Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HASIL DAN PEWBAHASAN
Penelitian Pendahuluan
Percobaan Laboratoris, Percobaan ini dilakukan un-
tuk menentukan kadar karotenoid dan daya eimpan ekstrak
karotenoid CPO (ECPO).
Penentuan kadar karotenoid ECPO dilakukan dengan
menganalisis kadar total karoten dan total xantofil.
Selain analisis kadar karotenoid ECPO dilakukan pula
analisie kadar karotenoid CPO dengan haeil seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Analisis Kadar CPO dan ECPO
Sumber Karotenoid Karotenoid ....................................
Total karoten Total xantofil
Haeil analisie kadar karotenoid dengan kromatografi
kolom menunjukkan bahwa CPO yang digunakan mengandung
karoten yang cukup tinggi, yaitu CPO dengan kualitae di
atas standar kualitas regular. Menurut BPPM (1975) ka-
dar karotenoid CPO dari kualitae regular sekitar 500-700
ppm. Hartley (1977) menyatakan bahwa terdapat variasi
dalam tingkat karotenoid CPO, Kulit buah yang berwarna
merah menghasilkan CPO yang berwarna pekat dengan ting-
kat karotenoid yang tinggi sedangkan kulit buah yang
berwarna kuning kemerahan menghasilkan CPO dengan warna
yang lebih muda serta tingkat karotenoid yang lebih
rendah.
Pada Tabel 8 terlihat pula bahwa perolehan total
karoten ECPO adalah sekitar 61 persen dari total karoten
CPO. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa dalam proaee
ekstraksi sebagian karotenoid tidak tereketrak. Kemung-
kinan dalam proses ekstraksi penggunaan tingkat adsorben
belum memadai untuk menghasilkan perolehan karotenoid
yang maksimal. Menurut Schuliger (1978) daya adaorbsi
dipengaruhi antara lain oleh jenia dan konsentrasi
adsorben. Apabila adsorben telah jenuh dengan karoten
maka adsorbsi karoten akan terhenti. Dari hasil anali-
sis didapati pula bahwa karotenoid yang diperoleh dqlam
proees ekstraksi menun3ukkan hasil yang lebih tinggi 21
persen daripada perolehan karotenoid dalam proses eks-
traksi yang pernah dilakukan oleh Naibaho (1983).
Penggunaan kromatografi lapisan tipie (KLT) untuk
mengetahui fraksi karotenoid CPO dan ECPO tidak menun-
jukkan hasil yang sempurna. Hasil analisis ini hanya
memperlihatkan adanya satu fraksi baik untuk CPO maupun
ECPO, dan diduga merupakan total karoten . Keadaan
tersebut dapat terjadi karena lempengan silika gel yang
digunakan untuk KLT lebih cocok digunakan untuk mengana-
lisia fraksi xantofil.
Penentuan daya simpan karotenoid ECPO didasarkan
pada laju penurunan kadar total karoten dan total xanto-
fil selama penyimpanan (Tabel Lampiran 1).
Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa pemberian BHT
sebanyak 0.02 persen telah mampu menekan laju penurunan
kadar total karoten maupun total xantofil, dengan hasil
yang tidak berbeda dengan pemberian BHT aebanyak 0.10
peraen maupun 0-50 persen. Penggunaan BHT 0.02 peraen
menunjukkan hasil yang lebih baik dalam menekan penurun-
an kadar total karoten eelarna penyimpanan 12 minggu di-
bandingkan dengan kontrol yaitu eekitar 11 persen. Ke-
adaan ini menunjukkan bahwa penggunaan BHT eampai taraf
0.02 pereen mampu membataei pembentukan radikal bebaa.
Penggunaan antiokeidan BHT aelebihnya tidak lagi ber-
manfaat untuk mencegah pembentukan radikal bebae akibat
proses oksidaai yang dapat menyebabkan kerueakan karo-
tenoid. Bauernfeind (lg81) menyatakan bahwa jika terda-
pat radikal-radikal yang terbentuk akibat okaidasi maka
antioksidan akan digunakan-
Penurunan tertinggi kadar total karoten dan total
xantofil yang ditambahkan BHT nampak pada awal minggu
sampai dengan minggu ke-6 sedangkan aetelah itu penurun-
an kadar karotenoid semakin kecil bahkan hampir tidak
terdapat penurunan. Dengan demikian didapati bahwa
kurva penurunan kadar total xantofil sama dengan pola
penurunan kadar total karoten, dan khusus untuk kurva
penurunan kadar total karoten diperlihatkan pada Gambar
6 berikut ini.
+
L 6.00 9, BHT
4- 0.02 X BHT
0.10 Z BHT
-& 0.50 Z BHT
J
0 2 4 6 8 10 12
Lama penyimpanan (minggu)
Gambar 6. Kurva Penurunan Total Karoten
Percobaan Biologis. Setelah mernperoleh hasil per-
cobaan laboratoris dilakukan pengujian ECPO selanjutnya,
yaitu pengujian biologis dengan memberikan ECPO pada
ternak ayam sebagai bahan pakan sumber vitamin A. Hasil
percobaan ini berupa nilai rataan berbagai peubah yang
diukur ditampilkan pada Tabel 9 -
Potensi produksi ternak ayam yang terdiri dari be-
berapa peubah respons yaitu konsumsi ransum, produkai
telur dan konversi ransum secara serempak telah diana-
lisis dengan Analisis Ragam Peubah Ganda (Manova), dan
dilanjutkan dengan Uji Kontras berdasarkan pembanding
ortogonal yang telah direncanakan terdahulu seperti yang
tertera pada Tabel Lampiran 2. Hasil Manova menunjukkan
adanya pengaruh perlakuan yang nyata terhadap potensi
produksi ternak ayam seperti yang disajikan pada Tabel
Lampiran 3. Dengan menggunakan Uji Kontras Ortogonal
didapati bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang sangat
nyata antara ransum tanpa kandungan i3-karoten dan ransum
yang mengandung P-karoten terhadap potensi produksi.
Pemberian ransum dengan B-karoten menghasilkan respons
terhadap nilai rataan potensi produksi yang lebih baik
dalam ha1 ini konsumsi ransum, produksi telur dan kon-
versi ransum dibandingkan dengan ransum tanpa P-karoten
(Tabel 9). Konsumsi ransum yang baik dapat disebabkan
karena kebutuhan vitamin A ternak ayam dapat disuplai
dengan pemberian 0-karo*en baik yang berasal dari CPO
maupun ECPO. Menurut Ensminger dkk. (1990), vitamin A
dibutuhkan ternak ayam untuk kesempurnaan sel-sel epitel
jaringan termasuk sel-sel saluran pencernaan dan alat
reproduksi. Hal ini berarti apabila kebutuhan vitamin A
ternak dapat dipenuhi dengan pemberian P-karoten, maka
kenormalan sel-sel jaringan teraebut dapat terjamin se-
hingga konsumsi ransum akan meningkat. Shellenberger
dkk. (1960) menyatakan bahwa konsumsi ransum meningkat
dengan bertambahnya vitamin A dalam ransum ayam. A y q + S I , . e
, ..* , . * I dewasa yang mengalami kekurangan vitamin A
- , . f ! - "
Tabel 9. Wilai Rataan Berbagai Peubah Respons pada Penelitian Pendahuluan
Vitrrin A k t i (IUlg) 7I;bO 97.00 l1 l .W 143.00 179.00 16.60 114.00 139.00 177.00
[ettrrnau: R1 = l u w n t v p krndrngan O-krroter (kontrol)
R2 = lanwdengan I-krroten 4 000 IUIkg drri CPI
I3 IUWL den)an I-krroten I 004 I Q I k ~ lari Cl0
R+ = hrsmn dengrn I-krroten 12 000 IUIkg drri CPD
Rs = Ransun dengrn 8-karoten 11 000 IUlkg dari CPQ
Rb = Rrnsnn dogar O-krroten 4 000 IUIkg drri EPO
R7 = Rrrsun dengar I-krroten 1 000 IUIkg drri ECPO
Ig = lrnsnn dengrr 8-krroter 12 000 IU/kl drri ECPO
R9 = Rrnsrn dengar I-krroter 16 000 IUlkg drri ECPO
terjadinya kerusakan pada saluran makanan dan ditemukan
adanya nanah putih pada kerongkongan yang menyebar ke
tembolok.
Selain konsumsi ransum didapati pula bahwa produkai
telur meningkat dengan bertambahnya tingkat pemberian
0-karoten dalam ransum, sedangkan konversi ransum juga
menunjukkan hasil yang lebih baik pada ransum yang me-
ngandung P-karoten dibandingkan ransum tanpa P-karoten
(Tabel 9). Ewing (1963) juga melaporkan bahwa pemberian
karoten dari tepung daun alfalfa menghasilkan produksi
telur yang baik.
Selanjutnya hasil Uji Kontras juga menunjukkan bah-
wa tidak terdapat perbedaan pengaruh perlakuan antara
CPO dan ECPO sebagai sumber karotenoid. Haail peneliti-
an ini menunjulrlran bahwa CPO dan ECPO memberikan penga-
ruh yang seragam terhadap potensi produksi ayam petelur.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karotenoid CPO
yang diekstrak dengan bentonit mempunyai potensi biolo-
gis yang sama dengan karotenoid dari CPO dan diduga da-
lam proses ekstraksi, struktur kimia karotenoid ECPO
tetap sama dengan CPO atau tidak mengalami perubahan.
Percobaan Naibaho (1983) juga menunjukkan bahwa potensi
biologis ekstrak karotenoid CPO yang menggunakan peng-
ekstrak bentonit tidak berbeda dengan vitamin A-asetat,
dan akhirnya diaimpulkan bahwa ekstrak karotenoid CPO
mempunyai komposisi dan sifat yang sama dengan CPO.
Hasil Uji Kontras seperti yang dapat dipahami me-
nunjukkan pula bahwa pemberian B-karoten di dalam ransum
memberikan pengaruh linear yang sangat nyata terhadap
potensi produksi baik pada ransum yang menggunakan CPO
maupun ECPO, sedangkan pengaruh kuadratik dan kubik
tidak nyata (Tabel Lampiran 3). Adanya efek linear ter-
sebut menunjukkan bahwa taraf perlakuan B-karoten yang
diberikan masih di bawah taraf untuk mendapatkan pe-
ngaruh terhadap respona potensi produksi yang maksimal
pada ayam petelur. Perlakuan dengan taraf D-karoten pa-
da ransum yang menggunakan ECPO didasarkan pada rekomen-
dasi penggmaan bentonit dalam ransum ayam, y a w dalam
penelitian ini dipakai sebagai pengekstrak karoten CPO.
Ewing (1963) merekomendasikan penggunaan bentonit dalam
ransum ayam sebesar 2 persen. Sementara itu kemungkinan
penggunaan CPO sebenarnya dapat ditingkatkan baik seba-
gai sumber lemak maupun sumber karotenoid. Namun dalam
kasus percobaan ini kandungan D-karoten CPO dibuat seta-
ra dengan B-karoten ECPO sehingga dilakukan penyesuaian
pula pada tingkat penggunaan CPO. Selanjutnya de Witt
dan Chong (1988) mengemukakan bahwa konsumsi vitamin A
dalam level yang tinggi dapat menyebabkan keracunan se-
dangkan konsumsi P-karoten dalam level tinggi tidak me-
nyebabkan keracunan.
Peubah warna kuning telur secara statistik tidak
dianalisis karena berdasarkan data pengamatan yang
diperoleh sebagai hasil pengujian warna kuning telur de-
ngan Roche yolk colour f m menunjukkan bahwa rataan skor
warna pada semua perlakuan adalah seragam, dengan skor
yang diperoleh sekitar 3 (Tabel 9 ) . Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh terha-
dap peningkatan warna kuning telur. Bila ditinjau dari
tingkat penggunaan CPO maupun ECPO, maka dapat di-
telusuri bahwa Jumlah karotenoid CPO yang berperan seba-
gai sumber pigmen pada taraf penggunaan CPO dan ECPO
pada penelitian in1 adalah sangat kecil sehingga tidak
berpengaruh terhadap warna kuning telur. Menurut Meyer
( 1966) karotenoid yang' berperan dalam pigmentasi adalah
frakei xantofil seperti lutein dan zeasantin. Mclellan
(1983) melaporkan bahwa kadar xantofil CPO hanya sekitar
5 persen total karotenoid. Sementara itu Bauernfeind
(1981) menyatakan bahwa pemberian xantofil aebanyak 20
mg/kg ransum, menghaailkan telur dengan warna medium
dengan skor sekitar 6. Pemberian carophyl yellow seba-
nyak 8 gram/100 kg ransum menunju3ckan peningkatan warna
kuning telur yang sangat nyata (Lubia, 1977). Disamping
xantofil, total karotenoid juga berperan dalam pening-
katan warna kuning telur (Williams, Davies dan Couch,
1962; Sumiati, 1980). Bauernfeind (1981) mengemukakan
bahwa vitamin A ranaum dapat mempengaruhi warna kuning
telur. Pemberian vitamin yang melebihi 12000 IU/kg
ransum menyebabkan penurunan warna kuning telur.
Hasil analisis kadar vitamin A hati pada awal pe-
nelitian yaitu setelah masa depletion period adalah 64
IU/g. Selanjutnya nilai rataan kadar vitamin A hati
ayam dapat dilihat pada Tabel 9.
Berdasarkan hasil Analisis Ragam Peubah Tunggal
(Uniwwfate) didapati bahwa perlakuan berpengaruh sangat
nyata terhadap kadar vitamin A hati ayam (Tabel Lampir-
an 3).
Hasil Uji Kontraa Ortogonal (Tabel Lampiran 3) me-
nunjukkan adanya perbedaan pengaruh yang sangat nyata
terhadap kadar vitamin A hati antara ransum tanpa kan-
dungan D-karoten dan raneum yang mengandung D-karoten.
Pemberian ranaum dengk D-karoten menghaeilkan reepons
terhadap kadar vitamin A hati yang lebih baik dibanding-
kan ranaum tanpa D-karoten. Semakin tinggi tingkat B-
karoten ransum baik dari CPO maupun ECPO menghaailkan
kadar vitamin A hati yang semakin tinggi pula (Tabel 9) .
Haail penelitian ini menunjukkan bahwa B-karoten CPO
maupun ECPO dapat diubah oleh ternak ayam menjadi vita-
min A dan disimpan di dalam hati. Bauernfeind (1981)
melaporkan pula bahwa pemberian kristal karoten ber-
turut-turut sebanyak 1 000, 12 000 dan 24 000 IU/kg eki-
valen vitamin A selama 5 minggu menghaailkan kadar vita-
min A hati berturut-turut l, 44 dan 126 IU/g.
Selain itu dengan metode Kontras Ortogonal di-
peroleh pula hasil yang menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan pengaruh antara ransum yang menggunakan CPO
dan ECPO sebagai sumber karotenoid terhadap kadar vita-
min A hati ayam (Tabel Lampiran 3). Keadaan ini memper-
jelas pernyataan sebelumnya bahwa D-karoten ECPO sebagai
sumber vitamin A tidak mengalami perubahan eecara kimia
dalam prosee eketraksi dengan bentonit, dan menghaeilkan
potensi biologis yang eama dengan CPO yaitu terhadap
timkat penyimpanan vitamin A dalam hati ayam petelur.
Dengan menggunalzan Uji Kontrae Ortogonal diperoleh
haeil yang menunjukkan bahwa perlakuan memberikan penga-
ruh linear dan kuadratik yang eangat nyata terhadap ka-
dar vitamin A hati baik pada ranaum yang menggunakan CPO
maupun ECPO, sedangkan pengaruh kubik tidak nyata (Tabel
Lampiran 3).
Hubungan fungeional antara P-karoten CPO maupun
BCPO dengan kadar vitamin A hati berturut-turut ditun-
jukkan dalam persamaan respons berikut ini:
Y = 174.7153 + 83.10 x + 11.25 x2 (CPO)
Y = 173.7778 + 82.20 x + 12.00 x2 (ECPO)
Dari pereamaan respons teraebut dapat dijelaakan
bahwa pada tingkat pemberian P-karoten yang rendah baik
pada ransum yang mengandung CPO maupun ECPO menghasilkan
penyimpanan vitamin A yang rendah di dalam hati, dan se-
makin tinggi pemberian P-karoten didapati penyimpanan
vitamin A di dalam hati semakin tinggi pula. Perlakuan
pada masa depletion period dengan pemberian ransum tanpa
karoten turut mempengaruhi cadangan vitamin A hati.
Dalam keadaan tersebut dengan pemberian B-karoten yang
rendah belum memungkinkan untuk memperoleh penimbunan
vitamin A hati dalam jumlah yang banyak karena B-karoten
yang dikonsumsi ternak dimanfaatkan un-tuk kebutuhan
hidup pokok dan produksi, akibatnya diper-oleh kadar
vitamin A hati yang rendah. Menurut Anggoro-di (1985)
laju penurunan vitamin A hati pada masa pengu-rangan
dipengaruhi tingkat vitamin A hati pada saat ter-sebut.
Bila kandungan vitamin A yang disimpan cukup, maka
sepertiga dari vitamin tereebut dapat hilang dalam waktu
dua minggu, setengah bagian hilang dalam waktu empat
minggu dan dua pertiga bagian hilane dalam waktu enam
minggu. Selanjutnya Bauernfeind (1981) menyatakan bahwa
pemberian karoten dapat meningkatkan penyimpanan vitamin
A dalam hati ayam.
Feeding Trial
Potensi Produksi. Nilai rataan berbagai peubah
respons termasuk respons potensi produkei dari hasil pe-
nelitian ini diperlihatkan pada Tabel 10. Potensi pro-
dukei yang meliputi peubah konsumsi ransum, produksi
telur dan konversi ransum secara serempak telah dianali-
sis dengan Manova dan dilanjutkan dengan Uji Kontras
Ortogonal berdasarkan pembanding ortogonal yang telah
direncanakan terdahulu (Tabel Lampiran 4). Hasil Manova
menunjukkan adanya pengaruh utama yaitu pengaruh faktor
sumber karotenoid (C) vitamin A (V) dan D-karoten (K)
serta pengaruh interaksi CV, CK, VK dan CVK yang sangat
nyata terhadap potensi produksi ayam petelur (Tabel 5).
Dengan menggunakan Uji Kontras Ortogonal berdasar-
kan pembanding ortogonal yang telah direncanakan terda-
hulu (Tabel Lampiran 4), didapati bahwa perlakuan membe-
rikan pengaruh linear dan kuadratik yang sangat nyata
pada faktor K dan interaksi CK, VK dan CVK seperti yang
diperlihatkan pada Tabel Lampiran 5.
Selain itu dengan melihat kurva respons koneumei
ransum selama penelitian (Gambar 7) diperoleh bahwa in-
terakei terjadi karena adanya variaai konsumai ransum
pada perlakuan ransum dengan kadar vitamin A 4000 IU/kg
dan kadar bkaroten 6000 IU/kg. Variasi konsumsi ransum
ditunjukkan dengan garis-garis yang saline berpotongan
pada kurva tersebut yaitu antara minggu ke-7 dan minggu
ke-11. Keadaan ini disebabkan karena pada waktu perco-
baan didapati dua ekor ayam yang mendapat perlakuan ter-
sebut mengalami luka atau sakit akibat kanibalisme.
Keadaan ini berlangsung beberapa kali sampai akhir pene-
litian karena adanya ayam pada kandang yang bereampingan
dengan ayam-ayam tersebut mempunyai sifat kanibalisme.
Apabila ha1 ini tidak terjadi maka kemungkinan besar pe-
ngaruh perlakuan adalah karena pengaruh utama dan bukan
karena pengaruh interaksi.
56
Tabe l 10. W i l a i Ratarr krbrgri Perbrb Respons prdr feeding I r i d
Io~srrsi rrrswr ()I Prodrksi telrr = I) (2)
ltrrt telrr (4) iooversi rrrsrr
Yrrrr krrirj telrr
Vitrrir 1 Lati (IUIjI
Vitrrir 1 telrr (IIIlj)
Fertilitrs (2) l a y 1 tetrs (2)
e t e r r r : R = a s e r r i t . 1 4 0 I, tarpa B-krrotn drri CPO
R2 = !USMI derjrr vit. 1 4000 11, I-krroter 6000 I U l r r i CPO R3 = Irrsrr Crjn vit. 1 4000 IU, I-krrotn 12000 I U drri CPO
R4 ' Irnun lerlrr vit. 1 10W I!, trrpr B-krrottr l r r i PO Rs * !~ISII lcrjrr vit. 1 10004 IU, I-luroter 6000 111 l r r i CPO
Rb * I uu r lerjrr vit. I 10090 ID, I-krroter 12000 I U l r r i CPb
R7 = Rrrse lsgrn vit. 1 4000 11, trrpr 8-krrottn l r r i ECPO
RE = lrrsar Cojn vit. 1 4000 Ill, I-krroter 6000 I U l r r i ECPO
R9 = Rrrsrr lcrjrr vit. 1 4000 IU, I-krroter 12000 I U l r r i ECPO
RI0 = Irrsrr Orjrr vit. A 10000 IU, trrpr 8-krroten drri ECPO . Rll = Rrrsrr lerjrr vit. I 10000 IN, O-trrotn 6000 I U drri ECPb
R12 = Ransw derjrr vit. 1 10000 IU, I-krroter 12000 1U drri ECPO
Gambar 7. Kurva Respons Konsumsi Ransum Selama Penelitian
Bertitik tolak dari keadaan tersebut maka akan nam-
pak bahwa pada perlakuan vitamin A 4000 IU dengam penam-
bahan D-karoten 6000 IU menghasilkan konsumsi ransum
yang tidak jauh berbeda dengan perlakuan vitamin A 10000
IU pada berbagai taraf P-karoten. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa perlakuan vitamin A 4000 IU menunjukkan
perbedaan peningkatan konsumsi ransum yang lebih tinggi
pada berbagai taraf P-karoten dibandingkan dengan perla-
kuan vitamin A 10000 IU pada berbagai taraf D-karoten.
Adanya peningkatan konsumsi ransum pada perlakuan vita-
min A 4000 IU dengan penambahan a-karoten menunjuk-kan
bahwa ransum dengan vitamin A 4000 IU tanpa B-karo-ten,
kondisi ternak ayam berada pada keadaan dimana ke-
butuhan vitamin A nya belum terpenuhi, Oleh karena itu
ayam selalu berusaha memenuhinya baik untuk kebutuhan
hidup pokok maupun untuk produksi telur dengan mengkon-
sumsi ransum yang mengandung B-karoten sebagai provita-
min A dalam porsi yang lebih banyak. Ternyata dari ha-
ail penelitian ini nampak bahwa penambahan B-karoten
12000 IU pada ransum dengan vitamin A 4000 IU menunjuk-
kan rataan konsumsi ransum tertinggi yaitu sebesar
101.21 g/ekor/hari dan diduga dalam porsi tersebut ke-
butuhan vitamin A untuk hidup pokok dan produksi telur
yang maksimal dapat terpenuhi. Bila dihubungkan dengan
nilai konversi B-karoten menjadi vitamin A di dalam tu-
buh ayam yaitu 40 - 60 persen maka penjelasan sebelumnya
akan menjadi lebih jelas karena untuk menghasilkan
tingkat vitamin A tertentu di dalam tubuh ayam maka kon-
sumsi ransum yang mengandung B-karoten harus lebih ting-
gi daripada konsumsi ransum yang mengandung vitamin A
itu sendiri. Belum banyak hasil penelitian yang meng-
ungkapkan pengaruh pemberian B-karoten terhadap konsumai
ransum pada ternak ayam, namun sehubungan dengan hasil
percobaan ini didapati petunjuk yang mendukung yaitu
adanya pengaruh vitamin A terhadap konsumsi ransum pada
ayam. Shellenberger dkk. (1960) menyatakan bahwa sema-
kin tinggi tingkat pemberian vitamin A akan mengha-
silkan koneumsi ransum yang lebih baik.
Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa bukan vitamin
A saja dapat meningkatkan konsumsi ransum ternyata de-
ngan pemberian f3-karoten baik beraeal dari CPO maupun
ECPO di dalam ransum mampu meningkatkan konsumsi ransum
ayam petelur.
Pada kurva respons produksi telur (Gambar 8) nampak
pula bahwa terjadinya pengaruh interaksi disebabkan oleh
pengaruh keadaan yang sama seperti pada peubah konsumsi
raneum.
+ Vltnmin A 4 0 0 0 IU. 8-kamtnn 12000 IUIkg
+ Vftamin A 10000 IU. tanpa 8-kamtnn
-;c VItamln A 10000 IU. I -kamtan 0 0 0 0 IUfkp
I + Vitamin A 10000 IU. I -kamtan 12000 I U f b
Wak tu pemberlan ranrun (minqpu kc-)
Gambar 8. Kurva Respons Produksi Telur Selama Penelitian
Terjadinya pengaruh interaksi karena terdapat va-
riasi konsumsi ransum pada perlakuan vitamin A 4000 IU
dengan peqambahan D-karoten 6000 IU menyebabkan adanya
variasi pula pada tingkat produksi telur pada perlakuan
tersebut.
Pada Gambar 8 nampak bahwa pada perlakuan vitamin A
4000 IU penambahan 9-karoten sebesar 12000 IU memberikan
pengaruh terhadap produksi telur yang cukup baik yaitu
73.30 persen sedangkan pada perlakuan vitamin A 10000
IU/kg, penambahan P-karoten tidak memberikan pengaruh
terhadap peningkatan produksi telur. Semakin tinggi
tingkat pemberian P-karoten pada ranaum dengan kandungan
vitamin A 4000 IU, maka produksi telur yang dihaeilkan
juga semakin baik. Hal ini menunjukkan bahwa P-karoten
yang dikonsumsi ayam baik berasal dari CPO maupun ECPO
dapat diubah menjadi vitamin A. Dengan demikian kebutuh-
an vitamin A dapat dipenuhi dan mempengaruhi tingkat
produksi telur khususnya pada fase produksi I. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil-hasil penelitian ter-
dahulu yang mengemukakan karotenoid mempengaruhi produk-
si telur pada ayam (Ewing, 1963; Bauernfeind, 1981).
Kurva respons konversi ransum (Gambar 9) menunjuk-
kan bahwa pengaruh interaksi terhadap nilai konversi
ransum karena adanya perbedaan besarnya respons antara
perlakuan vitamin A 4000 IU dan 10000 IU pada berbagai
taraf D-karoten. ~ibandingkad dengan hasil yang diper-
oleh pada peubah konsumsi ransum maka didapati bahwa
E
C
'; 2.5 L Y
t (- Vitamin A 10000 IU/kg
; o 2.4 .. * x
2.3
r - v
41 i
0 6000 12000
0 - karoren dalarn ransum < IU/lCg >
Gambar 9. Kurva Respons Konversi Ransum
walaupun tingkat konsumsi ransum pada perlakuan vitamin
A 4000 IU dengan penambahan 0-karoten 12000 IU seperti
yang sudah dipahami adalah lebih tinggi, narnun nilai
konversi ransumnya yaitu 2.57 nampak lebih Jelek daripa-
da ransum dengan vitamin A 10000 IU pada berbagai taraf
0-karoten. Keadaan ini menunjukkan bahwa perbandingan
antara pemanfaatan ransum dan produksi telur pada perla-
kuan tersebut kurang efisien sebagaimana yang didapati
pada perlakuan dengan vitamin A 1QOOO IU. Hal ini men-
dukung penjelasan sebelumnya sebagaimana yang telah di-
kemukakan bahwa pada perlakuan vitamin A 4000 IU dengan
penambahan a-karoten 12000 IU, nampak adanya usaha ayam
mengkonsumsi ransum yang tinggi untuk menghasilkan pro-
duksi telur yang maksimal. Kebutuhan vitamin A untuk
produksi yang maksimal pada ayam petelur sekitar 4000 IU
sampai 6000 IU/kg ransum (Bauernfeind, 1981; NRC, 1984).
Selanjutnya Chen dan Bailey (1988) mengemukakan bahwa.
karotenoid berpengaruh terhadap konversi ransum. Pem-
berian tepung bermudagrass sebagai sumber karotenoid
sampai 3 persen dalam ransum ayam petelur menghasilkan
nilai konversi ransum yang maksimal-
Hasil penelitian ini menunjukkan pula bahwa J3-
karoten berpengaruh terhadap konversi ransum hanya pada
perlakuan dengan vitamin A 4000 IU. Semakin tinggi
penambahan B-karoten pada perlakuan vitamin A 4000 IU
menghasilkan nilai konversi ransum yang semakin baik.
Namun bila dibandingkan dengan perlakuan vitamin A 10000
IU pada berbagai taraf D-karoten maka didapati bahwa
perla-kuan vitamin A 10000 menghasilkan nilai konversi
ransum yang lebih baik.
Potensi Reproduksi. Peubah respons yang terdiri
dari fertilitae dan daya tetas telur telah dianalisis
secara serempak dengan Manova sebagai potensi reproduksi
ternak ayam. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan
bahwa faktor B-karoten (K) berpengaruh nyata terhadap
potensi reproduksi sedangkan faktor sumber karotenoid
(C) dan vitamin A (V) serta interaksi antar faktor tidak
memberikan pengaruh terhadap reproduksi ayam (Tabel Lam-
piran 5).
Dengan menggunakan Uji Kontras Ortogonal didapati
adanya pengaruh linear yang nyata masing-masing pada
faktor K dan interaksi VK terhadap potensi reproduksi
ayam (Tabel Lampiran 5).
Pada kurva respons untuk peubah fertilitas telur
(Gambar 10) diperoleh bahwa penambahan berbagai taraf B-
karoten pada kedua tingkat vitamin A menghasilkan fer-
tilitas telur yang meningkat. Khususnya pemberian B-
karoten 6000 IU pada ransum dengan vitamin A 4000 IU
memperlihatkan peningkatan fertilitas telur yang menyo-
lok. Keadaan ini menunjukkan bahwa penambahan P-karoten
6000 IU pada ransum dengan vitainin A 4000 IU telah mampu
menghasilkan rataan fertilitaa telur yang cukup tinggi
yaitu 89.70 persen dan tidak berbeda jauh dengan nilai
fertilitaa yang dihasilkan oleh perlakuan vitamin A
10000 IU dengan berbagai taraf B-karoten.
Vitamin A 10000 IU/kg
1 I
0 6000 12000
B -karoten dalam ransum < IU/kg )
Gambar 10. Kurva Respons Fertilitas Telur
Kurva respons daya tetas telur (Gambar 11) menun-
jukkan pola yang hampir sama dengan kurva respons ferti-
litas telur.
Pemberian D-karoten sebanyak 6000 IU pada ranswn
dengan vitamin A 4000 IU memperlihatkan peningkatan daya
tetaa yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan
lainnya. Percobaan ini menunjukkan bahwa P-karoten mem-
berikan pengaruh yang nyata terhadap daya tetae telur
khuausnya pada ransum dengan vitamin A 4000 IU. Penam-
bahan D-karoten sebanyak 6000 IU pada ransum dengan vi-
tamin A 4000 IU menghaeilkan rataan daya tetae telur
yang cukup tinggi yaitu 93.90 persen dan tidak berbeda
jauh dengan daya tetas telur yang dihasilkan oleh perla-
kuan vitamin A 10000 IU dengan berbagai taraf 0-karoten.
5 - karoten dalam ransum < IU/kg )
Gambar 11. Kurva Respons Daya Tetaa Telur
Sampai sedauh ini belum banyak dilaporkan mengenai
pengaruh pemberian a-karoten terhadap reproduksi ayam
khususnya fertilitas dan daya tetas telur, walaupun pada
ternak sapi telah dilaparkan bahwa 8-karoten mempenga-
ruhi tingkat fertilitas (Bauernfeind, 1981).
Hasil percobaan ini membuktikan bahwa penambahan 8-
karoten 6000 IU baik yang berasal dari CPO maupun ECPO
pada ransum dengan tingkat vitamin A 4000 IU memberikan
pengaruh yang cukup baik terhadap reproduksi ayam pete-
lur khueusnya fertilitas dan daya tetas telur.
Depoait Vitamin A. Kadar vitamin A hati dan telur
telah dianaliais dengan Manova aebagai deposit vitamin
A. Haeil yang diperoleh menunjukkan bahwa pengaruh utama
maeing-masing faktor vitamin A (V) dan 9-karoten (K)
memberikan pengaruh yang sangat nyata dan tidak terdapat
pengaruh interaksi terhadap deposit vitamin A (Tabel
Lampiran 5).
Berdasarkan Uji Kontras Ortogonal didapati hasil
yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh linear dan kua-
dratik yang sangat nyata pada faktor 8-karoten terhadap
deposit vitamin A pada ayam petelur (Tabel Lampiran 5).
Adanya pengaruh kuadratik diperlihatkan melalui hu-
bungan fungsional antara tingkat 8-karoten ransum dengan
kadar vitamin A hati dan telur seperti yang dirumuskan
berturut-turut dalam persamaan reapone berikut ini:
Y = 346.167 + 264X + 102x2 (hati)
Y = 11.417 + 7.425X + 0 . 0 3 7 5 ~ ~ (telur)
Dari persamaan respons tersebut dapat dijelaskan
bahwa pemberian B-karoten yang rendah dari CPO maupun
ECPO, baik pada ransum dengan kandungan vitamin A 4000
IU maupun 10000 IU menghasilkan peningkatan vitamin A
yang rendah berturut-turut di dalam hati dan telur se-
dangkan semakin tinggi pemberian B-karoten menghasilkan
peningkatan vitamin A hati dan telur yang semakin tinggi
pula.
Pengaruh tingkat vitamin A dan B-karoten ranem
terhadap kadar vitamin A hati dan telur menunjukkan bah-
wa semakin tinggi tingkat vitamin A dan 0-karoten ranawn
menghasilkan kadar vitamin A hati dan telur yang semakin
tinggi pula. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa
rataan deposit vitamin A hati pada perlakuan pemberian
vitamin A 4000 dan 10000 IU adalah berturut-turut 187.70
dan 640.70 IU/g sedangkan rataan deposit dalam telur
berturut-turut 8.45 dan 14.33 IU/g. Selanjutnya didapati
pula bahwa rataan deposit vitamin A hati pada perlakuan
pemberian B-karoten 0, 6000 dan 12000 IU adalah bertu-
rut-turut 337.50; 391.50 dan 513.50 IU/g sedangkan ra-
taan deposit dalam telur berturut-turut 8.90; 11.42 dan
13.85 IU/g. Bauernfeind (1981) mengemukakan bahwa ter-
dapat korelasi antara vitamin A ransum dan vitamin A ha-
ti. Pemberian vitamin A sebanyak 4000 IU, 8000 IU dan
12000 IU/kg ransum pada ayam petelur selama 12 minggu
menghasilkan kadar vitamin A hati berturut-turut sekitar
104 IU, 256 IU dan 918 IU/g (Ewing, 1963). Selain itu
Anggorodi (1985) juga melaporkan bahwa vitamin A ransum
berpengaruh terhadap kadar vitamin telur. Pemberian
vitamin A sebanyak 4400 IU, 1100 IU dan 22000 IU/kg ran-
sum menghasilkan vitamin A telur berturut-turut sekitar
6.3 IU, 12.7 IU dan 16.3 IU/g. Bauernfeind (1981) mela-
porkan bahwa pemberian karoten kristal sebanyak 1000 IU,
12000 IU dan 24000 1~/kg ransum selama 8 minggu pada
ayam broiler menghaailkan kadar vitamin A hati berturut-
turut 2 IU, 74 IU dan 243 IU/g.
Warna Kuning Telur. Berdasarkan hasil percobaan
yang diperoleh maka data pengamatan warna kuning telur
secara statiatik tidak dianalisia karena didapati warna
kuning telur yang seragam pada semua perlakuan dengan
skor sekitar 3 (Tabel 10). Keadaan ini menun3ukkan
bahwa perlakuan tidak berpengaruh terhadap peningkatan
warna kuning telur.
Dibandingkan dengan perlakuan pada percobaan penda-
huluan maka adanya peningkatan vitamin A ransum pada
percobaan ini tidak ada hubungannya dengan peningkatan
warna kuning telur baik pada ransum yang mengandung ECPO
maupun CPO sebagai sumber karotenoid. Sebelumnya diha-
rapkan dengan peningkatan vitamin A ransum sampai 10000
IU/kg maka kebutuhan vitamin A ayam untuk produksi dan
reproduksi akan terpenuhi sehingga peluang karotenoid
yang diberikan akan lebih beaar untuk memberikan penga-
ruh pigmentasi pada kuning telur. Pemikiran tersebut
dilandasi pada pernyataan yang pernah dikemukakan oleh
Bauernfeind (1981) yang menyatakan bahwa pemberian vita-
min A sampai taraf 12000 IU/kg memberikan pengaruh posi-
tif terhadap pigmentasi kuning telur pada ransum yang
mengandung karotenoid. Selain itu Williams dkk. (1963)
mengemukakan bahwa total karotenoid juga turut mempenga-
ruhi warna kuning telur. Dengan rnengkaji kemungkinan
faktor lainnya yang berpengaruh terhadap warna kuning
telur aeperti kompoaiei karotenoid dan jenis lemak
(Jonathan dkk., 1988; Blair dan March, 1989; Hamilton
dan Parkhurst, 1990), maka dapat disimpulkan bahwa fak-
tor komposisi karotenoid CPO maupun ECPO cenderunp meru-
pakan faktor yang tidak memberikan pengaruh terhadap
warna kuning telur. Selanjutnya Fletcher dan Papa
(1985) menyatakan bahwa faktor yang paling berpengaruh
terhadap warna kuning telur adalah kualitas dan kuanti-
taa xantofil.