17
ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA Parlindungan Siregar 1 A. Kedatangan Etnis Cina Kedatangan orang Cina di Jakarta tidak bisa dipisahkan dari kedatangannya ke Asia Tenggara yang sudah dimulai sejak abad-abad awal masehi, sehingga mengalami diversitas komunitas yang beragam, di antaranya diversitas agama dan suku. Pada masa kolonial mereka lebih sering disebut Cina keturunan dan Cina peranakan, 2 walaupun masing-masingnya memiliki nama suku, misalnya Hokkien dan Singkeh. Sementara agama yang mereka anut sangat beragam di antaranya Islam. Menurut Prof. Suryadinata, bahwa sebelum kedatangan Laksamana Cheng Ho ke nusantara di abad ke- 15 orang-orang Cina Muslim sudah aktif di Indonesia. Ma Huan, seorang penterjemah Cheng Ho mencatat adanya orang-orang asing di Jawa Timur yang non- Muslim maupun orang asing dan Cina yang beragama Islam. Sekalipun masih bersifat controversial, The Malay Annals of Semarang and Cirebon menyebutkan bahwa penyebar Islam di Jawa adalah Wali Songo yang nenek moyang mereka adalah orang Cina, bahkan kronik Banten menyebutkan bahwa pendiri Kerajaan Demak adalah seorang Cina Muslim. Asia Tenggara yang terletak di sebelah selatan daratan Cina dikenal orang Cina sejak Dinasti Shang sebagai Nanyang. Wilayah yang berdampingan dengan Laut Cina Selatan ini memiliki beragam produk pertanian, hasil tambang, produk hewani, kerajinan, dan sebagainya. Beberapa kerajaan di wilayah ini; Sriwijaya, Angkor, Majapahit, Khmer, Campa, Ayuttaya, dan lain-lain berdiri dengan megah karena didukung produk-produk pertanian, kehutanan, dan kelautan yang diperdagangkan di pelabuhan-pelabuhannya. Dua buah kekaisaran besar yang memiliki peradaban tinggi, satu terletak di sebelah baratnya yaitu India dan satu lagi adalah Cina sangat mempengaruhi negeri-negeri di Nanyang. Kekaisaran mana yang lebih dulu dan lebih kuat memberi pengaruh pada wilayah Nanyang ini beberapa penelitian telah menjelaskannya. Berangkat dari Martin Stuart-Fox, ia menjelaskan bahwa suatu saat 1 Dosen Sejarah pada Jurusan Sejarah an Kebudayaan Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2 Istilah peranakan digunakan secara resmi hingga akhir abad kesembilan belas untuk menyebut Cina Muslim. Masjid Pecinan Banten dan Masjid Kebon Jeruk adalah dua buah masjid yang dibangun Cina peranakan.

ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA

Parlindungan Siregar1

A. Kedatangan Etnis Cina

Kedatangan orang Cina di Jakarta tidak bisa dipisahkan dari kedatangannya ke Asia

Tenggara yang sudah dimulai sejak abad-abad awal masehi, sehingga mengalami

diversitas komunitas yang beragam, di antaranya diversitas agama dan suku. Pada masa

kolonial mereka lebih sering disebut Cina keturunan dan Cina peranakan,2 walaupun

masing-masingnya memiliki nama suku, misalnya Hokkien dan Singkeh. Sementara

agama yang mereka anut sangat beragam di antaranya Islam. Menurut Prof.

Suryadinata, bahwa sebelum kedatangan Laksamana Cheng Ho ke nusantara di abad

ke- 15 orang-orang Cina Muslim sudah aktif di Indonesia. Ma Huan, seorang

penterjemah Cheng Ho mencatat adanya orang-orang asing di Jawa Timur yang non-

Muslim maupun orang asing dan Cina yang beragama Islam. Sekalipun masih bersifat

controversial, The Malay Annals of Semarang and Cirebon menyebutkan bahwa

penyebar Islam di Jawa adalah Wali Songo yang nenek moyang mereka adalah orang

Cina, bahkan kronik Banten menyebutkan bahwa pendiri Kerajaan Demak adalah

seorang Cina Muslim.

Asia Tenggara yang terletak di sebelah selatan daratan Cina dikenal orang Cina

sejak Dinasti Shang sebagai Nanyang. Wilayah yang berdampingan dengan Laut Cina

Selatan ini memiliki beragam produk pertanian, hasil tambang, produk hewani,

kerajinan, dan sebagainya. Beberapa kerajaan di wilayah ini; Sriwijaya, Angkor,

Majapahit, Khmer, Campa, Ayuttaya, dan lain-lain berdiri dengan megah karena

didukung produk-produk pertanian, kehutanan, dan kelautan yang diperdagangkan di

pelabuhan-pelabuhannya. Dua buah kekaisaran besar yang memiliki peradaban tinggi,

satu terletak di sebelah baratnya yaitu India dan satu lagi adalah Cina sangat

mempengaruhi negeri-negeri di Nanyang. Kekaisaran mana yang lebih dulu dan lebih

kuat memberi pengaruh pada wilayah Nanyang ini beberapa penelitian telah

menjelaskannya. Berangkat dari Martin Stuart-Fox, ia menjelaskan bahwa suatu saat

1Dosen Sejarah pada Jurusan Sejarah an Kebudayaan Islam Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. 2Istilah peranakan digunakan secara resmi hingga akhir abad kesembilan belas untuk menyebut

Cina Muslim. Masjid Pecinan Banten dan Masjid Kebon Jeruk adalah dua buah masjid yang dibangun

Cina peranakan.

Page 2: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

terjadi “The failure of Chinese to take to the sea left the way open for Indian influence

to dominate state formation in Soetheast Asia”.3 Sejauhmana kekuatan asumsi Martin

dengan menyebut kegagalan Cina tentu ia punya dalil, namun pada saat bersamaan

perdagangan Cina dengan Asia Tengah dan Asia Barat melalui Silk Route sedang

booming, sehingga bisa saja Asia Tenggara kurang dikenal dan menarik bagi dinasti-

dinasti Cina pada dekade-dekade tertentu. Sementara pada zaman Dinasti Mongol

kemudian Dinasti Ming sangat banyak produk-produk Cina yang memasuki pelabuhan-

pelabuhan di Asia Tenggara, khususnya Nusantara.

Bangsa Mongol memiliki sifat ekspansionistis yang sangat kuat, suku yang berasal

dari bagian utara daratan Cina ini menguasai daratan Cina, lantas tercinakan. Kemudian

ekspansi Bangsa Mongol berlanjut ke kawasan Asia Tenggara dengan menjadikan

Yunnan sebagai basis ekspansinya ke kerajaan-kerajaan Asia Tenggara. Dampak lebih

jauh adalah terjadinya hubungan yang intens antara Asia Tenggara dan Cina. Pengaruh

Cina di kawasan Asia Tenggara bertambah besar dan kuat, bahkan Yunnan menjadi rute

utama hubungan dari Asia Tenggara ke Cina dan sebaliknya, terjadi pula tekanan dan

imigrasi penduduk Cina di Asia Tenggara. Berbagai faktor migrasi ini di antaranya

adalah perdagangan. Produk-produk kehutanan Asia Tenggara diperdagangkan di

ibukota kekaisaran Cina oleh para pedagang yang mampu melalui jalur-jalur rawan di

kawasan Asia Tenggara. Oleh karena banyak orang-orang Mongol adalah Muslim,

maka Islam pun ikut dikembangkan dan disebarluaskan di kawasan Asian Tenggara

melalui Yunnan yang hingga saat ini merupakan daerah dengan penduduk pemeluk

agama Islam terbesar kedua di Cina setelah Xinjiang.4

Rute dagang dari Cina ke Asia Tenggara dan khususnya Nusantara semakin terbuka

sesudah Kubilai Khan tidak hanya mengekspansi Kerajaan-kerajaan Burma, Vietnam,

Champa, dan Thai, tetapi pada 1293 Kubilai Khan menyerang Raja Jawa Kertanegara

dan membunuhnya. Kemudian, armada Mongol sampai di Tuban, pelabuhan di pantai

utara pulau Jawa. Pangeran Wijaya yang ditunjuk sebagai pewaris kerajaan setuju

membayar upeti kepada Mongol. Hubungan dagang Majapahit dengan Cina terus

3Martin Stuart – Fox. A Short History of China and Southeast Asia Tribute, Trde, and Influence.

Australia:Allen&Unwin.2003. Hlm. 25 4Martin Stuart – Fox. A Short History of China and Southeast Asia Tribute, Trde, and

Influence… Hlm. 57

Page 3: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

berlangsung pada masa Dinasti Ming hingga keruntuhan Majapahit di abad kelima

belas.

Hubungan Cina dengan Asia Tenggara pada masa dinasti Ming bertambah kuat,

pertama untuk mensosialisasikan terjadinya peralihan kekuasaan dari Yuan (Mongol) ke

Ming kepada negeri-negeri yang selama ini memberikan upeti dan kedua adalah

peningkatan hubungan perdagangan. Hal inilah yang dilakukan Hongwu (1368 – 1398),

disamping adanya utusan-utusan dari kaisar Vietnam, Champa, Kamboja, Ayuttaya,

Majapahit, dan beberapa raja-raja di pantai Jawa, Sumatra, dan Kalimantan ke Cina.

Sistem pembayaran upeti yang diterapkan Ming berlaku juga dalam bidang perdagangan

dimana hubungan dagang hanya dapat dilakukan di antara negeri-negeri yang mengakui

kekuasaan dinasti Ming. Pedagang-pedagang swasta Cina dilarang keluar negeri dan

hanya dapat berhubungan dengan pedagang yang datang bersama missi penyerahan

upeti. Beberapa kerajaan di Asia Tenggara mengirim banyak missi penyerahan upeti

agar transaksi dagang lebih sering dilakukan dan barang-barang bertambah untuk

diekspor ke Cina.

Pada awal abad kelima belas hingga pertengahan abad ketujuh belas dinasti Ming

semakin tertarik ke Malaka, sebab posisi penting dan strategisnya dalam perdagangan,

maka Martin Stuart menyebut zaman ini sebagai “the age of commerce” di Asia

Tenggara. Misi muhibah Laksamana Cheng Ho ke Asia Tenggara, khususnya, ke

Malaka adalah untuk memperkuat hubungan Cina dengan kerajaan-kerajaan di sekitar

Malaka, sebab Brunei maupun Malaka sedang dalam keadan khawatir terhadap

ancaman kerajaan-kerajaan Asia Tenggara. Misi inipun sangat mempengaruhi lajunya

pertumbuhan perekonomian.5 Dinasti Ming menjadikan dirinya sebagai hakim dan

pelindung bagi kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara dan dengan imbalan upeti.

Kedatangan etnis Cina melalui jalur dagang dan saluran politik bertambah intens

ketika dinasti Qing (1616 M. – 1912 M.) bertahta di Cina. Bahkan pandangan

menguasai dunia dari kekaisaran Cina tetap mendorong terjadinya migrasi bangsa Cina

ke Asia Tenggara dimasa dinasti Qing yang saat ini berhadapan dengan pandangan

menguasai dunia bangsa-bangsa Eropa. Kebijakan yang diambil dinasti Ming sebagian

diubah oleh dinasti Qing karena berhadapan dengan kekuatan Eropa. Di antara

kebijakan itu adalah dihapuskannya sistem pajak perdagangan yang melakukan

5Martin Stuart – Fox. A Short History of China and Southeast Asia Tribute, Trde, and

Influence… Hlm. 92

Page 4: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

hubungan dagang dengan Cina. Dengan demikian perdagangan lebih bebas dan leluasa

dilakukan oleh para pedagang Cina. Pada akhir abad ketujuh belas perdagangan lebih

banyak dikuasai oleh orang-orang Cina di Asia Tenggara yang terorganisir secara baik

oleh jaringan perdagangan Cina di negeri-negeri Asia Tenggara dan barang-barang

diangkut dengan junk-junk Cina. Yang masuk dalam kategori daerah yang tidak terkena

sistem bayar pajak adalah Jawa (Batavia), Luzon, Aceh, dan beberapa pelabuhan di

Malaysia termasuk Johor. Banyak informasi tentang Eropa yang beraktivitas di

Nanyang masuk ke Cina melalui para pedagang Cina. Kebijakan dinasti Qing ini

ternyata merangsang orang-orang Cina berimigrasi dalam jumlah besar ke Asia

Tenggara. Bahkan di Jawa saja migrasi Cina bertambah secara signifikan setelah

kebijakan dinasti Qing. Di Jakarta dan sekitarnya pada tahun 1739 penduduk Cina

mencapai 15.000 orang.

B. Etnis Cina Di Jakarta

Sejak Islam berkuasa di Jakarta (Sunda Kelapa, Batavia) hingga VOC,

penduduknya sudah sangat heterogen. Heterogenitas sosial ditandai oleh beragamnya

suku-suku yang menghuni Jakarta serta status sosial dan budayanya; 1) orang Eropa-

Asia “Indo”. Mereka adalah anak-anak bapak Eropa atau campuran antara berbagai

suku-suku Indonesia dan Eropa-Asia; 2) orang Jepang. Orang Jepang dibawa oleh VOC

ke Jakarta dan diberi izin menjadi petani, pedagang, dan eksportir. Salah seorang di

antaranya berkedudukan sebagai Syahbandar;6

3) orang Mardijkers dan Papanger.

Orang India campuran Portugis, berbahasa Portugis dari India Selatan daerah

Coromandel, Arakan, Malabar, dan Bengal; 4) orang Papanger atau Pampangos. Orang

Filiphina dari Luzon, bagian Pampanga pelabuhan Manila; 5) orang Afrika; 6) orang

Arab. Orang yang berasal dari Hadramaut bekerja di sektor perdagangan; 7) orang India

yang berasal dari suku Tamil di Pantai Coromadel; 8) orang Melayu; 9) orang Bali; dan

10) orang Cina.

Orang Cina hidup secara berkelompok di Batavia. Sebagian besar berasal dari Cina

bagian Selatan sebagiannya menjadi kaya dan mempertahankan budayanya di Batavia.

Sejak lama mereka merupakan penduduk terpenting di kota-kota seperti Sunda Kelapa

dan Banten. Mereka merupakan mayoritas orang asing dari Asia di Batavia. Jumlah

6Purnadi Purbatjaraka. Shahbandar in the Archipelago. JSEAH. II. 2 Juli 1961. Hal. 7

Page 5: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

mereka adalah 5000 orang di antara 45000 penduduk Batavia antara tahun1730 dan

1740. Diperkirakan jumlah mereka di Batavia mencapai 10.000 orang, pada saat terjadi

pembantaian Cina oleh Bdanda pada tahun 1740. Sejarah menunjukkan bahwa ketika

pertama-tama orang Cina masuk ke Batavia sangat miskin, namun dalam waktu singkat

menjadi kaya. Pada tahun 1812 menurut Statistika mereka merupakan 25 % dari

seluruh penduduk Batavia; bahkan jumlah mereka jauh lehih besar dari penghitungan

pemerintah.

Secara budaya Cina dapat dibagi menjadi dua kelompok: Singkeh, orang Cina yang

lahir di Cina, dan kelompok kelompok kedua peranakan Tionghoa, orang Cina yang

lahir di Indonesia. Singkeh adalah istilah dari Hokkian yang berarti "tamu baru". Dalam

bahasa Indonesia Singkeh disebut "Totok" orang Cina asli kelahiran Cina. Cina Singkeh

mempertahankan budaya asli mereka. lstilah bahasa Indonesia "peranakan " berarti

seorang anak yang Iahir dari ibu Indonesia. Istilah "Baba" juga dipergunakan di Batavia

untuk orang Cina yang lahir di Indonesia. Kelompok Singkeh yang datang ke Jawa

sebelum abad ke-17 adalah orang Cina yang berbahasa Hokkien, kelompok kedua

adalah orang Cina yang berbahasa hakka dan Cantonese. Budaya peranakan Cina,

terbesar adalah Hokkien-Indonesia di Jawa pada abad ke-18 dan 19.

Di Batavia terdapat Cina peranakan, Singkeh, dan Cina Cantonese. Cina Hokkien

adalah mayoritas. Di Batavia Cina Cantonese dibutuhkan untuk berbagai keahlian dan

pertukangan, dan Cina Hokkien dibutuhkan untuk perdagangan. Belanda Mendirikan

pos perdagangan di Taiwan (Formosa) yang menarik perhatian orang Hokkien untuk

berdagang dan imigrasi ke Indonesia. Sejak abad ke-17 Sampai 1830 banyak kapal dari

Canton dan Amoy berkunjung ke Batavia dan membawa sebagian besar imigran dari

sana.

Belanda membawa orang Cina untuk membangun kota Batavia. Ketika orang

Belanda pertama-tama datang ke Jayakarta mereka tinggal di daerah orang Cina dan

mdihat berbagai keahlian dan keterampilan mereka, maka ketika J.P. Coen menjadi

penguasa di Batavia dia membangun Batavia dengan tenaga orang Cina. Orang Cina

jauh sebelum kekuasan VOC Belanda telah berdagang dan rnenetap di Jayakarta. VOC

rnempunyai hubungan baik dengan Orang Cina. J.P.Coen menyukai usaha mereka di

bidang industri gula dan distilasi arak, dan senang sekali dengan para pemimpin Cina di

Batavia. Dia akrab sekali dengan Kapiten Cina, So Bing Kong, dan memanggilnya

Page 6: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

Kapten Bencon. Coen sering jalan kaki pada malam hari dan minum-minuman keras

bersama Bencon, dan dia sangat percaya tidak ada orang lebih baik daripada orang Cina

yang bisa membantu dalam pembangunan di Batavia, maka dia ingin membawa banyak

orang Cina ke Batavia, dan pada tahun 1822 penguasa kolonial mengirim kapal-kapal

laut ke pantai-pantai negeri Cina untuk menangkap dan membawa orang Cina ke

Batavia. Orang Eropa sangat bergantung pada orang Cina di Batavia. Mereka dibawa ke

Batavia untuk bekerja sebagai tukang bangunan, memperbaiki kapal, dan sebagian

dijual sebagai budak untuk Cina kaya di Batavia. Cina lokal dari Banten, Cirebon dan

Jepara juga datang ke Batavia sebagai tukang bangunan.

Pada pertengahan abad ke-17 banyak kuli dari Cina dibawa untuk bekerja di

Pabrik-pabrik gula dan arak di Batavia. Kedatangan secara besar-besaran tenaga kerja

Cina terjadi pada permulaan abad ke-18, hingga banyak tidak punya tempat tinggal dan

pekerjaan di Batavia. Kemudian orang Cina mulai membentuk kelompok-kelompok

(gangs) di Ommenlanden. Dari tempat-tempat persembunyian mereka mulai merampok,

dan melakukan pembunuhan dan penyelundupan di Batavia. Para penguasa Belanda

mulai cemas dan meningkatkan pemeriksaan terhadap orang Cina. Orang Cina yang

tidak memiliki tanda tinggal di Batavia, ditangkap dan dibuang ke Ceylon (Srilanka)

selama duapuluh lima tahun, atau dikirim ke pulau Banda dan Cape koloni Belanda di

Afrika Selatan. Polisi Belanda mulai memeras dan minta uang dari orang Cina dengan

paksa, kalau tldak diberikan yang bersangkutan akan diusir dan Batavia. Melihat

ancaman ini orang mulai mempersenjatai diri di Batavia.

Pada tahun 1740 tersiar pernberontakan Cina di Batavia. Ketika terjadi

kebakaran secara alamiah di salah satu rumah orang Cina Belanda menganggap bahwa

orang Cina telah membuat makar untuk tujuan menguasai Batavia. Maka pecah perang

antara dua kelompok ini. Selama seminggu terjadi pembunuhan orang Cina.Tahanan

Cina di penjara juga dibunuh. Setahun kemudian orang Cina mulai datang berbondong-

hondong ke Batavia lagi. Sebagian orang Cina juga terlibat dalam perdagangan candu

(opium) di Batavia. Pada masa Raffles Iebih dari seribu orang Cina datang ke Indonesia

dan sebagian besar tinggal di Batavia dan lainnya di Semarang dan Surabaya.

Para Singkeh pada abad ke-17 dan ke- 18 merupakan pedagang kaya di Batavia.

mereka sering pulang ke tanah air mereka dan membawa uang keuntungan dari Batavia.

Sebagian membawa mayat-mayat keluarga mereka kembali ke Cina. Pertama kali

Page 7: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

seorang mandur Cina membawa istrinya ke Batavia pada tahun 1699 dia disenangi oleh

masyarakat Batavia karena kecantikan dan gaya pakaiannya yang menawan hati orang

Batavia. Kelas Cina ini sangat kaya dan memelihara adat-istiadat mereka di Batavia .

seperti bahasa Cina, tulisan, pemujaan terhadap nenek moyang, dan agama Konfusian.

Sebagian Cina Singkeh mempunyai isteri lndonesia. Sebagian besar wanita-

wanita itu adalah dari Bali, karena wanita Bali cantik dan tidak mempesoalkan

perbedaan makanan Cina dan daging babi, sedangkan wanita Islam tidak suka hal-hal

sepeti itu. Peranakan Cina melahirkan sebuah dialek campuran Hokkien dan bahasa

Melayu Betawi, yang dinamakan "Dialek Cina-Melayu". Budaya peranakan cina juga

terpengaruhi oteh budaya Indonesia, khususnya sihir (magic power), tabbo, serta

selamatan (kenduri), minum jamu, serta mengunjungi dukun pada saat sakit.

Sebagian peranakan menjadi mundur dan terpengaruh budaya Barat. Istilah

peranakan 'Tionghoa’ mengacu kepada orang Cina laki-laki yang masuk Islam,

mencukur rambut panjangnya dan memakai nama Indonesia dan pakaian Indonesia.

Mencukur rambut juga terjadi ketika orang Cina terhina atau kalah main judi, sebagai

sangsi. Di Batavia pada abad ke-17 dan ke- 18 banyak peranakan Cina masuk Islam

untuk menghindari pajak kepala yang disebut "pajak konde" (topknot money), suatu

gaya rambut zaman Dinasti Ming, suatu kebanggaan di Cina. Satu pihak orang Cina

mulai menghindari dari konde di pihak lain Belanda memaksa mereka untuk memdihara

konde supaya medapatkan pajak. Belanda memaksa para peranakan untuk memelihara

konde selama 50 tahun, sampai Dinasti Mancu di Cina memperkenalkan gaya baru

memlihara rambut sebagai tanda kemenangan atas Cina. Para Singkeh yang datang ke

Batavia setelah kemenangan Mancu di Cina pada lahun 1644, membawa gaya baru

rambut seperti mencukur kepala dan pakai ekor (pigtail). Sekitar 1779 semua orang

Cina di Batavia mencukur kepala dan memlihara ekor rambut, dan mengikuti budaya

ini sampai runtuhnya Dinasti Mancu di Cina pada tahun 1911.

Konversi peranakan Cina ke Islam juga meningkat setelah pembunuhan Cina

secara massal pada tahun 1740. Orang Belanda melarang orang Cina masuk di kota

Batavia yang dikelilingi tembok. Ketika mereka menjadi Muslim, mereka masuk ke

kota Batavia sebagai orang Islam, karena orang Islam tidak dilarang berdagang di kota

Batavia pada masa ilu. Peranakan Tionghoa Islam dikontrol oleh mandur-mandur

Muslim Indonesia. Mereka hidup dalam komunitas Islam Batavia dengan mandur

Page 8: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

mereka sendiri sejak 1776 sampai 1828. Pada tahun 1828 sistem kelompok dihapus,

maka Cina peranakan Islam dikontrol oleh pegawai sipil di daerah orang Cina di

Batavia. Pajak "konde" dihapus, dan sejak itu masuknya peranakan Cina ke agama

Islam menurun.

Setelah tahun 1828 peranakan Cina Islam berbalik ke kebudayaan asimilasi,

budaya non-lslam. Pada abad ke-19 para pegawai pemerintah keturunan Cina

mengenakan pakaian Barat dan seragam militer. Para Singkeh kaya merupakan pegawai

Belanda dan juga kelas bisnis yang kuat. Jika pada pertengahan abad ke-18 para

Singkeh merupakan kelas buruh di Batavia, namun lama-kelamaan mereka menyimpan

uang dan menginvestasikannya di Batavia dan menjadi orang kaya. Cina peranakan

pada umumnya bekeja di kantor-kantor Belanda di Batavia sebagai juru tulis,

penghitung, dan mereka memiliki usaha sendiri, serta jual beli valuta asing.

Dua kelompok Cina; peranakan dan Singkeh juga terlibat dalam perjudian,

prostitusi, isap morfin (opium), candu, yang merupakan suatu gaya hidup di Batavia

pada masa itu. Pada abad ke-19 peranakan Cina yang merupakan para petani pembayar

pajak di Batavia, diberikan hak, lisensi, dan monopoli oleh pemerintah Belanda untuk

operasi dan mengumpulkan pajak atas pertokoan, tempat penyembelihan hewan, kapal

feri, pasar-pasar, penjualan candu, tempat-tempat judi, dan pajak. Ekspor-impor burung

dan sangkar burung (walit) ke Cina menimbulkan permusuhan di kalangan orang asli

Indonesia, karena segala keuntungan mengalir ke kelompok Cina sebagai kaki tangan

kolonial Belanda. Pemerintah Belanda membenkan kredit untuk berusaha kepada orang

Cina, maka di Batavia mereka menguasai segala bidang usaha. Di Batavia mereka terjun

ke bidang pertanian secara besar-besaran dan menanam tebu untuk perusahaan-

perusahaan gula. Sejak 1741 mereka harus tinggal di luar kota di kampung Cina yang

didirikan di luar pagar kota yang kini disebut Glodok. Mereka dipaksa tinggal di daerah

tersebut hingga tahun 1911. Sebelum matahari terbenam mereka harus masuk di

kampung halaman mereka di Glodok. Sekitar tahun 1780, peranakan Cina lslam tinggal

di luar Glodok bagian timur, di Kebon Jeruk, diantara kota lama dan kota baru

Weltevreden. Toko-toko mereka tersebar di daerah pasar lama Tanah Abang, Pasar

Senen, dan Pasar Baru yang dibangun pada tahun 1821.

C. Bangunan Berarsitektur Cina di Jakarta

Page 9: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

Arsitektur Cina kuno berdasar pada aturan dan keseimbangan; Kayu balok persegi

dan kemudian tanah liat (bata) merupakan komponen utama. Tiang-tiangnya menopang

atap yang berbentuk bujur sangkar (limasan) bertumpang dua atau lebih. Konstruksi

atap inilah yang paling banyak mendapat perhatian para peneliti.

Bangunan berarsitektur Cina yang terdapat di Jakarta dan masuk dalam BCB (Benda

Cagar Budaya);

1.Bangunan Langggam Cina di Jalan Balongan No. 10, 16, s.d. 20 Kecamatan

Tamansari. Bangunan yang memiliki gaya arsitektur Cina ini didirikan pada tahun

1779- an hingga abad ke- 19.7

2. Masjid al-Mansur,

Masjid al-Mansur terletak di Jalan Sawah Lio II, Jembatan Lima, Jakarta Barat.

Masjid dirintis dan dibangun oleh Abdul Muhit dari Kerajaan Mataram yang berperang

di Jakarta pada tahun 1717.8 Hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perbaikan

dan perubahan konstruksi, mulai dari perbaikan mihrab oleh Muhammad Arsyad al-

Banjari, pembetulan arah kiblat, perluasan bangunan, pemasangan pagar tembok. Saat

ini, di bagian selatan merapat ke jalan, di bagian utara dan timur berdampingan dengan

pemukiman penduduk. Ruang utama, bangunan tertuanya, bersegi empat yang ditopang

pula dengan empat sokoguru. Bagian bawah tiap-tiap tiang bersegi delapan dan di

atasnya terdapat pelipit penyangga, pelipit genta serta rata. Batang utama (di bagian

utama) berbentuk bulat dan dihiasi pelipit juga. Bagian teratas berbentuk persegi empat

dan dibatasi pelipit. Bangunan asli masjid berukuran 10 x 10 M2

(mungkin juga 12 x

14.40 M2). Nama K.H. Muhammad Mansur diabadikan sebagai nama masjid sejak

tahun 1967, karena beliau mengibarkan bendera merah putih di menara masjid saat

perang melawan NICA pada tahun 1947.9 Masjid Jami’ Al-Mansyur dijadikan BCB

(Benda Cagar Budaya) yang dilindungi undang-undang oleh Pemda DKI pada tahun

1972.10

7Atthiyat, Gandrian (Ed.). 1995. Benda Cagar Budaya di Wilayah DKI Jakarta. Jakarta: DINAS

MUSEUM DAN SEJARAH DKI JAKARTA. Hlm. 94 8Atthiyat, Gandrian (Ed.). 1995. Bangunan Cagar Budaya di Wilayah DKI Jakarta. Hlm. 88 –

89. Lihat juga http://www.Jakarta.go.id/jak.1/encyclopedia/detail/771. Download pada 9-8-2011 9SJ, A. Heuken. 2003. Mesjid-mesjid Tua di Jakarta… Hlm. 43. Lihat juga www.al-Shia.org.

didownload pada jam 12.54, 15 September 2010. 10

Atthiyat, Gandrian (Ed.). 1995. Bangunan Cagar Budaya di Wilayah DKI Jakarta. Hlm. 88 –

89

Page 10: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

Atap masjid al-Mansyur berbentuk limasan segi empat bertumpang dua. Atap

paling atas menjulang ke atas berbentuk pyramid. Di puncak atap terdapat mustaka

(mahkota) terbuat dari keramik. Di ujung atap tidak dibuat melengkung ke atas, tapi

sejajar. Atap masjid berbahan genteng. Di antara atap tumpang paling atas dan atap di

bawahnya dibuatkan jendela yang terbuat dari kayu yang berfungsi menerima cahaya

matahari dan angin untuk menerangi ruang utama.

Masjid al-Mansyur mempunyai empat tiang utama yang menopang atap yang

dihiasi pelipit di bagian bahwahnya dan persegi delapan (lihat gambar di atas). Di atas

tiang ini diletakkan kaso. Pada awalnya tiang ini terbuat dari kayu pilihan sedang pada

saat ini sudah diganti dengan tiang konstruksi beton. Empat buah tiang ini secara

vertikal memanjang sampai ke atap piramid dan dilubangi untuk menempatkan balok

penyangga atap piramid dan atap di bawahnya. Balok penyangga atap masjid al-

Mansyur tidak berbentuk berlapis-lapis, tapi hanya dengan menempatkan balok kayu di

antara empat tiang. Desain balok penyangga atap menyerap konstruksi gaya lokal.

Empat tiang utama masjid al-Mansyur berada di ruang utama tempat shalat.

Fungsi utama tiang ini adalah untuk menopang kekuatan fondasi masjid dan kekuatan

atap.

Masjid al-Mansyur memiliki fondasi dasar yang berbentuk segi empat dan

masuk ke dalam tanah yang di masing-masing sudut 450 berdiri tiang utama. Empat

tiang utama berdiri tegak lurus sampai menopang atap pyramid yang paling atas.

Fondasi tertimbun lantai di bawah ruang utama masjid. Untuk menempatkan fondasi

tanah lebih dulu digali.

Serambi adalah tempat para jama’ah masjid beristirahat atau berbincang-bincang

sebelum atau sesudah melaksanakan shalat. Seranbi masjid al-Mansyur terdapat di

sebelah utara, timur, dan selatan masjid. Di bagian barat terdapat mihrab. Serambi

masjid lebar dan panjang di bagian timurnya, Serambi, mihrab, dan ruang utama shalat

sejajar tingginya.

Bangunan masjid al-Mansyur menghadap ke barat (qiblat), sebab ini merupakan

kewajiban menghadapkan masjid dari timur ke arah ini. Pelaksanaan shalat

mengarahkan ke Mekkah dimana terdapat Ka’bah. Di Jakarta arah qiblat berkisar 75o.

Dengan kewajiban mengarahkan masjid ke barat, maka struktur bangunan terpengaruh

Page 11: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

karenanya. Menempatkan mihrab sebagai tempat imam memimpin shalat berjama’ah

juga harus di bagian barat masjid.

Masjid al-Mansyur tidak memiliki daun jendela. Jendelanya persegi panjang

berupa kisi.

3. Masjid Angke

Masjid Angke, sekarang dikenal sebagai Masjid al-Anwar, sejak dibangun pada 1761

sudah beberapa kali dipugar khususnya oleh Pemda DKI mulai dari lantai dalam, kaso-

kaso bagian atap susun, dan langit-langit (plafon), tempat wudhu, tempat bedug, dan

pintu masuk. Sekalipun demikian, masih terlihat gaya arsitekturnya yang asli yakni

campuran Arab, Jawa, Cina, Belanda, dan sedikit Bali. Ditambah di sebelah barat

masjid terdapat makam-makam dengan bentuk nisan-nisan kuno,11

nisan Nyonya Chen

men Wang shi zhi mu – nisan Ny. Chen yang lahir sebagai Wang seorang wanita Cina

Muslim.12

Bentuk Masjid Angke adalah bujur sangkar yang memperlihatkan adanya

pengaruh Jawa. Ujung-ujung atap Masjid Angke yang sedikit melengkung ke atas

menunjuk pada punggel rumah Bali. Lima anak tangga di depan, daun pintu ganda,

lubang angin di atas pintu yang dihiasi ukiran bagus sama seperti kusen pintu dan

(bekas) pot batu alam di pucuk atap yang yang semuanya bercirikan rumah-rumah

Belanda. 13

Masjid terletak di Jalan Tubagus Angke, gang Masjid, Rt 01/05, Kelurahan Angke,

Kecamatan Tambora, Jakarta Barat yang dulunya merupakan perkampungan orang Bali

Muslim. Didirikan pada tahun 1761 oleh seorang bangsa Cina dari Tartar yang menikah

dengan putri Banten. Kontraktor bangunan adalah seorang Cina. Sejak 1931 telah

dilindungi Undang-Undang Monumen (Monumen Ordonantie Stbl) No. 238 serta

diperkuat SK Gubernur KDKI tanggal 10 Januari 1972. 14

4. Masjid Tambora

11

Atthiyat, Gandrian (Ed.). 1995. Bangunan Cagar Budaya di Wilayah DKI Jakarta. …. Hlm. 87

- 88 12

SJ, A. Heuken. 2003. Mesjid-mesjid Tua di Jakarta… Hlm. 69 13

SJ, A. Heuken. 2003. Mesjid-mesjid Tua di Jakarta… Hlm. 67 – 68. Marco Kusumawijaya.

“Membaca Arsitektur, Membaca Umat”. Tempo. 28 Juli 2003. Lihat

http://www.majalah.tempointeraktif.com., 14

http://Jakarta.go.id, download pukul 13.42, tanggal 21 Sept. 2010. Dr. F. de Haan dalam

bukunya “Out Batavia” yang didasarkan dari cerita-cerita masyarakat di sekitar bahwa masjid ini mulai

dibangun pada Kamis, 26 Sya’ban 1174 atau 2 April 1761. http://www.al-shia.org, didownload pukul

13.19, tanggal 21 Sept. 2010.

Formatted: Justified, Indent: First line: 0.5",Line spacing: 1.5 lines

Page 12: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

Masjid Tambora merupakan BCB (Benda Cagar Budaya) mulai tahun 1994 yang

dilindungi Undang-Undang. Terletak di Jalan Tambora No. 4 Kelurahan Tambora,

Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Dibangun oleh K. H. Mustoyib ki Daeng dan

kawan-kawan pada tahun 1761 (abad ke- 18).

Meskipun sudah mengalami pemugaran pada tahun 1979 dan tahun 1980 ciri-ciri

keasliannya masih terlihat. Arsitektur Masjid Tambora bergaya paduan Arab, Cina, dan

Belanda, juga dipengaruhi kebudayaan Hindu.15

Menurut Lombard bangunan kecil di

atas makam memperlihatkan unsure gaya bangunan Cina dan Belanda. Tampak juga

pada penyangkka siku pengaruh Cina yang disebut tou-kung. Atap masjid tumpang dua

berbentuk limasan dari genteng dan pada puncaknya terdapat mustaka berbentuk buah

nanas. Di halaman depan masjid di sudut tenggara terdapat bangunan makam

bercungkup yang merupakan makam pendiri masjid wafat tahun 1836.16

Bangunan asli

(10 x 10 m) kini membentuk bangunan inti masjid yang diperluas (1971).

5. Masjid Krukut

Masjid Krukut merupakan salah satu masjid tertua di Jakarta yang dibangun sejak abad

ke- 18 (1785). Abad ke- 19 dan ke- 20 mengalami perubahan dan perbaikan

besar.Masjid Krukut adalah salah satu masjid yang didirikan dan dibangun Cina

Muslim dari tiga masjid tua di Jakarta; 1) Masjid Tambora, 2) Masjid Krukut, dan 3)

Masjid Kebon Jeruk. Masjid Krukut memiliki ciri khasnya tersendiri yakni di dalamnya

terdapat sebuah mimbar asli , namun sudah dicat. Mimbar ini diukir oleh orang Cina

yang masuk Islam. Bagian luar masjid pun tidak menyisakan peninggalan-peninggalan

sejarah masa lalu masjid ini. Masyarakat dan pengurus masjid telah memoderenkan

bentuk masjid di abad ke- 19 dan ke- 2017

.

6. Masjid Kebon Jeruk

Masjid Kebon Jeruk terletak di pinggiran Jalan Hayam Wuruk, No. 85, Kelurahan

Tamansari, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat.18

Persisnya di bagian Timur kali

Ciliwung. Daerah ini merupakan daerah padat penduduk, sehingga aktivitas warganya

tak pernah berhenti sejak dulu. Masjid ini dapat dijangkau dengan kendaraan umum dari

15

Atthiyat, Gandrian (Ed.). 1995. Bangunan Cagar Budaya di Wilayah DKI Jakarta. …. Hlm. 90 16

http://Jakarta.go.id, download pukul 13.42, tanggal 21 Sept. 2010. 17

Ihsan Tanggok dkk. 2010. Menghidupkan Kembali Jalur Sutra Baru. Cet. IJakarta: Gramedia

Pustaka Utama.Hlm

18

Nomenklatur kelurahan, RT, RW, dan bahkan nomor alamat masjid ini sudah beberapa kali

berubah sejalan dengan perkembangan lingkungan sekitarnya.

Page 13: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

arah jalan Merdeka Barat menuju kota melewati Jalan Gajah Mada atau sebaliknya

melewati jalan Hayam Wuruk yang kedua jalan ini dipisahkan oleh Kali Ciliwung.

Di sebelah kanan masjid adalah bangunan-bangunan perkantoran, sedan di

sebelah kiri berbatasan langsung dengan Jalan Kebon Jeruk. Di bagian Timur masjid

terdapat pemukiman warga Tionghoa yang padat, mayoritas beragama non-Muslim.

Penduduk muslim berada di sebelah timur pemukiman Cina non-muslim tersebut.

Masjid Jami Kebon Jeruk adalah masjid pertama yang dibangun di kawasan pinggir

Jalan Hayam Wuruk saat ini dengan kubah bergaya arsiterktur Cina. Masjid ini

dibangun tahun 1786 Masehi oleh seorang saudagar dari daerah Sin Kiang, negeri

Tiongkok, Tamien Dosol Seeng .19

Sekarang masjid ini berbatasan langsung dengan kompleks pertokoan di sebelah

selatan dan utara. Sedangkan di bagian timur, terdapat pemukiman penduduk yang

cukup padat. Bagian barat masjid adalah Jalan Harmoni dan Kali Ciliwung. Bangunan

masjid Kebon Jeruk dikelilingi pagar tembok pada bagian utara dan timur. Sedangkan

sisi barat dan selatan dilengkapi pagar besi setinggi hampir 2 meter. Tembok dan pagar

besi.

19

Uka Tjandrasasmita.2009.Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta:Gramedia. Hlm. 156. Menurut

Heuken pendapat yang menyebutkan bahwa pendiri masjid ini adalah orang yang bernama Chau Tsien

Hwu agak baru yang sulit dibuktikan berdasar data-data sejarah. SJ, A. Heuken. 2003. Mesjid-mesjid Tua

di Jakarta… Hlm. 71

Page 14: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 2007. “Chinese Muslims in Colonial and Postcolonial

Indonesia.” Rxplorations. Vol. 7. Nomor 2.

Ambary, Hasan Muarif dan Parlindungan Siregar. 2005. “Sejarah

Perkembangan Kota Jakarta Sejak Awal Berdirinya Hingga Abad XIX Masehi”.

Laporan Penelitian Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta

Ambary, Hasan Muarif. 1983. The Establishment of Islamic Rule in

Jayakarta. Jakarta:Departemen P dan K.

Atthiyat, Gandrian (Ed.). 1995. Bangunan Cagar Budaya di Wilayah DKI

Jakarta. Jakarta:Dinas Museum DKI Jakarta

Berg, LWC Van Den. 1989. Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara.

Jakarta:INIS Book

Bolaffi, Guido dkk.(Ed.). 2003. Dictionary of Race, Ethnicity &

Culture.London, Thousand Oaks, New Delhi:SAGE Publications

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Edisi Kedua. Balai Pustaka

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2002. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta:Balai Pustaka

Page 15: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

Emot Rahmat Taendiftia dkk. Gado-gado Betawi: Masyarakat Betawi dan

Ragam Budayanya.Jakarta:Grasindo.

Fijper, G.F. 1992. Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900 –

1950. Terjemahan Tudjimah dan Yessy Augusdin. Jakarta:UI-Press.

Frishman, Martin dan Hasanuddin Khan (Ed.). The Mosque, History,

Architectural Development & Regional Diversity. London:Thames and Hudson Ltd.

1994

Gazalba, Sidi. 1962. Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam.

Djakarta:Pustaka Antara

Handinoto dan Samuel Hartono.2007. “Pengaruh Pertukangan Cina Pada

Bangunan Mesjid Kuno di Jawa Abad ke- 15 – 16.” Dimensi Teknik Aristektur. Vol.

38 No. 1, Juli 2007

Haris, Tawalinuddin. “Masjid-masjid di Dunia Melayu – Nusantara.”

Makalah disampaikan pada Diklat Arkeologi Keagamaan PUSDIKLAT TENAGA

TEKNIS KEAGAMAAN BADAN LITABANG DAN DIKLAT KEMENAG RI.

Ciputat, 2 Juni 2010

-----------,. “Masjid-masjid di Dunia Melayu-Nusantara”. Makalah tidak diterbitkan

------------. 2007. .Kota dan Masyarakat Jakarta Dari Kota Tradisional Ke Kota

Kolonial (Abad XVI – XVIII). Jakarta:Wedatama Widya Sastra.

Heuken SJ, A.. 2003. Mesjid-mesjid Tua di Jakarta. Jakarta:Yayasan Cipta

Loka Caraka’

Hidayatin, Titin. 1997. “Unsur-Unsur Cina Pada Masjid Kebon Jeruk”. Skripsi

Sarjana Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

Juliadi. 2007. Masjid Agung Banten Nafas Sejarah dan Budaya.

Yogyakarta:Ombak

Page 16: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

Milone, Pauline Dublin.1966. Queen City of the East:The Metamorposis of a

Colonial Capital. (Ph.D. Thesis), University of California

Nasution, Isman Pratama. “Studi Arkeologi tentang Makam.” Makalah

disampaikan pada Diklat Arkeologi Keagamaan PUSDIKLAT TENAGA TEKNIS

KEAGAMAAN BADAN LITABANG DAN DIKLAT KEMENAG RI. Ciputat

Satari, Sri Soejatmi. “The Role of Naga in The Indonesian Culture”. Dalam

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ARKEOLOGI NASIONAL.2008.

Untuk Bapak Guru. Jakarta:Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.

Shahab, Alwi. 2004. Saudagar Baghdad dari Betawi.. Jakarta:Republika.

SJ, A. Heuken. 2003. Mesjid-mesjid Tua di Jakarta. Jakarta:Yayasan Cipta

Loka Caraka.

Skinner, G. William. 1963. The Chinese Minority in Indonesia. New

Heaven:Yale University

Soekmono, R. 1981. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia

3.Jakarta:Kanisius.

Tanggok, Ihsan dkk. 2010. Menghidupkan Kembali Jalur Sutra Baru. Cet.

IJakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tjandrasasmita, Uka.2009.Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta:Gramedia’

----------. “Masjid-Masjid Di Indonesia”. Dalam Nafas Islam Kebudayaan

Indonesia. Festifal Istiqlal, 1991

Winoto, Soeryo. “The Old Mosque Was Built By Chinese Convert”. The

Jakarta Post. Saturday, 22 Juni 1985.

Wiryoprawiro, M. Zein. 1985. Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur.

Surabaya:Bina Ilmu.

Zein, Abdul Baqir.1999. Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia”.

Jakarta:Gema Insani Press

Page 17: ETNIS DAN SENI ARSITEKTUR CINA DI JAKARTA …

Surat Kabar/Jurnal:

Kompas.

Jurnal Ilmu Dakwah

Dimensi Teknik Arsitektur