahaan klien, jumlah cabang perusahaan, banyaknya transaksi dalam

  • 11

    mata uang aisng, besarnya total piutang, total persediaan dan total asset.

    Selain faktor-faktor tersebut di atas, dalam menetapkan fee audit, akuntan publik harus juga mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: kebutuhan klien, tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties), Independensi, tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggung jawab yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan, banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh akuntan publik dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan, dan basis penetapan fee yang disepakati (IAPI, 2007).

    2.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penentuan Fee Audit Penelitian-penelitian mengenai audit fee telah menguji pengaruh dari variabel ukuran perusahaan, jenis industri, pelaporan laba rugi operasi, jenis pendapat auditor, ukuran auditor, profitabilitas dan rasio utang terhadap total asset terhadap audit fee. Penelitian ini menggunakan 5 (lima) variabel independen yang diduga mempengaruhi audit fee. 2.6.1. Ukuran perusahaan (Client

    Size) Menurut Sawir (2008), ukuran

    perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi dan untuk sejumlah alasan berbeda: 1. Ukuran perusahaan dapat

    menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal.

    2. Ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam kontrak keuangan.

    3. Ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat

    perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba.

    2.6.2. Risiko perusahaan (Client Risk) Perusahaan yang dalam

    kesulitan keuangan cenderung memberi toleransi jadwal pelaksanaan audit lebih lama (Carslaw dan Kaplan, 1991). Kesulitan keuangan perusahaan mendorong terjadinya salah saji dalam laporan keuangan karena manajemen berupaya menutupi rendahnya kemampuan keuangan perusahaan. Kondisi keuangan (financial condition) yang lemah berpotensi memperbesar risiko audit, untuk itu auditor melakukan prosedur audit tambahan (Arens dan Loebbecke, 1988:244).

    Risiko perusahaan (client risk) yang diartikan sebagai rasio utang terhadap audit fee, merupakan salah satu bagian dari risiko audit. Umumnya ketika auditor menerima penugasan audit maka auditor juga harus menetapkan besarnya fee audit dengan mempertimbangkan risiko audit (audit risk) secara keseluruhan yang terdiri dari inherent risk, control risk dan detection risk. Risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material (IAPI, 2007:312.1). Di samping risiko audit, auditor juga menghadapi risiko kerugian praktik profesionalnya akibat dari tuntutan pengadilan, publikasi negatif, atau peristiwa lain yang timbul berkaitan dengan laporan keuangan yang telah diaudit dan dilaporkannya. Risiko ini tetap dihadapi oleh auditor meskipun auditor telah melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia dan telah melaporkan hasil audit atas laporan keuangan dengan

  • 12

    semestinya. Meskipun seorang auditor telah menetapkan risiko semacam ini pada tingkat yang rendah, ia tidak boleh melaksanakan prosedur yang kurang luas sebagaimana yang seharusnya dilakukan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAPI, 2007:312.1)

    Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin menjelaskan bahwa seharusnya terdapat risiko audit yang lebih luas dan secara bersama-sama risiko-risiko tersebut perlu dipertimbangkan oleh auditor ketika menentukan besarnya fee audit. Risiko-risiko tersebut harus dipertimbangkan bersama-sama supaya auditor benar-benar bisa menentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pemeriksaaan sehingga besarnya fee audit yang dibebankan kepada klien dapat ditentukan lebih tepat. Namun karena keterbatasan data yang bisa diperoleh, maka peniliti hanya menggunakan risiko perusahaan (client risk) yang diproksi dengan rasio total utang terhadap total asset sebagai faktor penentu besarnya fee audit.

    2.6.3. Kompleksitas (Complexity) Kompleksitas terkait dengan

    kerumitan transaksi yang ada di perusahaan. Kompleksitas operasi klien merupakan variabel penting dalam menentukan besarnya fee audit sesuai dengan penelitian sebelumnya. Kompleksitas operasi perusahaan dapat menyebabkan biaya audit yang lebih tinggi karena pekerjaan audit yang dibutuhkan lebih banyak sehingga waktu yang diperlukan akan semakin banyak dan secara otomatis biaya yang lebih tinggi per jam akan dibebankan kepada klien (Cameran, 2005; Firth, 1985).

    Banyak sekali indikator yang bisa digunakan untuk mengukur

    kompleksitas pada penelitian terdahulu. Namun indikator-indikator tersebut kurang tepat apabila digunakan sebagai proxy dari variabel kompleksitas dalam penelitian ini karena sampel dalam penelitian ini sebagian besar adalah perusahaan kecil menengah yang hampir tidak memiliki masalah kerumitan transaksi seperti yang dijelaskan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan akun pajak tangguhan (asset atau kewajiban) sebagai indikator kompleksitas, mengingat standar akuntansi mengharuskan laporan keuangan perusahaan di Indonesia untuk menyajikan besarnya pajak tangguhan agar laporan keuangan bisa memberikan informasi yang lebih informatif kepada para pemakai.

    Melakukan perhitungan terhadap pajak tangguhan baik sebagai aset atau kewajiban memerlukan ketelitian dan keterkaitan dengan akun-akun lain dalam laporan keuangan. Akun-akun yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan perhitungan pajak tangguhan adalah akun-akun yang menjadi beda temporer antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal maupun kompensasi kerugian. Akun-akun tersebut diantaranya adalah beban penyusutan, beban amortisasi, kompensasi kerugian fiskal, kewajiban manfaat kerja, penyisihan piutang, penyusutan aktiva sewa guna usaha, penyesuaian akibat koreksi surat ketetapan pajak (SKP) dan lain-lain.

    Karena tingkat kerumitan cukup tinggi dalam melakukan perhitungan pajak tangguhan tersebut, menyebabkan perusahaan (klien) utamanya perusahaan kecil menengah mengalami kesulitan ketika melakukan perhitungan besarnya pajak tangguhan. Selain faktor kerumitan perhitungan pajak

  • 13

    tangguhan, perusahaan kecil menengah umumnya belum memiliki staf akuntansi yang berkualitas sehingga kecenderungannya klien meminta kepada auditor untuk melakukan perhitungan besarnya pajak tangguhan yang harus disajikan dalam laporan keuangan. Dampak dari hal tersebut, menyebabkan auditor memerlukan upaya lebih untuk mengevaluasi dan menghitung besarnya pajak tangguhan yang pada gilirannya waktu yang diperlukan untuk melakukan audit lebih lama dan biaya audit ditetapkan lebih besar.

    2.6.4. Profitabilitas (Profitability) Profitabilitas adalah terkait

    dengan efisiensi penggunaan aset dan sumber daya lain oleh perusahaan dalam operasinya. Joshi dan Al-Bastaki (2000), menyatakan bahwa penggunaan sumber daya yang efisien menghasilkan pengembalian yang tinggi dari aset. Oleh karena itu, perusahaan dengan keuntungan tinggi cenderung untuk membayar biaya audit tinggi karena keuntungan yang tinggi mungkin memerlukan pengujian audit ketat. Selain itu, perusahaan dengan keuntungan tinggi memerlukan pengujian validitas untuk pengakuan pendapatan dan biaya sehingga membutuhkan waktu lebih dalam pelaksanaan audit. Waktu yang lebih lama dalam pelaksanaan audit akan berdampak pada tingginya fee audit yang ditetapkan oleh auditor.

    2.6.5. Reputasi Auditor (Auditor

    Reputation) Selain ke empat faktor tersebut

    di atas, faktor lainnya yang berpengaruh terhadap fee audit adalah reputasi auditor. Auditor yang memiliki reputasi baik dan profesional dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk

    terhadap kualitas perusahaan klien. Pengorbanan klien untuk memakai auditor yang berkualitas akan diinterpretasikan oleh pemakai laporan keuangan bahwa perusahaan mempunyai informasi yang tidak menyesatkan mengenai prospeknya pada masa mendatang. Hal ini berarti bahwa penggunaan auditor yang memiliki reputasi tinggi akan mengurangi ketidakpastian pada masa mendatang.

    Auditor yang memiliki reputasi baik (ditunjukkan dengan pertumbuhan jumlah klien yang tinggi) akan menerima harga terhadap kualitas pengauditannya yang lebih baik. Auditor yang berkualitas akan dihargai di pasaran dalam bentuk peningkatan permintaan jasa audit. Dampak dari peningkatan permintaan jasa audit tersebut menyebabkan auditor memiliki posisi tawar menawar yang tinggi sehingga auditor akan cenderung menetapkan fee audit yang lebih tinggi. Dengan demikian auditor yang berkualitas akan memiliki reputasi yang tinggi pula.

    III. KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

    Untuk memperjelas permasalahan penelitian yang telah disusun dalam bab-bab sebelumnya, maka dalam bab ini disusun formulasi hipotesis penelitian yang didasari oleh kerangka konseptual penelitian.

    3.1. Kerangka Konsep Penelitian Agency theory (Jensen dan

    Meckling,1976), merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja sama dalam

  • 14

    satu kontrak antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) dengan pihak yang menerima wewenang (agensi). Hubungan keagenan tersebut bisa terjadi antara manajer dengan pemilik perusahaan, manajer dengan bawaahan-nya dan manajer perusahaan dengan kreditor atau bank. Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka menjadi lebih besar di dalam perusahaan, sedangkan para agen disumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan kerjasama tersebut sebagai manifestasi kepuasan maksimum yang bisa dicapai.

    Agency theory seperti yang dijelaskan pada paragrap di atas tidak sepenuhnya bisa diterapkan di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa di Indonesia sebagian besar pemilik (owner) juga merangkap sebagai direksi yang secara aktif ikut mengelolah perusahaan (owner-manajer). Di Indonesia, perusahaan besar yang telah go public pun sebagian besar sahamnya dimiliki oleh keluarga sehingga pemegang saham tidak sepenuhnya menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada manajemen tetapi pemegang saham atau pemilik ikut terlibat secara aktif sebagai bagian dari manajemen perusahaan.

    Karena pemilik terlibat secara aktif dalam mengelolah perusahaan, maka sebagian besar informasi yang ada di perusahaan bisa diketahui dan dimonitor oleh pemilik. sehingga asimetri informasi hanya sedikit terjadi. Oleh sebab itu, penelitian ini mendefinisikan Agency theory bukan dalam konteks prinsipal (pemilik) dan

    agen (manajemen), tetapi lebih melihat hubungan keagenan antara prinsipal yang diwakili oleh kreditor (bank) dan agen yang diwakili oleh manajemen perusahaan, mengingat sampel dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan kecil menengah yang ada di Jawa Timur, dimana sebagian besar perusahaan yang digunakan sebagai sampel penelitian ini meminta auditor eksternal melakukan audit atas laporan keuangan karena diharuskan oleh bank sebagai salah satu syarat administrasi dan kepatuhan terhadap aturan internal bank yang telah memberikan pinjaman kepada perusahaan tersebut.

    3.2.Fee Audit

    Fee Audit merupakan fungsi dari jumlah kerja yang dilakukan oleh auditor, yang dapat ditentukan oleh jam kerja dan harga per jam ( Al-Shammari et al., 2008). Besarnya fee audit yang ditetapkan oleh auditor dipengaruhi diantaranya oleh pengendalian intern klien, besar kecilnya klien (perusahaan go public dan privat),ukuran perusahaan, kompleksitas perusahaan, profitabilitas perusahaan, reputasi kantor akuntan publik, lokasi kantor akuntan publik, ukuran kantor akuntan publik (Big dan non-Big Four), risiko audit dan risiko perusahaan, jumlah anak perusahaan klien, jumlah cabang perusahaan, banyaknya transaksi dalam mata uang aisng, besarnya total piutang, total persediaan dan total asset.

    Mengingat banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan fee audit dan untuk memfasilitasi perbandingan hasil riset ini dengan penelitian sebelumnya, peneliti memilih karakteristik klien paling umum dan sering diteliti dalam penelitian sebelumnya yang berlaku untuk kondisi di Indonesia. Jadi dalam penelitian ini akan dipilih lima (5) karakteristik klien

  • 15

    untuk penelitian, yaitu : ukuran perusahann (client size), risiko klien (client risk), kompleksitas (complexity), profitabilitas (profitability), dan reputasi auditor (auditor reputation) sebagai faktor penentu fee audit.

    3.3. Hipotesis Penelitian 3.3.1. Ukuran Perusahaan (Client Size)

    Client Size adalah variabel yang paling penting dalam menentukan fee audit pada penelitian sebelumnya. Seperti dijelaskan pada penenlitian sebelumnya, bahwa auditor yang melakukan audit di perusahaan besar akan menghabiskan lebih banyak waktu dan sumber daya untuk meninjau operasi klien karena perusahaan besar terlibat dalam sejumlah besar transaksi yang tentu saja membutuhkan waktu berjam-jam bagi auditor untuk memeriksa (Chan, Ezzamel, dan Gwilliam (1993), Gonthier-Besacier dan Schatt (2006), Simunic, (1980), Joshi dan Al-Bastaki (2000).

    Hasil penelitian yang menjelaskan bahwa fee audit berpengaruh positif dengan ukuran klien (diukur dengan total aset), misalnya, Simunic (1980), Palmrose (1986) di Amerika Serikat, Francis dan Stokes (1984) di Australia; Firth (1985) di Selandia Baru, Chung dan Lindsay (1988), Che-Ahmad dan Derashid (1994) di Malaysia, Anderson dan Zeghal (1994) di Kanada, Ahmed dan Goyal (2005) di Bangladesh, India dan Pakistan, Gonthier-Besacier dan Schatt (2006) di Prancis, Karim dan Moizer (1996) di Bangladesh, Langendijk (1997) di Belanda, Naser et al. (2007) di Jordania, Ji-hong (2007) di China, Al-Harshani (2008) di Kuwait, Firer dan Swartz (2006) di Afrika Selatan dan Choi et al. (2010) di US. Berdasarkan uraian mengenai ukuran perusahaan dan

    pengaruhnya terhadap fee audit, maka dapat dibuat rumusan hipotesis sebagai berikut: H1: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap fee audit 3.3.2. Risiko perusahaan (clien Risk)

    Risiko perusahaan (client risk) juga merupakan faktor yang cukup penting untuk menentukan besarnya fee audit. Hal ini karena meningkatnya jumlah kegagalan audit dapat menyebabkan tuntutan terhadap auditor (Karim dan Moizer, 1996). Sandra dan Patrick (1996) dalam Al-Shammari et al. (2008), menyatakan bahwa sulit untuk mengukur risiko audit secara objektif karena tidak ada proxy tunggal untuk risiko audit yang memadai. Leverage merupakan salah satu indikator risiko keuangan yang ditemukan memiliki pengaruh penting pada fee audit. Dalam penelitian ini, rasio total hutang terhadap total aset digunakan sebagai ukuran leverage. Variabel dilambangkan dengan DEBT. Oleh karena itu, semakin tinggi leverage klien, semakin besar tingkat risiko dari perusahaan tersebut, sehingga prosedur audit tambahan diperlukan yang berdampak juga pada waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan audit dari klien tersebut dan semakin tinggi fee audit yang dibebankan kepada klien karena tingkat risiko yang lebih besar dari perusahaan tersebut.

    Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa leverage berpengaruh terhadap fee audit dilakukan oleh Francis dan Stokes (1986). Francis dan Stokes menemukan adanya hubungan positif antara leverage dengan fee audit di Australia. Demikian juga Collier dan Gregory (1996) dalam penelitiannya menyatakan adanya hubungan positif antara fee audit dan leverage di Inggris. Joshi dan Al-Bastaki

  • 16

    (2000) menemukan adanya hubungan positif antara biaya audit dan leverage di Bahrain. Sandra dan Patrick (1996) dalam Al-Shammari et al. (2008), menunjukkan hubungan positif antara biaya audit dan leverage di Hong Kong. Francis dan Simon (1987). menemukan bahwa biaya audit tidak berkaitan dengan leverage di AS, Basioudis dan Fifi (2004) melaporkan adanya hubungan negatif di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas mengenai rasio utang dan pengaruhnya terhadap fee audit, maka dapat dibuat rumusan hipotesis sebagai berikut: H2 : Risiko perusahaan berpengaruh terhadap fee audit 3.3.3. Kompleksitas(Complexity)

    Kompleksitas operasi klien merupakan variabel penting dalam menentukan fee audit sesuai dengan penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya menggunakan sejumlah indikator untuk kompleksitas perusahaan. Indikator ini terkait baik dengan pengendalian intern klien, jumlah anak perusahaan, transaksi dalam mata uang asing, operasi di luar negeri, sejumlah cabang perusahaan, lokasi klien beroperasi, atau akun-akun neraca tertentu seperti piutang dan persediaan terhadap total aktiva. Jika kompleksitas diukur dari aktiva lancar lainnya seperti aktiva kas, maka pekerjaan audit akan lebih sulit lagi karena akun-akun tersebut berasal dari sejumlah transaksi, sehingga sulit untuk mengevaluasi, dan akun-akun tersebut merupakan wilayah yang paling rentan terhadap penipuan.

    Seperti dijelaskan pada paragrap di atas bahwa banyak sekali indikator yang bisa digunakan untuk mengukur kompleksitas pada penelitian terdahulu. Namun indikator-indikator tersebut kurang tepat apabila digunakan sebagai

    proxy dari variabel kompleksitas dalam penelitian ini karena sampel dalam penelitian ini sebagian besar adalah perusahaan kecil menengah yang hampir tidak memiliki masalah kerumitan transaksi seperti yang dijelaskan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Oleh sebab itu, penelitian ini lebih tepat ,menggunakan akun pajak tangguhan (asset atau kewajiban) sebagai indikator kompleksitas, mengingat melakukan perhitungan pajak tangguhan baik sebagai aset atau kewajiban memerlukan ketelitian dan keterkaitan dengan akun-akun lain dalam laporan keuangan.

    Akun-akun yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan perhitungan pajak tangguhan adalah akun-akun yang menjadi beda temporer antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal maupun kompensasi kerugian (IAPI, 2007). Akun-akun tersebut diantaranya adalah beban penyusutan, beban amortisasi, kompensasi kerugian fiskal, kewajiban manfaat kerja, penyisihan piutang, penyusutan aktiva sewa guna usaha, penyesuaian akibat koreksi surat ketetapan pajak (SKP) dan lain-lain.

    Karena tingkat kerumitan cukup tinggi dalam melakukan perhitungan pajak tangguhan tersebut, menyebabkan perusahaan (klien) utamanya perusahaan kecil menengah mengalami kesulitan ketika melakukan perhitungan besarnya pajak tangguhan. Selain faktor kerumitan perhitungan pajak tangguhan, perusahaan kecil menengah umumnya belum memiliki staf akuntansi yang berkualitas sehingga kecenderungannya klien meminta kepada auditor untuk melakukan perhitungan besarnya pajak tangguhan yang harus disajikan dalam laporan keuangan. Dampak dari hal tersebut, menyebabkan auditor memerlukan

  • 17

    upaya lebih untuk mengevaluasi dan menghitung besarnya pajak tangguhan yang pada gilirannya waktu yang diperlukan untuk melakukan audit lebih lama dan biaya audit ditetapkan lebih besar.

    Hasil penelitian yang menunjukkan pengaruh antara fee audit dan kompleksitas yang diproxy dengan total piutang usaha terhadap total asset dilakukan, Afrika Selatan (Simon, 1995), Kanada (Anderson dan Zeghal, 1994), Belanda (Langendijk, 1997), sedangkan di Selandia Baru (Firth, 1985) menyatakan tidak ada pengaruh antara kompleksitas yang diproxy dengan jumlah anak perusahaan dengan fee audit. Basioudis dan Fifi (2004) di Indonesia menyatakan bahwa tidak ada pengaruh antara kompleksitas dengan fee audit yang diproxy dengan total piutang terhadap total asset, sedangkan bukti empiris untuk pengaruh antara fee audit dan kompleksitas yang diproxy dengan pajak tangguhan sejauh yang peneliti ketahui masih belum pernah dilakukan. Berdasarkan uraian di atas mengenai kompleksitas dan pengaruhnya terhadap fee audit, maka dapat dibuat rumusan hipotesis sebagai berikut: H3: Kompleksitas berpengaruh terhadap fee audit. 3.3.4. Profitabilitas (Profitability)

    Profitabilitas adalah terkait dengan efisiensi penggunaan aset dan sumber daya lain oleh perusahaan dalam operasinya. Joshi dan Al-Bastaki (2000) menyatakan bahwa penggunaan sumber daya yang efisien menghasilkan pengembalian yang tinggi dari aset. Dalam penelitian ini tingkat pengembalian atas aktiva (ROA) digunakan sebagai proxy atas profitabilitas. Penelitian sebelumnya yang menggunakan proxy yang sama

    telah dilakukan oleh Joshi dan Al-Bastaki (2000) dan Al-Shammari et al. (2008). Variabel dilambangkan dengan ROA.

    Penelitian yang dilakukan oleh Simunic (1980) dan Wallace (1984) menemukan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap fee audit. Penelitian berikutnya di lakukan di Inggris oleh Francis dan Simon (1987) dan Chan et al. (1993), tidak menemukan pengaruh signifikan antara profitabilitas dengan fee audit. Penelitian serupa juga di lakukan di Selandia Baru (Firth, 1985), Indonesia (Basioudis dan Fifi, 2004) dan Kanada (Anderson dan Zeghal, 1994) dan hasilnya konsisten dengan Francis dan Simon (1987) dan Chan et al. (1993).

    Profitabilitas dalam penelitian ini terkait dengan efisiensi penggunaan aset dan sumber daya lain oleh perusahaan dalam operasinya. Perusahaan dengan keuntungan tinggi cenderung untuk membayar fee audit tinggi karena keuntungan yang tinggi memerlukan pengujian audit ketat untuk membuktikan validitas atas pengakuan pendapatan dan biaya serta membutuhkan waktu audit yang lebih banyak. Berdasarkan uraian di atas mengenai profitabilitas dan pengaruhnya terhadap fee audit, maka dapat dibuat rumusan hipotesis sebagai berikut: H4: Profitabilitas berpengaruh terhadap fee audit 3.3.5. Reputasi Auditor (Auditor Reputation)

    Reputasi auditor sangat menentukan kredibilitas laporan keuangan. Kantor akuntan yang bereputasi baik diperkirakan dapat melakukan audit lebih efisien dan memiliki fleksibilitas yang lebih besar untuk menyelesaikan audit sesuai

  • 18

    jadwal. Auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik besar dipandang sebagai seorang auditor yang bereputasi tinggi. KAP yang memiliki reputasi baik umumnya memiliki sumber daya yang lebih besar (kompetensi, keahlian, dan kemampuan auditor, fasilitas, sistem dan prosedur pengauditan yang digunakan) dibandingkan dengan KAP yang memiliki reputasi kurang baik.

    Reputasi auditor dalam penelitian sering dikelompokkan berdasarkan skala standar internasional the big dan non-the big seperti penelitian Cameran, (2005) dan Al-Shammari et al. (2008). Hasil penelitian mereka menemukan bukti bahwa ukuran auditor (the big) berpengaruh positif terhadap fee audit, yang berarti bahwa fee audit akan ditetapkan lebih tinggi untuk KAP yang masuk kategori the big dibandingkan non-the big. waktu penyelesaian audit oleh auditor yang memiliki reputasi baik cenderung lebih pendek. Salah satu alasannya adalah karena KAP memiliki staf yang berkualitas. Penunjukkan staf merupakan masalah penting dalam berbagai tahap pelaksanaan pekerjaan audit. Staf yang ditunjuk harus memiliki pengetahuan (knowledge), keahlian (skill) dan kemampuan (ability) (Boynton et al., 2001:101). Kriteria ini terdapat pada auditor (KAP) yang memiliki reputasi baik, yang memiliki staf relatif lebih banyak dan relatif tetap dengan diversifikasi bidang pengetahuan, keahlian dan kemampuan lebih unggul.

    Reputasi auditor dalam penelitian ini terkait dengan kualitas kantor akuntan publik. Auditor yang berkualitas akan menerima harga terhadap kualitas pengauditannya yang lebih baik. Auditor yang berkualitas akan dihargai di pasaran dalam bentuk peningkatan permintaan jasa audit.

    Dampak dari peningkatan permintaan jasa audit tersebut menyebabkan auditor memiliki posisi tawar menawar yang tinggi sehingga auditor akan cenderung menetapkan fee audit yang lebih tinggi. Berdasarkan uraian di atas mengenai reputasi auditor dan pengaruhnya terhadap fee audit, maka dapat dibuat rumusan hipotesis sebagai berikut: H5: Reputasi auditor berpengaruh terhadap fee audit IV. METODE PENELITIAN

    Berdasarkan permasalahan, teori, dan hipotesis kerja yang telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini akan diuraikan metode penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan bagaimana pertanyaan penelitian dan hipotesis yang telah dirumuskan dijawab melalui proses verifikasi dengan data lapangan yang diperoleh.

    4.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini tergolong dalam

    penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan hypothetico deductive yang berbasis pada perspektif positivist. Jenis penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis (hypothesis testing). Penelitian pengujian hipotesis umumnya merupakan penelitian yang menjelaskan fenomena dalam bentuk hubungan antar variabel (Indriantoro dan Supomo, 2009:89). Statistik merupakan alat analisis utama yang digunakan dalam penelitian ini. Data empiris yang dikumpulkan diolah secara statistik untuk menguji hipotesis penelitian yang diajukan.

    4.2. Tempat Dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini diadakan di Indonesia tepatnya di kota Malang melalui pengamatan terhadap variabel

  • 19

    yang diduga menjadi faktor penentu (determinan) fee audit oleh KAP di Malang tahun 2009. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer (besarnya fee audit dan jumlah klien audit tahun 2006-2009) dan data sekunder (laporan keuangan klien yang telah diaudit pada tahun audit 2009). Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi secara langsung kantor akuntan publik di Malang untuk memperoleh laporan keuangan perusahaan (client) yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik tersebut pada periode penugasan audit tahun 2009, sedangkan data mengenai besarnya fee audit dan jumlah klien tahun 2006-2009 diperoleh dengan menanyakan secara langsung ke partner atau manajer KAP tersebut.

    4.3. Populasi Dan Sampel Penelitian

    Populasi (population) adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karaktersitik tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2009:115). Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah seluruh penugasan audit atas klien-klien kantor akuntan publik di Malang selama tahun 2009. Penugasan tersebut meliputi penugasan audit tahun 2008 ataupun tahun sebelumnya. Berdasarkan directory KAP tahun 2009 , Jumlah KAP di Malang ada 7. Dari 7 KAP tersebut, 1 KAP tidak menerima jasa audit, 1 KAP sulit dihubungi sedangkan 5 KAP bersedia memberikan data. Dari 5 KAP tersebut total klien yang diaudit untuk tahun audit 2009 kurang lebih sebanyak 171 klien. Tabel 4.1 berikut ini menunjukkan nama KAP, jumlah klien dan jumlah sampel penelitian.

    Tabel 4.1. Nama KAP, jumlah klien dan jumlah sampel

    Nama KAP Jumlah Klien Jumlah Sampel

    KAP A 41 15

    KAP B 43 16

    KAP C 21 7

    KAP D 31 12

    KAP E 35 14

    Total 171 64

    Sumber: Data primer diolah

    Sampel adalah sebagian dari populasi (Indriantoro dan Supomo, 2009:115). Sampel juga dapat diartikan sebagai wakil populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan metode proportional stratified random sampling. Metode pengambilan sampel dengan cara random sampling adalah memilih secara acak anggota sampel dari setiap populasi (Sekaran, 2006:131). Selanjutnya, jumlah sampel dari setiap KAP tersebut akan diambil secara proporsional sesuai dengan banyaknya populasi masing-masing KAP. Metode ini dipandang dapat memberikan data secara maksimal karena dapat mewakili populasi dan tidak menimbulkan bias bagi tujuan penelitian.

    Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin sebagaimana dilaporkan dalam tatangmanguny.wordpress.com, sebagai berikut :

    n = N / ( 1 + Ne)

    Dimana :

    n = Ukuran sample

    N = Ukuran populasi

    e =% kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditoleransi

    n = N / ( 1 + Ne2) = 171 / ( 1 + 171 ( 0.1)2 = 63,09 = 64 sampel

  • 20

    Sedangkan pembagian sampel secara proporsional untuk setiap KAP ditentukan dengan rumus :

    n1 = N1/ N x n atau

    Jumlah klien KAP Total populasi x Jumlah sampel

    Dimana :

    N = Jumlah seluruh populasi

    N = Jumlah seluruh sampel penelitian

    N1 = Jumlah populasi pada masing-masing KAP

    n1 = Jumlah sampel yang diambil pada masing-masing KAP

    4.4. Definisi Konseptual dan operasional Variabel Penelitian

    Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan besarnya fee audit oleh KAP di Malang. Penelitian ini menggunakan lima variabel utama, yaitu: ukuran perusahaan (client size), Risiko perusahaan (client risk), kompleksitas (complexity), Profitabilitas (profitability) dan reputasi auditor (auditor reputation). Definisi konseptual dan operasional untuk masing-masing variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

    4.4.1. Ukuran Perusahaan (ASSET) Ukuran perusahaan (Client Size) merupakan besar kecilnya perusahaan klien yang sedang diaudit oleh auditor atau KAP. Ukuran perusahaan sangat menentukan lamanya proses audit yang pada akhirnya berdampak pada besarnya biaya audit. Ukuran perusahaan dalam penenlitian ini menggunakan Logaritma natural dari total aset perusahaan.

    Total aset dalam penenlitian ini merupakan jumlah seluruh asset lancar maupun asset tidak lancar. Penggunaan logaritma natural total aset sebagai proxy dari ukuran perusahaan telah banyak digunakan penelitian sebelumnya diantaranya Cameran (2005), Chan et al. (1993), Simunic (1980), Palmrose (1986), Francis dan Stokes (1984), Firth (1985), Chung dan Lindsay (1988), Ahmad dan Derashid (1994), Anderson dan Zeghal (1994), dan Joshi dan Al-Bastaki (2000).

    4.4.2. Risiko Perusahaan (DEBT)

    Risiko perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan membandingkan total hutang terhadap total asset. Tingginya rasio utang terhadap total aktiva akan meningkatkan kemungkinan bangkrutnya sebuah perusahaan dan akan membuat auditor berfikir bahwa laporan keuangan perusahaan tersebut kurang bisa diandalkan dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai rasio utang yang normal. Rasio utang terhadap total aset bisa dijadikan indikator kondisi kesehatan suatu perusahaan. Kesulitan keuangan perusahaan mendorong terjadinya salah saji dalam laporan keuangan karena manajemen berupaya menutupi rendahnya kemampuan keuangan perusahaan. Kondisi keuangan (financial condition) yang lemah berpotensi memperbesar risiko audit, untuk itu auditor melakukan prosedur audit tambahan. Oleh karena itu, rasio utang diharapkan bisa mempengaruhi besarnya fee audit. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Francis dan Stokes (1986), Collier dan Gregory (1996), Joshi dan Al-Bastaki (2000), Sandra dan Patrick (1996) dalam Al-Shammari et al. (2008). Debt dihitung dengan rumus :

  • 21

    =

    4.4.3. Kompleksitas (TAX)

    Kompleksitas (Complexity) adalah ukuran rumit tidaknya transaksi yang dimiliki oleh klien Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk diaudit. Penelitian sebelumnya menggunakan sejumlah indikator untuk kompleksitas perusahaan. Indikator ini terkait baik dengan jumlah anak perusahaan, operasi di luar negeri, transaksi dalam mata uang asing dan industri di mana klien beroperasi, jumlah anak perusahaan, jumlah cabang atau akun-akun neraca tertentu seperti kas, piutang dan persediaan. ( Simon, 1995; Firth, 1985; Joshi and Al-Bastaki, 2000; Waresul dan Moizer, 1996; Simon, 1995).

    Akun pajak tangguhan baik sebagai asset maupun kewajiban yang digunakan untuk mengukur kompleksitas dalam penelitian ini merupakan variabel dummy. Apabila klien menyajikan pajak tangguhan baik sebagai aset maupun kewajiban akan diberi angka 1, sedangkan apabila klien tidak melaporkan pajak tangguhan baik sebagai aset maupun kewajiban akan diberi angka 0.

    4.4.4 . Profitabilitas (ROA)

    Profitabilitas (Profitability) terkait dengan efisiensi penggunaan aset dan sumber daya lain oleh perusahaan dalam operasinya. Joshi dan Al-Bastaki (2000) menyatakan bahwa penggunaan sumber daya yang efisien menghasilkan pengembalian yang tinggi dari asset tersebut. Tingkat pengembalian atas aktiva (ROA) digunakan sebagai proxy atas profitabilitas dalam penelitian ini. ROA dihitung dengan Rumus :

    =

    4.4.5. Reputasi Auditor (GROWTH)

    Reputasi auditor seringkali dihubungkan dengan nama baik KAP. Nama baik kantor akuntan publik umumnya dikaitkan dengan ukuran KAP (big dan non-big), jumlah karyawan tetap yang dimiliki KAP, total omzet yang diperoleh dan jumlah klien yang diaudit. Menurut Ahmed dan Nicholls (1994) dalam Ahmed dan Goyal (2005), kantor akuntan publik diklasifikasikan menjadi kantor akuntan publik kecil atau besar tergantung apakah kantor akuntan publik tersebut berasosiasi dengan kantor akuntan publik internasional dan banyaknya jumlah klien yang dimiliki oleh KAP tersebut.

    Reputasi auditor dalam penelitian ini menggunakan proxy pertumbuhan kantor akuntan publik yang diukur dengan menghitung rata-rata pertumbuhan jumlah klien selama 3 tahun yaitu mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2009. Proxy tersebut sejalan dengan variabel yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Gonthier dan Schatt (2006), yaitu menggunakan variabel pertumbuhan perusahaan (growth) yang diproxy dengan variasi omzet selama 3 tahun sebagai determinan fee audit. Pertumbuhan klien per tahun diukur dengan rumus :

    Growth/tahun=

    jumlah klien pada tahun t jumlah klien tahun t 1 jumlah klien tahun t 1

    Untuk mendapatkan rata-rata pertumbuhan klien kantor akuntan publik selama tiga tahun dihitung dengan rumus :

    Rata-rata growth selama 3 tahun =

    growth th 1 + growth th 2 + growth th 3 3

  • 22

    4.5. Metode Pengumpulan Data 4.5.1 Jenis Data

    Data variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder sedangkan data variabel dependen berupa data primer. Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari obyek yang diteliti, sedangkan data sekunder adalah data yang tidak didapat secara langsung dari objek penelitian oleh peneliti yang bersangkutan (Indriantoro dan Supomo, 2009:147). Daftar perusahaan yang diaudit oleh kantor akuntan publik di Malang tahun 2006-2009 dan besarnya fee audit untuk tahun audit 2009 didapatkan langsung dari partner atau manajer kantor akuntan publik di Malang.

    4.5.2. Teknik Pengumpulan Data

    Prosedur pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dan wawancara tidak terstruktur. Sumber data diperoleh langsung dari kantor akuntan publik yang ada di Malang. Data mengenai fee audit didapatkan langsung secara tertulis dari KAP sedangkan data-data variabel independen penelitian didapatkan dari laporan audit maupun informasi lisan dari partner dan manajer kantor akuntan publik. Data variabel independen yang sebagian didapatkan secara lisan dengan melakukan wawancara tidak terstruktur adalah data mengenai jumlah klien audit mulai tahun 2006-2009. Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Besarnya fee audit untuk masing-

    masing klien yang menjadi sampel penelitian untuk tahun audit 2009.

    2. Laporan keuangan tahunan (annual report) perusahaan tahun 2008 atau tahun sebelumnya yang

    telah diaudit pada tahun audit 2009. Data yang dibutuhkan adalah total aktiva, laba/rugi usaha, total kewajiban dan pajak tangguhan .

    3. Jumlah perusahaan atau klien audit kantor akuntan publik tersebut untuk tahun 2006-2009.

    4.6. Metode Analisis Data

    Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Model estimasi yang digunakan untuk membentuk persamaan regresi adalah menggunakan metode ordinary least square (OLS), sedangkan jenis persamaan regresi yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah Multiple regression karena dalam penelitian ini menggunakan lebih dari satu variabel independen. Multiple regression dengan SPSS 16 digunakan untuk menguji pengaruh antar variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Model dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam gambar 4.1.

    Gambar 4.1. Model Penelitian

    Berdasarkan model penelitian diatas dapat dirumuskan dalam persamaan penelitian sebagai berikut :

    AUDFEE = 1+1 ASSET+ 2DEBT+ 3TAX+ 4ROA+ 5GROWTH+

    H1

    H4

    H2

    H3

    H5

    Asset

    Debt

    Tax

    ROA

    Growth

    Fee Audit

  • 23

    Keterangan: 1 = Konstanta 1, 2, 3, 4, 5, = Koefisien Regresi AUDFEE = Fee Audit ASSET = Ukuran Perusahaan (Client Size) DEBT = Risiko perusahaan (Client Risk) TAX =Kompleksitas (Complexity) ROA =Profitabilitas (Profitability) GROWTH =Reputasi Auditor (Auditor Reputation) = Error

    Ada tiga tahap yang harus dilalui untuk mengolah data mentah menjadi data yang sesuai untuk penelitian ini dan untuk menguji hipotesis. Tahapan-tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

    4.6.1. Metode Statistik Deskriptif Tujuan pembuatan statistik

    deskriptif adalah untuk melihat bagaimana struktur data yang digunakan dalam penelitian dan untuk memberi gambaran umum tentang data. Pembuatan statistik deskriptif dilakukan dengan menghitung jumlah data untuk masing-masing variabel. Kemudian, dilakukan perhitungan persentase jumlah masing-masing variabel tersebut, perhitungan mean, median, modus, nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasinya.

    4.6.2. Uji Asumsi Klasik

    Uji asumsi klasik digunakan untuk memastikan bahwa regresi yang dilakukan bermanfaat karena telah memenuhi asumsi klasik (BLUE Best Linear Unbiased Estimator). Uji asumsi klasik yang dilakukan terdiri dari uji normalitas, uji multikolonieritas dan uji heteroskedastisitas. Uji autokorelasi

    tidak dilakukan karena penelitian ini menggunakan data crossection dimana pada data crossection, masalah autokorelasi relative jarang terjadi karena gangguan pada observasi yang berbeda berasal dari individu atau kelompok yang berbeda (Ghozali, 2005:100). 1. Uji normalitas bertujuan untuk

    menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Menurut Ghozali (2005:147), uji normalitas dapat dilihat melalui analisis grafik dan uji statistik, sedangkan untuk analisis grafik, penelitian ini menggunakan histogram. Jika grafik histogram memberikan pola distribusi yang berbentuk simetris, tidak menceng ke kiri atau ke kanan, hal ini menunjukkan bahwa residual terdistribusi secara normal, demikian sebaliknya jika Jika grafik histogram memberikan pola distribusi yang berbentuk tidak simetris, menceng ke kiri atau ke kanan, hal ini menunjukkan bahwa residual terdistribusi tidak normal, sedangkan untuk uji statistik penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). Jika besarnya nilai K-S>0,05, maka residual terdistribusi secara normal. Sebaliknya jika nilai K-S

  • 24

    lain uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Dalam suatu model regresi yang baik, seharusnya korelasi semacam itu tidak terjadi (Ghozali, 2005:95). Multikolinearitas dapat dideteksi dengan menggunakan besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance. Model yang dianggap bebas multikolinearitas adalah model yang mempunyai nlai VIF < 10 dan mempunyai angka Tolerance > 10%.

    3. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Dalam model regresi yang baik, heteroskedastisitas tidak terjadi (Ghozali, 2005:125). Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antar SRESID dan ZPRED. Dasar analisisnya adalah jika ada pola tertentu, seperti bergelombang, melebar kemudian menyempit, mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Namun jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik penyebaran di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk lebih menjamin keakuratan hasil pengujian, dapat dilakukan uji Park. Jika dari hasil uji Park didapati bahwa tidak ada logaritma natural dari variabel independen yang signifikan pada level signifikansi 0.05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terjadi Heteroskedastisitas.

    4.6.3. Uji Hipotesis

    Pengujian hipotesis dilakukan dengan :

    1. Uji t bertujuan untuk melihat seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2005:84). Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (=5%). Jika nilai >5% maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Hal ini berarti bahwa secara parsial variabel independen tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai

  • 25

    seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi berada di antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil menunjukkan bahwa kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Nilai R2 yang mendekati satu berarti variabel-varibel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2005:83). Karena terdapat kelemahan mendasar dari penggunaan Koefisien determinasi (R2 ), yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu dalam penelitian ini tidak lagi menggunakan koefisien determinasi (R2) melainkan menggunakan Koefisien determinasi yang disesuaikan (adjusted R2), karena adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model.

    V. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    Berdasarkan permasalahan, hipotesis dan metode penelitian yang telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian untuk mendapatkan kesimpulan dari hipotesis yang telah dibuat.

    5.1 Hasil Analisis 5.1.1 Analisis Statistik Deskriptif

    Statistik deskriptif merupakan metode numerik dan grafis untuk mengenali pola sejumlah data, kemudian merangkum informasi yang terdapat dalam data dan menyajikan informasi tersebut dalam bentuk yang diinginkan. Jenis data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu data yang berbentuk nominal untuk variabel kompleksitas dan data berbentuk rasio untuk variabel ukuran perusahaan, risiko perusahaan, profitabilitas, reputasi auditor dan fee audit. Variabel independen ukuran perusahaan yang diproxy dengan total aset dan variable dependen fee audit di log . Data dalam statistik deskriptif meliputi rata-rata (mean), maksimum, minimum dan standar deviasi. Hasil statistik deskriptif terhadap variabel penelitian disajikan pada tabel 5.1 berikut ini.

    Tabel 5.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif

    Variabel Mean

    Std. Deviation Max Min

    Fee audit (Y)* 16.3689 .69806 18.83 15.61

    Ukuran Perusahaan (X1)* 23.6047

    1.23846 28.40 20.60

    Risiko perusahaan (X2) .5470 .34055 1.45 .01

    Kompleksitas (X3) VD*) VD*) 1.00 0.00

    Profitabilitas (X4) .0494 .11975 .46 -.43

    Reputasi auditor (X5) .0766 .08994 .17 -.02

    *Angka rupiah setelah di log natural

    vd*) variabel dummy

    Berdasarkan hasil statistik deskriptif dengan menggunakan data cross section tahun 2009 sebanyak 64 perusahaan (semua jenis industri), statistik deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata fee audit yang terjadi pada periode penelitian adalah 16.3689 atau sebesar Rp 19.015.625. Besarnya fee audit terendah dan tertinggi masing-masing sebesar Rp 6.000.000 dan Rp

  • 26

    150.000.000. Rata-rata total aset sebesar 23.61 atau sebesar Rp 61.666.744.999, sedangkan total aset terendah dan tertinggi masing-masing sebesar 20.60 atau Rp 859.942.350 dan 28.40 atau Rp 2.087.828.536.911. Rata-rata rasio hutang terhadap total asset cukup tinggi yaitu sebesar 54,70%. Tingginya rasio hutang tersebut karena rata-rata sampel penelitian memiliki pinjaman di atas 50% dari total aktiva, sedangkan rata-rata rasio laba bersih terhadap total asset cukup rendah yaitu sebesar 4,94%. Rendahnya laba bersih terhadap total asset tersebut karena pada periode penelitian terdapat 7 perusahaan yang melaporkan rugi dalam laporan keuangannya sehingga ROA menjadi negatif. Rata-rata pertumbuhan klien mulai tahun 2006-2009 cukup rendah yaitu sebesar 7,66%. Hal ini menunjukkan bahwa pada periode penelitian, kantor akuntan publik relatif tidak banyak mendapatkan tambahan klien baru. Klien audit rata-rata adalah sama dengan tahun sebelumnya atau walaupun mendapat klien baru lebih disebabkan karena perpindahan klien dari satu KAP ke KAP lain. Perpindahan tersebut terjadi karena aturan IAPI yang membatasi KAP untuk mengaudit satu klien paling lama 6 tahun dan setelah itu klien audit tersebut harus pindah ke KAP yang lain. 5.1.2 Analisis Uji Asumsi Klasik 5.1.2.1 Uji Normalitas

    Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Hasil uji normalitas di tunjukkan pada grafik 5.1 di bawah ini:

    Grafik 5.1. Uji Normalitas Fee Audit

    Berdasarkan grafik histogram

    dapat disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi yang berbentuk simetris, tidak menceng ke kiri atau ke kanan, hal ini menunjukkan bahwa residual terdistribusi secara normal. Selain menggunakan analisis grafik, uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Jika besarnya nilai K-S>0,05, maka residual terdistribusi secara normal. Sebaliknya jika nilai K-S

  • 27

    Tabel 5.2. Hasil Uji Multikolonieritas

    Berdasarkan hasil pengujian

    menunjukkan bahwa hasil perhitungan nilai toleransi menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai toleransi kurang dari 0,10. Hasil perhitungan VIF juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel dalam model regresi.

    5.1.2.3 Uji Heteroskedastisitas

    Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Hasil uji Heteroskedastisitas ditunjukkan dalam grafik 5.2 di bawah ini.

    Grafik 5.2 Scatterplot fee Audit

    Berdasarkan Grafik scatterplots

    menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model

    regresi layak dipakai untuk memprediksi fee audit berdasarkan masukan variabel independen ukuran perusahaan, risiko perusahaan, kompleksitas, profitabilitas dan reputasi auditor. hasil uji Park ditunjukkan pada tabel 5.3 berikut ini.

    Tabel 5.3 Hasil Uji Park

    Variabel Nilai p Ukuran Perusahaan

    .237*

    Risiko perusahaan

    .351*

    Kompleksitas

    .545*

    Profitabilitas .480*

    Reputasi auditor

    .901*

    Nilai F .600

    * tidakSignifikan secara statistik pada = 5%

    Dari hasil Uji Park, secara

    parsial tidak terdapat nilai variabel independen yang signifikan pada level signifikansi 0.05 ( nilai sig>). Semua variabel independen memiliki nilai sig>0.05. Secara simultan hasil Uji Park juga menunjukkan hasil 0.600 yaitu lebih besar dari 0.05 (nilai F>0.05). Dari hasil Uji Park tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas baik secara parsial maupun simultan, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi fee audit berdasarkan masukan variabel independen ukuran perusahaan, risiko perusahaan, kompleksitas, profitabilitas dan reputasi auditor.

    5.1.3 Hasil Pengujian Hipotesis

    Adapun uji yang dilakukan terhadap hipotesis adalah uji korelasi dan multiple regression. Dalam pengolahan data dengan menggunakan linear multiple regression dilakukan beberapa tahapan untuk mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Data telah

    Variabel

    Collinearity Statistics

    Toleransi VIF Ukuran Perusahaan .769 1.301

    Risiko perusahaan .836 1.196

    Kompleksitas .680 1.471

    Profitabilitas .855 1.169

    Reputasi auditor .880 1.136

  • 28

    memenuhi ke-4 asumsi klasik, maka dilakukan pengujian lanjut dengan linear multiple regression.

    Hasil pengujian hipotesis meliputi variabel ukuran perusahaan, risiko perusahaan, kompleksitas, profitabilitas dan reputasi auditor sebagai variabel independen serta fee audit sebagai variabel dependen. Berikut ini hasil uji hipotesis yang ditunjukkan pada table 5.4.

    Tabel 5.4 Hasil Uji Hipotesis Fee Audit

    *Signifikan secara statistik pada = 5%

    Hasil adjusted R2 sebesar 0,62,

    hal ini berarti 62% fee audit dapat dijelaskan oleh variasi ukuran perusahaan, risiko perusahaan, kompleksitas, profitabilitas dan reputasi auditor. Sedangkan sisanya (100% - 62% = 38%) dijelaskan oleh sebab-sebab selain 5 variabel tersebut. Hasil adjusted R2 dalam penelitian lebih besar dari hasil penelitian Joshi dan Al-Bastaki di Bahrain yaitu sebesar 60.2%.

    Hasil uji keberartian model (Uji F) menggunakan ANOVA atau F test di peroleh nilai F hitung sebesar 21,15 dengan probabilitas sebesar 0,000 (< 0.05). Artinya bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi fee audit atau dapat dikatakan bahwa ukuran perusahaan, risiko perusahaan, kompleksitas, profitabilitas dan reputasi auditor secara bersama-sama berpengaruh terhadap fee audit.

    Berdasarkan hasil pengujian terhadap koefisien regresi untuk

    keseluruhan sampel menghasilkan persamaan penelitian sebagai berikut :

    Fee Audit = 10.000 +0 .282 ukuran perusahaan - 0.221 risiko perusahaan + 0.318 kompleksitas - 1.724 profitabilitas - 2.408 reputasi auditor. Dari ke lima variabel

    independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, variabel risiko perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap fee audit. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansi untuk ukuran perusahaan (0,212>0,05). Variabel profitabilitas dan reputasi auditor berpengaruh negatif terhadap fee audit dengan probabilitas signifikansi masing-masing sebesar 0.001 dan 0.00, sedangkan variabel ukuran perusahaan dan kompleksitas berpengaruh terhadap fee audit dengan probabilitas signifikansi masing-masing sebesar 0.00 dan 0.025. Dari sini dapat disimpulkan bahwa variabel fee audit (AUDFEE) dipengaruhi oleh jenis perusahaan, kompleksitas, profitabilitas dan reputasi auditor.

    Berdasarkan hasil uji t, maka dapat disimpulkan bahwa apabila semua konstan atau tidak ada pengaruh dari ukuran perusahaan(Size), risiko perusahaan (Debt), Kompleksitas (Tax), Profitabilitas (ROA) dan Reputasi auditor (Growth) maka fee audit diprediksikan 10.00 atau Rp 21.000. Koefisien regresi ukuran perusahaan sebesar 0.282 menyatakan bahwa setiap kenaikan 1%, maka akan meningkatkan ukuran perusahaan sebesar 0.282%, sehingga akan menaikkan fee audit. Demikian juga untuk koefisien regresi variabel independen yang lainnya akan menaikkan atau menurunkan besarnya fee audit sesuai dengan besar kecilnya masing-masing koefisien regresi varibel independen tersebut.

    Variabel Koefisien

    Regresi Std.

    Error Nilai p Ukuran Perusahaan

    .282 .050 .000*

    Risiko perusahaan -.221 .175 .212 Kompleksitas .318 .138 .025* Profitabilitas -1.724 .493 .001* Reputasi auditor -2.408 .646 .000* R R2 Adjusted R2 Nilai F

    0.804 0.646 0.615 21.150

  • 29

    5.2. Pembahasan Hasil Penelitian

    Bagian ini merupakan penjelasan atas hasil analisis data yang telah diperoleh berdasarkan hasil analisis yang telah diketahui mengenai hipotesis yang diterima dan ditolak. Selanjutnya sistematika pembahasan ini disusun secara berurutan berdasarkan pada rumusan masalah yang telah diajukan.

    5.2.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penentuan Fee Audit 5.2.1.1 Ukuran Perusahaan

    Hasil penelitian ini menunjukkan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap fee audit sehingga H1 diterima. Hal ini dapat dilihat nilai t sebesar 5.608 dan nilai p sebesar 0,00, jauh lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian Simunic (1980), Palmrose (1986) di Amerika Serikat, Francis dan Stokes (1984) di Australia; Firth (1985) di Selandia Baru, Chung dan Lindsay (1988), Che-Ahmad dan Derashid (1994) di Malaysia, Anderson dan Zeghal (1994) di Kanada, Ahmed dan Goyal (2005) di Bangladesh, India dan Pakistan, Gonthier-Besacier dan Schatt (2006) di Prancis, Karim dan Moizer (1996) di Bangladesh, Langendijk (1997) di Belanda, Naser et al. (2007) di Jordania, Ji-hong (2007) di China, Al-Harshani (2008) di Kuwait, Firer dan Swartz (2006) di Afrika Selatan dan Choi et al. (2010) di US. 5.2.1.2 Risiko Perusahaan

    Hasil regresi menunjukkan bahwa risiko perusahaan tidak berpengaruh terhadap fee audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai t sebesar -1.263 dan nilai p sebesar 0.212, jauh lebih besar dari 0,05. . Hasil penelitian ini

    tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Francis dan Stokes (1986) di Australia, Collier dan Gregory (1996) di Inggris, Joshi dan Al-Bastaki (2000) di Bahrain dan Sandra dan Patrick (1996) dalam Al-Shammari et al. (2008) di Hong Kong, yang menyatakan bahwa fee audit berhubungan dengan leverage. Basioudis dan Fifi (2004) melaporkan adanya hubungan negatif antara biaya audit dan leverage di Indonesia. Namun hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Francis dan Simon (1987) dalam Al-Shammari et al. (2008) di AS dan Al-Shammari et al. (2008) di Kuwait, yang menyatakan bahwa biaya audit tidak berkaitan dengan leverage. Selain itu, hasil penelitian ini juga memperkuat argumentasi Sandra dan Patrick (1996) dalam Al-Shammari et al. (2008), yang menyatakan bahwa sulit untuk mengukur risiko secara objektif karena tidak ada proksi tunggal yang memadai untuk risiko tersebut.

    Ketika auditor memutuskan untuk menerima penugasan audit, maka auditor juga harus menerima sejumlah tingkat risiko atau ketidakpastian dalam melaksanakan fungsi auditnya. Auditor mengenali, umpamanya, bahwa terdapat suatu ketidakpastian tentang kompetensi bukti, ketidakpastian tentang efektifitas dari pengendalian intern yang dimiliki klien, serta ketidakpastian tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar pada saat audit telah selesai dilakukan. Oleh sebab itu, menggunakan besarnya leverage saja sebagai penentu besarnya fee audit tidaklah cukup, karena seharusnya terdapat risiko-risiko lain yang selalu dipertimbangkan bersama-sama oleh auditor ketika auditor menerima penugasan audit. Oleh sebab itu, ketika risiko yang dipertimbangkan

  • 30

    oleh auditor hanya menggunakan leverage saja sebagai representasi dari risiko perusahaan sebagai faktor penentu fee audit, maka secara empiris hasilnya tidak berpengaruh terhadap besarnya fee audit.

    5.2.1.3 Kompleksitas

    Kompleksitas berpengaruh terhadap fee audit sehingga H1 diterima. Hal ini dapat dilihat nilai t sebesar 2.303 dan nilai p sebesar 0.025, lebih kecil dari 0,05. Hasil peneleitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya meskipun dengan proxy yang berbeda. Bukti empiris untuk pengaruh antara fee audit dan kompleksitas yang diproxy dengan total piutang usaha terhadap total asset dilakukan di Afrika Selatan (Simon, 1995), Kanada (Anderson dan Zeghal, 1994), Belanda (Langendijk, 1997 ), sedangkan di Selandia Baru (Firth, 1985) menyatakan tidak ada pengaruh antara kompleksitas yang diproxy dengan jumlah anak perusahaan dengan fee audit. Basioudis dan Fifi (2004) di Indonesia menyatakan bahwa tidak ada pengaruh antara kompleksitas dengan fee audit yang diproxy dengan total piutang terhadap total asset.

    5.2.1.4 Profitabilitas

    Profitabilitas berpengaruh signifikan secara negatif terhadap fee audit sehingga H1 diterima. Hal ini dapat dilihat nilai t sebesar -3.500 dan nilai p sebesar 0.01, jauh lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian sejalan dengan yang dilakukan oleh Simunic (1980) dan Wallace (1984) menemukan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap fee audit. Namun hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan di Inggris oleh Francis dan Simon (1987) dan Chan et al. (1993), Selandia Baru

    (Firth, 1985), Indonesia (Basioudis dan Fifi, 2004) dan Kanada (Anderson dan Zeghal, 1994). Mereka tidak menemukan pengaruh signifikan antara profitabilitas dengan fee audit.

    5.2.1.5 Reputasi Auditor

    Reputasi auditor berpengaruh signifikan secara negatif terhadap fee audit sehingga H1 diterima. Hal ini dapat dilihat nilai t sebesar -3.725 dan nilai p sebesar 0.00, jauh lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian di Amerika Serikat (Simunic, 1980), Selandia Baru (Firth, 1985), Indonesia (Basioudis dan Fifi, 2000) dan Afrika Selatan (Simon, 1995), yang menyatakan bahwa tidak ada fee audit premium untuk KAP yang memiliki reputasi baik. Namun hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (Francis dan Simon, 1987; palmrose, 1986; Simon dan Francis, 1988; Turpen, 1990), Australia (Francis, 1984; Francis dan Stokes, 1986), Bangladesh (Ahmed dan Goyal, 2005; Karim dan Moizer, 1996), Italia (Cameran, 2005) dan Kuwait (Al-Shammari et al.,2008). Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa KAP yang memiliki reputasi baik dengan proxy big four menerima fee audit lebih tinggi dibandingkan KAP non big four atau dengan kata lain bahwa ukuran auditor (the big) berpengaruh positif terhadap fee audit, yang berarti bahwa fee audit akan ditetapkan lebih tinggi untuk KAP yang masuk kategori the big dibandingkan non-the big. Reputasi auditor dalam penelitian sering dikelompokkan berdasarkan skala standar internasional the big dan non-the big. Penelitian ini menggunakan rata-rata pertumbuhan KAP selama 3 tahun sebagai proxy dari reputasi auditor.

  • 31

    5.3 Implikasi Penelitian Sesuai dengan manfaat penelitian,

    hasil penelitian ini memiliki beberapa implikasi, baik untuk pengembangan teori, penelitian selanjutnya maupun kepentingan praktisi serta untuk kepentingan badan regulasi. Hasil temuan dalam penelitian ini menyatakan bahwa ukuran perusahaan, kompleksitas, profitabilitas dan reputasi auditor berpengaruh terhadap fee audit. Hal tersebut menunjukkan bahwa besarnya total aset perusahaan, kerumitan transaksi perusahaan, tingkat pengembalian aset dan pertumbuhan kantor akuntan publik, dijadikan dasar pertimbangan oleh auditor dalam menentukan besarnya fee audit. Penelitian ini bisa dijadikan dasar acuan dalam memilih variabel yang sesuai ketikpembentukan khususnya di Indonesia. Selain faktor-faktor tersebut di atas, masih terdapat beberapa faktor penentu fee audit yang lainnya yang juga menjadi pertimbangan auditor dalam nenentukan fee audit. Oleh sebab itu penelitian tentang fee audit masih perlu terus dikembangkan untuk menguji konsistensi hasil penelitian.

    Berdasarkan hasil penelitian ini, baik manajemen perusahaan maupun auditor mampu mengamati, memahami dan mengidentifikasi bahwa faktor ukuran perusahaan, kompleksitas, profitabilitas dan reputasi auditor merupakan faktor yang mempengaruhi penentuan fee audit, sehingga informasi yang disajikan memberikan kontribusi yang positif bagi manajer perusahaan dan auditor. Dengan demikian manajemen perusahaan menghargai auditor dalam bentuk membayar fee audit secara profesional dan auditor dapat menentukan besarnya audit secara profesional pula ketika menerima penugasan.

    Bagi Institut Akuntan Publik Indonesia, hasil penelitian ini bisa dijadikan masukan untuk merumuskan kembali panduan mengenai imbal jasa audit sehingga semua auditor di Indonesia dapat menggunakan dan mengimplementasikan panduan tersebut yang tentunya panduan besarnya fee audit akan ditentukan berbeda-beda untuk setiap daerah.

    5.4 Keterbatasan Penelitian

    Sebagian data dalam penelitian ini menggunakan data primer yaitu dengan Sebagian data dalam penelitian ini menggunakan data primer yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung. Data tersebut berupa data jumlah klien audit mulai tahun 2006-2009. Data tersebut sebenarnya bisa diperoleh dengan cara meminta kepada auditor daftar perusahaan yang diaudit. Namun karena auditor keberatan memberikan data tersebut dengan alasan menjaga kerahasiaan klien dan auditor, maka data tersebut terpaksa diperoleh peneliti dengan cara melakukan wawancara.

    Data besarnya fee audit juga merupakan data primer, karena data tersebut didapatkan secara langsung dari klien. Data besarnya fee audit didapatkan oleh peneliti secara tertulis dari klien. Sebenarnya data besarnya fee audit tersebut bisa diperoleh peneliti dengan meminta surat perikatan audit antara klien dengan KAP. Namun karena alasan menjaga kerahasiaan klien dan auditor, maka data tersebut terpaksa diperoleh peneliti dengan cara meminta langsung secara tertulis sesuai dengan sampel penelitian, sehingga peneliti tidak bisa melakukan cross check mengenai besarnya fee audit ke sumber data asli yaitu surat perikatan audit.

    Dua dari lima variabel dalam penelitian ini yaitu variabel

  • 32

    kompleksitas dan reputasi auditor yang diproksi dengan pajak tangguhan untuk kompleksitas dan pertumbuhan jumlah klien untuk reputasi auditor merupakan proksi baru. Proksi atas dua variabel tersebut sejauh yang peneliti ketahui masih belum pernah dipakai dalam penelitian sebelumnya. Sehingga ketepatan atas penggunaan proksi tersebut masih perlu diuji lebih lanjut dalam penelitian berikutnya.

    Variabel risiko dalam penelitian ini yang digunakan hanya risiko perusahaan (client risk). Seharusnya selain risiko perusahaan (client risk), risiko audit (audit risk) juga harus digunakan secara bersama-sama dengan perusahaan (client risk) sebagai faktor penentu fee audit. Namun karena keterbatasan data yang bisa diperoleh, maka penelitian hanya menggunakan risiko perusahaan (client risk) sebagai faktor penentu besarnya fee audit.

    Penelitian ini dilakukan di kota Malang Jawa Timur, dimana KAP yang ada rata-rata masuk kategori kecil dan klien yang diaudit rata-rata perusahaan kecil menengah. Jumlah seluruh penugasan audit tahun 2009 yang menjadi populasi dalam penelitian ini sebanyak 171. Dari 171 populasi tersebut, 64 penugasan audit diambil sebagai sampel penelitian. Karena hanya menggunakan 5 KAP dan rata-rata perusahaan yang diaudit masuk dalam kategori perusahaan kecil menengah, maka variasi data mengenai besarnya fee audit kurang. Selain itu, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data crossection, dimana temuan hasil penelitian bisa jadi berbeda apabila data yang dipakai adalah data time series dua atau tiga tahun.

    VI. SIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, maka pada bab ini akan diuraikan simpulan dan saran yang berhubungan dengan