69
ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS Oleh; Hendrikus 55., M.Hum. Tulisan ini dibuat sebagai sebuah kajian pustaka/penelitian pribadi yang tidak dipublikasikan. Pusat Kajian Humaniora, Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan Bandung

ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

Oleh; Hendrikus EndareS()~_dar, 55., M.Hum.

Tulisan ini dibuat sebagai sebuah kajian pustaka/penelitian pribadi yang tidak dipublikasikan.

Pusat Kajian Humaniora, Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan

Bandung

Page 2: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

Mengetahui:

Prof. Dr. Ign. Bambang Sugiharto Wakil Dekan Bidang Akademik

Fakultas Filsafat UNPAR

Page 3: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Yang lIahi karena berkat

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian pribadi yang berjudul

ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS. Penelitian pribadi ini berangkat

dari ketertarikan penulis atas perkembangan pemahaman dan persoalan­

persoalan filosofis tentang tubuh.

Persoalan tentang apa itu tubuh bukanlah persoalan yang baru.

Persoalan ini sudah menJadi salah salah satu persoalan l11endasar

filasafat yang sudah mulai dibicarakan sejak abad ke empat sebelum

masehi. Sampai sekarang pertanyaan tentang apa itu tubuh masih

menjadi pertanyaan mendasar yang senantiasa relevan untuk dig ali. Oi

katakan masih relevan karena eksistensi manusia salah satunya terkait

dengan pemahaman dan pengalaman bertubuh.

Oengan menelusuri perkembangan pemahaman tentang tubuh,

penulis mencoba menggali apa yang menjadi esensi tubuh itu. Oi sinilah

ditemukan berbabagai problem-problem filosofis pemahaman tentang

tubuh. Penelurusan ini pada gilirannya menawarkan cara pandang, yang

bisa jadi berbeda dengan yang selama ini kita pahami tentang tubuh.

Semoga penelitian ini bisa memperkaya khasanah pemahaman dan

pengalaman bertubuh.

jjj

Bandung, Juni 2005

Penulis

Page 4: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

DAFTAR 151

KAT A PENGANT AR ............................................................................... .

DAFTAR 151......... ............... .

Bab I: PENDAHULUAN .............. .................... '" ................................... .

A. Perumusan Masalah ................... .

B. Alasan dan Tujuan Penulisan ........................................................ .

Him.

iii

iv

1

1

2

C. Metode Pembahasan dan Sumber Data .... .............................. ........ 3

D. Sistematika Pembahasan ....................... .................. .................. ..... 4

Bab II Problem Tubuh dan Jiwa...... ............ ............ ....................... .......... 6

A. Teori-Teori Monisme .................................................................. . 8

9 1. Materialisme Eksrtrem ............................................................... .

2. Teori Identitas ................. .... ....... ........ ..... ....... .................. ........ 12

3. Idea lis me ....... ' '" .......... .

4. Teori Dobel Aspek

5. Monisme Netral ...................... .

13

15

17

B. Teori-teori Dualistik ... ... ... ...... ........ ..... ......................................... 18

1. Interaksionisme ......... .

2. Okasionalisme ........................... .

3. Pararelisme Psikofisk ... ".

4. Epifenomenalisme ........ .

C. Teori Duo Monisme .......... '" .............................................. .

D. Catatan Kritis .................. '" .............................................. .

iv

19

21

. .... 22

23

24

26

Page 5: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

Bab III Lebih Jauh tentang Tubuh..... ...... ..... ............ .... ....... ... ..... ...... ...... 29

A. Apa itu Tubuh................................. ......... ................................... 29

1. Pandangan Plato .... ....... ... ... ... ...... ... .......... ............. .... ... ..... .... 29

2. Pandangan Aristoteles... ......................................................... 31

3. Pandangan Thomas Aquinas ...... ... ... ... ... ......... ... ... ......... 32

4. Tubuh Sebagai Sistem Mekanis (Rene Descartes)................. 33

5. Tubuh sebagai "Berada-untuk-Diri Sendiri" dan "Tubuh-

untuk-Yang Lain" (Sartre)... ... ... ... ... ... ... ... ... .... . ... ... ... ..... 34

a. Tubuh sebagai Berada-untuk-Diri Sendiri . ..... ....... .... ....... ... 35

b. Tubuh sebagai Berada-untuk-Yang Lain ........... ..... ............ 36

6. Pandangan Deepak Chopra... ... ... ..... ................ .................. 37

a. Tidak ada dunia objektif yang terlepas dari pengamat. 38

b. Tubuh itu sendiri dari energi dan informasi ... ... ... .... 39

c. Biokimiawi tubuh merupakan produk kesadaran ... ... ..... 40

d. Impuls-impuls kecerdasan terus menerus menciptakan

tubuh dalam bentuk-bentuk baru setiap detiknya ........ ..... 41

e. Pikiran dan tubuh itu satu; tidak dapat dipisahkan ... 43

B. Catatan Kritis ... ...................... .................. ..... ................... 44

Bab IV Memahami Kembali Tubuh Kita ... ... ................................ . 48

A. Tubuh sebagai Materi ...................... .

1. Karakteristik Tubuh ........................ .

2. Kekhasan Karakteristik Tubuh ....... .

v

........... ............... ...... 49

49

50

Page 6: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

B. Tubuh yang Hidup.............................................................. ......... 52

1. Menembus dunia materi....... ........... .... ..... ........ ...... ...... ......... 53

2. Tarian Penciptaan......... ......................................................... 54

3. Pikiran mengendalikan tarian penciptaan............... .............. 56

Bab V Kesimpulan ........................... ..... .......... ............ ........ .......... ..... 59

Daftar Pustaka .......... . ......................................................... 62

vi

Page 7: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

A. Perumusan Masalah

BABI

PENDAHULUAN

Tubuh adalah bagian dari eksistensi manusia karena tubuhlah yang

menjadikan manusia berada di dunia ini. Dengan tubuh manusia menjadi

mahluk spasio temporal. la menempati ruang dan waktu. Sebagai mahluk

spasio temporal ia memiliki bentuk material tertentu, berkeluasaan dan dapat

dicerap dengan panca indera. Bersama jiwa ia membentuk satu kesatuan

substansi yang disebut dengan manusia.

Dalam perkembangan sejarah filsafat, tubuh ternyata menjadi salah

satu tema sentral. Usaha untuk memberikan oemahaman tentang tubuh

selalu beriring dengan perkembangan pemahaman tentang jiwa, suatu

realitas yang dibedakan dari tubuh dengan karakteristik yang berlawanan

dengannya.

Sejak abad ke empat sebelum masehi problema tubuh dan jiwa sudah

mulai dibicarakan. Plato lah (427-347 SM) orang pertama yang

mempersoalkan tubuh dan jiwa dengan membuat pembedan di antara

Page 8: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

L

keduanya. Pemahaman tentang tubuh ini tidak berhenti di sini. Para pemikir

setelahnya mencoba mengembangkan dan menawarkan pandangan­

pandangannya. Aristoteles, Thomas Aquinas, Rene Descartes, Jean Paul

Satre, dan Deepak Chopra adalah beberapa di antaranya (yang

ddikemukakan dalam tulisan ini).

Monisme, dualisme, dan duo monisme adalah teori-teori yang sempat

muncul dan berkembang yang mencoba memberikan gambaran tentang apa

iatu tubuh dan bagaimana hubungan di antara keduanya. Setiap pemikiran

yang muncul pasti mendapat tanggapan, baik yang sifatnya menentang,

mendukung, atau mengembangkan. Sekarang ini tubuh dan jiwa dilihat

sebagai satu kesatuan yang membentuk manusia.

B. Alasan dan Tujuan Penulisan.

Pandangan-pandangan tentang jiwa dan khususnya tubuh (tema

sentral penulisan yang dikemukakan para pemikir pada dasarnya merupakan

suatu tawaran, bagaimana memahami tubuh itu.

Pandangan-pandangan itu di satu sisi memang membrikan berbagai

gambaran tentang tubuh yang mungkin semakin memperluas pandangan dan

wawasan kita, di sisi lain pandangan-pandangan terse but mendorong kita

Page 9: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

J

untuk menyadari sejauh mana kita memahami tubuh kita sendiri yang bisa

jadi berbeda dengan yang diyakini selama ini.

Oleh karena itu dengan menjadikan pandangan-pandangan tentang

tubuh yang dikemukakan para pemikir sebagai bahan dasar penulis merasa

terdorong untuk mencoba merumuskan kembali apa itu tubuh. Jadi tujuan

pembahasan masalah ini adalah merumuskan kembali pmahaman tentang

tubuh dengan tetap bertolak dri pemikiran-pemikiran yang sudah ada dan

yang penulis anggap positif.

C. Metode Pembahasan dan Sumber Data

Dalam rangka merumuskan kembali pemahaman tentang tubuh,

penulis mencoba menggali literature-literature yang secara khusus berkaitan

dengan pembahasan tentang tubuh. Berdasarkan data-data yang ada penulis

menggunakan metode deskripsi ekspositoris untuk membahas permasalahan

ini.

Penulis mengangkat pemahaman-pemahaman tentang tubuh dari para

pemikir, memberinya catatan-catatan kritis, membandingkannya satu dengan

yang lainnya, dan mengangkat hal-hal yan penulis anggap sangat penting

dan relevan dengan sisi-sisi ketubuhan. Bahan-bahan ini tentunya menjadi

masukan yang sangat berarti dalam merumuskan kembali pemahaman

Page 10: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

tentang tubuh. Dengan ini penulis menampilkan kembali sisi-sisi ketubuhan

yang menu rut penulis sangat pentingdalam menghayati ketubuhan kita

sebagai manusia yang karenanya kita mempunyai eksistensi.

Untuk itu, saya menggunakan literature-literature yang secara khusus

membahas tentang sisi-sisi ketubuhan. Selain itu penulis juga menggunakan

ensiklopedi, buku sejarah filsafat, dan kamus filsafat untuk melihat

perkembangan pemikiran tentang tubuh. Bahan-bahan ini menjadi sumber

yang berarti dalam usaha memahami kembali sisi-sisi ketubuhan.

D. Sistematika Pembahasan

Diawali dengan mengemukakan latar belakang pembahasan tentang

tubuh yang dikemukakan dalam bab I, tahap demi tahap penulis mencoba

menggali dan merumuskan kembali pemahaman tentang ketubuhan.

Berbicara tentang tubuh tampaknya tidak terlepas dari pemicaraan

tentang jiwa, realitas yang dibedakan dan dilawankan dengan tubuh.

Pemikiran tentang tubuh dan jiwa berkembang seiring dalam perjalanan

sejarah filsafat. Oleh karena itu, pada bab II penulis menyoroti problema

tubuh dan jiwa yang tam pi I dalam teori monisme, duolisme dan duomonisme.

Dalam bab III, berdasarkan gambaran di atas, penulis secara khusus,

membahas tentang tubuh itu sendiri. Ini dilakukan dengan menampilkan

Page 11: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

beberapa pemikir yang konsern tentang itu. Pemikiran-pemikiran ini menjadi

starting point sekaligus menjadi inspirasi dan dorongan untuk memahami

kembali apa tubuh itu dan sisi-sisi ketubuhan apa yang penting. Ini penulis

sajikan dalam bab IV.

Akhirnya, dalam kesimpulan penulis menegaskan kembali beberapa

hal yang penting berkaitan dengan sisi-sisi ketubuhan yang telah disajikan

dalam bab-bab sebelumnya.

Page 12: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

BAB II PROBLEMA TUBUH DAN JIWA

"oa/am tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat". Pepatah ini

mengingatkan kita pada pentingnya pemeliharaan kesehatan tubuh karena,

berdasarkan ungkapan ini, tubuh yang sehat menjadi prasyarat jiwa yang

kuat. Pada kesempatan lain, dalam upacara pemberkatan jenazah, kerap

terungkap perkataan, "Semoga jiwanya bersitirahat dengan damal" atau

ungkapan-ungkapan lain yang senada dengan itu. Perkataan ini diungkapkan

di depan sesosok jenazah yang tergolek tak berdaya dalam peti mati. la

yang tadinya disebut manusia, sekarang disebut sebagai jenazah.

Kedua pernyataan, "oa/am tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuaf'

dan "Semoga jiwanya beristirahat da/am damal" mengandaikan suatu

anggapan bahwa manusia itu terdiri dari tubuh dan jiwa; dua istilah yang

dibedakan satu sama lain. Umumnya orang tidak akan menolak anggapan

ini. Munculnya pembedaan kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani juga

didasarkan pada anggapan ini.

Namun, yang menjadi pertanyaan bagi kita sekarang adalah: Apakah

tubuh dan jiwa itu? Apakah benar bahwa manusia itu terdiri dari tubuh dan

Page 13: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

7

jiwa? Jika benar, apakah pembedaan di antara tubuh dan jiwa itu

sahih? Apakah ada pernyataan-pernyataan yang hanya berlaku bagi

tubuh atau jiwa saja? Apa dan bagaimana hubungan di antara keduanya?

Manal,ala orang Illengatakan, "Saya lapar", apakah ini hanya berkaitan

dengan kebutuhan tubuh (jasmani) saja tanpa adanya hubungan sama sekali

dengan jiwa orang tersebut? Sebaliknya, Illanakala orang mengatakan,

"Saya mencintai dia", apakah ungkapan ini hanya berkaitan dengan keadaan

Jlwa orang tersebut dan sama sekail IIdak berhubungan dengan dlmensi

kejasmanian? Dengan kata lain, apakah ada keglatan, pengaiarnan, atau

pemyataan lis,;,a; (jasrnaniah) murnl'l 8egltu Juga halnya dengan keglatan,

pengalaman, atau pernyataan mentalilas (k'''l,waan) seseo!ang

Pertanyaan-penanyaan cii alas mengantar klta pad a persoalan tubuh

dan jiwa yang peiik. Namun klta Jangan heran Pertanyaan-pp.rtanyaan kntls

ui atas bukanlah hal yang bam SeJak jaman dulu para filsuf sudah

j Istilah fisikal dan mcntalistik mcrupakan tcrjcmahan dari pli)-,'sicalistic sfalemcnls dan mentolislic: .,,'Iafemenfs. "1/ is gen('ra/~v agreed fhal we can (/iSfll1glflSh two sort (~/ statements marie about people. There are those s/afcllIen(s \1'/l1ch describe (1 person's /JO(ZV, his !Jodi!V s{ales and (h.~7)()SlflOlI, and ('ven!s thol occur m and 10 his h()(~v. il IS charaClt!rJsflc (~lsllch statements tho! Ihey can be made 0/ any physical ol~jecl whatsoever. Then! arc, hmrel-'cr, ,)~tmelll('n!s that are madc excillsive~v abou! people. These .';tafemenfs descnlw !hough! and ./(?eil!1g, hope and fear, memories and expeclalion, mood and humors, features and pers()nn"~v and characlers, act (?/ deliberalinp" judging, and chosing. motlves ami in/ell/IOns, alld so on. illS to such fIlings as these that Ihe }1'Ord "mind" and '-'mental" llS/la/~v reler" Kcdua istiiah illl digunakan lllltuk i11cmlxdakan pcristiwa, pcngaiamall. :Hau pcrnyataan yang bcrkaitan clcngan aspck jasmaniah scscorang dan pcrisliwa, rx:ngalaman, atau ~myataan yang ocrkaitan dcngan kcandaan mental. pikiran, atau kejiwaan scscorang. 13dk,Paul Edward (Editor ill ChicO, file i:Jlcyciol'edia u/ /Jhyiosophy. Volumc Sand 6, Macmillan and Free Pres, New York. 1972, him 336,

Page 14: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

8

berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan yang pelik lersebu!. Lanlas

bagaimana pertanyaan-pertanyaan di atas itu bisa dijawab? Tampaknya

belum ada jawaban yang bisa memberi gambaran yang tuntas alas problema

tersebut. Paling tidak setiap teori yang muncul itu tidak terlepas dari

pertanyaan-pertanyaan kritis yang belum bisa dijawab dengan lunlas.

Namun demikian, secara umum ada tiga jenis leori melafisik yang mencoba

memberikan jawaban atas persoalan lersebut yakni, leori monisme yang

menolak adanya hubungan antara lubuh dan jiwa, teori dualisme' yang

mengakui adanya hubungan antara lubuh dan jiwa, dan duo monisme yang

mencoba bersikap adil lerhadap keberadaan tubuh dan jiwa. Tubuh dan jiwa

dilihat sebagai satu kesatuan .

A. Teori-teori Monisme

Kala monisme berasal dari bahasa Yunani, monos yang berarti

tungga/ atau sendiri. Dari sini monisme dimengerti sebagai ajaran atau teori

yang mempertahankan bahwa dasar seluruh eksistensi adalah salu sumber.

Realitas adalah satu dan yang lain adalah ilusi 3

Berkaitan dengan problema lubuh dan jiwa, teori monisme menolak

adanya hubungan antara tubuh dan jiwa dan cenderung menekankan secara

::> Pembagian teod l110nismc dan dualismc diambil dari 71u! Encyclopedia 0/ Philosophy, ihid., him. 338 .

. 1 Lih. Lorclls Bagus. 1-.:011111.1" J'liSO{ill. (Jmlllcdia Pustaka Utama. Jakarta. 19% .. hIm. 669-671.

Page 15: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

9

berat sebelah kesatuan eksistensi manusia. Yang termasuk ke dalam teori ini

adalah Maleria/isme Ekslrem, Teori /denlilas, /dealisme, Teori Dobe/ Aspek,

dan Monisme Neira/.

1. Materialisme Ekstrem

Materialisme adalah ajaran yang menempatkan materi sebagai dasar

realitas (dunia) dan melihat yang spiritual sebagai hal yang sekunder. la

menekankan keunggulan-keunggulan material atas yang spiritual. Ajaran

materialisme itu sendiri bermacam-macam namun pada umumnya selalu

menempatkan materi sebagai realitas yang fundamental dan realitas yang

lain tergantung padanya'

Beberapa karakteristik atau pengertian berikut ini menunjuk pada

paham materialisme. Materi dan semesta sam a sekali tidak memiliki

karakteristik-karakteristik pikiran seperti, maksud, kesadaran, tujuan-tujuan,

-1 Ada ocbcrapa macam aliran dalam matcriaiismc. Mcnurut matcrialismc rasionalis, selumh kcnyataan <lapat dimcngcrti sclurulmya bcrdasarkan ukuran dan bilangan Uumlah). Malcrialimc mitis atau hiologis mcnyatakan bahwa dalam rx;osliw3-peristiw3 nmtcrial tcrdapat misteri yang mcngungguli kita. Misteri itu tidak iX!rhubungan dcngan sliatu prinsip imateriaL Matcrialismc parsiai dianjurkan olch orang-orang yang dalam bidang :'lpapun mcrcduksi unsur imaterial atau formal. Matcriahsmc antroJX,)logis (iniiah yang dibicarakan dalum bagian ini) muncul dalam dua bcntuk. Pcrtama. matcrialislllc yang mcmbantah adan)'a jiwa. JiW3 disamakan dcngan mp.tcri dan dengan pembahan­pcrubahan fisik-kimiawi mated. Kcdua, malcrialisl11c yang menyangk1l1 adanya kctidaktcrgantungan cksistcnsi jiwa pada materi. Matcrialisme dia1cktis mcmadukan pandangan bahwa yang nyata ad1lah materi semata-lllata di satu pihak dcngan lIdialeklika Hegel!!, di pihak lain. Pcncrapan matcrialisl11c dialcktis pada kehidupan sosial mcnimbulkan matcrialismc historis. Mcnurut matcrialismc historis, hakikat scjarah tcrjadi karcna proses-proses ckonomis. Materialislllc dialcktis dan matcrialismc historis mcnyatakan bahwa pcristiwa-}Xristiwa yang rerkcnaan dengan scjarah rohani dan pcrkcmbangan manusia hanya I11crupakan akibat-akibat dan rcflcksi-rcflcksi kcgiatan ekollol11is manusia. Ibid., him. 597-598.

Page 16: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

10

arti, arah, intelegensi, kehendak, dan dorongan; Tidak ada entitas-entitas

nonmaterial seperti, roh, hantu, setan, malaekat. Pelaku-pelaku imaterial itu

tidak ada; Tidak ada Allah atau dunia adikodrati. Realitas satu-satunya

adalah materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi dan aktivitas

materi; Setiap perubahan (peristiwa, aktivitas) mempunyai sebab material

dan pejelasan material tentang gejala-gejala merupakan satu-satunya

penjelasan yang tepat. Segal a sesuatu dalam alam semesta dapat dijelaskan

dalam kerangka kondisi-kondisi material (fisik)5.

Pada tingkat ekstrem, materialisme merupakan keyakinan yang

menegaskan bahwa dunia yang real itu adalah dunia yang terdiri dari benda-

benda material. Tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak.

Pikiran (roh, kesadaran, jiwa) tidak lain adalah materi yang sedang bergerak.

Pada kutub ekstrem lainnya, materialisme merupakan keyakinan bahwa

pikiran itu disebabkan oleh perubahan-perubahan material dan sama sekali

tergantung pada materi.

Menurut Thomas Hobbes, alam semesta adalah sebuah tubuh. Tidak

ada bag ian dari alam ini yang bukan tubuh dan tidak ada bag ian dari

alam ini yang berisi bukan tubuh. Semua perubahan, peristiwa dalam

--_ .... _ .......•... _--.-

S Ibid, hJm. 594.

Page 17: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

11

alam ini, merupakan gerakan-gerakan tubuh dan tidak ada sesuatu yang

bisa membuat gerakan tanpa berhubungan dengan tubuh yang bergerak

lainnya6

Sementara itu, Julien Offray de la Mettrie pernah mengungkapkan

bahwa manusia adalah sebuah mesin atau "mekanisme tak berjiwa". la

mencoba memperlihatkan bahwa fungsi-fungsi organisme manusia dapat

dijelaskan dalam kerangka prinsip-prinsip mekanis. Paul Heinrich Dietrich

d'Holbach meyakini adanya pikiran dan perasaan, tetapi bersifat fisikal.

Bahkah Pier€! Cabanis, seorang dokter Prancis mengakui bahwa pikiran itu

merupakan produk dari otak. Otak itu mengeluarkan pikiran seperti hati

mengeluarkan empedu' Senada dengan ini, Karl Marx mengungkapkan,

gambaran atau pikiran manusia itu masih tam pi I atau muncul sebagai

emanasi lang sung dari perilaku material merekaB

Berangkat dari pemikiran materialisme ekstrem, manusia itu tidak lain

adalah realitas material atau fisikal belaka. Yang namanya perasaan atau

pikiran itu hanyalah produk gerakan tubuh manusia. Dengan demikian

dimensi kejiwaan atau spiritual manusia itu tidak ada. Semua ditentukan oleh

gerakan fungsi-fungsi organisme manusia.

6 Bdle Paul Edward (Editor in Chief), 71Je Encyclopedia of Phy/osophy, Volume 5 and 6, 7/,e le"cyc/opedia 0/ Philosophy. op.cil .• him. lSI.

1 Ibiil .. him. 339. 8 Ibid

Page 18: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

12

2. Teori Identitas

Teori Identitas merupakan versi dari materialisme yang populer

menjelang akhir abad ke-19 (Materialisme Kontemporer). J.J.C. Smarth, H.

Feighl, dan G. Th. Fechner adalah beberapa tokoh materia lis kontemporer

yang mengajukan dan mempertahankan teori ini. T eori Identitas memandang

jiwa dan tubuh sebagai dua aspek atau bentuk yang kelihatan dari suatu

realitas yang unik yang tidak dapat dikenal dalam dirinya9 Peristiwa-peristiwa

diandaikan secara logis saling serasi dalam suatu pola paralel yang ketal.

Para penganut teori identitas menggunakan pembedaan filosofis

antara arti signifikasi dan referensi, atau konotasi dan denotasi untuk

menyatakan bahwa ekspresi-ekspresi mentalistik dan fisikal berbeda dalam

arti signifikasi atau konotasinya tapi akan muncul sebagai sebuah fakta

empiris yang mengacu atau menunjuk pada hal yang satu dan sama yaitu

fenomena fisikal. lO Salah satu contoh sederhana yang bisa menjelaskan

identitas ini adalah air dan H20 Air dan H20 menunjuk pada benda yang

sama. Dalam konteks ini penemuan Identitas bukanlah penemuan filosofis

semata tapi sebagian merupakan penemuan empiris. Sebagai teori empiris,

<) I jll. Lorens Bagus, op.eil .• him. 1127. lfl 13dk. Paul Edward (Editor in Chief) 711(> FIIGJ'clopedia (~( Philosoph}}, Volume .5 and 6. op. cif. , hIm.

339.

Page 19: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

13

teori identitas membuat hipotesis bahwa setiap kegiatan mental

partikular itu terjadi jika dan hanya jika beberapa gerakan partikular terjadi.

Bedasarkan pandangan ini, setiap perilaku manusia tidak bisa

dikategorikan secara tegas sebagai perilaku material atau perilaku kejiwaan

semata tetapi mengandaikan adanya kesejajaran di antara keduanya.

Teori Identitas tidak terlepas dari keberatan-keberatan serta

pertanyaan-pertanyaan kritis. Bagaimana tubuh dan jiwa tampil sebagai dua

bentuk atau dua aspek dari suatu realitas tidak dijelaskan dengan gamblang.

Sulit untuk memahami yang materi tampil sebagai yang roh dan yang roh

tampil sebagai yang materi. Berdasarkan teori identitas, pengalaman-

pengalaman rohani memiliki kesejajaran yang ketat dengan peristiwa-

peristiwa material. Padahal, pada kenyataannya, kehidupan mental itu

berlangsung terus tanpa bekerjasama secara internal dengan yang materi.

Begitu pula, dunia yang tidak sadar bekerja tanpa kesadaran akan yang

materi. "

3. Idealisme

Istilah idealisme pertama kali digunakan secara filosofis oleh Leibniz

pada awal abad ke- 18. Istilah ini ditujukan pad a pemikiran Plato yang

dilawankan dengan materialisme Epikuros. Di sini idealisme menunjuk pada

II Lih. Lorcns Bagus, op.eil., him. 1127.

Page 20: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

14

filsafat-filsafat yang memandang bahwa hakekat realitas adalah yang mental

atau ideasional itu. 12

Idealisme memandang alam semesta sebagai penjelmaan pikiran.

Seluruh realitas bersifat mental, spiritual, dan psikis Materi itu tidak ada.

Realitas ini dijelaskan berkenaan dengan gejala-gejala psikis seperti, pikiran-

pikiran, diri, roh, ide-ide mutlak dan bukan berkenaan dengan materi.

Idealisme sendiri tampil dalam beberapa tipe. Scheling memberi nama

idealisme subjeklif pada filsafat Fichte. Alasannya, menurut Fichte dunia

merupakan postulat subjek yang memutuskan. Scheling sendiri menamakan

filsafatnya pada pertengahan idealisme objektif. Menurutnya, alam itu tiada

lain adalah intelegensi yang kelihatan. Berkeley juga termasuk dalam

bilangan ini. Menurut Kant pengalaman langsung tidak dianggap sebagai

benda dalam dirinya sendiri. Ruang dan waktu merupakan forma intuisi kita

sendiri. la menyebut pandangannya Idealisme transendental. Ruang dan

waktu merupakan forma intuisi kita sendiri. Ada idealisme epistemologis yang

berpandangan bahwa kita membuat kontak hanya dengan ide-ide atau pada

peristiwa manapun dengan entitas-entitas psikis Descartes dan Lock

digolongkan dalam idealisme tipe ini13

Descartes menemukan bahwa realitas yang sejati adalah eksistensi

pikiran manusia Senada dengan itu Berkeley menegaskan bahwa pikiran-

~~---~---

" Ihid. him. 300. !1 Ihid.. him. 301.

Page 21: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

15

pikiran dan persepsi atas pikiran-pikiran ini hanyalah hal yang muncul

sebagai yang dipersepsi atau yang mempersepsi. Oleh karena itu, objek-

objek fisik hanya ada dalam pikiran sebagai kumpulan-kumpulan persepsi14.

Salah satu konsekuensi logis dari paham ini adalah bahwa setiap

dimensi ketubuhan (kejasmanian) manusia itu bukanlah realitas yang asli.

Mereka tidak lain merupakan penjelmaan pikiran. Dengan demikian, paham

ini hanya mengakui dimensi kejiwaan manusia saja.

4. TeoriDobelAspek

Berbeda dengan tiga teori di atas, adCl flClfCl filsuf yang memandang

bahwa yang mental (yang rohani/batiniah) dan yang fisikal secara sederhana

merupakan aspek-aspek dari suatu benda dimana benda itu sendiri bukan

yang mental maupun yang fisikal. Pandangan ini disebut teori dobel aspek.

Salah satu filsuf terkenal yang menganut faham ini adalClh Benedict de

Spinoza la menyatakan bahwa manusia dapat dipahami sebagai suatu

benda yang berkeluasan, jasmaniah, dan sama baiknya, sebagai benda yang

berpikir meskipun kedua karakteristik ini secara bersama-sama tidak bisa

diterapkan Kedua karakteristik yang berbeda ini tidak dimaksudkan sebagai

milik atau sifat yang berbeda dari manusia tetapi lebih pada gambaran yang

penuh dalam kategori-kategori yang berbeda.15

l·1 Belk. Paul Edward (Editor in Chief). Jlle Filcyclopedin q( PhyJosoph.'~/, Volume .5 and 6, 'Jhe Encyclopedia (?rphilo.\,'()p/~v, op.cit., hIm. 319.

" Ihid., hint 340.

Page 22: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

16

Bagi Spinoza substansi itu merupakan substansi yang ada dalam

dirinya sendiri dan dipahami melalui diri sendiri. Substansi ini bisa dipahami

secara bebas dalam konsep apapun. Substansi itu bisa dipahami bukan

dalam arti bisa diimajinasikan karena imajinasi itu sangat rendah dan tak

dapat dipercaya dalam kualitas pengalaman dan pengetahuan. la bisa

dipahami dalam arti mampu dipikirkan tanpa kontradiksi karena bagi Sinoza,

apa yang dapat ada dalam dirinya sendiri dan apa yang dapat dipahami

melalui dirinya sendiri adalah yang satu dan sama Oleh karena itu,

mengetahui apa yang dapat dan harus dipikirkan berarti mengetahui juga apa

yang dapat dan harus ada '6

Berdasarkan teari dabel aspek, setiap perilaku manusia itu bisa

dipahami sebagai perilaku yang fisikal atau yang rahani namun tidak bisa

dipahami secara bersamaan. Dengan demikian manusia itu bukan realitas

yang sekaligus fisikal dan rohaniah. Manusia tidak bisa dikatakan terdiri dari

tubuh dan jiwa

Ada kekaburan yang muncul dalam teori ini. Teori ini tidak memberikan

gambaran yang jelas tentang apa yang mendasari kesatuan yang mengakui

adanya berbagai aspek dari kesatuan itu. Selain itu apa sebenarnya aspek-

aspek itu, tidak gamblang juga.

1(, Sdk. Paul Edward (Editor in Chief). 'lhe Jol1n-dopedia a/Philosophy, Volume 7 and 8. New York. 1972. him. 534.

Page 23: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

17

5. Monisme Netral

Secara umum teori monisme netral melihat keadaan proses mental

dan material sebagai akibat hubungan timbal balik di antara entitas-entitas

yang ada secara netral, tidak bersifat mental maupun material.'7 Pikiran dan

kejasmanian dipahami sebagai buntelan/kumpulan yang kompleks yang

menyusun benda yang sama. Perbedaan antara pikiran dan tubuh dilihat

tidak terletak dalam sifat dari unsur pokok atomik tetapi merupakan jenis-jenis

yang berbeda dari suatu buntelan/kumpulan dari benda yang sama'"'

Dengan Bundles Teory-nya (teori buntelan), David Hume membela

monisme netral. Menurut Hume, pikiran-pikiran dan tubuh merupakan

buntelan/kumpulan persepsi-persepsi. la menganggap tubuh itu sebagai

suatu buntelan atau kumpulan persepsi dimana persepsi-persepsi tersebut

memiliki konsistensi dan koherensi yang kita sebut sebagai tampilan-tampilan

dari benda yang satu. Senada dengan pandangan ini Wiliam James

menyebut bahan yang netral itu sebagai pengalaman yang murni. Ernst Mach

menyebut entitas-entitas netralnya sebagai sensasi-sensasi. A.J. Ayer

membela monisme netral ini dengan menyatakan bahwa pernyataan-

pernyataan yang berkaitan dengan mental dan kejasmanian dapat

17 Bdle Lorens Bagus, op.cit.. hllll 672. 18 Bdk. Paul Edward (Editor in Chief). ille i:llcvc/opcdw o/Philosophy Volume 5 and 6, op.ciL him.

340.

Page 24: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

18

diterjemahkan ke dalam pernyataan-pemyataan bermuatan perasaan. '9

Berangkat dari teori ini, dapat dikatakan bahwa tubuh dan jiwa itu

merupakan kumpulan atau buntelan yang menyusun manusia. Tubuh dan

jiwa, berdasarkan pandangan Hume di atas, tidak lain adalah tampilan­

tampilan dari suatu benda yang satu dan netral; dalam hal ini bisa disebut

manusia.

Teori monisme netral mencoba memberikan gambaran relasi tubuh

dan jiwa secara beda dari teori-teori sebelumnya. Teori monisme mengakui

keberadaan tubuh dan jiwa pada manusia. Namun, tubuh dan jiwa itu bukan

realitas yang asli. Tubuh dan jiwa hanyalah merupakan tampilan dari benda

yang dan satu sama. Teori ini membawa persoalan atau keberatan

tersendiri. Ketidakjelasan pemahaman entias-entitas yang netral adalah salah

satunya. Berdasarkan teori ini entitas-entitas netral itu harus mampu menjadi

elemen-elemen dari pikiran dan objek-objek diluar pikiran pada saat yang

sama. Bagaimana setiap benda bisa menjadi netral?

B. Teori-Teori Dua!istik

Teori-teori dualistik umumnya merupakan pandangan-pandangan

yang menegaskan eksistensi dari dua bidang yang terpisah; tidak dapat

19 Ibid.

Page 25: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

19

direduksi, misalnya, tubuh dan jiwa, yang adikodrati dan yang kodrati, yang

kelihatan dan yang tidak kelihatan ZO

Dalam konteks problema tubuh dan jiwa, teori-teori dualistik mau

menegaskan bahwa ekspresi-ekspresi mental dan fisikal itu dibedakan tidak

hanya dalam pengertiannya tapi juga dalam acuannya. Ada yang

mengatakan bahwa yang mental dan yang fisik itu merupakan dua substansi

yang berbeda.Ada yang mengatakannya sebagai jenis-jenis kegiatan yang

berbeda. Ini semua dapat kita lihat dalam interaksionisme, okasionalisme,

paralelisme, dan ephifenomenalisme yang akan kita bicarakan lebih lanjut.

1. Interaksionisme

Interaksionisme adalah suatu pandangan yang mengatakan bahwa

kegiatan-kegiatan mental kadang-kadang menyebabkan kegiatan-kegiatan

jasmaniah; begitu juga sebaliknya. Kaum interaksionisme, misalnya, akan

mengatakan bahwa perasaan itu bisa menyebabkan orang menggerenyit,

perasaan membuat orang gemetar, kilatan cahaya menimbulkan imaji

tertentu, lagu menyebabkan seseorang mempunyai perasaan atau kenangan

tertentu, atau rangsangan otak elektris menyebabkan memiliki pikiran-pikiran

tertentu. Dengan kat a lain, ada interaksi antara yang mental dan yang

fisikaL

20 Lill. Lorcns Bagu~ hIm. 174.

Page 26: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

20

Descartes, dengan dualismenya, menunjukkan interaksionisme dalam

formulasi yang klasik. 21 Menurut Descartes dunia ini terdiri dari dua jenis

substansi, res cogitans dan res extensa (substansi mental dan badaniah).

Esensi dari substansi mental adalah sesuatu yang berpikir sedangkan

substansi badaniah adalah keluasan.

Berdasarkan pandangan ini, manusia itu tersusun atas dua substansi

terse but. Dua substansi yang dibedakan satu dengan yang lainnya secara

intim mengkombinasikan kegiatan mental dan kegiatan jasmaniah

sedemikian rupa sehingga yang satu mempengaruhi yang lain. Jadi, di dalam

manusia itu ada "dua sUbstansi yang membentuk sistem tunggal dari

komponen-komponen yang berinteraksi secara mutual""

Pandangan ini menimbulkan dua keberatan besar yang muncul

sebagai konsekuensi pembedaan yang tajam antara yang mental dan

yang fisikal. Pertama, interaksionisme memaksa kita untuk menolak

prinsip fisikal dari konversi materi dan energi karen a energi fisikal akan

hilang manakala kegiatan fisikal menghasilkan pengaruh-pengaruh

mental dan akan mendapatkannya manakala kegiatan mental menghasilkan

peru bah an fisikal. Kedua, yang mental dan yang jasmani itu tampak

terlalu berbeda dihubungkan secara sebab akibat. Karena yang mental dan

21 Bdk. Paul Edward (Editor in Chic!), '!he 1','l1cycll1pedia of Philosoph}'. Volume 5 and 6, op.cit.. him. 341.

22 Ibid.

Page 27: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

21

yang fisikal mempunyai essensi yang sangat berbeda, sulit untuk memahami

bahwa perubahan yang satu berasal dari yang lain.

2. Okasionalisme

Okasionalisme dicanangkan oleh kelompok idealis pada abad ke-17

yang hendak menjelaskan interaksi yang tidak dapat disingkapkan antara

tubuh dan jiwa yang muncul akibat dualisme.23 J. Clauberg, A. Geullincx, dan

Malebrance adalah beberapa tokohnya.

Okasionalisme memandang kegiatan timbal-balik yang tampak dari

pikiran dan tubuh itu disebabkan oleh suatu campur tangan Allah. Ketika

terjadi perubahan daiam yang satu (pikiran atau tubuh) Allah menghasilkan

perubahan yang sepadan pada bag ian yang lain. Menurut Malebrance, setiap

kali jiwa menyetujui tindakan tertentu, Allah menggerakkan tubuh. Allah

memberikan kesadaran modifikasi fisik kepada jiwa manusia.24

Dalam okasionalisme pikiran dan tubuh dilihat sebagai dua realitas

yang terpisah dan terpilah-pilah yang begitu berbeda dalam jenisnya

sehingga keduanya tidak dapat bereaksi secara sebab akibat. Masing-

masing berfungsi menurut hukum-hukumnya sendiri. Oi sini Allah membuat

kegiatan-kegiatannya saling berkait secara bersamaan. Sebagai contohnya,

""'1 . . ". Llh. Lorens Bagus. op.cII., hl111. 735. " Ibid, him. 736. .

Page 28: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

22

ketika orang hendak mengambil sesuatu, Allah menyebabkan orang itu

menggerakkan tangannya sepadan dengan terjadinya kehendak, atau

sebaliknya, ketika seseorang berpikir tentang sesuatu, Allah telah

menghasilkan pikiran itu pada saat terjadinya gerakan fisikal yang sepadan.

Berdasarkan pandangan ini, Allah menjadi perantara sekaligus

penggerak setiap kegiatan manusia baik mental maupun fisiko Kegiatan

Mental maupun fisik berjalan masing-masing tanpa adanya hubungan sebab

akibat. Munculnya pihak ketiga (Allah) yang menjadi "perantara"

kesepadanan perilaku mental dan fisikal membuat teori ini tidak logis.

Keberadaan Allah patut dipertanyakan.

3. Pararelisme Psikofisik

Pararelisme adalah ajaran yang menyatakan bahwa kejadian-kejadian

mental dan fisikal dikorelasikan dalam sebuah cara yang teratur tanpa

adanya hubungan sebab akibat baik secara langsung maupun tidak. Motif

utama teori ini adalah menentang ketidakjelasan hubungan kausalitas antara

kejadian mental dan fisikal

Teori ini menawarkan suatu pemecahan atas problema psikofisik yang

timbul tak terelakan lagi berkenaan dengan mekanistis jiwa yang bukan

jasmani dengan tubuh yang fisikal Bagaimana dua kejadian yang sangat

Page 29: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

23

berbeda (yang mental dan yang fisikal) saling mempengaruhi? Bagaimana

hubungan yang non kausal ini bisa dipahami?

Leibniz, salah satu penganut teori ini, menawarkan sebuah model

dengan mengangkat teori okasionalisme tapi dengan membuat mekanisme

yang sempurna yang disepadankan atau diserempakkan oleh Allah pada

sumbernya sehingga dengan pra-keserasian yang ditentukan ini, kejadian

mental dan fisikal tetap berjalan secara harmonis tanpa intervensi lebih jauh

dari Allah. Inilah yang dimaksud Leibniz dengan mekanisme sempurna tanpa

adanya hubungan sebab akibat25

Berpegang pada pandangan ini maka setiap tindakan manusia itu

(baik mental maupun fisik) diatur oleh mekanisme yang sangat serasi yang

telah ditetapkan Allah sebelumnya. Tidak ada relasi di antara perilaku mental

dan fisikal karena masing-masing berjalan sendiri menurut mekanisme itu.

4. Epifenomenalisme

Berbeda dengan pararelisme, epifenomenalisme memandang kesa-

daran sebagai efek insidental proses-proses saraf dan bukan suatu sebab26

Kesadaran (pikiran) merupakan epifenomen (hasil ikutan,akibat) yang

" B(U" Paul Edward (Edilor in Chief), '/1'l? ["l1cye/opedia ,,(Philosophy, Volume 5 and 6, op.cit., him. 342.

:26 lhid, h1m. 343.

Page 30: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

24

disebabkan oleh proses serebral (otak) tertentu. Kesadaran ini tidak

mempengaruhi tubuh tetapi berada dalam keadaan netral pasif dan

kesadaran yang satu tidak mempengaruhui keadaan sadar yang lainnya.

Analogi berikut ini bisa memberikan gambaran epifenomenalisme.

Bayangan yang ditimbulkan oleh tubuh tidak mempunyai pengaruh kausal

atas tubuh atau atas bayangan lain. Begitu juga dengan kesadaran.

Kesadaran ditimbulkan oleh otak namun tidak mempengaruhi otak. Dengan

demikian hubungan kausal hanya berlangsung satu arah: dari tubuh ke

pikiran sehingga kejadian mental hanyalah efek dari proses otak tertentu.

Epifenomenologis tiada lain adalah dualisme yang menegaskan

kejadian mental secara khusus tapi membuat kejadian ini tergantung penuh

pada kejadian-kejadian fisikal. Jadi, kejadian-kejadian fisik merupakan

fenomena yang utama sedangkan yang mental hanyalah efek dari fenomena

utama ini.

c. Teori Duo Monisme

Di antara teori-teori yang sudah dibicarakan tampaknya teori duo

monismelah yang melihat relasi antara tubuh dan jiwa dengan lebih adil.

Teori duo monlsme merupakan teori hi/omorfisme yang berasal dari

Aristoteles. Teori ini memandang tubuh dan jiwa sebagai dua "substansi

Page 31: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

yang tidak lengkap" dilihat dari titik pandang eksistensial keduanya. Jiwa dan

tubuh tidak hanya saling mempengaruhi kegiatan-kegitan aksidental tapi

bergabung bersama dalam eksistensi substansialnya untuk membentuk

totalitas yang satu, yang hid up, serta lengkap2?

Dari kesatuan substansial jiwa dan tubuh kita sampai pada

pemahaman metafisik tentang fakta-fakta yang dikenal secara empiris yaitu di

satu sisi bahkan kegiatan rohani manusia pun dikondisikan oleh eksistensi

material dan di sisi lain pengalaman rohani secarah naluriah mengungkapkan

dirinya dalam tubuh.

Bagi Aritoteles jiwa adalah prinsip penentu, prinsip pembentuk. Jiwa

mengangkat sUbstansi parsial, prinsip material untuk mengambil bagian

dalam eskistensi dari suatu kesatuan yang hidup. "Menurut pandangan yang

lebih moderat mengenai hilemorfisme, prinsip material ini mempertahankan

diri dengan determinasi-determinasi fisik-kimiawi, dan jiwa yang mampu

memberi bentuk hanya memberikan eksistensi yang hidup spesifik2B

Bagi Thomas Aquinas dan para penganut hilemorfisme yang lebih

ketat, dan barangkali menurut Aritoteles, selain bentuk Uiwa/forma) hanya

ada suatu prinsip pasif belaka (materi pertama), yang tidak memiliki seluruh

determinisme dan seluruh eksistensi. Prinsip pasif ini muncul hanya melalui

" '1 .. LIt Lorens Bagus, op.cit., hllll. 1128. " Ibid, him. 1129.

Page 32: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

26

bentuk demi partisipasi dalam eksistensi dan dalam ada yang hidup. Kedua

pandangan skolastik ini bertumpu pada pertimbangan-pertimbangan

metafisik dan empiris29. Keutuhan eksistensi manusia yang belakangan ini

digarisbawahi oleh antropologi modern, empiris menemukan dasarnya dalam

duo monisme.

D. Catatan Kritis

Usaha-usaha untuk memahami dimensi kejiwaan dan kejasmanian

manusia yang tampil dalam berbagai teori di atas menunjukkan betapa

rumitnya persoalan itu. Melalui teori-teori yang tampil ke permukaan orang

bersikeras untuk memahami dan menggambarkan pribadi manusia yang

diyakini memiJiki dimensi kejiwaan dan kejasmanian. Ternyata usaha-usaha

tersebut meninggalkan daftar pertanyaan yang belum bisa terjawab dengan

tuntas Tidak heran jika Louis Leahy melihat manusia sebagai sebuah

misteri. fa menyimpulkan, pribadi manusia adalah mahkluk yang paradoksal.

Salah satu paradok yang dikemukakan ialah kesatuan roh dan badan itu

sendiri.3J

Tampaknya pembedaan dimensi kejiwaan dan ketubuhan manusia

begitu lama dan kuat tertanam dalam pikiran kita sehingga sufit untuk

29 Ibid.

30 Bdk. Louis Leahy, SJ., A1anu,via, sebuah /viisleri, .Sinlesa Filo,w?/is ten lang Afahkluk Paradoksa/, PT Gramcdia Puslaka Ularna, Jakarta, 1993, hIm. 266-267.

Page 33: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

27

melihatnya sebagai satu kesatuan (teori duo monisme). Kata

"kesatuan" itu sendiri tampaknya masih membingungkan. Bagaimana bisa

memahami dimensi kejiwaan dan ketubuhan (dua prinsip yang sangat

berbeda) sebagai satu kesatuan? Pertanyaan ini mungkin menunjukkan

betapa kuatnya konsep dual is me ala Cartesian. Menurut W.J.S.

Poerwadarminta, "kesatuan" berarti keesaanlketunggalan atau

keseutuhan31. Tampaknya teori duo monisme lebih melihat tubuh dan jiwa

sebagai keseutuhan.

Memang sudah saatnya melihat tubuh dan jiwa itu sebagai satu

kesatuan. Badan bukanlah wadah atau bahkan menjadi penjara bagi jiwa

seperti yang diyakini Plato dan jiwa bukanlah suatu substansi yag terpisah

dari badan ala dualisme Cartesian.

Munculnya pembedaan antara "tubuh" dan "jiwa" bukan berarti

membuat pemisahan Hubungan tubuh dan jiwa hendaknya dilihat menurut

tipe susunan bukan penjajaran. Inilah yang dianjurkan oleh Louis Leahy.

"Dalam manusia materi dan jiwa tersusun menurut skema umum dari apa yang ditentukan dan apa yang meneniukan. Semua un sur badaniah/organis diorganisasikan dan dientukan secara spesifik dan bersatu berkat suatu "bentuk", suatu "ide" yang mereka jelmakan dan mereka perlihatkan yaitu gagasan manusia,,32

3l Lilt W.1.S. Pocrwadanninta. Kamlls {/ll//llJI Bahasa Illdocnsio. PN Balai Pustaka. Jakarta. 1982, hIm. 876.

32 Lill Louis Leahy, ST. ,\liSleri Kcmation. PT Gramcdia Pustaka Utama, Jakarta, J996, hIm. 63.

Page 34: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

28 .

Problema tubuh dan jiwa, seperti yang dipaparkan di atas, lebih

menunjukkan persoalan-persoalan serta pola-pola hubungan antara tubuh

dan jiwa. Paparan ini mengantarkan kita pada pertanyaan lebih lanjut yakni,

apakah tubuh dan jiwa itu? Persoalan inilah yang akan dibicarakan dalam

bab berikutnya.

Page 35: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

BAB III LEBIH JAUH TENT ANG TUBUH

A. Apa itu Tubuh ?

Paparan tentang problema tubuh dan jiwa, secara tidak langsung,

telah memberikan gambaran sekilas tentang apa itu tubuh dan jiwa Tubuh

itu dilihat sebagai materi dengan sifat kejasmaniannya yang bisa dicerap

dengan panca indra. Sementara itu jiwa dilihat sebagai suatu kesatuan

substansial yang sifat-sifatnya bisa dijelaskan dengan memperlawankannya

dengan yang materi yakni, tidak berkeluasan, dan tidak dapat dicerap

dengan panca indera, Aktivitas kejiwaan kerap digambarkan sebagai

kegiatan mental.

Bagian ini secara khusus akan memaparkan tubuh itu sendiri. Apa

itu tubuh? Bagaimana karakteristiknya? Pemaparan ini didasarkan pada

pandangan para pemikir besar,

1. Pandangan Plato

Adalah Plato yang pertama kali membedakan tubuh dari jiwa

Pandangan ini tampaknya berkaitan dengan pandangannya tentang realitas,

Menurut Plato, realitas itu terdiri dari dua dunia: dunia jasmani atau indrawi

Page 36: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

30

dan dunia idea33.

Plato tidak melihat manusia sebagai satu-kesatuan tubuh dan jiwa.

Dalam Alcibiades I, dialog antara Socrates dan Alcibiades, terungkap bahwa

tubuh itu dibedakan dari jiwa. Dalam dialog itu Socrates menegaskan bahwa

tubuh dan jiwa itu berbeda. la menganalogikan perbedaan tubuh dan jiwa

dengan seseorang yang menggunakan at au memakai suatu benda.

Dikatakan bahwa perbedaan tubuh dan jiwa itu seperti halnya orang

yang memakai suatu benda atau alat yang dibedakan dengan benda itu

sendiri34 Dalam hal ini jiwalah yang menggunakan dan mengatur tubuh.

Tubuh itu sendiri tidak dapat mengatur dirinya sendiri.

Dalam Phaedo, Plato menunjukkan bahwa jiwa bukanlah sebuah

epifenomena belaka dari tubuh. Jiwa bukanlah sebuah harmoni tapi

merupakan substansi. Dalam dialog itu Simmias menganggap bahwa jiwa itu

hanyalah harmoni dari tubuh dan akan binasa jika tubuh itu binasa tapi

Socrates menegaskan bahwa jiwa itu dapat mengatur tubuh dan hasrat-

hasratnya. Oleh karena itu, akan menjadi absurd jika mengaggap jiwa yang

dilihat sebagai sebuah harmoni belaka dapat mengatur tubuh.35

Plato rupanya memandang tubuh begitu negatif. Tubuh dilihatnya

sebagai wadah atau penJara bagi jiwa "Jiwa merupakan suatu substansi

:B Bdk . Dr. Kees Bertens. Sejarah l-ilsaJili )'ullalli, Kanisius, 1975, hlml07 3·1 Bdk. Antoni Flew, /Jodv. Milld. alld lJeath, Macmillan Publishing CO. me. USA. him. 35-37. " Bdk. Federick Copleston, S.1., ;I His!OIY of Philosophy, Book I, Image Books, New York, 1985.

him. 207.

Page 37: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

31

yang untuk sementara waktu tertutup di dalam badan seperti di dalam

sebuah penjara dan yang dapat menjadi dirinya secara sempurna hanya

setelah dia keluar dari badan itu,,36 Oi sini kematian dilihat sebagai proses

pembebasan jiwa dari tubuh3l

2. Pandangan Aristoteles

Oualisme Plato ternyata ditolak oleh muridnya sendiri, Aristoteles.

Aristoteles tidak menyangkal bahwa tubuh dan jiwa adalah dua realitas yang

berbeda. Namun ia melihat bahwa manusia itu merupakan sesuatu yang

satu (substansi).

Bagi Aristoteles tubuh itu memiliki vitalitas. Tubuh dikatakan memiliki

vitalitas dalam arti bahwa tubuh itu bisa memelihara dirinya, tumbuhl

berkembang, dan mengalami kehancuran36. Karena tubuh itu memiliki

vitalitas, jiwa bukanlah tubuh itu sendiri. Tubuh bukanlah salah satu faktor

yang ada dalam sebuah subyek. Tubuh itu sendiri merupakan sebuah

subyek dan mater(~) la menjadi "subyek" dari jiwa.

Jiwa dikatakan sebagai sebuah substansi dalam arti sebagai suatu

prinsip khusus dari sebuah tubuh fisik yang hidup. Oengan kata lain, jiwa

36 Lih, L ... ouis Leahy, AIanusia, ')'ebllah ,\Ii.-;leri. op.cif.,hlm.55. 37 [Jd1, Antoni Flcw, op.cil., hlm.45. "Ibid, hlm.77. 39 Ibid

Page 38: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

32

merupakan "aktus" pertama dan utama dari sebuah tubuh fisiko Louis

Leahy melihat jiwa (yang diyakini Aristoteles) sebagai prinsip konstitutif yang

esensial dari mahluk hidup. Jiwa "menstrukturkan" tubuh menjadi sesuatu

yang hidup, dinamismenya yang primordial yang mampu melaksanakan

kegiatan-kegiatan hidup.40

Dengan demikian, seperti yang diyakini Aristoteles, tubuh dan jiwa itu

secara esensial berhubungan. Jiwa bukanlah bagian dari tubuh atau sama

dengan tubuh karena jiwa bukanlah tubuh. Namun demikian jiwa itu

membutuhkan tubuh meskipun secara esensial berbeda dengan tubuh. Jiwa

bukanlah tubuh karena jiwa itu bukan materi tetapi secara esensial

melibatkan tubuh karena jiwa merupakan aktualitasnya41

3. Pandangan Thomas Aquinas

Pandangan Aristoteles didukung dan dikembangkan oleh Thomas

Aquinas. 8agi Thomas Aquinas, seperti halnya ditegaskan oleh Aristoteles,

jiwa bukanlah sebuah tubuh tapi sebuah substansi 42 Jiwa merupakan prinsip

pertama dari kehidupan dalam setiap benda-benda yang hidup43.

Thomas Aquinas menegaskan bahwa tidak setiap prinsip tindakan

vital itu merupakan sebuah jiwa karena kalau demikian mata pun bisa

.11) Lilt L·ouis Leahy, Xfal1l1sia, S'ebuah "\fisreri, ap.cit., h1m. 54 .

. " Bdk. Antoni Flew, op.cit., hlm79 .

. " Ihid., him 101-102. 43 Thomas Aquinas mcnycbut ocnda-bcnda hidup itu animate. <.tm bcnda-bcnda yang tidak mcmiliki

kehidupan. inanimate Ibid., him. 101.

Page 39: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

33

menjadi sebuah jiwa; jiwa sebagai sebuah prinsip penglihatan. Yang disebut

dengan jiwa adalah prinsip pertama dari kehidupan. Jiwa bukanlah tubuh

melainkan sebuah tindakan tubuh. Jiwa dilihatnya sebagai sebuah prinsip

yang bukan badaniah (incorperea0 dan memiliki eksistensi (subsistent). 44

4. Tubuh sebagai Sistem Mekanis (Rene Descartes)

Pandangan Aristoteteles yang di kemudian hari didukung dan

dikembangkan oleh Thomas Aquinas tampaknya mendominasi pemikiran

tentang tubuh dan jiwa sampai munculnya Descartes yang terkenal dengan

dualismenya. Menurut Descartes manusia itu terdiri dari tubuh dan jiwa , dua

substansi yang dibedakan satu sama lain.

Dengan ini Descartes mengembangkan sebuah teori yang

sistematik tentang sifat dan hubungan tubuh dan jiwa. Jiwa dilihatnya

sebagai suatu substansi yang berpikir (res cogitans) dan tubuh sebagai

suatu substansi yang berkeluasan (res extensa) dan dapat dicerap oleh

panca indera.

Lebih jauh lagi, menurutnya, tubuh itu merupakan bagian dari alam

yang mekanis. Tubuh adalah sebuah sistem mekanis. Ada banyak tindakan

yang diatur oleh mesin tubuh tanpa adanya intervensi dari jiwa. Tindakan itu

dilihatnya sebagai sistem mekanis yang murni45.

,'H ibid, hJm, 102, ·'15 Bdle Paul Edward (Editor in Chicf). The EI1(.yc/ope(/i(] (?lPhy/osophy. Volullle 1 and 2. Macmillan

and Free Pres. New York. 1972. hIm. 353-354.

Page 40: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

34

Ketika kita secara reflcks mcnggcrakkan tangan (dengan posisi siap

menahan tubuh) agar tidak terjatuh, tubuh kita bertindak sebagai mesin

yang reaktif atau ketika kita bereaksi karena munculnya perasaan tertentu,

stimulus perseptual menghasilkan perubahan gerak tubuh melalui

mekanisme otak dan sistem syaraf. Pendek kata cara kerja tubuh manusia

itu dilihat sebagai pinsip-prinsip mekanis.

Pengaruh pemikiran Descartes ternyata kuat sekali. Sejak Descartes,

pemikiran Barat diwarnai oleh dualismenya. Menusia itu terdiri dari

tubuh dan jiwa seperti dua realitas yang dijajarkan satu-sama lain. Inilah

yang ditolak oleh pemikiran kontemporer yang hendak mempertahankan

kesatuan kepribadian manusia. Pemikiran kontemporer hendak meng-

angkat dan menegaskan kembali bahwa tubuh itu bukanlah realitas yang

sekunder seperti yang terungkap dalam konsep dualisme ala Cartesian.

Tubuh itu sendiri termasuk kodrat manusia 46

5. Tubuh sebagai "Berada-untuk-Diri SedirP' dan "Tubuh-untuk-Yang Lain" (Sartre)

Berbeda dari Descartes, Sartre menempatkan pemahaman tentang

tubuh dalam wilayah ontologis. Masuk dalam wilayah ontoklgi Sartre

·16 Lih. Louis Leahy, A.fis'teri Kemo!ian, op.cif., hIm. 48.

Page 41: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

35

berarti masuk dalam struktur "mengada". Pendek kata, ontologi tubuh

dipahami dalam cara "mengada". Dimensi ontologis tubuh yang akan

dibicarakan adalah: Tubuh sebagai Berada-untuk-Oiri Sendiri dan Tubuh-

untuk-Yang Lain.

a. Tubuh sebagai Berada-untuk-Diri Sendiri.

Sartre mengemukakan dua cara mengada yakni, Berada-da/am- Oiri

Sendiri (I'{Yre-en-sot) dan Berada-untuk-Oiri Sendiri (/'are-pour-soi)

Berada-da/am-Oiri Sendiri merupakan dasar eksistensi. la tidak memiliki

kategori "di dalam" maupun "di luar" dan tidak memiliki "yang lain". la

memiliki karakteristik berada ada/ah ada, berada ada/ah da/am dirinya,

dan berada ada/ah apa yang sesungguhnya ada47

Berada untuk Oiri Sendiri tiada lain adalah 1't'1re-en-soi ( Berada

da/am-Oiri Sendiri) yang menolak dirinya sendiri. la membuatJ menciptakan

sebuah dunia yang bukan dirinya sendiri. la adalah sebuah hubungan

kepada dunia tersebut. Dunia ini secara esensial merupakan sebuah relasi

univokal pad a kesadaran.48

Kontingensi /'dre-pour-soi menghasilkan hubungan dengan tubuh.

,. Dikutip oleh Richard M. Zaner dari /, 'tlre el Ie A'eonl. Bdk. 7he Problem or lclnholbmenl.

Maninus Nijhoff. The Hague. 1971. him. 69. " Ibid, him. 83-84.

Page 42: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

36

Kontingensi ini merupakan lapisan (stratum) fundamental dari Tubuh-

untuk-Oiri Sendiri49

Oi sini, tubuh dapat diartikan "sebagai benluk kontingen yang dilerima

o/eh keharusan kontingensi saya"=<) Oengan kata lain, Tubuh-untuk- Yang-

Lain merupakan dunia yang diungkapkan oleh penempatan dan

keterlibatannya yang khusus. Oleh karenanya tubuh tidak dibedakan dengan

situasi unluk-Oiri Sendiri karena baginya berada atau dikondisikan adalah

satu dan sama.

Tubuh tersebut dikenali dengan keseluruhan dunia karena dunia

tersebut merupakan kondisi total dari unluk-Oi,-i sendiri dan ukuran

eksistensinya 51

b. Tubuh sebagai Berada-untuk-Yang Lain

Oimensi ontologis tubuh yang kedua diungkapkan dengan kenyataan

bahwa lubuh saya itu dikenali dan dipergunakan oleh Yang Lain. Yang

dimaksud dengan Yang Lain adalah tubuh-untuk-Yang Lain atau "tubuh-bagi-

saya"-nya Yang Lain.52

4' Ibid '" I3dk. Jean Paul Sartre, the Bod", dalam bunga rampai 711e Philosophy of Bodv, op. ci/. ,

him. 219. 51 Ihl(/., h1m. 223. " I3dk. Richard M. Liller. op.cil. h1m. lO3.

Page 43: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

37

Berada-untuk-Yang-Lain merupakan cara yang dilakukan /'etre-pour-

soi untuk bertransendensi dari diri sendiri. Disini "Being" berada bukan untuk

dirinya sendiri dan bukan dalam dirinya sendiri, tapi berada untuk yang lain

dari dirinya sendiri. Dalam kondisi ini, ia terisolir dari dirinya sendiri karena ia

disadari karena ada Yang Lain. Berada-untuk-Yang Lain itu muncul

dalam bentuk tubuh yang bisa dilihat orang lain.

Kesadaran Berada-untuk-Yang Lain terjadi karena adanya

pengalaman dilihat. Ketika saya dilihat oleh Yang Lain saya mengalami

pernyataan keberadaan saya-untuk-Yang Lain tetapi saya tidak

mengetahuinya. Saya menjadi objek bagi Yang Lain. Rasa kaget (karena

dilihat Yang Lain) merupakan sebuah pernyataan (revelasi) dalam

kekosongan eksistensi tubuh saya53

6. Pandangan Deepak Chopra

Belakangan ini muncul sebuah buku berjudul Ageless Body, Timeless

Mind karangan Deepak Chopra.M.D. yang diterjemahkan oleh T. Hermaya

Dalam buku itu Deepak Chopra menawarkan pemahaman tentang tubuh

dan pikiran yang didasarkan pada penemuan-penemuan fisika kuantum

yang terjadi hampir 100 tahun yang lalu.

" Ibid.

Page 44: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

38

la menawarkan 10 paradigma baru, di antaranya: (a) Tidak ada

dunia objektif yang terlepas dari pengamat, (b) Tubuh kita itu terdiri dari

energi dan informasi, (c) Biokimiawi tubuh merupakan suatu produk

kesadaran, (d) Dorongan intelek menciptakan tubuh menjadi bentuk-bentuk

baru setiap detiknya, dan (e) Pikiran dan tubuh itu satu, tak dapat

dipisahkan54 Pandangan-pandangan inilah yang akan dibicarakan lebih

lanjut.

a. Tidak ada dunia objektif yang terlepas dari pengamat

Deepak Chopra menyakini bahwa tidak ada sifat-sifat yang mutlak

dalam dunia materi'Xi. Itu tergantung bagaimana orang mempersepsinya. la

mencontohkan bagaimana pelukisan sebuah kursi lipat itu dapat sama

sekali diubah sekedar mengubah persepsi kita. Kursi itu tampak diam tapi

apabila kita mengamatinya dari luar angkasa, kursi itu beredar melewati kita

bersama benda-benda lainnya yang ada di bumi. Kursi terasa keras tapi

sebutir neutrino akan menembusnya tanpa diperlambat karena bagi sebuah

partikel subatomik, atom-atom kursi itu jaraknya sangat jauh sekali.

Apabila kursi itu beratnya 2,5 kg, kita dapat membuatnya berbobot 1 kg

dengan meletakkannya di bulan.

54 Lilt Dccpak Chopra. M.D. Ageless Body, Timeless Mind (ditc,jcmahkan oleh 1'. Hcnnaya), P1' Gramcdia Pustaka UL1ma, Jakarta, 1996, hIm. S-{).

55 Ibid., hIm. 12.

Page 45: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

39

8agi Deepak Chopra, dunia, termasuk tubuh, merupakan sebuah

cerminan panca indera yang merekamnya. Dunia ini dapat kita ubah

sekedar mengubah persepsi kita.56

b. Tubuh itu terdiri dari energi dan informasi

Tubuh fisik yang tampak padat itu dapat diuraikan menjadi molekul-

molekul, atom-atom, partikel-partikel, dan energi. Fisika kuantum.

menegaskan bahwa setiap atom itu lebih dari 99,9999% adalah ruang

kosong dan partikel-partikel subatomis yang bergerak dengan kecepatan

cahaya menembus ruangan ini sesungguhnya merupakan kantong-kantong

energi yang bergetar membawa informasi. Setiap kantong getaran-getaran

itu diberi kode sebagai sebuah atom hidrogen, yang lain sebagai oksigen G7

Kekosongan dalam setiap atom itu berdeyut dengan kecerdasan lak

tampak. Para ahli menempatkannya dalam DNA (dioxyribonucleid acid).

DNA memberikan kecerdasannya kepada RNA (Rioxyribonucleid acid) yang

keluar dalam darah dan menyampaikannya kepada ribuan enzim yang

digunakan untuk menyusun protein.56 Energi primer manusia didapatkan

dari pembakaran gula. Hasilnya dialirkan ke sel-sel dalam bent uk glukosa

alau guia darah.

56 Ibid. ,., Ibid. 58 Ibid

Page 46: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

40

Tampaklah bahwa dalam tubuh manusia itu tengah terjadi proses

mencipta yang tiada hentinya. Ribuan aktifivitas yang tidak kita sadari terjadi

di sana.

c. Biokimiawi tubuh merupakan produk kesadaran

Deepak Chopra sangat meyakini adanya hubungan antara kesadaran

dan proses biokimiawi tubuh. 8aginya biokimiawi tubuh itu merupakan

prod uk kesadaran. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tubuh dan jiwa

itu mempunyai hubungan yang erat.

Untuk menegaskan dan membuktikan keyakinan ini ia menunjukkan

bahwa angka kematian karena penyakit jantung ternyata lebih tinggi terjadi

di antara orang yang ada dalam keadaan jiwa murung dan lebih rendah

di antara orang yang memiliki keinginan yang kuat untuk sehat.Ee

Selain itu, ia juga mengetengahkan sebuah laporan hasil studi M.R.

Jensen (tahun 1987). M.R. Jensen menemukan bahwa penyebaran kanker

payu dara terbukti lebih cepat terjadi pada wanita yang ada dalam keadaan

tertekan, tak berpengharapan, dan tak sanggup mengungkapkan amarah60

Deepak Chopra melihat bahwa emosi-emosi bukanlah suatu peristiwa

yang terlepas dari ruang mental. Peristiwa ini merupakan ungkapan-

59 Ibid., hIm. 21. m ibid

Page 47: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

41

ungkapan kesadaran, bahan dasar kehidupan. Oi sini (dengan kesadaran)

kita ikut serla dalam setiap reaksi yang berlansung dalam diri kita61

Oengan ini Oeepak Chopra mau menegaskan bahwa kesadaran

mempunyai pengaruh yang sang at besar pada tubuh. Bagi dia, tubuh itu

merupakan hasil fisik semua tafsiran atas pengalaman atau peristiwa-

peristiwa hidup yang dialami sejak lahir. Tubuh itu terbuat dari pengalaman-

pengalaman yang diubah menjadi ungkapan-ungkapan jasmani. Sel-sel

dirangsang oleh ingatan-ingatan.62

d. Impuls-Impuls kecerdasan terus-menerus menciptakan tubuh dalam bentuk-bentuk baru setiap detiknya

Oeepak Chopra meyakini bahwa persepsi-persepsi baru yang masuk

ke otak akan ditanggapi dengan cara-cara baru oleh tubuh. Pengetahuan

baru, keterampilan-keterampilan baru, serla cara-cara memandang dunia

yang baru membuat tubuh dan pikiran tumbuh dan berkembang 63

Seperli yang telah diungkapkan di atas, tubuh itu merupakan hasil

fisik tafsiran pengalaman-pengalaman atau peristiwa-peristiwa hidup.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kondisi-kondisi tubuh itu dibentuk

oleh tafsiran kita atas semua pengalaman hidup. Oleh karena itu, Oeepak

(,' Ibid., hJm. 23. 62 Ibid, hIm. 24. ('3 Ibid., hIm. 26-27.

Page 48: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

42

Chopra menegaskan bahwa kita itu hanya setua informasi64 yang berputar

melalui kita dan informasi-informasi itu ada dibawah kendali kita.65

Perlu digaris bawahi, bahwa tafsiran muncul dalam interaksi

seseorang dengan dirinya sendiri. Deepak Chopra menyebutnya dialog

batin66 Dialog batin itu tampil dalam bentuk gagasan-gagasan, penilaian-

penilaian, dan perasaan-perasaan yang tengah dialami seseorang

Deepak Chopra meyakini bahwa dialog batin itu bukanlah dialog

sembarangan. Dialog batin itu muncul dari tahap terdalam keyakinan-

keyakinan dan pengandaian-pengandaian seseorang67 Jika seseorang

tetap berpegang pada keyakinan dan pengandaiannya maka keyakinan dan

pengandaiannya itu akan mematok medan-medan informasi tubuh pada

parameter-parameter tertentu 63 Ini berarti, jika terjadi perubahan penafsiran

pada diri seseorang, terjadi pula perubahan dalam realitasnya

Deepak Chopra memberikan contoh untuk menegaskan keyakinan

ini69 la mengungkapkan, lingkungan yang penuh kasih sayang akan lebih

l;i1 Dcepak Chopm menyebutkan tiga jcnis usia: u,~ia kron%gis, IIsia bi/ogis, dan IIsia psik%gis. Usia kronologis adalah usia yang didasarkan pada ~Ilanggalan (pcrhitungan waktu). Usia biologis adalah usia tubuh dalam arti tanda-tanda hidup yang kritis scrta proses-proses scI. Usia psikologis ndalah usia yang didasarkan pada perasaan sescorang. Bagi Deepak chopra usia kronoiogis mcmpakan lIsia yang paling tidnk handal. Waktu tidak mcmp:ngaruhi secara mcrata. Sccara praktis seliap sci, jaringan, dan organ menua menurut jadwaI scndiri-sendiri. Usia bioiogis dan psikolgis Icbih kompleks dari pada usia kronologis. Kata tua mcngacu pada usia biologis dan psikologis. ibid., him. 74.

(\:. Ibid, him. 27. (,(, ibid.

('7 ibid., him. 27-28. IiR Ibid, hIm. 28. m Ibid

Page 49: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

43

bermanfaai bagi anak-anak yang menderita kecebolan psikososial dari pada

suntikan hormon pertumbuhan. Kasih sayang yang dapat mengubah inti

keyakinan mereka (keyakinan bahwa mereka tidak disayang, tidak

dikehendaki, dan tidak pantas yang begitu kuatnya bahkan bila mereka

mendapat hormon pertumbuhan melalui suntikan) ternyata ditanggapi

dengan ledakan hormon pertumbuhan secara alami, yang terkadang

membuat mereka dapat meningkatkan tinggi badan, berat badan, dan

pertumbuhan yang wajar.

e. Pikiran dan tubuh itu satu; tidak dapat dipisahkan

Pandangan-pandangan Deepak Chopra di atas membawa kita pada

suatu keyakinan, seperti yang diyakininya sendiri, bahwa pikiran dan tubuh

itu satu. la dengan tegas mengungkapkan bagaimana hubungan dan

kesatuan pikiran dan tubuh iiu. Menurutnya, kecerdasan dapat

mengungkapkan dirinya baik sebagai gagasan maupun sebagai molekul-

molekul. 70 Seperti rasa takut misalnya; rasa takut bisa dilukiskan sebagai

suatu perasaan abslrak atau sebagai molekul hormon adrenalin yang dapat

diraba. Dengan kat a lain, tidak akan ada hormon tanpa ada rasa takut dan

sebaliknya, tidak akan ada perasaan takut tanpa adanya hormon tersebul.

70 Ibid., him. 17.

Page 50: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

44

Berkaitan dengan kesatuan pikiran dan tubuh, Oeepak Chopra

mengungkapkan terapi (baru) yang digunakan dalam ilmu kedoteran untuk

menyembuhkan rasa sa kit tertentu, yaitu dengan memberikan sebutir

p/asebo, atau pi! bohong-bohongan. Dengan memberinya pil plasebo, 30 %

pasien akan mengalami hi!angnya rasa sakit yang sama seolah-olah

mendapat obat penghi!ang rasa sakit yang sesungguhnya71. Oi sini

terungkap, bahwa tubuh itu mampu memberikan tanggapan biologis apa saja

setelah diberi saran atau sugesti yang sesuai. Oengan ini hendak ditegaskan

kembali adanya hubungan pikiran dan tubuh. Pikiran dan tubuh itu bukan

dua realitas yang berdiri sendiri.

B. Catatan Kritis

Kalau kita perhatikan pemahaman-pemahaman ten tang tubuh yang

dipaparkan secara sekilas di atas, tampaklah adanya suatu perkembangan

pemahaman tentang tubuh itu sendiri.

Tubuh yang dipahami secara negatif oleh Plato (dimana tubuh dilihat

sebagai wadah atau penjara bagi jiwa) dalam perjalanan mengalami

perkembangan. Aristoteles memberi pemahaman yang lebih positif dimana

tubuh itu bukanlah wadah bagi jiwa dan jiwa bukanlah pengguna tubuh

." Ibid., hIm. 19.

Page 51: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

45

seakan-akan tubuh itu sebuah alat. Walaupun tubuh tetap dibedakan dari

jiwa, keduanya secara esensial berhubungan. Tubuh dan jiwa merupakan

dua unsur metaindera dan metafisik. Apa yang menjadi inderawl dan fisik

adalah mahkluk hidup itu sendiri.72 Pandangan Aristoteles didukung dan

dikembangkan oleh Thomas Aquinas dimana tubuh dan jiwa dipahami

sebagai satu kesatuan sUbstansial.

Sartre sendiri memberi kerangka ontologis dalam pemahaman tentang

tubuh. la memahami tubuh dalam kerangka struktur berada tubuh itu sendiri.

Tubuh sebagai Berada-untuk-Oiri Sendiri dan tubuh sebagai Berada-untuk-

Yang Lain merupakan dimensi ontologis yang dikemukakan Sartre.

Tampaknya pemahaman tubuh dan jiwa yang dikemukakan oleh

Aristoteles dan yang didukung dan dikembangkan oleh Thomas Aquinas

mendominasi pemikiran tentang tubuh dan jiwa sampai munculnya

Descartes yang mencuatkan kembali dualisme Plato namun dengan

pengembangan yang lebih sistematik. Tubuh dan jiwa dilihat sebagai dua

substansi yang berbeda satu sama lain dengan penekanan pada jiwa yang

dianggapnya sebagai realitas yang sejati.

Dualisme ala Cartesian mengembalikan pemahaman yang negatif

terhadap tubuh seperti yang pernah dikemukakan oleh Plato. Tubuh dilihat

7'2 Lih. Louis Leahy, Almlllsia. ,\'ebuah Alisteri, op.eit., hlm.S4.

Page 52: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

46

sebagai realitas yang sekunder dan hanya jiwalah yang dapat

mendefinisikan esensi manusia Pandangan ini jelas ditolak oleh pikiran

kontemporer yang ingin mempertahankan kesatuan kepribadian manusia.

Oengan tetap melihat tubuh dan jiwa (pikiran) sebagai satu kesatuan

Oeepak Chopra dengan dasar penemuan-penemuan fisika kuantum

menawarkan pemahaman yang agak lain. Baginya tubuh itu terdiri dari

energi dan informasi dimana setiap impuls-impuls kecerdasan terus

menciptakan tubuh dalam bentuk-bentuk yang baru. Pikiran mempunyai

peranan penting karena ia dapat mengendalikan perkembangan tubuh.

Pemikiran-pemikiran Oeepak Chopra yang didasarkan pada fisika

kuantum semakin memperkuat pemahaman tubuh dan jiwa sebagai satu

kesatuan substansial manusia.

Perlu digaris bawahi bahwa perkembangan pemahaman tentang

tubuh dan jiwa yang kemukakan oleh pemikir-pemikir di atas bukan hanya

menunjukkan perkembangan pemikiran tentang tubuh dan jiwa yang

semakin positif, tapi di sisi lain, mendorong dan mengajak kita untuk

memahami ulang kembali tubuh kita. Pemikiran-pemikiran yang

dikemukakan tiada lain sisi-sisi ketubuhan yang bisa ditampilkan yang

menambah wawasan dan cara pandang kita terhadap tubuh. Oi sini perlu

disadari, seperti apa yang diyakini Oeepak Chopra, bahwa setiap

Page 53: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

47

pemahaman kita atas tubuh akan berpengaruh atas pertumbuhan dan

perkembangan tubuh itu sendiri. Oi sinilah pentingnY<l pemahaman tubuh.

Memahami kembali tubuh kita; inilah yang hendak dibicarakan pad a bab

berikutnya.

Page 54: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

BAB IV MEMAHAMI KEMBALI TUBUH KIT A

Setiap persepsi dan pemahaman kita atas tubuh, seperti yang diyakini

Oeepak Chopra, mempunyai pengaruh pada pertumbuhan dan

perkembangan tubuh itu sendiri. Oengan kata lain, bagaimana pertumbuhan

dan perkembangan tubuh tergantung pada persepsi dan pemahaman yang

kita yakini. Apa yang Anda yakini dan pahami tentang tubuh Anda sendiri,

akan mempengaruhi, mengarahkan, dan membentuk tubuh Anda. Oi sinilah

pentingnya menyadari dan memahami kembali tubuh kita.

Pemahaman-pemahaman tentang tubuh yang dikemukakan para

pemikir pada bab III menampilkan sisi-sisi ketubuhan manusia. Pemahaman

ini, di satu sisi memberikan wawasan dan cara pandang kepada kita yang

bisa jadi berbeda dengan apa yang kita yakini selama ini. Oi sini kita diajak

untuk menyadari sejauh mana kita memahami tubuh kit a sendiri sekaligus

mengantar kita pada medan pemahaman yang lebih luas.

Oi sisi lain pemahaman-pemahaman itu mendorong kita untuk

memahami kembali atau me-redefinisi tubuh kita sendiri. Oengan memahami

pandangan-pandangan, yang dalam bagian ini menjadi bahan dasarnya, kita

akan mencoba membangun pemahaman yang lebih positif dan mengarah

pada pemahaman manusia sebagai satu kesatuan substansial.

Page 55: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

49

A. Tubuh sebagai Materi

1. Karakterisik Tubuh

Harus disadari bahwa tubuh manusia, seperti halnya tubuh binatang,

merupakan sesosok materi dengan bentuk tertentu. Kata materi mengacu

pada sesuatu yang bisa dilihat, dirasakan, disentuh, dan dilokalisasin

Pendek kata, sesuatu yang bisa dicerap dengan panca indera dan terikat

pada perubahan dan waktu.

Demikian juga halnya dengan tubuh man usia. Tubuh manusia, seperti

juga binatang, menduduki sebuah tempat di dunia. Tubuh manusia

memerlukan tempat atau ruang untuk keberadaannya. Dengan tubuhnya,

manusia menjadi mahkluk spasio temporal.

Tubuh manusia, seperti halnya binatang dan tumbuhan, mempunyai

bentuk material tertentu yang dapat dilihat, disentuh, dirasakan, dapat

diukur. Pendek kata dapat dicerap dengan panca indera.

Tubuh manusia dapat dilihat karena tubuh manusia bukanlah sesuatu

yang rohaniah. Tubuh manusia itu berwujud dengan bentuk tertentu. Tubuh

manusia dapat disentuh karena tubuh manusia mempunyai kepadatan yang

memungkinkan untuk disentuh, diraba, dan dirasakan. Tubuh manusia

dapat diukur karena tubuh manusia mempunyai bentuk, kepadatan, dan isi

yang memungkinkan pengukuran.

7:l Bdk. Louis Lenhy, Alister; Kemalirlll.op.cil. hIm. 51.

Page 56: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

50

Seperti halnya tubuh hewani, tubuh manusia memiliki panca indera

(indera untuk melihat, meraba, mendengar, mencium, dan mengecap).

Dengan panca indera ini, dia dimungkinkan untuk menyadari dirinya dan

ling kung an sekelilingnya serta bereaksi secara afektie4 Dalam sellap

aktivitas, baik yang berhubungan dengan dirinya maupun dengan lingkungan

sekitarnya, panca indera ini mempunyai peranan penting.

Tubuh manusia juga dilengkapi dengan sistem penggerak yang

memungkinkan untuk berpindah dan bereaksi terhadap apa yang melawan

atau menariknya. 75 Sistem penggerak ini dimiliki juga oleh binatang-binatang

yang tergolong superior.

2. KeKha"an Karakieristik Tubuh.

Memperhatikan karakteristik-karakteristik tubuh manusia di atas, harus

diakui bahwa tubuh manusia memang mempunyai banyak kesamaan dengan

badan hewani. Karakteristik-karakteristik di atas terdapat juga pada badan

hewani. Namun, periu digaris bawahi bahwa tubuh manusia itu jauh lebih

sempurna.

Posisi tegak merupakan eiri khas tubuh manusia. Dengan posisi

tegak ini, manusia dimungkinkan untuk melihat benda-benda dari atas.

7·1 I3dk. Louis Leahy, AI/anusia, sebagai Idisferi, op. cit. , hIm. 62. 75 lhid

Page 57: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

51

Louis Leahy menampilkan seorang ahli paleontologi dan biologi, E. Bone,

yang mengemukakan konsekuensi-konsekuensi fisik, psikologis, bahkan

spiritual dari posisi tubuh manusia yang tegak itu76 E. Bone menekankan

bahwa dimensi kevertikalan itu tidak hanya bersifat anatomis dan fungsional

tetapi secara lebih dalam memberikan penonjolan dan makna lengkap pada

"fenomen manusia". Dimensi inilah yang menjamin kemampuan, kesadaran,

serta penguasaan dunia secara lambat laun oleh manusia77

Wajah, mulut, !idah, dan bibir misalnya; semuanya sudah terstruktur

sedemikan rupa bagi perkataan atau mimik, serta ekspresi. Berkaitan dengan

wajah dan ekspresi, posisi tubuh yang vertikal memungkinkan bagi sentuhan

pandangan, usapan tangan, dan cahaya senyuman. Lihatlah ketika sang bayi

menete di pangkuan ibunya. Posisi tubuh yang vertikal menempatkan sang

bayi berada dibawah pandangan ibunya, mendekatkan pi pi mereka berdua

dan menyalakan kepribadian sang bayi l8 Posisi tubuh yang vertikal sengan

konsekuensi-konsekuensinya inilah yang membedakan perkembangan dan

pertumbuhan tubuh manusia dengan tubuh binatang.

Tubuh manusia juga dilengkapi dengan kedua tangan Dengan

kedua tangan tersebut, manusia dimampukan untuk menyesuaikan diri

.'" Louis Leahy, pada calalan kaki Bab 1II no.12 , mcnampilkan bcbcrapa kOllsckucllsi Icrscbui. lhid, him 303.

Ii Ihid. "' I bid.

Page 58: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

52

dengan bentuk dari apa saja. Dengan tangan ia dapat mengukur,

menggunakan dan mengubah semua benda, mengatakan dan

mengisyaratkan semua hal79 Sistem syaraf dan sebuah otak yang jauh lebih

kompleks dari binatang memungkinkan dia mengetahui dan menentukan

jumlah korelasi yang tak terbatas80

Sistem-sistem yang menyusun badan manusia itu saling berhubungan

dan mempengaruhi satu sama lain. Perlu disadari bahwa sistem-sistem itu

berada pada satu kesatuan substansial yang sama dan menjamin

pemeliharaan subyek tersebut yang tiada lain adalah, keakuan saya sebagai

manusia81 Dengan demikian tubuh manusia bukanlah alat, anggota-anggota,

atau organ biasa karenanya itu semua berada padaku.

Dengan melihat kekhasan tubuh manusia tersebut, secara tegas dapat

dikatakan bahwa tubuh manusia berbeda dengan tubuh binatang. Inilah juga

yang menjadi salah satu faktor yang membuat manusia lebih unggul dari

pada binatang.

B. Tubuh yang Hidup

Tubuh yang tampaknya padat ternyata, bagi penganut fisika kuantum,

seperti halnya, Deepak Chopra, hanya ilusi dan tipuan panca indera belaka.

i9 [hid him. 63. 80lhid.

" [hid, him. 64.

Page 59: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

53

Tubuh tiada lain adalah energi dan informasi. Pereayakah bahwa di sana

tengah terjadi proses peneiptaan yang luar biasa, penciptaan yang terjadi

terus menerus? Itulah realitas tubuh yang kita lihat sebagai materi padat. Di

sini, kita diajak untuk menembus dunia materi dan melihat suatu realitas yang

lain sama sekali.

1. Menembus dunia materi

Keterbatasan panea indera hanya mengantar kita pada pemahaman

tubuh yang indrawi: tubuh sebagai materi padat. Sekarang lihatlah apa yang

kemukakan oleh Deepak Chopra, penganut fisika kuantum.

"Gambarkanlah anda sedang memeriksanya melalui sebuah mikroskop berkekuatan tinggi yang lensanya dapai menembus tenunan terhalus materi dan energi. Pada kekuatan yang paling rendall, Anda tidak lagi melihat daging lembut, melainkan suatu tumpukan sel-sel yang ierpisah­pisah yang seeara longgar dihubungkan oleh jaringan­jaringan ikat. fv1asing-masing sel merupakan sebuah kantong berair berisi protein-protein yang nampak sebagai rantai­rantai panjang terdiri atas molekul-molekul yang lebih keeil dan dipersatukan bersama-sama oleh suatu ikatan yang tidak kelihatan. Seraya bergerak lebih dekat , Anda dapat menyaksikan atom-atom yang terpisah, yaitu hidrogen,

karbon, oksigen, dan selanjutnya, yang sama sekali baak mempunyai kepadatan. Partikel-partikel subatomis yang

membentuk masing-masing aiom itu-elektron yang berputar­putar mengelilingi sebuah inti atom yang teridiri atas proton­

proton dan neutron-neutron - bukanlah suatu titik-iiiik stau bintik-bintik materi. Pada tahap ini Anda melihat bahwa

Page 60: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

segal a sesuatu yang dahulu Anda anggap padat ternyata adalah sejak-jejak energi be!aka"S2

54

Itulan relitas tubuh yang dengan panca indera hanya tampak sebagai

materi pedal. Ternyata ada suatu realitas yang bcgitu kompleks dan

mengagumkan yang tidak kasat mata dan kurang kita sadari. Sel, molekul,

atom, elektron, proton, dan neutron membentuk gerakanfaktivitas yang tak

pernah berhenti.

Realitas tubuh seperti ini membuka kesadaran bahwa tubuh yang

padat itu hanyalah suatu lapisan realitas yang paling dangkal. la rnenjadi

kedok alau tipuan panca indera yang menutupi realitas yang lebih dalam.

Secara iebih halus, itu menunjukkan keterbatasan panca indera yang hanya

bisa me!ihet tubuh sebagai materi padat.

Kita diajak untuk beranjak dari pemahalllan tubuh 3eo8gai materi

padat, yang Illungkin selallla ini diyakini, dan Illelihat tubuh dengan cara

pandang yang lain : suatu tarian kehidupan dan iarian itu adalah Anda

Sel-sel tubuh bukanlah "Illahkluk" yang pasi!. Seperti seorang pekerja

yang tioak kenai lelah, Illereka Illelllperbaiki bagian-bagian iubuh yang rusak

dan Illeciptakan bagian-bagian yang bam

82 Lill. Deep:!'" Chaprd M.D., op.cil., him. 48. 83 Ibid.

Page 61: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

55

Sekarang marilah melihat apa yang tengah terjadi dalam tubuh kita.

Deepak Chopra mengemukakan, sekitar 6 triliun reaksi terjadi pad a setiap sel

dalam setiap detiknya. Tidak seperti kapur yang hanya menyimpan kalsium,

atom-atom kalsium yang terkandung dalam tulang-tulang terus beredar.

Atom-atom tersebut terus menerus memasuki tulang-tulang dan

meninggalkannya lagi untuk menjadi bagian, darah, kulit atau sel-sel lain

menurut tuntutan kebutuhan tubuhB4 Kulit yang tampak "diam-diam saja"

menggantikan sendiri sekali dalam sebulan. Tanpa kita rasakan, dinding

lambung berganti setiap lima hari sekali, dinding hati setiap enam minggu,

dan tulang-tulang setiap tiga bulan. Kurang lebih dalam jangka waktu satu

tahun sekitar 98% atom-atom di dalam tubuh itu telah diganti dengan atom-

atom baru85

Setiap sel mengetahui bagaimana mengalahkan entropi. Yang

dimaksud dengan entropi adalah kecenderungan universal setiap tatanan

untuk menjadi rusakJhancu~6 Kebanyakan waktu, sel-sel tubuh sibuk

dengan perbaikan. Diperkirakan 90% energi sebutir sel lazimnya digunakan

untuk membangun protein-protein baru dan dapat membuat DNA dan RNA

"Ihid., hIm. 9. "Ibid., hIm. 10 '6 Ibid., hIm. 125. " Ibid., hIm. 169.

Page 62: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

56

Suatu pemandangan yang mengagumkan tampil di sini. Suatu

kesadaran ditatawarkan: tubuh itu mempunyai daya cipta yang luar biasa.

Apakah Anda menyadarinya? Oaya cipta itu tampak dalam revitalisasi

bagian-bagian tubuh yang rusak.

Berbagai aktivitas dan kegiatan penciptaan terjadi setiap saat dalam

tubuh yang tampak sebagai materi pad at ini. Gerak dan perubahan terjadi

setiap saat dalam tubuh. Tubuh bukanlah seonggok materi yang tidak

berdaya dan pasif. Tubuh adalah tarian penciJ)taan yang sangat dinamis dan

tak kenai henti.

3. Pikiran mengendalikan tarian penciptaan

Satu hal sangat penting dari pemikiran Oeepak Chopra adalah

peranan pikiran. Pikiran ternyata dapat mempengaruhi dan mengendalikan

tarian penciptaan dalam tubuh. Oi sini, Tubuh mampu menghasilkan reaksi

atau tanggapan biologis atas apa yang dipikirkan/dialami seseorang.

Seseorang yang merasa cemas, tegang biasanya diikuti dengan detak

jantung yang lebih cepat dan meningkatnya pengeluaran adrenal in. Begitu

juga dengan keyakinan bahwa manusia itu pada dasarnya mengalaman

penuaan, misalnya Bagi Oeepak Chopra, keyakinan bahwa seseorang pasti

akan menua akan mempercepat proses penuaan itu. Keyakinan-keyakinan

Page 63: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

57

tersebut mematok proses tersebut. Ini juga berlaku untuk keyakinan-

keyakinan, seperti, semakin tua pasti semakin lemah, pikun, dan sebagainya.

Setiap persepsi, pemahaman, dan pemikiran yang dipegang dan diyakininya

akan mempengaruhi dan mengarahkan proses biokimiawi dalam tubuhnya.

Pendek kata, pola-pola mental yang merusak ini , akan mendorong

seseorang pada kondisi tersebut88 Oeepak Chopra menegaskan bahwa

sesungguh-nya, umur seseorang itu hanya setua informasi yang ia miliki.89

Oalam konteks ini, keyakinan-keyakinan atau pemahaman-pemahaman

seseorang tentang dirinya menjadi semacam kekuatan yang mempengaruhi

dan mengarahkan kondisi tubuhnya.

Menjadi masukan yang berg una bahwa pikiran bisa mempengaruhi

dan mengendalikan proses-proses penciptaan dalam tubuh. Kalau demikian,

seperti halnya pola-pola mental yang merusak itu terbentuk karena adanya

proses pembentukan keyakinan yang diterima dan diinternalisasi ke dalam

diri seseorang, untuk ke luar dari pola mental yang merusak tersebut,

seseorang harus menyingkirkan keyakinan-keyakinan tersebut Jadi, seperti

yang pernah diungkapkan sebelumnya, bila persepsi seseorang berubah,

berubah pula realitasnya.

88 Ibid. him. 57. W) INd. him. 27.

Page 64: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

58

Berdasarkan paparan di atas, pernahkan kita menyadari bahwa tubuh

kita iiu, seperti yang yakini Deepak Chopra, merupakan hasil dari seiiap

pemahaman, keyakinan, dan interpretasi kita atas pengalaman-pengalaman

hidup?

Pernyataan ini mungkin terasa ganjil tapi itulah yang terjadi pada tubuh

kita. Tubuh kita terbuat dari pengalaman-pengalaman yang diubah menjadi

ungkapan-ungkapan jasmani. Tubuh adalah pengalaman-pengalaman yang

didagingkan."l

Deepak Chopra mengungkapkan suatu gambaran tentang sel-sel tua

yang tampil bintik-bintik coklat pada kulil. Kerusakan sel ini jika dilihat dengan

mikroskop kekuatan tinggi, tampak sebagai potongan-potongan serat

terhampar, timbunan-timbunan lemak, serat sisa-sisa metabolisme yang

membentuk pemandangan yang tidak menarik91. Bagi dia, sel-sel tua itu

tampak sebagai peta-peta pen gala man seseorang.

Satu hal yang harus disadari bahwa keberadaan kejiwaan seseorang

sangat mempengaruhi kondisi fisiknya. Pengalaman-pengalaman seseorang

terekam dalam gejala-gejala fisik yang bisa diamat!. Dengan kata lain, tubuh

merupakan hasil fisik interpretasi seseorang atas pengalaman-pengalaman

hidupnya.

-----._---_ .. _--90 Ibid., him 24. 91 Ibicl, hlm.13.

Page 65: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

BAR V

KESiMPULAN

Pemahaman tentang tubuh bukanlah hal yang sama sekali baru.

Tubuh merupakan tema klasik namun tetap menjadi tema yang penting

karena ia adalah bagian dari eksistensi manusia. la adalah bagian dari

eksistensi manusia yang di dalamnya masih terkandung dimensi-dimensi

yang mengundang setiap orang untuk merefleksikan dan menyadarinya la

masih terbuka untuk dipahami atau diinterpretasi kembali.

Pandangan-pandangan yang dikemukakan para pemikir besar, selain

menawarkan cara pandang tertentu tapi juga mendorong orang untuk

memahami kembali dan menyadari dimensi-dimensi ketubuhannya

Tubuh, secara kasat mata, adalah sesosok material dengan bentuk

tertentu dan dapat dicerap dengan panca indera. Walaupun dalam konteks ini

ia memiliki banyak kesamaan dengan binatang, organ-organ, fungsi-fungsi,

serta sistem-sistem yang ada dalam tubuh manusia, berada dalam satu

sumber, yakni ke-aku-annya. Inilah yang membedakannya dengan binatang.

Tubuh bukanlah wadah atau penjara bagi jiwa seperti yang

digambarkan oleh Plato, bukan pula sebagai realitas sekunder seperti yang

Page 66: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

60

diyakini Rene Descartes. Tubuh adalah bagian dari kesatuan substansial

manusia. la merupakan bagian dari eksistensi manusia. Karena tubuhlah

manusia bisa berada di dunia.

Jika kita menembus maieri pad a tubuh manusia, tampaklah suatu

struktur dinamis tubuh manusia. Sel, atom, proton, elektron, dan neutron

membentuk suatu tarian penciptaan yang luar biasa dan tak pernah berhenti.

Setiap sa at sel-sel memperbaiki bagian-bagian yang rusak dan memciptakan

bagian-bagian yang bam Tubuh itu mempunyai daya cipta yang luar biasa.

Tubuh itu adalah tarian itu sendiri. Suatu ralitas yang mengagumkan bukan?,

suatu realitas yang mungkin kurang kita sadari.

Di balik tarian penciptaan itu ada sebuah daya yang

mengendalikannya. Kekuaian itu adalah pikiran kita sendiri. Pikiran itu dapat

mengendalikan dan mengatur tarian penciptaan itu. Namun, perlu disadari

bahwa pikiran itu seperti pedang bermata dua. la mempunyai daya pencipta

dan perusak.

Setiap pemahaman, pemikiran, atau penafsiran atas tubuh akan

mempengaruhi tubuh itu sendiri. Bila pemahaman kiia berubah, berubah

pula realitasnya. Keyakinan bahwa manusia pasti akan menua, lemah, dan

hancur, misalnya, akan mengarahkan tubuh Anda sendiri ke arah apa yang

Anda pikirkan.

Page 67: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

61

Memperbaiki persepsi, keyakinan, atau pemahaman yang negatif

berarti memperbaiki juga realitas tubuh. Dengan kata lain, pikiran dan tubuh

itu adalah satu kesatuan.

Page 68: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

62

DAFT AR PUST AKA

PUSTAKA UTAMA

Chopra, Deepak. M.D. Ageiess Body, Timeless Mind, (aiin bahasa: T.

Hemaya) PT Gramedia Pustaka Utama, jakarta, '19%.

Leahy, Louis S.J., Manus/a, sebuah Misteri, Sintesa Filosofis lentang

Mahkluk Paradoksal, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.

Flew, Antoni, Body Mind, and Death, Macmiilan Publishing CO. IBC,

USA

Zaner, Richard M. The Problem of Embodiment, fvlartinus Nijhoff, The

Hague, 1971.

Spieker, Stuart F (edilor) , The Philosophy of The Body, Quadrangle Books,

Chicago, 1970.

PUSTAKA PENDUKUNG

Bertens, Kees Dr., Sejarah Filsafal Yunani, Kanisius, Yogyakarta, 1975.

Copleston, Federick S.J., A History of Philosophy, Book I, Image Books, New

York, 1985.

Leahy, Louis S.J., Misteri Kematian, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

1996.

Page 69: ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS

63

KAMUS DAN ENSIKLOPEDI

Bagus, Lorens Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996.

Edward, Paul (Editor in Chief), The Encyclopedia of Phylosophy, Volume 1

and 2, Macmillan and Free Pres, New York, 1972.

Edward, Paul (Editor in Chief), The Encyclopedia of Phylosophy, Volume 5

and 6, Macmillan and Free Pres, New York, 1972.

Edward, Paul (Editor in Chief), The Encyclopedia of Philosophy, Volume 7

and 8, Macmillan and Free Pres, NevI York 1972.

Poerwad&rminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indoensia, PN Balai Pustaka,

Jakarta, 1982.