38
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI MAKANAN BERPATI (UBI KAYU, UBI JALAR DAN TAPIOKA) DI KOTA MEDAN USULAN PENELITIAN HENNY CROSITA LIMBONG 130304068 AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI MAKANAN BERPATI

(UBI KAYU, UBI JALAR DAN TAPIOKA) DI KOTA MEDAN

USULAN PENELITIAN

HENNY CROSITA LIMBONG

130304068

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Page 2: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

2

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI MAKANAN BERPATI

(UBI KAYU, UBI JALAR DAN TAPIOKA) DI KOTA MEDAN

USULAN PENELITIAN

Oleh :

HENNY CROSITA LIMBONG

130304068

AGRIBISNIS

Usulan Penelitian Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec) (H. M. Mozart B. Darus, M.Sc) NIP. 196302041997031001 NIP. 196210051987031005

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

Page 3: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketahanan pangan merupakan fenomena yang cukup kompleks karena mencakup

banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan sesuai

dengan tujuan dan ketersediaan data. Definisi ketahanan pangan berubah dari

suatu periode ke periode berikutnya. Tahun 1970-an, ketahanan pangan menjadi

isu internasional karena adanya krisis pangan global. Awalnya ketahanan pangan

didefinisikan sebagai kondisi ketersediaan pangan baik ditingkat internasional

maupun nasional yang terfokus ke pada padi-padian. Hal ini menyebabkan

kebijakan ketahanan pangan yang dikenal dengan Food Availibility Approach

(FFA). Jika persediaan pangan terpenuhi maka para pedagang dapat menyalurkan

pangan secara merata dan efisien sehingga harga pangan akan stabil dan dapat

terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Namun yang terjadi adalah meski

persediaan pangan cukup namun sebagian masyarakat masih menderita kelaparan

karena tidak memilki akses terhadap pangan (Dirhamsyah dkk, 2016).

Ada tiga hal yang menunjukkan arti penting dan strategis pemantapan ketahanan

pangan. Pertama, pangan yang cukup dan bergizi merupakan komponen utama

dalam pembangunan manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Kedua,

memperoleh pangan yang cukup, aman, dan bergizi merupakan hak asasi setiap

orang untuk bebas dari kelaparan. Ketiga, ketahanan pangan merupakan pilar bagi

ketahanan nasional, karena tanpa pangan yang cukup, tidak ada satu bangsa pun

dapat melaksanakan pembangunan politik, ekonomi, sosial, budaya hingga

keamanan negara dengan baik. Ringkasnya, ketahanan pangan merupakan basis

Page 4: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

2

bagi pengembangan sumber daya manusia berkualitas dan bagi pengembangan

ketahanan nasional suatu bangsa dan negara yang berdaulat (Suryana, 2013).

Dalam upaya menanggulangi kerawanan pangan pemerintah telah mencanangkan

Program Peningkatan Ketahanan Pangan (BKP), berdasarkan UU No. 7 tahun

1996 tentang Pangan. Kemudian pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden

No.68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, yaitu pengembangan diversifikasi

konsumsi pangan yang bertumpu pada keanekaragaman sumber daya pangan,

kelembagaan, dan budaya lokal. Untuk memenuhi sumber karbohidrat, Indonesia

semakin tergantung pada beras dan gandum (Richana, 2013).

Tak hanya menunjang ketahanan pangan, diversifikasi pangan dengan

memanfaatkan sumber daya hayati lokal juga dapat menunjang pemenuhan gizi

masyarakat karena sumber pangan menjadi lebih beragam. Tidak ada satupun

bahan makanan tunggal di dunia ini yang mengandung semua gizi yang

diperlukan tubuh secara ideal. Oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan gizi,

masyarakat seharusnya mengkonsumsi sumber karbohidrat lainnya selain beras.

Indonesia memiliki banyak jenis dan ragam umbi-umbian yang potensial sebagai

bahan pangan alternatif pengganti beras. Sayangnya potensi umbi-umbian tersebut

belum dikembangkan sebagaimana mestinya. Hanya singkong, ubi jalar, ganyong,

talas dan kentang yang saat ini sudah banyak dikembangkan itupun belum

maksimal (Wardhana, 2013).

Ketahanan pangan adalah tersedianya pangan yang cukup, merata dan terjangkau

dan setiap orang mampu mengkonsumsi pangan yang aman dan bergizi sesuai

pilihannya guna melayani kehidupan sehat dan produktif. Salah satu kebijakan

Page 5: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

3

ketahanan pangan adalah penganekaragaman konsumsi pangan. Indonesia sudah

melakukan diversifikasi sejak 2010 lalu. Diharapkan ditahun yang akan datang

masyarakat bisa menganggap bahwa bahan pokok tak hanya nasi, diversifikasi

pangan bisa dilakukan karena Indonesia kaya akan bahan pokok selain beras

(Setiawan, 2015).

Realitas menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu bangsa Indonesia tidah pernah

lepas dengan kerawanan masalah pangan. Masalah utama pada ketersediaan

pangan nasional dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Pada

tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia menurut sensus yang dilakukan BPS

menunjukkan lebih dari 237 juta jiwa. Diperkira pada tahun 2020 angka tersebut

akan mencapai 274 juta jiwa. Jika pertambahan populasi dihitung secara linier

sebesar 1,6% per tahun, maka dibutuhkannya persediaan pangan yang cukup

besar. Kebutuhan pangan yang terbesar yang dimaksudkan disini adalah pangan

sumber karbohidrat, yaitu sekitar separuh lebih (>50%) dari kebutuhan energi per

orang per hari (Gardjito dkk, 2013).

Memang tidak ada orang yang bisa mengetahui persis berapa banyak pangan yang

dibutuhkan dunia di tahun-tahun mendatang, apalagi untuk suatu periode jangka

panjang. Oleh karena itu, orang hanya bisa memprediksi dan risiko kesalahan

prediksi selalu ada. Prediksi-prediksi yang dibuat bisa jauh lebih besar atau lebih

kecil daripada kenyataannya nanti. Namun, dengan meningkatnya pendidikan,

pengetahuan akan gizi, dan kesejahteraan masyarakat, ditambah dengan

pertumbuhan penduduk setiap tahun, konsumsi masyarakat Indonesia terhadap

produk-produk pangan tersebut sangat berpotensi meningkat (Tambunan, 2003).

Page 6: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

4

Perlu dipahami dan diketahui oleh bangsa Indonesia yang sedang menuju era

ekonomi perdagangan bebas adalah pasar komoditas pangan yang semakin

terbuka terhadap pengaruh pasar nasional. Persaingan diantara produk pangan

dalam negeri dengan komoditas pangan sejenis di pasar internasional tidak dapat

dihindari. Oleh karena itu, perlu diciptakan upaya meningkatkan kapasitas

produksi melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang berbasis

komoditas pertanian dan pangan dengan melakukan diversifikasi pangan,

mengoptimalkan pemanfaatan SDA nasional, efisiensi penerapan teknologi

spesifik lokasi, mengembangkan manajemen, dan prasarana ekonomi untuk

menghasilkan produk-produk pertanian dan pangan yang berdaya saing tinggi

(Herdiawan, 2012).

Sudah saatnya sekarang pemerintah meninjau kembali kebijakan pangan yang

selama ini ternyata tidak berfungsi baik. Melihat kondisi saat ini dan dengan

harapan yang lebih baik ke depan, pemerintah harus mempunyai dua kebijakan

yang saling mendukung, yakni kebijakan stabilisasi harga yang merupakan

kebijakan jangka pendek, dan kebijakan produksi yang merupakan kebijakan

jangka panjang (Tambunan, 2003).

Berbagai perubahan pada cara-cara produksi, distribusi, dan penjualan makanan

memunculkan banyak perdebatan. Namun, permasalahan etik berkaitan dengan

pangan telah jauh melebihi kekhawatiran akan kesejahteraan hidup, perusakan

lingkungan, dan ketidakseimbangan anatar kebutuhan dan ketersediaan pangan di

sejumlah belahan dunia. Saat makanan sampai di tangan konsumen, berbagai

persoalan etik menjadi hal yang sangat pribadi, yang akan mempengaruhi

Page 7: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

5

kesehatan dan gaya hidup. Kita perlu menentukan bagaimana dan apa yang akan

kita konsumsi (Kerr, 2009).

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi ketersediaan ubi kayu, ubi jalar

dan tapioka di Kota Medan?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi konsumsi ubi kayu, ubi jalar,

dan tapioka di Kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan ubi

kayu, ubi jalar dan tapioka di Kota Medan.

2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi ubi

kayu, ubi jalar dan tapioka di Kota Medan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian dalam hal ini diharapkan dapat berguna antara lain sebagai berikut:

1. Bagi penulis, menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi ketersediaan dan konsumsi ubi kayu, ubi jalar dan tapioka di

Kota Medan,

2. Bagi akademis, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan melakukan

penelitian yang sama.

Page 8: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

6

3. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dan lembaga terkait lainnya dalam

pengambilan keputusan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

ketersediaan dan konsumsi ubi kayu, ubi jalar dan tapioka di Kota Medan.

Page 9: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Makanan Berpati

Pati, polisakharid yang ditemukan demikian melimpahnya dalam butiran padi-

padian dan akar-akaran serta umbi-umbian, adalah salah atu sumber energi yang

sangat penting dalam makanan manusia. Dilihat dari susunannya, pati tersebut

merupakan suatu campuran amilose (polisakharid yang berantai lurus) dan

amilopektin yang berantai cabang. Pati tidak larut dalam air dingin. Dalam pangan

mentah, pati tersebut terdapat dalam butiran yang kalau dipanaskan dalam air,

mengambang, pecah dan melepaskan pati. Selanjutnya pati tersebut membentuk

suatu bahan yang rekat dan mudah dicernakan. Pada hidrolisis, pertama-tama pati

menghasilkan dekstrin, lalu meltose dan akhirnya glukose. Kalau pati dimakan

dalam jumlah yang lebih banyak dari yang dibutuhkan untuk menyediakan energi

yang diperlukan, maka setelah dicernakan, bahan tersebut dirubah menjadi lemak

dan disimpan sebagai jaringan lemak (Suhardjo, 1986).

Pati ubi kayu adalah hasil ekstraksi pati dari ubi kayu. Pati ubi kayu sering disebut

tapioka, atau aci. Pengolahan pati ubi kayu merupakan suatu proses untuk

memisahkan granula-granula pati dari umbinya. Granula-granula pati ini terikat

didalam sel-sel bersama dengan bahan lain pembentuk protoplasma berupa

protein, karbohidrat terlarut, lemak, dan lain-lain, sehingga perlu dipisahkan pada

proses pemurnian, pemisahan air dan pengeringan, dan finishing (Richana, 2013).

Page 10: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

8

Ubi Kayu

Tanaman pangan berupa perdu ini punya nama lain yaitu ubi kayu, ketela pohon

atau dalam bahasa inggris: cassava. Singkong adalah jenis tanaman tahunan di

daerah tropis dan subtropis yang berasal dari Brazil, Amerika Selatan, yang

menyebar sampai ke Afrika, Madagaskar, India, Tiongkok dan Indonesia.

Singkong masuk ke Indonesia pada tahun 1852 (Nurani dkk, 2007).

Sebagai tanaman pangan, ubi kayu merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar

500 juta manusia di dunia. Di Indonesia, tanaman ini menempati urutan pertama

sebagai sumber karbohidrat, ubi kayu merupakan penghasil kalori terbesar

dibandingkan dengan tanaman lain seperti ditunjukkan di tabel berikut:

Tabel 2.1. Nilai Kalori Sumber Karbohidrat No. Jenis Tanaman Nilai Kalori (Ka/Ha/Hr) 1. Ubi Kayu 250 x 103

2. Jagung 200 x 103

3. Beras 176 x 103

4. Sorgum 114 x 103

5. Gandum 110 x 103

Sumber: Prihandana dkk, 2008

Indonesia adalah penghasil ubi kayu urutan keempat terbesar di dunia setelah

Nigeria, Brasil, dan Thailand.Namun, pasar ubi kayu dunia dikuasai oleh Thailand

dan Vietnam (Prihandana dkk, 2008).

Secara umum singkong memiliki karakteristik kadar air (60,67%), berat jenis

(1,15 g/ml), kadar pati (35,93 %), rendemen pati (18,94%), kadar air pati (8,17%),

kadar amilosa (18,03 %), dan amilopektin (81,97 %) serta tingkat konversi pati

menjadi glukosa secara enzimatis (64,92 %). Pati merupakan polisakarida yang

berbentuk dari tanaman hijau melalui proses fotosintesis. Bentuk pati berupa

kristal granula yang tidak larut dalam air pada temperatur ruangan dan memiliki

Page 11: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

9

perbedaan bentuk dan ukuran granulka tergantung pada jenis tanamannya

(Salim, 2011).

Produksi ubi kayu tahun 2005 sebesar 19,5 juta ton dengan areal seluas

1,24 juta Ha. Produktivitasnya yang relatif rendah, meskipun dari tahun ke tahun

terdapat tendensi peningkatan. Produktivitas ubi kayu pada tahun 1995 sebesar

11,7 ton/ha, tahun 2005 sebesar 15,5 ton/ha, dan tahun 2006 sebesar 16,2 ton/ha.

Produktivitas ini relatif kecil dibandingkan dengan data dari pusat atau balai

penelitian yang melaporkan bahwa produktivitas ubi kayu dapat mencapai

30-40 ton/ha (Giriarso, 2011).

Singkong merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah banyak diolah

menjadi berbagai produk jadi atau produk setengah jadi yang memiliki nilai

tambah lebih tinggi. Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya

karbohidrat, namun sangat miskin protein. Di Indonesia tanaman singkong

memiliki bermacam nama, antara lain singkong, ketela, ketela phoung, ubi kayu,

dan lain-lain (Salim, 2011).

Rentang produktivitas di tingkat petani adalah 14,3 – 18,8 ton/ha. Meskipun

dilahan kering pada tingkat 15-19 ton/ha, penanaman ubi kayu dilaporkan

memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan padi gogo dan palawija

lain. Dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

merekomendasikan produktivitas sebesar 20 – 25 ton/ha agar menguntungkan,

yaitu dengan B/C rasio lebih dari 1,0 dengan harga ubi ditingkat petani

Rp.250-Rp.300/kg (Giriarso, 2011).

Page 12: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

10

Ubi Jalar

Ubi jalar (Ipomoea batatas) atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal

dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal

tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian Tengah.

Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah

sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika bagian tengah

(Gardjito, 2013).

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori (energi) yang cukup

tinggi. Kandungan karbohidrat ubi jalar menduduki peringkat keempat setelah

padi, jagung, dan ubi kayu. Ubi jalar juga merupakan sumber vitamin dan mineral

sehingga cukup baik untuk memenuhi gizi dan kesehatan masyarakat. Vitamin

yang terkandung dalam ubi jalar adalah vitamin A (betakarotin), vitamin C,

thiamin (vitamin B1), dan rebovlavin (vitamin B2). Sedangkan mineral yang

terkandung dalam ubi jalar adalah zat besi (Fe), fosfor (P), kalsium (Ca), dan

natrium (Na). Kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam ubi jalar adalah

protein, lemak, serat kasar, kalori, dan abu (Juanda dan Cahyono, 2000).

Ubi jalar amat penting dalam tatanan penganekaragaman (diversifikasi) makanan

penduduk. Sebagai sumber pangan ubi jalar memberikan kontribusi istimewa, dari

umbi segarnya yang dipanen bisa langsung diolah untuk dikonsumsi dengan cara

dibakar, digoreng, direbus, dan/ataupun dikukus. Demikian pula dari pucuk

daunnya di ladang bisa dipetik untuk disayur dengan resep yang beragam. Dari

umbinya bagian yang dapat dimakan sebesar 86%, sedangkan baguan daunnya

yang bisa dimakan sebesar 73% (Gardjito, 2013).

Page 13: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

11

Tapioka

Tepung tapioka (kanji) dibuat secara langsung dari singkong segar. Pada proses

pembuatan tepung tapioka, tersisa limbah yang masih dapat dimanfaatkan yaitu

ampas singkong hasil ekstraksi meskipun hanya sedikit. Ampas tersebut dapat

diproses menjadi tepung singkong/kasava. Tepung tapioka adalah pati dari umbi

singkong yang dikeringkan dan dihaluskan. Tepung tapioka merupakan produk

awetan singkong yang memiliki peluang pasar yang sangat luas. Dengan

demikian, diharapkan dapat memberikan kesempatan berusaha dan kesempatan

kerja bagi masyarakat setempat, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup

(Suprapti, 2005).

Pati ubi kayu sering kali disebut juga sebagai pati tapioka. Tapioka tersusun atas

pati sekitar 85%, dengan sifat-sifat tidak larut dalam air dingin, dapat membentuk

gel dalam air panas, tidak berasa, tidak berwarna. Ukuran granulanya 5-35

mikron, bentuk granulanya bulat, permukaannya datar, salah satu sisinya

mengandung celah. Granula pati tidak terlarut dalam air dingin, sehingga apabila

granula pati dicampur dengan air dingin, maka akan terjadi penyerapan air

(hidrasi) dan sedikit penggelembungan bersifat balik (reversible) karena pati

dapat dikeringkan kembali tanpa perubahan strukturnya. Jumlah maksimum air

yang diserap adalah 30%. Pati ubi kayu mengandung pati resistan (pati yang tidak

dapat dicerna) tipe II sebanyak 74,94%, serta pati resistan tipe III sekitar 0,44%

(Gardjito, 2013).

Page 14: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

12

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Ketersediaan

Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem

ketersediaan dan distribusi pangan serta subsistem konsumsi. Ketersediaan dan

distribusi menfasilitasi pasokan pangan yang stabil dan merata ke seluruh

wilayah, sedangkan subsistem konsumsi memungkinkan setiap rumah tangga

memperoleh pangan yang cukup dan memanfaatkannya secara bertanggung jawab

untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggotanya. Dengan demikian,

ketahanan pangan adalah isu ditingkat wilayah hingga tingkat keluarga, dengan

dua elemen penting yaitu ketersediaan pangan dan akses setiap individu terhadap

pangan yang cukup (Dirhamsyah dkk, 2016).

Wicaksono (2009) dalam Lestari (2013) Menurut Thomas Robert Malthus

menyebutkan dalam teorinya bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur

sedangkan pertumbuhan ketersediaan pangan mengikuti deret hitung. Pada kasus

ini dimana terdapat permasalahan meledaknya jumlah penduduk dikota yang tidak

diimbangi dengan ketersediaan pangan pun berkurang, hal ini merupakan

pertimbangan yang kurang menguntungkan. Jika kita kembali ke teori Malthus,

mengkehendaki produksi pangan harus lebih besar dibandingkan jumlah dan

pertumbuhan penduduk. Sehingga berdasarkan teori ini diperkirakan suatu saat

daerah di Indonesia tidak memiliki lahan pertanian lagi, sebab perkembangan

yang pesat terjadi pada pembukaan dan penggunaan lahan untuk kawasan

pemukiman penduduk. Namun ketersediaan lahan yang semakin terbatas telah

menimbulkan biaya yang tinggi bagi penduduk untuk mendapatkannya. Hal ini

Page 15: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

13

berdampak kepada biaya investasi yang tinggi untuk membangun kawasan

produktif yang strategis.

Mubyarto (1989) dalam Sembiring (2016) menyatakan ketersediaan dalam

lingkup pangan adalah tersedianya pangan dalam jumlah yang cukup, aman, dan

bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi

sendiri, impor, cadangan pangan, maupun bantuan pangan. Atau dapat diartikan

sebagai jumlah pangan yang disediakan di suatu wilayah mencakup produksi,

impor/ekspor, bibit/benih, bahan baku industri pangan dan non pangan,

penyusutan/tercecer dan yang tersedia untuk dikonsumsi.

Permentan Nomor 65 tanun 2010 dalam Siahaan (2012) menyatakan ketersediaan

pangan berfungsi menjamin impor pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh

penduduk, dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya,

Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu produksi dalam negeri,

impor dan pengelolaan cadangan pangan. Apabila suatu negara tidak dapat

memenuhi ketersediaan pangannya dari produksi dalam negeri dan pengelolaan

cadangan makanan maka untuk memenuhi kebutuhannya negara tersebut harus

mengimport dari negara lain.

Menurut Farida, dkk (2010) dalam Lestari (2013) komponen ketersediaan dan

stabilitas pangan dipengaruhi oleh sumber daya (alam, manusia, dan sosial) dan

produksi pangan (on farm dan off farm). Akses pangan menunjukkan jaminan

bahwa setiap rumah tangga dan individu mempunyai sumberdaya yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan pangan sesuai dengan norma gizi. Kondisi tersebut

tercermin dari kemampuan rumah tangga untuk meningkatkan pendapatan rumah

Page 16: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

14

C = a + bY

tangga dan produksi pangan. Hal ini tergantung pada harga pangan maupun

tingkat sumberdaya yang terdapat dalam keluarga, yaitu meliputi tenaga kerja

(labour) dan modal (capital). Ketersediaan tenaga kerja merupakan dimensi fisik

dari sumber daya yang diperlukan untuk proses produksi.

2.2.2. Konsumsi

Menurut Partadireja (1990) dalam Ambarwati (2014) konsumsi dapat diartikan

sebagai bagian pendapatan rumah tangga yang digunakan untuk membiayai

pembelian aneka jasa dan kebutuhan lain. Besarnya konsumsi selalu berubah-ubah

sesuai dengan naik turunnya pendapatan, apabila pendapatan meningkat maka

konsumsi akan meningkat. Sebaliknya, apabila pendapatan turun maka konsumsi

akan turun.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi yaitu:

1. Pendapatan

Semakin besar pendapatan maka jumlah konsumsi cenderung semakin besar.

Rumus antara pendapatan dan konsumsi.

Keterangan:

a = konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah 0

b = kecondongan konsumsi marginal,

C = tingkat konsumsi

Y = tingkat pendapatan nasional.

Sedangkan kecenderungan menambahkan konsumsi yang dikarenakan adanya

tambahan pendapatan (MPC = Marginal Propencity to Consume) dapat

dirumuskan:

Page 17: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

15

Keterangan:

∆ C = Perubahan jumlah konsumsi

∆ Y = Perubahan pendapatan

Dan kecenderungan menambah tabungan dikarenakan adanya tambahan

pendapatan (Marginal Propencity to Save) dirumuskan:

Keterangan:

∆ S = Perubahan tabungan

∆ T = Perubahan pendapatan

Antara MPC dan MPS diperoleh hubungan sebagai berikut “Semakin besar

pendapatan, semakin kecil bagian pendapatan itu digunakan untuk mengonsumsi

barang pokok dan semakin meningkat bagian pengeluaran untuk konsumsi barang

mental”. Pernyataan ini dikenal dengan istilah Engel’s Low.

2. Harga Barang dan Jasa

Secara normal jika harga naik, maka permintaan terhadap barang tersebut akan

turun dan jika harga barang turun makan permintaan barang tersbeut akan naik,

kecuali barang tersebut merupakan barang kebutuhan pokok.

3. Kebiasaan Konsumen

Perilaku konsumtif seseorang yang mempunyai kebiasaan belanja secara

berlebihan yang belum tentu diperlukannya akan meningkatkan gejala

konsumerisme di masyarakat.

Page 18: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

16

4. Adat Istiadat

Pada acara tertentu yang merupakan adat istiadat orang di suatu daerah akan

membutuhkan barang-barang tertentu yang mungkin tidak sama di tiap-tiap

daerah.

5. Barang Substitusi

Jika harga suatu barang naik, maka banyak konsumen akan beralih ke barang

subsitusi untuk memenuhi kebutuhannya.

6. Selera Konsumen

Setiap konsumen mempunyai selera yang berbeda satu dengan yang lain dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga selera akan mempengaruhi tingkat

konsumsi seseorang (Wardayadi, 2012).

Penganekaragaman konsumsi pangan dilakukan dengan :

a. Mempromosikan penganekaragaman konsumsi pangan.

b. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi

aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang

c. Meningkatkan keterampilan dalam pengembangan olahan pangan lokal.

d. Mengembangkan dan mendiseminasikan teknologi tepat guna untuk

pengolahan pangan lokal.

Melalui gerakan konsumsi pangan Nusantara ini, diharapkan ada transformasi

budaya makanan dalam menghasilkan anak bangsa yang mengonsumsi makanan

yang beragam, bergizi, berimbang, aman dan bermartabat, sehingga pada akhirnya

tercipta masyarakat baru dari bangsa yang sejahtera, sehat, produktif, kreatif, dan

mampu melakukan inovatif (Gardjito, 2013).

Page 19: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

17

2.3. Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian Lisa Lestari (2013) yang berjudul “Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Strategis di Sumatera

Utara” dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ketersediaan beras di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi

oleh luas panen padi, harga beras, jumlah penduduk dan konsumsi beras.

2. Ketersediaan cabai di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi

oleh produksi cabai, harga cabai, dan konsumsi cabai.

3. Konsumsi beras di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi

oleh jumlah penduduk, harga beras, produksi beras dan pendapatan perkapita.

4. Konsumsi cabai di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi

oleh pendapatan perkapita, harga cabai, dan produksi cabai.

Penelitian Kurniawan Saleh (2015) yang berjudul “Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Konsumsi dan Ketersediaan Beras di Kota Binjai” dari hasil

penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Variasi yang terjadi pada harga beras, PDRB, dan harga ikan dapat

menjelaskan variasi konsumsi beras sebesar 85,9%, sedangkan untuk variasi

yang terjadi pada harga beras, luas areal panen, dan produktivitas dapat

menjelaskan variasi ketersediaan beras sebesar 98,6%.

2. Secara serempak variabel harga bebas, PDRB dan harga ikan memberikan

pengaruh yang sangat signifikan terhadap konsumsi beras, sedangkan harga

beras, luas areal panen dan produktivitas juga memberikan pengaruh yang

sangat signifikan terhadap ketersediaan beras.

Page 20: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

18

3. PDRB memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap konsumsi beras

di kota Binjai.

4. Luas areal panen dan produktivitas memiliki hubungan yang positif dan

signifikan terhadap ketersediaan beras di kota Binjai.

2.4. Kerangka Pemikiran

Ketersediaan ubi kayu, ubi jalar dan tapioka diantaranya dapat dipengaruhi oleh

Luas Panen , Harga, Jumlah penduduk, Produksi dan Konsumsi. Sedangkan

konsumsi ubi kayu, ubi jalar dan tapioka dapat dipengaruhi oleh jumlah

penduduk, harga, produksi dan pendapatan. Secara sistematis, kerangka pemikiran

dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan : = Menyatakan pengaruh = Menyatakan Hubungan

Ketersediaan Makanan Berpati

Konsumsi Makanan Berpati

Faktor Ketersediaan ubi kayu: - Luas Panen Ubi Kayu - Harga Ubi kayu - Jumlah Penduduk - Konsumsi Ubi Kayu

Faktor Ketersediaan Ubi Jalar: - Luas Panen Ubi Jalar - Harga Ubi Jalar - Jumlah Penduduk - Konsumsi Ubi Jalar

Faktor Ketersediaan Tapioka: - Produksi Tapioka - Harga Tapioka - Jumlah Penduduk - Konsumsi Tapioka

Faktor Konsumsi ubi kayu: - Jumlah penduduk - Harga Ubi Kayu - Produksi Ubi Kayu - Pendapatan

Faktor Konsumsi Tapioka: - Jumlah penduduk - Harga Tapioka - Produksi Tapioka - Pendapatan

Faktor Konsumsi ubi jalar: - Jumlah penduduk - Harga Ubi Jalar - Produksi Ubi Jalar - Pendapatan

Page 21: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

19

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Makanan Berpati (Ubi Kayu, Ubi Jalar dan Tapioka) di Kota Medan

2.5. Hipotesis Penelitian

Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih

bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis Ilmiah

mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti.

Dalam upaya pembuktian hipotesis, penelitian dapat saja dengan sengaja

menimbulkan atau menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan

atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.

Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran maka

hipotesis dalam penelitian dapat diketahui sebagai berikut:

1. Ketersediaan ubi kayu di Kota Medan secara serempak dan parsial dipengaruhi

oleh luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk, dan konsumsi ubi

kayu; Ketersediaan ubi jalar di Kota Medan secara serempak dan parsial

dipengaruhi oleh luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk, dan

konsumsi ubi jalar; Ketersediaan tapioka di Kota Medan secara serempak dan

parsial dipengaruhi oleh Produksi tapioka, harga tapioka, jumlah penduduk,

dan konsumsi tapioka.

2. Konsumsi ubi kayu di Kota Medan secara serempak dan parsial dipengaruhi

oleh jumlah penduduk, harga ubi kayu, produksi ubi kayu dan pendapatan;

Konsumsi ubi jalar di Kota Medan secara serempak dan parsial dipengaruhi

oleh jumlah penduduk, harga ubi jalar, produksi ubi jalar dan pendapatan;

Konsumsi tapioka di Kota Medan secara serempak dan parsial dipengaruhi

oleh jumlah penduduk, harga tapioka, produksi tapioka dan pendapatan.

Page 22: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

20

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Medan. Daerah penelitian ini dipilih secara

sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa daerah ini bukan

merupakan daerah penghasil ubi kayu, ubi jalar dan tapioka tetapi mendapatkan

dari daerah yang berada disekitarnya.

Tabel 3.1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kota Tahun 2015 di Sumatera Utara

No Kota Luas Wilayah (km2)

Jumlah Penduduk

(jiwa/person)

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

1. Sibolga 41,31 86 519 2 094 2. Tanjung Balai 107,83 167 012 1 549 3. Pematang Siantar 55,66 247 411 4 445 4. Tebing Tinggi 31,00 156 815 5 059 5. Medan 265,00 2 210 624 8 324 6. Binjai 59,19 264 687 4 472 7. Padang Sidempuan 114,66 209 796 1 830 8. Gunung Sitoli 280,78 135 995 484

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara 2016 (Sumatera Utara Dalam Angka)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kota Medan pada tahun 2015

merupakan kota yang memiliki jumlah penduduk yang paling banyak dan

kepadatan penduduk yang paling tinggi di Sumatera Utara.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data times series dengan range

tahun 2000-2015 yang dianalisis dengan alat bantuan program SPSS (Statistical

Package for Sosial Science) dan berupa Data Sekunder.

Page 23: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

21

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah menggunakan data sekunder.

Data Sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data misalnya melalui orang lain atau melalui dokumen. Penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan jenis data sekunder yang diperoleh peneliti dari

Badan Ketahanan Pangan, Biro Pusat Statistik, Departemen dan Dinas Pertanian

dan berbagai literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4. Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan segera ditabulasi, kemudian dibuat hipotesis,

dilanjutkan dengan metode analisis yang sesuai dengan hipotesis tersebut. Metode

analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

ketersediaan dan konsumsi ubi kayu, ubi jalar dan tapioka di Kota Medan dengan

model regresi linear berganda. Analisis regresi linier berganda ialah suatu alat

analisis dalam ilmu statistik yang berguna untuk mengukur hubungan matematis

antara lebih dari 2 peubah. Model regresi linier berganda yang memiliki variebel

penduga lebih dari satu, yaitu Xi sampai dengan Xn.

3.4.1. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Ubi Kayu

Keterangan:

Y = Ketersediaan Ubi Kayu (Kg)

a0 = Konstanta intersep

X1 = Luas panen Ubi kayu (Ha)

X2 = Harga ubi kayu (Rp/kg)

X3 = Jumlah penduduk (Juta jiwa)

Y = a0 + a1 X1 + a2 X2 + a3 X3 + a4 X4 + μ

Page 24: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

22

X4 = Konsumsi ubi kayu (Kg/kap/tahun)

Μ = Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

Uji statistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan ubi kayu

di Kota Medan

Koefisien Determinasi (R2) yang bertujuan melihat apakah variabe independent

cukup memberi arti terhadap variabel independentnya, dengan kata lain variasi

variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya sebesar (R2).

Secara serempak (Uji F) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi

kayu berpengaruh signifikan terhadap ketersediaan ubi kayu.

H1 : Luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi

kayu tidak berpengaruh signifikan terhadap ketersediaan ubi kayu.

Pengambilan keputusan:

Jika F-hitung > F –tabel atau signifikansi < 0,05 = terima H0 tolak H1

Jika F-hitung < F –tabel atau signifikansi > 0,05 = tolak H0 terima H1

Secara parsial (Uji t) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Luas panen ubi kayu tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi

kayu.

H1 : Luas panen ubi kayu berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.

H0 : Harga ubi kayu tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.

H1 : Harga ubi kayu berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.

H0 : Jumlah penduduk tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.

Page 25: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

23

H1 : Jumlah penduduk berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.

H0 : Konsumsi ubi kayu tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.

H1 : Konsumsi ubi kayu berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.

Pengambilan keputusan :

Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi < 0,005 = tolak H0 ; terima H1

Jika t-hitung < t-tabel atau signifikansi > 0,005 = tolak H1 ; terima H0

3.4.2. Ketersediaan Ubi Jalar

Keterangan:

Y = Ketersediaan Ubi jalar (Kg)

a0 = Konstanta intersep

X1 = Luas panen Ubi jalar (Ha)

X2 = Harga ubi jalar (Rp/kg)

X3 = Jumlah penduduk (Juta jiwa)

X4 = Konsumsi ubi jalar (Kg/kap/tahun)

Μ = Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

Uji statistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan ubi jalar

di Kota Medan

Koefisien Determinasi (R2) yang bertujuan melihat apakah variabe independent

cukup memberi arti terhadap variabel independentnya, dengan kata lain variasi

variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya sebesar (R2).

Y = a0 + a1 X1 + a2 X2 + a3 X3 + a4 X4 + μ

Page 26: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

24

Secara serempak (Uji F) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi

jalar berpengaruh terhadap ketersediaan ubi jalar.

H1 : Luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi

jalar tidak ber pengaruh terhadap ketersediaan ubi jalar.

Pengambilan keputusan:

Jika F-hitung > F –tabel atau signifikansi < 0,05 = terima H0 tolak H1

Jika F-hitung < F –tabel atau signifikansi > 0,05 = tolak H0 terima H1

Secara parsial (Uji t) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Luas panen ubi jalar tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar.

H1 : Luas panen ubi jalar berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar.

H0 : Harga ubi jalar tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar.

H1 : Harga ubi jalar berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar.

H0 : Jumlah penduduk tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar.

H1 : Jumlah penduduk berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar.

H0 : Konsumsi ubi jalar tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar.

H1 : Konsumsi ubi jalar berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar.

Pengambilan keputusan :

Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi < 0,005 = tolak H0 ; terima H1

Jika t-hitung < t-tabel atau signifikansi > 0,005 = tolak H1 ; terima H0

3.4.3. Ketersediaan Tapioka

Y = a0 + a1 X1 + a2 X2 + a3 X3 + a4 X4 + μ

Page 27: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

25

Keterangan:

Y = Ketersediaan Tapioka (Kg)

a0 = Konstanta intersep

X1 = Produksi Tapioka

X2 = Harga Tapioka (Rp/kg)

X3 = Jumlah penduduk (Juta jiwa)

X4 = Konsumsi Tapioka (Kg/kap/tahun)

μ = Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

Uji statistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan tapioka di

Kota Medan

Koefisien Determinasi (R2) yang bertujuan melihat apakah variabe independent

cukup memberi arti terhadap variabel independentnya, dengan kata lain variasi

variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya sebesar (R2).

Secara serempak (Uji F) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Produksi tapioka, harga tapioka, jumlah penduduk dan konsumsi tapioka

berpengaruh terhadap ketersediaan tapioka.

H1 : Produksi tapioka, harga tapioka, jumlah penduduk dan konsumsi tapioka

tidak ber pengaruh terhadap ketersediaan tapioka.

Pengambilan keputusan:

Jika F-hitung > F –tabel atau signifikansi < 0,05 = terima H0 tolak H1

Jika F-hitung < F –tabel atau signifikansi > 0,05 = tolak H0 terima H1

Page 28: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

26

Secara parsial (Uji t) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Produksi tapioka tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan tapioka.

H1 : Produksi tapioka berpengaruh nyata terhadap ketersediaan tapioka.

H0 : Harga tapioka tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan tapioka.

H1 : Harga tapioka berpengaruh nyata terhadap ketersediaan tapioka.

H0 : Jumlah penduduk tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan tapioka.

H1 : Jumlah penduduk berpengaruh nyata terhadap ketersediaan tapioka.

H0 : Konsumsi tapioka tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan tapioka.

H1 : Konsumsi tapioka berpengaruh nyata terhadap ketersediaan tapioka.

Pengambilan keputusan:

Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi < 0,005 = tolak H0 ; terima H1

Jika t-hitung < t-tabel atau signifikansi > 0,005 = tolak H1 ; terima H0

3.4.4. Konsumsi Ubi Kayu

Keterangan:

Y2 = Konsumsi ubi kayu (Kg/kapita/tahun)

b0 = Konstanta intersep

X1 = Jumlah penduduk (Juta jiwa)

X2 = Harga ubi kayu (Rp/kg)

X3 = Produksi ubi kayu (Kg)

X4 = Pendapatan perkapita (Rp)

μ = Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

Y2 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + μ

Page 29: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

27

Uji statistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ubi kayu di

Kota Medan

Koefisien Determinasi (R2) yang bertujuan melihat apakah variabe independent

cukup memberi arti terhadap variabel independentnya, dengan kata lain variasi

variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya sebesar (R2).

Secara serempak (Uji F) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Jumlah penduduk, harga ubi kayu, produksi ubi kayu dan pendapatan

perkapita berpengaruh terhadap konsumsi ubi kayu.

H1 : Jumlah penduduk, harga ubi kayu, produksi ubi kayu dan pendapatan

perkapita tidak berpengaruh terhadap konsumsi ubi kayu.

Pengambilan keputusan:

Jika F-hitung > F –tabel atau signifikansi < 0,05 = terima H0 tolak H1

Jika F-hitung < F –tabel atau signifikansi > 0,05 = tolak H0 terima H1

Secara parsial (Uji t) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Jumlah penduduk tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.

H1 : Jumlah penduduk berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.

H0 : Harga ubi kayu tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.

H1 : Harga ubi kayu berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.

H0 : Produksi ubi kayu tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu

H1 : Produksi ubi kayu berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.

H0 : Pendapatan perkapita tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.

H1 : Pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.

Page 30: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

28

Pengambilan keputusan :

Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi < 0,005 = tolak H0 ; terima H1

Jika t-hitung < t-tabel atau signifikansi > 0,005 = tolak H1 ; terima H0

3.4.5. Konsumsi Ubi Jalar

Keterangan:

Y2 = Konsumsi ubi jalar (Kg/kapita/tahun)

b0 = Konstanta intersep

X1 = Jumlah penduduk (Juta jiwa)

X2 = Harga ubi jalar (Rp/kg)

X3 = Produksi ubi jalar (Kg)

X4 = Pendapatan perkapita (Rp)

μ = Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

Uji statistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ubi jalar di

Kota Medan

Koefisien Determinasi (R2) yang bertujuan melihat apakah variabe independent

cukup memberi arti terhadap variabel independentnya, dengan kata lain variasi

variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya sebesar (R2).

Secara serempak (Uji F) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Jumlah penduduk, harga ubi jalar, produksi ubi jalar dan pendapatan

perkapita berpengaruh terhadap konsumsi ubi jalar.

H1 : Jumlah penduduk, harga ubi jalar, produksi ubi jalar dan pendapatan

perkapita tidak berpengaruh terhadap konsumsi jalar.

Y2 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + μ

Page 31: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

29

Pengambilan keputusan:

Jika F-hitung > F –tabel atau signifikansi < 0,05 = terima H0 tolak H1

Jika F-hitung < F –tabel atau signifikansi > 0,05 = tolak H0 terima H1

Secara parsial (Uji t) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Jumlah penduduk tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar.

H1 : Jumlah penduduk berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar.

H0 : Harga ubi jalar tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar.

H1 : Harga ubi jalar berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar.

H0 : Produksi ubi jalar tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar

H1 : Produksi ubi jalar berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar.

H0 : Pendapatan perkapita tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar.

H1 : Pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar.

Pengambilan keputusan:

Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi < 0,005 = tolak H0 ; terima H1

Jika t-hitung < t-tabel atau signifikansi > 0,005 = tolak H1 ; terima H0

3.4.6. Konsumsi Tapioka

Keterangan:

Y2 = Konsumsi Tapioka

b0 = Konstanta intersep

X1 = Jumlah penduduk (Juta jiwa)

X2 = Harga tapioka (Rp/kg)

X3 = Produksi tapioka (Kg)

X4 = Pendapatan perkapita (Rp)

Y2 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + μ

Page 32: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

30

μ = Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

Uji statistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tapioka di

Kota Medan

Koefisien Determinasi (R2) yang bertujuan melihat apakah variabe independent

cukup memberi arti terhadap variabel independentnya, dengan kata lain variasi

variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya sebesar (R2).

Secara serempak (Uji F) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Jumlah penduduk, harga tapioka, produksi tapioka dan pendapatan perkapita

berpengaruh terhadap konsumsi tapioka.

H1 : Jumlah penduduk, harga tapioka, produksi tapioka dan pendapatan perkapita

tidak berpengaruh terhadap konsumsi tapioka.

Pengambilan keputusan:

Jika F-hitung > F –tabel atau signifikansi < 0,05 = terima H0 tolak H1

Jika F-hitung < F –tabel atau signifikansi > 0,05 = tolak H0 terima H1

Secara parsial (Uji t) hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Jumlah penduduk tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi tapioka.

H1 : Jumlah penduduk berpengaruh nyata terhadap konsumsi tapioka.

H0 : Harga tapioka tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi tapioka.

H1 : Harga tapioka berpengaruh nyata terhadap konsumsi tapioka.

H0 : Produksi tapioka tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi tapioka.

H1 : Produksi tapioka berpengaruh nyata terhadap konsumsi tapioka.

H0 : Pendapatan perkapita tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi tapioka.

Page 33: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

31

H1 : Pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap konsumsi tapioka.

Pengambilan keputusan:

Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi < 0,005 = tolak H0 ; terima H1

Jika t-hitung < t-tabel atau signifikansi > 0,005 = tolak H1 ; terima H0

3.5. Interpretasi Hasil

3.5.1. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk menghindari adanya hubungan yang

linear antar variable bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa

metode, diantaranya adalah dengan melihat nilai tolerance dan VIF.

Jika nilai Toleransi atau VIF (Variance Inflation Factor) kurang dari 0,1 atau

nilai VIF melebihi 10.

Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8.

(Gujarati, 2007).

3.5.2. Uji Heteroskedastisitas

Model regresi Y= f(X1, X2, .... Xi) + ɛi juga memprasyaratkan nilai εi memiliki

varians yang sama dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Varian dari

ɛi dinyatakan dalam nilai σ2. Jika nilai σ2 bersifat konstan dari satu pengamatan ke

pengamatan lainnya, maka kondisi ini disebut dengan homoskedastis. Sedangkan

jika nilai σ2 berbeda dari satu pengamatan dengan pengamatan lainnya maka

disebut heteroskedastis atau non-heteroskedastis. Untuk keperluan ini maka perlu

dilakukan uji heteroskedastisitas dari model regresi yang kita bangun.

Indikasi suatu model mengalami heteroskedastisitas adalah nilai ε1 membentuk

hubungan yang signifikan dengan variabel prediktornya. Dalam hal ini, nilai ε1

Page 34: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

32

dapat berkolerasi positif atau berkolerasi negatif dengan variabel prediktornya.

Dengan adanya heteroskedastisitas ini maka akurasi model dapat mengalami

penurunan pada nilai variabel prediktor yang semakin besar (jika terjadi korelasi

positif) atau pada nilai variabel predictor yang semakin kecil (jika terjadi korelasi

negatif) (Nawari, 2010).

3.5.3 Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data

mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk

lonceng (bell shaped). Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti

distribusi normal, yakni distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau

menceng ke kanan.

Uji normalitas pada multivariat sebenarnya sangat kompleks, karena harus

dilakukan pada seluruh variabel secara bersama-sama. Namun, uji ini bisa juga

dilakukan pada setiap variabel, dengan logika bahwa jika secara individual

masing-masing variabel memenuhi asumsi normalitas, maka secara bersama-sama

(multivariat) variabel-variabel tersebut juga bisa dianggap memenuhi asumsi

normalitas (Santoso, 2010).

3.5.4. Uji Autokorelasi

Autokolerasi didefenisikan sebagai korelasi antara anggota observasi dalam

beberapa deret waktu (serial correlation) atau antara anggota observasi berbagai

objek atau ruang (spatial correlation). Uji autokorelasi terutama digunakan untuk

data time series. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model

Page 35: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

33

regresi yang digunakan, maka cara yang digunakan dengan melakukan pengujian

serial korelasi dengan metode Durbin-Waston.

3.6. Defenisi Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian

tentang istilah-istilah dalam penelitian, maka dibuat defenisi dan batasan

operasional sebagai berikut:

3.6.1. Defenisi

1. Ketersediaan ubi kayu adalah jumlah beras yang tersedia untuk dikonsumsi

oleh masyarakat Kota Medan.

2. Luas panen ubi kayu merupakan luas areal lahan yang akan dipanen pada

musim tertentu.

3. Harga ubi kayu adalah harga ubi kayu yang berada di Badan Ketahanan

Pangan (BKP) kota Medan.

4. Pertumbuhan jumlah penduduk berarti jumlah pangan yang harus disediakan

semakin banyak untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk.

5. Ketersediaan ubi jalar adalah jumlah beras yang tersedia untuk dikonsumsi

oleh masyarakat Kota Medan.

6. Luas panen ubi jalar merupakan luas areal lahan yang akan dipanen pada

musim tertentu.

7. Harga ubi jalar adalah harga ubi jalar yang berada di Badan Ketahanan

Pangan (BKP) kota Medan.

8. Ketersediaan tapioka adalah jumlah tapioka yang tersedia untuk dikonsumsi

oleh masyarakat Kota Medan.

Page 36: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

34

9. Jumlah produksi tapioka merupakan seluruh hasil kegiatan atau proses

menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas,

mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan.

10. Harga ubi kayu adalah harga ubi kayu yang berada di Badan Ketahanan

Pangan (BKP) kota Medan.

11. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan,

mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau

mengubah bentuk pangan.

12. Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan dari

aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan produk dan/atau jasa kepada

pelanggan.

13. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga

yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah

maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

3.6.2. Batasan Operasional

1. Data yang diambil adalah data dalam kurun waktu tahun 2006 sampai 2015

meliputi ketersediaan dan konsumsi makanan berpati (ubi kayu, ubi jalar dan

tapioka) di Kota Medan.

2. Penelitian dilakukan di kota Medan

3. Waktu penelitian dimulai tahun 2017.

Page 37: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

35

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, N. 2014. Skripsi: Analisis Kausalitas Antara Konsumsi Rumah Tangga Dengan PDRB Perkapita Di Jawa Tengah Periode Tahun 1986-2011. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

BPS Sumatera Utara. 2016. Sumatera Utara Dalam Angka 2016.

Dirhamsyah, dkk. 2016. KETAHANAN PANGAN; Kemandirian Pangan dan Kesejahteraan Masyarakat Daerah rawan Pangan di Jawa. Plantaxia. Yogyakarta.

Gardjito, dkk. 2013. Pangan Nusantara Karakteristik dan Prospek untuk Percepatan Diversifikasi Pangan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Giriarso, J dan Agus, M. 2011. Pembuatan Biotenol dari Tebu dan Singkong. Gema Buku Nusantara. Bandung.

Gujarati, D. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika. Erlangga. Jakarta

Herdiawan, D. 2012. Ketahanan Pangan & Radikalisme. Republika. Jakarta.

Juanda, D dan Cahyono. 2000. Ubi Jalar Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta.

Lestari, L. 2013. Skripsi: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Strategis di Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Kerr, J. 2009. Pangan Pro dan Kontra Pangan Modern. Tiga Serangkai. Solo.

Nawari. 2010. Analisis Regresi dengan MS Excel 2007 dan SPSS 17. PT Elex Media Kamputindo. Jakarta.

Nurani,dkk. 2007. Bercocok Tanam Ubi Kayu. Kanisius. Yogyakarta.

Richana, Nur. 2013. Menggali Potensi Ubi Kayu & Ubi Jalar. Nuansa Cendekia. Bandung.

Prihandana, dkk. 2008. Biotenol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Saleh, K. 2015. Skripsi: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi dan Ketersediaan Beras di Kota Binjai. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Salim, E. 2011. Mengolah Singkong menjadi Tepung Mocaf Bisnis Produk Alternatif Pengganti Terigu. Andi Offset. Yogyakarta.

Santoso, S. 2010. Statistik Multivariant. PT Elex Komputindo. Jakarta.

Page 38: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1. Henny Crosita... · banyak aspek sehingga setiap orang mencoba untuk menterjemahkan

36

Sembiring, T. 2016. Skripsi: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Kedelai di Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Setiawan, B. 2015. Budidaya Umbi-Umbian Padat Nutrisi. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Siahaan, P. 2012. Skripsi: Analisis Rasio Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Pangan Di Kota Medan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Suhardjo. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Diterjemahkan dari; Harper, L.J, dkk.1986. Food, Nutrition and Agriculture.

Suprapti, M. 2005. Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta.

Suryana, A. 2003. Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan Pangan. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Tambunan, T. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia: Beberapa Isu Penting. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Wardayadi. 2012. Kegiatan Ekonomi Konsumen dan Produsen. Dikutip dari: https://wardayadi.wordpress.com/materi-ajar/kelas-x/kegiatan-ekonomi-konsumen-produsen/. 14 februari 2017.

Wardhana, H. 2013. Inilah Umbi-umbian Lokal Indonesia yang Berpotensi sebagai Pangan Alternatif. Dikutip dari: http://www.kompasiana.com/wardhanahendra/inilah-umbi-umbian-lokal-indonesia-yang-berpotensi-sebagai-pangan-ternatif_5528be196ea83488268b45b3. 14 Februari 2017.