Upload
vukien
View
220
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
46
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 Januari 2010
Umyati
47
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, 04 Februari 2010
UMYATI, NIM : 105101003259
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan kerja pada Pekerja
Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
Tahun 2009.
(xviii, 104 halaman, 32 tabel, 2 bagan, 6 gambar, 5 lampiran)
ABSTRAK
Kelelahan kerja merupakan masalah yang cukup penting untuk diperhatikan,
karena kelelahan pada pekerja dapat berdampak terhadap penurunan produktivitas
kerja dan penurunan konsentrasi kerja. Jika hal ini terjadi, besar kemungkinan akan
terjadi kecelakaan kerja. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap
orang penjahit di wilayah Ketapang didapatkan 7 orang yang mengalami kelelahan
kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009, yang terdiri dari usia pekerja, jenis
kelamin, status gizi, masa kerja, jam kerja, postur kerja, kebisingan, pencahayaan,
dan suhu, dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada
bulan November sampai dengan Desember 2009. Penelitian ini menggunakan sampel
jenuh dan untuk melihat adanya pengaruh variabel digunakan analisis multivariat.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kelelahan kerja adalah faktor usia pekerja dan masa kerja. Sedangkan variabel yang
paling mempengaruhi kelelahan kerja adalah usia pekerja dengan nilai OR adalah
8.645 kali.
Oleh karena itu, disarankan pihak pengelola usaha jahit agar melakukan
pengaturan jam kerja yang teratur dan waktu istirahat yang cukup, menyediakan
peralatan kerja yang ergonomis, menambahkan pencahayaan ditempat kerja,
sedangkan untuk peneliti selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel–variabel
lain yang diduga berhubungan dengan kelelahan kerja yang tidak diteliti pada
penelitian ini, dan melakukan penelitian dengan menggunakan cara lain dalam
mengukur kelelahan kerja sehingga diharapkan dapat diperoleh perbandingan
gambaran kejadian kelelahan kerja.
.
Daftar bacaan : 37 (1981-2009)
48
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
Undergraduate Thesis, February 4, 2010
UMYATI, NIM : 105101003259
Factors Associated with Fatigue Working in the Informal Sector Tailors in
Ketapang Cipondoh Tangerang in 2009.
(xviii, 104 pages, 32 tables, 2 charts, 6 images, 5 attachments)
ABSTRACT
Fatigue is an issue that is important to be paid attention, because fatigue in
workers can affect the decrease of work productivity and the decrease of
concentration. If this happens, big possibility can increase the work accidents. Based
on preliminary studies to 10 tailors in Ketapang, we can found 7 peoples who have
fatigue.
This study aimed to determine the factors associated with fatigue working in
the informal sector tailors in Ketapang Cipondoh Tangerang in 2009, which consisted
of age, sex, nutritional status, working period, working hours, working posture,
noise, illumination, and temperature, by using cross sectional approach that
conducted in November up to December 2009. This study uses saturated sample and
to see the influence of the variables are used in multivariate analysis.
Based on the result of research, we know the factors that associated with fatigue
is age and working period. While the variables that most influence fatigue is the age
of worker with OR value is 8645 times.
Therefore, recommended to the sewing business managers to conduct an
orderly arrangement of working hours and adequate rest time, providing an
ergonomic work tools, adding illumination in the workplace, while for the next
researcher is expected to include other variables that allegedly associated with work
fatigue that is not examined in this study, and conduct some research by using other
ways of measuring fatigue so that is expected can be obtained the comparison image
of occurrence of work fatigue.
References: 37 (1981-2009)
49
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi Dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN
KERJA PADA PEKERJA PENJAHIT SEKTOR USAHA INFORMAL
DI WILAYAH KETAPANG CIPONDOH TANGERANG TAHUN 2009
Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 04 Februari 2010
M. Farid Hamzens, MSi Yuli Amran, SKM, MKM
Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II
50
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 04 Februari 2010
Ketua
(M. Farid Hamzens, MSi)
Anggota I
(Yuli Amran, SKM, MKM)
Anggota II
(Indah Restiati, SKM, MKes)
51
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Umyati
TTL : Tangerang, 14 Mei 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Ponsel : 021-92290378
Alamat : Jl. Ketapang RT 001/05 NO.130 Cipondoh Tangerang 15147
E-mail : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
2005 – 2010 : Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2002 – 2005 : SMU Negeri 84 Jakarta
1999 – 2002 : MTs Negeri 8 Jakarta
1993 – 1999 : MI AL-Wasatiyah
PENGALAMAN KERJA
1. PBL (Praktek Belajar Lapangan) 1 di Puskesmas Serpong Tahun 2007
2. PBL (Praktek Belajar Lapangan) II di Puskesmas Serpong Tahun 2008
3. PKL (Praktek Kerja Lapangan) di Departemen ESH PT.TIFICO,TbkTahun 2009 4. Sebagai enumerator (pengambilan data ke penduduk) dalam penelitian Angka Kematian
Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Tangerang pada tahun 2009
52
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalammualaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Peyayang,
puji dan syukur terucap hanya kepada Illahi Rabbi yang selalu memberikan
kenikmatan yang tak terhingga kepada kita semua. Dengan memanjat rasa syukur atas
segala nikmat dan rahmat – Nya hingga laporan skripsi yang berjudul ” Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kelelahan kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha
Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009” ini dapat tersusun
dengan baik. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada baginda besar Nabi
Muhammad S.A.W yang telah menuntun umatnya ke jalan yang benar.
Skripsi ini disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penyusunan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan
banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan semangat.
Untuk itu penulis merasa pantas berterima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Orang tuaquw tecinta, babeh (Muhatim) dan emaquw (Siti Hawa), ka2quw
(Sumyanih n Sri Wahyuni) n Adikquw A.Mujahid,,,yang telah memberikan
semangat dan doa yang luar biasa kepada saya, serta memberikan dukungan moril
maupun materiil yang tak terhingga kepada saya. Buat keysha keponakan quw
yang luchu yang selalu menghibur quw,,,I love U all......
2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
53
4. Bu Iting selaku sekjur Kesmas yang senantiasa membantu dan meluangkan
waktunya untuk membimbing penulis. Terima kasih Bundaaaa,,,
5. Pak Farid selaku dosen pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktunya
untuk membimbing penulis.
6. Bu Yuli selaku dosen pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya
untuk membimbing penulis dan memberikan motivasi kepada penulis.
7. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8. Buat abang sepupuquw Habibilah dan sepupuquw yang lainnya makasih atas
bantuan dan supportnya kepada penulis dari mulai kuliah sampai mengakhiri
masa jabatannya sebagai mahasiswa,,,,,
9. Sahabat – sahabatquwh: Umi n the gank (Riput, Maik, Rira, Cori, Wita, n
Najwa,); The cancute galz (Dilla, ciput, te2h, phitenk, dwok, dhe2, n fenty) atas
bantuannya yang tak terhingga dan doanya selama penulis menyusun laporan
skripsi,,,moga persahabatan qta abadi untuk selamanya,,,quw cinta amuw,,,,,,,,,
10. Buat kajol, fina, lea, niar, n dian terima kasih atas bantuannya yang telah
membantu proses penyusunan laporan skripsi.....
11. Teman-teman seperjuangan Kesehatan Masyarakat ’05 FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Semangaaatttttt,,,,,,,,,,,,,,,
Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap
semoga laporan magang ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun
pembaca lain.
Wassalammualaikum Wr. Wb
54
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................... i
ABSTRAK................................................................................................................ ii
ABSTRACT.............................................................................................................. iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN......................................................................... iv
DAFTAR PANITIA SIDANG................................................................................. v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................ vi
KATA PENGANTAR............................................................................................. vii
DAFTAR ISI............................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL.................................................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN.................................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xvii
LAMPIRAN.............................................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Perumusan masalah........................................................................................ 4
C. Pertanyaan penelitian..................................................................................... 5
D. Tujuan penelitian............................................................................................ 7
1. Tujuan Umum.................................................................................... 7
2. Tujuan Khusus................................................................................... 7
E. Manfaat penelitian.......................................................................................... 9
a. Manfaat Bagi Pengelola..................................................................... 9
b. Manfaat Bagi Fakultas dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.......................................................................... 9
c. Manfaat Bagi Peneliti........................................................................ 9
F. Ruang lingkup penelitian............................................................................... 9
55
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………....... 11
A. Kelelahan..............……………………………………………………… 11
1. Definisi Kelelahan………………………………………………….. 11
2. Gejala kelelahan……………………………………………………. 12
3. Metode Pengukuran kelelahan……………………………………... 13
B. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kelelahan.............................. 17
1. Usia………………………………………………………………… 17
2. Jenis Kelamin..................................................................................... 18
3. Masa Kerja......................................................................................... 19
4. Status Gizi.......................................................................................... 20
5. Jam Kerja........................................................................................... 22
6. Keadaan Monoton............................................................................. 23
7. Beban Kerja........................................................................................ 24
8. Lingkungan Kerja............................................................................... 26
a. Kebisingan ..................................................................................
b. Pencahayaan.................................................................................
26
27
c. Suhu............................................................................................. 30
d. Getaran......................................................................................... 31
9. Status Kesehatan................................................................................ 31
10. Postur Kerja........................................................................................ 32
C. Kerangka Teori......................................................................................... 44
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL.................... 46
A. Kerangka Konsep..................................................................................... 46
B. Definisi Operasional................................................................................. 47
C. Hipotesis................................................................................................... 50
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN………….………………………............ 51
A. Jenis Penelitian......................................................................................... 51
B. Tempat Dan Waktu Penelitian………………..………………………... 51
C. Populasi Dan Sampel Penelitian………………..……………………… 51
D. Metode Pengumpulan Data...................................................................... 53
56
E. Instrumen Penelitian................................................................................. 53
F. Pengolahan Data....................................................................................... 54
G. Analisis Daata………………………………………………………….. 60
1. Analisis Univariat………...………...…………………………….... 60
2. Analisis Bivariat……………..……………………………………... 60
3 Analisis Multivariat............................................................................ 62
BAB V HASIL PENELITIAN.................................................................................. 64
A. Analisis Univariat.................................................................................... 64
B. Analisis Bivariat....................................................................................... 70
C. Analisis Multivariat................................................................................. 78
1. Pemilihan variabel sebagai kandidat analisis multivariat.................. 78
2. Pembuatan Model.............................................................................. 79
BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................................... 82
A. Keterbatasan Penelitian............................................................................ 82
B. Kelelahan.................................................................................................. 82
C. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja.................. 85
1. Hubungan antara karakteristik pekerja dengan kelelahan kerja........ 85
a. Hubungan antara usia pekerja dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit............................................................................ 85
b. Hubungan antara jenis kelamin dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit............................................................................
87
c. Hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada
pekerja
penjahit......................................................................................... 89
d. Hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit............................................................................ 90
2. Hubungan antara jam kerja dengan kelelahan
kerja.................................................................................................... 92
3. Hubungan antara postur kerja dengan kelelahan kerja...................... 93
4. Hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja........................ 94
57
5. Hubungan antara intensitas cahaya dengan kelelahan kerja.............. 96
6. Hubungan anstara suhu di tempat kerja dengan kelelahan
kerja....................................................................................................
97
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 99
A. Simpulan.................................................................................................. 99
B. Saran......................................................................................................... 100
1. Bagi Pengelola................................................................................... 100
2. Bagi Peneliti....................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 102
LAMPIRAN
58
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
2.1 Batas ambang IMT untuk Indonesia 21
2.2 Penilaian Pekerjaan 25
2.3 Kategori beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang
dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan
26
2.4 Standar pencahayaan lingkungan kerja 29
2.5 Penilaian skor tabel A 37
2.6 Penilaian skor beban 38
2.7 Penilaian skor tabel B 40
2.8 Penilaian skor Coupling 41
2.9 Penilaian skor C 42
2.10 Penilaian skor aktivitas 42
2.11 Level aksi dari skor REBA 43
3.1 Definisi Operasional 47
4.1 Contoh penilaian skor tabel A 56
4.2 Contoh penilaian skor tabel B 58
4.3 Contoh penilaian skor C 59
4.4 Skor akhir REBA 60
5.1 Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Kelelahan
Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di
Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
64
59
5.2 Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan
Karakteristik Pekerja pada Pekerja Penjahit Sektor
Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang Tahun 2009
66
5.3 Gambaran Distribusi Responden Jam Kerja pada
Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
67
5.4 Gambaran Distribusi Responden Postur Kerja pada
Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
68
5.5 Gambaran Distribusi Responden Kebisingan pada
Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
69
5.6 Gambaran Distribusi Responden Cahaya pada Pekerja
Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang
Cipondoh Tangerang Tahun 2009
69
5.7 Gambaran Distribusi Responden Suhu pada Pekerja
Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang
Cipondoh Tangerang Tahun 2009
70
5.8 Gambaran Distribusi Berdasarkan Karakteristik Pekerja
dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor
Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang Tahun 2009
72
5.9 Gambaran Distribusi Berdasarkan Jam Kerja dengan
Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha
Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
Tahun 2009
74
5.10 Gambaran Distribusi Berdasarkan Postur Kerja dengan
Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha
Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
Tahun 2009
75
5.11 Gambaran Distribusi Berdasarkan Dosis Kebisingan
dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor
Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang Tahun 2009
76
60
5.12 Gambaran Distribusi Berdasarkan cahaya dengan
Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha
Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
Tahun 2009
76
5.13 Gambaran Distribusi Berdasarkan Suhu dengan
Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha
Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
Tahun 2009
77
5.14 Hasil Analisis Bivariat antara Usia Kerja, Masa Kerja,
Postur Kerja, dan Kebisingan dengan Kelelahan kerja
pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di
Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
78
5.15 Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model antara
Usia Kerja, Masa Kerja, Postur Kerja, dan Kebisingan
dengan Kelelahan kerja pada Pekerja Penjahit Sektor
Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang Tahun 2009
79
5.16 Hasil Akhir Analisis Multivariat antara Usia Kerja
dengan Kelelahan kerja pada Pekerja Penjahit Sektor
Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang Tahun 2009
80
61
DAFTAR BAGAN
Nomor Gambar Halaman
2.7 Bagan Kerangka Teori 45
3.1 Bagan Kerangka Konsep
46
62
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
2.1 Penilaian Grup A Posisi Leher 36
2.2 Penilaian Grup A Posisi Punggung 37
2.3 Penilaian Grup A Posisi Kaki 37
2.4 Penilaian Grup B Posisi Lengan Atas 39
2.5 Penilaian Grup B Posisi Lengan Bawah 39
2.6 Penilaian Grup B Posisi Pergelangan Tangan 40
63
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Uji Normalitas
Lampiran 3 Output Univariat
Lampiran 4 Output Bivariat
Lampiran 5 Output Multivariat
Lampiran 5.1 Pemilihan variabel sebagai kandidat analisis multivariat
Lampiran 5.2 Pembuatan Model
64
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap pekerjaan berisiko menimbulkan kelelahan. Asupan
energi yang tidak sesuai dengan beban kerja yang dilakukan akan
mempercepat seseorang merasa lelah. Kelelahan merupakan
mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan
lebih lanjut, sehingga terjadi pemulihan. Kelelahan menunjukkan
kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya
bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja
serta ketahanan tubuh (Silastuti, 2006). Menurut Tarwaka et al
(2004) kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh
agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi
pemulihan setelah istirahat. Sedangkan menurut Budiono, dkk
(2003) istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya
tenaga untuk melakukan suatu kegiatan.
Menurut Budiono, dkk (2003) gejala kelelahan secara subjektif
dan objektif antara lain perasaan lesu, ngantuk, pusing, kurang
berkonsentrasi, kurangnya tingkat kewaspadaan, persepsi yang
buruk dan lambat, berkurangnya gairah untuk bekerja, dan
65
menurunnya kinerja rohani dan jasmani. Kelelahan dapat
mempengaruhi produktivitas kerja, sehingga apabila tingkat
produktivitas seorang tenaga kerja terganggu yang disebabkan
oleh faktor kelelahan fisik maupun psikis, maka akibat yang
ditimbulkannya akan dirasakan oleh perusahaan berupa
penurunan produktivitas perusahaan. Sedangkan menurut Bartley
dan Chute dalam Fitrihana (2004) kelelahan kerja dapat
mengakibatkan menurunnya prestasi kerja, badan terasa tidak
enak, serta menurunnya semangat kerja. Selain itu, kelelahan kerja
dapat berdampak terhadap menurunnya konsentrasi dalam
bekerja, sehingga bisa menyebabkan seseorang melakukan
kesalahan ketika melakukan pekerjaan. Apabila hal ini terjadi,
pada akhirnya dapat menimbulkan kecelakaan kerja.
Menurut Silaban (1998) kelelahan kerja seringkali terjadi pada
saat pelaksanaan proses kerja. Berdasarkan hasil survei di negara
maju melaporkan bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan.
Prevalensi kelelahan sekitar 20% diantara pasien yang datang
membutuhkan pelayanan kesehatan. Data dari ILO menyebutkan
hampir setiap tahun sebanyak dua juta pekerja meninggal dunia
karena kecelakaan kerja yang disebabkan faktor kelelahan.
66
Penelitian tersebut menyatakan dari 58.115 sampel, 32,8%
diataranya atau sekitar 18.828 sampel menderita kelelahan.
Menurut Depnakertrans (2004) dalam Putri (2008) data
mengenai kecelakaan kerja pada tahun 2004, di Indonesia setiap
hari rata-rata terjadi 414 kecelakaan kerja, 27,8% disebabkan
kelelahan yang cukup tinggi, lebih kurang 9,5% atau 39 orang
mengalami cacat. Data kecelakaan dari sumber yang dikeluarkan
oleh Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional di sektor
listrik (PLN) mencatat terjadi 1.458 kasus kecelakaan dan salah satu
penyebabnya adalah faktor kurangnya konsentrasi pekerja karena
kelelahan.
Menurut Grandjean (1988) dalam Budiono, dkk (2003) kelelahan
umum biasanya ditandai dengan intensitas dan lamanya kerja,
status kesehatan dan nutrisi, serta lingkungan kerja. Sedangkan
menurut Silaban (1998) kelelahan dipengaruhi oleh waktu kerja,
jenis kelamin, usia, masa kerja, status gizi, beban kerja, dan kondisi
kesehatan. Kelelahan disebabkan postur kerja, sikap paksa, kerja
statis, lingkungan, keadaan monoton, dan waktu kerja (Tarwaka et
al, 2004).
Kelelahan kerja merupakan hal yang normal terjadi setiap hari.
Setiap tenaga kerja memiliki risiko kelelahan dalam melaksanakan
67
pekerjaannya. Tenaga kerja merupakan aset bagi peusahaan
dalam kegiatan kerja. Aktivitas yang dijalankan berupa aktivitas
fisik maupun mental. Salah satu akibat dari pekerjaan adalah
timbulnya kelelahan kerja. Kelelahan kerja adalah gejala yang
berhubungan dengan efisiensi kerja, kebosanan serta peningkatan
kecemasan. Faktor-faktor pencetus timbulnya kelelahan kerja
berasal dari individu pekerja, pekerjaan, dan lingkungan kerjanya
(Setyawati, 2001).
Sektor usaha informal merupakan sektor kegiatan ekonomi
marginal, kecil-kecilan yang dijalankan secara tradisional dengan
tekonologi sederhana, biasanya dikaitkan dengan usaha kerajinan,
dagang, pertanian, perikanan atau usaha lain. Disektor informal,
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada hakekatnya masih
belum terlaksana secara memadai. Beberapa hal menjadi
penyebabnya; seperti kurang memadainya dukungan landasan
hukum untuk pembinaan sektor informal, terbatasnya infrastruktur
pembinaan ketenagakerjaan yang baru memperhatikan tenaga
kerja sektor formal, belum memadainya kesadaran K3 dan
kerjasama lintas sektor yang berkaitan dengan penanganan sektor
informal (Setyawati, 2001).
68
Pekerja di industri garmen merupakan salah satu pekerja yang
berisiko mengalami kelelahan, karena pekerjaan di industri garmem
umumnya adalah peralatan kerja yang tidak ergonomis,
pekerjaan yang monoton, membutuhkan ketelitian cukup tinggi,
tingkat pengulangan kerja tinggi pada satu jenis otot, berinteraksi
dengan benda tajam seperti jarum, gunting dan pisau potong,
terjadi paparan panas dari penyetrikaan, banyaknya debu-debu
serat dan aroma khas kain, terpapar kebisingan, getaran, panas
dari mesin jahit dan lainnya (Amalia, 2007). Hasil subjective self
rating test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC)
dengan kuesioner yang dapat mengukur tingkat kelelahan secara
subyektif diketahui dari 10 pekerja penjahit di wilayah Ketapang
Cipondoh Tangerang, pekerja yang mengalami kelelahan kerja
secara subyektif sebanyak 7 responden (70%) dan pekerja yang
tidak mengalami kelelahan kerja secara subyektif sebanyak 3
responden (30%).
Oleh sebab uraian di atas maka penulis ingin melakukan
penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di
wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009.
69
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan, pekerja
yang mengalami kelelahan kerja secara subyektif sebanyak 7
(70%). Kelelahan kerja merupakan masalah yang cukup penting
untuk diperhatikan, karena kelelahan pada pekerja besar
kemungkinan akan terjadi penurunan konsentrasi kerja dan
kesalahan dalam kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan
kerja. Kemudian apabila terjadinya kecelakaan kerja dapat
menurunkan produktivitas pekerja dalam bekerja. Hal tersebut
tentunya akan menyebabkan kerugian tidak hanya kepada
individu sebagai pekerja akan tetapi perusahaan juga akan
mengalami kerugian berupa penurunan produksi. Dengan
demikian peneliti ingin mengadakan penelitian mengenai faktor-
faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja
penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang tahun 2009.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kelelahan kerja pada pekerja penjahit
sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
tahun 2009?
70
2. Bagaimana gambaran karakteristik pekerja penjahit sektor
usaha informal (usia, jenis kelamin, masa kerja, dan status gizi) di
wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009?
3. Bagaimana gambaran jam kerja pada pekerja penjahit sektor
usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun
2009?
4. Bagaimana gambaran postur kerja pada pekerja penjahit sektor
usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun
2009?
5. Bagaimana gambaran kebisingan pada pekerja penjahit sektor
usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun
2009?
6. Bagaimana gambaran pencahayaanssss pada pekerja penjahit
sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
tahun 2009?
7. Bagaimana gambaran suhu pada pekerja penjahit sektor usaha
informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009?
8. Apakah ada hubungan antara karakteristik pekerja (usia, jenis
kelamin, masa kerja, dan status gizi) dengan kelelahan kerja
pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009?
71
9. Apakah ada hubungan antara jam kerja dengan kelelahan
kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009?
10. Apakah ada hubungan antara postur kerja dengan kelelahan
kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009?
11. Apakah ada hubungan antara kebisingan dengan kelelahan
kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009?
12. Apakah ada hubungan antara pencahayaan dengan
kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di
wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009?
13. Apakah ada hubungan antara suhu dengan kelelahan kerja
pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009?
14. faktor apa yang paling berpengaruh terhadap kelelahan kerja
pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009?
D. Tujuan Penelitian
72
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan
kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009.
2. Tujuan khusus
a. Diketahuinya gambaran kelelahan kerja pada pekerja
penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang
Cipondoh Tangerang tahun 2009
b. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerja penjahit sektor
usaha informal (usia, jenis kelamin, masa kerja, dan status gizi)
di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009
c. Diketahuinya gambaran jam kerja pada pekerja penjahit
sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang tahun 2009
d. Diketahuinya gambaran postur kerja pada pekerja penjahit
sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang tahun 2009
e. Diketahuinya gambaran kebisingan pada pekerja penjahit
sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang tahun 2009
73
f. Diketahuinya gambaran pencahayaan pada pekerja
penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang
Cipondoh Tangerang tahun 2009
g. Diketahuinya gambaran suhu pada pekerja penjahit sektor
usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
tahun 2009
h. Diketahuinya hubungan antara karakteristik pekerja (usia,
jenis kelamin, masa kerja, dan status gizi) dengan kelelahan
kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009
i. Diketahuinya hubungan antara jam kerja dengan kelelahan
kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009
j. Diketahuinya hubungan antara postur kerja dengan
kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal
di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009
k. Diketahuinya hubungan antara kebisingan dengan
kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal
di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009
74
l. Diketahuinya hubungan antara pencahayaan dengan
kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal
di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009
m. Diketahuinya hubungan antara suhu dengan kelelahan kerja
pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009
n. Diketahuinya faktor yang paling berpengaruh terhadap
kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal
di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pengelola
Sebagai bahan pertimbangan dan masukan pada pihak
pengelola dalam mengatasi masalah kelelahan kerja pada
penjahit.
2. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Masyarakat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Menambah referensi mengenai penelitian tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja.
75
3. Bagi Peneliti
Memperoleh pengalaman langsung dan menambah wawasan
dalam dunia kerja mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan kelelahan kerja, khususnya pada pekerja penjahit .
F. Ruang lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit di
wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009. Sasaran
dalam penelitian ini adalah para pekerja penjahit di wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan November-Desember tahun 2009. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan
menggunakan desain studi cross sectional karena pada penelitian
ini variabel independen dan dependen akan diamati dalam waktu
(periode) yang sama. Data yang digunakan pada penelitian ini
adalah data primer yang diperoleh dari hasil observasi dan
wawancara pada pekerja dengan menggunakan kuesioner
industrial fatigue research committee (IFRC) yang merupakan
kuesioner untuk mengukur tingkat kelelahan kerja secara subjektif.
76
Berdasarkan studi pendahuluan didapatkan 70% dari 10 responden
yang mengalami kelelahan, maka penelitian ini perlu dilakukan.
77
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Kelelahan
1. Definisi Kelelahan
Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya
tenaga untuk melakukan suatu kegiatan (Budiono dkk, 2003).
Sedangkan menurut Riyadina (1996) kelelahan kerja adalah
keadaan karyawan yang mengakibatkan terjadinya penurunan
dan produktivitas kerja akibat faktor pekerjaan. Kelelahan
merupakan suatu kondisi yang biasa terjadi kepada semua
orang dalam kehidupan sehari-hari. Kelelahan kerja merupakan
suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara
umum terjadi pada setiap orang, yang telah tidak sanggup lagi
untuk melakukan kegiatan (Sedarmayanti, 2009).
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh
agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi
pemulihan setelah istirahat (Tarwaka et al, 2004). Menurut
Grandjean (1993) dalam Veranita (2008) kelelahan adalah suatu
mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari
kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
78
istirahat. Kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda-beda
tetapi semua itu berakibat kepada pengurangan kapasitas
kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur, 1996).
2. Gejala kelelahan
Gambaran mengenai gejala kelelahan antara lain
(Suma’mur 1996):
1) Perasaan berat di kepala
2) Menjadi lelah seluruh badan
3) Kaki merasa berat
4) Menguap
5) Merasa kacau pikiran
6) Menjadi mengantuk
7) Merasakan beban pada mata
8) Kaku dan canggung dalam gerakan
9) Tidak seimbang dalam berdiri
10) Mau berbaring
11) Merasa susah berpikir
12) Lelah bicara
13) Menjadi gugup
79
14) Tidak dapat berkonsentrasi
15) Tidak dapat mempusatkan perhatian terhadap sesuatu
16) Cenderung untuk lupa
17) Kurang kepercayaan
18) Cemas terhadap sesuatu
19) Tak dapat mengontrol sikap
20) Tidak dapat tekun dalam pekerjaan
21) Sakit kepala
22) Kekakuan dibahu
23) Merasa nyeri dipinggang
24) Merasa pernafasan tertekan
25) Haus
26) Suara sesak
27) Merasa pening
28) Spasme dari kelopak mata
29) Tremor pada anggota badan
30) Merasa kurang sehat
3. Metode Pengukuran kelelahan
Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat
kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang
dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator
80
yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean
(1993) dalam Tarwaka et al (2004) mengelompokkan metode
pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai
berikut :
a. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan
Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai
jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau
proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun
demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti :
target produksi, faktor sosial, dan prilaku psikologis dalam
kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk,
penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat
menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut
bukanlah merupakan causal factor.
b. Uji Psikomotor (psychomotor test)
Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi
dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan
adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi
adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang
sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan
kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala
81
lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan.
Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk
adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot.
c. Uji hilangnya Kelipan (flicker fussion- test)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja
untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan
semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara
dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur
kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan
tenaga kerja.
d. Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjective feelings of
fatigue)
Subjective feelings of fatigue dari Industrial Fatigue Research
Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat
untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner ini terdiri dari 30
item gejala kelelahan umum diadopsi dari IFRC (Industrial Fatigue
Research Commitee Of Japanese Association Of Industrial Health) yang
dibuat pada tahun 1967. Disosialisasikan dan dimuat dalam Prosiding
Symposium on Methodology of Fatigue Assesment. Symposium ini
diadakan di Kyoto Jepang pada tahun 1969. Sepuluh item pertama
mengindikasikan adanya pelemahan aktifitas, 10 item kedua pelemahan
motifasi kerja dan 10 item ketiga atau terakhir mengindikasikan kelelahan
82
fisik atau kelelahan pada bagian tubuh. Semakin tinggi frekuensi gejala
kelelahan muncul dapat diartikan semakin besar pula tingkat kelelahan.
Dikatakan bahwa kelemahan dari kuesioner ini adalah tidak dilakukannya
evaluasi terhadap setiap item pertanyaan secara tersendiri. Kuesioner ini
kemudian dikembangkan dimana jawaban jawaban kuesioner diskoring
sesuai empat skala Likert (Susetyo, 2008).
Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri
dari :
1) Perasaan berat dikepala
2) Lelah seluruh badan
3) Berat di kaki
4) Menguap
5) Pikiran kacau
6) Mengantuk
7) Ada beban pada mata
8) Gerakan canggung dan kaku
9) Berdiri tidak stabil
10) Ingin berbaring
11) Susah berpikir
12) Lelah untuk berbicara
13) Gugup
14) Tidak berkonsentrasi
83
15) Sulit memusatkan perhatian
16) Mudah lupa
17) Kepercayaan diri kurang
18) Merasa cemas
19) Sulit mengontrol sikap
20) Tidak tekun dalam pekerjaan
21) Sakit dikepala
22) Kaku di bahu
23) Nyeri di punggung
24) Sesak nafas
25) Haus
26) Suara serak
27) Merasa pening
28) Spasme di kelopak mata
29) Tremor pada anggota badan
30) Merasa kurang sehat.
e. Uji Mental
Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu
pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian
dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma
test merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
84
menguji kecepatan, ketelitin, dan konstansi. Hasil tes akan
menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat
kecepatan, ketelitian dan konstansi akan semakin rendah
atau sebaliknya serta Bourdon Wiersma test lebih tepat untuk
mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang
lebih bersifat mental.
C. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan
1. Usia
Kemampuan kerja seseorang dapat ditentukan oleh
beberapa faktor salah satunya adalah usia. Usia seseorang
mempengaruhi BMR (Basal Metabolisme Rate) individu tersebut,
semakin bertambahnya usia maka BMR akan semakin menurun
dan kelelahan akan mudah terjadi. BMR adalah jumlah energi
yang digunakan untuk proses metabolisme dasar untuk
mengolah bahan makanan dan oksigen untuk
mempertahankan kehidupan individu, apabila BMR menurun
maka kemampuan untuk melakukan metabolisme tersebut
menurun sehingga kemampuan individu tersebut untuk
mempertahankan hidup juga menurun (Amalia, 2007).
85
Menurut Suma’mur (1989) kemampuan seseorang dalam
melakukan tugasnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah umur. Umur seseorang akan mempengaruhi
kondisi tubuh. Seseorang yang berumur muda sanggup
melakukan pekerjaan berat dan sebaliknya jika seseorang
berusia lanjut maka kemampuan untuk melakukan pekerjaan
berat akan menurun. Pekerja yang telah berusia lanjut akan
merasa cepat lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika
melaksanakan tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya.
Kemampuan untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik
setiap individu berbeda dan dapat juga dipengaruhi oleh usia
individu tersebut. Misalnya pada umur 50 tahun kapasitas kerja
tinggal 80% dan pada umur 60 tahun menjadi 60%
dibandingkan dengan kapasitas yang berumur 25 tahun.
Pada penelitian Putri (2008) kelelahan paling banyak dialami
oleh pekerja yang berusia diatas 45 tahun yaitu sebanyak 20
orang (90,9%). Pada penelitian ini didapatkan P value 0,030
yang menyatakan adanya hubungan antara usia pekerja
dengan kelelahan kerja. Sedangkan pada penelitian lainnya
kelelahan banyak dialami oleh pekerja yang berusia diatas 35
tahun yaitu sebesar 12 orang (22,2%), pada penelitian ini
86
didapatkan P value 0,548 yang menyatakan tidak ada
hubungan antara usia pekerja dengan kelelahan kerja (Uminah,
2005).
2. Jenis kelamin
Penggolongan jenis kelamin terbagi menjadi pria dan
wanita. Secara umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik
2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki laki. Dengan
demikian, untuk mendapatkan hasil kerja yang sesuai maka
harus diusahakan pembagian tugas antara laki-laki dan wanita.
Hal ini harus disesuaikan dengan kemampuan, kebolehan, dan
keterbasannya masing-masing (Tarwaka et al, 2004).
Menurut Harrington dan Gill (2003) dalam Veranita (2008)
pekerja wanita lebih teliti dan lebih tahan atau lentur
dibandingkan dengan laki-laki, seperti pada wanita yang telah
menikah dan bekerja, waktu kerjanya lebih lama 4-6 jam jika
dibandingkan dengan pria (suaminya) karena selain mencari
nafkah wanita juga bertanggung jawab terhadap keluarga dan
rumah.
Pada penelitian Uminah (2005) kelelahan paling banyak
dialami oleh pekerja yang berjenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 18 orang (33,3%). Pada penelitian ini didapatkan P
87
value 0,655 yang menyatakan tidak ada hubungan antara usia
pekerja dengan kelelahan kerja.
3. Masa Kerja
Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai
pertama kali pekerja masuk kerja hingga saat penelitian
berlangsung (Amalia, 2007). Sedangkan menurut Sedarmayanti
(1996) lama masa kerja adalah salah satu faktor yang termasuk
ke dalam komponen ilmu kesehatan kerja. Pekerjaan fisik yang
dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang lama akan
berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem
peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf, dan pernafasan).
Dalam keadaan ini kelelahan terjadi karena terkumpulnya
produk sisa dalam otot dan peredaran darah dimana produk
sisa ini bersifat membatasi kelangsungan kegiatan otot.
Menurut Sujana dalam Mulyana (2006) tingkat pengalaman
kerja seseorang dalam bekerja akan mempengaruhi terjadinya
kelelahan kerja. Hal ini dikarenakan orang yang lebih
berpengalaman mampu bekerja secara efisien. Mereka dapat
mengatur besarnya tenaga yang dikeluarkan oleh karena
seringnya melakukan pekerjaan tersebut. Selain itu, mereka
telah mengetahui posisi kerja yang terbaik atau nyaman untuk
88
dirinya, sehingga produktivitasnya terjaga. Hal tersebut
diperkirakan dapat mencegah atau mengurangi terjadinya
kelelahan kerja maupun kecelakaan kerja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnawati, et al (2006) di
PT ” X ” kelelahan banyak terjadi pada pekerja yang memiliki
masa kerja > 5 tahun dengan P value 0,839 yang menyatakan
tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja.
Sedangkan pada penelitian lainnya kelelahan banyak dialami
oleh pekerja yang memilik masa kerja diatas 10 tahun yaitu
sebesar 12 orang (40,5%), pada penelitian ini didapatkan P
value 1,64 yang menyatakan tidak ada hubungan antara masa
kerja dengan kelelahan kerja (Safitri, 2008).
4. Status Gizi
Status gizi berhubungan erat dan berpengaruh pada
produktivitas dan efisiensi kerja. Dalam melakukan pekerjaan
tubuh memerlukan energi, apabila kekurangan baik secara
kualitatif maupun kuantitatif kapasitas kerja akan terganggu
(Tarwaka et al 2004). Menurut Annis & McConville dalam
Tarwaka (2004) merekomendasikan bahwa penggunaan energi
tidak melebuhi 50% dari tenaga aerobic maksimum untuk kerja 1
jam, 40% untuk kerja 2 jam dan 33% untuk kerja selama 8 jam
89
terus-menerus. Nilai tersebut didesain untuk mencegah
kelelahan yang dipercaya dapat meningkatkan risiko cidera
otot skeletal pada tenaga kerja.
Status gizi pekerja dapat diukur dengan IMT, Cara mengukur
Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai berikut (Almatsier, 2004):
Tabel 2.1
Batas ambang IMT untuk Indonesia
Menurut Hartz et al (1999) dalam Safitri (2008) peningkatan
IMT / IMT lebih tinggi berhubungan dengan peningkatan
kelelahan kerja pada study yang dilakukan selama 2 tahun
pada pasien ICF dan menjadi overweight / obesitas dengan
fungsi fisik dan vitalitas yang lebih rendah pada population
based study.
Pada penelitian Putri (2008) kelelahan paling banyak dialami
oleh pekerja yang status gizinya obesitas yaitu sebanyak 19
Kategori IMT Kurus < 18,5 Normal 18,5-25 Gemuk > 25
IMT = Berat badan (kg)
Tinggi badan
90
orang (95,0%). Pada penelitian ini didapatkan P value 0,009
yang menyatakan ada hubungan antara status gizi dengan
kelelahan kerja. Sedangkan pada penelitian lainnya kelelahan
banyak dialami oleh pekerja yang status gizinya gemuk yaitu
sebesar 16 orang (55,2%), pada penelitian ini didapatkan P
value 0,544 yang menyatakan tidak ada hubungan antara
status gizi dengan kelelahan kerja (Sisinta, 2005).
5. Jam Kerja
Waktu kerja bagi seseorang menentukan effisiensi dan
produktivitasnya. Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik
pada umumnya 6-8 jam. Sisanya 16-18 jam dipergunakan untuk
kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan
lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan
tersebut biasanya tidak disertai effisiensi yang tinggi, bahkan
biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecendrungan
untuk timbulnya kelelahan, penyakit, dan kecelakaan kerja
(Suma’mur, 1996).
Menurut Suma’mur (1981) bekerja merupakan proses
anabolisme, yaitu mengurangi atau menggunakan bagian-
91
bagian tubuh yang telah dibangun sebelumnya. Dalam
keadaan demikian, sistem syaraf utama yang berfungsi adalah
komponen simpatis. Maka pada kondisi tersebut, aktivitas tidak
dapat dilakukan secara terus-menerus, melainkan harus diselingi
dengan istirahat untuk memberikan kesempatan untuk
membangun kembali tenaga yang telah digunakan.
Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu kerja sehari
maksimum 8 jam kerja dan sisanya untuk istirahat / kehidupan
dalam keluarga dan masyarakat. Memperpanjang waktu kerja
lebih dari itu hanya akan menurunkan efisiensi kerja,
meningkatkan kelelahan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat
kerja (Tarwaka et al, 2004).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2008) kelelahan
banyak terjadi pada pekerja yang bekerja selama 10 jam
perhari yaitu sebayak 13 orang (28,9%), dengan P value 1,89
yang menyatakan tidak ada hubungan antara jam kerja
dengan kelelahan kerja. Sedangkan pada penelitian lainnya
kelelahan banyak dialami oleh pekerja yang bekerja dibawah 7
jam perhari, dengan P value 0,854 yang menyatakan tidak ada
hubungan antara jam kerja dengan kelelahan kerja
(Andiningsari, 2009).
92
6. Keadaan monoton
Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda
dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis, dengan
pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya
dapat bekerja selama 1 menit. Sedangkan pada pengerahan
tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi
pengerahan tenaga otot satatis sebesar 15-20% akan
penyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan
berlangsung sepanjang hari (Tarwaka et al, 2004). Menurut
Nurmianto (2004) pembebanan otot secara statis jika
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan
mengakibatkan Repetition Strain Injuries (RSI), yaitu nyeri otot,
tulang, tondon, dan lain-lain, yang diakibatkan oleh jenis
pekerjaan yang bersifat berulang (refetitive).
Menurut marfu’ah (2007) pembebanan kerja fisik atau kerja
otot akibat gerakan otot, baik dinamis maupun statis, dapat
mempengaruhi kelelahan tubuh. Kerja otot statis terjadi
menetap untuk priode waktu tertentu yang menyebabkan
pembuluh darah tekanan dan peredaran darah berkurang.
Tidak adanya variasi kerja akan menimbulkan kejenuhan kerja.
Kejenuhan ini dapat terjadi karena pekerja melakukan
93
pekerjaan yang selalu sama setiap harinya, keadaan seperti ini
cukup berpotensi untuk menyebabkan terjadinya kelelahan
kerja (Sisinta, 2005).
7. Beban Kerja
Menurut tarwaka et al (2004) tubuh manusia dirancang untuk
dapat melakukan aktifitas sehari-hari. Pada saat bekerja,
seseorang akan menerima beban dari luar tubuhnya. Beban
tersebut dapat berupa beban fisik maupun mental. Setiap
beban kerja harus sesuai dengan kemampuan fisik,
kemampuan kognitif, maupun keterbatasan manusia yang
menerima beban tersebut. Berat ringannya beban kerja yang
diterima oleh seseorang tenaga kerja dapat digunakan untuk
menentukan berapa lama orang tersebut dapat melakukan
pekerjaannya sesuai dengan kemampuan dan kapasitas kerja
yang bersangkutan. Semakin berat beban kerja yang diterima,
maka semakin pendek waktu pekerja untuk bekerja tanpa
kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti.
Beban kerja dapat ditentukan dengan merujuk kepada
jumlah kalori yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan per
satuan waktu. Estimasi panas metabolik dapat dilakukan
dengan menilai pekerjaan, hal ini dapat dilihat pada tabel 2.2.
94
Tabel 2.2
Penilaian pekerjaan
A. Posisi dan pergerakan badan kcal/min*
Sitting 0.3
Standing 0.6
Walking 2.0-3.0
Walking Uphill add 0.8 for every meter (yard) rise
B. Type of work Average
kcal/min Range kcal/min
Hand work
Light 0.4 0.2-1.2
Heavy 0.9
Work: One arm
Light 1.0 0.7-2.5
Heavy 1.7
Work: Both arms
Light 1.5 1.0-3.5
Heavy 2.5
Work: Whole body
95
Light 3.5 2.5-15.0
Moderate 5.0
Heavy 7.0
Very heavy
9.0
C. Basal
Metabolism
1.0 1.0
* For a "standard" worker of 70 kg body weight (154 lbs) and 1.8m2 body surface (19.4 ft2).
Sumber :ACGIH, 1992 dalam Dowell, 2007
Adapun klasifikasi beban kerja berdasarkan jumlah kalori
yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan dapat dilihat
pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kategori beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang
dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan
Kategori Kcal / Jam
Pekerjaan Ringan Sampai dengan 200 kcal / jam
Pekerjaan sedang 200 – 350 Kcal/jam
Pekerjaan Berat > 350 kcal / jam
Sumber :ACGIH, 1992 dalam Dowell, 2007
8. Lingkungan Kerja
Di tempat kerja, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi lingkungan kerja seperti faktor fisik; faktor kimia,
faktor biologis dan faktor psikologis. Semua faktor tersebut dapat
96
menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan
berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga
kerja (Tarwaka et al, 2004). Menurut Fitriarni (2000) bahwa faktor
lingkungan seperti suhu, kebisingan, pencahayaan, dan vibrasi
akan berpengaruh terhadap kenyamanan fisik, sikap mental,
dan kelelahan kerja.
Faktor-faktor lingkungan diantaranya, adalah:
a. Kebisingan
Menurut Suma’mur (1996) bunyi didengar sebagai
rangsangan pada telinga oleh getaran- getaran melalui
media elastis, dan manakala bunyi- bunyi tersebut tidak
dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Terdapat
dua hal yang menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu
frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam
jumlah getaran per detik atau disebut hertz (Hz) dan
intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya
dinyatakan dalam desibel (dB). Menururt Sedarmayanti
(2009) kebisingan merupakan bunyi yang tidak dikehendaki
oleh telinga karena dalam jangka panjang dapat
mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran,
97
dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan kebisingan
yang serius dapat menyebabkan kematian.
Menurut Occupational Health and Safety (2003) batas
pemaparan dosis kebisingan tidak boleh lebih dari 100%.
Untuk perhitungan dosis kebisingan perhari. D dapat dihitung
dengan:
D = t1 t2 tn ― + ― +...........+ ―
T1 T2 Tn Dimana : t1 = mengindikasikan pemaparan durasi pada level
kebisingan yang spesifik
T1 = mengindikasikan pemaparan durasi yang
diizinkan pada level
Semua dari pemaparan kebisingan kerja dari 80 dBA atau
lebih harus diintegrasikan pada perhitungan diatas.
b. Pencahayaan
Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber
cahaya yang menerangi benda- benda di tempat kerja.
Banyak obyek kerja beserta benda atau alat dan kondisi di
sekitar yang perlu dilihat oleh tenaga kerja. Hal ini penting
untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi. Selain
itu penerangan yang memadai memberikan kesan
98
pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan
yang menyegarkan (Suma’mur, 1996).
Akibat- akibat penerangan yang buruk (Budiono dkk, 2003)
adalah:
1) Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi
kerja.
2) Kelelahan mental
3) Keluhan- keluhan pegal di daerah mata, dan sakit kepala
sekitar mata.
4) Kerusakan alat penglihatan.
5) Meningkatnya kecelakaan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
405/Menkes/SK/XI/2002 standar pencahayaan lingkungan
kerja untuk perindustrian sebagai berikut:
99
Tabel 2.4
Standar Pencahayaan Lingkungan Kerja
Jenis Kegiatan Tingkat
pencahayaan
minimal (lux)
Keterangan
Pekerjaan kasar
dan tidak terus
menerus
100 Ruang
penyimpanan dan
ruang paralatan
atau instlasi yang
memerlukan
pekerjaan yang
kontinyu
Pekerjaan kasar
dan terus
menerus
200 Pekerjaan dengan
mesin dan
perakitan kasar
Pekerjaan rutin 300 Ruang administrasi,
ruang kontrol,
pekerjaan mesin
dan perakitan atau
penyusun
Pekerjaan agak 500 Pembuatan
100
halus gambar atau
bekerja dengan
mesin kantor
pekerja
pemeriksaan atau
pekerjaan dengan
mesin
Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna,
pemrosesan tekstil,
pekerjaan mesin
halus dan perakitan
halus
Pekerjaan amat
halus
1500 (tidak
menimbulkan
bayangan)
Mengukir dengan
tangan,
pemeriksaan
pekerjaan mesin
dan perakitan yang
sangat halus
Pekerjaan terinci 3000 (tidak
menimbulkan
bayangan)
Pemeriksaan
pekerjaan,
perakitan sangat
halus
c. Suhu
Suhu nikmat bekerja sekitar 24 - 26°C bagi orang- orang
Indonesia. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan
kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suhu panas terutama
101
berakibat menurunnya prestasi kerja pikir. Penurunan sangat
hebat sesudah 32°C. Suhu panas mengurangi kelincahan,
memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan
keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak,
mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris
(Suma’mur, 1996). Standar suhu lingkungan kerja untuk
perindustrian menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu 18-30 ºC.
Menurut Suma’mur (1992) pada suhu udara yang panas dan
lembab, makin tinggi kecepatan aliran udara malah akan
makin membebani tenaga kerja. Pada tempat kerja dengan
suhu udara yang panas maka akan menyebabkan proses
pemerasan keringat. Beberapa hal buruk berkaitan dengan
kondisi demikian dapat dialami oleh tenaga kerja, salah
satunya kelelahan kerja. Pekerja yang mengalami kondisi
demikian, sulit untuk mampu bereproduksi tinggi. Akibat
kelelahan kerja tersebut, para pekerja menjadi kurang
bergairah kerja, daya tanggap dan rasa tanggung jawab
menjadi rendah, sehingga seringkali kurang memperhatikan
kualitas produk kerjanya.
d. Getaran
102
Menurut Budiono (2003) getaran adalah gerakan yang
teratur dari benda atau media dengan arah bolak- balik dari
kedudukan kesetimbangannya. Getaran terjadi saat mesin
atau alat dijalankan dengan motor, sehingga pengaruhnya
bersifat mekanis.
Pengaruh getaran pada tenaga kerja dapat dibedakan:
1) Gangguan kenikmatan dalam bekerja.
2) Mempercepat terjadinya kelelahan.
3) Gangguan kesehatan
9. Status kesehatan
Kelelahan dapat berasal dari gaya hidup yang biasa disebut
dengan non work related fatigue. Salah satu penyebab
kelelahan non work related fatigue adalah kondisi kesehatan
pekerja (Better health channel, 2006 dalam safitri, 2008).
Menurut Setyawati, 1994 dalam Safitri, 2008 menyatakan bahwa
secara fisiologis tubuh manusia diibaratkan sebagai suatu mesin
yang mengkonsumsi bahan bakar sebagai sumber energinya.
Diketahui jam kerja yang panjang lebih berpengaruh terhadap
terjadinya kelelahan jika dipengaruhi oleh faktor kesehatan.
Kesegaran jasmani dan rohani adalah penunjang penting
produktivitas seseorang dalam kerjanya. Kesegaran tersebut
103
dimulai sejak memasuki pekerjaan dan terus menerus dipelihara
selama bekerja bahkan sampai setelah berhenti bekerja.
10. Postur Kerja
Postur tubuh dapat didefinisikan sebagai orientasi reaktif dari
bagian tubuh terhadap ruang. Untuk melakukan orientasi tubuh
tersebut selama beberapa rentang waktu dibutuhkan kerja otot
untuk menyangga atau menggerakkan tubuh. Postur yang
diadopsi manusia saat melakukan beberapa pekerjaan adalah
hubungan antara dimensi tubuh sang pekerja dengan dimensi
beberapa benda dalam lingkungan kerjanya (Pheasant, 1991).
Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis
pekerjaan yang dilakukan, masing- masing posisi kerja
mempunyai pengaruh yang berbeda- beda terhadap tubuh.
Pada pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk seperti
halnya para pekerja penjahit hanya menggunakan kursi
sebagai penompang cara kerjanya, tempat duduk yang
dipakai harus memungkinkan untuk melakukan variasi
perubahan posisi, kursi yang baik adalah kursi yang mengikuti
lekuk punggung, sandaran dan tingginya dapat diatur
104
(Setyawati, 2001). Sedangkan menurut Soeripto (1989),
perencanaan dan penyesuaian alat yang tepat bagi tenaga
kerja dapat meningkatkan produktivitas, menciptakan
keselamatan dan kesehatan kerja serta kelestarian lingkungan
kerja, dan juga memperbaiki kualitas produk dari suatu proses
produksi.
Rapid Entire Body Assesment (REBA) (Stanton et al, 2005)
telah mengembangkan untuk menilai jenis dari postur pekerjaan
yang tidak bias diprediksi, ini didapat pada jasa pelayanan
kesehatan dan jasa industri lainnya. Data yang dikumpulkan
mengenai postur tubuh, besarnya gaya yang digunakan, tipe
dari pergerakan atau aksi, gerakan berulang-ulang, dan
rangkaiannya. Hasil dari skor REBA adalah dihasilkan untuk
memperlihatkan sebuah indikasi dari tingkat risiko dan kondisi
penting untuk tindakan yang akan diambil.
Metode REBA digunakan untuk menilai postur pekerjaan.
Metode REBA dapat digunakan ketika mengidentifikasi
penilaian ergonomi di tempat kerja yang membutuhkan analisa
postural lebih lanjut adalah diwajibkan dan untuk:
a. Keseluruhan tubuh pekerja digunakan,
b. Postur statis, dinamis, perubahan cepat dan tidak stabil,
105
c. Barang dengan beban berat atau tidak berat yang ditangani merupakan
salah satu yang sering dilakukan atau yang tidak sering dilakukan,
d. Modifikasi di tempat kerja, peralatan, pelatihan, atau risiko perilaku yang
diambil pekerja yang diamati sebelum atau sesudah pengamatan.
Dalam prosedur penilaian dengan mengunakan metode
REBA terdapat 6 tahap, yaitu (Staton et al, 2005):
a. Mengamati Tugas (observasi pekerjaan)
Mengamati tugas untuk merumuskan sebuah penilaian tempat kerja
ergonomi yang umum, termasuk akibat dari tata letak dan lingkungan
pekerjaan, pengunaan peralatan-peralatan dan perilaku pekerja dengan
menghitungkan risiko. Jika mungkin, rekam data mengunakan kamera
atau video kamera.
b. Memilih Postur Untuk Penilaian
Menentukan postur mana yang akan digunakan untuk menganalisis
pengamatan pada langkah 1. Kriteria berikut ini dapat digunakan :
1) Postur yang paling sering diulang,
2) Postur yang lama dipertahankan,
3) Postur yang membutuhkan aktivitas otot atau tenaga paling besar,
4) Postur yang menyebabkan ketidaknyamanan,
5) Postur ekstrim, tidak stabil, terutama ketika tenaga dikerahkan,
6) Postur ditingkatkan melalui intervensi, pengukuran kendali atau
perubahan lainnya.
106
Keputusan dapat didasari pada satu atau lebih dari kriteria
diatas. Kriteria unutk memutuskan postur yang dianalisis harus
dilaporkan dengan mencantumkan hasil atau rekomendasi.
c. Memberi Nilai Pada Postur
Gunakan lembar penilaian dan nilai bagian tubuh untuk menilai postur.
Nilai awal adalah untuk Kelompok A yaitu batang tubuh, leher, dan kaki.
Kelompok B :yaitu lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan.
Untuk postur kelompok B dinilai terpisah untuk sisi kiri dan kanan. Catat
poin tambahan yang dapat ditambahkan atau dikurangi, tergantung pada
posisi. Sebagai contoh, dikelompok B lengan atas dapat ditunjang pada
posisinya, sehingga nilainya dikurangi 1 dari nilai lengan atas tersebut.
d. Memproses Nilai
Tabel A digunakan untuk mendapatkan nilai tunggal dari batang tubuh,
leher, dan kaki. Nilai ini dicatat di tabel lembar penilaian dan ditambah
dengan nilai beban untuk mendapatkan nilai A. untuk tabel B merupakan
penilaian dari lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Bagian-
bagian dari tabel B yang diukur yaitu bagian kanan dan kiri. Nilai
kemudian ditambah dengan nilai genggaman tanggan untuk menghasilkan
nilai B. nilai A dan B dimasukkan ke dalam tabel C, kemudian didapatkan
sebuah nilai tunggal, yaitu nilai C. kemudian diperolehlah nilai REBA
sesuai tabel level hasil REBA.
e. Menetapkan nilai REBA
107
Jenis aktivitas yang dilakukan diwakili oleh nilai aktivitas yang
ditambahkan dengan nilai C untuk member nilai REBA (akhir).
f. Menentukan action level
Nilai level risiko REBA kemudian dibandingkan dengan nilai level
perubahan, yaitu kumpulan nlai yang paling sering berhubungan untuk
mengetahui tingkat pentingnya membuat suatu perubahan.
g. Penilaian Ulang
Jika tugas berubah menjadi pengukuran pengendalian prosesnya dapat
diulang. Nilai REBA yang baru dapat dibandingkan dengan yang
sebelumnya untuk memonitor efektifitas perubahan.
Berdasarkan REBA Employee Assesment Worksheet (Hignett,
McAtamney, 2000 dalam Stanton, 2005) Pertimbangan
mengenai tugas atau pekerjaan kritis dari pekerjaan. Untuk
masing-masing tugas, menilai faktor postur untuk menetapkan
skor kepada masing-masing bagian tubuh. Lembar data telah
menyediakan sebuah format untuk proses penilaian ini. Skor dari
tabel A dihasilkan dari nilai group A skor postur (tubuh, leher,
dan kaki) yaitu:
1) Postur leher
Penilaian posisi leher yaitu skor 1 (posisi leher 0o- 20o ke
depan), skor 2 (posisi leher > 20o ke depan dan ke
108
belakang), skor + 1 (jika leher berputar atau miring ke kanan
dan atau ke kiri, serta ke atas dan atau ke bawah).
Sumber : www.human.conell.edu Gambar 2.1.
Penilaian Grup A Posisi Leher
2) Postur Punggung
Penilaian posisi punggung adalah skor 1 (posisi punggung
lurus atau 0o), skor 2 (posisi 0o- 20o ke depan dan ke
belakang), skor 3 (posisi 20o-60o ke depan dan > 20o ke
belakang), skor 4 (posisi > 60o ke depan), skor + 1 (jika
punggung berputar atau miring ke kanan dan atau ke kiri,
serta ke atas dan atau ke bawah).
109
Sumber : www.human.conell.edu Gambar 2.2.
Penilaian Grup A Posisi Punggung
3) Postur Kaki
Penilaian posisi kaki yaitu skor 1 (tubuh bertumpu pada
kedua kaki, jalan, duduk), skor 2 (berdiri dengan satu kaki,
tidak stabil), skor + 1 (jika lutut ditekuk 30°-60º ke depan), skor
+ 2 (jika lutut ditekuk >60° ke depan).
Sumber : www.human.conell.edu Gambar 2.3.
Penilaian Grup A Posisi Kaki
Penilaian Skor A dalam tabel 2.1 mengikuti tabel
pengumpulan data.
Tabel 2.5.
Penilaian Skor Tabel A
Neck
Tabel A 1 2 3
Trunk Legs 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
110
Posture 2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7 3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8 4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
Score 5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Tabel A merupakan penggabungan nilai dari group A
untuk skor postur tubuh, leher dan kaki. Sehingga
didapatkan skor tabel A. Kemudian skor tabel A dilakukan
penjumlahan terhadap besarnya beban atau gaya yang
dilakukan operator dalam melaksanakan aktifitas.
Tabel 2.6.
Penilaian Skor Beban
Score 0 1 2 Plus 1
Bila Ada Perputaran
Load/Force
< 5 Kg
5-10 Kg
> 10 Kg Atau Gerakan
Skor A adalah penjumlahan dari skor tabel A dan skor
beban atau besarnya gaya. Skor tabel A ditambah 0 (nol)
apabila berat beban atau besarnya gaya dinilai < 5 Kg,
ditambah 1 (satu) bila berat beban atau besarnya gaya
antara kisaran 5-10 Kg, ditambah 2 (dua) bila berat beban
atau besarnya gaya dinilai > 10 Kg. Pertimbangan mengenai
tugas atau pekerjaan kritis dari pekerja, bila terdapat
gerakan perputaran (twisting) hasil skor berat beban
ditambah 1 (satu).
111
Melihat skor dari tabel B untuk Group B skor postur (lengan
atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan).
4) Postur Lengan Atas
Penilaian posisi bahu (lengan atas) yaitu skor 1 (posisi bahu 0o
– 20o ke depan dan ke belakang), skor 2 (posisi bahu > 20o ke
belakang, dan 200-40o ke depan), skor 3 (posisi bahu antara
45o-90o), skor 4 (posisi bahu > 90o ke atas), skor + 1 (jika
lengan berputar atau bahu dinaikkan atau di beri penahan),
skor – 1 (jika lengan dibantu oleh alat penopang atau
terdapat orang yang membantu).
Sumber : www.human.conell.edu
Gambar 2.4
Penilaian Grup B Posisi Lengan Atas
5) Postur Lengan Bawah
Penilaian area siku yaitu skor 1 (posisi lengan 600-100o ke
depan), skor 2 (posisi lengan antara 0o – 60o ke bawah, dan >
100o ke atas).
112
Sumber : www.human.conell.edu Gambar 2.5.
Penilaian Grup B Posisi Lengan Bawah
6) Postur Pergelangan Tangan
Penilaian area pergelangan tangan yaitu skor 1 (posisi
pergelangan tangan 00-15o ke depan dan ke belakang), skor
2 (posisi pergelangan tangan > 15o ke depan dan ke
belakang), skor + 1 (jika terdapat penyimpangan pada
pergelangan).
Sumber : www.human.conell.edu Gambar 2.6.
Penilaian Grup B Posisi Pergelangan Tangan
Kemudian untuk menghasilkan skor B mengikuti tabel lembar
pengumpulan data untuk grup B :
113
Tabel 2.7.
Penilaian Skor Tabel B
Lower Arm/ Elbows Tabel B
1 2
Upper Wrist 1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3 Arm 2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5 4 4 5 5 5 6 7 5 6 7 8 7 8 8
Score 6 7 8 8 8 9 9
Tabel B merupakan penggabungan nilai dari group B untuk
skor postur lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan
tangan. Sehingga didapatkan skor tabel B. Kemudian skor
tabel B dilakukan penjumlahan terhadap perangkai atau
coupling dari setiap masing-masing bagian tangan.
Tabel 2.8.
Penilaian Skor Coupling
Score Kategori Pertimbangan Penilaian
0 Good Well Fitting Handle and a Mid- Range
Power Grip Hand Hold Is Acceptable But Not Ideal Or
Coupling 1 Fair
is Accessible Via Another part Of The Body
2 Poor Hand Hold IS Not Acceptable Although
Possible
3 Unacceptable Awkward, Unsafe Grip, No Handles.
Coupling is
114
Unaceptable Using Any Other Parts Of The Body
Skor B adalah penjumlahan dari skor tabel B dan perangkai
atau coupling dari setiap masing-masing bagian tangan.
Skor tabel B ditambah 0 (nol) yang berarti good atau
terdapat pegangan pada beban dan operator mengangkat
beban hanya dengan mengunakan separuh tenaga,
ditambah 1 (satu) yang berarti fair atau terdapat pegangan
pada beban walaupun bukan merupakan tangkai
pegangan dan operator mengangkat beban dengan
dibantu mengunakan tubuh lain, ditambah 2 (dua) yang
berarti poor atau tidak terdapat pegangan pada beban,
dan ditambah 3 (tiga) yang berarti unacceptable tidak
terdapat pegangan yang aman pada beban dan operator
mengangkat beban tidak dapat dibantu oleh angota tubuh
lain.
Skor C adalah dengan melihat tabel C, yaitu memasukkan
skor tersebut dengan skor A dan skor B. Berikut ini adalah
tabel skor C.
Tabel 2.9.
Penilaian Skor C
115
Score B
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7 2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8 3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8 4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9 6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11 8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11 9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12 10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
Score A
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 Skor REBA adalah penjumlahan dari skor C dan skor aktivitas.
Berikut ini adalah tabel untuk skor aktifitas.
Tabel 2.10.
Penilaian Skor Aktifitas
Score Criteria Aktivity Score
Plus 1 One Or Body Parts are Static For Longer Than 1
Minute
Repeated Small Range Actions e.g. Repeated More Than 4 Times Plus 1
Per Minute (Not Including Walking)
Plus 1 Action Causes rapid large Cjange in Posture Or An
Unstable Base
Skor C ditambah 1 (satu) dengan skor aktifitas apabila satu
atau beberapa bagian tubuh bergerak secara statis untuk
waktu yang lebih dari satu menit, terdapat beberapa
pengulangan pergerakan 4 (empat) kali dalam satu menit
116
(belum termasuk berjalan), dan pergerakan atau perubahan
postur lebih cepat dengan dasar yang tidak stabil. Tahap
terakhir dari REBA menilai action level dari hasil final skor
REBA. Berikut ini adalah tabel Action level dari metode REBA.
Tabel 2.11.
Level Aksi dari Skor REBA
Action
Level REBA Score Risk Level
Action (Including Further
Assessment)
0 1 Sangat rendah Tidak perlu diubah
1 2 s/d 3 Rendah Mungkin butuh perubahan 2 4 s/d 7 Sedang Butuh perubahan
3 8 s/d 10 Tinggi Secepatnya diubah
4 11 s/d 15 Sangat Tinggi Harus diubah sekarang juga
Level risiko dinilai sangat rendah bila skor REBA sama dengan
1 (satu) sehingga tidak perlu ada tindakan pengendalian.
Tingkat resiko rendah bila skor REBA antara 3 sampai dengan
4, maka dimungkinkan perlu dilakukan tindakan
pengendalian. Tingkat risiko sedang bila skor REBA antara 4
sampai dengan 7, maka perlu dilakukan tindakan
pengendalian. Tingkat risiko tinggi bila skor REBA antara 8
sampai dengan 10, maka perlu dilakukan tindakan
pengendalian segera. Tingkat risiko sangat tinggi bila skor
REBA antara 11 sampai dengan 15, maka perlu dilakukan
117
tindakan pengendalian sekang juga dan perlu perhatian
lebih lanjut.
Melihat keterangan di atas, bisa disimpulkan bahwa
kelebihan menggunakan metode REBA adalah sebagai alat
analisis postur yang cukup sensitif untuk postur kerja yang
sukar diprediksi dalam bidang perawatan kesehatan dan
industri lainnya. REBA melakukan assessment pergerakan
berulang yang dilakukan dari kaki sampai kepala. REBA
digunakan untuk menghitung tingkat risiko yang dapat
terjadi sehubungan dengan pekerjaan yang dapat
menyebabkan Musculoskeletal disorders, dengan
menampilkan serangkaian tabel-tabel untuk melakukan
assessment berdasarkan postur-postur yang terjadi dari
beberapa bagian tubuh dan melihat beban atau tenaga
yang dikeluarkan serta aktifitasnya. Perubahan nilai-nilai
disediakan untuk setiap bagian tubuh, yang dimaksud untuk
memodifikasi nilai dasar jika terjadi perubahan atau
pertambahan faktor risiko dari setiap pergerakan atau postur
yang dilakukan.
D. Kerangka Teori
118
Beberapa sumber menyebutkan bahwa banyak faktor yang
dapat menyebabkan kelelahan kerja antara lain intensitas dan
lamanya kerja, status kesehatan dan nutrisi, serta lingkungan kerja
(Grandjean, 1988 dalam Budiono, dkk, 2003). Sedangkan menurut
Tarwaka et al (2004) kelelahan dipengaruhi oleh postur kerja,
keadaan monoton, lingkungan kerja, dan waktu kerja. Selain itu,
kelelahan kerja dipengaruhi oleh karakteristik pekerja (jenis kelamin,
usia, masa kerja, status gizi, beban kerja, kondisi kesehatan, dan
waktu kerja) (Silaban, 1998).
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh beberapa sumber,
maka peneliti menyusun kerangka teori sebagai berikut:
Karakteristik Responden:
Karakteristik Pekerjaan
• Jenis kelamin
• Usia
• Status gizi
• Masa kerja
• Status kesehatan
• Beban kerja
• Keadaan monoton
• Lingkungan kerja
• jam kerja
• postur kerja
Kelelahan
Kerja
119
Gambar 2.7 Bagan Kerangka Teori
120
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini mengacu kepada kerangka teori yang
diungkapkan oleh beberapa sumber, bahwa banyak faktor yang
dapat mempengaruhi kelelahan kerja. Namun pada penelitian ini
variabel keadaan monoton, status kesehatan, beban kerja, dan
getaran tidak diikutsertakan karena bersifat homogen dan
keterbatasan penelitian. Pada kerangka konsep ini terdiri dari
variabel dependen dan variabel independen. Variabel
independen terdiri dari usia, jenis kelamin, masa kerja, status gizi,
jam kerja, postur kerja, kebisingan, pencahayaan, dan suhu.
Sedangkan variabel dependennya adalah kelelahan kerja.
Hubungan antara beberapa variabel tersebut digambarkan dalam
bagan 3.1:
1. usia
2. jenis kelamin
3. masa kerja
4. status gizi
5. jam kerja
6. postur kerja
7. kebisingan
8. pencahayaa
n
Kelelahan Kerja
121
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep
122
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No Variabel
Dependen Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
1 Kelelahan
Kerja
Keadaan yang
kompleks yang
dialami pekerja
berupa keluhan
subjektif pekerja
yang
menyangkut
kelelahan yang
memiliki
hubungan
dengan
pelemahan
motivasi dan
gambaran
kelelahan fisik
yang diukur
dengan skala
IFRC (Putri,
2008)
Wawancara Kuesioner IFRC 1. > 60
(lelah)
2. ≤ 60 (tidak
lelah )
Ordinal
2 Usia Jumlah tahun
yang dihitung
mulai dari
responden lahir
hingga saat
Wawancara Kuesioner 1. > 29 tahun
2. ≤ 29 tahun
Ordinal
123
penelitian
berlangsung
(Sisinta, 2006)
3 Jenis kelamin Perbedaan
biologis dan
fisiologis yang
dibawa sejak
lahir dan tidak
dapat
diubah(Putri,
2008)
Wawancara Kuesioner 1. Perempuan
2. Laki-laki
Ordinal
4 Status Gizi Status gizi
pekerja yang
diukur dengan
IMT, dimana
hasil
pengukuran
dibandingkan
dengan
standar yang
ditetapkan
Depkes RI
(Almatsier,
2004)
Mengukur Timbangan
dan Meteran
1. > 25
(Gemuk)
2. 18.6-25
(Normal)
3. ≤ 18.5
(Kurus)
Ordinal
5 Masa Kerja Panjangnya
waktu terhitung
mulai pertama
kali pekerja
masuk kerja
Wawancara Kuesioner 1. > 8 tahun
2. ≤ 8 tahun
Ordinal
124
hingga saat
penelitian
berlangsung
(Amalia, 2007)
6 Jam kerja Jumlah jam
dalam sehari
pekerja
bekerja, tidak
termasuk waktu
istirahat (Safitri,
2008)
Wawancara Kuesioner 1. > 8 jam
2. ≤ 8 jam
Ordinal
7
Postur kerja Skor akhir dari
hasil
mengidentifikasi
postur pekerja
dengan
menggunakan
metode REBA
1. Kamera
2. Busur
3. Stopwatch
4. Timbangan
1. Merekam
kegiatan
penjahit
dengan
menggun
akan
kamera.
2. Menilai
postur
1 = skor 8-10 (
resiko tinggi)
2 = skor 5-7
(resiko
sedang)
Ordinal
3. penjahit
dengan
menggun
akan
metode
REBA serta
mengukur
dengan
125
menggun
akan
busur.
Menghitun
g lamanya
waktu
melakukan
suatu
pekerjaan.
8 Kebisingan Dosis paparan
kebisingan
perhari yang
diperbolehkan
dari tempat
kerja (OHS,
2003)
Mengukur Sound Level
Meter
1. > 100%
2 ≤ 100%
Ordinal
9 Pencahayaan
Sumber cahaya
yang
menerangi
benda-benda
di tempat kerja
(Budiono, dkk,
2003)
Mengukur Lux Meter
Lux
Rasio
10 suhu Tekanan udara
yang ada di
tempat kerja
Mengukur Hygrometer ºC Rasio
i
i
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin,
masa kerja, dan status gizi) dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
tahun 2009
2. Ada hubungan antara jam kerja dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
tahun 2009
3. Ada hubungan antara postur kerja dengan kelelahan kerja
pada pekerja penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang tahun 2009
4. Ada hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
tahun 2009
5. Ada hubungan antara pencahayaan dengan kelelahan kerja
pada pekerja penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang tahun 2009
6. Ada hubungan antara suhu dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
tahun 2009
ii
ii
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif dan analitik.
Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional karena
pada penelitian ini variabel independen dan dependen akan
diamati dalam waktu (periode) yang sama.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang pada bulan November-Desember tahun 2009.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah pekerja penjahit yang bekerja di
wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang. Sedangkan sampel yang
diambil adalah pekerja yang dapat mewakili populasi dengan
menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi seperti di
bawah ini:
iii
iii
[Z2 1-α/2 √2 P (1-P) + Z1-ß√ P1 (1-P1) + P2(1-P2) ]2 n = (P1 - P2) 2
(Sumber : Ariawan, 1998)
Keterangan :
n : Besar sampel
P : Rata – rata proporsi pada populasi
P1 : Proporsi pekerja yang jam kerjanya perhari > 10 jam
yang mengalami kelelahan kerja pada penelitan
sebelumnya
P2 : Proporsi pekerja yang jam kerjanya perhari ≤ 10 jam yang
mengalami kelelahan kerja pada penelitan sebelumnya
Z2 1-α/2 : Derajat kemaknaan α pada uji 2 sisi (two tail), α = 5%
(1,96)
Z1-ß : Kekuatan Uji 80% (0,84)
Berdasarkan rumus diatas maka besar sample yang dibutuhkan
sebesar :
[1.96 √ 2 x 0,362 (1-0,362) + 1,28 √0,435(1-0,435 + 0,289(1-0,289)
]2
n =
(0,435– 0,289) 2
iv
iv
n = 90 orang
n total = 90x2 = 180 orang
Untuk menghindari drop out atau missing jawaban dari
responden maka perlu ditambahkan 10% dari jumlah sampel yang
didapat sehingga jumlah sampel keseluruhan sebesar 198 orang.
Tetapi karena jumlah populasi penjahit di wilayah Ketapang
Cipondoh Tangerang berjumlah 76 orang maka populasi pada
penelitian ini seluruhnya dijadikan sampel.
D. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari pekerja
penjahit dengan menggunakan kuesioner untuk memperoleh
gambaran mengenai kelelahan secara subjektif, usia, jenis kelamin,
masa kerja, dan jam kerja. Sedangkan observasi untuk melihat
postur kerja pekerja pada saat melakukan pekerjaan dengan
menggunakan metode REBA, mengukur status gizi, kebisingan,
suhu, dan pencahayaan.
v
v
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk
pengumpulan data (Notoatmodjo, 2002). Dalam penelitian ini
instrumen yang digunakan adalah kuesioner atau daftar
pertanyaan yang diisi oleh responden, timbangan, meteran,
kamera, busur, stopwatch, Sound Level Meter, Termometer, dan Lux
Meter. Timbangan dan meteran digunakan untuk mengukur berat
badan dan tinggi badan agar dapat mengetahui status gizi
pekerja. Kamera, busur, dan stopwatch digunakan untuk postur
kerja pekerja pada saat melakukan pekerjaan. Sound Level Meter
untuk mengukur kebisingan, Termometer untuk mengukur suhu, dan
Lux Meter untuk mengukur pencahayaan. Kuesioner yang
digunakan dalam penelitian ini sebelumnya sudah digunakan oleh
Putri (2008). Pengukuran kelelahan dilakukan dengan subjective self
rating test dari industrial fatigue research committee (IFRC) yang
merupakan kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat
kelelahan subjektif yaitu pengukuran yang mendukung hasil
pengukuran subjektif yang dapat dilihat pada saat wawancara.
IFRC menggunakan sejumlah pertanyaan yang berhubungan
dengan gejala kelelahan. Skala ini mengandung 30 gejala
kelelahan yang dibuat dalam daftar pertanyaan. Jawaban dalam
vi
vi
kuesioner tersebut dibagi menjadi 4 bagian yaitu SS (Sangat sering)
dengan skor 4, S (sering) dengan skor 3, K (kadang - kadang)
dengan skor 2, dan TP (tidak pernah) dengan skor 1. Skor yang
diperoleh berkisar antara 1 – 60 tidak mengalami kelelahan; 61 –
120 mengalami kelelahan.
F. Pengolahan Data
Seluruh data yang terkumpul akan diolah melalui tahap – tahap
sebagai berikut :
1. Mengkode data (data coding)
Kode data dilakukan dengan memberi kode pada tiap
jawaban responden. Pemberian kode dimaksudkan untuk
memudahkan dalam memasukkan data.
2. Menyunting data (data editing)
Pada tahap ini peneliti memeriksa kelengkapan data yang
telah terkumpul. Pemeriksaan meliputi pengisian, konsistensi,
validitas, dan jumlah pertanyaan yang di jawab.
3. Memasukkan data (data entry)
Daftar pertanyaan yang telah dilengkapi dengan pengisian
kode jawaban selanjutnya dimasukkan ke dalam program
software komputer berupa kode-kode.
vii
vii
4. Membersihkan data (data cleaning)
Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk
memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga
dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
Sedangkan untuk perhitungan REBA, langkah-langkahnya sebagai
berikut :
1. Memberi nilai pada grup A yang terdiri atas leher, punggung, dan kaki. Nilai
tersebut dimasukkan ke tabel A. Kriteria penilaian postur grup A adalah:
a. Kriteria penilaian area leher :
a) Skor 1 = Posisi leher 0o- 20
o ke depan.
b) Skor 2 = Posisi leher > 20o ke depan dan ke belakang.
c) Skor + 1, jika leher berputar atau miring ke kanan, dan atau ke kiri, serta
ke atas dan atau ke bawah.
b. Kriteria penilaian area punggung :
a) Skor 1 = Posisi punggung lurus atau 0o.
b) Skor 2 = Posisi 0o- 20
o ke depan dan ke belakang.
c) Skor 3 = Posisi 20o-60
o ke depan dan > 20
o ke belakang.
d) Skor 4 = Posisi > 60o ke depan.
e) Skor + 1, jika punggung berputar atau miring ke kanan, dan atau ke kiri,
serta ke atas dan atau ke bawah.
viii
viii
c. Kriteria penilaian area kaki :
a) Skor 1 = Tubuh bertumpu pada kedua kaki, berjalan, duduk.
b) Skor 2 = Berdiri dengan satu kaki, tidak stabil.
c) Skor + 1, jika lutut di tekuk 30o-60
o ke depan, dan skor + 2, jika lutut di
tekuk > 60o ke depan.
Setelah didapat skor postur punggung, leher, dan kaki kemudian diperoleh
skor tabel A. Dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Contoh Penilaian Skor Tabel A
Neck
Tabel A 1 2 3
Legs 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7 3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8 4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
Trunk
Posture
Score 5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Nilai dari tabel A kemudian dijumlahkan dengan berat beban yang diangkat.
Penilaian beban dilakukan dengan pengukuran langsung menggunakan timbangan
digital. Kriteria penilaian beban :
a. Skor 0 = Berat beban < 5 kg.
b. Skor 1 = Berat beban 5 – 10 kg.
c. Skor 2 = Berat beban > 10 kg.
Skor Postur Skor Postur
Skor Postur
Punggun
Skor Tabel
ix
ix
d. Skor + 1, jika disertai dengan pergerakan yang cepat.
2. Memberi nilai dari grup B yang terdiri dari bagian lengan atas, lengan bawah, dan
pergelangan tangan, untuk bagian kanan dan kiri tubuh. Kriteria penilaian postur
grup B adalah:
a. Kriteria penilaian area lengan atas :
a) Skor 1 = Posisi lengan atas 0o – 20
o ke depan dan ke belakang.
b) Skor 2 = Posisi lengan atas > 20o ke belakang, dan 20
0-40
o ke depan.
c) Skor 3 = Posisi lengan atas antara 45o-90
o.
d) Skor 4 = Posisi lengan atas > 90o ke atas.
e) Skor + 1, jika bahu berputar atau bahu dinaikkan atau di beri penahan.
f) Skor – 1, jika lengan dibantu oleh alat penopang atau terdapat orang yang
membantu.
b. Kriteria penilaian area lengan bawah :
a) Skor 1 = Posisi lengan 600-100
o ke depan.
b) Skor 2 = Posisi lengan antara 0o – 60
o ke bawah, dan > 100
o ke atas.
c. Kriteria penilaian area pergelangan tangan :
a) Skor 1 = Posisi pergelangan tangan 00-15
o ke depan dan ke belakang.
b) Skor 2 = Posisi pergelangan tangan > 15o ke depan dan ke belakang.
c) Skor + 1, jika terdapat penyimpangan pada pergelangan tangan.
Setelah skor leher, punggung, dan kaki didapat maka
dimasukkan ke tabel skor B. Dapat dilihat pada tabel 4.2.
x
x
Tabel 4.2.
Contoh Penilaian Skor Tabel B
Lower Arm Tabel B
1 2
Wrist 1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3 2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7 5 6 7 8 7 8 8
Upper
Arm
Score 6 7 8 8 8 9 9
Tahap selanjutnya dijumlahkan dengan nilai genggaman
tangan. Kriteria penilaian cara memegang :
a. Skor 0 = Memegang beban dengan dibantu oleh alat pembantu.
b. Skor 1 = Memegang beban dengan mendekatkan beban ke anggota tubuh
yang dapat menopang.
c. Skor 2 = Memegang beban hanya dengan tangan tanpa mendekatkan beban ke
anggota tubuh yang dapat menopang.
d. Skor 3 = Memegang beban tidak pada tempat pegangang yang disediakan.
3. Setelah nilai dari grup A dan grup B didapat, maka dimasukkan ke tabel C. dapat
dilihat pada tabel 4.3.
Skor Tabel B
Skor Postur Pergelangan
Tangan Skor Postur Lengan
Skor Postur Bahu
xi
xi
Tabel 4.3.
Contoh Penilaian Skor C
Table C
Score B, (table B value+coupling score)
Score A
(score from
table
A+load/force
score) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7 2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8 3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8 4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9 6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11 8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11 9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
4. Kemudian diperoleh nilai C dan dijumlahkan dengan nilai aktivitas. Kriteria nilai
aktifitas yaitu:
a. Skor + 1, jika salah satu atau lebih dari anggota tubuh statis > 1 menit
b. Skor + 1, jika melakukan gerakan berulang > 4 kali dalam waktu 1 menit.
c. Skor + 1, jika perubahan postur dengan cepat atau tidak stabil.
Setelah nilai C dijumlahkan dengan nilai aktifitas, maka diperoleh nilai REBA
atau skor akhir REBA serta level perubahan yang harus dilakukan. Dapat dilihat
pada tabel 4.4.
Hasil Skor C
xii
xii
Tabel 4.4.
Skor Akhir REBA
Level
Aksi
Skor
REBA
Level
Risiko
Aksi (Termasuk Tindakan
Penilaian)
0 1 Sangat rendah
Risiko masih dapat diterima dan tidak perlu dirubah
1 2 atau 3 Rendah Mungkin diperlukan perubahan-perubahan
2 4-7 Sedang Butuh pemeriksaan dan perubahan
3 8-10 Tinggi
Kondisi berbahaya, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dan perubahan dengan segera
4 11 + Sangat Tinggi Perubahan dilakukan saat itu juga
G. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan
presentase dari setiap variabel independen dan dependen
yang dikehendaki dari tabel distribusi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen. Untuk
mencari hubungan antara variabel usia, jenis kelamin, masa
kerja, status gizi, jam kerja, postur kerja, dan kebisingan dengan
xiii
xiii
kelelahan kerja menggunakan uji chi-square dengan batas
kemaknaan p value ≤ 0,05 berarti ada hubungan yang
bermakna secara statistik dan p value > 0,05 berarti tidak ada
hubungan yang bermakna secara statistik (Apriani, 2003).
Persamaan Chi Square :
X2 = (O – E)2
E
Keterangan :
X2 : Chi Square
O : Efek yang diamati
E : Efek yang diharapkan
Sedangkan untuk mencari hubungan antara variabel
cahaya dan suhu dengan kelelahan kerja menggunakan uji T-
test, karena variabel tersebut merupakan variabel numerik.
Setelah didapatkan hasil uji T-test, tabel akan menampilkan dua
uji T, yaitu uji t dengan asumsi varians kedua kelompok sama
(equal variances assumed) dan uji t dengan asumsi varians
kedua kelompok tidak sama (equal variances not assumed).
Untuk memilih uji yang mana yang akan digunakan, dapat
dilihat uji kesamaan varian melalui uji levence. Kemudian lihat
xiv
xiv
nilai P dari levence test, bila nilai P ≤ 0,05 maka varian berbeda
dan nilai P > 0,05 maka varian sama. Dengan demikian, untuk
mencari hubungan antara variabel pencahayaan dengan
kelelahan kerja dengan batas kemaknaan P value ≤ 0,05 berarti
ada hubungan yang bermakna secara statistik dan p value >
0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik.
Rumus perhitungannya sebagai berikut:
(Sugiono, 2007 dalam Priyatno, 2003)
3. Analisis Multivariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan antara
beberapa variabel independen dengan variabel dependen
pada waktu yang bersamaan. Analisis ini menggunakan uji
regresi logistik ganda dengan model prediksi. Pemodelan ini
bertujuan untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa
variabel independen yang dianggap terbaik untuk memprediksi
xv
xv
kejadian variabel dependen. Pada semua ini semua variabel
dianggap penting sehingga dapat dilakukan estimasi beberapa
koefisien regresi logistik sekaligus. Analisis ini dimulai dengan
melakukan analisis bivariat masing-masing variabel independent
dengan variabel dependennya. Bila hasil uji bivariat mempunyai
nilai P ≤ 0,25 maka variabel tersebut dapat masuk dalam model
multivariat dan sebaliknya bila hasil uji bivariat mempunyai nilai
P > 0,25 maka variabel tersebut tidak masuk dalam model
multivariat.
Untuk memilih variabel yang dianggap penting yang masuk
dalam model, dengan cara mempertahankan variabel yang
mempunyai P value ≤ 0,05 dan mengeluarkan variabel yang P
valuenya > 0,05. Pengeluaran variabel yang P valuenya > 0,05
dilakukan secara bertahap dimulai dari variabel yang memiliki P
value paling besar.
Setelah memperoleh model yang memuat variabel-variabel
penting, maka langkah terakhir adalah memeriksa kemungkinan
interaksi variabel ke dalam model. Pengujian interaksi dilihat dari
kemaknaan uji statistik. Bila variabel mempunyai nilai bermakna,
maka variabel interaksi penting dimasukkan dalam model
(Riyanto, 2009).
xvi
xvi
BAB V
HASIL
A. Analisis Univariat
1. Gambaran kelelahan kerja pada pekerja penjahit
Indikator kelelahan kerja pada penelitian ini berdasarkan
pada 30 pertanyaan subjective self rating test dari industrial
fatigue research committee (IFRC) yang merupakan kuesioner
yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif yaitu
pengukuran yang mendukung hasil pengukuran subjektif yang
dapat dilihat pada saat wawancara. Jawaban pekerja atas
pertanyaan tersebut kemudian diberi skor dan untuk
memudahkan analisis kelelahan dikategorikan menjadi dua
yaitu lelah dan tidak lelah. Distribusi responden berdasarkan
kelelahan dapat terlihat pada tabel 5.1:
Tabel 5.1
Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Kelelahan Kerja pada
Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang 2009
Lelah Jumlah (n) Persentasi (%)
Lelah 41 53.9
Tidak lelah 35 46.1
Jumlah 76 100.0
xvii
xvii
Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa sebagian besar responden
mengalami lelah yaitu sebanyak 41 (53.9%) responden. Sedangkan responden
yang mengalami tidak lelah sebanyak 35 (46.1%) responden.
Pekerja yang lelah mempunyai gejala seperti perasaan berat di kepala,
lelah seluruh badan, kaki merasa berat, menguap, merasa kacau pikiran,
mengantuk, merasakan beban pada mata, kaku dan canggung dalam gerakan,
tidak seimbang dalam berdiri, mau berbaring, merasa susah berpikir, lelah
bicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat mempusatkan
perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas
terhadap sesuatu, tak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam
pekerjaan, sakit kepala, kekakuan dibahu, merasa nyeri dipinggang, merasa
pernafasan tertekan, haus,sSuara sesak, merasa pening, spasme dari kelopak
mata, tremor pada anggota badan, dan merasa kurang sehat (Suma’mur,
1996).
2. Gambaran karakteristik pekerja (usia pekerja, jenis kelamin pekerja, status
gizi pekerja, dan masa kerja) pada pekerja penjahit sektor usaha informal
Gambaran distribusi karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin, masa kerja,
dan status gizi) pada pekerja penjahit sektor usaha informal tahun 2009 dapat
dilihat pada tabel 5.2.
xviii
xviii
Tabel 5.2 Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerja pada
Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang 2009
No Karakteristik
pekerja Kategori
Jumlah (n =
76) Persentase (%)
1 Usia > 29 tahun 44 57.9
≤ 29 tahun 32 42.1
2 Jenis kelamin Perempuan 12 15.8
laki-laki
64 84.2
3 Masa kerja > 8 tahun 33 43.4
≤ 8 tahun
43 56.6
4 > 25 kg/m2 (gemuk)
11 14.5
Status gizi
≤ 18.5 kg/m2 (kurus)
7 9.2
18.6-25 kg/m2 (normal)
58 76.3
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden memiliki usia > 29 tahun yaitu sebanyak 44 orang (57.9%)
dan responden yang memiliki usia ≤ 29 tahun yaitu sebanyak 32 orang (42.1%),
sebagian besar responden yang memiliki jenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 64 orang (84.2%) dan responden yang memiliki jenis kelamin
xix
xix
perempuan yaitu sebanyak 12 (15.8%), kemudian sebagian besar responden
memiliki masa kerja ≤ 8 tahun yaitu sebanyak 43 (56.6%) dan responden
yang memiliki masa kerja > 8 tahun yaitu sebanyak 33 (43.4%), dan
responden yang memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 58 (76.3%) orang,
responden yang memiliki status gizi gemuk yaitu sebanyak 11 (14.5%)
sedangkan responden yang memiliki status gizi kurus yaitu sebanyak 7
(9.2%).
Pada penelitian ini usia pekerja dikategorikan berdasarkan dari nilai mean
karena pendistribusian usia pekerja pada penelitian ini merupakan distribusi
normal dan hasil nilai meannya adalah 29. Masa kerja juga dikategorikan
berdasarkan dari nilai mean karena pendistribusian masa kerja pada penelitian
ini merupakan distribusi normal dan hasil nilai meannya adalah 8. Sedangkan
untuk status gizi dikategorikan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh
Almatsier (2004) yaitu > 25 kg/m2 (gemuk), ≤ 18.5 kg/m
2 (kurus), dan 18.6-25
kg/m2 (normal).
3. Gambaran jam kerja pada pekerja penjahit
Gambaran distribusi jam kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal
tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3
Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Jam Kerja pada Pekerja
Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
2009
Variabel Kategori
Jumlah
(n = 76) Persentase (%)
Jam kerja > 8 jam 64 84.2
xx
xx
≤ 8 jam 12 15.8
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki
jam kerja > 8 jam yaitu sebanyak 64 (84.2%) responden. Sedangkan
responden yang memiliki jam kerja ≤ 8 jam yaitu sebanyak 12 (15.8%)
responden. Pada penelitian ini jam kerja dikategorikan berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Suma’mur (1996) yaitu lamanya seseorang bekerja sehari
secara baik pada umumnya 6-8 jam.
4. Gambaran postur kerja pada pekerja penjahit
Gambaran distribusi postur kerja pada pekerja penjahit sektor usaha
informal tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4
Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Postur Kerja pada Pekerja
Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
2009
Variabel Kategori
Jumlah
(n = 76) Persentase (%)
Postur kerja 5-7 (risiko sedang) 62 81.6
8-10 (risiko tinggi) 14 18.4
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki
postur kerja berisiko sedang yaitu sebanyak 62 (81.6%) responden.
Sedangkan responden yang memiliki postur kerja berisiko tinggi yaitu
sebanyak 14 (18.4%) responden.
Postur kerja dikategorikan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh
Hignett, McAtamney (2000) dalam Stanton (2005) yaitu sangat rendah (1),
xxi
xxi
rendah (2-3), sedang (4-7), tinggi (8-10), dan sangat tinggi (11-15).
Berdasarkan hasil penelitian data yang didapatkan hanya berkisar pada
kategori berisiko sedang dan tinggi, sehingga data dikelompokkan
berdasarkan kategori tersebut.
5. Gambaran kebisingan pada pekerja penjahit
Gambaran distribusi dosis kebisingan dilingkungan kerja pada pekerja
penjahit sektor usaha informal tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5
Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Kebisingan pada Pekerja
Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
2009
Variabel Kategori
Jumlah
(n = 76) Persentase (%)
Kebisingan ≤ 100% 63 82.9
> 100% 13 17.1
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki
dosis kebisingan ≤ 100% yaitu sebanyak 63 (84.2%) responden. Sedangkan
responden yang memiliki dosis kebisingan > 100% yaitu sebanyak 13 (17.1%)
responden. Pada penelitian ini kebisingan dikategorikan berdasarkan teori
yang dikemukakan oleh OHS (2003) yaitu dosis kebisingan tidak boleh dari
100%.
6. Gambaran pencahayaan pada pekerja penjahit
Gambaran distribusi intensitas cahaya pada pekerja penjahit sektor usaha
informal tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.6.
xxii
xxii
Tabel 5.6
Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Pencahayaan pada Pekerja
Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
2009
Variabel Mean SD Min-Max
Cahaya 92.37 26.874 48-178
Gambaran distribusi didapatkan rata-rata pencahayaan adalah 92.37 lux
dengan standar deviasi 26.874. Pencahayaan terendah 48 lux dan tertinggi 178
lux. Pada penelitian ini cahaya menggunakan uji T-test karena hasil
penelitiannya bersifat homogen.
7. Gambaran suhu pada pekerja penjahit
Gambaran distribusi suhu di lingkungan kerja pada pekerja penjahit sektor
usaha informal tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7
Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Suhu pada Pekerja Penjahit
Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009
Variabel Mean SD Min-Max
Suhu 27.651 1.0468 26.6-29.5
Gambaran distibusi didapatkan rata-rata suhu ditempat kerja adalah
27.651 ºC dengan standar deviasi 1.0468. Suhu di tempat kerja terendah 26.6
ºC dan tertinggi 29.5 ºC. Pada penelitian ini cahaya menggunakan uji T-test
karena hasil penelitiannya bersifat homogen.
B. Analisis Bivariat
xxiii
xxiii
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen. Dalam
penelitian ini menggunakan uji chi-square dan uji T-test. Uji chi-
square dilakukan untuk mencari hubungan antara variabel usia,
jenis kelamin, masa kerja, status gizi, jam kerja, postur kerja, dan
kebisingan dengan kelelahan kerja dengan batas kemaknaan p
value ≤ 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik
dan p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna
secara statistik. Sedangkan uji T-test dilakukan untuk mencari
hubungan antara variabel cahaya dan suhu dengan kelelahan
kerja, karena variabel tersebut merupakan variabel numerik.
Setelah didapatkan hasil uji T-test, tabel akan menampilkan dua uji
T, yaitu uji t dengan asumsi varians kedua kelompok sama (equal
variances assumed) dan uji t dengan asumsi varians kedua
kelompok tidak sama (equal variances not assumed). Untuk
memilih uji yang mana yang akan digunakan, dapat dilihat uji
kesamaan varian melalui uji levence. Kemudian lihat nilai P dari
levence test, bila nilai P ≤ 0,05 maka varian berbeda dan nilai P >
0,05 maka varian sama.
xxiv
xxiv
1. Hubungan antara Karakteristik pekerja dengan kelelahan kerja
pada pekerja penjahit
Tabel 5.8
Gambaran Distribusi Berdasarkan Karakteristik Pekerja dengan Kelelahan
Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang
Cipondoh Tangerang 2009
Kategori Kelelahan Kerja
Lelah Tidak lelah Total Karakteristik Pekerja
N % N %
N (76)
%
Pvalue OR 95% CI
> 29 Tahun
33 75.0 11 25.0
44 100 Usia
Pekerja
≤ 29 Tahun
8 25.0 24 75.0
32 100
0.000
9.000
3.144-25.760
xxv
xxv
Jenis Kelamin
Perempuan
5 41.7 7 58.3
12 100
Laki-laki 36 56.3 28
43.8
64 100
0.352
0.556
0.159-1.938
> 8 tahun
23 69.7 10 30.3
33 100 Masa Kerja
≤ 8 tahun
18 41.9 25 58.1
43 100
0.016
3.194
1.225 – 8.328
Status Gizi > 25 (gemuk
) 7 63.6 4
36.4
11 100
0.681 -
< 18. 5 (kurus)
3 42.9 4 57.1
7 100
18.6-25 (normal
) 31 53.4 27
46.6
58 100
a. Hubungan antara usia pekerja dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa responden
yang berusia > 29 tahun sebagian besar mengalami lelah
yaitu sebanyak 33 orang (75.0%). Responden yang berusia ≤
29 tahun sebagian besar mengalami tidak lelah yaitu
sebanyak 24 orang (75.0%). Berdasarkan hasil uji statistic Chi
Square diketahui usia pekerja memiliki hubungan yang
bermakna (Pvalue ≤ 0,05) dengan kelelahan kerja, Pvalue =
0,000. Analisis keeratan hubungan dua variabel diperoleh OR
xxvi
xxvi
= 9.000 (95% CI 3.144-25.276) artinya responden yang memiliki
usia pekerja > 29 tahun memiliki peluang 9.000 kali untuk
terjadinya kelelahan kerja dibandingkan dengan responden
yang memiliki usia pekerja ≤ 29 tahun.
b. Hubungan antara jenis kelamin pekerja dengan kelelahan
kerja pada pekerja penjahit
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa responden
yang memiliki jenis kelamin laki-laki sebagian besar
mengalami lelah yaitu sebanyak 36 orang (56.3%).
Responden yang memiliki jenis kelamin perempuan sebagian
besar mengalami tidak lelah yaitu sebanyak 7 orang (58.3%).
Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square diketahui jenis
kelamin pekerja tidak memiliki hubungan yang bermakna
(Pvalue > 0,05) dengan kelelahan kerja, Pvalue = 0,352.
c. Hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada
pekerja
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa responden
yang memiliki masa kerja > 8 tahun sebagian besar
mengalami lelah yaitu 23 orang (69.7%). Responden yang
berusia ≤ 8 tahun sebagian besar mengalami tidak lelah
yaitu sebanyak 25 orang (58.1%). Berdasarkan hasil uji statistic
xxvii
xxvii
Chi Square diketahui masa kerja memiliki hubungan yang
bermakna (Pvalue ≤ 0,05) dengan kelelahan kerja Pvalue = 0,016.
Analisis keeratan hubungan dua variabel diperoleh OR =
3,194 (95% CI 1.225-8.328) artinya responden yang memiliki
masa kerja > 8 tahun memiliki peluang 3,194 kali untuk
terjadinya kelelahan kerja dibandingkan dengan responden
yang memiliki masa kerja ≤ 8 tahun.
d. Hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada
pekerja
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa responden
yang memiliki status gizi normal sebagian besar mengalami
lelah yaitu sebanyak 31 (53.4%). Untuk responden yang
memiliki status gizi gemuk sebagian besar mengalami lelah
yaitu sebanyak 7 (63.6%) orang; dan responden yang
memiliki status gizi kurus sebagian besar mengalami tidak
lelah yaitu sebanyak 4 (57.1%) orang. Berdasarkan hasil uji
statistic Chi Square diketahui status gizi tidak memiliki
hubungan yang bermakna (Pvalue > 0,05) dengan kelelahan
kerja, Pvalue = 0,681.
2. Hubungan jam kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja
penjahit
xxviii
xxviii
Tabel 5.9
Gambaran Distribusi Berdasarkan Jam Kerja dengan Kelelahan Kerja pada
Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang 2009
Kategori Kelelahan Kerja
Lelah Tidak lelah Total Variabel
N % N %
N (76)
%
Pvalue OR 95% CI
> 8 jam 36 56.3 28 43.8
64 100 Jam Kerja
≤ 8 jam 5 41.7 7 58.3
12 100
0.352
1.800
0.516-6.279
Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa responden
yang memiliki jam kerja > 8 jam sebagian besar mengalami
lelah yaitu sebanyak 36 orang (56.3%). Responden yang memliki
jam kerja ≤ 8 jam sebagian besar mengalami tidak lelah yaitu
sebanyak 7 orang (58.3%). Berdasarkan hasil uji statistic Chi
Square diketahui jam kerja tidak memiliki hubungan yang
bermakna (Pvalue > 0,05) dengan kelelahan kerja, Pvalue = 0,352.
3. Hubungan antara postur kerja dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit
Tabel 5.10
Gambaran Distribusi Berdasarkan Postur Kerja dengan Kelelahan Kerja pada
Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang 2009 Katego
ri Kelelahan Kerja Variabel
Lelah Tidak lelah Total
Pvalue OR 95% CI
xxix
xxix
N % N %
N (76)
%
8-10 risiko tinggi
10 71.4 4 28.6
14 100 Postur Kerja
5-7 risiko
rendah 31 50.0 31
50.0
62 100
0.146 2.500
0.708-8.830
Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa responden
yang memiliki postur kerja yang berisiko tinggi sebagian besar
mengalami lelah yaitu sebanyak 10 orang (71.4%). Berdasarkan
hasil uji statistic Chi Square diketahui postur kerja tidak memiliki
hubungan yang bermakna (Pvalue > 0,05) dengan kelelahan
kerja, Pvalue = 0,146.
4. Hubungan antara dosis kebisingan dengan kelelahan kerja
pada pekerja penjahit
Tabel 5.11 Gambaran Distribusi Berdasarkan Dosis Kebisingan dengan Kelelahan Kerja
pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang 2009 Katego
ri Kelelahan Kerja
Lelah Tidak lelah Total
Variabel
N % N % N (76)
%
Pvalue OR 95% CI
Kebisingan >100% 10 76.9 3
23.1
13 100 0.068 3.441
xxx
xxx
≤ 100% 31 49.2 32
50.8
63 100 0.864-3.698
Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa responden
yang memiliki dosis kebisingan ≤ 100% sebagian besar
mengalami lelah yaitu sebanyak 31 orang (49.2%). Responden
yang memiliki dosis kebisingan > 100% sebagian besar tidak
mengalami lelah yaitu sebanyak 32 orang (50.8%). Berdasarkan
hasil uji statistic Chi Square diketahui dosis kebisingan tidak
memiliki hubungan yang bermakna (Pvalue > 0,05) dengan
kelelahan kerja, Pvalue = 0,068.
5. Hubungan antara pencahayaan dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit
Tabel 5.12
Gambaran Distribusi Pencahayaan Berdasarkan Kelelahan Kerja pada
Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang 2009
Variabel Mean SD SE P value N
Lelah 92.61 28.952 4.521 0.628 41
Tidak Lelah
92.09 24.634 4.164 35
Rata-rata pencahayaan pada pekerja yang mengalami
kelelahan adalah 92.61 lux dengan standar deviasi 28.952%.
sedangkan pada pekerja yang tidak mengalami kelelahan rata-
xxxi
xxxi
rata pencahayaannya 92.09 dengan standar deviasi 24.634. Hasil
uji Statistik didapatkan nilai P=0.628, berarti pada alpha 5% terlihat
tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata pencahayaan
antara pekerja yang lelah dengan pekerja yang tidak mengalami
kelelahan.
6. Hubungan antara suhu dengan kelelahan kerja pada pekerja
penjahit
Tabel 5.13
Gambaran Distribusi Suhu Berdasarkan Kelelahan Kerja pada Pekerja
Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang
2009
Variabel Mean SD SE P value N
Lelah 27.639 0.9828 0.1534 0.139 41
Tidak Lelah
27.666 1.1321 0.1914 35
Rata-rata suhu ditempat kerja yang mengalami kelelahan
adalah 27.639 ºC dengan standar deviasi 0.9828%. sedangkan
pada pekerja yang tidak mengalami kelelahan rata-rata suhu
ditempat kerja 27.666 dengan standar deviasi 1.1321%. Hasil uji
Statistik didapatkan nilai P=0.139, berarti pada alpha 5% terlihat
tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata intensitas cahaya
antara pekerja yang lelah dengan pekerja yang tidak mengalami
kelelahan.
xxxii
xxxii
C. Analisis Multivariat
Untuk memperoleh jawaban variabel mana yang paling
berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja, maka perlu
dilakukan analisis multivariat. Tahapan yang dilakukan dalam
analisis multivariat meliputi pemilihan kandidat multivariat,
pembuatan model, dan analisis interaksi.
3. Pemilihan variabel sebagai kandidat analisis multivariat
Pada penelitian ini terdapat 4 variabel yang diduga
berpengaruh terhadap kelelahan kerja yaitu usia pekerja, masa
kerja, postur kerja, dan kebisingan. Untuk pemilihan variabel
kandidat, ke-4 variabel tersebut terlebih dahulu dilakukan
analisis bivariat dengan variabel dependen yaitu kelelahan
kerja. Setelah melalui analisis bivariat, variabel dengan nilai Pvalue
≤ 0,25 dan mempunyai kemaknaan secara substansi dapat
dijadikan kandidat yang akan dimasukkan ke dalam model
multivariat. Hasil analisis bivariat antara variabel independen
dengan variabel dependen dapat dilihat pada tabel 5.14.
Tabel 5.14
Hasil Analisis Bivariat Antara Usia Kerja, Masa Kerja, Postur Kerja, dan
Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha
Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009
xxxiii
xxxiii
No Variabel PValue
1 Usia Pekerja 0.000
2 Masa Kerja 0.016
3 Postur Kerja 0.146
4 Kebisingan 0.068
Dari hasil tabel diatas ternyata ada empat variabel yang
Pvalue nya ≤ 0,25 yaitu usia pekerja, masa kerja, postur kerja, dan
kebisingan. Dengan demikian variabel-variabel tersebut masuk
ke dalam model multivariat.
4. Pembuatan Model
Analisis multivariat mendapatkan model yang terbaik dalam
menentukan determinan kelelahan kerja. Dalam pemodelan ini
semua variabel kandidat dicobakan secara bersama-sama.
Model terbaik akan dipertimbangkan pada nilai Pvalue ≤ 0,05.
Pemilihan model dilakukan secara hirarki dengan cara semua
variabel independen yang menjadi kandidat yang memenuhi
syarat dimasukkan ke dalam model, kemudian variabel Pvalue >
0,05 dikeluarkan dari model satu-persatu. Secara keseluruhan
hasil pembuatan model faktor penentu dapat dilihat pada
tabel 5.15.
xxxiv
xxxiv
Tabel 5.15
Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model Antara Usia Kerja, Masa
Kerja, Postur Kerja, dan Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada
Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang 2009
Dari hasil analisis data diatas diketahui bahwa dari empat variabel yang dianalisis, hanya terdapat satu variabel yang tersisa. Tabel diatas menunjukkan bahwa variabel usia pekerja mempunyai Pvalue (Pwald) ≤ 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel usia pekerja merupakan variabel yang mempunyai hubungan secara signifikan dengan kelelahan kerja. Sedangkan untuk variabel masa kerja, postur kerja, dan kebisingan dikeluarkan karena mempunyai Pvalue(Pwald) > 0,05. Hasil analisis multivariat untuk variabel usia pekerja setelah variabel masa kerja, postur kerja, dan kebisingan dikeluarkan dapat dilihat pada tabel 5.16.
Table 5.16
Hasil Akhir Analisis Multivariat Antara Usia Pekerja dengan Kelelahan
Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah
Ketapang Cipondoh Tangerang 2009
No Variabel Model
1
Model
2
Model
3
Model
4
1 Usia kerja 0.000 0.000 0.000 0.000
2 Masa kerja 0.840 - - -
3 Postur kerja
0.476 0.483 0.488 -
4 Kebisingan 0.572 0.573 - -
xxxv
xxxv
No Variabel B Pwald OR 95% CI
1 Usia Pekerja
2.136 0.000 8.465 2.926-24.488
-2 log likelihood = 85,475 G = 19,409 Pvalue = 0,000
Negelkerke R Square = 0,301
Hasil tabel 5.16 untuk variabel usia pekerja mempunyai Pvalue (sig) yang dibawah 0,05, berarti variabel tersebut berhubungan secara signifikan dengan kelelahan kerja. Pada variabel usia pekerja memiliki nilai OR = 8.465 hal ini menunjukkan bahwa kelelahan akan terjadi sebesar 8.465 kali apabila usia pekerja > 29 tahun. selanjutnya dilihat dari koefisien B dan nilai OR pada tabel 5.16 dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut merupakan variabel yang paling dominan yang mempengaruhi kelelahan kerja karena mempunyai nilai koefisien B (2.136) dan OR (8.465). berdasarkan hasil analisis model diketahui nilai Negelkerke R Square sebesar 30.1% artinya variabel usia menjelaskan terhadap terjadinya kelelahan kerja sebesar 30.1%.
Dari hasil analisis multivariat secara keseluruhan, maka
persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1
Logit Kelelahan Kerja = -3.296 + (2.136*usia pekerja)
xxxvi
xxxvi
Berdasarkan persamaan tersebut maka kelelahan kerja
dapat diperkirakan dengan usia pekerja. Usia pekerja akan
meningkatkan kelelahan kerja sebesar 2.136.
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang
hanya menggambarkan variabel yang diteliti, baik independen
xxxvii
xxxvii
maupun dependen pada waktu yang sama terkadang
ditemukan bias berupa lemah dalam melihat hubungan sebab
akibat.
2. Bagian kerangka konsep yang digunakan pada penelitian ini
hanya menghubungkan variabel-variabel yang diperkirakan
memiliki hubungan dengan variabel dependen.
3. Pengambilan data suhu dan pencahayaan dilakukan pada
saat keadaan cuaca yang mendung sehingga mempengaruhi
hasil pengukuran.
4. Sampel pada penelitian ini menggunakan sampel jenuh karena
sampelnya terlalu kecil, sehungga tidak sesuai dengan yang
diharapkan.
5. Dikarenakan keterbatasan biaya dalam penelitian ini,
pengukuran kelelahan kerja dilakukan secara subjektif dengan
menggunakan kuesioner IFRC.
B. Kelelahan
Menurut Budiono, dkk (2003) kelelahan mengarah pada kondisi
melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan. Sedangkan
menurut Riyadina (1996) kelelahan kerja adalah keadaan
xxxviii
xxxviii
karyawan yang mengakibatkan terjadinya penurunan dan
produktivitas kerja akibat faktor pekerjaan. Kelelahan menunjukkan
keadaan yang berbeda-beda tetapi semua itu berakibat kepada
pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur,
1996). Dengan demikian asumsi penulis adalah bahwa apabila
terjadinya kelelahan kerja besar kemungkinan akan terjadi
penurunan konsentrasi kerja dan kesalahan dalam kerja yang
dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Kemudian apabila
terjadinya kecelakaan kerja dapat menurunkan produktivitas
pekerja dalam bekerja, sehingga perusahaan akan mengalami
penurunan produktivitas.
Kelelahan kerja dalam penelitian ini ditinjau dari tes kelelahan
secara subjektif yang Terdapat 30 gejala kelelahan umum yang
digunakan untuk mengukur kelelahan kerja yang diadopsi dari IFRC
(Industrial Fatigue Research Commitee Of Japanese Association Of
Industrial Health) dalam Tarwaka (2004) yaitu perasaan berat
dikepala, lelah seluruh badan, berat di kaki, menguap, pikiran
kacau, mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung
dan kaku, berdiri tidak stabil, ingin berbaring, susah berpikir, lelah
untuk berbicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit memusatkan
perhatian, mudah lupa, kepercayaan diri kurang, merasa cemas,
xxxix
xxxix
sulit mengontrol sikap, tidak tekun dalam pekerjaan, sakit dikepala,
kaku di bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak,
merasa pening, spasme di kelopak mata, tremor pada anggota
badan, merasa kurang sehat. Dari ke-30 gejala kelelahan diatas,
gejala yang paling banyak dirasakan oleh pekerja yaitu pekerja
merasa lelah pada seluruh badan dan ingin berbaring.
Berdasarkan hasil penelitian, hasil pengukuran kelelahan secara
subjektif yang terdapat pada tabel 5.1 diketahui bahwa pekerja
penjahit yang mengalami kelelahan lebih banyak yaitu sebesar
53.9% dibandingkan dengan yang mengalami tidak lelah (46.1%).
Asumsi peneliti bahwa dalam penelitian ini responden yang
mengalami kelelahan lebih banyak dibandingakan dengan yang
tidak lelah disebabkan oleh faktor usia dan masa kerja. Menurut
Suma’mur (1989) kemampuan seseorang dalam melakukan
tugasnya dipengaruhi oleh beberapa factor, salah satunya adalah
umur. Umur seseorang akan mempengaruhi kondisi tubuh.
Seseorang yang berumur muda sanggup melakukan pekerjaan
berat dan sebaliknya jika seseorang berusia lanjut maka
kemampuan untuk melakukan pekerjaan berat akan menurun.
Pekerja yang telah berusia lanjut akan merasa cepat lelah dan
tidak bergerak dengan gesit ketika melaksanakan tugasnya
xl
xl
sehingga mempengaruhi kinerjanya. Usia pekerja dalam penelitian
ini lebih banyak usia pekerja yang lebih tua dibandingkan dengan
usia pekerja yang lebih muda, sehingga pekerja lebih cepat
mengalami kelelahan kerja.
Menurut Sedarmayanti (1996) lama masa kerja adalah salah
satu faktor yang termasuk ke dalam komponen ilmu kesehatan
kerja. Pekerjaan fisik yang dilakukan secara kontinyu dalam jangka
waktu yang lama akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam
tubuh (sistem peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf, dan
pernafasan). Dalam keadaan ini kelelahan terjadi karena
terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah
dimana produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan kegiatan
otot. Dalam penelitian ini masa kerja responden juga lebih banyak
yang sudah lama bekerja sebagai penjahit dibandingkan dengan
masa kerja yang belum lama sebagai penjahit, dengan demikian
akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem
peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf, dan pernafasan). Oleh
sebab itu, kelelahan lebih mudah terjadi karena terkumpulnya
produk sisa dalam otot dan peredaran darah sehingga banyak
pekerja yang mengalami kelelahan kerja.
xli
xli
Untuk itu pihak pengelola disarankan untuk dapat menjelaskan
penyebab-penyebab dari kelelahan kerja. Agar para pekerja
menyadari dan dapat meminimalkan kondisi kelelahan dalam
bekerja sehingga tidak terjadi penurunan produktivitas dan
kecelakaan kerja dalam melakukan pekerjaan.
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja
1. Hubungan antara Karakteristik Pekerja dengan Kelelahan Kerja
Karakteristik Pekerja yang akan diteliti meliputi usia
pekerja,jenis kelamin, masa kerja, dan status gizi. Hubungan
antara karakteristik pekerja dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang
Cipondoh Tangerang akan dijelaskan pada pembahasan di
bawah ini.
a. Hubungan antara usia pekerja dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit
Variabel usia pekerja merupakan salah satu faktor yang
berhubungan dapat kelelahan kerja pada pekerja penjahit.
Berdasarkan data pada tabel 5.2 diketahui bahwa pekerja
yang memiliki usia >29 tahun lebih banyak dibandingkan
dengan pekerja yang memiliki usia ≤ 29 tahun.
xlii
xlii
Data pada tabel 5.8 terlihat bahwa kelelahan paling
banyak dialami oleh pekerja dengan usia > 29 tahun (33
orang). Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa
ada perbedaan proporsi terjadinya kelelahan kerja antara
pekerja yang memiliki usia > 29 tahun dengan pekerja yang
memiliki usia ≤ 29 tahun. Analisis keeratan hubungan dua
variabel diketahui bahwa pekerja yang memiliki usia > 29
tahun memiliki peluang 9.000 kali untuk terjadinya kelelahan
kerja dibandingkan dengan responden yang memiliki usia ≤
29 tahun.
Berdasarkan data pada tabel 5.16 diketahui bahwa
analisis multivariat untuk variabel usia pekerja memiliki P value
≤ 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa usia pekerja merupakan
variabel yang paling dominan untuk mempengaruhi
kelelahan kerja.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Suma’mur (1989),
pekerja yang telah berusia lanjut akan merasa cepat lelah
dan tidak bergerak dengan gesit ketika melaksanakan
tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya. Kemampuan
untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik setiap
individu berbeda dan dapat juga dipengaruhi oleh usia
xliii
xliii
individu tersebut. Misalnya pada umur 50 tahun kapasitas
kerja tinggal 80% dan pada umur 60 tahun menjadi 60%
dibandingkan dengan kapasitas yang berumur 25 tahun.
Asumsi peneliti bahwa kemampuan untuk dapat
melakukan pekerjaan dengan baik setiap individu berbeda-
beda tergantung dari usia pekerjanya. Dalam penelitian ini
usia pekerja berhubungan dengan kejadian kelelahan kerja,
selain itu usia pekerja juga terbukti sebagai faktor yang
paling dominan untuk terjadinya kelelahan kerja. Demikian
dengan bertambahnya usia seseorang maka akan
berkurangnya tenaga dalam melakukan pekerjaan,
sehingga pekerja akan lebih mudah untuk mengalami
kelelahan kerja.
Selain itu, dengan adanya hubungan antara usia pekerja
dengan kelelahan kerja disebabkan oleh faktor masa kerja,
dimana dengan bertambahnya usia seseorang maka lama
bekerjanya juga akan bertambah sehingga lebih mudah
untuk terjadinya kelelahan kerja. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Sedarmayanti (1996) lama masa
kerja adalah salah satu faktor yang termasuk ke dalam
komponen ilmu kesehatan kerja. Pekerjaan fisik yang
xliv
xliv
dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang lama
akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh
(sistem peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf, dan
pernafasan). Dalam keadaan ini kelelahan terjadi karena
terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah
dimana produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan
kegiatan otot. Hal inilah yang menyebabkan usia pekerja
berhubungan dengan kelelahan kerja dalam bekerja.
b. Hubungan antara jenis kelamin dengan kelelahan kerja
pada pekerja penjahit
Variabel jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang
berhubungan dengan kelelahan kerja yang berasal dari
individu yang bersangkutan. Berdasarkan data pada tabel
5.2 diketahui bahwa pekerja yang memiliki jenis kelamin laki-
laki jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan pekerja
yang memiliki jenis kelamin perempuan.
Dari tabel 5.8 diketahui bahwa kelelahan banyak dialami
oleh pekerja yang memiliki jenis kelamin laki-laki. Hasil analisis
bivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan kelelahan kerja.
xlv
xlv
Menurut Harrington dan Gill (2003) dalam Veranita (2008)
pekerja wanita lebih teliti dan lebih tahan atau lentur
dibandingkan dengan laki-laki, seperti pada wanita yang
telah menikah dan bekerja, waktu kerjanya lebih lama 4-6
jam jika dibandingkan dengan pria (suaminya) karena selain
mencari nafkah wanita juga bertanggung jawab terhadap
keluarga dan rumah.
Asumsi peneliti bahwa dengan tidak adanya hubungan
antara jenis kelamin dengan kelelahan kerja disebabkan
karena pekerja laki-laki harus mencari nafkah untuk keluarga
dan bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarganya,
sehingga menganggap kelelahan kerja sebagai hal yang
biasa terjadi dalam bekerja. Demikian juga dengan wanita
selain ia bertanggung jawab terhadap keluarga dan rumah
tangga, ia juga membantu mencari nafkah untuk
menambah keuangan keluarga, sehingga kelelahan kerja
menjadi hal yang biasa terjadi. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Tarwaka et al (2004) dimana wanita
hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik
atau kekuatan otot laki laki. Dengan demikian, untuk
mendapatkan hasil kerja yang sesuai maka harus diusahakan
xlvi
xlvi
pembagian tugas antara laki-laki dan wanita. Hal ini harus
disesuaikan dengan kemampuan, kebolehan, dan
keterbasannya masing-masing.
c. Hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit
Variabel masa kerja merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi kelelahan kerja pada pekerja
penjahit. Berdasarkan data pada tabel 5.2 diketahui bahwa
pekerja yang memiliki masa kerja ≤ 8 tahun lebih banyak
dibandingkan dengan pekerja yang memiliki masa kerja > 8
tahun.
Data pada tabel 5.8 terlihat bahwa kelelahan paling
banyak dialami oleh pekerja dengan masa kerja > 8 tahun
(69.7%). Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa
ada perbedaan proporsi terjadinya kelelahan kerja antara
pekerja yang memiliki masa kerja lebih dari 8 tahun dengan
masa kerja kurang sama dengan dari 8 tahun.
Pada penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Sedarmayanti (1996) bahwa lama masa kerja
merupakan salah satu faktor yang termasuk ke dalam
komponen ilmu kesehatan kerja. Pekerjaan fisik yang
xlvii
xlvii
dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang lama
akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh
(sistem peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf, dan
pernafasan). Dalam keadaan ini kelelahan terjadi karena
terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah
dimana produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan
kegiatan otot. Asumsi peneliti bahwa apabila pekerja sudah
lama bekerja sebagai penjahit akan berpengaruh terhadap
mekanisme dalam tubuh (sistem peredaran darah,
pencernaan, otot, syaraf, dan pernafasan), hal inilah yang
menyebabkan pekerja lebih mudah untuk mengalami
kelelahan kerja.
Selain itu, dengan adanya hubungan antara masa kerja
dengan kelelahan kerja disebabkan oleh faktor usia pekerja,
dimana dengan lamanya bekerja sebagai penjahit maka
usia seseorang juga akan bertambah sehingga lebih mudah
untuk terjadinya kelelahan kerja. Hal ini sesuai dengan teori
yang di kemukakan oleh Suma’mur (1989), bahwa
kemampuan seseorang dalam melakukan tugasnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
umur. Umur seseorang akan mempengaruhi kondisi tubuh.
xlviii
xlviii
Seseorang yang berumur muda sanggup melakukan
pekerjaan berat dan sebaliknya jika seseorang berusia lanjut
maka kemampuan untuk melakukan pekerjaan berat akan
menurun. Pekerja yang telah berusia lanjut akan merasa
cepat lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika
melaksanakan tugasnya sehingga mempengaruhi
kinerjanya. Kemampuan untuk dapat melakukan pekerjaan
dengan baik setiap individu berbeda dan dapat juga
dipengaruhi oleh usia individu tersebut. Misalnya pada umur
50 tahun kapasitas kerja tinggal 80% dan pada umur 60
tahun menjadi 60% dibandingkan dengan kapasitas yang
berumur 25 tahun.
d. Hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit
Status gizi merupakan salah satu faktor yang diduga
berhubungan dengan kelelahan kerja yang berasal dari
individu yang bersangkutan. Berdasarkan data pada tabel
5.2 diketahui bahwa pekerja yang memiliki status gizi normal
jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang
memiliki status gizi gemuk atau kurus.
xlix
xlix
Dari tabel 5.8 diketahui bahwa kelelahan banyak dialami
oleh pekerja yang memiliki status gizi normal (53.4%). Hasil
analisis bivariat menunjukkan bahwa status gizi pekerja tidak
memiliki hubungan yang bermakna dengan kelelahan kerja.
Menurut teori Hartz et al (1999) dalam Safitri (2008)
peningkatan IMT / IMT lebih tinggi berhubungan dengan
peningkatan kelelahan kerja pada study yang dilakukan
selama 2 tahun pada pasien ICF dan menjadi overweight /
obesitas dengan fungsi fisik dan vitalitas yang lebih rendah
pada population based study.
Berdasarkan teori Hartz et al (1999) di atas, kelelahan
terjadi pada IMT yang lebih tinggi yaitu obesitas. Namun,
pada penelitian ini kelelahan lebih banyak dialami oleh
pekerja dengan status gizi normal. Dengan demikian hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Hartz et al (1999). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pekerja dengan status gizi gemuk dan kurus tidak selalu
mengalami kelelahan kerja yang didukung oleh penelitian ini.
Akan tetapi penulis berasumsi bahwa kelelahan terjadi
disebabkan oleh banyaknya pekerja dengan status gizi
normal yang memiliki usia yang lebih tua. Dengan demikian
l
l
bertambahnya usia seseorang maka akan berkurangnya
tenaga dalam melakukan pekerjaan, sehingga pekerja akan
lebih mudah untuk mengalami kelelahan kerja. Begitu juga
sebaliknya, bahwa pekerja yang berstatus gizi kurus dan
gemuk sebagian besar tidak mengalami kelelahan kerja
disebabkan oleh faktor usia pekerja dan masa kerja, dimana
usia pekerjanya yang muda dan masa kerjanya yang tidak
terlalu lama bekerja sebagai penjahit.
2. Hubungan antara Jam Kerja dengan Kelelahan Kerja
Variabel jam kerja merupakan salah satu faktor yang dapat
berhubungan kelelahan kerja pada pekerja penjahit.
Berdasarkan data pada tabel 5.3 diketahui bahwa pekerja
yang memiliki jam kerja > 8 jam lebih banyak dibandingkan
dengan pekerja yang memiliki jam kerja ≤ 8 jam.
Data pada tabel 5.9 terlihat bahwa kelelahan paling banyak
dialami oleh pekerja dengan jam kerja > 8 jam (56.3%).
Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna antara kelelahan kerja dengan jam
kerja > 8 jam dan jam kerja ≤ 8 jam.
Menurut Suma’mur (1996) Lamanya seseorang bekerja sehari
secara baik pada umumnya 6-8 jam. Sisanya 16-18 jam
li
li
dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan
masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Memperpanjang waktu
kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai
effisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan
produktivitas serta kecendrungan untuk timbulnya kelelahan,
penyakit, dan kecelakaan kerja.
Namun pada penelitian ini kelelahan kerja lebih banyak
dialami oleh pekerja yang bekerja lebih dari 8 jam dalam sehari.
Dengan demikian jam kerja dalam penelitian ini tidak sesuai
dengan yang disarankan oleh Suma’mur (1996). Dalam
penelitian ini juga menyebutkan bahwa tidak ada hubungan
antara kelelahan kerja dengan jam kerja. Kemungkinan hal ini
disebabkan oleh masa kerja pekerja yang sudah lama bekerja
sebagai penjahit. Dengan masa kerja yang lama berati tingkat
pengalaman kerja seseorang akan bertambah, sehingga
kelelahan kerja menjadi hal yang biasa terjadi dalam bekerja.
3. Hubungan antara Postur Kerja dengan Kelelahan Kerja
Variabel postur kerja merupakan salah satu faktor yang
dapat berhubungan kelelahan kerja pada pekerja penjahit.
Pada penelitian ini cara melihat postur kerja pekerja dengan
melakukan pengukuran risiko ergonomi pada pekerjaan
lii
lii
dengan menggunakan metode REBA. Risiko ergonomi
pekerjaan dengan metode REBA terbagi menjadi 5 kategori
yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
Berdasarkan data pada tabel 5.4 diketahui bahwa pekerja
yang memiliki postur kerja yang berisiko lebih rendah lebih
banyak dibandingkan dengan pekerja yang memiliki postur
kerja yang berisiko lebih tinggi.
Berdasarkan observasi, para pekerja yang sedang
melakukan beberapa kegiatan, maka dilakukan pengukuran
risiko ergonomi pekerjaan pada setiap pekerja yang sedang
melakukan kegiatan pekerjaan dengan metode REBA, sehingga
setiap pekerja memiliki nilai risiko yang berbeda atau terdapat
range. Hasil penelitian yang dilakukan hanya terdapat risiko
ergonomi pekerjaan yang berisiko tinggi dan risiko ergonomi
pekerjaan yang berisiko rendah.
Data pada tabel 5.10 terlihat bahwa kelelahan paling
banyak dialami oleh pekerja dengan postur kerja yang berisiko
lebih rendah (50.0%). Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara
persentase kelelahan antara pekerja yang memiliki postur kerja
liii
liii
yang berisiko lebih rendah dengan pekerja yang memiliki postur
kerja yang berisiko lebih tinggi.
Hasil uji statistik menunjukan tidak adanya hubungan yang
signifikan antara postur kerja dengan kelelahan kerja. Akan
tetapi berdasarkan penilaian REBA kegiatan para pekerja
tersebut memiliki risiko yang serius yaitu risiko tinggi dengan risiko
rendah. Menurut Soeripto (1989), perencanaan dan
penyesuaian alat yang tepat bagi tenaga kerja dapat
meningkatkan produktivitas, menciptakan keselamatan dan
kesehatan kerja serta kelestarian lingkungan kerja, dan juga
memperbaiki kualitas produk dari suatu proses produksi. Oleh
karena itu, upaya untuk menanggulangi risiko ergonomi tersebut
dapat dilakukan dengan menyediakan peralatan kerja yang
sesuai dengan antropometri masing-masing pekerja seperti
meja dan kursinya. Dengan demikian risiko ergonomi dapat
diminimalisasi karena peralatan kerja yang digunakan sesuai
dengan antropometri pekerja, sehingga para pekerja tidak
mengalami kelelahan kerja akibat melakukan pekerjaan
menjahit.
4. Hubungan antara Kebisingan dengan Kelelahan Kerja
liv
liv
Variabel kebisingan merupakan salah satu faktor yang
dapat berhubungan kelelahan kerja pada pekerja penjahit.
Berdasarkan data pada tabel 5.5 diketahui bahwa pekerja
yang memiliki dosis kebisingan ≤ 100% lebih banyak
dibandingkan dengan pekerja yang memiliki dosis kebisingan >
100%.
Berdasarkan observasi, para pekerja yang sedang bekerja,
maka dilakukan pengukuran kebisingan. Sehingga setiap
pekerja memiliki nilai dosis yang berbeda-beda sesuai dengan
jam kerja perharinya.
Data pada tabel 5.11 terlihat bahwa kelelahan paling
banyak dialami oleh pekerja yang memiliki dosis kebisingan ≤
100% (49.2%). Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara
persentase kelelahan antara pekerja yang memiliki dosis
kebisingan ≤ 100% lebih banyak dibandingkan dengan pekerja
yang memiliki dosis kebisingan > 100%.
Dengan demikian hasil nilai kebisingan pada pekerja dalam
penelitian ini dikategorikan masih aman karena masih di bawah
NAB yaitu sesuai dengan Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan
di tempat kerja berdasarkan Occupational Safety and Health
lv
lv
(2003) dosis kebisingan tidak boleh lebih dari 100% dan waktu
kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam/hari atau 40 jam. Selain
itu, menururt Sedarmayanti (2009) kebisingan merupakan bunyi
yang tidak dikehendaki oleh telinga karena dalam jangka
panjang dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak
pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan
kebisingan yang serius dapat menyebabkan kematian.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja.
Kemungkinan dengan tidak adanya hubungan tersebut
disebabkan oleh nilai kebisingannya masih aman untuk diterima
oleh pekerja. Kemudian pekerja merasa tidak terganggu
dengan kebisingan yang ada di tempat kerja, sehigga tidak
terjadinya kelelahan kerja pada pekerja.
5. Hubungan antara Pencahayaan dengan Kelelahan Kerja
Variabel pencahayaan merupakan salah satu faktor yang
dapat berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja
penjahit. Berdasarkan data pada tabel 5.5 diketahui bahwa
pencahayaan di tempat kerja rata-rata 92.37 lux.
Berdasarkan observasi, para pekerja yang sedang bekerja,
maka dilakukan pengukuran pencahayaan di meja masing-
lvi
lvi
masing pekerja. Sehingga setiap pekerja memiliki pencahayaan
yang berbeda-beda sesuai dengan penerangan yang tersedia
di meja kerjanya masing-masing.
Data pada tabel 5.12 terlihat bahwa rata-rata intensitas
cahaya masing-masing pekerja yaitu 92.61. Berdasarkan hasil
analisis bivariat, diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang
bermakna antara pencahayaan dengan kelelahan kerja.
Dengan demikian pencahayaan di tempat kerja ini tidak sesuai
dengan standar Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu 500 lux.
Menurut Budiono dkk (2003) akibat penerangan yang buruk
dapat menyebabkan kelelahan mata dengan berkurangnya
daya dan efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan- keluhan
pegal di daerah mata, dan sakit kepala sekitar mata,
merusakan alat penglihatan, serta meningkatnya kecelakaan.
Meskipun seharusnya tingkat pencahayaan yang rendah
dapat mempengaruhi kelelahan kerja, tapi hasil penelitian ini
membuktikan bahwa pencahayaan tidak memiliki hubungan
yang signifikan dengan kelelahan kerja. Dengan demikian
peneliti berasumsi bahwa tidak adanya hubungan antara
cahaya dengan kelelahan kerja disebabkan oleh masa kerja
lvii
lvii
dari pekerja yang terlalu lama. Dengan masa kerja yang terlalu
lama kemungkinan para pekerja sudah terbiasa dan lebih
berpengalaman sehingga mampu bekerja secara efisien. Oleh
sebab itu mereka dapat mengatur besarnya tenaga yang
dikeluarkan oleh karena seringnya melakukan pekerjaan
tersebut, sehingga kelelahan kerja tidak terjadi pada saat
bekerja.
6. Hubungan antara Suhu di Tempat Kerja dengan Kelelahan Kerja
Variabel suhu di tempat kerja merupakan salah satu faktor
yang dapat berhubungan dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit. Berdasarkan data pada tabel 5.6 diketahui
bahwa suhu di tempat kerja rata-rata 27.651 ºC.
Berdasarkan observasi, para pekerja yang sedang bekerja,
maka dilakukan pengukuran suhu di tempat kerja. Sehingga
setiap pekerja memiliki suhu di tempat kerja yang berbeda-
beda.
Data pada tabel 5.13 terlihat bahwa rata-rata suhu di
tempat kerja yaitu 27.639 ºC. Berdasarkan hasil analisis bivariat,
diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
suhu di tempat kerja dengan kelelahan kerja. Dengan demikian
suhu di tempat kerja ini dikategorikan aman karena sesuai
lviii
lviii
dengan standar Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu 18-30 ºC.
Menurut Suma’mur (1992) pada suhu udara yang panas dan
lembab, makin tinggi kecepatan aliran udara malah akan
makin membebani tenaga kerja. Pada tempat kerja dengan
suhu udara yang panas maka akan menyebabkan proses
pemerasan keringat. Beberapa hal buruk berkaitan dengan
kondisi demikian dapat dialami oleh tenaga kerja, salah satunya
kelelahan kerja. Pekerja yang mengalami kondisi demikian, sulit
untuk mampu bereproduksi tinggi. Akibat kelelahan kerja
tersebut, para pekerja menjadi kurang bergairah kerja, daya
tanggap dan rasa tanggung jawab menjadi rendah, sehingga
seringkali kurang memperhatikan kualitas produk kerjanya.
Dengan demikian, suhu di lingkungan kerja tidak
berhubungan dengan kelelahan kerja karena suhu tersebut
masih dalam batas normal untuk lingkungan kerja bagi para
pekerja. Dengan suhu tersebut tubuh tidak terlalu banyak
membuang energi untuk beradaptasi dengan lingkungan
sekitar. Hal inilah yang menyebabkan dalam penelitian ini, suhu
tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kelelahan
kerja.
lix
lix
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
B. Simpulan
1. Pekerja yang mengalami kelelahan lebih banyak dibandingkan
dengan pekerja yang mengalami tidak lelah
2. Gambaran karakteristik pekerja antara lain :
a. Pekerja yang berusia > 29 tahun lebih banyak dibandingkan
dengan pekerja yang berusia diatas ≤ 29 tahun
b. Pekerja yang memiliki jenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingkan dengan pekerja yang memiliki jenis kelamin
perempuan
c. Pekerja yang memiliki masa kerja > 8 tahun lebih banyak
dibandingkan dengan pekerja yang memiliki masa kerja ≤ 8
tahun
d. Pekerja dengan status gizi normal lebih banyak dibandingkan
dengan pekerja dengan status gizi kurus dan gemuk
3. Pekerja yang memiliki jam kerja > 8 jam lebih banyak
dibandingkan dengan pekerja yang memiliki jam kerja ≤ 8 jam
lx
lx
4. Pekerja yang memiliki postur kerja yang berisiko rendah lebih
banyak dibandingkan dengan pekerja yang memiliki postur
kerja yang berisiko tinggi
5. Tempat kerja yang memiliki kebisingan ≤ 100% lebih banyak
dibandingkan dengan tempat kerja yang memiliki kebisingan >
100%
6. Rata-rata pencahayaan di tempat kerja adalah 92.37 lux
7. Rata-rata suhu di tempat kerja adalah 27.651 ºC
8. Hubungan antara karakteristik pekerja dengan kelelahan kerja
antara lain sebagai berikut:
a. Ada hubungan yang bermakna antara usia pekerja dengan
kelelahan kerja
b. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
dengan kelelahan kerja
c. Ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan
kelelahan kerja
d. Tidak ada hubungan antara status gizi pekerja dengan
kelelahan kerja
9. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jam kerja dengan
kelelahan kerja
lxi
lxi
10. Tidak ada hubungan yang bermakna antara postur kerja
dengan kelelahan kerja
11. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebisingan
dengan kelelahan kerja
12. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pencahayaan
dengan kelelahan kerja
13. Tidak ada hubungan yang bermakna antara suhu dengan
kelelahan kerja
14. Usia pekerja yang dominan untuk mempengaruhi terjadinya
kelelahan kerja
C. Saran
1. Bagi Pengelola
a. Sebaiknya pihak pengelola melakukan pengaturan jam kerja
yang teratur dan waktu istirahat yang cukup agar kelelahan
kerja yang terjadi dapat dikurangi.
b. Sebaiknya pihak pengelola menyediakan peralatan kerja
yang ergonomis, misalkan meja dan kursi yang digunakan
dalam bekerja sesuai dengan antropometri pekerjanya
masing-masing agar kelelahan kerja yang terjadi dapat
dikurangi.
lxii
lxii
c. Walaupun pada penelitian ini cahaya tidak berkontribusi
terhadap kelelahan kerja, tetapi pada penelitian ini intensitas
cahaya tidak sesuai dengan standar KEPMENKES NO:
405/Menkes/SK/XI/2002, sehingga disarankan pihak
pengelola menambahkan pencahayaan di tempat kerja
agar kelelahan kerja yang terjadi dapat dikurangi.
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
a. Pada penelitian ini didapatkan R square sebesar 30.1% yang
berarti variabel-variabel yang diteliti hanya 30.1% untuk
menjelaskan variabel dependen dan 69.9% dijelaskan oleh
variabel diluar penelitian, sehingga disarankan untuk peneliti
selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel – variabel
lain yang diduga berhubungan dengan kelelahan kerja yang
tidak diteliti pada penelitian ini.
b. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian
dengan menggunakan cara lain dalam mengukur kelelahan
kerja sehingga diharapkan dapat diperoleh perbandingan
gambaran kejadian kelelahan kerja.
lxiii
lxiii
DAFTAR PUSTAKA
Andiningsari, Pratiwi. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kelelahan Pada Pengemudi Travel X Trans Jakarta Trayek
Jakarta-Bandung. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009.
Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta; Gramedia Pustaka
Umum, 2004. Apriani, Nuke. Modul Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Respati Indonesia, 2003. Amalia, Dina. Tinjauan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Unit
Produksi Industri Garment PT. INTI GRAMINDO PERSADA Tahun
2007. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007.
Ariawan, Iwan. Besar dan Metode Pada Sampel Penelitian Kesehatan.
Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, 1998.
Budiono, dkk. Kelelahan (Fatigue) Pada Tenaga Kerja. Bunga Rampai
Hiperkes dan Keselamatan Kerja Edisi ke-2. Semarang; Universitas Diponegoro, 2003.
Dowell, Chad H & Tapp. Loren C. Evaluation of Heat Stress at a Glass
Bottle Manufacture. Departement of Health and Human Service.
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). Cincinnati, Ohio. [ cited 2009 June 27th ]. Available:http://www.cdc.gov/niosh/hhe/reports/pdfs/2003-0311-3052.pdf, 2007.
Fitrihana, Noor. 2008. Kelelahan Kerja. [cited 2008 August 28th].
Available: http://blog.uny.ac.id/noorfitrihana/2008/08/13/kelelahan-kerja/,2008.
Kepmenkes. Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.
No.405/Menkes/SK/XI/2002.
lxiv
lxiv
Marfu’ah, Umi. Ergonomi Cegah Terjadinya Penyakit Akibat Kerja. Majalah KATIGA, Bisnis, K3, 2007.
Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2002. Nurmianto, Eko. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya Edisi Kedua.
Surabaya; Guna Widya, 2004. OSH. Guideliness for Noise Control And Vibration. Division Ministery of
Manpower. 2003. Pheasant, Stephen. Ergonomics, Work, and Health. Aspen Publisher Inc,
USA, 1991. Priyatno, Duwi. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta; Mediakom, 2008. Putri, Duhita Pangesti. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal pekerja
Terhadap Kelelahan Pada Operator Alat Besar PT. Indonesia
Power Unit Bisnis Pembangkitan Suralaya Periode Tahun 2008.
Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008.
Purnawati et al. Kelalahan Umum Pada Pekrja Shift Pabrik Minuman
Botol PT. X Bali. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 56, Nomor 9. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, 2006.
Riyanto, Agung. Penerapan Analisis Multivariat dalam Penelitian
Kesehatan. Bandung: Niftra Media Press, 2009. Riyadina, Woro. Beberapa Hal Tentang Kelelahan Kerja. Majalah
Hiperkes dan Keselamatan Kerja; Volume XXIX No 1; 30-34, 1996. Safitri, Dian Sustana. Hubungan Antara Pola Kerja Dengan Kelelahan
Kerja Pada Karyawan Perusahaan Migas X Kalimantan Timur.
Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2008. Santoso, Gempur. Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Jakarta: Pt. Prestasi Pustaka, 2004. Setyawati, Ely. Identifikasi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Tingkat Kelelahan Pada Tenaga kerja Wanita Bagian Produksi
lxv
lxv
Jahit Garment PT.Billion Jakarta Pusat. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001.
Sedarmayanti. Tata Kerja Dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar
Maju, 1996. Sedarmayanti. Tata Kerja Dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar
Maju, 2009. Silaban, Gery. Kelelahan Kerja. Majalah Kesehatan Masyarakat
Indonesia; Tahun XXVI, No. 10:539-544, 1998. Silatuti, Ambar. Hubungan Antara Kelelahan Dengan Produktivitas
Tenaga Kerja di Bagian Penjahitan PT. Bengawan Solo Garmen
Indonesia. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang, 2006.
Sisinta, Tiaraima. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan
Pada Pekerja di Departement Weaving PT. ISTEM Tangerang.
Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2005.
Soeripto. Ergonomi dan Produktivitas Kerja. Majalah Hiperkes dan
Keselamatan Kerja. Vol XXII, No. 1. Januari-Maret 1989:29-32. Stanton, Neville et al. Handbook of Human Factors and Ergonomics
Methods. London: CRC Press, 2005. Suma’mur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:
PT. Toko Gunung Agung, 1981. Suma’mur. Ergonomi Untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta:
CV. Haji Masagung, 1989. Suma’mur, Peranan Ergonomi Pada Industri Mebel. Majalah Hiperkes
dan Keselamatan Kerja. Vol XXVI, No. 1. Januari-Maret 1993: 26-32.
Suma’mur. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja Cetakan ke-
13. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1996.
lxvi
lxvi
Susetyo, et al. Prevalensi Keluhan Subyektif Atau Kelelahan Karena Sikap Kerja Yang Tidak Ergonomis Pada Pengrajin Perak. Jurnal Teknologi; Volume 1 No. 2: 141-149, 2008.
Tarwaka, et al. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan
Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press, 2004. Uminah. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja
Pada Perawat di RS. PELNI Petamburan Jakarta Tahun 2005.
Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2005.
Veranita, Dian Meyanti. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelelahan
Kerja Pada Pengemudi Bus Malam di Terminal Lebak Bulus.
Skripsi Program Kesehatan Masyarakat. Universitas Islam Negeri Syahid Jakarta, 2008.
lxvii
lxvii
LAMPIRAN 1
KUESIONER
Assalammualaikum Wr. Wb.
Saya Umyati bermaksud meneliti tentang “FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA
PENJAHIT DI WILAYAH KETAPANG CIPONDOH TANGERANG TAHUN
2009”. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada penelitian ini
peneliti akan bertanya mengenai karakteristik pekerja dan kelelahan kerja.
Wawancara ini akan berlangsung selama 20 – 25 menit. Responden diharapkan
menjawab setiap pertanyaan dengan sejujur- jujurnya. Setiap jawaban anda akan
dijaga kerahasiaannya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap
kinerja anda, kemudian kuesioner akan disimpan oleh peneliti. Partisipasi responden
bersifat sukarela, responden dapat menolak untuk menjawab atau tidak melanjutkan
wawancara. Untuk itu dimohon kesediaan kepada pekerja penjahit selaku responden
untuk mengisi kuesioner ini.
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih yang mendalam untuk kesediaan
Anda menjadi responden pada penelitian ini. Semoga bantuan dan kerjasama Anda
menjadi amal ibadah yang bernilai disisi-Nya.
lxviii
lxviii
FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS SETELAH PENJELASAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama :...............................................................................
Alamat : ...............................................................................
No. Telepon/HP : ...............................................................................
Bersedia secara sukarela untuk menjadi subyek penelitian dengan judul “FAKTOR-
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA
PEKERJA PENJAHIT DI WILAYAH KETAPANG CIPONDOH
TANGERANG TAHUN 2009”. Telah mendengarkan penjelasan mengenai kegiatan
yang akan dilakukan dan sadar akan manfaat dan adanya resiko yang mungkin terjadi
dalam penelitian ini. Saya akan memberikan informasi yang benar sejauh yang saya
ketahui dan saya ingat.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak
manapun.
Jakarta,......... Desember 2009
Peneliti Yang membuat pernyataan
Umyati (………………………………..)
Tanda tangan dan nama terang
lxix
lxix
Nomor Responden
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN
A. KARAKTERISTIK PEKERJA (Diisi oleh Peneliti)
A1 Nama responden………………………………..
A2 Jenis kelamin responden
1. Laki-laki
2. Perempuan
[ ] A2
A3 Tanggal….…/ Bulan…..../ Tahun …….........Kelahiran [ ] [ ] A3
A4 Berat badan responden…………………………kg
Nb: DIISI OLEH PENELITI
[ ] [ ] A4
A5 Tinggi badan responden ……………………….cm
Nb: DIISI OLEH PENELITI
[ ] [ ] [ ] A5
A6 Sudah berapa lama responden bekerja sebagai penjahit
……………. Bulan
[ ] [ ] A6
A7 Berapa lama responden bekerja dalam sehari.......jam
KETERANGAN DIBAWAH INI SEBAGAI PETUNJUK PENGISIAN BAGIAN
B.KELELAHAN KERJA
Keterangan : Sangat Sering = jika hampir tiap hari terasa
Sering = jika 3-4 hari terasa dalam satu minggu
Kadang – kadang = jika 1 – 2 hari terasa dalam satu minggu
Tidak pernah = tidak pernah terasa
B. KELELAHAN KERJA (Diisi oleh Peneliti)
B1 Apakah Saudara merasa berat di bagian kepala setelah
bekerja ?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B1
B2 Apakah saudara merasa lelah pada seluruh badan setelah [ ] B2
lxx
lxx
bekerja ?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
B3 Apakah kaki saudara terasa berat setelah bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B3
B4 Apakah saudara menguap setelah bekerja ?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B4
B5 Apakah pikiran saudara terasa kacau setelah bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B5
B6 Apakah saudara merasa mengantuk setelah bekerja ?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B6
B7 Apakah saudara merasakan ada beban pada mata setelah
bekerja ?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B7
B8 Apakah saudara merasa kaku / canggung dalam bergerak
setelah bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B8
B9 Apakah saudara merasa sempoyongan/ berdirinya Tidak
stabil setelah Bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B9
B10 Apakah saudara ada perasaan ingin berbaring setelah
bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B10
B11 Apakah saudara susah berfikir setelah bekerja ?
1. Tidak pernah 3. sering
2.kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B11
B12 Apakah saudara merasa lelah untuk berbicara setelah
bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B12
B13 Apakah saudara menjadi gugup setelah bekerja ?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B13
B14 Apakah saudara tidak bisa berkonsentrasi setelah
bekerja?
[ ] B14
lxxi
lxxi
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
B15 Apakah saudara Tidak bisa memusatkan perhatian
terhadap sesuatu setelah bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B15
B16 Apakah anda punya kecenderungan untuk lupa setelah
bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B16
B17 Apakah saudara merasa kurang percaya diri setelah
bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B17
B18 Apakah saudara merasa cemas terhadap sesuatu
setelah bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B18
B19 Apakah saudara merasa Tidak dapat mengontrol sikap
setelah bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B19
B20 Apakah saudara merasa Tidak dapat tekun dalam
pekerjaan setelah bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B20
B21 Apakah saudara merasa sakit dikepala?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B21
B22 Apakah saudara merasa kaku di bagian bahu setelah
bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B22
B23 Apakah saudara merasa nyeri di punggung setelah
Bekerja?
[ ] B23
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
B24 Apakah nafas saudara terasa tertekan setelah bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B24
lxxii
lxxii
B25 Apakah saudara merasa sangat haus setelah bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B25
B26 Apakah suara saudara terasa serak setelah bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B 26
B27 Apakah saudara merasa pening setelah bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B27
B28 Apakah kelopak mata saudara terasa kejang setelah
bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B28
B29 Apakah anggota badan saudara terasa bergetar (tremor)
setelah bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B29
B30 Apakah saudara merasa kurang sehat setelah bekerja?
1. Tidak pernah 3. sering
2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B30
Kebisingan : ................. dB
Suhu : ................. ºC
Pencahayaan : .................. lux
lxxiii
lxxiii
LAMPIAN 2
Explore
Case Processing Summary
76 100,0% 0 ,0% 76 100,0%usia
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
Descriptives
28,47 ,861
26,76
30,19
28,32
27,50
56,333
7,506
16
45
29
13
,246 ,276
-1,002 ,545
Mean
Lower Bound
Upper Bound
95% Confidence
Interval for Mean
5% Trimmed Mean
Median
Variance
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Range
Interquartile Range
Skewness
Kurtosis
usia
Statistic Std. Error
Tests of Normality
,084 76 ,200* ,959 76 ,016usia
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
This is a lower bound of the true significance.*.
Lilliefors Significance Correctiona.
Case Processing Summary
76 100,0% 0 ,0% 76 100,0%masa
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
lxxiv
lxxiv
Descriptives
6,49 ,527
5,44
7,54
6,22
5,00
21,080
4,591
1
20
19
7
,815 ,276
-,071 ,545
Mean
Lower Bound
Upper Bound
95% Confidence
Interval for Mean
5% Trimmed Mean
Median
Variance
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Range
Interquartile Range
Skewness
Kurtosis
masa
Statistic Std. Error
Tests of Normality
,158 76 ,000 ,913 76 ,000masa
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Lilliefors Significance Correctiona.
lxxv
lxxv
LAMPIRAN 3
Frequencies Statistics
JK
usiak
lmpk
masaklm
pk
jamkl
mpk
posturkl
mpk
bising
klmpk
status
klmpk
1
lelahklm
pk1
N Vali
d 76 76 76 76 76 76 76 76
Miss
ing 0 0 0 0 0 0 0 0
JK
12 15.8 15.8 15.8
64 84.2 84.2 100.0
76 100.0 100.0
perempuan
laki-laki
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
usiaklmpk
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
>29 tahun 44 57.9 57.9 57.9
<=29 tahun 32 42.1 42.1 100.0
Valid
Total 76 100.0 100.0
masaklmpk
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
>8 tahun 33 43.4 43.4 43.4
<=8 tahun 43 56.6 56.6 100.0
Valid
Total 76 100.0 100.0
jamklmpk
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
>8 jam 64 84.2 84.2 84.2
<=8 jam 12 15.8 15.8 100.0
Valid
Total 76 100.0 100.0
lxxvi
lxxvi
posturklmpk
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
8-10 risiko tinggi 14 18.4 18.4 18.4
5-7 risiko sedang 62 81.6 81.6 100.0
Valid
Total 76 100.0 100.0
bisingklmpk
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
>100% 13 17.1 17.1 17.1
<=100% 63 82.9 82.9 100.0
Valid
Total 76 100.0 100.0
statusklmpk1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
>25 gemuk 11 14.5 14.5 14.5
<=18.5 kurus 58 76.3 76.3 90.8
18.6-25 normal 7 9.2 9.2 100.0
Valid
Total 76 100.0 100.0
lelahklmpk1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
>60 lelah 41 53.9 53.9 53.9
<=60 tidak lelah 35 46.1 46.1 100.0
Valid
Total 76 100.0 100.0
lxxvii
lxxvii
LAMPIRAN 4
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
JK * lelahklmpk1 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
usiaklmpk * lelahklmpk1 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
masaklmpk *
lelahklmpk1 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
jamklmpk * lelahklmpk1 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
posturklmpk *
lelahklmpk1 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
bisingklmpk *
lelahklmpk1 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
statusklmpk1 *
lelahklmpk1 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
JK * lelahklmpk1
Crosstab
5 7 12
41.7% 58.3% 100.0%
36 28 64
56.3% 43.8% 100.0%
41 35 76
53.9% 46.1% 100.0%
Count
% within JK
Count
% within JK
Count
% within JK
perempuan
laki-laki
JK
Total
>60 lelah
<=60 tidak
lelah
lelahklmpk1
Total
lxxviii
lxxviii
Chi-Square Tests
.865b 1 .352
.378 1 .539
.863 1 .353
.529 .269
.854 1 .356
76
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.
53.
b.
Risk Estimate
.556 .159 1.938
.741 .367 1.497
1.333 .767 2.318
76
Odds Ratio for JK
(perempuan / laki-laki)
For cohort lelahklmpk1
= >60 lelah
For cohort lelahklmpk1
= <=60 tidak lelah
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% Confidence
Interval
usiaklmpk * lelahklmpk1
Crosstab
33 11 44
75.0% 25.0% 100.0%
8 24 32
25.0% 75.0% 100.0%
41 35 76
53.9% 46.1% 100.0%
Count
% within usiaklmpk
Count
% within usiaklmpk
Count
% within usiaklmpk
>29 tahun
<=29 tahun
usiaklmpk
Total
>60 lelah
<=60 tidak
lelah
lelahklmpk1
Total
lxxix
lxxix
Chi-Square Tests
18.643b 1 .000
16.684 1 .000
19.409 1 .000
.000 .000
18.397 1 .000
76
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.
74.
b.
Risk Estimate
9.000 3.144 25.760
3.000 1.608 5.599
.333 .192 .577
76
Odds Ratio for usiaklmpk
(>29 tahun / <=29 tahun)
For cohort lelahklmpk1 =
>60 lelah
For cohort lelahklmpk1 =
<=60 tidak lelah
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% Confidence
Interval
masaklmpk * lelahklmpk1
Crosstab
23 10 33
69.7% 30.3% 100.0%
18 25 43
41.9% 58.1% 100.0%
41 35 76
53.9% 46.1% 100.0%
Count
% within masaklmpk
Count
% within masaklmpk
Count
% within masaklmpk
>8 tahun
<=8 tahun
masaklmpk
Total
>60 lelah
<=60 tidak
lelah
lelahklmpk1
Total
lxxx
lxxx
Chi-Square Tests
5.823b 1 .016
4.757 1 .029
5.933 1 .015
.021 .014
5.747 1 .017
76
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.
20.
b.
Risk Estimate
3.194 1.225 8.328
1.665 1.096 2.529
.521 .293 .927
76
Odds Ratio for
masaklmpk (>8 tahun /
<=8 tahun)
For cohort lelahklmpk1
= >60 lelah
For cohort lelahklmpk1
= <=60 tidak lelah
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% Confidence
Interval
jamklmpk * lelahklmpk1
Crosstab
36 28 64
56.3% 43.8% 100.0%
5 7 12
41.7% 58.3% 100.0%
41 35 76
53.9% 46.1% 100.0%
Count
% within jamklmpk
Count
% within jamklmpk
Count
% within jamklmpk
>8 jam
<=8 jam
jamklmpk
Total
>60 lelah
<=60 tidak
lelah
lelahklmpk1
Total
lxxxi
lxxxi
Chi-Square Tests
.865b 1 .352
.378 1 .539
.863 1 .353
.529 .269
.854 1 .356
76
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.
53.
b.
Risk Estimate
1.800 .516 6.279
1.350 .668 2.728
.750 .431 1.304
76
Odds Ratio for jamklmpk
(>8 jam / <=8 jam)
For cohort lelahklmpk1 =
>60 lelah
For cohort lelahklmpk1 =
<=60 tidak lelah
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% Confidence
Interval
posturklmpk * lelahklmpk1
Crosstab
10 4 14
71.4% 28.6% 100.0%
31 31 62
50.0% 50.0% 100.0%
41 35 76
53.9% 46.1% 100.0%
Count
% within posturklmpk
Count
% within posturklmpk
Count
% within posturklmpk
8-10 risiko tinggi
5-7 risiko sedang
posturklmpk
Total
>60 lelah
<=60 tidak
lelah
lelahklmpk1
Total
lxxxii
lxxxii
Chi-Square Tests
2.111b 1 .146
1.336 1 .248
2.182 1 .140
.235 .123
2.083 1 .149
76
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.
45.
b.
Risk Estimate
2.500 .708 8.830
1.429 .944 2.162
.571 .241 1.357
76
Odds Ratio for
posturklmpk (8-10 risiko
tinggi / 5-7 risiko sedang)
For cohort lelahklmpk1 =
>60 lelah
For cohort lelahklmpk1 =
<=60 tidak lelah
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% Confidence
Interval
bisingklmpk * lelahklmpk1
Crosstab
10 3 13
76.9% 23.1% 100.0%
31 32 63
49.2% 50.8% 100.0%
41 35 76
53.9% 46.1% 100.0%
Count
% within bisingklmpk
Count
% within bisingklmpk
Count
% within bisingklmpk
>100%
<=100%
bisingklmpk
Total
>60 lelah
<=60 tidak
lelah
lelahklmpk1
Total
lxxxiii
lxxxiii
Chi-Square Tests
3.332b 1 .068
2.310 1 .129
3.518 1 .061
.124 .062
3.288 1 .070
76
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.
99.
b.
Risk Estimate
3.441 .864 13.698
1.563 1.059 2.307
.454 .164 1.262
76
Odds Ratio for
bisingklmpk (>100% /
<=100%)
For cohort lelahklmpk1
= >60 lelah
For cohort lelahklmpk1
= <=60 tidak lelah
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% Confidence
Interval
statusklmpk1 * lelahklmpk1
Crosstab
7 4 11
63.6% 36.4% 100.0%
31 27 58
53.4% 46.6% 100.0%
3 4 7
42.9% 57.1% 100.0%
41 35 76
53.9% 46.1% 100.0%
Count
% within statusklmpk1
Count
% within statusklmpk1
Count
% within statusklmpk1
Count
% within statusklmpk1
>25 gemuk
<=18.5 kurus
18.6-25 normal
statusklmpk1
Total
>60 lelah
<=60 tidak
lelah
lelahklmpk1
Total
lxxxiv
lxxxiv
Chi-Square Tests
.768a 2 .681
.774 2 .679
.758 1 .384
76
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 3.22.
a.
Risk Estimate
aOdds Ratio for
statusklmpk1 (>25
gemuk / <=18.5 kurus)
Value
Risk Estimate statistics cannot be computed. They
are only computed for a 2*2 table without empty cells.
a.
T-Test
Group Statistics
41 92.61 28.952 4.521
35 92.09 24.634 4.164
lelahklmpk1
>60 lelah
<=60 tidak lelah
cahaya
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
Independent Samples Test
.237 .628 .084 74 .933 .524 6.226 -11.881 12.930
.085 74.000 .932 .524 6.147 -11.724 12.772
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
cahaya
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
95% Confidence
Interval of the
Difference
t-test for Equality of Means
T-Test
Group Statistics
41 27.639 .9823 .1534
35 27.666 1.1321 .1914
lelahklmpk1
>60 lelah
<=60 tidak lelah
suhu
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
lxxxv
lxxxv
Independent Samples Test
2.240 .139 -.110 74 .913 -.0267 .2425 -.5099 .4565
-.109 67.905 .914 -.0267 .2453 -.5161 .4627
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
suhu
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
95% Confidence
Interval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Descriptives
Descriptive Statistics
76 48 178 92.37 26.874
76 26.6 29.5 27.651 1.0468
76
cahaya
suhu
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
lxxxvi
lxxxvi
LAMPIRAN 5
Lampiran 4.1 Pemilihan variabel sebagai kandidat analisis multivariat
No Variabel PValue
1 Usia Pekerja 0.000
2 Masa Kerja 0.016
3 Postur Kerja 0.146
4 Kebisingan 0.068
Lampiran 4.2 Pembuatan Model
Variables in the Equation
1.972 .654 9.074 1 .003 7.182 1.991 25.901
.127 .631 .041 1 .840 1.136 .330 3.909
.517 .726 .507 1 .476 1.677 .404 6.961
.441 .780 .320 1 .572 1.554 .337 7.170
-4.931 2.042 5.831 1 .016 .007
usiaklmpk
masaklmpk
posturklmpk
bisingklmpk
Constant
Step
1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
95.0% C.I.for EXP(B)
Variable(s) entered on step 1: usiaklmpk, masaklmpk, posturklmpk, bisingklmpk.a.
Variables in the Equation
2.040 .564 13.100 1 .000 7.690 2.548 23.208
.508 .724 .493 1 .483 1.662 .402 6.870
.439 .779 .318 1 .573 1.552 .337 7.146
-4.809 1.943 6.126 1 .013 .008
usiaklmpk
posturklmpk
bisingklmpk
Constant
Step
1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
95.0% C.I.for EXP(B)
Variable(s) entered on step 1: usiaklmpk, posturklmpk, bisingklmpk.a.
lxxxvii
lxxxvii
Variables in the Equation
2.136 .542 15.532 1 .000 8.465 2.926 24.488
.501 .722 .482 1 .488 1.650 .401 6.791
-4.123 1.476 7.809 1 .005 .016
usiaklmpk
posturklmpk
Constant
Step
1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
95.0% C.I.for EXP(B)
Variable(s) entered on step 1: usiaklmpk, posturklmpk.a.
Variables in the Equation
2.197 .537 16.770 1 .000 9.000 3.144 25.760
-3.296 .807 16.673 1 .000 .037
usiaklmpk
Constant
Step
1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
95.0% C.I.for EXP(B)
Variable(s) entered on step 1: usiaklmpk.a.
Variables in the Equation
.939 .242 15.025 1 .000 2.559 1.591 4.114
-2.641 .691 14.616 1 .000 .071
posturklmpk
by usiaklmpk
Constant
Step
1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
95.0% C.I.for EXP(B)
Variable(s) entered on step 1: posturklmpk * usiaklmpk .a.