13
KAJIAN ASPEK KEGEMPAAN DAN REKAYASA GEMPA KOTA BANDAR LAMPUNG SEBAGAI LATAR BELAKANG DESIGN AND CONSTRUCTION KOTA Engkon K.Kertapati * PENDAHULUAN Sebagai kota terbesar ke empat di Pulau Sumatera, dengan populasi 767.185 jiwa di wilayah Kota Bandarlampung dan sekitar 300.000 jiwa di wilayah sekitarnya, kota Bandar Lampung dianggap sebagai salah satu kota terpadat di Sumatera. Kepadatan penduduk mencapai 40 jiwa per ha dan diperkirakan pada tahun 2004 kepadatan penduduk berkembang menjadi 981.840 jiwa. Kota Bandar Lampung terletak di bagian tenggara dari Sumatera bagian selatan dan luasnya mencapai 19.200 ha. Di daerah Bandarlampung / Tanjungkarang dan sekitarnya terdapat singkapan batuan yang berumur Paleozoikum sampai resen (Andi Mangga drr., 1994 ). Oleh karena itu di daerah ini perkembangan tektonika terekam dengan baik dalam batuan-batuan tersebut. Bandar Lampung mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi dan bangsa. Pusat pemerintahan dan institusi pendidikan (Universitas Lampung UNILA; Universitas Bandar Lampung UBL, Universitas Malahayati dan Universitas Tulang Bawang) beberapa berpusat di Bandar Lampung. Pelabuhan strategis Tarahan (Pelabuhan Batubara). Disamping itu industri pakan ternak dan minyak goreng kota Bandar Lampung turut memberikan peran kota ini terhadap peningkatan nilai pertanian dan perekonomian Indonesia. Adanya lima fungsi kota seperti pusat pemerintahan, pendidikan, industri, pariwisata dan pelayanan, menjadikan kota Bandar lampung sebagai sebuah kota di Sumatera dengan berbagai macam kegiatan yang berpengaruh terhadap komplikasi masalah pengaturan tata guna lahan, adanya konflik antar tataguna lahan yang berdekatan, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan tujuan, pola pembangunan yang tidak terkontrol dan dualisme. Kompleksitas pengaturan tataguna lahan dan kepadatan penduduk telah membuat Kota Bandar Lampung menjadi kota yang sangat rawan sehingga rentan terhadap berbagai bencana seperti tanah longsor, gempabumi, kebakaran dan lain lain. Kota Bandar Lampung sendiri terletak dalam Zona II Wialayah Gempabumi Indonesia WGI atau Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Revisi SNI 1726 1989 F dengan nilai percepatan puncak pada batuan dasar sebesar 0,25 - 0.30 g ( gravitasi ) pada perioda ulang 500 tahun. Nilai tersebut menunjukkan kondisi tinggi dalam zona itu dan dapat mengakibatkan kerusakan bangunan dan infrastruktur di Kota Bandarlampung Kondisi tanah yang mendominasi kota ini merupakan tanah-tanah bekas endapan pantai dan sungai yang tersebar disekitar Teluk Lampung, dan di sekitar Tanjung Karang didominasi oleh tanah lapukan hasil kegiatan gunung api muda dari Formasi Lampung yang umumnya batuan tuffa. Sementara di tengah-tengah Kota Bandar Lampung muncul bukit bukit mencuat dari tufa dan andesit. Disamping itu perkembangan penduduk, penambangan batu di sekitar kota yang tidak terkontrol,

Engkon K Kertapati - Makalah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Engkon K Kertapati - Makalah HAKI 2009

Citation preview

Page 1: Engkon K Kertapati - Makalah

KAJIAN ASPEK KEGEMPAAN DAN REKAYASA GEMPA KOTA

BANDAR LAMPUNG SEBAGAI LATAR BELAKANG DESIGN

AND CONSTRUCTION KOTA

Engkon K.Kertapati *

PENDAHULUAN

Sebagai kota terbesar ke empat di Pulau Sumatera, dengan populasi 767.185 jiwa di wilayah Kota Bandarlampung dan sekitar 300.000 jiwa di wilayah sekitarnya, kota Bandar Lampung dianggap sebagai salah satu kota terpadat di Sumatera. Kepadatan penduduk mencapai 40 jiwa per ha dan diperkirakan pada tahun 2004 kepadatan penduduk berkembang menjadi 981.840 jiwa. Kota Bandar Lampung terletak di bagian tenggara dari Sumatera bagian selatan dan luasnya mencapai 19.200 ha. Di daerah Bandarlampung / Tanjungkarang dan sekitarnya terdapat singkapan batuan yang berumur Paleozoikum sampai resen (Andi Mangga drr., 1994 ). Oleh karena itu di daerah ini perkembangan tektonika terekam dengan baik dalam batuan-batuan tersebut. Bandar Lampung mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi dan bangsa. Pusat pemerintahan dan institusi pendidikan (Universitas Lampung – UNILA; Universitas Bandar Lampung – UBL, Universitas Malahayati dan Universitas Tulang Bawang) beberapa berpusat di Bandar Lampung. Pelabuhan strategis Tarahan (Pelabuhan Batubara). Disamping itu industri pakan ternak dan minyak goreng kota Bandar Lampung turut memberikan peran kota ini terhadap peningkatan nilai pertanian dan perekonomian Indonesia. Adanya lima fungsi kota seperti pusat pemerintahan, pendidikan, industri, pariwisata dan pelayanan, menjadikan kota Bandar lampung sebagai sebuah kota di Sumatera dengan berbagai macam kegiatan yang berpengaruh terhadap komplikasi masalah pengaturan tata guna lahan, adanya konflik antar tataguna lahan yang berdekatan, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan tujuan, pola pembangunan yang tidak terkontrol dan dualisme. Kompleksitas pengaturan tataguna lahan dan kepadatan penduduk telah membuat Kota Bandar Lampung menjadi kota yang sangat rawan sehingga rentan terhadap berbagai bencana seperti tanah longsor, gempabumi, kebakaran dan lain – lain. Kota Bandar Lampung sendiri terletak dalam Zona II Wialayah Gempabumi Indonesia – WGI atau Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan – Revisi SNI – 1726 – 1989 – F dengan nilai percepatan puncak pada batuan dasar sebesar 0,25 - 0.30 g ( gravitasi ) pada perioda ulang 500 tahun. Nilai tersebut menunjukkan kondisi tinggi dalam zona itu dan dapat mengakibatkan kerusakan bangunan dan infrastruktur di Kota Bandarlampung Kondisi tanah yang mendominasi kota ini merupakan tanah-tanah bekas endapan pantai dan sungai yang tersebar disekitar Teluk Lampung, dan di sekitar Tanjung Karang didominasi oleh tanah lapukan hasil kegiatan gunung api muda dari Formasi Lampung yang umumnya batuan tuffa. Sementara di tengah-tengah Kota Bandar Lampung muncul bukit bukit mencuat dari tufa dan andesit. Disamping itu perkembangan penduduk, penambangan batu di sekitar kota yang tidak terkontrol,

Page 2: Engkon K Kertapati - Makalah

perkembangan kota yang mengarah ke perbukitan yang sangat rentan terhadap bahaya longsor ( seperti di pusat rekreasi Bukit Randu di tengah kota ). Kerawanan kota di atas diperburuk oleh kenyataan tidak adanya pedoman dan kontrol perencanaan yang baik dalam pengembangan kota. Infra struktur, jaringan utilitas dan banyak gedung yang dibangun belum atau tanpa memperhatikan aspek gempa ( ataupun lainnya ) atau pun bahaya – bahaya alam lainnya sehingga jalan, gedung-gedung, jaringan listrik, telekomunikasi dan penyedian air bersih cenderung dapat tidak berfungsi dan tidak dapat melayani bilamana terjadi bencana gempa.

TEKTONIK KUARTER KOTA BANDAR LAMPUNG Dalam Sidarto dan S. Andi Mangga (2001), Harsa (1978) dan de Coster (1984) menyatakan bahwa terdapat 4 perioda tektonik di Sumatera bagian Selatan, yaitu:

Tektonik Mesozoikum Tengah,

Tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal,

Tektonik Miosen Tengah, dan

Tektonik Plio-Plistosen. Untuk tujuan ini kajian bahaya, tektonik pada masa Plio-Plestosin merupakan salah satu faktor utama dalam analisis kajian ini. Pada perioda Pliosin – Plestosin ini ditandai oleh meningkatnya percepatan konvergensi antara lempeng–lempeng Hindia – Australia dan Eurasia mencapai kecepatan sekitar 7 cm/tahun sehingga menyebabkan Pegunungan Bukit Barisan terangkat lagi, sementara Sesar Sumatera semakin berkembang, Sesar lain yang berkembang sejajar dengan arah sesar Sumatera. Sesar yang telah terbentuk pada periode akhir geologi menjadi obyek utama dalam kajian ini dan diantaranya:

Sesar Panjang,

Sesar Padang cermin, dan

Sesar Pantai Timur ( Sidarto dan S.Andi Mangga, 2001).

a. Pergeseran Sesar Panjang

Topografi sesar Panjang merupakan tebing memanjang baratlaut – tenggara dengan landai ke baratdaya. Bentuk lereng curam, kemiringan umumnya 500 atau lebih curam kecuali di beberapa tempat bervariasi dari landai sampai menengah seperti disekitar Tarahan dan Panjang. Batas tebing merupakan daerah perdataran pantai pada umumnya merupakan daerah-daerah permukiman dan persawahan serta ladang. Penampang memanjang memperlihatkan bahwa perbedaan kelandaian daerah perdataran pantai dimana melandai ke arah baratlaut dengan perbedaan ketinggian umumnya berbeda 1 meter namun di beberapa tempat terlihat bervariasi dari 7 meter sampai 5 meter.

Page 3: Engkon K Kertapati - Makalah

Topografi lainnya yang menunjukkan adanya penyesaran, terdiri dari pergeseran sungai ataupun anak-anak sungainya serta pergeseran lembah-lembah, dan terpotongnya teras-teras sungai pada arah barat laut – tenggara. Lima sampai tujuh aliran sungai dan lembah serta teras-teras terpotong memperlihatkan pergeseran menganan. Keberadaan pergeseran tersebut dan gejala–gejala neo-tektonik lainnya diperlihatkan dalam Gambar 2 & 3 Pergeseran horizontal/mendatar tersebut bervariasi dari 5 meter sampai 25 meter dan diduga terjadi pada Holosin sekitar; 0.0 – 0.01 juta tahun lalu atau 10 000 tahun lalu (Tabel 1). Sehingga didapat kecepatan geser per tahun sekitar 0.2 mm.

Tabel 1:Komponen pergeseran mendatar Sesar Panjang

ALIRAN SUNGAI

PANJANG PERGESERAN

DALAM METER ( M )

Way Sebalang

Way Gerobak

Tanjung Selaki

Tebing tinggi

Way Bumijawa

Pasirputih

Sukamaju

Gegahan Salih

Serampok

Sribawono

25

20

10

7,5

20

15

5

10

7,5

15

Rata-Rata 13,5

Page 4: Engkon K Kertapati - Makalah

Gambar 2

Peta Tentatif Morfo-Tektonik daerah telitian

Gambar 3 Sesar Panjang terlukiskan dalam Peta Tentatif Morfo-Tektonik selama pengamatan sedang mengalami pergeseran terindikasi

dalam pergeseran morfologi

Page 5: Engkon K Kertapati - Makalah

Selain dari hal tersebut di atas, keberadaan sesar / patahan ini terindikasi dengan diketemukannya endapan teras-teras sungai pada ketinggian 8 meter, 15 meter yang tersebar memanjang pantai sekitar kampung Sebalang, Nabang. Gawir sesar di bukit Serampok, tebing Sebalam. Terumbu-terumbu karang yang mencuat terangkat di sekitar pasir putih. Berdasarkan data ini dan gerak vertikal di asumsi terjadi pada Holosin, maka rata–rata pengangkatan di sepanjang jalur tersebut mencapai 0.2 mm / tahun. Bagaimanapun, dari sejumlah fakta data tersebut dapat dinyatakan bahwa singkapan-singkapan ini mencerminkan adanya gejala-gejala kegiatan tektonik mutakhir yang merupakan kelanjutan dari kegiatan tektonik Plio-Plestosin di daerah telitian dan perlu dikaji lebih rinci dari aspek tektonik resen. Dari kenampakan gawir, pergeseran aliran sungai dan gejala-gejala neo-tektonik lainnya terlihat bahwa arah gerak geser dari sesar ini mengarah ke N 300 – 330 E, dengan perilaku gerak menganan “dextral”.

Gambar 4 Pola Sesar Padang Cermin di sekitar kampung Lempasing.

Kajian Potensi Bahaya Gempabumi Kota Bandar Lampung

Pengamatan lapangan dan penelitian menjelaskan bahwa Kota Bandar Lampung

memiliki potensi bahaya ikutan gempabumi colateral hazards: bahaya goncangan

gempabumi, pergeseran tanah “ ground – faulting”, bahaya pelulukan/likuifaksi,

longsor. dari sumber gempa dekat “near field sources”. Sumber–sumber gempabumi

jauh > 60 km yaitu sumber gempabumi patahan di sekitar Selat Sunda dan sumber

gempabumi zona penunjaman Lempeng Samudera Hindia – Australia.

Page 6: Engkon K Kertapati - Makalah

Potensi sumber gempabumi dekat “near field sources” dihitung berdasarkan rumus

Watabe (1982), Crouse (1992); Well dan Copersmith (1994) dan akan menghasilkan

besaran tertinggi gempa (Mmax).

Mmax = 6.93 + 0.82 log rata-rata pergeseran ( AD )

Berdasarkan perhitungan dengan rumus di atas, didapat harga besaran gempa

tertinggi untuk Sesar Panjang Mmax = 6.35; Mmax untuk Sesar Padang Cermin

mencapai 5.29 dan Mmax untuk sesar Pantai Timur Lampung sebesar 6.1.

Berdasarkan klasifikasi aktifitas sesar dari Watabe (1982) dan Crouse (1992) Sesar

Panjang dan Sesar Padang Cermin termasuk klasifikasi aktifitas sesar sedang sampai

rendah.

Kondisi geologi dan tanah setempat mempunyai peran yang sangat penting dalam

menentukan pengaruh suatu lokasi terhadap goncangan gempabumi. Gambar 10 - 11

memperlihatkan penampang geologi secara umum daerah Bandar Lampung terlihat

dimana endapan bekas pantai dan endapan bekas rawa dan sungai terdiri dari dari

tanah lempung lembek, tanah lempung bercampur pasir, semakin ke baratdaya

semakin tebal seperti di sekitar Pelabuhan Panjang dan Tarahan. Dari potongan

melintang bor dangkal (Sumber Seksi Inventarisasi- Subdit Geologi Teknik –

Direktorat dan Daerah Pertambangan) terlihat bahwa semakin ke baratlaut kedalaman

lapisan pasir semakin mendominasi. Di Kota Bandar Lampung dan sekitarnya

kedalaman muka air tanah sangat dangkal sekitar 1,5 meter dan ke arah utara

semakin dalam dari 5 meter sampai > 10 meter (Sub-Direktorat Hidro-Geologi, Dit.

GTL, 1984). Berdasarkan keterdapatan lapisan pasir, dan muka air tanah yang cukup

dangkal, maka di daerah–daerah tersebut sangat berpotensi terjadi peristiwa

pelulukan/likuifaksi, seperti di daerah–daerah Teluk Betung Selatan, dan Utara.

Gambar 10: Peta Geologi Kota Bandar Lampung ( Sumber: Seksi Inventarisasi-

Subdit Geologi Teknik – Direktorat dan Daerah Pertambangan, 2002)

Page 7: Engkon K Kertapati - Makalah

Gambar 11 : Penampang Bor daerah Telitian

Salah satu kerusakan dominan akibat goncangan gempa “ ground – shaking “ adalah

akibat lapisan tanah yang kehilangan kekuatannya dan berperilaku seperti air,

sehingga tidak mampu lagi memikul bangunan ataupun lapisan tanah di atasnya,

fenomena ini dikenal sebagai peristiwa pelulukan / likuifaksi. Potensi pelulukan yang

tinggi diperkirakan pada daerah–daerah tepi pantai seperti daerh Teluk Betung,

dan Panjang. Seperti yang diperlihatkan darai data bor dangkal di atas. Di

daerah–daerah tersebut selain berpotensi pelulukan, juga sangat berpotensi

terjadinya tanah retak “ground – fracturing” / “ground – spreading”.

Potensi bahaya lain akibat gempa adalah tanah bergeser “ground – faulting”, daerah ini

terletak di sepanjang daerah–daerah yang dilewati oleh sesar–sesar potensi aktif

seperti Sesar Panjang dan Sesar Padang Cermin.

Perlu diketahui bahwa Kota Bandar Lampung pernah mengalami peristiwa

gempabumi penting dan sangat merusak yaitu yang terjadi pada tanggal 9

Januari 1852. Gempabumi mencapai intensitas kerusakan VIII MMI terjadi di Teluk

Betung, Tanjung Karang, dan Lempasing 19 Oktober 2008, gempa dengan besaran

5,1 terjadi 102 km baratdaya Tanjung Karang, Lampung pada posisi 6.19 LS – 104.73

BT kedalaman 19 km.

Perhitungan percepatan gempa dihitung berdasarkan analisis “deternimistik” dari

potensi bencana yang ada, yaitu sesar–sesar yang melintas dan yang berada di sekitar

Page 8: Engkon K Kertapati - Makalah

kota Bandar Lampung hasil kajian lapangan. Dan analisis bahaya goncangan tanah ini

tidak diikuti dengan kajian / analisis probabilistik atau kebolehjadian yang biasa

dilakukan dalam analisis bahaya goncangan gempa “seismic hazard analysis” yang

berlaku dewasa ini.

Sementara fungsi atenuasi yang dipakai dalam perhitungan nilai percepatan gempa,

disesuaikan dengan kondisi sumber gempabumi dekat “near -field sources” yaitu dari

persamaan yang dikembangkan oleh Sadigh ( 1997 ) yang diberlakukan untuk batuan:

Ln ( PGA ) = c1 + c2 M + c3 ( 8.5 – M )2 .5 + c4 ln rrup + exp ( c5 + c6 M ) + c7 ln ( rrup +

2 )

Pada persamaan Sadigh ( 1997 ) di atas, PGA dinyatakan dalam g’ s = gravitasi, M =

Mmax dan rrup adalah untuk jarak terdekat ke bidang patahan / sesar dalam satuan

kilometer. Koefisien yang dipakai disesuaikan dengan besaran gempa / Mmax yang

dihasilkan dari kajian sesar sekitar dan yang melintas kota Bandar Lampung yaitu

Mmax 6.5 (Tabel 2 ) berikut:

Tabel 2: Koefisien Persamaan Atenuasi Sadigh untuk M 6.5

( sumber:Seismological Research Letters, 1997 )

Period ( s

)

C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7

PGA -0.624 1.000 0.000 -2.100 1.2964 0.250 0.000

Perhitungan dengan rumus atenuasi dari Sadigh di atas diperoleh angka percepatan

gempa dan dalam satuan g = gravitasi, untuk setiap kecamatan di Kota Tanjung

Karang ( Tabel 3 ):

Tabel 3: Nilai Percepatan Gempa untuk “ Peak Basement Acceleration – PBA “

dengan metoda deterministik di setiap kecamatan di Kota Bandar

Lampung, pada kondisi batuan dan disetarakan untuk perioda ulang

500 tahun.

Nama Kecamatan RRup

dalam satuan kilometer

Harga Percepatan Gempa

(satuan g = gravitasi)

Teluk Betung Selatan 5.67 0.36

Teluk Betung Utara 6.39 0.34

Teluk Betung Barat 7.29 0.33

Tanjung Karang Barat 8.82 0.27

Tanjung Karang Timur 4.23 0.35

Tanjung Karang Pusat 10.35 0.31

Panjang 0.75 0.36

Page 9: Engkon K Kertapati - Makalah

Sukarame 7.74 0.34

Kedaton 12.78 0.23

Unuversitas Bandar

Lampung UNILA

11.16 0.26

Gambar 11: Memperlihatkan kontur nilai percepatan gempabumi untuk Kota

Bandar Lampung

Dari kajian percepatan goncangan tanah “peak basement acceleration – PBA”,

percepatan maksimum berada di kecamatan Teluk Betung Selatan dan kecamatan

Panjang sebesar 0.36 g untuk perioda ulang 500 tahun, sedangkan minimum sebesar

0.23 g di daerah kecamatan Kedaton.

Sebaran percepatan goncangan tanah “PBA” untuk Kota Bandar Lampung dapat

dilihat pada Gambar 8. Sedangkan tingkat kerusakan akibat gempa untuk Kota Bandar

Lampung dapat diekpresikan dalam lima zona dengan skala MMI VIII sampai IX.

Tingkat kerusakan paling tinggi berada pada zona lima dengan skala MMI VIII sampai

IX Bandar Lampung Tenggara (Kecamatan Teluk Betung Selatan; Kecamatan Teluk

Betung Utara dan Kecamatan Tanjung Karang Pusat), intensitas kerusakan akan

berkurang secara bertahap ke arah barat , utara dan timur ) dimana sekala terendah

adalah di bawah VIII MMI untuk zona 1.

Secara keseluruhan, Gambar 8 memperlihatkan bahwa bagian tenggara kota Bandar

Lampung adalah wilayah yang paling rawan terhadap bencana goncangan

gempabumi, berikut dengan bahaya ikutan gempa “collateral hazard”, seperti pelulukan

dan bahaya kebakaran.

Page 10: Engkon K Kertapati - Makalah

Bahaya pelulukan/likuifaksi akibat goncangan gempa diperkirakan dapat terjadi

disekitar kecamatan Teluk Betung Selatan, Kecamatan Teluk Betung Utara,

Kecamatan Panjang dan setempat di sekitar kecamatan Tanjung karang Pusat.

Didaerah tersebut endapan–endapan pasir lepas, berbutir halus terdapat pada

kedalaman satu sampai dua meter, dengan permukaan air tanah dangkal, setempat

seperti di daerah Langkapura kedalaman tufa pasiran lepas pada kedalaman 2,5 meter

sampai 3 meter.

Gambar 12: Peta Intensitas Skala Mercalli Kota Bandar Lampung

Bahaya tanah retak “ground – spreading” / “ground – fracturing”, diperkirakan terjadi

selain di Langkapura, juga diperkirakan terjadi di daerah–daerah: Teluk Betung,

Tanjung Karang, Kampung Baru – Kedaton. Di daerah–daerah tersebut tanah

lempung, lempung lanauan, lempung tufaan bersifat lunak, plastisitas rendah sampai

sedang mencapai kedalaman 1 ½ meter.

Bahaya tanah longsor akibat goncangan gempa diperkirakan akan terjadi di daerah

alur sungai dan setempat di kecamatan Tanjung Karang Pusat dimana bukit–bukit sisa

/ bukit bentukan struktur telah berubah fungsi menjadi daerah wisata seperti di daerah

Wisata Kapuk (di pusat kota), dan menjadi daerah penambangan batu.

Page 11: Engkon K Kertapati - Makalah

Table 1 Risiko Bahaya Gempabumi Kota Bandar Lampung

No. Hazards Kriteria Probability Impact Risk

1. Active geological

faults

< 25 km jarak

terdekat dengan

patahan aktif

1 2 2

2. Seismic Peak Ground

acceleration at

Base Rock (PBA >

30 g untuk 500

tahun perioda

ulang)

2 4 8

Total 10

Risk Total : 10 Level Bahaya Gempabumi Tinggi. Bahaya tidak dapat tolelir

dan harus melakukan mitigasi (Lihat Gambar 6: Nilai matrik

Risiko).

ASPEK BANGUNAN TERHADAP NEAR FIELD SOURCES

Hasil dari kajian memperlihatkan bahwa rancangan struktur di daerah Bandrlampung

harus mempertimbangkan aspek beban kegempaan terhadap bangunan yang

dirancang. Khususnya dampak gempa yangditimbulkan oleh sumber dekat/near field

sources (Khususnya sesar Panjang,dan Lempasing). Identifikasi dan evaluasi terhadap

kedua sesar tersebut menunjukan bahwa sesar tersebut berpotensi menimbulkan

gempa. Sehingga memiliki risiko gempa tinggi terhadap bangunan di Kota

Baandarlampunn ini. Dampak dari sesar/patahan dekat/near faults, harus

dipertimbangkan terutama implikasi sumber dekat yang cenderung memiliki goncangan

tinggiterhadap bangunan.dan dari dampak pergeseran sesar tersebut.

PERTIMBANGAN ASPEK KEGEMPAAN SUMBER DEKAT TERHADAP

BANGUNAN

Pengalaman menunjukkan bahwa goncangan gempa yang timbul dari sumber dekat

akan menimbulkan dampak yang lebih besar daripada sumber gempa jauh Oleh

karena itu dalam peraturan gempa semua sumber gempa dekat dan jauh perlu

diperhitungka. Rekomendasi rancangan gempa untuk bangunan

Page 12: Engkon K Kertapati - Makalah

Uniform Building Code / UBC- 1997

UBC 1997 merekomendasikan bahwa di dalam peraturan bangunan untuk

memasukkan dampak dari faktor-faktor amplifikasi Na dan Nv dari sumber dekat

goncangan gempa. Faktor faktor Na dan Nv akan menambah parameter

goncangan,Ca dan Cv, apabila sesar/patahan mampu menimbulkan gempa besar yan

berjarak sekitar 15 km dari Zone 4 (atau antara zone 5 and 6 peraturan Gempa

Indonesia).Berdasarkan slip rate dan MCE perturan UBC dibagi 3 tipe; A, B, and C,

The values of Na and Nv or the magnitude of amplification varies with distances of < 2

km, 5 km, and > 10 km to the active fault (Error! Reference source not found. and

Error! Reference source not found.). Oleh karena itu, menentukan sumber dekat

sangat penting dalam penentuan Na dan Nv. Peraturan ini juga menjelaskan bahwa

untuk bangunan-bangunan yang lokasinya dekat dengan sesar/patahan aktiv atau

sumber lainnya, harus mengacu kepada sumber dekat dan karakteristik tanah

setempat.

Page 13: Engkon K Kertapati - Makalah

References

1. D.B. Slemmons and Craig M. Depolo: Evaluation of Active Faulting and

Associated Hazards

2. D.B. Slemmons: Procedure for Analyzing Fault-Controlled Lineaments and the

Activity of Faults

3. The Research Group for Active Faults of Japan, 1981; Active Faults in and

around Japan: The Distribution and the Dgree of Activity

4. UBC 1997 Uniform Building Code

5. Watabe, 1982, Licensing Procedures for Nuclear Power Plants in Japan

6. Wells and Coppersmith, 1994, New Empirical Relationships among Magnitude,

Rupture Length, Rupture Width, Rupture Area, and Surface Displacement