27
DAFTAR ISI 1. DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… 1 2. BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………………………...2 3. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Anatomi ……………………………………………………………………………..... 3-4 Definisi ………………………………………………………………………………… 5 Etiologi ……………………………………………………………………………....... 5-8 Anamnesa dan pemeriksaan fisik …………………………………………………….. 8-9 Patofisiologi ……………………………………………………………………………. 10 Penatalaksanaan …………………………………………………………………….. 11-16 Komplikasi …………………………………………………………………………….. 17 4. BAB III : KESIMPULAN …………………………………………………………… . 18 5. BAB IV : DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 19 1

Epistaksis Tht

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Epistaksis Tht

DAFTAR ISI

1. DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… 1

2. BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………………………...2

3. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi ……………………………………………………………………………..... 3-4

Definisi ………………………………………………………………………………… 5

Etiologi ……………………………………………………………………………....... 5-8

Anamnesa dan pemeriksaan fisik …………………………………………………….. 8-9

Patofisiologi ……………………………………………………………………………. 10

Penatalaksanaan …………………………………………………………………….. 11-16

Komplikasi …………………………………………………………………………….. 17

4. BAB III : KESIMPULAN …………………………………………………………… . 18

5. BAB IV : DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 19

1

Page 2: Epistaksis Tht

BAB I

PENDAHULUAN

Hidung berdarah dalam istilah kedokteran : Epistaksis atau Inggris : Epistaxis atau mimisan

adalah satu keadaan perdarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung. Epistaksis

adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau keluhan bukan penyakit.

Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan mengganggu

dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati

epistaksis secara efektif. Epistaksis berat walupun jarat diujmpai dapat mengancam keselamatan

jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal, bila tidak segera ditolong.

Di Amerika, epistaksis dilaporkan terjadi pada 60% populasinya. Namun jarang sekali

menyebabkan kematian. Distribusinya bermacam-macam dengan insiden terbanyak pada usia

kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun. Kasus ini terbanyak terjadi pada laki-laki

disbanding wanita.

Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian

posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri ethmoidalis

anterior. Sedangkan epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri

ethmoidalis posterior. Kasus-kasus epistaksis kebanyakan terjadi pada daerah anterior septum

nasi, dan dapat diatasi dengan kauterisasi. Namun, epistaksis posterior lebih memerlukan

pendekatan yang lebih agresif termasuk metode posterior nasal packing dan endoscopic

cauterization.

Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa juga sedikit dan

berhenti sendiri. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa perlu memanggil dokter. Sebagian

besar darah keluar atau dimuntahkan kembali. Pengobatan yang tepat pada kasus epistaksis

adalah dilakukan penekanan pada pembuluh darah yang berdarah. Hamper 90% kasus epistaksis

anterior dapat diatasi dengan tekanan yang kuat dan terus menerus pada kedua sisi hidung tepat

diatas kartilago ala nasi. (1)

2

Page 3: Epistaksis Tht

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI

Gambar 1 : Anatomi vaskuler suplai darah septum nasi. Pleksus Kiesselbach atau Little’s area

merupakan lokasi epistaksis anterior paling banyak. (5)

Suplai darah cavum nasi berasal dari system karotis yaitu arteri karotis eksterna

membrikan suplai darah terbanyak pada cavum nasi melalui (1) :

1) Arteri Sphenopalatina

Cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen sphenopalatina yang

memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral hidung.

3

Page 4: Epistaksis Tht

2) Arteri palatina descendens

Memberikan cabang arteri palatine mayor yang berjalan melalui kanalis incisivus

palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi. System karotis interna

melalui arteri ofthalmika mempercabangkan arteri ethmoidalis anterior dan posterior

yang memperdarahi septum dan dinding lateral superior.

Atas

a.karotis interna

a.oftalmikus

a.ethmoidalis anterior a.ethmoidalis posterior

Bawah

a.karotis eksterna

a.maksilaris interna

a.sfenopalatina a.palatina mayor

4

Page 5: Epistaksis Tht

II. Definisi

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau keluhan bukan

penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan

mengganggu dan dapat pula mengancam nyawa. Factor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk

mengobati epistaksis.(1,2)

III.Etiologi

Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas

disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan local pada hidung atau

kelainan sistemik. Kelainan local misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh darah,

infeksi local, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan sistemik seperti penyakit

kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir, kelainan hormonal

dan kelainan congenital.

Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa hidung.

Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach (Little’s

area). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang persambungan

mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis. Secara umum, penyebab

epistaksis dibagi dua yaitu (1,2) :

i. Lokal

a) Trauma

Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung,

benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma

yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Selain itu juga bisa

terjadi akibat adanya benda asing tajam, trauma pembedahan atau akibat iritasi gas yang

merangsang.

5

Page 6: Epistaksis Tht

Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam. Perdarahan

dapat terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila

konka itu sedang mengalami pembengkakan.

b) Infeksi

Infeksi hidung dan sinus paranasal, rhinitis, sinusitis serta granuloma spesifik seperti

lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.

c) Neoplasma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermitten,

kadang-kadang ditandai dengan mucus yang bernoda darah. Hemangioma, karsinoma serta

angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat.

Gambar 2. MRI. Massa padat hidung sisi kanan Gambar 3. MRI. Massa padat dan

dan epistaksis oleh tumor fibrosa soliter (3) epistaksis oleh tumor fibrosa soliter (3)

6

Page 7: Epistaksis Tht

Gambar 4. Angiogram. Angiofibroma juvenile (3)

d) Kelainan congenital

Kelainan congenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah teleangiektasis

hemoragik herediter ( hereditary hemorrhagic teleangiectasis Osler-Rendu-Weber

disease). Juga sering terjadi pada Von Willenbrand disease.

e) Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum

Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi

peradarahan hidung. Bagian anterior septum nasi bila mengalami deviasi atau perforasi

akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengeringkan sekresi hidung.

Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan trauma

digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi membrane mukosa septum dan

kemudian perdarahan.

f) Perubahan udara atau tekanan atmosfir

Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang berada di tempat yang cuacanya

sangat dingin atau kering. Hal serupa juga bisa disebabkan adanya zat-zat kimia di tempat

industry yang menyebabkan keringnya mukosa hidung.7

Page 8: Epistaksis Tht

ii. Sistemik

a) Kelainan darah

Kelainan darah penyebab epistaksis antara lain leukemia, trombositopenia, bermacam-

macam anemia serta hemophilia

b) Penyakit kardiovaskular

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti pada aterosklerosis, nefritik kronik,

sirosis hepatis, sifilis, diabetes mellitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat

hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.

c) Infeksi sistemik

Yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah (dengue hemorrhagic fever).

Demam tifoid, influenza dan morbili juga dapat disertai epistaksis.

d) Gangguan hormonal

Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis, kadang-kadang

beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung menyertai fase menstruasi.

IV. Anamnesa dan pemeriksaan fisik

Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan belakang hidung.

Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau pada bagian

hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.

Pada anamnesis harus ditanyakan secara spesifik mengenai beratnya perdarahan, frekuensi,

lamanya perdarahan dan riwayat perdarahan hidung sebelumnya. Perlu ditanyakan juga

mengenai kelainan pada kepala dan leher yang berkaitan dengan gejala-gejala yang terjadi pada

hidung. Bila perlu, ditanyakan juga mengenai kondisi kesehatan pasien secara umum yang

berkaitan dengan perdarahan misalnya riwayat darah tinggi, aterosklerosis, koagulopati, riwayat

perdarahan yang memanjang setelah dilakukan operasi kecil, riwayat penggunaan obat-obatan

8

Page 9: Epistaksis Tht

seperti koumarin, NSAID, aspirin, warfarin, heparin, ticlopidin serta kebiasaan merokok dan

minum-minuman keras.

Pada pemeriksaan fisik, epistaksis seringkali sulit dibedakan dengan hemoptysis atau

hematemesis. Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan

ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau

mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan speculum hidung dibuka dan dengan alat penghisap

dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, secret maupun darah yang sudah

membeku. Sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat

dan factor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang

dibasahi dengan larutan anestesi local yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang

ditetesi larutan adrenalin 1:1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat

vasokonstriksi pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah

10-15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakuakan evaluasi.

Gambar 6. Obat-obat dan alat-alat yang diperlukan untuk tatalaksana epistaksis (2)

Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau secret berdarah dari hidung yang

bersifat kronik memerlukan focus diagnostic yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan

hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan. (1,2)

9

Page 10: Epistaksis Tht

Pemeriksaan yang diperlukan berupa :

a) Rinoskopi anterior

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum,

mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konka inferior harus

diperiksa dengan cermat.

b) Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior pada pasien dengan epistaksis

berulang dan secret hidung.

V. Patofisiologi

Secara anatomi perdarahan hidung berasal dari arteri karotis interna yang mempercabangkan

arteri ethmoidalis anterior dan posterior, keduanya menyuplai bagian superior hidung. Suplai

vascular hidung lainnya berasal dari arteri karotis eksterna dan cabang-cabang utamanya. Arteri

sfenopalatina membawa darah untuk separuh bawah dinding hidung lateral dan bagian posterior

septum. Semua pembuluh darah hidung ini saling berhubungan melalui beberapa anastomosis.

Suatu pleksus vascular di sepanjang bagian anterior septum kartiloginosa menggabungkan

sebagian anastomosis ini dan dikenal sebagai little area atau pleksus Kiesselbach. Karena ciri

vaskularnya dan kenyataan bahwa daerah ini merupakan objek trauma fisik dan lingkungan

berulang maka merupakan lokasi epistaksis yang tersering. (1,4)

10

Page 11: Epistaksis Tht

Gambar 7. Vaskularisasi pada septum nasal (5)

Semua perdarahan hidung disebabkan lepasnya lapisan mukosa hidung yang mengandung

banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan disertai luka pada pembuluh darah yang

mengakibatkan perdarahan. (4)

VI. Penatalaksanaan

Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan darah.

Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika perdarahan terjadi, lebih baik jika posisi kepala

dimiringkan ke depan (posisi dusuk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk ke

kerongkongan dan lambung.

Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan

selama 10-15 menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan

biasanya kan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang.

Jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan. Untuk perdarahan hidung yang

11

Page 12: Epistaksis Tht

kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung, biasanya dicegah dengan menyemprotkan

salin pada hidung hingga tiga kali sehari.

Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah

(vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung

dapat menhentikan perdarahan dan media ini dipasang 1-3 hari. (2)

Tujuan pengobatan epistaksis adalah :

- Menghentikan perdarahan

- Mencegah komplikasi

- Mencegah berulangnya epistaksis

Hal-hal yang penting adalah :

1. Riwayat perdarahan sebelumnya

2. Lokasi perdarahan

3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari hidung

depan (anterior) bila pasien duduk tegak

4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya

5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga

6. Hipertensi

7. Diabetes mellitus

8. Penyakit hati

9. Gangguan koagulasi

10. Trauma hidung yang belum lama

11. Obat-oabatan misalnya : aspirin, fenilbutazon

Pengobatan disesuaikan dengan keadaan penderita, apakah dalam keadaan akut atau tidak.

a) Perbaiki keadaan umum penderita. Penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali

bila penderita sangat lemah atau keadaan syok

b) Menghentikan perdarahan

12

Page 13: Epistaksis Tht

i. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan

cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan kea rah septum

selama beberapa menit.

ii. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah dibasahi

dengan adrenalin dan pantokain/lidokain serta bantuan alat penghisap untuk

membersihkan bekuan darah.

iii. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan

kaustik dengan larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%, asam trikloroasetat 10% atau

dengan elektrokauter. Sebelum kasutik diberikan analgesia topical terlebih dahulu.

Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotic.

c) Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan

pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin

yang dicampur betadine atau salep antibiotic. Pemakaian pelumas ini agar tampon

mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru saat dimasukkan

atau dicabut. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga

menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari

dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan

tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 2x24 jam. Selama 2 hari

ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari factor penyebab epistaksis.

Bila perdarahan masih belum berhenti, dipasang tampon baru.

Gambar 8. Kauterisasi perdarahan (2)

13

Page 14: Epistaksis Tht

Gambar 9 . Tampon anterior (5)

d) Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon

Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2cm dan mempunyai 3

buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya.

Tampon harus menutup koana (nares posterior).

Untuk memasang tampon Bellocq :

Dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai tampak di ororfaring dan

kemudian ditarik keluar melalui mulut

Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi tampon

Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung

Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari telunjuk tangan

yang lain membantu mendorong tampon ini kea rah nasofaring

Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior,

kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidung

sehingga tampon posterior terfiksasi.

Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan melalui mulut (tidak boleh

terlalu kencang ditarik) dan diletakkan pada pipi. Benang ini berguna untuk menarik

14

Page 15: Epistaksis Tht

tampon keluar melalui mulut setelah 2 – 3 hari. Setiap pasien dengan tampon Bellocq

harus dirawat.

Gambar 10. Tampon Bellocq (6)

Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon. Balon

diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air. Teknik sama dengan pemasangan

tampon Bellocq.

15

Page 16: Epistaksis Tht

Gambar 11. Balon intranasal untuk mengontrol epistaksis (3)

Disamping pemasangan tampon dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akan tetapi ada

yang berpendapat obat-obatan ini sedikit sekali manfaatnya.

Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan

pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumah sakit.

16

Page 17: Epistaksis Tht

VII. Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epistaksis atau sebagai akibat dari

penanganan yang kita lakukan. Akibat dari epistaksis yang hebat dapat terjadi syok, anemia dan

gagal ginjal. Turunnya tekanan darah dapat menimbulkan iskemik cerebri, insufisiensi kroroner

dan infark miokard. Hal-hal inilah yang menyebabkan kemaian. Bila terjadi hal seperti ini maka

penatalaksanaan terhadap syok harus segera dilakukan.

Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi sehingga perlu diberikan

antibiotik. Pemasangan tampon dapat menyebabkan rinosinusitis, otitis media, septicemia

atau toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan antibiotic pada setiap

pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan masih

berlanjut dipasang tampon baru.

Selain itu dapat terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba

Eustachius dan airmata verdarah (bloody tears) akibat mengalirnya darah secara retrograde

melalui duktus nasolakrimalis.

Pemasangan tampon posterior (tampon Bellocq) dapat menyebabkan laserasi palatum mole

atau sudut bibir jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat dilekatkan pada pipi. Kateter

balon atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena dapat menyebabkan nekrosis

mukosa hidung dan septum. (1,2,6)

VIII. Mencegah Perdarahan Berulang

Setelah perdarahan untuk sementara dapat diatasi dengan pemasangan tampon, selanjutnya

perlu dicari penyebabnya. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap, pemeriksaan

fungsi hepar dan ginjal, gula darah, hemostasis. Pada pemeriksaan foto polos atau CT scan sinus

bila dicurigai ada sinusitis. Konsul ke Penyakit Dalam atau Kesehatan Anak bila dicurigai ada

kelainan sistemik. (1)

17

Page 18: Epistaksis Tht

BAB III

KESIMPULAN

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang dapat berlangsung ringan sampai

berat dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Pada umumnya terdapat dua sumber

perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari

Pleksus Kiesselbach atau dari arteri ethmoidalis anterior. Sedangkan epistaksis posterior dapat

berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior.

Perdarahan ini dapat berhenti sendiri atau sampai harus segera diberi pertolongan. Pada

kasus yang berat, pertolongan harus dilakukan di Rumah Sakit dengan orang yang

berkompetensi pada bidang ini.

Penentuan asal perdrahan pada kasus epistaksis sangat penting karena berkaitan dengan

cara penatalaksanaannya. Untuk menghentikan perdarahan ini dapat dilakukan tampon anterior,

kauterisasi dan tampon posterior.

Komplikasi pada pemasangan tampon anterior adalah sinusitis, airmata berdarah dan

septicemia. Sedangkan komplikasi pada pemasangan tampon posterior adalah otitis media,

hemotimpanum, laserasi palatum mole dan sudut bibir. Apabila terjadi peradarahan aktif pada

saat peradarahan pada saat pemasangan tampon posterior maka dilakukan ligasi arteri.(4,6)

18

Page 19: Epistaksis Tht

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Nuty W. N, Endang M. , Epistaksis Dalam Soepardi EA, Iskandar H. (Ed). Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tneggorok Kepala Leher. 5th edition. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2001. Hal 155-9.

2. Iskandar M. Teknik Penatalaksanaan Epistaksis. In : Cermin Dunia Kedokteran No. 132, 2001.

Hal 143-6.

3. Elsie K, Vincent I, Nolan J. Epistaxis, Vascular Anatomy, Origins and Endovascular Treatment.

American Journal of Roentonology. 2000;174 (3) : 845-51.

4. Rodney J. , Schlosser. Epistaxis. N Engl J Med 2009; 360:784-89

5. Lund VJ. Anatomy of the Nose and Paranasal Sinuses. In: Gleeson (Ed) Scott’s Brown

Otolaryngology. Sixth ed. London : Butterworth, 1997 : p1/5/1-30.

6. Hall and Colman. Epistaxis. In: Burton M (ed). Hall and Colman’s Disease of the Ear, Nose and

Throat. Edinburg, London; Churchill Livingstone, 2000: p.119-22.

19