Upload
anonymous-ot2xhy1u
View
100
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
j
Citation preview
Tutorial Klinik
ENDOFTALMITIS OS
Disusun Oleh :
Pritha Fajar Abrianti G99141017
Meutia Halida G99141018
Debora Marga Pangestika G00141019
Pembimbing :
Dr.Senyum Indrakila, dr, Sp.M.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Mata merupakan organ yang penting bagi manusia. Berbagai fungsi penting
terdapat pada organ ini, di antaranya untuk melihat dan sebagai organ refraksi.
Mengingat fungsi yang begitu penting, mata sendiri dilengkapi dengan barier
pertahanan. Komponen barier pertahanan tersebut antara lain palpebra, refleks
berkedip, sekresi air mata, kornea, dan struktur jaringan yang intak (Pascolini, 2011).
Adanya infeksi baik yang didapatkan secara hematogen akibat infeksi
sistemik, maupun adanya infeksi akibat trauma tembus maupun perdarahan dapat
menyebabkan inflamasi pada bola mata. Endoftalmitis sendiri merupakan inflamasi
pada bagian dalam bola mata. Radang supuratif pada endoftalmitis dapat
menimbulkan abses pada badan kaca. Penyebab infeksi pada endiftalmitis beragam,
mulai dari infeksi bakteri, virus, parasit, maupun jamur (Kanski, 1999).
Organisme penyebab infeksi dapat menembus blood occular barrier dengan
infeksi langsung maupun dengan meruah permeabilitas vaskular endotel. Destruksi
jaringan intraokular mngkin berhubungan dengan invasi langsung mikroorganisme
dan atau dari pelepasan mediator inflamasi karena respons imun (Eva, 2007).
Endoftalmitis biasanya mengenai salah satu bola mata. Pasien dengan
endoftalmitis akan mengeluhkan rasa nyeri pada mata yang terkena. Pasien sudah
kehilangan kemampuannya untuk melihat. Pasien dengan endoftalmitis mendapatkan
terapi medikamentosa sesuai dengan penyebab infeksi. Bila pengobatan
medikamentosa dirasa tidak memberi hasil yang memuaskan perlu dilakukan
tindakan operatif berupa vitrektomi atau eviserasi untuk mengurangi keluhan nyeri
(Ilyas dan Yulianti, 2013).
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. P.
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Wonogiri
Tgl pemeriksaan : 25 April 2015
No. RM : 01 29 87 45
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Bola mata kiri nyeri dan kelopak mata kiri bengkak
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan bola mata kiri terasa nyeri dan kelopak
mata kiri bengkak. Keluhan dirasakan sejak 5 hari yang lalu. Kelopak mata
bengkak muncul tiba tiba ketika pasien bangun dari tidur. Awalnya bengkak
hanya kecil kemudian membesar secara cepat. Pasien kemudian merasakan
keluhan nyeri yang hebat pada bola mata kirinya. Nyeri dirasakan terus
menerus. Tidak ada factor yang memperberat maupun meringankan keluham
tersebut. Pasien juga mengatakan sejak kejadian tersebut, mata kiri tidak dapat
melihat. Keluhan pandangan kabur (-/+), pandangan dobel (-/-), bola mata
merah (-/+), mata nyeri (-/+), silau (-/-), nrocos (-/+), gatal (-/-), keluar cairan
lengket (-/-), pusing (-/-), cekot-cekot (-/-). Tidak ada riwayat trauma
sebelumnya. Pasien mengatakan tidak mengalami demam ataupun luka pada
saat ini. Pasien pernah menjalani operasi katarak pada mata kirinya 6 tahun
yang lalu.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyait serupa : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
- Riwayat pakai kaca mata : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
-Riwayat hipertensi : disangkal
-Riwayat kencing manis : disangkal
-Riwayat alergi : disangkal
-Riwayat sakit serupa : disangkal
E. Kesimpulan Anamnesis
OD OS
- Proses - Inflamasi
- Lokalisasi - Bola mata
- Sebab - Infeksi
- Perjalanan - Akut
- Komplikasi - Belum ditemukan
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum
Keadaan umum tampak sakit berat, compos mentis, gizi kesan cukup
T = 150/90 mmHg N = 119x/menit RR = 20x/menit S = 36,5 VAS:
5
B. Pemeriksaan subyektif OD OS
Visus sentralis jauh 6/20 1/tak hingga
Pinhole tidak maju tidak dilakukan
Refraksi tidak dapat dikoreksi tidak dilakukan
Visus sentralis dekat tidak dilakukan tidak dilakukan
Koreksi tidak dikoreksi tidak dilakukan
Visus Perifer
Konfrontasi test medan penglihatan sulit dievaluasi
sama dengan pemeriksa
Proyeksi sinar tidak dilakukan tidak dilakukan
Persepsi warna tidak dilakukan tidak dilakukan
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
Tanda radang tidak ada tidak ada
Luka tidak ada tidak ada
Parut tidak ada tidak ada
Kelainan warna tidak ada tidak ada
Kelainan bentuk tidak ada tidak ada
2. Supercilium
Warna hitam hitam
Tumbuhnya normal normal
Kulit sawo matang sawo matang
Geraknya dalam batas normal dalam batas normal
3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita
Strabismus tidak ada tidak ada
Pseudostrabismus tidak ada tidak ada
Exophtalmus tidak ada tidak ada
Enophtalmus tidak ada tidak ada
Anopthalmus tidak ada tidak ada
4. Ukuran bola mata
Mikrophtalmus tidak ada tidak ada
Makrophtalmus tidak ada tidak ada
Ftisis bulbi tidak ada tidak ada
5. Gerakan Bola Mata
Temporal superior normal normal
Temporal inferior normal normal
Temporal normal normal
Nasal normal normal
Nasal superior normal normal
Nasal inferior normal normal
6. Kelopak mata
Gerakannya dalam batas normal dalam batas normal
Lebar rima 10 mm 3 mm
Udem tidak ada ada
Hiperemis tidak ada ada
Entropion tidak ada tidak ada
Ekstropion tidak ada tidak ada
7. Sekitar saccus lakrimalis
Udem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
8. Sekitar Glandula lakrimalis
Udem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
9. Tekanan Intra Okuler
Palpasi N N+3
Tonometer Schiotz tidak dilakukan tidak dilakukan
Non Contact Tonometer tidak dilakukan tidak dilakukan
10. Konjungtiva
Konjungtiva palpebra superior
Udem tidak ada sulit dievaluasi
Hiperemis tidak ada sulit dievaluasi
Sekret tidak ada tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Udem tidak ada sulit dievaluasi
Hiperemis tidak ada sulit dievaluasi
Sekret tidak ada tidak ada
Konjungtiva Fornix
Udem tidak ada sulit dievaluasi
Hiperemis tidak ada sulit dievaluasi
Sekret tidak ada tidak ada
Konjungtiva Bulbi
Kemotik tidak ada ada
Hiperemis tidak ada ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Injeksi konjungtiva tidak ada ada
Injeksi siliar tidak ada ada
Sekret tidak ada ada
11. Sklera
Warna putih hiperemis
Penonjolan tidak ada tidak ada
12. Cornea
Ukuran 12 mm 12 mm
Limbus jernih keruh
Permukaan rata, mengkilap rata, tidak mengkilap
Sensibilitas normal normal
Keratoskop (Placido) tidak dilakukan tidak dilakukan
Fluoresin Test tidak dilakukan tidak dilakukan
Arcus senilis (+) (+)
13. Kamera Okuli Anterior
Isi jernih sulit dievaluasi
Kedalaman normal sulit dievaluasi
14. Iris
Warna coklat coklat
Gambaran spongious spongious
Bentuk bulat bulat
Sinekia Anterior tidak ada tidak ada
15. Pupil
Ukuran 2 mm midriasis
Bentuk bulat bulat
Tempat sentral sulit dievaluasi
Reflek direct (+) (-)
Reflek indirect (+) (-)
Reflek konvergensi baik sulit dievaluasi
16. Lensa
Ada/tidak ada ada
Kejernihan jernih sulit dievaluasi
Letak sentral sulit dievaluasi
Shadow test tidak dilakukan tidak dilakukan
17. Corpus vitreum
Kejernihan jernih sulit dievaluasi
Fundus refleks normal sulit dievaluasi
Papil normal sulit dievaluasi
D. FOTO PASIEN:
Gambar 1. Okuler Dextra dan Okuler Sinistra
E. PEMERIKSAAN SLIT LAMP
OD OS
Kornea dalam batas normal keruh menyeluruh
Camera occuli anterior dalam batas normal hilang
Van Herick dalam batas normal 0
Iris dalam batas normal dalam batas normal
Pupil dalam batas normal midriasis
Lensa dalam batas normal menempel di endotel
kornea
IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
Visus sentralis jauh 6/20 1/tak hingga
Pinhole tidak maju tidak dilakukan
Refraksi tidak dapat dikoreksi tidak dilakukan
Koreksi tidak dapat dikoreksi tidak dapat dikoreksi
Sekitar mata dalam batas normal dalam batas normal
Supercilium dalam batas normal dalam batas normal
Pasangan bola mata dalam batas normal dalam batas normal
dalam orbita
Ukuran bola mata dalam batas normal dalam batas normal
Gerakan bola mata dalam batas normal dalam batas normal
Kelopak mata dalam batas normal udem, hiperemis
Sekitar saccus lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal
Sekitar glandula lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal
Tekanan Intra Okuler N N+3
Konjunctiva bulbi dalam batas normal kemotik
Sklera dalam batas normal dalam batas normal
Kornea dalam batas normal keruh, tidak mengkilap
Camera oculi anterior jernih, dalam sulit dievaluasi
Iris dalam batas normal dalam batas normal
Pupil dalam batas normal midriasis,refleks direct (-)
Refleks indirect (-)
Lensa
Kejernihan jernih sulit dievaluasi
Letak sentral menempel di endotel
kornea
Corpus vitreum dalam batas normal sult dievaluasi
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Endoftalmitis
2. Panoftalmitis
3. Tumor intraokuler
4. Panuveitis
VI. DIAGNOSIS
Endoftalmitis OS
VII. PLANNING
• USG mata
VIII. TERAPI
• Floxa/ jam
• Gentamycin eye drop 2 gtt OS sebelum tidur
• Na diclofenac 2x1 tab
• Ciprofloxacin 2x1 tab
• Tetrasiklin 2x1 tab
• KSR 3x1 tab
• Pro eviserasi
IX. PROGNOSIS OD OS
Ad vitam bonam bonam
Ad sanationam bonam malam
Ad functionam bonam malam
Ad kosmetikum bonam malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi
A. Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior 24 mm. Bola
mata di bagian depan (kornea) memiliki kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh
3 lapis jaringan yaitu:
1. Tunika fibrosa
Tunika fibrosa terdiri dari kornea dan sclera. Kornea merupakan bagian
terdepan dari sklera yang bersifat transparan dan memudahkan sinar masuk ke
dalam bola mata. Sedangkan sklera merupakan jaringan ikat kenyal yang
memberikan bentuk pada bola mata.
2. Tunika vasculosa
Tunika vasculosa merupakan jaringan vaskular yang terletak di bagian dalam
tunika fibrosa. Jaringan ini terdiri dari iris, badan siliar dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk
ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersyarafi simpatis sedangkan otot
sphincter iris dipersarafi oeh saraf parasimpatis. Otot siliar yang terletak pada
badan siliar berfungsi untuk akomodasi. Processus siliaris menghasilkan
humor akuos yang dikeluarkan melalui trabekulum meshwork.
3. Tunika nervosa
Tunika nervosa merupakan bagian terdalam pada mata yang terdiri dari retina.
Retina memiliki 10 lapis membran neurosensoris yang akan mengubah sinar
menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Badan kaca
mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel
di papil saraf optik, macula, dan pars plana. Bila terdapat jaringan ikat di
dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka akan robek dan
terjadi ablasio retina (Guyton dan Hall, 2006).
B. Korpus Vitreus
Kopus vitreus atau badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca
bening yang terletak di antara lensa dan retina. Badan kaca bersifat semi cair di
dalam bola mata. Badan kaca mengandung air sebanyak 90%, sehingga tidak
dapat lagi menyerap air (IIlyas dan Yulianti, 2013).
Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata yaitu
mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu
jaringan bola mata. Perlekatan itu terletak pada bagian yang disebut ora serata,
pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan badan kca disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan
oftalmoskopi (Ilyas dan Yulianti, 2013).
Gambar 2. Anatomi Bola Mata
Endoftalmitis
A. Definisi
Endoftalmitis adalah peradangan berat pada bola mata, biasanya akibat
trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Endoftalmitis dapat berbentuk
radang supuratif dalam bola mata, dan akan mengakibatkan abses di badan kaca
(Eva, 2007).
B. Epidemiologi
Angka kejadian endoftalmitis setelah operasi terbuka bola mata di Amerika
adalah 5-14% dari semua kasus endoftalmitis. Sedangkan endoftalmitis yang
diebabkan trauma sekitar 10-30%, dan endoftalmitis yang disebabkan reaksi
antibodi terhadap pemasangan lensa sebagai benda asing tubuh adalah 7-31%
(Pascolini, 2011).
C. Etiologi
Penyebab endoftalmitis dapat dibagi menjadi 2 yaitu endoftamitis yang
disebabkan oleh infeksi dan endoftalmitis yang disebabkan proses imunologis
atau autoimun (non infeksi). Endoftalmitis yang disebabkan oleh bakteri dapat
bersifat:
1. Endoftalmitis endogen
Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur ataupun
parasit dari fokus infeksi di dalam tubuh, yang menyebar secara hematogen
ataupun akibat penyakit sistemik lainnya, misalnya endocarditis.
2. Endoftalmitis eksogen
Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi
sekunder/ komplikasi yang terjadi pada tindakan pembedahan yang membuka
bola mata, reaksi terhadap benda asing dan trauma tembus bola mata. Bakteri
gram positif menyebabkan 56-90% dari seluruh kasus endoftalmitis. Beberapa
kuman penyebabnya dalah staphylococcus epidermidis, staphylococcus
aureus, dan spesies streptococcus. Bakteri gram negatif seperti pseudomonas,
escherichia coli dan enterococcus dapat ditemukan dari trauma tembus bola
mata. Endoftalmitis akibat pembedahan biasa terjadi setelah 24 jam dan
penglihatan akan semakin memburuk dengan berlalunya waktu. Bila sudah
memburuk, akan terbentuk hipopion, yaitu kantung berisi cairan putih, di
depan iris.
3. Endoftalmitis fakoanalitik
Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan endoftalmitis unilateral ataupun
bilateral yang merupakan reaksi uvea granulomaosa terhadap lensa yang
mengalami ruptur. Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan suatu penyakit
autoimun terhadap jaringan tubuh (lensa) sendiri, akibat jaringan tubuh tidak
mengenali jaringan lensa yang tidak terletak di dalam kapsul. Pada tubuh
terbentuk antibodi terhadap lensa sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang
akan menimbulkan gejala endoftalmitis fakoanafilaktik (Ilyas et al 2010; Ilyas
dan Yulianti, 2013).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis endoftalmitis dapat diketahui dari gejala subjektif dan objektif
yang didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Subjekif
Secara umum, gejala subjektif dari endoftalmitis adalah:
a. Nyeri pada bola mata
b. Penurunan tajam penglihatan
c. Fotofobia
d. Nyeri kepala
e. Mata terasa bengkak
f. Kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit untuk dibuka.
Adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata
disertai dengan atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan
karena adanya kemungkinan penyebab eksogen. Mengenai penyebab endogen
maka penderita perlu di anamnesis mengenai ada atau tidaknya riwayat
penyakit sistemik yang dideritanya.
Penyakit yang merupakan predisposisi terjadinya endoftalmitis di
antaranya adalah diabetes melitus, AIDS dan SLE yang dapat dihubungkan
dengan imunitas yang rendah. Sedangkan beberapa penyakit infeksi yang
dapat menyebabkan endoftalmitis endogen akibat penyebarannya secara
hematogen adalah meningitis, endokorditis, infeksi saluran kemih, infeksi
paru-paru dan pielonefritis3. untuk endoftalmitis fakoanafilaktik, dapat
ditanyakan tentang adanya riwayat segala subjektif katarak yang diderita
pasien sebelumnya (Ilyas dan Yulianti, 2013; Kanski, 1999).
2. Obyektif
Kelainan fisik yang ditemukan berhubungan dengan struktur bola mata
yang terkena dan derajat infeksi/peradangan. Pemeriksaan yang dilakukan
adalah pemeriksaan luar, slit lamp dan funduskopi kelainan fisik yang dapat
ditemukan dapat berupa:
a. Udem palpebra superior
b. Reaksi konjungtiva berupa hiperemis dan kemosis
c. Injeksi siliar dan injeksi konjungtiva
d. Udem kornea
e. Kornea keruh
f. Keratik presipitat
g. Bilik mata depan keruh
h. Hipopion
i. Kekeruhan vitreus
j. Penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak pucat
ataupun hilang sama sekali.
Pada endoftalmitis yang disebabkan jamur, di dalam badan kaca
ditemukan masa putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam
badan kaca, dengan proyeksi sinar yang baik (Eva, 2007).
Gambar 3. Gejala obyektif pada mata yang terkena endoftamlitis
Gambar 4. Hipopion atau penumpukan sel radang pada camera occuli anterior
E. Pemeriksaan Penunjang
Metode kultur merupakan langkah yang sangat diperlukan karena bersifat
spesifik untuk mendeteksi mikroorganisme penyebab. Teknik kultur memerlukan
waktu 48 jam - 14 hari. Bahan-bahan yang dikultur diambil dari cairan dari COA
dan corpus vitreous. Pemeriksaan lain yang diperlukan:
1. Pemeriksaan darah lengkap, LED, kadar nitrogen, urea darah, dan kreatinin.
2. Foto Thoraks
3. Echocardiografi
4. Kultur darah, urin, LCS, sputum, tinja
Pada endoftalmitis, biasanya terjadi kekeruhan pada korpus vitreous. Oleh
sebab itu, bila dengan pemeriksaan oftalmoskop, fundus tidak terlihat, maka dapat
dilakukan pemeriksaan USG mata. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
apakah ada benda asing dalam bola mata, menilai densitas dari vitreitis yang
terjadi dan mengetahui apakah infeksi telah mencapai retina (Eva, 2007;
Pascolini, 2011).
F. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis endoftalmitis ditegakkan bila pada pasien didapatkan gejala
subyektif maupun temuan obyektif tersebut. Diagnosis endoftamitis dipastikan
dengan aspirasi 0,5 – 1 ml korpus vitreus dengan anestesi lokal melalui
sklerotomi pars plana dengan menggunakan jarum 20-23, kemudian aspirat
diperiksa secara mikroskopis. Setelah organisme dapat diidentifikasi,
diindikasikan pengobatan medis segera (Ilyas dan Yulianti, 2013).
G. Klasifikasi
1. Endoftalmitis Purulen (supuratif)
Endoftalmitis purulen memberikan gambaran abses di dalam badan kaca.
2. Endoftalmitis Non Purulen (non supuratif)
Endoftalmitis non purulen disebabkan oleh kuman non piogen seperti
tuberkulosis, sepsis, lepra, toksoplasmosis dan histoplasmosis yang akan
memberikan gejala peradangan uvea berat tanpa adanya supurasi.
3. Endoftalmitis Fakoanafilatik (Ilyas et al, 2010)
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medikamentosa yang dapat dilakukan yatiu:
1. Antibiotik yang sesuai dengan organisme penyebab.
2. Steroid secara topikal, konjungtiva, intravitreal, atau secara sistematik, yang
digunakan untuk pengobatan semua jenis endoftalmitis.
3. Sikloplegia tetes dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, stabilisasi
aliran darah pada mata dan mencegah terjadinya sinekia.
4. Tindakan Vitrektomi
Vitrektomi dilakukan pada keadaan visus yang buruk pada endoftalmitis,
dikarenakan virulensi mikroorganisme penyebab yang memiliki enzim
proteolitik dan produk toksin yang dapat merusak retina, serta kemampuan
multiplikasi yang cepat, juga jarak antara ditegakkannya diagnosis sampai
pada saat terapi diberikan. Oleh karena itu pengobatan ditujukan bukan untuk
memperbaiki visus, tapi untuk mengatasi proses inflamasi yang terjadi, serta
membatasi infeksi agar tidak terjadi penyulit dan keadaan yang lebih berat.
5. Eviserasi
Eviserasi dipilih sebagai tindakan operatif untuk endoftalmitis apabila
vitrektomi tidak berhasil. Namun pada beberapa buku, dikatakan bahwa
eviserasi menjadi pilihan bila pengobatan dengan antibiotik telah gagal (Ilyas
dan Yulianti, 2013; Kanski, 1999).
Teknik pengobatan pada endoftalmitis adalah dengan secepatnya memulai
pemberian antibiotik empiris yang sudah terbukti efektif terhadap organisme
spesifik yang diduga secara intravitreal dengan dosis dan toksisitas yang diketahui
(Ilyas et al, 2010).
Pada endoftalmitis yang disebabkan oleh bakteri, terapi obat-obatan secara
intraviteral merupakan langkah pertama yang diambil. Pemberian antibiotik
dilakukan secepatnya bila dugaan endoftalmitis sudah ada, dan antibiotik yang
sesuai segera diberikan, bila hasil kultur sudah ada. Antibiotik yang dapat
diberikan dapat berup antibiotik yang bekerja terhadapa membran set, seperti
golongan penicilin, Cephalosporin dengan antibiotik yang dapat menghambat
sintesa protein dengan reseptor ribosomal, seperti golongan Chloramphenicol,
Aminoglycosida (Ilyas dan Yulianti, 2013).
Antibiotik tersebut dapat diberikan secara tunggal ataupun kombinasi.
Kombinasi yang dianjurkan adalah gabunan antara golongan aminoglikosida.
Pilihan kombinasi tersebut merupakan yang terbaik, karena
1. Toksisitas minimal terhadap retina dan jaringan ocular
2. Kombinasi tersebut lebih memiliki arti klinis dibandingkan pemberian
antibiotik tunggal maupun kombinasi lainnya.
3. Sebagai terapi awal yang agresif untuk mencegah kerusakan jaringan
intraokular yang luas, karena kadang mikroorganisme sulit di identifikasi dari
endoftalmitis (Kanski, 1999).
Biasanya endoftalmitis fungal terdiagnosis bila respon pasien setelah
pemberian antibiotik dosis tunggal atau kombinasi tidak ada. Ataupun ditemukan
faktor-faktor predisposisi seperti, pasien sedang dalam pengobatan antibiotik
spektrum luas dalam jangka waktu lama, pasien menderita keganasan ataupun
dalam keadaan imunitas yang buruk (Eva, 2007).
Pemberian sikloplegik dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri,
stabilisasi aliran darah pada mata, mencegah dan melepas sineksia serta
mengistirahatkan iris dan benda siliar yang sedang mengalami infeksi (Eva,
2006).
Pada kasus yang berat dapat dilakukan Vitrektomi Pars Plana, yang
bertujuan untuk mengeluarkan organisme beserta produk toksin dan enzim
proteolitiknya yang berada dalam vitreous, meningkatkan distribusi antibiotik dan
mengeluarkan membrane siklitik yang terbentuk, yang potensial menimbulkan
ablasi, serta mengembalikan kejernihan vitreous (Pascolini, 2011).
Gambar 5. Ilustrasi Vitrektomi
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi jika proses peradangan mengenai ketiga
lapisan mata (retina, koroid dan sklera) dan badan kaca maka akan mengakibatkan
panoftalmitis. Panoftalmitis merupakan peradangan pada seluruh bola mata
termasuk sklera dan kapsula tenon. Panoftalmitis akibat jamur perjalanan
penyakitnya lambat, sedangkan panoftalmitis akibat bakteri perjalanan
penyakitnya cepat.
Panoftalmitis akan memberikan gejala penurunan tajam penglihatan
disertai rasa sakit, mata menonjol, edema kelopak, konjungtiva kemotik, kornea
keruh, bilik mata dengan hipopion, dan refleks putih di dalam fundus dan okuli.
Pengobatan panoftalmitis dilakukan dengan antibiotika dosis tinggi dan bila gejala
radang sangat berat dilakukan eviserasi bola mata (Ilyas dan Yulianti, 2013).
Perbedaan endoftalmitis dan panoftalmitis terurai pada tabel berikut.
Tabel 1. Perbedaan Endoftalmitis dan Panoftalmitis
I. Prognosis
Endoftalmitis endogen lebih buruk daripada endoftalmitis eksogen karena
berhubungan dengan tipe organisme yang berhubungan (tingkat virulensi,
organisme, daya tahan tubuh penderita dan keterlambatan diagnosis) (Kanski,
1999).
Endoftalmitis yang diterapi dengan vitrektomi 74% pasien mendapatkan
perbaikan visus sampai 6/30 (Kanski, 1999).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosis OS
endoftalmitis. Adapun penatalaksanaan pertama yang dilakukan dengan
memberikan antibiotika. Pasien direncanakan untuk dilakukan vitrektomi.
B. Saran
1. Perlunya dilakukan pengambilan sampel cairan vitreus untuk mengetahui
etiologi endoftalmitis.
2. Pada pasien perlu dilaksanakan vitrektomi yang merupakan terapi definitif
untuk pasien endoftalmitis.
DAFTAR PUSTAKA
Eva PR, Whitcher JP. 2007. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc
Graw-Hill.
Guyton AC, Hall EH. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Ilyas, S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman R, Simarwata M., Widodo PS (eds).
2010. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran
Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto
Ilyas S, Yulianti SR. 2013. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kanski JJ. 1999. Clinical Ophtalmology. 4th ed. Oxford: Butterworth-Heinemann
Kanski JJ, Bowling B. 2011. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th edition.
China: Elsevier .
Pascolini D, Mariotti SP. 2011. Global estimates of visual impairment. BR J Ophthalmol.