Upload
duongkhanh
View
229
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU
KONSUMSI BUAH DAN SAYUR PADA REMAJA
DI INDONESIA TAHUN 2007
SKRIPSI
Disusun oleh:
IDA FARIDA
106101003712
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H/2010 M
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ida Farida
Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 01 Januari 1988
NIM : 106101003712
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi
Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia Tahun 2007
Pembimbing : 1. Yuli Amran, SKM, MKM
2. Minsarnawati, SKM, M.Kes
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya saya
sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Jakarta, 1 Desember 2010
Ida Farida
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI MASYARAKAT Skripsi, Desember 2010 Ida Farida, NIM: 106101003712 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia Tahun 2007 xii+117 halaman, 25 tabel, 3 bagan, 5 lampiran
ABSTRAK Buah dan sayur merupakan bahan makanan yang banyak mengandung nutrisi,
tetapi jarang dikonsumsi oleh mayoritas penduduk Indonesia khususnya remaja, padahal Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan buah dan sayur. Apabila terjadi kekurangan dalam mengonsumsi buah dan sayur dapat menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi seperti vitamin, mineral, serat dan tidak seimbangnya asam basa tubuh, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit. Berdasarkan hasi Riskesdas (2007), ditemukan bahwa remaja di Indonesia rata-rata sebesar 93,7% memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang kurang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai September 2010 di Badan JIPP (Jaringan Informasi Publikasi Penelitian) Kementerian Kesehatan RI.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2007 yaitu hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) terkait perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia. Sampel penelitian ini sebanyak 256.383 remaja yang diambil berdasarkan sampling frame dalam Riskesdas 2007 dengan menggunakan teknik two stage sampling.
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja adalah umur (Pvalue 0,000), jenis kelamin (Pvalue 0,000), pendidikan (Pvalue 0,000), tingkat ekonomi keluarga (Pvalue 0,000) dan tempat tinggal (Pvalue 0,000). Adapun variabel yang tidak berhubungan dalam penelitian ini yaitu pekerjaan dan jumlah anggota keluarga. Sedangkan faktor paling dominan adalah tingkat ekonomi keluarga. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan kepada pemerintah Indonesia untuk menggalakkan program wajib belajar 9 tahun dan memperluas lapangan pekerjaan agar status ekonomi masyarakat meningkat. Bagi Kementerian Kesehatan RI diharapkan dapat membuat kebijakan kesehatan terkait upaya peningkatan konsumsi buah dan sayur pada masyarakat Indonesia, khususnya remaja. Sedangkan bagi peneliti lain diharapkan melakukan penelitian dengan disain studi lain dan menggunakan data primer sehingga variabel yang diteliti tidak terbatas pada data sekunder yang ada.
Daftar bacaan : 60 (1996 – 2010)
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Specialisation NUTRITION SOCIETY Skripsi, Decermber 2010 Ida Farida, NIM: 106101003712 Factors Associated with Fruit and Vegetable Consumption Behaviour in Adolescents in Indonesia Year 2007 xii +117 pages, 25 tables, 3 charts, 5 attachments
ABSTRACT
Fruits and vegetables are foods that contain lots of nutrients, but rarely consumed by the majority of Indonesia's population, particularly adolescents, whereas Indonesia is a country very rich in fruits and vegetables. If there is a shortage of eating fruits and vegetables can cause the body's nutritional deficiencies such as vitamins, minerals, fiber and acid-base unbalance the body, which can lead to the emergence of various diseases. Based on the result Riskesdas (2007), found that teens in Indonesia by an average of 93.7% has a fruit and vegetable consumption behavior is lacking. Therefore, this study aims to analyze the factors associated with fruit and vegetable consumption behavior. This study was conducted from June to September 2010 in JIPP Agency (Research Publications Information Network) Ministry of Health of Indonesian Republic.
This research is a quantitative research with cross sectional study design. This study uses secondary data from the Ministry of Health of Indonesia in 2007 is the result of basic health research (Riskesdas) related to fruit and vegetable consumption behavior among adolescents in Indonesia. Samples taken as many as 256,383 young people based on sampling frames in Riskesdas 2007 using a two stage sampling technique.
Based on research results, indicate that factors related to fruit and vegetable consumption behavior in adolescents were age (p value 0.000), gender (p value 0.000), education (p value 0.000), family economic level (p value 0.000) and residence (p value 0.000 .) The variables that are not associated in this research work and the number of family members. While the most dominant factor is the level of family income. Based on these results, it is suggested to the Indonesian government to promote the 9-year compulsory education program and expand employment opportunities for community economic status increases. For the Ministry of Health is expected to make health policy related to efforts to increase consumption of fruit and vegetables on the Indonesian people, especially teenagers. As for other researchers are expected to conduct research with another study design and use of primary data so that the variables under study are not limited to the existing secondary data.
Reading list: 60 (1996 - 2010)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU
KONSUMSI BUAH DAN SAYUR PADA REMAJA
DI INDONESIA TAHUN 2007
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 21 Desember 2010
Mengetahui
Yuli Amran, SKM, MKM Minsarnawati, SKM, MKes
Pembimbing I Pembimbing II
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 21 Desember 2010
Penguji I,
(Yuli Amran, SKM, MKN)
Penguji II.
(Minsarnawati, SKM, M.Kes)
Penguji III,
(Drs. Sutanto PH, M.Kes)
LEMBAR PERSEMBAHAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA
Nama : Ida Farida
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 01 Januari 1988
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Madrasah No. 54 RT 02/05 Kalibaru Sukmajaya
Kota Depok, 16414
Nomor Telepon/HP : 0852 101 96455
Motto : “Apabila kamu telah selesai melakukan suatu pekerjaan,
maka lakukan pekerjaan lain dengan sungguh-sungguh.”
PENDIDIKAN FORMAL
� 1994 – 2000 : MI An-Nizhomiyah Depok
� 2000 – 2003 : MTs An-Nizhomiyah Depok
� 2003 – 2006 : SMA Islam An-Nizhomiyah Depok
� 2006 – 2010 : Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kepada kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah dan nikmat yang berlimpah, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
laporan skripsi yang bejudul ”Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia Tahun 2007”. Sholawat dan
salam juga dihaturkan kepada Rasulullah saw, semoga kita semua mendapatkan
syafaatnya di akhirat nanti. Amin.
Peneliti menyadari bahwa laporan ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
3. Ibu Febrianti, MSi, selaku penanggung jawab peminatan gizi.
4. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM dan Ibu Minsarnawati SKM, M.Kes, selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak membantu peneliti dari awal sampai akhir
penulisan laporan skripsi ini.
5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu
yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan peneliti.
6. Para pegawai/staff di Kementerian Kesehatan RI, yang telah memberikan ijin
pengambilan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini.
7. Bapak dan umi tersayang, yang tidak hentinya memberikan kasih sayang, nasihat
agar tetap semangat dalam menjalani kehidupan dan do’a yang senantiasa dipanjatkan
demi kesuksesan peneliti. Terima kasih banyak Bapak, Umi… Love U So Much…
8. Sahabat-sahabat terbaikku di kosan (Nurul, Zum, Liya, Ari, Mayang, Eni, Kaha,
Reni, Nisa, Huda. Liyah, Intan) terima kasih atas dukungan, kebersamaan dan
kesetiaan dalam mendengarkan curahan hati peneliti selama membuat laporan skripsi.
9. Sahabat-sahabatku di Prodi Kesehatan Masyarakat angkatan 2006, CSS MORA UIN
Jakarta, Mata Pena Writer dan Forum Lingkar Pena Ciputat, tetap semangat dan
semoga ukhuah diantara kita senantiasa terjaga sampai kapanpun. Amin.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini, yang
tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Thanks All.
Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih kurang dari
sempurna, sehingga peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan
dimasa yang akan datang. Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak. Amin.
Jakarta, 21 Desember 2010
Peneliti
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR BAGAN x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Pertanyaan Penelitian 6
D. Tujuan Penelitian 8
1. Tujuan Umum 8
2. Tujuan Khusus 8
E. Manfaat Penelitian 9
1. Bagi Peneliti 9
2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat 9
3. Bagi Kementerian Kesehatan RI 10
F. Ruang Lingkup Penelitian 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12
A. Perilaku Konsumsi 12
B. Buah dan Sayur 13
1. Penggolongan Buah dan Sayur 13
2. Kandungan Gizi dan Manfaat dalam Buah dan Sayur 15
3. Dampak Kurang Konsumsi Buah dan Sayur 17
4. Kecukupan Konsumsi Buah dan Sayur yang Dianjurkan 21
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 22
1. Umur 24
2. Jenis Kelamin 25
3. Keyakinan, Nilai dan Norma 26
4. Tingkat Ekonomi Keluarga 27
5. Pekerjaan 29
6. Pendidikan 30
7. Pengetahuan Gizi 31
8. Pengalaman Individu 32
9. Iklan/Media Massa 32
10. Tempat Tinggal 33
11. Lingkungan Sosial dan Budaya 34
12. Jumlah dan Karakteristik Keluarga 35
13. Peran Orang Tua 35
14. Teman Sebaya 36
15. Fast Food/Makanan Cepat Saji 36
16. Food Fads/Mode Makanan 37
17. Kebutuhan Fisiologis Tubuh 37
18. Body Image/Citra Tubuh 38
19. Konsep Diri 38
20. Pemilihan dan Arti Makanan 39
21. Perkembangan Psikososial 40
22. Kesehatan (Riwayat Penyakit) 40
23. Gaya Hidup 41
24. Sosial-Ekonomi-Politik 41
25. Ketersediaan Makanan 42
26. Produksi 42
27. Sistem Distribusi 43
D. Kerangka Teori 43
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
45
A. Kerangka Konsep 45
B. Definisi Operasional 47
C. Hipotesis 50
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 51
A. Desain Penelitian 51
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 51
C. Populasi dan Sampel 51
1. Populasi 51
2. Sampel 52
D. Instrumen Penelitian 55
E. Pengumpulan Data 61
F. Pengolahan Data 62
1. Pembersihan data (Data Cleaning) 62
2. Transformasi Data/Recode 62
G. Analisis Data 63
1. Analisis Univariat 63
2. Analisis Bivariat 63
3. Analisis Multivariat 64
BAB V HASIL 67
A. Analisis Univariat 67
1. Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 67
2. Umur 67
3. Jenis Kelamin 68
4. Jumlah Anggota Keluarga 68
5. Pendidikan 69
6. Pekerjaan 69
7. Tingkat Ekonomi 70
8. Tempat Tinggal 71
B. Analisis Bivariat 71
1. Hubugan antara Umur dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 72
2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 73
3. Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku
Konsumsi Buah dan Sayur 74
4. Hubungan antara Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 75
5. Hubungan antara Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 76
6. Hubungan antara Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku
Konsumsi Buah dan Sayur 77
7. Hubungan antara Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi
Buah dan Sayur 78
C. Analisis Multivariat 79
1. Pemilihan Variabel Kandidat yang akan Masuk Model 79
2. Pembuatan Model Prediksi Penentu Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 80
3. Uji Interaksi 81
4. Penyusunan Model Akhir 81
BAB VI PEMBAHASAN 84
A. Keterbatasan penelitian 84
B. Gambaran Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja 84
C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 88
1. Hubungan Umur dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 88
2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah dan
Sayur 92
3. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku Konsumsi
Buah dan Sayur 94
4. Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 98
5. Hubungan Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 100
6. Hubungan Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku Konsumsi
Buah dan Sayur 102
7. Hubungan Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 107
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 110
A. Kesimpulan 110
B. Saran 111
1. Bagi Peneliti Lain 111
2. Bagi Orang Tua 111
3. Bagi Pemerintah RI 111
DAFTAR PUSTAKA 113
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian 47
4.1 Daftar Variabel dan Kuesioner dalam Rislesdas 2007 55
4.2 Kode Variabel Pendidikan dalam Riskesdas 2007 58
4.3 Kode Variabel Pekerjaan dalam Riskesdas 2007 60
5.1 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur di Indonesia tahun 2007 67
5.2 Distribusi Frkuensi Remaja Berdasarkan Kelompok Umur
di Indonesia tahun 2007 68
5.3 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin
di Indonesia tahun 2007 68
5.4 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
di Indonesia tahun 2007 69
5.5 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Indonesia tahun 2007 69
5.6 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Status Pekerjaan
di Indonesia tahun 2007 70
5.7 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tingkat Ekonomi Keluarga
di Indonesia tahun 2007 70
5.8 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tempat Tinggal
di Indonesia tahun 2007 71
5.9 Analisis Hubungan antara Umur dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
pada Remaja di Indonesia tahun 2007 72
5.10 Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah dan
Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 73
5.11 Analisis Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku Konsumsi
Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 74
5.12 Analisis Hubungan antara Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
pada Remaja di Indonesia tahun 2007 75
5.13 Analisis Hubungan antara Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
pada Remaja di Indonesia tahun 2007 76
5.14 Analisis Hubungan antara Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku Konsumsi
Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 77
5.15 Analisis Hubungan antara Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi Buah dan
Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 78
5.16 Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Independen dan Dependen 80
5.17 Tahap Pemodelan Prediksi Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 81
5.18 Hasil Uji Interaksi 82
5.19 Model Akhir Analisis Multivariat 83
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Halaman
2.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Individu 23
2.2 Kerangka Teori 44
3.1 Kerangka Konsep 46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Pengambilan Data Skripsi di Kepmenkes RI
Lampiran 2. Daftar Kuesioner Riskesdas 2007 (Variabel Independen dan Dependen)
Lampiran 3. Kartu Peraga Konsumsi Buah dan Sayur dalam Riskesdas 2007
Lampiran 4. Indikator Penentuan Kelurahan termasuk Perkotaan atau Pedesaan
Lampran 5. Hasil Pengolahan Data
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan makanan untuk melangsungkan
kehidupannya agar selalu sehat sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan
selama hidupnya. Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai jenis makanan yang
mengandung zat gizi yang cukup dan memilih makanan yang akan dikonsumsi
karena akan berpengaruh terhadap kesehatan (Rahmawati, 2000).
Secara umum, makanan adalah bahan alamiah yang menjadi sumber kalori atau
bahan-bahan yang diperlukan untuk berlangsungnya proses kehidupan. Selain
menyehatkan, makanan juga berfungsi untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan
perbaikan sel-sel tubuh serta meningkatkan kekebalan tubuh. Pentingnya bahan
makanan bagi tubuh membuat seseorang harus benar-benar memperhatikan pola
makan sehari-hari agar tetap sehat dan terhindar dari berbagai macam penyakit
(Sekarindah, 2008).
Salah satu masalah yang berkaitan dengan perilaku makan adalah kurangnya
konsumsi buah dan sayur. Apabila terjadi kekurangan dalam mengonsumsi buah dan
sayur akan menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi seperti vitamin, mineral, serat
dan tidak seimbangnya asam basa tubuh, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya
berbagai penyakit (Sekarindah, 2008).
Selain itu, menurut Ruwaidah (2009), kurangnya konsumsi buah dan sayur
dapat mengakibatkan berbagai dampak yaitu menurunnya imunitas/kekebalan tubuh
seperti mudah terkena flu, mudah mengalami stres atau depresi, tekanan darah
tinggi, gangguan pencernaan seperti sembelit, gusi berdarah, sariawan, gangguan
mata, kulit keriput, arthritis, osteoporosis, jerawat, kelebihan kolesterol darah dan
kanker. Dampak lain disebutkan dalam laporan WHO (2003) ditemukan bahwa
sebanyak 31% penyakit jantung dan 11% penyakit stroke di seluruh dunia
disebabkan oleh kurangnya asupan buah dan sayur di dalam tubuh.
Rekomendasi kecukupan konsumsi buah dan sayur menurut WHO (2003) yaitu
sebanyak 400 gram per hari atau sebanyak 3-5 porsi sehari. Selain itu, Piramida
Petunjuk Makanan (USDA dan HNIS, 1992) dalam Rahmawati (2000)
merekomendasikan untuk menyajikan buah sebanyak 2-4 kali dan sayuran sebanyak
3-5 kali dalam sehari.
Salah satu kelompok usia yang paling rentan jika kurang konsumsi buah dan
sayur yaitu remaja karena masa remaja merupakan periode yang penting pada
pertumbuhan dan kematangan manusia. Pada periode ini merupakan saat yang tepat
untuk membangun tubuh dan menanam kebiasaan pola makan yang sehat, karena
jika sejak remaja pola makan seseorang sudah tidak sehat, maka hal tersebut akan
berdampak pada kesehatan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, membiasakan
pola makan sehat pada remaja menjadi penting sebagai upaya untuk mencegah
munculnya masalah-masalah kesehatan pada masa dewasa dan tua nanti (Riyadi,
2001 dalam Wulansari, 2009).
Beberapa penelitian di dunia menunjukkan bahwa mayoritas penduduk dunia
kurang mengonsumsi buah dan sayur. Penelitian Yangve et al (2005) dalam Bahria
(2009) di 9 Negara Eropa menunjukkan bahwa jumlah konsumsi buah dan sayur per
hari pada masyarakat jauh dari yang direkomendasikan baik level nasional maupun
internasional yaitu minimal 5 porsi/hari. Penelitian yang dilakukan Anderson et al
(1994) dalam Rahmawati (2000) di Skotlandia Barat terhadap masyarakat umur
menengah, ditemukan rata-rata konsumsi buah dan sayur adalah 10,1 porsi/minggu
atau 1,4 porsi/hari.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di berbagai wilayah Indonesia juga
diperoleh hasil bahwa konsumsi buah dan sayur pada penduduk Indonesia relatif
masih kurang, padahal Indonesia adalah Negara yang sangat kaya akan buah dan
sayur. Berdasarkan hasil survei perilaku konsumsi buah dan sayur di Indonesia
terjadi peningkatan angka kurang konsumsi buah dan sayur. Hal ini berdasarkan
hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004 ditemukan bahwa rata-
rata 83,6% rermaja di Indonesia kurang mengonsumsi buah dan sayur, hanya 16,4%
yang mengonsumsi buah dan sayur sesuai standar WHO (2003) yaitu 5 porsi buah
dan sayur sehari.
Kemudian berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen
Kesehatan RI tahun 2007 ditemukan bahwa rata-rata 93,7% remaja di Indonesia
berumur 10 – 24 tahun kurang konsumsi buah dan sayur. Konsumsi buah dan sayur
paling rendah terdapat di Provinsi Riau (97,9%) dan Sumatera Barat (97,8%)
penduduk memiliki perilaku kurang konsumsi buah dan sayur. Sedangkan yang
berada di bawah rata-rata angka nasional adalah Provinsi Gorontalo (83,5%), DI
Yogyakarta (86,1%) dan Lampung (87,7%) penduduk yang memiliki perilaku
kurang konsumsi buah dan sayur. Dalam Riskesdas, penduduk dikategorikan kurang
konsumsi buah dan sayur jika konsumsi buah dan sayur kurang dari 5 porsi/hari
(WHO, 2003).
Konsumsi buah dan sayur sangat penting dalan kehidupan sehari-hari karena
berfungsi sebagai zat pengatur, mengandung zat gizi seperti vitamin dan mineral,
memiliki kadar air tinggi, sumber serat makanan, antioksidan dan dapat
menyeimbangkan kadar asam basa tubuh. Berbagai manfaat tersebut dapat
mencegah terjadinya berbagai penyakit (Sekarindah, 2008).
Berbagai penelitian mengenai konsumsi buah dan sayur menunjukkan bahwa
kurang konsumsi buah dan sayur dapat berisiko dalam memicu perkembangan
penyakit degeneratif seperti obesitas, PJK (Penyakit Jantung Koroner), diabetes,
hipertensi dan kanker (WHO, 2003). Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Hung et al (2004) dalam Bahria (2009) terhadap 110.000 pria dan wanita
selama 14 tahun (Harvard-based Nurses’ Health study and Health Professionals
Follw-up Study) menunjukkan bahwa rata-rata orang yang mengonsumsi tinggi buah
dan sayur dapat menurunkan perkembangan penyakit kardiovaskuler.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menemukan faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumsi buah dan sayur pada masyarakat. Penelitian yang
dilakukan Story (2002) ditemukan bahwa konsumsi buah dan sayur pada masyarakat
dapat dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu faktor individu (pengetahuan dan alasan
seseorang mengonsumsi buah dan sayur), faktor lingkungan sosial (keluarga dan
teman sebaya), faktor lingkungan fisik dan faktor media massa (pemasaran).
Selain itu, menurut Worthington (2000), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumsi individu yang dibagi menjadi faktor internal dan
eksternal. Faktor internal terdiri dari kebutuhan fisiologis tubuh, body image, konsep
diri, keyakinan/kepercayaan individu, pemilihan dan arti makanan, perkembangan
psikososial dan kesehatan individu. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari jumlah
anggota keluarga, peran orang tua, teman sebaya, sosial budaya, nilai/norma, media
massa, fast food (makanan cepat saji), food fads (mode makanan), pengetahuan gizi
dan pengalaman individu.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia bagian Jaringan Informasi dan Publikasi Penelitian
(JIPP) ditemukan data terkait perilaku konsumsi buah dan sayur di Indonesia. Oleh
karena itu, peneliti menggunakan data sekunder tersebut untuk melakukan analisis
lebih lanjut. Data yang telah didapatkan kemudian dilakukan proses pembersihan
data/data cleaning dan pengkodean ulang/recode sesuai kebutuhan penelitian.
Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa mayoritas penduduk memiliki
perilaku kurang konsumsi buah dan sayur serta dengan melihat berbagai dampak
yang ditimbulkan akibat kurang konsumsi buah dan sayur, maka dinilai perlu untuk
mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan
sayur. Maka, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “faktor-faktor
yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di
Indonesia tahun 2007”.
B. Rumusan Masalah
Buah dan sayur merupakan bahan makanan yang banyak mengandung nutrisi,
tetapi jarang dikonsumsi oleh mayoritas penduduk Indonesia khususnya remaja,
padahal Indonesia adalah Negara yang sangat kaya dengan buah dan sayur. Apabila
terjadi kekurangan dalam mengonsumsi buah dan sayur dapat menyebabkan tubuh
kekurangan nutrisi seperti vitamin, mineral, serat dan tidak seimbangnya asam basa
tubuh, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit. Berdasarkan
hasi Riskesdas tahun 2007, ditemukan bahwa remaja di Indonesia rata-rata sebesar
93,7% kurang konsumsi buah dan sayur. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis
lebih mendalam terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi
buah dan sayur pada remaja di Indonesia serta dengan melihat dampak dan tingginya
angka kurang konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007”.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di
Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007?
2. Bagaimana gambaran karakteristik remaja (umur, jenis kelamin, jumlah anggota
keluarga) di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007?
3. Bagaimana gambaran karakteristik sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan
tingkat ekonomi keluarga) pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas
tahun 2007?
4. Bagaimana gambaran tempat tinggal (desa/kota) remaja di Indonesia berdasarkan
hasil Riskesdas tahun 2007?
5. Apakah ada hubungan antara karakteristik (umur, jenis kelamin, jumlah anggota
keluarga) dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia
berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007?
6. Apakah ada hubungan antara karakteristik sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan
dan tingkat ekonomi keluarga) dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada
remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007?
7. Apakah ada hubungan antara tempat tinggal (desa/kota) dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas
tahun 2007?
8. Apakah faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku konsumsi
buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun
2007?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi
buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di
Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007.
b. Diketahuinya gambaran karakteristik remaja (umur, jenis kelamin, jumlah
anggota keluarga) di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007.
c. Diketahuinya gambaran karakteristik sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan
dan tingkat ekonomi keluarga) pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil
Riskesdas tahun 2007.
d. Diketahuinya gambaran tempat tinggal remaja (desa/kota) di Indonesia
berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007.
e. Diketahuinya hubungan antara karakteristik (umur, jenis kelamin, jumlah
anggota keluarga) dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di
Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007.
f. Diketahuinya hubungan antara karakteristik sosial ekonomi (pendidikan,
pekerjaan dan tingkat ekonomi keluarga) dengan perilaku konsumsi buah dan
sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007.
g. Diketahuinya hubungan antara tempat tinggal (desa/kota) dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil
Riskesdas tahun 2007.
h. Diketahuinya faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil
Riskesdas tahun 2007.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Dapat menambah wawasan terkait perilaku konsumsi buah dan sayur pada
remaja di Indonesia serta sebagai media pengembangan kompetensi diri
sesuai dengan keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan.
b. Sebagai pengalaman dan pembelajaran bagi peneliti dalam melakukan
penelitian selanjutnya terkait masalah yang berkaitan dengan gizi
masyarakat.
2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
a. Terlaksananya salah satu upaya untuk mengimplementasikan Tri Dharma
Perguruan Tinggi, yaitu akademik, penelitian dan pengabdian masyarakat.
b. Sebagai tambahan referensi karya tulis penelitian yang berguna bagi
masyarakat luas di bidang kesehatan masyarakat, khususnya terkait perilaku
konsumsi buah dan sayur.
c. Sebagai bahan untuk penelitian lanjutan oleh peneliti lain dalam topik yang
sama yaitu terkait perilaku konsumsi buah dan sayur.
3. Bagi Kementrian Kesehatan RI
a. Hasil analisa penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan kesehatan oleh Kementrian Kesehatan RI terkait
upaya perbaikan gizi masyarakat dengan peningkatan konsumsi buah dan
sayur pada penduduk Indonesia agar tercapai status gizi yang lebih baik.
b. Hasil analisa penelitian juga dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam
membuat program promosi kesehatan yang efektif agar masyarakat Indonesia
dapat menyadari pentingnya mengonsumsi buah dan sayur serta dapat
menerapkan perilaku tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah
dan sayur pada remaja di Indonesia. Penelitian ini dilakukan karena melihat
tingginya angka kurang konsumsi buah dan sayur pada remaja yaitu sebesar 93,7%.
Penelitian ini dilakukan terhadap remaja yang berumur 10 – 24 tahun yang menjadi
sampel dalam riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan RI tahun 2007.
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminatan gizi program studi
Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitian ini
dimaksudkan sebagai bahan masukan yang berguna bagi pengambilan keputusan
dalam rangka pencarian solusi untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur di
Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari bagian Jaringan Informasi
dan Publikasi Penelitian (JIPP) Kementerian Kesehatan RI yang dilaksanakan pada
bulan Juni sampai September 2010.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Konsumsi
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas organisme yang bersangkutan, misalnya manusia. Perilaku manusia
mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi,
mengonsumsi makanan dan lain-lain. Bahkan kegiatan internal (internal activity)
seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Dapat
disimpulkan bahwa perilaku adalah berbagai hal yang dikerjakan oleh organisme,
baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
Perilaku berbeda dengan pengetahuan dan sikap. Pengetahuan dan sikap
merupakan bentuk perilaku tertutup (covert) yang bersifat pasif, sedangkan perilaku
atau tindakan merupakan respon terbuka (overt) yang bersifat aktif dan dapat diamati
secara langsung (Rahmawati, 2000).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), konsumsi adalah suatu
kegiatan dari individu untuk memenuhi kebutuhan dirinya, baik berupa barang
produksi, bahan makanan dan lain-lain. Dalam penelitian ini, konsumsi lebih
dititikberatkan pada bahan makanan, khususnya konsumsi buah dan sayur. Jadi,
perilaku konsumsi adalah suatu kegiatan atau aktivitas individu untuk memenuhi
kebutuhannya akan bahan makanan agar terpenuhi kecukupan gizi individu tersebut.
B. Buah dan Sayur
Buah dan sayur merupakan kelompok bahan makanan dari bahan nabati
(tumbuh-tumbuhan). Buah adalah bagian dari tanaman yang strukturnya
mengelilingi biji dimana struktur tersebut berasal dari indung telur atau sebagai
fundamen (bagian) dari bunga itu sendiri. Sedangkan sayur adalah bahan makanan
yang berasal dari tumbuhan. Bagian tumbuhan yang dapat dibuat sayur antara lain
daun (sebagian besar sayur adalah daun), batang (wortel adalah umbi batang), bunga
(jantung pisang), buah muda (labu), sehingga dapat dikatakan bahwa semua bagian
tumbuhan dapat dijadikan bahan makanan sayur (Sediaoetomo, 2004).
Sebagai Negara tropis, Indonesia sangat kaya akan buah dan sayur. Oleh
karena itu, patut disayangkan jika konsumsi buah dan sayur masyarakat masih relatif
rendah dibandingkan Negara lain yang bukan penghasil buah dan sayur (Astawan,
2008).
1. Penggolongan Buah dan Sayur
a. Penggolongan Buah
Menurut Astawan (2008), berdasarkan ketersediaan di pasar, buah-
buahan dapat dibedakan menjadi:
1) Buah bersifat musiman seperti durian, mangga, rambutan dan lain-lain.
2) Buah tidak musiman seperti pisang, nanas, alpukat, papaya, semangka dan
lain-lain.
Sedangkan berdasarkan prioritas pengembangan, Astawan (2008)
membagi buah-buahan menjadi:
1) Buah prioritas nasional yang meliputi jeruk, mangga, rambutan, durian dan
pisang.
2) Buah prioritas daerah yang meliputi manggis, duku, leci, lengkeng, salak
dan markisa.
b. Penggolongan Sayur
Menurut Astawan (2008), berdasarkan bagian tanaman yang dapat
dimakan, sayuran dibedakan menjadi:
1) Sayuran daun seperti kangkung, sawi, katuk dan bayam.
2) Sayuran bunga seperti brokoli dan kembang kol.
3) Sayuran buah seperti terong, cabe, ketimun dan tomat.
4) Sayuran biji muda seperti asparagus dan rebung.
5) Sayuran akar seperti wortel dan lobak.
6) Sayuran umbi keperti kentang dan bawang.
Menurut Supariasa, dkk (2002), sayuran digolongkan menjadi dua
kelompok berdasarkan kandungan protein dan karbohidrat, yaitu:
1) Sayuran kelompok A
Mengandung sedikit sekali protein dan karbohidrat. Sayuran ini boleh
digunakan sekehendak tanpa diperhitungkan banyaknya. Sayuran yang
termasuk kelompok ini adalah: baligo, daun bawang, daun kacang panjang,
daun koro, daun labu siam, daun waluh, daun lobak, jamur segar, oyong
(gambas), kangkung, ketimun, tomat, kecipir muda, kol, kembang kol, labu
air, lobak, papaya muda, pecay, rebung, sawi, seledri, selada, tauge, tebu
terubuk, terong dan cabe hijau besar.
2) Sayuran kelompok B
Dalam 1 satuan padanan sayuran kelompok B mengandung 50 kalori,
3 gram protein dan 10 gram karbohidrat. 1 satuan padanan = 100 gram
sayuran mentah (sayuran ditimbang bersih dan dipotong biasa seperti di
rumah tangga) = 1 gelas setelah direbus dan ditiriskan (sayuran ditakar
setelah dimasak dan ditiriskan).
Sayuran yang termasuk kelompok ini adalah: bayam, biet, buncis,
daun bluntas, daun ketela rambat, daun kecipir, daun leunca, daun
lompong, daun mangkokan, daun melinjo, daun pakis, daun singkong, daun
papaya, jagung muda, jantung pisang, genjer, kacang panjang, kacang
kapri, katuk, kucai, labu siam, labu waluh, nangka muda, pare, tekokak dan
wortel.
2. Kandungan Gizi dan Manfaat Buah dan Sayur
Buah dan sayur merupakan sumber serat, vitamin A, vitamin C, vitamin B
khususnya asam folat, berbagai mineral seperti magnesium, kalium, kalsium dan
Fe, namun tidak mengandung lemak maupun kolesterol. Setiap buah dan sayur
mempunyai kandungan vitamin dan mineral yang berbeda. Misalnya belimbing,
durian, jambu, jeruk, mangga, melon, papaya, rambutan, sawo dan sirsak
merupakan contoh buah yang mengandung vitamin C relatif tinggi dibandingkan
buah lainnya. Sedangkan jambu biji, merah garut, mangga matang, pisang raja
dan nangka merupakan sumber provitamin A yang sangat tinggi (Astawan, 2008).
Menurut Sekarindah (2008), kandungan vitamin dan mineral pada buah dan
sayur memang berbeda-beda, tidak saja diantara berbagai spesies dan varietas,
namun juga di dalam varietas sendiri yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang
berbeda, iklim, macam tanah dan pupuk, semuanya berpengaruh terhadap
kandungan vitamin dan mineral dalam produk buah dan sayur yang dihasilkan.
Menurut Khomsan, dkk (2008), buah dan sayur mempunyai banyak manfaat
bagi kesehatan. Ada dua alasan utama yang membuat konsumsi buah dan sayur
penting untuk kesehatan, yaitu:
a. Buah dan sayur sangat kaya akan kandungan vitamin, mineral dan zat gizi
lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tanpa mengonsumsi buah dan
sayur, maka kebutuhan gizi seperti vitamin C, vitamin A, potassium dan folat
kurang terpenuhi. Oleh karena itu, buah dan sayur merupakan sumber makanan
yang baik dan menyehatkan.
b. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi tinggi buah
dan sayur dapat menurunkan insiden terkena penyakit kronis. Salah satu studi
epidemiologi yang mengkaji secara umum terhadap perilaku sekelompok
masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat Cina, Jepang dan Korea lebih
sedikit terkena kanker dan penyakit jantung koroner dibandingkan masyarakat
Eropa dan Amerika. Hal ini disebabkan karena masyarakat Korea, Jepang dan
Cina dikenal sangat suka mengonsumsi sayuran dan buah-buahan lebih banyak
dari Negara Eropa dan Amerika.
Buah-buahan dan sayuran segar juga mengandung enzim aktif yang dapat
mempercepat reaksi-reaksi kimia di dalam tubuh. Komponen gizi dan komponen
aktif non-nutrisi yang terkandung dalam buah dan sayur berguna sebagai
antioksidan untuk menertalkan radikal bebas, antikanker dan menetralkan
kolesterol jahat. Selain itu, dalam sayuran dan buah terdapat dua jenis serat yang
bermanfaat bagi kesehatan pencernaan dan mikroflora usus, yaitu serat larut air
dan tidak larut air. Serat larut air dapat memperbaiki performa mikroflora usus
sehingga jumlah bakteri baik dapat tumbuh dengan sempurna. Sedangkan, serat
tidak larut air akan menghambat pertumbuhan bakteri jahat sebagai pencetus
berbagai macam penyakit (Khomsan, dkk, 2008).
3. Dampak Kurang Konsumsi Buah dan Sayur
Beberapa dampak apabila seseorang kurang konsumsi buah dan sayur
menurut Ruwaidah (2007), antara lain:
a. Meningkatkan Kolesterol Darah
Jika tubuh kurang konsumsi buah dan sayur yang kaya akan serat, maka
dapat mengakibatkan tubuh kelebihan kolesterol darah, karena kandungan serat
dalam buah dan sayur mampu menjerat lemak dalam usus, sehingga mencegah
penyerapan lemak oleh tubuh. Dengan demikian, serat membantu mengurangi
kadar kolesterol dalam darah.
Serat tidak larut (lignin) dan serat larut (pectin, β-glucans) mempunyai
efek mengikat zat-zat organik seperti asam empedu dan kolesterol sehingga
menurunkan jumlah asam lemak di dalam saluran pencernaan. Pengikatan
empedu oleh serat juga menyebabkan asam empedu keluar dari siklus
enterohepatic, karena asam empedu yang disekresi ke usus tidak dapat
diabsorpsi, tetapi terbuang ke dalam feses.
Penurunan jumlah asam empedu menyebabkan hepar harus menggunakan
kolesterol sebagai bahan untuk membentuk asam empedu. Hal inilah yang
menyebabkan serat dapat menurunkan kadar kolesterol (Nainggolan dan
Adimunca, 2005). Jika konsumsi serat kurang, maka proses tersebut tidak
terjadi dan akan menyebabkan kolesterol darah meningkat.
b. Gangguan Penglihatan/Mata
Gangguan pada mata dapat diakibatkan karena tubuh kekurangan gizi
yang berupa betakaroten. Gangguan mata dapat diatasi dengan banyak
mengonsumsi wortel, selada air, dan buah-buahan lainnya (Ruwaidah, 2007).
Kandungan vitamin A dalam buah dan sayur penting untuk pertumbuhan,
penglihatan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi.
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang.
Kecepatan mata beradapatasi setelah terkena cahaya terang berhubungan
langsung dengan vitamin A yang tersedia di dalam darah untuk membentuk
rodopsin yang membantu proses melihat (Almatsier, 2004).
c. Menurunkan Kekebalan Tubuh
Buah dan sayur sangat kaya dengan kandungan vitamin C yang
merupakan antioksidan kuat dan pengikat radikal bebas. Vitamin C juga
meningkatkan kerja sistem imunitas sehingga mampu mencegah berbagai
penyakit infeksi bahkan dapat menghancurkan sel kanker (Silalahi, 2006). Jika
tubuh kekurangan asupan buah dan sayur, maka imunitas/kekebalan tubuh akan
menurun.
d. Meningkatkan Risiko Kegemukan
Kurang konsumsi buah dan sayur dapat meningkatkan risiko kegemukan
dan diabetes pada seseorang (WHO, 2003). Buah berperan sebagai sumber
vitamin dan mineral yang penting dalam proses pertumbuhan. Buah juga bisa
menjadi alternatif cemilan (snack) yang sehat dibandingkan dengan makanan
jajanan lainnya, karena gula yang terdapat dalam buah tidak membuat
seseorang menjadi gemuk namun dapat memberikan energi yang cukup
(Khomsan, dkk, 2009).
Sayuran juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat
bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan individu. Seseorang yang
mengonsumsi cukup sayuran dengan jenis yang bervariasi akan mendapatkan
kecukupan sebagian besar mkineral mikro dan serat yang dapat mencegah
terjadinya kegemukan. Selain itu, sayuran juga berperan dalam upaya
pencegahan penyakit degeneratif seperti PJK (Penyakit Jantung Koroner),
kanker, diabetes dan obesitas (Khomsan, dkk, 2009).
e. Meningkatkan Risiko Kanker Kolon
Diet tinggi lemak dan rendah serat (buah dan sayur) dapat meningkatkan
risiko kanker kolon. Penelitian epidemiologis menunjukkan perbedaan insiden
kanker kolorektal di Negara maju seperti Amerika, Eropa dan di Negara
berkembang seperti Asia dan Afrika. Hal itu dikarenakan perbedaan jenis
makanan di Negara maju dan Negara berkembang tersebut, dimana masyarakat
di Negara maju lebih banyak mengonsumsi lemak daripada di Negara
berkembang (Puspitasari, 2006).
Serat dapat menekan risiko kanker karena serat makanan diketahui
memperlambat penyerapan dan pencernaan karbohidrat, juga membatasi
insulin yang dilepas ke pembuluh darah. Terlalu banyak insulin (hormon
pengatur kadar gula darah) akan menghasilkan protein dalam darah yang
menambah risiko munculnya kanker, yang disebut insulin growth faktor (IGF).
Serat dapat melekat pada partikel penyebab kanker lalu membawanya keluar
dari dalam tubuh (Puspitasari, 2006).
f. Meningkatkan Risiko Sembelit (Konstipasi)
Konsumsi serat makanan dari buah dan sayur, khususnya serat tak larut
(tak dapat dicerna dan tak larut air) menghasilkan tinja yang lunak. Sehingga
diperlukan kontraksi otot minimal untuk mengeluarkan feses dengan lancar.
Sehingga mengurangi konstipasi (sulit buang air besar). Diet tinggi serat juga
dimaksudkan untuk merangsang gerakan peristaltik usus agar defekasi
(pembuangan tinja) dapat berjalan normal. Kekurangan serat akan
menyebabkan tinja mengeras sehingga memerlukan kontraksi otot yang besar
untuk mengeluarkannya atau perlu mengejan lebih kuat. Hal inilah yang sering
menyebabkan konstipasi. Oleh karena itu, diperlukan konsumsi serat yang
cukup khususnya yang berasal dari buah dan sayur (Puspitasari, 2006).
4. Kecukupan Konsumsi Buah dan Sayur yang Dianjurkan
Sejak tahun 1990, telah dicanangkan dalam Dietary for Americans bahwa
rekomendasi minimal untuk mengonsumsi buah adalah 2 porsi/hari dan 3
porsi/hari untuk konsumsi sayur atau setara dengan konsumsi buah dan sayur 5
porsi/hari. Menurut WHO/FAO (2003), yang dimaksud dengan 1 porsi sayur
adalah 1 mangkok sayur segar atau ½ mangkok sayur masak dan 1 porsi buah
adalah 1 potongan sedang atau 2 potongan kecil buah atau 1 mangkok buah irisan.
Konsumsi buah dan sayur dianggap ‘cukup’ apabila asupan buah dan sayur 5
porsi atau lebih per hari. Sedangkan yang dianggap ‘kurang’ apabila asupan buah
dan sayur kurang dari 5 porsi sehari.
Di Indonesia, konsumsi buah yang dianjurkan yaitu sebanyak 200-300 gram
atau 2-3 potong sehari berupa papaya atau buah lain sedangkan porsi sayuran
dalam bentuk tercampur seperti sayuran daun, kacang-kacangan dan sayuran
berwarna jingga yang dianjurkan sebanyak 150-200 gram atau 1 ½ - 2 mangkok
sehari (Almatsier, 2003).
Konsumsi buah dan sayur harus cukup, tidak boleh kurang ataupun
berlebihan sebab jika kekurangan ataupun kelebihan depat menimbulkan efek
negatif bagi tubuh. Kekurangan buah dan sayur dapat menyebabkan tubuh
kekurangan zat-zat gizi seperti vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat dan
dibutuhkan tubuh. Sedangkan kelebihan buah dan sayur dapat berakibat
membebani kerja dan fungsi ginjal. Walaupun vitamin dan mineral diperlukan
tubuh, tetapi jika ginjal tidak mampu mencerna akibat asupan yang berlebihan
dapat menyebabkan seseorang terkena gagal ginjal (Khomsan, 2003).
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Menurut Lastariwati dan Ratnaningsih (2006) dalam Dilapanga (2008),
menyatakan bahwa perilaku konsumsi makanan dan minuman dipengaruhi oleh 2
faktor utama yaitu :
1. Faktor intrinsik yang terdiri dari: umur, jenis kelamin dan keyakinan.
2. Faktor ekstrinsik yang terdiri dari: tingkat ekonomi, pendidikan, pengalaman,
iklan, tempat tinggal, lingkungan sosial dan kebudayaan.
Sedangkan menurut Warthington (2000), perilaku konsumsi individu
dipengaruhi oleh faktor langsung yaitu gaya hidup. Gaya hidup tersebut dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari kebutuhan
fisiologis tubuh, body image, konsep diri, keyakinan/kepercayaan individu,
pemilihan dan arti makanan, perkembangan psikososial dan kesehatan individu.
Sedangkan faktor eksternal terdiri dari jumlah anggota keluarga, peran orang tua,
teman sebaya, sosial budaya, nilai/norma, media massa, fast food (makanan cepat
saji), food fads (mode makanan), pengetahuan gizi dan pengalaman individu. Hal ini
dapat dilihat pada bagan 2.1 berikut ini.
Bagan 2.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Individu
Sumber: Warthington (2000)
Perilaku konsumsi dan pemilihan makanan pada seseorang sangat kompleks
dan dipengaruhi oleh berbagai interaksi faktor. Beberapa faktor diatas merupakan
faktor yang diduga berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur di
Indonesia. Penjelasan dari masing-masing variabel tersebut, yaitu:
Sosial-ekonomi-politik, ketersediaan makanan, produksi, sistem distribusi
Faktor internal: - Kebutuhan fisiologis
tubuh - Body image/citra diri - Konsep diri - Keyakinan dan individu - Pemilihan dan arti
makanan - Perkembangan
psikososial - kesehatan
Faktor eksternal: - Jumlah anggota keluarga - Peran orang tua - Teman sebaya - Sosial budaya - Nilai dan norma - Media massa - Fast food/makanan cepat saji - Food fads/mode makanan - Pengetahuan gizi - Pengalaman individu
Gaya Hidup
Perilaku Konsumsi Individu
1. Umur
Menurut Depkes (2008), umur adalah masa hidup responden dalam tahun
dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun yang terakhir.
Umur mempunyai peran penting dalam menentukan pemilihan makanan. Pada
masa bayi, seseorang tidak mempunyai pilihan terhadap apa yang mereka makan,
sedangkan saat dewasa, seseorang mulai mempunyai kontrol terhadap apa yang
mereka makan. Proses tersebut sudah dimulai saat masa kanak-kanak, mereka
mulai memiliki kesukaan terhadap makanan tertentu. Saat seseorang tumbuh
menjadi remaja dan dewasa, pengaruh terhadap kebiasaan makan mereka sangat
kompleks (Worthington, 2000).
Menurut WHO (1971) dalam Ruwaidah (2006), penggolongan umur
dikategorikan menjadi 4, yaitu anak-anak (< 10 tahun), remaja (10-24 tahun),
dewasa (25-59 tahun) dan lanjut usia (>60 tahun). Untuk golongan anak-anak dan
remaja, kebutuhan gizinya harus lebih diperhatikan karena masa anak-anak dan
remaja merupakan masa pertumbuhan sehingga kecukupan gizinya harus
tercukupi agar mencapai pertumbuhan optimal dan sebagai upaya pencegahan
timbulnya berbagai penyakit di masa yang akan datang (Wulansari, 2009).
Namun, kebutuhan gizi untuk kelompok umur dewasa dan lansia juga harus tetap
diperhatikan agar tubuh tetap sehat.
Kebutuhan remaja terkait konsumsi buah dan sayur sebaiknya tercukupi,
karena buah dan sayur sangat penting sebagai sumber vitamin dan mineral serta
sebagai penetral kadar kolesterol darah terutama yang berasal dari pangan hewani.
Dengan mengonsumsi buah dan sayur, kadar kolesterol dapat terkontrol. Oleh
karena itu, semua golongan umur membutuhkan konsumsi buah dan sayur dalam
jumlah yang cukup, khususnya remaja.
Dalam penelitian Moore (1997), ditemukan bahwa usia remaja lebih sering
bertumpu pada makanan fast food yang mempunyai menu terbatas dan sering
menekankan pada makanan tinggi kalori, lemak, dan natrium sehingga sedikit
sekali mengonsumsi buah dan sayur. Semakin dewasa usia seseorang cenderung
mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak, terutama pada golongan lanjut usia.
Dalam penelitian Rita (2002), ditemukan bahwa umur berpengaruh terhadap
kecepatan seseorang untuk menerima dan merespon informasi yang diterima dan
merupakan salah satu faktor yang berhubungan preferensi/kesukaan terhadap
konsumsi pangan, termasuk terkait perilaku konsumsi buah dan sayur.
Berdasarkan penelitian NHANES dari tahun 2001-2006 dalam Bahria
(2009) ditemukan bahwa umur tidak berhubungan secara signifikan dengan
perilaku konsumsi buah dan sayur. Dalam penelitian ini diketahui bahwa antara
orang Amerika yang berumur ≥40 tahun hanya 42% yang memenuhi rekomendasi
minimum mengonsumsi 5 porsi buah dan sayur per hari, sedangkan penduduk
umur < 40 tahun sebesar 45% yang berperilaku cukup konsumsi buah dan sayur.
2. Jenis Kelamin
Menurut Depkes (2008), jenis kelamin adalah perbedaan seks yang didapat
sejak lahir yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin
menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang karena pertumbuhan
dan perkembangan individu sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Dalam keluarga biasanya anak laki-laki mendapat prioritas yang lebih tinggi
dalam distribusi makanan daripada anak perempuan.
Untuk menopang pertumbuhan seseorang, baik perempuan maupun laki-laki
membutuhkan energi, protein dan zat-zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral.
Laki-laki umumnya lebih aktif dalam berolah raga dan kegiatan fisik serta
intensitas tumbuh yang lebih besar. Oleh karena itu membutuhkan energi dan
protein lebih banyak, sebaliknya perempuan membutuhkan zat besi lebih banyak
untuk mengganti darah yang hilang saat menstruasi (Worthington, 2000).
Dalam studi di Augusta Georgia ditemukan bahwa tidak ada hubungan
antara jenis kelamin dengan konsumsi buah dan sayur (Domel, 1996). Sedangkan
survei lain yang dilakukan oleh Reynold (1999) pada orang muda American-
Indian dan Alaska-Native ditemukan bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap
konsumsi buah dan sayur dan diketahui bahwa tingkat konsumsi buah dan sayur
pada perempuan lebih rendah dibanding laki-laki.
Kemudian pada penelitian Milligan et al (1998) yang dilakukan di Australia
menyebutkan bahwa masyarakat yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi
(4,1%) mengonsumsi 2 buah/hari dan sayuran 5 kali/hari dibandingkan dengan
laki-laki (2,5%).
3. Keyakinan, Nilai dan Norma
Pada masyarakat tertentu, terdapat suatu pameo yaitu semakin tinggi tingkat
keprihatian seseorang makan akan semakin bahagia dan bertambah tinggi taraf
sosial yang dapat dicapainya. Keprihatian ini dapat dicapai dengan “tirakat” yaitu
suatu kepercayaan melakukan kegiatan fisik dan mengurangi tidur, makan dan
minum atau berpantang melakukan sesuatu (Suhardjo, 2006).
Selain itu, terdapat pula upacara keagamaan atau kegiatan selamatan yang
merupakan bagian dari bentuk keyakinan dan norma di masyarakat, baik di daerah
pedesaan maupun perkotaan. Dalam penelitian Suhardjo (2006), ditemukan
bahwa keyakinan dan norma yang berlaku di masyarakat dapat mempengaruhi
perilaku konsumsi masyarakat (Suhardjo, 2006).
4. Tingkat Ekonomi Keluarga
Dalam bererapa penelitian, tingkat ekonomi atau pendapatan seringkali
didekati dari tingkat pengeluaran rumah tangga. Hal ini dilakukan karena biasanya
untuk mendapatkan informasi tentang pendapatan sulit dilakukan karena adanya
hambatan dalam wawancara yaitu responden tidak mau mengungkapkan jumlah
nominal pendapatan yang diperoleh (Bahria, 2000).
Marsetyo (2003) mengatakan bahwa pengeluaran uang untuk keperluan
rumah tangga harus dibagi-bagi untuk berbagai keperluan seperti keperluan untuk
bahan pangan, sewa tingggal (sewa atau cicilan rumah), air, penerangan,
pendidikan anak, kesehatan/pengobatan dan transportasi.
Di negara-negara berkembang, penduduk yang berpenghasilan rendah
hampir membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk membeli makanan.
Pada daerah miskin di India 80% pendapatan yang diperoleh digunakan untuk
membeli makanan, sedangkan di negara maju hanya 45% untuk membeli
makanan (Hidayati, 2004).
Tingkat pengeluaran rumah tangga dihitung dengan mengukur pengeluaran
rumah-tangga untuk makanan dan non-makanan. Diasumsikan bahwa semakin
tinggi proporsi uang yang dikeluarkan untuk makanan, maka semakin rendah
daya beli rumah-tangga tersebut untuk kebutuhan lainnya atau dengan kata lain
tingkat ekonomi semakin rendah (Hidayati, 2004).
Di perkotaan, kelompok penduduk termiskin mengeluarkan 66%
pengeluaran rumah-tangganya untuk makanan. Sedangkan penduduk terkaya
hanya mengeluarkan 44% saja. Kecenderungan serupa juga dijumpai di
perdesaan. Secara umum, 69% pengeluaran rumah tangga digunakan untuk
makanan (Hidayati, 2004).
Menurut BPS (2002) dalam Hidayati (2004) menyatakan tingginya proporsi
pengeluaran makanan jika proporsi >50% dari pengeluaran total keluarga
sedangkan rendahnya proporsi pengeluaran makanan jika jika proporsi ≤50% dari
pengeluaran total keluarga. Presentase pengeluaran untuk makanan menurun jika
jumlah pendapatan bertambah. Jadi, semakin besar tingkat pengeluaran keluarga
untuk makanan, maka semakin rendah tingkat ekonomi keluarga tersebut.
Mayoritas masyarakat yang konsumsi makannya kurang optimal tertutama
yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah. Karena keluarga
dengan pendapatan terbatas, besar kemungkinan kurang dapat memenuhi
kebutuhan makanannya sejumlah yang diperlukan tubuh. Setidaknya
keanekaragaman bahan makanan kurang terjamin, karena dengan uang terbatas itu
tidak akan banyak pilihan (Suhardjo, 2006).
Dalam penelitian Zenk (2005) ditemukan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat ekonomi dan perilaku konsumsi individu, yaitu
seseorang yang memiliki pendapatan dan status ekonomi tinggi cenderung akan
mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak. Pada penelitian MacFarlane (2007)
ditemukan bahwa masyarakat yang status ekonominya tinggi selalu tersedia
sayuran saat makan malam dan buah di rumah.
Kemudian dalam penelitian Utsman (2009), berdasarkan uji statistik
ditemukan bahwa tingkat ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku konsumsi. Hal ini menunjukkan orang yang memiliki daya beli yang baik
maka bisa memenuhi kebutuhannya terhadap bahan makanan.
5. Pekerjaan
Menurut Depkes (2008), pekerjaan adalah jenis kegiatan yang menggunakan
waktu terbanyak responden atau yang memberikan penghasilan terbesar.
Sedangkan menurut Arikunto (2002) dalam Bahria (2009), pekerjaan adalah
aktivitas yang dilakukan seseorang setiap hari dalam kehidupan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Pekerjaan berhubungan langsung dengan tingkat pendapatan.
Selain itu, pekerjaan juga dapat berpengaruh terhadap besar-kecilnya perhatian
seseorang terhadap makanan yang akan dikonsumsinya. Jika seseorang terlalu
sibuk bekerja, seringkali ia lalai dalam memenuhi kebutuhan gizinya dan lebih
memilih mengonsumsi makanan cepat saji.
Jenis pekerjaan yang dilakukan dapat menggambarkan dan mempengaruhi
besar kecilnya imbalan yang diperoleh. Keluarga yang memiliki pendapatan
tinggi biasanya mempunyai akses dan daya jangkau cukup dalam memenuhi
kebutuhan keluarga dan sebaliknya (Mukson, 1996 dalam Zulaeha, 1999).
Dalam penelitian Rita (2002), ditemukan bahwa pekerjaan berpengaruh
secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, karena jenis pekerjaan
akan berpengaruh langsung terhadap jumlah pendapatan yang akan diterima oleh
seseorang.
Namun, dalam penelitian Wulansari (2009), ditemukan bahwa pekerjaan
tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur
individu. Hal ini berarti konsumsi buah dan sayur tidak terlalu dipengaruhi oleh
status pekerjaan, dan diduga terdapat factor lain yang berhubungan dengan
perilaku konsumsi buah dan sayur.
6. Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan adalah suatu proses pembentukan
kecepatan seseorang secara intelektual dan emosional. Pendidikan juga diartikan
sebagai suatu usaha sendiri untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan
di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Sedangkan
menurut Depkes (2008), pendidikan merupakan tingkat pendidikan formal
tertinggi yang telah dicapai oleh seseorang.
Menurut Azwar (1996) dalam Rita (2002), pendidikan merupakan faktor
yang mempengaruhi perilaku seseorang dan dapat mendewasakan seseorang serta
berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih
tepat, salah satunya yaitu dalam perilaku mengonsumsi buah dan sayur.
Pendidikan formal dan keikutsertaan dalam pendidikan non formal sangat
penting dalam menentukan status kesehatan. Tingkat pendidikan sangat
berpengaruh terhadap kualitas bahan makanan yang dikonsumsi. semakin tinggi
tingkat pendidikan, maka akan semakin positif sikap seseorang terhadap gizi
makanan sehingga semakin baik pula konsumsi bahan makanan sayur dan buah
dalam keluarga (Zulaeha, 2006).
Dalam penelitian Zenk (2005) dan Roos (2001) ditemukan bahwa
pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi buah dan
sayur, yaitu seseorang yang memiliki pendidikan lebih tinggi cenderung akan
mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak.
7. Pengetahuan Gizi
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang. Perilaku yang dilakukan berdasarkan pada pengetahuan akan
bertahan lebih lama dan kemungkinan menjadi perilaku yang melekat pada
seseorang dibandingkan jika tidak berdasarkan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan gizi menjadi landasan dalam menentukan konsumsi pangan
individu. Selain itu, pengetahuan gizi dapat meningkatkan kemampuan seseorang
dalam menerapkan pengetahuan gizinya dalam memilih maupun mengolah bahan
makanan sehingga kebutuhan gizi tercukupi (Khomsan, 2009).
Penelitian Van Duyn (2001), ditemukan bahwa pengetahuan berpengaruh
secara signifikan terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur, yaitu diketahui
bahwa pengetahuan gizi dapat meningkatkan 22% konsumsi buah dan sayur.
8. Pengalaman Individu
Dalam perjalanan hidup manusia, terjadi berbagai macam pengalaman, salah
satunya adalah pengalaman dalam mengonsumsi makanan. Seseorang tentu
memiliki penilaian tersendiri terhadap jenis makanan tertentu, ada yang suka dan
tidak suka/pantang mengonsumsi makanan tertentu dengan alasan yang
bermacam-macam, seperti seseorang tidak mau mengonsumsi makanan tertentu
karena berdasarkan pengalaman pribadi bahwa makanan tersebut menimbulkan
alergi atau memiliki rasa yang kerang enak dan lain-lain (Suhardjo, 2006).
9. Iklan/Media Massa
Menurut Fisher dan Diane (2003) dalam Bahria (2009), media bisa
berpengaruh positif maupun negatif dalam mempromosikan berbagai macam
informasi. Perkembangan teknologi dan media massa juga mempunyai peran
dalam mempromosikan pemilihan makanan.
Media massa sebagai salah satu sarana komunikasi berpengaruh besar
membentuk opini dan kepercaan seseorang. Dalam penyampaian informasi, media
massa membawa pesan dan sugesti yang mengarahkan opini seseorang.
(Suhardjo, 2006). Dalam penelitian Srimaryani (2010), ditemukan bahwa
iklan/media massa tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku
konsumsi individu.
10. Tempat Tinggal
Menurut Depkes (2008), tempat tinggal adalah lokasi rumah seseorang
yang dibedakan menjadi perkotaan dan pedesaan. Untuk menentukan suatu
kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan, digunakan suatu indikator
komposit (indikator gabungan) yang skor atau nilainya didasarkan pada tiga
variabel, yaitu: kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian dan
akses fasilitas umum (BPS, 2007).
Adapun range (batasan) nilai dari masing-masing indikator, yaitu
kepadatan penduduk, batasan nilainya antara 1-8, persentase rumah tangga
pertanian batasannya antara 1-8 dan akses fasilitas umum batasannya antara 0-
10. Jadi nilai minimum dari skor gabungan ketiga indikator tersebut yaitu 2 dan
nilai maksimumnya 26. Jumlah skor dari ketiga indikator tersebut digunakan
untuk menentukan suatu kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan.
Jika skor gabungan berjumlah <10, maka kelurahan termasuk pedesaan dan jika
skor gabungan ≥10, maka kelurahan termasuk perkotaan (BPS, 2007).
Berdasarkan klasifikasi tersebut, dapat dibagi menjadi skor indikator
kepadatan penduduk untuk pedesaan antara 1-3 dan skor untuk perkotaan antara
4-8. Kemudian klasifikasi skor indikator persentase rumah tangga pertanian
untuk pedesaan antara 1-3 dan perkotaan antara 4-8. Dan klasifikasi skor akses
fasilitas umum untuk pedesaan dengan skor 0 dan untuk perkotaan dengan skor 1
(BPS, 2007).
Letak tempat tinggal dapat berpengaruh terhadap perilaku konsumsi
individu. Sebagai contoh, seorang petani yang tinggal di desa dan dekat dengan
areal pertanian akan lebih mudah dalam mendapatkan bahan makanan segar dan
alami, seperti buah dan sayur. Namun, seseorang yang tinggal di daerah
perkotaan akan lebih sedikit akses untuk mendapatkan bahan makanan segar
tersebut, karena di daerah perkotaan lebih banyak tersedia berbagai makanan
cepat saji, walaupun tidak menutup kemungkinan, terdapat penduduk perkotaan
yang mengonsumsi buah dan sayur (Suhardjo, 2006).
Dalam penelitian Sutiah (2006), berdasarkan hasil uji statistik ditemukan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal baik di desa
maupun di kota terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur, yaitu terdapat
perbedaan antara tingkat frekuensi konsumsi penduduk yang tinggal di pedesaan
dan perkotaan.
11. Lingkungan Sosial dan Budaya
Unsur sosial dan budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan
penduduk yang kadang bertentangan dengan prinsip ilmu gizi. Berbagai budaya
memberikan peranan dan nilai yang berbeda terhadap pangan atau makanan.
Misalnya bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dianggap tabu
untuk dikonsumsi karena alasan-alasan tertentu, sehingga akan berpengaruh
terhadap perilaku konsumsi individu tersebut (Suhardjo, 2006). Dalam penelitian
Sutiah (2006), ditemukan bahwa lingkungan sosial budaya atau suku bangsa
berpengaruh terhadap pola konsumsi seseorang.
12. Jumlah Anggota Keluarga
Menurut Depkes (2008), jumlah anggota keluarga adalah banyaknya
anggota rumah tangga yang bertempat tinggal di rumah tangga tersebut.
Keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran antar anak amat dekat akan
menimbulkan masalah (Sediaoetama, 2004). Dalam hal ini, jumlah anggota
keluarga akan mempengaruhi pola pengalokasian pangan pada rumah tangga,
sehingga semakin besar jumlah anggota keluarga, maka alokasi pangan untuk
tiap individu akan semakin berkurang (Suhardjo, 2006).
Dalam penelitian Pratiwi (2006) dan Wulansari (2009), berdasarkan hasil
uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara keluarga
kecil dan besar terhadap perilaku konsumsi individu. Namun, berdasarkan
penelitian Srimaryani (2010), diketahui bahwa jumlah anggota keluarga dengan
perilaku konsumsi individu menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal ini
menunjukkan semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan semakin
besar pangan yang dikonsumsi dan pembagian makanan dalam keluarga tersebut
akan lebih sedikit dibanding keluarga dengan jumlah sedikit.
13. Peran Orang Tua
Selama masa anak-anak, orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar
dalam sikap tentang makanan, pemilihan makanan dan pola makan, tetapi ketika
sudah menginjak masa remaja mereka menunjukkan kemandirian. Remaja dan
orang dewasa lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Oleh karena itu
pengaruh keluarga terhadap perilaku makan mulai berkurang (Khomsan, 2003).
Pada era modern seperti saat ini, orang tua memang telah menjadi manusia
sibuk karena urusan di luar rumah tangga. Oleh karena itu, peran oreng tua saat
ini sangat penting dalam mendorong kebiasaan makan sehat bagi anak-anaknya
(Khomsan, 2003). Karena pola kebiasaan makan anak berawal dari keluarga
(Worthington, 2000).
14. Teman Sebaya
Pengaruh rekan atau kelompok sebaya sangat kuat. Ketika anak mulai
sekolah tekanan teman sebaya mulai mempengaruhi pemilihan makanan yang
menyebabkan pengabaian terhadap kebutuhan gizi. Remaja mulai peduli
terhadap penampilan fisik dan perilaku sosial, serta berusaha untuk mendapatkan
penerimaan dari teman sebayanya. Pemilihan makanan menjadi penting supaya
mereka diterima oleh teman sebayanya (Barker, 2002).
Dalam penelitian Savitri (2009), ditemukan bahwa teman sebaya
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, yaitu dalam
memilih jenis makanan. seseorang akan mengikuti teman sebayanya.
15. Fast Food/Makanan Cepat Saji
Berbagai alasan seseorang memilih makanan cepat saji/fast food yaitu
karena praktis, rasanya enak, mudah didapat dan tingkat kesibukan yang tinggi
sehingga tidak sempat menyiapkan makanan yang sehat dan alami. Padahal,
konsumsi makanan tersebut secara terus menerus tanpa diimbangi buah dan
sayur dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif, seperti tekanan darah
tinggi, kolesterol tinggi, penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus, kanker dan
kegemukan (Sekarindah, 2008).
Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VI
(1998), makanan-makanan modern seperti fast food, dan makanan jepang telah
menjadi bagian dari kebiasaan makanan masyarakat di sejumlah kota besar.
Penelitian Verr et al (1999), ditemukan orang yang konsumsi buah dan
sayurnya rendah (kurang dari 1,5 kali/hari) serta lebih sering mengonsumsi fast
food/makanan cepat saji berisiko 30% lebih tinggi terkena penyakit jantung atau
stroke dibandingkan dengan orang yang mengonsumsi 8 kali/hari atau lebih.
16. Food Fads/Mode Makanan
Menurut KBBI (2007), mode adalah ragam, cara atau bentuk yang terbaru
pada suatu waktu tertentu, seperti pakaian, potongan rambut, corak hiasan, jenis
makanan dan sebagainya. Mode makanan ini juga berpengaruh terhadap perilaku
konsumsi individu, karena biasanya masyarakat senang mencoba hal-hal yang
baru, salah satunya adalah melakukan wisata kuliner terhadap jenis makanan
baru yang belum pernah dicoba oleh seseorang tersebut. Oleh karena itu, mode
makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku
konsumsi individu (Warthington, 2000).
17. Kebutuhan Fisiologis Tubuh
Setiap individu memiliki kebutuhan fisiologis tubuh yang berbeda, hal ini
menyebabkan tingkat kebutuhan gizi setiap individu berbeda. Sebagai contoh,
kebutuhan fisiologis tubuh ibu hamil, ibu menyusui, anak balita dan orang yang
sedang sakit akan berbeda kebutuhan gizinya dengan orang yang sehat. Oleh
karena itu, kebutuhan fisiologis tubuh berperan dalam menentukan perilaku
konsumsi individu dan pemilihan makanan apa saja yang harus dikonsumsi
(Suhardjo, 2006).
18. Body Image/Citra Tubuh
Citra tubuh didefinisikan sebagai pandangan seseorang tentang tubuhnya,
suatu gambaran mental seseorang yang mencakup pikiran, perpsepsi, perasaaan,
emosi, imajinasi, penilaian, sensasi fisik, keadaaan dan perilaku mengenai
penampilan dan bentuk tubuhnya dipengaruhi oleh idealisasi pencitraan tubuh di
masyarakat dan interaksi sosial seseorang dalam lingkungannya dan dapat
mengalami perubahan (Rice, 2001 dalam Melliana, 2006).
Salah satu contoh yaitu pada wanita, citra tubuh sangat penting sehingga
banyak dari mereka yang menunda makan bahkan mengurangi porsi makannya
dari yang dianjurkan agar tampak sempurna postur tubuhnya. Namun, hal
tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan jika dilakukan secara terus
menerus (Barker, 2002). Penelitian Handayani (2009), ditemukan bahwa citra
tubuh berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu.
19. Konsep Diri
Konsep diri seseorang dapat memengaruhi besarnya kepuasan citra tubuh
yang dirasakan individu. Aspek lain dari konsep diri yang tak kalah penting
adalah kepercayaan diri dan harga diri (Thomson, 1998 dalam Handayani, 2009).
Yayasan peduli proriasis Indonesia (2006) dalam Handayani (2009)
menyatakan bahwa konsep diri akan mempengaruhi penilaian terhadap diri
sendiri. Bila seseorang menilai diri sendiri posistif, maka seseorang akan
memasuki dunia dengan harga diri yang positif dan penuh percaya diri. Bila
terjadi distorsi atau perubahan dalam citra tubuh seseorang, maka konsep dirinya
pun akan berubah dan akan mempengaruhi perilaku konsumsi individu tersebut.
Penelitian Handayani (2009), ditemukan bahwa konsep diri berpengaruh secara
signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, yaitu dengan semakin baik
konsep diri seseorang, maka akan semakin baik perilaku konsumsi orang
tersebut.
20. Pemilihan dan Arti Makanan
Kesukaan terhadap makanan dianggap sebagai faktor penentu dalam
mengonsumsi makanan termasuk buah dan sayur. Pada suatu penelitian yang
dilakukan oleh Van Duyn et al (2001), ditemukan bahwa suka atau tidaknya
seseorang terhadap makanan tergantung dari rasa. Karena rasa merupakan suatu
faktor penting dalam pemilihan pangan yang meliputi tekstur dan suhu.
Kesukaan terhadap makanan mampunyai pengaruh terhadap pemilihan
makanan dan arti makanan bagi individu tersebut (Suhardjo, 2006). Penelitian
Van Duyn et al (2001), ditemukan bahwa kesukaan terhadap makanan
berpengaruh positif terhadap perilaku konsumsi individu.
21. Perkembangan Psikososial
Menurut Chaplin (2004), perkembangan psikososial merupakan berbagai
kejadian yang berkaitan dengan relasi sosial atau hubungan kemasyarakatan dan
mencakup faktor-faktor psikologis dari seseorang. Keadaan psikososial individu
akan berpengaruh terhadap perilaku individu tersebut, salah satunya adalah
perilaku konsumsi. Seseorang dengan kondisi psikososial yang baik, akan
cenderung lebih teratur dalam mengonsumsi dan memilih makanan, demikian
pula sebaliknya.
22. Kesehatan (Riwayat Penyakit)
Definisi sehat menurut WHO (1990) dalam Almatsier (2004) yaitu keadaan
sejahtera secara fisik, mental, dan sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau
kecacatan. Sedangkan berdasarkan UU no. 23 tahun 1992, kesehatan
didefinisikan sebagai keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Kondisi kesehatan seseorang akan berpengaruh langsung terhadap perilaku
konsumsi individu tersebut. Sebagai contoh, seseorang yang menderita penyakit
diabetes mellitus, orang tersebut akan mengurangi konsumsi makanan yang
tinggi kandungan gula demi menjaga kesehatan tubuhnya (Sekarindah, 2008).
Menurut White et al (2004) dalam Bahria (2009), diketahui bahwa kondisi
tubuh seseorang yang kurang baik, sedang dalam kondisi sakit atau memiliki
keluhan akan kesehatan, akan mendorong seseorang untuk lebih memperhatikan
pola konsumsinya, seperti mengurangi makanan yang tinggi lemak, kolesterol,
natrium, gula dan memperbanyak asupan bahan makanan alami seperti buah dan
sayur.
Namun, dalam penelitian yang dilakukan oleh Puspitarani (2006),
ditemukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kesehatan individu
dengan perilaku konsumsi, yaitu bahwa walaupun seseorang sedang sakit,
terkadang tidak terlalu memperhatikan pola konsumsinya.
23. Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan suatu konsep cara hidup dalam masyarakat yang
berasal dari berbagai macam interaksi sosial, budaya dan keadaan lingkungan.
Gaya hidup dipengaruhi oleh beragam hal yang terjadi di dalam keluarga atau
rumah tangga. Dapat dikatakan bahwa keluarga atau rumah tangga merupakan
faktor utama dalam pembentukan gaya hidup terkait pola perilaku makan dan
juga dalam pembinaan kesehatan keluarga (Suhardjo, 2006).
Orang dengan gaya hidup modern akan terbiasa mengonsumsi makanan
dengan harga yang mahal, sedangkan orang kelas menengah kebawah atau orang
miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran
yang mahal, karena dipengaruhi oleh gaya hidup sederhana (Suhardjo, 2006).
Dalam penelitian Rahmawati (2000), ditemukan bahwa gaya hidup berpengaruh
secara signifikan dengan perilaku konsumsi individu.
24. Sosial-Ekonomi-Politik
Sistem sosial-ekonomi-politik dalam suatu Negara merupakan salah satu
penyebab yang mendasar yang mempengaruhi perilaku konsumsi di masyarakat.
Negara dengan sistem sosial, ekonomi dan politik yang baik, maka jumlah
ketersediaan pangan akan tercukupi, namun jika Negara tersebut memiliki
masalah dalam sistem sosial, ekonomi dan politik, maka ketersediaan pangan
bagi masyarakat akan mengalami gangguan bahkan kekurangan pangan yang
dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan (Suhardjo, 2006).
25. Ketersediaan Makanan
Dalam mendukung masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang sehat,
maka diperlukan kecukupan ketersediaan makanan dan dapat diakses semua
orang. Berdasarkan studi di Amerika (2006) pada remaja non-hispanic black dan
non-hispanic white didapatkan bahwa ketersediaan makanan di rumah tangga
tidak berhubungan signifikan dengan konsumsi buah dan sayur pada remaja dan
juga berdampak kecil terhadap kecenderungan dalam mengonsumsi buah dan
sayur (Story, 2002).
26. Produksi
Produksi pangan di Negara berkembang masih tergolong rendah.
Rendahnya produksi pangan dapat disebabkan oleh produktivitas lahan yang
kurang dan harus ditanggulangi dengan intensifikasi pertanian. Sebab lain yaitu
karena petani beralih ke tanaman non pangan atau mengubah lahan pertanian
yang ada menjadi lahan untuk industri atau pemukiman. Rendahnya produksi
dapat berakibat pada rendahnya ketersediaan pangan bagi penduduk dan
mempengaruhi perilaku konsumsi masyarakat (Suhardjo, 2006).
27. Sistem Distribusi
Faktor lain yang mempengaruhi perilaku konsumsi individu yaitu adanya
sistem distribusi pangan ke masyarakat. Salah satu contoh kasus yaitu tidak
tersedianya makanan terjadi karena persediaan di gudang habis dan tidak ada
transportasi di sekitarnya atau sistem distribusi mengalami gangguan. Hal inilah
yang menyebabkan malnutrisi, karena penduduk kekurangan bahan pangan untuk
dikonsumsi. Di UK, meskipun ketersediaan makanan cukup namun pada
beberapa area yang terjadi gangguan transportasi atau terbatasnya pilihan di
pasar lokal, mengakibatkan beberapa bahan makanan yang dibutuhkan
masyarakat seperti buah dan sayuran segar tidak tersedia (Barker, 2002 dalam
Rahmawati, 2000).
D. Kerangka Teori
Berdasarkan teori dan Lastariwati-Ratnaningsih (2006) dalam Dilapanga
(2008) dan Worthington (2000) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku konsumsi individu, maka peneliti menyusun kerangka teori seperti dapat
dilihat pada bagan 2.2 berikut ini.
Bagan 2.2 Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi teori Lastariwati-Ratnaningsih (2006) dalam Dilapanga (2008) dan Worthington (2000)
Faktor Internal: 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Keyakinan 4. Kebutuhan Fisiologis Tubuh 5. Body Image/Citra Diri 6. Konsep Diri 7. Pemilihan dan Arti Makanan 8. Perkembangan Psikososial 9. Kesehatan (Riwayat
Penyakit)
Faktor Eksternal: 1. Tingkat Ekonomi Keluarga 2. Pekerjaan 3. Pendidikan 4. Pengetahuan Gizi 5. Pengalaman Individu 6. Iklan/Media Massa 7. Tempat Tinggal 8. Lingkungan Sosial Budaya 9. Jumlah Anggota Keluarga 10. Peran Orang Tua 11. Teman Sebaya 12. Nilai dan Norma 13. Fast Food/Makanan Cepat
Saji 14. Food Fads/Mode Makanan
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori dari Lastariwati-Ratnaningsih (2006) dalam
Dilapanga (2008) dan Warthington (2000), terdapat beberapa faktor yang
berhubungan dengan perilaku konsumsi individu. Dalam penelitian ini faktor-faktor
yang akan diteliti terdiri dari variabel perilaku konsumsi buah dan sayur sebagai
variabel dependen dan sebagai variabel independen terdiri dari faktor internal dan
eksternal. Faktor internal meliputi umur dan jenis kelamin. Sedangkan faktor
eksternal meliputi jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi
keluarga dan tempat tinggal.
Namun, tidak semua faktor dalam kerangka teori menjadi variabel dalam
penelitian ini. Faktor-faktor lain baik internal (keyakinan, kebutuhan fisiologis
tubuh, body image/citra diri, konsep diri, pemilihan dan arti makanan, perkembangan
psikososial) maupun eksternal (pengalaman individu, iklan/media massa, lingkungan
sosial budaya, peran orang tua, teman sebaya, nilai dan norma, fast food/makanan
cepat saji, food fads/mode makanan) tidak dijadikan variabel dalam penelitian ini
dikarenakan tidak tersedianya data tersebut dalam data sekunder/hasil Riskesdas
2007 yang digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan variabel kesehatan (riwayat
penyakit), walaupun terdapat datanya dalam Riskesdas, namun setelah dilakukan
analisis, datanya bersifat homogen yaitu mayoritas remaja tidak memiliki riwayat
penyakit (99,5%), sehingga variabel tersebut dikeluarkan dari penelitian.
Berdasarkan kerangka teori, maka disusunlah kerangka konsep seperti pada
bagan 3.1 berikut.
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Variabel Dependen Variabel Independen
Eksternal
Jumlah Anggota Keluarga
Pendidikan
Pekerjaan
Tingkat Ekonomi Keluarga
Tempat Tinggal
Internal
Umur
Jenis Kelamin
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian
No Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur Variabel Dependen 1. Perilaku
konsumsi buah dan sayur
Frekuensi rata-rata dan porsi asupan buah dan sayur responden dalam sehari selama seminggu (Depkes, 2008).
Angket Riskesdas
Kuesioner Individu (BD31-BD34)
0. Kurang, jika konsumsi buah dan sayur < 5 porsi sehari selama seminggu.
1. Cukup, jika konsumsi buah dan sayur ≥ 5 porsi sehari selama seminggu. (WHO, 2003)
Ordinal
Variabel Independen Faktor Internal 2. Umur Masa hidup responden dalam
tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun yang terakhir (Depkes, 2008).
Angket Riskesdas
Kuesioner rumah tangga (B4K5)
0. Remaja awal (10-19 tahun)
1. Remaja akhir (20-24 tahun)
Ordinal
3. Jenis kelamin
Perbedaan seks yang didapat sejak lahir yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan (Depkes, 2008).
Angket Riskesdas
Kuesioner rumah tangga (B4K4)
0. Laki-laki 1. Perempuan
(Depkes, 2008)
Nominal
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian (lanjutan)
No Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur Faktor Eksternal 4. Jumlah
Anggota Keluarga
Banyaknya anggota rumah tangga yang bertempat tinggal di rumah tangga tersebut (Depkes, 2008)
Angket Riskesdas
Kuesioner rumah tangga (B2K2)
0. Besar: > 4 orang 1. Kecil: ≤ 4 orang
(BKKBN, 1992 dalam Mahliawati, 2010)
Ordinal
5. Pendidikan Tingkat pendidikan formal tertinggi yang telah dicapai oleh responden (Depkes, 2008)
Angket Riskesdas
Kuesioner rumah tangga (B4K7)
0. Rendah, jika tamat <SMA
1. Tinggi, jika tamat ≥SMA (Diknas, 2003 dalam Sebastian, 2008)
Ordinal
6. Pekerjaan
Jenis kesgiatan yang menggunakan waktu terbanyak responden atau yang memberikan penghasilan terbesar (Depkes, 2008)
Angket Riskesdas
Kuesioner rumah tangga (B4K9)
0. Tidak bekerja 1. Bekerja
(Depkes, 2008)
Ordinal
7. Tingkat Ekonomi Keluarga
Status ekonomi keluarga berdasarkan proporsi pengeluaran keluarga rata-rata untuk makanan sebulan dibandingkan dengan pengeluaran total keluarga sebulan (BPS, 2007).
Angket Susenas
Kuesioner Susenas 2007 (B7K15 dan K25) yang diadopsi oleh Riskesdas 2007
0. Rendah, jika proporsi pengeluran makanan >50%.
1. Tinggi, jika proporsi pengeluran makanan ≤50%. BPS (2002) dalam Hidayati (2004)
Ordinal
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian (lanjutan)
No Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur 8. Tempat
Tinggal
Lokasi rumah responden yang dibedakan menjadi perkotaan dan pedesaan (Depkes, 2008)
Angket Riskesdas
Kuesioner rumah tangga (B1K5)
0. Perkotaan, jika kelurahan dengan skor ≥10.
1. Pedesaan, jika kelurahan dengar skor <10. (BPS, 2007)
Nominal
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara umur dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada
remaja di Indonesia tahun 2007.
2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku konsumsi buah dan sayur
pada remaja di Indonesia tahun 2007.
3. Ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan perilaku konsumsi
buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007.
4. Ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur
pada remaja di Indonesia tahun 2007.
5. Ada hubungan antara pekerjaan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur
pada remaja di Indonesia tahun 2007.
6. Ada hubungan antara tingkat ekonomi keluarga dengan perilaku konsumsi
buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007.
7. Ada hubungan antara tempat tinggal dengan perilaku konsumsi buah dan
sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional yaitu pengumpulan data dan informasi serta pengukuran antara variabel
independen dan dependen dilakukan pada waktu yang sama. Desain studi cross
sectional ini cocok digunakan untuk menganalisis subyek penelitian dalam
jumlah besar karena mudah dilaksanakan, sederhana, ekonomis dalam hal waktu
dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo, 2005).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan hasil Riskesdas yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan RI bagian Jaringan Informasi dan Publikasi Penelitian
(JIPP) di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai September
2010.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini mengacu pada populasi dalam Riskesdas
2007 yaitu seluruh rumah tangga dan anggota rumah tangga di seluruh pelosok
Republik Indonesia yang berusia ≥ 10 tahun. Adapun jumlah populasi
penduduk Indonesia tahun 2007 yaitu 225,18 juta jiwa (BPS, 2007).
Sedangkan populasi penduduk yang berusia remaja (10 – 24 tahun) yaitu
27,23% dari jumlah populasi tahun 2007 yaitu sebesar 61.316.514 jiwa (BPS,
2007).
2. Sampel
Kerangka pengambilan sampel (sampling frame) dalam Riskesdas 2007
menggunakan cluster sampling dengan menggunakan blok sensus BPS.
Selanjutnya menggunakan two stage sampling, yaitu pengambilan sampel
dengan dua tahap, yaitu:
a. Tahap 1: Blok sensus dipilih dengan cara Probability Proportional to Size
(PPS) Sampling, yaitu penentuan banyaknya blok sensus disesuaikan
dengan jumlah penduduk secara proporsional. Jumlah blok sensus dalam
Riskesdas 2007 yaitu 17.150 blok sensus dari 440 kabupaten/kota atau dari
33 Provinsi.
b. Tahap 2: Di setiap blok sensus dipilih 16 rumah tangga secara systematic
sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak hanya untuk sampel
pertama, selanjutnya diambil secara sistematik sesuai langkah yang sudah
ditetapkan (Sabri, dkk, 2008). Jumlah sampel rumah tangga pada Riskesdas
2007 dari 440 kabupaten/kota yaitu sebanyak 258.466 rumah tangga.
Kemudian dilakukan penarikan sampel anggota rumah tangga sebagai
sampel individu sebanyak 973.662 individu. Sedangkan jumlah sampel
anggota rumah tangga yang berusia ≥ 10 tahun sebanyak 768.635 individu
dan setelah dilakukan proses cleaning data, jumlah sampel remaja (10-24
tahun) yaitu 256.383 individu.
Adapun rumus perhitungan sampel yang digunakan dalam Riskesdas
2007, yaitu menggunakan rumus estimasi proporsi pada sampel acak sederhana
dengan presisi mutlak, yaitu:
n = Z2 1-α/2 x P (1-P) x DE
d2
Keterangan:
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan
Z2 1-α/2 = Derajat 5% (two tail) = 1,96
P = Proporsi = 50%
DE = Disain Efek = 2
d = presisi = 0,15
Bila digunakan P = 50%, Z = 1,96 dan d = 0,15 maka besar sampel
adalah 171 rumah tangga/kecamatan. Penggunaan cluster sampling
memerlukan design effect, yang dipakai yaitu 2, sehingga jumlah sampel per
kecamatan adalah 171 x 2 = 342 rumah tangga. Perkiraan drop out sebesar
10%, maka sampel yang dibutuhkan adalah 100/90 x 342 = 381 rumah tangga.
Untuk kepraktisan di lapangan maka dibulatkan besar sampel per kabupaten
adalah 400 rumah tangga.
Selanjutnya untuk kepentingan analisis penelitian, maka perhitungan
sampel minimal disesuaikan dengan rumus uji yang akan digunakan yaitu
menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi (two-tail), yaitu:
( )2
21
2
221112/1
)(
)1()1()1(2
PP
PPPPzPPzn
−−+−+−
= −− βα
Keterangan:
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan
Z 1-α/2 = derajat kemaknaan 5% = 1,96
Z 1-β = Kekuatan uji
P = Proporsi rata-rata = (P1+ P2)/2 = 84,3% = 0,843
P1 = Proporsi penduduk perkotaan yang kurang konsumsi buah dan sayur
83,8% = 0,838
P2 = Proporsi penduduk pedesaan yang kurang konsumsi buah dan sayur
84,3% = 0,843
(Nilai P1 dan P2 diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasionas/Susenas,
2004)
Berdasarkan rumus di atas, didapatkan jumlah sampel minimal yang
dibutuhkan yaitu 27.523, dikalikan dengan disain efek = 2, maka jumlah
sampel menjadi 55.046. Untuk menghindari Drop Out, ditambahkan 10%
menjadi 60.551 individu. Jumlah sampel minimal ini digunakan oleh peneliti
untuk menilai kecukupan dan melihat apakah jumlah sampel tersebut
memenuhi syarat untuk dilakukan uji hipotesis. Adapun jumlah sampel yang
didapatkan dari Riskesdas 2007 berjumlah 256.383 individu. Maka dapat
disimpulkan bahwa jumlah sampel yang didapatkan sudah memenuhi syarat
dilakukan uji hipotesis.
Kemudian dari jumlah sampel tersebut, dilakukan perhitungan kekuatan
uji untuk melihat kemampuan atau mendeteksi adanya perbedaan antara dua
variabel yang diteliti. Setelah dilakukan perhitungan kekuatan uji
menggunakan rumus di atas, didapatkan hasil Z 1-β = 87,9%. Hal ini berarti
jika pada populasi memang ada perbedaan proporsi, maka peluang penelitian
ini untuk memperlihatkan adanya perbedaan proporsi adalah sebesar 87,9%
(Ariawan, 1996).
D. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner Riskesdas
2007 yang digunakan untuk mengumpulkan data perilaku konsumsi buah dan
sayur di Indonesia dan pertanyaan-pertanyaan yang menjadi variabel independen
dalam penelitian ini yang meliputi variabel umur, jenis kelamin, jumlah anggota
keluarga, pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal.
Dalam pelaksanaan Riskesdas 2007 sudah memperhatikan validitas dan reabilitas
kuesioner penelitian. Adapun daftar variabel dan keterangan kuesioner yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1:
Tabel 4.1 Daftar variabel dan kuesioner dalam Riskesdas 2007
No Variabel Keterangan Kuesioner 1. Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Kuesioner Individu (BD31-BD34) 2. Umur Kuesioner rumah tangga (B4K5) 3. Jenis Kelamin Kuesioner rumah tangga (B4K4)
4. Jumlah Anggota Keluarga Kuesioner rumah tangga (B2K2)
5. Pendidikan Kuesioner rumah tangga (B4K7)
6. Pekerjaan Kuesioner rumah tangga (B4K9)
7. Tingkat Ekonomi Keluarga Kuesioner Susenas 2007 (B7K15 dan K25) yang diadopsi oleh Riskesdas 2007
8. Tempat Tinggal Kuesioner rumah tangga (B1K5)
Sumber: Depkes, 2008
Keterangan:
B = Blok K = Kolom
Selain kuesioner, instrumen yang digunakan yaitu alat peraga berupa kartu
bergambar (kartu bergambar buah dan sayur disertai ukuran rumah tangga untuk
mengetahui gram makanan yang dikonsumsi setiap hari). Daftar kuesioner dan
alat peraga terlampir pada lampiran 2 dan 3.
Adapun pengukuran data dari setiap variabel dalam penelitian ini
berdasarkan Depkes (2008), sebagai berikut:
1. Perilaku konsumsi buah dan sayur
Cara yang dilakukan untuk mengetahui perilaku konsumsi buah dan
sayur penduduk dilakukan dengan mengumpulkan data frekuensi dan porsi
asupan buah dan sayur pada penduduk Indonesia yaitu berdasarkan pada
kuesioner individu Blok B nomor D31-D34.
Data tersebut dikumpulkan dengan menghitung jumlah hari konsumsi
dalam seminggu dan jumlah porsi rata-rata dalam sehari. Penduduk
dikategorikan ‘cukup’ konsumsi buah dan sayur apabila makan buah dan/atau
sayur minimal 5 porsi per hari selama 7 hari dalam seminggu. Dikategorikan
‘kurang’ apabila konsumsinya kurang dari ketentuan tersebut (WHO, 2003).
2. Umur
Variabel umur diukur berdasarkan kuesioner rumah tangga Blok 4 Kolom
5 yang dihitung dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada
waktu ulang tahun yang terakhir. Perhitungan umur didasarkan pada kalender
Masehi dengan pembulatan ke bawah. Contoh:
a. Jika umurnya kurang dari 1 tahun, dicatat 00 tahun.
b. Jika umur > 97 tahun dicatat 97 tahun.
c. Jika umur responden 27 tahun 9 bulan, dicatat 27 tahun.
d. Jika responden tidak tahu pasti umurnya meskipun telah dilakukan probing
atau penyelidikan, dicatat 99 (Depkes, 2008).
Dalam penelitian ini, yang menjadi sampel hanya penduduk yang
berumur remaja (10 – 24 tahun). Setelah didapatkan data umur, kemudian
dikategorikan menjadi remaja awal (10-19 tahun) dan remaja akhir (20 – 24
tahun) (WHO, 1971 dalam Ruwaidah, 2006).
3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin diukur berdasarkan kuesioner rumah tangga Blok 4 Kolom
4. Dalam menentukan Janis kelamin, peneliti tidak boleh menduga jenis
kelamin seseorang berdasarkan namanya. Untuk lebih meyakinkan, peneliti
menanyakan apakah individu tersebut laki-laki atau perempuan. Misalnya
Endang, bisa laki-laki atau perempuan. Setelah itu, jawaban responden ditulis
di dalam kuesioner Dalam penelitian, setelah diperoleh data jenis kelamin,
penentuan jenis kelamin berdasarkan dikategorikan menjadi laki-laki dan
perempuan (Depkes, 2008)
4. Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga diukur berdasarkan kuesioner rumah tangga
Blok 2 Kolom 2 yang dihitung berdasarkan banyaknya Anggota Rumah
Tangga (ART) yang bertempat tinggal di rumah tangga (RT) tersebut, baik
yang berada di rumah tangga pada waktu pencacahan maupun sementara tidak
ada (termasuk kepala rumah tangga). ART yang telah bepergian 6 bulan atau
lebih, dan ART yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi dengan tujuan
pindah/akan meninggalkan rumah tangga 6 bulan atau lebih tidak dianggap
sebagai ART. Orang yang telah tinggal di rumah tangga 6 bulan atau lebih atau
yang telah tinggal di rumah tangga kurang dari 6 bulan tetapi berniat tinggal di
rumah tangga tersebut 6 bulan atau lebih dianggap sebagai ART. Pembantu
rumah tangga, sopir, tukang kebun yang tinggal dan makan di rumah
majikannya dianggap sebagai ART majikannya (Depkes, 2008).
Dalam penelitian ini, variabel jumlah anggota keluarga dikategorikan
menjadi keluarga besar (> 4 orang) dan keluarga kecil (≤ 4 orang) (BKKBN,
1992 dalam Mahliawati, 2010).
5. Pendidikan
Variabel pendidikan diukur berdasarkan kuesioner rumah tangga Blok 4
KOlom 7 dan khusus ditanyakan kepada ART yang berumur ≥10 tahun yaitu
dengan menanyakan tingkat pendidikan tertinggi yang telah dicapai. Setelah
itu, jawaban responden diisi sesuai dengan kode jawaban, sebagai berikut:
Tabel 4.2 Kode Variabel Pendidikan dalam Riskesdas 2007
Kode Keterangan
1 Tidak pernah sekolah, termasuk di dalamnya adalah yang belum sekolah karena belum mencapai usia sekolah.
2 Tidak tamat SD, termasuk tidak tamat Madrasah Ibtidaiyah (MI). 3 Tamat SD, termasuk tamat Madrasah Ibtidaiyah/ Paket A dan tidak
tamat SLTP/ MTs. 4 Tamat SLTP, termasuk tamat Madrasah Tsanawiyah (MTs)/ Paket B
dan tidak tamat SLTA/ MA. 5 Tamat SLTA, termasuk tamat Madrasah Aliyah (MA)/ Paket C, D1,
D3, mahasiswa drop-out. 6 Tamat Perguruan Tinggi, termasuk tamat Strata-1, Strata-2 dan
Strata-3. Sumber: Depkes, 2008
Dalam penelitian ini, variabel pendidikan dikategorikan menjadi
pendidikan rendah jika tamat < SMA dan pendidikan tinggi jika tamat ≥ SMA
(Diknas, 2003 dalam Sebastian, 2008).
6. Tingkat Ekonomi Keluarga
Variabel tingkat ekonomi keluarga diukur berdasarkan kuesioner Susenas
2007 Blok 7 Kolom 15 dan 25 yang diadopsi oleh Riskesdas 2007. Menurut
BPS (2007), tingkat ekonomi yaitu status ekonomi keluarga yang diukur
berdasarkan proporsi pengeluaran keluarga rata-rata untuk makanan sebulan
dibandingkan dengan pengeluaran total keluarga sebulan.
Tingkat ekonomi berbanding terbalik dengan tingkat pengeluaran
keluarga untuk makanan, yaitu semakin tinggi tingkat ekonomi maka semakin
rendah tingkat pengeluaran keluarga untuk makanan, dan sebaliknya (BPS,
2002 dalam Hidayati, 2004).
Dalam penelitian ini variabel tingkat ekonomi keluarga dapat
dikategorikan menjadi ekonomi rendah, jika proporsi pengeluaran keluarga
untuk makanan >50% dan tinggi jika pengeluaran keluarga untuk makanan
≤50% (BPS, 2002 dalam Hidayati, 2004).
7. Pekerjaan
Variabel pekerjaan diukur berdasarkan kuesioner rumah tangga Blok 4
Kolom 8 dan khusus ditanyakan kepada ART yang berumur ≥10 tahun yaitu
dengan menanyakan pekerjaan utama responden atau pekerjaan yang
menggunakan waktu terbanyak responden dan memberikan penghasilan
terbesar. Setelah itu, jawaban responden diisi sesuai dengan kode jawaban,
sebagai berikut:
Tabel 4.3 Kode Variabel Pekerjaan dalam Riskesdas 2007
Kode Keterangan
1 Tidak bekerja, termasuk sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha, atau sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
2 Sekolah, yaitu kegiatan bersekolah di sekolah formal baik pada pendidikan dasar, pendidikan menengah atau pendidikan tinggi yang di bawah pengawasan Depdiknas, Departemen lain maupun swasta.
3 Mengurus Rumah Tangga, yaitu kegiatan mengurus atau membantu mengurus rumah tangga tanpa mendapatkan upah/gaji.
4 TNI/Polri, bekerja di pemerintahan sebagai angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara dan kepolisian.
5 Pegawai Negeri Sipil (PNS), bekerja di pemerintahan sebagai pegawai negeri sipil.
6 Pegawai BUMN yaitu pegawai pemerintah yang non PNS misalnya pegawai Telkom, PLN, PTKA.
7 Pegawai swasta yaitu pekerja yang bekerja pada perusahaan swasta. 8 Wiraswasta/pedagang, yaitu orang yang melakukan usaha dengan
modal sendiri atau berdagang baik sebagai pedagang besar atau eceran. 9 Pelayanan jasa, orang yang bekerja secara mandiri dan mendapatkan
imbalan atas pekerjaannya. Misalnya jasa transportasi seperti sopir taksi, ojek.
10 Petani, yaitu pemilik atau pengolah lahan pertanian, perkebunan yang diolah sendiri atau dibantu oleh buruh tani.
11 Nelayan, orang yang melakukan penangkapan dan atau pengumpulan hasil laut (misalnya ikan).
12 Buruh, yaitu pekerja yang mendapat upah dalam mengolah pekerjaan orang lain (buruh tani, buruh bangunan, buruh angkat angkut, buruh pekerja).
13 Lainnya, apabila tidak termasuk dalam kode 1 s.d 12. Sumber: Depkes, 2008
Dalam penelitian ini, variabel pekerjaan dikategorikan menjadi penduduk
tidak bekerja jika termasuk kode 1 s.d 3 dan penduduk bekerja jika termasuk
kode 4 s.d 13 (Depkes, 2008).
8. Tempat tinggal
Variabel tempat tinggal diukur berdasarkan kuesioner rumah tangga Blok
1 Kolom 5 yang dikategorikan menjadi dua yaitu perkotaan dan pedesaan.
Untuk menentukan suatu Kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan,
digunakan suatu indikator komposit (indikator gabungan) yang skor atau
nilainya didasarkan kepada tiga variabel, yaitu: kepadatan penduduk,
persentase rumah tangga pertanian dan akses fasilitas umum (BPS, 2007).
Indikator penentuan Kelurahan termasuk perkotaan atau pedesaan dapat dilihat
pada lampiran 4.
Jumlah skor dari ketiga variabel tersebut kemudian digunakan untuk
menentukan apakah suatu Kelurahan termasuk daerah perkotaan atau
pedesaan. Kelurahan dengan skor gabungan < 10 termasuk pedesaan,
sedangkan Kelurahan dengan skor gabungan ≥ 10 termasuk perkotaan (BPS,
2007).
E. Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan data sekunder hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) Depkes RI
tahun 2007. Data yang diperoleh dan dianalisis dari Riskesdas 2007 yaitu data
perilaku konsumsi buah dan sayur, umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga,
pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal.
Adapun pengumpulan data yang dilakukan oleh Riskesdas 2007
dilaksanakan setelah selesainya pengumpulan data Susenas 2007. Kemudian
Depkes menyusun daftar propinsi, koordinator wilayah dan jadwal pengumpulan
data per wilayah di seluruh Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara kepada responden menggunakan kuesioner rumah tangga maupun
individu.
Pengorganisasian dalam pengumpulan data Riskesdas melibatkan berbagai
unsur Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, perguruan tinggi
setempat dan para pengumpul data yang telah mendapat pelatihan/etika
melakukan penelitian serta dapat mempertanggung jawabkan hasil penelitian
yang dilakukan.
F. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan menggunakan program komputerisasi statistik
dengan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Pembersihan Data (Data Cleaning)
Pembersihan data perlu dilakukan untuk membersihkan data dari
kesalahan yang mungkin terjadi. Dalam pembersihan data biasanya dilakukan
pengecekan ulang dengan melihat distribusi frekuensi variabel dan menilai
kelogisan serta konsistensinya.
2. Transformasi Data/Recode
Setelah dilakukan pembersihan data, maka dilakukan transformasi data
berupa pengkodean ulang/recode terhadap variabel sesuai dengan kebutuhan
penelitian. Hal ini bertujuan untuk mengklasifikasikan data yang diperoleh
sesuai dengan tujuan penelitian.
G. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis univariat, bivariat dan
multivariat.
1. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi atau
distribusi frekuensi masing-masing variabel penelitian yang meliputi variabel
dependen (perilaku konsumsi buah dan sayur) dan variabel independen (umur,
jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, tingkat
ekonomi keluarga dan tempat tinggal).
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesis dalam
penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen. Analisis data yang digunakan yaitu uji chi square
karena variabel dependen dan independen berbentuk kategorik. Adapun rumus
uji chi-square yaitu:
X2 = ∑ (O – E)2 E
dF = (k – 1)(b – 1) Keterangan:
X2 = Chi Square
O = Nilai observasi
E = Nilai ekspektasi
k = Jumlah kolom
b = Jumlah baris
Melalui uji statistik chi-square akan diperoleh nilai p, dimana dalam
penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 yaitu jika diperoleh nilai
p≤0,05, berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan
dependen, dan jika diperoleh nilai p>0,05, maka tidak ada hubungan yang
signifikan antara variabel independen dan dependen. Dalam penelitian ini,
semua variabel independen terdiri dari dua kategori, maka nilai p dapat dilihat
dari nilai pearson pada uji chi-square.
Untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan
independen maka dilihat nilai Odds Ratio (OR). Bila nilai OR = 1 artinya tidak
ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika nilai
OR<1 artinya variabel independen sebagai faktor protektif terhadap variabel
dependen dan jika OR>1 artinya variabel independen sebagai faktor risiko
terhadap variabel dependen.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk diketahui variabel independen mana
yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen. Analisis
multivariat pada penelitian ini menggunakan uji regresi logistik berganda
karena variabel independen dan dependen berbentuk kategorik. Uji ini
menggunakan model prediksi karena semua variabel independen dianggap
sama penting, sehingga proses estimasi dapat dilakukan dengan beberapa
koefisien regresi logistik sekaligus.
Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisis multivariat menurut
Sujianto (2007), sebagai berikut:
1. Lakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen dan
dependen. Bila hasil uji bivariat mempunyai nilai p ≤ 0,25 maka variabel
tersebut masuk dalam kandidat model multivariat. Namun, jika nilai p >
0,25 dan secara substansi memiliki pengaruh maka variabel tersebut tetap
dimasukkan ke dalam kandidat model multivariat.
2. Selanjutnya variabel yang masuk kandidat model dianalisis secara
bersamaan. Variabel yang masuk ke dalam model adalah yang memiliki p
≤ 0,05. Sedangkan yang memiliki p > 0,05 dikeluarkan dari model secara
bertahap mulai dari variabel yang memiliki pvalue paling besar.
3. Setelah didapatkan variabel yang masuk model multivariat, dilakukan uji
interaksi untuk melihat kemungkinan adanya interaksi antar variabel
independen yang masuk ke dalam model. Penentuan variabel interaksi
dilakukan atas pertimbangan substansi ilmiah. Bila variabel interaksi
mempunyai p ≤ 0,05 berarti terdapat interaksi diantara variabel tersebut
dan perlu dimasukkan dalam model akhir.
4. Setelah dilakukan uji interaksi, maka didapatkan model fit (akhir) dari
setiap variabel independen yang berpengaruh besar terhadap variabel
dependen.
BAB V
HASIL
A. Analisis Univariat
Analisis univariat manggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing
variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen.
1. Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan perilaku konsumsi
buah dan sayur di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini:
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Perilaku Konsumsi Buah dan
Sayur di Indonesia tahun 2007
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
n Persen CI %
Kurang (<5 porsi/hari) Cukup (≥5 porsi/hari)
242346 14037
94,5 5,5
0,944 – 0,946 0,053 – 0,055
Total 256383 100
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia,
sebagian besar remaja memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang
kurang yaitu sebesar 94,5% sedangkan remaja yang memiliki perilaku
konsumsi buah dan sayur yang cukup hanya 5,5%.
2. Umur
Gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan kelompok umur di
Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini:
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Kelompok Umur
di Indonesia tahun 2007
Kelompok Umur n Persen CI % Remaja Awal (10-19 tahun) Remaja Akhir (20-24 tahun)
185658 70725
72,4 27,6
0,722 – 0,725 0,274 – 0,277
Total 256383 100 Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia
yang termasuk kelompok umur remaja awal sebesar 72,4% dan kelompok
umur remaja akhir sebesar 27,6%.
3. Jenis Kelamin
Gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan jenis kelamin di
Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini:
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin
di Indonesia tahun 2007
Jenis Kelamin n Persen CI % Laki-laki Perempuan
127707 128676
49,8 50,2
0,496 – 0,500 0,499 – 0,503
Total 256383 100
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia,
yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 49,8% dan perempuan sebesar 50,2%.
4. Jumlah Anggota Keluarga
Berikut ini gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan jumlah
anggota keluarga di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini:
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
di Indonesia tahun 2007
Jumlah Anggota Keluarga n Persen CI %
Besar (>4 orang) Kecil (≤4 orang)
208086 48297
81,2 18,8
0,810 – 0,813 0,186 – 0,189
Total 256383 100 Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia,
sebagian besar remaja memiliki jumlah anggota keluarga yang besar yaitu
sebesar 81,2% dan yang memiliki jumlah anggota keluarga kecil hanya 18,8%.
5. Pendidikan
Gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan tingkat pendidikan di
Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut:
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Indonesia tahun 2007
Tingkat Pendidikan n Persen CI % Rendah (<SMA) Tinggi (≥SMA)
211291 45092
82,4 17,6
0,822 – 0,825 0,174 – 0,177
Total 256383 100 Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia,
sebagian besar tingkat pendidikan remaja tergolong rendah yaitu sebesar
82,4% sedangkan remaja dengan tingkat pendidikan tinggi sebesar 17,6%.
6. Pekerjaan
Gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan status pekerjaan di
Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut:
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Status Pekerjaan
di Indonesia tahun 2007
Status Pekerjaan n Persen CI % Tidak bekerja Bekerja
181448 74935
70,8 29,2
0,705 – 0,709 0,290 – 0,294
Total 256383 100 Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia,
sebagian besar remaja tidak bekerja yaitu sebesar 70,8%, sedangkan remaja
yang bekerja sebesar 29,2%.
7. Tingkat Ekonomi Keluarga
Gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan tingkat ekonomi
keluarga di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini:
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tingkat Ekonomi Keluarga
di Indonesia tahun 2007
Tingkat Ekonomi Keluarga
n Persen CI %
Rendah Tinggi
217114 39269
84,7 15,3
0,845 – 0,848 0,151 – 0,154
Total 256383 100 Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia,
sebagian besar remaja memiliki tingkat ekonomi keluarga yang rendah yaitu
sebesar 84,7% sedangkan remaja yang memiliki tingkat ekonomi keluarga
tinggi hanya sebesar 15,3%.
8. Tempat Tinggal
Gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan lokasi tempat tinggal
di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini:
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tempat Tinggal
di Indonesia tahun 2007
Tempat Tinggal n Persen CI % Perkotaan Pedesaan
94694 161689
36,9 63,1
0,367 – 0,371 0,628 – 0,632
Total 256383 100 Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia,
sebagian besar remaja bertempat tinggal di daerah pedesaan yaitu sebesar
63,1% dan yang bertempat tinggal di perkotaan sebesar 36,9%.
B. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen yang dilakukan dengan menggunakan uji
chi square. Dikatakan berhubungan secara signifikan jika didapatkan nilai p ≤
0,05 dan dikatakan tidak berhubungan secara signifikan jika diperoleh nilai p >
0,05. Adapun hasil analisis bivariat dalam penelitian ini, antara lain:
1. Hubungan antara Umur dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Hasil analisis bivariat antara umur dengan perilaku konsumsi buah dan
sayur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut ini:
Tabel 5.10 Analisis Hubungan antara Kelompok Umur Remaja dengan Perilaku
Konsumsi Buah dan Sayur di Indonesia tahun 2007 (n = 256383)
Kelompok Umur
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Total OR
95% CI p
value Kurang Cukup n % n % n %
Remaja Awal 176061 94,8 9597 5,2 185658 100 1,228 (1,184 – 1,274)
0,0000 Remaja Akhir 66285 93,7 4440 6,3 70725 100
Berdasarkan tabel 5.10, diketahui bahwa kelompok umur remaja awal
yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sebesar 94,8%, sedangkan
kelompok umur remaja akhir yang yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya
kurang sebesar 93,7%.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0000 sehingga dapat
diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara
kelompok umur remaja dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Sedangkan
berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,228 (1,184 – 1,274),
artinya pada kelompok umur remaja awal (10-19 tahun) mempunyai peluang
1,228 kali untuk berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan
dengan kelompok umur remaja akhir (20-24 tahun).
2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Hasil analisis bivariat antara jenis kelamin dengan perilaku konsumsi
buah dan sayur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut
ini:
Tabel 5.11 Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 (n = 256383)
Jenis Kelamin
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Total OR
95% CI p
value Kurang Cukup n % n % n %
Laki-laki 121020 94,8 6687 5,2 127707 100 1,096 (1,059 – 1,134)
0,0000 Perempuan 121326 94,3 7350 5,7 128676 100
Berdasarkan tabel 5.11, diketahui bahwa remaja berjenis kelamin laki-
laki yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sebesar 94,8% dan
tidak jauh berbeda dengan remaja yang berjenis kelamin perempuan yang
perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sebesar 94,3%.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0000 sehingga dapat
diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Sedangkan berdasarkan
perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,096 (1,059 – 1,134), artinya remaja
yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai peluang 1,096 kali untuk
berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan remaja
yang berjenis kelamin perempuan.
3. Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Hasil analisis bivariat antara jumlah anggota keluarga dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada tabel
5.12 berikut ini:
Tabel 5.12 Analisis Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku
Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 (n = 256383)
Jumlah Anggota Keluarga
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Total OR
(95% CI) p value
Kurang Cukup n % n % n %
Besar 196843 94,6 11243 5,4 208086 100 1,075 (1,030 – 1,121)
0,0009 Kecil 45503 94,2 2794 5,8 48297 100
Berdasarkan tabel 5.12, diketahui bahwa remaja dengan jumlah anggota
keluarga yang besar (>4 orang) yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya
kurang sebesar 94,6%, sedangkan remaja dengan jumlah anggota keluarga
kecil (≤ 4 orang) yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sebesar
94,2%.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0009 sehingga dapat
diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah
anggota keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Sedangkan
berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,075 (1,030 – 1,121),
artinya remaja dengan jumlah anggota keluarga yang besar mempunyai
peluang 1,075 kali untuk berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur
dibandingkan dengan remaja yang jumlah anggota keluarganya kecil.
4. Hubungan antara Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Hasil analisis bivariat antara tingkat pendidikan dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada tabel
5.13 berikut ini:
Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Perilaku
Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 (n = 256383)
Pendidikan
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Total OR
95% CI p value
Kurang Cukup n % n % n %
Rendah 200642 95,0 10649 5,0 211291 100 1,530 (1,470 – 1,593)
0,0000 Tinggi 41704 92,5 3388 7,5 45092 100
Berdasarkan tabel 5.13, diketahui bahwa remaja dengan tingkat
pendidikan rendah yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sebesar
95,0%, sedangkan remaja yang tingkat pendidikannya tinggi yang memiliki
perilaku konsumsi buah dan sayur kurang sebesar 92,5%.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0000 sehingga dapat
diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
pendidikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja. Sedangkan
berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,530 (1,470 – 1,593),
artinya remaja yang berpendidikan rendah mempunyai peluang 1,530 kali
untuk berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan
remaja yang berpendidikan tinggi.
5. Hubungan antara Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Hasil analisis bivariat antara status pekerjaan dengan perilaku konsumsi
buah dan sayur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.14 berikut
ini:
Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 (n = 256383)
Status Pekerjaan
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Total OR
95% CI p
value Kurang Cukup n % n % n %
Tidak bekerja 171722 94,6 9726 5,4 181448 100 1,077 (1,038 – 1,118)
0,0001 Bekerja 70624 94,2 4311 5,8 74935 100
Berdasarkan tabel 5.14, diketahui bahwa remaja yang tidak bekerja yang
memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur kurang sebesar 94,6% dan
jumlahnya tidak jauh berbeda dengan remaja yang bekerja dan memiliki
perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang yaitu sebesar 94,2%.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0001 sehingga dapat
diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara status
pekerjaan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja. Sedangkan
berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,077 (1,038 – 1,118),
artinya remaja yang tidak bekerja mempunyai peluang 1,077 kali untuk
berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan remaja
yang sudah bekerja.
6. Hubungan antara Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Hasil analisis bivariat antara tingkat ekonomi keluarga dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada tabel
5.15 berikut ini:
Tabel 5.15 Analisis Hubungan antara Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku
Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 (n = 256383)
Tingkat Ekonomi Keluarga
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Total OR
95% CI p
value Kurang Cukup n % n % n %
Rendah 206259 95,0 10855 5,0 217114 100 1,675 (1,608 – 1,745)
0,0000 Tinggi 36087 91,9 3182 8,1 39269 100
Berdasarkan tabel 5.15, diketahui bahwa remaja dengan tingkat ekonomi
keluarga rendah yang memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur kurang
sebesar 95,0%, sedangkan remaja dengan tingkat ekonomi keluarga tinggi
yang memiliki perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang yaitu sebesar
91,9%.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0000 sehingga dapat
diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
ekonomi keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Sedangkan
berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,675 (1,608 – 1,745),
artinya remaja yang tingkat ekonomi keluarganya rendah mempunyai peluang
1,675 kali untuk berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan
dengan remaja dengan tingkat ekonomi keluarga yang tinggi.
7. Hubungan antara Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Hasil analisis bivariat antara tempat tinggal dengan perilaku konsumsi
buah dan sayur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.16 berikut
ini:
Tabel 5.16 Analisis Hubungan antara Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi
Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 (n = 256383)
Tempat Tinggal
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Total OR
95% CI p value
Kurang Cukup n % n % n %
Perkotaan 88256 93,2 6438 6,8 94694 100 0,676 (0,653 – 0,699)
0,0000 Pedesaan 154090 95,3 7599 4,7 161689 100
Berdasarkan tabel 5.16, diketahui bahwa remaja yang bertempat tinggal
di daerah perkotaan yang memiliki perilaku konsumsi buah dan sayurnya
kurang yaitu sebesar 93,2%, sedangkan remaja yang bertempat tinggal di
daerah pedesaan yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sebesar
95,3%.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0000 sehingga dapat
diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara tempat
tinggal dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Sedangkan berdasarkan
perhitungan risk estimate diperoleh OR = 0,676 (0,653 – 0,699). Karena
diperoleh nilai OR kurang dari 1, maka dapat diartikan adanya efek protektif
untuk terjadinya perilaku konsumsi buah dan sayur yang kurang pada remaja
yang tinggal di daerah perkotaan dibandingkan dengan remaja yang tinggal di
daerah pedesaan.
C. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel paling dominan
yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di
Indonesia. Analisis yang dilakukan menggunakan uji regresi logistik berganda
dengan model prediksi yaitu dengan cara menseleksi setiap variabel independen.
Tahapan analisis multivariat yang dilakukan sebagai berikut:
1. Pemilihan Variabel Kandidat yang akan Masuk Model
Pada penelitian ini terdapat 7 variabel yang diduga berpengaruh
terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja yaitu umur, jenis
kelamin, jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi
keluarga dan tempat tinggal.
Untuk memilih kandidat model, semua variabel independen tersebut
terlebih dahulu dilakukan analisis bivariat dengan variabel dependen. Setelah
melalui analisis bivariat, variabel dengan nilai p ≤ 0,25 dapat masuk ke dalam
kandidat model multivariat dan jika p > 0,25 namun secara substansi
mempunyai kemaknaan juga dapat dimasukkan sebagai kandidat model. Hasil
analisis bivariat antara variabel independen dengan variabel dependen dapat
dilihat pada tabel 5.18 berikut ini.
Tabel 5.18
Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Independen dan Dependen
No Variabel p value 1 Umur 0,0000 2 Jenis Kelamin 0,0000 3 Jumlah Anggota Keluarga 0,0009 4 Pendidikan 0,0000 5 Pekerjaan 0,0001 6 Tingkat Ekonomi Keluarga 0,0000 7 Tempat Tinggal 0,0000
Berdasarkan tabel 5.18, diketahui bahwa semua variabel memiliki p ≤
0,25, maka semua variabel independen tersebut dapat masuk sebagai variabel
kandidat model multivariat.
2. Pembuatan Model Prediksi Penentu Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Setelah mendapatkan kandidat model, selanjutnya variabel yang masuk
dalam kandidat model dianalisis secara bersamaan terhadap variabel
dependen. Kemudian variabel yang masuk ke dalam model berikutnya adalah
variabel yang memiliki p value ≤ 0,05. Variabel yang memiliki p value > 0,05
dikeluarkan secara bertahap mulai dari yang paling besar. Hasil pemodelan
multivariat dapat dilihat pada tabel 5.19 berikut ini:
Tabel 5.19 Tahap Pemodelan Prediksi Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Berdasarkan tabel 5.19, diketahui bahwa ada lima variabel yang tersisa
pada model 4 yaitu variabel yang memiliki p ≤ 0,05, yaitu umur, jenis
kelamin, pendidikan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal. Kelima
variabel tersebut menunjukkan ada hubungan signifikan dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur. Sedangkan dua variabel lainnya yaitu pekerjaan dan
jumlah anggota keluarga dikeluarkan dari model karena memiliki p > 0,05.
Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Umur 0,015 0,005 0,005 Jenis Kelamin 0,000 0,000 0,000 Jumlah Anggota Keluarga 0,250 0,250 - Pendidikan 0,000 0,000 0,000 Pekerjaan 0,942 - - Tingkat Ekonomi Keluarga 0,000 0,000 0,000 Tempat Tinggal 0,000 0,000 0,000
3. Uji Interaksi
Uji interaksi digunakan untuk mengetahui interaksi antar variabel
independen yang masuk model multivariat. Dalam uji interaksi, pemilihan
variabel yang berinteraksi berdasarkan substansi ilmiah. Dalam penelitian ini,
terdapat perbedaan metode pengambilan sampel yang digunakan oleh
Riskesdas. Pada data Riskesdas, variabel umur, jenis kelamin, pendidikan dan
tempat tinggal merupakan data individu, sedangkan variabel tingkat ekonomi
keluarga merupakan data rumah tangga, sehingga tidak dapat dilakukan uji
interaksi antar variabel tersebut. Sebagai contoh, umur produktif akan
cenderung meningkatkan tingkat ekonomi, namun karena variabel umur
diukur berdasarkan data individu sedangkan variabel tingkat ekonomi
berdasarkan data rumah tangga, maka tidak dapat dilakukan uji interaksi antar
variabel tersebut.
4. Penyusunan Model Akhir (Model Fit)
Setelah dilakukan analisis, ternyata variabel umur, jenis kelamin,
pendidikan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal merupakan faktor
peluang utama terjadinya perilaku kurang konsumsi buah dan sayur pada
remaja, maka model akhirnya dapat dilihat pada tabel 5.21 sebagai berikut.
Tabel 5.21 Model Akhir Analisis Multivariat
R square = 0,357 p = 0,000 Berdasarkan tabel di atas, diketahui hasil analisis multivariat pada
variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, tingkat ekonomi keluarga dan
tempat tinggal terbukti berhubungan secara signifikan dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur pada remaja.
Berdasarkan tabel tersebut juga dapat diketahui nilai OR (Odds Ratio)
tiap variabel dan yang paling besar adalah variabel tingkat ekonomi keluarga.
OR tingkat ekonomi keluarga yaitu sebesar 1,429 artinya remaja dengan
tingkat ekonomi keluarga rendah akan cenderung untuk berperilaku kurang
konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan remaja yang tingkat ekonomi
keluarganya tinggi setelah dikontrol dengan variabel umur, jenis kelamin,
pendidikan dan tempat tinggal.
Maka dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat ekonomi keluarga
adalah faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku konsumsi
buah dan sayur karena memiliki nilai OR (1,429) paling besar diantara
variabel lainnya.
Variabel B Wald P wald OR (95% CI) Umur 0,062 5,800 0,002 1,067 (1,023 – 1,112) Jenis Kelamin 0,075 18,644 0,000 1,079 (1,042 – 1,116) Pendidikan 0,268 123,104 0,000 1,307 (1,246 – 1,370) Tingkat Ekonomi Keluarga 0,356 246,580 0,000 1,429 (1,366 – 1,495) Tempat Tinggal -0,248 170,873 0,000 0,781 (0,752 – 0,811) Constant -2,882 2,251 0,000
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu karena penelitian ini
menggunakan data sekunder dari Departemen Kesehatan RI, dimana dalam
penelitian Riskesdas tidak didisain secara khusus untuk meneliti masalah gizi,
seperti tentang perilaku konsumsi buah dan sayur, namun didisain untuk meneliti
masalah kesehatan secara umum, sehingga variabel yang digunakan dalam
penelitian ini terbatas pada variabel yang ada pada data sekunder tersebut.
Sedangkan variabel lain yang terdapat pada kerangka teori namun tidak terdapat
pada data Riskesdas, tidak diteliti dalam penelitian ini.
B. Gambaran Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja
Perilaku konsumsi buah dan sayur adalah suatu kegiatan atau aktivitas
individu untuk memenuhi kebutuhan akan buah dan sayur agar terpenuhi
kecukupan gizi. Adapun kecukupan konsumsi buah dan sayur dihitung
berdasarkan frekuensi rata-rata dan porsi asupan buah dan sayur dalam sehari
selama seminggu (Depkes, 2008).
Menurut WHO (2003), konsumsi buah dan sayur dianggap ‘cukup’ apabila
asupan buah dan sayur 5 porsi atau lebih per hari. Sedangkan yang dianggap
‘kurang’ apabila asupan buah dan sayur kurang dari 5 porsi sehari. Angka
kecukupan tingkat dunia ternyata tidak jauh berbeda dengan kecukupan yang
dianjurkan di Indonesia, yaitu menurut Almatsier (2003), konsumsi buah yang
dianjurkan sebanyak 200-300 gram atau 2-3 potong sehari sedangkan porsi
sayuran yang dianjurkan sebanyak 150-200 gram atau 1 ½ - 2 mangkok sehari.
Jika dijumlahkan kurang lebih 5 porsi buah dan sayur per hari.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar remaja di Indonesia
memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang kurang (<5 porsi sehari) yaitu
sebesar 94,5%. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Susenas (2004), yang menyatakan bahwa persentase ‘kurang’
konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia sebesar 83,6%. Hal ini berarti
dalam kurun waktu 3 tahun terjadi peningkatan jumlah remaja yang kurang
konsumsi buah dan sayur sebesar 10,9%. Tingginya angka kurang konsumsi buah
dan sayur pada remaja ini merupakan salah satu masalah terkait gizi yang dapat
berdampak pada kesehatan remaja di masa yang akan datang.
Buah dan sayur seringkali dianggap sebagai bahan makanan yang tidak
bergengsi untuk dikonsumsi sehingga remaja cenderung tidak mengonsumsi buah
dan sayur, justru remaja lebih memilih bahan makanan lainnya seperti makanan
cepat saji. Hal ini sesuai dengan teori yang diuraikan oleh Mudjianto (1994),
bahwa buah dan sayur bukanlah makanan yang dianggap bergengsi (prestige) jika
dibandingkan dengan bahan makanan cepat saji (fast food) yang sedang trend di
kalangan remaja saat ini. Selanjutnya, menurut Brown (2005), dari segi
kepraktisan, remaja akan lebih memilih mengonsumsi fast food dibanding buah
dan sayur karena terbatasnya waktu dan tingginya tingkat kesibukan yang mereka
miliki seperti kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah.
Selain itu, budaya pada masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa
dalam sekali makan cukup dengan mengonsumsi makanan pokok dan lauk saja,
sedangkan sayur dan buah hanya dianggap sebagai makanan tambahan, bukan
sebagai makanan utama yang harus dipenuhi dan dikonsumsi setiap hari. Hal ini
sesuai dengan teori yang diuraikan oleh Sekarindah (2008), bahwa budaya turut
berperan besar terhadap kebiasaan makan masyarakat.
Sedangkan menurut Mc William (1993) dalam Bahria (2001), remaja
cenderung akan memilih makanan apapun yang tersedia ketika mereka lapar dan
tidak terlalu memperhatikan kebutuhan gizi dari bahan makanan yang
dikonsumsi. Hal ini tentu akan berdampak tidak baik, karena remaja akan berisiko
kekurangan zat gizi yang penting seperti serat yang terkandung pada buah dan
sayur.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar remaja di Indonesia
kurang mengonsumsi buah dan sayur, padahal buah dan sayur merupakan
makanan sehat dan bergizi. Seperti dipaparkan oleh Silalahi (2006), buah dan
sayur kaya akan nutrisi seperti mengandung tinggi serat, antioksidan, vitamin,
asam folat, mineral, dan tidak mengandung lemak maupun kolesterol sehingga
sangat baik dikonsumsi demi menjaga kesehatan.
Selain itu, Indonesia merupakan Negara yang kaya akan produksi buah dan
sayur. Hal ini sesuai dengan pendapat Wirakusumah (1998) dalam Wulansari
(2009), bahwa berdasarkan letak geografis Indonesia yang terletak di Asia
Tenggara, produksi buah dan sayur di Indonesia berlimpah hampir sepanjang
tahun. Bahkan beberapa buah hanya dijumpai di Indonesia, sehingga seharusnya
buah sering dikonsumsi untuk menambah zat gizi pada susunan menu makan.
Begitupun dengan sayur, yang merupakan salah satu sumberdaya hayati yang
banyak terdapat di Indonesia, mudah diperoleh, harganya relatif murah serta kaya
vitamin dan mineral.
Jika remaja di Indonesia kekurangan konsumsi buah dan sayur dalam waktu
yang terus-menerus, maka akan berisiko terkena berbagai penyakit degeneratif
(penyakit akibat pola makan yang tidak sehat). Hal ini sesuai dengan teori WHO
(2003), bahwa masyarakat yang kurang konsumsi buah dan sayur, maka akan
meningkatkan risiko terjadinya perkembangan penyakit degeneratif seperti
obesitas, PJK (Penyakit Jantung Koroner), diabetes, hipertensi, ambeyen, kanker
usus besar dan lain-lain.
Laporan WHO (2003), juga menyebutkan bahwa orang yang konsumsi buah
dan sayurnya rendah (kurang dari 1,5 porsi/hari) akan 30% lebih tinggi terkena
penyakit jantung atau stroke dibandingkan dengan orang yang mengonsumsi 8
kali/hari atau lebih. Selain itu, risiko terkena penyakit jantung akan meningkat
sebesar 31% dan stroke meningkat 11% yang disebabkan oleh kurangnya asupan
buah dan sayur di dalam tubuh.
Dalam penelitian Hung et al (2004) dalam Bahria (2009) terhadap 110.000
pria dan wanita selama 14 tahun (Harvard-based Nurses’ Health study and
Health Professionals Follw-up Study) menunjukkan bahwa rata-rata orang yang
mengonsumsi buah dan sayur dengan cukup dapat menurunkan perkembangan
penyakit kardiovaskuler. Penelitian Takachi et al (2008) dan Wright et al (2008)
juga mengungkapkan hal yang sama yaitu dengan meningkatkan konsumsi buah
dan sayur dapat menurunkan peluang terjadinya kanker dan penyakit
kardiovaskular lainnya. Menurut Verr et al (1999) bahwa angka kematian akibat
penyakit kardiovaskuler di Netherlands dapat dicegah sekitar 6-28% dengan
peningkatan konsumsi buah dan sayur 1-2 kali/hari. Bebarapa hasil penelitian
tersebut membuktikan bahwa buah dan sayur merupakan salah satu bahan
makanan yang penting dan sangat dibutuhkan oleh tubuh agar tetap sehat.
Buah dan sayur memiliki banyak sekali manfaat bagi kesehatan tubuh
manusia. Seperti diuraikan oleh Almatsier (2003), bahwa dengan mengonsumsi
buah dan sayur dalam jumlah yang cukup dapat mengontrol kadar kolesterol
darah sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit degeneratif dan bagi
remaja serta membantu proses pertumbuhan pada remaja. Oleh karena itu, sejak
dini diharapkan setiap orang dapat menerapkan pola makan yang seimbang dan
sehat, khususnya pada masa anak-anak dan remaja karena pada masa tersebut
merupakan awal mengadopsi perilaku diet yang cenderung akan menetap pada
masa dewasa sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatannya di masa depan.
Seperti kata bijak, mencegah lebih baik daripada mengobati.
C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan
Sayur
1. Hubungan Umur dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Umur memiliki peran penting dalam menentukan pilihan makanan
seseorang dan berpengaruh terhadap perilaku konsumsi individu. Menurut
Worthington (2000), pada saat seseorang masih bayi, ia tidak mempunyai
pilihan terhadap apa yang akan dimakan, namun ketika seseorang tumbuh
menjadi remaja dan dewasa, orang tersebut mulai mengontrol apa yang mereka
makan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar remaja
merupakan kelompok umur remaja awal yaitu 72,4%, sedangkan kelompok
umur remaja akhir hanya 27,6%. Lebih banyaknya jumlah sampel yang
termasuk kelompok umur remaja awal yaitu karena interval umur antara
remaja awal (10–19 tahun) dan remaja akhir (20–24 tahun), lebih besar pada
kelompok umur remaja awal sehingga jumlah sampel pada remaja awal lebih
banyak dibandingkan dengan remaja akhir.
Berdasarkan analisis bivariat antara variabel umur dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang perilaku
konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada kelompok umur remaja
awal daripada remaja akhir. Hal ini sesuai dengan teori Moore (1997) yang
menyatakan bahwa semakin dewasa usia seseorang, maka akan cenderung
mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak.
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan antara umur dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Rita (2002), yang
menemukan bahwa faktor umur berhubungan dengan perilaku konsumsi buah
dan sayur serta berperan terhadap preferensi/kesukaan terhadap konsumsi
pangan, termasuk buah dan sayur. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk
estimate, diketahui bahwa kelompok umur remaja awal mempunyai peluang
1,228 kali untuk memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang kurang
dibandingkan dengan kelompok umur remaja akhir.
Berdasarkan hasil uji multivariat juga menunjukkan bahwa umur
berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur setelah dikontrol
dengan jenis kelamin, pendidikan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat
tinggal. Dari lima variabel yang berhubungan, umur menempati urutan
keempat setelah tingkat ekonomi, pendidikan dan jenis kelamin karena nilai
OR variabel umur lebih rendah daripada variabel tingkat ekonomi keluarga,
pendidikan dan jenis kelamin. Semakin besar nilai OR maka akan semakin
besar hubungan faktor tersebut dengan perilaku konsumsi buah dan sayur
pada remaja .
Kecukupan konsumsi buah dan sayur pada kelompok umur remaja
sangat penting karena memiliki banyak sekali manfaat bagi kesehatan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Silalahi (2006), yaitu kebutuhan remaja terkait
konsumsi buah dan sayur harus tercukupi, karena buah dan sayur merupakan
sumber vitamin dan mineral serta sebagai penetral kadar kolesterol darah
terutama yang berasal dari pangan hewani. Maka, dengan mengonsumsi buah
dan sayur dalam jumlah cukup, kadar kolesterol dapat terkontrol.
Selain itu, pentingnya mengonsumsi buah dan sayur yang cukup bagi
remaja, karena masa remaja adalah masa pertumbuhan yang membutuhkan
banyak tambahan gizi. Hal ini sebagaimana diuraikan oleh Riyadi (2001)
dalam Wulansari (2009), bahwa semua golongan umur membutuhkan
konsumsi buah dan sayur dalam jumlah yang cukup, khususnya remaja,
karena pada masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan kematangan
manusia serta sebagai upaya pencegahan terhadap timbulnya masalah-masalah
kesehatan di masa yang akan dating.
Pada masa remaja juga seringkali dipengaruhi oleh teman sebaya
sehingga turut berperan dalam perilaku konsumsi remaja. Hal ini sesuai teori
yang diuraikan oleh Barker (2002), yaitu saat seseorang berumur remaja,
pengaruh teman sebaya sangat kuat dalam menentukan perilaku konsumsi dan
pemilihan makanan yang seringkali menyebabkan pengabaian terhadap
kebutuhan gizi. Sedangkan menurut Mudjianto (1994), remaja lebih senang
mengonsumsi makanan cepat saji yang tinggi lemak dan kolesterol
dibandingkan dengan mengonsumsi buah dan sayur yang menyehatkan,
karena makanan cepat saji tersebut dianggap sebagai makanan modern dan
bergengsi.
Perilaku konsumsi remaja saat ini cenderung mengonsumsi makanan
yang tidak sehat seperti fast food dibanding mengonsumsi buah dan sayur,
padahal buah dan sayur lebih sehat dibanding fast food. Hal ini sesuai dengan
pendapat Wulansari (2009), bahwa tidak dapat dipungkiri pola makan usia
remaja lebih mengarah pada makan dengan persentase kalori yang tinggi
karbohidrat, protein dan lemak, sedangkan asupan vitamin dan mineral
khususnya yang berasal dari buah dan sayur cenderung kurang.
Oleh karena itu, sebaiknya dalam pembentukan kebiasaan mengonsumsi
makanan yang sehat seperti buah dan sayur dimulai sedini mungkin, karena
hal tersebut akan melekat sampai usia dewasa. Dalam pembentukan kebiasaan
makan anak dan remaja, peran orang tua sangat penting dalam memberi
pengarahan dan mendorong kebiasaan makan sehat bagi anak-anaknya.
2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Jenis kelamin dianggap sebagai salah satu faktor yang berhubungan
dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Hasil penelitian ini menunjukkan
remaja yang berjenis kelamin laki-laki (49,2%) dan perempuan (50,2%)
jumlahnya tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan dalam pengambilan sampel
oleh Riskesdas, jumlah sampel yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan
hampir sama.
Berdasarkan analisis bivariat antara jenis kelamin dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang perilaku
konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada remaja yang berjenis
kelamin laki-laki. Hal ini selaras dengan penelitian Milligan et al (1998) di
Australia yang menyebutkan bahwa masyarakat yang berjenis kelamin
perempuan lebih tinggi (4,1%) mengonsumsi 2 buah/hari dan sayuran 5
kali/hari dibanding dengan laki-laki (2,5%).
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan
signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku konsumsi buah dan sayur
pada remaja. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Reynold (1999) pada orang muda American-Indian dan Alaska-Native yang
menemukan bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap konsumsi buah dan
sayur. Hal ini diartikan bahwa secara umum laki-laki lebih banyak
mengonsumsi makanan yang tinggi kalori namun lebih sedikit konsumsi buah
dan sayur dibandingkan perempuan, karena adanya perbedaan jenis kegiatan
serta besar dan susunan tubuhnya sehingga kebutuhan konsumsinya berbeda.
Perbedaan jenis kelamin juga berperan dalam menentukan kebutuhan
gizi masing, biasanya kebutuhan gizi lebih besar pada jenis kelamin laki-laki
daripada perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Worthington (2000), yang
menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin juga akan menentukan besar
kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang karena pertumbuhan dan
perkembangan individu cukup berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-
laki memiliki tubuh lebih besar sehingga kebutuhan gizinya pun lebih besar.
Selain itu, dalam pergaulan sehari-hari, perempuan lebih memperhatikan
body image (citra tubuh) dibanding laki-laki, sehingga mengurangi konsumsi
makanan tinggi lemak dan karbohidrat, serta lebih memilih mengonsumsi
buah dan sayur agar berat badannya tetap ideal. Hal ini seseuai dengan
pedapat Rice (2001) dalam Melliana (2006) dan juga sesuai dengan tori
Barker (2002), bahwa citra tubuh bagi wanita sangat penting sehingga banyak
dari mereka yang menunda makan bahkan mengurangi porsi makannya yang
tinggi lemak dan karbohidrat agar tampak sempurna postur tubuhnya.
Berdasarkan hasil uji multivariate, juga diperoleh bahwa jenis kelamin
berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur setelah dikontrol
dengan variabel umur, tingkat ekonomi, pendidikan dan tempat tinggal. Hal
ini dapat diartikan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur serta menunjukan adanya kecenderungan perbedaan
tingkat konsumsi buah dan sayur antara remaja yang berjenis kelamin laki-
laki dan perempuan.
Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diketahui bahwa
remaja yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai peluang 1,096 kali untuk
memiliki perilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan
remaja perempuan. Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukan oleh Centers
for Disease and Prevention (2005) dalam Bahria (2009), bahwa jumlah
perempuan yang mengonsumsi buah antara 3 hingga 5 kali sehari lebih tinggi
dibanding pria. Dengan kata lain bahwa remaja yang berjenis kelamin laki-
laki akan cenderung lebih sedikit mengonsumsi buah dan sayur dibanding
perempuan.
Alasan lain yang menyebabkan tingkat konsumsi buah dan sayur pada
laki-laki lebih sedikit dibanding perempuan yaitu pada remaja laki-laki
cenderung tidak menyukai makanan ringan/tidak mengenyangkan karena
tingkat aktivitas fisiknya lebih tinggi dibanding perempuan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Dewi (1997) dalam Wulansari (2009), bahwa laki-laki lebih
menyukai makanan yang mengenyangkan sehingga asupan makanan pada
laki-laki cenderung lebih tinggi karbohidrat dan lemak dibanding buah dan
sayur.
3. Huubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota rumah tangga yang
bertempat tinggal di rumah tangga tersebut (Depkes, 2008). Jumlah anggota
keluarga diduga sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur pada remaja. Dalam penelitian ini, sebagian besar
remaja memiliki jumlah anggota keluarga yang besar yaitu 81,2%, sedangkan
remaja dengan jumlah anggota keluarga kecil hanya 18,8%. Lebih banyaknya
remaja yang memiliki jumlah anggota keluarga besar, karena pada sampel
Riskesdas, sebagian besar kepala keluarga memiliki anak lebih dari dua,
sehingga jumlah anggota keluarga >4 orang dan termasuk keluarga besar.
Berdasarkan analisis bivariat antara jumlah anggota keluarga dengan
perilaku konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang
perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada remaja
dengan jumlah anggota keluarga besar. Hal ini berarti bahwa semakin banyak
jumlah anggota keluarga maka akan semakin besar pangan yang dikonsumsi
dan pembagian makanan dalam keluarga tersebut akan lebih sedikit dibanding
keluarga dengan jumlah sedikit (Srimaryani, 2010).
Selain itu, semakin besar jumlah anggota maka kebutuhan pangan akan
meningkat, apabila jumlah pangan yang tersedia terbatas, maka asupan
makanan yang diterima oleh setiap anggota keluarga akan terbatas pula. Hal
ini sesuai dengan teori Suhardjo (2006), yaitu besarnya jumlah anggota
keluarga akan mempengaruhi pola pengalokasian pangan pada rumah tangga
tersebut sehingga semakin besar jumlah anggota keluarga, maka alokasi
pangan untuk setiap individu akan semakin berkurang.
Berdasarkan hasil uji statistik secara bivariat menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah anggota keluarga dengan
perilaku konsumsi buah dan sayur. Namun, ketika variabel jumlah anggota
keluarga dilakukan analisis multivariat, hasilnya menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan perilaku konsumsi buah
dan sayur.
Dengan demikian pengaruh variabel jumlah anggota keluarga tertutup
oleh variabel lainnya yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, tingkat
ekonomi keluarga dan tempat tinggal yang di analisis secara multivariat.
Sehingga dapat diasumsikan bahwa remaja yang memiliki jumlah anggota
keluarga kecil dan tidak termasuk kelompok berisiko dari variabel lainnya,
maka hal tersebut akan memicu remaja untuk mengonsumsi buah dan sayur
dalam jumlah yang cukup.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Pratiwi (2006) dan
Wulansari (2009), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara keluarga kecil maupun besar terhadap perilaku konsumsi
buah dan sayur. Namun, penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian
Srimaryani (2010), yang menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga dengan
perilaku konsumsi buah dan sayur individu menunjukkan hubungan yang
signifikan.
Tidak berhubungannya variabel jumlah anggota keluarga dengan
perilaku konsumsi buah dan sayur dapat diasumsikan karena yang
menyebabkan seseorang mengonsumsi buah dan sayur tidak hanya faktor
jumlah anggota keluarga, tetapi ada faktor lain seperti faktor ketersediaan
pangan. Menurut Neumark Stainer et al (2003) dalam Bahria (2009),
dikatakan bahwa perilaku konsumsi buah dan sayur dalam keluarga akan
meningkat apabila didukung dengan ketersediaan bahan makanan. Dapat
disimpulkan bahwa walaupun remaja memiliki jumlah anggota keluarga kecil,
namun jika ketersediaan buah dan sayur tidak mencukupi, maka mereka akan
tetap kekurangan dalam mengonsumsi buah dan sayur.
Selain itu, jumlah anggota keluarga juga akan mempengaruhi
pengeluaran keluarga untuk makanan atau tingkat ekonomi keluarga tersebut.
Dengan peningkatan jumlah anggota keluarga maka tingkat pengeluaran
keluarga untuk makanan akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan teori
Suhardjo (2006), bahwa sebagian besar pendapatan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan bahan makanan sedangkan kebutuhan lainnya kurang
tercukupi. Hal ini dapat diasumsikan bahwa walaupun keluarga tersebut
memiliki jumlah anggota keluarga kecil, namun jika tingkat ekonominya
rendah, maka kebutuhan akan bahan makanan termasuk buah dan sayur akan
kurang tercukupi.
Menurut Sediaoetama (2006), pengaturan pengeluaran untuk makanan
sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini
menyebabkan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi anggota
keluarga tidak mencukupi kebutuhan, termasuk kebutuhan akan konsumsi
buah dan sayur. Selain dalam hal konsumsi makanan, besar keluarga juga
akan berpengaruh terhadap perhatian orang tua, bimbingan, petunjuk dan
perawatan kesehatan.
Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah mengembangkan program
keluarga berencana (KB) agar dapat menekan laju pertumbuhan penduduk
yang semakin tinggi, supaya ketersediaan bahan makanan dapat lebih
tercukupi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
4. Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Pendidikan dianggap memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku
konsumsi buah dan sayur pada remaja. Dalam penelitian ini, sebagian besar
remaja berpendidikan rendah yaitu 82,4%, sedangkan remaja yang
berpendidikan tinggi hanya 17,6%. Lebih besarnya jumlah remaja yang
berpendidikan rendah karena sebagian besar sampel pada Riskesdas termasuk
kelompok umur remaja awal (10 – 19 tahun), dan masih banyak yang belum
tamat SMA sehingga dikategorikan berpendidikan rendah.
Berdasarkan analisis bivariat antara pendidikan dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang perilaku
konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada remaja dengan
pendidikan rendah. Hal ini berarti bahwa remaja yang tingkat pendidikannya
rendah, maka konsumsi buah dan sayurnya juga akan rendah.
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara pendidikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Zenk (2005) dan Roos (2001)
yang menyebutkan bahwa faktor pendidikan seseorang berhubungan secara
signifikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur, atau dengan kata lain
seseorang yang memiliki pendidikan lebih tinggi cenderung akan
mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak.
Berdasarkan hasil uji multivariat pada penelitian ini diperoleh bahwa
pendidikan berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur setelah
dikontrol dengan variabel umur, jenis kelamin, tingkat ekonomi, dan tempat
tinggal. Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan memiliki hubungan dengan
perilaku konsumsi buah dan sayur serta menunjukan adanya kecenderungan
perbedaan tingkat konsumsi buah dan sayur antara remaja yang berpendidikan
rendah dan tinggi.
Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diketahui bahwa
remaja yang berpendidikan rendah mempunyai peluang 1,530 kali untuk
berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan remaja yang
berpendidikan tinggi. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikan, maka
akan semakin positif sikap seseorang terhadap gizi makanan sehingga
semakin baik pula konsumsi bahan makanan sayur dan buah dalam keluarga
(Zulaeha, 2006).
Hasil penelitian ini juga didukung pendapat Azwar (1996) dalam Rita
(2002), yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor yang
mempengaruhi perilaku seseorang dan dapat mendewasakan seseorang serta
berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan
lebih tepat, salah satunya yaitu dalam perilaku konsumsi buah dan sayur.
Selain itu, dengan pendidikan yang lebih tinggi, tingkat pengetahuan dan
informasi yang dimiliki juga akan lebih banyak sehingga turut berperan dalam
memilih mengonsumsi makanan yang sehat. Hal ini sesuai dengan hasil
widyakarya nasional pangan dan gizi VIII (2004), menyebutkan bahwa
tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk
menyerap informasi lebih banyak dan mengimplementasikannya dalam gaya
hidup sehari-hari termasuk dalam hal perilaku konsumsi buah dan sayur.
Menurut Soekiman (2000) dalam Wulansari (2009), seseorang yang
berpendidikan tinggi umumnya memiliki tingkat ekonomi yang relatif tinggi
pula. Dengan tingkat ekonomi yang tinggi, maka kecukupan akan bahan
makanan akan lebih terpenuhi. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah dapat
menggalakkan program wajib belajar minimal 9 tahun agar masyarakat
memiliki pendidikan yang tinggi dan dapat meningkatkan status ekonomi
mereka sehingga dapat memenuhi kebutuhan akan bahan makanan termasuk
buah dan sayur.
5. Hubungan Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Pekerjaan seseorang dianggap turut berperan dalam menentukan
perilaku konsumsi buah dan sayur seseorang. Dalam penelitian ini, sebagian
besar remaja termasuk kelompok tidak bekerja yaitu 70,8%, sedangkan
jumlah remaja yang bekerja hanya 29,2%. Lebih besarnya jumlah remaja yang
tidak bekerja, disebabkan karena sebagian besar kegiatan remaja adalah
bersekolah (53,7%). Adapun jenis pekerjaan terbanyak pada remaja yaitu pada
sektor pertanian (7,6%). Hal ini dikarenakan pada remaja yang menjadi
sampel dalam Riskesdas lebih banyak yang tinggal di daerah pedesaan.
Berdasarkan analisis bivariat antara pekerjaan dengan perilaku konsumsi
buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang perilaku konsumsi
buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada remaja yang tidak bekerja. Hal
ini berarti bahwa remaja yang tidak bekerja akan cenderung memiliki perilaku
konsumsi buah dan sayur yang kurang dibanding remaja yang bekerja.
Berdasarkan hasil analisis secara bivariat yang menghubungkan variabel
pekerjaan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur diketahui bahwa terdapat
hubungan signifikan antara pekerjaan dengan perilaku konsumsi buah dan
sayur. Namun, ketika variabel pekerjaan dianalisis secara multivariat, hasilnya
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur. Hal ini disebabkan karena pada uji multivariat
terjadi interaksi antar variabel independen, sehingga hubungan variabel
pekerjaan tertutupi oleh variabel lainnya yaitu umur, jenis kelamin,
pendidikan, jumlah anggota keluarga, tingkat ekonomi keluarga dan tempat
tinggal. Sehingga dapat diasumsikan bahwa remaja yang bekerja dan tidak
termasuk kelompok berisiko dari variabel lainnya, maka hal tersebut akan
memicu remaja untuk mengonsumsi buah dan sayur dalam jumlah yang
cukup.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wulansari (2009), yaitu
ditemukan bahwa pekerjaan tidak berhubungan secara signifikan dengan
perilaku konsumsi buah dan sayur individu. Hal ini berarti konsumsi buah dan
sayur tidak terlalu dipengaruhi oleh status pekerjaan dan diduga terdapat
faktor lain yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur.
Tidak adanya hubungan antara pekerjaan dengan perilaku konsumsi
buah dan sayur dapat diasumsikan bahwa seseorang yang bekerja akan
memiliki tingkat kesibukan lebih tinggi sehingga akan berpengaruh terhadap
besar-kecilnya perhatian orang tersebut terhadap makanan yang akan
dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2002) dalam Bahria
(2009), yaitu jika seseorang terlalu sibuk bekerja, seringkali ia lalai dalam
memenuhi kebutuhan gizinya dan lebih memilih mengonsumsi makanan cepat
saji
Namun, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Rita (2002),
yang menemukan bahwa pekerjaan berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku konsumsi individu, karena jenis pekerjaan akan berpengaruh
langsung terhadap jumlah pendapatan yang akan diterima oleh seseorang.
Selain itu, menurut Mukson (1996) dalam Zulaeha (1999), keluarga yang
memiliki pendapatan tinggi biasanya mempunyai akses dan daya jangkau
cukup dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan sebaliknya.
6. Hubungan Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Tingkat ekonomi keluarga dapat menilai mutu sumberdaya manusia dan
turut mempengaruhi perilaku konsumsu individu. Dalam penelitian ini,
sebagian besar remaja memiliki tingkat ekonomi keluarga yang rendah yaitu
84,7%, sedangkan remaja dengan tingkat ekonomi tinggi hanya 15,3%.
Tingginya jumlah remaja dengan tingkat ekonomi rendah disebabkan karena
mayoritas penduduk Indonesia sebagian besar masih dalam taraf tingkat
ekonomi menengah ke bawah (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII,
2004).
Dalam penelitian ini, tingkat ekonomi diukur berdasarkan tingkat
pengeluaran keluarga untuk makanan dibandingkan dengan jumlah
pengeluaran total keluarga dalam sebulan. Semakin besar persentase
pengeluaran keluarga untuk makanan maka akan semakin rendah tingkat
ekonomi keluarga tersebut, demikian pula sebaliknya (Hidayati, 2004).
Hal tersebut berdasarkan fakta di negara-negara berkembang, penduduk
yang berpenghasilan rendah hampir membelanjakan sebagian besar
pendapatannya untuk membeli makanan. Pada daerah miskin di India 80%
pendapatan yang diperoleh digunakan untuk membeli makanan, sedangkan di
negara maju hanya 45% untuk membeli makanan (Hidayati, 2004).
Berdasarkan analisis bivariat antara tingkat ekonomi keluarga dengan
perilaku konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang
perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada remaja yang
tingkat ekonomi keluarganya rendah. Hal ini berarti mayoritas masyarakat
yang konsumsi buah dan sayurnya kurang optimal, terutama berasal dari
keluarga dengan tingkat ekonomi rendah.
Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat hubungan yang signifikan antara
tingkat ekonomi keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Zenk (2005) yang menemukan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat ekonomi keluarga dan
perilaku konsumsi individu, yaitu seseorang yang memiliki pendapatan dan
status ekonomi tinggi cenderung akan mengonsumsi buah dan sayur lebih
banyak. Penelitian MacFarlane (2007) dalam Bahria (2009) juga mendukung
hal tersebut, dimana ditemukan bahwa masyarakat yang status ekonominya
tinggi selalu tersedia sayuran saat makan malam dan buah di rumah sehingga
tingkat konsumsi buah dan sayur lebih tinggi dibanding dengan keluarga yang
ekonominya rendah.
selanjutnya dalam penelitian Utsman (2009), juga ditemukan bahwa
tingkat ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi.
Hal ini menunjukkan, orang yang memiliki daya beli yang baik atau tingkat
ekonominya tinggi dapat memenuhi kebutuhannya terhadap bahan makanan
secara cukup. Semakin tinggi pendapatan seseorang atau meningkatnya
tingkat ekonomi keluarga cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan
jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat ekonomi juga mencerminkan
kemampuan untuk membeli bahan pangan, termasuk buah dan sayur.
Berdasarkan perhitungan risk estimate diketahui bahwa remaja yang
tingkat ekonomi keluarganya rendah mempunyai peluang 1,675 kali untuk
berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan remaja
yang memiliki tingkat ekonomi keluarga tinggi. Keluarga dengan pendapatan
terbatas cenderung tidak dapat memenuhi kebutuhan makanannya sejumlah
yang diperlukan tubuh. Setidaknya keanekaragaman bahan makanan kurang
terjamin, karena dengan uang terbatas tidak akan banyak pilihan bahan
makanan yang akan dikonsumsi (Suhardjo, 2006).
Dalam hal konsumsi buah dan sayur, pada keluarga dengan tingkat
ekonomi tinggi, rata-rata konsumsi buahnya lebih tinggi karena mereka
mampu membeli buah-buahan dan mamahami manfaatnya bagi kesehatan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Khomsan dkk, (2008), yaitu dengan
peningkatan status ekonomi, maka pengeluaran untuk bahan makanan akan
meningkat.
Selain itu, menurut Hartoyo (1997) dalam Bahria (2009), bahwa secara
ekonomi, buah termasuk dalam kategori barang normal dengan nilai elastisitas
pengeluaran (pendapatan) bertanda positif. Artinya, bila terjadi kenaikan
pengeluaran (yang menunjukkan adanya peningkatan pendapatan) maka
konsumsi buah oleh rumah tangga juga akan meningkat. Sedangkan untuk
konsumsi sayuran tidak terlalu berpengaruh terhadap pendapatan karena harga
sayuran yang masih dapat dijangkau oleh dua golongan ekonomi tersebut baik
kaya maupun miskin.
Pada masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, cenderung lebih
memenuhi kebutuhan bahan makanan akan karbohidrat dan lemak dibanding
buah dan sayur. Hal ini sesuai dengan pendapat MasFarlane (2007) dalam
Wulansari (2009), bahwa masyarakat yang status ekonominya rendah
cenderung lebih sedikit mengonsumsi buah, sayur dan makanan berserat
lainnya dibandingkan dengan makanan tinggi karbohidrat dan lemak.
Berdasarkan hasil uji multivariat, tingkat ekonomi merupakan variabel
paling dominan yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur
setelah dikontrol dengan umur, jenis kelamin, pendidikan dan tempat tinggal
dengan nilai OR tertinggi diantara variabel lainnya. Dengan demikian, dapat
diasumsikan jika remaja memiliki tingkat ekonomi keluarga yang tinggi maka
akan meningkatkan konsumsi buah dan sayur meskipun remaja tersebut
berumur remaja awal (10 – 19 tahun) atau berjenis kelamin laki-laki atau
berpendidikan rendah dan bertempat tinggal di daerah perkotaan.
Tingkat ekonomi memang sangat mempengaruhi konsumsi makan
individu baik dari jumlah maupun mutu kandungan gizinya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Soekiman (2000) dalam Wulansari (2009), bahwa tingginya
tingkat ekonomi cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan
yang dikonsumsi, karena tingkat ekonomi akan mencerminkan kemampuan
untuk membeli bahan pangan, termasuk buah dan sayur.
Selain itu, dengan meningkatnya tingkat ekonomi/pendapatan seseorang,
maka terjadilah perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Hal ini
menunjukkan bahwa perilaku konsumsi individu cenderung berubah
bersamaan dengan meningkatnya tingkat ekonomi (Suhardjo, 1989 dalam
Bahria, 2009).
Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah dapat memperluas lapangan
pekerjaan agar masyarakat Indonesia dapat memiliki penghasilan yang
mencukupi dan meningkatkan status ekonomi mereka. Misalnya dengan
membuat program kursus keahlian bagi masyarakat maupun peminjaman
modal kerja. Sehingga diharapkan dengan meningkatnya status ekonomi,
dapat meningkatkan pemenuhan konsumsi bahan pangan, termasuk buah dan
sayur.
7. Hubungan Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Tempat tinggal dianggap sebagai salah satu faktor yang berhubungan
dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Dalam penelitian ini, berdasarkan
lokasi tempat tinggal, sebagian besar remaja bertempat tinggal di daerah
pedesaan yaitu 63,1%, sedangkan remaja yang tinggal di daerah perkotaan
hanya 36,9%. Lebih banyaknya jumlah remaja yang tinggal di daerah
pedesaan, karena sebagian besar wilayah Indonesia berdasarkan hasil
Riskesdas memang merupakan daerah pedesaan.
Berdasarkan analisis bivariat antara tempat tinggal dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang perilaku
konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada remaja yang tinggal di
daerah pedesaan. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang tinggal di desa,
cenderung menjual hasil panennya ke daerah kota, sehingga penduduk desa
kurang dalam mengonsumsi buah dan sayur (Suhardjo, 2006).
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan antara tempat tinggal dengan perilaku konsumsi buah dan sayur.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sutiah (2006), yaitu terdapat
hubungan yang signifikan antara tempat tinggal terhadap perilaku konsumsi
buah dan sayur, serta terdapat perbedaan antara tingkat frekuensi konsumsi
penduduk yang tinggal di pedesaan dan perkotaan.
Berdasarkan hasil uji multivariat juga menunjukkan bahwa variabel
tempat tinggal merupakan yang paling rendah hubungannya dengan perilaku
konsumsi buah setelah dikontrol dengan variabel umur, jenis kelamin,
pendidikan dan tingkat ekonomi. Dikatakan paling rendah karena variabel
tempat tinggal memiliki nilai OR yang paling rendah diantara variabel
lainnya.
Letak tempat tinggal memang turut mempengaruhi perilaku konsumsi
individu, termasuk dalam hal ketersedian pangan pada daerah tersebut. Hal ini
sesuai dengan pendapat Suhardjo (2006), yaitu seorang petani yang tinggal di
desa dan dekat dengan areal pertanian akan lebih mudah dalam mendapatkan
bahan makanan segar dan alami, seperti buah dan sayur. Namun, seseorang
yang tinggal di daerah perkotaan akan lebih sedikit akses untuk mendapatkan
bahan makanan segar tersebut, karena di daerah perkotaan lebih banyak
tersedia berbagai makanan cepat saji, walaupun tidak menutup kemungkinan,
terdapat penduduk perkotaan yang mengonsumsi buah dan sayur secara
cukup.
Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 0,676.
Berdasarkan nilai OR tersebut, tempat tinggal bersifat protektif terhadap
perilaku konsumsi buah dan sayur. Hal ini berarti bahwa remaja yang tinggal
di daerah perkotaan akan cenderung memiliki perilaku konsumsi buah dan
sayur yang cukup dibandingkan dengan remaja yang tinggal di daerah
pedesaan.
Alasan lain yang menyebabkan remaja yang tinggal di daerah perkotaan
akan lebih cukup konsumsi buah dan sayurnya dibandingkan remaja yang
tinggal di pedesaan, yaitu karena biasanya para petani di desa menjual hasil
panen buah dan sayurnya ke perkotaan, sehingga persediaan buah dan sayur di
desa tersebut sedikit. Hal ini sesuai dengan pendapat Soehardjo (2006), yaitu
walaupun di pedesaaan merupakan sumber produksi buah dan sayur, namun
seringkali para petani justru menjual hasil panen tersebut ke daerah perkotaan,
sehingga jumlah persediaan buah dan sayur di pedesaan menjadi sedikit.
Tujuan petani di desa menjual hasil panennya ke daerah perkotaan adalah
untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dan cenderung kurang
memperhatikan asupan konsumsi buah dan sayur bagi dirinya dan
keluarganya.
Selain itu, menurut Bahria (2009), penduduk di daerah perkotaan akan
cenderung memiliki tingkat pendidikan dan ekonomi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk di daerah pedesaan, sehingga daya beli bahan
makanan pada penduduk perkotaan akan lebih baik, termasuk dalam perilaku
konsumsi buah dan sayur.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang perilaku konsumsi buah dan
sayur pada remaja di Indonesia dengan menggunakan data riskesdas 2007
didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebagian besar remaja memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang
kurang.
2. Berdasarkan kelompok umur remaja sebagian besar termasuk kelompok umur
remaja awal (10 – 19 tahun).
3. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah remaja yang berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan tidak jauh berbeda.
4. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, sebagian besar remaja memiliki jumlah
anggota keluarga yang besar (>4 orang).
5. Sebagian besar remaja memiliki tingkat pendidikan rendah.
6. Berdasarkan status pekerjaan, sebagian besar remaja tidak bekerja.
7. Berdasarkan tingkat ekonomi keluarga, sebagian besar remaja memiliki
tingkat ekonomi keluarga rendah.
8. Sebagian besar remaja bertempat tinggal di daerah pedesaan.
9. Terdapat hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan, tingkat ekonomi
keluarga dan tempat tinggal dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada
remaja di Indonesia.
10. Tidak terdapat hubungan antara pekerjaan dan jumlah anggota keluarga
dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia.
11. Faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku komsumsi buah
dan sayur pada remaja di Indonesia adalah tingkat ekonomi keluarga.
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
a. Diharapkan dapat meningkatkan keterampilan dan memanfaatkan peluang
usaha seperti berwiraswasta, sehingga dapat meningkatkan penghasilan
dan status ekonomi masyarakat.
b. Diharapkan dapat menerapkan program keluarga berencana (KB), agar
dapat menekan laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi sehingga
ketersediaan bahan makanan, seperti buah dan sayur dapat lebih
tercukupi.
2. Bagi Orang Tua
a. Diharapkan dapat memdukung proses pendidikan anak-anaknya minimal
9 tahun agar masyarakat memiliki pendidikan yang tinggi.
b. Diharapkan dapat memberi pengarahan dan dorongan untuk menerapkan
kebiasaan makan sehat seperti buah dan sayur bagi anak-anaknya sejak
usia dini, karena hal tersebut akan melekat sampai usia dewasa.
3. Bagi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
a. Diharapkan dapat membuat kebijakan dan program promosi kesehatan
terkait upaya perbaikan gizi masyarakat dengan peningkatan konsumsi
buah dan sayur pada penduduk Indonesia, khususnya pada remaja baik
laki-laki maupun perempuan agar tercapai status gizi yang lebih baik.
4. Bagi Peneliti Lain
a. Diharapkan adanya penelitian dengan menggunakan data primer sehingga
variabel yang diteliti tidak terbatas pada data sekunder yang ada, karena
variabel independen dalam penelitian ini hanya mampu menjelaskan
variasi variabel perilaku konsumsi buah dan sayur sebesar 35,7%.
Sedangkan selebihnya 64,3% dijelaskan oleh variabel lainnya.
b. Diharapkan adanya penelitian dengan menggunakan disain studi lain
seperti case control sehingga dapat menggambarkan hubungan kausalitas
(sebab akibat) yang lebih kuat terkait faktor yang berhubungan dengan
perilaku konsumsi buah dan sayur.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ariawan, Iwan. 1996. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Arisman, 2004. Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta: EGC.
Astawan, Made. 2008. Sehat dengan Sayuran: Panduan Lengkap Mnejaga Kesehtan dengan Sayuran. Jakarta: Dian Rakyat.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
___________. 2007. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2007. Jakarta: Prodata Nusaraya
Bahria. 2009. Hubungan antara Pengetahuan Gizi, Kesukaan dan Faktor Lain dengan Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di 4 SMA di Jakarta tahun 2009. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Chaplin. JP. 2004. Kamus Lengkap Psikologi cetakan ke-9. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.
___________. 2007. Pedoman Pengisian Kuesioner. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.
___________. 2005. Survey Kesehatan Nasional (Suekesnas). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.
Dilapanga, Alfira. 2008. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi soft drink pada siswa SMP Negeri 1 Ciputat Tahun 2008. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Domel, S.B. et. al. 1996. Psychosocial Predictors of Fruit and Vegetable Consumption among Elementary School Children. Journal Health Education Research Vol 11 No. 3 Pages 299-308.
Handayani, Miratna. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi distorsi citra tubuh siswa SMAN 1 pamulang tahun 2009. Skrips. Jakarta: Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
Hidayati. 2004. Hubungan Karakteristik Anak dan Keluarga dengan Status Gizi Balita di propinsi Maluku dan Irianjaya. Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Khomsan, Ali, dkk. 2003. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Departemen gizi masyarakat dan sumber daya keluarga. Bogor: Fakultas pertanian IPB
___________. 2008. Sehat itu Mudah. Jakarta: Hikmah.
___________. 2009. Studi Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan Gizi Keluarga. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat IPB
Mahliawati. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Propinsi Bangka Belitung (Analisis Data Riskesdas tahun 2007). Skripsi. Jakarta: Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
Marsetyo & G. Kartasaputra. 2003. Ilmu Gizi, Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja. Rineka Cipta. Jakarta.
Melliana, Anastasia. 2006. menjelajah tubuh perempuan dan mitos kecantikan. Yogyakarta: LKIS Pelangi aksara.
Milligan, RA, at. al. 1998. Influence of Gender and Socio Economic Status on Dietary Patterns and Nutrient Intakes in 18-year-old Australians. Aust N Z Journal of Public Health. 1998 un;22(4):485-493.
Moore, Courtney Mary. 1997. Terapi Diet dan Nutrisi edisi 2. Jakarta: Hipokrates
Nainggolan, Olwin dan Adimunca. 2005. Diet sehat dengan serat. Cermin dunia kedokteran 147: 43-46
Notoatmodjo, Sukidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
___________. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pratiwi, Wulan. 2006. Analisis Hubungan Pengetahuan Gizi, Sikap dan Preferensi dengan Kebiasaan Makan Sayuran Ibu Rumah Tangga di perkotaan dan Pedesaan Bogor. Skripsi. Bogor: IPB.
Puspitarani, Dinar. 2006. Gambaran perilaku konsumsi serat dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada remaja di SLTP labschool rawamangun Jakarta timur tahun 2006. Skripsi. Depok: FKM UI
Rahmawati. 2000. Perilaku Makan Sayur Berdasarkan Faktor Sosiodemografi, Self Efficacy, Sikap, Niat, Preferensi, dan Ketersediaan Sayur pada Murid Kelas VI SD Muhammadiyah 12 Pamulang Barat, Pamulang, Tangerang tahun 2000. Skripsi. Depok: Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Rita, E. 2002. Preferensi Konsumen terhadap Pangan Sumber Karbohidrat Non-Beras. Skripsi: Bogor:IPB Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
Reynold, Kim D. 1999. Pattern in Child and Adolescent Consumption of Fruit and Vegetables: Effect of Gender and Ethnicity Across Four Sites. Journal of The American College of Nutrition, Vol. 18. No. 3, 248-254.
Roos, EB et.al. 2001. Household Educational Level as a Determinant of Consumption of Raw Vegetable among Male and Female Adolescents. Journal of American Health Foundation and Academic Press.
Rubatzky, Vincent E. 1998. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi dan Gizi Jilid 1. Bandung: Penerbit ITB.
Ruwaidah, Amin. 2007. Penyakit Akibat Lalai Mengkonsumsi Buah dan Sayur serta Solusi Penyembuhannya. Diakses pada 15 April 2010 dari www.healindonesia.com/2009/05/15/
Sabri, Luknis, dkk. 2008. Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali pers.
Savitri, Rahma. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Makanan Jajanan yang Mengandung Pewarna Sintetik pada Siswa Kelas VIII dan IX Sekolah Menengahh Pertama (SMP) PGRI 1 dan SMP YMJ Ciputat Tahun 2009.Skripsi. Jakarta: Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
Sebastian, Dixie. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lebih Karyawan Bagian Produksi Aerowisata Catering Service Jakarta tahun 2008. Skripsi. Jakarta: Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat.
Sekarindah, Titi. 2008. Terapi Jus Buah dan Sayur. Jakarta: Puspa Swara.
Silalahi, Jansen. 2006. Makanan Fungsional. Yogyakarta: Kanisius.
Sorensen, Glorian, et al. 1999. Increasing Fruit and Vegetable Consumption Through Worksite and Families in the Treatwell 5-a-Day Study. American Journal of Public Health. Vol 89. No.1
Srimaryani, Diah Imas. 2010. Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi pada Rumah Tangga Peserta Program Pemberdayaan Masyarakatat di Kota dan Kabupaten Bogor. Skripsi. Bogor: IPB
Story, M. 2002. Individual and Environmental Influence on Adolencent Eating Behaviors. Journal of American Diet Association. Mar;102(3 Suppl):S40-51.
Sutiah, Euis. 2006. Analisis Hubungan Pengetahuan Gizi, Motivasi, Persepsi dan Sikap dengan Kebiasaan Makan Sayuran Ibu Rumah Tangga Perkotaan dan Pedesaan di Bogor tahun 2006. Skripsi. Bogor: IPB.
Suhardjo, dkk. 2006. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta: UI Press.
Sujianto, Agus Eko. 2007. Aplikasi Statistik dengan SPSS untuk Pemula. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Supariasa, I Dewa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Takachi, Ribeka et al. 2008. Fruit and Vegetable Intake and Risk of Total Cancer and Cardiovascular Disease Japan Public Health Center-based Prospective Study. American Journal of Epidemiology. Vol. 167 No. 1
Utsman, Fikri Syafril. 2009. Gaya Hidup dan Konsumsi Pangan serta Keterkaitannya dengan Pengetahuan Gizi Wanita Penderita dan Bukan Penderita Kista Payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Skripsi. Bogor: IPB
Van Duyn, MA, et. al. 2001. Association of Awareness, Intrapersonal anf Interpersonal Factors, and Stage of Dietary Change With Fruit and Vegetable Consumption: a National Survey. American Journal of Health and Promotion. Nov-Des;Dec16(2):69-78.
Verr, Pieter. 1999. Fruits and Vegetables in The Preventions of Cancer and Cardiovascular Disease. Journal of Public Health Nutritions.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI.
WHO. 2003. Fruit and Vegetable Intake in a Sample of 11-year-old Children in 9 Europian Countries: The Pro Children Cross-Sectional Survey. Ann Nutr Metab. Jul-Aug;49: 236-245. Epub 2005 Jul 28.
WHO/FAO, 2003. Expert Report on Diet, Nutrition and The Prevention of Chronic Disease. United Nations: Technical Report Series 916.
Worthington, Bonnie S. 2000. Nutrition Throughout The Life Cycle. Edisi ke-4. United States: McGraw-Hill Book Companies, Inc.
Wright, Margaret et al. Intakes of Fruit, Vegetable and Specific Botanical Group in Relation to Lung Cancer Risk in the NIH-AARP Diet and Health Study. American Journal of Epidemiology. Vol. 168 No. 8
Wulansari, Natalia Dessy. 2009. Konsumsi serta Preferensi Buah dan Sayur pada Remaja SMA dengan Status Sosial Ekonomi yang Berbeda di Bogor. Bogor: IPB
Yasyin, Sulchan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Penerbit amanah.
Zenk, Shannon N. 2005. Fruits and Vegetable Intake in African Americans: Income and Store Characteristics. Am Journal Prev Med; 29(1): 1-9.
Zulaeha, Ratna. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Sayur dan Buah pada Siswa SMA Negeri 103 Jakarta tahun 2006. Karya Ilmiah. Jakarta: Politeknik Kesehatan Jakarta II Departemen Kesehatan RI
Lampiran 1
Daftar kuesioner Riskesdas 2007 (Variabel Independen)
VII. PENGELUARAN RUMAH TANGGA
VII.A. PENGELUARAN UNTUK MAKANAN SELAMA SEMINGGU TERAKHIR
[BERASAL DARI PEMBELIAN, PRODUKSI SENDIRI DAN PEMBERIAN]
Jumlah
(Rp)
(1) (2)
1. Padi-padian
a. Beras
b. Lainnya (jagung, terigu, tepung beras, tepung jagung, dll)
2. Umbi-umbian (ketela pohon, ketela rambat, kentang, gaplek, talas, sagu, dll)
3. Umi/Ikan/udang/cumi/kerang
a. Segar/basah
b. Asin/diawetkan
4. Daging (daging sapi/kerbau/kambing/domba/babi/ayam, jeroan, hati, limpa,
abon, dendeng, dll)
5. Telur dan susu
a. Telur ayam/itik/puyuh
b. Susu murni, susu kental, susu bubuk, dll
6. Sayur-sayuran (bayam, kangkung, ketimun, wortel, kacang panjang, buncis,
bawang, cabe, tomat, dll)
7. Kacang-kacangan (kacang tanah/hijau/kedele/merah/tunggak/ mete/, tahu,
tempe, tauco, oncom, dll)
8. Buah-buahan (jeruk, mangga, apel, durian, rambutan, salak, duku, nanas,
semangka, pisang, papaya, dll)
9. Minyak dan lemak (minyak kelapa/goreng, kelapa, mentega, dll)
10. Bahan minuman (gula pasir, gula merah, the, kopi, coklat, sirup, dll)
11. Bumbu-bumbuan (garam, kemiri, ketumbar, merica, terasi, kecap, vetsin, dll)
12. Konsumsi lainnya
a. Mie instan, mie basah, bihun, macaroni/mie kering
b. Lainnya (kerupuk, emping, dll)
13. Makanan dan minuman jadi
a. Makanan jadi (roti, biscuit, kue basah, bubur, bakso, gado-gado, nasi
rames, dll)
b. Minuman non alcohol (soft drink, es sirop, limun, air mineral, dll)
c. Minuman mengandung alcohol (bir, anggur dan minuman keras lainnya)
14. Tembakau dan sirih
a. Rokok (rokok kretek, rokok putih, cerutu)
b. Lainnya (sirih, pinang, tembakau dan lainnya)
15. Jumlah pengeluaran makanan
(Rincian 1 s.d. 14)
VII. PENGELUARAN RUMAH TANGGA (LANJUTAN)
VII.B. PENGELUARAN BUKAN MAKANAN
[BERASAL DARI PEMBELIAN, PRODUKSI SENDIRI
DAN PEMBERIAN]
Sebulan
Terakhir
(Rp)
12 Bulan
Terakhir
(Rp)
(1) (2)
16. Perumahan dan fasilitas rumah tangga
a. Sewa, kontrak, perkiraan sewa rumah (milik sendiri, bebas
sewa, dinas), dan lain-lain.
b. Pemeliharaan rumah dan perbaikan ringan
c. Rekening listrik, air, gas, minyak tanah, kayu bakar, dll.
d. Rekening telepon rumah, pulsa HP, telepon umum, wartel,
benda pos, dll.
17. Aneka barang dan jasa
a. Sabun mandi/cuci, kosmetik, perawatan rambut/muka, tissue,
dll.
b. Biaya kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dokter praktek,
dukun, obat-obatan, dll.
c. Biaya pendidikan (uang pendaftaran, SPP, POMG/BP3, uang
pangkal/daftar ulang, pramuka, prakarya, kursus dan lainnya)
d. Transportasi, pengangkutan, bensin, solar, minyak pelumas.
e. Jasa lainnya (gaji sopir, pembantu rumah tangga, hotel, dll)
18. Pakaian, alas kaki dan tutup kepala (pakaian jadi, bahan pakaian,
sepatu, topi dan lainnya)
19. Barang tahan lama (alat rumah tangga, perkakas, alat dapur, alat
hiburan (elektronik), alat olahraga, perhiasan, kendaraan, paying,
arloji, kamera, HP, pasang telepon, pasang listrik, barang
elektronik, dll)
20. Pajak, pungutandan asuransi
a. Pajak (PBB, pajak kendaraan)
b. Pungutan/retribusi
c. Asuransi kesehatan
d. Lainnya (asuransi lainnya, tilang, PPh, dll)
21. Keperluan pesta dan upacara/kenduri tidak termasuk makanan
(perkawinan, ulang tahun, khitanan, upacara keagamaan,
upacara adat dan lainnya)
22. Jumlah pengeluaran bukan makanan (Rincian 16 s.d. rincian 21)
23. Rata-rata pengeluaran makanan sebulan(Rincian 15 x 30/7 )
24. Rata-rata pengeluaran bukan makanan sebulan (Rincian 22
kolom 3/12)
25. Rata-rata pengeluaran rumah tangga sebulan
(Rincian 23 + Rincian 24)
Lampiran 2 (lanjutan)
Daftar kuesioner Riskesdas 2007 (variabel Dependen)
Keterangan:
= Variabel yang digunakan
Lampiran 3
Kartu Peraga Konsumsi Buah dan Sayur dalam Riskesdas 2007
KARTU PERAGA
RISKESDAS 2007
Lampiran 3 (lanjutan)
Kartu Peraga Konsumsi Buah dan Sayur dalam Riskesdas 2007
Lampiran 4
Hasil Pengolahan Data Analisis Univariat . svy:proportion kat_bs (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 -------------------------------------------------------------- | Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+------------------------------------------------ kat_bs | kurang | .9452499 .0004493 .9443693 .9461305 cukup | .0547501 .0004493 .0538695 .0556307 -------------------------------------------------------------- . svy:proportion kat_umur (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 _prop_1: kat_umur = remaja awal _prop_2: kat_umur = remaja akhir -------------------------------------------------------------- | Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+------------------------------------------------ kat_umur | _prop_1 | .7241432 .0008827 .7224131 .7258732 _prop_2 | .2758568 .0008827 .2741268 .2775869 -------------------------------------------------------------- . svy:proportion kat_jk (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383
Design df = 256382 _prop_1: kat_jk = laki-laki -------------------------------------------------------------- | Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+------------------------------------------------ kat_jk | _prop_1 | .4981102 .0009875 .4961748 .5000457 perempuan | .5018898 .0009875 .4999543 .5038252 -------------------------------------------------------------- . svy:proportion kat_kel (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 -------------------------------------------------------------- | Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+------------------------------------------------ kat_kel | besar | .8116217 .0007722 .8101081 .8131352 kecil | .1883783 .0007722 .1868648 .1898919 -------------------------------------------------------------- . svy:proportion kat_didk (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 -------------------------------------------------------------- | Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+------------------------------------------------ kat_didk | rendah | .8241225 .0007519 .8226488 .8255962 tinggi | .1758775 .0007519 .1744038 .1773512 -------------------------------------------------------------- . svy:proportion kat_kerj (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383
Design df = 256382 _prop_1: kat_kerj = tidak bekerja -------------------------------------------------------------- | Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+------------------------------------------------ kat_kerj | _prop_1 | .7077224 .0008982 .7059619 .7094829 bekerja | .2922776 .0008982 .2905171 .2940381 -------------------------------------------------------------- . svy:proportion kat_eko (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 -------------------------------------------------------------- | Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+------------------------------------------------ kat_eko | rendah | .8468346 .0007113 .8454405 .8482287 tinggi | .1531654 .0007113 .1517713 .1545595 -------------------------------------------------------------- . svy:proportion kat_tgl (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 -------------------------------------------------------------- | Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+------------------------------------------------ kat_tgl | perkotaan | .3693459 .0009532 .3674777 .371214 pedesaan | .6306541 .0009532 .628786 .6325223 --------------------------------------------------------------
Analisis Bivariat . svy:tabulate kat_umur kat_bs, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 ------------------------------------- kategori | umur | kategori responden | kurang cukup Total ----------+-------------------------- Remaja a | 94.83 5.169 100 | 1.8e+05 9597 1.9e+05 | Remaja a | 93.72 6.278 100 | 6.6e+04 4440 7.1e+04 | Total | 94.52 5.475 100 | 2.4e+05 1.4e+04 2.6e+05 ------------------------------------- Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected chi2(1) = 121.6349 Design-based F(1, 256382) = 121.6344 P = 0.0000 . svy:tabulate kat_jk kat_bs, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 ------------------------------------- kategori | jenis | kategori kelamin | kurang cukup Total ----------+-------------------------- laki-lak | 94.76 5.236 100 | 1.2e+05 6687 1.3e+05 | perempua | 94.29 5.712 100 | 1.2e+05 7350 1.3e+05 | Total | 94.52 5.475 100 | 2.4e+05 1.4e+04 2.6e+05 -------------------------------------
Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected chi2(1) = 28.0395 Design-based F(1, 256382) = 28.0394 P = 0.0000 . svy:tabulate kat_kel kat_bs, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 ------------------------------------- kategori | jumlah | kategori keluarga | kurang cukup Total ----------+-------------------------- besar | 94.6 5.403 100 | 2.0e+05 1.1e+04 2.1e+05 | kecil | 94.21 5.785 100 | 4.6e+04 2794 4.8e+04 | Total | 94.52 5.475 100 | 2.4e+05 1.4e+04 2.6e+05 ------------------------------------- Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected chi2(1) = 11.0518 Design-based F(1, 256382) = 11.0517 P = 0.0009 . svy:tabulate kat_didk kat_bs, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382
------------------------------------- kategori | pendidika | kategori n | kurang cukup Total ----------+-------------------------- rendah | 94.96 5.04 100 | 2.0e+05 1.1e+04 2.1e+05 | tinggi | 92.49 7.514 100 | 4.2e+04 3388 4.5e+04 | Total | 94.52 5.475 100 | 2.4e+05 1.4e+04 2.6e+05 ------------------------------------- Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected chi2(1) = 439.3435 Design-based F(1, 256382) = 439.3418 P = 0.0000 . svy:tabulate kat_kerj kat_bs, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 ------------------------------------- kategori | kategori pekerjaan | kurang cukup Total ----------+-------------------------- tidak be | 94.64 5.36 100 | 1.7e+05 9726 1.8e+05 | bekerja | 94.25 5.753 100 | 7.1e+04 4311 7.5e+04 | Total | 94.52 5.475 100 | 2.4e+05 1.4e+04 2.6e+05 ------------------------------------- Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected chi2(1) = 15.8088 Design-based F(1, 256382) = 15.8087 P = 0.0001 . svy:tabulate kat_eko kat_bs, obs row percent (running tabulate on estimation sample)
Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 ------------------------------------- kategori | ekonomi | kategori keluarga | kurang cukup Total ----------+-------------------------- rendah | 95 5 100 | 2.1e+05 1.1e+04 2.2e+05 | tinggi | 91.9 8.103 100 | 3.6e+04 3182 3.9e+04 | Total | 94.52 5.475 100 | 2.4e+05 1.4e+04 2.6e+05 ------------------------------------- Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected chi2(1) = 618.8623 Design-based F(1, 256382) = 618.8599 P = 0.0000 . svy:tabulate kat_tgl kat_bs, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 ------------------------------------- kategori | tempat | kategori tinggal | kurang cukup Total ----------+-------------------------- perkotaa | 93.2 6.799 100 | 8.8e+04 6438 9.5e+04 | pedesaan | 95.3 4.7 100 | 1.5e+05 7599 1.6e+05 | Total | 94.52 5.475 100 | 2.4e+05 1.4e+04 2.6e+05 ------------------------------------- Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected chi2(1) = 508.3910 Design-based F(1, 256382) = 508.3890 P = 0.0000
Odds Ratio . svy:logit kat_bs kat_umur, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 F( 1, 256382) = 121.26 Prob > F = 0.0000 ------------------------------------------------------------------- | Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+----------------------------------------------------- kat_umur| 1.22884 .0229958 11.01 0.000 1.184586 1.274748 -------------+----------------------------------------------------- . svy:logit kat_bs kat_jk, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 F( 1, 256382) = 28.02 Prob > F = 0.0000 ------------------------------------------------------------------- | Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+----------------------------------------------------- kat_jk | 1.096375 .0190563 5.29 0.000 1.059655 1.134369 ------------------------------------------------------------------- . svy:logit kat_bs kat_kel, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382
F( 1, 256382) = 11.05 Prob > F = 0.0009 ------------------------------------------------------------------- | Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+----------------------------------------------------- kat_kel| 1.075039 .0234031 3.32 0.001 1.030134 1.121901 ------------------------------------------------------------------- . svy:logit kat_bs kat_didk, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 F( 1, 256382) = 433.51 Prob > F = 0.0000 ------------------------------------------------------------------- | Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+----------------------------------------------------- kat_didk|1.53066 .0312955 20.82 0.000 1.470534 1.593244 ------------------------------------------------------------------- . svy:logit kat_bs kat_kerj, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 F( 1, 256382) = 15.80 Prob > F = 0.0001 ------------------------------------------------------------------- | Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
-------------+-----------------------------------------------------kat_kerj| 1.077748 .0202996 3.98 0.000 1.038687 1.118279 ------------------------------------------------------------------- . svy:logit kat_bs kat_eko, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 F( 1, 256382) = 606.77 Prob > F = 0.0000 ------------------------------------------------------------------- | Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+----------------------------------------------------- kat_eko| 1.675454 .0351026 24.63 0.000 1.608047 1.745686 ------------------------------------------------------------------- . svy:logit kat_bs kat_tgl, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 F( 1, 256382) = 502.94 Prob > F = 0.0000 ------------------------------------------------------------------- | Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+----------------------------------------------------- kat_tgl| .6760445 .0118017 -22.43 0.000 .6533047 .6995757 ------------------------------------------------------------------- Analisis Multivariat
. svy:logistic kat_bs kat_jk kat_kel kat_didk kat_kerj kat_tgl kat_uang kat_umur (running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 F( 8, 256375) = 141.58 Prob > F = 0.0000 ------------------------------------------------------------------- | Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+----------------------------------------------------- kat_jk | 1.078264 .0188029 4.32 0.000 1.042033 1.115754 kat_kel| 1.02621 .0230742 1.15 0.250 .981967 1.072446 kat_didk|1.30781 .0314725 11.15 0.000 1.247557 1.370974 kat_kerj| .9983367 .0230381 -0.07 0.942 .9541885 1.044528 kat_tgl | .7804488 .0150363 -12.87 0.000 .7515275 .8104831 kat_eko|1.427368 .032906 15.43 0.000 1.364308 1.493342 kat_umur|1.063464 .0268143 2.44 0.015 1.012187 1.11734 ------------------------------------------------------------------- . svy:logistic kat_bs kat_jk kat_kel kat_didk kat_tgl kat_uang kat_umur (running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 F( 7, 256376) = 161.77 Prob > F = 0.0000 ------------------------------------------------------------------- | Linearized
kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+----------------------------------------------------- kat_jk | 1.078271 .0188006 4.32 0.000 1.042045 1.115757 kat_kel| 1.026054 .0229506 1.15 0.250 .982043 1.072037 kat_didk|1.307859 .0314671 11.16 0.000 1.247616 1.371011 kat_tgl| .7803995 .0150374 -12.87 0.000 .7514762 .8104361 kat_eko|1.427508 .0328504 15.47 0.000 1.364553 1.493368 kat_umur|1.062455 .0230312 2.79 0.005 1.01826 1.108569 ------------------------------------------------------------------- . svy:logistic kat_bs kat_jk kat_didk kat_tgl kat_uang kat_umur (running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 F( 6, 256377) = 188.58 Prob > F = 0.0000 ------------------------------------------------------------------- | Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+----------------------------------------------------- kat_jk | 1.078216 .0187997 4.32 0.000 1.041992 1.1157 kat_didk|1.307845 .0314659 11.15 0.000 1.247604 1.370995 kat_tgl| .7804061 .0150372 -12.87 0.000 .7514832 .8104423 kat_eko|1.427522 .03285 15.47 0.000 1.364567 1.493381 kat_umur|1.062598 .0230328 2.80 0.005 1.0184 1.108714 ------------------------------------------------------------------- . svy:logit kat_bs kat_umur kat_jk kat_didk kat_uang kat_tgl (running logit on estimation sample)
Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 F( 5, 256378) = 225.54 Prob > F = 0.0000 ------------------------------------------------------------------ | Linearized kat_bs | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] --------+--------------------------------------------------------- kat_umur|.0649218 .0213198 3.05 0.002 .0231355 .1067081 kat_jk |.0761138 .0174202 4.37 0.000 .0419706 .110257 kat_didk|.2678299 .0240692 11.13 0.000 .2206549 .3150049 kat_eko |.3575625 .0229669 15.57 0.000 .312548 .4025771 kat_tgl |-.2469622 .019257 -12.82 0.000 -.2847054 -.209219 _cons |-2.882359 .0196087 -146.99 0.000 -2.920792 -2.843927 ------------------------------------------------------------------ . svy:logit, or Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of obs = 256383 Number of PSUs = 256383 Population size = 256383 Design df = 256382 F( 5, 256378) = 225.54 Prob > F = 0.0000 ------------------------------------------------------------------- | Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
--------+---------------------------------------------------------- kat_umur| 1.067076 .0227499 3.05 0.002 1.023405 1.112609 kat_jk | 1.079085 .0187979 4.37 0.000 1.042864 1.116565 kat_didk| 1.307125 .0314615 11.13 0.000 1.246893 1.370266 kat_eko | 1.42984 .032839 15.57 0.000 1.366904 1.495674 kat_tgl | .7811702 .015043 -12.82 0.000 .7522359 .8112176 -------------------------------------------------------------------
Lanjutan (Analisis Multivariat)
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 256383 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 256383 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 256383 100.0
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 256383 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 256383 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 256383 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
kategori Percentage
Correct kurang cukup
Step 0 kategori kurang 242346 0 100.0
cukup 14037 0 .0
Overall Percentage 74.5
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -2.849 .009 1.077E5 1 .000 .058
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables kat_umur 121.634 1 .000
Kat_JK 28.039 1 .000
Kat_Didk 439.343 1 .000
Kat_Kerj 15.809 1 .000
Kat_tgl 508.393 1 .000
kat_eko 618.861 1 .000
Kat_Kel 11.052 1 .001
Overall Statistics 1.112E3 7 .000
Block 1: Method = Enter
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 107823.752a .354 .357
a. Estimation terminated at iteration number 6 because
parameter estimates changed by less than .001.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a kat_umur .062 .026 5.812 1 .016 1.064 1.012 1.118
Kat_JK .075 .017 18.620 1 .000 1.078 1.042 1.116
Kat_Didk .268 .024 123.100 1 .000 1.308 1.247 1.371
Kat_Kerj -.002 .023 .004 1 .947 .998 .954 1.045
Kat_tgl -.248 .019 170.872 1 .000 .780 .752 .810
kat_eko .356 .023 246.608 1 .000 1.427 1.365 1.492
Kat_Kel .026 .022 1.336 1 .248 1.026 .982 1.072
Constant -2.885 .020 2.187E4 1 .000 .056
a. Variable(s) entered on step 1: kat_umur, Kat_JK, Kat_Didk, Kat_Kerj, Kat_tgl, kat_uang, Kat_Kel.
Logistic Regression
Block 0: Beginning Block
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -2.849 .009 1.077E5 1 .000 .058
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables kat_umur 121.634 1 .000
Kat_JK 28.039 1 .000
Kat_Didk 439.343 1 .000
Kat_tgl 508.393 1 .000
kat_eko 618.861 1 .000
Kat_Kel 11.052 1 .001
Overall Statistics 1.112E3 6 .000
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 1021.582 6 .000
Block 1021.582 6 .000
Model 1021.582 6 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 107823.756a .354 .357
a. Estimation terminated at iteration number 6 because
parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Observed
Predicted
kategori Percentage
Correct kurang cukup
Step 1 kategori kurang 242346 0 100.0
cukup 14037 0 .0
Overall Percentage 74.5
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a kat_umur .061 .022 7.731 1 .005 1.063 1.018 1.109
Kat_JK .075 .017 18.623 1 .000 1.078 1.042 1.116
Kat_Didk .268 .024 123.202 1 .000 1.308 1.247 1.371
Kat_tgl -.248 .019 171.322 1 .000 .780 .752 .810
kat_eko .356 .023 247.643 1 .000 1.428 1.366 1.492
Kat_Kel .026 .022 1.334 1 .248 1.026 .982 1.072
Constant -2.885 .019 2.225E4 1 .000 .056
a. Variable(s) entered on step 1: kat_umur, Kat_JK, Kat_Didk, Kat_tgl, kat_uang, Kat_Kel.
Logistic Regression
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
kategori Percentage
Correct kurang cukup
Step 0 kategori kurang 242346 0 100.0
cukup 14037 0 .0
Overall Percentage 74.5
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -2.849 .009 1.077E5 1 .000 .058
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables kat_umur 121.634 1 .000
Kat_JK 28.039 1 .000
Kat_Didk 439.343 1 .000
Kat_tgl 508.393 1 .000
kat_eko 618.861 1 .000
Overall Statistics 1.110E3 5 .000
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 1020.254 5 .000
Block 1020.254 5 .000
Model 1020.254 5 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 107825.084a .354 .357
a. Estimation terminated at iteration number 6 because
parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Observed
Predicted
kategori Percentage
Correct kurang cukup
Step 1 kategori kurang 242346 0 100.0
cukup 14037 0 .0
Overall Percentage 74.5
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a kat_umur .062 .022 5.800 1 .005 1.067 1.023 1.112
Kat_JK .075 .017 18.644 1 .000 1.079 1.042 1.116
Kat_Didk .268 .024 123.104 1 .000 1.307 1.246 1.370
Kat_tgl -.248 .019 170.873 1 .000 .781 .752 .811
kat_eko .356 .023 246.580 1 .000 1.429 1.366 1.495
Constant -2.882 .019 2.251E4 1 .000 .056
a. Variable(s) entered on step 1: kat_umur, Kat_JK, Kat_Didk, Kat_tgl, kat_uang.