Upload
riya-shingwa
View
68
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH FISIOLOGI TANAMAN
“ Etilen dan ABA (Abscisic Acid) “
Oleh : Kelompok 4
1. Fakhri Ahmad ( 105040207111015 )
2. Tommy Kurniawan Subianto ( 105040207111016 )
3. Yudhistira Afnan M S ( 105040207111017 )
4. Winda Ismaya Sari ( 105040207111018 )
5. Nisa Nakhmiidah ( 105040207111019 )
6. Samsul Huda Asrori ( 105040207111020 )
7. Anis Wahyuningsih ( 105040207111021 )
8. Dhenys Bagus Nugroho ( 105040207111022 )
Kelas : K
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa
golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau fitohormon.
Penggunaan istilah "hormon" sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan;
dan, sebagaimana pada hewan, hormon juga dihasilkan dalam jumlah yang sangat sedikit
di dalam sel. Beberapa ahli berkeberatan dengan istilah ini karena fungsi beberapa hormon
tertentu tumbuhan (hormon endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan)
dapat diganti dengan pemberian zat-zat tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan
(hormon eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Mereka lebih suka menggunakan
istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris plant growth regulator).
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi
sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila
konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif
akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian
dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup jenisnya.
Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini telah membantu peningkatan hasil
pertanian dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetis yang memiliki pengaruh
yang sama dengan fitohormon alami. Aplikasi zat pengatur tumbuh dalam pertanian
modern mencakup pengamanan hasil (seperti penggunaan cycocel untuk meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap lingkungan yang kurang mendukung), memperbesar ukuran
dan meningkatkan kualitas produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau
menyeragamkan waktu berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk penyeragaman
pembungaan tanaman buah musiman), untuk menyebut beberapa contohnya.
1.2. Tujuan
- Untuk mengetahui pengertian etilen dan ABA
- Untuk mengetahui peranan etilen dan ABA
- Untuk mengetahui biosintesis etilen dan ABA
- Untuk mengetahui signaling etilen dan ABA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Etilen
Sebuah alkena gas mudah terbakar tidak berwarna; diperoleh dari minyak bumi dan
gas alam dan digunakan dalam manufaktur bahan kimia lainnya banyak, kadang-kadang
digunakan sebagai anestesi. Sebuah, hidrokarbon gas tidak berwarna, C2H4, membentuk
unsur penting gas menerangi, dan juga diperoleh dengan aksi asam sulfat pekat dalam
alkohol. Ini adalah senyawa tak jenuh dan menggabungkan langsung dengan klorin dan
bromin untuk membentuk cairan berminyak (cair Belanda), - maka disebut gas olefiant.
Disebut juga etena, elayl, dan sebelumnya, hidrogen bicarbureted.
Ethylen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan hormon lainnya
seperti auxin, gibberellin dan cytokinin. Dalam keadaan normal, ethylen berada dalam
bentuk gas (C2 H4) dengan struktur kimia yang sangat sederhana. Ethylen dihasilkan pada
proses respirasi buah, daun dan jaringan lainnya di dalam tanaman. Karena dihasilkan
oleh tanaman dalam jumlah banyak maka hormon ini dapat mempercepat pemasakan
buah.
(Anonymousa,2011)
2.2. Cara Pembentukan Etilen
- Pembentukan ethylene dalam jaringan-jaringan tanaman dapat dirangsang oleh adanya
kerusakan-kerusakan mekanis dan infeksi. Oleh karena itu adanya kerusakan mekanis
pada buah-buahan yang baik di pohon maupun setelah dipanen akan dapat
mempercepat pematangannya.
- Penggunaan sinar-sinar radioaktif dapat merangsang produksi ethylene. Pada buah
Peach yang disinari dengan sanar gama 600 krad ternyata dapat mempercepat
pembentukan ethylene apabila dibeika pada saat pra klimakterik, tetapi penggunaan
sinar radioaktif tersebut pada saat klimakterik dapat menghambat produksi ethylene.
- Produksi ethylene juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu renah maupun
suhu tinggi dapat menekan produk si ethylene. Pada kadar oksigen di bawah sekitar 2
% tidak terbentuk ethylene, karena oksigen sangat diperlukan. Oleh karena itu suhu
rendah dan oksigen renah dipergunakan dalam praktek penyimpanan buah-buahan,
karena akan dapat memperpanjang daya simpan dari buah-buahan tersebut.
- Aktifitas ethylene dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu,
misalnya pada Apel yang disimpan pada suhu 30 C, penggunaan ethylene dengan
konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses
pematangan maupun pernafasan. Pada suhu optimal untuk produksi dan aktifitas
ethylene pada bah tomat dan apel adalah 320 C, untuk buah-buahan yang lain suhunya
lebih rendah.
(Subandi, 1983)
2.3. Peran Fisiologis Etilen
Di dalam proses fisiologis, ethylene mempunyai peranan penting. Wereing dan
Phillips (1970) telah mengelompokan pengaruh ethylene dalam fisiologi tanaman sbb:
a. mendukung respirasi climacteric dan pematangan buah
b. mendukung epinasti
c. menghambat perpanjangan batang (elengation growth) dan akar pada beberapa species
tanaman walaupun ethylene ini dapat menstimulasi perpanjangan batang, coleoptyle
dan mesocotyle pada tanaman tertentu, misalnya Colletriche dan padi.
d. Menstimulasi perkecambahan
e. Menstimulasi pertumbuhan secara isodiametrical lebih besar dibandingkan dengan
pertumbuhan secara longitudinal
f. Mendukung terbentuknya bulu-bulu akar
g. Mendukung terjadinya abscission pada daun
h. Mendukung proses pembungaan pada nanas
i. Mendukung adanya flower fading dalam persarian anggrek
j. Menghambat transportasi auxin secara basipetal dan lateral
k. Mekanisme timbal balik secara teratur dengan adanya auxin yaitu konsentrasi auxin
yang tinggi menyebabkan terbentuknya ethylene. Tetapi kehadiran ethylene
menyebabkan rendahnya konsentrasi auxin di dalam jaringan.
Hubungannya dengan konsentrasi auxin, hormon tumbuh ini menentukan
pembentukan protein yang diperlukan dalam aktifitas pertumbuhan, sedangkan rendahnya
konsentrasi auxin, akan mendukung protein yang akan mengkatalisasi sintesis ethylene
dan precursor.
(Subandi, 1983)
2.4. Biosintesis Etilen
Biosintesis ethylen terjadi di dalam jaringan tanaman yaitu terjadi perubahan dari
senyawa awal asam amino methionine atas bantuan cahaya dan FMN ( Flavin Mono
Nucleotida ) menjadi methionil. Senyawa tersebut mengalami perubahan atas bantuan
cahaya dan FMN menjadi ethylen, methyl disulphide dan formic acid.
Akhir-akhir ini zat tumbuh etilen hasil sintetis (buatan manusia) banyak yang beredar
dan diperdagangkan bebas dalam bentuk larutan adalah Ethrel atau 2 - Cepa. Ethrel inilah
yang dalam praktek sehari-hari banyak digunakan oleh petani-petani melon di Jawa
Timur, khususnya karesidenan Madiun untuk mempercepat proses pemasakan buah
melon. Ethrel adalah zat tumbuh 2 - Chloro sthyl phosphonic acid (2 - Cepa ) dengan
rumus bangun pada skema 3
Pada pH di bawah 3,5 molekulnya stabil, tetapi pada pH di atas 3,5 akan mengalami
disintegrasi membebaskan gas etilen, khlorida dan ion fosfat.
Karena sitoplasma tanaman pHnya lebih tinggi daripada 4,1 maka apabila 2 – Cepa
masuk ke dalam jaringan tanaman akan membebaskan etylen. Kecepatan disintegrasi dan
kadar etylen bertambah dengan kenaikan pH. Sudah diketahui bahwa untuk mempercepat
proses pemasakan buah dipakai karbit yang juga mengeluarkan gas etylen tetapi jika
dibandingkan dengan penggunaan ethrel atau 2 – Cepa ternyata bahwa penggunaan ethrel
atau 2-Cepa lebih baik pengaruhnya daripada karbit baik dari segi waktu, warna, aroma
dan cara penggunaannya pada buah yang telah masak.
(Anonymousb, 2011)
2.5. Absisi
Absisi adalah suatu proses secara alami terjadinya pemisahan bagian atau organ
tanaman, seperti: daun, bunga, buah atau batang. Menurut Addicot (1964) maka dalam
proses absisi ini faktor alami seperti: panas, dingin, kekeringan akan berpengaruh terhadap
absisi. Proses penurunan kondisi yang menyertai pertumbuhan umur, yang mengarah
kepada kematian organ atau organisme, disebut penuaan (senensensi).
Peranan etilen dalam memacu gugurnya daun lebih banyak diketahui daripada
peranannya dalam hal perubahan warna daun yang rontok dan pengeringan daun.
Pada saat daun rontok, bagian pangkal tangkai daunnya terlepas dari batang. Daerah yang
terpisah ini disebut lapisan absisi yang merupakan areal sempit yang tersusun dari sel-
sel parenkima berukuran kecildengan dinding sel yang tipis dan lemah. Setelah daun
rontok, daerah absis imembentuk parut/luka pada batang. Sel-sel yang mati menutupi
parut untuk membantu melindungi tumbuhan terhadap patogen.
(Anonymousc, 2011)
2.6. Peranan Etilen dalam Proses Pematangan Buah
Harsen (1967) dalam Dilley (1969) telah mempelajari hubungan antara ethylene
dengan tingkat kematangan pada buah pear. Ia mengemukakan bahwa pematangan ini
menjadi suatu sequential dalam proses kesinambungan kehidupan buah. Menurut konsep
tsb, ethylene berpebgaruh terhadap beberapa yang mengontrol pola normal dari proses
pematangan.
Menurut Frenkel et al (1968), sintesa protein diperlukan pada tingkat pematangan
yang normal. Protein disintesa secepatnya dalam proses pematangan. Dari hasil
eksperimen terhadap buah pear, memperlihatkan bahwa pematangan buah dan sintesa
protein terhambat sebagai akibat perlakuan cycloheximide pada permulaan fase
climacteric. Setelah cycloheximide hilang, ternyata sintesis ethylene tidak mengalami
hambatan.
Di dalam proses pematangan, ribonucleic acid synthesis pun diperlukan. Dalam
eksperimen menggunakan buah pear, buah tersebut ditreated, dengan actinomysin D pada
tingkat pre climacteric. Dari hasil eksperimen ini diperoleh petunjuk bahwa actinomysin
D menghambat terbentuknya DNA yang bergantung pada RNA sintesis.
Imascshi et al (1968) mengemukakan bahwa ethylele mendukung peningkatan
aktivitas metabolisme dalam jaringan akar ubi jalar. Ethylene yang berkonsentrasi 0,1
ppm, menstimulasi perkembangan peroxidase dan phenyl alanine ammonialyase.
Penelitian lain mengemukakan bahwa perlakuan ethylene pada kecambah kapas
menstimulasi aktivitas peroksida dan IAA oksida.
(Anonymousa, 2011)
2.7. Pengertian ABA
ABA adalah seskuiterpenoid berkarbon 15, yang disintesis sebagian di kloroplas dan
plastid melalui lintasan asam mevalonat. Selain dihasilkan secara alami oleh oleh
tumbuhan, hormon ini juga dihasilkan oleh alga hijau dan cendawan. ABA pergerakannya
dalam tumbuhan sama dengan pergerakan gibberelin yaitu dapat diangkut secara mudah
melalui xilem floem dan juga sel-sel parenkim di luar berkas pembuluh.
(Salisbury, 1995)
2.8. Peranan ABA
- Mengatur dormansi tunas dan biji
- ABA memiliki pengaruh yang berlawanan dengan hormone tumbuhan lain. Misalnya,
ABA menghambat produksi amylase pada biji yang diberi giberelin. ABA juga
menghambat pemanjangan dan pertumbuhan sel yang dirangsang oleh IAA.
- Menginduksi penutupan stomata
Pada sitosol, dimana ABA disintesis. Pada kloroplast, dimana ABA diakumulasikan.
Pada dinding sel, yang dapat merangsang penutupan stomata. ABA pada dinding sel
berasal dari sel-sel mesophyl daun dimana ABA disintesis. Jika asam absisat di
aplikasikan pada daun tumbuhan pada konsentrasi yang sangat rendah maka akan
menyebabkan stomata menutup.
- Meskipun ABA menghambat pertumbuhan, tetapi tidak bersifat racun terhadap
tumbuhan.
(Abdurahman, 2008)
2.9. Biosintesis ABA
Biosintesis ABA dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
memanfaatkan karotenoid, suatu pigmen yang dihasilkan oleh kloroplas. Ada dua jalur
metabolisme yang dapat ditempuh untuk menghasilkan ABA, yaitu jalur asam mevalonat
(MVA) dan jalur metileritritol fosfat (MEP). Secara tidak langsung, ABA dihasilkan dari
oksidasi senyawa violaxanthonin menjadi xanthonin yang akan dikonversi menjadi ABA.
Sedangkan pada beberapa jenis cendawan patogenik, ABA dihasilkan secara langsung
dari molekul isoprenoid C15, yaitu farnesil difosfat.
Pengangkutan hormon ABA dapat terjadi baik di xilem maupun floem dan arah
pergerakannya bisa naik atau turun. Transportasi ABA dari floem menuju ke daun dapat
dirangsang oleh salinitas (kegaraman tinggi). Pada tumbuhan tertentu, terdapat perbedaan
transportasi ABA dalam siklus hidupnya. Daun muda memerlukan ABA dari xilem dan
floem, sedangkan daun dewasa merupakan sumber dari ABA dan dapat ditranspor ke luar
daun.
Menurut Crellman (1989) biosintesis ABA pada sebagian besar tumbuhanterjadi
secara tak langsung melalui peruraian karotenoid tertentu (40 karbon) yang ada di plastid.
ABA pergerakannya dalam tumbuhan sama dengan pergerakan gibberelin
yaitudapat diangkut secara mudah melalui xilem floem dan juga sel-sel
parenkim di luar berkas pembuluh.
(Dewi, 2008)
2.10. Signaling ABA
(Anonymousc, 2011)
2.11. ABA dan Penutupan Stomata
Penutupan stomata terjadi setelah tumbuhan mengakumulasi ABA (Asam
Absisat). Pada daun asam absisat dapat berada pada tiga bagian sel yang berbeda,
yaitu :
1. Pada sitosol, dimana ABA disintesis
2. Pada kloroplast, dimana ABA diakumulasikan
3. Pada dinding sel, yang dapat merangsang penutupan stomata.
ABA pada dinding sel berasal dari sel-sel mesophyl daun dimana ABA disintesis.
Jika asam absisat di aplikasikan pada daun tumbuhan pada konsentrasi yang sangat
rendah maka akan menyebabkan stomata menutup.
(Lakitan, 1993)
Bila zat pengatur tumbuh asam absisat diberikan pada konsentrasi rendah, stomata
akan menutup. Selanjutnya bila daun mengalami rawan air, ABA dijaringannya akan
meningkat. Bila daun mongering secara normal perlahan-lahan ABA meningkat
sebelum akhirnya stomata tertutup, diduga penutupan stomata ini karena responnya
terhadap rawan air melalui peranan ABA.
(Salisbury, 1995)
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Deden. 2008. Biologi Kelompok Pertanian. Bandung : Grafindo
Anonymousa.2011. Etilen. http://www.artikata.com/arti-61722-ethylene.html
Anonymousb.2011. Hormon Etilen. http://ariantoganggus.blogspot.com/2010/01/horrmon
ethylen.html
Anonymousc .2011. Signaling ABA. http://pcp.oxfordjournals.org/content/51/11/1821/F8.
expansion
(diakses tanggal 25 Desember 2011)
Dewi I. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman. Universitas
Padjadjaran Bandung.
Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hal : 58 – 60
Salisbury, F.B dan Ross, C.W. (Terjemah). 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB.
Subandi, J. 1983. Pertumbuhan dan perkembangan Tanaman. Fakulas Pertanian UGM.
Yogyakarta.