Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Eksistensi dan Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam (MPI)
M. Yusuf STAI Darussalam Krempyang Nganjuk
Email : [email protected]
Abstract. If we pay attention to the real conditions among educational
institutions around us, especially Islamic-based educational institutions, as
if we see these institutions managed as they are without activities that
stand out in relation to managerial processes, even if there is no managerial
activity at all from the manager. The existence of an educational institution
is very instrumental in answering what is, what has actuality, everything
that is experienced and emphasizes that something exists, and reaches the
perfection of an educational institution. Islamic education is determined by
the basic theories, methodologies and praxis established in formal objects
and material objects. Formal Objects of Management science Islamic
education is the science of management (the science of management), for
example from Frederick Winslow Taylor. As a science, the formal approach
used by Islamic Education Management is scientific research in the field of
management..
Keyword : Esistensi, Paradigma, MPI
Accepted : July, 11 2018 Reviewed : August 29 2018 Published : October 30 2018
Pendahuluan
Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas tingkat pendidikan pada
masyarakatnya, dan pendidikan akan langsung berimplikasi atas kemakmuran dari
masyarakat tersebut. Dengan demikian, kemakmuran suatu masyarakat sangat
dipengaruhi atas tingkat pendidikannya. Dalam konsep pendidikan islam bahkan
dijelaskan bahwa proses pendidikan sudah dimulai sejak manusia dilahirkan
sampai manusia meninggalkan dunia, yang dalam istilah barat “Long Life
Education”1.
Pendidikan adalah kebutuhan yang sangat krusial terhadap
keberlangsungan hidup manusia, karena langsung berhubungan dengan
kebutuhan hidup manusia, karena pendidikan merupakan wahana strategis bagi
upaya perbaikan mutu kehidupan, mulai dari meningkatnya level kesejahteraan,
1 Clarence Edward Beeby, “The Quality of Education,” Developing Countries (1966).
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 49
menurunnya derajat kemiskinan dan terbukanya berbagai alternatif opsi dan
peluang mengaktualisasikan diri di masa depan. Maka membincangkan pendidikan
selalu menarik untuk dikaji dan selalu berkembang.
Disisi lain, dalam upaya untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas,
berbagai upaya dan formula telah diimplementasikan guna tercapainya target dan
tujuan yang telah ditetapkan, baik dari pemerintah maupun swasta, mulai dari
program pendidikan gratis, sertifikasi guru, sampai program bantuan-bantuan
untuk meningkatkan mutu pendidikan. Langkah-langkah ini tidak hanya pada
pendidikan dibawah naungan kementerian pendidikan saja, namun juga
kementerian agama, yang rata-rata adalah pendidikan berbasis islam. Program dan
langkah tersebut juga tidak hanya ditingkat dasar saja, namun disemua tingkatan,
dan tidak hanya pendidikan yang dikelola pemerintah saja, namun juga pendidikan
yang dikelola masyarakat. Namun demikian, sampai hari ini, kita semua
mengetahui bahwa pendidikan kita masih belum maksimal disemua tingkatan.
Dalam beberapa hasil pengamatan dan penelitian serta pendapat para
pakar pendidikan, kemajuan pendidikan tidak hanya dipengaruhi oleh komponen
dan faktor-faktor pendidikan, namun juga ada hal lain yang mempengaruhi
keberhasilan pendidikan, salah satunya adalah manajemen.
Manajemen merupakan kebutuhan yang niscaya untuk memudahkan
pencapaian tujuan manusia dalam organisasi, serta mengelola berbagai
sumberdaya organisasi, seperti sarana dan prasarana, waktu, SDM, metode dan
lainnya secara efektif, inovatif, kreatif, solutif, dan efisien, termasuk dalam hal ini
adalah organisasi pendidikan2. Jika manajemen sudah tertata dengan baik dan
membumi, semua akan tertata dengan baik dan akan dapat tercapai tujuan yang
dirumuskan. Manajemen pada dasarnya dimaksudkan sebagai suatu proses
(aktivitas) penentuan dan pencapaian tujuan organisasi melalui pelaksanaan
empat fungsi dasar: planning, organizing, actuating, dan controlling dalam
penggunaan sumberdaya organisasi3.
Kajian Pustaka
Eksistensi
Eksistensi berasal dari kata bahasa latin existere yang artinya muncul, ada, timbul,
memiliki keberadaan aktual. Kedua, eksistensi adalah apa yang memiliki aktualitas.
Ketiga, eksistensi adalah segala sesuatu yang dialami dan menekankan bahwa
sesuatu itu ada. Keempat, eksistensi adalah kesempurnaan.Eksistensi berasal dari
kata bahasa latin existere yang artinya muncul, ada, timbul, memiliki keberadaan
2 Daftar Isi, “Manajemen Sumber Daya Manusia” (PT Grasindo: Jakarta, 2002). 3 M A Muhaimin, Manajemen Pendidikan (Aplikasinya Dalam Penyusunan Rencana
Pengembangan Sekolah/Madrasah) (Prenada Media, 2015).
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 50
aktual. Existere disusun dari ex yang artinya keluar dan sistere yang artinya
tampil atau muncul4.
Terdapat beberapa pengertian tentang eksistensi yang dijelaskan menjadi 4
pengertian. Pertama, eksistensi adalah apa yang ada. Kedua, eksistensi adalah apa
yang memiliki aktualitas. Ketiga, eksistensi adalah segala sesuatu yang dialami dan
menekankan bahwa sesuatu itu ada. Keempat, eksistensi adalah kesempurnaan.
Eksistensi Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
Jika kita memperhatikan kondisi riil dikalangan lembaga pendidikan yang berada
disekitar kita, terutama lembaga pendidikan berbasis Islam, seakan kita melihat
lembaga-lembaga tersebut dikelola apa adanya tanpa adanya kegiatan yang
menonjol kaitannya dengan proses manajerial, bahkan seakan tidak ada sama
sekali kegiatan manajerial dari pengelola. Hal ini, Nampak sekali jika kita melihat
dari dekat lembaga-lembaga pendidikan tersebut.
Pendapat semacam ini tidak hanya dari kita sendiri, kalangan yang dekat
dengan lembaga pendidikan tersebut, namun juga dari pihak lain yang sering
menjadikan hal tersebut sebagai sebuah pertanyaan dalam kajian-kajian atau
forum-forum diskusi ilmiah, baik dikalangan para mahasiswa, dosen, masyarakat,
maupun para pakar pendidikan.
Seorang pakar Manajemen Pendidikan Islam, Prof. Dr. H. Mujamil Qomar,
Guru Besar IAIN Tulungagung menuturkan, terutama ketika berinteraksi dengan
pelbagai kalangan dalam kerangka pembelajaran, beliau sering mendapatkan
pertanyaan yang cukup menggelitik, yaitu apakah manajemen pendidikan itu ada?
Qomar kemudian menyatakan bahwa eksistensi atau keberadaan manajemen
pendidikan Islam itu nyata adanya dimana setidaknya dapat ditinjau dari tiga
sudut pandang5.
Pertama, dari segi pengalaman atau penerapan, bahwa manajemen
pendidikan Islam telah dipraktikkan oleh Rasulullah S.A.W. secara lebih makro,
lebih rumit, dan lebih kompleks dalam mengelola pendidikan masyarakat.
Kedua, dari segi konsep normatifteologis, bahwa banyak ayat Al-Qur‟an dan
teks Hadits yang memberi inspirasi terhadap manajemen pendidikan Islam, baik
secara redaksional maupun substansif.
Ketiga, dari segi bangunan teori, bahwa manajemen pendidikan Islam
merupakan embrio bangunan ilmu yang berdiri sendiri yang hingga sekarang
belum dianggap mapan secara teoritis sehingga membutuhkan keterlibatan para
pakar pendidikan Islam dalam memberikan kontribusi teori untuk memperkokoh
konstruksi ilmu manajemen pendidikan Islam.
4 Elvira Purnamasari, “KEBEBASAN MANUSIA DALAM FILSAFAT EKSISTENSIALISME (STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN MUHAMMAD IQBAL DAN JEAN PAUL SARTRE),” Manthiq 2, no. 2 (2017): 119–132.
5 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam (Erlangga, 2007).
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 51
Namun dalam penerapan dan pengelolaannya di lembaga pendidikan Islam,
Qomar menyebutkan ada beberapa hambatan dalam implementasi manajemen
pendidikan Islam, yaitu6;
Pertama, ideologi, politik, dan tekanan (pressure) kelompok kelompok yang
berkepentingan. Dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam terutama yang
berstatus negeri, sering kali terjadi pertentangan ideology antar organisasi social
keagamaan utamanya, misalnya Muhammadiyah dan NU, atau antar organisasi
kemahasiswaan seperti HMI dengan PMII dan sebagainya. Nuansa politik yang
terjadi di lingkungan pendidikan, baik di kalangan dosen (guru, pendidik),
mahasiswa (siswa, peserta didik), bahkan karyawan yang sangat dominan,
mengalahkan nuansa akademik yang harusnya mengarah kepada pemberdayaan
intelektual bukan pada gerakan-gerakan politik. Lantaran pertentangan-
pertentangan ini, akhirnya politik kepentingan memasuki arena lembaga
pendidikan dengan memberikan tekanan-tekanan tertentu.
Dengan demikian, menguatnya ideologi dari organisasi menyebabkan
kecenderungan ini memasuki wilayah pendidikan. Hasilnya, proses pendidikan
yang semestinya diniatkan untuk membangun sumber daya manusia yang pandai,
berakhlak dan terampil bergeser karena mereka dibentuk menjadi orang-orang
yang militan dan fanatik mengikuti organisasi sosial-keagamaan.
Kedua, kondisi sosio-ekonomik masyarakat dan animo-finansial lembaga.
Masyarakat lembaga pendidikan Islam di Indonesia secara sosio ekonomik rata-
rata berada dalam kategori kelas menengah ke bawah. Ekonomi orang tua siswa
lemah, ekonomi karyawan, pengajar bahkan pemimpinnya juga berekonomi
lemah. Ini merupakan kendala serius bagi lembaga pendidikan Islam untuk
memacu kemajuan yang signifikan.
Bagaimana seorang kepala madrasah ataupun pengajar lembaga-lembaga
pendidikan Islam dituntut untuk mengelola, melakukan inovasi strategi,
pendekatan, metode dan desian pembelajaran dengan baik sementara ekonomi
keluarganya amburadul ataupun sampai kebutuahan dasar sehari-harinya saja
tidak terpenuhi?
Ketiga, kompetisi status kelembagaan dan diskriminasi kebijakan
pemerintah kebijakan pemerintah. Mayoritas lembaga pendidikan Islam berstatus
swasta dananya bersumber dari usaha swadaya masyarakat (wali murid) ang
kondisi ekonominya tergolong level menengah ke bawah. Minimnya keuangan
lembaga pendidikan Islam menyebabakan posisi lembaga pendidikan tersebut
selalu terbelakang dan sulit maju. Sebab, semua peningkatan komponen lembaga
pendidikan membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan pembiayaan ini
menentukan apakah lembaga pendidikan ini segera bisa ditingkatkan atau
dibiarkan dalam kondisi yang memprihatinkan. Dalam waktu yang bersamaan,
kebijakanpemerintah tidak pernah berpihak kepada lembaga pendidikan Islam
6 Mujamil Qomar, Dimensi Manajemen Pendidikan Islam (Emir, 2015).
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 52
swasta. Kepedulian dan keberpihakan pemerintah hanya banyak terarah pada
lembaga pendidikan negeri sehingga beban lembaga pendidikan Islam swasta
semakin berat.
Keempat, keadaan potensi intelektual siswa/mahasiswa. Rata-rata
siswa/mahasiswa yang mendaftar di berbagai lembaga pendidikan Islam adalah
mereka yang merasa tidak mungkin diterima di lembaga pendidikan umum yang
maju dan terutama berstatus negeri karena menyadari kemampuannya yang
rendah, sehingga tidak pernah mendaftar sama sekali.
Sebagian dari meraka adalah yang telah gagal masuk ke lembaga
pendidikan umum negeri kemudian memilih lembaga pendidikan Islam. Keadaan
ini menunjukkan adanya unsur keterpaksaan. Kalaulah bukan keterpaksaan,
setidaknya lembaga pendidikan Islam tetap bukan pilihan utama bagi
siswa/mahasiswa. Kondisi psikologis ini tentunya tidak dapat memberikan
pengaruh positif untuk membangkitkan gairah belajar guna mengejar pengusaan
pengetahuan, baik yang difasilitasi lembaga atau inisiatif sendiri.
Pada bagian yang lain, lembaga pendidikan Islam tidak mampu melakukan
seleksi penerimaan peserta didik baru secara ketat dan kompetitif. Biasanya selisih
antara kuota yang direncanakan dengan jumlah siswa/mahasiswa yang mendaftar
tak berbeda jauh, bahkan tak jarang peserta didik yang mendaftar lebih sedikit
dari pada kuota yang direncanakan. Jadi, sulit untuk melakukan seleksi. Keadaan
ini membuat dilema bagi pemimpin lembaga pendidikan Islam. Jika tak ada seleksi,
maka peserta didik yang diterima bisa jadi berasal dari kalangan yang rendah
secara intelektual. Akan tetapi, jika diseleksi secara ketat hanya akan diperoleh
siswa/mahasiswa yang amat sedikit, yang akan menimbulkan masalah untuk
meningkatkan potensi keuangan lembaga.
Kelima, keberadaan motif dakwah pada pendirian lembaga pendidikan
Islam. Motif dakwah dalam pendirian lembaga pendidikan Islam membawa
dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah memiliki kekuatan untuk
survive meskipun jumlah siswa/mahasiswanya hanya sedikit. Sementara itu, segi
negatifnya terkadang menimbulkan kondisi serba tidak teratur, tidak terencana
dengan matang, serba tidak kompetitif, dan serba mengalami kemunduran. Dengan
adanya motif dakwah, timbulah konsekuensi-konsekuensi yang menjadi akibat.
Misalnya, lembaga didirikan secara asal-asalan tanpa melalui perencanaan yang
matang untuk memenuhi berbagai komponen pendukungnya. Layaknya gerakan
dakwah yang berangkat dari bawah, dengan menggunakan pendekatan pahala dan
konsep lillahi ta’ala sehingga terkadang mengabaikan kesejahteraan pegawai dan
menerima semua pendaftar tanpa seleksi.
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
Paradigma adalah model utama, pola atau metode (untuk meraih beberapa jenis
tujuan). Seringkali paradigma merupakan sifat yang paling khas atau dasar dari
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 53
sebuah teori atau cabang ilmu. Menurut konteks, artinya bisa: (dalam
epistemologi) sebuah paradigma ilmiah Kuhnian paradigm7.
Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap
diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif),
bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti
seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam
memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam
disiplin intelektual.
Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang
merupakan kata serapan dari bahasa Latin pada tahun 1483 yaitu paradigma yang
berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang
berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan
(deik)8.
Konsep Dasar dan Hakekat Manajemen Pendidikan Islam
Beberapa isu penting epistemologi organisasi adalah menyelidiki; 1) aspek-
aspek kualitas dari teori organisasi yang diperkirakan dapat memperkuat praktik
manajemen; 2) sejumlah perangkat kognitif dan strategi penjelasan rasional teori
tersebut sehingga dapat meligitimasi eksistensi manajemen sebagai sebuah ilmu.
Di dalam ilmu manajemen, tindakan yang memperhitungkan kualitas suatu
ilmu disebut dengan manajemen ilmu (knowledge management). Bidang ini
bertujuan mengkaji kreativitas, inovasi dan proses bagaimana publik mengklaim
keabsahan sebuah ilmu (context of justification). Oleh karena itu manajemen ilmu
memerlukan ilmu tentang ilmu, agar ia memiliki sebuah keyakinan tentang ilmu
yang diklaimnya. Seorang konsultan manajemen mengklaim bahwa ia telah
menghadirkan kesadaran tentang chaos pada sebuah organisasi. Maka
kehadirannya harus dipandang penting, misalnya, karena ia telah menstimulasi
organisasi tersebut agar senantiasa mengembangkan dan mencipta ilmu baru yang
berhubungan dengan tindakan mengelola organisasi yang dapat mengantisipasi
perubahan zaman yang cepat, kompleks dan tidak teratur.
Aktivitas kependidikan islam ada sejak adanya manusia itu sendiri (Nabi
Adam dan Ibu Hawa), bahkan ayat Al Qur’an yang pertama kali diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW adalah bukan perintah tentang sholat, puasa dan lainnya,
tetapi justru perintah iqra (membaca, merenung, menelaah, meneliti atau
mengkaji) atau perintah untuk mencerdaskan kehidupan manusia yang
merupakan inti dari aktivitas pendidikan9.
7 Gary Gutting, “Paradigms and Revolutions Appraisals and Applications of Thomas Kuhn’s
Philosophy of Science” (1980). 8 Erek Göktürk, “What Is ‘Paradigm,’” Visited at December Accesed at http://heim. ifi. uio. no/~
erek/essays/paradigm. pdf (2005). 9 Mujamil Qomar, Strategi Pendidikan Islam (Penerbit Erlangga, 2013).
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 54
Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pendidikan
islam, tetapi pada intinya ada dua yaitu10 :
Pertama, pendidikan islam merupakan aktivitas pendidikan yang
mengejawantahkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai islam . Dalam prakteknya di
Indonesia, pendidikan islam ini setidak-tidaknya dapat dikelompokkan ke dalam
lima jenis, yaitu :
a) Pondok Pesantren atau Madrasah Diniyah, menurut UU No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional disebut sebagai pendidikan keagamaan
(islam) formal, seperti pondok pesantren / Madrasah Diniyah.
b) PAUD / RA, BA, TA, Madrasah dan pendidikan lanjutan seperti IAIN / STAIN
atau Universitas Islam Negeri dibawah naungan Departemen Agama.
c) Pendidikan Usia Dini / RA, BA, TA Sekolah / Perguruan Tinggi yang
diselenggarakan oleh dan / atau dibawah naungan yayasan dan organisasi
islam.
d) Pelajaran agama islam di sekolah / madrasah / perguruan tinggi sebagai suatu
mata pelajaran atau mata kuliah, dan / atau sebagai program studi.
e) Pendidikan islam dalam keluarga atau tempat-tempat ibadah dan / atau
forum-forum kajian ke islaman, majelis taklim dan institusi-institusi yang
sedang digalakkan oleh masyarakat, atau pendidikan (islam) melalui jalur
pendidikan formal dan informal.
Kedua, pendidikan islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan
dari dan disemangati atai dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai islam . Dalam
pengertian yang kedua ini pendidikan islam mencakup:
a) Pendidik / guru / dosen, Kepala Madrasah / Sekolah atau pemimpin perguruan
tinggi dan / atau tenaga kependidikan lainnya yang melakukan dan
mengembangkan aktivitas kependidikannya disemangati atau dijiwai oleh
ajaran dan nilai-nilai islam.
b) Komponen-komponen pendidikan lainnya seperti tujuan, materi / bahan ajar,
alat / media / sumber belajar, metode, evaluasi, lingkungan / kontek,
manajemen yang dijiwai oleh ajaran dan nilai islam.
Manajemen Pendidikan adalah manajemen yang diterapkan dalam
pengembangan pendidikan dalam arti, ia merupakan seni dan ilmu mengelola
sumber daya pendidikan islam untuk mencapai tujuan pendidikan islam secara
efektif dan efisien, bisa juga didefinisikan sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian sumber daya pendidikan islam
untuk mencapai tujuan pendidikan islam secara efektif dan efisien.
Lembaga pendidikan islam dikategorikan sebagai lembaga industri mulia
(noble industy) karena mengemban misi ganda yaitu profit sekaligus sosial. Misi
10 Rahendra Maya and Iko Lesmana, “PEMIKIRAN PROF. DR. MUJAMIL QOMAR, M. AG. TENTANG MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM,” Islamic Management: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 1, no. 2 (2018): 291–316.
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 55
profit yaitu untuk mencapai keuntungan, ini dapat dicapai ketika efisiensi dan
efektivitas dana bisa tercapai, sehingga pemasukan (income) lebih besar dari
operasional, misi sosial bertujuan untuk mewariskan dan menginternalisasikan
nilai luhur. Misi kedua ini dapat dicapai apabila lembaga pendidikan islam
memiliki modal human capital dan social capital yang menandai dan juga memiliki
tingkat keefektifan dan efisiensi yang tinggi itu sebabnya mengelola lembaga
pendidikan islam tidak hanya dibutuhkan profesionalisme yang tinggi tetapi juga
misi, niat suci dan mental berlimpah .
Manajemen pendidikan Islam adalah manajemen yang harus dijiwai
oleh ajaran Islam yang berlandaskan al-qur’an dan hadits tanpa
mengesampingkan fungsi utama dari manajemen sebagai kegiatan mengelola
dan menyiasati pencapaian tujuan.
Tanpa menjelaskan satu persatu susunan kata yang menyusunnya,
Qomar menjelaskan makna definitif dari manajemen pendidikan Islam sebagai
proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami dengan cara
menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait untuk
mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.
Dalam buku yang lain, Strategi Pendidikan Islam, Qomar menegaskan
bahwa manajemen pendidikan Islam yang dimaksudkan adalah manajemen
pendidikan Islam yang ideal, yaitu manajemen pendidikan yang murni
ditangkap dan dipahami dari pesan-pesan ajaran Islam, bukan manajemen
pendidikan yang sudah terpengaruh oleh manajemen barat, yang kini banyak
diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Manajemen pendidikan Islam
yang ideal adalah manajemen yang dirumuskan berdasarkan ajaran Islam yang
tertuang di dalam Al-Qur‟an dan Hadits.
Dari kedua definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa dalam perspektif
Qomar yang dimaksud dengan manajemen pendidikan Islam adalah manajemen
yang harus dijiwai oleh ajaran Islam yang berlandaskan al-qur’an dan hadits
tanpa mengesampingkan fungsi utama dari manajemen sebagai kegiatan
mengelola dan menyiasati pencapaian tujuan.
Lebih lanjut Qomar menjelaskan bahwa dari makna definitif manajemen
pendidikan Islam tersebut memiliki implikasi sebagai berikut:
Pertama, proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami; hal
ini menghendaki adanya muatan-muatan nilai Islami misalnya penekanan pada
penghargaan, maslahat, kualitas, kemajuan, dan pemberdayaan dengan
berlandaskan pesan-pesan al-qur’an dan hadits.
Kedua, terhadap lembaga pendidikan Islam; bahwa objek dari
manajemen secara khusus diarahkan untuk menangani lembaga pendidikan
Islam dengan segala keunikannya, antara lain pesantren, madrasah, perguruan
tinggi Islam, dan sebagainya.
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 56
Ketiga, proses pengelolaan lembaga pendidikan Islami menghendaki
adanya sikap inklusif dan eksklusif; hal ini menunjukkan sikap inklusif, yang
berarti kaidah-kaidah manajerial yang dirumuskan bisa dipakai untuk
pengelolaan pendidikan selain pendidikan Islam selama ada kesesuaian sifat
dan misinya. Sedangkan yang dimaksud menunjukkan sifat eksklusif karena
terfokus pada lembaga pendidikan Islam yang menjadi objek langsungnya.
Keempat, dengan cara mensiasati; hal ini mengandung strategi yang
menjadi salah satu pembeda antara administrasi dengan manajemen.
Kelima, sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait; hal ini
memiliki cakupan yang cukup luas dan meliputi banyak hal Keenam, tujuan
pendidikan Islam; hal ini merupakan arah dari seluruh kegiatan manajemen
terutama yang berkaitan dengan pengelolaan lembaga pendidikan Islam.
Ketujuh, efektif dan efisien; maksudnya adalah berhasil guna dan berdaya
guna.
Demikianlah pendapat Mujamil Qomar tentang hakikat manajemen
pendidikan Islam dan implikasinya dalam pendidikan Islam itu sendiri.
Obyek Formal dan Material Manajemen Pendidikan Islam
Pendidikan Islam ditentukan oleh dasar teori, metodologi dan praksis yang
ditetapkan dalam objek formal dan objek materialnya. Objek formal ilmu
Manajemen Pendidikan Islam adalah ilmu manajemen (the science of
management), misalnya dari Frederick Winslow Taylor11. Sebagai ilmu, maka
pendekatan formal yang digunakan Manajemen Pendidikan Islam adalah riset
ilmiah (scientific research) bidang manajemen.
Mujamil Qomar berpandangan bahwa ditinjau dari sistem filsafat,
rumusan definitif manajemen pendidikan Islam sebagaimana tersebut di atas,
telah mencakup sisi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi sebagai
objek pengelolaan, berupa lembaga pendidikan Islam, sumber-sumber belajar,
dan hal-hal lain yang terkait; epistemologi sebagai “cara atau metode”
pengelolaan, berupa proses pengelolaan dan cara menyiasati; sedangkan
aksiologi sebagai hasil pengelolaan berupa pencapaian tujuan pendidikan Islam.
Adapun istilah efektif dan efisien merupakan keterangan yang menjelaskan
aksiologi dan epistemologi. Efektif menekankan pada aksiologi, sedangkan efisien
menitikberatkan pada epistemologi.
Disamping itu, menurut pendapatnya, juga menyatakan bahwa Manajemen
Pendidikan Islam memiliki objek bahasan yang cukup kompleks yang dijadikan
bahan untuk kemudian diintegrasikan untuk mewujudkan manajemen
pendidikan Islam yang berciri khas Islami. Kata “Islam”, menurutnya menjadi
identitas manajemen pendidikan Islam dimaknai sebagai Islam wahyu yang
meliputi Al-Qur‟an dan Hadits atau Islam budaya yang meliputi ungkapan
11 Frederick Winslow Taylor, The Principles of Scientific Management (Harper, 1914).
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 57
sahabat Nabi Muhammad S.A.W., pemahaman cendekiawan Muslim, dan budaya
umat Islam.
Oleh karena itu, objektifitas manajemen pendidikan Islam secara praksis
juga meliputi:
a) Teks-teks wahyu, baik Al-Qur‟an maupun Hadits yang terkait dengan
manajemen pendidikan Islam.
b) Perkataan-perkataan (aqwâl) para sahabat Nabi maupun ulama dan
cendekiawan Muslim yang terkait dengan manajemen pendidikan.
c) Realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam.
d) Kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam.
e) Ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan
Poin a sampai d merefleksikan ciri khas Islam pada bangunan manajemen
pendidikan Islam, sedangkan bahan e merupakan tambahan yang bersifat
umum dan karenanya dapat digunakan untuk membantu merumuskan
bangunan manajemen pendidikan Islam. Tentunya setelah diseleksi berdasarkan
nilai-nilai Islam dan realitas yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam.
Nilai-nilai Islam tersebut merupakan refleksi wahyu, sedangkan realitas
tersebut sebagai refleksi budaya atau kultur.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa objektifitas Manajemen
Pendidikan Islam dalam perspektif Qomar meliputi objek filosofis berkaitan
dengan aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi serta meliputi objek
idealitas berupa wahyu dan objek realitas berupa kultur atau budaya kaum
muslimin12.
Obyek Manajemen Pendidikan Islam
Disisi lain berdasarkan pengalaman di lapangan tentang perkembangan
pendidikan Islam di Indonesia yang sangat bervariasi dan secara kuantitatif
banyak jumlahnya, dalam buku Dimensi Manajemen Pendidikan Islam Qomar 13 mendeteksi bahwa objek pembahasan manajemen pendidikan Islam memiliki
banyak dimensi. Baik yang bersifat informal, nonformal, maupun formal
sebagai sebuah pohon dengan cakupan dimensinya masing-masing yang dapat
diibaratkan sebagai batang, cabang, ranting, dan sub-sub ranting.
Secara garis besar, dimensi manajemen pendidikan Islam tersebut dapat
dipetakan sebagai berikut:
a) Dimensi Manajemen Pendidikan Agama dalam Keluarga, cabang dimensinya
meliputi :
1) Manajemen Pendidikan Agama pada Anak
12 Barid Nizarudin Wajdi, “The Differences Between Management And Leadership,” Sinergi : Jurnal Ilmiah Ilmu Manajemen 7, no. 1 (July 21, 2017), accessed October 21, 2017, http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/feb/article/view/31.
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 58
2) Manajemen Pendidikan Agama dalam Keluarga Karir
2) Manajemen Pendidikan Agama dalam Keluarga Broken Home
3) Manajemen Pendidikan Agama pada Remaja
4) Manajemen Pendidikan Agama pada Remaja Pengangguran
5) Manajemen Pendidikan Agama pada Orang Dewasa
6) Manajemen Pendidikan Agama pada Suami-Istri
7) Manajemen Pendidikan Agama pada Orang Tua Manajemen Pendidikan
Agama pada Pembantu Rumah Tangga
b) Dimensi Manajemen Pengajian dalam Masyarakat, cabang dimensinya meliputi:
1) Manajemen Pengajian di Rumah Ustadz/Kiai
2) Manajemen Pengajian di Langgar/Surau/Masjid
3) Manajemen Pengajian dalam Kelompok Tahlilan
4) Manajemen Pengajian dalam Kuliah Tujuh Menit
5) Manajemen Pengajian Majelis Taklim
6) Manajemen Pengajian dalam Kursus Privat
7) Manajemen Pengajian Umum
8) Manajemen Khotbah Jum‟at
9) Manajemen Pengajian dalam Hajatan Keluarga
10) Manajemen Pembinaan Kepribadian Muslim Melalui ESQ
c) Dimensi Manajemen Pendidikan Pesantren, cabang dimensinya meliputi :
1) Manajemen Pendidikan Pesantren Anak-anak
2) Manajemen Pendidikan Pesantren Siswa
3) Manajemen Pendidikan Pesantren Mahasiswa (PESMA)
4) Manajemen Pendidikan Pesantren Kampus
5) Manajemen Pendidikan Pesantren Ma‟had Ali
6) Manajemen Pendidikan Pesantren Takhassus
7) Manajemen Pendidikan Pesantren Al-Qur‟an
8) Manajemen Pendidikan Pesantren Bahasa
9) Manajemen Pendidikan Pesantren Keterampilan
10) Manajemen Pendidikan Pesantren Kilat
11) Manajemen Pendidikan Pesantren Ramadhan
12) Manajemen Pendidikan Pesantren Rehabilitasi
13) Manajemen Pendidikan Pesantren Buruh
14) Manajemen Pendidikan Pesantren Virtual
d) Dimensi Manajemen Pendidikan Madrasah, cabang dimensinya meliputi:
1) Manajemen Pendidikan Madrasah Diniyah
2) Manajemen Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah
3) Manajemen Pendidikan Madrasah Al-Qur‟an
4) Manajemen Pendidikan Madrasah Aliyah Program Keterampilan (MAPK)
5) Manajemen Pendidikan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)
13 Qomar, Strategi Pendidikan Islam.
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 59
6) Manajemen Pendidikan Madrasah Terpadu
7) Manajemen Pendidikan Madrasah Unggulan/Model
e) Manajemen Pendidikan Agama Islam di PAUD, Sekolah, dan Perguruan Tinggi
Umum, cabang dimensinya meliputi:
1) Manajemen Pendidikan Agama Islam di Taman Penitipan Anak/Kelompok
Bermain
2) Manajemen Pendidikan Agama Islam di Taman Kanak-kanak (Raudhatul
Athfal)
3) Manajemen Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum/Kejuruan
4) Manajemen Pendidikan Agama Islam di Sekolah-sekolah Islam
5) Manajemen Pendidikan Agama Islam di Sekolah Islam Unggulan/Elit
6) Manajemen Pendidikan Agama Islam di Sekolah NonMuslim
7) Manajemen Pendidikan Agama Islam di Sekolah Luar Biasa
8) Manajemen Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum
9) Manajemen Pendalaman Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum
10) Manajemen Program Studi/Konsentrasi Keislamana di Perguruan Tinggi
Umum
f) Manajemen Pendidikan Perguruan Tinggi Agama Islam, cabang dimensinya
meliputi:
1) Manajemen Pendidikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
2) Manajemen Pendidikan Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta
3) Manajemen Fakultas Keagamaan di Universitas Islam Negeri
4) Manajemen Fakultas Keagamaan di Universitas Islam Swasta
5) Manajemen Pengkajian Islam pada Jurusan/Program Studi Umum di
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
6) Manajemen Pengkajian Islam pada Jurusan/Program Studi Umum di
Universitas Islam Swasta
g) Manajemen Pembinaan Agama Islam di Lembaga-lembaga Non pendidikan,
cabang dimensinya meliputi:
1) Manajemen Pembinaan Agama Islam di Panti Sosial
2) Manajemen Pembinaan Agama Islam di Panti Asuhan Yatim-Piatu
3) Manajemen Pembinaan Agama Islam di Penampungan Tenaga Kerja
4) Manajemen Pembinaan Agama Islam di Perkantoran
5) Manajemen Pembinaan Agama Islam di Kemiliteran
6) Manajemen Pembinaan Agama Islam di Perusahaan
7) Manajemen Pembinaan Agama Islam di Rumah Sakit.
8) Manajemen Pembinaan Agama Islam di Lembaga Pemasyarakatan
9) Manajemen Pembinaan Agama Islam di Kompleks Lokalisasi
10) Manajemen Pendidikan Pesantren Waria
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 60
Dimensi manajemen pendidikan seperti yang telah dipetakan Qomar
sebagaimana tersebut di atas, bisa saja belum mencakup semua dimensi
manajemen yang telah terjadi dan akan terus berkembang dalam realitas lembaga
pendidikan Islam, baik informal, nonformal, maupun formal.
Ciri dan Karakter Manajemen Pendidikan Islam
Qomar menegaskan bahwa kata “Islam” pada “manajemen pendidikan” secara
tidak langsung menuntut tanggung jawab intelektual untuk menjelaskan ciri-
ciri manajemen pendidikan Islam sebagai identitas pembeda dengan jenis
manajemen pendidikan lainnya)14.
Oleh karena itu, ciri dan karakteristik dari manajemen pendidikan
Islam yang cukup panjang-lebar dikemukakan Qomar dapat diringkas sebagai
berikut:
Pertama, berdasarkan pada wahyu (al-qur’an dan hadits) sehingga nilai-
nilai Islam mewarnai seluruh komponen maupun kegiatan manajemen
pendidikan Islam.
Kedua, bangunan manajemen pendidikan Islam diletakkan di atas empat
sandaran, yaitu sandaran teologis, rasional, empiris, dan teoritis. Sandaran
teologis berupa teks-teks wahyu, baik Al-Qur‟an maupun Hadits yang terkait
dengan manajemen pendidikan. Sandaran rasional berupa pendapat-pendapat
atau perkataan-perkataan (aqwâl) para sahabat Nabi, tabiin, mujtahid,
mujadid, ulama, maupun cendekiawan Muslim yang terkait dengan manajemen
pendidikan. Sandaran empiris yaitu berupa realitas perkembangan lembaga
pendidikan Islam dan kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga
pendidikan Islam. Sedangkan sandaran teoritis berupa ketentuan kaidah
manajemen pendidikan yang telah diseleksi berdasarkan nilai-nilai Islam dan
realitas yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam.
Ketiga, manajemen pendidikan Islam bercorak theoantroposentris
(berpusat pada Tuhan dan manusia) yang memiliki orientasi yang seimbang
antara hablu min Allah (orientasi kepada Tuhan) dan hablu min an-nas
(orientasi kepada manusia) sebagai konsekuensi penerapan sandaran teologis,
rasional, empiris, dan teoritis.
Keempat, Manajemen Pendidikan Islam mengembangkan misi
emansipatoris dalam membebaskan semua pelaku pendidikan Islam dari
keterpasungan guna merintis dan membangun kehidupan masa depanyang
lebih berperadaban dan berkebudayaan tinggi untuk meraih kesejahteraan
hidup bagi manusia.
Kelima, praktek Manajemen Pendidikan Islam dilakukan melalui
mekanisme transformatif dengan memusatkan konsentrasi kegiatannya pada
14 Mohamad Mustafid Hamdi, “Konsep Pengembangan Kurikulum,” Intizam, Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 1, no. 1 (2017): 1–13.
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 61
upaya mentransformasikan dari keadaan, kondisi, kecenderungan, tradisi,
budaya, pandangan, mindset, pola sikap, pola hidup, pola bergaul, pola
interaksi, pola kepemimpinan, pola kerja, dan pola belajar yang serba negatif,
destruktif, dan kontraproduktif berubah menjadi positif, konstruktif, dan
produktif.
Keenam, Manajemen Pendidikan Islam mengutamakan proses
pembentukan kepribadian Muslim berupa terbentuknya kualitas kepribadian
Muslim yang utama yang diharapkan benar-benar terbukti dan teruji di
tengah-tengah masyarakat.
Ketujuh, keberhasilan atau kemajuan yang ingin diraih oleh Manajemen
Pendidikan Islam adalah integrasi kematangan kematangan spiritual (iman),
intelektual, amal, ketrampilan, dan akhlak yang merefleksikan dan
menampilkan kepribadian Muslim yang utuh.
Inilah tujuh ciri dan karakteristik manajemen pendidikan Islam yang berhasil
dideskripsikan oleh Qomar secara bernas.
Perbedaan Antara Manajemen Pendidikan Islam dan Manajemen
Pendidikan
Setelah mendeskripsikan hakikat, objektifitas, dan ciri / karakteristik manajemen
pendidikan Islam, secara sekilas terdapat beberapa kesamaan antara
manajemen pendidikan Islam dengan manajemen pendidikan. Namun bila
diperhatikan secara cermat antara keduanya, terdapat beberapa perbedaan
ringkas sebagai berikut15:
1) Dasar utama manajemen pendidikan Islam berupa wahyu, sedangkan dasar
utama manajemen pendidikan berupa aliran filsafat naturalisme. Ringkasnya,
bila filsafat telah melahirkan ilmu, maka wahyu telah melahirkan filsafat
dan ilmu sekaligus.
2) Sandaran manajemen pendidikan Islam meliputi sandaran teologis, sandaran
rasional, sandaran empiris, dan sandaran teoritis. Sedangkan sandaran
manajemen pendidikan hanya dua, yaitu sandaran rasional dan sandaran
empiris.
3) Manajemen pendidikan Islam bercorak theoantroposentris yang seimbang,
sedangkan manajemen pendidikan bercorak antroposentris (berpusat pada
manusia semata)
4) Manajemen pendidikan Islam mengembangkan misi emansipatoris,
sedangkan manajemen pendidikan mengembangkan misi kapitalisme yang
menyebabkan komersialisasi pendidikan.
5) Mekanisme yang ditempuh manajemen pendidikan Islam adalah mekanisme
transformatif, sedangkan mekanisme dalam manajemen pendidikan
15 Ahmad Saifudin, “Manajemen Pesantren Dalam Menghadapi Perubahan,” Intizam, Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 1, no. 1 (2017): 61–77.
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 62
mekanisme transfer yang lebih cenderung untuk menekankan pada input
yang pandai untuk menghasilkan output yang pandai juga.
6) Manajemen pendidikan Islam menekankan pada kemampuan memproses
yang mengandalkan tahap tengah antara lain dalam upaya atau rekayasa.
Sedangkan manajemen pendidikan menekankan pada kemampuan
menampung modal (kualitas yang baik pada input) pada tahap awal antara
lain dengan mengandalkan rata-rata nilai yang baik sejak permulaannya.
7) Tujuan yang ingin diraih oleh manajemen pendidikan Islam adalah
keberhasilan mengintegrasikan kematangan dan keunggulan spiritual (iman),
intelektual, amal, keterampilan, dan akhlak. Sedangkan tujuan yang ingin
dicapai oleh manajemen pendidikan hanyalah keunggulan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan yang sangat dipengaruhi oleh Taksonomi Bloom.
Ketujuh perbedaan yang telah dikemukakan Qomar tersebut menurutnya jika
ditelaah lebih mendalam, kemungkinan masih banyak perbedaan lain dari
keduanya.
Kesimpulan
Manajemen pendidikan Islam merupakan salah satu faktor keberhasilan pendidikan Islam, baik secara teoritis-konseptual maupun dalam tataran realitas-ekspektasional dimana seharusnya mendapatkan atensi perhatian yang tinggi. Manajemen pendidikan Islam adalah manajemen yang harus dijiwai oleh ajaran Islam yang berlandaskan Al-Qur‟an dan Hadits tanpa mengesampingkan fungsi utama dari manajemen sebagai kegiatan mengelola dan menyiasati pencapaian tujuan.Ditinjau dari sistem filsafat, rumusan definitif manajemen pendidikan Islam telah mencakup sisi ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi sebagai objek pengelolaan, berupa lembaga pendidikan Islam, sumber-sumber belajar, dan hal-hal lain yang terkait; epistemologi sebagai “cara atau metode” pengelolaan, berupa proses pengelolaan dan cara menyiasati; sedangkan aksiologi sebagai hasil pengelolaan berupa pencapaian tujuan pendidikan Islam. Adapun istilah efektif dan efisien merupakan keterangan yang menjelaskan aksiologi dan epistemologi. Efektif menekankan pada aksiologi, sedangkan efisien menitikberatkan pada epistemology.
References
Beeby, Clarence Edward. “The Quality of Education.” Developing Countries (1966).
Göktürk, Erek. “What Is ‘Paradigm.’” Visited at December Accesed at http://heim. ifi. uio.
no/~ erek/essays/paradigm. pdf (2005).
Gutting, Gary. “Paradigms and Revolutions Appraisals and Applications of Thomas Kuhn’s
Philosophy of Science” (1980).
Hamdi, Mohamad Mustafid. “Konsep Pengembangan Kurikulum.” Intizam, Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam 1, no. 1 (2017): 1–13.
INTIZAM : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Oktober 2018
ISSN : 2622-6162 (Online) 2598-8514 (Print)
M. Yusuf 63
Isi, Daftar. “Manajemen Sumber Daya Manusia.” PT Grasindo: Jakarta, 2002.
Maya, Rahendra, and Iko Lesmana. “PEMIKIRAN PROF. DR. MUJAMIL QOMAR, M. AG.
TENTANG MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM.” Islamic Management: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam 1, no. 2 (2018): 291–316.
Muhaimin, M A. Manajemen Pendidikan (Aplikasinya Dalam Penyusunan Rencana
Pengembangan Sekolah/Madrasah). Prenada Media, 2015.
Purnamasari, Elvira. “KEBEBASAN MANUSIA DALAM FILSAFAT EKSISTENSIALISME
(STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN MUHAMMAD IQBAL DAN JEAN PAUL SARTRE).”
Manthiq 2, no. 2 (2017): 119–132.
Qomar, Mujamil. Dimensi Manajemen Pendidikan Islam. Emir, 2015.
———. Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan
Islam. Erlangga, 2007.
———. Strategi Pendidikan Islam. Penerbit Erlangga, 2013.
Saifudin, Ahmad. “Manajemen Pesantren Dalam Menghadapi Perubahan.” Intizam, Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam 1, no. 1 (2017): 61–77.
Taylor, Frederick Winslow. The Principles of Scientific Management. Harper, 1914.
Wajdi, Barid Nizarudin. “The Differences Between Management And Leadership.” Sinergi :
Jurnal Ilmiah Ilmu Manajemen 7, no. 1 (July 21, 2017). Accessed October 21, 2017.
http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/feb/article/view/31.