Upload
vidyatami-hanum-pratiwi
View
155
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Limbah Cair Perikanan
Citation preview
ENERGI
Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel
Disusun Oleh:
Izdihar Nurnafisah C34110015 Mina Marlina C34110015 Vidyatami Hanum Pratiwi C34110023 Nadia Fitriana C34110024 Diah Asih Asmara C34110066
TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Paradigma pembangunan energi sudah berubah. Persoalan energi bukan
hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun harus menjadi tanggung jawab
bersama seluruh elemen masyarakat. Masyarakat sebagai pengguna energi juga
memiliki tanggung jawab dalam menciptakan ketahanan energi nasional.
Persoalan energi harus menjadi upaya bersama dan tidak dapat dibebankan pada
salah satu pihak. Upaya yang dilakukan pemerintah melalui penghematan
penggunaan energi hanya akan berhasil jika didukung oleh seluruh masyarakat.
Permasalahan lain yang timbul dari energi adalah ketidakseimbangan permintaan
dan penawaran serta akses terhadap sumberdaya energi. Berbagai faktor yang
menciptakan ketidakseimbangan tersebut antara lain adalah pesatnya laju
pertambahan penduduk dan masifnya industrialisasi dunia.
Penggunaan bahan bakar fosil terus meningkat, salah satunya untuk
memenuhi kebutuhan bahan bakar kendaraan bermotor. Sampai tahun 2008
jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 65 juta buah atau naik sekitar
11,5% dari tahun sebelumnya (BPS 2010). Akibatnya konsumsi bahan bakar
minyak (BBM) terus meningkat, sehingga memacu peningkatan produksi BBM.
Data produksi BBM selama tiga tahun terakhir dari tahun 2007 sampai 2009
adalah 244,4 juta barrels; 251,5 juta barrels; dan 254,9 juta barrels (DESDM
2010). Data Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral juga menunjukkan
bahwa cadangan minyak bumi Indonesia hanya cukup untuk 18 tahun ke depan,
sementara cadangan gas bumi masih mencukupi untuk 61 tahun ke depan dan
cadangan batu bara baru habis dalam waktu 147 tahun lagi (DESDM 2005).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil
di antaranya pengembangan energi alternatif yang terbarukan. Energi alternatif
yang telah dikembangkan adalah energi surya, angin, gelombang, dan nuklir.
Selain itu energi alternatif yang berasal dari tumbuhan dan hewan memiliki
potensi yang bagus untuk dikembangkan, seperti bioetanol dari singkong, biogas
dari limbah pertanian, dan biodiesel yang berasal dari jarak, sawit, minyak
jelantah, dan minyak ikan.
Biodiesel mempunyai potensi untuk dikembangkan karena teknologi
pembuatannya sederhana serta sumber bahan baku yang mudah didapat. Selain itu
penggunaan biodiesel cukup mudah sebagai bahan bakar mesin diesel. Biodiesel
dapat diperoleh dari minyak nabati atau minyak hewani (Widianto dan Utomo
2010). Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan tersebut cukup tinggi,
yaitu sekitar 20-30 persen. Dengan produksi ikan di Indonesia tiap tahunnya yang
terus meningkat, akan meningkatkan pula produksi limbah ikan yang dibuang.
Sejauh ini pemanfaatan limbah ikan tersebut masih minim. Limbah ikan yang
masih melimpah tersebut masih dapat dimanfaatkan lagi, karena masih
mempunyai kandungan minyak yang cukup tinggi (El-Mashad et al. 2006).
Pengertian ilmiah paling umum dari istilah biodiesel mencakup semua bahan
bakar mesin diesel yang terbuat dari sumber daya hayati atau biomassa.
Pengertian lebih sempitnya yang dapat diterima luas di dalam industri, yaitu
bahwa biodiesel adalah bahan bakar mesin/motor diesel yang terdiri atas ester
alkil dari asam-asam lemak (Soerawidjaja 2006).
Sumber utama limbah cair industri perikanan adalah air proses (pencucian,
sisa pemasakan dan pengepresan ikan) yang mengandung banyak bahan organik
terlarut, padatan tersuspensi dan terlarut, nutrien, dan minyak. Limbah cair
industri perikanan antara lain minyak ikan. Minyak dan lemak merupakan
komponen alami yang dikonsumsi manusia yang berasal dari sayuran digunakan
untuk konsumsi manusia merupakan komponen alami dari dan hewan maupun
ikan. Limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik yang tinggi.
Tingkat pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan sangat tergantung
pada tipe proses pengolahan dan spesies ikan yang diolah. Melihat permasalahan
energi yang terjadi di Indonesia tersebut, adanya limbah cair hasil perikanan dapat
dimanfaatkan sebagai upaya untuk memproduksi sumber energi terbarukan. Salah
satu upaya untuk memproduksi energi tersebut dengan mengolah limbah cair
perikanan menjadi biodiesel.
Biodiesel merupakan salah satu alternatif bahan bakar minyak yang dapat
diperoleh dari lemak tumbuhan maupun hewan. Proses transesterifikasi minyak
atau lemak pada umumnya menggunakan metanol yang akan menghasilkan metil
atau etil ester yang biasa disebut dengan biodiesel. Biodiesel bersifat dapat
diperbaharui, biodegradable, tidak beracun, merupakan karbon netral, dan ramah
lingkungan. Biodiesel memiliki daya tarik yang pantas untuk dipertimbangkan
oleh seluruh dunia karena dapat mengurangi pemanasan global dan mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar fosil konvensional (Knothe 2005).
Biodiesel dapat dihasilkan dari minyak ikan yang kaya akan kandungan
asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA). Asam eicosapentaenoic (EPA) dan
docosahexanoic (DHA) adalah dua komponen terpenting pada omega-3 yang
termasuk ke dalam golongan asam lemak tak jenuh majemuk. Minyak ikan
memiliki rantai karbon yang lebih panjang dibandingkan dengan minyak
tumbuhan pada umumnya, terutama asam palmitat, asam oleat, asam linoleat, dan
asam linolenat (Reyes dan Sepulveda 2006). Biodiesel dengan angka setana yang
lebih besar ini kemungkinan dapat meningkatkan kinerja dari mesin diesel dan
dapat mengurangi polusi udara (Cherng-Yuan dan Hsiu 2006). Melihat kondisi
dunia sekarang ini yang sedang mengalami pemanasan global, pengembangan
produksi biodiesel sangatlah penting. Selain dapat mengurangi polusi udara,
pengembangan produksi biodiesel dari ikan tangkapan hasil samping juga dapat
mencegah kehilangan nilai jual ikan terhadap hasil tangkapan samping.
Tujuan
Memanfaatkan hasil samping dari pengolahan perikanan, berupa limbah
cair dalam memproduksi biodiesel sebagai sumber energi terbarukan.
METODE
Pembuatan Biodiesel
Bahan yang digunakan adalah limbah minyak ikan hasil samping
pengalengan, metanol, asam sulfat, aquades, NaOH, dan HCl. Alat yang
digunakan adalah pemanas, erlenmeyer, water bath, dan rotary evaporator. Proses
pembuatan biodiesel terdiri dari tahap dehidrasi, esterifikasi dan transesterifikasi
(Costa JF et al. 2013).
Dehidrasi: Pemanasan minyak ikan dengan suhu sekitar 100 ° C sampai beratnya
konstan. Esterifikasi: Minyak ikan hasil dehidrasi ditempatkan ke dalam reaktor
kemudian ditambahkan metanol dan katalis (asam sulfat). Reaksi esterifikasi
menggunakan 90 g minyak ikan, 1- 3 % katalis dan jumlah metanol dengan
minyak ikan adalah 6:1. Reaksi dilakukan pada suhu 65° C selama 1 jam.
Setelah reaksi, kemudian dilakukan evaporasi pada rotary evaporator
untuk menghilangkan metanol dan produk dicuci dengan menggunakan aquades
(dalam volume yang sama) sebanyak empat kali. Produk akhir dilakukan
pemanasan pada sekitar suhu 100 ° C sampai beratnya konstan.
Transesterifikasi: tahap ini menggunakan peralatan yang sama dengan proses
esterifikasi. Reaksi tersebut menggunakan 1% NaOH, jumlah rasio metanol
dengan minyak ikan adalah 6: 1, dengan suhu 65 ° C selama 1,5 jam. Reaksi ini
dilakukan dua tahap, yang masing-masing dilakukan selama 45 menit. Setelah
reaksi pertama, gliserol dipisahkan dan sisa larutan metanol ditambahkan untuk
melakukan 45 menit reaksi tahap kedua.
Produk akhir didekantasi semalam. Penjernihan biodiesel dilakukan
dengan destilasi menggunakan tekanan untuk mengilangkan metanol diikuti
dengan pencucian sebanyak satu kali dengan larutan asam klorida 0,2 % dari
produk dan pencucian sebanyak tiga kali dengan aquades (dalam volume yang
sama), kemudian dilakukan pemanasan dengan suhu 100 ° C sampai beratnya
konstan untuk menghilangkan air. Proses pembutan biodiesel dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Gambar 1 Proses pembuatan biodiesel dari minyak ikan
Pengukuran Sifat Kimia
Penentuan bilangan asam
Sebanyak 5 g minyak dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL kemudian
ditambahkan 50 mL metanol. Campuran dipanaskan selama 1 jam sambil distirer
untuk melarutkan asam lemak bebasnya. Setelah dingin dilakukan titrasi dengan
KOH 0,1 M menggunakan indikator fenolftalein sampai terbentuk warna merah
muda (Kusumaningsih et al. 2006).
Penentuan asam lemak total
Sebanyak 5 g minyak dimasukkan dalam erlenmeyer lalu ditambahkan 50
mL larutan 0,5 M KOH dalam alkohol. Campuran dididihkan selama 2 jam.
Setelah dingin ditambahkan 2 tetes indikator fenolftalein kemudian dititrasi
Minyak ikan
Pemanasan dengan suhu 100 ° C
Penambahan metanol + asam sulfat
Esterifikasi pada suhu 65° C selama 1 jam
Evaporasi
Penambahan metanol + NaOH
Tranesterifikasi dengan suhu 65 ° C selama 1,5 jam
Gliserol Biodiesel
Pemurnian
dengan HCl 0,5 M dalam metanol yang sebelumnya untuk mengetahui sisa KOH
yang tidak tereaksikan. Jumlah KOH mula-mula diketahui melalui titrasi blanko
dengan cara sama (Kusumaningsih et al. 2006).
Pengukuran parameter biodiesel
Pengukuran parameter biodiesel dilakukan pada minyak jarak sebelum reaksi
transesterifikasi dan ester hasil reaksi transesterifikasi. Pengukuran tersebut
meliputi pour point, kinematic viscosity, water content dan conradson carbon
residue (Kusumaningsih et al. 2006).
KAJIAN PUSTAKA
Biodiesel
Biodiesel adalah fatty acid methyl ester (FAME) yang dihasilkan dari
reaksi transesterifikasi trigliserida (minyak) dengan alkohol ringan menggunakan
katalis basa. Alkohol yang digunakan biasanya metanol atau etanol, sedangkan
katalis yang digunakan adalah KOH, NaOH atau senyawa basa yang lain.
Transesterifikasi adalah proses mereaksikan trigliserid dengan kelebihan alkohol
menggunakan NaOH sebagai katalis untuk menghasilkan ester asam lemak dan
gliserol. Trigliserida yang pertama dikurangi menjadi digliserida, maka digliserida
dikurangi menjadi monogliserida, monogliserida ini akan menghasilkan asam
lemak metil ester (Wu et al. 2014).
Biodiesel mempunyai potensi untuk dikembangkan karena teknologi
pembuatannya sederhana serta sumber bahan baku yang mudah didapat. Selain itu
penggunaan biodiesel cukup mudah sebagai bahan bakar mesin diesel. Biodiesel
merupakan bahan bakar alternatif yang produksinya dapat diperbaharui. Biodisel
diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui
esterifikasi dengan alkohol (Fatmawati dan Shakti 2013). Minyak nabati dapat
diperoleh dari minyak sawit atau minyak jarak. Sedangkan minyak hewani dapat
diperoleh dari minyak ikan.
Dewasa ini biodiesel diminati untuk digunakan sebagai alternatif bahan
bakar diesel karena alasan berikut ini (Fan dan Burton 2009):
1. dapat mengurangi ketergantungan impor minyak mentah dan meningkatkan
keamanan energi.
2. Energi dapat diperbaharui dan diinvestasikan
3. dapat mengurangi efek rumah kaca dan memiliki emisi berbahaya yang lebih
rendah.
4. Bersifat bidegradable dan nontoksik
5. dapat membantu meningkatkan ekonomi pedesaan karena surplus pertanian
digunakan sebagai bahan baku.
Biodiesel memiliki karakteristik sebagai bahan bakar yang penting karena
biodegradabilitasnya tinggi, baik untuk dijadikan pelumas, tidak menghasilkan
Nitrat Polyaromatic Hidrokarbon (NPAH) yang merupakan senyawa
karsinogenik, dan pembakaran yang efisien dibandingkan dengan karakteristik
bahan baku solar (Dorado et al.2003).
Limbah Minyak Ikan
Minyak ikan menunjukkan potensi besar sebagai bahan baku untuk
produksi biodiesel. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), pada tahun
2005 diperkirakan produksi ikan dunia adalah sekitar 142 juta ton. Sekitar 75%
dari produksi ini digunakan untuk konsumsi manusia langsung. Sisa 25%
diperuntukkan untuk produk non-makanan, terutama untuk pembuatan tepung
ikan dan minyak. Pada tahun 2008 diperkirakan produksi ikan dunia adalah 144
juta ton (FAO 2006; FAO 2008). Industri pengolahan ikan menghasilkan jumlah
besar limbah jaringan dan produk sampingan, yang dihitung menjadi sekitar 50%
dari olahan ikan total dan cenderung dibuang atau dijual dengan harga yang
sangat rendah sebagai pupuk atau pakan ternak.
Produksi ikan di Indonesia tiap tahunnya terus meningkat, hal ini akan
meningkatkan produksi limbah ikan yang dibuang. Sejauh ini pemanfaatan limbah
ikan masih minim. Limbah ikan yang masih melimpah masih bisa dimanfaatkan
lagi, karena masih mempunyai kandungan minyak yang cukup tinggi. Limbah
ikan mengandung banyak asam lemak rantai sangat panjang dengan lebih dari 20
atom karbon yang sebagian besar mempunyai 5-6 ikatan rangkap. Komposisi
asam lemak ikan pun berbeda-beda, tergantung jenis ikan, makanan dan musim.
Komposisi yang terdapat dalam minyak hewani terdiri dari trigliserida-trigliserida
asam lemak, asam lemak bebas, mono dan digliserida, serta beberapa komponen-
komponen lain seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral dan sulfur. Dengan
komposisi tersebut, limbah ikan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan
biodiesel. Minyak ikan ini dapat diperoleh dari ekstraksi lemak ikan dengan
berbagai cara, diantaranya dengan pemanasan pada suhu 100 dilanjutkan
dengan penyaringan untuk pemisahan minyak dan penambahan NaCl 2,5%
(Rasyid 2003).
Minyak ikan dapat dimanfaatkan sebagai biodiesel karena mengandung
asam lemak bebas. Peningkatan asam lemak bebas secara cepat terjadi karena
adanya enzim lipase aktif pada saat proses pembuatan minyak ikan menjadi
biodiesel sehingga dapat dikonversi menjadi metal ester dengan proses
esterifikasi. Esterifikasi adalah reaksi asam lemak dengan alcohol membentuk
ester dan air. Penelitian Kaban dan Daniel (2005) menunjukkan bahwa minyak
ikan yang dihasilkan dari limbah ikan mas, lele, dan gurame (kepala dan isi perut)
dapat diproses menjadi etil ester asam lemak. Etil ester asam lemak adalah
biodiesel di mana dalam proses pembuatannya dengan reaksi transesterifikasi
menggunakan etanol dengan katalis basa. Rendemen yang dihasilkan dari ikan
limbah lele sebesar 89%, sedangkan ikan mas 90,3%, dan ikan gurame 87%.
Selain itu, dengan meningkatnya produksi dan kebutuhan tepung ikan dalam
negeri akan dapat dihasilkan minyak ikan sebagai bahan baku biodiesel. Proses
pengalengan ikan dapat menghasilkan minyak ikan dengan kandungan bervariasi
tergantung dari jenis ikannya. Salah satu jenis ikan yang dipakai sebagai bahan
baku industri pengalengan ikan adalah ikan lemuru. Pengalengan ikan lemuru
dapat menghasilkan minyak ikan sebesar 8-18% (Irianto dan Giyatmi 2009).
Selain ikan lemuru, beberapa jenis ikan tangkapan dari laut seperti tuna,
cakalang sebagian diolah menjadi ikan kaleng yang berpotensi menghasilkan
minyak ikan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Minyak ikan mentah dapat dikonversi menjadi biodiesel yang merupakan
bahan bakar diesel terbarukan dengan mengurangi viskositas dan rendah emisi
(Helwani et al. 2009). Penggunaan limbah minyak ikan sebagai bahan pembuatan
biodiesel ini berpotensi untuk mengurangi biaya produksi (Chiou et al. 2008).
Saat ini, limbah minyak ikan hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk
(suplemen tanah) (Costa et al. 2013). Sedangkan, limbah minyak ikan memiliki
potensi besar untuk digunakan sebagai bahan pembuatan biodiesel karena
kandungan lipidnya yang kaya akan asam lemak rantai panjang (Aro et al. 2000).
Panjang rantai karbon minyak ikan lebih panjang dibandingkan dengan minyak
nabati, terutama pada asam palmiat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat
(JF Reyes dan Sepulveda 2006). Berikut ini karakteristik limbah minyak ikan
pada industri (Wiggers et al. 2009):
Tabel 1 Karakteristik limbah minyak ikan
Parameter Result
General characteristics Dark brown, viscous liquid with a
distinctive smell
Water content (wt.%) 0.05-0.26
Acid value (mg KOH g-1) 0.1-28.4
Iodine value (g I2/100g) 88a
Density (kg m-3) 875.3-978.9
Calorific value (MJ kg-1) 39.71-40.21
Flash point (oC) 156.0-178.5
Kinematic viscosity at 40oC (mm2s-1) 3.883-4.360
Sumber: Wiggers et al. 2009 Proses dan Reaksi Biodiesel
Pembuatan biodiesel dari limbah minyak ikan terdapat dua reaksi yaitu,
esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi adalah reaksi asam lemak bebas
dengan alkohol sehingga membentuk ester dan air. Esterifikasi dilakukan dengan
menggunakan metanol dan katalis asam yang akan mengubah Free Fatty Acid
(FFA) menjadi ester. Esterifikasi biasanya dilakukan jika minyak yang digunakan
mengandung asam lemak bebas tinggi. Esterifikasi ini akan mengakibatkan
kandungan asam lemak bebas dapat dikonversi menghasilkan ester. Reaksi ini
dilaksanakan dengan menggunakan katalis padat (heterogen) atau katalis cair
(homogen). Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metal ester dapat dilihat
dibawah ini:
RCOOH + CH3OH RCOOCH3 + H2O
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan biodiesel adalah
kandungan Free Fatty Acid (FFA) dalam minyak ikan. FFA dalam minyak ikan
akan menyebabkan terbentuknya sabun akibat reaksi dengan katalis basa pada
reaksi transesterifikasi. Sabun tersebut akan mengganggu proses pemurnian
biodiesel karena menyebabkan timbulnya emulsi. sehingga perlu dilakukan
esterifikasi terhadap minyak dengan kandungan FFA lebih dari 2,5% (Susila
2009) sebelum dilakukan transesterifikasi. Tinggi FFA (nilai asam tinggi) dalam
bahan baku akan menghasilkan pembentukan sabun ketika bahan kimia alkali
digunakan sebagai katalis karena mereka bereaksi untuk menetralkan FFA dalam
minyak (Vicente et al. 2004).
Transesterifikasi merupakan tahap konversi dari trigliserida menjadi etil
ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu
gliserol. Jenis alkohol yang paling umum digunakan adalah methanol, karena
harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut
metanolisis). Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa
adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan
dengan lambat ( Mittlebatch 2004). Tiga jenis katalis yang dapat digunakan untuk
proses transesterifikasi yaitu alkali kuat, asam kuat, dan enzim. Alkali kuat sering
digunakan sebagai katalis dalam proses transesterifikasi karena waktu reaksi lebih
cepat dan jumlah katalis yang diperlukan lebih sedikit (Zhang et al. 2003). Reaksi
transesterifikasi antara trigliserida dan methanol menjadi metal ester dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:
Gambar 2 Reaksi transesterifikasi trigliserida dan metanol
Dalam proses transesterifikasi, trigliserida yang terkandung dalam minyak
bereaksi dengan alkohol, metanol, natrium hidroksida yang bertujuan untuk
menghasilkan asam lemak metil ester (Gerpen 2005). Biodiesel yang dihasilkan
dari reaksi transesterifikasi trigliserida (minyak) dengan alkohol ringan
menggunakan katalis basa. Alkohol yang digunakan biasanya metanol atau etanol,
sedangkan katalis yang digunakan adalah KOH, NaOH atau senyawa basa yang
lain. Reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel dari minyak ikan (Kaban dan
Daniel 2005). Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol yang akan
memecah trigliserida menjadi fatty acid methyl ester (FAME), dimana satu mol
trigliserida akan dihasilkan 3 mol FAME dan 3 mol gliserol. Mekanisme reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut (Utami et al. 2007):
Keterangan notasi :
TG : Trigliserida GL : Gliserida
GL : Gliserol ROH : Alkohol
DG : Digliserida MG : Monogliserida
FAME : Biodiesel k : Tetapan laju reaksi
Reaksi transesterifikasi bersifat irreversible dan secara umum dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan notasi :
r = k[TG] [ROH] 3
r = laju reaksi
k = tetapan laju reaksi
Radiasi gelombang micro (microwave) dapat dimanfaatkan dalam proses
pembuatan biodiesel dari minyak goreng melalui proses reaksi transesterifikasi
secara batch (Rhesa et. al. 2012). Efisiensi proses produksi biodiesel diperoleh
dari reaksi kinetika dimana tetapan laju reaksi transesterifikasi sangat tergantung
pada suhu, katalis, dan intervensi lain. Peningkatan suhu akan mengakibatkan
tetapan laju reaksi menjadi besar. Demikian juga katalis, jumlah katalis yang
besar akan meningkatkan tetapan laju reaksi dengan jalan menurunkan energi
aktivasi. Berikut ini biodiesel yang dihasilkan dari limbah minyak ikan
TG + 3 ROH
TG + ROH
DG + ROH
MG + ROH
katalis
K2
K1
K4
K3
K6
K5 GL + FAME
MG + FAME
DG + FAME
3 FAME + 3 GI
Gambar 3 Biodiesel dari minyak ikan
Karakteristik Biodiesel
Minyak tumbuhan dan sayuran telah digunakan sebagai bahan bakar
alternatif untuk beberapa tahun. Bahan tersebut mudah tersedia dan terbarukan.
Namun, minyak memiliki sejumlah kelemahan bila digunakan secara langsung
sebagai sumber bahan bakar (Meher et al. 2006). Pertama, mereka memiliki
viskositas tinggi yang setidaknya sepuluh kali lebih tinggi dari bahan bakar diesel.
Viskositas yang tinggi ini menyebabkan atomisasi bahan bakar yang buruk selama
proses injeksi. Selain itu, minyak dapat berpolimerisasi dan memiliki volatilitas
rendah, sehingga membentuk deposit pada mesin serta pembakaran yang tidak
sempurna. Biodiesel dari minyak ikan mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan
dengan biodiesel dari produk tumbuhan. Biodiesel dari minyak ikan menghasilkan
emisi gas buang yang kecil dibandingkan dengan biodiesel dari tumbuhan (Molin
dan Ledebjer 2009). Biodiesel dari limbah perikanan juga tidak memberikan
dampak terhadap pencemaran lingkungan seperti pembentukan gas rumah kaca,
photochemical oksidasi, pembentukan hujan asam, dan perusakan lapisan ozon.
Penelitian Raheman dan Phadatare (2004) menunjukkan bahwa pengunaan
biodiesel dan campuran biodiesel dengan solar dapat mereduksi emisi CO dan
oksida nitrogen sebanyak 86,5% dan 26%. Sebuah dinamometer hidrolik
digunakan untuk penentuan torsi dan daya output mesin yang menggunakan
biodiesel. Berikut ini merupakan gambar diagram skematik setup eksperimental.
Gambar 4 Alat tes mesin
Limbah pengolahan ikan tuna, salmon, mackerel (kepala, tulang, dan isi
perut) dapat dibuat menjadi biodiesel (Piccolo 2009). Biodiesel tersebut
mempunyai kualitas memenuhi standar dan dipakai sebagai bahan bakar mesin
diesel. Emisi gas buang yang dihasilkan tidak mencemari udara karena
mengemisikan gas buang seperti hidrokarbon, CO2, dan asap. Sifat fisik dan
kimia metil ester dari minyak ikan ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Sifat fisik dan kimia metil ester dari minyak ikan
Indexes Method Standard Biodiesel fuel
from fish oil from used
cooking oil
Acid number, mg КОН /g D664 max 0.50 0.26 0.23
Flash point, °С D93 min 93 >130 >130
Content
water plus sediment, vol.
%
D2709 max 0.05 0 0
methanol, vol. %. EN 14110 max 0.2 0.038 0.029
total glycerin, wt. % D6584 max 0.24 0.151 0.126
free glycerin, wt. % D6584 max 0.02 0 0.005
soap, ppm AOCS Cc17–95 test 0 5
moisture, ppm D6304 same 619 319
sulfur, ppm D4294 max 15 2.9 2.3
Cold soak filtration period,
s
Supplement to
ASTM D6751
max 360
473
128
Cloud point, °С D2500 test 11 2
EP (90 %) D1140 max 360 348 339
Oxidation stability, h EN14112 min 3 0.4 12
Sumber: Fan dan Burton 2009
Water Content
Biodiesel yang terkontaminasi dengan air dapat menyebabkan korosi
mesin atau reaksi dengan gliserida untuk menghasilkan sabun dan gliserol. Air
juga dapat berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri, yang menyebabkan
penyumbatan dalam penyaringan.
Acid Number
Jumlah asam, dinyatakan sebagai miligram kalium hidroksida per gram
sampel, adalah ukuran dari zat asam dalam minyak. Hal ini digunakan sebagai
panduan dalam kontrol kualitas serta dalam memantau degradasi minyak selama
penyimpanan. Jumlah asam biodiesel kurang dari 0,5 mg KOH/g yang ditentukan
sebagai nilai maksimum sesuai ASTM D 6751.
Cold Soak Filtration
Tes ini adalah evaluasi kualitatif yang dirancang untuk meniru kinerja
biodiesel dalam cuaca dingin. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi dingin
rendam hasil filtrasi, termasuk pilihan dan kualitas bahan baku dan pemurnian
pendekatan.
Methanol Content
Pemantauan sisa metanol dalam biodiesel adalah masalah keamanan
karena bahkan sejumlah kecil dari material ini dapat mengurangi titik nyala
biodiesel. Selain itu, sisa metanol dapat mempengaruhi pompa bahan bakar, segel,
dan elastomer, sehingga sifat pembakaran miskin.
Free and Total Glycerol
Bahan bakar dengan gliserol bebas yang berlebihan dapat meningkatkan
aldehida dan emisi akrolein dan biasanya akan menyebabkan masalah dengan
gliserol menetap di tangki penyimpanan, menciptakan campuran yang sangat
kental yang bisa pasang filter bahan bakar dan menyebabkan masalah pembakaran
di mesin.
Cloud Point
Titik awan didefinisikan sebagai suhu di mana awan kristal lilin pertama
kali muncul dalam cairan ketika didinginkan di bawah kondisi yang terkendali
selama tes standar. Biodiesel minyak ikan menunjukkan titik awan tinggi, 11ºC.
Hal ini disebabkan tingginya kandungan PUFA, yang dalam terkait dengan
sedimen dan pembentukan polimer.
Oxidative Stability
Oksidasi adalah salah satu faktor utama yang membatasi umur simpan
bahan bakar biodiesel. Komposisi asam lemak dari minyak adalah salah satu
faktor utama yang mempengaruhi stabilitas oksidatif. Tingginya jumlah ikatan
rangkap yang ada dalam rantai asam lemak meningkatkan kerentanan terhadap
oksidasi. Representasi elektronik ikatan ganda meliputi dua komponen: simetri
sigma ikatan yang kuat dan ikatan pi. Ikatan pi bertanggung jawab atas reaktivitas
yang lebih besar dari senyawa tak jenuh karena lebih lemah dan memiliki energi
yang lebih rendah.
Distillation Temperature
Suhu distilasi sangat berkorelasi dengan titik didih bahan bakar cair dan
dengan demikian dapat mempengaruhi secara signifikan karakteristik pembakaran
mesin diesel. Penundaan pengapian bahan bakar akan dipersingkat pada suhu
distilasi yang lebih tinggi, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
mengetuk di mesin diesel.
Beberapa penelitian pembuatan biodiesel dari minyak ikan telah dilakukan
di antaranya pembuatan biodiesel dari minyak ikan salmon yang menghasilkan
rendemen hingga 99% (El-Mashad et al. 2008). Penelitian Utomo et al. (2009)
menyatakan bahwa pembuatan biodiesel dari minyak ikan lemuru melalui reaksi
esterifikasi dan dilanjutkan transesterifikasi. Biodiesel yang dihasilkan
mempunyai kualitas sesuai standar biodiesel SNI 04-7128-2006 yang
dipersyaratkan. Data kualitas biodiesel minyak lemuru tersebut disajikan dalam
Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan kualitas biodiesel minyak ikan lemuru dengan standard SNI 04-7128-2006
Parameter Uji Hasil Standar Satuan
Densitas pada suhu 40 oC 0.8735 0.850-0.900 g/mL
Kandungan air dan sedimen <0,05 Maks. 0.05 %v
Bilangan saponifikasi 182.16 - Mg KOH/g
Bilangan asam total 0.188 Maks. 0.8 Mg KOH/g
Kandungan gliserol bebas 0.0051 Maks. 0.02 %w
Kandungan gliserol total 0.138 Maks. 0.24 %w
Kandungan ester 98.51 Min. 95 %w
Titik nyala 166 Min. 100 oC Sumber: Utomo et al. 2009
Kualitas biodiesel yang dihasilkan dari limbah minyak ikan dan European
Biodiesel Standard (EN 14214) terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kualitas biodiesel dari limbah minyak ikan dengan standar EN 14214
Parameter Results EN 14214
Aspect Transparent yellow, but
varies depending on the
feedstock
nature/condition and the
processing
NA
Water content (mg kg-1) 619a ≤500
Acid value (Mg KOH g-1) 0.26-1.19 ≤0.50
Density (kg m-3) 860-889 860-900
Cetane number 50.9b ≥51.0
Flash point (oC) 103-220 ≥101oC
Kinematic viscosity at 40 oC (mm2 s-1) 4.0-7.2 3.50-5.00
Methyl ester content (wt%) 95.74-100.00 ≥96.5 NA: Not Applicable a: Fan et al. 2010 b: Lind dan Li 2009
Tabel di atas menunjukkan kualitas biodiesel yang dihasilkan dari
berbagai limbah minyak ikan yang dibandingkan dengan persayaratan European
Biodiesel Standard (EN 14214). Hal tersebut menunjukkan bahwa kualiatas
biodiesel memiliki nilai yang bervariasi dan terdapat beberapa yang tidak sesuai
dengan standar. Hal tersebut disebabkan karena kualitas minyak ikan tergantung
pada prosedur pemurnian dan penyimpanan (Costa JF et al. 2013). Oleh karena
itu, diperlukan studi lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas biodiesel.
Komposisi biodiesel yang bervariasi disebabkan oleh karakteristik minyak
ikan dan asam lemak yang terkandung dalam limbah minyak ikan yang
digunakan. Sedangkan parameter kunci dari kualitas biodiesel adalah pada proses
pembutan biodiesel seperti pada proses pretreatment dan konsentrasi katalis
selama esterifikasi asam, sehingga harus dipelajari dan dioptimalkan (Dias JM et
al. 2009).
Biodiesel dari minyak ikan laut memiliki sejumlah asam lebih besar dari
biodiesel komersial. Cvengros dan Cvengrosova menemukan bahwa jumlah asam
dari biodiesel meningkat 3 mg KOH/g/1% kadar air dalam minyak mentah. Kadar
air dalam minyak mentah menyebabkan bilangan asam lebih besar untuk
biodiesel. Biodiesel minyak ikan laut memiliki angka asam yang lebih besar
dibandingkan biodiesel mentah minyak ikan. Biodiesel minyak ikan mengandung
20% asam lemak tak jenuh pada ikatan rantai karbon ganda seperti EPA dan
DHA.
Nilai peroksida umumnya untuk menentukan tingkat oksidasi bahan bakar.
Nilai peroksida akan meningkat seiring dengan peningkatan oksidasi. Biodiesel
minyak ikan laut yang disimpan pada suhu ruang 25 menghasilkan nilai
peroksida yang meningkat secara signifikan dari 12,4 meq/kg pada hari pertama
dan menjadi 37,3 meq/kg pada hari kesepuluh. Nilai peroksida biodiesel minyak
ikan lebih rendah dibandingkan biodiesel komersial, karena asam lemak jenuh
lebih besar dan stabilitas oksidasi lebih tinggi.
Berat jenis biodiesel umumnya berkisar antar 0,86-0,90. Berat jenis dari
biodiesel minyak ikan sebesar 0,91 dan hasilnya lebih besar dari biodiesel
komersial. Knothe menyatakan bahwa proporsi asam lemak jenuh yang lebih
tinggi dengan rantai karbon yang lebih panjang menyebabkan peningkatan
viskositas kinematik. Hasil dari biodiesel minyak ikan yang memiliki 37,06% dan
37,3% asam lemak jenuh dengan rantai panjang (C20-C22) memiliki viskositas
kinematik yang lebih besar yaitu 4,4cSt pada suhu 70 . Suhu distilasi sangat
berhubungan dengan titik didih bahan bakar cair dan secara signifikan akan
mempengaruhi pembakaran karakteristik mesin diesel. Suhu distilasi yang lebih
tinggi akan mempercepat pengapian bahan bakar dan mengurangi probabilitas di
mesin diesel (Zheng dan Hanna 1996).
Heating value adalah entalpi setelah reaksi pembakaran bahan bakar pada
tekanan yang konstan. Semakin tinggi nilai kalor bahan bakar, semakin rendah
konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan untuk tenaga mesin. Monyem dan Van
Gerpen menyatakan bahwa biodiesel memiliki nilai kalor yang rendah yaitu 12,7-
14,7%
Jumlah cetane atau indeks setana digunakan untuk menunjukkan kualitas
pengapian bahan bakar diesel. Graboski dan McCormick (1998) menyatakan
bahwa indeks setana biodisel dari minyak kedelai berkisar antar 45,7-56,4. Indeks
setana dari biodisel minyak ikan adalah 50,9 lebih besar dari indeks setana
biodiesel komersial. Hal ini dikarenakan biodiesel minyak ikan mengandung
37,06% asam lemak jenuh yang mengakibatkan peningkatan indeks setana. Titik
nyala biodiesel minyak ikan adalah 103 dan lebih rendah dari titik nyala
biodiesel komersial. Hal ini kemungkinan dikarenakan biodiesel minyak ikan laut
masih terdapat kandungan metanol.
Bahan bakar cair dengan titik nyala yang tinggi dapat mencegah auto
ignition dan bahaya kebakaran pada suhu tinggi selama penyimpanan. Kuantitas
residu karbon yang dilepaskan setelah pembakaran dari biodiesel minyak ikan
adalah 0,76%. Adanya kotoran, abu, dan aditif dalam bahan bakar cair dapat
mempengaruhi kuantitas residu karbon setelah pembakaran. Pada saat
pembakaran, biodiesel minyak ikan menghasilkan residu karbon lebih banyak
dibandingkan biodiesel komersial, kemungkinan dikarenakan minyak ikan yang
terbuat dari soapstock yang memiliki kandungan kotoran berlebih. Biodiesel
komersial memiliki residu karbon yang rendah karena mengandung tingkat
oksigen elemental yang lebih tinggi dengan berat 9,63% wt, dibandingkan
biodiesel minyak ikan hanya 7,19% (Yuan Lin dan Rong JL 2008).
Aplikasi
Biodiesel merupakan alternatif yang paling dekat untuk menggantikan
bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia
merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di
mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan
infrastruktur sekarang ini.
Biodiesel digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk
mesin diesel. Biodiesel dapat diaplikasikan dalam bentuk 100% (B100) atau
dicampur dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BXX), seperti
10% biodiesel dicampur dengan solar 90% yang dikenal dengan nama B10
(Hambali 2007). Biodiesel dari minyak ikan mempunyai kualitas yang dapat
dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Biodiesel dari minyak ikan
mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan biodiesel dari produk
tumbuhan. Biodiesel dari minyak ikan menghasilkan emisi gas buang yang kecil
dibandingkan dengan biodiesel dari tumbuhan (Molin dan Ledebjer 2009).
Biodiesel dari limbah perikanan juga tidak memberi kan dampak terhadap
pencemaran lingkungan seperti pembentukan gas rumah kaca, photochemical
oksidasi, pembentukan hujan asam, dan perusakan lapisan ozon. Penelitian
Raheman dan Phadatare (2004) menunjukkan bahwa pengunaan biodiesel dan
campuran biodiesel dengan solar dapat mereduksi emisi CO dan oksida nitrogen.
PENUTUP
Pemanfaatan limbah perikanan merupakan salah satu upaya yang
mendukung kegiatan Zero Waste. Selain dengan maksud untuk mengurangi
dampak pencemaran bau dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan, ternyata
dampak positif lain juga dihasilkan dari produknya, yaitu biodiesel yang
merupakan energi ramah lingkungan. Sumber utama limbah cair industri
perikanan adalah air proses (pencucian, sisa pemasakan dan pengepresan ikan)
yang mengandung banyak bahan organik terlarut, padatan tersuspensi dan terlarut,
nutrien, dan minyak. Limbah cair industri perikanan salah satunya adalah minyak
ikan. Proses pembuatan biodiesel terdiri dari tahap dehidrasi, esterifikasi dan
transesterifikasi. Pembuatan biodiesel dari limbah minyak ikan terdapat dua reaksi
yaitu, esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi biasanya dilakukan jika
minyak yang digunakan mengandung asam lemak bebas tinggi. Efisiensi proses
produksi biodiesel diperoleh dari reaksi kinetika dimana tetapan laju reaksi
transesterifikasi sangat tergantung pada suhu, katalis, dan intervensi lain.
Peningkatan suhu pada proses produksi biodiesel akan mengakibatkan tetapan laju
reaksi menjadi besar. Efisiensi proses produksi biodiesel diperoleh dari kinetika
reaksi di mana tetapan laju reaksi transesterifikasi sangat tergantung pada suhu,
katalis, dan intervensi lain. Minyak ikan dapat dimanfaatkan sebagai biodiesel
karena mengandung asam lemak bebas. Peningkatan asam lemak bebas secara
cepat terjadi karena adanya enzim lipase aktif pada saat proses pembuatan minyak
ikan menjadi biodiesel. Penggunaan limbah minyak ikan sebagai bahan
pembuatan biodiesel ini berpotensi untuk mengurangi biaya produksi. Biodiesel
dari minyak ikan mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan biodiesel
dari produk tumbuhan. Biodiesel dari minyak ikan menghasilkan emisi gas buang
yang kecil dibandingkan dengan biodiesel dari tumbuhan. Biodiesel dari limbah
perikanan juga tidak memberikan dampak terhadap pencemaran lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA Aro T, Tahvonenr, Mattilat, Nurmij, Sivonent, Kallioh. 2000. Effects of season
and processing on oil content and fatty acids of baltic herring (Clupea harengus membras). Jagric Food Chem. 48 (12) : 6085–93.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor menurut jenis.http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1 &id_subyek=17¬ab=12. (8 November 2014).
Cherng-Yuan L dan Hsiu-An L. 2006. Diesel engine performance and emission characteristics of biodiesel produced by the peroxidation process. Fuel 85: 298-305.
Chiou B, El-Mashad HM, Avena-Bustillos RJ, Dunn RO, Bechtel PJ, McHugh TH. 2008. Biodiesel from waste salmon oil. Trans ASABE 51:797-802.
Costa JF, Almeida MF, Alvim-Ferraz MCM, Dias JM. 2013. Biodiesel production using oil from fish canning industry wastes. Energy Conversion and Management. 74 : 17–23
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM).2005. Pergeseran kebijakan energi akan menguntungkan Sumatera Selatan. http://dbm.djmbp.esdm.go.id/old/portaldpmb/modules/_news/news_detail.php?_id=1518. (8 November 2014).
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM).2010. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Produksi & spesifikasi, Produksi BBM, http://www.migas.esdm.go.id/. (8 November 2014).
Dias JM, Alvim-Ferraz MCM, Almeida MF. 2009. Production of biodiesel from acid waste lard. Bioresour Technol. 100:6355–61.
Dorado MP, E Ballesteros, JM Arnal, J Gomez, FJ Lopez. 2003. Exhaust emissions from a diesel engine fueled with transesterified waste olive oil. J Fuel 82:1311–1315.
El-Mashad H M, Zhang R, Avena-Bustillo R J. 2008. A two-step process for biodiesel production from salmon oil. Biosystems Engineering 99: 220 – 227.
Fan X and Burton R. 2009. Recent development of biodiesel feedstocks and the applications of glycerol: A review. Open Fuels Energy Sci. J. 2: 100-109.
FAO-Food and Agriculture Organization. 2006. The State of World fisheries and aquaculture. Rome.
FAO-Food and Agriculture Organization. 2008. Food outlook, global market analysis. Rome.
Fatmawati D dan Shakti PD. 2013. Reaksi metanolisis limbah minyak ikan menjadi metil ester sebagai bahan bakar biodiesel dengan menggunakan katalis NaOH. Jurnal Tekbologo Kimia dan Industri. 2(2) : 68-75.
Gerpen JV. 2005. Biodiesel processing and production. Fuel Process Technol 86:1097-107
Hambali 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Helwani Z, Othman MR, Aziz N, Fernando WJN, Kim J. 2009. Technologies for production of biodiesel focusing on green catalytic techniques. Fuel Process Technol 90:1502-14.
Irianto HE dan Giyatmi S. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Edisi 2. Penerbit Universitas Terbuka.
Kaban J dan Daniel. 2005. Sintesis n-6 etil ester asam lemak dari beberapa minyak ikan air tawar. Jurnal Komunikasi Penelitian 17 (2): 16–22.
Knothe G. 2005. Dependence of biodiesel fuel properties on the structure of fatty acid alkyl esters. Fuel Processing Technology 86: 1059– 1070.
Kusumaningsih T, Pranoto, Saryoso R. 2006. Making biodiesel from jatropha oil: effect of temperature and KOH concentration on the transesterification reaction based on base catalysts. Bioteknologi 3(1): 20-26.
Meher LC, Vidya Sagar D, Naik S N. 2006. Technical aspects of biodiesel production by transesterification: a review. Renewable and Sustainable Energy Reviews 10(3): 248–268.
Mittlebach M dan Remschmidt C. 2004. “Biodiesel The Comprehensive Handbook”. Vienna: Boersedruck Ges.m.bH.
Molin, J. and Ledebjer, S. 2009. Evaluation of Biodiesel as Heating Fuel. Linkopings Universitet, Linkoping, 14–17.
Piccolo, T. 2009. Framework analysis of fish waste for biodiesel production. www.aquaticbiofuel.com. (8 November 2014).
Raheman H dan Phadatare AG. 2004. Emissions and performance of diesel engine from blends of karanja methyl ester and diesel. http://earthbioenergy.com/Pongamia%20Biodiesel%201.pdf. (8 November 2014).
Rasyid A. 2003. Isolasi asam lemak tak jenuh omega 3 dari ikan lemuru. Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional. BPPT.
Reyes JF dan Sepulveda MA. 2006. PM-10 emissions and power of a Diesel engine fueled with crude and refined Biodiesel from salmon oil. Fuel 85: 1714-1719.
Rhesa P, Putraarni P, dan Mahfud. 2012. Pembuatan biodiesel secara batch dengan memanfaatkan gelombang mikro. Jurnal Teknik 1(1): 2301-9271
Soerawidjaja T. 2006. Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari TeknologiPembuatan Biodiesel. Seminar Nasional Biodiesel Sebagai Energi Alternatif Masa Depan Yogyakarta: UGM.
Susila IW. 2009. Pengembangan proses produksi biodiesel biji karet metode non-katalis “Superheated Methanol” pada tekanan atmosfir. Jurnal Teknik Mesin 11(2): 115–124.
Utami TS, Arbianti R, Nur hasman D. 2007. Kinetika Reaksi Transesterifikasi CPO terhadap Mutu Methyl Palmitat dalam Reactor Tumpak. Seminar Nasional Fundamental dan Aplikasi Teknik Kimia. ITS, Surabaya.
Utomo B S B, Sugiyono N T N, Amini S, Wulandari P, Luthfi A, Kusumawati R, Nurbayasari R, Munifah I. 2009. Laporan Teknis Riset Pengembangan Bioenergi dari Hasil Perikanan. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, BRKP, DKP, Jakarta.
Vicente G, Coteron A, Martinez M, Aracil J. 1998. Application of the factorial design of experiments and response surface methodology to optimize biodiesel production. Industrial Crops and Products 8(1), 29–35.
Widianto T N dan Utomo B S. 2010. Pemanfaatan minyak ikan untuk produksi biodiesel. Jurnal Squalen 5(1): 15-22.
Wiggers VR, Wisniewski Jr A, Madureira LAS, Barros AAC, Meier HF. 2009. Biofuels from waste fish oil pyrolysis: Continuous Production In A Pilot Plant. Fuel. 88:2135–41.
Wu YP, Huang HM, Lin YF, Huang WD, Huang YJ. 2014. Mackerel biodiesel production from the wastewater containing fish oil. Journal Energy 1-6.
Yuan Lin dan Rong JL. 2008. Fuel properties of biodiesel produced from the crude fish oil from the soapstock of marine fish. Fuel processing Technology 90:130–136.
Zhang Y, MA Dube, DD McLean, M Kates. 2003. Biodiesel production from waste cooking oil:1. process design and technological assessment. Bioresource Technology 89: 1–16.
Zheng D dan Hanna MA. 1996. Preparation and properties of methyl esters of beef tallow. Bioresource Technology 57: 137–142.