Upload
vandat
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JUDUL: PERAN POLRI DALAM BERANTAS PENYAKIT MASYARAKAT
1. Latar belakang
Hukum kepolisian lahir sejak manusia hidup dalam kelompok dan pemimipin kelompok
tersebut mengeluarkan aturan-aturan (perintah atau larangan) untuk menjaga keamanan dan
ketertiban kelompoknya.
Di Republik Indonesia mulai dengan disahkannya UUD 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945 ini ditentukan bahwa peraturan
yang masih ada belum ada gantinya atau masih di anggap berlaku. Adapun peraturan perundang-
undangan mengenai Kepolisian yang belum ada penggantinya dan di anggap dapat berlaku
adalah ketentan-ketentuan yang dimuat dalam Staatsblad (Lembar Negara) tahun 1918 Nomor
125 dan tahun 1918 Nomor 126 yang tersebut di atas.
Kemudian pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI menentukan bahwa Kepolisian Negara
Republik Indonesia bernaung di bawah Kementrian Dalam Negeri dan dengan keluarnya
maklumat pemerintah tanggal 1 Oktober 1945 diangkat R. S. Soekanto Tjokrodiatmodjo sebagai
Kepala Kepolisian Negara. Pada tahun 1946 keluar maklumat pemerintah Nomor 11/SD, yang
mengatakan Kepolisian Negara dikeluarkan dari Kementrian Dalam Negeri dan ditempatkan
langsung di bawah Perdana Menteri RI. Maklumat ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1946
yang kemudian pada tanggal tersebut dijadikan Hari Kepolisian yang sekarang dikenal dengan
Hari Bhayangkara.
2. Maksud dan tujuan
Selaku alat Negara penegak hukum memelihara serta meningkatakan tertib hukum dan
bersama-sama dengan segenap kekuatan pertahanan keamanan Negara lainnya membina
ketentraman masyarakat dalam wilayah Negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban
masyarakat.
Melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan perlindangan dan
pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Identifikasi
Untuk membatasi permasalahan yang akan dibahas maka penulis mengidentifikasikan
permasalahan sebagai berikut :
1.Bagaimana menanggapi penyakit masyarakat pada saat ini ?
2.Apa saja penyakit masyarakat yang sering timbul di Indonesia ?
3.Sejauh mana pihak kepolisian menanggapinya ?
4. Kerangka teori
Hukum kepolisian adalah suatu perangkat hukum yang mengatur segala sesuatu yang
berkaitan dengan kepolisian. Dimana bila dilihat dari segi kata pokok kepolisian maka polisi
dapat diartikan sebgai fungsi yang menyangkut tugas dan wewenang atau organ yang
menyangkut organisasi dan administrasi.
Artinya dalam hukum kepolisian sebuah aturan dan wewenang atau hak akan sangat
memiliki peran aktif dalam membantu kepolisian untuk melakukan tugas-tugasnya dan tindakan-
tindakannya, dimana timbal balik kedua perangkat tersebut secara harfiah menghasilkan 2 (dua)
pengertian arti hukum yang diantaranya :
1 Hukum kepolisian bersifat umum
2 Hukum kepolisian bersifat khusus
Bagaimana menanggapi penyakit masyarakat pada saat ini ?
Penyakit masyarakat merupakan obyek studi dalam sosiologidan sudah terdapat rumusan-
rumusan dari pakar tentang artinya. Menurut B. Simanjutak , S.H dalam bukunya “Patologi
Sosial” merumuskan sebagi suatu gejala dimana tidak ada penyesuaian antara berbagai unsure
dari suau keseluruhan sehingga dapat membahayakan kehidupan kelompok atau yang sangat
merintang, pemuasan keinginan-keinginan fundamental dari anggota-anggota dengan akibatnya,
bahwa pengikatan soSial salah sama sekali.
Selanjutnya B. Simanjutak ,S.H menterjemahkan dari rumusan-rumusan Gilin-Gilin
tentang patologi social sebagai terjadinya Meladjustment yang serius diantara berbagai unsure
dalam keseluruhan konfigurasi kebudayaan sedemikian rupa sehingga kelangsungan hidu suatu
kelompok social menghambat pemuasan kebutuhan asasi anggota kelompok yang
mengakibatkan hancurnya ikatan social diantara mereka.
Penyakit masyarakat gejala yang membuat masyarakat seluruhnya atau sebagian tidak
berfungsi sebagai wadah yang memberi kemungkinan kepada warganya mencari dan memenuhi
kebutuhan hidupnya (sandang, pangan, apan dan kesehatan). Gejala yang demikian disebabkan
oleh perbuatan sekelompok warga masyarakat secara berulang yang oleh masyarakat dianggap
sebagai penyakit masyarakat. Berbagai faktor yang menyebabkan warga masyarakat melakukan
penyimpangan, yang berbuntut pada pelanggaran hukum atau gangguan kamtibmas. Yang
sesungguhnya penyimpangan itu, diketahui dan disadari betul oleh warga masyarakat dan para
aparat penjaga kamtibmas dan penegak hokum. Faktor lainnya pun sudah diketahui pasti para
pemimpin negeri ini, sehingga kalau mereka bertindak benar dalam penanganannya
penyimpangan itu bisa hilang.
Sebagai contoh faktor terpuruknya ekonomi ditambah faktor lingkungan pergaulan dan
lingkungan keluarga yang longgar, disebut sebagai penyebab munculnya perilaku menyimpang
warga masyarakat, seperti praktik prostitusi. Pemberantasannya makin sulit karena perangkat
hukum yang ada tidak sempurna, atau masih menyisakan celah.
Apa saja penyakit masyarakat yag sering timbul di Indonesia ?
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dalam lampiran ketetapannya Nomor
II/TAP/MPRS/1960 menyebutkan bahwa penyakit masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Pengemisan
2. Pelacuran
3. Perjudian
4. Pemadatan, pemabukan
5. Sejauh mana pihak kepolisian menanggapinya ?
Hal ini disadari oleh pembuat undang-undang, sehingga yang ditentukan sebagai tindakan
kepolisian, dalam UU Kepolisian Nomor 13 Tahun 1961 jo UU Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002
adalah “mencegah dan memberantas menjalarnya penyakit-penyakit masyarakat yang akan
menjadi kejahatan dan pelanggaran. Dalam hal ini Kepolisian Negara bekerja dengan
Departemen Kesejahteraan dan instansi-instansi lainnya yag bersangkutan”.
Pengemisan
Pengemis, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang penanggulangan
gelandangan dan pengemis adalah orang yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-
minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari
orang lain.
Dalam hukum pidana diartikan dengan “pengemis adalah meminta uang, barang atau
nafkah kepada orang yang tidak mempunyai kewajiban untuk memberi dengan menimbulkan
belas kasihan “. Adapun caranya pengemis untuk meminta-minta ialah dengan cara lisan, tulisan,
dengan gerak tangan atau dengan mimik wajah.
Adapun yang diancam dengan pidana dalam pasal 504 KUHP ialah mengemis dimuka
umum, termasuk dalam ruangan terbatas namun gerak-geriknya terlihat orang banyak.
Adapun alasan untuk mengemis pada umumnya adalah :
Tekanan ekonomi
Cacat fisik atau mental
Sifat pemalas
Pengaruh lingkungan.
Tindakan kepolisian terhadap pengemis yang sudah dilakukan berupa razia-razia periodic
dan memulangkannya ke kampung mereka masing-masing namun mereka selalu pulang kembali
ke tempat operasinya kembali.
Pelacuran
“Tidak ada satu pun pasal dalan KUHP yang melarang orang menjadi pelacur. Yang
dilarang adalah menjadi germo, sebagaimana diatur dalam Pasal 296, 2997, dan 509 KUHP,”,
Yang melarang praktik prostitusi kebanyakan adalah peraturan daerah (perda). Yang
hukumannya hanya pidana ringan yang tidak membuat jera pelanggar perda itu. Yang lebih
parah lagi, dalam penanganan masalah pelacuran ini tidak ada kesinkronan antara instansi atau
lembaga pemerintah. Belum lagi untuk kawasan tertentu, masyarakat dan aparat pemerintah
setempat menganggap wajar, karena penyimpangan itu sudah berakar dan berurat sejak dulu di
situ. “Polisi diminta menggerebek lokasi pelacuran, tapi di situ ada aparat instansi lain yang
memberi bimbingan dan penyuluhan para pelacur. Apalagi warga dan rumahnya yang berbaur
dengan kompleks pelacuran, kehidupan ekonominya juga bergantung pada praktik itu
Lacur, menurut kamus besar Indonesia adalah malang, celaka, gagal, sial, tidak jadi, uruk
laku. Pelacur dalah perempuan yang melacur, sudel, wanita susila. Pelacuran atau prostitusi
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktifitas pelacur melayani konsumennya (lelaki
hidung belang).
Peraturan Daerah khususnya Ibukota Jakarta tentang penanggulangan pelacuran
menyatakan bahwa wanita tuna susila sebagai wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan
hubungan kelamin (intim) diluar pekawinan dengan imbalan jasa maupun tidak.
Peraturan Daerah Tingkat I Jawa Barat menyatakan bahwa pelacuran adalah mereka yang
bisa melakukan hubungan kelamin (intim) diluar perkawinan yang sah.
Ancaman pidana bagi pelacur tidak terdapat dalam KUHP, pasal 284 hanya mengancam
pidana kepada wanita yang sudah kawin dan kepada wanita yang tidak bersuami yang
bersenggama dengan pria yang terikat monogami serta dalam pasal 295 dan 296 KUHP
ditnjukan kepada para germo.
Adapun tindakan kepolisian terhadap pelacuran sesuai dengan yang terdapat dalam UU
Kepolisian terbatas pada pengawasan keamanan di lokasi pelacuran sekaligus menjadikannya
tempat informasi tentang para buronan kriminal dan mengadakan razia-razia di tempat hiburan
atau taman-taman bila terdapat gangguan keamanan atau peredaran obat-obatan terlarang, dan
pelacur-pelacur yang dianggap perlu diserahkan kepada dinas sosial untuk rehabilitasi.
Perjudian
Main judi, menurut KUHP pasal 303 ayat (3) adalah setiap permainan yang
memungkinkan akan menang pada umumnya tergantung pada untung-untungan saja, juga kalau
menungkinkan itu ditambah besar karena pemain lebih pandai atau mahir. Main judi juga
meliputi segala peraturan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain yang tidak
diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau permainan itu, demikian pula segala peraturan
lainnya. Karena main judi merupakan kegemaran yang dapat menjadi rasa ketagihan yang
akhirnya dapat menghabiskan harta benda dan akhirnya mendorong untuk melakukan kejahatan.
Maka KUHP melarangnya dengan ancaman pidana pasal 303 dan untuk perjudian ringan dalam
pasal 542
Tindakan kepolisian terhadap perjudian bersifat relatif, menangkap para pelakunya untuk
di ajukan kepengadilan.
Pemadatan, pemabukan
Istilah pemadatan dalam ketetapan MPRS dan dalam UU pokok kepolisian ini terkenal
dengan sebutan” penyalahgunaan Narkotika”. Narkotika atau obat bius(Yunani: narkotiko, dari
kata narke= tidak berasa) adalah nama kumpulan dari sejumlah obat-obatan yang berasal dari 3
macam tumbuh-tumbuhan. Ialah : papever, koka dan ganja.
Dalam usaha pencegahan penyalahgunaan berdasarkan itruksi presiden kepada Kepala
Badan Koordinasi Intelijen Negara dibentuk badan koordinasi pelaksanaan Intruksi presiden
(BAKOLAK- INPRES) yang mempunyai sub-team narkotika yang terdiri dari kepolisian RI, dan
departemen keuangan (Bea-Cukai), kesehatan (Farmasi), kehakiman (Imigrasi), perhubungan
(perhubungan laut), dalam negri, penerangan, pendidikan, kebudayaan dan social.
Kepolisian mempunyai satuan-satuan untuk masalah narkotika, ialah di markas besar :
Direktorat Reserse Narkotika ; di markas kepolisian daerah , Bagian Reserse Narkotika dan
kepolisian daerah metropolitan Jakarta , satuan Reserse Narkotika.
Tindakan kepolisian terhadap pelanggar UU bersifat refresif untuk diajukan ke
pengadilan. Adapun terhadap penyalahgunaan sifatnya rehabilitatif oleh bagian Bimbingan
Anak, Pelajar, Remaja, Mahasiswa, dan Pemuda.
5. Simpulan dan saran
Penyakit masyarakat pada umumnya dapat dicegah jika kalau masyarakat itu sadar,
karena dengan kesadaran dari dalam diri sendirilah penyakit mesyarakat itu dapat musnah. pihak
kepolisiaan hanya dapat membantu mencegahnya dengan cara yang dapat dittempuh seperti,
merazia atau yang lainnya jadi kesimpulannya penyakit masyarakat ini dapat diberantas oleh
kesadaran masyarakat itu sendiri untuk tidak berbuat yang menyebabkan atau merugikan dirinya
sendiri ataupun dalam masyarakatnya.
Kerja polisi yang tidak konsisten juga menambah keberanian warga untuk tetap
berperilaku menyimpang. Misalnya, dalam merazia VCD bajakan. Bahkan, ada kecenderungan
polisi membiarkan perilaku penyimpangan warga, selama tidak timbul pelanggaran hukum
lainnya.
Sebagai saran, peraturan-peraturan yang menjerat sipelaku agar tidak mengulangginya
lagi yaitu dengan cara mempertegas peraturan-perturan pemerintah supaya para pelaku tidak mau
menggulangginya lagi dikemudian hari.
Identifikasi dan faktor penyebab gangguan kamtibmas dan penegakan hukum sudah jelas.
Kini terserah masyarakat dan polisi itu sendiri, mau terus melestarikan penyimpangan
perilakunya atau tidak.
TUGAS BAHASA INDONESIAMEMBUAT KERANGKA KARANGAN
OLEHFAHMI NOOR ADLY
KELAS F/14NO. AK 11.253
TUGAS BAHASA INDONESIAMEMBUAT KARANGAN
OLEHFAHMI NOOR ADLY
KELAS F/14NO. AK 11.253