Upload
others
View
10
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN
FUNGSI LEGISLASI DPRD KOTA BANDAR LAMPUNG
PERIODE TAHUN 2014-2019
(Tesis)
Oleh :
FAIRA INDAH MUTIARA
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN FUNGSI
LEGISLASI DPRD KOTA BANDAR LAMPUNG
PERIODE TAHUN 2014-2019
Oleh :
FAIRA INDAH MUTIARA
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
Pada
Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN FUNGSI
LEGISLASI DPRD KOTA BANDAR LAMPUNG
PERIODE TAHUN 2014-2019
Oleh
FAIRA INDAH MUTIARA
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai fungsi dasar salah satunya
yaitu fungsi legislasi atau pembuat peraturan, Fungsi ini menjadi sangat penting
karena salah satu implikasi kesiapan daerah dalam merespon kebijakan otonomi,
dan diharapkan daerah mampu membuat kebijakan sendiri yang dituangkan dalam
Perda. Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui dan menganalisis
pengaruh faktor internal terhadap fungsi legislasi DPRD Kota Bandar Lampung
periode tahun 2014-2019. 2) Mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor
eksternal terhadap fungsi legislasi DPRD Kota Bandar Lampung periode tahun
2014-2019 dan 3) Mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor internal dan faktor
eksternal secara bersama-sama terhadap fungsi legislasi DPRD Kota Bandar
Lampung periode tahun 2014-2019. Metode penelitian menggunakan pendekatan
kuantitatif. Responden dalam penelitian ini adalah anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung periode 2014-2019 yang berjumlah
50 Orang. Hasil peneltian ini adalah: 1) Faktor internal berpengaruh signifikan
terhadap fungsi legislasi DPRD Kota Bandar Lampung periode tahun 2014-2019. 2)
Faktor eksternal berpengaruh signifikan terhadap fungsi legislasi DPRD Kota
Bandar Lampung periode tahun 2014-2019. 3) Faktor internal dan faktor eksternal
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap fungsi legislasi DPRD Kota
Bandar Lampung periode tahun 2014-2019. 4) Fungsi legislasi DPRD dalam
membuat peraturan daerah lebih di pengaruhi dan bernuansa “Politik”, artinya
kreativitas, inisiatif DPRD dalam menjalankan fungsi legislasi dalam hal ini
pembuatan Peraturan Daerah akan muncul jika hasil akhir dari Peraturan Daerah
tersebut “menguntungkan” serta cenderung hanya mementingkan kepentingan
pribadi semata, hal tersebut terlihat dari 13 Peraturan Daerah yang di hasilkan
DPRD Kota Bandar Lampung 5 diantaranya adalah Peraturan Daerah yang
berkaitan dengan anggaran.
Kata Kunci: Fungsi, Legislasi, dan DPRD.
ABSTRACT
THE FACTORS THAT INFLUENCE THE IMPLEMENTATION OF THE
LEGISLATION FUNCTION OF THE REGIONAL REPRESENTATIVE
COUNCIL (DPRD) IN BANDAR LAMPUNG AT THE PERIOD YEARS
2014-2019
By
FAIRA INDAH MUTIARA
The Regional Representatives Council (DPRD) has many a basic function, one of
that function is the function of legislation or regulation makers. This function is
very important because one of the implications of regional readiness is in
responding the autonomy policies, and it is expected that the regions can make their
own policies as outlined in the Regional Regulation. The aims of this study was: 1)
to know and analyze the influence of internal factors on the legislative function of
the DPRD in Bandar Lampung at the period years 2014-2019. 2) to know and
analyze the influence of the external factors on the legislative function of the DPRD
in Bandar Lampung at the period years 2014-2019 and 3) to know and analyze the
influence of the internal factors and the external factors on the legislative function
of the DPRD in Bandar Lampung at the period years 2014-2019. The quantitative
approach was used as a research method in this study. The respondents were the 50
members of the Regional Representative Council (DPRD) in Bandar Lampung City
at the period years 2014-2019. The results of this study were: 1) there was a
significant effect of the internal factors to the legislative function of the DPRD in
Bandar Lampung at the period years 2014-2019. 2) A significant effect showed in
the external factors to the legislative function of the DPRD in Bandar Lampung at
the period years 2014-2019. 3) Internal and external factors also showed a
significant effect on the legislative function of the DPRD in Bandar Lampung at the
period years 2014-2019. 4) DPRD legislative function in making the regional
regulations more influenced and nuanced "Politics", it means that the creativity, the
initiatives of in carrying out the legislative functions in this case the making of
Regional Regulations would appeared if the final results of the Regional Regulation
were "profitable" and tend to prioritize the Personally interest, it could be seen from
the 13 Regional Regulations produced by the DPRD of Bandar Lampung and 5 of
that were the Regional Regulations that relating to the budget.
Keyword: Function, legislative, regional representative council (DPRD)
RIWAYAT HIDUP
FAIRA INDAH MUTIARA, lahir di Bandar Lampung, 3 Mei 1993, anak ke 4
(empat) dari 4 (empat) bersaudara putri dari pasangan H. Erpani S. Jaya dan
Hj.Thahera Achmad. Menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2005
di SD Al-Kautsar Bandar Lampung. Lulus Sekolah Menengah Pertama di SMPN
1 Bandar Lampung pada tahun 2008. Sekolah Menengah Atas di SMAN 3 Bandar
Lampung lulus pada tahun 2011. Melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi di
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jati Nangor Bandung lulus pada
tahun 2015. Selanjutnya pada tahun 2016 penulis tercatat sebagai mahasiswi S2 di
Perguruan Tinggi Universitas Lampung Program Studi Magister Ilmu
Pemerintahan hingga sekarang
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati Kupersembahkan
Karya Kecilku ini sebagai tanda baktiku
Kepada :
Ayah dan ibuku tercinta yang telah senantiasa tulus mendukung dan
mendoakan keberhasilan ku, serta telah banyak memberikan sumbangan baik
dari segi moril maupun materil. Terima kasih banyak atas semua
pengorbanan yang telah ayah dan ibu berikan, tidak ada yang dapat
Ananda berikan, semoga ALLAH selalu memberikan kebahagian kepada
ayah dan ibu di dunia dan di akhirat.
Seluruh keluarga besarku tersayang, terima kasih atas dorongan, motivasi
dan do’a nya selama ini.
Untuk teman-temanku, keluarga baruku, rekan seperjuangan ku, Magister
Ilmu Pemerintahan Angkatan 2016, serta
Almamater Tercinta, Universitas Lampung
MOTTO
“Dan bersabarlah dalam menggapai sesuatu, karena sabar tak pernah
berujung hingga Allah.SWT memberi petunjuk atau menggantinya
dengan yang lebih baik”
(Al-Hadist)
SANWACANA
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah.SWT karena atas limpahan rahmat dan
karuni-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul “Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD Kota Bandar Lampung Periode
Tahun 2014-2019”. Dalam menyelesaikan Tesis ini penulis memperoleh banyak
bantuan baik dari segi moril, materil serta dukungan dan bimbingan dari berbagai
pihak sehingga Tesis ini dapat terselesaikan dengan lancar dan baik. Untuk itu penulis
tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin. M.P. selaku Rektor Universitas
Lampung;
2. Bapak Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D. selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Lampung;
3. Bapak Dr. Syarief Makhya selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung;
4. Bapak Drs. Hertanto, M.Si., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Pemerintahan Universitas Lampung
5. Ibu Dr. Feni Rosalia selaku dosen pembimbing Utama, yang telah banyak
meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, masukan serta arahan dalam
menyelesaikan Tesis ini;
6. Ibu Dr. Ari Damastuti., MA selaku pembimbing pembantu, yang telah banyak
memberi bimbingan dan masukan-masukan yang berguna dalam proses
penyusunan Tesis ini;
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan
Universitas Lampung yang telah banyak memberi ilmu pengetahuan dan
pembelajaran selama masa perkuliahan;
8. Teman-teman seperjuangan Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan
Universitas Lampung, terima kasih atas motivasinya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak sekali kekurangan, kesalahan serta
jauh dari kesempurnaan. Hal itu mengingat kurangnya pengalaman penulis baik dari
segi teori maupun praktek serta keterbatasan pengetahuan penulis. Untuk itu saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penyusunan
Tesis yang akan datang. Akhirnya dengan diselesaikan Tesis ini semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Bandar Lampung, Desember 2018
Penulis
FAIRA INDAH MUTIARA
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 10
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 11
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsepsi Sistem Pemerintahan dan Teori Pemisahan Kekuasaan. 12
B. Konsepsi Otonomi Daerah ............................................................. 19
C. Konsepsi Peraturan Daerah ............................................................ 24
D. Konsepsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ................. 35
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Legislasi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ............................................... 55
F. Kerangka Fikir ............................................................................... 59
G. Hipotesis ...................................................................................................... 62
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian ............................................................................... 64
B. Definisi Konseptual ....................................................................... 64
C. Definisi Operasional ...................................................................... 65
D. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 68
E. Sumber Informasi........................................................................... 68
F. Jenis Data ....................................................................................... 69
G. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 70
H. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ....................... 71
I. Teknik Analisis Data...................................................................... 72
BAB IV : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sekretariat DPRD Kota Bandar Lampung ..................................... .76
B. Tugas Pokok dan Fungsi Sekretariat DPRD .................................. .79
C. Profil DPRD Kota Bandar Lampung ............................................. .80
D. Alat Kelengkapan DPRD Kota Bandar Lampung...........................82
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden ................................................................ ...88
B. Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ......................................... ...91
C. Hasil Penelitian .............................................................................. ....95
1. Distribusi Frekuensi Variabel......................................................95
2. Analisa Data Statistik.................................................................109
a. Regresi Linier Berganda.......................................................109
b. Koefisien Determinasi..........................................................111
c. Uji Hipotesis.........................................................................112
D. Pembahasan.................................................................................... .115
1. Pengaruh Faktor Internal terhadap Fungsi Legislasi DPRD di
DPRD Kota Bandar Lampung...................................................115
2. Pengaruh Faktor Eksternal terhadap Fungsi Legislasi DPRD
di DPRD Kota Bandar Lampung...............................................131
3. Pengaruh Faktor Internal dan Faktor Eksternal Secara
Bersama-Sama terhadap Fungsi Legislasi DPRD di DPRD
Kota Bandar Lampung................................................................145
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................... ...163
B. Saran ............................................................................................ ...164
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN I PERMOHONAN MENGISI KUESIONER
LAMPIRAN II ALAT BANTU PEDOMAN WAWANCARA
LAMPIRAN III OUTPUT SPSS
LAMPIRAN IV TABEL R
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Jumlah Produk Peraturan Daerah DPRD Kota Bandar Lampung Tahun
2015 - 2017.................................................................................................
5
1.2 Rincian Perda Inisiatif DPR Kota Bandar Lampung Tahun 2015-2017... 6
3.1 Definisi Operasional................................................................................. 65
4.1 Nama Keanggotaan DPRD Kota Bandar Lampung................................... 80
5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia............................................... 88
5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja.................................... 88
5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Disiplin Ilmu................................. 89
5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan....................... 89
5.5 Jabatan dalam Kepengurusan Partai Politik............................................... 90
5.6 Durasi Waktu Menjadi Pengurus Partai Politik......................................... 90
5.7 Frekuensi Mengikuti Diklat Kepartaian..................................................... 91
5.8 Hasil Uji Validitas Variabel Faktor Internal.............................................. 92
5.9 Hasil Uji Validitas Variabel Faktor Eksternal............................................ 93
5.10 Hasil Uji Validitas Variabel Fungsi Legislasi DPRD................................ 93
5.11 Hasil Uji Reliabilitas.................................................................................. 94
5.12 Distribusi Frekuensi Variabel Faktor Internal............................................ 95
5.13 Distribusi Frekuensi Variabel Faktor Eksternal......................................... 100
5.14 Distribusi Frekuensi Variabel Fungsi Legislasi DPRD.............................. 104
5.15 Regresi Linier Berganda............................................................................. 110
5.16 Determinasi X1 terhadap Y......................................................................... 111
5.17 Determinasi X2 terhadap Y........................................................................ 111
5.18 Determinasi X1 dan X2 terhadap Y............................................................. 112
5.19 Uji Hipotesis Secara Parsial....................................................................... 113
5.20 Uji Hipotesis Secara Simultan.................................................................... 114
5.21 Rangkuman Penilaian/Tanggapan Responden terhadap Variabel Faktor
Internal....................................................................................................... 129
5.22 Rangkuman Penilaian/Tanggapan Responden terhadap Variabel Faktor
Eksternal..................................................................................................... 145
5.23 Penilaian/Tanggapan Responden terhadap Variabel Fungsi Legislasi..... 162
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Paradigma antara X1 dan X2 terhadap Y.................................................................62
4.1 Struktur Organisasi Seketariat DPRD Kota Bandar Lampung...............................79
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diterapkannya otonomi daerah yang ditandai dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah merupakan suatu
peluang emas bagi daerah (Provinsi, Kabupaten/kota) karena diberikan
kewenangan yang sangat besar untuk mengatur dan memerintah daerahnya
masing-masing. Peluang yang diberikan oleh kebijakan otonomi daerah itu
diterjemahkan beragam oleh daerah, salah satu terjemahan yang dipakai adalah
dengan membuat beragam Peraturan Daerah (Perda).
Peraturan daerah merupakan produk perundang-undangan pemerintah
daerah bertujuan untuk mengatur hidup bersama, melindungi hak dan kewajiban
manusia dalam masyarakat, menjaga keselamatan dan tata tertib masyarakat di
daerah, selain itu peraturan daerah adalah merupakan sarana komunikasi timbal
balik antara pemerintah dengan masyarakat di daerahnya. Lebih dari itu Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan daerah juga menyebutkan
bahwa Peraturan Daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
provinsi/ kabupaten/ kota dan tugas pembantuan yang merupakan penjabaran
lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan
memperhatikan ciri khas masing-masing daerah, berorientasi pada kepastian
1
2
hukum (rechtszekerheid), memiliki manfaat yang luas bagi publik dan
terwujudnya rasa keadilan masyarakat (gerechtigheid).
Sedemikian besar manfaat Peraturan Daerah untuk kepentingan publik,
maka untuk tingkat kabupaten/kota salah satu lembaga yang bertugas dan
bertanggung jawab untuk menjamin bahwa produk hukum peraturan daerah
memiliki manfaat yang luas bagi publik dan terwujudnya rasa keadilan
masyarakat (gerechtigheid) adalah lembaga perwakilan rakyat atau lazimnya
disebut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Secara normatif Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai 4 (empat) fungsi dasar yaitu: fungsi pembuat
peraturan (legislating), fungsi pembuat anggaran (budgeting), fungsi pengawasan
(controling), dan fungsi perwakilan (representatif).
Di tangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tentu masyarakat
daerah berharap bahwa produk hukum yang dihasilkan lembaga ini adalah produk
hukum yang pro rakyat. Hal tersebut cukup beralasan mengingat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan perwakilan dan perpanjangan
tangan kepentingan rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dapat
dikatakan juga lahir dari rakyat, dan mengusung kepentingan rakyat, sehingga
adanya inisiatif, kreatifitas dan campur tangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) dalam proses pembuatan raperda menjadi perda sangat besar sekali
pengaruhnya, karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) lahir dari rakyat,
dan mereka tau benar apa yang menjadi prioritas kebutuhan urgen publik. Adanya
keterlibatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam proses pembuatan
rancangan peraturan daerah, maka diharapkan nantinya setelah rancangan
peraturan daerah tersebut disahkan menjadi peraturan daerah dapat mengakomodir
3
seluruh kepentingan masyarakat sehingga tujuan yang diingin dicapai dapat
terwujud dan juga tidak ada hak-hak masyarakat terabaikan
Akan tetapi, kalau melihat dari iklim politik Indonesia, saat ini sedang
terjadi relasi Das sein, dimana politisasi dominan terhadap produk hukum.
Selama ini produk hukum yang dihasilkan masih dirasa kurang pro rakyat,
sehingga produk yang dihasilkan tidak lebih dari kristalisasi tawar-menawar
antara elite politik (Sumber: Kajian Direktorat Fasilitasi Perancangan Peraturan
Daerah Dirjen Peraturan Perundang-undangan Dephumkam, 2017: 119)
Permasalahan lain yang sering terjadi adalah hampir semua Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Indonesia, memiliki gejala yang sama,
yaitu “kurang berjalannya fungsi legislasi dalam membuat peraturan daerah”.
Artinya anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diindikasikan kurang
memiliki kreatifitias, inovasi, dalam mengajukan usulan Rancangan Peraturan
Daerah (Raperda) yang pada akhirnya lebih di dominasi pihak eksekutif dalam hal
pengajuan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda).
Kajian Direktorat Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah Dirjen Peraturan
Perundang-undangan Dephumkam (2017: 117) menyebutkan dalam pembentukan
Peraturan Daerah baik secara nasional masih banyak menyisakan masalah,
diantaranya:
1. Dari segi teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sebagian besar
Peraturan Daerah dalam penyusunannya belum mengikuti teknik penyusunan
Peraturan Perundang-undangan serta tidak dipedomani secara taat asas dalam
Pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana diatur dalam Lampiran Undang-
4
Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.;
2. Permasalahan yang sering timbul di tingkat pembentukan Rancangan
Peraturan Daerah adalah aparat yang berwenang kurang memiliki kemampuan
mengenai mekanisme pembuatan Peraturan Daerah, kenyataan ini
mengindikasikan bahwa institusi yang ada sebagai pihak yang berwenang
menyusun Peraturan Daerah seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD), masih kurang memadai untuk menghasilkan produk hukum yang
berkualitas, kekurang mampuan menciptakan produk hukum yang berkualitas
itu tidak diimbangi dengan pelibatan publik maupun instansi terkait untuk
berperan aktif.
3. Terindikasi rendahnya kemampuan, prakarsa, inisiatif institusi yang
memegang peranan legislasi dalam membuat peraturan daerah, hal tersebut
dibuktikan sebagian besar usulan perda lebih banyak didominasi oleh pihak
eksekutif. Tidak heran jika produk-produk yang dihasilkan di tiap-tiap daerah
agak mirip bahkan tidak jauh berbeda dari segi isi karena praktek copy paste
yang dilakukan terhadap peraturan-peraturan yang lain. Hampir seluruh
kabupaten di Indonesia memiliki Peraturan Daerah mengenai pemerintah
daerah yang tidak mempunyai perbedaan signifikan satu dengan yang lain.
Jumlahnya selalu sama, demikian pula dengan judul-judul yang digunakan.
Demikian halnya dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota
Bandar Lampung, berdasarkan observasi awal penulis, kinerja anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung khususnya dalam
menjalan kan fungsi legislasi dapat dikategori kan masih rendah Indikasi yang
5
menunjukkan kurangnya perhatian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan fungsi legislasi dapat dilihat
dari 3 (tiga) aspek yaitu: aspek historys pembuatan Perda: dimana pada tahun
2017 hampir semua Rancangan Perda yang berasal dari pihak legislatif; aspek
policy: dimana sebagian besar Perda yang dihasilkan lebih mementingkan
kebijakan yang mengatur tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
dan upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) daripada
mememperjuangkan dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat; aspek
representative: dimana Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak proaktif
dan tidak mempunyai komitmen menyalurkan aspirasi masyarakat yang mereka
wakili. Fakta yang ada menunjukkan bahwa Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung hanya datang menunggu bola pengaduan
dari masyarakat saja tetapi tidak pernah berencana merancang peraturan-peraturan
(Raperda). Berikut disajikan data Perda selama tahun 2015-2017 yang dihasilkan
oleh anggota DPRD periode tahun 2014-2019.
Tabel 1.1 Jumlah Produk Peraturan Daerah DPRD Kota Bandar Lampung
Tahun 2015 - 2017
Tahun Raperda Inisiatif Pemda Inisiatif DPR Jumlah Perda
2015 13 8 5 13
2016 12 10 2 12
2017 15 9 6 15
Jumlah 40 27 13 40
Sumber: DPRD Kota Bandar Lampung, 2017
Tabel 1 di atas memberikan gambaran bahwa, Peraturan Daerah yang
telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar
Lampung sepanjang tahun 2015-2017 adalah sebanyak 40 buah dengan rincian
6
pada tahun 2015 sebanyak 13 buah; tahun 2016 sebanyak 11 buah; dan tahun
2017 sebanyak 13 buah. Dari 40 buah Peraturan Daerah tersebut hanya 13
Peraturan Daerah yang berasal dari Hak Prakarsa Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung, dan sisanya sebanyak 27 Peraturan
Daerah berasal dari inisiatif Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Bandar Lampung.
Berikut disajikan rincian perda inisiatif DPR Kota Bandar Lampung Tahun 2015-
2017 dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1.2 Rincian Perda Inisiatif DPR Kota Bandar Lampung Tahun 2015-
2017
Tahun Uraian Perda Inisiatif DPR Jumlah
Perda
2015 1. Perda sistem keamanan melalui kamera pengamanan
di objek vital, fasilitas umum dan kawasan tertentu di
Kota Bandar Lampung.
2. Perda pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan pemukiman kumuh
3. Perda hak keuangan dan administratif pimpinan dan
anggota DPR Kota Bandar Lampung
4. Perda penyelenggaraan transportasi di Kota Bandar
Lampung
5. Perda ketentraman masyarakat dan ketertiban umum
5
2016 1. Perda pencegahan dan penanggulangan penyakit
menular
2. Perda APBD Perubahan Tahun 2015
2
2017 1. Peraturan Daerah tentang APBD Perubahan Tahun
2016
2. Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban APBD
2016
3. Peraturan Daerah tentang APBD 2018
4. Peraturan Daerah tentang kerjasama pemerintah
dalam penyelenggaraan sistem penyedian air minum
5. Peraturan Daerah tentang Pertamanan dan dekorasi
Kota
6. Peraturan Daerah tentang Retribusi Tempat Rekreasi
dan Olahraga, Kepariwisataan.
6
Jumlah 13
Sumber: DPRD Kota Bandar Lampung, 2018
7
Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa inisiatif anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan
fungsi legislasinya yaitu membuat Peraturan Daerah sangat kurang bahkan hampir
dikatakan tidak berjalan efektif, karena prakarsa, insiatif dalam merancang
peraturan daerah sangat rendah.
Timbul pertanyaan besar dimana tugas dan fungsi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung, yang notabene sebagai lembaga
perwakilan rakyat, yang di gaji oleh rakyat, namun pada kenyataannya salah satu
fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yaitu fungsi legislasi kurang
berjalan maksimal. Padahal apabila merujuk pada Pasal 95 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 dengan tegas dinyatakan bahwa ”Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memegang kekuasaan membentuk Peraturan
Daerah”, artinya bahwa “leading sector” pembentukan Peraturan Daerah
seharusnya ada ditangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Permasalahan diatas, di tengarai karena rendahnya tingkat pendidikan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), kurangnya pengembangan
SDM bagi anggota dewan, serta kurangnya pengalaman dalam berorganisasi yang
pada akhirnya berdampak pada kurangnya pengetahuan, keterampilan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam melaksanakan fungsi legislasi.
Faktor lain yang diduga menjadi pemicu rendahnya fungsi legislasi anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung diindikasikan
karena terbatasnya sarana-prasarana penunjang, kurang terlibatnya pihak ketiga
dan terbatasnya anggaran, hal tersebut mengutip pendapat Nugroho, (2004:78)
terdapat 2 (dua) faktor yang mempengaruhi fungsi Dewan Perwakilan Rakyat
8
Daerah (DPRD) dalam pembentukan Perda (legislasi) yaitu a) faktor internal
(kualitas SDM, pengembangan SDM, pendidikan dan pengalaman) b)Faktor
Eksternal (tenaga ahli, kerjasama dengan masyarakat, dukungan anggaran dan
sarana).
Fenomena di atas sejalan dengan jurnal hasil penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Santori (2012) di DPRD Kabupaten Tulang Bawang hasil
penelitian didapat bahwa a) Faktor internal berpengaruh positif dan signifikan
terhadap fungsi legislasi DPRD Kabupaten Tulang Bawang, b) Faktor eksternal
berpengaruh positif dan signifikan terhadap fungsi legislasi DPRD Kabupaten
Tulang Bawang Lebih lanjut hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rizal
Efendi (2013) di DPRD Kabupaten Pringsewu hasil penelitian didapat bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi legislasi DPRD Kabupaten Pringsewu
diantaranya yang paling dominan adalah faktor internal (tingkat pengetahuan,
pendidikan dan kualitas SDM) Secara keseluruhan faktor internal dan faktor
eksternal secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap fungsi
legislasi DPRD Kabupaten Pringsewu.
Penelitian terdahulu lain yang dilakukan oleh Hendro Susilo (2014) di
DPRD Bantul Yogyakarta didapat hasil bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
fungsi legislasi DPRD Bantul Yogyakarta diantaranya yang paling dominan
adalah faktor eksternal (dukungan pihak ketiga) Secara keseluruhan faktor internal
dan faktor eksternal secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan
terhadap fungsi legislasi DPRD Bantul Yogyakarta
Penelitian yang dilakukan oleh Santori (2012), Rizal Efendi (2013) dan
Hendro Susilo (2014) hampir memiliki kesamaan dengan yang peneliti lakukan
9
diantaranya adalah: 1) Analisa data sama-sama menggunakan analisa data
kualitatif dan kauntitatif, 2) Instrumen penelitian sama-sama menggunakan
kuesioner 3) Metode penelitian sama-sama mencari keterkaitan pengaruh antara
variabel bebas dan variabel terikat 4) Hasil akhir (kesimpulan) sama-sama
membuktikan dan menguji kebenaran hipotesis
Disamping ada persamaan namun terdapat juga perbedaan penelitian yang
pernah dilakukan oleh Santori (2012), Rizal Efendi (2013) dan Hendro Susilo
(2014) dengan peneliti diantaranya adalah, 1) Objek, lokasi, tempat dan waktu
penelitian berbeda dengan peneliti 2) Subjek yang dipilih peneliti terdahulu
jumlahnya tidak sama yaitu, menggunakan sumber informasi yang telah
ditentukan sedangkan peneliti menggunakan total populasi 3) Indikator yang
dipakai sebagai instrumen penelitian (kisi-kisi) kuesioner tidak sama dengan yang
peneliti gunakan. 4) Jumlah kuesioner atau item pernyataan antara peneliti
terdahulu dengan peneliti tidak sama
Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan diatas membuktikan, bahwa
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung dalam
melaksanakan fungsi legislasi belum optimal, begitu juga perda/raperda yang
dihasilkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung
masih ada yang tidak tepat sasaran bahkan tidak menyentuh kepentingan publik.
Dengan demikian diharapkan fungsi DPRD Kota Bandar Lampung sebagai badan
legislasi harus lebih dioptimalkan demi menampung seluruh aspirasi masyarakat
yang ditujukan demi kemajuan pembangunan daerah Kota Bandar Lampung yang
pada akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan publik.
10
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian tesis dan meneliti seberapa jauh faktor internal dan faktor ekternal
dalam mempengaruhi fungsi legislasi dengan judul “Faktor-faktor yang
mempengaruhi Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD Kota Bandar Lampung
Periode Tahun 2014-2019”
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah faktor internal berpengaruh secara signifikan terhadap fungsi legislasi
DPRD Kota Bandar Lampung periode tahun 2014-2019?
2. Apakah faktor eksternal berpengaruh secara signifikan terhadap fungsi
legislasi DPRD Kota Bandar Lampung periode tahun 2014-2019?
3. Apakah faktor internal dan faktor eksternal secara bersama-sama berpengaruh
secara signifikan terhadap fungsi legislasi DPRD Kota Bandar Lampung
periode tahun 2014-2019?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk:
1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor internal terhadap fungsi
legislasi DPRD Bandar Lampung periode tahun 2014-2019.
2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor eksternal terhadap fungsi
legislasi DPRD Bandar Lampung periode tahun 2014-2019.
3. Mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor internal dan faktor eksternal
secara bersama-sama terhadap fungsi legislasi DPRD Bandar Lampung
periode tahun 2014-2019.
11
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Akademis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi pengembangan keilmuan khususnya ilmu pemerintahan, juga
dapat digunakan sebagai bahan informasi dan rujukan bagi penelitian lebih
lanjut.
2. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat:
a. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung.,
khususnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota
Bandar Lampung, agar dapat melaksanakan fungsi-fungsinya secara
optimal, terutama dalam melaksanakan fungsi legislasi.
b. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan akademisi dan mendapat gelar S2
di Proram Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Lampung
12
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsepsi Sistem Pemerintahan dan Teori Pemisahan Kekuasaan
1. Sistem Pemerintahan
Berbicara mengenai pemerintahan daerah, maka akan dibahas terlebih
dahulu pengertian pemerintah. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala sesuatu
yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya
dan kepentingan negara sendiri; jadi tidak diartikan sebagai pemerintahan yang
hanya menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan juga meliputi tugas-tugas
lainnya termasuk legislatif dan yudikatif, sehingga sistem pemerintahan adalah
pembagaian kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara yang
menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara itu, dalam rangka kepentingan rakyat.
Pemerintah menurut Ndraha .(2003 :43) adalah segenap alat perlengkapan
negara atau lembaga-lembaga kenegaraan yang berfungsi sebagai alat untuk
mencapai tujuan nasional. Untuk mencapai tujuan negara didalam negara
demokrasi, pemerintah harus melindungi dan memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Pamudji (2010: 33) menjelaskan pengertian pemerintahan terbagi ke dalam dua
kelompok, yaitu:
a. Pemerintahan dalam arti luas adalah perbuatan memerintah yang dilakukan
oleh organ-organ atau badan-badan legislatif, eksekutif, yudikatif dalam
rangka mencapai tujuanpemerintahan negara (tujuan nasional).
12
13
b. Pemerintahan dalam arti sempit adalah perbuatan memerintah yang dilakukan
oleh organ eksekutif dan jajarannya dalam rangka mencapai tujuan
pemerintahan negara.
Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem
ketertiban didalam mana masyarakat bisa menjalani kehidupannya secara wajar.
Tugas-tugas pokok pemerintahan mencakup, yaitu: Menjamin keamanan negara
dari segala kemungkinan serangan dari luar, memelihara ketertiban, menjamin
diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap masyarakat, melakukan
pekerjaan umum dan memberi pelayanan dalambidang-bidang yang tidak
mungkin dikerjakan oleh lembaga non pemerintah, melakukan upaya-upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial, menerapkan kebijakan ekonomi yang
menguntungkan masyarakat luas, dan menerapkan kebijakanuntuk pemeliharaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Pemerintahan tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk
melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota
masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitas demi mencapai tujuan
bersama. Dengan demikian adanya suatu pemerintahan adalah karena ada
komitmen antara pemerintah dengan rakyatnya, yang mana komitmen tersebut
hanya dapat dipegang apabila rakyat dapat merasa bahwa pemerintahan memang
diperlukan untuk melindungi, memberdayakan dan menyejahterakan rakyatnya.
Tugas pemerintah menurut Kaufman dalam Thoha (2003: 71) adalah untuk
melayani dan mengatur masyarakat. Tugas pelayanan lebih menekankan upaya
mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat
waktu proses pelaksanaan urusan publik, dan memberikan kepuasan kepada
14
publik, sedangkan tugas mengatur lebih menekankan kekuasaan atau power yang
melekat pada posisi jabatan birokrasi.
Hakekat dari tugas pokok pemerintahan dapat diringkas menjadi tiga fungsi
yang hakiki, yaitu: pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan
pembangunan (development). Pelayanan akan membuahkan keadilan dalam
masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian dalam masyarakat dan
pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat. Siagian
mengemukakan ada empat fungsi pokok pemerintah, yaitu: Pertama, memelihara
ketertiban dan ketenangan (maintenance of peace and order); Kedua, pertahanan
dan keamanan; Ketiga, diplomatik; dan Keempat, perpajakan.
Menurut Ndraha (2003: 87) ada dua macam fungsi pemerintah:
Pertama, fungsi primer, yaitu fungsi yang terus menerus berjalan dan
berhubungan positif dengan keberdayaan yang diperintah. Artinya
semakin berdaya yang diperintah, semakin meningkat fungsi primer
pemerintah. Pemerintah berfungsi primer sebagai provider jasa publik
yang tidak diprivatisasikan termasuk jasa hankam, layanan civil termasuk
layanan birokrasi. Kedua, fungsi sekunder yaitu fungsi yang berhubungan
negatif dengan tingkat keberdayaan yang diperintah. Artinya semakin
berdaya yang diperintah, semakin berkurang fungsi sekunder pemerintah.
Pemerintah berfungsi sekunder sebagai provider kebutuhan dan tuntutan
yang diperintah akan barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi
sendiri karena masih lemah dan tak berdaya termasuk penyediaan dan
pembangunan sarana dan prasarana
Sistem pemerintahan yang dianut Indonesia sebelum perubahan Undang-
Undang Dasar tahun 1945 menurut Manan (2005: 78-79) terdapat dua pendapat
yang lazim digunakan, yaitu : kelompok yang berpendapat bahwa Indonesia
menganut sistem presidensial dan kelompok yang berpendapat bahwa Indonesia
menganut sistem campuran. Para ahli yang berpendapat sebagai sistem
presidensial karena presiden adalah kepala pemerintahan dan ditambah dengan
karakter : (a) Ada kepastian masa jabatan presiden, yaitu lima tahun; (b) Presiden
15
tidak bertanggung jawab kepada DPR; dan (c) Presiden tidak dapat membubarkan
DPR. Sementara itu, yang berpendapat bahwa Indonesia menganut sistem
pemerintah campuran karena selain terdapat karakter sistem pemerintahan
presidensial terdapat pula karakter sistem parlementer. Ciri parlementer yang
dimaksudkan adalah presiden bertanggung jawab kepada lembaga perwakilan
rakyat yang dalam hal ini MPR.
Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia menurut Khoirudin. (2005:
89) setelah amandemen Undang Dasar tahun 1945 yaitu :
a. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah
negara terbagi dalam beberapa provinsi.
b. Bentuk pemerintahan adalah republik konstitusional, sedangkan sistem
pemerintahan presidensial.
c. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden
dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
d. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada
presiden.
e. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan
anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi
jalannya pemerintahan.
f. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan
dibawahnya.
g. Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem
pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan
kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi
dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut;
h. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh Majelis Perwakilan Rakyat
(MPR) atas usul dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Jadi, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden
meskipun secara tidak langsung.
i. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau
persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
j. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau
persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
k. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-
undang dan hak budget (anggaran).
16
Dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia ialah Negara Kesatuan,
sedangkan bentuk pemerintahannya ialah Republik dan sistem pemerintahan
presidensial. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala
negara dan sekaligus kepala pemerintahan dan dipilih secara langsung oleh rakyat
dalam satu paket selain itu Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu
pertimbangan atau persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
2. Pemisahan Kekuasaan Negara
Pada prinsipnya, konstitusi atau Undang-Undang Dasar suatu negara antara
lain merupakan pencatatan (registrasi) pembagian kekuasaan di dalam suatu
negara. Pembagian kekuasaan menurut fungsinya menunjukkan perbedaan antara
fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang
lebih dikenal sebagai Trias Politika.
Lebih lanjut Budiardjo, (2005: 281) menjelaskan tentang pengertian Trias
Politika. yaitu :
Trias Politika adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri atas tiga
macam kekuasaan: Pertama, kekuasaan legislatif atau kekuasaan membuat
Undang-Undang (dalam peristilahan baru sering disebut (rule making
function); kedua, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan
Undang-Undang (rule application function); ketiga kekuasaan yudikatif
atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran Undang-Undang (rule
adjudication function). Trias politika adalah suatu prinsip normatif bahwa
kekuasaan-kekuasaan (function) ini sebaiknya tidak diserahkan kepada
orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak
yang berkuasa, dengan demikian hak-hak asasi warga negara lebih
terjamin.
Salah satu bentuk perubahan yang sangat penting menurut Manan, (2005:
77) dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah setelah diberlakukannya
perturan otonomi daerah adalah dengan dipisahkannya secara tegas antara Kepala
Daerah dengan DPRD.
17
a. Badan Legislatif sebagai Lembaga Perwakilan Rakyat
Hakikat lembaga perwakilan (legislatif) berfungsi sebagai media komunikasi
antara pemerintah dengan yang diperintah (rakyat). Hal ini sejalan dengan
pendapat John Stuart dan Walter Bagehot dalam Cipto (2005: 35) dengan
tegas mendefinisikan fungsi parlemen adalah sebagai media komunikasi
antara rakyat dan pemerintah sekaligus sebagai institusi pemerintah dengan
tugas menanggapi keluhan-keluhan dari masyarakat. Dengan demikian fungsi
pokok lembaga perwakilan tidak harus diartikan sebagai media komunikasi
antara rakyat dengan pemerintah sekaligus badan pengelola konflik yang
berkembang dalam masyarakat.
Perwakilan Rakyat/Daerah atau dengan nama lain sering disebut parlemen,
diciptakan untuk memenuhi tuntutan masyarakat luas akan sebuah lembaga
dengan fungsi strategis pokok, yakni menyalurkan dan mencari penyelesaian
atas persoalan-persoalan politik dan kenegaraan yang melibatkan sebagian
besar masyarakat. Duduknya seseorang di Lembaga Perwakilan atau Dewan
Perwakilan Rakyat/Daerah baik karena pengangkatan/penunjukkan maupun
melalui pemilihan umum, mengakibatkan timbulnya hubungan antara yang
mewakili dengan yang diwakili.
b. Badan Eksekutif Sebagai Lembaga Pemerintah.
Pemerintah (eksekutif) merupakan manifestasi kehendak rakyat, karenanya
harus memperhatikan kepentingan rakyat dan melaksanakan fungsi rakyat
melalui proses dan mekanisme pemerintahan. Fungsi pemerintahan yang
dilakukan pemerintah (eksekutif) meliputi fungsi pelayanan publik dan
pengaturan warga negara, untuk melakukan fungsi pemerintahan tersebut,
18
pemerintah (eksekutif) melakukan aktivitas pelayanan, pengaturan,
pembinaan, pengaturan, koordinasi, pengelolaan, dan pembangunan dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat.
David Osborne dan Ted Gaebler (2005: 98) dalam “Reinventing Government”
mengungkapkan bahwa:
Fungsi pemerintahan dalam arus globalisasi sekarang ini yang ditandai
oleh berbagai kecenderungan pengaruh informasi, arah pelayanan publik
lebih dititikberatkan pada “rowing role’s” (peran pengaturan yang bersifat
pembinaan untuk mendorong partisipasi masyarakat) yang diwujudkan
dalam bentuk kebijakan publik dan “steering role’s” (peran pengendali
terhadap kegiatan masyarakat dalam proses pemerintahan dan
pembangunan).
Dalam melaksanakan peran dan fungsinya, pemerintah tidak dapat lepas dari
kebijakan publik, aktivitas administratif, organisasi dan manajemen,
pelayanan publik, serta kepentingan dan urusan publik (public affair and
public interest). Fungsi ini berkaitan erat dengan fungsi pemerintahan yang
dilakukan oleh kekuasaan pemerintah dalam wadah institusi atau organisasi
pemerintahan dalam skala besar yang berbentuk birokrasi pemerintah.
Hubungan antara pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan.
Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah
itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi.
Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah.
Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat
kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi
masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan
19
kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing
satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Eksekutif dan legislatif harus memahami tugas dan perannya masing-
masing, karena bagaimanapun juga dalam pencapaian tujuan otonomi daerah,
eksekutif dan legislatif merupakan dualitas yang bersifat inheren, tidak
terpisahkan dan bukan pemisahan mutlak, namun merupakan polaritas yang
meliputi dua dimensi komplementer dari realitas pemerintahan di daerah.
sebagaimana di atur dalam
Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah dengan tegas menjelaskan
bahwa pemerintahan daerah itu terdiri dari pemerintah daerah (eksekutif) dan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) (legislatif). Undang-Undang tersebut artinya
menempatkan pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
selaku penyelenggara pemerintahan daerah. Sebagai sesama unsur pemerintahan
daerah, pada dasarnya kedudukan pemerintah daerah (eksekutif) dan DPRD
(legislatif) adalah sejajar, yang membedakannya adalah fungsi, tugas, wewenang
serta hak dan kewajibannya. Dengan demikian, hubungan yang harus dibangun
antara pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
mestinya hubungan kemitraan dalam rangka mewujudkan pemerintahan daerah
yang baik (good local governace).
B. Konsepsi Otonomi Daerah
1 Pengertian otonomi daerah
Hakekat otonomi daerah adalah mengembangkan manusia-manusia
Indonesia yang otonom, yang memberikan keleluasaan bagi terkuaknya potensi-
potensi terbaik yang dimiliki oleh setiap individu secara optimal. Individu-
20
individu yang otonom menjadi modal dasar bagi perwujudan otonomi daerah yang
hakiki. Oleh karena itu, penguatan otonomi daerah harus membuka kesempatan
yang sama dan seluas-luasnya bagi setiap pelaku dalam rambu-rambu yang
disepakati bersama sebagai jaminan terselenggaranya keteraturan sosial
(Sarundajang, 2000: 77).
,Otonomi daerah menurut pendapat Muslimin, (2001: 101) adalah:
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyaraka tsetempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Konsep otonomi daerah menurut Undang-Undang tentang
Pemerintahan Daerah adalah demokratis, pemberdayaan dan pelayanan
masyarakat dan dalam rangka itu, kepala daerah otonom diserahkan
sejumlah kewenangan untuk mengatur daerahnya.
Otonomi atau desentralisasi perlu dilakukan karena tidak ada suatu
pemerintahan dari suatu negara yang luas mampu secara efektif membuat
kebijakan publik disegala bidang ataupun mampu melaksanakan kebijakan
tersebut secara efisien diseluruh wilayah tersebut, dengan adanya desentralisasi
diharapkan beban pemerintah pusat dapat berkurang, serta diharapkan akan
mempercepat pelayanan kepada masyarakat
2. Prinsip-Prinsip dan Asas-Asas Otonomi Daerah
Hakikat otonomi daerah merupakan upaya yang dibentuk guna memperbaiki
kesejahteraan masyarakat yang diwujudkan dengan melakukan kegiatan atau
membuat pembaharuan yang sesuai dengan kehendak dan kepentingan
masyarakat. Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah mengutip pendapat
Hoessin, (2000: 87) adalah sebagai berikut :
21
a. Pelaksanaan otonomi daerah harus berdasarkan aspek demokrasi, keadilan,
dan pemerataan potensi yang dimiliki daerah sesuai dengan keragaman dan
ciri khas daerah tersebut.
b. Pelaksanaan otonomi daerah harus mencakup otonomi yang nyata, luas, dan
bertanggung jawab.
c. Pelaksanaan otonomi daerah secara luas dan utuh hanya berlaku pada wilayah
daerah dan kota, sementara otonomi di ranah provinsi masih terbatas, yang
artinya masih menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
d. Pelaksanaan otonomi daerah harus merujuk pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku agar keharmonisan antara pemerintah pusat dan daerah
tetap terjaga.
e. Otonomi daerah harus berlandaskan pada tujuan untuk meningkatkan
kemandirian daerah kabupaten, sedangkan daerah kota tidak termasuk ke
dalam wilayah administrasi. Hal tersebut juga berlaku bagi wilayah-wilayah
yang mendapatkan pembinaan khusus dari pemerintah.
f. Pelaksanaan otonomi daerah juga harus mencakup peningkatan kualitas dan
pelayanan badan legislatif daerah dalam menjalankan fungsinya sebagai
legislatif, pengawasan, dan pelaksana anggaran penyelenggaraan otonomi
daerah.
g. Penyelenggaraan dekonsentrasi dilimpahkan pada pemerintah provinsi yang
memiliki kedudukan sebagai wilayah administratif dan mendapatkan tugas
dari pemerintah pusat untuk melaksanakan kewenangan tertentu yang
tugasnya dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah.
h. Penyelenggaraan otonomi daerah dilakukan oleh pemerintah daerah kepada
desa dengan disertai pembiayaan, serta pembentukan sarana dan prasarana
juga sumber daya manusia. Pihak yang dilimpahi wewenang tersebut memiliki
kewajiban untuk memberikan laporan pertanggungjawaban atas tugas yang
dilimpahkan kepadanya.
Lebih lanjut Sarundajang, (2000: 101) mengemukakan bahwa asas otonomi
daerah mengandung dua macam yaitu:
a. Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan sebagian dari kewenangan Pemerintah Pusat
pada alat-alat Pemerintah Pusat yang ada di daerah.
b. Desentralisasi, yaitu pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat yang
menimbulkan hak mengurus kepentingan rumah tangga sendiri bagi badan-
badan politik di daerah
22
Menurut pandangan Ilmu Pemerintahan, salah satu cara untuk mendekatkan
pemerintahan kepada masyarakat adalah dengan menerapkan kebijakan
desentralisasi. Rasyid (2003: 29) mengatakan bahwa dalam teori pemerintahan
modern memang mengajarkan bahwa untuk menciptakan the good governance
perlu dilakukan desentralisasi pemerintahan Pemberlakuan otonomi daerah
sebenarnya merupakan suatu pilihan politis sebagai dampak penerapan bentuk
negara kesatuan dengan ciri terpusatnya kekuasaan. Ketika kondisi telah matang,
tercipta momentum yang menggerakkan arus balik pusat ke daerah. Penerapan
otonomi daerah juga dimaksud sebagai upaya mewujudkan terciptanya pusat-
pusat kota baru yang bersifat metropolitan, kosmopolitan, sebagai sentra-sentra
perdagangan, bisnis dan industri selain Jakarta. Hal ini sebagai pencerminan
bahwa otonomi daerah mampu membuka semangat untuk berkompetisi sekaligus
bekerjasama, bukan sebaliknya.
Inti pelaksanaan otonomi daerah menurut Hoessin, (2000: 16) adalah:
Terdapatnya kekuasaan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan
pemerintah sendiri atas dasar prakarsa, kreatifitas, peranserta aktif
masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya.
Otonomi mengandung konsep kebebasan untuk berprakarsa dalam
mengambil keputusan atas dasar aspirasi masyarakat.
Pembentukan pemerintahan yang terstruktur dari pusat sampai ke daerah,
akan membuat pemerintah semakin dekat dengan rakyatnya sehingga dapat
mempermudah pelaksanaan tugas-tugas seperti pelaksanaan fungsi pelayanan
kepada masyarakat, karena pemerintah pada hakikatnya dibentuk bukan untuk
elayani dirinya sendiri, melainkan untuk melayani masyarakat. Pemerintah harus
didekatkan kepada masyarakat, karena pemerintah yang baik adalah yang dekat
dengan rakyatnya. Pemerintahan perlu didekatkan kepada masyarakat agar
23
pelayanan yang diberikan semakin baik. Hal tersebut didasarkan bahwa ada
hakikatnya suatu pemerintahan itu memikul amanah dan kepercayaan masyarakat.
Salah satu cara untuk mendekatkan pemerintahan kepada masyarakat adalah
dengan menerapkan kebijakan desentralisasi, dengan demikian sebagai akibat dari
pelaksanaan desentralisasi timbulah daerah otonom.
3. Manfaat Diberlakukannya Otonomi Daerah
Selain hak istimewa untuk menyelenggarakan pemerintahan mandiri yang
diberikan langsung oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, ada pula
manfaat-manfaat lainnya dari diberlakukannya otonomi daerah, menurut
Muslimin (2001:67) manfaat diberlakukannya otonomi daerah adalah sebagai
berikut:
a. Otonomi daerah dapat dilaksanakan sesuai dengang kepentingan dan
kebutuhan rakyat. Oleh karenanya diharapakan, otonomi daerah dapat menjadi
media agar rakyat mampu menyalurkan partisipasinya dalam mewujudkan
kesejahteraan daerah.
b. Memangkas prosedur birokrasi yang rumit dan sangat terstruktur dari
pemerintah pusat.
c. Penyelenggaraan pemerintahan menjadi lebih efisien sebab para pejabat
pemerintah pusat tidak lagi diwajibkan untuk turun ke daerah tiap bulannya
untuk memantau jalannya pemerintahan di daerah.
d. Pemerintah pusat dapat memantau kegiatan yang dilakukan para pejabat di
daerah yang kurang menunjukkan keseriusannya sebagai wakil pemerintah di
daerah.
e. Kewajiban pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan daerah menjadi
lebih ringan sebab kewajiban tersebut sudah dilimpahkan pada pemerintah
daerah.
Otonomi daerah dalam rangka pemerataan pembangunan, menjamin
keserasian dan koordinasi antara berbagai kegiatan pembangunan yang ada di
tiap-tiap daerah dan memberikan pengarahan kegiatan pembangunan. Tujuan
pemekaran daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat,
24
percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pengelolaan potensi
daerah, serta peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
C. Konsepsi Peraturan Daerah
1 Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dapat berasal dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau kepala daerah (gubernur, bupati, atau
walikota). Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sedangkan Rancangan Peraturan
Daerah (Raperda) yang disiapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kepada
Kepala Daerah. Pembahasan Raperda di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama
gubernur atau bupati/walikota. Pembahasan bersama tersebut melalui tingkat-
tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang khusus menangani legislasi, dan dalam
rapat paripurna.
Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dapat berasal dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur, atau Bupati/Walikota. Selanjutnya,
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) harus mendapat persetujuan bersama
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Gubernur atau Bupati/ Walikota
untuk dapat dibahas lebih lanjut. Tanpa persetujuan bersama, rancangan perda
tidak akan dibahas lebih lanjut.
25
Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah
menyatakan bahwa Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Gubernur atau Bupati/Walikota
disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kepada
Gubernur atau BupatiWalikotabuntuk ditetapkan sebagai Perda. Penyampaian
Rancangan Perda dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 hari, terhitung
sejak tanggal persetujuan bersama. Rancangan Perda ditetapkan oleh Gubernur
atau Bupati/Walikota paling lama 30 hari sejak rancangan tersebut disetujui
bersama.
Masih menurut Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah menetapkan
dalam hal rancangan perda tidak ditetapkan Gubernur atau Bupati/Walikota dalam
waktu paling lama 30 hari maka Rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan
wajib diundangkan dengan memuatnya dalam Lembaran Daerah. Dalam hal
keabsahan Rancangan perda dimaksud, rumusan kalimat pengesahannya berbunyi
’Perda dinyatakan sah’, dengan mencantumkan tanggal sahnya. Terakhir
Pemerintahan Daerah menyebutkan ketentuan mengenai penyampaian perda
kepada pemerintah pusat paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
2. Pengertian Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah peraturan yang ditetapkan kepala daerah atas
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam rangka
menyelenggarakan otonomi daerah. Peraturan Daerah dibuat berdasarkan
Undang-Undang atau penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. Untuk melaksanakan Peraturan Daerah dan atas kuasa peraturan
26
perundang-undangan lain yang berlaku, kepala daerah menetapkan keputusan
kepala daerah (Soebono, 2014:45).
Masih berkaitan dengan pengertian peraturan daerah Manan (2002:145)
mendifinisikan peraturan daerah yaitu:
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-
undangan yang dibentuk DPRD Kabupaten/Kota dan disahkan
Bupati/Walikota yang mengatur kepentingan masyarakat atau tatanan
pemerintahan yang menjadi fungsi pemerintahan Kabupaten/Kota di
bidang otonomi dan tugas pembatuan.
Senada dengan Irawan (2003:3) bahwa pada hakikatnya peraturan daerah itu
adalah:
Suatu peraturan yang ditetapkan oleh penguasa tertentu yakni Kepala
Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
yang harus memenuhi syarat-syarat formal tertentu dapat mempunyai
kekuatan hukum dan mengikat.
Peraturan Daerah (Perda) merupakan salah satu jenis peraturan perundang-
undangan dan merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan
pada Pancasila, pada saat ini peraturan daerah memiliki kedudukan yang amat
sangat strategis selain dikarenakan terjadinya desentralisasi kekuasaan di era
otonomi daerah juga dikarenakan peraturan daerah diberikan landasan
konstitusional yang jelas, Peraturan Daerah yang baik dapat terwujud apabila
didukung oleh metode dan standar yang tepat sehingga memenuhi teknis
pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
3. Kedudukan dan Fungsi Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah bagian yang tak terpisahkan dalam hirarki
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Peletakan norma
hukum secara berjenjang menurut Irawan (2003: 77) yakni:
27
a. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Undang-Undang/Perpu
3) Peraturan Pemerintah
4) Peraturan Presidan
5) Peraturan Daerah
b. Peraturan Daerah yang meliputi:
1) Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi bersama dengan Gubernur.
2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota.
3) Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan
desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Peraturan Daerah mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena
diberikan landasan konstitusional yang jelas sebagaimana diatur Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
a. Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas
pembantuan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan regulasi-regulasi yang berkenan dengan
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
b. Merupakan peraturan pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Dalam fungsi ini, peraturan daerah tunduk pada ketentuan
hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam sistem hukum
Indonesia. Peraturan Daerah tidak diperkenankan untuk bersebrangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hal ini untuk menjamin
terciptanya kesatuan alur penyelenggaraan negara dan validitas norma yang
terkandung dalam peraturan daerah
c. Sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur aspirasi
masyarakat di daerah, namun dalam pengaturannya tetap dalam koridor
Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.
d. Sebagai instrumen utama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
daerah sesuai dengan tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah.
Fungsi peraturan perundang-undangan menurut Manan (2002:71) dibagi
menjadi 2 (dua) yaitu fungsi internal dan fungsi eksternal.
a. Fungsi Internal. Fungsi ini lebih berkaitan dengan keberadaan peraturan
perundang-undangan dimaksud dalam sistem hukum. Secara internal
peraturan perundang-undangan menjalankan fungsi sebagai berikut: 1) Fungsi
penciptaan hukum (rechts chepping), 2). Fungsi Pembaharuan hukum 3).
Fungsi Integrasi 4). Fungsi Kepastian hukum
b. Fungsi Eksternal: 1) Fungsi Perubahan, 2). Fungsi Stabilitasi dan 3). Fungsi
Kemudahan.
28
Fungsi peraturan daerah sebagaimana dikemukakan diatas menegaskan
bahwa peraturan perundang-undangan berisi kebijakan pemerintah (rencana) yang
ingin dicapai, untuk menjawab berbagai kepentingan masyarakat dan terutama
sebagai sarana legitimasi bagi pemerintah untuk menjalankan pemerintahan dan
sebagai instrumen kontrol maupun sebagai instrumen perubahan (rekayasa)
4. Jenis dan Asas Pembentukan Peraturan Daerah
.Ada berbagai jenis Peraturan Daerah (Perda) yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Kota dan Provinsi menurut Irawan (2003:45)
antara lain:
a. Pajak Daerah;
b. Retribusi Daerah;
c. Tata Ruang Wilayah Daerah;
d. APBD;
e. Rencana Program Jangka Menengah Daerah;
f. Perangkat Daerah;
g. Pemerintahan Desa;
h. Pengaturan umum lainnya.
Pembentukan peraturan daerah harus dilakukan berdasarkan asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Asas-asas yang
melandasi pembentukan suatu peraturanperundang-undangan yang dapat
mewujudkan hakikat perundang-perundangan dikemukakan oleh Attamimi,
(2000: 303) antara lain:
a. Asas formal meliputi:
1) Asas tujuan yang jelas (beginselen van duidelijke doelstelling)
2) Asas organ/lembaga yang tepat (beginselen van het juiste organ)
3) Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginselen)
4) Asas dapatnya dilaksanakan (het beginselen van uitvoerbaarheid)
5) Asas konsensus (het beginselen van de consensus)
b. Asas-asas yang materil meliputi:
1) Asas tentang terminologi dan sistematika yang benar (het beginselen van
duidelijketerminologie en duidelijke systematiek)
2) Asas tentang dapat dikenali (het beginselen van dekenbaarheid)
3) Asas kepastian hokum (het rechts zekerheidsbeginselen)
29
4) Asas pelaksanaan hukum
5) asas perlakuan yang sama dalam hokum (het rechtsgelijkheids beginsel)
sesuai keadaan individu (het beginselen van individuele rechtsbedeling)
Muin (2008:63) menemukakan bahwa asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan meliputi:
a. Susunan peraturan (Form der regelung)
b. Metode pembentukan peraturan (Metode der ausorbeitung der regelung);
c. Bentuk dan isi peraturan (Inhalt der regelung);
d. Prosedur dan proses pembentukan peraturan (Verforen der Ausarbeitung der
regelung).
Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Pembentukan menyebutkan Perda yang baik harus berdasarkan pada asas
pembentukan dan materi muatan Perda peraturan perundang- undangan sebagai
berikut:
a. Kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-
undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai
b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan
perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan
perundang-undangan yang berwenang dan dapat dibatalkan atau batal demi
hukum bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi
muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan.
d. Dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-
undangan harus memperhatikan efektifitas peraturan perundang-undangan
tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun
sosiologis.
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan
dibuat karena memang benar- benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam
mengatur kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.
f. Kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus
memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata atau
terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga
tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. Keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan
mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat
mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam
proses pembuatan peraturan perundang- undangan.
30
Pedoman tentang materi muatan Peraturan Daerah dan Peraturan Perundang-
undangan tingkat daerah lainnya (Peraturan Gubernur, Peraturan
Bupati/Walikota), diatur dalam Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah
menetapkan bahwa materi muatan perda mengandung asas sebagai berikut:
a. Asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan Perda harus berfungsi
memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman
masyarakat.
b. Asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan
martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c. Asas kebangsaan, bahwa setiap muatan Perda harus mencerminkan sifat dan
watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga
prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
d. Asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan
Perda merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan
Pancasila.
f. Asas bhinneka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan Perda harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi
daerah dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
g. Asas keadilan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
h. Asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan
Perda tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar
belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial.
i. Asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan Perda
harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan
adanya kepastian hukum.
j. Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan
Perda harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara
kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Selain asas dan materi muatan di atas, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan Peraturan Daerah (Perda)
harus mempertimbangkan keunggulan lokal /daerah, sehingga mempunyai
daya saing dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
31
daerahnya. Menurut Fauzan (2006: 87) terdapat beberapa prinsip dasar dalam
proses penyusunan Perda yaitu:
a. Transparansi/keterbukaan. Proses yang transparan memberikan kepada
masyarakat: (a) informasi tentang akan ditetapkan suatu kebijakan, dan (b)
peluang bagi masyarakat untuk memberikan masukan dan melakukan
pengawasan terhadap pemerintah. Hal penting dalam proses pengambilan
keputusan adalah bahwa kegiatan ini membuka kesempatan bagi masyarakat
untuk dapat memberikan masukan dan pertimbangan kepada pemerintah
secara langsung. Proses yang transparan haruslah mampu meniadakan batas
antara pemerintah dan non pemerintah.
b. Partisipasi. Partisipasi mendorong: (a) terciptanya komunikasi publik untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap proses pengambilan
keputusan pemerintah, dan (b) keterbukaan informasi pemerintah yang lebih
baik untuk kemudian menyediakan gagasan baru dalam memperluas
pemahaman komprehensif terhadap suatu isu. Partisipasi mengurangi
kemungkinan terjadinya konflik dalam menerapkan suatu keputusan dan
mendukung penerapan akuntabilitas, serta mendorong publik untuk
mengamati apa yang dilakukan oleh pemerintah. Partisipasi publik tercermin
dalam: (a) kesempatan untuk melakukan kajian terhadap rancangan keputusan;
(b) kesempatan untuk memberikan masukan; dan (c) tanggapan terhadap
masukan publik dari pengambil keputusan, dalam hal ini pemerintah.
c. Koordinasi dan keterpaduan berkaitan dengan hubungan antara pemerintah
dan organisasi dalam pemerintah menyediakan mekanisme yang melibatkan
instansi lain dalam
Pendapat lain dikemukakan Soemantri (2008:63) menyatakan dalam
pembentukan Peraturan Daerah (Perda) paling sedikit harus memuat 3 (tiga)
landasan yaitu:
a. Landasan filosofis, adalah landasan yang berkaitan dengan dasar atau ideologi
negara;
b. Landasan sosiologis, adalah landasan yang berkaitan dengan kondisi atau
kenyataan empiris yang hidup dalam masyarakat, dapat berupa kebutuhan atau
tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan, dan harapan
masyarakat; dan
c. Landasan yuridis, adalah landasan yang berkaitan dengan kewenangan untuk
membentuk, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, tata cara atau
prosedur tertentu, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
32
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang telah di
sebutkan diatas, jika terakomodasi secara baik dan utuh dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan, sehingga peraturan perundangundangan dimaksud
mengandung 3 (tiga) aspek filosofi, aspek sosial dan aspek yuridis. maka
peraturan perundang-undangan dimaksud akan mewujudkan hakikat hukum
(perundang-undangan) dan tidak akan bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat.
5. Materi Muatan dan Proses Penyusunan Peraturan Daerah
Materi muatan Peraturan Daerah secara tegas dinyatakan dalam Undang-
Undang tentang peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa “materi
muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi
khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.
Melihat ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang tersebut dapat
tergambarkan bagaimana luasnya materi pengaturan yang dimiliki oleh Peraturan
Daerah, hal ini tidak terlepas dari pelaksanaan desentralisasi yang mengakibatkan
lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah
memiliki kewenangan yang begitu luas dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
merupakan urusan dalam skala provinsi dan dalam skala kabupaten/kota meliputi:
a. Perencanaan dan pengendalian lingkungan
b. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum
e. Penanganan bidang kesehatan
f. Penyelenggaraan pendidikan
33
g. Penanggulangan masalah sosial
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan
i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah.
j. Pengendalian lingkungan hidup
k. Pelayanan pertanahan
l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil
m. Pelayanan administrasi umum pemerinahan
n. Pelayanan administrasi penanaman modal
o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya.
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan
Mengenai materi muatan Peraturan Daerah juga dapat dilihat dari urusan-
urusan yang menjadi wewenang dari pemerintah daerah untuk melaksanakannya.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, terdiri dari urusan wajib
dan urusan pilihan. Urusan wajib, artinya penyelenggaraan pemerintahan yang
berpedoman pada standar pelayanan minimal, dilaksanakan secara bertahap dan
ditetapkan oleh pemerintah. Adapun untuk urusan pemerintahan yang bersifat
pilihan, baik untuk pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota, meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Prosedur penyusunan ini adalah rangkaian kegiatan penyusunan produk
hukum daerah sejak dari perencanaan sampai dengan penetapannya. Proses
pembentukan Perda menurut Irawan (2003:24) terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu:
a. Proses penyiapan rancangan Perda yang merupakan proses penyusunan dan
perancangan di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau di
lingkungan Pemda (dalam hal ini Raperda usul inisiatif). Proses ini termasuk
penyusunan naskah inisiatif (initiatives draft), naskah akademik (academic
draft) dan naskah rancangan Perda (legal draft).
b. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
c. Proses pengesahan oleh Kepala Daerah dan pengundangan oleh Sekretaris
Daerah
34
Proses pembentukan peraturan daerah tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Proses Penyiapan Raperda di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD)
Sesuai dengan kedudukannya sebagai lembaga legislatif di daerah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki yang sama dengan lembaga
legislatif di tingkat pusat yaitu salah satunya adalah fungsi legislasi. Fungsi
legislasi ini memberikan wewenang kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) untuk membentuk Peraturan Daerah. Dalam pelaksanaannya Raperda
dari lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diatur lebih lanjut
dalam peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
masing-masing daerah. Pembahasan Raperda atas inisiatif Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah atau unit
kerja yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Setelah itu juga dibentuk Tim
Asistensi dengan Sekretariat Daerah yang berada di Biro/Bagian Hukum.
b. Proses Penyiapan Raperda di Lingkungan Pemerintah Daerah
Rancangan Peraturan Daerah dapat diusulkan oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah, dan dalam pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada Biro/Bagian
Hukum. Penyusunan produk hukum daerah tersebut dibentuk Tim Antar
Satuan Kerja Perangkat Daerah. Setelah itu dilakukan pembahasan mengenai
substansi pengaturan dalam peraturan daerah tersebut. Setelah dilakukan
pembahasan disampaikan kepada Sekretaris Daerah yang terlebih dahulu
mendapatkan paraf koordinasi dari Kepala Biro/Bagian Hukum. Dan melalui
Sekretaris Daerah disampaikan kepada Kepala Daerah untuk kemudian
dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
c. Proses Mendapatkan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Pembahasan Raperda di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) baik
Perda yang berasal dari inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
ataupun Perda yang berasal dari inisiatif pemerintah daerah. Dilakukan secara
bersama-sama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan
Gubernur/Bupati/Walikota. Pemerintah daerah membentuk tim asistensi
dengan Sekretaris Daerah berada di Biro/Bagian hukum. Pembahasan
dilakukan dalam beberapa tahapan pembicaraan. Pembicaraan-pembicaraan
ini dilakukan dalam rapat paripurna, rapat komisi, rapat gabungan komisi,
rapat panitia khusus, dan diputuskan dalam rapat paripurna. Ketentuan ini
diatur dalam tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) masing-
masing daerah. Khusus untuk Raperda atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), Kepala Daerah akan menunjuk Sekretaris Daerah atau
pejabat unit kerja untuk mengkoordinasikan rancangan tersebut.
d. Proses Pengesahan dan Pengundangan
Setelah proses pembahasan bersama antara kepala daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) telah selesai dan disetujui oleh kedua
belah pihak, Raperda akan dikirim oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah dalam hal
ini Biro/Bagian Hukum untuk mendapatkan pengesahan. Penomoran Perda
tersebut dilakukan oleh Biro/Bagian Hukum. Kemudian Kepala Daerah
35
mengesahkan dan menandatangani Perda tersebut untuk diundangkan oleh
Sekretaris dalam lembaran daerah
Dalam rangka tertib administrasi dan peningkatan kualitas produk hukum
daerah, diperlukan suatu proses atau prosedur penyusunan Perda agar lebih
terarah dan terkoordinasi. Hal ini disebabkan dalam pembentukan Perda perlu
adanya persiapan yang matang dan mendalam, antara lain pengetahuan mengenai
materi muatan yang akan diatur dalam Perda, pengetahuan tentang bagaimana
menuangkan materi muatan tersebut ke dalam Perda secara singkat tetapi jelas
dengan bahasa yang baik serta mudah dipahami, disusun secara sistematis tanpa
meninggalkan tata cara yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dalam
penyusunan kalimatnya.
D. Konsepsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
1. Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Pengertian DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) merupakan lembaga
perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Marbun (2012:55) pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
adalah:
Dewan Perwakilan Rakyat suatu lembaga kenegaraan yang berfungsi
sebagai penyalur aspirasi rakyat mengenai penyelenggaraan pemerintahan
sehari-hari. Adanya lembaga perwakilan rakyat merupakan unsur
terpenting dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi.
Pentingnya lembaga perwakilan dalam melaksanakan hak-hak terwakili dalam
setiap proses pengambilan keputusan politik tergambar dalam arti perwakilan,
perwakilan adalah konsep duduknya seseorang/suatu kelompok yang mempunyai
kemampuan/kewajiban untuk berbicara dan bertindak atas nama suatu kelompok
yang lebih besar.
36
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah salah satu lembaga
yang mewakili seluruh lapisan masyarakat dalam pemerintahan. Keberadan
lembaga perwakilan rakyat mengandung maksud bahwa rakyat diharapkan ikut
berperan dalam penyelenggraraan pemerintahan daerah melalui para wakilnya
yang berada di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Dalam Undang-
Undang tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, yang di maskud
dengan lembaga pemerintah daerah adalah pemerintah daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang berada di tingkatan daerah, sedangkan
pemerintah daerah terdiri atas daerah beserta perangkat daerah. Berdasarkan
beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) adalah suatu lembaga yang bertujuan untuk menampung
dan menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat di daerah dalam kerangka
membentuk suatu tatanan hidup sesuai dengan kehidupan demokrasi yang
berdasarkan Pancasila.
2. Fungsi Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Sebelum membahas tentang fungsi/peran lembaga legislatif terlebih dahulu
dikemukakan pengertian fungsi dan peran. Fungsi legeslatif adalah sekelompok
aktivitas yang tergolong pada jenis yang sama berdasarkan sifatnya,
pelaksanaannya ataupun pertimbangan lainnya. Selanjutnya untuk melakukan
suatu usaha kerjasama, aktivitas-aktivitas yang sama jenisnya itu biasanya
digabung menjadi satu kesatuan dan diserahkan tanggung jawab dari seseorang
pejabat atau satuan organisasi (Budiardjo, 2007: 18).
37
Berdasarkan pendapat diatas dapat diketahui bahwa dalam pengertian fungsi
terkandung makna, hak, wewenang dan kewajiban seseorang atau satuan badan
organisasi tertentu. Satuan badan organisasi tersebut dalam hal ini adalah lembaga
legislatif daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai wadah
dimana di dalamnya dilakukan berbagai aktivitas oleh sekelompok orang yang
dipercayai atas dasar suatu pemilihan. Sekelompok orang dimaksud adalah
anggota lembaga legislatif (DPRD).
Lebih lanjut Budiardjo, (2007: 138) menyatakan fungsi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan lembaga
legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) seperti anggota,
pimpinan, fraksi, komisi dan badan kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) dalam rangka melaksanakan perannya yang telah diatur Undang-
Undang. Dengan demikian, seluruh aktivitas unsur-unsur Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) yang bertujuan melaksanakan fungsi perwakilan, fungsi
legislasi/perundang-undangan dan fungsi pengawasan merupakan peranan
lembaga ini.
Kedudukan fungsi dan hak-hak yang melekat pada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) secara formal telah menempatkan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) sebagai instansi penting dalam mekanisme
penyelenggaraan pemerintah daerah. Sebagai unsur pemerintah daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menjalankan tugas-tugas dibidang legislatif.
Sebagai badan perwakilan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
berkewajiban menampung aspirasi rakyat dan memajukan kesejahteraan rakyat.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) juga mempunyai dua fungsi, yaitu:
38
sebagai partner Kepala Daerah dalam merumuskan kebijakan Daerah dan sebagai
pengawas atas pelaksanaan kebijakan yang dijalankan oleh Kepala Daerah
Undang-Undang tentang susunan dan kedudukan MPR/DPR-RI, DPD-RI dan
DPRD, menyebutkan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap
pengelolaan anggaran yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan, adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Fungsi Legislasi:
Salah satu tahap penting yang mewarnai pelaksanaan otonomi daerah adalah
ketika Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga yang
mewakili rakyat menjalankan fungsi-fungsinya, salah satunya adalah fungsi
legislasi. Fungsi legislasi dijalankan antara lain dengan membuat Peraturan
Daerah (Perda). Fungsi ini menjadi sangat penting karena salah satu implikasi
kesiapan daerah dalam merespon kebijakan otonomi, dan diharapkan daerah
mampu membuat kebijakan sendiri yang dituangkan dalam Perda. Dalam hal
ini, kemampuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menjadi penting
karena akan mempengaruhi kualitas dari produk kebijakan yang ditetapkan.
Fungsi Legislasi berawal dari kata “Legislasi” berasal dari bahasa inggris
“legislation” yang berarti (1) perundang-undangan dan (2) pembuatan undang-
undang. Sementara itu kata “legislation” berasal dari kata kerja “to legislate”
yang berarti mengatur atau membuat Undang-Undang, dengan demikian,
fungsi legilsasi adalah fungsi membuat undang-undang
Isra (2010: 353) menyatakan bahwa fungsi legislasi menyangkut empat bentuk
kegiatan, yaitu :
39
1) Prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initation);
2) Pembahasan rancangan undang-undang (law making process);
3) Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (law enactement
approval);
4) Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau
persetujuan internasional dan dokumendokumen hukum yang mengikat
lainnya
Berkaitan dengan fungsi legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Yasir, (2008: 101) berpendapat yaitu:
Sebagai lembaga legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) berfungsi juga sebagai badan pembuat perundang-
undangan, melalui fungsi ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) mengaktualisasikan diri sebagai wakil rakyat, Undang-
Undang Dasar dan undang-undang mengatur hak prakarsa atas
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dan hak atas perubahan
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda).
Fungsi legislasi merupakan suatu proses untuk mengakomodasi berbagai
kepentingan para pihak (stakeholders), untuk menetapkan bagaimana
pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Menurut Yuliandri, (2009: 40)
fungsi legislasi bermakna penting dalam beberapa hal berikut
1) Menentukan arah pembangunan dan pemerintahan di daerah;
2) Dasar perumusan kebijakan publik di daerah;
3) Sebagai kontrak sosial di daerah;
4) Pendukung Pembentukan Perangkat Daerah dan Susunan Organisasi
Perangkat Daerah.
Mengutip pendapat Anajeng, (2014: 117) fungsi legislasi dikatakan berjalan
efektif jika:
1)Ketercapaian terget: realisasi pembuatan perda realisasinya tercapai
sesuai terget yang direncanakan, pembentukan perda harus mempunyai
tujuan yang jelas benar- benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam
mengatur kehidupan bermasayarakat. 2) Prakarsa: kreatifitas, inovasi,
ide, badan legislatif dalam memberikan usulan raperda, jemput bola
dengan cara menyaring aspirasi, kebutuhan masyarakat, menampung
aspirasi masyarakat dan menuangkanya dalam bentuk kebijakan
pembuatan perda 3) Kesesuaian: kesesuaian perda yang dihasilkan
antara jenis dan materi muatan serta perda yang tepat guna, tepat
sasaran dan perda yang tidak sia-sia 4) Kemanusiaan: materi muatan
40
Perda yang dihasilkan mencerminkan perlindungan dan penghormatan
hak-hak asasi manusia sehingga Perda yang dihasilkan tidak
membebani masyarakat dan 5) Partisipasi publik: proses pembentukan
peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan,
penyusunan dan pembahasan melibatkan publik, LSM, serta bersifat
transparan dan terbuka.
Meskipun kekuasaan membentuk undang-undang berada di lembaga
legislatif, eksekutif dapat mengusulkan rancangan undang-undang. Menurut
John H. Gavrey dan T. Alexander Aleinkoff, (Isra, 2010: 83) ada empat
kensekuensi pemisahan secara tegas antara legislatif dan eksekutif dalam
fungsi legislasi :
1) The Supremacy of statute (merupakan konesekuensi paling nyata dengan
memeberikan kewenangan legislasi kepada kongres sehingga
menjadikan undang-undang sebagai sesuatu yang supreme;
2) The Necessity for legislation (implikasimeletakkan kekuasaan
membentuk undang-undang di lembaga legislatif tidak dimungkinkan
cabang kekuasaan lain untuk membentuk undang-undang;
3) Undang-undang tidak dapat didelegasikan lebih lanjut kepada ketentuan
yang lebih rendah (the nondelegation doctrine);
4) The legislative veto (kewenangan yang diberikan kepada legislatif untuk
memainkan peran utama dalam proses pembentukan undang-undang
termasuk memberikan kesempatan kepada kongres membatalkan veto
presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dan Senat.
Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) selaku pemegang kekuasaan membentuk peraturan daerah.
Kebutuhan akan pembangunan daerah, betul-betul menjadi kebutuhan
masyarakat artinya, program pembangunan yang direncanakan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus benar-benar menjadi kebutuhan
masyarakat dan atas kehendak masyarakat itu sendiri, bukan karena titipan
golongan tertentu dan bermanfaan pada golongan tertentu pula atau karena
titipan atau kehendak pejabat tertentu di lingkungan pemerintah daerah,
41
Uraian di atas dapat diketahui bahwa hakikat lembaga perwakilan (legislatif)
berfungsi sebagai media komunikasi antara pemerintah dengan yang
diperintah (rakyat). Fungsi parlemen adalah sebagai media komunikasi antara
rakyat dan pemerintah sekaligus sebagai institusi pemerintah dengan tugas
menanggapi keluhan-keluhan dari masyarakat. Dengan demikian fungsi pokok
lembaga perwakilan tidak harus diartikan sebagai media komunikasi antara
rakyat dengan pemerintah sekaligus badan pengelola konflik yang
berkembang dalam masyarakat.
b. Fungsi Anggaran
Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan
atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang diajukan
oleh Bupati. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas
pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai
uang publik. Anggaran merupakan managerial plan for action untuk
memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi (Mardiasmo, 2009: 61). Undang-
Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, menyebutkan fungsi anggaran
diwujudkan dalam membahas dan menyetujui Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah bersama kepala daerah.
Pemerintah daerah perlu memiliki komitmen bahwa anggaran daerah adalah
perwujudan amanat rakyat kepada pihak eksektutif dan legislatif, dalam
rangka mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka tugas Badan
Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yaitu :
42
1) Memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kepada kepala daerah dalam
mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling
lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD);
2) Melakukan konsultasi yang dapat diwakili oleh anggotanya kepada komisi
terkait untuk memperoleh masukan dalam rangka pembahasan rancangan
kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta
prioritas dan plafon anggaran sementara; c. memberikan saran dan
pendapat kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan
peraturan daerah tentang perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) dan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD);
3) Melakukan penyempurnaan rancangan peraturan daerah tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) berdasarkan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri
bagi DPRD provinsi dan gubernur bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) kabupaten/kota bersama tim anggaran pemerintah daerah;
4) Melakukan pembahasan bersama tim anggaran pemerintah daerah
terhadap rancangan kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) serta rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara
yang disampaikan oleh kepala daerah; dan
43
5) Memberikan saran kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) dalam penyusunan anggaran belanja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD).
Fungsi anggaran adalah penyusunan dan penetapan anggaran pendapatan dan
belanja daerah bersama-sama pemerintah daerah. Dalam menjalankan fungsi
ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus terlibat secara aktif,
proaktif, sebagai legitimator usulan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) yang diajuan pemerintah daerah. Pendapat Yuliandri, (2009: 45)
fungsi penganggaran memiliki makna pentingnya yaitu:
1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai fungsi
kebijakan fiskal (fungsi alokasi, fungsi distribusi, serta fungsistabilisasi);
2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai fungsi
investasi daerah;
3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai fungsi
manajemen pemerintahan daerah (fungsi perencanaan, fungsi otorisasi,
fungsi pengawasan).
Dalam konteks good governance, maka peran serta Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) harus diwujudkan dalam tiap proses penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Adapun good public governance
pada fungsi penganggaran saat ini dapat lebih berperan secara konkrit apabila
memperoleh perhatian dan kecermatan dalam beberapa hal berikut:
a. Penyusunan KUA (Kebijakan Umum Anggaran), antara lain:
1) Efektifitas pembentukan jaring asmara;
2) Eliminasi kepentingan individu, kelompok, dan golongan;
3) Pembenahan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah. (RPJMD) dan Renstra- Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD);
4) Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) dalam merumuskan (Kebijakan Umum
Anggaran).
44
b. Penyusunan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), antara lain:
1) Akuntabilitas terhadap nilai anggaran;
2) Kelengkapan data-data pendukung;
3) Peningkatan kapasitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) dan pemerintah daerah;
4) Kesesuaian antara prioritas program dengan kebutuhan rakyat
c. Raperda Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Rancangan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah untuk jangka waktu
satu tahun harus dibahas secara mendalam antara pemangku kepentingan
bersama antara Legislatif yang dalam hal ini adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) dan Eksekutif dalam hal ini pemerinta provonsi,
kabupaten dan kota.
d. Sosialisasi Perda Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan pemerintah provinsi,
kabupaten, dan kota sebagai bentuk transparansi pengeolaan keuangan
kepada masyarakat harus menyampaikan hasil pembahasan bersama
RaPerda Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). yang telah di
tetapkan sebagai Perda Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).
c. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menjamin
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah
ditetapkan serta memastikan tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Fungsi ketiga ini bermakna penting, baik bagi pemerintah daerah maupun
pelaksana pengawasan. Bagi pemerintah daerah, fungsi pengawasan
merupakan suatu mekanisme peringatan dini (early warning system), untuk
mengawal pelaksanaan aktivitas mencapai tujuan dan sasaran. Sedangkan bagi
pelaksana pengawasan, fungsi pengawasan ini merupakan tugas mulia untuk
memberikan telaahan dan saran, berupa tindakan perbaikan.
Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan
Peraturan Daerah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terdahulu bahwa Komisi mempunyai tugas
45
pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan, pemerintahan, dan
kemasyarakatan sesuai dengan bidang Komisi masing-masing Pengawasan
dilakukan melalui alat-alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD), antara lain:
1) Rapat dengar pendapat.
2) Rapat kerja.
3) Rapat pembahasan dalam Pansus.
4) Pemandangan umum fraksi-fraksi dalam rapat paripurna.
5) Kunjungan kerja.
Pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). memiliki
tujuan utama, antara lain:
1) Menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana;
2) Menjamin kemungkinan tindakan koreksi yang cepat dan tepat terhadap
penyimpangan dan penyelewengan yang ditemukan;
3) Menumbuhkan motivasi, perbaikan, pengurangan, peniadaan
penyimpangan;
4) Meyakinkan bahwa kinerja pemerintah daerah sedang atau telah mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Bentuk pengawasan yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) adalah pengawasan politik yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
lembaga legistalif (DPRD) terhadap lembaga eksekutif (kepala daerah, wakil
kepala daerah, beserta perangkat daerah) yang lebih bersifat kebijakan
strategis dan bukan pengawasan teknis maupun administrasi, sebab Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga politik. Berdasarkan fungsi, tugas,
46
wewenang dan hak yang dimiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
diharapkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mampu memainkan
perannya secara optimal mengemban fungsi kontrol terhadap pelaksanaan
peraturan daerah. Tujuannya adalah terwujudnya pemerintahan daerah yang
efisien, bersih, berwibawa dan terbebas dari berbagai praktek yang berdedikasi
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Sebagai wakil rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus
mampu mewakili masyarakat yang memilihnya. Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) harus mampu memperhatikan kepentingan dan aspirasi dari
masyarakatnya. Kepentingan dan aspirasi rakyat ini beraneka ragam, baik
disebabkan jumlah rakyat yang sangat besar, maupun disebabkan rakyat terdiri
dari berbagai lapisan yang masing-masing mempunyai kepentingan sendiri.
Aspirasi atau kepentingan masyarakat dapat berwujud material seperti sandang,
pangan, perumahan, kesehatan, dan sebagainya, selain itu dapat pula berwujud
spiritual seperti pendidikan, kebebasan, keadilan, keagamaan dan sebagainya, oleh
karena itu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam menjalankan fungsi,
wewenang, kewajiban dan haknya sebagai badan Legislatif harus benar-benar pro
rakyat sebagaimana Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tersebut dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai Badan Legislatif daerah
yang merupakan cerminan wakil rakyat memiliki 3 (tiga) fungsi utama, yaitu
fungsi legislasi, fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan atau kontrol karena
parlemen sebagai satu-satunya lembaga wakil rakyat berwenang mengawasi
tindakan pemerintah atau eksekutif. Masalah yang sering terjadi adalah Dewan
47
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (dan juga lembaga pemerintahan di daerah
lainnya) cenderung untuk memaksakan atau mengedepankan pemikiran politik
mereka sendiri. Lembaga pemerintah itu memberikan tiga ciri utama kebijakan
negara yaitu (Budiardjo, 2007:118):
a. Lembaga pemerintah itu memberikan pengesahan (legitimasi) terhadap
kebijakan-kebijakan negara. Ini berarti bahwa kebijakan tersebut diposisikan
sebagai kewajiban hukum yang harus ditaati/dilaksanakan oleh semua orang.
b. Kebijakan negara itu bersifat universal dalam arti bahwa hanya kebijakan-
kebijakan negara yang dapat disosialisasikan pada seluruh warga negara.
Sedangkan kebijakan-kebijakan lain (bukan negara) hanya dapat mencapai
bagian kecil dan anggota masyarakat.
c. Hanya pemerintah yang memegang hak monopoli untuk memaksa secara sah
kebijakan-kebijakan pada anggota-anggota masyarakat, sehingga ia dapat
memberikan sanksi pada mereka yang tidak mentaatinya.
Mencermati pendapat di atas, maka dapat dikemukakan bahwa fungsi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam dimensi kebijakan publik
adalah bagaimana upaya anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
untuk menanggulangi masalah publik, maka seharusnya kebijakan itu berorientasi
pada kepentingan publik. Konsekuensi lebih lanjut, masalah dan alternatif solusi
permasalahan itu, juga diharapkan berasal dari publik, bukan sekedar cetusan
pikiran atau imajinasi dari pejabat pembuat kebijakan. Dengan bersandar pada
kondisi riil di masyarakat, kebijakan yang dibuat juga akan diterima oleh
masyarakat secara wajar bahkan spontan, sekaligus memiliki daya berlaku efektif.
3. Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) beserta
tugasnya terdiri atas :
a. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah alat kelengkapan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)nyang merupakan kesatuan
48
pimpinan yang bersifat kolektif yang mencerminkan fraksi-fraksi berdasarkan
urutan besarnya jumlah anggota fraksi. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) ditetapkan dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), dengan masa jabatan sama dengan masa keanggotaan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) terdiri dari satu orang dan maksimal tiga orang wakil ketua,
berdasarkan jumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD).Tugas pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD):
1) Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk
mengambil keputusan ;
2) Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja ketua dan
wakil ketua serta mengumumkannya pada rapat paripurna ;
3) Menjadi juru bicara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ;
4) Melaksanakan dan memasyarakatkan putusan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) ;
5) Mengadakan konsultasi dengan Kepala Daerah dan instansi pemerintah
lainnya sesuai dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) ;
6) Mewakili Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan / alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dipengadilan ;
7) Melaksanakan putusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ; dan
49
8) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam rapat paripurna
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD);
b. Badan Musyawarah
Badan musyawarah bertugas:
1) Menetapkan agenda Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk 1
(satu) tahun sidang, 1 (satu) masa persidangan, atau sebagian dari suatu
masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka
waktu penyelesaian rancangan peraturan daerah, dengan tidak mengurangi
kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya;
2) Memberikan pendapat kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) dalam menentukan garis kebijakan yang menyangkut
pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD);
3) Meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang lain untuk memberikan
keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-masing;
4) Menentukan penanganan suatu rancangan peraturan daerah atau
pelaksanaan tugas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) lainnya oleh
alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD);
5) Mengusulkan kepada rapat paripurna mengenai jumlah komisi, ruang
lingkup tugas komisi, dan mitra kerja komisi yang telah dibahas dalam
konsultasi pada awal masa keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD); dan
50
6) Melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna kepada
Badan Musyawarah.
c. Komisi
Komisi merupakan alat kelengkapan yang dibentuk oleh pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk menangani bidang tugas umum
tertentu. Anggota komisi terdiri dari unsur-unsur fraksi dengan masa kerja
maksimal dua tahun.
Tugas komisi :
1) Melakukan pembahasan, pengajuan dan perubahan terhadap rancangan
peraturan daerah dan rancangan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) yang masuk ke dalam tugas masing-masing komisi.
2) Melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, pelayanan terhadap masyarakat yang termasuk
ke dalam tugas komisi.
3) Membantu pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk
mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan kepala daerah
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
4) Mengadakan peninjauan dan kunjungan kerja yang dianggap perlu oleh
komisi yang bersangkutan atas sepengetahuan pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
5) Mengadakan rapat kerja dengan kepala daerah dan rapat dengar pendapat
dengan perangkat daerah serta organisasi kemasyarakatan.
51
6) Mengajukan usul dan saran kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) yang termasuk ke dalam ruang lingkup bidang tugas
masing-masing komisi.
7) Menyusun pertanyaan tertulis dalam rangka pembahasan suatu masalah
yang menjadi bidang komisi masing-masing.
8) Memberikan laporan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) tentang hasil pekerjaan komisi.
Jumlah Komisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terdiri dari:
1) Komisi A : Bidang Pemerintahan ;
2) Komisi B : Bidang Perekonomian dan Keuangan ;
3) Komisi C : Bidang Pembangunan ;
d. Badan Kehormatan
Badan Kehormatan mempunyai tugas :
1) Mengamati, mengevaluasi disiplin, etika dan moral para anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam rangka menjaga martabat dan
kehormatan sesuai dengan kode etik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) ;
2) Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) terhadap Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta sumpah / janji ;
3) Melakukan penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi atas pengaduan
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), masyarakat
dan/atau pemilih ;
52
4) Menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan
klarifikasi dan sebagai rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ; dan
5) Menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) berupa rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti
adanya pelanggaran yang dilakuka anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) atas pengaduan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), masyarakat dan/atau pemilih.
e. Panitia Anggaran
Tugas Panitia Anggaran :
1) Memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kepada Kepala Daerah dalam
mempersiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(RAPBD) selambat-lambat lima bulan sebelum ditetapkannya Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
2) Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam
mempersiapkan penetapan, perubahan dan perhitungan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebelum ditetapkan dalam
paripurna ;
3) Memberikan saran dan pendapat kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) mengenai pra rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD), rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), yang telah disampaikan oleh Kepala daerah ;
53
4) Memberikan saran dan pendapat terhadap rancangan perhitungan anggaran
yang disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) ; dan
5) Menyusun anggaran belanja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dan memberikan saran terhadap penyusunan anggaran belanja sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
f. Badan Legislasi
Sesuai dengan pasal 102 ayat (1) Undang-undang nomor 27 Tahun 2009
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyebutkan
bahwa :Badan legislasi bertugas:
1) Menyusun rancangan program legislasi daerah yang memuat daftar urutan
dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasannya untuk 1 (satu)
masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
2) Mengoordinasi penyusunan program legislasi daerah antara Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah;
3) Menyiapkan rancangan peraturan daerah usul Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;
4) Melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi
rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi, atau gabungan
komisi, sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD);
54
5) Memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang
diajukan oleh anggota, komisi, atau gabungan komisi, di luar prioritas
rancangan peraturan daerah tahun berjalan atau di luar rancangan
peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah;
6) Melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan
peraturan daerah yang secara khusus ditugaskan oleh Badan Musyawarah;
7) Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan
materi muatan rancangan peraturan daerah melalui koordinasi dengan
komisi dan/atau panitia khusus;
8) Membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah dibidang perundang-
undangan pada akhir masa keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) untuk dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa
keanggotaan berikutnya.
g. Alat Kelengkapan lainnya, meliputi :
1) Panitia legislasi, mempunyai tugas :
a) Mengkaji efektifitas peraturan daerah ;
b) Mempersiapkan dan menyusun rancangan peraturan daerah ;
c) Membahas rancangan peraturan daerah dan peraturan lainnya.
d) Panitia Khusus.
2) Susunan keanggotaan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dalam rapat paripurna atas usulan masing-masing fraksi dan diumumkan
dalam lembaran daerah. Dalam hal terjadinya penggantian anggota
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), ditetapkan oleh
55
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan dilaporkan dalam rapat
paripurna. Alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dalam mengatur tata kerjanya dengan persetujuan pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Secara garis besar alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) adalah terdiri dari Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
Badan Musyawarah, Komisi, Badan Kehormatan, Badan Legislasi dan Panitia
Anggaran, masing-masing bidang ini tentunya telah memiliki tugas dan fungsi
masing-masing, diharapkan masing-masing bidang Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) mampu memainkan perannya secara optimal mengemban fungsi
kontrol terhadap pelaksanaan peraturan daerah. Tujuannya adalah terwujudnya
pemerintahan daerah yang efisien, bersih, berwibawa dan terbebas dari berbagai
praktek yang berdedikasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
E Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD)
Dalam melaksanakan dan mengaktualisasikan dari fungsi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkait
antara satu dengan yang lain. Menurut Lipset (2007: 119) ada 4 (empat) faktor
yang dapat mempengaruhi orientasi atau sikap dan perilaku anggota Dewan
sehingga ia dapat menjalankan fungsi dan perannya, yaitu: 1) Faktor keluarga. 2)
Faktor tingkat pendidikan, 3) Faktor pendapatan 3) Faktor keberadaan organisasi
otonom yang mengaktifkan kehidupan masyarakat setempat dan sebagainya.
56
Faktor-Faktor yang mempengaruhi fungsi legislasi, pada umumnya
menurut Isra (2010: 269) yaitu :
1. Sistem Kepartaian, dalam sistem kepartaian seperti yang multipartai dan
sistem pemerintahannya Presidensial, yang eksekutif dan legislatif sama-sama
dipilih dan mendapatkan mandat oleh rakyat, hal tersebut sulit untuk
digabungkan. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat dari pakar poltik yang
menyatakan bahwa konflik antara eksekutif dan legislatif sering kali timbul
bila partai-partai yang berbeda menguasi kedua cabang tersebut, yang akan
menimbulkan akibat yang buruk terhadap stabilitas demokrasi. Cara untuk
mengatasi hal tersebut dengan dua cara. Pertama (Koalisi sebagai sebuah
langkah darurat) dan kedua (Koalisi Partai Politik di DPR);
2. Partisipasi Masyarakat, diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat, baik
secara individual maupun kelompok, secara aktif dalam penentuan kebijakan
publik atau peraturan perundangundangan. Sebagai sebuah konsep yang
berkembang dalam sistem politik modern, partisipasi merupakan ruang bagi
masyarakat untuk melakukan negosiasi dalam proses perumusan kebijakan
terutama yang berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat atau yang
biasa dikenal dengan demokrasi partisipatoris. Terdapat beberapa cara dalam
partisipasi masyarakat yaitudengan : 1) Mengikutsertakan dalam tim ahli atau
kelompok-kelompok kerja; 2) Melakukan publik hearing atau mengundang
dalam rapat-rapat; 3). Melakukan uji sahih kepada pihak-pihak tertentu untuk
mendapatkan tanggapan; 4). Melakukan lokakarya (workshop) sebelum resmi
dibahas di Dewan; 5). Mempublikasikan peraturan agar mendapatkan
tanggapan publik.
3. Mahkamah Konstitusi, untuk menghindari kemungkinan adanya undang-
undang yang merugikan kepentingan masyarakat, yang biasa dilakukan
dengan konsep judical review berkaitan dengan pengujian undang-
undangyang dihasilkan oleh lembaga legislatif, namun juga konsep
konstitualisme yang meniscayakan keberadaanya, namun untuk Perda judical
review dilakukan di Mahkamah Agung.
Menurut Nugroho, (2004:78): terdapat 2 (dua) faktor yang mempengaruhi
fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam pembentukan Peraturan
Daerah (legislasi) yaitu a) faktor internal (kualitas SDM, pendidikan dan
pengalaman) b)Faktor Eksternal (tenaga ahli, dukungan anggaran dan sarana)
1. Faktor Internal Kualitas SDM, pendidikan, pengembangan SDM dan pengalaman
berorganisasi politik.
Untuk dapat merealisasikan fungsi legislasinya dengan baik dan bermutu
maka kualitas SDM anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
sangat diperlukan. Artinya penyusunan kebijaksanaan peraturan daerah yang
tepat sangat tergantung pada kecakapan kualitas anggota Dewan Perwakilan
57
Rakyat Daerah (DPRD) untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan yang
dihadapi rakyat termasuk dalam melaksanakan fungsi legislasi. Kualitas SDM
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dapat diperoleh
dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pengembangan SDM, dan pengalaman.
Dengan pendidikan yang diperoleh baik formal maupun non formal akan
sangat mendukung anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam
melaksanakan pekerjaan, karena pada dasarnya semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin banyak pengetahuan maka semakin
berkualitas pula dalam melaksanakan pekerjaan. Adanya pengembangan
SDM, diklat dan seminar juga merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan kinerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dalam melaksanakan pekerjaan. Kualitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), bisa juga diukur dari pengalaman anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) dalam proses pembuatan perda, baik keterlibatan
dalam bidang politik, misalnya lama menjadi anggota parpol, lamanya
menjadi pengurus parpol, jabatan dalam kepengurusan parpol, lamanya
menjadi anggota dewan. Pengalaman yang dimiliki anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dapat menjadi bekal bagi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam melaksanakan peran dan fungsinya
selaku penyalur aspirasi rakyat, dan pengawas kebijakan pemerintah. Oleh
karenanya pengalaman anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
menjadi salah satu indikator dalam penelitian ini untuk mengukur kualitas
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
2. Faktor Eksternal
a. Sarana dan Prasarana
Selanjutnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga
legislatif adalah merupakan suatu organisasi dimana didalamnya terdapat
sekelompok manusia mempunyai tujuan yang sama. Untuk mencapai
tujuan tersebut tentunya memerlukan sarana dan prasarana baik berupa
perangkat keras maupun perangkat lunak. Gibson mengatakan bahwa:
Orang yang membuat organisasi berjalan dan juga yang berusaha
mempengaruhi orang lain dalam organisasi yang akhirnya menghasilkan
karya yang efektif untuk menghasilkan tujuan organisasi yang telah
disepakati bersama tidak mudah, tentu memerlukan sarana dan prasarana
organisasi yang berupa perangkat keras dan perangkat lunak. Dukungan
sarana dan prasarana untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dapat mempengaruhi fungsi dan peran maupun kinerja Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) itu sendiri. Disamping itu dengan adanya
dukungan dan sarana yang masih terbatas menyebabkan kinerja dewan
tidak optimal, dan motivasi kerja dewan menjadi rendah
b. Ketersedian Tenaga Ahli
Keberadaan tenaga ahli di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
sangat dibutuhkan dalam rangka memberikan masukan-masukan, saran-
saran, menambah wawasan dan bimbingan teknis kepada anggota Dewan
dalam membuat Raperda, yang sasaran akhirnya secara bertahap pada
saatnya nanti usulan Raperda tersebut tidak lagi datang dari eksekutif,
akan tetapi inisiatif dari Dewan sendiri. Keberadaan tenaga ahli dapat
58
ditempatkan pada komisi-komisi yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD)
c. Kerjasama dengan Organisasi Masyarakat
Anggota Dewan, harus bisa menjalin hubungan kerjasama dengan institusi
organisasi kemasyarakatan (LSM) sesuai dengan keterkaitan
permasalahan yang dihadapi dalam rangka menyusun dan membentuk
Raperda. Menjalin hubungan kerjasama dengan pihak-pihak diluar Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah sangat
penting, pertama, menjaring pengetahuan, keahlian atau pengalaman
masyarakat sehingga Perda benar-benar memenuhi syarat peraturan
perundang-undangan yang baik. Kedua, menjamin Perda sesuai dengan
kenyataan yang hidup dalam masyarakat (politik, ekonomi, sosial, dan
lain-lain). Ketiga, menumbuhkan rasa memiliki, rasa bertanggung jawab
atas Perda. Dapat diketahui bahwa kerjasama dengan pihak lain sangat
membantu dalam menyusun dan membentuk Raperda sehingga Perda yang
dihasilkan nantinya akan memudahkan penerimaan masyarakat dan
memudahkan pula pelaksanaan atau penegakannya. Namun sebaliknya,
kurangnya kerjasama dengan pihak lain akan menghambat program yang
akan dijalankan.
d. Dukungan Anggaran yang mencukupi
Berhasil tidaknya tujuan organisasi diantaranya ditentukan oleh dukungan
anggaran yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Demikian juga halnya
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai suatu
organisasi dalam menjalankan fungsi/perannya harus didukung oleh
anggaran yang memadai. Bagaimanapun juga dukungan anggaran bagi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sangat berpengaruh besar
dalam meningkatkan, tidak saja fungsi dan perannya, tetapi juga
meningkatkan kinerja Dewan secara keseluruhan baik dalam fungsi
budget, pengawasan maupun fungsi legislasi
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang ditetapkan
dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Selain prinsip tersebut,
dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab harus selalu
berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kepentingan dan
aspirasi masyarakat tersebut harus dapat ditangkap oleh Pemerintah Daerah
maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai representasi perwakilan rakyat
dalam struktur kelembagaan pemerintahan daerah yang menjalankan fungsi
59
pemerintahan serta untuk mewakili masyarakat, dan memiliki tujuan sebagaimana
yang disebutkan di atas. Secara umum peran Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) diwujudkan dalam tiga fungsi, salah satunya yaitu fungsi
legislasi. Bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) selaku pemegang
kekuasaan dalam membentuk Peraturan Daerah; namun dalam pelaksanaan fungsi
legislasi ini tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik ini faktor internal dari
dalam diri anggota dewan itu sendiri atau pun faktor eksternal atau dorongan dari
luar.
F. Kerangka Fikir
Salah satu fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang sangat
penting dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi luas di Daerah adalah
fungsi legislasi. Untuk melaksanakan fungsi legislasi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) diberi bermacam-macam hak yang salah satunya ialah “hak
mengajukan rancangan peraturan daerah dan hak mengadakan perubahan atas
Raperda”. Artinya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, kekuasaan
membentuk peraturan daerah (legislasi) merupakan kekuasaan tertinggi (supreme of
power) dan sangat penting yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD).
Melalui fungsi ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diberi
kewenangan untuk membuat peraturan daerah melalui hak prakarsa dan hak
amandemen (perubahan), sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Umum
Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa : Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki fungsi antara lain: (a) fungsi
legislasi, (b) fungsi pengawasan, dan (c) fungsi anggaran. Untuk melaksanakan
60
fungsi tersebut, maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dilengkapi
dengan tugas, wewenang, kewajiban dan hak. (Pasal 42 UU No. 32 Tahun 2004).
Adanya fungsi legislasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
maka kebijakan-kebijakan pemerintah di daerah akan lebih mencerminkan
kehendak rakyat di daerahnya. Tetapi, dalam prakteknya fungsi legislasi ini tidak
berjalan sebagaimana mestinya, hal ini dapat dilihat dari Perda yang dihasilkan
hanya yang berurusan dengan anggaran saja. Selain itu Peraturan Daerah yang
telah disetujui oleh DPRD Kota Bandar Lampung sepanjang tahun 2014-2016
adalah sebanyak 40 buah dan hanya 1 (satu) Peraturan Daerah yang berasal dari
Hak Prakarsa DPRD Kota Bandar Lampung, yaitu Perda Nomor 1 Tahun 2016
tentang Kedudukan keuangan pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung. Penjelasan di atas terlihat bahwa,
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung dalam
melaksanakan haknya sebagai implementasi dari fungsi legislasinya sangat kurang
bahkan hampir dikatakan tidak berjalan optimal.
Permasalahan diatas, ditengarai karena rendahnya tingkat pendidikan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), kurangnya pengembangan
SDM bagi anggota dewan, serta kurangnya pengalaman dalam berorganisasi yang
pada akhirnya berdampak pada kurangnya pengetahuan, keterampilan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam melaksanakan fungsi legislasi.
Faktor lain yang diduga menjadi pemicu rendahnya fungsi legislasi anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung terbatasnya
sarana-prasarana penunjang, kurang terlibatnya pihak ketiga dan terbatasnya
anggaran, hal tersebut mengutip pendapat Nugroho, (2004: 78) terdapat 2 (dua)
61
faktor yang mempengaruhi fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dalam pembentukan Perda (legislasi) yaitu a) faktor internal (kualitas SDM,
pengembangan SDM, pendidikan dan pengalaman) b)Faktor Eksternal (tenaga
ahli, kerjasama dengan masyarakat, dukungan anggaran dan sarana).
Lebih lanjut mengutip pendapat Anajeng, (2014: 117) fungsi legislasi
dikatakan berjalan efektif jika 1) Ketercapaian terget: realisasi pembuatan perda
realisasinya tercapai sesuai terget yang direncanakan, pembentukan perda harus
mempunyai tujuan yang jelas benar- benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam
mengatur kehidupan bermasayarakat. 2) Prakarsa: kreatifitas, inovasi, ide, badan
legislatif dalam memberikan usulan raperda, jemput bola dengan cara menyaring
aspirasi, kebutuhan masyarakat, menampung aspirasi masyarakat dan
menuangkanya dalam bentuk kebijakan pembuatan perda 3) Kesesuaian:
kesesuaian perda yang dihasilkan antara jenis dan materi muatan serta perda yang
tepat guna, tepat sasaran dan perda yang tidak sia-sia 4) Kemanusiaan: materi
muatan Perda yang dihasilkan mencerminkan perlindungan dan penghormatan
hak-hak asasi manusia sehingga Perda yang dihasilkan tidak membebani
masyarakat dan 5) Partisipasi publik: proses pembentukan peraturan perundang-
undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan
melibatkan publik, LSM, serta bersifat transparan dan terbuka.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat dibuat kedalam
diagram skematis sebagai berikut:
62
R. X1.X2Y
r. X2.Y
Gambar 2.1 Paradigma antara X1 dan X2 terhadap Y
G. Hipotesis
Adapun hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Ha : Faktor internal dengan indikator kualitas SDM, pendidikan pengembangan
sdm dan pengalaman berorganisasi berpengaruh signifikan terhadap fungsi
legislasi DPRD Kota Bandar Lampung periode tahun 2014-2019.
Ho : Faktor internal dengan indikator kualitas SDM, pendidikan pengembangan
sdm dan pengalaman berorganisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap
fungsi legislasi DPRD Kota Bandar Lampung tahun 2014-2019.
Fungsi Legislasi
DPRD (Y)
Anajeng, (2014:117)
Faktor Internal (X1)
1. Kualitas SDM
2. Pendidikan
3. Pengembangan SDM
4. Pengalaman berorganisasi
Nugroho, (2004:78)
Faktor Eksternal (X2)
1. Sarana dan prasarana
2. Ketersedian tenaga ahli
3. Kerjasama dengan organisasi
masyarakat
4. Dukungan anggaran yang
mencukupi
Nugroho, (2004:78)
r.X1.Y
63
Ha : Faktor eksternal dengan indikator sarana dan prasarana, ketersedian tenaga
ahli, kerjasama dengan organisasi masyarakat dan dukungan anggaran
yang mencukupi berpengaruh signifikan terhadap fungsi legislasi DPRD
Kota Bandar Lampung tahun 2014-2019.
Ho : Faktor eksternal dengan indikator sarana dan prasarana, ketersedian tenaga
ahli, kerjasama dengan organisasi masyarakat dan dukungan anggaran
yang mencukupi tidak berpengaruh signifikan terhadap fungsi legislasi
DPRD Kota Bandar Lampung tahun 2014-2019.
Ha : Faktor internal (dengan indikator kualitas SDM, pendidikan
pengembangan sdm dan pengalaman berorganisasi) dan faktor eksternal
(dengan indikator sarana dan prasarana, ketersedian tenaga ahli, kerjasama
dengan organisasi masyarakat dan dukungan anggaran yang mencukupi)
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap fungsi legislasi
DPRD Kota Bandar Lampung tahun 2014-2019.
Ho : Faktor dengan indikator kualitas SDM, pendidikan pengembangan sdm
dan pengalaman berorganisasi) dan faktor eksternal (dengan indikator
sarana dan prasarana, ketersedian tenaga ahli, kerjasama dengan organisasi
masyarakat dan dukungan anggaran yang mencukupi) secara bersama-
sama tidak berpengaruh signifikan terhadap fungsi legislasi DPRD Kota
Bandar Lampung tahun 2014-2019.
64
III METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisa data kuantitatif yaitu dengan memberikan gambaran mengenai keadaan
obyek terkait permasalahan yang akan diteliti berdasarkan fakta-fakta yang ada,
selanjutnya hasil survey juga akan dianalisa secara asosiatif, yaitu untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas (independent variabel) terhadap variabel
terikat (dependent variabel) dengan tujuan membuktikan kebenaran hipotesis,
(Sugiyono, 2013: 77)
B. Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan pemaknaan konsep yang digunakan,
sehingga memudahkan peneliti untuk mengoprasionalkan konsep tersebut di
lapangan. Dalam penelitian ini definisi konseptualnya, yaitu faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan fungsi legislasi DPRD di DPRD Kota Bandar
Lampung.
1. Faktor adalah suatu sebab, latar belakang, pengaruh, keragaman dukungan
yang membentuk suatu kesatuan, suatu tindakan atau reaksi.
2. Fungsi Legislasi adalah merupakan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) untuk membentuk peraturan daerah bersama Bupati/Kepala
Daerah.
64
65
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah Lembaga Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
4. Peraturan Daerah adalah produk peraturan perundang-undangan daerah dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan merupakan penjabaran lebih
lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional berisikan indikator dari suatu variabel yang
memungkinkan peneliti mengumpulkan data secara relevan sehingga dari masing-
masing variabel tersebut lebih terarah dan sesuai dengan metode pengukuran yang
telah direncanakan, definisi operasional dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tebel 3.1 Definisi Operasional
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi legislasi di DPRD
Variabel Indikator
Indikator faktor internal (X1) yang dipakai dalam penelitian ini
menggunakan teori (Nugroho, (2004:78)
1. Kualitas SDM
2. Pendidikan
3. Pengembangan SDM
Fokus penelitian pada indikator kualitas SDM
adalah sejauh mana kualitas SDM atau personil
anggota DPRD, dalam pemahaman dan
penguasaan mengenai tupoksi selaku anggota
DPRD dalam melaksanakan fungsi legislasi.
Fokus penelitian pada indikator pendidikan
adalah untuk menilai sejauh mana tingkat
pendidikan anggota DPRD sehingga menunjang
IQ, intelegensi, kecerdasan dan tingkat
pengetahuan dalam melaksanakan fungsi
legislasi.
Fokus penelitian pada indikator pengembangan
SDM adalah untuk menilai sejauh mana
anggota DPRD dibekali pendidikan dan
pelatihan, seminar, workshop mengenai
tuposinya dalam melaksanakan fungsi legislasi.
66
4. Pengalaman berorganisasi
Fokus penelitian pada indikator pengalaman
berorganisasi adalah untuk menilai sejauh
mana pengalaman Anggota DPRD dalam
berorganisasi misalnya lamanya menjadi
anggota dan pengurus parpol, keaktifan dalam
parpol, masa kerja menjadi anggota DPRD
sehingga dapat menunjang anggota DPRD
dalam melaksanakan fungsi legislasi
Selanjutnya indikator variabel faktor internal
(X1) dibuat dalam bentuk kuesioner dan diberi
skor menggunakan skala likert
1. Alternatif jawaban (SS) Sangat Setuju diberi
skor 5
2. Alternatif jawaban (S) Setuju diberi skor 4
3. Alternatif jawaban (N) Netral diberi skor 3
4. Alternatif jawaban (TS) Tidak Setuju diberi
skor 2
5. Alternatif jawaban (STS) Sangat Tidak
Setuju diberi skor 1
Indikator Faktor Eksternal (X2) yang dipakai dalam penelitian ini
menggunakan teori (Nugroho, (2004:78)
1. Sarana dan prasarana
2. Ketersedian tenaga ahli
3.Kerjasama dengan
organisasi masyarakat
Fokus penelitian pada indikator sarana dan
prasarana adalah untuk menilai sejauh mana
sarana dan prasarana yang ada di DPRD Kota
Bandar Lampung dapat terpenuhi baik dari segi
kuantitas dan kualitas sehingga mendukung
anggota DPRD dalam melaksanakan fungsi
legislasi
Fokus penelitian pada indikator ketersedian
tenaga ahli adalah untuk menilai sejauh mana
DPRD Kota Bandar Lampung menyiapkan
tenaga ahli agar dapat berkonsultasi sehingga
mendukung anggota DPRD dalam
melaksanakan fungsi legislasi
Fokus penelitian pada indikator kerjasama
dengan organisasi masyarakat adalah untuk
menilai sejauh mana DPRD Kota Bandar
Lampung mampu bekerja sama dengan elemen
organisasi dan melibatkan publik untuk
menyumbangkan ide dan saran sehingga
sehingga mendukung anggota DPRD dalam
melaksanakan fungsi legislasi.
67
4. Dukungan anggaran yang
mencukupi
Fokus penelitian pada indikator dukungan
anggaran yang mencukupi adalah untuk menilai
sejauh mana tersedianya anggaran yang
memadai sehingga mendukung anggota DPRD
dalam melaksanakan fungsi legislasi
Selanjutnya indikator variabel faktor eksternal
(X2) dibuat dalam bentuk kuesioner dan diberi
skor menggunakan skala likert
1. Alternatif jawaban (SS) Sangat Setuju diberi
skor 5
2.Alternatif jawaban (S) Setuju diberi skor 4
3.Alternatif jawaban (N) Netral diberi skor 3
4.Alternatif jawaban (TS) Tidak Setuju diberi
skor 2
5.Alternatif jawaban (STS) Sangat Tidak
Setuju diberi skor 1
Indikator fungsi legislasi (Y) yang dipakai dalam penelitian ini
menggunakan teori Anajeng, (2014:117)
1. Ketercapaian terget.
2. Prakarsa
3. Kesesuaian
4. Kemanusiaan
Fokus penelitian pada indikator ketercapaian
terget adalah untuk menilai sejauh mana
realisasi pembuatan perda tercapai sesuai terget
yang direncanakan, pembentukan perda harus
mempunyai tujuan yang jelas benar- benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur
kehidupan bermasayarakat, dan menyentuh
kepentingan publik.
Fokus penelitian pada indikator prakarsa adalah
untuk menilai sejauh mana kreatifitas, inovasi,
ide, badan legislatif dalam memberikan usulan
raperda, jemput bola dengan cara menyaring
aspirasi, kebutuhan masyarakat, menampung
aspirasi masyarakat dan menuangkanya dalam
bentuk kebijakan pembuatan perda.
Fokus penelitian pada indikator kesesuaian
adalah untuk menilai sejauh mana kesesuaian
perda yang dihasilkan antara jenis dan materi
muatan serta perda yang tepat guna, tepat
sasaran dan perda yang tidak sia-sia
Fokus penelitian pada indikator kemanusiaan
adalah untuk menilai sejauh mana materi
muatan Perda yang dihasilkan mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi
manusia sehingga Perda yang dihasilkan tidak
membebani masyarakat
68
5. Partisipasi publik
Fokus penelitian pada indikator partisipasi
publik adalah untuk menilai sejauh mana dalam
proses pembentukan peraturan perundang-
undangan mulai dari perencanaan, persiapan,
penyusunan dan pembahasan melibatkan
publik, LSM, serta bersifat transparan dan
terbuka.
Selanjutnya indikator variabel fungsi legislasi
(Y) dibuat dalam bentuk kuesioner dan diberi
skor menggunakan skala likert
1. Alternatif jawaban (SS) Sangat Setuju
diberi skor 5
2. Alternatif jawaban (S) Setuju diberi skor 4
3. Alternatif jawaban (N) Netral diberi skor 3
4. Alternatif jawaban (TS) Tidak Setuju
diberi skor 2
5. Alternatif jawaban (STS) Sangat Tidak
Setuju diberi skor 1 D. Waktu dan Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kota Bandar Lampung, penelitian akan dilaksanakan bulan Maret 2018.
E. Sumber Informasi
1. Populasi
Menurut Sugiyono, (2013: 155) yang dimaksud populasi adalah kumpulan
individu-individu dalam suatu daerah. Kemudian lebih lanjut ditekankan pula
bahwa populasi adalah satuan individu yang menjadi sasaran dalam penelitian
sejalan dengan pengertian di atas, maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan
populasi adalah sejumlah individu yang akan dijadikan subyek dalam penelitian.
Jumlah subjek pada DPRD Kota Bandar Lampung berjumlah 50 orang.
2. Sampel
Mengutip pendapat Arikunto (2001:120) jika subjek yang akan diteliti diatas
100 maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% namun jika subjek yang akan
diteliti dibawah 100 maka lebih baik diambil seluruhnya dan penelitian tersebut
69
adalah populasi. Berdasarkan pendapat tersebut karena jumlah subjek pada
DPRD Kota Bandar Lampung berjumlah 50 orang atau dibawah 100 maka yang
menjadi subjek dalam penelitian ini adalah seluruh anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung yang berjumlah 50 Orang dan
penelitian ini merupakan penelitian populasi, adapun yang menjadi responden
dalam penelitian ini adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kota Bandar Lampung periode 2014-2019.
F. Jenis Data
Jenis dan sumber data dalam penelitian ini adalah :
1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari lapangan
penelitian melalui wawancara secara langsung dan terbuka terhadap informan
yang berkompeten sesuai dengan keperluan data. Data Primer diambil dari
angggota DPRD Kota Bandar Lampung yang tertuang dalam bentuk
kuesioner. Kuesioner yang dibuat tentang dan berkaitan dengan Kualitas
Anggota DPRD seperti Pengalaman Anggota DPRD dan Tingkat Pendidikan
Anggota DPRD, Faktor Eksternal (sarana dan prasarana, ketersediaan tenaga
ahli, kerjasama dengan organisasi masyarakat dan dukungan anggaran) serta
berkaitan dengan fungsi legilasi pembuatan perda oleh DPRD yang
mementingkan kepentingan rakyat
2. Data sekunder adalah yang diperoleh dari buku atau literature yang
berhubungan dengan pembahasan dan penelitian yang berdasarkan data
penunjang lain yang kaitannya dengan permasalahan yang diteliti, seperti
Undang-Undang, peraturan pemerintah serta wawancara yang menunjang
penelitian
70
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data dalam penelitian ini, maka digunakan teknik
pengumpulan data melalui:
1. Kuesioner
Mengumpulkan data dengan menyebarkan angket yang berisikan pernyataan-
pernyataan mengenai variabel-variabel yang akan diteliti, yaitu variabel faktor
internal (X1), faktor eksternal (X2) dan fungsi legislasi DPRD (Y)
2. Observasi
Observas yakni mengadakan penelitian langsung dengan cara pengamatan
kepada objek penelitian untuk memperoleh data-data informasi yang akurat.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi langsung ke objek
penelitian yaitu DPRD Kota Bandar Lampung untuk mendapatkan data
mengenai data-data lokasi penelitian, kondisi sarana dan prasarana, serta data
mengenai jumlah raperda dan perda serta produk hukum lainnya yang telah
dihasilkan oleh DPRD Kota Bandar Lampung pada tahun 2015-2017..
3. Wawancara
Wawancara yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara
langsung dengan alat bantu daftar pertanyaan yang bersifat terbuka. Teknik
tersebut dilakukan dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan beberapa
narasumber yang diangap telah memenuhi atau relevan dengan penelitian ini.
Wawancara yang dilakukan cecara terbuka serta serta mendalam agar dapat
memberikan kesempatan nara sumber tersebur dalam rangka menjawab secara
bebas. Untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan variabel X1, X2
71
dan Y maka peneliti melakukan wawancara dengan beberapa anggota DPRD
Kota Bandar Lampung.
4. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu suatu teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
rangka pengumpulan data sekunder seperti data tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan fungsi legislasi DPRD. Dokumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Undang-undang Pemerintahan Daerah Nomor 32
Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Undang-undang Nomor 22
Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD,
Peraturan Tata Tertib DPRD, beserta dokumen-dokumen lain yang dianggap
penting dan ada hubungannya dengan objek yang diteliti. Selain itu dokumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejarah terbentuknya Kota Bandar
Lampung, profil seketariat DPRD Kota Bandar Lampung.
H. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan
atau kesahihan suatu alat ukur, valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas menggunakan bantuan
program software SPSS Versi 19.0 dengan analisa uji skala alpha cronbac’h, alat
ukur dikatakan valid jika r hitung yang didapat > r tabel.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah keajegan (konsistensi) alat pengumpul data/
instrumen dalam mengukur apa saja yang diukur. Instrumen yang reliabel
maksudnya instrumen yang jika digunakan beberapa kali untuk mengukur objek
72
yang sama, akan menghasilkan data yang sama. menggunakan bantuan program
software dengan analisa uji skala alpha cronbac’h Alat ukur dikatakan reliabel
jika nilai alpha yang didapat > 0,60.
I. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data kuantitatif
dengan beberapa pendekatan sebagai berikut:
1. Distribusi Frekuensi Variabel
Analisis data distribusi frekuensi variabel yang dipergunakan dalam
penelitian dengan penggunaan tabel tunggal, yaitu metode yang dilakukan dengan
memasukkan data dari kuisoner ke dalam kerangka tabel untuk menghitung
frekuensi sebagai uraian mengenai hasil akhir penelitian. Skala pengukuran yang
digunakan ialah skala likert. Menurut Sugiyono (2010: 170) skala likert
digunakan untuk mengukur persepsi, pendapat, sikap serta penilaian seseorang
tentang fenomena sosial. Setiap jawaban dari kuesioner yang diberikan
mempunyai skor:
a. Alternatif jawaban (SS) Sangat Setuju diberi skor 5
b. Alternatif jawaban (S) Setuju diberi skor 4
c. Alternatif jawaban (N) Netral diberi skor 3
d. Alternatif jawaban (TS) Tidak Setuju diberi skor 2
e. Alternatif jawaban (STS) Sangat Tidak Setuju diberi skor 1
Berdasarkan skor yang diperoleh dikelompokkan dan menggunakan rumus
interval (Sugiyono, 2013: 158).
i = K
NRNT )(
73
Keterangan :
NT : Nilai Tertinggi
NR : Nilai Terendah
K : Kategori
i : Interval
2. Regresi Linier Berganda
Analisis untuk mengetahui pengaruh paling dominan antara faktor internal
dan faktor eksternal terhadap fungsi legislasi DPRD Kota Bandar Lampung
periode tahun 2014-2019 di gunakan rumus regresi linier berganda menggunakan
bantuan program software SPSS dengan rumus:
Ỷ = α + β1 X1 + β2 X2 + Et
Keterangan
Ỷ = Fungsi legislasi DPRD
α = Parameter/ kontantan
β1 = Koefisien Regresi variabel X1
β2 = Koefisien Regresi variabel X2
X1 = Faktor internal
X2 = Faktor eksternal
Et = Eror term
b. Koefisien Determinasi
Analisis untuk mengetahui kadar persentase pengaruh faktor internal
dan faktor eksternal terhadap fungsi legislasi DPRD Kota Bandar Lampung
periode tahun 2014-2019 menggunakan bantuan program software SPSS dengan
rumus:
74
KP = r2 x 100%
Dimana :
r2
= Korelasi
KP = Koefisien penentu
c. Rancangan Uji Hipotesis
Analisis untuk menguji kebenaran hipotesis secara parsial digunakan uji t
menggunakan bantuan program software SPSS dimana jika nilai sig < 0,05 maka
hipotesis yang diajukan diterima atau Ho ditolak dan Ha diterima:
Ho : β = 0 = Tidak ada pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap
fungsi legislasi DPRD Kota Bandar Lampung periode tahun
2014-2019.
Ha : β ≠ 0 = Ada pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap
fungsi legislasi DPRD Kota Bandar Lampung periode tahun
2014-2019.
Adapun rumus uji t tersebut adalah sebagai berikut:
2hitung
r - 1
2 - nr t
Keterangan :
thit = Pengujian signifikansi koefisien korelasi product moment
r2 =
Koefisien Korelasi Product moment
n = Jumlah anggota responden
Analisis untuk menguji kebenaran hipotesis secara simultan menggunakan
uji F atau Anova menggunakan bantuan program software SPSS dimana jika nilai
sig < 0,05 maka hipotesis yang diajukan diterima atau Ho ditolak dan Ha diterima:
75
Ho : β = 0 = Tidak ada pengaruh faktor internal dan faktor eksternal secara
bersama-sama terhadap fungsi legislasi DPRD Kota Bandar
Lampung periode tahun 2014-2019.
Ha : β ≠ 0 = Ada pengaruh faktor internal dan faktor eksternal secara
bersama-sama terhadap fungsi legislasi DPRD Kota Bandar
Lampung periode tahun 2014-2019.
Adapun rumus uji F tersebut adalah sebagai berikut:
)R - (1 k
1) - k - (n R F
2
2
hit
Keterangan :
Fhit = Pengujian signifikansi koefisien korelasi ganda
R = Koefisien korelasi ganda
k = Jumiah variabel independen
n = Jumlah anggota responden
76
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sekretariat DPRD Kota Bandar Lampung
Melaksanakan fungsinya Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kota Bandar Lampung memiliki susunan organisasi sebagai berikut: 1)
Sekretariat Dewan 2)Kepala Bagian Umum dan Keuangan Bagian Umum dan
Keuangan memiliki tugas pokok melaksanakan kegiatan usaha, menyiapkan fasilitas
rapat-rapat, rencana pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD), mengurus rumah tangga, rumah jabatan, gedung Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), kendaraan dinas, barang invetaris lainnya, serta memelihara
keamanan lingkungan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan
rumah tangga pimpinan, Serta menyusun rencana anggaran, laporan keuangan,
penyelenggaraan pembayaran dan administrasi keuangan dan Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten.
Bagian Umum dan Keuangan dipimpin oleh seorang kepala bagian yang
dalam melaksanakan tugas bertanggungjawab kepada Sekretaris Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung. Bagian Umum dan
Keuangan memiliki fungsi :
a. Pelaksanaan kegiatan urusan rumah tangga, mengurus rumah jabatan dan
kantor / gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota;
b. Penyiapan fasilitas rapat, acara peninjauan dan pertemuan;
76
77
c. Pengelolaan barang inventaris, perlengkapan, kendaraan dinas dan
perawatan;
d. Pemeliharaan dan pembinaan keamanan dan ketertiban di lingkungan gedung
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten dan rumah jabatan
pimpinan;
e. Mengatur perencanaan dan administrasi tentang keuangan di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD);
f. Pelaksanaan kegiatan hubungan masyarakat;
g. Pelaksanaan dokumentasi, administrasi, kegiatan dan produk hukum.
Bagian Umum dan Keuangan terdiri dari :
a. Subag Rumah Tangga, memiliki tugas :
1) Melaksanakan kegiatan ketatausahaan ;
2) Melaksanakan kegiatan rumah tangga, rumah jabatan ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), fasilitas rapat, pengelolaan barang
inventaris / perlengkapan dan pemeliharaan keamanan serta ketertiban ;
3) Memelihara kendaraan-kendaraan dinas dan barang inventaris dinas
lainnya.
b. Subag Keuangan
Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas menyusun rencana anggaran dan
laporan keuangan serta menyelenggarakan pembayaran dan administrasi
keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
78
c. Kepala Bagian Humas dan Protokol
Memiliki tugas sebagai penyelenggara hubungan kemasyarakatan serta
dokumentasi, dan menyiapkan perlengkapan dalam pelaksanaan rapat-rapat
serta kegiatan yang berkaitan dengan Pimpinan dan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) agar berjalan sesuai dengan aturan.Kabag
Humas dan Protokol terdiri atas :
1) Subag Humas;
mempunyai tugas mengumpulkan bahan dan melaksanakan kegiatan
hubungan masyarakat, mengumpulkan dan mengelola data dokumentasi
kegiatan dan perpustakaan.
2) Subbag Protokol
Mempunyai tugas menyiapkan dan mengatur pelaksanaan rapat paripurna,
melaksanakan kegiatan pelayanan keprotokolan terhadap pimpinn dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
d. Kepala Bagian Risalah dan Persidangan, terdiri dari :Sub Bagian Risalah dan
subbag Perundang-undangan, yang mempunyai fungsi :
1) Penyiapan rencana kegiatan persidangan dan rapat-rapat yang
diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota dan
Pembuatan risalah persidangan ;
2) Penyiapan bahan yang diperlukan untuk rapat alat perlengkapan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten dan fraksi ;
3) Penyiapan bahan peraturan Perundang-undangan dan administrasi produk
rancangan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
kabupaten.
79
B. Tugas Pokok dan Fungsi Sekretariat DPRD
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar
Lampung mempunyai tugas pokok melaksanakan segala usaha dan kegiatan
dalam rangka penyelenggaraan sidang-sidang serta pengurusan rumah tangga dan
keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung,
sedangkan fungsi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota
Bandar Lampung, yaitu :
a. Penyiapan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi seluruh penyelenggaraan
tugas Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten ;
b. Penyusunan rencana, menelaah dan menyiapkan koordinasi perumusan
kebijakan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten ;
c. Pelaksanaan usaha, kepegawaian, keuangan dan perbekalan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD);
d. Penyiapan penyelenggaraan persidangan dan risalah rapat-rapat yang
diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten ;
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Seketariat DPRD Kota Bandar Lampung
Kabag Umum dan
Keuangan
Kabag Humas dan
Protokol
Kabag Risalah dan
persidangan
Kasubag
Rumah
Tangga
Kasubag
Keuangan
Kasubag
Humas
Kasubag
Protokol
Kasubag
Risalah
Kasubag
Perundangan
Seketariat DPRD
80
C. Profil DPRD Kota Bandar Lampung
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandar Lampung (disingkat
DPRD Kota Bandar Lampung) adalah lembaga legislatif unikameral yang
berkedudukan di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Dalam Pemilu 2014,
DPRD Kota Bandar Lampung menempatkan 50 orang wakilnya yang berasal dari
11 partai, dengan perolehan suara terbanyak diraih oleh PDI Perjuangan. Adapun
susunan keanggotaan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota
Bandar Lampung periode 2014-2019 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.1 Nama Keanggotaan DPRD Kota Bandar Lampung
No Nama Asal Partai
1. Hanafi Pulung PDI Perjuangan
2. Wiwik Anggraini PDI Perjuangan
3. Sri Ningsih Djamsari PDI Perjuangan
4. Irpan Setiawan PDI Perjuangan
5. Suheli PDI Perjuangan
6. Fandi Tjandra PDI Perjuangan
7. Muhamad Pansor PDI Perjuangan
8. Dedi Yuginta PDI Perjuangan
9. Wiyadi PDI Perjuangan
10 Numan Abdi PDI Perjuangan
11. Abdul Salim PAN
12. Hamrin Sugandi PAN
13 Yusirwan PAN
14 Wahyu Lesmono PAN
15 Abdul Malik PAN
16 Edison Hadjar PAN
17 Heryadi PAN
18 Nandang Hendrawan PKS
19 Handrie Kurniawan PKS
81
20 Muchlas Ermanto Bastari PKS
21 Syarif Hidayat PKS
22 Grafieldy Mamesah PKS
23 Naldi Rinara Nasdem
24 Poltak Aritonang Nasdem
25 Mohammad Nizar Romas Nasdem
26 Budi Kurinawan Nasdem
27 Nani Mayasari Nasdem
28 Pebriana Piska Demokrat
29 Indrawani Demokrat
30 Agusman Arief Demokrat
31 Hendra Demokrat
32 Ernita Sidik Demokrat
33 Bernas Yuniarta Gerindra
34 Ahmad Riza Gerindra
35 Agus Sujatma Gerindra
36 Imam Santoso Gerindra
37 Supriyanto Malik Gerindra
38 Barlian Mansyur Golkar
39 Suwondo Golkar
40 Indrawan Golkar
41 Yuhadi Golkar
42 Heru Sambodo Golkar
43 Albert Alam PPP
44 Hambali Sanusi PPP
45 Musabakah PPP
46 Pandu Kesuma Dewangsa PPP
47 Erwansyah Hanura
48 M Yusuf Erdiansyah Putra Hanura
49 Taufik Rahman PKB
50 Ali Yusuf Tabana PKPI
Sumber : Sekretariat DPRD Kota Bandar Lampung, 2018
82
D. Alat Kelengkapan DPRD Kota Bandar Lampung
Alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar
Lampung beserta tugasnya terdiri atas :
1. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah alat kelengkapan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang merupakan kesatuan
pimpinan yang bersifat kolektif yang mencerminkan fraksi-fraksi berdasarkan
urutan besarnya jumlah anggota fraksi. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) ditetapkan dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), dengan masa jabatan sama dengan masa keanggotaan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) terdiri dari satu orang dan maksimal tiga orang wakil ketua,
berdasarkan jumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)Tugas
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) :
a. Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk
mengambil keputusan ;
b. Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja ketua dan
wakil ketua serta mengumumkannya pada rapat paripurna ;
c. Menjadi juru bicara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD);
d. Melaksanakan dan memasyarakatkan putusan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD);
e. Mengadakan konsultasi dengan Kepala Daerah dan instansi pemerintah
lainnya sesuai dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) ;
83
f. Mewakili Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan / alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dipengadilan ;
g. Melaksanakan putusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ; dan
h. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam rapat paripurna
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
2. Badan Musyawarah
Undang-undang nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, pasal 89 menyebutkan bahwa : Badan
musyawarah bertugas:
a. Menetapkan agenda Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk 1
(satu) tahun sidang, 1 (satu) masa persidangan, atau sebagian dari suatu
masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka
waktu penyelesaian rancangan peraturan daerah, dengan tidak mengurangi
kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya;
b. Memberikan pendapat kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) dalam menentukan garis kebijakan yang menyangkut
pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD);
c. Meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang lain untuk memberikan
keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-masing;
84
d. menentukan penanganan suatu rancangan peraturan daerah atau
pelaksanaan tugas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) lainnya oleh
alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD);
e. Mengusulkan kepada rapat paripurna mengenai jumlah komisi, ruang
lingkup tugas komisi, dan mitra kerja komisi yang telah dibahas dalam
konsultasi pada awal masa keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD); dan
f. Melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna kepada
Badan Musyawarah.
3. Komisi
Komisi merupakan alat kelengkapan yang dibentuk oleh pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk menangani bidang tugas umum
tertentu. Anggota komisi terdiri dari unsur-unsur fraksi dengan masa kerja
maksimal dua tahun.
Tugas komisi :
a. Melakukan pembahasan, pengajuan dan perubahan terhadap rancangan
peraturan daerah dan rancangan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) yang masuk ke dalam tugas masing-masing komisi.
b. Melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, pelayanan terhadap masyarakat yang termasuk
ke dalam tugas komisi.
c. Membantu pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk
mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan kepala daerah
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
85
d. Mengadakan peninjauan dan kunjungan kerja yang dianggap perlu oleh
komisi yang bersangkutan atas sepengetahuan pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
e. Mengadakan rapat kerja dengan kepala daerah dan rapat dengar pendapat
dengan perangkat daerah serta organisasi kemasyarakatan.
f. Mengajukan usul dan saran kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) yang termasuk ke dalam ruang lingkup bidang tugas
masing-masing komisi.
g. Menyusun pertanyaan tertulis dalam rangka pembahasan suatu masalah
yang menjadi bidang komisi masing-masing.
h. Memberikan laporan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) tentang hasil pekerjaan komisi.
Jumlah Komisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar
Lampung terdiri dari:
a. Komisi A : Bidang Pemerintahan.
b. Komisi B : Bidang Perekonomian dan Keuangan.
c. Komisi C : Bidang Pembangunan.
4. Badan Kehormatan
Badan Kehormatan mempunyai tugas :
a. Mengamati, mengevaluasi disiplin, etika dan moral para anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)dalam rangka menjaga martabat dan
kehormatan sesuai dengan kode etik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) ;
86
b. Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) terhadap Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta sumpah / janji ;
c. Melakukan penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi atas pengaduan
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) masyarakat dan/atau
pemilih ;
d. Menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan
klarifikasi dan sebagai rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ; dan
e. Menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) berupa rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti
adanya pelanggaran yang dilakuka anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) atas pengaduan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), masyarakat dan/atau pemilih.
5. Panitia Anggaran
Tugas Panitia Anggaran :
a. Memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kepada Kepala Daerah dalam
mempersiapkan RAPBD selambat-lambat lima bulan sebelum
ditetapkannya APBD ;
b. Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam
mempersiapkan penetapan, perubahan dan perhitungan APBD sebelum
ditetapkan dalam paripurna ;
87
c. Memberikan saran dan pendapat kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) mengenai pra rancangan APBD, rancangan APBD, yang
telah disampaikan oleh Kepala daerah ;
d. Menyusun anggaran belanja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dan memberikan saran terhadap penyusunan anggaran belanja sekretariat.
167
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembasan di atas maka dapat dibuat
kesimpulan, yaitu :
1. Faktor internal berpengaruh signifikan terhadap fungsi legislasi DPRD Kota
Bandar Lampung periode tahun 2014-2019, besarnya pengaruh faktor internal
terhadap fungsi legislasi DPRD Kota Bandar Lampung sebesar 12,6%,
artinya, dalam melaksanakan fungsi legislasi DPRD Kota Bandar Lampung
harus memperhatikan faktor internal seperti memiliki SDM yang berkualitas,
harus memiliki SDM yang memiliki pengalaman berorganisasi yang
mempuni, serta pengembangan SDM seperti seminar, diklat kepartaian yang
berkaitan dengan fungsi legislasi harus dilaksanakan secara efektif.
2. Faktor faktor eksternal berpengaruh signifikan terhadap fungsi legislasi DPRD
Kota Bandar Lampung periode tahun 2014-2019, besarnya pengaruh faktor
eksternal terhadap fungsi legislasi DPRD Kota Bandar Lampung sebesar
14,4%%, artinya, dalam melaksanakan fungsi legislasi DPRD Kota Bandar
Lampung harus memperhatikan faktor eksternal seperti sarana prasana yang
memadai, ketersedian anggaran, tenaga ahli yang memadai baik kapasitas
maupun kuantitasnya serta dalam melaksanakan fungsi legislasi tersebut
dibutuhkan kerjasama dengan organisasi masyarakat atau dalam proses
pembuatan perda harus melibatkan partisipasi publik.
167
168
3. Faktor internal dan faktor eksternal secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap fungsi legislasi DPRD Kota Bandar Lampung periode
tahun 2014-2019, besarnya pengaruh faktor internal dan faktor eksternal
terhadap fungsi legislasi DPRD Kota Bandar Lampung sebesar 21,5%, artinya
dalam menjalankan fungsi legislasi DPRD memperhatikan ketercapaian target
dengan realisasi Peraturan Daerah, inisiatif dan prakarsa anggota DPRD Kota
Bandar Lampung dalam menjalankan fungsi legislasi harus ditingkatkan,
Peraturan Daerah yang dihasilkan harus terbuka transparan serta melibatkan
masyarakat sehingga kebutuhan masyarakat akan pentingnya payung hukum
terpenuhi atau Peraturan Daerah yang dihasilkan sesuai dengan prioritas
kebutuhan publik serta tidak membebani masyarakat.
4. Fungsi legislasi DPRD dalam membuat peraturan daerah lebih di pengaruhi
dan bernuansa “Politik”, artinya kreatifitas, inisiatif DPRD dalam
menjalankan fungsi legislasi dalam hal ini pembuatan Peraturan Daerah akan
muncul jika hasil akhir dari Peraturan Daerah tersebut “menguntungkan” serta
cenderung hanya mementingkan kepentingan pribadi semata, hal tersebut
terlihat dari 13 Peraturan Daerah yang dihasilkan DPR Kota Bandar Lampung
5 diantaranya adalah Peraturan Daerah yang berkaitan dengan anggaran yaitu
a) Perda hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPR Kota
Bandar Lampung b) Perda APBD Perubahan Tahun 2015 c) Peraturan Daerah
tentang APBD Perubahan Tahun 2016 d) Peraturan Daerah tentang
Pertanggungjawaban APBD 2016 e) Peraturan Daerah tentang APBD 2018.
169
B Saran
Upaya mengoptimalkan pelaksanaan fungsi legislasi DPRD terutama
dalam pembuatan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) menjadi Peraturan
Daerah (Perda) di DPRD Kota Bandar Lampung, maka saran yang penulis ajukan
adalah :
1. Untuk meningkatkan faktor internal khusunya yang berkaitan dengan kualitas
SDM DPRD Kota Bandar Lampung, hendaknya frekuensi pengadaan Bimtek
harus lebih di insentifkan lagi, dengan harapan dapat lebih meningkatkan
pengetahuan, keterampilan anggota DPR dalam bekerja sesuai dengan
tufoksinya masing-masing khusunya dalam melaksanakan fungsi legislasi
2. Untuk meningkatkan faktor eksernal khususnya yang berkaitan dengan
“rendahnya partisipasi masyarakat dalam perancangan peraturan daerah”
hendaknya anggota DPRD Kota Bandar Lampung meningkatkan pelibatan
publik dalam setiap perancangan peraturan daerah misalnya dengan
melakukan reses, melakukan musrenbang, turun ke dapilnya masing-masing
untuk mendengarkan aspirasi masyarakat dengan demikian diharapkan perda
yang dibuat dapat sesuai dengan aspirasi masyarakat dan tidak memihak pada
kepentingan tertentu, yang pada akhirnya masyarakat dalam melaksanakan
perda tersebut, tidak berdasarkan keterpaksaan melainkan atas dasar
kewajiban yang telah disepakati bersama.
3. Untuk meningkatkan fungsi legislasi khususnya yang berkaitan dengan
ketercapaian target, meningkatkan inisiatif, prakarasa, serta pemenuhan
kepentingan publik terhadap Peraturan Daerah hendaknya anggota DPRD
Kota Bandar Lampung menanamkan kesadaran diri bahwa mereka adalah
170
wakil rakyat, di gaji dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, sehingga
produk Peraturan Daerah yang dibuat sudah selayaknya harus pro rakyat,
bukan Peraturan Daerah yang menguntungkan pihak-pihak tertentu saja.
171
DAFTAR PUSTAKA
Anajeng, 2014, Implementasi Fungsi Legislasi DPRD dalam Kerangka
Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta, Fokus Media.
Arikunto, S. 2001. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta,
Rineka Karya.
Attamimi, Hamid, 2000, Asas-asas Pembentukan Peraturan (Algemen
Beginselen Van Behoorlijke Wetgeving) Jakarta, Universitas
Indonesia Pers
Budiardjo, Miriam, 2005, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama.
Budiardjo, Miriam, 2007, DPRD dan Peranannya, Bandung, Bina Cipta.
Budiman, 2007, Pengembangan SDM dan Profesional kerja, PT Indeks,
Jakarta.
Darmodiharjo, Darji, 2007. Manajemen Lingkungan Organisasi.
Jakarta.Pustaka Indah.
David, Osborne dkk, 2005, Reinventing Government Edisi Terjemahan,
Jakarta, Gramedia.
Fauzan, Muhammad, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah Yogyakarta,UII
Press.
Hasibuan, Malayu 2009, Manajeman Pengertian dan Masalah, Edisi
Revisi, Jakarta, CV Mas Agung.
Hoessin, 2000, Titik Berat Otonomi. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada
Irawan, Tjandra, 2003, Legal Drafting Teori dan Teknik Pembuatan
Peraturan Daerah, Yogyakarta:Universitas Atmajaya.
Isra, Saldi. 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi. Jakarta, Raja Grafindo.
Khoirudin, 2005, Sketsa Kebijakan Desentralisasi Di Indonesia: Format
Masa Depan Otonomi Menuju Kemandirian Daerah, Malang:
Averroes Press.
Kusnardi, Moh. dan Ibrahim, Harmaily, 2013, Pengantar Hukum Tata
Negara Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta, Pusat Studi Hukum Tata
Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
172
Kussriyanto, 2011, Iklim Organisasi dan Suasana Kerja. Bandung,
Rajawali News.
Leuven,2011, Pengetahuan (Knowledge, Science), Keterampilan Teknis
(Skill, Teknologi) dan Sikap Perilaku(Attitude). Bandung,Mandar
Maju.
Lipset, 2007, Public Policy Analisis, Strategi Teori dan Praktek,
Surabaya, ITS Press.
Manan, Bagir, 2005, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD
1945, Jakarta, Sinar Harapan.
Manan, Bagir, 2005, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu
Negara, Bandung, Mandar Maju.
Manan. Bagir, 2002, Otonomi Daerah, Sketsa, Gagasan dan Pengalaman.
Jakarta, Media Pustaka.
Marbun, 2012, Implementasi Fungsi Legislasi DPRD dalam Kerangka
Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta, Fokus Media.
Mardiasmo, 2009, Akuntansi Sektor Publik, Edisi Pertama, Cetakan
Pertama, Jakarta, Grasindo.
Mathis, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. PT
Prenhalindo.
Muin, Fahmal, 2008, Peran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak
Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, Cet. ke 2, Jakarta
Total Media.
Muslimin, Amrah, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah.
Yogyakarta, Pustaka Indah.
Ndraha, Tazitudulu, 2003, Kibernologi Ilmu Pemerintahan, Jakarta,
Grasindo.
Nugroho, Riant, 2004, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, dan
Evaluasi, Jakarta, Grasindo
Rasyid, M. Ryaas, 2003, Prospek Otonomi Daerah. Jakarta, Rajawali
Press.
Purwadarminta,2010, Kompetensi Karyawan, Yakarta, Gramedia.
Sarundajang, 2000, Otonomi Birokrasi PartisipasI, Semarang, Dahara
Preze.
173
Siagian, Sondang, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung,
Mandar Maju.
Soebono, Wirjosoegito, 2004, Proses & Perencanaan Peraturan
Perundangan, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Soemantri M, Sri. 2008, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia.
Bandung, Alumni.
Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif R dan D,
Bandung, Alfabeta
Surbakti, 2011, Memahami Ilmu Politik di Indonesia, Jakarta, PT. Fokus
Media.
Thoha, Mifta, 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava
Media.
Yasir, Armen, 2008, Hukum Perundang-Undangan, Jakarta,
PT.Rajagrafindo.
Yuliandri, 2009, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Jurnal-Jurnal
Hendro Susilo, 2014, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Legislasi
Pembuatan Perda pada DPRD Bantul Yogyakarta, Jurnal, Ilmu
Pemerintahan,Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Gajah Mada(di Akses 14 Februari 2018).
Rizal Efendi, 2013, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Legislasi
DPRD Kabupaten Pringsewu Jurnal Jurusan Administrasi Publik,
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Malang, (di
Akses 14 Februari 2018).
Santori, 2012, Pengaruh Faktor Internal dan Faktor Ekternal terhadap
Fungsi Legislasi DPRD Kabupaten Tulang Bawang, Jurnal
Universitas Bandar Lampung Magister Administrasi Negara (di
Akses 14 Februari 2018).